KEANEKARAGAMAN PARASITOID PADA TANAMAN KEDELAI DENGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN DI KEBUN PERCOBAAN BALITKABI NGALE, NGAWI IRFAN PASARIBU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEANEKARAGAMAN PARASITOID PADA TANAMAN KEDELAI DENGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN DI KEBUN PERCOBAAN BALITKABI NGALE, NGAWI IRFAN PASARIBU"

Transkripsi

1 KEANEKARAGAMAN PARASITOID PADA TANAMAN KEDELAI DENGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN DI KEBUN PERCOBAAN BALITKABI NGALE, NGAWI IRFAN PASARIBU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman parasitoid pada tanaman kedelai dengan beberapa teknik pengendalian di kebun percobaan BALITKABI Ngale, Ngawi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2016 Irfan Pasaribu NIM A

4 RINGKASAN IRFAN PASARIBU. Keanekaragaman parasitoid pada tanaman kedelai dengan beberapa teknik pengendalian di kebun percobaan BALITKABI Ngale, Ngawi. Dibimbing oleh NINA MARYANA dan PURNAMA HIDAYAT. Hama menjadi kendala dalam mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian, baik dari segi kualitas maupun kuantitas bahkan sampai menggagalkan panen. Apabila populasi hama terlalu tinggi maka penurunan hasil produksi semakin tinggi. Salah satu komoditas pangan di Indonesia yang mengalami penurunan hasil produksi yaitu kedelai. Kebutuhan kedelai di Indonesia semakin meningkat, akan tetapi produksinya mengalami penurunan. Faktor penyebabnya adalah serangan hama pada tanaman kedelai dan berkurangnya jumlah lahan produksi. Hama utama pada tanaman kedelai antara lain lalat bibit (Ophiomya phaseoli), ulat grayak (Spodoptera litura), ulat pemakan polong (Helicoverpa armigera), hama pengisap polong (Riptortus linearis), dan penggerek polong (Etiella zinckenella). Strategi pengendalian hama cukup beragam tergantung bagaimana petani mengaplikasikannya. Diperlukan informasi dasar mengenai keberadaan hama dan musuh alaminya, sehingga aplikasi pengendalian yang dipilih efektif dan efisien. Musuh alami meliputi serangga predator dan serangga parasitoid. Parasitoid merupakan spesies kunci di suatu ekosistem, karena bersifat spesifik terhadap jenis inangnya. Oleh karena itu masih banyak informasi yang diperlukan mengenai keberadaan parasitoid hama pada tanaman kedelai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman serangga parasitoid hama pada tanaman kedelai dengan beberapa teknik pengendalian hama. Selain itu dilihat juga jumlah individu dan jumlah spesies parasitoid di setiap minggunya. Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kedelai Kebun Percobaan BALITKABI Ngale, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Pelaksanaan penelitian dilakukan dari Juni 2014 sampai Juni Penelitian ini dilakukan pada lahan dengan tiga perlakuan. Perlakuan yang diberikan antara lain perlakuan campuran (P-C), perlakuan kimiawi berdasarkan kalender atau berjadwal (P-K) dan perlakuan petani berdasarkan kegiatan monitoring keberadaan hama (P-P). Masing-masing perlakuan dibedakan dari jenis pestisida yang digunakan, jadwal aplikasi dan campuran sistem budidayanya. Lahan yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 70 m x 50 m. masing-masing perlakuan diulang sebanyak lima ulangan. Setiap petak pengamatan (ulangan) berukuran 20 m x 7.5 m. Penentuan ulangan dilakukan secara acak sistematis. Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah hama utama dan parasitoidnya. Metode pengamatan yang dilakukan adalah metode pemeliharaan serangga inang terparasit, dilakukan dengan cara pengambilan serangga inang pada lahan petak pengamatan kemudian dipelihara hingga parasitoidnya keluar. Metode lainnya yaitu, koleksi serangga parasitoid dengan menggunakan jaring serangga. Koleksi serangga menggunakan jaring serangga dilakukan untuk menangkap

5 parasitoid yang terdapat di sekitar lahan pengamatan. Penjaringan dilakukan dengan sepuluh kali ayunan tunggal pada lima titik di dalam petak pengamatan. Serangga parasitoid hasil tangkapan di lapangan disimpan di dalam botol koleksi yang telah diisi alkohol 70%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa serangga parasitoid yang dikoleksi dengan metode pemeliharaan serangga inang (hama kedelai) terparasit sebanyak 16 spesies parasitoid dan satu spesies hyperparasitoid dari 8 famili pada Ordo Hymenoptera, sedangkan serangga parasitoid yang berhasil dikoleksi dengan menggunakan jaring serangga sebanyak 55 spesies parasitoid dari 16 famili Ordo Hymenoptera dan 2 spesies dari 2 famili Ordo Diptera. Spesies serangga parasitoid yang paling banyak ditemukan adalah kelompok Famili Eulophidae. Jumlah individu parasitoid yang paling mendominasi adalah kelompok Aphelinidae. Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener pada semua perlakuan termasuk ke dalam kategori sedang (H = ). Keanekaragaman serangga parasitoid tersebut secara nyata dikarenakan kekayaan dan kemerataan spesies tanaman dan serangga inang juga tidak berbeda nyata. Keanekaragaman parasitoid dipengaruhi oleh tipe lanskap pertanian, yaitu lanskap pertanian dengan struktur yang kompleks. Perlakuan pengendalian yang dilakukan oleh petani setempat dengan mengaplikasikan teknik pemantauan keberadaan hama (monitoring) baik untuk dilanjutkan karena mengurangi intensitas aplikasi pestisida dan akan berdampak terhadap jumlah populasi musuh alami di lahan pertanaman. Penggunaan pestisida secara intensif akan berpengaruh besar terhadap keberadaan musuh alami serangga hama pada lokasi pertanaman. Kata kunci: Hymenoptera, kacang-kacangan, musuh alami, pertanian Indonesia, pestisida

6 SUMMARY IRFAN PASARIBU. The Diversity of parasitoids on soybean fields with different control techniques in experimental field BALITKABI Ngale, Ngawi. Supervised by NINA MARYANA and PURNAMA HIDAYAT. Soybean (Glycine max (L). Merill) is one of the main commodities in Indonesia. The demand of the soybean has been increasing every year, while the production has been decreasing. One of the obstacles in the soybean production is insect pests. The major pests in soybean crops include the bean fly (Ophiomya phaseoli), armyworm (Spodoptera litura), cotton bollworm (Helicoverpa armigera), stink bug (Riptortus linearis), and pod borer (Etiella zinckenella). To overcome with the pest problems, effective control methods must be utilized. Biological control is one of the pest control technique in the integrated pest management (IPM) which is environmentally friendly and economically sound. This technique utilizes insect predators and parasitoids to control insect pest population. The basic information on the biodiversity and abundance of parasitoids in soybean field is essential to support the IPM program. The aimed of this study was to determine the diversity of soybean pest s parasitoids as well as their populations. The field experiment has been conducted from June 2014 to June 2015 at the soybean experimental field of BALITKABI Ngale, Ngawi Regency, East Java Province. Identification of insects was done at the Laboratory of Insect Biosystematics, Department of Plant Protection, Faculty of Agriculture, IPB. There were three different pest control techniques studied in this experiment: 1) combination of several treatments (P-C), 2) chemical based treatment (P-K), and 3) farmer s treatment which based on pest population monitoring (P-P). The size of each treatment plot in this study was 20 m x 7.5 m. Each treatment was repeated five times. Observation on the insect pests and their parasitoids were done from vegetatif to reproductive stages. The data of insect pests were collected through direct collection from the soybean crops, while parasitoids were collected from sweeping using insect net and rearing of parasitized insects. The observations with sweep net were done diagonally at five spots on each observation plot and were carried out ten single swings at each spot. The sweeping of insects during 06:30-09:00 a.m at an interval of 7 days. Parasitoids caught on the field were kept in the collection bottles filled with 70% alcohol and then were identified in the laboratory. The results of this study showed that there were 16 species of parasitoids and 1 species of hyperparasitoid collected from reared insect pests as hosts. There were 55 parasitoid species of Hymenoptera and 2 parasitoid species of Diptera collected from sweeping net. The most dominant parasitoid species was belong to the family Eulophidae (Hymenoptera) while the most abundant individual was belong to the family Aphelinidae. The dominant species was from Eulophidae, named Sympiesis dolichogaster. The index diversity of Shanon-Wiener on all treatments were considered in the medium categories (H = ). The highest richness index of species was the farmer s treatment field which based on the pest population monitoring (P-P).

7 The farmers used pesticide wisely since it has been applied if necessary. This model of insect control is in line with the IPM which is good for environment as well as more economically sound. In contrast, excessive use pesticides on soybean has a major negatif impact on parasitoid population meaning higher pest population. Key words: soybean, hymenoptera, natural enemy, pesticide

8 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9 KEANEKARAGAMAN PARASITOID PADA TANAMAN KEDELAI DENGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN DI KEBUN PERCOBAAN BALITKABI NGALE, NGAWI IRFAN PASARIBU Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Dadang, MSc

11 Judul Tesis: Keanekaragaman parasitoid pada tanaman kedelai dengan beberapa teknik pengendalian di kebun percobaan BALITKABI Ngale, Ngawi Nama : Irfan Pasaribu NIM : A Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Nina Maryana, MSi Ketua 9 Dr Ir Pumama Hidayat, MSc Anggota Diketahui oleh Ketua Pro gram S tudi Entomologi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 3 Februari 2016 TanggalLulus: 2 8 APR 2016

12

13 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah Keanekaragaman parasitoid hama pada tanaman kedelai dengan beberapa teknik pengendalian hama di Kebun Percobaan BALITKABI Ngale, Kabupaten Ngawi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Nina Maryana, MSi dan Dr Ir Purnama Hidayat, MSc selaku komisi pembimbing yang memberi motivasi, bimbingan, masukan dan saran dalam karya ilmiah ini, terimakasih juga kepada Prof Dr Ir Dadang, MSc sebagai dosen luar komisi dan Dr Ir Pudjianto, Msi sebagai ketua Program Studi Entomologi. Selain itu, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Staf Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Ngale yang telah banyak membantu selama penelitian di Kebun Percobaan Ngale, Ngawi, Jawa Timur. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda R. Pasaribu, ibunda R. Ginting, kakanda Pranco Pasaribu, Serry U. Sembiring, adinda Trisaputra Pasaribu, M. Hendra Pasaribu dan Irna M.J. Pasaribu atas segala doa dan dukungannya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Aisyah, Ibu Atiek, anggota Laboratorium Biosistematika serangga Harleni, Ciptadi, Heri, Mbak Hafsah, Mbak Yani, Mbak Dika, Nia, Herni dan teman-teman Entomologi 2013 Ichsan, Ihsan, Aldilla, Laila, Badrus dan teman-teman lain yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyusun karya tulis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, April 2016 Irfan Pasaribu

14 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Kedelai 3 Produksi Kedelai 4 Hama-hama Penting Tanaman Kedelai 4 Serangga Parasitoid 7 Pengendalian Hama 8 METODE Tempat dan Waktu 10 Metode 10 Persiapan Lahan 10 Penanaman 11 Perlakuan 11 Pengamatan 12 Identifikasi 12 Analisis Data 13 HASIL Spesies Hymenoptera Parasitoid yang Dikoleksi Selama Penelitian 14 Jumlah Individu dan Jumlah Spesies Parasitoid yang Dikoleksi pada 17 Masing-masing Perlakuan Keanekaragaman dan Kelimpahan Spesies Hymenoptera Parasitoid 18 PEMBAHASAN 21 SIMPULAN 25 DAFTAR PUSTAKA 26 xii xii xiii

15 DAFTAR TABEL 1 Hama penting dan fase serangannya selama pertumbuhan tanaman kedelai 2 Parasitoid hama penting pada tanaman kedelai 8 3 Perlakuan pengendalian hama 11 4 Parasitoid yang diperoleh dari hasil pemeliharaan pradewasa serangga inang 5 Spesies parasitoid Hymenoptera dan inangnya (koleksi menggunakan jaring serangga) 6 Jumlah individu dan spesies parasitoid pada setiap famili dari Ordo Hymenoptera dan Diptera (koleksi menggunakan jaring serangga) 7 Jumlah dan persentase spesies dan individu famili dari Ordo Hymenoptera (koleksi menggunakan jaring serangga) 8 Karakteristik komunitas pada masing-masing perlakuan 19 9 Nilai rataan jumlah individu pada masing-masing perlakuan setiap minggu pengamatan 10 Nilai rataan jumlah spesies pada masing-masing perlakuan setiap minggu pengamatan DAFTAR GAMBAR 1 Fase pertumbuhan tanaman kedelai 4 2 Skema rancangan percobaan dengan 3 perlakuan 5 ulangan 10 3 Skema lima unit contoh dalam satu petak pengamatan serangga hama 11

16 DAFTAR LAMPIRAN 1 Penggunaan terpal plastik yang berfungsi sebagai border pada saat 30 aplikasi pestisida 2 Metode dengan menggunakan jaring serangga 30 3 Parasitoid Famili Aphelinidae 31 4 Parasitoid Famili Braconidae 31 5 Parasitoid Famili Ceraphronidae 31 6 Parasitoid Famili Chalchididae 32 7 Parasitoid Famili Diapriidae 32 8 Parasitoid Famili Elasmidae 32 9 Parasitoid Famili Encyrtidae Parasitoid Famili Eucoilidae Parasitoid Famili Eulophidae Parasitoid Famili Eurytomidae Parasitoid Famili Icneumonidae Parasitoid Famili Phoridae Parasitoid Famili Mymaridae Parasitoid Famili Platygastridae Parasitoid Famili Pteromalidae Parasitoid Famili Sarcophagidae Parasitoid Famili Scelionidae Parasitoid Famili Trichogrammatidae Pemeliharaan serangga inang terparasit Caloptilia azaleella Anova nilai rataan untuk ulangan, perlakuan dan umur tanaman Jumlah spesies dan individu parasitoid pada masing-masing petak 40 pengamatan 25 Persentase kelimpahan parasitoid Keanekaragaman parasitoid pada masing-masing perlakuan Kemerataan parasitoid pada masing-masing perlakuan Hama-hama penting pada lahan pengamatan Populasi hama utama kedelai berdasarkan metode pengamatan 48 langsung 30 Populasi hama utama tanaman kedelai pada umur 1-10 MST 50

