Kualitas Udara Mikrobiologis Ruang di Ruang Senat Guru Besar Gedung Rektorat Universitas Indonesia
|
|
- Sonny Agusalim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Kualitas Udara Mikrobiologis Ruang di Ruang Senat Guru Besar Gedung Rektorat Universitas Indonesia 1) Komang Tattya Lokhita A.K, 2) Firdaus Ali, 3) Irma Gusniani D 1,2,3) Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, 16424, Indonesia 1) tattyalokhita@gmail.com 2) firdaus_ali@eng.ui.ac.id 3) gusniani@yahoo.com Abstrak Pencemaran udara dalam ruangan menempati peringkat kelima dalam masalah kesehatan di dunia. Salah satu polutan udara di dalam ruang yaitu bakteri dan jamur, yang dapat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara, cahaya matahari dan kecepatan angin. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi jumlah bakteri dan jamur yang terdapat di udara di ruang senat di lantai sembilan, serta membandingkan kualitas udara di lantai tersebut dengan lantai dibawahnya yaitu lantai delapan. Metode yang dilakukan adalah dengan menggunakan Single Stage Multi Orifice Bioaerosol Sampler berdasarkan beberapa pedoman dari American Industrial Hygiene Association (AIHA) dan menggunakan media agar Tryptic Soy Agar untuk bakteri dan Malt Extract Agar untuk jamur sebagai tempat tumbuhnya. Dari penelitian ini didapatkan konsentrasi bakteri dan jamur di lantai Sembilan berturut-turut, yaitu pada rentang CFU/m3 dan CFU/m3. Untuk konsentrasi bakteri dan jamur di lantai delapan yaitu pada rentang CFU/m3 dan CFU/m3. Oleh karena itu diperlukan adanya pembersihan ruangan setiap harinya secara keseluruhan untuk mengurangi konsentrasi bakteri dan jamur. Kata kunci: bakteri; bioaerosol; fungi; kualitas udara di dalam ruang Abstract Indoor air pollution is ranked fifth in the world in health problems. One of the indoor air pollutants is bacteria and fungi, which can be affected by temperature, humidity, sunlight and wind speed. Approximately, 25-75% humidity levels can increase fungal growth. The Senate Room, in the University of Indonesia Rector Building is suspected of having high levels bacteria and fungi concentration because it is only used at certain times. This study was conducted to determine the concentration levels of bacteria and fungi in the air contained in the nine floor, and compare the quality of it with the floor below. The method is the Single Stage Multi Orifice bioaerosol sampler based on a few guidelines from the American Industrial Hygiene Association (AIHA) and using the media of Tryptic Soy Agar for bacteria and Malt Extract Agar for fungi to test growth. From this study, the concentration of bacteria and fungi on the ninth floor, is in the range of CFU/m 3 and CFU/m 3. And the concentration of bacteria and fungi on the eighth floor is in the range of CFU/m 3 and CFU/m 3. Therefore, it is necessary to clean the whole room each day as to reduce the concentration of bacteria and fungi. Keywords: bacteria; bioaerosol; fungi; indoor air quality
2 Pendahuluan Kualitas udara di dalam ruangan merupakan masalah yang sangat penting sehingga mulai mendapat perhatian dari masyarakat. Pencemaran udara dalam ruangan menempati peringkat kelima dalam masalah kesehatan didunia. Kualitas udara dalam ruang sangat mempengaruhi kesehatan manusia, karena hampir 90% hidup manusia berada dalam ruangan, (Dacarro et al, 2003.). Sementara itu, polusi udara di dalam ruangan dapat mengakibatkan masalah kesehatan dan bahkan peningkatan kematian manusia (Jantunen et al,1997). Sebanyak 400 sampai 500 juta orang khususnya di negara yang sedang berkembang sedang berhadapan dengan masalah polusi udara dalam ruangan. Bahkan, rendahnya kualitas udara ruang dapat menurunkan produktivitas kerja. Gedung Rektorat Universitas Indonesia sebagai gedung tertinggi di wilayah kampus Universitas Indonesia diduga memiliki kandungan kelembaban yang tinggi terutama pada ruang senat guru besar lantai 9 yang hanya digunakan untuk rapat senat atau rapat dewan guru besar. Lantai 9 merupakan lantai dengan ruangan yang tertutup bagi umum dan apabila tidak digunakan, ruangan tersebut akan dikunci sehingga diduga, lantai tersebut memiliki tingkat kelembaban yang tinggi. Tingkat kelembaban relatif yang tinggi dapat mendukung pertumbuhan dan penyebaran polutan biologis penyebab penyakit. Setelah dilakukan sampling data awal, data awal bagi koloni jamur untuk lantai 9 yaitu sebesar 3251 koloni/m 3 untuk didalam ruangan dan 283 koloni/m 3 untuk di luar ruangan. Data awal bagi koloni bakteri untuk lantai 9 yaitu sebesar 3039 koloni/m 3 (penelitian penulis, 2012). Ternyata dengan hasil yang telah didapatkan, dapat diketahui bahwa koloni jamur dan bakteri yang terdapat di lantai 9 gedung Rektorat Universitas Indonesia, tidak memenuhi persyaratan yang terdapat di dalam KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002. Sehingga berdasarkan uraian di atas, maka secara umum tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah mengetahui konsentrasi jamur dan bakteri di ruang senat serta perbandingannya dengan konsentrasi di lantai delapan, serta mengetahui pengaruh dari suhu, kelembaban, faktor meteorologis seperti cahaya matahari, arah angin dan kecepatan angin terhadap kualitas udara di ruang senat lantai sembilan.
3 Tinjuan Teoritis Menurut PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu ambien turun hingga ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Menurut sumbernya, pencemaran udara dapat dibedakan menjadi dua yaitu pencemaran udara dalam ruangan (indoor) dan pencemaran udara di luar ruangan (outdoor). Menurut USA Environmental Protection Agency (EPA) pada tahun 1995, udara di dalam ruangan lima kali lebih kotor daripada di luar ruangan. Pencemar udara dibedakan menjadi dua, yaitu pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemarpencemar primer di atmosfer. Parameter pencemar fisik yaitu temperatur, kebisingan, pencahayaan, radiasi elektromagnetik, radioaktivitas, dan keberadaan high energy particle. Sedangkan yang termasuk pencemar kimia yaitu adanya NO, CO, CO2, SO, uap air, exhaust gases, material konstruksi, volatile organic compounds (VOCs). Yang dimaksud pencemar biologi adalah bakteri, jamur, lumut, virus, serangga dan serbuk sari. Menurut Jjemba (2004), pencemar udara mikrobiologis (bioaerosol) adalah suspensi partikel koloid padat atau tetesan cairan di udara yang mengandung serbuk sari atau mikroorganisme. Pencemaran udara mikrobiologis dapat berasal dari berbagai sumber seperti jamur dan bakteri. Bakteri dapat berasal dari manusia, hewan, atau tanaman. Sedangkan jamur dapat berasal dari suhu dan kelembaban. Berdasarkan penelitian Jjemba (2004), jenis pencemar udara mikrobiologis adalah: alga, bakteri, fungi, protozoa, dan virus. Sedangkan menurut AIHA (2005), jenis pencemar udara mikrobiologis terdiri dari jamur dan bakteri. Menurut Pudjiastuti (1998), udara di suatu ruangan yang bersih, mungkin saja masih terdapat ratusan partikel biologi yang beraneka ragam yang bahkan teknologi pun tidak dapat mendeteksi keberadaan jumlah mereka semua. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam peningkatan pencemar udara di dalam ruangan yaitu adanya sumber pencemar, ventilasi, temperatur, pencahayaan, kecepatan angin dan kelembaban. Berikut ini merupakan baku mutu udara dalam ruang berdasarkan Peraturan Gubernur DKI No. 52 tahun 2006.
