MODEL SIRKULASI ARUS LAUT DI PERAIRAN MAHAKAM SELATAN, SELAT MAKASSAR TUGAS AKHIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL SIRKULASI ARUS LAUT DI PERAIRAN MAHAKAM SELATAN, SELAT MAKASSAR TUGAS AKHIR"

Transkripsi

1 MODEL SIRKULASI ARUS LAUT DI PERAIRAN MAHAKAM SELATAN, SELAT MAKASSAR TUGAS AKHIR Disusun untuk Memenuhi Syarat Kurikuler Program Sarjana Strata 1 (S-1) Program Studi Oseanografi Oleh : Jefry Anderson Torhis Simanjuntak NIM : PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015

2 LEMBAR PENGESAHAN Model Sirkulasi Arus Laut di Perairan Mahakam Selatan, Selat Makassar Oleh : Jefry Anderson Torhis Simanjuntak NIM : Program Studi Oseanografi Institut Teknologi Bandung Bandung, 23 Februari 2015 Telah diperiksa dan disetujui, Pembimbing, Ivonne Radjawane,Ph.D. NIP

3 ABSTRAK Di dalam studi ini, simulasi hidrodinamika menggunakan model numerik MIKE 21 Flow Model FM (DHI, 2012) dilakukan untuk mengkaji dinamika arus laut di perairan Mahakam Selatan pada kondisi purnama dan perbani dengan variasi angin musiman. Arus laut simulasi dibangkitkan oleh angin dan pasang surut. Hasil verifikasi elevasi menunjukan kesesuaian data yang baik antara hasil simulasi dengan data lapangan yang ditunjukan dengan persentasi nilai R-squared untuk elevasi, arus total komponen arus timur dan utara masing-masing sebesar 90,13%, 37,51%, dan 11,98%. Vektor arus resultan simulasi dan lapangan mengikuti pola sinusoidal elevasi pasut. Pada musim barat, peralihan pertama, timur, peralihan kedua, angin bertiup dengan kecepatan rata-rata bulanan 1,88 m/detik dari utara timur laut (14 0 ), 1,74 m/detik dari barat laut (300 0 ), 2,81 m/detik dari barat daya (227 0 ), 2,22 m/detik dari utara barat laut (336 0 ). Rata-rata kecepatan arus lapangan di lapisan permukaan, menengah, dan dasar masing-masing adalah 0,31 m/detik, 0,21 m/detik, dan 0,13 m/detik. Pada saat musim barat, timur, peralihan pertama, peralihan kedua, rata-rata besar kecepatan arus di perairan pantai secara berturutturut adalah 0,17 m/detik, 0,16 m/detik, 0,08 m/detik, dan 0,09 m/detik sedangkan untuk di lepas pantai adalah 0,25 m/detik, 0,30 m/detik, 0,13 m/detik dan 0,14 m/detik. Pada kondisi ekstrim dimana arus mengalir dengan kecepatan di atas ratarata, saat surut terendah purnama musim muson barat, arus mengalir menuju arah barat daya dengan nilai kecepatan di pantai 0,36 m/detik dan lepas pantai 0,71 m/detik. Sedangkan, pada saat pasang tertinggi purnama musim timur, arus mengalir menuju arah timur laut dengan nilai kecepatan di pantai 0,38 m/detik dan lepas pantai 0,80 m/detik. Perubahan arah dan kecepatan arus tidak ditemukan ketika kondisi arus saat musim peralihan pertama dan kedua dimana arus bergerak menuju arah tenggara. kata kunci : hidrodinamika, pasang surut, angin, mahakam selatan iii

4 ABSTRACT In this study, a hydrodynamics simulation using MIKE 21 Flow Model FM numerical model (DHI, 2012) has been applied to study ocean current dynamics at the South Mahakam water on spring and neap tides condition along with its wind variability. Ocean current is mainly generated by wind and tidal force. The verification results show conformity of simulation and field measurement data which are shown with R-squared percentage for elevation, total current speed of east and north component, respectively, are 90.13%, 37.51% and 11.98%. Current vector resultant of simulation and observed data follow the sinusoidal pattern of tidal elevation. During west, transition 1, east, transition 2 seasons, the wind blows with average speed 1.88 m/s from north north east (14 0 ), 1.74 m/s from north west(300 0 ), 2.81 m/s from south west (227 0 ), 2.22 m/s from north north west (336 0 ). The average field current speed at the surface layer, middle and bottom consecutively are 0.31 m/s, 0.21 m/s and 0.13 m/s. During the west, east, transition one and two seasons, the average speed at the near shore South Mahakam water are 0.17 m/s, 0.16 m/s, 0.08 m/s, and 0.09 m/, successively, whereas at the offshore respectively are 0.25 m/s, 0.30 m/s, 0.13 m/s and 0.14 m/s. At extreme condition where the current speed flows over than average speed, during lowest spring ebb condition at west season, ocean current flows toward south west with speed of 0.36 m/s at nearshore and 0.71 m/s at offshore. Whereas, during the highest spring floond condition at east monsoon season, ocean current flows toward north east with speed of 0.38 m/s and 0.80 m/s consecutively at nearshore and offshore. Magnitude and direction changes was not found at transition one and two seasons where the ocean current flows to South East. keywords : hydrodynamics, tide, wind, south mahakam iv

5 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... xi BAB I PENDAHULUAN... I Latar Belakang... I Tujuan Penelitian... I Perumusan Masalah... I Pembatasan Masalah... I Sistematika Pembahasan... I-3 BAB II TEORI DASAR... II Gaya Pasang Surut di Perairan Pantai... II Arus Pasang Surut... II Arus yang Dibangkitkan oleh Angin... II Studi Studi Dinamika Arus Laut Terdahulu di Sekitar Perairan Mahakam Selatan... II Perbandingan Tugas Akhir dengan Studi Terdahulu... II-6 BAB III METODOLOGI... III Skema Model... III Modul Hidrodinamika... III Persamaan Hidrodinamika... III Desain Model... III-3 v

6 Data Masukan Model... III Data Batimetri... III Data Elevasi Pasang Surut... III Data Angin... III Data Lapangan untuk Verifikasi Hasil Model... III Data Elevasi Pasang Surut... III Data Arus... III Nilai Awal dan Syarat Batas Model... III Alur Pengerjaan Tugas Akhir... III-9 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... IV Pemisahan Komponen Arus Pasut dan Residu Data Lapangan... IV Verifikasi Model Hidrodinamika... IV Verifikasi Elevasi Pasang Surut... IV Verifikasi Arus... IV Kondisi Meteorologi Perairan Mahakam Selatan... IV Musim Muson Barat (Februari 2013)... IV Musim Peralihan Pertama (Mei 2013)... IV Musim Muson Timur (Juli 2013)... IV Musim Peralihan Kedua (November 2013)... IV Kondisi Oseanografi Perairan Mahakam Selatan... IV Analisis Harmonik Pasut... IV Variasi Arus terhadap Kedalaman... IV Dinamika Arus Laut di Perairan Mahakam Selatan... IV Kondisi Perbani saat Musim Barat... IV Kondisi Purnama saat Musim Barat... IV Kondisi Perbani saat Musim Timur... IV Kondisi Purnama saat Musim Timur... IV-22 vi

7 4.6. Kondisi Ekstrim Dinamika Arus Laut di Perairan Mahakam Selatan IV Kondisi Esktrim saat Kondisi Surut Terendah Purnama Musim Barat... IV Kondisi Esktrim saat Kondisi Pasang Tertinggi Purnama Musim Timur... IV Kondisi Esktrim saat Musim Peralihan Pertama dan Kedua. IV-28 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... V Kesimpulan... V Saran... V-2 DAFTAR PUSTAKA... DP-1 LAMPIRAN A... A LAMPIRAN B... B LAMPIRAN C... C LAMPIRAN D... D UCAPAN TERIMAKASIH... UT-1 vii

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Peta lokasi platform sumur gas di Mahakam Selatan... I-1 Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Skema Model Numerik Penelitian Menggunakan MIKE21... III-1 Area kajian simulasi hidrodinamika di Mahakam Selatan... III-3 Peta lokasi pengamatan lapangan angin, arus laut, dan elevasi pasut... III-5 Gambar 3.4. Koordinat Batas Area Cuplikan Batimetri Perairan... III-6 Gambar 3.5. Grafik elevasi pasang surut lapangan pada tanggal 1/07/2013 pukul 00:00 hingga 14/07/2013 pukul 00:00... III-7 Gambar 3.6. Grafik elevasi pasang surut lapangan pada tanggal 15/07/2013 pukul 00:00 hingga 31/07/2013 pukul 00:00... III-7 Gambar 3.7. Gambar 3.8 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Diagram alir analisis variasi arus terhadap kedalaman (kiri), angin muson (tengah), dan harmonik pasang surut (kanan)... III-9 Diagram alir simulasi model hidrodinamika... III-10 Perbandingan data lapangan rata-rata kecepatan arus total, arus pasut, dan arus residu pada komponen timur ( )... IV-1 Perbandingan data lapangan rata-rata kecepatan arus total, arus pasut, dan arus residu pada komponen utara ( )... IV-2 Verifikasi elevasi pasut lapangan dan simulasi... IV-3 Perbandingan nilai elevasi lapangan dan model... IV-3 Verifikasi kecepatan arus lapangan dan arus simulasi komponen timur... IV-5 Verifikasi kecepatan arus lapangan dan arus simulasi komponen utara... IV-5 Perbandingan data arus total lapangan dengan arus simulasi komponen timur (kiri) dan utara (kanan)... IV-6 viii

9 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Profil vektor resultan elevasi pasut model, arus model, dan arus lapangan... IV-7 Mawar angin (kiri) dan grafik distribusi magnitudo kecepatan angin (kanan) saat musim barat (Februari 2013)... IV-8 Gambar 4.10 Mawar angin (kiri) dan grafik distribusi magnitudo kecepatan angin (kanan) saat musim peralihan pertama (Mei 2013)... IV-9 Gambar 4.11 Mawar angin (kiri) dan grafik distribusi magnitudo kecepatan angin (kanan) saat musim timur (Juli 2013)... IV-9 Gambar 4.12 Mawar angin (kiri) dan grafik distribusi magnitudo kecepatan angin (kanan) saat musim peralihan kedua (November 2013). IV-10 Gambar 4.13 Perbandingan elevasi total, elevasi pasut, elevasi residu... IV-11 Gambar 4.14 Grafik nilai amplitudo komponen pasut di perairan Mahakam Selatan... IV-12 Gambar 4.15 Grafik persentase amplitudo komponen pasut perairan Mahakam Selatan... IV-13 Gambar 4.16 Profil vektor resultan arus lapangan di lapisan permukaan, menengah, dan dasar perairan Mahakam Selatan... IV-14 Gambar 4.17 Karakter arus heterogen dan homogen perairan Mahakam Selatan... IV-15 Gambar 4.18 Perbandingan dinamika arus serta elevasi muka laut pada kondisi surut terendah purnama saat musim barat dan timur... IV-25 Gambar 4.19 Dinamika arus laut pada kondisi ekstrim surut terendah purnama saat musim barat... IV-26 Gambar 4.20 Perbandingan dinamika arus serta elevasi muka laut pada kondisi pasang tertinggi purnama saat musim barat dan timur... IV-26 Gambar 4.21 Dinamika arus laut pada kondisi ekstrim pasang tertinggi musim timur... IV-27 ix

10 Gambar 4.22 Perbandingan dinamika arus serta elevasi muka laut pada kondisi surut terendah dan pasang tertinggi purnama saat musim peralihan pertama dan kedua... IV-28 Gambar 4.23 Dinamika arus laut pada kondisi ekstrim pasang tertinggi dan surut terendah musim peralihan kedua... IV-29 Gambar A.1 Peta batimetri perairan Mahakam Selatan... A-1 Gambar C.1 Skema pengukuran arus lapangan menggunakan ADCP... C-1 Gambar C.2 Profil arus laut lapangan terhadap kedalaman... C-3 Gambar D.1 Pola arus saat pasang tertinggi perbani musim barat... D-1 Gambar D.2 Pola arus saat pasang menuju surut perbani musim barat... D-1 Gambar D.3 Pola arus saat surut terendah perbani musim barat... D-2 Gambar D.4 Pola arus saat surut menuju pasang perbani musim barat... D-2 Gambar D.5 Pola arus saat pasang tertinggi purnama musim barat... D-3 Gambar D.6 Pola arus saat pasang menuju surut purnama musim barat... D-3 Gambar D.7 Pola arus saat surut terendah purnama musim barat... D-4 Gambar D.8 Pola arus saat surut menuju pasang purnama musim barat... D-4 Gambar D.9 Pola arus saat pasang tertinggi perbani musim timur... D-5 Gambar D.10 Pola arus saat pasang menuju surut perbani timur... D-5 Gambar D.11 Pola arus saat surut terendah perbani musim timur... D-6 Gambar D.12 Pola arus saat surut menuju pasang perbani timur... D-6 Gambar D.13 Pola arus saat pasang tertinggi purnama musim timur... D-7 Gambar D.14 Pola arus saat pasang menuju surut purnama musim timur... D-7 Gambar D.15 Pola arus saat surut terendah purnama musim timur... D-8 Gambar D.16 Pola arus saat surut menuju pasang purnama musim timur... D-8 x

11 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel B.1 Tabel B.2 Tabel B.3 Tabel B.4 Tabel C.1 Skenario verifikasi dan simulasi hidrodinamika perairan Mahakam Selatan... III-4 Konstanta harmonik pasut perairan Mahakam Selatan... IV-11 Data kecepatan dan arah angin di perairan Mahakam Selatan saat musim angin barat (bulan Februari)... B-1 Data kecepatan dan arah angin di perairan Mahakam Selatan saat musim peralihan pertama (bulan Mei)... B-2 Data kecepatan dan arah angin di perairan Mahakam Selatan saat musim timur (bulan Juli)... B-3 Data kecepatan dan arah angin di perairan Mahakam Selatan saat musim peralihan kedua (bulan November)... B-4 Informasi koordinat pengukuran arus lapangan di Mahakam Selatan... C-2 Tabel C.2 Ringkasan umum data pengukuran arus laut... C-2 xi

12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ladang gas Mahakam Selatan yang berlokasi di lepas pantai Selat Makassar dan berjarak sekitar 25 kilometer dari pantai Kota Balikpapan merupakan blok kerja sama antara perusahaan minyak asal Prancis, Total E&P Indonesie (TEPI) dengan SKK Migas Indonesia. Blok ini secara resmi dikelola pada tahun 2007 dan telah memasuki tahapan eksplorasi dan pengembangan minyak dan gas (TEPI, 2008). Dalam tahap eksplorasi dan pengembangan, 3 buah platform sumur gas dibangun sebagai infrastruktur dasar dalam operasi pengeboran dan produksi gas di wilayah tersebut yaitu East Mandu, West Stupa dan Main Stupa (Gambar 1.1). Gambar 1.1 Peta lokasi platform sumur gas di Mahakam Selatan (sumber: Google Earth Perairan Mahakam Selatan 1 34'25" LS, '37.30" BT, elevasi -55 m diakses pada 30/1/2015) Sebelum melakukan instalasi infrastruktur penunjang eksplorasi dan pengembangan, maka dilakukanlah survei sebelum memulai proyek konstruksi dan instalasi yang salah satunya adalah mempelajari dinamika arus laut yang I-1

13 berada di perairan Mahakam Selatan. Studi ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan aspek teknis di dalam pengembangan infrastruktur di sekitar ketiga platform yang digunakan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian kondisi oseanografi dan meterologi di wilayah perairan serta simulasi hidrodinamika arus laut di perairan Mahakam Selatan. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis kondisi oseanografi dan meteorologi (musim barat, timur, peralihan) serta simulasi hidrodinamika arus laut di perairan Mahakam Selatan dengan menggunakan model numerik MIKE 21 Flow FM. Dalam simulasi, hidrodinamika arus laut dibangkitkan oleh angin dan pasang surut. 1.3 Perumusan Masalah Dalam penelitian ini, dilakukan studi kondisi oseanografi dan meteorologi perairan Mahakam Selatan. Selanjutnya, dilakukan simulasi model hidrodinamika 2-D horisontal di wilayah kajian dengan hasil keluaran model berupa peta dinamika arus laut di perairan Mahakam Selatan. 1.4 Pembatasan Masalah Area kajian berada di perairan Mahakam Selatan, Selat Makassar yang berada pada rentang koordinat BT dan LS. Adapun asumsi yang digunakan dalam simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah arus di wilayah kajian tidak dipengaruhi oleh gaya Coriolis, debit aliran sungai, serta tingkat evaporasi dan presipitasi. Dalam simulasi hidrodinamika 2-D horisontal, gaya pasang surut digunakan sebagai gaya penggerak utama sebagai masukan pada syarat batas yang diikuti oleh gaya geser angin yang memengaruhi dinamika arus laut pada model. Angin yang bergerak di wilayah perairan bertiup secara konstan secara spasial di seluruh area kajian namun bervariasi temporal dengan interval waktu harian I-2

14 sedangkan masukan elevasi pasang surut bervariasi secara spasial sepanjang garis syarat batas dan temporal dengan interval waktu satu jam. 1.5 Sistematika Pembahasan Penelitian yang akan dilakukan dalam tugas akhir ini disusun dalam 5 bab dengan urutan sebagai berikut: BAB I adalah penjelasan yang menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, tujuan penelitian, ruang lingkup pembahasan, serta sistematika pembahasan. BAB II menjelaskan tentang kajian model numerik hidrodinamika perairan dan studi terdahulu dari para peneliti sebelumnya. BAB III menelaah persamaan pembangun dari model numerik yang dipakai dalam perangkat lunak, metodologi pengerjaan, serta desain model dari area kajian. BAB IV berisi tentang hasil dan pembahasan dari hasil simulasi yang telah dilakukan. BAB V berisi tentang kesimpulan dan saran yang dilakukan dalam penelitian tugas akhir. I-3