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L) Merill) merupakan salah satu komoditas tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena termasuk ke dalam daftar komoditas pangan. Permintaan kedelai untuk perindustrian dan konsumsi masyarakat terus meningkat, akan tetapi produksi kedelai mengalami penurunan. Salah satu faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman kedelai adalah faktor penghambat dalam budi daya tanaman kedelai yakni hama dan patogen yang menyerang tanaman kedelai. Ada lima strategi penting yang harus dilaksanakan untuk menjamin keberhasilan peningkatan produksi kedelai nasional, yaitu perbaikan harga jual, pemanfaatan potensi lahan, intensifikasi pertanaman, perbaikan proses produksi dan konsistensi program (Subandi 2007). Strategi yang lebih ditekankan adalah bagaimana memanfaatkan potensi lahan yang ada karena Indonesia termasuk negara agraris. Diperlukan pula penekanan pada perbaikan proses produksi dengan beberapa macam strategi budi daya yang menguntungkan dan aman bagi lingkungan. Penerapan aplikasi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) menjadi sorotan penting karena dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan lebih sedikit. PHT lebih menekankan pendekatan kehati-hatian terhadap resiko pestisida bagi kesehatan dan lingkungan hidup terutama musuh alami (Untung 2004). Namun pada praktiknya, masih banyak petani Indonesia yang bergantung pada pestisida sintetik karena beberapa petani merasa aplikasi ini cepat dan tampak hasilnya terhadap pengurangan populasi hama. Pada kenyataannya banyak dampak yang ditimbulkan di antaranya resistensi hama, pencemaran lingkungan dan biaya produksi menjadi lebih tinggi sehingga hasil produksi terkadang tidak seimbang dengan biaya yang dikeluarkan (Purwanta dan Rauf 2000). Penggunaan pestisida juga akan berdampak pada keberadaan musuh alami, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hama merupakan organisme pengganggu yang menimbulkan dampak ekonomi atau kerugian dan menyebabkan kehilangan hasil. Hama menjadi kendala dalam mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian, baik dari segi kualitas maupun kuantitas bahkan sampai menggagalkan panen (Nonci dan Ladja 2006). Apabila populasi hama terlalu tinggi maka produksi akan semakin menurun. Kehadiran hama utama merupakan hal yang paling diantisipasi karena akan menimbulkan kerugian. Keberadaan serangga hama dan tingkat serangannya ditentukan dari pola tanam dan fase tanaman, terkadang pada setiap fase tanaman, hama yang ditemukan berbeda. Hama-hama perusak daun dan penggerek polong pada tanaman kedelai menyebabkan penurunan produksi. Hama utama pada tanaman kedelai antara lain lalat bibit Ophiomya phaseoli (Tryon) (Diptera: Agromyzidae), ulat grayak Spodoptera litura (F) (Lepidoptera: Noctuidae), ulat pemakan polong Helicoverpa armigera (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae), hama pengisap polong Riptortus linearis (F) (Hemiptera: Alydidae), dan penggerek polong Etiella zinckenella Tr. (Lepidoptera: Pyralidae) (Puslitbangtan 2007).

18 2 Beberapa tahun terakhir ini pengendalian terhadap hama juga ditekankan pada keberadaan musuh alami, baik predator maupun parasitoid. Salah satu bentuk pengendalian hayati yang saat ini mulai banyak diteliti, dikembangkan dan diterapkan baik di Indonesia maupun di luar negeri adalah pemanfaatan parasitoid sebagai musuh alami serangga hama. Serangga parasitodi ini kadang perlu diintroduksi ke lahan pertanian untuk mengendalikan serangan hama (Ariedhinata 2006). Oleh karena itu diperlukan informasi mengenai spesies dan jumlah parasitoid yang ada di lahan pertanaman kedelai, sehingga bisa digunakan sebagai informasi penting untuk pengendalian hama-hama kedelai. Informasi jenis dan jumlah parasitoid pada pertanaman kedelai akan menjadi masukan yang baik untuk strategi pengendalian, terutama dalam konsep pengendalian hama terpadu. Informasi keanekaragaman ini akan menjadi dasar dalam merancang bagaimana cara pengendalian yang baik dan waktu yang tepat untuk pengendalian hama utama pertanaman kedelai. Selain itu, informasi dasar tersebut dapat menjadi acuan bagaimana dampak pengendalian dengan menggunakan pestisida terhadap keberadaan parasitoid. Penggunaan pestisida juga akan mempengaruhi keberadaan parasitoid, sehingga diperlukan informasi bagaimana dampak penggunaan pestisida dengan jenis dan jadwal aplikasi yang berbeda terhadap keberadaan parasitoid. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis parasitoid yang ada di lahan pertanaman kedelai dengan beberapa teknik pengendalian hama. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh faktor umur tanaman terhadap jumlah spesies dan jumlah individu parasitoid yang berada di lahan pertanaman.

19 3 TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 tahun SM. Sejalan dengan perkembangan perdagangan internasional, tanaman kedelai juga ikut tersebar ke berbagai negara termasuk Indonesia (Sugeng 2001). Sumarno (1991) menyatakan bahwa awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yakni di Pulau Jawa kemudian berkembang ke beberapa pulau lainnya. Pada awalnya kedelai dikenal dengan nama Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama ilmiah yang diterima dalam penamaan ilmiah kedelai adalah Glycine max (L.) Merill dengan klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida (dikotil) Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus Spesies : Glycine : Glycine max (L.) Merill Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak berbentuk semak dan merupakan tanaman semusim. Morfologinya didukung oleh komponen utama yakni akar, batang, daun, polong dan biji sehingga pertumbuhannya optimal. Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan yakni fase kotiledon pada saat tanaman masih berkecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga. Bentuk daun secara umum bulat oval dan lancip yang dipengaruhi oleh faktor genetik. Umumnya daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya bervariasi. Varietas yang jarang memiliki bulu-bulu halus pada daunnya yaitu Wilis, Dieng, Anjasmoro dan Mahameru. Banyak atau sedikitnya bulu pada daun kedelai berkaitan dengan tingkat toleransi varietas kedelai terhadap serangan jenis hama tertentu. Hama penggerek polong sangat jarang menyerang varietas kedelai yang berbulu lebat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah menghasilkan kedelai berbiji besar mirip kedelai impor. Varietas unggul kedelai berbiji besar tersebut antara lain adalah Anjasmoro, Burangrang, Bromo dan Argomulyo (Balitbangtan 2008). Tanaman kedelai memiliki fase vegetatif dan reproduktif (Gambar 1). Fase vegetatif mulai dari tanaman lepas dari kecambah hingga pada saat muncul kuncup bunga, sedangkan fase reproduktif adalah saat pembentukan bunga hingga pemasakan polong. Sebagian besar jenis kedelai di Indonesia mengalami pembungaan pada umur 5-7 minggu setelah tanam. Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Pada fase ini, tanaman kedelai rentan terhadap serangan hama penggerek atau perusak polong (Marwoto 1999).

20 4 Gambar 1 Fase pertumbuhan tanaman kedelai; VE-VC fase perkecambahan; V1- V3 fase vegetatif; R1-R8 fase reproduktif (sumber: McWilliams et al. 1999) Produksi Kedelai Produksi kedelai pada tahun 2013 sebesar ribu ton biji kering atau mengalami penurunan sebesar ribu ton (7.47%) dibandingkan tahun Penurunan produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa sebesar ribu ton. Sebaliknya, produksi mengalami peningkatan sebesar ribu ton di luar Pulau Jawa. Penurunan produksi kedelai terjadi karena penurunan produktivitas sebesar 0.69 kuintal/hektar (4.65%) dan penurunan luas panen seluas ribu hektar (2.96%). Penurunan produksi kedelai tahun 2013 yang relatif besar terjadi di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan diikuti oleh Sumatera Selatan (BPS 2014). Kebutuhan kedelai di Indonesia lebih besar daripada angka produksi tersebut, sehingga Indonesia harus mengimpor dari negara lain. Hama-hama Penting Tanaman Kedelai Di Indonesia telah diidentifikasi lebih dari 100 jenis hama potensial, 16 jenis di antaranya merupakan hama penting yang dapat menyerang tanaman mulai dari saat tumbuh, tanaman muda, bagian daun, polong muda, dan polong tua. Tanaman kedelai sejak awal tumbuh sampai panen tidak luput dari ancaman serangan hama (Ampnir 2011). Menurut Marwoto dan Indiati (2009), hama penting yang menimbulkan dampak merugikan pada awal masa tanam kedelai adalah lalat bibit Ophiomya phaseoli dan ulat tanah Agrotis sp. (Lepidoptera: Noctuidae). Hama pemakan daun yaitu Spodoptera litura, Chrysodeixis chalcites (Lepidoptera: Noctuidae), Lamprosema indicata (Lepidoptera: Pyralidae), kumbang daun Phaedonia inclusa (Coleoptera: Chrysomelidae), pengisap daun Aphis glycines (Hemiptera: Aphididae) dan Bemisia tabaci (Hemiptera: Aleyrodidae). Hama perusak polong meliputi penggerek polong Helicoverpa sp. dan Etiella spp. Hama pengisap polong meliputi Riptortus linearis, Nezara viridula (Hemiptera: Pentatomidae) dan Piezodorus hybneri (Hemiptera: Pentatomidae). Marwoto (2007) memetakan beberapa hama yang kurang membahayakan sampai yang sangat membahayakan pada berbagai umur kedelai (Tabel 1). Lebih lanjut Marwoto et al. (1999) menjelaskan hama yang biasa ditemukan pada tanaman kedelai muda hingga berumur 2 minggu yaitu lalat bibit, lalat batang, dan

21 Tabel 1 Hama penting dan fase serangannya selama pertumbuhan tanaman kedelai Jenis hama Ophiomya phaseoli Melanagromyza sojae + + Melanagromyza dolichostigma + Agrotis spp Penyerangan tanaman pada berbagai umur (hari) < >70 Longitarsus suturellinus Aphis glycines Bemisia tabaci Phaedonia inclusa Spodoptera litura Chrysodeixis chalcites Lamprosema indicata Helicoverpa sp Etiella sp Riptortus linearis Nezara viridula Piezodorus hybneri kurang membahayakan, ++ membahayakan, +++ sangat membahayakan. Sumber: Marwoto (2007) lalat pucuk. Hama yang ditemukan pada fase vegetatif yaitu kutu daun, kumbang daun, ulat grayak, ulat jengkal, ulat penggulung daun dan ulat pemakan polong. Hama yang ditemukan pada fase generatif yaitu kepik polong, kepik hijau dan penggerek polong kedelai. Hama pada fase vegetatif seperti ulat jengkal ditemukan juga ketika tanaman kedelai berada pada fase generatif namun intensitas serangannya lebih ringan. Lalat bibit (O. phaseoli) dapat dikenali dengan ciri-ciri tubuh kecil berukuran sekitar mm dan berwarna hitam mengkilat. Kerusakan akibat serangan lalat bibit ditandai oleh adanya bintik-bintik putih pada keping biji, daun pertama atau ke-dua. Bintik-bintik tersebut adalah bekas tusukan ovipositor dari lalat bibit betina (Jadmiko et al. 2005). Betina dewasa meletakkan telur sejak tanaman kedelai muncul di atas permukaan tanah. Telur diletakkan secara terpisah dalam lubang pada kotiledon atau pangkal helai daun pertama dan ke-dua. Larva berbentuk ramping panjang maksimal 3.75 mm dan lebar 0.15 mm (Samosir 2012). Larva memakan keping biji dan mengorok daun hingga menuju ke pangkal batang, korokan melengkung berwarna cokelat pada daun pertama dan kotiledon. Pupa terbentuk di bawah epidermis kulit pangkal batang atau pangkal akar. Siklus hidup lalat ini berkisar antara hari. Gerekan larva lalat bibit menyebabkan tanaman menjadi layu dan kering hingga mati karena akarnya tidak dapat berfungsi dengan semestinya (Jadmiko et al. 2005). Serangan Aphis sp. pada tanaman muda menyebabkan pertumbuhan tanaman kerdil. Hama ini juga bertindak sebagai vektor beberapa virus. Hama ini menyerang 5

22 6 tanaman pada fase vegetatif maupun fase generatif. Kutudaun biasa bergerombol di bawah permukaan daun (Samosir 2012). Kutu kebul (B. tabaci) merupakan hama pengisap daun, gejala yang ditimbulkan adalah berupa bercak neurotik akibat rusaknya sel-sel dan jaringan daun (Jadmiko et al. 2005). Hama ini menghasilkan embun madu yang dapat menjadi media tumbuhnya cendawan embun jelaga, sehingga tanaman sering tampak berwarna hitam. Telur berbentuk lonjong dan diletakkan di bawah permukaan daun tepatnya di daun bagian atas (pucuk). Serangga betina lebih suka meletakkan telur di daun yang sudah terserang patogen dibanding daun sehat. Stadium telur sekitar 5.8 hari (Samosir 2012). Nimfa terdiri atas tiga instar, tubuh imago berukuran kecil antara mm berwarna putih dengan sayap jernih ditutupi oleh lilin seperti tepung. Imago biasanya berkelompok pada bagian permukaan bawah daun dan bila tersentuh akan beterbangan. Jadmiko et al. (2005) menjelaskan bahwa keberadaan hama ini sebaiknya diantisipasi dari awal masa tanam. P. inclusa berwarna hitam mengilap dengan bagian kepala dan tepi sayap depan berwarna kecokelatan. Kumbang dewasa aktif pada pagi dan sore hari, sedangkan pada siang hari bersembunyi di celah-celah tanah. Kumbang dewasa memakan daun, pucuk tanaman, bunga dan polong. Bila tanaman tersentuh, kumbang akan menjatuhkan diri dan pura-pura mati. Selain Phaedonia sp. yang menjadi hama kedelai dari kelompok Coleoptera adalah Lema sp. Kumbang ini memakan daun muda atau pucuk daun. Hendrival et al. (2013) menjelaskan bahwa S. litura mulai menyerang pada fase vegetatif hingga pengisian biji. Hama ini aktif makan pada malam hari, meninggalkan epidermis atas dan tulang daun, sehingga daun yang terserang hama ini dari jauh terlihat berwarna putih. Kerusakan daun pada saat pembungaan awal, dapat menyebabkan bunga banyak yang gugur sehingga jumlah polong dan biji yang terbentuk menjadi berkurang. Selain menyerang daun, larva instar akhir juga memakan polong muda dan tulang daun muda, sedangkan pada daun tua, tulangtulang daun akan tersisa. Panjang tubuh ulat bisa mencapai 50 mm, dan pupa terbentuk di dalam tanah. Setelah 9-10 hari, pupa akan berubah menjadi ngengat. C. chalcites menyerang tanaman pada fase larva, hama ini memakan daun dari arah pinggir. Serangan berat pada daun menyebabkan hanya tulang-tulang daun saja yang tersisa dan keadaan ini biasanya terjadi pada fase pengisian polong (Soe 2011). Omiodes sp. (Lepidoptera: Crambidae) membentuk gulungan daun dengan merekatkan daun yang satu dengan yang lainnya dari sisi dalam dengan zat perekat yang dihasilkannya. Larva hama ini hidup di antara daun yang direkatkan dan memakan daun hingga yang tersisa tulang daun saja. Serangan hama ini terlihat dengan adanya daun-daun yang menggulung menjadi satu, bila dibuka akan dijumpai ulat yang berwarna cokelat kehitaman (Soe 2011). Larva instar awal Helicoverpa sp. memakan jaringan daun, sedangkan ulat instar yang lebih tua sering dijumpai makan bunga, polong muda dan biji. Cara khas makan ulat ini adalah kepala dan sebagian tubuhnya masuk ke dalam polong. Selain makan polong, larva instar awal juga memakan daun dan bunga (Baliadi dan Tengkano 2008). Marwoto (2007) menyebutkan bahwa pola investasi hama ini mulai 7 hari setelah tanam (HST) hingga masuk fase pematangan polong. Kelompok serangga kepik mulai menyerang tanaman kedelai pada umur sekitar 35 HST hingga masuk masa panen (Marwoto 2007). Kepik R. linearis