4 Tabel 1. Baku Mutu Dalam Ruang No Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu 1. Suhu dan Kelembaban Suhu 18 o -26 o C Kelembaban 40%-60% 2. Debu Debu Total 8 Jam 0,15 mg/m 3 Asbes Bebas 8 Jam 5 serat /ml udara dan panjang serat > µm udara 3. Pertukaran Udara 0,283m 3 /menit/aur dengan laju ventilasi : 0,15-0,25 m/detik 4. Bahan Pencemar Asam Sulfida (H 2 SO) 8 Jam 1mg/m 3 Amonia (NH 4 ) 8 Jam 17 mg/m 3 (25ppm) Karbon Monoksida 8 Jam 29 mg/m 3 (25ppm) (CO) Nitrogen Dioksida 8 Jam 5,60 mg/m 3 (3ppm) (NO 2 ) Sulfur Dioksida (SO 2 ) 8 Jam 5,2 mg/m 3 (2ppm) 5. Mikrobiologi Angka Kuman < 700 koloni/m 3 di udara Kuman Patogen Tidak ada Sumber: Peraturan Gubernur DKI no. 52 Tahun 2006 Maka apabila jumlah koloni jamur dan bakteri yang berada di ruangan lebih besar dari baku mutu tersebut, maka ruangan tersebut dinyatakan tidak memenuhi baku mutu sehingga keadannya kurang sehat. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Single Stage Multi Orifice Bioaerosol Sampler berdasarkan beberapa pedoman dari American Industrial Hygiene Association (AIHA) dan menggunakan media agar Tryptic Soy Agar untuk bakteri dan Malt Extract Agar dengan penambahan Chlorampenicol untuk jamur sebagai tempat tumbuhnya. Data yang digunakan
5 dalam penelitian ini berupa data primer serta data sekunder. Dalam pengumpulan kedua jenis data tersebut diharapkan akan saling melengkapi data yang diperlukan karena dalam pengambilan kedua jenis data ini akan menggunakan teknik-teknik yang berbeda. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi litearur, pengukuran serta obseravsi. Tabel 2. Data Observasi Data Jenis Data Metode Pengumpulan Data Kecepatan angin Primer Pengukuran Cahaya Matahari Primer Pengamatan Suhu Primer Pengukuran Kelembaban Primer Pengukuran Jumlah konsentrasi jamur Primer Pengukuran Jumlah konsentrasi bakteri Primer Pengukuran Data lainnya yang mendukung yaitu dengan mengukur kecepatan angin dengan mengunakan anemometer, suhu dan kelembaban dengan alat thermometer-hygrometer digital serta cahaya yang ada di titik-titik pengambilan sampel dengan luxmeter. Selain itu dilakukan observasi terhadap keadaan ruangan tersebut. Lokasi titik pengambilan sampel yang terletak di lantai sembilan dan lantai delapan dapat dilihat dari gambar yang ditunjukan di bawah ini. Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel di Ruang Senat Bagian Bawah
6 Gambar 2. Lokasi Pengambilan Sampel di Ruang Senat Bagian Atas Gambar 3. Lokasi Pengambilan Sampel di Lantai Delapan Untuk mengetahui jumlah mikroba dalam satuan CFU/m 3 adalah dengan menggunakan rumus jumlah koloni koloni m! = jumlah koloni (koloni) waktu pengambilan sampel menit x 0,0283 ( m! menit ) Untuk membuktikan adanya perbedaan antara konsentrasi bakteri dan jamur di lantai delapan dan lantai sembilan, dengan menggunakan uji T-test. Selain itu juga membandingkan suhu, udara, cahaya dan kelembaban di lantai-lantai tersebut. Dasar penetapan keputusan adalah H 0 : Tidak ada perbedaan kualitas udara antara lantai sembilan dan lantai delapan
7 H 1 : Ada perbedaan kualitas udara antara lantai sembilan dan lantai delapan Jika p>0,05 maka H 0 diterima, dan apabila p<0,05 maka H 0 ditolak. Selain itu. pada penelitian ini digunakan pula grafik serta uji korelasi regresi linier untuk mengetahui apakah ada korelasi dari suhu, kelembaban, kecepatan angin serta cahaya matahari terhadap konsentrasi mikroba udara di ruangan tersebut. Hasil dan Pembahasan a. Perbandingan Konsentrasi Bioaerosol dan Faktor Fisik di Ruang Senat (Lantai Sembilan) Dengan Lantai Delapan Perbandingan jumlah bakteri dan jamur di lantai sembilan dan delapan dilakukan untuk membandingkan kualitas udara antara lantai tersebut. Perbandingan jumlah bakteri dan jamur diambil nilai maksimal untuk mengetahui apakah nilai maksimal di lantai tersebut memenuhi baku mutu yang ada atau tidak yaitu sesuai dengan KepMenKes No 1405/MenKes/SK/XI/ Jamur Bakteri Lantai Jamur 919 Bakteri 318 Lantai 8 a) Hari Pertama b) Hari Kedua
8 Lantai Lantai Jamur Bakteri 0 Jamur Bakteri c) Hari Ketiga d) Hari Keempat Lantai Lantai Jamur Bakteri e) Hari Kelima 0 Jamur Bakteri f) Hari Keenam Grafik 1. Perbandingan Jumlah Bakteri dan Jamur Maksimal Per Harinya di Lantai Sembilan dan Delapan Sumber: Hasil Pengolahan (2013) Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa ruang senat, yaitu grafik yang berwarna biru, memiliki nilai maksimal yang selalu melampaui nilai baku mutu, sehingga dapat dikatakan, ruangan tersebut tidak sehat. Untuk lantai delapan, hanya hari pertama dan hari keempat yang nilai konsentrasi bakterinya melampaui baku mutu. Dikarenakan hari pertama dan ahri keempat merupakan hari senin, sehingga ada waktu dimana saat akhir pecan ruangan tersebut tidak dibersihkan sehingga jumlah konsentrasinya meningkat. Berdasarkan data penelitian, didapatkan suhu maksimal dan minimal serta kelembaban maksimal dan minimal sebagai berikut:
