BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus umum Indonesia, kata etos berasal dari bahasa Yunani

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus umum Indonesia, kata etos berasal dari bahasa Yunani"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pengertian Etos Kerja Dalam Kamus umum Indonesia, kata etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang bermakna watak atau karakter. Maka secara lengkapnya etos ialah : Karakteristik dan sikap, kepercayaan serta kebiasaan, yang bersifat khusus tentang seorang individu atau sekelompok manusia 1 Dari perkataan etos terambil pula perkataan etika dan etis yang merujuk kepada makna akhlak atau bersifat akhlaqi, yaitu kualitas dasar seseorang atau suatu kelompok, termasuk juga suatu bangsa. Jadi, etos berarti : Jiwa khas suatu kelompok manusia, yang pada gilirannya membentuk pandangan dasar bangsa tersebut tentang sesuatu yang baik dan yang buruk, yang akhirnya melahirkan etika dalam kehidupan kesehariannya. Adapun kerja adalah sesuatu yang setidaknya mencakup tiga hal: 1. Dilakukan atas dorongan tanggung jawab, 2. Dilakukan karena kesengajaan dan perencanaan dan 3. Memiliki arah dan tujuan yang memberikan makna bagi pelakunya. Etos menurut Geertz diartikan sebagai sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Sedangkan kerja, menurut Taufik Abdullah, 1W.J.S.Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka: 1998). Cet. Ke-5

2 secara lebih khusus dapat diartikan sebagai usaha komersial yang menjadi suatu keharusan demi hidup, atau sesuatu yang imperatif dari diri, maupun sesuatu yang terkait pada identitas diri yang telak bersifat sakral. Identitas diri yang terkandung di dalam hal ini, adalah sesuatu yang telah diberikan oleh tuntutan religius (agama). 3 Apabila mengintroduksi pendapat Pandji Anoraga dan Sri Suryanti, maka etos kerja diartikan sebagai pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja. Berpijak pada pengertian bahwa etos kerja menggambarkan suatu sikap, maka dapat ditegaskan bahwa etos kerja mengandung makna sebagai aspek evaluatif yang dimiliki oleh individu (kelompok) dalam memberikan penilaian terhadap kegiatan kerja. Mengingat kandungan yang ada dalam pengertian etos kerja, adalah unsur penilaian, maka secara garis besar dalam penilaian itu, dapat digolongkan menjadi dua, yaitu penilaian positif dan negatif. 4 Berpangkal tolak dari uraian itu, maka menurut bahwa suatu individu atau kelompok masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi, apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut : a) Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia. b) Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi eksistensi manusia. c) Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia.

3 d) Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita, e) Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah. Sedangkan bagi individu atau kelompok masyarakat, yang dimiliki etos kerja yang rendah, maka akan menunjukkan ciri-ciri yang sebaliknya, yaitu: a. Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri, b. Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia, c. Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh kesenangan, d. Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan, e. Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup. Etos kerja yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok masyarakat, akan menjadi sumber motivasi bagi perbuatannya. Apabila dikaitkan dengan situasi kehidupan manusia yang sedang membangun, maka etos kerja yang tinggi akan dijadikan sebagai prasyarat yang mutlak, yang harus di tumbuhkan dalam kehidupan itu. Karena hal itu akan membuka pandangan dan sikap kepada manusianya untuk menilai tinggi terhadap kerja keras dan sungguh-sungguh, sehingga dapat mengikis sikap kerja yang asal-asalan, tidak berorientasi terhadap mutu atau kualitas yang semestinya.

4 Nitisemito mengatakan bahwa indikasi turun/rendahnya semangat dan kegairahan kerja antara lain 2 : 1. Turun/ rendahnya produktivitas 2. Tingkat absensi yang naik/ rendah 3. Labour turnover (tingkat perputaran buruh) yang tinggi 4. Tingkat kerusuhan yang naik 5. Kegelisahan dimana-mana 6. Tuntutan yang sering terjadi 7. Pemogokan Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan etos kerja adalah sikap yang mendasar baik yang sebelum, proses dan hasil yang bisa mewarnai manfaat suatu pekerjaan. Kerja merupakan suatu hal yang di lakukan oleh petani atau menurut kamus W.J.S Purwadaminta, kerja berarti melakukan sesuatu, sesuatu yang dilakukan. 3 Kerja memiliki arti luas dan sempit dalam arti luas kerja mencakup semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi maupun non materi baik bersifat intelektual maupun fisik, mengenai keduniaan maupun akhirat. Sedangkan dalam arti sempit, kerja berkonotasi ekonomi yang persetujuan mendapatkan materi. Jadi pengertian etos adalah karakter seseorang atau 2Alex S. Nitisemito, Manajemen : Suatu Dasar dan Pengantar, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986), hal W.J.S.Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 1976), cet. Ke-5