23 mengisap cairan polong dan biji dengan cara menusukkan stilet pada kulit polong dan biji kemudian mengisap cairan biji. Serangan yang terjadi pada fase pertumbuhan polong dan perkembangan biji menyebabkan polong dan biji kempis, kemudian mengering dan polong gugur. Kepik N. viridula dan Piezodorus sp. menjadi hama yang merusak dan mengganggu perkembangan polong kedelai. N. viridula pada pagi hari biasanya berada di permukaan daun bagian atas, tetapi pada siang hari akan turun ke bagian polong untuk makan dan berteduh. Kepik muda dan tua merusak polong dan biji dengan menusukkan stiletnya pada kulit polong hingga ke biji kemudian mengisap cairan biji. Kerusakan oleh kepik hijau ini dapat menyebabkan penurunan hasil dan kualitas biji. Kepik Piezodorus sp. muda dan tua merusak dengan cara menusuk polong dan biji serta mengisap cairan biji pada semua fase pertumbuhan polong dan biji. Kerusakan serangan serangga ini menyebabkan penurunan hasil dan kualitas biji (Molina dan Trumper 2012). Penggerek polong kedelai (Etiella sp.) merupakan salah satu hama utama tanaman kedelai di Indonesia dengan daerah penyebaran yang sangat luas. Tanda serangannya berupa lubang gerek berbentuk bundar pada kulit polong (Baliadi et al. 2008). 7 Serangga Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang memarasit atau hidup dan berkembang dengan menumpang pada serangga lain yang disebut inang. Parasitoid ada yang berkembang di dalam tubuh inang disebut endoparasitoid, dan ada yang berkembang di luar tubuh inang atau ektoparasitoid. Inang yang diparasit dapat berupa telur, larva, nimfa, pupa atau imago serangga hama (Korlina 2011). Dang et al. (2011) menuliskan beberapa parasitoid hama penting pada tanaman kedelai yang berasal dari Ordo Hymenoptera (Tabel 2). Parasitoid pupa yang ditemukan pada S. litura adalah Diadromus collaris (Hym: Ichneumonidae) sedangkan parasitoid larva yang ditemukan adalah Microplitis prodeniae dan Charops bicolor (Tabel 2). M. prodeniae cenderung memarasit larva instar 1 sampai instar 4 sedangkan C. bicolor cenderung menyukai larva instar 4 dan 5. Parasitoid larva L. indicata pada pertanaman kedelai adalah Apanteles sp. dengan tingkat parasitasi hampir mencapai 50% (Dang et al. 2011). Parasitoid dari E. zinckenella adalah famili Braconidae (Dang et al. 2011). Menurut Baliadi et al. (2008), parasitoid Etiella spp. yang berpotensi tinggi adalah Trichogramma bactrae-bactrae Nagaraja dan T. chilonis (Hymenoptera: Trichogrammatidae). Parasitoid penggerek polong adalah Antrocephalus sp. (Hymenoptera: Chalcididae), Temelucha sp., T. etiellae (Hymenoptera: Ichneumonidae), Trathala sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) dan Trichogramma sp. (Tengkano 2009). Parasitod yang memarasit telur R. linearis adalah Anastatus dasyni (Hymenoptera: Eupelmidae) (Hamid 2012). Parasitoid yang ditemukan pada B. tabaci dari Ordo Hymenoptera famili Aphelinidae adalah Encarsia formosa Gahan, E. lutea, Eretmocerus orientalis, E. mundus dan E. hahiemani (MAF 2009; Wagiman et al. 2009). Menurut Tengkano (2009), parasitoid hama daun berasal dari Famili Braconidae, Ichneumonidae, Aphelinidae, Chalcididae, Elasmidae dan Tachinidae

24 8 Braconidae Tabel 2 Parasitoid hama penting pada tanaman kedelai Parasitoid Inang Fase inang yang diparasit Apanteles hanoii Tobias dan Long Omiodes indicata L2-L3 Etiella zinckenella L2-L4 Chelonus munatakae Matsumura O. indicata L2-L4 Helicoverpa assulta L3-L4 Cotesia ruficrus (Haliday) H. armigera L3-L4 Plusia eriosoma L3-L4 Microplitis manilae Ashmead Spodoptera litura L2-L4 Microplitis pallidipes Szepligeti S. litura L2-L4 Microplitis prodeniae Rao dan Kurian S. litura L1-L4 Therophilus javanus (Bhat dan Gupta) Maruca vitrata L2-L3 Therophilus marucae Van Achterberg dan Long M. vitrata L2-L3 Ichneumonidae Charops bicolor (Szepligeti) S. litura L4-L5 Trathala flavoorbitalis (Cameron) M. vitrata L2-L4 O. indicata L2-L4 E. zinckenella L2-L4 Xanthopimpla punctata (Fabricius) O. indicata Pupa Xanthopimpla flavolineata Cameron O. indicata Pupa Scelionidae Telenomus cereus Le Piezodorus hybneri Telur Telenomus subitus Le P. hybneri Telur Chalcididae Brachymeria secundara Fabricus O. indicata Pupa Brachymeria sp. O. indicata Pupa Ket: L2= larva instar 2, L3= larva instar 3, L4= larva instar 4. Sumber: Dang et al. (2011) Pengendalian Hama Hama pemakan daun merupakan kelompok yang paling penting untuk dikendalikan karena dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 80%, bahkan tanaman mengalami puso jika keberadaan hama tidak dikendalikan (Marwoto dan Suharsono 2008). Pengendalian hama menjadi solusi terhadap penurunan hasil pertanian. Pengendalian Hama Terpadu adalah suatu pendekatan atau cara pengendalian hama dan patogen yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan ekosistem yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Teknik pengendalian hama yang banyak dipakai saat ini adalah penggunaan insektisida (Effendi 2009). Oleh karena itu, insektisida sintetik tampaknya masih diperlukan dengan penggunaan yang dibatasi. Strategi pengendalian yang dicari adalah strategi yang mendukung secara kompatibel semua

25 metode pengendalian hama dan patogen yang didasarkan pada prinsip ekologi dan ekonomi (Marwoto 2007). Ada beberapa teknik pengendalian yang dapat digunakan yakni, menanam tanaman jagung sebagai tanaman perangkap, pengendalian hayati menggunakan agens hayati berupa patogen serangga dan musuh alami. Salah satu patogen serangga yang banyak digunakan adalah SlNPV (Spodoptera litura nuclearpolyhedrosis virus). SlNPV merupakan salah satu agens hayati yang telah berhasil dikembangkan sebagai bioinsektisida (Arifin 2012). Prinsip yang diterapkan antara lain, budi daya tanaman sehat, pelestarian musuh alami, pemantauan ekosistem secara terpadu dan petani yang berperan aktif dalam pelaksanaan pengendalian ramah lingkungan. Musuh alami yang terdiri atas parasitoid, predator dan patogen serangga merupakan faktor pengendali hama penting yang perlu dilestarikan dan dikelola, supaya mampu mengatur populasi hama secara maksimum. Dengan demikian ada reaksi sinergis antara tanaman sehat dan musuh alami dalam menekan populasi hama. Petani harus melakukan pemantauan ekosistem pertanaman secara intensif. Hasil pemantauan ini yang akan menjadi dasar pengambilan keputusan untuk pengendalian hama. 9

26 10 METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kedelai Kebun Percobaan BALITKABI Ngale, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan dari Juni 2014 sampai Juni Metode Persiapan Lahan Persiapan lahan dimulai dengan pengolahan tanah. Lahan yang akan digunakan disemprot dengan herbisida berbahan aktif parakuat diklorida 1.5 l/ha. Beberapa hari kemudian, dilakukan pembakaran sisa-sisa jerami kering di atas lahan. Pematang sawah diratakan dan dilakukan pembuatan plot sesuai rancangan yang digunakan. Lahan yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 70 m x 50 m. Lahan dibagi menjadi tiga perlakuan dan masing-masing perlakuan terdiri atas lima ulangan (Gambar 2). Setiap petak pengamatan berukuran 20 m x 7.5 m atau dengan luas 150 m 2. Terdapat lima unit contoh di dalam petak pengamatan yang berukuran 1 x 1 m (Gambar 3). Gambar 2 Skema rancangan percobaan dengan 3 perlakuan 5 ulangan; P-C perlakuan pengendalian campuran, P-K perlakuan pengendalian kimia berbasis kalender dan P-P perlakuan pengendalian kimia berdasarkan pemantauan (monitoring) sesuai cara petani setempat Pada setiap sisi petak pengamatan dibuat aliran air dengan lebar 20 cm dan 80 cm untuk dua baris tanaman. Sebelum dilakukan penanaman, lahan penelitian diberi pengairan yang bertujuan agar tanah tidak terlalu kering dan mudah untuk melakukan penugalan. Pengolahan tanah, pengairan dan penyiangan gulma dilakukan sama pada semua perlakuan.

27 m 20 m Gambar 3 Skema lima unit contoh dalam satu petak pengamatan serangga hama Penanaman Pada penelitian ini digunakan tanaman jagung sebagai tanaman pagar pada perlakuan pengendalian campuran (P-C). Pada perlakuan kimia berbasis kalender (P-K) dan perlakuan kimia berdasarkan pemantauan (monitoring) hama seperti yang dilakukan petani setempat (P-P) tetap menggunakan tanaman kedelai sebagai tanaman pagar. Benih tanaman pagar ditanam 1 hari lebih awal dari benih kedelai yang di tanam di petak utama. Perendaman benih (seed treatment) kedelai dilakukan dengan menggunakan PGPR untuk perlakuan P-C dan pada perlakuan P-K dan P-P benih dicampurkan dengan pestisida berbahan aktif karbosulfan 50 g/kg benih. Benih kedelai yang akan ditanaman pada petak perlakuan P-C direndam dalam larutan PGPR selama menit dengan mencampurkan 50 g PGPR + 5 liter air bersih, kemudian benih siap ditanam. Benih dimasukkan ke dalam lubang tanam yang dibuat memakai tugal dengan kedalaman antara 3-5 cm. Setiap lubang tanam diletakkan sebanyak 3-4 biji. Jarak tanam tanaman kedelai pada petak pengamatan adalah 15 cm x 30 cm. Perlakuan Penelitian ini dilakukan pada lahan dengan tiga perlakuan teknik pengendalian hama berdasarkan aplikasi pestisida. Perlakuan yang diberikan yakni lahan dengan perlakuan campuran (P-C), perlakuan kimia berbasis kalender (P-K) dan perlakuan kimia berdasarkan monitoring seperti cara petani setempat (P-P) (Tabel 3). Pada perlakuan campuran (P-C), pengendalian hama yang digunakan adalah menggunakan pestisida nabati dan sintetik. Pada perlakuan ini sistem budi daya yang digunakan juga dilakukan perendaman benih dengan menggunakan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobakteria), penanaman tanaman pagar (jagung), pemantauan populasi hama, pengendalian menggunakan pestisida botani (Mimba), SlNPV dan juga menggunakan pestisida sintetik. Perlakuan lainnya menggunakan pestisida berbahan aktif karbosulfan 25 g/kg benih untuk perlakuan benih. Perbedaan antara ketiga perlakuan ada pada jadwal aplikasi pestisida, jenis pestisida yang digunakan dan sistem budi daya tanaman (Tabel 3). Penyiangan gulma dan pengairan dilakukan bersamaan untuk semua petak pengamatan, begitu pula untuk pemupukan menggunakan pupuk yang sama dan diberikan pada waktu yang sama. Sistem pengendalian hama yang dilakukan oleh petani setempat dicatat sebagai acuan untuk diaplikasikan pada lahan perlakuan petani. Pada saat aplikasi pestisida, dilakukan border pada setiap petak ulangan menggunakan terpal plastik sebagai pembatas, hal ini bertujuan untuk mengurangi kontaminasi semprotan masuk ke petak lainnya (Lampiran 1).

28 12 Perlakuan Herbisida Perlakuan benih Tanaman pagar Jadwal aplikasi insektisida Penyemprotan insektisida sintetis secara bersamaan Tabel 3 Perlakuan pengendalian hama Perlakuan campuran (P-C) Parakuat diklorida 1.5 l/ha PGPR 50 g + 5 l air bersih Tanaman jagung Setiap satu minggu satu kali a Pada umur tanaman 7 MST d, 8 MST d dan 9 MST e Perlakuan insektisida sintetis berbasis kalender (P-K) Parakuat diklorida 1.5 l/ha Karbosulfan 25 g/ kg benih Tanaman kedelai Setiap dua minggu satu kali b Pada umur tanaman 7 MST d, 8 MST d dan 9 MST e Perlakuan insektisida sintetis berbasis monitoring / petani (P-P) Parakuat diklorida 1.5 l/ha Karbosulfan 25 g/ kg benih Tanaman kedelai Tidak dijadwalkan, tergantung kebutuhan c Pada umur tanaman 7 MST d, 8 MST d dan 9 MST e a Penyemprotan dengan menggunakan 5 ml/l ekstrak mimba g/ha SlNPV dengan VS (volume semprot) 4.5 l/petak; b Penyemprotan dengan menggunakan fipronil pada dosis 1.5 l/ha dengan VS: 4.5 l/petak; c Penyemprotan dengan menggunakan klorfluazuron pada dosis 1.5 l/ha dengan VS: 4.5 l/petak; d Penyemprotan dengan menggunakan imidakloprid pada dosis 1 l/ha; e Penyemprotan dengan menggunakan deltametrin pada dosis 1 l/ha + fipronil pada dosis 1.5 l/ha. Aplikasi penyemprotan pestisida pada perlakuan P-C dan P-K dimulai pada saat tanaman berumur 2 MST, sedangkan pada perlakuan P-P pada umur 3 MST. Penyemprotan selanjutnya dilakukan sesuai jadwal, untuk perlakuan P-C dilakukan setiap satu minggu dan perlakuan P-K setiap dua minggu. Penyemprotan pada perlakuan P-P disesuaikan dengan keberadaan hama pada petak pengamatan (monitoring). Jadwal aplikasi pestisida untuk ketiga perlakuan berbeda, akan tetapi ada beberapa hari jadwal aplikasi dilakukan secara bersama (Tabel 3). Pengamatan Pengamatan parasitoid dilakukan dengan metode pemeliharaan inang yang diduga terparasit dan dengan menggunakan jaring serangga. Inang berupa hama utama yang diduga terparasit pada petak pengamatan kemudian dipelihara untuk dilihat jenis parasitoidnya dan dihitung jumlah parasitoid yang keluar. Parasitoid yang keluar dari inangnya disimpan di dalam botol spesimen untuk diidentifikasi di laboratorium. Penjaringan dilakukan secara diagonal di lima petak unit contoh di dalam setiap petak ulangan dan dilakukan sepuluh kali ayunan tunggal pada masingmasing petak unit contoh (Lampiran 2). Penjaringan dilakukan pada setiap ulangan. Pengamatan dilakukan dalam satu musim tanam dan penghitungan jumlah populasi serangga dilakukan dengan interval 7 hari atau 1 minggu, dimulai pada saat 1 hingga 10 MST. Serangga parasitoid hasil tangkapan menggunakan jaring serangga disimpan di dalam botol spesimen yang berisi alkohol 70%. Identifikasi Serangga parasitoid hasil koleksi dari lapangan diidentifikasi di laboratorium. Identifikasi dilakukan sampai tingkat spesies. Identifikasi dilakukan dengan