9 Tabel 5. Perbandingan Suhu dan Kelembaban Maksimal dan Minimal Lantai Suhu (C) Kelembaban (%) Maksimal Minimal Maksimal Minimal 8 32,6 o 28,6 o ,8 o 26,5 o Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, maka didapatkan nilai minimal dan maksimal dari cahaya matahari serta kecepatan angin yang berada di lantai delapan serta lantai sembilan, yaitu sebagai berikut. Tabel 6. Nilai Cahaya Matahari Serta Kecepatan Angin Di Lantai 8 dan Lantai 9 Lantai Cahaya Matahari (Lux) Kecepatan Angin (m/s) Maksimal Minimal Maksimal Minimal , ,1 0 Nilai cahaya matahari maksimal pada lantai delapan yaitu sebesar 10 lux sedangkan nilai cahaya matahari maksimal pada lantai sembilan sebesar 1965 lux. Hal ini disebabkan karena kondisi pengambilan data untuk di lantai sembilan berbeda-beda, selain itu, titik yang berada di lantai sembilan pun lokasinya berbeda-beda, namun untuk lantai sembilan bagian atas umumnya lebih tinggi nilainya dikarenakan dekat dengan jendela utama yang berguna sebagai ventilasi utama sehingga cahaya matahari yang masuk sangat terang. Untuk nilai cahaya matahari minimal pada lantai delapan dan lantai sembilan sama yaitu sebesar 3 lux. Hal ini disebabkan ada beberapa titik di lantai sembilan yang kurang terkena cahaya matahari.. Menurut perhitungan menggunakan SPSS, maka dapat diketahui bahwa nilai koloni jamur dan bakteri yang terdapat di lantai sembilan dan lantai delapan memiliki perbedaan sebagai berikut: Kualitas Udara Tabel 7. Distribusi rata-rata kualitas udara mikrobiologi (Lantai 8 dan Lantai 9) di Gedung Rektorat Universitas Indonesia, tahun 2013 Lantai N Mean Standar Deviasi T-test P-value Bakteri Lantai <0.001
10 Lantai Jamur Lantai <0.001 Lantai Dari hasil uji statistik dapat kita simpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan bakteri pada lantai 9 dibandingkan dengan lantai 8 (nilai p = <0.0001). Yang artinya terdapat perbedaan kualitas udara diantara lantai 9 dan lantai 8. Kemudian dapat kita simpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan jamur pada lantai 9 dibandingkan dengan lantai 8 (nilai p = <0.0001). Yang artinya terdapat perbedaan kualitas udara diantara lantai 9 dan lantai 8. Selain itu, dihitung pula perbandingan faktor meteorologis di lantai sembilan dan delapan dengan menggunakan program SPSS, sehingga hasilnya sebagai berikut: Tabel 8. Distribusi Rata-Rata Kualitas Fisik Berdasarkan Lantai 8 dan Lantai 9 di Gedung Rektorat Universitas Indonesia, tahun 2013 Kualitas Fisik Lantai N Mean SD T-test P-value Suhu Lantai Lantai Kelembapan Lantai <0.001 Lantai Dari hasil uji statistik dapat kita simpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan bakteri pada lantai 9 dibandingkan dengan lantai 8 (nilai p = 0.015). Kemudian dapat kita simpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan jamur pada lantai 9 dibandingkan dengan lantai 8 (nilai p = <0.001). Faktor Meteorologis Cahaya Matahari Tabel 9. Distribusi Rata-Rata Kualitas Fisik Lantai 8 dan Lantai 9 di Gedung Rektorat Universitas Indonesia, tahun 2013 Lantai N Mean SD T-test P-value Lantai <0.001 Lantai
11 Kecepatan Angin Lantai Lantai Dari hasil uji statistik dapat kita simpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan bakteri pada lantai 9 dibandingkan dengan lantai 8 (nilai p = <0.0001). Kemudian dapat kita simpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan jamur pada lantai 9 dibandingkan dengan lantai 8 (nilai p = 0.010). b. Nilai Konsentrasi Bioaerosol dan Hubungannya dengan Faktor Fisik di Ruang Senat (Lantai Sembilan) Maka setelah pengambilan data, didapatkan hasil sebagai berikut: Ti<k 1 Ti<k 2 Ti<k 3 Ti<k 4 Ti<k 5 Ti<k 6 Grafik 2. Konsentrasi Bakteri Perhari di Ruang Senat Dapat dilihat dari grafik diatas, konsentrasi bakteri selalu menunjukkan pola yang tinggi di hari pertama dan hari keempat yang merupakan hari senin. Penyebabnya adalah dikarenakan ada dua hari libur yaitu hari sabtu dan minggu, sehingga ruangan tersebut tidak dibersihkan. Pada hari kedua, konsentrasi akan mengalami penurunan dikarenakan ruangan tersebut telah dibersihkan, terutama pada hari ketiga, yaitu hari rabu, dikarenakan ruangan tersebut akan digunakan untuk rapat oleh Senat dan Guru Besar. Pada hari kelima, yaitu hari selasa, konsentrasi bakteri mengalami penurunan namun pada titik lima dan titik enam cenderung naik. Hal ini disebabkan, pada saat itu sedang dilakukan pembersihan dan pemindahan barang-barang yang terletak di
12 tempat tersebut, sehingga bakteri yang berada di titik tersebut bisa saja berasal dari luar ruangan tersebut. Begitu pula dengan hari keenam yaitu hari rabu. Pada hari ini ruangan tidak digunakan untuk rapat, namun ruangan dirapihkan, barang-barang dipindahkan letaknya dan sedang dilakukan uji coba untuk air conditioner (AC) yang berada di ruangan tersebut, cuaca juga sangat mendung dan lembab sehingga tidak ada angin yang menyebabkan konsentrasi bakteri tidak terdispersi ke area lainnya. Dapat dilihat apabila ruangan tersebut tidak digunakan dan tidak dibersihkan, akan menunjukkan konsentrasi bakteri yang cukup tinggi dibandingkan dengan saat ruangan tersebut digunakan. Dikarenakan ruangan tersebut sudah dibersihkan. Namun peningkatan konsentrasi bakteri bisa terjadi apabila ruangan tersebut digunakan dikarenakan adanya bakteri dari luar yang dibawa oleh orang yang beraktivitas di ruangan tersebut Ti<k 1 Ti<k 2 Ti<k 3 Ti<k 4 Ti<k 5 Ti<k 6 Grafik 3. Konsentrasi Jamur Perhari di Ruang Senat Dapat dilihat dari grafik diatas, konsentrasi jamur selalu menunjukkan nilai yang tinggi di hari pertama yang merupakan hari senin. Penyebabnya adalah dikarenakan ada dua hari libur yaitu hari sabtu dan minggu, sehingga ruangan tersebut tidak dibersihkan. Pada hari kedua, konsentrasi akan mengalami penurunan dikarenakan ruangan tersebut telah dibersihkan, terutama pada hari ketiga, yaitu hari rabu, dikarenakan ruangan tersebut akan digunakan untuk rapat oleh Senat dan Guru Besar. Namun pada hari ketiga, dikarenakan ruangan tersebut akan digunakan, maka air conditioner (AC) yang berada di ruangan tersebut dinyalakan sehingga berpengaruh terhadap konsentrasi jamur di ruangan tersebut. Pada hari keempat, yaitu hari senin, terlihat kenaikan nilai konsentrasi disebabkan adanya dua hari libur yaitu hari sabtu dan minggu sehingga ruangan tersebut tidak dibersihkan. Pada hari kelima, yaitu hari selasa, konsentrasi bakteri mengalami kenaikan namun pada titik satu dan titik tiga cenderung turun. Hal ini disebabkan, pada saat itu