5 kelompok manusia yang berupa kehendak atau kemauan dalam bekerja yang disertai semangat yang tinggi untuk mewujudkan cita-cita. 2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Etos Kerja Agama Dasar pengkajian kembali makna etos kerja di Eropa diawali oleh buah pikiran Max Weber. Salah satu unsur dasar dari kebudayaan modern, yaitu rasionalitas (rationality) menurut Weber (1958) lahir dari etika Protestan. Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai. Sistem nilai ini tentunya akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara berpikir, bersikap dan bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya jika ia sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Dengan demikian, kalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya pembangunan atau modernisasi 4. Menurut Rosmiani (1996) etos kerja terkait dengan sikap mental, tekad, disiplin dan semangat kerja. Sikap ini dibentuk oleh sistem orientasi nilai-nilai budaya, yang sebagian bersumber dari agama atau sistem kepercayaan/paham teologi tradisional. Ia menemukan etos kerja yang rendah secara tidak langsung dipengaruhi oleh rendahnya kualitas keagamaan dan orientasi nilai budaya yang 4Weber, Max, (1958); The Protestan Ethic and The Spirit of Capitalism. Translated by Talcott Parsons. Charles Scribner s Sons, New York

6 konservatif turut menambah kokohnya tingkat etos kerja yang rendah itu Budaya Selain temuan Rosmiani (1996) diatas, Usman Pelly (dalam Rahimah, 1995) mengatakan bahwa sikap mental, tekad, disiplin dan semangat kerja masyarakat juga disebut sebagai etos budaya dan secara operasional, etos budaya ini juga disebut sebagai etos kerja. Kualitas etos kerja ini ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya maju akan memiliki etos kerja yang tinggi dan sebaliknya, masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang konservatif akan memiliki etos kerja yang rendah, bahkan bisa sama sekali tidak memiliki etos kerja Sosial Politik Soewarso, Rahardjo, Subagyo, dan Utomo (1995) menemukan bahwa tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh. KH. Abdurrahman Wahid (2002) mengatakan bahwa etos kerja harus dimulai dengan kesadaran akan pentingnya arti tanggung jawab kepada masa depan bangsa dan negara. Dorongan untuk mengatasi kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan hanya mungkin timbul, jika masyarakat secara keseluruhan memiliki orientasi kehidupan yang teracu ke masa depan yang lebih baik. Orientasi ke depan itu 5Rosmiani, (1996) ; Etos Kerja Nelayan Muslim di Desa Paluh Sebaji Deli Serdang Sumatera Utara ; Hubungan Kualitas Agama denga Etos Kerja ; Thesis ; Kerjasama Program Sarjana Institut Agama Islam Negeri Jakarta & Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jakarta.

7 harus diikuti oleh penghargaan yang cukup kepada kompetisi dan pencapaian (achievement). Orientasi ini akan melahirkan orientasi lain, yaitu semangat profesionalisme yang menjadi tulang-punggung masyarakat modern Kondisi Lingkungan Suryawati, Dharmika, Namiartha, Putri dan Weda (1997) juga menemukan adanya indikasi bahwa etos kerja dapat muncul dikarenakan faktor kondisi geografis. Lingkungan alam yang mendukung mempengaruhi manusia yang berada di dalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan mengambil manfaat, dan bahkan dapat mengundang pendatang untuk turut mencari penghidupan di lingkungan tersebut Pendidikan Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja keras. Meningkatnya kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada pendidikan yang merata dan bermutu, disertai dengan peningkatan dan perluasan pendidikan, keahlian dan keterampilan, sehingga semakin meningkat pula aktivitas dan produktivitas masyarakat sebagai pelaku ekonomi (Rahimah, Fauziah, Suri dan Nasution, 1995) Struktur Ekonomi Pada penulisan Soewarso, Rahardjo, Subagyo, dan Utomo (1995) 6 D:\Maktabah el Marzuq ETOS KERJA.htm. diakses pada tgl 23 Januari 2013

