PENGUKURAN FAKTOR KOREKSI JARAK PADA INSTRUMEN MOTIWALI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGUKURAN FAKTOR KOREKSI JARAK PADA INSTRUMEN MOTIWALI"

Transkripsi

1 PENGUKURAN FAKTOR KOREKSI JARAK PADA INSTRUMEN MOTIWALI ANUGRAH ADITYAYUDA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: PENGUKURAN FAKTOR KOREKSI JARAK PADA INSTRUMEN MOTIWALI adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan didalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini. Bogor, September 2012 ANUGRAH ADITYAYUDA C

3 RINGKASAN ANUGRAH ADITYAYUDA. Pengukuran Faktor Koreksi Jarak pada Instrumen MOTIWALI. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan AGUS SALEH ATMADIPOERA. Instrumen Mobile Tide and Water Level Instrument (MOTIWALI) merupakan alat pengukur pasang surut atau level air yang dapat digunakan untuk pengukuran bersifat mobile (bergerak) maupun tetap. Kemampuan tambahan yang dimiliki MOTIWALI berupa transmisi data menggunakan GSM atau frekuensi radio dan dilengkapi dengan sistem alarm (Iqbal dan Jaya, 2011). Berdasarkan pembagian alat pengukur pasang surut menurut Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) (2006), MOTIWALI termasuk kedalam acoustical tide gauges. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji akurasi instrumen MOTIWALI, menganalisis pengaruh faktor koreksi suhu dalam kaitannya dengan penentuan jarak untuk pengolahan data pasang surut dari instrumen MOTIWALI, dan menentukan tipe pasang surut di perairan Pulau Pramuka secara visual. Penelitian ini dilakukan di workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Deptartemen ITK, FPIK, IPB selama 1 hari dan di Perairan Pulau Pramuka, Kep. Seribu, DKI. Jakarta pada titik koordinat 106,61372º BT dan 5,74260º LS selama 3 hari. Pengukuran di laboratorium dilakukan dengan membandingkan jarak tetap (acuan) dengan jarak yang dihasilkan MOTIWALI. Data suhu yang didapatkan dari MOTIWALI dibandingkan dengan data suhu hasil pengukuran menggunakan termometer dengan metode Linear Least Square Fitting. Pengukuran pasang surut di lapang dilakukan dengan membandingkan pengukuran menggunakan MOTIWALI dan Mistar Pasut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa untuk suhu MOTIWALI sebesar 21,6 ºC, di udara yang sebenarnya suhu memiliki nilai sebesar 25,1 ºC. Dengan demikian, suhu pengukuran MOTIWALI dan suhu sebenarnya memiliki perbedaan sebesar 4,5 ºC. Data jarak yang diperoleh oleh MOTIWALI memiliki nilai rataan sebesar 169,1 cm dan setelah dilakukan koreksi terhadap suhu udara data memiliki nilai rataan sebesar 171,2 cm pada pengukuran jarak tetap sebesar 173 cm. Dengan demikian, akurasi MOTIWALI meningkat sebesar 46,1%. MOTIWALI memiliki rata-rata akurasi pengukuran sebesar 1,8 cm. Hasil pengukuran lapang yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan antara pengukuran manual dan MOTIWALI dimana pengukuran MOTIWALI memiliki grafik yang lebih halus dibandingkan dengan pengukuran manual. Perbedaan ini terjadi karena MOTIWALI memiliki sampling rate yang tinggi yaitu setiap 5 menit, sedangkan manual dilakukan pengukuran setiap 15 menit. Berdasarkan hasil penelitian pasang surut menggunakan MOTIWALI didapat tipe pasang surut di perairan Pulau Pramuka secara visual yaitu pasang surut campuran dominansi tunggal dengan pasang tertinggi terjadi pada selang waktu antara pukul 18:00:00 WIB sampai 00:00:00 WIB atau waktu dari pasang ke surut lebih panjang dibandingkan waktu dari surut ke pasng.

4 Hak cipta milik ANUGRAH ADITYAYUDA, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya

5 PENGUKURAN FAKTOR KOREKSI JARAK PADA INSTRUMEN MOTIWALI ANUGRAH ADITYAYUDA SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

6 SKRIPSI Judul Skripsi : PENGUKURAN FAKTOR KOREKSI JARAK PADA INSTRUMEN MOTIWALI Nama Mahasiswa : Anugrah Adityayuda Nomor Pokok Departemen : C : Ilmu dan Teknologi Kelautan Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP Dr. Ir. Agus S. Atmadipoera, DESS NIP Mengetahui, Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP Tanggal Lulus : 31 Agustus 2012

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan semesta alam Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul PENGUKURAN FAKTOR KOREKSI JARAK PADA INSTRUMEN MOTIWALI disusun sebagai salah satu syarat kelulusan pada program sarjana. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua (Bapak Asep Djuanda Sunarya dan Ibu Komariah), serta kakak dan adik tercinta Dimas Pratama Yuda dan Dendi Ahmad Patria Yuda yang telah memberikan semangat, motivasi dan kasih sayang. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. dan Dr.Ir. Agus S. Atmadipoera, DESS. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan masukkan kepada penulis. 3. Ibu Dr. Ir. Yuli Naulita, M.Si. selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis. 4. Muhammad Iqbal, S. Pi., M. Si. yang banyak membantu penulis dalam memahami penelitian yang dilaksanakan. 5. Klub MIT (Khasanah, Rizqi Rizaldi, Erik Munandar, Hollanda, dan Iman) atas diskusi mengenai MOTIWALI. 6. Keluarga besar ITK 44 (Arief, Dinno, Iqbal, dan Aldelanov) dan seluruh warga ITK yang telah memberikan pelajaran dan pengalaman hidup kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun akan bermanfaat bagi penulis dalam perbaikan di kemudian hari. Bogor, September 2012 Anugrah Adityayuda

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Instrumen Pengukur Pasang Surut Instrumen MOTIWALI Perangkat lunak MOTIWALI Perangkat elektronik MOTIWALI Cara kerja sensor ultrasonik dan sensor suhu Metode Fitting Pasang Surut Interaksi pasang surut bulan dan matahari Tipe pasang surut Komponen harmonik pasang surut Pengukuran Pasang Surut Metode Filtering METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Data Akuisisi data laboratorium Akuisisi data lapang Pengolahan Data Pengolahan data laboratorium Pengolahan data lapang Analisis Data Analisis data koreksi suhu Analisis data faktor koreksi suhu Metode Penempatan Alat HASIL DAN PEMBAHASAN Koreksi Suhu Jarak dan Suhu MOTIWALI Jarak dan Suhu Hasil Koreksi Perbandingan Jarak Pengukuran Lapang Pasang Surut... 34

9 Jarak dan suhu koreksi di lapang Perbandingan jarak di lapang Pasang surut KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 46

10 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Susunan File CONFIG.INI MOTIWALI Tabel Tipe Pasang Surut Berdasarkan Bilangan Formzhal Deskriptif Statistik Data MOTIWALI Deskriptif Statistik Data MOTIWALI Terkoreksi Deskriptif Statistik Data Perbandingan Jarak Deskriptif Statistik Data MOTIWALI Terkoreksi di Lapang Deskriptif Statistik Data Perbandingan Jarak di Lapang Deskriptif Statistik Pengukuran Pasang Surut Nilai Tunggang Pasut x

11 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Pressure tide gauge Stilling well tide gauge NGWLMS tide gauge Uji coba OTT Kalesto (radar gauge) di Liverpool Keseluruhan tampak belakang (atas) dan kotak elektronik (bawah) Diagram alir perangkat lunak MOTIWALI a) spring tide (pasut purnama), b) neap tide (pasut perbani) Diagram alir pengolahan data MOTIWALI di Workshop Akustik dan Instrumentasi Kealautan, Departemen ITK, FPIK, IPB Diagram alir pengolahan data MOTIWALI di lapang Penempatan MOTIWALI dan mistar pasut di lapang Grafik koreksi suhu Grafik keluaran MOTIWALI Grafik suhu dan jarak terkoreksi Grafik perbandingan jarak Grafik perbandingan jarak terkoreksi dan jarak tetap Grafik suhu dan jarak terkoreksi di lapang Grafik perbandingan jarak di lapang Grafik pengukuran pasang surut xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Data sheet pengukuran pasang surut Tabel komponen harmonik pasut yang penting Kecepatan suara berdasarkan suhu Kecepatan suara di udara Contoh RAW data yang didapat MOTIWALI Diagram alir keseluruhan perangkat lunak MOTIWALI MOTIWALI xii

13 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasang surut merupakan fenomena pergerakan naik dan turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari (Zakaria, 2009), serta adanya gaya gravitasi oleh bumi (Dronkers, 1964). Menurut Ongkosongo (1987), dalam dunia kelautan dan kehidupan manusia sehari-hari, pasang surut sangat penting dikaji untuk keperluan seperti bidang geologi, pembangunan konstruksi teknik sipil, lingkungan, bidang biologi dan pertanian, serta pengembangan energi pasut. Pengukuran pasang surut air laut umumnya menggunakan alat atau instrumen pengukur pasang surut yang didalamnya terdapat komponen elektronik (tide gauge) dan tide staff, berupa papan mistar dengan pembagian skala yang ditancapkan ke dasar perairan. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka ada alternatif lain yang lebih mudah yaitu dengan menggunakan gelombang akustik atau perambatan suara. Keunggulan pengukuran pasut menggunakan akustik yaitu dapat dilakukan pada kondisi udara terbuka (IOC, 1994; 2000; dan 2006). Dalam perambatan di udara, suara mengalami atenuasi yang besarnya tergantung pada konsentrasi partikel terlarut di udara, jarak antara sumber suara dan objek yang dapat mempengaruhi waktu kembali suara ke penerima, serta karakteristik objek. Menurut Lamancusa (2000), komponen-komponen yang biasanya mempengaruhi suara di atmosfer adalah komponen tipe dan geometri sumber suara, kondisi meteorologi seperti variasi suhu dan angin, penyerapan suara oleh atmosfer, kontur dan jenis permukaan, serta penghalang seperti bangunan dan tanaman. 1

14 2 Penelitian ini dikhususkan untuk menganalisis kinerja instrumen pasang surut berbasis gelombang akustik dan pengaruh dari suhu udara. Suara di udara dipengaruhi oleh suhu udara itu sendiri. Semakin tinggi suhu udara, maka akan menghasilkan kecepatan suara yang tinggi pula, walaupun tidak bersifat linier (Ingard, 1953; Branconi, 1740 in Bohn, 1988). Berdasarkan Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) (1994; 2000; dan 2006), kecepatan suara di udara secara signifikan bervariasi terhadap suhu dan kelembaban (sekitar 0,17%/ºC). Dengan diketahuinya pengaruh suhu udara terhadap perambatan suara di udara, maka untuk mendapatkan hasil pengukuran pasang surut yang akurat dengan menggunakan instrumen akustik diperlukan koreksi dari suhu udara di lingkungan pengambilan data. Penelitian ini menggunakan instrumen pengukur pasang surut Mobile Tide and Water Level Instrument (MOTIWALI) yang dikembangkan oleh Bagian Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. MOTIWALI menggunakan transduser akustik 40 khz sebagai sensor pengukur jarak antara transduser dan permukaan air serta sensor suhu sebagai pengoreksi. Instrumen MOTIWALI didesain sedemikian rupa sehingga dapat ditempatkan dengan mudah, serta ringan sehingga sangat cocok untuk pengukuran jangka pendek dan panjang Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menguji akurasi instrumen MOTIWALI, menganalisis pengaruh faktor koreksi suhu dalam kaitannya dengan penentuan

15 3 jarak untuk pengolahan data pasang surut dari instrumen MOTIWALI, dan menentukan tipe pasang surut di perairan Pulau Pramuka secara visual.