13 sedang dilakukan pembersihan dan pemindahan barang-barang yang terletak di tempat tersebut, sehingga titik tersebut lebih mendapatkan sinar matahari sehingga konsentrasi jamur di titik tersebut menurun. Pada hari keenam ruangan tidak digunakan untuk rapat, namun ruangan dirapihkan, barang-barang dipindahkan letaknya dan sedang dilakukan uji coba untuk air conditioner (AC) yang berada di ruangan tersebut, cuaca juga sangat mendung dan lembab sehingga tidak ada angin yang menyebabkan konsentrasi jamur tidak terdispersi ke area lainnya. Dapat dilihat apabila ruangan tersebut tidak digunakan dan tidak dibersihkan, akan menunjukkan konsentrasi jamur yang cukup tinggi dibandingkan dengan saat ruangan tersebut digunakan. Dikarenakan ruangan tersebut sudah dibersihkan secara cermat. Setelah didapatkan data per harinya untuk jumlah konsentrasi bakteri dan jamur serta nilai suhu pada saat pengambilan sampel, maka dapat dianalisis secara regresi linear, dan didapatkan nilai R untuk masing-masing konsentrasi per harinya dengan faktor cahaya matahari. Setelah itu didapatkan kekuatan hubungan sebagai berikut Tabel 11. Nilai Kekuatan Hubungan Suhu Dengan Konsentrasi Bioaerosol (Nilai R) Hari Suhu Bakteri Kekuatan Hubungan Jamur Kekuatan Hubungan 1 0,356 Sedang 0,879 Sangat Kuat 2 0,369 Sedang 0,791 Sangat Kuat 3 0,297 Sedang 0,817 Sangat Kuat 4 0,718 Kuat 0,640 Kuat 5 0,327 Sedang 0,375 Sedang 6 0,609 Kuat 0,305 Sedang Sumber : Olahan penulis (2013) Dapat dilihat dari tabel diatas, nilai regresi yang dihasilkan apabila kualitas setiap harinya dihubungkan dengan suhu, maka suhu memiliki hubungan yang cukup kuat dengan konsentrasi bakteri dan jamur. Seperti konsentrasi jamur pada hari pertama hingga ketiga yang menunjukkan kekuatan hubungan yang sangat kuat, dan tidak ada yang menunjukkan tidak ada hubungan. Begitu pula hubungan dengan konsentrasi bakteri, menunjukkan banyaknya hubungan dengan kekuatan yang sedang. Sedangkan apabila nilai tersebut dihitung secara keseluruhan menggunakan program SPSS akan menghasilkan nilai sebagai berikut:
14 Tabel 12. Analisis Korelasi dan Regresi Linier Suhu Dengan Konsentrasi Bakteri Variabel R R 2 P-value Suhu Hubungan antara suhu dengan kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan bakteri menunjukan korelasi yang positif dengan kekuatan hubungan yang rendah (R= 0.233). Artinya semakin tinggi suhu lingkungan maka semakin tinggi kandungan bakteri dalam udaranya. Tabel 13. Analisis Korelasi dan Regresi Linier Suhu Dengan Konsentrasi Jamur Variabel R R 2 P-value Suhu Hubungan antara suhu lingkungan dengan kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan jamur menunjukan korelasi yang positif dengan kekuatan hubungan yang rendah (R= 0.037). Artinya semakin tinggi suhu maka semakin tinggi kandungan jamur dalam udaranya. Perbedaan nilai R yang ada antara nilai R perharinya dengan nilai keseluruhan yaitu apabila nilai tersebut dihitung secara keseluruhan, maka kondisi yang terjadi pada setiap harinya tidak diperhitungkan. Kondisi perharinya bisa saja berbeda seperti ruangan yang sudah dibersihkan atau belum. Tabel 14. Nilai Kekuatan Hubungan Kecepatan Angin Dengan Konsentrasi Bioaerosol (Nilai R) Kecepatan Angin Hari Kekuatan Kekuatan Bakteri Jamur Hubungan Hubungan 1 0,412 Sedang 0,662 Kuat 2 0,071 Tidak Ada 0,032 Tidak Ada 3 0,409 Sedang 0,184 Tidak Ada 4 0,919 Sangat Kuat 0,089 Tidak Ada 5 0,263 Sedang 0,158 Tidak Ada 6 0,585 Kuat 0,170 Tidak Ada Sumber : Olahan penulis (2013)
15 Dapat dilihat dari tabel diatas, nilai regresi yang dihasilkan apabila kualitas setiap harinya dihubungkan dengan kecepatan angin. Semakin cepat kecepatan angin, maka akan semakin banyak bakteri dan jamur yang terdispersi ke tempat lain. Namun apabila semakin sedikit kecepatan angin maka semakin banyak konsentrasi bakteri dan jamur yang ada. Untuk konsentrasi jamur, maka nilai yang paling banyak yaitu hubungan tidak kuat, sedangkan untuk konsentrasi bakteri hubungannya dapat dikategorikan sedang. Sedangkan apabila nilai tersebut dihitung secara keseluruhan menggunakan program SPSS akan menghasilkan nilai sebagai berikut: Tabel 15. Analisis Korelasi dan Regresi Linier Kecepatan Angin Dengan Konsentrasi Bakteri Variabel R R 2 P-value Kecepatan angin Hubungan antara kecepatan angin dengan kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan bakteri menunjukan korelasi yang positif dengan kekuatan hubungan yang sangat rendah (R= 0.049). Artinya semakin tinggi kecepatan angin maka semakin tinggi kandungan bakteri dalam udaranya. Tabel 16. Analisis Korelasi dan Regresi Linier Kecepatan Angin Dengan Konsentrasi Jamur Variabel R R 2 P-value Kecepatan angin Hubungan antara kecepatan angin dengan kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan jamur menunjukan korelasi yang positif dengan kekuatan hubungan yang rendah (R= 0.134). Artinya semakin tinggi kecepatan angin maka semakin tinggi kandungan jamur dalam udaranya. Perbedaan nilai R yang ada antara nilai R perharinya dengan nilai keseluruhan yaitu apabila nilai tersebut dihitung secara keseluruhan, maka kondisi yang terjadi pada setiap harinya tidak diperhitungkan. Kondisi per harinya bisa saja berbeda.