29 menggunakan beberapa acuan yaitu Kalshoven (1981), Borror et al. (1992), Goulet dan Huber (1993), dan Gate et al. (2002). 13 Analisis Data Data hasil identifikasi digabungkan pada satu tabel dengan program Ms. Excel. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Data diuji dengan uji Anova dan uji Duncan sebagai uji lanjut. Perbedaan yang dilihat adalah jumlah spesies dan jumlah individu parasitoid yang diperoleh selama pengamatan. Keanekaragaman jenis dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (1949), H = Σ Pi ln Pi Pi = S / N S = Jumlah individu spesies ke-i N = Jumlah semua individu Kemerataan spesies dihitung dengan menggunakan rumus indeks kemerataan (Pielou 1966), e = H / ln S H = indeks keanekaragaman Shanon Wiener S = jumlah spesies Kekayaan jenis spesies digunakan rumus indeks Margalef (Margalef 1958), R = (S 1) / ln N S = jumlah spesies N = jumlah semua individu

30 14 HASIL Spesies Hymenoptera Parasitoid yang Dikoleksi Selama Penelitian Serangga parasitoid hama kedelai yang berhasil diperoleh dari penelitian ini lebih dari 50 spesies (Lampiran 3 - Lampiran20). Hasil koleksi parasitoid dengan menggunakan jaring serangga lebih banyak daripada pemeliharaan serangga inang yang diduga terparasit. Parasitoid yang keluar dari tubuh serangga inang dari metode pemeliharaan ada sebanyak 17 spesies dan salah satunya merupakan hyperparasitoid (Tabel 4). Parasitoid yang diperoleh dengan menggunakan jaring serangga berjumlah 55 spesies dari 16 famili Ordo Hymenoptera dan dua spesies dari dua famili Ordo Diptera (Tabel 5). Pemeliharaan dilakukan di dalam cawan petri dan diamati dengan menggunakan mikroskop stereo untuk melihat parasitoid yang berhasil keluar dari tubuh inang (Lampiran 21). Famili parasitoid paling dominan adalah Eulophidae. Parasitoid yang sering didapatkan adalah Sympiesis dolichogaster Ashmead yang memarasit fase larva Caloptilia azaleella (Brants) (Lampiran 22). Tabel 4 Parasitoid yang diperoleh dari hasil pemeliharaan pradewasa serangga inang Parasitoid Serangga inang Famili Genus/ spesies Genus/ spesies Braconidae Apanteles sp. Spodoptera litura (F) Apanteles taragamae Viereck Baeognatha javana Bhat dan Gupta Bracon sp. Microplitis manilae Ashmead Maruca vitrata (Geyer) Etiella zinckenella (Treitschke) S. litura S. litura Ceraphronidae Ceraphron sp. Lamprosema indicata F. Chalcididae Brachymeria excarinata (Gahan) S. litura Elasmidae Elasmus bellicaput Girault L. indicata Elasmus sp. L. indicata Encyrtidae Copidosoma floridinum (Ashmead) Chrysodeixis chalcites (Esper) Eulophidae Chrysocharis sp. S. litura Eulophus sp. Pnigalio sp. Stenomesius sp. Sympiesis dolichogaster Ashmead L. indicata S. litura Caloptilia azaleella (Brants) C. azaleella Pteromalidae Pteromalus sp. C. azaleella Hyperparasitoid Serangga inang Eurytomidae Eurytoma sp. Braconidae yang memarasit S. litura

31 Tabel 5 Spesies parasitoid Hymenoptera dan inangnya (koleksi menggunakan jaring serangga) Parasitoid Serangga inang a Famili Genus/ spesies Genus/ spesies Ordo: Famili HYMENOPTERA Aphelinidae Aphytis sp. Aphis sp. Hem: Aphididae Encarsia formosa Gahan Bemisia tabaci (Genn) Hem: Aleyrodidae Encarsia sp. B. tabaci Hem: Aleyrodidae Braconidae Apanteles flavipes Plathypena scabra Lep: Noctuidae Ceraphronidae Apanteles taragamae Maruca vitrata Lep: Crambidae Viereck Apanteles xantostigma S. litura Lep: Noctuidae Baeognatha javana Bhat Etiella zinckenella Lep: Pyralidae dan Gupta Bracon sp. S. litura Lep: Noctuidae Lysiphlebus testaceipes Aphis sp. Hem: Aphididae Microplitis manilae S. litura Lep: Noctuidae Aphanogmus fijiensis Lep: Pyralidae (Ferriere) Ceraphron sp. Lamprosema indicata Lep: Pyralidae Chalcididae Brachymeria carinata S. litura Lep: Noctuidae (Gahan) Diapriidae Trichopria sp. Diptera Polypeza sp. Elasmidae Elasmus bellicaput L. indicata Lep: Pyralidae Encyrtidae Copidosoma agrotis Agrotis ipsilon Lep: Noctuidae Eucoilidae Copidosoma floridinum (Ashmed) Copidosoma sp. Chrysodeixis chalcites Lep: Noctuidae (Esper) S. litura Lep: Noctuidae Lepidoptera Ooencyrtus erionotae Riptortus linearis L. Hem: Alydidae Piezodorus hybneri (Gmelin) Nezara viridula L. Hem: Pentatomidae Hem: Pentatomidae Gronotoma micromorpha Liriomyza huidobrensis Dip: Agromyzidae (Perkins) Gronotoma sp. L. huidobrensis Dip: Agromyzidae Kleidotoma sp. Leptopilina sp. Eulophidae Baryscapus sp. Lepidoptera Chrysocharis sp. L. huidobrensis Dip: Agromyzidae Lep: Gracillariidae Cirrospilus sp. Caloptilia sp. Lep: Gracillariidae Eulophus sp. Caloptilia sp. Lep: Gracillariidae S. litura Lep: Noctuidae Neochrysocharis formosa L. huidobrensis Dip: Agromyzidae a Penetapan inang berdasarkan literatur; Dip (Diptera); Hem (Hemiptera); Lep (Lepidoptera) 15

32 16 Tabel 5 Spesies parasitoid Hymenoptera dan inangnya (koleksi menggunakan jaring serangga) (lanjutan) Parasitoid Serangga inang a Famili Genus/ spesies Genus/ spesies Ordo: Famili Pnigalio sp. Caloptilia sp. Lep: Gracillariidae Lepidoptera Stenomesius sp. Caloptilia sp. Lep: Gracillariidae Liriomyza huidobrensis Dip: Agromyzidae Tetrastichus sp. L. indicata Lep: Pyralidae Eurytomidae Eurytoma dentata Diptera Eurytoma rosae Eurytoma sp. Diptera Diptera Ichneumonidae Charops brachypterum Spodoptera litura (F) Lep: Noctuidae Gupta dan Maheswaray Mymaridae Anagrus atomus Empoasca sp. Hem: Cicadellidae Gonatocerus sp. Empoasca sp. Hem: Cicadellidae Mymar sp. Empoasca sp. Hem: Cicadellidae Platygastridae Allotropa sp. Bemisia tabaci (Genn) Hem: Aleyrodidae Pteromalidae Pteromalus sp. Lep: Pieridae Trichomalopsis Chrysodeixis chalcites Lep: Noctuidae apanteloctena (Esper) Scelionidae Ceratobaeus sp. Laba-laba Arachnida Gryon sp. Riptortus linearis L. Hem: Alydidae Piezodorus hybneri (Gmelin) Nezara viridula L. Hem: Pentatomidae Hem: Pentatomidae Telenomus basalis (Gahan) N. viridula L. Hem: Pentatomidae Telenomus remus Nixon S. litura (F) Lep: Noctuidae Telenomus sp. R. linearis L. Hem: Alydidae P. hybneri (Gmelin) Hem: Pentatomidae N. viridula L. Hem: Pentatomidae Trissolcus brochymenae N. viridula L. Hem: Pentatomidae Trissolcus sp. N. viridula L. Hem: Pentatomidae Trichogrammatidae Oligosita naias Nilaparvata lugens Hem: Delpachidae Oligosita sp. N. lugens Hem: Delpachidae Trichogramma platneri Lepidoptera Trichogramma chilonis Trichogrammatoidea sp. Helicoverpa armigera Hubner DIPTERA Lepidoptera Lepidoptera Phoridae Megaselia scalaris Lepidoptera Sarcophagidae Boettcheria bisetosa Lepidoptera a Penetapan inang berdasarkan literatur; Dip (Diptera); Hem (Hemiptera); Lep (Lepidoptera)

33 17 Jumlah Individu dan Jumlah Spesies Parasitoid yang Dikoleksi pada Masing-masing Perlakuan Jumlah keseluruhan parasitoid yang diperoleh menggunakan jaring serangga adalah 1177 individu, terdiri atas Diptera dan Hymenoptera. Ordo Diptera terdiri atas famili Sarcophaghidae dan Phoridae dengan masing-masing satu spesies dan Hymenoptera meliputi 16 famili dan 55 spesies. Kelompok parasitoid yang paling dominan adalah Famili Aphelinidae (468 individu), Mymaridae (260 individu) dan Eulophidae (140 individu) (Tabel 6). Dari hasil penelitian ini juga dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan jumlah spesies maupun jumlah individu pada masingmasing perlakuan. Akan tetapi, hasil analisis uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan yang diujikan tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan nilai P lebih besar dari 0.05 (Lampiran 23). Jumlah spesies maupun jumlah individu pada perlakuan P-P lebih tinggi daripada dua perlakuan lainnya, walaupun selisih jumlah spesies antara ketiga perlakuan hanya beberapa spesies. Jumlah spesies yang ditemukan pada perlakuan P-C adalah 36 spesies, P-K 40 spesies dan P-P 43 spesies (Tabel 6). Jumlah individu untuk semua spesies pada masing-masing perlakuan memiliki selisih yang cukup besar, jumlah terendah yakni 344 individu pada perlakuan P-C dan jumlah tertinggi adalah 479 individu pada perlakuan P-P (Lampiran 24). Tabel 6 Jumlah individu dan spesies parasitoid pada setiap famili dari Ordo Hymenoptera dan Diptera (koleksi menggunakan jaring serangga) P-C a P-K b P-P c Famili Jumlah spesies Jumlah individu Jumlah spesies Jumlah individu Jumlah spesies Jumlah individu Aphelinidae Braconidae Ceraphronidae Chalcididae Diapriidae Elasmidae Encyrtidae Eucoilidae Eulophidae Eurytomidae Ichneumonidae Mymaridae Platygastridae Pteromalidae Scelionidae Trichogrammatidae Phoridae Sarcophagidae Total a Pengendalian hama gabungan beberapa cara (campuran); b Pengendalian hama kimiawi berbasis kalender; c Pengendalian hama cara petani berbasis monitoring. Eulophidae memiliki persentase spesies paling tinggi dari beberapa famili lainnya (16.36%) (Tabel 7). Persentase jumlah individu paling tinggi adalah Famili

34 18 Tabel 7 Jumlah dan persentase spesies dan individu famili dari Ordo Hymenoptera (koleksi menggunakan jaring serangga) Famili Spesies Individu Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Aphelinidae Braconidae Ceraphronidae Chalcididae Diapriidae Elasmidae Encyrtidae Eucoilidae Eulophidae Eurytomidae Ichneumonidae Mymaridae Platygastridae Pteromalidae Scelionidae Trichogrammatidae Aphelinidae (39.90%) (Lampiran 25). Persentase terendah untuk kedua variabel adalah famili Ichneumonidae dan Elasmidae. Berdasarkan analisis statistika dari nilai rataannya, nilai P untuk ulangan dan perlakuan lebih besar dari 0.05 (0.10 dan 0.25) (Lampiran 23). Nilai P untuk umur tanaman lebih kecil dari 0.05 (<0.0001), sehingga dapat disimpulkan bahwa umur tanaman memberikan pengaruh nyata pada keberadaan parasitoid. Akan tetapi, perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada keberadaan parasitoid. Keanekaragaman dan Kelimpahan Spesies Hymenoptera Parasitoid Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener tertinggi terdapat pada perlakuan kimia berbasis kalender (P-K) (2.75) (Tabel 8). Akan tetapi nilai indeks kemerataan individu yang paling tinggi dari ketiga perlakuan ini terdapat pada perlakuan campuran (P-C) (0.75). Perlakuan yang memiliki kekayaan jenis yang tinggi adalah perlakuan cara petani berbasis monitoring (P-P) (11.23). Nilai indeks yang diperoleh menjadi acuan untuk menjelaskan karakteristik komunitas pada masingmasing perlakuan. Nilai rataan jumlah spesies dan individu paling tinggi terdapat pada minggu ke-delapan (Tabel 9 dan 10). Pada umur 6-7 MST keberadaan hama tanaman kedelai meningkat dari segi jumlah individu dan spesiesnya, sehingga terjadi peningkatan pada jumlah individu maupun jumlah spesies parasitoid (Lampiran 26 dan 27). Nilai rata-rata antara perlakuan campuran (P-C) dan perlakuan berdasarkan monitoring seperti yang dilakukan oleh petani (P-P) berbeda nyata, ditandai dengan

35 19 Tabel 8 Karakteristik komunitas pada masing-masing perlakuan Karakteristik komunitas P-C a P-K b P-P c Persentase kelimpahan Kelimpahan Jumlah spesies Indeks Shanon- Wiener (H ) Indeks kemerataan jenis (E) Indeks kekayaan jenis (R) a Pengendalian hama gabungan beberapa cara (campuran); b Pengendalian hama kimiawi berbasis kalender; c Pengendalian hama cara petani berbasis monitoring. notasi (huruf di belakang angka) yang berbeda, sementara untuk P-K sama dengan kedua perlakuan lainnya (Tabel 10). Tabel 9 Nilai rataan jumlah individu pada masing-masing perlakuan setiap minggu pengamatan Peubah Minggu P-C b P-K c P-P d Jumlah individu ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 8.30 Rataan a 9.10 ± 10.35a 7.80 ± 9.70a ± 20.94a a Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%; b Pengendalian hama gabungan beberapa cara (campuran); c Pengendalian hama kimiawi berbasis kalender; d Pengendalian hama cara petani berbasis monitoring. Kondisi habitat masing-masing perlakuan relatif sama atau homogen, karena berada dalam satu kawasan yang sama. Hal ini diharapkan agar faktor eksternal tidak banyak memberi pengaruh terhadap keberadaan parasitoid yang ada pada setiap perlakuan. Salah satu faktor tersebut adalah tanaman lain selain yang digunakan sebagai tanaman dalam perlakuan. Faktor yang menjadi pembeda pada masing-masing perlakuan adalah teknik pengendalian hama (aplikasi pestisida) dan sistem budi daya pada petak perlakuan. Keanekaragaman habitat dan struktur lanskap berpengaruh terhadap keberadaan serangga inang utama maupun inang alternatif bagi serangga prasitoid. Secara tidak langsung hal ini akan berpengaruh terhadap kelimpahan, keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan jenis Hymenoptera parasitoid. Kondisi lahan pertanaman di sekitar lahan penelitian adalah tanaman kedelai dan tanaman padi.