16 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Instrumen Pengukur Pasang Surut Tide gauge merupakan alat atau instrumen yang digunakan untuk mengukur tinggi pasut. Instrumen pengukur pasang surut yang umum digunakan diantaranya adalah tide staff, floating tide gauge, dan pressure tide gauge (Djaja, 1987). a) Tide staff, merupakan alat pengukur pasang surut yang paling sederhana berupa papan mistar memiliki ketebalan antara 1 sampai 2 inchi dengan lebar 4 sampai 6 inchi, dan dengan pembagian skala yang umumnya dalam sistem meter, sedangkan panjangnya harus lebih besar dari tunggang pasut (tidal range). Misalnya, pada perairan dengan tunggang pasut sebesar 2 m, maka ukuran papan skala ini harus lebih dari 2 m gauge (Djaja, 1987). b) Floating tide gauge. Prinsip kerja alat ini berdasarkan gerakan naik turunnya permukaan laut yang dapat diketahui melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat. Pengukuran tinggi muka air oleh alat ini dilakukan dengan mendeteksi pergerakan naik turun dari air. Perubahan tinggi pada permukaan air akan menyebabkan pelampung begerak vertikal (naik turun), pelampung dan penahan beban diikat dengan kabel dan dihubungkan dengan sebuah katrol yang terdapat pada enkoder, sehingga gerakan pelampung dapat memutar katrol. Perputaran yang terjadi pada katrol akan dikonversikan menjadi suatu sinyal digital dan ditransfer ke unit data logger melalui kabel transduser. Di dalam data logger unit sinyal listrik tersebut diproses sehingga menjadi nilai yang terukur gauge (Djaja, 1987). c) Pressure tide gauge. Prinsip kerjanya sama dengan floating tide gauge, hanya saja gerakan naik turunnya permukaan laut dapat diketahui dari 4

17 5 perubahan tekanan yang terjadi di dalam laut. Seberapa besar tekanan yang diterima oleh sensor akan diubah dalam bentuk kedalaman yang telah dirancang sedemikian rupa, sehingga diperoleh tinggi muka air dari nilai ini dengan mempertimbangkan nilai densitas dan gravitasi. Gambar 1 merupakan contoh dari pressure tide gauges gauge (Djaja, 1987). Gambar 1. Pressure tide gauge (IOC, 2006) Selain ketiga alat ukur yang digunakan di atas, IOC (2006) membagi instrumen pengukur pasut menjadi empat bagian yaitu stilling well tide gauges, pressure gauges, acoustic tide gauges, dan radar gauges. a) Stilling well tide gauges, merupakan pipa yang ditempatkan secara vertikal di dalam air, cukup panjang untuk menutupi segala kemungkinan tunggang pasut dibeberapa stasiun. Bagian bawah dari sumur tertutup kecuali untuk masukan, satu untuk masukan di bawah dan lainnya dengan pipa masukan yang terhubung ke bagian lebih rendah dari sumur. Cara kerja dari alat ini

18 6 sama dengan floating tide gauge. Contoh gambar dari alat ini dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Stilling well tide gauge (IOC, 2006) b) Acoustic tide gauges. Alat atau intrumen pengukur pasang surut yang menggunakan gelombang suara untuk mendapatkan data pasang surut. Pengukurannya bergantung pada perubahan waktu perambatan dari sinyal akustik yang direfleksikan secara vertikal dari permukaan laut ke sensor penerima (receiver). Contoh untuk alat ukur acoustic tide gauges dapat dilihat pada Gambar 3.

19 7 Gambar 3. NGWLMS tide gauge (IOC, 2006) c) Radar gauges. Alat ini dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmitter), penerima pulsa radar (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, radar memancarkan pulsa-pulsa gelombang radio ke permukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh radar. Sistem radar ini dapat mengukur ketinggian radar di atas permukaan laut dengan menggunakan waktu tempuh dari pulsa radar yang dikirimkan ke permukaan laut, dan dipantulkan kembali ke radar (IOC, 2002). Contoh dari radar gauges dan perbandingannya dengan bubbler gauge dapat dilihat pada Gambar 4.

20 8 Gambar 4. Uji coba OTT Kalesto (radar gauge) di Liverpool (IOC, 2006) 2.2. Instrumen MOTIWALI Instrumen MOTIWALI (Mobile Tide and Water Level Instrument) merupakan alat pengukur pasang surut atau level air yang dapat digunakan untuk pengukuran yang bersifat mobile atau bergerak maupun stasiun tetap dengan kemampuan tambahan seperti transmisi data menggunakan GSM atau frekuensi radio dan dilengkapi dengan sistem alarm. Instrumen MOTIWALI ini menggunakan transduser akustik 40 khz sebagai sensor pengukur jarak antara sensor dengan permukaan air dan sensor suhu sebagai pengoreksi data (Iqbal dan Jaya, 2011). Berdasarkan pembagian alat pengukur pasang surut menurut IOC (2006), MOTIWALI termasuk kedalam acoustical tide gauge. Bentuk dari instrumen MOTIWALI dapat dilihat pada Gambar 5 dan Lampiran 7.

21 9 (e) (a) (c) (b) (d) (f) (e) (b) (a) (j) (g) (h) (i) Gambar 5. Keseluruhan tampak belakang (atas) dan kotak elektronik (bawah) (Iqbal dan Jaya, 2011) (k) Keterangan: a = Kotak utama elektronik b = Tiang penghubung transduser dan kotak elektronik c = Pipa ¼ inchi penghubung transduser dan tiang d = Kotak transduser e = Antene GSM/Radio f = Penyangga tiang transduser g = Soket eksternal (1) power luar, (2) RS232, (3) device control h = Tempat peralatan elektronik i = Pintu j = Tempat accu internal k = Gagang pintu

22 Perangkat lunak MOTIWALI Pembangkitan sinyal 40 KHz menggunakan Timer 1 yang dimiliki mikrokontroler. Mikrokontroler akan melakukan setting register sehingga terjadi overflow pada setiap 1/40000 detik dan sinyal 16-bit tersebut kemudian dapat diakses pada pin OCR1A dan OCR1B pada mikrokontroler (Iqbal dan Jaya, 2011). Untuk mengatur kerja MOTIWALI digunakan file CONFIG.INI. Ada beberapa hal yang harus diatur dalam file ini seperti pada Tabel 1. Terlihat 9 variabel yang dapat diatur oleh pengguna melalui file ini. Variabel tersebut dimaksudkan agar pengguna dapat menyesuaikan kebutuhannya. Khusus untuk alarm atau pengiriman data GSM, pengguna harus menambahkan modem GSM atau sejenisnya dengan menggunakan komunikasi RS232. Alarm dimaksudkan jika pengguna ingin mendapatkan peringatan jika air sudah memenuhi jarak tertentu yang telah ditentukan baik dengan menyalakan/mematikan peralatan lain atau mengirimkan SMS pemberitahuan ke nomor tertentu (Iqbal dan Jaya, 2011). Tabel 1. Susunan File CONFIG.INI MOTIWALI No. Variabel Tipe Data Keterangan 1 MOTIWALI String Pengenal file 2 Waktu_penyimpanan Integer Dalam Menit 3 Transmit (1 atau 0) Byte 1=transmit GSM 0=tidak transmit (default) 4 No_GSM String Nomor HP yang dituju 5 Waktu_transmit Integer Dalam menit 6 Alarm (1 atau 0) Byte 1=alarm 0=tidak alarm (default) 7 Tipe_alarm Byte 1=relay 0=GSM 8 Jarak_alarm Integer Jarak alarm berfungsi (cm) 9 Gsm_alarm_no String Nomor HP yang dituju Sumber : Iqbal dan Jaya (2011)

23 11 Cara kerja perangkat lunak MOTIWALI yaitu pada saat mulai dinyalakan mikrokontroler akan mengecek keberadaan MMC/SD Card dan sensor. Jika belum siap, mikrokontroler akan mengulang kembali pada tahap awal proses, jika siap dilanjutkan dengan membaca file CONFIG.INI yaitu mendapatkan nilai 8 variabel pada Tabel 1. Transmit sinyal pada transduser kemudian dilakukan hingga mendapat sinyal balik dan mengukur waktu pada saat mulai transmit hingga penerimaan tersebut, kemudian dilakukan dengan pembacaan sensor suhu. Data kemudian disimpan pada modul SD/MMC Card (Iqbal dan Jaya, 2011) Perangkat elektronik MOTIWALI Perangkat elektronik terdiri atas beberapa bagian utama yaitu catu daya yang diambil dari accu dengan opsi catudaya luar DC 12 Volt, mikrokontroller sebagai pusat pengendali dan pengolah data, modul transduser dengan frekuensi resonansi 40 KHz, tegangan input maksimum 20 Vrms dan sensitivitas minimal - 67 db sebagai pengukur jarak ke permukaan air, sensor suhu digital DS18B20, dan modul data logger sebagai penyimpan dan backup data menggunakan komunikasi SPI (Serial Programming Interface). Catudaya yang digunakan adalah accu 12 Volt 7 Ampere Hour (Iqbal dan Jaya, 2011) Cara kerja sensor ultrasonik dan sensor suhu Cara kerja sensor ultrasonik terdiri dari sensor pengirim yang dikendalikan dari mikrokontroler melalui keluaran I/O dengan memberikan gelombang persegi 40 KHz. Sebelumnya gelombang persegi tersebut dikonversi baik level tegangan maupun arus serapnya menggunakan IC level converter sehingga sesuai dengan spesifikasi transduser. Sinyal pantulan kemudian diterima oleh transduser

24 12 penerima dan selanjutnya dikonversi sinyal keluarannya melalui rangkaian pengkondisi sinyal sehingga keluaran sinyal tersebut dapat diolah oleh mikrokontroler (Iqbal dan Jaya, 2011). Cara kerja sensor suhu cukup sederhana. Sensor keluaran DALLAS Instrument ini menggunakan komunikasi 1-wire sebagai protokol keluaran data. Resistor pull-up dimaksudkan untuk menyamakan arus serap yang dimiliki sensor dan pin mikrokontroler. Dari hasil uji coba resistor pull-up yang dapat digunakan yaitu antara KΩ. Semakin besar impedansi kabel yang digunakan maka semakin besar resistansi resistor pull-up yang dihasilkan (Iqbal dan Jaya, 2011). Pada Gambar 6 dapat dilihat proses dari cara kerja perangkat lunak MOTIWALI. Keseluruhan diagram alir dari MOTIWALI dapat dilihat pada Lampiran 6. Gambar 6. Diagram alir perangkat lunak MOTIWALI (modifikasi dari Iqbal dan Jaya, 2011)

25 Metode Fitting Wijayanto (1994) in Notodiputro et al. (1997) mengatakan bahwa fitting data dilakukan untuk mengindari bias dari suatu data, sehingga kesalahan dari perhitungan dapat diperkecil. Menurut Betzler (2003), ada beberapa alasan dan tujuan dilakukannya fitting yaitu untuk mendapatkan sekumpulan data yang khusus (menentukan maksimum data atau titik perubahan), membuat tampilan grafik menjadi lebih baik, mendeskripsikan data dengan prinsip fisik yang mudah, dan menetukan formula untuk hubungan antara data fisik yang berbeda. Fitting data pada umumnya dilakukan dengan metode kuadrat terkecil (least squares fitting method). Metode ini dapat dilakukan dengan mudah bila bentuk dari kurvanya telah diketahui dan sederhana (Lasijo, 2001). Menurut Luknanto (1992), regresi kuadrat terkecil adalah suatu regresi dengan pembatasnya adalah jumlah kuadrat jarak vertikal setiap titik dalam data terhadap kurva regresi menjadi minimum. Kurva dengan derajat terkecil dapat berupa garis lurus, polynomial, atau polynomial berderajat tinggi maupun kurva jenis lainnya Pasang Surut Pasang surut air laut merupakan proses naik dan turunnya permukaan air laut secara periodik yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik menarik dari bendabenda angkasa, yang terutama sekali disebabkan oleh gaya tarik matahari dan gaya tarik bulan terhadap massa air di permukaan bumi (Zakaria, 2009). Pasang surut terjadi karena adanya gaya penggerak. Gaya-gaya penggerak pasut adalah benda-benda atmosfer, tetapi dari semua benda angkasa hanya matahari dan bulan yang sangat berpengaruh melalui tiga gerakan utama. Ketiga gerakan itu adalah (Pariwono, 1987):

26 14 1. Revolusi bulan terhadap bumi, dimana orbitnya berbentuk elips dan memerlukan waktu 29,5 hari untuk menyelesaikan revolusinya; 2. Revolusi bumi terhadap matahari, dengan orbitnya berbentuk elips dan periode yang diperlukan untuk ini adalah 365,25 hari; 3. Perputaran bumi terhadap sumbunya sendiri dan waktu yang diperlukan adalah 24 jam (one solar day) Interaksi pasang surut bulan dan matahari Interaksi pasang surut bulan dan matahari dibagi menjadi dua, yaitu pasang surut purnama dan pasang surut perbani. Pasang surut purnama merupakan pasang surut dimana posisi bumi bulan dan matahari sejajar. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pasang naik lebih tinggi dan surut lebih rendah. Pasang surut ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama. Pasang perbani merupakan pasang surut yang terjadi pada saat bulan, bumi dan matahari membentuk sudut 90º dan 270 º. Bulan dikatakan dalam keadaan perempat bagian ketika pasang surut perbani terjadi (Supangat dan Susanna, 2003). Gambar 7 merupakan gambar pasang purnama dan pasang perbani yang dibentuk oleh posisi bulan dan matahari terhadap bumi.