16 Tabel 17. Nilai Kekuatan Hubungan Kelembaban Dengan Konsentrasi Bioaerosol (Nilai R) Kelembaban Hari Kekuatan Kekuatan Bakteri Jamur Hubungan Hubungan 1 0 Tidak Ada 0,526 Kuat 2 0,032 Tidak Ada 0,555 Kuat 3 0,232 Tidak Ada 0,771 Kuat 4 0,766 Kuat 0,632 Kuat 5 0,779 Kuat 0,444 Sedang 6 0 Tidak Ada 2,65x10-5 Tidak Ada Sumber: Olahan Penulis (2013) Dapat dilihat dari tabel diatas, nilai regresi yang dihasilkan apabila kualitas setiap harinya dihubungkan dengan kelembaban, maka nilai hubungannya termasuk kuat untuk konsentrasi jamur dan berbanding terbalik dengan konsentrasi bakteri. Hal ini disebabkan jamur lebih cepat tumbuh pada tempat yang lembab dibandingkan dengan bakteri. Sedangkan apabila nilai tersebut dihitung secara keseluruhan menggunakan program SPSS akan menghasilkan nilai sebagai berikut: Tabel 18. Analisis Korelasi dan Regresi Linier Kualitas Kelembapan Udara Konsentrasi Bakteri Variabel R R 2 P-value Kelembapan udara Hubungan antara suhu dengan kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan bakteri menunjukan korelasi yang positif dengan kekuatan hubungan yang sangat rendah/hampir tidak menunjukan hubungan (R= 0.002). Tabel 19. Analisis Korelasi Dan Regresi Linier Kualitas Kelembapan Udara Dengan Kualitas Udara Mikrobiologi (Jamur) Variabel R R 2 P-value Kelembapan udara
17 Hubungan antara kelembapan udara dengan kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan jamur menunjukan korelasi yang positif dengan kekuatan hubungan yang rendah (R= 0.212). Artinya semakin tinggi kelembapan udara maka semakin tinggi kandungan jamur dalam udaranya. Setelah didapatkan data per harinya untuk jumlah konsentrasi bakteri dan jamur serta nilai cahaya matahari pada saat pengambilan sampel, maka dapat dianalisis secara regresi linear, dan didapatkan nilai R untuk masing-masing konsentrasi per harinya dengan faktor cahaya matahari. Setelah itu didapatkan kekuatan hubungan sebagai berikut: Tabel 20. Nilai Kekuatan Hubungan Cahaya Matahari Dengan Konsentrasi Bioaerosol (Nilai R) Cahaya Matahari Hari Kekuatan Kekuatan Bakteri Jamur Hubungan Hubungan 1 0,329 Sedang 0,617 Kuat 2 0,755 Kuat 0,410 Sedang 3 0,401 Sedang 0,219 Tidak Ada 4 0,464 Sedang 0,464 Sedang 5 0,580 Kuat 0,302 Sedang 6 0,640 Kuat 0,339 Sedang Sumber: Olahan Penulis, 2013 Dapat dilihat dari tabel diatas, maka dapat disimpulkan faktor cahaya matahari memiliki hubungan terhadap pertumbuhan konsentrasi bakteri dan jamur. Sedangkan apabila nilai tersebut dihitung secara keseluruhan menggunakan program SPSS akan menghasilkan nilai sebagai berikut: Tabel 21. Analisis Korelasi dan Regresi Linier Cahaya Matahari Dengan Kualitas Udara Mikrobiologi (Bakteri) Variabel R R 2 P-value Kekuatan Hubungan Cahaya matahari Tidak Ada
18 Hubungan antara cahaya matahari dengan kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan bakteri menunjukan korelasi yang negatif dengan kekuatan hubungan yang rendah (R= 0.032). Artinya semakin tinggi tingkat cahaya matahari maka semakin rendah kandungan bakteri dalam udaranya. Tabel 22. Analisis Korelasi dan Regresi Linier Cahaya Matahari Dengan Kualitas Udara Mikrobiologi (Bakteri) Variabel R R 2 P-value Kekuatan Hubungan Cahaya matahari Sedang Hubungan antara cahaya matahari dengan kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan jamur menunjukan korelasi yang positif dengan kekuatan hubungan yang sedang (R= 0.321). Artinya semakin tinggi cahaya matahari maka semakin tinggi kandungan jamur dalam udaranya. Kesimpulan Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu; Terdapat perbedaan yang signifikan antara konsentrasi mikroba yang berada di lantai delapan dengan konsentrasi mikroba yang berada di ruang senat lantai sembilan Gedung Rektorat Universitas Indonesia dan Persebaran konsentrasi bioaerosol di udara dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, cahaya matahari dan kecepatan angin. Bakteri akan cenderung tumbuh pada titik yang memiliki temperatur yang tinggi, sedangkan jamur akan cenderung lebih cepat tumbuh pada titik yang memiliki nilai kelembaban yang tinggi serta kurangnya sinar matahari. Semakin tinggi kecepatan angin yang berada di sekitar titik, maka bioaerosol akan terdispersi lebih luas sehingga konsentrasi yang terkonsentrasi di sekitarnya akan mnejadi lebih sedikit.