36 20 Tabel 10 Nilai rataan jumlah spesies pada masing-masing perlakuan setiap minggu pegamatan Peubah Minggu P-C b P-K c P-P d Jumlah spesies ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 1.30 Rataan a 2.54 ± 2.09b 3.18 ± 2.52ab 3.36 ± 2.80a a Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%; b Pengendalian hama gabungan beberapa cara (campuran); c Pengendalian hama kimiawi berbasis kalender; d Pengendalian hama cara petani berbasis monitoring. Sebagai tambahan data hasil pengamatan, dihitung pula jumlah populasi hama utama tanaman kedelai pada lokasi penelitian. Terdapat 15 hama utama yang menjadi objek pengamatan langsung dalam penelitian ini (Lampiran 28). Pengamatan serangga hama dilakukan pada petak unit contoh yang berukuran satu meter persegi, dan terdapat lima petak unit contoh dalam setiap petak ulangan. Karena secara tidak langsung, keberadaan serangga hama akan mempengaruhi keberadaan dari serangga parasitoid.

37 21 PEMBAHASAN Serangga parasitoid yang diperoleh dengan cara pemeliharaan berjumlah 17 spesies dari 8 spesies inang, sedangkan dengan menggunakan jaring serangga adalah 55 spesies. Sedikitnya serangga parasitoid yang diperoleh dari pemeliharaan inang dikarenakan banyaknya serangga inang (hama) yang mati sebelum parasitoid keluar dari tubuh inang. Aplikasi pestisida sintetik yang berlebihan akan mempengaruhi kualitas dari serangga inang parasitoid, secara tidak langsung aplikasi ini mempengaruhi kelangsungan hidup parasitoid. Nugraha (2013) menyatakan bahwa kualitas nutrisi herbivora (hama) dipengaruhi kualitas nutrisi tanaman, sedangkan tingkat parasitisasi dipengaruhi juga oleh kualitas inangnya (hama). Hasil penelitian Sznajder dan Harvey (2003) menunjukkan bahwa kualitas nutrisi tanaman inang yang dimakan herbivora mempengaruhi performa parasitoid. Jadi secara tidak langsung tingkat parasitisasi dipengaruhi oleh kondisi tanaman sebagai sumber nutrisi bagi serangga hama yang menjadi inang parasitoid. Oleh karena itu, pada saat pemeliharaan serangga terparasit banyak serangga parasitoid yang gagal keluar dari tubuh inangnya, karena serangga inang mati sebelum tahapan perkembangan parasitoid selesai. Soler et al. (2005) mengemukakan bahwa perubahan kualitas pada tanaman inang akan berpengaruh terhadap perkembangan herbivora (serangga hama) dan secara tidak langsung akan mempengaruhi keberadaan parasitoid maupun hyperparasitoid. Insektisida yang umum digunakan oleh petani untuk mengendalikan hama kedelai adalah monokrotofos, isosakthion, klorpirifos dan klorfluazuron (Djuwarso dan Harnoto 1998). Salah satu pestisida yang digunakan dalam penelitian ini adalah klorfluazuron yang diaplikasikan pada petak perlakuan petani berbasis monitoring. Pestisida jenis ini merupakan kelompok pestisida racun penghambat metamorfosis. Pradewasa serangga hama yang terkontaminasi oleh pestisida ini tidak dapat melanjutkan fase perkembangannya karena metabolisme di dalam tubuh terhambat. Resmiati (2002) menyatakan bahwa jenis insektisida fipronil, betasiflutrin dan alfametrin berdampak negatif dan mempengaruhi keberadaan musuh alami dari hama kedelai (Ooencyrtus sp.), sedangkan insektisida klorfluazuron dampaknya sangat kecil. Fipronil juga digunakan sebagai salah satu pestisida yang diaplikasikan pada petak perlakuan, terutama pada petak perlakuan P-K. Insektisida ini bersifat racun saraf, masuk ke dalam cairan tubuh serangga dan beredar di seluruh tubuh. Pradewasa parasitoid yang hidup di dalam tubuh serangga yang sudah terkontaminasi pestisida ini juga secara tidak langsung akan terkontaminasi. Parasitoid memanfaatkan cairan tubuh inang sebagai sumber nutrisi utama sehingga secara tidak langsung kandungan pestisida yang ada pada cairan tubuh serangga inang akan dikonsumsi oleh parasitoid. Pengamatan dilakukan setiap minggu, dimulai dari umur tanaman 1 MST hingga 10 MST. Terdapat perbedaan keanekaragaman spesies dan jumlah individu pada setiap minggu pengamatan. Perkembangan tanaman mempengaruhi keberadaan hama, hal ini dikarenakan ketersediaan inang sebagai sumber nutrisi hama. Interaksi yang terjadi antara tanaman dan serangga merupakan hal yang cukup kompleks. Semakin banyak spesies hama yang ada pada suatu pertanaman, maka semakin bertambah pula jenis parasitoid di lahan tersebut. Pencarian inang

38 22 oleh parasitoid dipengaruhi oleh adanya senyawa volatil tertentu yang dikeluarkan tanaman inang, sehingga setiap fase perkembangan tanaman akan berpengaruh terhadap keberadaan inang. Perkembangan tanaman mempengaruhi keberadaan serangga herbivora, aktivitas makan serangga herbivora pada tanaman menyebabkan terbentuknya senyawa volatil yang menarik musuh alami untuk datang ke tanaman tersebut. Reese (1979) mengemukakan bahwa parasitoid memanfaatkan senyawa kimia yang dikeluarkan oleh tanaman untuk menemukan habitatnya. Pada perlakuan campuran, pestisida yang digunakan adalah ekstrak mimba. Ekstrak mimba (Azadirachta indica) merupakan insektisida nabati yang bahan aktifnya adalah azadirachtin yang berfungsi sebagai repelen atau penolak makan (Mardiningsih et al. 2011). Pestisida ekstrak mimba ini tidak membunuh hama secara cepat, akan tetapi berpengaruh terhadap daya makan dan pertumbuhan (Kardinan 2000). Menurut Grainge dan Ahmed (1988), mimba bersifat sebagai anti serangga kutudaun (Aphis gossypii). Penyemprotan ekstrak mimba berpengaruh positif terhadap keberadaan hama akan tetapi berpengaruh negatif pada keberadaan musuh alami serangga hama (Sunarto dan Nurindah 2009). Aplikasi pestisida dilakukan dengan cara penyemprotan. Jumlah individu dan spesies terbanyak terdapat pada perlakuan P-P. jenis parasitoid yang banyak ditemukan adalah parasitoid larva. Persentase jumlah individu pada perlakuan P-P adalah 40.7% dari total individu yang ditemukan. Jumlah spesies yang berhasil dikoleksi dari petak perlakuan ini sebanyak 43 spesies dari 55 spesies parasitoid yang dikumpulkan. Lohaus et al. (2013) menyatakan bahwa intensifikasi atau semakin seringnya aplikasi pestisida sintetik dapat menyebabkan degradasi habitat dan berkurangnya keanekaragaman jenis. Nugraha (2013) juga menjelaskan bahwa perbedaan budi daya tanaman atau perlakuan intensifikasi pestisida menyebabkan perbedaan keanekaragaman jenis hama maupun musuh alaminya (parasitoid). Akan tetapi keanekaragaman jenis parasitoid pada masing-masing perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata walaupun terdapat perbedaan pada nilai rataannya karena nilai P lebih besar dari 0.05 (P = 0.25). Hal ini sedikit berbeda dengan yang dijelaskan oleh Bengtsson et al. (2005) yakni keanekaragaman arthropoda secara nyata lebih rendah pada sistem pertanaman konvensional. Pestisida kimiawi (sintetik) dan pestisida nabati pada dasarnya tidak digunakan untuk membunuh serangga yang berperan sebagai musuh alami hama. Akan tetapi dampak yang ditimbulkan secara tidak langsung berpengaruh terhadap musuh alami. Pestisida sintetik sifatnya lebih beracun terhadap parasitoid karena spektrumnya lebih luas, sementara pestisida nabati spektrumnya lebih sempit sehingga relatif lebih aman digunakan. Sastrosiswojo et al. (2003), melaporkan bahwa penggunaan pestisida sintetik berupa klorfluazuron, deltamethrin dan fipronil berpengaruh terhadap keberadaan parasitoid, akan tetapi penggunaan pestisida nabati (ekstrak mimba dan NPV) lebih baik dan tidak terlalu berpengaruh terhadap keberadaan dan perkembangan parasitoid. Bila dilihat dari grafik populasi hama (Lampiran 30) rata-rata populasi hama paling rendah terdapat pada petak P-C dan yang paling banyak terdapat pada petak P-K. Akan tetapi bila dilihat dari jumlah spesies dan jumlah individu parasitoid, jumlah terbanyak terdapat pada petak perlakuan P-P. Hal ini dimungkinkan karena intesitas penyemprotan pada petak perlakuan P-P lebih sedikit dari pada dua petak perlakuan lainnya, karena penyemprotan dilakukan berdasarkan monitoring

39 keberadaan hama. Pada petak perlakuan P-P ini jenis pestisida yang digunakan adalah klorfluazuron, pestisida ini merupakan kelompok racun menghambat metabolisme. Berdasarkan sifatnya ini, dimungkinkan serangga parasitoid masih mampu berkembang di dalam tubuh inangnya. Jumlah spesies dan individu parasitoid yang paling rendah terdapat pada petak perlakuan P-C. Hal ini dimungkinkan karena keberadaan hama paling sedikit terdapat pada petak perlakuan P-C. Keberadaan serangga hama sebagai inang parasitoid mempengaruhi jumlah parasitoid. Selain itu, hal ini dimungkinkan karena aplikasi pestisida yang dijadwalkan lebih intensif, sehingga pradewasa serangga hama kurang tertarik untuk mengonsumsi tanaman yang sudah terkontaminasi oleh pestisida nabati (ekstrak mimba) yang bersifat sebagai penolak makan. Apabila kekurangan nutrisi, serangga hama akan mati sebelum parasitoid menyelesaikan siklus hidupnya di dalam tubuh serangga inang. Jumlah spesies paling banyak terdapat pada Famili Eulophidae (9 spesies), diikuti oleh famili Braconidae, Encyrtidae dan Scelionidae. Shepard dan Barrion (1998) melaporkan bahwa parasitoid hama kedelai yang ada di Indonesia mayoritas dari famili Braconidae. Dang et al. (2011) melaporkan bahwa parasitoid hama kedelai di Vietnam juga banyak berasal dari Famili Braconidae. Jumlah individu yang mendominasi berasal dari Famili Aphelinidae (39.90%), kemudian Famili Mymaridae (22.17 %). Spesies yang ditemukan dari famili Aphelinidae relatif tidak beragam, namun dari segi jumlah individu, memiliki jumlah individu yang jauh lebih banyak daripada kelompok famili lain. Banyaknya jumlah individu dari famili ini dimungkinkan karena keberadaan inang dari parasitoid ini cukup banyak, terlihat dari grafik jumlah populasi hama (Lampiran 30) bahwa populasi kutukutuan lebih mendominasi di petak pengamatan. Beberapa spesies yang ditemukan pada penelitian ini memiliki kemiripan morfologi dengan kunci identifikasi spesies dari jenis parasitoid yang didapatkan oleh Shepard dan Barrion (1998). Apabila dilihat secara lebih luas, lahan penelitian berdekatan dengan lahan pertanaman padi. Hal ini memungkinkan parasitoid yang berasal dari hama padi juga terdapat di lahan penelitian. Yaherwandi dan Syam (2007) melaporkan bahwa parasitoid dari Famili Diapriidae, Eulophidae, Mymaridae, Scelionidae dan Trichogrammatidae merupakan famili yang dominan pada pertanaman padi. Parasitoid yang diperoleh dengan menggunakan jaring serangga dimungkinkan bukan hanya parasitoid hama kedelai, tetapi juga berasal dari pertanaman padi di sekitar lahan penelitian. Tscharntke dan Greiler (1995) menyatakan bahwa tipe dan kualitas habitat dan hubungan antara habitat di dalam suatu lanskap dapat mempengaruhi keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem. Keanekaragaman struktur lanskap pertanian tidak hanya mempengaruhi keanekaragaman musuh alami di pertanaman, tetapi juga kelimpahan dan keefektifannya (Marino dan Landis 2000). Akan tetapi keanekaragaman struktur lanskap pada penelitian ini tidak beranekaragam, karena yang mendominasi adalah tanaman padi dan kedelai. Akan tetapi pertanaman padi memberi pengaruh terhadap keberadaan serangga parasitoid pada petak pengamatan. Yaherwandi dan Syam (2007) melaporkan bahwa keanekaragaman Hymenoptera parasitoid lebih tinggi pada lanskap pertanian yang kompleks. Berdasarkan nilai rataannya, nilai P untuk ulangan dan perlakuan lebih besar dari 0.05, sementara nilai P untuk umur tanaman (minggu) lebih kecil dari Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor perlakuan tidak memberikan pengaruh 23

40 24 yang nyata terhadap keberadaan parasitoid di lahan pengamatan, namun faktor umur tanaman memberikan pengaruh nyata pada jumlah spesies dan individu parasitoid. Hal ini dikarenakan setiap minggu pengamatan jumlah hama sebagai inang parasitoid juga mengalami penambahan spesies dan jumlah individu serta menunjukkan fluktuasi yang berbeda antara setiap jenis serangga hama (Lampiran 11). Marwoto (2007) memetakan beberapa hama penting pada berbagai umur kedelai. Marwoto et al. (1999) menjelaskan bahwa serangga hama pada dua minggu awal masih sangat sedikit, yaitu lalat bibit, lalat batang dan lalat pucuk. Hama yang ditemukan pada fase vegetatif yaitu hama perusak daun dan pada fase reproduktif adalah hama perusak polong. Oleh karena itu keberadaan parasitoid akan dipengaruhi juga oleh keberadaan hama sebagai serangga inangnya. Keberadaan parasitoid juga dipengaruhi oleh keberadaan inang utama ataupun inang alternatifnya. Keberadaan inang dipengaruhi oleh umur tanaman, oleh karena itu secara tidak langsung umur tanaman mempengaruhi keberadaan parasitoid. Pada minggu awal keberadaan serangga inang sedikit, karena berkaitan dengan keberadaan sumber makan, sehingga jumlah individu maupun jumlah spesies parasitoid juga sedikit. Nilai rataan spesies parasitoid tertinggi pada masingmasing perlakuan terdapat pada minggu ke-delapan (Tabel 10). Pada umur 6-7 MST keberadaan hama tanaman kedelai mulai meningkat dari segi jumlah maupun jenisnya, sehingga terjadi peningkatan juga pada jumlah individu maupun jumlah spesies parasitoid. Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener pada perlakuan P-C, P-K dan P-P (2.68, 2.75 dan 2.55), nilai H masih berada pada rentang yang berarti keanekaragaman pada lahan pengamatan ini termasuk dalam kategori sedang. Sementara itu untuk nilai kemerataaan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan campuran (P-C) dengan nilai Jika nilai kemerataan (E) semakin mendekati 1 maka jumlah individu setiap jenisnya hampir merata (Asrianny et al. 2008). Nilai indeks kekayaan jenis pada perlakuan monitoring yang dilakukan oleh petani (P-P) lebih tinggi daripada dua perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan ini memberikan dampak positif bagi keberadaan parasitoid. Nilai indeks keanekaragaman, kekayaan dan kemerataan suatu spesies banyak dipengaruhi oleh kondisi habitat. Struktur habitat yang sama pada masingmasing perlakuan membuat nilai-nilai keanekaragaman, kekayaan dan kemerataan spesiesnya tidak jauh berbeda. Keadaan lanskap dalam cakupan yang luas, memberikan dampak juga terhadap keberadaan parasitoid pada areal penelitian. Hamid dan Yunisman (2007) menyatakan bahwa tidak berbedanya keanekaragaman spesies parasitoid di suatu ekosistem secara nyata dikarenakan kekayaan dan kemerataan spesies serangga inang dan tumbuhan yang ada di ekosistem tersebut juga tidak berbeda nyata. Bianchi et al. (2006); Stephens et al. (2006) dan Yaherwandi et al. (2007) melaporkan bahwa keanekaragaman parasitoid dipengaruhi oleh tipe lanskap pertanian, yaitu lanskap pertanian dengan struktur yang kompleks.