15 Bab II STUDI PUSTAKA 2.1. Gaya Pasang Surut di Perairan Pantai Pemahaman mendasar mengenai karakteristik pasang surut adalah gaya pembangkit pasut bersifat global dimana hanya massa air pada samudera dan lautan luas yang mengalami fenomena gaya pasang surut. Sedangkan, massa air pada wilayah kecil seperti pantai dan estuari tidak mengahasilkan respon dari gaya pasut akibat gaya pembangkit astronomis. Jika ada pergerakan pasut pada wilayah tersebut, hal ini disebabkan oleh arus pasut yang menjalar dari lepas pantai dan memasuki daerah tersebut. Tunggang pasut yang besar umumnya dikorelasikan dengan arus pasut yang kuat dan arus pasut di perairan pantai selalu lebih besar dari arus pasut di lepas pantai. Di beberapa lokasi, arus pasut bahkan bisa menjadi kuat ketika tunggang pasutnya kecil. Hal ini terjadi ketika penyempitan mencegah aliran bebas dari gelombang pasut dan menekan massa air itu melewati celah yang sempit. Ketika pasut menjalar menuju perairan dangkal, bentuk gelombang tersebut didistorsi dari bentuk sinusoidalnya. Dalam pendangkalan di perairan pantai, bentuk amplitudo gelombang menjadi proporsi signifikan terhadap kedalaman perairan, puncak amplitudo terbentuk dan tunggang pasut semakin bertambah. Pada waktu yang sama, gaya gesek dasar menghilangkan energi pasut, memperlambat lembah, serta mengurangi tunggang pasutnya. Pasut di laut terbuka biasanya memiliki amplitudo yang lebih kecil dibandingkan dengan yang ada di pesisir akibat fenomena refleksi dan resonansi. Akan tetapi, dapat dinyatakan bahwa ketika gelombang menjalar menuju perairan dangkal dan mengalami pendangkalan, hal itu akan menyebabkan kecepatan gelombang berkurang dan energi yang ada di antar puncak gelombang terkompresi mengurangi panjang gelombang. Melalui fenomena tersebut, tinggi gelombang dan kekuatan aliran akan terus bertambah seiring penjalarannya menuju pantai Arus Pasang Surut Menurut Hadi dan Radjawane (2009), dinamika arus pasut dapat dipelajari dari persamaan hidrodinamika 2D. Persamaan Hidrodinamika 2D yang dirata-ratakan terhadap II-1

16 kedalaman didasari dari persamaan gerak dan persamaan kontinuitas. Persamaan gerak 2D dari hidrodinamika pasang surut dirumuskan sebagai berikut: + + = g = g + ( + ) ( + ) (2.1) (2.2) Dimana:, : kecepatan rata-rata terhadap kedalaman pada arah x dan y (m/detik) g : percepatan gravitasi bumi (9,8 m/detik 2 ) : elevasi air laut (m) d : kedalaman perairan tetap (m) : densitas air laut (kg/m 3 ), : stres gesekan permukaan arah x dan y (kg/m detik 2 ), : stres gesekan dasar arah x dan y (kg/m detik 2 ) Dan persamaan kontinuitas 2D adalah: [( + ) ] + [( + ) ] + = 0 (2.3) Dimana: = = (2.4) (2.5) dan adalah stress gesekan angin di permukaan dalam arah x dan y sedangkan dan adalah stres gesekan dasar dalam arah x dan y. Persamaan ini hanya mempertimbangkan arus pasut dalam perhitungan dan mengabaikan gaya gesek angin. Selanjutnya, hanya gerak arus pasut yang dipengaruhi oleh gesekan dasar dan dinyatakan dengan hubungan: = kρ (2.6) II-2

17 = kρ (2.7) Dimana: = + (2.8) Dengan keterangan: k : koefisien gesekan dasar : magnitudo kecepatan arus di dasar (m/detik) : kecepatan arus di dasar komponen timur (m/detik) : kecepatan arus di dasar komponen utara (m/detik) Persamaan (2.1) dan (2.2) adalah persamaan yang non-linier karena mengandung suku-suku non-linier seperti suku konvektif dan suku gesekan dasar: 1. Suku konvektif :,,, 2. Suku gesekan dasar :, Elevasi muka air ( ) dalam persamaan (2.4) dan (2.5) diabaikan dikarenakan nilainya jauh lebih kecil daripada kedalaman perairan tetap (d). Dengan mengabaikan elevasi muka air, faktor Coriolis, suku-suku konvektif, dan melinierkan suku gesekan dasar pada persamaaan gerak dan persamaan momentum dinamika arus pasut, maka persamaan hidrodinamika 2D yang dirata-ratakan terhadap kedalaman dapat dinyatakan: Persamaan gerak: = g = g (2.9) (2.10) Persamaan kontinuitas: ( ) + ( ) + = 0 (2.11) II-3

18 2.3. Arus yang Dibangkitkan oleh Angin Angin berperan dalam pembangkitan arus di suatu perairan akibat adanya transfer momentum energi gesekan dari dua lapisan fluida yang berbeda nilai viskositas serta densitas. Stress angin yang bekerja pada permukaan laut akan menggerakan massa air laut yang berada di permukaan lalu dijalarkan ke lapisan di bawahnya. Dalam persamaan empiris yang dinyatakan oleh Hadi dan Radjawane (2009), stres angin yang bekerja pada permukaan laut akan berbanding lurus dengan kecepatan angin yang dinyatakan sebagai berikut: = ρ C w (2.12) = ρ C w (2.13) Dengan keterangan:, : stress angin arah x dan y (kg/m detik 2 ) ρ : densitas udara (1,3 kg/m detik 2 ) CD : koefisien geser angin/drag coefficient (1,5 x 10-3 ) w, w : kecepatan angin pada ketinggian 10 m arah x dan y (m/detik) 2.2. Studi Dinamika Arus Laut Terdahulu di Sekitar Perairan Mahakam Selatan Untuk mendukung penelitian ini, maka dilakukan kajian pustaka terdahulu mengenai dinamika arus laut di sekitar perairan Mahakam Selatan. Uraian di bawah ini merupakan ringkasan mengenai studi di daerah penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Mandang dan Yanagi (2007) melakukan studi mengenai dinamika pasut dan arus pasang surut di estuari Delta Mahakam dilakukan menggunakan model hidrodinamika dua dimensi ECOMSED. Model dijalankan selama 15 hari menggunakan data debit aliran sungai dan pasang surut sebagai gaya pembangkit utamanya. Kesalahan akar rata-rata kuadrat pada data hasil simulasi dengan data lapangan cukup kecil dimana untuk elevasi dan arus pasang surut senilai 0.15 m dan 0.05 m/detik. Pada area lepas pantai, elevasi dari konstituen semidiurnal seperti M2 dan S2 berada di titik tertinggi yang lalu diikuti oleh komponen diurnalnya seperti K1 dan O1. Amplitudo M2 pada batas terbuka bisa mencapai hingga 44 cm. Amplitudo pasang surut semidurnal berada pada di titik tertinggi pada batas terbuka yang berada di lepas pantai dan berkurang sepanjang aliran sungai Mahakam secara perlahan menuju hulu yang berada di Muara Pegah. Penurunan amplitudo komponen pasut diurnal lebih kecil daripada semidiurnal diakibatkan oleh perbedaan periode osilasi alami. II-4

19 Perioda osilasi natural dari Estuari Mahakam (19 jam) lebih dekat dengan periode komponen pasut diurnal namun lebih jauh dibandingkan dari periode komponen pasut semidiurnal. Variasi spasial ditunjukan pada model ini dimana ampitudo arus pasang surut dari komponen diurnal dan semi diurnal mengalami peningkatan signfikan dari batas terbuka hingga Muara Pegah. Amplitudo arus pasang surut pada penelitian ini diperkirakan karena pengaruh dominan area pengkajian cross-section dan gaya geseknya. Distribusi elevasi dan arus pasang surut dari komponen pasut M4 memuncak pada pertengahan estuari sekitar 120 km dari Sebulu dan juga puncak lainnya pada hulu yang lebih jauh (80 km dari Sebulu). Distorsi amplitudo pasang surut (M4/M2) bernilai kurang dari 0.3. Hadi, Ningsih dan Tarya (2006) menggunakan model kopel tiga dimensi hidrodinamika dan transpor sedimen ECOMSED (Estuarine Coastal and Ocean Modelling System with Sediment) diterapkan untuk studi variasi musiman dari transpor sedimen kohesif melayang di estuari dari Delta Mahakam. Simulasi dilakukan selama satu tahun pada tahun 2005 dengan memperhitungkan debit aliran sungai dan pasang surut sebagai gaya pembangkit utamanya di sepanjang aliran sungai. Hasil model mampu membuktikan bahwa gaya pembangkit dominan yang berlaku pada penyebaran sedimen di Delta Mahakam disebabkan oleh arus pasang surut dan variabilitas musiman yang mempengaruhi besar debit aliran sungai. Simulasi ini mampu menunjukan bahwa sedimen kohesif melayang ditransportasikan menuju arah selatan dari Muara Jawa ke Muara pegah dan terlihat penyebarannya semakin jauh dari hulu pada bulan Februari (musim penghujan) dan semakin rendah pada bulan Oktober (musim kemarau). Investigasi ini menunjukan adanya korelasi antara debit aliran sungai dengan seberapa jauh penyebaran konsentrai sedimen. Ketika debit aliran semakin besar yang dipengaruhi kenaikan tingkat presipitasi saat musim penghujan, maka front sedimen semakin jauh hingga mencapai nilai maksimum 30 km. Sebaliknya, ketika debit aliran semakin rendah akibat penurunan tingkat presipitasi saat musim kemarau, maka front sedimen semakin dekat ke hulu dengan nilai minimum 17 km. Kenaikan jarak front sedimen terjadi pada saat kondisi aliran ebb dimana aliran debit sungai searah dengan sirkulasi arus pasut ebb yang sama-sama keluar menuju lepas pantai. Tarya, Hoitink, dan Vegt (2010) menggunakan model hidrodinamika barotropik ECOMSED 3 dimensi untuk mempelajari dinamika arus laut serta karakteristik pasang surut yang dipengaruhi oleh keberadaan terumbu karang di daerah Berau, Kalimantan Timur. Di dalam studi tersebut, ditunjukan bahwa pasang surut menjalar dari perairan Berau dalam dengan kenaikan nilai amplitudo akibat efek pendangkalan. Dalam eksperimen ini, hasil II-5

20 simulasi menunjukan bahwa densitas terumbu karang di perairan Berau yang memiliki nilai sebesar 0,83 memiliki pengaruh yang lemah terhadap propagasi pasut serta dinamika arus pasang surut. Pengaruh terbesar diamati pada penjalaran komponen pasut M2 di area pengamatan antara daerah terumbu karang dan pantai. Akibat morfologi pantai, komponen pasang surut harus melewati daerah terumbu karang ketika menjalar ke lepas pantai. Namun melalui simulasi tersebut, tidak ditemukan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan fase serta amplitudonya. Dalam semua eksperimen, ditemukan daerah perairan dimana amplitudo arus pasang surut sangat kecil. Kecepatan arus pasang surut yang rendah diindikasikan bukan disebabkan oleh keberadaan terumbu karang, namun melainkan oleh konfigurasi dari perairan Berau dimana daerah antara terumbu karang dan daerah pantai utama dihubungkan oleh celah yang sempit dan dalam. Terumbu karang lebih dominan mempengaruhi perubahan fase pasang surut dibandingkan dengan amplitudo, khususnya di daerah perairan yang dipenuhi oleh terumbu karang. Hal ini menjelaskan mengapa fase pasang surut prediksi dari model hidrodinamika memiliki perbedaan substansial dibandingkan dengan hasil pengamatan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ariadji (2014), studi hidrodinamika dan sedimentasi dilakukan di daerah perairan Peciko, selatan dari Delta Mahakam. Model hidrodinamika dan transpor sedimen dilakukan menggunakan model numerik MIKE 21 dengan memasukan gaya pasang surut dan angin sebagai gaya pembangkit. Tipe pasang surut di perairan tersebut memiliki nilai Formzahl 0,42 dengan karaktersitik pasang surut campuran condong semidiurnal. Pada saat pasang menuju surut purnama dan perbani, massa air laut bergerak menjauhi pantai menuju lepas pantai. Namun sebaliknya, saat surut menuju pasang pada kondisi purnama dan perbani arah arus bergerak menuju pantai dan Delta Mahakam. Pada umumnya, nilai kecepatan arus pada saat pasang surut purnama lebih besar dibandingkan saat terjadinya pasang surut perbani Perbandingan Tugas Akhir dengan Studi Terdahulu Penelitian yang dilakukan pada Tugas Akhir ini dilakukan dalam area kajian di perairan Mahakam Selatan yang berada sekitar 35 kilometer dari arah tenggara kota Balikpapan dengan kedalaman rata-rata sekitar m. Pada penelitian ini, kondisi oseanografi serta meteorologi perairan dikaji sebelum melakukan simulasi hidrodinamika perairan Mahakam Selatan menggunakan model numerik MIKE 21 Flow Model FM. Kajian karakter dinamika arus laut sertan angin yang memiliki variabilitas musiman dilakukan II-6

21 sebelum melakukan simulasi hidrodinamika pada setiap kondisi musim (musim barat, timur, peralihan). Dalam simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini, hidrodinamika laut dibangkitkan oleh gaya pasang surut yang bervariasi secara temporal juga spasial dan angin yang diasumsikan bertiup konstan secara spasial namun berubah secara temporal. Elevasi air laut hasil keluaran model diverifikasi dengan data lapangan yang diakuisisi TEPI menggunakan Tide Gauge yang dipasang di platform West Stupa (7/7/2013 hingga 22/7/2013). Sedangkan, data arus hasil pengamatan lapangan yang digunakan dalam tahapan verifikasi dengan data model diakuisisi oleh perusahaan survei PAGEO selama 4 hari (23/7/2013 hingga 27/7/2013) menggunakan Acoustic Doppler Current Profiler (ADCP) dengan interval kedalaman sebesar 3 m sepanjang profil vertikal batimetri di area pengamatan hingga kedalaman 70 m. Hasil model kemudian akan dianalisa untuk mempelajari pola dinamika arus laut di perairan Mahakam Selatan yang memiliki variabilitas angin musiman (musim barat, timur dan peralihan) serta kondisi pasang surut (purnama dan perbani). II-7

22 Bab III METODOLOGI 3.1. Skema Model MIKE 21 Flow Model adalah salah satu perangkat lunak yang digunakan untuk mensimulasikan distribusi permukaan laut, arus, temperatur, salinitas, jejak partikel, sedimen, dan gelombang laut melalui pendekatan numerik yang dapat divisualisasikan dalam bentuk nilai, grafik, ataupun model dinamika arus laut di suatu perairan. Untuk mengeluarkan hasil simulasi di daerah kajian, beberapa parameter dalam perairan tersebut digunakan sebagai nilai masukan dalam model seperti data batimetri, angin, pasang surut, koordinat garis pantai dan lain-lain (Gambar 3.1) Masukan q Domain mesh (batimetri) q Waktu simulasi q Syarat batas (pasang surut) q Kondisi awal perairan q Flood and dry q Debit aliran sungai q Gaya coriolis q Gaya meteorologis (angin) q Viskositas eddy q Densitas massa air q Gesekan dasar Modul Modul Hidrodinamika FLOW MODEL FLEXIBLE MESH Keluaran q Besar dan arah kecepatan arus q Komponen kecepatan arus timur dan utara (u & v) q Dinamika arus laut di Perairan Gambar 3.1 Skema model numerik penelitian menggunakan MIKE Modul Hidrodinamika Modul hidrodinamika menghitung distribusi serta resultan aliran air melalui pendekatan numerik yang diturunkan ke dalam element triangular. Hasil kalkulasi dari dinamika air laut mengikuti variasi terhadap gaya pembangkit dan kondisi batas. Hal ini ditetapkan dalam persamaan numerik hidrodinamika dengan metode beda hingga sel volume pusat (cell-centered finite volume). III-1

23 Persamaan Hidrodinamika Persamaan pembangun pada modul hidrodinamika didasari pada solusi numerik dari persamaan Navier-Stokes. Persamaan 2-dimensi yang merupakan integrasi antara persamaan kontinuitas dan momentum horizontal terintegrasi terhadapkan kedalaman dalam panduan MIKE 21 Flow Model FM Scientific Documentation (2012) yang telah disederhanakan dan dinyatakan sebagai berikut: Persamaan kontinuitas: + + = 0 (3.1) Dengan keterangan: u, : kecepatan pada arah x dan y yang dirata-ratakan terhadap kedalaman (m/detik) h : kedalaman perairan total (m); h = + : elevasi muka air laut (m) d : kedalaman perairan tetap (m) Pada persamaan pembangun kontinuitas lokal bagian kiri, suku pertama menunjukan suku percepatan lokal, sedangkan suku kedua dan ketiga menunjukan percepatan konvektif. Besar kedalaman total (h) merupakan penjumlahan antara elevasi muka air laut ( ) dengan kedalaman perairan tenang (d). Persamaan momentum horisontal pada sumbu-x dan sumbu-y: Sumbu-x: + + = gh + + (h ) + h (3.2) Sumbu-y: + + = gh + + h + h (3.3) Dengan keterangan: : densitas air laut (1025 kg/m 3 ), : gesekan di lapisan permukaan laut arah x dan y(kg/m detik 2 ), : gesekan di lapisan dasar laut (kg/m detik 2 ),,, : stres viskos horisontal (kg/m detik 2 ) III-2