27 15 Gambar 7. a) spring tide (pasut purnama), b) neap tide (pasut perbani) (Hicks, 2006) Tipe pasang surut Pada umumnya pasang surut memiliki empat tipe, yaitu (Wyrtki, 1961): 1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide). Merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini terdapat di Selat Karimata. 2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide). Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut Andaman. 3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal). Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan

28 16 satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat. 4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal). Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur Komponen harmonik pasang surut Rotasi bumi, revolusi bumi terhadap matahari dan revolusi bulan terhadap bumi meyebabkan resultan gaya penggerak pasang surut yang rumit dapat diuraikan sebagai hasil gabungan sejumlah komponen harmonik pasut (harmonic constituent). Komponen harmonik tersebut dapat dibagi menjadi tiga komponen, yaitu tengah harian, harian dan periode panjang (Pariwono, 1987). Beberapa komponen harmonik yang penting dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari komponen harmonik yang didapat, tipe pasang surut di suatu perairan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan yang biasa disebut dengan bilangan Formzhal (Pugh, 1987) dan klasifikasi dari tipe pasang surut berdasarkan bilangan Formzhal dapat dilihat pada Tabel 2. F = H k1+ H O1 H M 2 + H S2. (1) Keterangan (Pariwono, 1987): H k1 = Luni-solar Diurnal H m2 = Prinsip Lunar Semi-diurnal H 01 = Prinsip Lunar Diurnal H s2 = Prinsip Solar Semi-diurnal

29 17 Tabel 2. Tabel Tipe Pasang Surut Berdasarkan Bilangan Formzhal Bilangan Formnzhal Tipe Pasang Surut 0 sampai 0.25 semidiurnal 0.25 sampai 1.50 mixed, mainly semidiurnal 1.50 sampai 3.00 mixed, mainly diurnal lebih besar dari 3.00 diurnal Sumber: Pugh (1987) 2.5. Pengukuran Pasang Surut Pengamatan naik turunnya muka laut atau pasang surut yang selama ini digunakan menggunakan dua alat, yaitu manual recording dan automatic recording system. Manual recording merupakan alat ukur yang dibuat dari kayu atau bahan anti karat yang diberi skala ukur dengan panjang tidak lebih dari 10 meter dan dalam pengoperasiannya dibutuhkan operator untuk pembacaan skala ukurnya, sedangkan automatic recording system atau yang dikenal dengan pressure gauge atau tide gauge adalah alat ukur yang merekam secara otomatis dan datanya disimpan dalam media penyimpanan data digital (Cahyadi, 2007). Menurut Djaja (1987), pencatatan pasang surut dapat dilakukan secara non registering, yaitu dengan pengamatan langsung untuk mengukur dan mencatat tinggi pasut dari papan ukur yang disebut tide staff, atau pengukuran secara self registering, yaitu pencatatan pasut secara otomatik dengan alat automatic gauge baik berbentuk grafik, punched tape, atau foto Metode Filtering Filtering atau penapisan merupakan cara untuk memperhalus suatu data yang berfluktuasi sehingga dapat diketahui trend dari data tersebut. Filtering data dapat dilakukan dengan metode moving average (perata-rataan berjalan). Moving

30 18 average merupakan metode untuk merata-ratakan data yang dekat dengan data yang jauh tetapi masih berhubungan (Riley dan Lutgen, 1999). Secara umum moving average dapat ditulis dengan persamaan berdasarkan Gencay dan Stengos (1998) sebagai berikut, MA t = 1 n n 1 i=0 X t 1.. (2) dimana n adalah periode waktu dan t adalah nilai-nilai yang akan dijumlahkan berdasarkan periode waktu. Menurut Callegaro (2010), secara singkat persamaan moving average dapat dijabarkan seperti persamaan di dibawah: MA n = X t 1+X t 2 + +X t n n (3)

31 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan lapangan. Penelitian di laboratorium dilakukan pada Februari 2012 yang bertempat di Workshop Akustik dan Isntrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan penelitian lapang dilakukan pada 9-11 Maret 2012 yang bertempat di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI. Jakarta pada titik koordinat 106,61372º BT dan 5,74260º LS Data Akuisisi data laboratorium Data yang dikumpulkan pada pengukuran di laboratorium adalah data suhu udara manual dan data yang didapat dari instrumen MOTIWALI. Pengambilan data MOTIWALI di atur setiap 1 menit selama 1 hari. Pengukuran data suhu manual dilakukan setiap 1 jam sekali selama 1 hari. Data yang didapat dari intrumen MOTIWALI berbentuk file dalam format *.txt yang didalamnya terdapat data waktu, jarak, dan suhu (Lampiran 5). Untuk data suhu manual didapat data waktu dan suhu udara. Pengambilan data suhu udara manual bertujuan untuk mengkoreksi suhu udara yang didapat dari instrumen MOTIWALI yang dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa dengan skala 1 ºC. Selain data dari instrumen MOTIWALI dan data suhu manual, pada pengukuran ini diperoleh data acuan jarak sebesar 173 cm yang diukur menggunakan meteran dengan skala 1 mm untuk dibandingkan dengan data hasil pengolahan. 19

32 Akuisisi data lapang Pada pengukuran di lapang didapatkan data dari instrumen MOTIWALI dan data pengukuran pasang surut manual menggunakan mistar pasut dengan skala setiap 1 cm dan dicatat pada datasheet (Lampiran 1). Instrumen MOTIWALI diatur untuk pengambilan data setiap 5 menit. Pengukuran pasang surut manual dilakukan setiap 15 menit Pengolahan Data Pengolahan data laboratorium Pengolahan data hasil pengukuran di laboratorium ditunjukkan pada Gambar 8 di bawah ini. Proses pengumpulan data di laboratorium menggunakan tiga alat utama yaitu MOTIWALI, termometer dan meteran. Gambar 8. Diagram alir pengolahan data MOTIWALI di Workshop Akustik dan Instrumentasi Kealautan, Departemen ITK, FPIK, IPB

33 21 Berdasarkan Gambar 8, MOTIWALI merekam data suhu udara dan jarak. Selanjutnya, data yang terkumpul ditapis (filter) menggunakan metode moving average filtering setiap lima deret data agar data yang dihasilkan menjadi lebih halus (smooth). Pemilihan perata-rataan setiap lima deret data didasari pada mean absolute percentage error (MAPE) yang paling kecil, dengan nilai sebesar 0,087313, dibandingkan dengan perata-rataan setiap tiga maupun sepuluh data, dengan nilai MAPE masing-maasing sebesar 0, dan 0, Kemudian, suhu udara yang dihasilkan oleh MOTIWALI dikoreksi dengan suhu udara manual hasil pegukuran menggunakan termometer. Dari hasil koreksi ini, menggunakan metode fitting linear least square, didapat persamaan suhu dalam bentuk Y = ax+b (Persamaan 1), dimana Y adalah suhu udara manual dan X adalah suhu udara MOTIWALI, serta a dan b adalah konstanta. Selanjutnya, suhu udara dari MOTIWALI dimasukkan kedalam persamaan tersebut sehingga menghasilkan suhu yang sudah terkoreksi. Untuk melihat pengaruh suhu terhadap kecepatan suara, sesuai dengan teori bahwa kecepatan suara akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Maher, 2007), maka suhu udara terkoreksi dimasukkan ke dalam persamaan C = 331,5 + 0,6θ (Persamaan (2)), dimana C merupakan kecepatan suara dalam satuan m/s dan θ adalah suhu udara dalam satuan ºC, sehingga menghasilkan kecepatan suara terkoreksi. Sebagai catatan bahwa Persamaan (2) di gunakan untuk mempermudah perhitungan (sengpielaudio.com, 2011). Dengan melihat Persamaan (2), dapat disimpulkan bahwa perubahan suhu sebesar 1 ºC akan menyebabkan penambahan kecepatan suara sebesar kurang lebih 0,6 m/s. Setelah mendapatkan kecepatan suara yang telah terkoreksi, maka diperlukan waktu

34 22 tempuh yang dibutuhkan suara untuk terdeteksi oleh sensor untuk mengetahui jarak terkoreksi. Sebelumnya, harus diketahui dulu waktu tempuh dari refleksi gelombang suara dengan pembagian antara jarak yang didapat MOTIWALI dengan kecepatan suara konstan berdasarkan teori. Kecepatan suara berdasarkan teori yang digunakan adalah kecepatan suara yang diukur oleh Laplace (1816) in Weir (2001) sebesar 343 m/s. Kecepatan suara ini berada pada suhu 20ºC dan pada tekanan udara 1 atm (untuk kecepatan suara pada suhu yang berbeda dapat dilihat pada Lampiran 3). Jarak yang sudah terkoreksi dapat diperoleh dengan mengalikan kecepatan suara terkoreksi di udara Persamaan (2) dengan waktu yang didapat dari Persamaan (3). Persamaan (2) merupakan turunan dari hubungan antara densitas, tekanan dan kecepatan suara di udara (Lampiran 4). Untuk lebih jelas, persamaan-persamaan yang digunakan sebagai berikut: Y = ax + b.. (1) C = θ.. (2) Waktu = Jarak MOTIWALI C teori.. (3) Jarak Terkoreksi = C Waktu.. (4) Keterangan: Y = Suhu udara pengukuran termometer (ºC) X = Suhu udara pengukuran MOTIWALI (ºC) a = Konstanta (0,9985) b = Konstanta (3,539) C = Kecepatan suara terkoreksi (m/s) θ = Suhu udara terkoreksi (ºC) C teori = Kecepatan suara di udara (343 m/s)

35 Pengolahan data lapang Pada pengolahan data hasil pengukuran lapang terdapat perbedaan untuk suhu pengukuran MOTIWALI. Suhu tersebut tidak dicocokkan (fitting) dengan suhu manual karena sudah ada persamaan untuk mengetahui suhu udara sebenarnya yang didapat dari pengukuran di laboratorium. Proses pengolahan data hasil pengukuran lapang dapat di lihat pada Gambar 9. Gambar 9. Diagram alir pengolahan data MOTIWALI di lapang Data yang didapat dari pengukuran menggunakan MOTIWALI, baik jarak maupun suhu, ditapis (filter) menggunakan metode moving average filtering. Selanjutnya, pengolahan data lapang dilakukan seperti langkah pengolahan data laboratorium. Akan tetapi, untuk data lapang tidak perlu lagi pencocokan data