41 25 SIMPULAN Serangga parasitoid yang dikoleksi dengan metode pemeliharaan serangga inang (hama kedelai) terparasit sebanyak 16 spesies parasitoid dan 1 spesies hyperparasitoid dari 8 famili pada Ordo Hymenoptera. Serangga parasitoid yang berhasil dikoleksi dengan menggunakan jaring serangga sebanyak 55 spesies parasitoid dari 16 famili Ordo Hymenoptera dan 2 spesies dari 2 famili Ordo Diptera. Spesies serangga parasitoid yang paling banyak ditemukan adalah kelompok Famili Eulophidae. Jumlah individu parasitoid yang paling mendominasi adalah kelompok Aphelinidae. Perbedaan cara pengendalian hama memberi pengaruh pada keberadaan spesies parasitoid. Jumlah spesies yang paling banyak dikoleksi terdapat pada perlakuan petani berdasarkan kegiatan pengamatan (monitoring) keberadaan dan populasi hama (P-P). Kegiatan monitoring atau pemantauan populasi hama sangat bermanfaat dalam membatasi penggunaan pestisida, karena aplikasi tidak akan dilakukan jika jumlah populasi hama yang ada pada lahan pertanaman masih belum terlalu banyak, dengan demikian cara ini mampu mempertahankan keberadaan musuh alami hama (parasitoid) pada lahan pertanaman. Faktor umur tanaman memberikan pengaruh terhadap jumlah individu dan jumlah spesies parasitoid. Keanekaragaman parasitoid terbanyak ditemukan pada umur tanaman 8 MST. Karena pada minggu-mingu peralihan dari fase vegetatif ke fase generatif, ketersediaan inang lebih banyak, baik dari jumlah jenis maupun jumlah individunya.

42 26 DAFTAR PUSTAKA Ampnir ML Inventarisasi jenis-jenis hama utama dan ketahanan biologi pada beberapa varietas kedelai Glycine max L. Merill di Kebun Percobaan Manggoapi Manokwari [skripsi]. Papua (ID): Universitas Negri Papua. Ariedhinata M Penyusunan database hasil penelitian Trichogramma di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arifin M Bioinsektisida SlNPV untuk mengendalikan ulat grayak mendukung swasembada kedelai. J Pengembangan Inov Pertanian. 5(1): Asrianny, Marian, Oka NP Keanekaragaman dan kelimpahan jenis Eliana (tumbuhan memanjat) pada alam di Hutan Pendidikan Universitas Hasanudin. J Perennial. 5(1): Baliadi Y, Tengkano W Ulat pemakan polong Helicoverpa armigera Hubner: biologi, perubahan status dan pengendaliannya pada tanaman kedelai. Bul Palawija 16: Baliadi Y, Tengkano W, Marwoto Penggerek polong kedelai, Etiella zinckenella Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae) dan strategi pengendaliannya di Indonesia. J Lit Bang Tan. 27(4): [Balitbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Mutu kedelai nasional lebih baik dari kedelai impor. Jakarta (ID) [internet]. [diunduh 2014 Mei 6]; Siaran Pers. Tersedia pada one/12/pdf/mutu-kedelai-nasional-lebih-baik-dari-kedelai-impor.pdf. Bengtsson J, Ahnstrom J, Weibull AC The effects of organic agriculture on biodiversity and abundance: a Meta-analysis. J Appl Ecol. 42: Bianchi FJJA, Booij CJH, Tscharntke T Sustainable pest regulation in agriculture landscape: a review on landscape composition, biodiversity and natural pest control. Proc. R. Soc. B 273: [internet]. [diunduh 2015 November 12]; Tersedia pada PMC [BPS] Badan Pusat Statistik Produksi padi, jagung dan kedelai. Berita resmi statistik. No XVII Maret 2014 [internet]. [diunduh 2014 Mei 6]; Tersedia pada Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi Keenam. Diterjemahkan oleh: Partosoedjono, S. dan Brotowidjoyo, M.D. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Dang TD, Luu THP, Khuat DL Insect parasitoid composition on soybean, some eco-biological characteristics of the parasiotoid, Xanthopimpla puncitata Fabrictus on soybean leaf folder Omiodes indicata (Fabricius) in Hanoi, Vietnam. J ISSAAS. 17(2): Djuwarso T, Hartono Strategi pengendalian penggerek polong kedelai Etiella spp. J Lit Bang Tan. XVII(3): Effendi BS Strategi pengendalian hama terpadu tanaman padi dalam perspektif praktek pertanian yang baik (good agricultural practices). J Pengembangan Inov Pertanian. 2(1): Gates MW, Heraty JM, Schauff ME, Wagner DL, Whitfield JB, Wahl DB Survey of the parasitic Hymenoptera on leafminers in California. J Hym Res. 11(2):

43 Goulet H, Huber JT Hymenoptera of the World: An Identification Guide to Families. Ottawa: Research Branch Agriculture Canada Publ. Grainge M, Ahmed S Handbook of plants with pest control properties. John Wiley and Sons. Hamid H Struktur komunitas serangga herbivora dan parasitoid pada polong tanaman kacang-kacangan (Fabaceae) di Padang. J Entomol Indon. 9(2): Hamid H, Yunisman Keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada berbagai ekosistem pertanian di Sumatera Barat. [internet]. [diunduh 2015 Agustus 18]. Tersedia pada DM_07.doc. Hendrival, Latifah, Hayu R Perkembangan Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) pada kedelai. J Flora Tek. 8: Jadmiko MW, Sutjipto, Suning D Pengaruh waktu tanam kedelai pada fenologi lalat bibit (Ophiomya phaseoli Tryon.) dan kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) [internet]. [diunduh 2014 Mei 15]: Tersedia pada widyagama.ac.id/pertanian/wp-content/uploads/2012/01/8wildan.pdf. Kalshoven LGE Pests of Crops in Indonesia. Revised and Translated by Van Der Laan, PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. 701p. Kardinan A Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi. Jakarta (ID). PT Penebar Swadaya. Korlina E Pengembangan dan pemanfaatan agens pengendali hayati (Aph) terhadap hama dan penyakit tanaman. Suara Perli Tan. 1(2):8-13. Lohaus K, Vidal S, Theis C Farming pracatices change food web structures in cereal aphid-parasitoid-hyperparasitoid communities. J Springer [MAF] Ministry of Agriculture and Forestry Whitefly: natural enemies. Peter E. Smith, editor. Sustainable Farming Fund. Factssheet 2 [internet]. [diunduh 2014 Mei 6]; Tersedia pada reports /64/whitefly-natural-enemies.pdf. Mardiningsih TL, Salam NC, Sukmana C Pengaruh beberapa jenis insektisida nabati terhadap mortalitas Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae). [internet]. [diunduh 2016 Februari 15]; Tersedia pada balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/id/publikasi/terbitankhusus/sta ndar-operasional-prosedur-sop?id=242:pengaruh-beberapa-jenis-insektisidanabati-terhadap-mortalitas-spodoptera-litura-lepidoptera-noctuidae. Margalef R Temporal succession and spatial heterogenity in phytoplankton. In: Perspectives in Marine Biology. Buzzati-Traverso. Universitas California. Press. Berkeley Marino PC, Landis DA Parasitoid Community structure: implications for biological control in agricultural landscapes. Di dalam: Elebon B, Irwin ME, Robert Y, editor. Interchanges of insects between agriculturan and surrounding landscapes. Boston (US): Kluwer Academic Publisher. Marwoto Dukungan pengendalian hama terpadu dalam program bangkit kedelai. J IPTEK Tan Pangan. 2(1): Marwoto, Indiati SW Strategi pengendalian hama kedelai dalam era perubahan iklim global. J IPTEK Tan Pangan. 4(1):

44 28 Marwoto, Suharsono Strategi dan komponen teknologi pengendalian ulat grayak (Spodoptera litura F.) pada tanaman kedelai. J Lit Bang Tan. 27(4): Marwoto, Suharsono, Supriyatin Hama kedelai dan komponen pengendalian hama terpadu Malang (ID). Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. 4:1-50. McWilliams DA, Berglund DR, Endres GJ Soybean growth and management quick guide [internet]. [diunduh 2014 Mei 15]; Tersedia pada: GrowthStagesGuidesChannel. Molina GAR, Trumper EV Selection of soybean pods by the stink bugs, Nezara viridula and Piezodorus guildinii. J Insect Sci. 12:104. Nonci N, Ladja FT Pengaruh insektisida terhadap musuh alami telur penggerek batang pada Scirpophaga incertulas Walker. J Agroland. 13(3): Nugraha MN Keanekaragaman dan parasitisasi parasitoid pada pertanaman sayuran di Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pielou EC The measurement of diversity in different types of bilogical collections. J Theoret Biol. 13: Purwanta FX, Rauf A Pengaruh samping aplikasi insektisida terhadap predator dan parasiotid pada tanaman kedelai di Cianjur. Bul HPT. 12(2): [Puslitbangtan] Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Prospek dan arah pengembangan agribisnis. Departemen Pertanian Reese JC Interaction of allelochemicals with nutrient in herbivore food. Di dalam: Rosenthal GA, Janson DH, editor. Herbivore: their interaction with secondary plant metabolites. New York (US): Academic Pr. Resmiati K Dampak aplikasi insektisida terhadap kelangsungan hidup Ooencyrtus sp. (Hymenoptera: Encyrtidae), parasitoid telur penghisap polong kedelai Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) [skripsi]. Jember (ID): Universitas Jember. Samosir MS Hama pada tanaman hortikultura [internet]. [diunduh 2014 Juni 23]; tersedia pada Sastrosiswojo S, Setiawati S, Rubiati T Selektivitas insektisida sintetik dan nabati terhadap larva Helicoverpa armigera, Crocidolomia binotalis, dan Spodoptera litura, serta imago parasitoid Eriborus argenteopilosus. J Hort 13(4): Shannon CE, Wiener W The Mathematical Theory of Communications. Urbana University of Illinois Press. Shepard BM, Barrion AT Parasitoid of insect associated with soybean and vegetable corps in Indonesia. J Agric Entomol. 15(3): Soe TT Life cycle of Omiodes indicata (Fabricius, 1775) and its damages on green gram, Vigna radiata (L.) Wilczek in Hlegu Environs. J Yangon Univ of Distance Edu. 3(1): Soler R, Bezemer TM, Van Der Putter WH, Vet LEM, Harvey JA Root herbivora effects on above ground herbivora parasitoid and hyperparasitoid performance via changes in plant quality. J Anim Ecol 74:

45 Stephens CJ, Schellhorn NA, Wood GM, Austin AD Parasitic wasp assemblages assosiated with native and weedy plant species in an agriculture landscape. Aus J Entomol. 45: Subandi Teknologi produksi dan strategi pengembangan kedelai pada lahan kering masam. J IPTEK Tan Pangan. 2(1): Sugeng HR Bercocok Tanam Palawija. Semarang (ID): CV. Aneka Ilmu. Sumarno Kedelai dan Cara Budidayanya. Jakarta (ID): CV. Yasaguna. Sunarto DA, Nurindah Peran insektisida botani ekstrak biji mimba untuk konservasi musuh alami dalam pengelolaan serangga hama kapas. J Entomol Indon. 6: Sznajder B, Harvey JA Second and Third trophic level effects of differences in plant species reflect dietary specialisation of herbivora and their endoparasitoids. Entomol Exp App. 109: Tengkano W Pedoman rekomendasi pengendalian hama terpadu (PHT) tanaman kedelai di Indonesia. Malang (ID): Balai Penelitian Kacang- Kacangan dan Umbi-Umbian. Tscharntke T, Greiler HJ Insect communities, grasses and grasslands. Annu Rev Entomol 40: Untung K Dampak pengendalian hama terpadu, pendaftaran dan penggunaan pestisida di Indonesia. Perlin Tan Indon. UGM. 10(1): 1-8. Yaherwandi, Manuwoto S, Buchori D, Hidayat P, Prasetyo LB Keanekaragaman komunitas Hymenoptera parasitoid pada ekosistem padi. J HPT Tropika 7(1): Yaherwandi, Syam Keanekaragaman dan biologi reproduksi parasitoid telur wereng cokelat Nilaparvata lugens Stall. (Homoptera: Delphacidae) pada struktur lanskap pertanian berbeda. J Acta Agrosia 10(1): Wagiman FX, Prabaningrum L, Simanjuntak D Eksplorasi, karakterisasi dan potensi musuh alami hama Bemisia tabaci di ekosistem cabai [Laporan Akhir]. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Gajah Mada bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian [internet]. [diunduh 2014 Mei 6]; Tersedia pada 29

46 LAMPIRAN

47 Lampiran 1 Penggunaan terpal plastik yang berfungsi sebagai border pada saat aplikasi pestisida 30 Lampiran 2 Metode dengan menggunakan jaring serangga; (A) kegiatan penjaringan di petak pengamatan; (B) lima petak unit contoh penjaringan di dalam setiap petak pengamatan A B 7.5 m 20 m