24 Pada persamaan momentum horisontal bagian kiri, suku pertama menunjukan suku percepatan lokal, suku kedua dan ketiga menunjukan percepatan konvektif. Pada bagian kanan, suku pertama menunjukan pengaruh gradien tekanan akibat perbedaan elevasi, suku kedua menunjukan pengaruh gaya gesek di lapisan permukaan laut, suku ketiga menunjukan gaya gesek di lapisan dasar, suku keempat dan kelima menunjukan komponen stres viscous horizontal Desain Model Pada penelitian ini, area kajian berada di daerah Mahakam Selatan yang terletak di timur Kalimantan Timur, perairan Selat Makassar. Data area kajian yang terdiri dari data koordinat garis pantai serta batimetri dikonversi menjadi sel yang elemennya dibentuk dalam elemen triangular. Area kajian dibatasi oleh garis yang dihubungkan melalui 5 titik ujung domain yang nilai koordinatnya dijelaskan pada Gambar (3.2). Titik Lintang Bujur ' 50.4" LS ' 5 BT ' 50.4" LS ' 8 BT 3-1 1' 55 LS ' 10 BT ' 34 LS ' 26 BT ' 34 LS ' 4 BT Gambar 3.2 Area kajian simulasi hidrodinamika di Mahakam Selatan Pada domain sel yang telah dibangun, garis 3-4 (syarat batas tenggara) merupakan syarat batas terbuka sedangkan syarat batas tertutup diwakili oleh garis pantai dan garis 2-3 (syarat batas timur laut). Simulasi hidrodinamika dijalankan sebanyak 6 kali (Tabel 3.1) dengan menggunakan gaya pasang surut dan angin sebagai gaya pembangkit mengabaikan gaya coriolis dan debit aliran sungai. Simulasi pertama dijalankan selama 19 hari dari 05/07/2013 pukul 00:00 hingga 23/07/2013 pukul 00:00 yang digunakan untuk verifikasi elevasi pasang surut. Simulasi III-3

25 kedua dijalankan selama 8 hari dari tanggal 21/07/2013 pukul 00:00 hingga 29/07/2013 pukul 00:00 untuk verifikasi hasil komponen arus timur (u) dan utara (v). Simulasi ketiga dijalankan pada bulan Februari selama 29 hari dari 01/02/2013 pukul 00:00 s/d 1/08/2013 pukul 00:00 untuk menganalisa dinamika arus laut saat musim barat. Simulasi keempat dijalankan pada bulan Mei selama 31 hari dari 01/05/2013 pukul 00:00 s/d 1/6/2013 pukul 00:00 untuk menganalisa dinamika arus laut saat musim peralihan pertama. Simulasi kelima dijalankan pada bulan Juli selama 31 hari dari 01/07/2013 pukul 00:00 s/d 1/08/2013 pukul 00:00 untuk menganalisa dinamika arus laut saat musim timur. Terakhir, simulasi keenam dijalankan pada bulan November selama 30 hari dari 01/11/ :00 pukul s/d 01/12/2013 pukul 00:00 untuk menganlisa dinamika arus laut saat musim peralihan kedua. Lama waktu simulasi pertama dan kedua disesuaikan dengan ketersediaan data lapangan yang ada. Hasil simulasi hidrodinamika menghasilkan besar dan arah kecepatan arus yang dapat divisualisasikan dalam plot vektor arus horizontal. Vektor horizontal model lalu dibandingkan dengan vektor horizontal arus lapangan yang telah dirata-ratakan terhadap kedalaman serta dikorelasikan dengan elevasi pasang surutnya. Tabel 3.1 Skenario verifikasi dan simulasi hidrodinamika perairan Mahakam Selatan Deskripsi Waktu Mulai Simulasi Waktu Selesai Simulasi Lama Simulasi 1. Simulasi 1 verifikasi pasut 05/07/ :00 23/07/ :00 19 hari 2. Simulasi 2 verifikasi arus 21/07/ :00 29/07/ :00 8 hari 3. Simulasi 3 simulasi hidrodinamika saat musim barat 4. Simulasi 4 simulasi hidrodinamika saat musim peralihan 1 5. Simulasi 5 simulasi hidrodinamika saat musim timur 6. Simulasi 6 simulasi hidrodinamika saat musim peralihan 2 01/02/ :00 1/03/ :00 29 hari 01/05/ :00 1/06/ :00 31 hari 01/07/ :00 1/08/ :00 31 hari 01/11/ :00 01/12/ :00 30 hari III-4

26 Data Masukan Model Dalam simulasi model numerik menggunakan MIKE21 Flow Model FM, ada beberapa parameter oseanografi dan meteorologi yang dibutuhkan baik sebagai data masukan maupun data yang akan digunakan dalam verifikasi. Data yang dibutuhkan adalah data angin, pasut dan arus laut yang diamati melalui stasiun pengamatan lapangan yang berlokasi di dalam domain kajian penelitian yang dijelaskan dalam gambar (Gambar 3.3). Gambar 3.3 Peta lokasi pengamatan lapangan angin, arus laut, dan elevasi pasut (sumber: Google Earth Perairan Mahakam Selatan 1 25'58" LS, '33.74" BT, elevasi -59 m diakses pada 30/1/2015) Data Batimetri Masukan data batimetri (Gambar A.1) diperoleh dari General Bathymetric Chart of the Oceans (GEBCO) yang merupakan sekumpulan set data batimetri yang dikeluarkan oleh asosiasi internasional oseanografi Intergovernmental Oceanographic Comission yang diakuisisi melalui interpolasi data survei pengukuran lapangan dan data satelit. Data batimetri yang diperoleh memiliki ketelitian global sebesar 30 dan dibatasi oleh nilai nilai batas koordinat sesuai yang dipaparkan di dalam gambar (Gambar 3.4). III-5

27 Titik Lintang Bujur ' 40" LS ' 32 BT ' 40" LS ' 12 BT ' 50 LS ' 12 BT ' 50 LS ' 32 BT Gambar 3.4 Koordinat Batas Area Cuplikan Batimetri Perairan Data Elevasi Pasang Surut Nilai masukan elevasi pasang surut yang digunakan dalam simulasi kali merupakan data prediksi pasang surut keluaran dari global tide model pada aplikasi MIKE 21 Toolbox Tide Prediction of Heights. Data yang dihasilkan oleh perangkat lunak ini merupakan prediksi dengan basis data elevasi air laut dari satelit altimetri TOPEX/POSEIDON dengan resolusi 0,25 0 x 0,25 0. Dalam prediksi pasang surut, program ini didasarkan pada analisa pasut yang fase dan komponen dihitung menggunakan metode least square dengan menggunakan 4 komponen pasut utama M2, S2, O1 K1 sebagai gaya pembangkit pasut (DHI Water & Environment, 2012). Syarat batas tenggara (Gambar 3.2) dimasukan dengan menggunakan data elevasi hasil prediksi pasang surut yang bervariasi secara spasial dan temporal Data Angin Nilai masukan kecepatan dan arah angin lapangan didapatkan dari data yang dikeluarkan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) melalui set data yang dipublikasikan dalam OGIMET (Valor, 2015). Data dicuplik melalui pengamatan lapangan stasiun meteorologi Sepinggan, Balikpapan dengan nomor stasiun dengan koordinat BT dan LS. Pencuplikan kecepatan dan arah angin dilakukan empat kali di stasiun pengamatan dengan interval 1 hari. Pertama, dilakukan pada rentang periode musim barat pada bulan Februari (Tabel B.1.) yaitu dari 31/1/13 pukul 00:00 hingga 13/3/13 pukul 00:00, kedua dilakukan pada rentang periode musim peralihan pertama pada bulan Mei (Tabel B.2.) yaitu dari 31/4/13 pukul 00:00 hingga 1/6/13 pukul 00:00, ketiga dilakukan pada rentang periode musim timur pada bulan Juli (Tabel B.3.) yaitu dari 30/6/13 pukul III-6

28 00:00 hingga 31/7/13 pukul 00:00, sedangkan terakhir dilakukan pada rentang periode musim peralihan kedua pada bulan November (Tabel B.4.) yaitu dari 31/11/13 pukul 00:00 hingga 1/12/13 pukul 00: Data Lapangan untuk Verifikasi Hasil Model Data Elevasi Pasang Surut Data verifikasi elevasi pasang surut merupakan data hasil pengukuran lapangan menggunakan alat ukur Pressure Gauge yang dilakukan oleh Total E&P Indonesia di platform West Stupa, Mahakam Selatan, Selat Makassar pada koordinat 1 34'3,66" LS, '27,84" BT. Data elevasi memiliki interval waktu 10 menit yang diukur dari 1 Juli 2013 pukul 00:00 hingga 31 Juli 2013 pukul 23:50 yang divisualisasikan dalam gambar (3.5) dan (3.6). Gambar 3.5 Grafik elevasi pasang surut lapangan pada tanggal 1/07/2013 pukul 00:00 hingga 14/07/2013 pukul 00:00 (Sumber: TEPI) Gambar 3.6 Grafik elevasi pasang surut lapangan pada tanggal 15/07/2013 pukul 00:00 hingga 31/07/2013 pukul 00:00 (Sumber: TEPI) Data Arus Data verifikasi arus diambil melalui pengukuran lapangan berupa besar dan arah kecepatan arus yang dilakukan oleh perusahaan PAGEO yang merupakan kontraktor survei dari Total E&P Indonesie. Pengukuran lapangan dilakukan pada titik koordinat III-7

29 1 26'38,7594"S dan 17 23'39,48"E dari tanggal 23/7/2013 pukul 00:00 hingga 27/7/2013 pukul (Tabel C.1 dan C.2, Gambar C.2) menggunakan Acoustic Doppler Current Profiler (ADCP) dalam skema pengukuran lapangan seperti yang tertera dalam gambar (Gambar C.1). Pengukuran arus lapangan dilakukan dengan interval waktu pengamatan sebesar 10 menit sepanjang kolom vertikal dan interval jarak 3 m. ADCP diatur dengan skema yang telah ditentukan dengan pengaturan blanking distance sebesar 0,8 m dari muka instrumen Nilai Awal dan Syarat Batas Model Nilai awal yang digunakan adalah nol untul elevasi dan juga kecepatan arus pada arah utara-selatan dan barat-timur ( (0) = (0) = (0) = 0 di setiap titik. Hal ini memberikan anggapan bahwa kondisi awal perairan Mahakam Selatan dianggap tenang tanpa ada elevasi dan arus yang bergerak pada waktu t = 0. Dalam penelitian ini, daerah kajian dibatasi dengan satu syarat batas terbuka di daerah syarat batas tenggara (Gambar 3.2). Nilai elevasi air laut (pasang surut) yang berubah secara spasial dan temporal dimasukan dalam syarat batas terbuka. Angin yang berhembus di daerah perairan diasumsikan tidak mengalami perubahan secara spasial namun berubah secara temporal. Gaya angin dan pasang surut yang merupakan penggerak utama pembangkitan arus di wilayah perairan. III-8

30 3.3. Alur Pengerjaan Tugas Akhir Pengerjaan tugas akhir dilakukan dengan skema yang dijabarkan dalam gambar alur pengerjaan tugas akhir untuk analisis variasi arus terhadap kedalaman, musim, serta harmonik pasang surut (Gambar 3.7) dan simulasi hidrodinamka (Gambar 3.8). ANALISIS VARIASI ARUS TERHADAP KEDALAMAN ANALISIS ANGIN MUSON ANALISIS HARMONIK PASANG SURUT Mulai Mulai Mulai Pengumpulan Data Arus Data Lapangan Arus di Setiap Lapisan Kedalaman dengan Interval 3 Meter Pengumpulan Data Angin Data Lapangan Angin Pengumpulan Data Lapangan Pasang Surut Nilai Elevasi Pasang Surut Masukan Data Analisa Arus Kecepatan Arus Lapangan Arah Arus Lapangan Kedalaman Lapisan Arus Masukan Data Analisa Angin Kecepatan Angin Lapangan Arah Angin Lapangan Masukan Data Analisa Pasang Surut Data Lapangan Elevasi Pasang Surut Analisa Data Angin Surfer 11 Analisa Data Angin WRPlot Analisa Harmonik Pasang Surut T-Tide, Matlab Keluaran Hasil Analisa Data Arus Profil Vertikal Resultan Kecepatan Arus di Setiap Lapisan Kedalaman Selesai Keluaran Hasil Analisa Data Angin Grafik Wind Rose Grafik Batang Distribusi Kecepatan Angin Selesai Keluaran Hasil Analisa Data Pasang Surut Elevasi Astronomis & Residu Pasut Amplitudo dan Fase Komponen Pasut Grafik Amplitudo Komponenen Pasut dalam Domain Frekuensi Grafik Fase Komponenen Pasut dalam Domain Frekuensi Selesai Gambar 3.7 Diagram alir analisis variasi arus terhadap kedalaman (kiri), angin muson (tengah), dan harmonik pasang surut (kanan) III-9

31 SIMULASI MODEL HIDRODINAMIKA Mulai Pengumpulan Data Data Lapangan & Referensi Masukan Data Model Hidrodinamika Batimetri Koordinat Garis Pantai Kecepatan & Arah Angin Elevasi Pasut Prediksi Simulasi Model Hidrodinamika (MIKE 21 Flow FM) Keluaran Hasil Model Hidrodinamika Elevasi Pasut Model Kecepatan Arus Komponen Timur (u) dan Utara (v) Model Peta Dinamika Arus Laut Verifikasi Model Hidrodinamika Elevasi pasang surut Kecepatan Arus Komponen Timur (u) dan Utara (v) Sesuai? Tidak Ya Selesai Gambar 3.8 Diagram alir simulasi model hidrodinamika III-10

32 Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemisahan Komponen Arus Pasut dan Residu Data Lapangan Arus yang terukur melalui pengamatan lapangan merupakan hasil penjumlahan gayagaya pembangkit yang berlaku di perairan tersebut seperti gaya pasang surut, gaya meteorologis, serta gaya-gaya lainnya. Arus yang terekam dalam pengamatan arus menggunakan ADCP dinyatakan dalam definisi arus total. Sedangkan, komponen arus pasang surut digunakan untuk menyatakan arus yang dibangkitkan oleh gaya-gaya astronomis yang berlaku di wilayah perairan. Komponen arus residu merupakan komponen arus yang dibangkitkan oleh parameter lain seperti faktor meteorologis (angin), gradien elevasi akibat batimetri, ataupun parameter lain yang bersifat lokal. Data arus lapangan yang dipakai dalam analisis merupakan hasil perata-rataan komponen timur ( ) dan utara ( ) di sepanjang kolom vertikal kedalaman -65 m dari permukaan dan memiliki interval jarak 3 m untuk setiap lapisan kedalaman. Untuk melakukan analisis pengaruh pasang surut terhadap pembangkitan arus laut di wilayah perairan, dilakukanlah pemisahan arus pasut dengan arus residunya terhadap arus total pada komponen timur (Gambar 4.1) dan komponen utara (Gambar 4.2). Gambar 4.1 Perbandingan data lapangan rata-rata kecepatan arus total, arus pasut, dan arus residu pada komponen timur ( ) IV-1

33 Gambar 4.2 Perbandingan data lapangan rata-rata kecepatan arus total, arus pasut, dan arus residu pada komponen utara ( ) Melalui pemisahan data arus lapangan komponen kecepatan arus total, arus pasut, dan arus residu pada komponen-u dan komponen-v, ditemukan bahwa pembangkitan arus total di wilayah perairan Mahakam Selatan didominasi oleh pasang surut melalui besarnya nilai amplitudo komponen arus pasut dibandingkan dengan komponen residu. Sedangkan, arus residu tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap dinamika arus laut. Pola dinamika arus laut rata-rata di perairan Mahakam Selatan memiliki pola sinusoidal mengikuti pola pasang surutnya Verifikasi Hasil Model Hidrodinamika Untuk memberikan kepercayaan pada simulasi hidrodinamika yang telah dilakukan, maka dilakukanlah verifikasi model hidrodinamika terhadap komponen-komponen keluaran dari hasil simulasi. Nilai elevasi pasut serta komponen arus timur dan utara yang dihasilkan oleh model dibandingkan dengan data arus lapangan yang telah dirata-ratakan terhadap kedalaman pada setiap komponen untuk memberikan nilai kepercayaan dari hasil simulasi Verifikasi Elevasi Pasang Surut Verifikasi elevasi pasang surut dilakukan dengan cara membandingkan data elevasi muka air laut yang dihasilkan oleh model hidrodinamika dengan data lapangan yang diukur menggunakan tide gauge pada periode waktu yang sama. Kedua data yang tersedia dibandingkan dalam rentang waktu dari 7/7/2013 pukul 00:00 s/d 22/7/2013 pukul 00:00 dengan interval waktu 10 menit (Gambar 4.3). IV-2

34 Gambar 4.3 Verifikasi elevasi pasut lapangan dan simulasi Tingkat kesesuaian data elevasi pasang surut antara data hasil simulasi dan pengukuran lapangan ditinjau secara matematis menggunakan dua metode perhitungan. Pertama, menggunakan besar nilai R squared dan yang kedua menggunakan metode perhitungan Root Mean Squared Error (RMSE). Gambar 4.4 Perbandingan nilai elevasi lapangan dan model Perhitungan menggunakan besar nilai R squared, dibandingkan nilai data elevasi pasut lapangan dengan model ke dalam suatu grafik dengan sumbu berbeda. Sumbu-y memberikan nilai keluaran elevasi dari hasil simulasi sedangkan pada sumbu-x memberikan nilai keluaran elevasi dari pengukuran lapangan. Dengan penggambaran tersebut, kita dapat melihat bentuk persebaran dari kedua data yang berhimpit terhadap garis linearnya dengan persamaan y = 1,0575x +0,08. Didapati juga hasil perhitungan R-squared sebesar IV-3