36 24 suhu karena pada pengolahan data laboratorium sebelumnya telah didapat Persamaan (1), sehingga suhu hasil pengukuran MOTIWALI menjadi suhu terkoreksi setelah dimasukkan kedalam Persamaan (1). Setelah itu, suhu terkoreksi digunakan untuk mencari kecepatan suara terkoreksi dengan menggunakan Persamaan (2). Data jarak yang didapat MOTIWALI digunakan untuk mencari waktu tempuh perambatannya dengan pembagian jarak tersebut terhadap kecepatan suara berdasarkan teori (lihat Persamaan (3)). Dari proses ini dapat diketahui jarak terkoreksi dengan menggunakan Persamaan (4). Jarak terkoreksi bisa diolah lagi menjadi data kedalaman dengan menggunakan Persamaan (5) di bawah. Perubahan Kedalaman = b c... (5) Keterangan: c = Jarak yang terukur oleh MOTIWALI (cm) b = Jarak dari dasar perairan ke permukaan sensor MOTIWALI (cm) 3.4. Analisis data Analisis data dibagi menjadi dua yaitu analisis data untuk koreksi suhu dan analisis data untuk menentukan faktor koreksi suhu Analisis data koreksi suhu Analisis data dilakukan untuk mengoreksi suhu yang didapat MOTIWALI dengan suhu udara sebenarnya yang diukur menggunakan termometer (suhu manual) dengan cara analisis regresi linear menggunakan curve fitting tool yang ada pada software MATLAB. Hasil akhir dari analisis ini berupa persamaan regresi linear. Analisis ini dilakukan dengan memplotkan nilai kedua suhu

37 25 tersebut pada sumbu X dan sumbu Y dengan menggunakan MATLAB, dimana X adalah suhu MOTIWALI dan Y adalah suhu manual Analisis data faktor koreksi suhu Analisis data untuk menentukan faktor koreksi suhu dilakukan dengan mencari nilai rata-rata dari selisih antara jarak acuan dan jarak koreksi suhu (Persamaan (6)). Akurasi = k i (Jarak Acuan Jarak Koreksi ) n... (6) Keterangan: i = Data pertama k = Data ke-k n = Jumlah data 3.5. Metode Penempatan Alat Penempatan alat dilakukan di tempat yang tidak terkena pengaruh gelombang secara langsung, yaitu di darmaga pelabuhan kapal. Mistar pasut ditempatkan dengan cara diikatkan ke badan darmaga secara tegak lurus. Untuk alat MOTIWALI ditempatkan di darat dengan sensor menjorok ke laut dan mengarah ke permukaan air laut (Gambar 10). Sensor transduser yang dimiliki MOTIWALI menghasilkan gelombang akustik yang berfungsi mengukur jarak dari sensor ke permukaan air laut.

38 Gambar 10. Penempatan MOTIWALI dan mistar pasut di lapang 26

39 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Koreksi Suhu Koreksi suhu udara antara data MOTIWALI dengan suhu udara sebenarnya (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis tersebut dihasilkan persamaan yang menghubungkan kedua parameter yang dianalisis dengan persamaan Y = 0,9985X + 3,539 pada selang kepercayaan 95%, dimana X adalah suhu udara yang terukur oleh MOTIWALI dan Y adalah suhu manual. Gambar 11 merupakan grafik koreksi kedua suhu tersebut. Gambar 11. Grafik koreksi suhu Jumlah data yang digunakan dalam melakukan koreksi sebanyak 25 data, baik MOTIWALI maupun manual. Hal ini disebabkan karena keterbatasan dari data suhu manual yang ada, sehingga suhu MOTIWALI disesuaikan dengan suhu manual. Oleh karena suhu manual dan MOTIWALI tidak memiliki waktu pengukuran yang tepat sama, sehingga pemilihan data MOTIWALI dilakukan dengan melihat waktu pengukuran yang terdekat dari waktu pengambilan data 27

40 28 suhu manual. Setelah mengevaluasi data menggunakan persamaan yang diperoleh, untuk suhu MOTIWALI sebesar 21,6 ºC di udara yang sebenarnya suhu memiliki nilai sebesar 25,1 ºC. Suhu MOTIWALI sebesar 23,6 ºC suhu udara sebenarnya memiliki nilai 27,1 ºC. Sehingga dapat diketahui bahwa antara suhu MOTIWALI dan suhu udara sebenarnya memiliki perbedaan sebesar 4,5 ºC. Selain menghasilkan persamaan regresi linear, pencocokan (fitting) data menggunakan metode analisis regresi linear juga menghasilkan beberapa parameter fitting, diantaranya adalah (r-square) (r 2 ) dan root mean square error (rmse). Nilai r-square (r 2 ) atau dalam Walpole (1993) disebut koefisien determinasi contoh dari hubungan antara suhu MOTIWALI dan suhu manual sebesar 0,6107 yang berarti 61,07% dari nilai-nilai suhu manual (sumbu-y) dapat dijelaskan oleh hubungan linear dengan nilai-nilai suhu MOTIWALI (sumbu-x). Mengacu pada acuan nilai r 2, data-data tersebut memiliki kecenderungan sebesar 0,3893 atau 38,93% tidak dapat dijelaskan berdasarkan hubungan linearnya. Dari nilai r 2 dapat diketahui koefisien korelasi (dilambangkan dengan r) sebesar 0,7814. Nilai root mean square error (rmse), semakin mendekati nilai nol maka persamaan fitting yang digunakan akan semakin baik. Nilai rmse dari hubungan suhu MOTIWALI dan manual adalah 0,4264. Berdasarkan nilai rmse yang diperoleh dapat dikatakan bahwa persamaan yang didapat masih belum baik. Untuk memperbaiki persamaan dapat dilakukan dengan memperbanyak data pengukuran Jarak dan Suhu MOTIWALI Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan faktor koreksi dengan menggunakan jarak tetap sebagai acuan sebesar 173 cm. Pada Gambar 12, data

41 29 suhu (garis warna merah) dan jarak MOTIWALI (garis biru) serta jarak acuan (garis coklat). Gambar 12. Grafik keluaran MOTIWALI Berdasarkan Gambar 12, terlihat bahwa suhu dan jarak memiliki hubungan yang berkebalikan sesuai dengan teori Branconi (1740) in Bohn (1988), yang menyatakan peningkatan suhu di udara akan meningkatkan kecepatan suara di udara. Dengan demikian, pada jarak yang tetap (fix) akan ditempuh dalam waktu yang lebih singkat. Data jarak memiliki bentuk grafik yang sangat rapat karena waktu pengambilan data (sampling) yang singkat. Pada lingkaran warna hitam terdapat pencilan data yang diduga terjadi akibat kesalahan elektronik. Kesalahan ini terjadi bias disebabkan karena tegangan masukan yang tidak seimbang, sehingga menyebabkan adanya delay berlebih pada saat penerimaan sinyal balik (echo) dari objek. Dugaan lain adalah terjadi efek Dopler yang menyebabkan nilai dari pantulan bertambah. Bertambahnya nilai pantulan ini karena ada lebih dari satu echo yang terdeteksi oleh sensor. Untuk mengurangi kesalahan data

42 30 akibat data pencilan ini, sebaiknya data tersebut dihilangkan atau di sortir terlebih dahulu. Keterangan statistik dari data yang diperoleh data dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Deskriptif Statistik Data MOTIWALI Parameter MOTIWALI Suhu (ºC) Jarak (cm) Minimal 21,6 168,2 Maksimal 23,8 171,4 Mean 22,5 169,1 Median 22,3 169,2 Modus 22,3 169,2 Standar Deviasi 0,5 0,2 Range 2,2 3,2 Kisaran jarak selama pengukuran diperoleh nilai terbesar sebesar 171,4 cm dan terkecil sebesar 168,2 cm dan memiliki nilai rata-rata sebesar 169,1 cm, sedangkan suhu terbesar yaitu 23,8 ºC dan terkecil sebesar 21,6 ºC dengan ratarata nilai suhu sebesar 22,5 ºC. Ketelitian data MOTIWALI untuk pengukuran jarak sebesar 169,1 ± 0,2 cm Jarak dan Suhu Hasil Koreksi Sebelum data diproses menggunakan Persamaan (2) sampai Persamaan (4), data tersebut ditapis menggunakan metode moving average filtering dengan rentang data setiap lima data dan data suhu dikoreksi menggunakan persamaan yang didapat dari koreksi suhu (Persamaan (1)). Pemilihan perata-rataan setiap lima data didasari pada mean absolute percentage error (MAPE) yang paling kecil, dengan nilai sebesar 0,087313, dibandingkan dengan perata-rataan setiap tiga maupun sepuluh data, dengan nilai MAPE masing-maasing sebesar 0, dan 0, Jarak hasil koreksi ini sudah meminimalisir pengaruh suhu udara terhadap jarak. Setelah meminimalisir pengaruh suhu, diharapkan jarak yang

43 31 didapat mendekati jarak sebenarnya atau jarak acuannya. Data suhu ditunjukkan oleh garis warna merah, dan jarak ditunjukkan dengan garis biru, sedangkan jarak acuan ditunjukkan oleh warna coklat (Gambar 13). Gambar 13. Grafik suhu dan jarak terkoreksi Berdasarkan Gambar 13, jarak hasil koreksi suhu lebih halus dibandingkan dengan jarak sebelum dikoreksi akibat proses smoothing. Terlihat bahwa secara umum pola garis yang dibentuk oleh jarak berlawanan dengan pola suhunya, artinya jarak akan sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu. Adanya pola garis jarak yang mengikuti pola garis suhu diduga karena faktor yang mempengaruhi kecepatan suara tidak hanya suhu (Bohn, 1988). Nilai jarak tertinggi sebesar 171,7 cm dan jarak terendah sebesar 170,6 cm (Tabel 4). Apabila mengacu pada jarak tetap yang diketahui, yaitu 173 cm, maka akurasi MOTIWALI mengalami peningkatan sebesar 46,1%. Ketelitian dari jarak terkoreksi adalah 171,2 ± 0,1 cm. Data suhu yang telah dikoreksi memiliki nilai tertinggi sebesar 27,3 ºC dan terendah sebesar 25,1 ºC dengan nilai rata-rata

44 32 sebesar 26,0 ºC. Ketelitian dari nilai suhu setelah dikoreksi adalah 26,0 ± 0,5 ºC (Tabel 4). Tabel 4. Deskriptif Statistik Data MOTIWALI Terkoreksi Parameter MOTIWALI Suhu (ºC) Jarak (cm) Minimal 25,1 170,6 Maksimal 27,3 171,7 Mean 26,0 171,2 Median 25,8 171,2 Modus 25,8 171,1 Standar Deviasi 0,5 0,1 Range 2,2 1, Perbandingan Jarak Pada Gambar 14, ditunjukkan perbandingan nilai jarak yang didapat dari keluaran MOTIWALI (garis warna biru) dengan jarak yang sudah terkoreksi dengan suhu udara (garis warna merah) dan jarak acuan (garis warna coklat). Gambar 14. Grafik perbandingan jarak Dengan nilai jarak acuan atau jarak tetap sebesar 173 cm, nilai jarak yang dihasilkan dari hasil koreksi memiliki nilai yang semakin mendekati jarak acuan

45 33 tersebut yaitu sebesar 171,7 cm. Apabila dibandingkan dengan jarak keluaran sebelum dilakukan pengkoreksian terhadap suhu udara yang memiliki nilai jarak sebesar 171,4 cm, maka jarak terkoreksi menjadi lebih akurat. Grafik jarak hasil koreksi, memiliki pola yang lebih halus dibandingkan dengan grafik jarak keluaran MOTIWALI dengan pola fluktuatif. Data yang ditandai dengan lingkaran warna hitam (awal dan akhir susunan data), menunjukkan bahwa pada suhu di atas 26,0 ºC (Gambar 13) diduga menyebabkan salah yang besar terhadap jarak (Gambar 14). Penentuan koefisien koreksi dibutuhkan untuk menambahkan nilai hasil pengukuran MOTIWALI agar mendekati nilai keadaan sebenarnya, digunakan Persamaan (6) dengan menentukan rata-rata dari selisih jarak tetap dikurangi dengan jarak koreksi. Keterangan statistik data jarak dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Deskriptif Statistik Data Perbandingan Jarak Parameter Jarak (cm) MOTIWALI Koreksi Minimal 168,2 170,6 Maksimal 171,4 171,7 Mean 169,1 171,2 Median 169,2 171,2 Modus 169,2 171,1 Standar Deviasi 0,2 0,1 Range 3,2 1,1 Gambar 15 menunjukkan perbandingan grafik jarak tetap (garis coklat) dengan jarak terkoreksi (garis biru). Nilai jarak setelah dikoreksi memiliki standar deviasi sebesar 0,1 (Tabel 5). Apabila membandingkan ketelitian antara jarak keluaran MOTIWALI dan jarak koreksi didapat perbedaan yaitu jarak MOTIWALI memiliki rentang yang lebih besar, 3,2 cm, sedangkan jarak koreksi

46 34 sebesar 1,1 cm, sehingga ketelitiannya menjadi semakin tinggi setelah dikoreksi. Rata-rata dari selisih antara jarak tetap dikurangi dengan jarak terkoreksi suhu udara adalah sebesar 1,8 cm, sehingga dapat dikatakan bahwa rata-rata akurasi pengukuran adalah pada kisaran 1,8 cm. Gambar 15. Grafik perbandingan jarak terkoreksi dan jarak tetap 4.5. Pengukuran Lapang Pasang Surut Pengukuran lapang pasang surut dimaksudkan untuk menguji kinerja alat ketika digunakan pada pengukuran sebenarnya. Selain untuk menguji kinerja alat, pengukuran lapang pasang surut juga bertujuan untuk mengetahui secara visual pola pasang surut yang terbentuk selama pengukuran. Pengukuran pasang surut dengan menggunakan MOTIWALI dilakukan dengan metode yang sama dengan pengukuran di laboratorium. Namun demikian, pada pengukuran pasang surut di lapang dilakukan dengan jarak yang berubah-ubah mengikuti gerakan naik turunnya permukan air laut.