19 Saran Melihat konsentrasi yang melewati baku mutu di lantai sembilan, maka perlu dilakukan pembersihan secara menyeluruh secara teratur di lantai sembilan. Selain itu, ventilasi utama yang berada di ruang senat sebaiknya dibuka agar ruangan tersebut tidak lembab. Serta gorden yang berada di beebrapa titik di ruang senat guru besar lantai sembilan dibuka agar titik tersebut mendapatkan cahaya matahari yang cukup untuk menghambat proses pertumbuhan jamur. Daftar Referensi Anderson Instruments. Operation Manual for Anderson Sampler, Viable (Microbial) Particle Sizes Sampler. Anderson Instruments, Atlanta, USA, 1984 Jjemba, Patrick K. (2004). Environmental Microbiology Principles and Applications. New Hampshire: Science Publisher Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1405/MenKes/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja dan Industri Mandal J., & Brandl, H. (2011). Bioaerosol in Indoor Environment-A Review with Special Reference to Residential and Occupational Locations. The Open Environmental and Biological Monitoring Journal, 4, Merlin, 2012, Studi Kualitas Udara Mikrobiologis dengan Parameter Jamur pada Ruangan Pasien Rumah Sakit (Studi Kasus: Ruang Rawat Inap Gedung A Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo), Universitas Indonesia, Depok Peraturan Gubernur DKI no. 52 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Pencemaran Udara di Dalam Ruangan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara Sutanto Priyo Hastono, 2006, Analisis Data, Departemen Biostatistik, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Widyanareswari A., 2010, Kualitas Udara Ruang (Studi Kasus Gedung Perkuliahan K FTUI dan Gedung Perkuliahan A FTUI), Universitas Indonesia, Depok
BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jakarta sebagai kota metropolitan di Indonesia memiliki berbagai masalah, salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan adalah masalah pencemaran udara. Menurut
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
3. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode potong lintang (cross sectional study) yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari dinamika hubungan atau korelasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (occupational disease), penyakit akibat hubungan kerja (work related disease)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pembangunan menuju industrialisasi dapat membawa berbagai resiko positif maupun negatif yang mempengaruhi para pekerja dan keluarganya. Resiko positifnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2004 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat adalah bagian pokok dibidang kesehatan khususnya adalah rumah sakit. Rumah sakit merupakan suatu bagian menyeluruh, integrasi
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah standar. (1)
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit akibat lingkungan semakin hari semakin menimbulkan problema kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah standar. (1) Umumnya di
Lebih terperinciJUMLAH BAKTERI DAN JAMUR DALAM RUANGAN DI JURUSAN ANALIS KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PONTIANAK
JUMLAH BAKTERI DAN JAMUR DALAM RUANGAN DI JURUSAN ANALIS KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PONTIANAK Slamet Poltekkes Kemenkes Pontianak, Jl. 28 Oktober Siantan Hulu, Pontianak Abstrak:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyebaran suatu penyakit merupakan akibat dari hubungan interaktif antara manusia dan lingkungannya. Agent penyakit dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui udara,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, penggunaan alat pengkondisi udara atau air conditioner (AC) banyak ditemukan di kelas dan laboratorium di perguruan tinggi. AC yang populer digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara
Lebih terperinciARTIKEL RISET URL artikel:
ARTIKEL RISET URL artikel: http://jurnal.fkmumi.ac.id/index.php/woh/article/view/woh1202 Analisis Mikroorganisme Udara terhadap Gangguan Kesehatan dalam Ruangan Administrasi Gedung Menara UMI Makassar
Lebih terperinciElaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)
PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO, NO₂, DAN SO₂ PADA PERSIMPANGAN JALAN KOTA SEMARANG (STUDI KASUS JALAN KARANGREJO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri seharusnya memiliki kualitas sesuai standar yang ditentukan. Dalam proses pembuatannya tentu diperlukan
Lebih terperinciArgon 0,93% Ne, He, CH4, H2 1,04% Karbon Dioksida 0,03% Oksigen 20% Nitrogen 78% Udara
Karbon Dioksida 0,03% Argon 0,93% Ne, He, CH4, H2 1,04% Oksigen 20% Nitrogen 78% Udara Apa Itu Pencemaran Udara? Pencemaran udara bebas (Out door air pollution), Sumber Pencemaran udara bebas : Alamiah,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990). Udara dapat dikelompokkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga merupakan atmosfir
Lebih terperinci1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan
Lebih terperinciANALISIS PERBANDINGAN KONSENTRASI BAKTERI DAN JAMUR PADA KELOMPOK RUMAH KECIL, SEDANG, DAN BESAR
ANALISIS PERBANDINGAN KONSENTRASI BAKTERI DAN JAMUR PADA KELOMPOK RUMAH KECIL, SEDANG, DAN BESAR Amelia Chairunnisa Budiman, Sulistyoweni, Evy Novita Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciKeywords : Indoor Air Pollution, Nitrogen Dioxide (NO₂), Parking Area
ANALISIS KUALITAS NO 2 DALAM RUANG PADA PERPARKIRAN BASEMENT DAN UPPER GROUND ( Studi Kasus : Mall X, Semarang) Qiyam Maulana Binu Soesanto, Haryono Setiyo Huboyo, Endro Sutrisno Program Studi Teknik Lingkungan
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN 2 Jurusan Teknik Lingkungan FALTL Universitas Trisakti Gasal 2015/2016
LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN 2 Jurusan Teknik Lingkungan FALTL Universitas Trisakti Gasal 2015/2016 KELOMPOK 9 1. Anggie Trixy (082001300004) 2. Annisa Muthiya (082001300005) TOTAL SUSPENDED
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang berasal dari derivat ternak maupun tumbuhan (dapat ditanam ulang) dan dikenal sebagai energi hijau (Kong, 2010). Bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. polusi udara atau sekitar 5% dari 55 juta orang yang meninggal setiap tahun di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut data WHO, setiap tahun sekitar tiga juta orang meninggal karena polusi udara atau sekitar 5% dari 55 juta orang yang meninggal setiap tahun di dunia. Seribu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga memberikan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan, udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu
Lebih terperinciPENGARUH PENGGUNAAN VENTILASI (AC DAN NON AC) DALAM RUANGAN TERHADAP KEBERADAAN MIKROORGANISME UDARA
PENGARUH PENGGUNAAN VENTILASI (AC DAN NON AC) DALAM RUANGAN TERHADAP KEBERADAAN MIKROORGANISME UDARA (Studi Kasus : Ruang Kuliah Jurusan Teknik Sipil Universitas Diponegoro) *Vidyautami, D.N., **Huboyo,
Lebih terperinciPENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KELEMBABAN, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO
PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KELEMBABAN, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO (Karbon Monoksida) PADA PERSIMPANGAN JALAN KOTA SEMARANG (STUDI KASUS
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Konsep VARIABEL BEBAS KUALITAS UDARA : Suhu Kelembaban Kecepatan Gerak Udara Kadar debu Jumlah Kuman VARIABEL TERIKAT Sick Building Syndrome VARIABEL PENGGANGGU
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat
Lebih terperinciSTUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA
STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang
Lebih terperinciPolusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat
Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia
Lebih terperinciJURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PENCEMARAN Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN JUMLAH MIKROORGANISME UDARA DALAM RUANG KELAS LANTAI 8 UNIVERSITAS ESA UNGGUL
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN JUMLAH MIKROORGANISME UDARA DALAM RUANG KELAS LANTAI 8 UNIVERSITAS ESA UNGGUL Nayla Kamilia Fithri, Putri Handayani, Gisely Vionalita 1 Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan,
Lebih terperinciSTUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR
JURNAL TUGAS AKHIR STUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR Oleh : AYUKO HIRANI SALEH D121 10 265 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan 1,5 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (Anonim, 2004).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial masih merupakan masalah yang penting bagi kesehatan karena dapat meningkatkan angka kematian dan salah satu komplikasi tersering bagi pasien yang
Lebih terperinciTL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3
TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3 Rizka Firdausi Pertiwi, S.T., M.T. Rumah Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan Kelompok rumah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3 30'
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,
Lebih terperinciINVESTIGASI POLA ALIRAN UDARA PADA SISTEM RUANG BERSIH FARMASI SKRIPSI DIMAS ADRIANTO
INVESTIGASI POLA ALIRAN UDARA PADA SISTEM RUANG BERSIH FARMASI SKRIPSI Oleh DIMAS ADRIANTO 0404020215 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 1 INVESTIGASI POLA ALIRAN
Lebih terperinciKUALITAS UDARA DALAM RUANG DI DAERAH PARKIR BASEMENT DAN PARKIR UPPERGROUND (STUDI KASUS DI SUPERMARKET SEMARANG)
KUALITAS UDARA DALAM RUANG DI DAERAH PARKIR BASEMENT DAN PARKIR UPPERGROUND (STUDI KASUS DI SUPERMARKET SEMARANG) Haryono S Huboyo *, Titik Istirokhatun, Endro Sutrisno Jurusan Teknik Lingkungan FT. UNDIP,
Lebih terperinciKUALITAS FISIK-BIOLOGIS UDARA RUANG ICU RUMAH SAKIT STUDI KASUS: RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
KUALITAS FISIK-BIOLOGIS UDARA RUANG ICU RUMAH SAKIT STUDI KASUS: RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN M. Syafaat Nur, Setyo S. Moersidik, dan El Khobar M. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja yang buruk dapat mengakibatkan masalah bagi. kesehatan karyawan. Jenis bangunan, alat dan bahan, proses pekerjaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan kerja yang buruk dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan karyawan. Jenis bangunan, alat dan bahan, proses pekerjaan serta ventilasi yang kurang baik di
Lebih terperinciPemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya
Pemantauan kualitas udara Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Keabsahan dan keterpercayaannya ditentukan oleh metode dan analisis yang
Lebih terperinciANGKA KUMAN UDARA DAN LANTAI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
ANGKA KUMAN UDARA DAN LANTAI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 1 Windi Wulandari, 2 Adi Heru Sutomo, dan 3 Susi Iravati Mahasiswa di Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada
Lebih terperinciKARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK
KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban
Lebih terperinciKARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK
KARAKTERISTIK LIMBAH KARAKTERISTIK LIMBAH Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban dan konsistensinya
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar
Lebih terperinciPEMANTAUAN KUALITAS UDARA DI DALAM RUANGAN HR-05 INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL
PEMANTAUAN KUALITAS UDARA DI DALAM RUANGAN HR-05 INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL Suliyanto, Endang Sukesi I Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang ABSTRAK PEMANTAUAN
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udara dalam Ruangan Udara merupakan salah satu komponen lingkungan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di dalam kehidupan makhluk hidup. Manusia memerlukan udara untuk bernafas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai komponen lingkungan mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan makhluk hidup. Manusia memerlukan udara untuk bernafas dan menjalankan berbagai
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan
Lebih terperinciPENERAPAN METODE ORDINARY KRIGING PADA PENDUGAAN KADAR NO 2 DI UDARA
PENERAPAN METODE ORDINARY KRIGING PADA PENDUGAAN KADAR NO 2 DI UDARA (Studi Kasus : Pencemaran Udara di Kota Semarang) SKRIPSI Disusun Oleh : GERA ROZALIA 24010211130050 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian
Lebih terperinciPENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGI TERHADAP KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO) DI JALAN GAJAHMADA KAWASAN SIMPANGLIMA KOTA SEMARANG
PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGI TERHADAP KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO) DI JALAN GAJAHMADA KAWASAN SIMPANGLIMA KOTA SEMARANG Mariati S Manullang, Sudarno, Dwi Siwi Handayani *) ABSTRACT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin bertambahnya aktivitas manusia di perkotaan membawa dampak semakin sulitnya pemenuhan tuntutan masyarakat kota akan kesejahteraan, ketentraman, ketertiban
Lebih terperinciPi Oi (9) T2 T1. Pn = Po - Ka (Tn-To) (10)
7 RMSE = N i=l Keterangan: Pi = Konsentrasi CO dari ISPU Oi = Konsentrasi CO dari hasil perhitungan Pi Oi N 2 (7) Root Mean Square Error (RMSE) digunakan untuk mengukur tingkat akurasi hasil prakiraan
Lebih terperinci*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
PEMERIKSAAN ANGKA KUMAN UDARA PADA RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TINGKAT III MANADO Cristallica Mogolaingo Safrudin*, Woodford Baren Solaiman Joseph*, Finny Warouw* *Fakultas Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinci*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
HUBUNGAN ANTARA VARIABILITAS IKLIM DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DIARE DI KOTA MANADO TAHUN 2012-2016 Elisabeth Y. Lumy*, Angela F. C. Kalesaran*, Wulan P J Kaunang* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Lebih terperinciAbstrak. Keyword : Ambient Air, Concentration Sulfur Dioxide (SO 2 ), Wind Speed, Humidity and Air Temperature
PENGARUH KECEPATAN ANGIN, KELEMBABAN DAN SUHU UDARA TERHADAP KONSENTRASI GAS PENCEMAR SULFUR DIOKSIDA (SO 2 ) DALAM UDARA AMBIEN DI SEKITAR PT. INTI GENERAL YAJA STEEL SEMARANG Dea Budi Istantinova, Mochtar
Lebih terperinciSTANDAR KOMPETENSI PENANGGUNGJAWAB PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA. : Penanggung Jawab Pengendalian Pencemaran. Lingkungan
Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 04 Tahun 2011 Tanggal : 14 September 2011 STANDAR KOMPETENSI PENANGGUNGJAWAB PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA 1. Kualifikasi : Penanggung Jawab Pengendalian
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan
Lebih terperinciElaeis Noviani R., Titik Istirokhatun, Sudarno. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KELEMBABAN, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR NO₂ (NITROGEN DIOKSIDA) PADA PERSIMPANGAN JALAN KOTA SEMARANG (STUDI
Lebih terperinciSession 2B: Tinjauan Metode sampling udara ambien
Session 2B: Tinjauan Metode sampling udara ambien Agenda: 1. Presentasi: Metode sampling : Pasif, Manual, and Aktif Bagaimana memutuskan metode yang tepat untuk area dan kondisi tertentu 2. Diskusi Grup