35 yang menunjukan bahwa tingkat kesesuaian data model dan pengukuran lapangan elevasi muka air laut mencapai tingkat kepercayaan hingga mencapai 90,13%. Kedua, dilakukan pengukuran dengan menghitung RMSE atau yang biasa disebut kesalahan akar kuadrat rata-rata yang digunakan untuk menghitung perbedaan nilai prediksi perubahan elevasi pasut oleh model dengan pengukuran lapangan dengan nilai satuan yang memberikan validitas dari perbandingan kedua data tersebut. Ditemukan bahwa nilai RMSE antara data elevasi hasil model dan lapangan memiliki nilai sebesar 0,206 m Verifikasi Arus Data yang didapatkan pada pengukuran lapangan menggunakan ADCP adalah besar (magnitude) dan arah (direction) kecepatan arus di setiap lapisan kedalaman dengan interval 3 m dari permukaan hingga dasar dengan kedalaman -65 m. Besar dan arah kecepatan arus lapangan lalu diturunkan ke dalam komponen arus timur (Gambar 4.5) dan utara (Gambar 4.6). Kecepatan arus untuk setiap komponen di setiap lapisan kedalaman lalu dijumlahkan untuk dirata-ratakan terhadap kedalaman. Kecepatan arus rata-rata terhadap kedalaman setiap komponen dinyatakan dengan komponen arus rata-rata timur ( ) dan komponen arus rata-rata utara ( ) yang lalu dibandingkan dengan arus hasil simulasi. Pada kajian kali ini, data tersebut juga dibandingkan dengan data arus pasut lapangan yang telah diturunkan melalui analisa harmonik arus pasut. Gambar 4.5 Verifikasi kecepatan arus lapangan dan arus simulasi komponen timur (u) IV-4

36 Gambar 4.6 Verifikasi kecepatan arus lapangan dan arus simulasi komponen utara (v) Melalui verifikasi arus yang telah dilakukan, maka dapat dilihat bahwa komponen arus pasut dan arus total komponen timur memiliki kesesuaian fase terhadap arus simulasi namun memiliki nilai amplitudo yang cukup berbeda. Sedangkan pada komponen arus utara, nilai amplitudo lebih besar dibandingkan dengan komponen timur mendekati dengan nilai arus hasil simulasi namun memiliki perbedaan fasa. Pada kedua komponen yaitu komponen utara dan komponen timur, arus pasut lapangan memiliki pola sinusoidal mengikuti kesesuaian dengan data arus hasil simulasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan arus total. Perbedaan amplitudo ataupun fase yang terjadi pada komponen utara dan timur antara arus hasil simulasi dan lapangan diakibatkan keterbatasan model dalam mnesimulasikan hidrodinamika arus laut yang diakibatkan oleh faktor lokal seperti morfologi dasar laut, topografi pantai, angin, ataupun faktor-faktor lainnya seperti viskositas eddy, arus densitas, debit aliran sungai, evaporasi, dan presipitasi. Tingkat kesesuaian data kecepatan arus antara data hasil simulasi dan pengukuran lapangan ditinjau secara matematis menggunakan metode perhitungan R-squared dimana data kecepatan arus hasil simulasi model pada komponen timur dan utara dibandingkan dengan data arus total (Gambar 4.7). Melalui perhitungan R-squared, korelasi kecepatan arus total lapangan dan hasil simulasi pada komponen timur dan utara memberikan nilai berturut-turut sebesar 0,3751 dan 0,1198. Hal ini menunjukan tingkat kepercayaan sebesar 37,51 % dengan nilai RSME 0,28 m/detik pada komponen timur dan senilai 11,98 % dengan nilai RSME 0,43 m/detik pada komponen utara. Nilai korelasi yang ditunjukan pada data arus simulasi dan lapangan pada IV-5

37 kedua komponen menunjukan adanya kesesuaian terhadap kedua data. Pada komponen timur, kesesuaian berbanding linear sedangkan pada komponen utara kesesuaian berbanding terbalik. Perbandingan terbalik pada komponen utara diakibatkan oleh adanya perbedaan fasa antara data arus hasil simulasi dengan data arus hasil pengukuran lapangan komponen utara. Gambar 4.7 Perbandingan data arus total lapangan dengan arus simulasi komponen timur (kiri) dan utara (kanan) Perhitungan R-squared pada arus lapangan dibandingkan dengan data arus keluaran hasil simulasi relatif belum bisa menunjukan kesesuaian yang memuaskan. Hal ini diperkirakan, pertama, dipengaruhi akibat banyak parameter pengukuran lapangan yang sifatnya lokal seperti geometri laut, perbedaan bentuk morfologi, tingkat presipitasi dan evaporasi, debit aliran sungai ataupun parameter pengukuran lapangan yang bersifat regional seperti faktor coriolis, perbedaan perubahan kecepatan angin serta pasang surut yang spasial dan temporal, dan ARLINDO yang tidak dimasukan dalam masukan simulasi. Kedua, adanya perbedaan fasa antara data arus lapangan dan data arus simulasi dimana gaya pasang surut yang merupakan gaya pembangkit utama arus secara alami mengalami pergeseran fasa ketika menjalar ke daerah perairan pantai, khususnya pada arus komponen utara. Namun, jika data elevasi pasut simulasi, arus simulasi, dan arus lapangan permukaan diplot dalam bentuk resultan vektor maka dapat kita lihat bahwa ada kesesuaian pola dinamika arus laut terhadap ketiga parameter tersebut (Gambar 4.8). Vektor arus laut yang merupakan resultan arus pada komponen utara dan timur dalam simulasi serta kondisi lapangan mengikuti pola elevasi pasang surut yang berbentuk sinusoidal. Hal Ini menunjukan bahwa dinamika arus yang ditunjukan dalam simulasi serta lapangan sangat dominan dipengaruh oleh gaya pasang surut yang berlaku di perairan tersebut. IV-6

38 Gambar 4.8 Profil vektor resultan elevasi pasut model, arus model, dan arus lapangan 4.3. Kondisi Meteorologi Perairan Mahakam Selatan Muson adalah fenomena siklus perubahan arah angin yang bervariasi terhadap perubahan musim secara regional terhadap suatu rentang wilayah yang luas, yaitu dari lintang 25 0 LS hingga 35 0 LU dan bujur 30 0 BT hingga 17 0 BT (Ramage, 1971 dalam Gadgil, 2003). Siklus angin musiman yang disebabkan interaksi antar benua Australia dan Asia dengan atmosfer memberikan perubahan arah serta presipitasi angin yang berubah seiring perubahan musim (Wheeler dan McBride, 2004 dalam Byrne, 2011). Perairan Mahakam Selatan yang merupakan daerah kajian dalam penelitian ini merupakan salah satu wilayah yang mengalami dampak dari siklus angin muson ini. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Byrne (2011), saat musim timur yaitu pada bulan September dan November di Perairan Mahakam Selatan, angin yang didominasi oleh angin pasat timur bergerak ke arah selatan dengan nilai kecepatan rata-rata kecepatan regional 5-10 m/detik. Sedangkan pada saat musim barat yaitu pada bulan Januari dan Maret, angin bergerak ke arah utara di Perairan Mahakam Selatan yang didominasi oleh angin pasat barat dengan kecepatan maksium regional mencapai 8 m/detik. Pengukuran angin lapangan dilakukan sebagai salah satu parameter masukan dalam simulasi model hidrodinamika yang merupakan salah satu gaya pembangkit arus laut di perairan Mahakam Selatan. IV-7

39 Musim Barat (Februari 2013) Mawar angin dan grafik distribusi magnitudo kecepatan angin pada bulan Februari 2013 (Gambar 4.9) menunjukan bahwa saat musim barat angin rata-rata bergerak dari utara timur laut membentuk sudut 14 0 relatif dari sumbu utara asli menuju arah selatan barat daya dengan rata-rata besar kecepatan 1,88 m/detik. Selama 32 hari pengamatan lapangan, besar kecepatan rata-rata angin harian terdistribusi dengan persentase paling besar di antara 1-2 m/detik sebesar 55,3 %, diikuti oleh kecepatan angin di rentang 2-3 m/detik sebesar 36,7 %, dan sisa persentasi 8% ke arah lainnya. Gambar 4.9 Mawar angin (kiri) dan grafik distribusi magnitudo kecepatan angin (kanan) saat musim barat (Februari 2013) Musim Peralihan Pertama (Mei 2013) Visualisasi mawar angin serta distribusi kecepatan angin musim peralihan pertama (Gambar 4.10) menunjukan bahwa angin rata-rata bergerak dengan kecepatan 1,74 m/detik dari arah barat barat laut dengan membentuk sudut sebesar dari arah sumbu utara asli. Selama 32 hari pengamatan, distribusi angin kecepatan rata-rata didominasi pada rentang 1-2 m/detik dengan persentase hingga mencapai 73,3% yang diikuti oleh kecepatan rata-rata di antara 2-3 m/detik dengan persentase sebesar 20%, dan sisanya sebesar 6,6% terbagi pada rentang minimum 0-1 m/detik dan maksimum 4-5 m/detik. IV-8

40 Gambar 4.10 Mawar angin (kiri) dan grafik distribusi magnitudo kecepatan angin (kanan) saat musim peralihan pertama (Mei 2013) Musim Timur (Juli 2013) Mawar angin dan grafik batang distribusi magnitudo kecepatan angin dilakukan pada data pengamatan bulan Juli 2013 (Gambar 4.11), dapat dilihat bahwa pada saat musim timur, angin rata-rata bergerak dari arah barat daya membentuk sudut relatif dari sumbu utara asli menuju arah timur laut dengan rata-rata kecepatan yang lebih besar dibandingkan saat musim barat yaitu 2,81 m/detik. Selama 32 hari pengamatan, besar kecepatan angin ratarata harian terdistribusi dengan persentase paling besar di antara 3-4 m/detik sebesar 31.3 %, diikuti oleh kecepatan angin sebesar 2-3 m/detik dengan nilai persentasi 28,1 %, dan sisa persentasi 40,6 % terbagi pada rentang kecepatan minimum 1-2 m/detik dan maksimum 4-5 m/detik. Gambar 4.11 Mawar angin (kiri) dan grafik distribusi magnitudo kecepatan angin (kanan) saat musim timur (Juli 2013) IV-9

41 Musim Peralihan Kedua (November 2013) Pencuplikan data angin saat musim peralihan kedua yang divisualisasikan dalam bentuk mawar angin serta distribusi kecepatan arus (Gambar 4.12), perata-rataan data kecepatan angin selama 30 hari pada bulan November menunjukan bahwa angin didominasi bergerak dari arah utara barat daya dengan membentuk sudut sebesar dari sumbu utara asli. Selain itu, kecepatan rata-rata yang selama interval pengamatan mengalami penurunan kecepatan jika dibandingkan saat musim timur dengan nilai besar kecepatan rata-rata adalah 2,22 m/detik. Distribusi kecepatan angin rata-rata didominasi pada interval 1-2 m/detik dengan persentase sebesar 44,8%, diikuti pada interval kecepatan rata-rata 2-3 m/detik dengan persentase 37,9%, terakhir kecepatan rata-rata tersebar pada interval minimum 0-1 m/detik dan 3-4 m/detik dengan persentase sebesar 3,4% dan 10,3%. Gambar 4.12 Mawar angin (kiri) dan grafik distribusi magnitudo kecepatan angin (kanan) saat musim peralihan kedua (November 2013) 4.4. Kondisi Oseanografi Perairan Mahakam Selatan Analisis Harmonik Pasut Menurut Hicks (2006), ketika data elevasi muka air laut didapatkan melalui pengukuran lapangan dan diplot terhadap waktu, maka sebuah pola sinusoidal akan terbentuk yang merepresentasikan banyak parameter seperti efek dari arus, perubahan densitas air, beberapa faktor meteorologis serta aspek-aspek hidrologis seperti debit aliran sungai. Untuk mempelajari dinamika arus laut di suatu perairan, maka komponen astronomis (pasang surut) dan non-pasut yang merupakan residu harus dipisahkan. Melalui analisis harmonik, data pengukuran lapangan yang didapatkan pada perairan Mahakam Selatan dipisahkan dalam komponen pasut dan residunya (Gambar 4.13) IV-10

42 Gambar 4.13 Perbandingan elevasi total, elevasi pasut, elevasi residu Setelah didapatkan komponen pasut pada elevasi muka air laut yang merupakan komponen pembangkit elevasi maupun arus dominan di Perairan Mahakam Selatan, maka konstanta harmonik dari setiap komponen pasut melalui persamaan matematis analisis harmonik pasang surut. Konstanta harmonik pasut dapat menjelaskan karakteristik serta tipe pasang surut yang berlaku di wilayah perairan. Melalui analisis harmonik terhadap data elevasi muka air laut di perairan Mahakam Selatan menggunakan T-Tide, didapatkanlah nilai amplitudo dan fase dari setiap komponen pasut (Tabel 4.1.) yang merupakan konstanta harmonik dari konstituten pasut yang bekerja di perairan tersebut. Tabel 4.1 Konstanta harmonik pasut perairan Mahakam Selatan Utama Signifikan Non-Signifikan Komponen Pasut Periode (jam) Frekuensi (siklus per jam) Amplitudo (m) Fase (derajat) O K M S P K M M SK MK SM SK MS MSF MS S M MK M M IV-11

43 Data konstanta harmonik pasut berupa frekuensi, amplitudo dan fase di perairan Mahakam Selatan menentukan karakteristik perairan dan komponen pasang surut yang bekerja secara dominan pada perairan tersebut. Melalui pemisahan komponen-komponen pasut berdasarkan frekuensinya (Gambar 4.14), dapat kita lihat bahwa ada beberapa komponen pasut signifikan yang bekerja pada perilaku perubahan elevasi ataupun arus yang berada di perairan Mahakam Selatan. Komponen pasut signifikan memiliki nilai amplitudo lebih besar dari nilai kepercayaan sebesar 95% seperti yang ditunjukan komponen pasut dominan M2, K2, S1, O1. Gambar 4.14 Grafik nilai amplitudo komponen pasut di perairan Mahakam Selatan Perhitungan matematis yang dinyatakan dalam bilangan Formzahl dengan menggunakan amplitudo konstanta harmonik komponen pasut utama S2, M2, K1, dan O1, maka kita mempelajari karakteristik pasut perairan di Mahakam Selatan yang tertulis dalam rumus: = AK + AO AM + S (4.1) sehingga didapatkan nilai formzahl di perairan Mahakam Selatan bernilai 0,40 yang menunjukan karakteristik pasang surut di perairan tersebut adalah pasang surut campuran condong ke harian ganda. Penurunan persentasi amplitudo pada setiap komponen pasang surut (Gambar 4.15), menunjukan didapatkan bahwa empat komponen pasut utama yaitu M2, S2, K1, dan O1 IV-12

44 mendominasi dan memberikan pengaruh terbesar terhadap perilaku pasang surut di perairan Mahakam Selatan. Komponen pasut semidiurnal utama M2 dan S2 memiliki persentase amplitudo pasang surut terbesar dengan nilai 32,03% dan 27,82% secara berurutan. Diikuti dengan komponen pasut diurnal utama K1 dan O1 yang memiliki nilai persentase amplitudo pasang surut sebesar 13,89% dan 10,56% secara berurutan. Gambar 4.15 Grafik persentase amplitudo komponen pasut perairan Mahakam Selatan Variasi Arus terhadap Kedalaman Dalam penelitian ini, ditemukan juga bahwa hidrodinamika air laut memiliki variasi terhadap kedalaman berdasarkan data pengukuran lapangan yang nilainya didistribusikan di dalam tabel (Tabel C.2.). Melalui data tersebut, profil arus lapangan yang terbagi dalam 3 lapisan kedalaman yaitu lapisan permukaan (kedalaman -5 m), lapisan menengah (kedalaman -35 m), dan lapisan dalam yang berada di dasar laut (Gambar 4.16). Arus di lapisan permukaan memiliki rata-rata kecepatan sebesar 0,31 m/detik dengan kecepatan terendah sebesar 0,01 m/detik dan tertinggi hingga mencapai 0,79 m/detik. Pada lapisan menengah, rata-rata kecepatan arus adalah 0,21 m/detik dengan kecepatan terendah sebesar 0,01 m/detik dan tertinggi sebesar 0,56 m/detik. Kecepatan arus pada lapisan menengah memiliki kecepatan yang relatif lebih rendah dibandingkan lapisan permukaan yang disebabkan oleh gaya gesek antar lapisan. Selain itu, pengaruh angin pada pembangkitan arus semakin berkurang akibat berkurangnya penjalaran momentum angin ke partikel air. Namun, pada lapisan ini pola pergerakan arus laut masih mengikuti pola pasang surut yang menunjukan bahwa gaya pasang surut masih dominan di lapisan ini. Pada lapisan dasar, rata-rata kecepatan arus adalah 0,13 m/detik dengan kecepatan terendah 0,00 m/detik dan tertinggi 0,35 m/detik. Pada lapisan ini, besar kecepatan arus memiliki kecepatan yang IV-13

45 terendah dibandingkan kecepatan pada lapisan lainnya. Hal ini disebabkan gaya gesekan dasar yang mengurangi kecepatan arus dan juga berkurangnya penjalaran momentum gesekan angin di lapisan ini. Gambar 4.16 Profil vektor resultan arus lapangan di lapisan permukaan, menengah, dan dasar perairan Mahakam Selatan Pada analisis lanjut variasi arus terhadap kedalaman yang dijelaskan dalam profil arus laut lapangan terhadap kedalaman (Gambar C.2) dan ringkasan umum data pengukuran arus laut sepanjang kedalaman (Tabel C.2.), ditemukan juga bahwa karakter arus laut sepanjang kolom vertikal perairan Mahakam Selatan terbagi dalam dua tipe karakteristik (Gambar 4.17). Karakteristik pertama berada pada kedalaman 0 m hingga -35 m dimana arus mengalami variasi magnitudo serta arah terhadap variasi kedalaman yang direpresentasikan dalam lapisan arus heterogen. Sedangkan karakteristik kedua berada pada kedalaman -35 m hingga dasar dimana arus tidak mengalami variasi magnitudo serta arah terhadap variasi kedalaman secara signifikan jika dibandingkan dengan lapisan arus heterogen. Karakteristik kedua direpresentasikan dengan istilah lapisan arus homogen. IV-14