47 Jarak dan suhu koreksi di lapang Gambar 16 merupakan grafik data keluaran MOTIWALI. Dari data tersebut dihubungkan data suhu MOTIWALI (garis merah) dan jarak MOTIWALI (garis biru). Gambar 16. Grafik suhu dan jarak terkoreksi di lapang Grafik jarak pada Gambar 16 adalah hasil pengukuran jarak dari permukaan sensor (transduser) ke permukaan muka air laut, sehingga pola dari grafiknya berkebalikan dengan pola gerakan naik turunnya muka air laut sebenarnya. Tanda panah dengan keterangan surut menggambarkan keadaan surut pada kondisi lapang sebenarnya, sedangkan tanda panah dengan keterangan pasang menggambarkan keadaan pasang pada keadaan yang sebenarnya. Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa jarak tertinggi dan terendah yang didapat dari hasil pengukuran berturut-turut adalah 108,5 cm dan 54,3 cm, dengan jarak rata-rata sebesar 84,6 cm. Untuk suhu tertinggi sebesar 30,5 ºC dan terendah sebesar 24,5 ºC, dengan suhu rata-rata sebesar 26,7 ºC.

48 36 Tabel 6. Deskriptif Statistik Data MOTIWALI Terkoreksi di Lapang Parameter MOTIWALI Suhu (ºC) Jarak (cm) Minimal 24,5 54,3 Maksimal 30,5 108,5 Mean 26,7 84,6 Median 26,5 87,2 Modus 25,6 80,1 Standar Deviasi 1,3 12,6 Range 6,0 54, Perbandingan jarak di lapang Jarak MOTIWALI sebelum dan sesudah dikoreksi dibandingkan untuk melihat perbedaan pada peningkatan nilai jarak pada jarak setelah dikoreksi. Gambar 17 merupakan grafik perbandingan kedua nilai jarak, dimana jarak MOTIWALI ditunjukkan dengan garis warna merah dan jarak koreksi ditunjukkan denagn garis warna biru. Gambar 17. Grafik perbandingan jarak di lapang

49 37 Berdasarkan Gambar 17, setelah jarak ditapis dan dikoreksi, jarak menjadi semakin halus dan mengalami peningkatan nilai sebesar 1,1 cm. Jarak yang didapat MOTIWALI memiliki nilai tertinggi sebesar 108,6 cm dan terendah sebesar 50,9 cm. Selang (range) data dari kedua jarak tersebut juga berbeda. Jarak MOTIWALI memiliki selang data sebesar 57,7 cm, sedangkan jarak koreksi memiliki selang data sebesar 54,2 cm. Dari selang data ini diketahui bahwa amplitudo jarak koreksi menjadi menjadi lebih kecil dibandingkan dengan amplitudo jarak MOTIWALI (Tabel 7). Tabel 7. Deskriptif Statistik Perbandingan Jarak di Lapang Parameter Jarak (cm) MOTIWALI Koreksi Minimal 50,9 54,3 Maksimal 108,6 108,5 Mean 83,5 84,6 Median 86,0 87,2 Modus 58,7 80,1 Standar Deviasi 12,6 12,6 Range 57,7 54, Pasang surut Pengukuran lapang pasang surut dilakukan di perairan Pulau Pramuka yang termasuk dalam wilayah Laut Jawa. Laut Jawa merupakan perairan dangkal dengan kedalaman meningkat dari 20 m hingga lebih dari 60 m (Koropitan dan Ikeda, 2008). Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan dua alat ukur, yaitu MOTIWALI (automatic recording) dan Mistar Pasut (manual recording). Pengukuran manual dilakukan untuk dibandingkan dengan pengukuran menggunakan MOTIWALI. Grafik tinggi muka air (sea level) berdasarkan pengukuran manual (menggunakan mistar pasut) ditunjukkan dengan garis warna

50 38 merah, sedangkan pengukuran menggunakan MOTIWALI ditunjukkan dengan garis warna biru (Gambar 18). Gambar 18. Grafik pengukuran pasang surut Grafik pasang surut pada Gambar 18 dibagi berdasarkan hari yang diberi keterangan pada bagian atas gambar tersebut. Hari ke-1 memiliki nilai tertinggi sebesar untuk MOTIWALI dan Manual, masing-masing 11,2 cm dan 13,4 cm, sedangkan nilai minimumnya sebesar -24 cm dan -21,6 cm untuk MOTIWALI dan Manual. Hari ke-2 memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan pada Hari ke-1 yaitu sebesar 30,2 cm untuk MOTIWALI dan 30,9 cm untuk Manual. Nilai terendah dari MOTIWALI dan Manual pada Hari ke-2 sebesar -15,7 cm dan -16,6 cm. Untuk lebih jelas, nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Penyebab terjadinya perbedaan nilai dari hasil kedua pengukuran tersebut adalah kekurangakuratan pada saat pengukuran menggunakan mistar pasut diakibatkan karena terjadi paralaks mata. Selain itu, skala yang digunakan kurang teliti yaitu hanya sebesar 1 cm. Namun demikian, dengan perbedaan yang kecil ini, dapat dikatakan bahwa MOTIWALI sudah baik untuk mengukur pasang surut air laut.

51 39 Tabel 8. Deskriptif Statistik Pengukuran Pasang Surut Sea Level (cm) Parameter MOTIWALI Mistar Pasut Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-1 Hari ke-2 Minimal -24,0-15,7-21,6-16,6 Maksimal 11,2 30,2 13,4 30,9 Berdasarkan Gambar 18 dapat dilihat bahwa pengukuran pasang surut menggunakan MOTIWALI memiliki pola yang serupa dengan pengukuran pasang surut menggunakan mistar pasut. Pengukuran pasang surut menggunakan MOTIWALI dan mistar pasut memiliki perbedaan yang terlihat dari grafik MOTIWALI lebih halus dibandingkan dengan pengukuran Manual. Perbedaan ini terjadi karena MOTIWALI memiliki sampling rate yang tinggi yaitu setiap 5 menit, sedangkan pengukuran Manual dilakukan setiap 15 menit. Jika melihat grafik pasang surut pada Hari ke-1, terlihat bahwa pasang tertinggi terjadi pada waktu malam hari mendekati waktu pergantian hari antara pukul 18:00:00 WIB sampai pukul 00:00:00 WIB. Selanjutnya diikuti dengan dua kali surut dan satu kali pasang yang tidak terlalu tinggi pada selang waktu antara pukul 06:00:00 WIB sampai pukul 18:00:00 WIB. Hari ke-2 terjadi dua kali pasang dan satu kali surut, surut pertama terjadi antara pukul 12:00:00 WIB sampai pukul 18:00:00 WIB. Selang waktu antara pukul 18:00:00 WIB sampai pukul 06:00:00 WIB terjadi pasang yang lebih tinggi dibandingkan Hari ke-1 dengan puncak mendekati pukul 00:00:00 WIB. Surut kedua terjadi pada selang waktu antara pukul 06:00:00 WIB sampai pukul 12:00:00 WIB. Menurut Suyarso (1987), karakteristik pasang surut di perairan dangkal memiliki waktu dari surut ke pasang yang lebih kecil dibandingkan

52 40 dengan dari pasang ke surut. Hal ini dapat dilihat pada garis hitam (surut ke pasang) dan garis hijau putus-putus (pasang ke surut) pada Gambar 18. Tabel 9 menggambarkan nilai Tidal Range (tunggang pasut) antara setiap pasang dan surut yang terjadi. Tidal Range adalah selisih antara pasang tertinggi dan surut terendah. Pasang 1-1 menjelaskan pasang pertama yang terjadi pada Hari ke-1, sedangkan Pasang 2-1 menjelaskan pasang pertama yang terjadi pada Hari ke-2. Begitu juga dengan surut, Surut 1-1 menjelaskan surut pertama yang terjadi pada Hari ke-1, Surut 2-1 adalah surut pertama pada Hari ke-2. Tabel 9. Nilai Tunggang Pasut Tidal Range Pasang 1-1 dengan Surut 1-1 Pasang 1-2 dengan Surut 1-1 Pasang 2-1 dengan Surut 2-1 Pasang 2-1 dengan Surut 2-2 Nilai (cm) Mistar Pasut MOTIWALI (Manua l) 23,1 25,0 13,8 15,0 45,9 47,5 41,6 42,5 Keterangan Hari ke-1 Hari ke-2 Jika melihat pola pasang surut yang terjadi dalam satu hari secara visual, maka pola pasang surut yang terbentuk di perairan Pulau Pramuka masuk ke dalam tipe pasang surut campuran dominansi tunggal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pariwono (1987), perairan Laut Jawa didominasi oleh tipe pasang surut harian tunggal, khusus di perairan Kepulauan Seribu tipe pasang surutnya

53 41 adalah campuran cenderung tunggal. Menurut Wyrtki (1961), Pasang surut campuran condong harian tunggal merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu. Pasang 1-1 ke Surut 1-1 memiliki tunggang pasut sebesar 23,1 cm dan 25 cm untuk MOTIWALI dan Manual, sedangkan dari Pasang 1-2 ke Surut 1-1 memiliki tunggang pasut sebesar 13,8 cm dan 15 cm. Hari ke-2 memiliki nilai tunggang pasut lebih besar dibandingkan dengan Hari ke-1. Hal ini disebabkan karena pada saat pengukuran terjadi gelombang yang cukup besar disekitar perairan Pulau Pramuka, sehingga menyebabkan permukaan air laut menjadi lebih tinggi. Nilai tunggang pasut dari Pasang 2-1 ke surut 2-1 sebesar 45,9 cm dan 47,5 cm untuk MOTIWALI dan Manual, sedangkan dari Pasang 2-1 ke Surut 2-2 sebesar 41,6 cm dan 42,5 cm. Wyrtki (1961) in Koropitan dan Ikeda (2008) mengatakan bahwa tipe pasang surut campuran cenderung tunggal (predominantly diurnal) berhubungan pada sifat dari perambatan pasang surut dari laut perbatasan. Pasut semi-diurnal yang memasuki Laut Jawa lemah karena efek dari pembelokan gelombang pasut yang menuju ke utara dari Samudera Hindia di Laut Flores. Selain itu, bagian terkecil dari gelombang yang dibelokkan merambat jauh sampa ke Selat Makasar dan bertemu dengan gelombang yang berasal dari Samudera Pasifik. Dilain sisi, gelombang pasut diurnal yang lebih kuat dari Samudera Pasifik mampu masuk sampai ke Laut Flores dan bertemu gelombang dari Samudera Hindia melewati Kepulauan Paparan Sunda dan Laut Timor.