Lebih terperinciSistem Pendeteksi Pencemaran Udara Ambien Di Kawasan Lumpur Lapindo Dengan Menggunakan Logika Fuzzy
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer e-issn: 2548-964X Vol. 1, No. 5, Mei 2017, hlm. 361-367 http://j-ptiik.ub.ac.id Sistem Pendeteksi Pencemaran Udara Ambien Di Kawasan Lumpur Lapindo
Lebih terperinciUdara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom
Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar
Lebih terperinciDistribusi Spasial Karbon Monoksida Ambien di Lingkungan Kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan ISSN: 2085-1227 Volume 6, Nomor 2, Juni 2014 Hal. 126-137 Distribusi Spasial Karbon Monoksida Ambien di Lingkungan Kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dian Hudawan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman
29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan
Lebih terperinciSTUDI IDENTIFIKASI PENCEMARAN UDARA OLEH TIMBAL (Pb) PADA AREA PARKIR (STUDI KASUS KAMPUS UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG)
INFOMATEK Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 STUDI IDENTIFIKASI PENCEMARAN UDARA OLEH TIMBAL (Pb) PADA AREA PARKIR (STUDI KASUS KAMPUS UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG) Astri W Hasbiah *), Lili Mulyatna, Fazari Musaddad
Lebih terperinciANALISA ECOTECT ANALYSIS DAN WORKBENCH ANSYS PADA DESAIN DOUBLE SKIN FACADE SPORT HALL
ANALISA ECOTECT ANALYSIS DAN WORKBENCH ANSYS PADA DESAIN DOUBLE SKIN FACADE SPORT HALL Fadhil Muhammad Kashira¹, Beta Suryokusumo Sudarmo², Herry Santosa 2 ¹ Mahasiswa Jurusan Arsitektur/Fakultas Teknik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter, kapasitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumberdaya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan
Lebih terperinciRANCANG BANGUN SISTEM MONITORING PORTABEL POLUSI UDARA BERBASIS KOORDINAT GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM)
RANCANG BANGUN SISTEM MONITORING PORTABEL POLUSI UDARA BERBASIS KOORDINAT GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM) Tito Tuesnadi *), Sumardi, S.T., M.T., Budi Setiyono, S.T., M.T. Jurusan Teknik Elektro, Universitas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume kendaraan, kecepatan kendaraan dan analisis kualitas udara disekitar kemacetan jalan Balaraja Serang. Hal
Lebih terperinciPROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA
PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 169 TAHUN 2003
KEPUTUSAN PROPINSI NOMOR : 169 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI PROPINSI Menimbang Mengingat : a. Bahwa Baku Mutu Lingkungan Daerah untuk wilayah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahunnya di dunia (Sugiato, 2006). Menurut Badan Kependudukan Nasional,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara merupakan masalah yang sedang dihadapi oleh berbagai negara. Pencemaran udara terjadi karena meningkatnya industri, perubahan perilaku dalam masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kegiatan manusia modern delapan puluh persennya dilakukan di dalam ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut biasanya
Lebih terperinciRUANG PADA PERPARKIRAN BASEMENT
ANALISIS KUALITAS Pb DALAM RUANG PADA PERPARKIRAN BASEMENT DAN UPPER GROUND (Studi Kasus : Mall X, Semarang) Ajeng Ayu Sami Annisa*), Haryono Setiyo Huboyo, Titik Istirokhatun Program Studi Teknik Lingkungan
Lebih terperinciStudi Analisis Pengaruh Kondisi Lingkungan Kerja Terhadap Sick Building Syndrome (SBS) Pada Karyawan di Gedung Perkantoran Perusahaan Fabrikasi Pipa
Studi Analisis Pengaruh Kondisi Lingkungan Kerja Terhadap Sick Building Syndrome (SBS) Pada Karyawan di Gedung Perkantoran Perusahaan Fabrikasi Pipa Angga Satria Tritama 1, Farizi Rachman 2, Denny Dermawan
Lebih terperinciTINGKAT KEMAMPUAN PENYERAPAN TANAMAN HIAS DALAM MENURUNKAN POLUTAN KARBON MONOKSIDA
SKRIPSI TINGKAT KEMAMPUAN PENYERAPAN TANAMAN HIAS DALAM MENURUNKAN POLUTAN KARBON MONOKSIDA Oleh : BOVI RAHADIYAN ADITA CRISTINA 07502010028 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
Lebih terperinciPERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011
PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 1 EKOSISTEM Topik Bahasan: Aliran energi dan siklus materi Struktur trofik (trophic level) Rantai makanan dan
Lebih terperinciKusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1)
dan Tahun Pembuatan Kendaraan dengan ISSN Emisi 1978-5283 Co 2 Kusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1) HUBUNGAN JUMLAH KENDARAAN BERMOTOR, ODOMETER KENDARAAN DAN TAHUN PEMBUATAN KENDARAAN DENGAN
Lebih terperinciDAMPAK PEMANFAATAN BRIKET BATUBARA TERHADAP KUALITAS UDARA AMBIEN
Rina Aprishanty, Isa Ansyori... : Dampak Pemanfaatan Briket Batura Terhadap Kualitas Udara Ambien DAMPAK PEMANFAATAN BRIKET BATUBARA TERHADAP KUALITAS UDARA AMBIEN 1 Rina Aprishanty, 2 Isa Ansyori, 2 Emalya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kualitas udara merupakan komponen lingkungan yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat terutama pada pernafasan. Polutan di
Lebih terperinciUdara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer
Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KUMAN UDARA DI RUANG RAWAT INAP KELAS III RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KUMAN UDARA DI RUANG RAWAT INAP KELAS III RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Didik Agus Nugroho, Budiyono, Nurjazuli Mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas
Lebih terperinciStandart Kompetensi Kompetensi Dasar
POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi
Lebih terperinciANALISA VALIDASI PERALATAN METEOROLOGI KONVENSIONAL DAN DIGITAL DI STASIUN METEOROLOGI SAM RATULANGI oleh
ANALISA VALIDASI PERALATAN METEOROLOGI KONVENSIONAL DAN DIGITAL DI STASIUN METEOROLOGI SAM RATULANGI oleh (1) Leonard Lalumedja, (2) Derek Missy, (3) Dinna Kartika Pasha Putri, (4) Dinna Kartika Pasha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada udara yang bersih atau tercemar. Pencemaran udara terjadi ketika komposisi udara dipengaruhi
Lebih terperinciDAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 2
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT i ii iii iv v vii ix x xi xii xiii
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia, dan manusia selama hidupnya selalu membutuhkan air. Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan
Lebih terperinci2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tent
No.1535, 2014. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN LH. Sumber Tidak Bergerak. Usaha. Pertambangan. Baku Mutu Emisi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BAKU
Lebih terperinciBAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC)
BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) Refrigeration, Ventilation and Air-conditioning RVAC Air-conditioning Pengolahan udara Menyediakan udara dingin Membuat udara
Lebih terperinciGambar 4 Simulasi trajektori PT. X bulan Juni (a) dan bulan Desember (b)
9 Kasus 2 : - Top of model : 15 m AGL - Starting time : 8 Juni dan 3 Desember 211 - Height of stack : 8 m AGL - Emmision rate : 1 hour - Pollutant : NO 2 dan SO 2 3.4.3 Metode Penentuan Koefisien Korelasi
Lebih terperinciKeputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Menimbang : MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk mencegah timbulnya gangguan kesehatan
Lebih terperinciKONSENTRASI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR PADA RUAS JALAN SAM RATULANGI MANADO
KONSENTRASI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR PADA RUAS JALAN SAM RATULANGI MANADO F. Jansen 1, S.Sengkey 2 1 Dosen Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi 2 Dosen Politeknik Negeri Manado ABSTRAK
Lebih terperinci