46 Gambar 4.17 Karakter arus heterogen dan homogen perairan Mahakam Selatan 4.5 Dinamika Arus Laut di Perairan Mahakam Selatan Makassar Selatan adalah perairan yang berbatasan secara langsung dengan perairan Selat Makassar yang massa airnya berasal dari Samudra Pasifik sehingga memiliki khas karakteristik perairan yang sama. Massa air Samudra Pasifik bergerak menuju Samudra Hindia melewati celah kecil Selat Makassar yang diakibatkan oleh fenomena Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) yang disebabkan oleh perbedaan tinggi muka laut antara kedua samudra. Namun walaupun massa air perairan Mahakam Selatan berasal dari Selat Makassar, karakteristik perairan di kawasan tersebut memiliki karakteristik tersendiri dikarenakan adanya bentuk morfologi serta topografi bawah laut yang membentuk kawasan tersebut. Pasang surut sendiri yang merupakan gaya penggerak utama menyebabkan dinamika arus laut berubah secara periodik mengikuti pola pergerakan pasang surut yang berupa sinusoidal. Pasang surut juga dipengaruhi oleh bentuk morfologi pantai dan perubahan batimetri khususnya pada komponen arus pasut perairan dangkal. Tunggang pasut yang besar saat kondisi purnama memberikan rentang yang lebih besar pada nilai elevasi muka air laut dan besar kecepatan arus jika dibandingkan saat kondisi perbani. Perambatan kenaikan atau penurunan elevasi serta kecepatan arus laut lebih tinggi terjadi saat kondisi purnama jika dibandingkan saat kondisi perbani. IV-15

47 Saat musim barat, rata-rata besar kecepatan arus pada perairan lepas pantai Mahakam Selatan dalam simulasi hidrodinamika ini adalah 0,25 m/detik dengan rentang antara 0,00 m/detik hingga 0,70 m/detik. Sedangkan untuk di kawasan pantai, rata-rata besar kecepatan arus adalah 0,17 m/detik dengan rentang antara 0 m/detik hingga 0,45 m/detik. Rata-rata besar kecepatan arus pada perairan lepas pantai adalah 0,30 m/detik pada saat musim timur dengan rentang antara 0 m/detik hingga 0,86 m/detik. Sedangkan di daerah pantai, kecepatan arus rata-rata adalah 0.16 m/detik dengan besar kecepatan minimum 0 m/detik dan maksimum adalah 0,43 m/detik. Rata-rata besar kecepatan arus di perairan pantai adalah 0,08 m/det sedangkan untuk di kawasan lepas pantai adalah 0,13 m/det pada saat musim peralihan pertama. Pada musim peralihan kedua, rata-rata besar kecepatan arus mengalami peningkatan yaitu menjadi sebesar 0,09 m/det di daerah pantai dan 0,14 m/det di kawasan lepas pantai. Pengurangan nilai besar kecepatan arus di pantai jika dibandingkan dengan lepas pantai dikarenakan adanya disipasi energi pada kawasan pantai jika dibandingkan dengan arus yang ada di lepas pantai dikarenakan oleh gaya gesekan dasar yang semakin besar. Melalui perhitungan, dapat dilihat juga bahwa kecepatan arus rata-rata pada musim angin timur lebih besar dibandingkan saat musim angin barat dikarenakan angin yang berhembus pada bulan Juli 2013 lebih besar dibandingkan dengan saat Februari Hal ini membuktikan bahwa angin menjalarkan energinya ke permukaan laut untuk membangkitkan pergerakan air laut sehingga mempengaruhi besar kecepatan maupun arah dari dinamika arus laut di perairan Mahakam Selatan Kondisi Perbani saat Musim Barat Rata-rata elevasi muka air laut di daerah lepas pantai saat kondisi perbani (Gambar D.1) berada di nilai antara 0,36 hingga 0,53 m dengan perata-rataan sebesar 0,47 m. Di pantai, rata-rata elevasi muka air laut berubah menjadi 0,45 m dengan nilai minimum 0,30 m hingga nilai maksimumnya 0,56 m. Besar kecepatan arus di lepas pantai bervariasi dengan nilai rata-rata sebesar 0,35 m/detik dengan rentang 0,29 m/detik hingga 0,37 m/detik sedangkan di daerah pantai menurun dengan rata-rata kecepatan bernilai 0,12 m/detik dengan rentang di antara 0,10 m/detik hingga 0,14 m/detik. Elevasi muka air laut di daerah pantai dan lepas pantai relatif homogen di sepanjang profil horizontal. Arah arus di lepas pantai bergerak ke timur laut seragam dengan nilai kecepatan yang berbeda-beda. Namun di di daerah pesisir khususnya celah-celah kecil, massa air laut bergerak menjorok ke dalam menuju pantai. Pada kondisi pasang tertinggi, arah angin muson barat yang bergerak ke arah IV-16

48 selatan barat daya bergerak berlawanan dengan arah arus yang dibangkitkan pasang surut yang menyebabkan adanya pengurangan kecepatan arus yang diakibatkan oleh gaya gesek angin. Hal ini menyebabkan kecepatan arus di perairan Mahakam Selatan relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi pasang tertinggi perbani saat musim timur. Nilai elevasi muka air laut saat pasang menuju surut (Gambar D.2) di lepas pantai berkisar antara -0,13 m hingga 0,23 m dengan rata-rata sebesar 0,05 m. Sedangkan untuk di kawasan pantai, elevasi muka air laut berubah relatif lebih rendah dengan rata-rata sebesar - 0,07 m yang memiliki nilai minimum sebesar -0,25 m dan nilai maksimumnya 0,13 m. Kecepatan arus di pantai berada di rentang 0,11 m/detik hingga 0,23 m/detik dengan nilai rata-rata 0,16 m/detik. Sedangkan untuk di kawasan lepas pantai rata-rata kecepatan arus berubah menjadi 0,12 m/detik dengan nilai kecepatan minimum 0,07 m/detik dan maksimumnya 0,19 m/detik. Elevasi muka air laut mengalami penurunan jika dibandingkan saat pasang tertinggi. Ketinggian muka air laut juga terbagi akibat beda tinggi yang dikarenakan adanya penjalar komponen pasut dengan amplitudo rendah menuju perairan Mahakam Selatan menggeser massa air laut saat pasang tertinggi. Kecepatan arus berkurang dibandingkan saat pasang tertinggi. Di lepas pantai, massa air laut di daerah komponen pasut amplitudo rendah bergerak ke arah ke barat laut sedangkan pada daerah komponen pasut yang memiliki amplitudo tinggi massa air laut masih mengikuti pola pergerakan massa air laut saat pasang tertinggi yaitu menuju arah timur laut. Di pantai, massa air laut mulai bergerak menjorok keluar menuju ke arah lepas pantai. Nilai elevasi muka air laut di kawasan lepas pantai saat pasang menuju surut (Gambar D.3) memiliki rata-rata sebesar -0,38 m dengan elevasi muka air laut terendahnya -0,40 m dan tertingginya adalah -0,32 m. Sedangkan untuk di kawasan pantai, nilai elevasi muka air laut memiliki nilai terendah di -0,40 m hingga tertingginya -0,36 m dengan nilai rata-rata sebesar -0,38 m. Kecepatan arus laut di pantai memiliki rentang di antara 0,27 m/detik hingga 0,31 m/detik dengan nilai rata-rata 0,30 m/detik. Sedangkan untuk di kawasan lepas pantai kecepatan arus relatif meningkat rata-rata 0,37 m/detik dengan nilai kecepatan terendah 0,34 m/detik dan maksimumnya 0,39 m/detik. Elevasi muka air laut di kondisi surut terendah perbani merupakan tinggi muka air laut terendah sepanjang simulasi di kondisi perbani. Di lepas pantai, seluruh massa air memiliki keseragaman untuk bergerak menuju arah barat laut sedangkan di daerah pantai bergerak menjorok keluar menuju lepas pantai khususnya pada daerah celah-celah kecil. Pada kondisi surut terendah perbani, angin muson barat yang bergerak searah bergerak menuju timur laut dengan arah pergerakan arus laut yang dibangkitkan oleh pasang surut sehingga menyebabkan adanya pertambahan IV-17

49 kecepatan yang diakibatkan stress gesek angin. Hal ini menyebabkan kecepatan arus di perairan Mahakam Selatan relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi yang sama pada pasang tertinggi perbani saat musim timur. Berbeda dengan sebelumnya, saat kondisi surut menuju pasang (Gambar D.4), ratarata elevasi muka air laut di lepas pantai berada di nilai -0,24 meter dengan nilai terendah - 0,24 m hingga tertingginya mencapai -0,16 m. Sedangkan untuk di kawasan pantai, nilai elevasi rata-rata meningkat menjadi -0,14 m dengan interval di antara -0,23 m hingga -0,07 m. Kecepatan arus laut di daerah pantai berkisar di antara 0,06 m/detik hingga 0,21 m/detik dengan rata-rata sebesar 0,13 m/detik. Sedangkan untuk di kawasan lepas pantai, nilai kecepatan terendah berada di nilai 0,16 m/detik dan tertingginya 0,09 m/detik dengan peningkatan nilai rata-ratanya menjadi 0,27 m/detik. Elevasi muka air laut pada saat kondisi surut menuju pasang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan saat kondisi surut terendah. Arah pergerakan massa air laut di lepas pantai bervariasi secara spasial dimana massa air di daerah komponen pasut rendah masih bergerak sama dengan saat surut terendah, namun kondisi ini mulai tergantikan dengan massa air yang memiliki komponen pasut dengan amplitudo yang lebih tinggi dan menjalar ke dalam perairan Mahakam Selatan yang bergerak menuju ke arah timur laut. Di daerah pantai, massa air laut bergerak menjorok keluar menuju lepas pantai dengan kecepatan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan saat kondisi terendahnya Kondisi Purnama saat Musim Barat Berbeda dengan kondisi perbani, saat pasang tertinggi kondisi purnama (Gambar D.5), rata-rata elevasi muka air laut di perairan Mahakam Selatan memiliki nilai elevasi pasaang surut paling tinggi selama periode simulasi dengan rata-rata elevasi sebesar 1,09 m di kawasan lepas pantai dengan nilai minimum 0,80 m hingga 1,23 m. Sedangkan di kawasan pantai, nilai elevasi muka air laut memiliki nilai yang relatif sama yaitu sebesar 1,10 dengan nilai terendahnya 0,96 m hingga mencapai tinggi tertingginya 1,16 m. Kecepatan arus laut di lepas pantai juga memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu sebesar 0,69 m/detik dengan nilai kecepatan terendahnya mencapai 0,62 m/detik dan tertingginya hingga 0,73 m/detik. Sedangkan untuk di kawasan pantai, kecepatan arus berkurang cukup drastis dimana rata-rata kecepatan menjadi 0,22 m/detik untuk terendahnya dan 0,39 m/detik untuk tertingginya dengan nilai rata-rata 0,34 m/detik. Pada kondisi pasang tertinggi purnama, massa air laut di lepas pantai dan dekat pantai bergerak secara homogen menuju ke arah IV-18

50 timur laut sedangkan pada daerah pantai massa air laut bergerak menjorok ke dalam menuju ke dalam pantai memasuki celah-celah kecil pantai. Pada kondisi pasang tertinggi, arah angin muson barat yang bergerak ke arah selatan barat daya bergerak berlawanan dengan arah arus yang dibangkitkan pasang surut yang menyebabkan adanya pengurangan kecepatan arus yang diakibatkan oleh gaya gesek angin. Hal ini menyebabkan kecepatan arus di perairan Mahakam Selatan relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi pasang tertinggi purnama saat musim timur. Saat pasang menuju surut (Gambar D.6), rata-rata elevasi muka air laut di kawasan lepas pantai berada di nilai 0,86 m dengan rentang di antara 0,40 m hingga 1,17 meter. Sedangkan untuk di kawasan pantai, elevasi muka air laut mengalami peningkatan menjadi rata-rata elevasi 1,10 m dengan nilai minimum di 0,96 m dan maksimum 1,16 m. Kecepatan arus di lepas pantai relatif berkurang dibandingkan dengan saat kondisi pasang tertinggi yang memiliki rata-rata sebesar 0,30 m/detik dengan nilai terendahnya 0,05 m/detik dan tertingginya 0,58 m/detik. Sedangkan kecepatan arus di kawasan pantai mengalami penurunan dimana nilai kecepatan rata-rata berada di nilai 0,15 m/detik dengan rentang di antara 0,05 m/detik hingga 0,31 m/detik. Elevasi muka air laut berubah secara spasial di setiap daerah komponen pasut dengan variasi amplitudonya. Pada saat kondisi pasang menuju surut, massa air laut yang memiliki amplitudo tinggi di daerah timur laut secara konsisten bergerak menuju arah timur laut yang mulai digantikan dengan massa air laut dengan komponen pasut beramplitudo rendah yang arah pergerakannya bergerak menuju ke barat laut. Nilai rata-rata elevasi muka air laut saat surut terendah (Gambar D.7) merupakan kondisi muka air laut paling rendah sepanjang periode simulasi dimana rata-rata elevasi berkisar di dengan rentang -1,11 m hingga -0,85 m dan memiliki rata-rata -1,03 m. Sedangkan untuk di kawasan pantai, rata-rata nilai elevasi muka air laut berada di ketinggian -0,98 m dengan rentang -1,04 m hingga -0,86 m. Kecepatan arus di kawasan lepas pantai memiliki nilai kecepatan yang tertinggi setelah saat kondisi pasang tertinggi dengan rata-rata yaitu 0,68 m/detik dengan nilai terendahnya 0,54 m/detik dan tertingginya 0,74 m/detik. Sedangkan untuk di kawasan pantai, kecepatan arus berkurang cukup drastis dimana ratarata kecepatan arus berada di nilai 0,63 m/detik dengan rentang di antara 0,51 m/detik hingga 0,68 m/detik. Pada saat kondisi surut terendah, nilai elevasi muka air laut merupakan yang terendah sepanjang periode simulasi yang penjalarannya bersifat regional ke seluruh daerah perairan di pantai maupun di lepas pantai. Arah arus juga berubah secara keseluruhan dimana seluruh massa air di perairan Mahakam Selatan baik yang di lepas pantai dan dekat IV-19

51 pantai bergerak menuju arah barat laut. Sedangkan, pada daerah pantai massa air bergerak keluar menjorok keluar menuju arah lepas pantai. Pada saat ini, angin muson barat yang bergerak searah bergerak menuju barat daya dengan dengan arah pergerakan arus laut yang dibangkitkan oleh pasang surut sehingga menyebabkan adanya pertambahan kecepatan yang diakibatkan stress gesek angin. Hal ini menyebabkan kecepatan arus di perairan Mahakam Selatan relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi yang sama pada pasang tertinggi purnama saat musim timur dan merupakan yang tertinggi selama periode pengamatan. Saat kondisi surut menuju pasang (Gambar D.8), nilai elevasi muka air laut meningkat dibandingkan saat surut terendah dimana nilai rata-rata elevasi muka air laut di lepas pantai adalah -0,56 m dengan nilai terendah -0,97 m dan nilai tertingginya -0,05 m. Sedangkan di wilayah pantai, nilai elevasi muka air laut meningkat dengan rata-rata -0,27 m dengan rentang di antara -0,74 m hingga 0,24 m. Kecepatan arus di kawasan pantai berkurang jika dibandingkan saat surut terendahnya yaitu saat 0,25 m/detik dengan interval 0,13 m/detik hingga 0,44 m/detik sedangkan di kawasan lepas pantai kecepatan arus laut meningkat dengan rata-rata 0,21 m/detik dengan nilai terendah 0,03 m/detik hingga 0,45 m/detik. Elevasi muka air laut pada kondisi surut menuju pasang bervariasi secara spasial tergantung pada komponen pasut dengan nilai amplitudonya yang berbeda. Daerah wilayah pasang surut komponen pasut beramplitudo rendah mulai digantikan dengan wilayah pasang surut dengan komponen pasut beramplitudo tinggi yang membuat elevasi muka air laut pada saat surut menuju pasang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi surut terendah. Arah arus juga bergerak sesuai dengan komponen pasut yang berlaku di wilayah perairan dimana pada daerah timur laut yang memiliki komponen pasut beramplitudo rendah di daerah timur laut bergerak menuju arah barat laut sedangkan di barat laut massa air laut yang menggantikan karakteristik pasut di saat surut terendah mengarah menuju timur laut Kondisi Perbani saat Musim Timur Perbedaan dinamika elevasi serta arus laut ditunjukan pada hasil simulasi musim timur dimana saat pasang tertinggi kondisi perbani (Gambar D.9), rata-rata elevasi muka air laut di daerah lepas pantai perairan Mahakam berada di rentang 0,57-0,67 m dengan ratarata elevasi sebesar 0,64 m. Di pantai, rata-rata elevasi muka air laut meningkat menjadi 0,67 m dengan nilai minimum 0,58 m hingga nilai maksimumnya 0,70 m. Besar kecepatan arus di lepas pantai bervariasi dengan nilai rata-rata sebesar 0, 40 m/detik dengan rentang IV-20