54 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu: 1. Setelah dilakukan uji coba dengan mengoreksi suhu udara, MOTIWALI menghasilkan peningkatan akurasi sebesar 46,1% dengan rata-rata akurasi pengukuran adalah pada kisaran 1,8 cm. 2. Faktor koreksi suhu menyebabkan bertambahnya nilai jarak dari MOTIWALI. Pada jarak tetap sebesar 173 cm, MOTIWALI memiliki ketelitian sebesar 171,2±0,1 cm. 3. Pola pasang surut yang terbentuk di perairan Pulau Pramuka secara visual yaitu tipe pasang surut campuran dominansi tunggal Saran Untuk pengembangan alat MOTIWALI sebaiknya dilakukan juga pengkoreksian terhadap faktor atmosfer yang lain, seperti kelembaban udara, tekanan dan faktor lain yang berhubungan. Untuk pengukuran di laboratorium akan lebih baik jika lamanya waktu pengambilan data diperpanjang, sehingga menghasilkan data yang lebih baik. Pengambilan data pasang surut di lapang sebaiknya dilakukan minimal 15 hari agar dapat mengetahui komponen pasang surut, sehingga dapat dilakukan analisis lebih lanjut. Pengukuran pasang surut sebaiknya dilakukan dengan cara tertutup atau menggunakan penutup seperti paralon, agar data yang didapat tidak dipengaruhi oleh gelombang lain selain pasang surut, Selain itu, konfigurasi penempatan alat memperhatikan titik ikat di Bench Mark terdekat. 42

55 DAFTAR PUSTAKA Betzler, K Fitting in MATLAB. Fachberich Physik. Universitat Osnabruck. Osnabruck. Bohn, D. A Environmental effect on the speed of sound. J. Audio Eng. Soc. 36(4): Cahyadi, A Rekayasa instrumen kelautan melalui perubahan fase akustik untuk penetuan level pasang surut. Jurnal Kelautan Nasional. 2(2): Callegaro, A Forcasting methods for spare parts demand. Tesis. Corso Di Laurea In Ingegneria Gestionale. Dipartimento Di Tecnica E Gestione Dei Sistemi Indrustriali. Facolta Di Ingegneria. Universita Degli Studi Di Padova. Padova. Djaja, R Pengamatan pasang-surut laut untuk penentuan datum ketinggian. In O. S. R. Ongkosongo dan Suyarso (Ed.), Pasang-surut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi. Jakarta. Hal Dronkers, J. J Tidal computations in rivers and coastal waters. North- Holland Publishing Company. Amsterdam. Gencay, R. dan Stengos T Moving average rules, volume and the predictability of security return with feedforward network. Journal of Forecasting. 17(5-6): Hicks, S. D Understanding tides. U. S. Departement of Commerce. National Oceanic and Atmospheric Administration. National Ocean Service. Maryland. Ingard, U A review of the influence of meteorological condition on sound propagation. Journal of the Acoustical Society of America. 25(6): IOC Manual on sea level measurement an interpretation vol II - emerging technologies. IOC Manual and Guides. UNESCO. Paris. IOC Manual on sea level measurement an interpretation vol III - reappraisals and recommendation as of year IOC Manual and Guides. UNESCO. Paris. IOC Manual on sea level measurement an interpretation vol IV - an update to IOC Manual and Guides. UNESCO. Paris. 43

56 44 Iqbal, M. dan I. Jaya Pengembangan dan uji coba instrumen pasang surut menggunakan gelombang ultrasonik. Laboratorium Instrumentasi dan Telemetri Kelautan. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Koropitan, A. F. dan M. Ikeda Three-dimensional modeling of tidal circulation and mixing over the java sea. Journal of Oceanography. 64(1): Lamancusa, J. S Outdoor sound propagation. [7 Juli 2012]. Lasijo, R. S Fitting kurva dengan menggunakan spline kubik. INTEGRAL. 6(2): Luknanto, D Regresi Kuadrat Terkecil untuk Kalibrasi Bangunan Ukur Debit. Penjelasan Cara Regresi untuk Aplikasi di Lapangan. Yogyakarta. Maher, R. C Acoustical Characterization of Gunshot. Department of Electrical and Computer Engineering. Montana State University. Bozeman. USA. Notodiputro, K. A., I. M. Sumertajaya, dan H. Simanjuntak Penerapan metode kuadrat terkecil terampat untuk analisis data kepekaan harga dalam riset pemasaran (an application of the generalized least squares method on analyzing price sensitivity data in marketing research). Forum Statistika dan Komputasi. 2(1): Ongkosongo, O. S. R Penerapan pengetahuan data pasang-surut. In O. S. R. Ongkosongo dan Suyarso (Ed.), Pasang-surut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi. Jakarta. Hal Pariwono, J. I Gaya gerak pasang-surut. In O. S. R. Ongkosongo dan Suyarso (Ed.), Pasang-surut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi. Jakarta. Hal Pariwono, J. I Kondisi pasang-surut di Indonesia. In O. S. R. Ongkosongo dan Suyarso (Ed.), Pasang-surut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi. Jakarta. Hal Pond, S. dan Pickard, G. L Introductory dynamical oceanography second edition. Redwood Burn Ltd. Wiltshire. Pugh, D. T Tides, surges, and mean sea level. John Wiley & Sons Ltd. Wiltshire.

57 45 Riley, R. R. dan L. H. Lutgen Using moving average to effectively analyze trends. [21 September 2011]. Sengpielaudio. Speed of sound - temperature matters, not air pressure. [1 April 2011]. Supangat, A. dan Susanna Pengantar oseanografi. Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non-hayati. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Suyarso Muka laut rata-rata dan aplikasinya dalam jaring geodesi. In O. S. R. Ongkosongo dan Suyarso (Ed.), Pasang-surut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi. Jakarta. Hal Walpole, R. E Pengantar statistik edisi ke-3. Diterjemahkan oleh B. Sumantri. PT. Gramedia. Jakarta. Weir, G. J Sound speed and attenuation in dense, non-cohesive airgranular systems. Chemical Engineering Science. 56(12): Wyrtki, K Phyical Oceanography of the South East Asian Waters. Naga Report Vol. 2. Scripps Institution Oceanography. La Jolla. California. Zakaria, A Dasar teori dan aplikasi program interaktif berbasis web untuk menghitung panjang gelombang dan pasang surut. Bahan Kuliah Rekayasa Pantai. Jurusan Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Univeritas Lampung. Bandar Lampung.

58 LAMPIRAN 46

59 47 Lampiran 1. Data sheet pengukuran pasang surut DATA SHEET PENGUKURAN PASANG SURUT Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Hari/Tanggal : Pengumpul Data : Waktu : Lat, Long : Ketinggian Air Awal : No. Waktu (WIB) Ketinggian (cm) Keterangan 1 00: : : : : : dst 01: dst

60 48 Lampiran 2. Tabel komponen harmonik pasut yang penting Nama Komponen Simbol Periode (jam matahari) Tengah Harian (Semi - diurnal): - Principal lunar M2 12,4 - Principal solar S2 12,0 - Larger lunar elliptic N2 12,7 - Luni-solar semidiurnal K2 11,97 Perbandingan (relatif) Harian (Diurnal) - Luni-solar diurnal - Principal lunar diurnal - Principal solar diurnal - Larger lunar elliptic K1 O1 P1 Q1 23,9 25,8 24,1 26, Periode Panjang (Long - Period) - Lunar fortnightly - Lunar monthly - Solar semi-annual Mf Mm Ssa Sumber : Pond dan Pickard (1983) 328,0 661,0 2191,

61 49 Lampiran 3. Kecepatan suara di udara berdasarkan suhu Sumber : Bohn (1988)

62 50 Lampiran 4. Kecepatan suara di udara Berdasarkan Bohn (1988), persamaan umum untuk kecepatan suara adalah C = Po ρ γ (1) karena udara utamanya tersusun dari molekul diatomic, maka nilai γ dari udara adalah 1.4, sehingga C = 1.4 Po ρ (2) dan PV = RT dan definisi dari densitas (ρ) adalah massa per unit volume, jadi persamaan (2) dapat ditulis menjadi C = 1.4 RT M (3) karena R dan M konstan, turunan pertama dari kecepatan suara menjadi Co T 273 (4) dimana T merupakan suhu dalam Kelvin dan Co setara dengan kecepatan suara acuan di bawah kondisiyang telah ditetapkan. c t 273 (5) Untuk lebih mudah melakukan perhitungan, dapat digunakan Persamaan (6) (sengpielaudio.com, 2011). c = θ (6)

63 51 Lampiran 5. Contoh RAW data yang didapat MOTIWALI Keterangan: TXT = tanggal, bulan, dan tahun pengambilan data, Baris ke-1 Baris ke-2 Baris ke-3 = Waktu perekaman data, = Jarak (mm), = Suhu (ºC). *catatan = Suhu terlebih dahulu dibagi 100. Jarak terlebih dahulu dibagi 10 (cm)

64 52 Lampiran 6. Diagram alir keseluruhan perangkat lunak MOTIWALI Mulai tidak Cek MMC, Sensor Kirim SMS / Modul RF ya Waktu Pengiriman Data ya Kondisi Baik Kirim data diset=1 ya tidak Baca File Config Space MMC Kirim SMS tidak tidak tidak Baca Nilai RTC Jam, Tanggal GSM atau Relay ya Alarm diset=1 dan Jarak < jarak_set_alarm Waktu perekaman memenuhi? ya Nyalakan Relay tidak For i=1:10 Simpan Data i>10 Transmit Sinyal Waktu=0 ya Jumlah Jarak Terima Sinyal Waktu=t Hitung ratarata Jarak Konversi Jarak (t, c) Baca Sesnor Suhu (c) Sumber : Iqbal dan Jaya (2011)

65 53 Lampiran 7. MOTIWALI MOTIWALI Tampak Depan Komponen Utama MOTIWALI Sensor Suhu Sensor Transduser Sensor Transduser dan suhu pada MOTIWALI

66 54 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 14 Maret 1989 dari Ayah H. Asep Djuanda S. dan Ibu Komariah. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2007 Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 3 Bekasi, Jawa Barat. Penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dengan program studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama perkuliahan Penulis aktif diberbagai kegiatan kemahasiswaan diantaranya: Dewan Formatur Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) , pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) sebagai Kepala Divisi Hubungan Luar dan Komunikasi (Hublukom), dan Marine Instrumentation and Telemetry (MIT) Club sebagai mahasiswa peneliti. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Instrumentasi Kelautan 2009, Oseanografi Umum 2010, Pemetaan Sumberdaya Hayati Laut dan , serta Sistem Informasi Geografi Kelautan Penulis juga pernah melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, Jawa Barat. Sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul Pengukuran Faktor Koreksi Jarak pada Instrumen MOTIWALI.