48 31 Lampiran 3 Parasitoid Famili Aphelinidae; (A) Aphytis sp.; (B) Encarsia formosa; (C) Encarsia sp. A B C 0.1 mm 0.1 mm 0.1 mm Lampiran 4 Parasitoid Famili Braconidae; (A) Apanteles taragamae; (B) Apanteles xantostigma; (C) Baeognatha javana; (D) Bracon sp.; (E) Lysiphlebus testaceipes; (F) Opius sp. A B C 0.5 mm 0.5 mm 1 mm D E F 0.5 mm 0.2 mm 0.5 mm Lampiran 5 Parasitoid Famili Ceraphronidae; (A) Aphanogmus fijiensis; (B) Ceraphron sp. A B 0.2 mm 0.1 mm

49 32 Lampiran 6 Parasitoid Famili Chalchididae (Brachymeria excarinata) 0.5 mm Lampiran 7 Parasitoid Famili Diapriidae; (A) Polypeza sp.; (B) Trichopria sp. A B 0.2 mm 0.2 mm Lampiran 8 Parasitoid Famili Elasmidae (Elasmus bellicaput) 0.2 mm

50 33 Lampiran 9 Parasitoid Famili Encyrtidae; (A) Copidosoma agrotis; (B) Copidosoma floridanum (C) Copidosoma sp.; (D) Ooencyrtus erionotae A B 0.1 mm 0.2 mm C D 0.2 mm 0.2 mm Lampiran 10 Parasitoid Famili Eucoilidae; (A) Gronotoma sp.; (B) Gronotoma micromorpha; (C) Kleidotoma sp. A B C 0.2 mm 0.5 mm 0.5 mm

51 34 Lampiran 11 Parasitoid Famili Eulophidae; (A) Baryscapus sp.; (B) Chrysocharis sp.; (C) Cirrospilus sp.; (D) Eulophus sp.; (E) Neochrysocharis formosa (F) Pnigalio sp.; (G) Sympiesis dolichogaster; (H) Tetrastichus sp. A C 0.2 mm B 0.2 mm D E 0.2 mm 0.2 mm 0.2 mm F G H 0.2 mm 0.5 mm 0.2 mm Lampiran 12 Parasitoid Famili Eurytomidae; (A) Eurytoma rosae; (B) Eurytoma dentata; (C) Eurytoma sp. A B C 0.2 mm 0.2 mm 0.2 mm

52 35 Lampiran 13 Parasitoid Famili Icneumonidae (Charops brachypterum) 2 mm Lampiran 14 Parasitoid Famili Phoridae (Megaselia scolaris) 0.2 mm Lampiran 15 Parasitoid Famili Mymaridae; (A) Anagrus atomus; (B) Gonatocerus sp.; (C) Mymar sp. A B 0.1 mm 0.1 mm 0.1 mm C 0.1 mm

53 36 Lampiran 16 Parasitoid Famili Platygastridae (Allotropa sp.) 0.1 mm Lampiran 17 Parasitoid Famili Pteromalidae; (A) Pteromalus sp.; (B) Trichomalopsis apanteloctena A B 0.2 mm 0.2 mm Lampiran 18 Parasitoid Famili Sarcophagidae (Boettcheria bisetosa) 0.2 mm

54 37 Lampiran 19 Parasitoid Famili Scelionidae; (A) Ceratobaeus sp.; (B) Gryon sp.; (C) Telenomus basalis; (D) Telenomus remus; (E) Telenomus sp.; (F) Trissolcus brochymenae; (G) Trissolcus sp. A B C 0.1 mm 0.1 mm 0.1 mm D E F 0.2 mm 0.2 mm 0.2 mm G 0.2 mm Lampiran 20 Serangga parasitoid Famili Trichogrammatidae hasil koleksi selama penelitian (A) Oligosita naias; (B) Oligosita sp.; (C) Trichogrammatoidea sp.; (D) Trichogramma chilonis; (E) Trichogramma platneri A B C 0.1 mm 0.1 mm 0.1 mm D E 0.1 mm 0.1 mm

55 Lampiran 21 Pemeliharaan serangga inang terparasit; (A) cawan petri tempat pemeliharaan; (B) pradewasa hama terparasit di dalam wadah pemeliharaan; (C, D dan E) parasitoid yang berhasil keluar dari tubuh inang; (F dan G) pupa parasitoid pada wadah pemeliharaan yang diamati di bawah mikroskop stereo 38 A B C D E F G

56 39 Lampiran 22 Caloptilia azaleella;(a) betina; (B) jantan A B Lampiran 23 Anova nilai rataan untuk ulangan, perlakuan dan umur tanaman Sumber keragaman df Type III SS Mean square F value Pr>F Ulangan Perlakuan Umur tanaman (minggu) < Perlakuan*minggu

57 Lampiran 24 Jumlah spesies dan individu parasitoid pada masing-masing petak pengamatan Perlakuan Famili Umur tanaman (MST) Jumlah Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind P-C Aphelinidae Braconidae Ceraphronidae Chalcididae Diapriidae Elasmidae Encyrtidae Eucoilidae Eulophidae Eurytomidae Ichneumonidae Mymaridae Phoridae Platygastridae Pteromalidae Sarcophagidae Scelionidae Trichogrammatidae P-C: Pengendalian hama gabungan beberapa cara (campuran); MST: Minggu setelah tanam; Sp: Spesies; Ind: Individu 40

58 Lampiran 24 Jumlah spesies dan individu parasitoid pada masing-masing petak pengamatan (Lanjutan) 41 Perlakuan Famili Umur tanaman (MST) Jumlah Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind P-K Aphelinidae Braconidae Ceraphronidae Chalcididae Diapriidae Elasmidae Encyrtidae Eucoilidae Eulophidae Eurytomidae Ichneumonidae Mymaridae Phoridae Platygastridae Pteromalidae Sarcophagidae Scelionidae Trichogrammatidae P-K : Pengendalian hama kimiawi berbasis kalender; MST: Minggu setelah tanam; Sp: Spesies; Ind: Individu

59 Lampiran 24 Jumlah spesies dan individu parasitoid pada masing-masing petak pengamatan (Lanjutan) Perlakuan Famili Umur tanaman (MST) Jumlah Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind Sp Ind P-P Aphelinidae Braconidae Ceraphronidae Chalcididae Diapriidae Elasmidae Encyrtidae Eucoilidae Eulophidae Eurytomidae Ichneumonidae Mymaridae Phoridae Platygastridae Pteromalidae Sarcophagidae Scelionidae Trichogrammatidae Total P-P: Pengendalian hama cara petani berbasis monitoring; MST: Minggu setelah tanam; Sp: Spesies; Ind: Individu 42

60 43 Lampiran 25 Persentase kelimpahan parasitoid; (A) perlakuan campuran; (B) perlakuan kimiawi berbasis kalender; (C) perlakuan petani berdasarkan monitoring A 1.45% 0.29% 0.29% 0.29% 0.00% 0.00% 21.80% 14.24% P-C 3.78% 1.74% 39.83% Aphelinidae Braconidae Ceraphronidae Chalcididae Diapriidae Elasmidae Encyrtidae Eucoilidae Eulophidae Eurytomidae Ichneumonidae Mymaridae Phoridae Platygastridae Pteromalidae Sarcophagidae Sarchophagidae Scelionidae Trichogrammatidae 2.62% 6.10% 4.07% 0.00% 0.87% 0.58% 2.03% B 0.28% 0.85% 0.28% 0.85% 23.45% 10.73% 2.26% P-K 34.18% 2.54% Aphelinidae Braconidae Ceraphronidae Chalcididae Diapriidae Elasmidae Encyrtidae Eucoilidae Eulophidae Eurytomidae Ichneumonidae Mymaridae Phoridae Platygastridae Pteromalidae Sarcophagidae Sarchophagidae Scelionidae Trichogrammatidae 0.00% 0.56% 12.71% 5.08% 0.00% 0.28% 5.37% 0.28% 0.28%

61 44 Lampiran 25 Persentase kelimpahan parasitoid (Lanjutan) C 0.63% 0.42% 0.00% 2.09% 0.00% 0.00% 21.29% 5.01% 9.60% 6.68% 3.97% 2.30% P-P 0.00% 0.84% 0.00% 43.84% 0.84% 2.51% Aphelinidae Braconidae Ceraphronidae Chalcididae Diapriidae Elasmidae Encyrtidae Eucoilidae Eulophidae Eurytomidae Ichneumonidae Mymaridae Phoridae Platygastridae Pteromalidae Sarcophagidae Sarchophagidae Scelionidae Trichogrammatidae

62 45 Lampiran 26 Keanekaragaman paraitoid pada masing-masing perlakuan Nilai indeks keanekaragaman 2, , , , , ,50 Keanekaragaman perlakuan P-C y = x R² = Umur tanaman (MST) Nilai indeks keanekaragaman 1, , , , , , , , , , Keanekaragaman perlakuan P-K y = 0.015x R² = Umur tanaman (MST) Nilai indeks keanekaragaman 1, , , , , , , , , , Keanekaragaman perlakuan P-P y = x R² = Umur tanaman (MST) MST: Minggu Setelah Tanam; P-C: Pengendalian hama gabungan beberapa cara (campuran); P-K: Pengendalian hama kimiawi berbasis kalender; P-P: Pengendalian hama cara petani berbasis monitoring

63 46 Lampiran 27 Kemerataan parasitoid pada masing-masing perlakuan Indeks kemerataan 0, , , , , , , , , , Kemerataan perlakuan P-C y = x R² = A1 A2 2 A3 3 A4 4 A5 5 A6 6 A7 7 A8 8 A99 A10 Umur tanaman (MST) Indeks kemerataan 0, , , , , , , , , Kemerataan perlakuan P-K y = x R² = B1 1 B2 2 B3 3 B4 4 B5 5 B6 6 B7 7 B88 B99 B10 Umur tanaman (MST) Indeks kemerataan 0, , , , , , , , , , Kemerataan perlakuan P-P y = x R² = C1 1 C2 2 C3 3 C4 4 C5 5 C6 6 C7 7 C88 C99 C10 Umur tanaman (MST) MST: Minggu Setelah Tanam; P-C: Pengendalian hama gabungan beberapa cara (campuran); P-K: Pengendalian hama kimiawi berbasis kalender; P-P: Pengendalian hama cara petani berbasis monitoring

64 47 Lampiran 28 Hama-hama penting pada lahan pengamatan; (A) Ophiomya phaseoli; (B) Aphis glycines; (C) Bemisia tabaci.; (D) Empoasca sp.; (E) Diabrotica sp.; (F) Caloptilia azaleella; (G) Chrysodeixis chalcites; (H) Lamprosema indicata; (I) Spodoptera litura; (J) Thrips; (K) Nezara viridula; (L) Piezodorus hybnerii; (M) Riptortus linearis; (N) Etiella zinckenella.; (O) Helicoverpa sp. A B C D E F G H I J K L M N O

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai (Glycines max L. Merril) Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman eksotik yang diperkirakan berasal dari Manshukuw (Cina) yang

Lebih terperinci

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) HAMA Hama utama tanaman kedelai adalah: 1. Perusak bibit 2. Perusak daun 3. Perusak polong 4.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama Edamame pada Fase Vegetatif dan Generatif

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama Edamame pada Fase Vegetatif dan Generatif 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama-hama yang ditemukan menyerang pertanaman kedelai edamame pada fase vegetatif umur 24 sampai 31 HST ada empat jenis, yaitu A. glycines,

Lebih terperinci

Hama Kedelai dan Kacang Hijau

Hama Kedelai dan Kacang Hijau Hama Kedelai dan Kacang Hijau Dr. Akhmad Rizali Hama Penting Kedelai dan Kacang Hijau Lalat bibit atau lalat kacang (Ophiomyia phaseoli) Ulat grayak (Spodoptera litura) Ulat penggulung daun (Lamprosema

Lebih terperinci

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kedelai di Kebun Percobaan Natar dan Tegineneng

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kedelai di Kebun Percobaan Natar dan Tegineneng Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 24 Mei 2014 ISBN 978-602-70530-0-7 halaman: 225-230 Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama Kedelai Cara Pengendalian

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama Kedelai Cara Pengendalian TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama Kedelai Seiring dengan berkembangnya industri makanan dan pakan ternak, permintaan terhadap komoditas kedelai meningkat pesat. Untuk memenuhi kebutuhan akan kedelai tersebut

Lebih terperinci

Lalat Bibit Kacang Ophiomya phaseoli Diptera: Agromyzidae

Lalat Bibit Kacang Ophiomya phaseoli Diptera: Agromyzidae Hama Kedelai Lalat Bibit Kacang Ophiomya phaseoli Diptera: Agromyzidae Menyerang tanaman awal muncul dr permukaan tanah hg umur 10 hr. Telur diletakkan pd tanaman muda baru tumbuh. Telur diletakkan di

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Kedelai

Teknologi Produksi Kedelai Teknologi Produksi Kedelai untuk Lahan Sawah, Lahan Kering Masam, dan Lahan Pasang Surut Tipe C dan D Di lahan sawah, kedelai umumnya ditanam pada musim kemarau setelah pertanaman padi. Sedangkan di lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang penting dalam pertanian di Indonesia karena memiliki berbagai manfaat, baik

Lebih terperinci

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., September 2010, Vol. 7, No. 2, 116-121 Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo INDRIYA

Lebih terperinci

RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI

RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI Oleh Swastyastu Slandri Iswara NIM. 021510401060 JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Keragaman Serangan Hama dan Penampilan Agronomik pada Varietas Kedelai Burangrang dan Anjasmoro

Keragaman Serangan Hama dan Penampilan Agronomik pada Varietas Kedelai Burangrang dan Anjasmoro Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (2): 81-88 ISSN 1410-5020 Keragaman Serangan Hama dan Penampilan Agronomik pada Varietas Kedelai Burangrang dan Anjasmoro Insects Pest Diversity and Agronomic

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Glycine max Varietas Edamame

TINJAUAN PUSTAKA. Glycine max Varietas Edamame 4 TINJAUAN PUSTAKA Glycine max Varietas Edamame Asal-usul Tanaman Edamame merupakan salah satu varietas dari kedelai, dan kedelai merupakan anggota dari famili Fabaceae. Kedelai merupakan tanaman yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI Oleh : Mia Nuratni Yanti Rachman A44101051 PROGRAM STUDI HAMA

Lebih terperinci

Pendahuluan menyediakan dan mendiseminasikan rekomendasi teknologi spesifik lokasi

Pendahuluan menyediakan dan mendiseminasikan rekomendasi teknologi spesifik lokasi Tim Pengkaji Pendahuluan Rata-rata produktivitas kedelai di NTB pada Tahun 2014 yaitu 1,29 ton/ha. (BPS. 2015) Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan perluasan areal Pajale, BPTP bertugas menyediakan

Lebih terperinci

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (595) :

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (595) : Potensi Serangan Hama Kepik Hijau Nezara viridula L. (Hemiptera: Pentatomidae) dan Hama Kepik Coklat Riptortus linearis L. (Hemiptera: Alydidae) pada Tanaman Kedelai di Rumah Kassa Potential Attack of

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura KERAGAAN VARIETAS KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN Eli Korlina dan Sugiono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km. 4 Malang E-mail korlinae@yahoo.co.id ABSTRAK Kedelai merupakan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN Yeni Nuraeni, Illa Anggraeni dan Wida Darwiati Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Kampus Balitbang Kehutanan, Jl.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanaman akan tumbuh subur dengan seizin Allah SWT. Jika Allah tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanaman akan tumbuh subur dengan seizin Allah SWT. Jika Allah tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman akan tumbuh subur dengan seizin Allah SWT. Jika Allah tidak mengizinkan berbagai halangan bisa muncul yang menyebabkan tanaman itu tidak tumbuh subur, walaupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

Pengorok Daun Manggis

Pengorok Daun Manggis Pengorok Daun Manggis Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan tanaman buah berpotensi ekspor yang termasuk famili Guttiferae. Tanaman manggis biasanya ditanam oleh masyarakat Indonesia di pertanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT TEKNIK BUDIDAYA TOMAT 1. Syarat Tumbuh Budidaya tomat dapat dilakukan dari ketinggian 0 1.250 mdpl, dan tumbuh optimal di dataran tinggi >750 mdpl, sesuai dengan jenis/varietas yang diusahakan dg suhu

Lebih terperinci

APLIKASI BEBERAPA PENGENDALIAN TERHADAP LALAT BIBIT (Ophiomya phaseoli Tryon) DI TANAMAN KEDELAI. Moh. Wildan Jadmiko, Suharto, dan Muhardiansyah

APLIKASI BEBERAPA PENGENDALIAN TERHADAP LALAT BIBIT (Ophiomya phaseoli Tryon) DI TANAMAN KEDELAI. Moh. Wildan Jadmiko, Suharto, dan Muhardiansyah APLIKASI BEBERAPA PENGENDALIAN TERHADAP LALAT BIBIT (Ophiomya phaseoli Tryon) DI TANAMAN KEDELAI Moh. Wildan Jadmiko, Suharto, dan Muhardiansyah Fakultas Pertanian Universitas Jember ABSTRAK Lalat bibit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R.