52 0,35-0,42 m/detik sedangkan di daerah pantai rata-rata kecepatan bernilai 0,22 m/detik dengan rentang di antara 0,20 hingga 0,23 m/detik.. Di kawasan pantai, massa air laut bergerak menjorok ke dalam mengisi kekosongan massa yang ada di celah-celah kecil. Sedangkan untuk di kawasan perairan lepas pantai, massa air memiliki keseragaman untuk cenderung bergerak menuju arah timur laut. Pada kondisi pasang tertinggi, arah angin muson timur yang bergerak ke arah timur laut bergerak searah dengan arus yang dibangkitkan pasang surut menyebabkan adanya pertambahan kecepatan arus akibat penjalaran momentum energi oleh angin di lapisan permukaan laut. Hal ini menyebabkan kecepatan arus di perairan Mahakam Selatan relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi yang sama pada pasang tertinggi perbani saat musim barat. Sedangkan saat pasang menuju surut (Gambar D.10), nilai elevasi muka air laut di lepas pantai berkisar antara -0,098 m hingga 0,281 m dengan rata-rata sebesar 0,08 m. sedangkan untuk di kawasan pantai, elevasi muka air laut lebih rendah dengan rata-rata sebesar 0,02 m dengan nilai minimum sebesar -0,16 m dan nilai maksimumnya 0,23m. Kecepatan arus laut di pantai berkisar di antara 0,02 m/detik hingga 0,11 m/detik dengan nilai rata-rata 0,06 m/detik. Sedangkan untuk di kawasan lepas pantai kecepatan arus relative lebih tinggi dengan rata-rata 0,15 m/detik dengan nilai kecepatan minimum 0,10 m/detik dan maksimumnya 0,26 m/detik. Di kawasan pantai, massa air laut dari sungai yang terisi pada saat pasang bergerak menjorok keluar menjauhi kawasan pantai. Sedangkan untuk kawasan lepas pantai, massa air cenderung bergerak dari arah barat laut ke timur laut. Nilai elevasi muka air laut saat pasang menuju surut kondisi perbani (Gambar D.11) di kawasan lepas pantai memiliki rata-rata sebesar -0,32 m dengan rentang di antara -0,29 m hingga -0,33 m. Sedangkan untuk di kawasan pantai, nilai elevasi muka air laut memiliki nilai terendah di -0,33 m hingga tertingginya -0,27 m dengan nilai rata-rata sebesar -0,31 m. Kecepatan arus laut di pantai berkisar di antara 0,16 m/detik hingga 0,21 m/detik dengan nilai rata-rata 0,19 m/detik. Sedangkan untuk di kawasan lepas pantai kecepatan arus relatif lebih tinggi dengan rata-rata 0,34 m/detik dengan nilai kecepatan terendah 0,31 m/detik dan maksimumnya 0,36 m/detik. Di kawasan pantai, massa air laut dari sungai yang terisi pada saat pasang bergerak menjorok keluar menjauhi kawasan pantai. Sedangkan untuk kawasan lepas pantai, massa air cenderung bergerak dari arah timur laut seragam menuju ke arah barat laut. Pada saat surut terendah perbani, angin muson timur yang bergerak menuju timur laut berlawanan dengan arah pergerakan arus laut yang bergerak ke barat daya akibat pembangkitan gaya pasang surut. Pengurangan kecepatan pun terjadi akibat gesekan angin di lapisan permukaan. Hal ini menyebabkan kecepatan arus di perairan Mahakam Selatan IV-21

53 relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi yang sama pada pasang tertinggi perbani saat musim barat. Berbeda dengan kondisi sebelumnya, rata-rata elevasi muka air laut saat kondisi surut menuju pasang (Gambar D.12) di lepas pantai berada di nilai -0,16 meter dengan rentang terendah -0,18 m hingga tertingginya -0,14 m. Sedangkan untuk di kawasan pantai, nilai elevasi rata-rata berkisar di -0,12 m dengan interval di antara -0,17 m hingga 0,09 m. Kecepatan arus laut di daerah pantai berkisar di antara 0,004 m/detik hingga 0,099 m/detik dengan rata-rata sebesar 0,05 m/detik. Sedangkan untuk di kawasan lepas pantai, nilai kecepatan terendah berada di nilai 0,11 m/detik dan tertingginya 0,16 m/detik dengan nilai rata-ratanya sebesar 0,12 m/detik. Nilai elevasi pasang surut ini lebih tinggi dibandingkan dengan saat surut terendahnya. Di celah celah muara sungai, nilai elevasi muka laut memiliki nilai elevasi yang lebih tinggi namun beda yang relatif tidak begitu besar jika dibandingkan dengan saat surut terendah. Serupa dengan kondisi di saat surut terendah, massa air laut bergerak dari celah-celah kecil bergerak menjorok keluar menuju arah lepas pantai dari pantai Kondisi Purnama saat Musim Timur Hasil simulasi yang ditunjukan saat kondisi purnama musim timur menunjukan ratarata elevasi muka air laut saat kondisi surut menuju pasang (Gambar D.12) di perairan Mahakam Selatan memiliki nilai paling tinggi dalam 31 hari periode simulasi yaitu dengan rata-rata elevasi sebesar 1,25 m di kawasan lepas pantai dengan nilai minimum 0,96 m hingga 1,38 m. di kawasan pantai, nilai elevasi muka air laut meningkat sebesar 1,30 dengan nilai terendahnya 1,05 m hingga mencapai tinggi maksimumnya 1,409 m. Di celah-celah muara sungai yang menyempit, nilai elevasi muka laut meningkat tajam hingga mencapai di atas 1,5 m sedangkan di kawasan lepas pantai elevasi muka laut relative seragam. Kecepatan arus laut di lepas pantai memiliki rata-rata sebesar 0,76 m/detik dengan nilai kecepatan terendahnya mencapai 0,67 m/detik dan tertingginya hingga 0,80 m/detik. Sedangkan untuk di kawasan pantai, kecepatan arus berkurang cukup drastis dimana rata-rata kecepatan hanya berada pada rentang di antara 0,28 m/detik hingga mencapai 0,39 m/detik dengan nilai ratarata 0,36 m/detik. Di kawasan pantai, massa air laut bergerak menjorok ke dalam mengisi celah-celah muara mengisi kekosongan massa di sana akibat beda tinggi muka air laut. Namun di kawasan lepas pantai massa air laut di timur seragam bergerak ke arah timur laut. Pada kondisi pasang tertinggi purnama, arah angin muson timur yang bergerak ke arah timur IV-22

54 laut bergerak searah dengan arus yang dibangkitkan gaya pasang surut menyebabkan adanya pertambahan kecepatan arus akibat penjalaran momentum energi oleh angin di lapisan permukaan laut. Hal ini menyebabkan kecepatan arus di perairan Mahakam Selatan relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi yang sama pada pasang tertinggi purnama saat musim barat dan merupakan yang tertinggi. Sedangkan saat pasang menuju surut (Gambar D.14), rata-rata elevasi muka air laut di kawasan lepas pantai berada di nilai 0,79 m dengan interval di antara 0,19 m hingga 1,17 meter. Sedangkan untuk di kawasan pantai, elevasi muka air laut 0,64 m dengan nilai minimum di 0,11 m dan maksimum 1,14 m. Kecepatan arus di lepas pantai memiliki ratarata sebesar 0,22 m/detik dengan nilai terendahnya 0,09 m/detik hingga tertingginya 0,40 m/detik. Sedangkan kecepatan arus di kawasan pantai mengalami penurunan dimana nilai kecepatan rata-rata berada di nilai 0,14 m/detik dengan rentang di antara 0,04 m/detik hingga 0,27 m/detik. Nilai elevasi pasang surut pada kondisi ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan saat kondisi pasang tertingginya. Di kawasan lepas pantai, massa air di area timur bergerak menuju arah timur laut sedangkan di area barat bergerak menuju arah tenggara. Kecepatan arus laut di lepas pantai memiliki nilai yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan saat pasang tertinggi namun masih lebih besar dibandingkan ketika saat kondisi perbani dengan posisi yang sama. Berbeda dengan kondisi sebelumnya, saat kondisi surut terendah kondisi purnama (Gambar D.15) memilki nilai rata-rata elevasi muka air laut merupakan yang paling rendah selama 31 hari simulasi hidrodinamika dimana nilai elevasi muka air laut di lepas pantai memiliki rata-rata -0,96 m dengan rentang -1,03 m hingga -0,84 m dan di kawasan pantai memiliki rata-rata nilai elevasi muka air laut -0,95 m dengan rentang -1,01 m hingga -0,87 m. Kecepatan arus di kawasan lepas pantai memiliki nilai kecepatan yang relatif tinggi dengan rata-rata yaitu 0,604 m/detik dengan nilai terendahnya 0,43 m/detik dan tertingginya 0,70 m/detik. Sedangkan untuk di kawasan pantai, kecepatan arus berkurang cukup drastis dimana rata-rata kecepatan arus berada di nilai 0,27 m/detik dengan rentang di antara 0, 144 m/detik. Hingga 0,36 m/detik. Elevasi muka air laut di daerah lepas pantai memiliki nilai yang rendah dan seragam. Massa air yang berada di kawasan pantai bergerak menjorok keluar menuju arah lepas pantai dengan nilai yang meningkat khususnya pada celah-celah muara yang memiliki elevasi muka air yang lebih tinggi yang berasal dari saat pasang menuju surut. Pada kondisi surut terendah purnama, angin muson timur yang bergerak ke arah timur laut berlawan dengan arah pergerakan arus laut yang dibangkitkan oleh gaya pasang surut menyebabkan adanya pengurangan kecepatan arus akibat interaksi gesekan IV-23

55 antara angin dengan lapisan permukaan laut. Hal ini menyebabkan kecepatan arus di perairan Mahakam Selatan relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi yang sama pada pasang tertinggi purnama saat musim barat. Perubahan dinamika elevasi dan arus laut ditunjukan pada hasil simulasi saat kondisi surut menuju pasang (Gambar D.16), nilai elevasi muka air laut meningkat dibandingkan saat surut terendah dimana nilai rata-rata elevasi muka air laut di lepas pantai adalah -0,61 m dengan nilai terendah -0,93 m dan nilai tertingginya -0,21 m. Sedangkan di wilayah pantai, nilai elevasi muka air laut meningkat dengan rata-rata -0,50 m dengan rentang di antara -0,87 m hingga -0,11 m. Kecepatan arus di kawasan pantai berkurang jika dibandingkan saat surut terendahnya yaitu saat 0,10 m/detik dengan interval 0,023 m/detik hingga 0,20 m/detik sedangkan di kawasan lepas pantai kecepatan arus laut meningkat dengan rata-rata 0,20 m/detik dengan nilai terendah 0,03 m/detik hingga 0,43 m/detik. Serupa dengan saat kondisi surut terendah, massa air yang berada di kawasan pantai bergerak menuju arah lepas pantai namun dengan besar yang relatif lebih rendah dibandingkan saat kondisi surut terendah. Untuk pola arus laut yang berada di kawasan lepas pantai, arus laut memiliki pola pergerakan cenderung mengikuti arah anginnya dikarenakan gaya pasang surut yang berkurang di perairan tersebut. 4.6 Kondisi Ekstrim Dinamika Arus Laut di Perairan Mahakam Selatan Dalam kajian dinamika arus laut di perairan Mahakam Selatan, ditemukan beberapa kondisi ekstrim dimana arus laut memiliki nilai kecepatan jauh di atas rata-rata akibat kombinasi variasi kondisi oseanografi serta meteorologi perairan. Dinamika kecepatan angin akibat variabilitas musiman diindikasikan sebagai salah satu parameter yang berpengaruh dalam pembentukan kondisi arus laut ekstrim di daerah perairan pantai dan lepas pantai. Kondisi ekstrim yang terjadi disimulasikan pada musim barat, timur, dan peralihan Kondisi Esktrim saat Kondisi Surut Terendah Purnama Musim Barat Nilai elevasi hasil simulasi hidrodinamika saat kondisi ekstrim surut terendah purnama dibandingkan dengan variabilitas musiman yang dinyatakan dalam gambar (Gambar 4.18). Pada saat musim barat, angin bertiup dengan rata-rata kecepatan per bulan sebesar 1,88 m/detik yang bertiup dari arah utara timur laut. Sedangkan pada saat musim IV-24

56 timur, angin bertiup dengan rata-rata kecepatan bulanan lebih tinggi yaitu sebesar 2,81 m/detik dari arah barat daya. Gambar 4.18 Perbandingan dinamika arus serta elevasi muka laut pada kondisi surut terendah purnama saat musim barat dan timur Ditemukan bahwa saat kondisi surut terendah purnama musim barat, arus yang dibangkitkan oleh pasang surut bergerak menuju ke arah barat daya searah dengan arah tiupan angin yang bertiup dari arah utara timur laut. Sebaliknya, pada saat musim timur, arah tiupan angin yang bertiup dari barat daya berlawanan dengan pergerakan arus laut yang bergerak menuju barat daya. Dengan alasan tersebut, maka ditemukanlah bahwa kecepatan arus laut pada saat kondisi ekstrim surut terendah purnama saat musim barat (Gambar 4.19) lebih tinggi dibandingkan dengan musim timur. Kecepatan arus di lepas pantai lebih tinggi terjadi pada saat musim barat dengan nilai kecepatan 0,71 m/detik dibandingkan dengan musim timur dengan nilai kecepatan 0,63 m/detik. Sedangkan di daerah perairan pantai, arus tidak mengalami perubahan yang signifikan dimana kecepatan arus pada saat musim barat berada di nilai 0,36 m/detik sedangkan saat musim timur 0,28 m/detik. Nilai elevasi air laut pada kedua musim cenderung memiliki kesamaan dimana elevasi di perairan pantai lebih tinggi dibandingkan dengan lepas pantai yang diakibatkan variasi batimetri yang semakin dangkal menuju ke arah pantai. IV-25

57 Gambar 4.19 Dinamika arus laut pada kondisi ekstrim surut terendah purnama saat musim barat Kondisi Esktrim saat Kondisi Pasang Tertinggi Purnama Musim Timur Hasil simulasi hidrodinamika saat kondisi ekstrim pasang tertinggi purnama, dibandingkan terhadap variabilitas musiman serta kecepatan arus laut di pantai maupun di lepas pantai yang dinyatakan dalam gambar (Gambar 4.20). Pada saat musim barat, angin bertiup dengan rata-rata kecepatan per bulan sebesar 1,88 m/detik yang bertiup dari arah utara timur laut. Sedangkan pada saat musim timur, angin bertiup dengan rata-rata kecepatan bulanan lebih tinggi yaitu sebesar 2,81 m/detik dari arah barat daya. Gambar 4.20 Perbandingan dinamika arus serta elevasi muka laut pada kondisi pasang tertinggi purnama saat musim barat dan timur IV-26

58 Dinamika arus laut saat kondisi pasang tertinggi purnama menunjukan bahwa saat musim barat, arus yang dibangkitkan oleh pasang surut bergerak menuju ke timur laut berlawanan dengan arah tiupan angin yang bertiup dari arah utara timur laut. Sebaliknya, pada saat musim timur, arah tiupan angin yang bertiup dari barat daya searah dengan pergerakan arus laut yang bergerak menuju timur laut. Dengan alasan tersebut, maka ditemukanlah bahwa kecepatan arus laut pada saat kondisi ekstrim pasang tertinggi purnama saat musim timur (Gambar 4.21) lebih tinggi dibandingkan dengan musim barat. Kecepatan arus di lepas pantai lebih tinggi terjadi pada saat musim timur dengan nilai kecepatan 0,80 m/detik dibandingkan dengan musim barat dengan nilai kecepatan 0,74 m/detik. Sedangkan di daerah perairan pantai, arus tidak mengalami perubahan yang signifikan dimana kecepatan arus pada saat musim barat berada di nilai 0,39 m/detik sedangkan saat musim timur 0,38 m/detik. Sama dengan simulasi saat kondisi surut terendahnya, nilai elevasi pada kedua musim cenderung memiliki kesamaan dimana elevasi di perairan pantai lebih tinggi dibandingkan dengan lepas pantai yang diakibatkan variasi batimetri yang semakin dangkal menuju ke arah pantai. Gambar 4.21 Dinamika arus laut pada kondisi ekstrim pasang tertinggi musim timur Kecepatan arus laut pada kondisi ekstrim pasang tertinggi maupun surut terendah purnama saat musim timur lebih tinggi dibandingkan saat kondisi ekstrim muson barat IV-27

59 karena besar kecepatan rata-rata bulanan angin pada musim timur lebih tinggi dibandingkan dengan musim barat Kondisi Esktrim saat Musim Peralihan Pertama dan Kedua Untuk melakukan analisis terhadap kondisi ekstrim pasang tertinggi maupun surut terendah purnama pada musim peralihan pertama dan kedua, nilai elevasi serta kecepatan arus laut di pantai maupun di lepas pantai dibandingkan dengan memberi pengaruh dinamika angin akibat variabilitas musiman pada musim peralihan pertama dan kedua (Gambar 4.22). Pada saat musim peralihan pertama, angin bertiup dengan rata-rata kecepatan per bulan sebesar 1,74 m/detik yang bertiup dari arah barat barat laut. Sedangkan pada saat musim peralihan kedua, angin bertiup dengan rata-rata kecepatan bulanan lebih tinggi yaitu sebesar 2,22 m/detik dari arah utara barat laut. Gambar 4.22 Perbandingan dinamika arus serta elevasi muka laut pada kondisi surut terendah dan pasang tertinggi purnama saat musim peralihan pertama dan kedua IV-28

60 Dinamika arus laut pada saat musim peralihan pertama dan kedua ditunjukan pada hasil simulasi (Gambar 4.23) saat pasang tertinggi purnama tidak memiliki perbedaan signifikan. Arus dibelokan oleh angin yang bertiup dari barat barat laut pada musim peralihan pertama dan utara timur laut saat musim peralihan kedua menuju tenggara. Demikian saat surut terendah purnama, arus di perairan Mahakam Selatan dibelokkan oleh angin yang bertiup pada musim peralihan pertama dan kedua menuju tenggara. Dengan alasan demikian, dinamika arus laut saat kondisi pasang tertinggi maupun surut terendah purnama terhadap dinamika angin dalam variabilitas musiman musim peralihan pertama dan kedua tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pada saat kondisi pasang tertinggi purnama, kecepatan arus di lepas pantai pada musim peralihan pertama berada di nilai 0,12 m/detik sedangkan pada musim peralihan kedua sebesar 0,14 m/detik. Pada saat kondisi surut terendah purnama, kecepatan arus di lepas pantai pada musim peralihan pertama berada di nilai 0,15 m/detik sedangkan pada musim peralihan kedua sebesar 0,18 m/detik. Di daerah perairan pantai, arus tidak mengalami perubahan yang signifikan terhadap dinamika angin akibat variabilitas musiman musim peralihan pertama dan kedua. Pada saat kondisi pasang tertinggi purnama, kecepatan arus pada saat musim peralihan pertama berada di nilai 0,08 m/detik sedangkan saat musim peralihan kedua sebesar 0,07 m/detik. Pada saat kondisi surut terendah purnama, kecepatan arus pada saat musim peralihan pertama berada di nilai 0,03 m/detik sedangkan saat musim peralihan kedua sebesar 0,04 m/detik. Gambar 4.23 Dinamika arus laut pada kondisi ekstrim pasang tertinggi dan surut terendah musim peralihan kedua IV-29