2. TINJAUAN PUSTAKA. adalah tide staff, floating tide gauge, dan pressure tide gauge (Djaja, 1987).

2. TINJAUAN PUSTAKA. adalah tide staff, floating tide gauge, dan pressure tide gauge (Djaja, 1987). 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Instrumen Pengukur Pasang Surut Tide gauge merupakan alat atau instrumen yang digunakan untuk mengukur tinggi pasut. Instrumen pengukur pasang surut yang umum digunakan diantaranya

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan lapangan. Penelitian di

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan lapangan. Penelitian di 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan lapangan. Penelitian di laboratorium dilakukan pada 28-29 Februari 2012 yang bertempat di Workshop Akustik

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Koreksi Suhu Koreksi suhu udara antara data MOTIWALI dengan suhu udara sebenarnya (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis tersebut dihasilkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SENSOR JARAK GP2Y0A02YK0F UNTUK MEMBUAT ALAT PENGUKUR KETINGGIAN PASANG SURUT (PASUT) AIR LAUT

PENGEMBANGAN SENSOR JARAK GP2Y0A02YK0F UNTUK MEMBUAT ALAT PENGUKUR KETINGGIAN PASANG SURUT (PASUT) AIR LAUT PENGEMBANGAN SENSOR JARAK GP2Y0A02YK0F UNTUK MEMBUAT ALAT PENGUKUR KETINGGIAN PASANG SURUT (PASUT) AIR LAUT DEVELOPMENT OF THE DISTANCE SENSOR GP2Y0A02YK0F TO BUILD A LEVEL METER OF TIDE SEA Abdul Muid

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pasang surut air laut timbul terutama karena gaya tarik menarik gravitasi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pasang surut air laut timbul terutama karena gaya tarik menarik gravitasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori pasang surut Pasang surut air laut timbul terutama karena gaya tarik menarik gravitasi bumi terhadap bulan dan matahari, sedang kontribusi gaya tarik menarik planetplanet

Lebih terperinci

ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT

ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT Oleh: Gading Putra Hasibuan C64104081 PROGRAM STUDI ILMU

Lebih terperinci

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian Pasang Surut Pasang surut

Lebih terperinci

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT PROSES DAN TIPE PASANG SURUT MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian

Lebih terperinci

KINERJA OTT PS 1 SEBAGAI ALAT PENGUKUR PASANG SURUT AIR LAUT DI MUARA BINUANGEUN, PROVINSI BANTEN. Oleh: Try Al Tanto C

KINERJA OTT PS 1 SEBAGAI ALAT PENGUKUR PASANG SURUT AIR LAUT DI MUARA BINUANGEUN, PROVINSI BANTEN. Oleh: Try Al Tanto C KINERJA OTT PS 1 SEBAGAI ALAT PENGUKUR PASANG SURUT AIR LAUT DI MUARA BINUANGEUN, PROVINSI BANTEN Oleh: Try Al Tanto C64104006 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Penelitian tentang Kinerja OTT PS 1 Sebagai Alat Pengukur Pasang Surut

3. METODOLOGI. Penelitian tentang Kinerja OTT PS 1 Sebagai Alat Pengukur Pasang Surut 3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan waktu pengamatan Penelitian tentang Kinerja OTT PS 1 Sebagai Alat Pengukur Pasang Surut Air Laut dilaksanakan di Muara Binuangeun yang terletak pada 06º50 35.88 LS dan 105º53

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PEREKAM DATA KELEMBABAN RELATIF DAN SUHU UDARA BERBASIS MIKROKONTROLER

RANCANG BANGUN PEREKAM DATA KELEMBABAN RELATIF DAN SUHU UDARA BERBASIS MIKROKONTROLER RANCANG BANGUN PEREKAM DATA KELEMBABAN RELATIF DAN SUHU UDARA BERBASIS MIKROKONTROLER Oleh: Acta Withamana C64104073 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air.

Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air. SONAR Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air. Cara Kerja Sonar merupakan sistem yang menggunakan gelombang suara bawah

Lebih terperinci

Pengertian Pasang Surut

Pengertian Pasang Surut Pengertian Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi (gerakan naik turunnya) muka air laut secara berirama karena adanya gaya tarik benda-benda di lagit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square

Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square 1 Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square Miftakhul Ulum dan Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN METODA

BAB 2 DATA DAN METODA BAB 2 DATA DAN METODA 2.1 Pasut Laut Peristiwa pasang surut laut (pasut laut) adalah fenomena alami naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi bendabenda-benda

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Beda Tinggi Antara Bench Mark Dengan Palem Dari hasil pengukuran beda tinggi dengan metode sipat datar didapatkan beda tinggi antara palem dan benchmark

Lebih terperinci

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI SANTI OKTAVIA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. mengkaji penelitian/skripsi sebelumnya yang sama dengan kajian penelitian

II. KAJIAN PUSTAKA. mengkaji penelitian/skripsi sebelumnya yang sama dengan kajian penelitian 5 II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Untuk menghindari pengulangan topik atau kajian penelitian, seorang peneliti harus mengkaji penelitian/skripsi sebelumnya yang sama dengan kajian penelitian

Lebih terperinci

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah.

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah. PASANG SURUT Untuk apa data pasang surut Pengetahuan tentang pasang surut sangat diperlukan dalam transportasi laut, kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai, dan lain-lain. Mengingat

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai PASANG SURUT Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 5. PASANG SURUT TUJUAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, diperoleh data yang diuraikan pada Tabel 4. Lokasi penelitian berada

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET

ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET Oleh : Imam Pamuji C64104019 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP

KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP Mifroul Tina Khotip 1, Aries Dwi Siswanto 2, Insafitri 2 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

Agung Danu Wijaya 1, Yutdam Mudin 2, Dedy Farhamsah 2

Agung Danu Wijaya 1, Yutdam Mudin 2, Dedy Farhamsah 2 RANCANG BANGUN ALAT UKUR GELOMBANG PASANG SURUT JARAK JAUH DENGAN MEMANFAATKAN SHORT MESSAGE SERVICES (SMS) Agung Danu Wijaya 1, Yutdam Mudin 2, Dedy Farhamsah 2 1 Mahasiswa Jurusan Fisika Fakultas MIPA,

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

Scientific Echosounders

Scientific Echosounders Scientific Echosounders Namun secara secara elektronik didesain dengan amplitudo pancaran gelombang yang stabil, perhitungan waktu yang lebih akuran dan berbagai menu dan software tambahan. Contoh scientific

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 54 BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA Dalam bab ini akan dibahas tentang pengujian berdasarkan perencanaan dari sistem yang dibuat. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja dari sistem mulai dari blok-blok

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Perubahan vertikal muka air laut secara periodik pada sembarang tempat di pesisir atau di lautan merupakan fenomena alam yang dapat dikuantifikasi. Fenomena tersebut

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh

2. TINJAUAN PUSTAKA. oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arus Laut dan Metode Pengukurannya Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 6 PENGOLAHAN DATA PASANG SURUT MENGGUNAKAN METODE ADMIRALTY

PRAKTIKUM 6 PENGOLAHAN DATA PASANG SURUT MENGGUNAKAN METODE ADMIRALTY PRAKTIKUM 6 PENGOLAHAN DATA PASANG SURUT MENGGUNAKAN METODE ADMIRALTY Tujuan Instruksional Khusus: Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa mampu melakukan pengolahan data pasang surut (ocean tide) menggunakan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU Oleh: Arief Wijaksana C64102055 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

KINERJA OTT PS 1 SEBAGAI ALAT PENGUKUR PASANG SURUT AIR LAUT DI MUARA BINUANGEUN, PROVINSI BANTEN. Oleh: Try Al Tanto C

KINERJA OTT PS 1 SEBAGAI ALAT PENGUKUR PASANG SURUT AIR LAUT DI MUARA BINUANGEUN, PROVINSI BANTEN. Oleh: Try Al Tanto C KINERJA OTT PS 1 SEBAGAI ALAT PENGUKUR PASANG SURUT AIR LAUT DI MUARA BINUANGEUN, PROVINSI BANTEN Oleh: Try Al Tanto C64104006 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

Oleh: Ikhsan Dwi Affandi

Oleh: Ikhsan Dwi Affandi ANALISA PERUBAHAN NILAI MUKA AIR LAUT (SEA LEVEL RISE) TERKAIT DENGAN FENOMENA PEMANASAN GLOBAL (GLOBAL WARMING) ( Studi Kasus : Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ) Oleh: Ikhsan Dwi Affandi 35 08 100 060

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. I.2 Tujuan

PENDAHULUAN. I.2 Tujuan I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut Ongkosongo (1989), pengetahuan mengenai pasang surut secara umum dapat memberikan informasi yang beraneka macam, baik untuk kepentingan ilmiah, maupun untuk pemanfaatan

Lebih terperinci

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab Definisi Arus Pergerakkan horizontal massa air Penyebab Fakfor Penggerak (Angin) Perbedaan Gradien Tekanan Perubahan Densitas Pengaruh Pasang Surut Air Laut Karakteristik Arus Aliran putaran yang besar

Lebih terperinci

KOMPARASI HASIL PENGAMATAN PASANG SURUT DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA DAN KABUPATEN PATI DENGAN PREDIKSI PASANG SURUT TIDE MODEL DRIVER

KOMPARASI HASIL PENGAMATAN PASANG SURUT DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA DAN KABUPATEN PATI DENGAN PREDIKSI PASANG SURUT TIDE MODEL DRIVER KOMPARASI HASIL PENGAMATAN PASANG SURUT DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA DAN KABUPATEN PATI DENGAN PREDIKSI PASANG SURUT TIDE MODEL DRIVER Muhammad Ramdhan 1) 1) Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai pada November 2011 hingga Mei Adapun tempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai pada November 2011 hingga Mei Adapun tempat III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai pada November 2011 hingga Mei 2012. Adapun tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Laboratorium Elektronika Dasar

Lebih terperinci

Gambar 8. Lokasi penelitian

Gambar 8. Lokasi penelitian 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 Januari-3 Februari 2011 yang di perairan Pulau Gosong, Pulau Semak Daun dan Pulau Panggang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada pengerjaan tugas akhir ini metode penelitian yang dilakukan yaitu. dengan penelitian yang dilakukan.

BAB III METODE PENELITIAN. Pada pengerjaan tugas akhir ini metode penelitian yang dilakukan yaitu. dengan penelitian yang dilakukan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Pada pengerjaan tugas akhir ini metode penelitian yang dilakukan yaitu sebagai berikut : Studi literatur, yaitu dengan mempelajari beberapa referensi yang

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun keseluruhan sistem, prosedur pengoperasian sistem, implementasi dari sistem dan evaluasi hasil pengujian

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Bab ini akan menjelaskan mengenai perancangan serta realisasi perangkat keras maupun perangkat lunak pada perancangan skripsi ini. Perancangan secara keseluruhan terbagi menjadi

Lebih terperinci

METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan. 3.2 Alat dan Bahan Bahan Alat

METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan. 3.2 Alat dan Bahan Bahan Alat METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilakukan di Laboratorium Ergonomika dan Elektronika Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian dan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK ANTAR-MUKA INSTRUMEN MOTIWALI (TIDE GAUGE) UNTUK ANALISIS DATA PASANG SURUT

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK ANTAR-MUKA INSTRUMEN MOTIWALI (TIDE GAUGE) UNTUK ANALISIS DATA PASANG SURUT PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK ANTAR-MUKA INSTRUMEN MOTIWALI (TIDE GAUGE) UNTUK ANALISIS DATA PASANG SURUT SOFTWARE DEVELOPMENT OF MOTIWALI (TIDE GAUGE) FOR TIDAL CONSTITUENTS ANALYSIS Husnul Khatimah 1),

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Platax Vol. 1:(3), Mei 2013 ISSN:

Jurnal Ilmiah Platax Vol. 1:(3), Mei 2013 ISSN: AMPLITUDO KONSTANTA PASANG SURUT M2, S2, K1, DAN O1 DI PERAIRAN SEKITAR KOTA BITUNG SULAWESI UTARA Amplitude of the Tidal Harmonic Constituents M2, S2, K1, and O1 in Waters Around the City of Bitung in

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PASANG SURUT

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PASANG SURUT LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PASANG SURUT MODUL I METODE ADMIRALTY Disusun Oleh : PRISMA GITA PUSPAPUAN 26020212120004 TIM ASISTEN MOHAMMAD IQBAL PRIMANANDA 26020210110028 KIRANA CANDRASARI 26020210120041 HAFIZ

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA RANGKAIAN KONTROL PANEL

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA RANGKAIAN KONTROL PANEL BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA RANGKAIAN KONTROL PANEL Dalam bab ini penulis akan mengungkapkan dan menguraikan mengenai persiapan komponen komponen dan peralatan yang dipergunakan serta langkahlangkah praktek,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

Pembuatan Prototipe Alat Ukur Ketinggian Air Laut Menggunakan Sensor Inframerah Berbasis Mikrokontroler Atmega328

Pembuatan Prototipe Alat Ukur Ketinggian Air Laut Menggunakan Sensor Inframerah Berbasis Mikrokontroler Atmega328 Pembuatan Prototipe Alat Ukur Ketinggian Air Laut Menggunakan Sensor Inframerah Berbasis Mikrokontroler Atmega328 Azhari 1), M. Ishak Jumarang 1) * dan Abdul Muid 1) 1) Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III 3. METODOLOGI