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

APLIKASI EKSTRAK BIJI JARAK

APLIKASI EKSTRAK BIJI JARAK APLIKASI EKSTRAK BIJI JARAK (Ricinus communis L.) UNTUK MENGENDALIKAN HAMA PENGHISAP POLONG DAN ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) PADA TANAMAN KEDELAI SKRIPSI Oleh Denik Purwaningsih NIM. 021510401071

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat 1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Lebih terperinci

Teknologi Budidaya Kedelai

Teknologi Budidaya Kedelai Teknologi Budidaya Kedelai Dikirim oleh admin 22/02/2010 Versi cetak Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi

Lebih terperinci

I. Ordo Hemiptera ( bersayap setengah )

I. Ordo Hemiptera ( bersayap setengah ) Tugas Pengendalian Hama Terpadu Harry Sugestiadi / 0806132041 I. Ordo Hemiptera ( bersayap setengah ) Ciri-ciri dari Ordo Hemiptera yaitu : Tipe mulut menusuk menghisap Mempunyai dua pasang sayap, tebal

Lebih terperinci

EKSPLORASI PARASITOID TELUR Plutella xylostella PADA PERTANAMAN KUBIS Brassica oleracea DI DAERAH MALANG DAN KOTA BATU ABSTRACT

EKSPLORASI PARASITOID TELUR Plutella xylostella PADA PERTANAMAN KUBIS Brassica oleracea DI DAERAH MALANG DAN KOTA BATU ABSTRACT Jurnal HPT Volume 2 Nomor 3 April 2014 ISSN: 2338-4336 EKSPLORASI PARASITOID TELUR Plutella xylostella PADA PERTANAMAN KUBIS Brassica oleracea DI DAERAH MALANG DAN KOTA BATU Lukmanul Hakim, Sri Karindah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan salah satu makhluk hidup ciptaan Allah SWT yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan salah satu makhluk hidup ciptaan Allah SWT yang banyak 3 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tumbuhan merupakan salah satu makhluk hidup ciptaan Allah SWT yang banyak memberikan manfaat bagi makhluk hidup yang lain, baik manusia maupun hewan. Allah SWT menganugerahi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT Budidaya konvensional merupakan budidaya cabai yang menggunakan pestisida kimia secara intensif dalam mengendalikan

Lebih terperinci

DAMPAK APLIKASI KOMBINASI PESTISIDA KIMIA DAN AGENS HAYATI TERHADAP POPULASI Coccinella repanda DAN Paederus fuscipes CURTIS PADA TANAMAN KACANG HIJAU

DAMPAK APLIKASI KOMBINASI PESTISIDA KIMIA DAN AGENS HAYATI TERHADAP POPULASI Coccinella repanda DAN Paederus fuscipes CURTIS PADA TANAMAN KACANG HIJAU DAMPAK APLIKASI KOMBINASI PESTISIDA KIMIA DAN AGENS HAYATI TERHADAP POPULASI Coccinella repanda DAN Paederus fuscipes CURTIS PADA TANAMAN KACANG HIJAU Tantawizal dan Sri Wahyuni Indiati Balai Penelitian

Lebih terperinci

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGENDALIAN TERPADU HAMA PENGGEREK BATANG PADI DI KELURAHAN PENATIH, KECAMATAN DENPASAR TIMUR, KOTA DENPASAR

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGENDALIAN TERPADU HAMA PENGGEREK BATANG PADI DI KELURAHAN PENATIH, KECAMATAN DENPASAR TIMUR, KOTA DENPASAR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGENDALIAN TERPADU HAMA PENGGEREK BATANG PADI DI KELURAHAN PENATIH, KECAMATAN DENPASAR TIMUR, KOTA DENPASAR Oleh : I Nyoman Wijaya Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas

Lebih terperinci

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata) Wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens) merupakan salah satu hama penting pada pertanaman padi karena mampu menimbulkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. WBC memang hama laten yang

Lebih terperinci

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Pendahuluan Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi Oleh : Ika Ratmawati, SP,

Lebih terperinci

SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE

SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE Tantawizal, Christanto, dan W Tengkano Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan seperti kecap, tahu, dan tempe. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL 26 Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama Seminar Nasional Biodiversitas 23 April 26 Grand Inna Muara Hotel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM...

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... vii TIM PENGUJI... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR

Lebih terperinci

Hama penting tanaman kacang hijau.

Hama penting tanaman kacang hijau. Hama penting tanaman kacang hijau. 1. Lalat kacang (Agromyza phaseoli Coq) Gejala awal serangannya berupa bercak 2 pada keping biji (daun pertama). Bercak ini merupakan tempat dimana telur diletakkan.

Lebih terperinci

Inventarisasi Parasitoid Hama Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Minahasa Utara. Inventory Parasitoid on Rice Crop Pest in The North District Minahasa

Inventarisasi Parasitoid Hama Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Minahasa Utara. Inventory Parasitoid on Rice Crop Pest in The North District Minahasa Inventarisasi Parasitoid Hama Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Minahasa Utara Inventory Parasitoid on Rice Crop Pest in The North District Minahasa Ariyane O. S. Siwu 1) Jantje Pelealu 2) Christina L. Salaki

Lebih terperinci

TINGKAT SERANGAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN PADA PERTANAMAN KACANG TANAH DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

TINGKAT SERANGAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN PADA PERTANAMAN KACANG TANAH DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT TINGKAT SERANGAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN PADA PERTANAMAN KACANG TANAH DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Hishar Mirsam Fakultas Pertanian, Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK Keberadaan organisme

Lebih terperinci

PASAR Industri Minyak Sawit Indonesia Pemerintah Industri Masyarakat PRODUK Memenuhi standar RSPO, ISPO Pengendalian hayati Mudah diaplikasikan dan efektif TEKNOLOGI Berlimpahnya komunitas parasitoid Hymenoptera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal Oleh : Budi Budiman Nak, kemungkinan hasil panen padi kita tahun ini berkurang!, sebagian besar padi di desa kita terserang hama wereng. Itulah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian yang dilakukan dalam mengontrol populasi Setothosea asigna dengan menggunakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) (Susanto dkk., 2010), Konsep ini bertumpu pada monitoring

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama kedelai Kutudaun Kedelai Aphis glycines

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama kedelai Kutudaun Kedelai Aphis glycines 3 TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama kedelai Tanaman kedelai secara alami dapat terinfestasi oleh serangga hama selama pertumbuhan dan penyimpanan (Tengkano & Soehardjan 1993; Jackai et al. 1990). Secara

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN :

KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN : KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN :978-979-8304-70-5 ISBN : 978-979-8304-70-5 Modul Pelatihan Budidaya Kentang Berdasarkan Konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Modul 1 : Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggerek batang padi adalah salah satu hama utama pada tanaman padi. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius.

Lebih terperinci

INTERAKSI TRI-TROFIK DAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERTANAMAN KEDELAI DENGAN BEBERAPA TEKNIK PENGELOLAAN HAMA CIPTADI ACHMAD YUSUP

INTERAKSI TRI-TROFIK DAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERTANAMAN KEDELAI DENGAN BEBERAPA TEKNIK PENGELOLAAN HAMA CIPTADI ACHMAD YUSUP INTERAKSI TRI-TROFIK DAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERTANAMAN KEDELAI DENGAN BEBERAPA TEKNIK PENGELOLAAN HAMA CIPTADI ACHMAD YUSUP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena di dalam Al Qur an telah dijelaskan proses penciptaan alam semesta termasuk makhluk hidup yang

Lebih terperinci

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA Amini Kanthi Rahayu, SP POPT Ahli Pertama Latar Belakang Berbagai hama serangga banyak yang menyerang tanaman kelapa, diantaranya kumbang badak Oryctes

Lebih terperinci

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Embriani BBPPTP Surabaya LATAR BELAKANG Serangan hama merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produksi dan mutu tanaman. Berbagai

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) yang lebih dikenal dengan ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) (Natawigena,

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Hama penghisap daun Aphis craccivora Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI KELIMPAHAN POPULASI WERENG BATANG COKLAT PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN PEMBERIAN ZEOLIT DAN PENERAPAN KONSEP PHT

SKRIPSI KELIMPAHAN POPULASI WERENG BATANG COKLAT PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN PEMBERIAN ZEOLIT DAN PENERAPAN KONSEP PHT SKRIPSI KELIMPAHAN POPULASI WERENG BATANG COKLAT PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN PEMBERIAN ZEOLIT DAN PENERAPAN KONSEP PHT Oleh Ndaru Priasmoro H0709078 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PARASITOID DAN PREDATOR KUTU KEBUL PADA TANAMAN MURBEI (Morus sp)

IDENTIFIKASI PARASITOID DAN PREDATOR KUTU KEBUL PADA TANAMAN MURBEI (Morus sp) IDENTIFIKASI PARASITOID DAN PREDATOR KUTU KEBUL PADA TANAMAN MURBEI (Morus sp) LINCAH ANDADARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG Maruca vitrata (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) SERTA HASIL PANEN PADA PERTANAMAN KACANG PANJANG MOHAMAD AFIAT PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

Kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang penting setelah beras,

Kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang penting setelah beras, Dukungan Pengendalian Hama Terpadu dalam Program Bangkit Kedelai Marwoto 1 Ringkasan Kebutuhan kedelai pada tahun 2007 diperkirakan sebesar 2,24 juta ton, sementara produksi dalam negeri hanya 1,25 juta

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADI

PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADI PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADI I. PENDAHULUAN Kabupaten Bantul mencanangkan sasaran : (1). Padi, luas tanam 32.879 ha, luas panen 31.060 ha, produktivitas 65,43 ku/ha GKG, produksi 203.174 ton, ( 2)

Lebih terperinci

KOMPOSISI GENUS DAN SPESIES PENGISAP POLONG KEDELAI PADA PERTANAMAN KEDELAI

KOMPOSISI GENUS DAN SPESIES PENGISAP POLONG KEDELAI PADA PERTANAMAN KEDELAI KOMPOSISI GENUS DAN SPESIES PENGISAP POLONG KEDELAI PADA PERTANAMAN KEDELAI Marida Santi Yudha Ika Bayu, Christanto, dan Wedanimbi Tengkano Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian ABSTRAK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Helicoverpa armigera (Hubner) merupakan hama yang umum menyerang tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa armigera (Hubner) merupakan

Lebih terperinci

MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Mengapa harus mengenal OPT yang menyerang? Keberhasilan pengendalian OPT sangat

Lebih terperinci

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2)

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2) TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN Abdul Fattah 1) dan Hamka 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan 2) Balai Proteksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung

I. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung I. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Berlangsung mulai bulan Agustus 2011 sampai dengan bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Klaten Perbedaan Lokasi antar Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Klaten Perbedaan Lokasi antar Kecamatan 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Klaten Kabupaten Klaten terletak di Provinsi Jawa Tengah. Sebelah utara kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, di sebelah Timur berbatasan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai (Glycine max L. Merril) Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dan rendah kolesterol dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepik hijau (Nezara viridula L.) merupakan salah satu hama penting pengisap

I. PENDAHULUAN. Kepik hijau (Nezara viridula L.) merupakan salah satu hama penting pengisap 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kepik hijau (Nezara viridula L.) merupakan salah satu hama penting pengisap polong pada pertanaman kedelai, padi, dan kacang panjang. Hama kepik hijau termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tanaman tebu diduga berasal dari daerah Pasifik Selatan, yaitu New Guinea dan selanjutnya menyebar ke tiga arah yang berbeda. Penyebaran pertama dimulai pada 8000 SM

Lebih terperinci

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN 1 KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN R. PANJI FERDY SURYA PUTRA A44101063 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN HAMA PADA TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROPINSI MALUKU

STUDI KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN HAMA PADA TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROPINSI MALUKU STUDI KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN HAMA PADA TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROPINSI MALUKU J. Audrey Leatemia dan Ria Y. Rumthe Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura

Lebih terperinci

KELIMPAHAN HAMA DAN MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) ADHIKA PRASETYA NUGRAHA

KELIMPAHAN HAMA DAN MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) ADHIKA PRASETYA NUGRAHA KELIMPAHAN HAMA DAN MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) ADHIKA PRASETYA NUGRAHA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

SELEKSI KETAHANAN GALUR

SELEKSI KETAHANAN GALUR SELEKSI KETAHANAN GALUR DAN VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merrill) BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI POLONG SEBAGAI PENGENDALI HAMA PENGISAP POLONG (Riptortus linearis F.) Qurrota A yun Jurusan Biologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

STATUS HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis DAN CARA PENGENDALIANNYA

STATUS HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis DAN CARA PENGENDALIANNYA MARWOTO: STATUS HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI RIPTORTUS LINEARIS DAN CARA PENGENDALIANNYA STATUS HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis DAN CARA PENGENDALIANNYA Marwoto 1) ABSTRAK Salah satu hama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantung, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat

Lebih terperinci