61 Kecepatan arus laut pada kondisi ekstrim pasang tertinggi maupun surut terendah purnama saat musim peralihan kedua lebih tinggi dibandingkan saat kondisi ekstrim peralihan pertama karena besar kecepatan rata-rata bulanan angin pada musim peralihan kedua lebih tinggi dibandingkan dengan musim peralihan pertama. Sama dengan kondisi pasang tertinggi serta surut terendah musim barat dan timur, nilai elevasi air laut di perairan pantai lebih tinggi dibandingkan dengan lepas pantai yang diakibatkan variasi batimetri yang semakin dangkal menuju ke arah pantai. IV-30

62 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Verifikasi hasil simulasi model dengan data lapangan memberikan kesesuiaan yang baik. Kesalahan akar kuadrat rata-rata dan persentase nilai R-squared untuk elevasi menunjukan nilai 0,206 m dan 90,13 %, secara berurutan yang menunjukan kesesuaian data yang baik. Nilai persentasi R-squared arus simulasi dengan arus total pada komponen timur sebesar 37,51% dengan RSME 0,28 m/detik dan komponen utara 11,98% dengan RSME 0,43 m/detik. vektor arus resultan simulasi dan lapangan berubah periodik mengikuti pola elevasi pasut yang berbentuk sinusoidal. 2. Kondisi pasut perairan didominasi oleh komponen semidiurnal dengan persentase amplitudo komponen M2 dan S2 sebesar 32,03% dan 27,82% lalu diikuti komponen diurnal K1 dan O1 sebesar 13,89% dan 10,56%. Tipe pasut adalah campuran condong ke harian ganda dengan nilai Formzahl 0, Kecepatan angin pada musim barat adalah 1, 88 m/detik dari arah utara timur laut (14 0 ), musim peralihan pertama sebesar 1,74 m/detik dari arah barat laut (300 0 ), musim timur sebesar 2,81 m/detik dari arah barat daya (270 0 ), dan musim peralihan kedua sebesar 2,22 m/detik dari arah utara barat daya (336 0 ) 4. Rata-rata kecepatan arus dari data lapangan di lapisan permukaan, menengah, dan dasar masing-masing adalah 0,31 m/detik, 0,21 m/detik, dan 0,13 m/detik. Arus memiliki variasi kecepatan hingga kedalaman -35 m dari permukaan laut dan cenderung seragam dari kedalaman -35 m hingga dasar laut. 5. Pada saat musim barat, timur, peralihan pertama, peralihan kedua, rata-rata besar kecepatan arus di perairan pantai secara berturut-turut adalah 0,17 m/det, 0,16 m/det, 0,08 m/det, dan 0,09 m/det sedangkan untuk di lepas pantai adalah 0,25 m/det, 0,30 m/det, 0,13 m/det dan 0,14 m/det. V-1

63 6. Kondisi ekstrim dimana arus mengalir jauh di atas rata-rata terjadi saat angin bertiup searah dengan arus yang dibangkitkan oleh pasut yang terjadi pada saat kondisi surut terendah purnama musim muson barat ( pantai = 0,36 m/detik dan lepas pantai = 0,71 m/detik) menuj arah barat daya dan pasang tertinggi purnama musim muson timur ( pantai = 0,38 m/detik dan lepas pantai = 0,80 m/detik) menuju arah timur laut. 7. Variasi besar kecepatan serta arah arus pada perbandingan musim peralihan pertama dan kedua tidak mengalami perubah secara signifikan. Arus pada kedua musim dan kondisi pasang maupun surut dibelokan menuju arah tenggara Saran Dalam penelitian selanjutnya, simulasi hidrodinamika dapat dikembangkan dalam bentuk 3 dimensi. Simulasi dapat dilakukan dengan memasukkan kecepatan arus lapangan ke dalam syarat batas. Parameter Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) dapat dimasukkan dalam pembahasan hasil simulasi. V-2

64 DAFTAR PUSTAKA Ariadji, Z., 2013, Studi Transpor Sedimen di Perairan Senipah, Kalimantan Timur, Tugas Akhir, Program Studi Oseanografi, Institut Teknologi Bandung. Byrne, M., 2011, An Observational Study of the Indonesian-Australian Monsoon, Term Project DHI, 2012, MIKE 21 & MIKE 3 Flow Model FM Scientific Documentation, Horsholm: Denmark Gadgil, S., 2003, The Indian Monsoon and Its Variability, Annu. Rev. Earth Planet. Sci : Google Earth Perairan Mahakam Selatan 1 34'25" LS, '37.30" BT, elevasi -55 m diakses pada 30/1/2015 Google Earth Perairan Mahakam Selatan 1 25'58" LS, '33.74" BT, elevasi -59 m diakses pada 30/1/2015 Hadi, S., Ningsih, N., dan Tarya, A., 2006, Study on Seasonal Variation of Cohesive Suspended Sediment Transport in Estuary of Mahakam Delta by Using a Numerical Model, Jurnal Teknik Sipil Vol. 13 No. 1 Januari 2006 Hadi, S., dan Radjawane, I., 2009, Arus Laut, Mata Kuliah Arus Laut, Program Studi Oseanografi, Institut Teknologi Bandung Hicks, S., 2006, Understanding Tides, NOAA: Washington IOC, IHO dan BODC, Centenary Edition of the GEBCO Digital Atlas, published on CD-ROM on behalf of the Intergovernmental Oceanographic Commission and the International Hydrographic Organization as part of the General Bathymetric Chart of the Oceans, British Oceanographic Data Centre, Liverpool, U.K. Mandang, I., dan Yanagi, T., 2007, Tide and Tidal Current in the Mahakam Estuary, East Kalimantan Indonesia, Coastal Marine Science 32(1):1-8, 2008 DP-1

65 PAGEO, 2013, Summary Report of Current Meter Observation at Tongkol Area prepared for Total E&P Indonesie, 458-TEPI-MTCN_Current-Tongkol Rev.0 Tarya, A., Hoitink, J., dan Vegt, M., 2010, Tidal and subtidal flow patterns on a tropical continental shelf semi-insulated by coral reefs. Journal of Geophysical Research, Vol. 115, C09029, doi: /2010jc Total E&P Indonesie, 2008, 40 Years Celebrating Energy for All, TEPI: Jakarta Valor, B., 2015, OGIMET, Daily Summaries Station , Spanish Meteorological Institute, Madrid DP-2

66 LAMPIRAN A Peta Batimetri Perairan di Perairan Mahakam Selatan A-0

67 (derajat) (derajat) Gambar A.1 Peta batimetri perairan Mahakam Selatan (Sumber: GEBCO) A-1

68 LAMPIRAN B Data Kecepatan dan Arah Angin Sepanjang Musim di Perairan Mahakam Selatan B-0

69 Tabel B.1Data kecepatan dan arah angin di perairan Mahakam Selatan saat musim barat (bulan Februari) (Valor, 2015) B-1

70 Tabel B.2 Data kecepatan dan arah angin di perairan Mahakam Selatan saat musim peralihan pertama (bulan Mei) (Valor, 2015) B-2

71 Tabel B.3 Data kecepatan dan arah angin di perairan Mahakam Selatan saat musim timur (bulan Juli) (Valor, 2015) B-3

72 Tabel B.4 Data kecepatan dan arah angin di perairan Mahakam Selatan saat musim peralihan kedua (bulan November) (Valor, 2015) B-4

73 LAMPIRAN C Data Pengukuran Arus Lapangan di Perairan Mahakam Selatan C-0

74 Gambar C.1. Skema pengukuran arus lapangan menggunakan ADCP (PAGEO, 2013) C-1

75 Tabel C.1 Informasi koordinat pengukuran arus lapangan di Mahakam Selatan Stasiun Koordinat Waktu Pengamatan Easting Northing Kedalaman Dari Hingga Tongkol ± 22 Juli Juli 2013 (PAGEO, 2013) Tabel C.2 Ringkasan umum data pengukuran arus laut Parameter Ketinggian dari dasar laut 5m 8m 11m 14m 17m 20m 23m Rata-rata kecepatan (m/detik) Kecepatan Minimum (m/detik) Kecepatan Maksimum (m/detik) Parameter Ketinggian dari dasar laut 26m 29m 32m 35m 38m 41m 44m Rata-rata kecepatan (m/detik) Kecepatan Minimum (m/detik) Kecepatan Maksimum (m/detik) Parameter Ketinggian dari dasar laut 47m 50m 53m 56m 59m 62m 65m Rata-rata kecepatan (m/detik) Kecepatan Minimum (m/detik) Kecepatan Maksimum (m/detik) (PAGEO, 2013) C-2

76 23 Juli 24 Juli 25 Juli 26 Juli 27 Juli Gambar C.2. Profil arus laut lapangan terhadap kedalaman (PAGEO, 2013) 1 m/detik C-3

77 LAMPIRAN D Pola Dinamika Arus Laut Hasil Simulasi Hidrodinamika di Perairan Mahakam Selatan

78 Gambar D.1 Pola arus saat pasang tertinggi perbani musim barat Gambar D.2 Pola arus saat pasang menuju surut perbani musim barat D-1

79 Gambar D.3 Pola arus saat surut terendah perbani musim barat Gambar D.4 Pola arus saat surut menuju pasang perbani musim barat D-2

80 Gambar D.5 Pola arus saat pasang tertinggi purnama musim barat Gambar D.6 Pola arus saat pasang menuju surut purnama musim barat D-3

81 Gambar D.7 Pola arus saat surut terendah purnama musim barat Gambar D.8 Pola arus saat surut menuju pasang purnama musim barat D-4

82 Gambar D.9 Pola arus saat pasang tertinggi perbani musim timur Gambar D.10 Pola arus saat pasang menuju surut perbani musim timur D-5

83 Gambar D.11 Pola arus saat surut terendah perbani musim timur Gambar D.12 Pola arus saat surut menuju pasang perbani musim timur D-6

84 Gambar D.13 Pola arus saat pasang tertinggi purnama musim timur Gambar D.14 Pola arus saat pasang menuju surut purnama musim timur D-7

85 Gambar D.15 Pola arus saat surut terendah purnama musim timur Gambar D.16 Pola arus saat surut menuju pasang purnama musim timur D-8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab Definisi Arus Pergerakkan horizontal massa air Penyebab Fakfor Penggerak (Angin) Perbedaan Gradien Tekanan Perubahan Densitas Pengaruh Pasang Surut Air Laut Karakteristik Arus Aliran putaran yang besar

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Oseanografi Perairan Teluk Bone Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah Barat dan Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara di

Lebih terperinci

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b a Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

BAB III 3. METODOLOGI

BAB III 3. METODOLOGI BAB III 3. METODOLOGI 3.1. Pasang Surut Pasang surut pada umumnya dikaitkan dengan proses naik turunnya muka laut dan gerak horizontal dari massa air secara berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Peta lokasi penelitian di perairan Teluk Bone, Perairan Sulawesi dan sekitarnya, Indonesia (Gambar 6). Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian Teluk Bone,

Lebih terperinci

Karakteristik Pasang Surut dan Pola Arus di Muara Sungai Musi, Sumatera Selatan

Karakteristik Pasang Surut dan Pola Arus di Muara Sungai Musi, Sumatera Selatan Jurnal Penelitian Sains Volume 15 Nomer 1(D) 15108 Karakteristik Pasang Surut dan Pola Arus di Muara Sungai Musi, Sumatera Selatan Heron Surbakti Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Sriwijaya, Sumatera

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Beda Tinggi Antara Bench Mark Dengan Palem Dari hasil pengukuran beda tinggi dengan metode sipat datar didapatkan beda tinggi antara palem dan benchmark

Lebih terperinci

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 R. Bambang Adhitya Nugraha 1, Heron Surbakti 2 1 Pusat Riset Teknologi Kelautan-Badan (PRTK), Badan Riset Kelautan

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa G174 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sedimen merupakan unsur pembentuk dasar perairan. Interaksi antara arus dengan dasar perairan berpengaruh terhadap laju angkutan sedimen. Laju angkutan sedimen tersebut

Lebih terperinci

Pola Sirkulasi Arus Dan Salinitas Perairan Estuari Sungai Kapuas Kalimantan Barat

Pola Sirkulasi Arus Dan Salinitas Perairan Estuari Sungai Kapuas Kalimantan Barat Pola Sirkulasi Arus Dan Salinitas Perairan Estuari Sungai Kapuas Kalimantan Barat Muh.Ishak Jumarang 1), Muliadi 1), Nining Sari Ningsih ), Safwan Hadi ), Dian Martha ) 1) Program Studi Fisika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi penyusunan basis data, pemodelan dan simulasi pola sebaran suhu air buangan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan BAB 2 DATA LINGKUNGAN 2.1 Batimetri Data batimetri adalah representasi dari kedalaman suatu perairan. Data ini diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan suatu proses yang disebut

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Perubahan vertikal muka air laut secara periodik pada sembarang tempat di pesisir atau di lautan merupakan fenomena alam yang dapat dikuantifikasi. Fenomena tersebut

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK POLA ARUS DI PERAIRAN SELAT LAMPA, KABUPATEN NATUNA, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

STUDI KARAKTERISTIK POLA ARUS DI PERAIRAN SELAT LAMPA, KABUPATEN NATUNA, PROVINSI KEPULAUAN RIAU JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman 499-507 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI KARAKTERISTIK POLA ARUS DI PERAIRAN SELAT LAMPA, KABUPATEN NATUNA, PROVINSI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah.

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah. PASANG SURUT Untuk apa data pasang surut Pengetahuan tentang pasang surut sangat diperlukan dalam transportasi laut, kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai, dan lain-lain. Mengingat

Lebih terperinci

Studi Pola Sebaran Buangan panas PT. Pertamina Up V Balikpapan Di Perairan Kampung Baru, Teluk Balikpapan

Studi Pola Sebaran Buangan panas PT. Pertamina Up V Balikpapan Di Perairan Kampung Baru, Teluk Balikpapan ISSN : 2089-3507 Studi Pola Sebaran Buangan panas PT. Pertamina Up V Balikpapan Di Perairan Kampung Baru, Teluk Balikpapan Rizkiyah, Denny Nugroho S, Purwanto Program Studi Oseanografi, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6 No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-172 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh

Lebih terperinci

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (www.namce8081.wordpress.com)

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (www.namce8081.wordpress.com) Arus Geostropik Peristiwa air yang mulai bergerak akibat gradien tekanan, maka pada saat itu pula gaya coriolis mulai bekerja. Pada saat pembelokan mencapai 90 derajat, maka arah gerak partikel akan sejajar

Lebih terperinci

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H PENGANTAR OCEANOGRAFI Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H21114307 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar 2014 Kondisi Pasang Surut di Makassar Kota

Lebih terperinci

PEMODELAN ARUS SEJAJAR PANTAI STUDI KASUS PANTAI ERETAN, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PEMODELAN ARUS SEJAJAR PANTAI STUDI KASUS PANTAI ERETAN, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PEMODELAN ARUS SEJAJAR PANTAI STUDI KASUS PANTAI ERETAN, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi salah satu syarat kurikuler Program Sarjana Oseanografi Oleh : FRANSISKO A. K.

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN METODA

BAB 2 DATA DAN METODA BAB 2 DATA DAN METODA 2.1 Pasut Laut Peristiwa pasang surut laut (pasut laut) adalah fenomena alami naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi bendabenda-benda

Lebih terperinci

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut Hasil pengukuran arus transek saat kondisi menuju surut dapat dilihat pada Gambar III.13. Terlihat bahwa kecepatan arus berkurang terhadap kedalaman. Arus permukaan dapat mencapai 2m/s. Hal ini kemungkinan

Lebih terperinci

STUDI ARUS DAN SEBARAN SEDIMEN DASAR DI PERAIRAN PANTAI LARANGAN KABUPATEN TEGAL

STUDI ARUS DAN SEBARAN SEDIMEN DASAR DI PERAIRAN PANTAI LARANGAN KABUPATEN TEGAL JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 277-283 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI ARUS DAN SEBARAN SEDIMEN DASAR DI PERAIRAN PANTAI LARANGAN KABUPATEN TEGAL

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

ANALISIS DATA ARUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALYSIS OF FLOW DATA ON ESTUARINE BANYUASIN RIVER IN SOUTH SUMATERA

ANALISIS DATA ARUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALYSIS OF FLOW DATA ON ESTUARINE BANYUASIN RIVER IN SOUTH SUMATERA MASPARI JOURNAL JANUARI 2016, 8(1):15-24 ANALISIS DATA ARUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALYSIS OF FLOW DATA ON ESTUARINE BANYUASIN RIVER IN SOUTH SUMATERA Chaplin M Simatupang

Lebih terperinci

Pemodelan Inundasi (Banjir Rob) di Pesisir Kota Semarang Dengan Menggunakan Model Hidrodinamika

Pemodelan Inundasi (Banjir Rob) di Pesisir Kota Semarang Dengan Menggunakan Model Hidrodinamika JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 353-360 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Pemodelan Inundasi (Banjir Rob) di Pesisir Kota Semarang Dengan Menggunakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Validasi Data Pasang surut merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melakukan validasi model. Validasi data pada model ini ditunjukkan dengan grafik serta

Lebih terperinci

III HASIL DAN DISKUSI

III HASIL DAN DISKUSI III HASIL DAN DISKUSI Sistem hidrolika estuari didominasi oleh aliran sungai, pasut dan gelombang (McDowell et al., 1977). Pernyataan tersebut mendeskripsikan kondisi perairan estuari daerah studi dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Kecamatan Muara Gembong merupakan kecamatan di Kabupaten Bekasi yang terletak pada posisi 06 0 00 06 0 05 lintang selatan dan 106 0 57-107 0 02 bujur timur. Secara