BAB III 3. METODOLOGI BAB III 3. METODOLOGI 3.1. Pasang Surut Pasang surut pada umumnya dikaitkan dengan proses naik turunnya muka laut dan gerak horizontal dari massa air secara berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Kecamatan Muara Gembong merupakan kecamatan di Kabupaten Bekasi yang terletak pada posisi 06 0 00 06 0 05 lintang selatan dan 106 0 57-107 0 02 bujur timur. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. mikrokontroler yang berbasis chip ATmega328P. Arduino Uno. memiliki 14 digital pin input / output (atau biasa ditulis I/O,

BAB II DASAR TEORI. mikrokontroler yang berbasis chip ATmega328P. Arduino Uno. memiliki 14 digital pin input / output (atau biasa ditulis I/O, BAB II DASAR TEORI 2.1 Arduino Uno R3 Arduino Uno R3 adalah papan pengembangan mikrokontroler yang berbasis chip ATmega328P. Arduino Uno memiliki 14 digital pin input / output (atau biasa ditulis I/O,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Sistem Kontrol Sistem kontrol adalah proses pengaturan atau pengendalian terhadap satu atau beberapa besaran (variable, parameter) sehingga berada pada suatu harga

Lebih terperinci

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT)

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) Oleh: Ince Mochammad Arief Akbar C64102063 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 16-18 Mei 2008 di perairan gugusan pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 11). Lokasi ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.3.4 Uji Panjang Pulsa Sinyal Pengujian dilakukan untuk melihat berapa panjang pulsa sinyal minimal yang dapat di respon oleh modul. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan astable free running, blok

Lebih terperinci

No Output LM 35 (Volt) Termometer Analog ( 0 C) Error ( 0 C) 1 0, , ,27 26,5 0,5 4 0,28 27,5 0,5 5 0, ,

No Output LM 35 (Volt) Termometer Analog ( 0 C) Error ( 0 C) 1 0, , ,27 26,5 0,5 4 0,28 27,5 0,5 5 0, , 56 Tabel 4.1 Hasil Perbandingan Antara Output LM 35 dengan Termometer No Output LM 35 (Volt) Termometer Analog ( 0 C) Error ( 0 C) 1 0,25 25 0 2 0,26 26 0 3 0,27 26,5 0,5 4 0,28 27,5 0,5 5 0,29 28 1 6

Lebih terperinci

ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI ABSTRACT. Keywords: Tidal range, harmonic analyze, Formzahl constant

ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI ABSTRACT. Keywords: Tidal range, harmonic analyze, Formzahl constant : 48-55 ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI Musrifin 1) 1) Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Universitas Raiu Diterima : 5 April 2011 Disetujui : 14 April 2011 ABSTRACT Tidal

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Aeroponik Secara Otomatis Berbasis Mikrokontroler

Rancang Bangun Sistem Aeroponik Secara Otomatis Berbasis Mikrokontroler Rancang Bangun Sistem Aeroponik Secara Otomatis Berbasis Mikrokontroler Ayub Subandi 1, *, Muhammad Widodo 1 1 Jurusan Teknik Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Komputer Indonesia

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL UJI DAN ANALISA

BAB 4 HASIL UJI DAN ANALISA BAB 4 HASIL UJI DAN ANALISA Serangkaian uji dan analisa dilakukan pada alat, setelah semua perangkat keras (hardware) dan program dikerjakan. Pengujian alat dimaksudkan untuk mengetahui apakah alat dapat

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan Maret 2012. Kegiatan penelitian terdiri dari dua bagian, yaitu pembuatan alat dan uji

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

PERAMBATAN GELOMBANG ROSSBY DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA MENGGUNAKAN METODE WAVELET

PERAMBATAN GELOMBANG ROSSBY DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA MENGGUNAKAN METODE WAVELET PERAMBATAN GELOMBANG ROSSBY DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA MENGGUNAKAN METODE WAVELET RIESNI FITRIANI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar dan Laboratorium Pemodelan Jurusan Fisika Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM 31 BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Diagram Blok Air ditampung pada wadah yang nantinya akan dialirkan dengan menggunakan pompa. Pompa akan menglirkan air melalui saluran penghubung yang dibuat sedemikian

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan secara umum perancangan sistem pengingat pada kartu antrian dengan memanfaatkan gelombang radio, yang terdiri dari beberapa bagian yaitu blok diagram

Lebih terperinci

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT DESSY NOVITASARI ROMAULI SIDABUTAR SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Perancangan dan pembuatan alat merupakan bagian yang terpenting dari seluruh pembuatan tugas akhir. Pada prinsipnya perancangan dan sistematik yang baik akan memberikan kemudahan-kemudahan

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

PENGKAJIAN IRIGASI MODERN DENGAN OTOMATISASI IRIGASI TERPUTUS (INTERMITTENT)

PENGKAJIAN IRIGASI MODERN DENGAN OTOMATISASI IRIGASI TERPUTUS (INTERMITTENT) EXECUTIVE SUMMARY PENGKAJIAN IRIGASI MODERN DENGAN OTOMATISASI IRIGASI TERPUTUS (INTERMITTENT) Desember 2010 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU Oleh: Munawir C64102020 PR AN TEKNOLOGI KELAUTAN AN DAN I Lm KELAUTAN INSTITUT PERTANLAN

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan September 2011. Kegiatan penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu pembuatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada Juni 2014 sampai dengan Desember 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada Juni 2014 sampai dengan Desember 2014. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada Juni 2014 sampai dengan Desember 2014. Perancangan alat penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Elektronika

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Juli

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Juli 36 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Juli 2015. Perancangan, pembuatan dan pengambilan data dilaksanakan di

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA PENGUKURAN JARAK MENGGUNAKAN INFRA MERAH DAN ULTRASONIK

BAB IV ANALISIS DATA PENGUKURAN JARAK MENGGUNAKAN INFRA MERAH DAN ULTRASONIK 60 BAB IV ANALISIS DATA PENGUKURAN JARAK MENGGUNAKAN INFRA MERAH DAN ULTRASONIK 4.1 Karakteristik Infra Merah Untuk pengukuran, digunakan konversi intensitas dari fototransistor menjadi nilai tegangan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI

RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI RIZQI RIZALDI HIDAYAT SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut Hasil pengukuran arus transek saat kondisi menuju surut dapat dilihat pada Gambar III.13. Terlihat bahwa kecepatan arus berkurang terhadap kedalaman. Arus permukaan dapat mencapai 2m/s. Hal ini kemungkinan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari perancangan perangkat keras sistem penyiraman tanaman secara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari perancangan perangkat keras sistem penyiraman tanaman secara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Realisasi Perangkat Keras Hasil dari perancangan perangkat keras sistem penyiraman tanaman secara otomatis menggunakan sensor suhu LM35 ditunjukkan pada gambar berikut : 8 6

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian alat serta analisis dari hasil pengujian. Tujuan dilakukan pengujian adalah mengetahui sejauh mana kinerja hasil perancangan wireless

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI SISTEM PERINGATAN DINI TERHADAP TSUNAMI

BAB II DASAR TEORI SISTEM PERINGATAN DINI TERHADAP TSUNAMI BAB II DASAR TEORI SISTEM PERINGATAN DINI TERHADAP TSUNAMI 2.1 Pengertian Tsunami Tsunami berasal dari bahasa Jepang dimana Tsu berarti pelabuhan serta Nami berarti gelombang. Tsunami merupakan gelombang

Lebih terperinci

Input ADC Output ADC IN

Input ADC Output ADC IN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil yang diperoleh dari pengujian alat-alat meliputi mikrokontroler, LCD, dan yang lainnya untuk melihat komponen-komponen

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. VI, No. 1 (2016), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. VI, No. 1 (2016), Hal ISSN : Rancang Bangun Timbangan Digital Berbasis Sensor Beban 5 Kg Menggunakan Mikrokontroler Atmega328 Edwar Frendi Yandra a, Boni pahlanop Lapanporo a *, Muh. Ishak Jumarang a a Prodi Fisika, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk mempresentasikan data kecepatan angin dalam bentuk mawar angin sebagai

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT Dalam bab ini akan dibahas mengenai proses perancangan mekanik pembersih lantai otomatis serta penyusunan rangkaian untuk merealisasikan sistem alat. Dalam hal ini

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM AUTOTRACKING UNTUK ANTENA UNIDIRECTIONAL FREKUENSI 2.4GHZ DENGAN MENGGUNAKAN MIKROKONTOLER ARDUINO

RANCANG BANGUN SISTEM AUTOTRACKING UNTUK ANTENA UNIDIRECTIONAL FREKUENSI 2.4GHZ DENGAN MENGGUNAKAN MIKROKONTOLER ARDUINO RANCANG BANGUN SISTEM AUTOTRACKING UNTUK ANTENA UNIDIRECTIONAL FREKUENSI 2.4GHZ DENGAN MENGGUNAKAN MIKROKONTOLER ARDUINO Ryandika Afdila (1), Arman Sani (2) Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Sensor MLX 90614[5]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Sensor MLX 90614[5] BAB II DASAR TEORI Dalam bab ini dibahas beberapa teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merealisasikan skripsi yang dibuat. Teori-teori yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini adalah sensor

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sedimen Dasar Perairan Berdasarkan pengamatan langsung terhadap sampling sedimen dasar perairan di tiap-tiap stasiun pengamatan tipe substrat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

Lebih terperinci

Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital

Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital 10 Bab II Sensor 11 2.1. Pendahuluan Sesuai dengan banyaknya jenis pengaturan, maka sensor jenisnya sangat banyak sesuai dengan besaran fisik yang diukurnya

Lebih terperinci

Oleh : Ida Ayu Rachmayanti, Yuwono, Danar Guruh. Program Studi Teknik Geomatika ITS Sukolilo, Surabaya

Oleh : Ida Ayu Rachmayanti, Yuwono, Danar Guruh. Program Studi Teknik Geomatika ITS Sukolilo, Surabaya PENENTUAN HWS (HIGH WATER SPRING) DENGAN MENGGUNAKAN KOMPONEN PASUT UNTUK PENENTUAN ELEVASI DERMAGA (Studi Kasus: Rencana Pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong) Oleh : Ida Ayu Rachmayanti, Yuwono, Danar Guruh

Lebih terperinci

BAB 3. Metodologi Penelitian. 3.1 Rencana Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian

BAB 3. Metodologi Penelitian. 3.1 Rencana Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian BAB 3 Metodologi Penelitian 3 3.1 Rencana Penelitian 3.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat penelitian dilakukan di dua tempat yaitu di Laboratorium Hidraulika, Program Studi Teknik Kelautan, Institut

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 25 III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan meliputi seluruh Perairan (Gambar 3.1). Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Januari hingga Mei 2011. Pengambilan data

Lebih terperinci

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PEGAMBILA DA PEGOLAHA DATA Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi dua aspek, yaitu pengamatan data muka air dan pengolahan data muka air, yang akan dibahas dibawah ini sebagai

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada penelitian ini penulis menitik beratkan pada perancangan aplikasi sistem Monitoring Level Ketinggian Air dimana sistem ini menggunakan bahasa pemrograman arduino. Adapun dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai November

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai November 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai November 2014 di Laboratorium Pemodelan Fisika dan Laboratorium Elektronika Dasar Jurusan

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Validasi Data Pasang surut merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melakukan validasi model. Validasi data pada model ini ditunjukkan dengan grafik serta

Lebih terperinci

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT Oleh: Nurlaila Fitriah C64103051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi G186 Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi Muhammad Didi Darmawan, Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. menerapkan Pengontrolan Dan Monitoring Ruang Kelas Dengan Menggunakan

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. menerapkan Pengontrolan Dan Monitoring Ruang Kelas Dengan Menggunakan BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai implementasi dan evaluasi pada saat menerapkan Pengontrolan Dan Monitoring Ruang Kelas Dengan Menggunakan Controller Board ARM2368.

Lebih terperinci