Lebih terperinci

KAJIAN ARUS PERAIRAN PANTAI SEMARANG PENDEKATAN PEMODELAN NUMERIK TIGA DIMENSI DISERTASI

KAJIAN ARUS PERAIRAN PANTAI SEMARANG PENDEKATAN PEMODELAN NUMERIK TIGA DIMENSI DISERTASI KAJIAN ARUS PERAIRAN PANTAI SEMARANG PENDEKATAN PEMODELAN NUMERIK TIGA DIMENSI DISERTASI Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Doktor dari Institut Teknologi Bandung Oleh FATHURRAZIE

Lebih terperinci

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian Pasang Surut Pasang surut

Lebih terperinci

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT PROSES DAN TIPE PASANG SURUT MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian

Lebih terperinci

Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square

Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square 1 Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square Miftakhul Ulum dan Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam perkembangan teknologi perangkat keras yang semakin maju, saat ini sudah mampu mensimulasikan fenomena alam dan membuat prediksinya. Beberapa tahun terakhir sudah

Lebih terperinci

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan BAB IV PEMODELAN MATEMATIKA PERILAKU SEDIMENTASI 4.1 UMUM Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan matematika dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SMS versi

Lebih terperinci

KAJIAN POLA ARUS DAN CO-RANGE PASANG SURUT DI TELUK BENETE SUMBAWA NUSA TENGGARAA BARAT

KAJIAN POLA ARUS DAN CO-RANGE PASANG SURUT DI TELUK BENETE SUMBAWA NUSA TENGGARAA BARAT JOURNAL OF OCEANOGRAPHY. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 111-120 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/joce KAJIAN POLA ARUS DAN CO-RANGE PASANG SURUT DI TELUK BENETE SUMBAWA NUSA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perbandingan Hasil Pemodelan dengan Data Lapang 4.1.1 Angin Angin pada bulan September 2008 terdiri dari dua jenis data yaitu data angin dari ECMWF sebagai masukan model dan

Lebih terperinci

MODEL SEDERHANA 2-DIMENSI ARAH PERGERAKAN SEDIMEN DI SUNGAI PORONG JAWA TIMUR SIMPLE MODEL OF TWO DIMENSIONAL SEDIMENT MOVEMENT IN PORONG RIVER

MODEL SEDERHANA 2-DIMENSI ARAH PERGERAKAN SEDIMEN DI SUNGAI PORONG JAWA TIMUR SIMPLE MODEL OF TWO DIMENSIONAL SEDIMENT MOVEMENT IN PORONG RIVER MODEL SEDERHANA 2-DIMENSI ARAH PERGERAKAN SEDIMEN DI SUNGAI PORONG JAWA TIMUR SIMPLE MODEL OF TWO DIMENSIONAL SEDIMENT MOVEMENT IN PORONG RIVER Oleh : Huda Bachtiar 1, Franto Novico 2 dan Fitri Riandini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengumpulan Data Dalam suatu penelitian perlu dilakukan pemgumpulan data untuk diproses, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk analisis. Pengadaan data untuk memahami

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Perencanaan Dermaga Data Lingkungan : 1. Data Topografi 2. Data Pasut 3. Data Batimetri 4. Data Kapal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI SUNGAI DAN PASANG SURUT

BAB II LANDASAN TEORI SUNGAI DAN PASANG SURUT BAB II LANDASAN TEORI SUNGAI DAN PASANG SURUT 2.1 Sungai Sungai merupakan air larian alami yang terbentuk akibat siklus hidrologi. Sungai mengalir secara alami dari tempat yang tinggi menuju tempat yang

Lebih terperinci

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PEGAMBILA DA PEGOLAHA DATA Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi dua aspek, yaitu pengamatan data muka air dan pengolahan data muka air, yang akan dibahas dibawah ini sebagai

Lebih terperinci

Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado

Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 3 (1) 58-63 dapat diakses melalui http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado Farid Mufti

Lebih terperinci

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI Transpor sedimen pada bagian ini dipelajari dengan menggunakan model transpor sedimen tersuspensi dua dimensi horizontal. Dimana sedimen yang dimodelkan pada penelitian

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI DELTA MAHAKAM (STUDI KASUS DI BEKAPAI DAN TUNU)

KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI DELTA MAHAKAM (STUDI KASUS DI BEKAPAI DAN TUNU) KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI DELTA MAHAKAM (STUDI KASUS DI BEKAPAI DAN TUNU) Maraya Syifa Widyastuti 1, Nining Sari Ningsih 1, Rhyan Risnadi 2 1 Program Studi Oseanografi, FITB, Institut Teknologi Bandung.

Lebih terperinci

Oleh. Muhammad Legi Prayoga

Oleh. Muhammad Legi Prayoga PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN NUMERIK DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS KERENTANAN WILAYAH PESISIR TERHADAP ABRASI (STUDI KASUS: PESISIR KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT) TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI ABSTRACT. Keywords: Tidal range, harmonic analyze, Formzahl constant

ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI ABSTRACT. Keywords: Tidal range, harmonic analyze, Formzahl constant : 48-55 ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI Musrifin 1) 1) Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Universitas Raiu Diterima : 5 April 2011 Disetujui : 14 April 2011 ABSTRACT Tidal

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 329-336 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose POLA SEBARAN SEDIMEN TERSUSPENSI BERDASARKAN MODEL POLA ARUS PASANG SURUT DI

Lebih terperinci

ANALISIS SINYAL EL NIÑO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) DAN HUBUNGANNYA DENGAN VARIABILITAS ARUS LINTAS INDONESIA DI SELAT LIFAMATOLA TUGAS AKHIR

ANALISIS SINYAL EL NIÑO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) DAN HUBUNGANNYA DENGAN VARIABILITAS ARUS LINTAS INDONESIA DI SELAT LIFAMATOLA TUGAS AKHIR ANALISIS SINYAL EL NIÑO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) DAN HUBUNGANNYA DENGAN VARIABILITAS ARUS LINTAS INDONESIA DI SELAT LIFAMATOLA TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi salah satu syarat kurikuler Program

Lebih terperinci

Pengertian Pasang Surut

Pengertian Pasang Surut Pengertian Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi (gerakan naik turunnya) muka air laut secara berirama karena adanya gaya tarik benda-benda di lagit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air

Lebih terperinci

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1128-1132 Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Widya Novia Lestari, Lizalidiawati, Suwarsono,

Lebih terperinci

SIMULASI NUMERIS ARUS PASANG SURUT DI PERAIRAN CIREBON

SIMULASI NUMERIS ARUS PASANG SURUT DI PERAIRAN CIREBON Jurnal Akuatika Vol III No 1/ Maret 2012 (1-10) ISSN 0853-2523 SIMULASI NUMERIS ARUS PASANG SURUT DI PERAIRAN CIREBON M Furqon Azis Ismail 1 dan Ankiq Taofiqurohman S 2 1 Pusat Penelitian Oseanografi LIPI

Lebih terperinci

STUDI POLA DAN KARATERISTIK ARUS LAUT DI PERAIRAN KALIWUNGU KENDAL JAWA TENGAH PADA MUSIM PERALIHAN I

STUDI POLA DAN KARATERISTIK ARUS LAUT DI PERAIRAN KALIWUNGU KENDAL JAWA TENGAH PADA MUSIM PERALIHAN I JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 16-25 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI POLA DAN KARATERISTIK ARUS LAUT DI PERAIRAN KALIWUNGU KENDAL JAWA TENGAH

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daerah Kajian Daerah yang akan dikaji dalam penelitian adalah perairan Jawa bagian selatan yang ditetapkan berada di antara 6,5º 12º LS dan 102º 114,5º BT, seperti dapat

Lebih terperinci

Simulasi pemodelan arus pasang surut di kolam Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menggunakan perangkat lunak SMS 8.1 (Surface-water Modeling System 8.

Simulasi pemodelan arus pasang surut di kolam Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menggunakan perangkat lunak SMS 8.1 (Surface-water Modeling System 8. 48 Maspari Journal 01 (2010) 48-52 http://masparijournal.blogspot.com Simulasi pemodelan arus pasang surut di kolam Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menggunakan perangkat lunak SMS 8.1 (Surface-water Modeling

Lebih terperinci

ANALISIS SEBARAN SEDIMEN DASAR AKIBAT PENGARUH ARUS SEJAJAR PANTAI (LONGSHORE CURRENT) DI PERAIRAN MAKASSAR

ANALISIS SEBARAN SEDIMEN DASAR AKIBAT PENGARUH ARUS SEJAJAR PANTAI (LONGSHORE CURRENT) DI PERAIRAN MAKASSAR JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 3, Tahun 2015, Halaman 563-569 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose ANALISIS SEBARAN SEDIMEN DASAR AKIBAT PENGARUH ARUS SEJAJAR PANTAI (LONGSHORE

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu

Lebih terperinci

Pemodelan Pola Arus di Perairan Pesisir Banyuasin, Sumatera Selatan

Pemodelan Pola Arus di Perairan Pesisir Banyuasin, Sumatera Selatan Maspari Journal 03 (2011) 09-14 http://masparijournal.blogspot.com Pemodelan Pola Arus di Perairan Pesisir Banyuasin, Sumatera Selatan Heron Surbakti a, Mulia Purba b dan I Wayan Nurjaya b a Program Studi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk mempresentasikan data kecepatan angin dalam bentuk mawar angin sebagai

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA PASUT DAN ARUS DI KAWASAN PESISIT KECAMATAN MUARA GEMBONG, KABUPATEN BEKASI, JAWA BARAT. TUGAS AKHIR Karya tulis ilmiah yang diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1 BAB I PENDAHULUAN Pantai merupakan suatu sistem yang sangat dinamis dimana morfologi pantai berubah-ubah dalam skala ruang dan waktu baik secara lateral maupun vertikal yang dapat dilihat dari proses akresi

Lebih terperinci

Simulasi Model Gelombang Pasang Surut dengan Metode Beda Hingga

Simulasi Model Gelombang Pasang Surut dengan Metode Beda Hingga J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 2, No. 2, Nov 2005, 93 101 Simulasi Model Gelombang Pasang Surut dengan Metode Beda Hingga Lukman Hanafi, Danang Indrajaya Jurusan Matematika FMIPA ITS Kampus

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Hasil Model dengan DISHIDROS Komponen gelombang pasang surut M2 dan K1 yang dipilih untuk dianalisis lebih lanjut, disebabkan kedua komponen ini yang paling dominan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP

KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP Mifroul Tina Khotip 1, Aries Dwi Siswanto 2, Insafitri 2 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

STUDI EDDY MINDANAO DAN EDDY HALMAHERA TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

STUDI EDDY MINDANAO DAN EDDY HALMAHERA TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung STUDI EDDY MINDANAO DAN EDDY HALMAHERA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh MARTONO NIM : 22405001 Program Studi Sains Kebumian

Lebih terperinci

Pemodelan Hidrodinamika 3-Dimensi Pola Persebaran Sedimentasi Pra dan Pasca Reklamasi Teluk Jakarta

Pemodelan Hidrodinamika 3-Dimensi Pola Persebaran Sedimentasi Pra dan Pasca Reklamasi Teluk Jakarta A543 Pemodelan Hidrodinamika 3-Dimensi Pola Persebaran Sedimentasi Pra dan Pasca Reklamasi Teluk Jakarta Evasari Aprilia dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angin Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal maupun secara vertikal dengan kecepatan bervariasi dan berfluktuasi secara dinamis. Faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai kepantaian

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN SIMULASI MODEL FLOW MODEL FM DAN ADCIRC TERHADAP POLA ARUS PASUT PERAIRAN TELUK LEMBAR LOMBOK

STUDI PERBANDINGAN SIMULASI MODEL FLOW MODEL FM DAN ADCIRC TERHADAP POLA ARUS PASUT PERAIRAN TELUK LEMBAR LOMBOK JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 206-214 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI PERBANDINGAN SIMULASI MODEL FLOW MODEL FM DAN ADCIRC TERHADAP POLA ARUS

Lebih terperinci

KAJIAN POLA ARUS DI TELUK UJUNGBATU JEPARA

KAJIAN POLA ARUS DI TELUK UJUNGBATU JEPARA JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 242-252 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN POLA ARUS DI TELUK UJUNGBATU JEPARA Okky Muda Hardani, Azis Rifai, Denny

Lebih terperinci

KAJIAN POLA ARUS DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL HIDRODINAMIKA 2-DIMENSI DELFT3D

KAJIAN POLA ARUS DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL HIDRODINAMIKA 2-DIMENSI DELFT3D JOURNAL OF OCEANOGRAPHY. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 169-177 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/joce KAJIAN POLA ARUS DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL

Lebih terperinci

PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN HIDRODINAMIKA DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI TUGAS AKHIR

PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN HIDRODINAMIKA DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI TUGAS AKHIR PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN HIDRODINAMIKA DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI (STUDI KASUS : PESISIR MUARA GEMBONG, KABUPATEN BEKASI, JAWA BARAT) TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai PASANG SURUT Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 5. PASANG SURUT TUJUAN

Lebih terperinci

Model Hidrodinamika Pasang Surut di Perairan Pesisir Barat Kabupaten Badung, Bali

Model Hidrodinamika Pasang Surut di Perairan Pesisir Barat Kabupaten Badung, Bali Journal of Marine and Aquatic Sciences 2, 54-59 (2016) Model Hidrodinamika Pasang Surut di Perairan Pesisir Barat Kabupaten Badung, Bali Made Narayana Adibhusana a *, I Gede Hendrawan a, I Wayan Gede Astawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan laut. Permasalahan di muara sungai dapat ditinjau dibagian mulut sungai (river mouth) dan estuari.

Lebih terperinci

(a) Profil kecepatan arus IM03. (b) Profil arah arus IM03. Gambar III.19 Perekaman profil arus dan pasut stasiun IM03 III-17

(a) Profil kecepatan arus IM03. (b) Profil arah arus IM03. Gambar III.19 Perekaman profil arus dan pasut stasiun IM03 III-17 (a) Profil kecepatan arus IM3 (b) Profil arah arus IM3 Gambar III.19 Perekaman profil arus dan pasut stasiun IM3 III-17 Gambar III.2 Spektrum daya komponen vektor arus stasiun IM2 Gambar III.21 Spektrum

Lebih terperinci

Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b a Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tanjungpura, b Jurusan

Lebih terperinci

Simulasi Pemodelan Arus Pasang Surut di Luar Kolam Pelabuhan Tanjung Priok Menggunakan Perangkat Lunak SMS 8.1

Simulasi Pemodelan Arus Pasang Surut di Luar Kolam Pelabuhan Tanjung Priok Menggunakan Perangkat Lunak SMS 8.1 79 Indriani et. al./ Maspari Journal 01 (2010) 79-83 Maspari Journal 01 (2010) 79-83 http://masparijournal.blogspot.com Simulasi Pemodelan Arus Pasang Surut di Luar Kolam Pelabuhan Tanjung Priok Menggunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan METODE PENELITIAN Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan pada perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Batas perairan yang diamati

Lebih terperinci

Studi Dinamika Sedimen Kohesif di Perairan Teluk Balikpapan dengan Menggunakan Model Numerik Tiga Dimensi

Studi Dinamika Sedimen Kohesif di Perairan Teluk Balikpapan dengan Menggunakan Model Numerik Tiga Dimensi Studi Dinamika Sedimen Kohesif di Perairan Teluk Balikpapan dengan Menggunakan Model Numerik Tiga Dimensi 1* Medi Susyanto, 2 Dadan Hamdani, 3 Idris Mandang 1,2,3 Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Mulawarman,

Lebih terperinci

Angin Meridional. Analisis Spektrum

Angin Meridional. Analisis Spektrum menyebabkan pola dinamika angin seperti itu. Proporsi nilai eigen mempresentasikan seberapa besar pengaruh dinamika angin pada komponen utama angin baik zonal maupun meridional terhadap keseluruhan pergerakan

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman 20-27 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Sebaran Sedimen Dasar Di Muara Sungai Silugonggo Kecamatan Batangan, Kabupaten

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1)

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) DAFTAR NOTASI A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) a c a m1 / 3 a m /k s B : Koefisien-koefisien yang membentuk elemen matrik tridiagonal dan dapat diselesaikan dengan metode eliminasi Gauss : amplitudo

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data komponen pasut dari DISHIDROS

Lampiran 1. Data komponen pasut dari DISHIDROS L A M P I R A N 46 Lampiran 1. Data komponen pasut dari DISHIDROS KOLAKA Posisi 4 3'6.65" 121 34'54.5" waktu GMT + 08.00 Gerakan pasut diramalkan terhadap suatu Muka Surutan yang letaknya 9 dm di bawah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Lokasi penelitian adalah Perairan Timur Laut Jawa, selatan Selat Makassar, dan Laut Flores, meliputi batas-batas area dengan koordinat 2-9 LS dan 110-126

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

STUDI POLA ARUS DI PERAIRAN KHUSUS PERTAMINA PT. ARUN LHOKSEUMAWE - ACEH

STUDI POLA ARUS DI PERAIRAN KHUSUS PERTAMINA PT. ARUN LHOKSEUMAWE - ACEH JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 220-229 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI POLA ARUS DI PERAIRAN KHUSUS PERTAMINA PT. ARUN LHOKSEUMAWE - ACEH Kastiyan

Lebih terperinci

Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau

Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau Wenni Rindarsih, S.Si 1) ; Muh. Ishak Jumarang, M.Si 2) ; Muliadi, M.Si 3) 1,2,3) Jurusan

Lebih terperinci

KONDISI OSEANOGRAFI DI SELAT MATAK KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS MELALUI MODEL HIDRODINAMIKA

KONDISI OSEANOGRAFI DI SELAT MATAK KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS MELALUI MODEL HIDRODINAMIKA KONDISI OSEANOGRAFI DI SELAT MATAK KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS MELALUI MODEL HIDRODINAMIKA Oceanographic Conditions in Matak Strait Anambas Island District through Hydrodynamic Model Oleh : Agung Riyadi*,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Uji Sensitifitas Sensitifitas parameter diuji dengan melakukan pemodelan pada domain C selama rentang waktu 3 hari dan menggunakan 3 titik sampel di pesisir. (Tabel 4.1 dan

Lebih terperinci