8 disimpulkan juga bahwa tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur ekonomi, yang mampu memberikan insentif bagi anggota masyarakat untuk bekerja keras dan menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh Motivasi individu Anoraga (1992) 7 mengatakan bahwa Individu yang akan memiliki etos kerja yang tinggi adalah individu yang bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap, yang tentunya didasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang. Keyakinan inilah yang menjadi suatu motivasi kerja. Maka etos kerja juga dipengaruhi oleh motivasi seseorang. Menurut Herzberg (dalam Siagian, 1995), motivasi yang sesungguhnya bukan bersumber dari luar diri, tetapi yang tertanam/terinternalisasi dalam diri sendiri, yang sering disebut dengan motivasi intrinsik. Ia membagi factor pendorong manusia untuk melakukan kerja ke dalam dua faktor yaitu factor hygiene dan faktor motivator. Faktor hygiene ini merupakan faktor dalam kerja yang hanya akan berpengaruh bila ia tidak ada, yang akan menyebabkan ketidakpuasan. Ketidakhadiran faktor ini dapat mencegah timbulnya motivasi, tetapi ia tidak menyebabkan munculnya motivasi. Faktor ini disebut juga factor ekstrinsik, yang termasuk diantaranya yaitu gaji, status, keamanan kerja, kondisi kerja, kebijaksanaan organisasi, hubungan dengan rekan kerja, dan supervisi. Ketika sebuah organisasi menargetkan kinerja yang lebih tinggi, tentunya organisasi 7Anoraga, Panji, (1992) ; Psikologi Kerja; PT. Rineka Cipta; Jakarta

9 tersebut perlu memastikan terlebih dahulu bahwa factor hygiene tidak menjadi penghalang dalam upaya menghadirkan motivasi intrinsik. Faktor yang kedua adalah faktor motivator sesungguhnya, yang mana ketiadaannya bukan berarti ketidakpuasan, tetapi kehadirannya menimbulkan rasa puas sebagai manusia. Faktor ini juga disebut factor intrinsik, yang meliputi pencapaian sukses/achievement, pengakuan/recognition, kemungkinan untuk meningkat dalam jabatan (Karier)/advancement, tanggung jawab/responsibility, kemungkinan berkembang/growth possibilities, dan pekerjaan itu sendiri/the work itself. (Herzberg, dalam Anoraga, 1992). Hal-hal ini sangat diperlukan dalam meningkatkan performa kerja dan menggerakkan pekerja hingga mencapai performa yang tertinggi Petani dan Usaha Tani Menurut Ulrich Planck (1990 :4) sosiologi pertanian membahas fenomena social dalam bidang ekonomi pertanian. Dalam masyarakat praindustri Desa-desa umumnya sangat tergantung kepada sector pertanian. Pada desa-desa dalam masyarakat industry modern atau yang sedang berkembang ke arah ini, sektor pertanian tidak menjadi dominan lagi. Bahkan ada di antaranya yang peranan sector pertaniannya tinggal sedikit sekali. Sedangkan obyek sosiologi pertanian adalah penduduk yang bertani tanpa memperhatikan tempat tinggal-nya. Dalam gambaran yang lebih detail Ulrich Planck menyatakan bahwa tema utama usaha sosiologi pertanian adalah undang-undang pertanian, organisasi sosial pertanian (struktur pertanian), usaha pertanian, bentuk organisasi pertanian, terutama

10 koperasi pertanian, dan sebuah aspek penting yakni posisi social petani dalam masyarakat. 12 Petani merupakan kelompok masyarakat yang penting artinya tidak hanya di negara industri Eropa, tetapi juga banyak negara sedang berkembang, Usaha tani kecil yang mengelolah lahan yang terbatas itu, menggunakan semua atau sebagian besar tenaga keluarganya sendiri dalam kesatuan usaha ekonomi yang mandiri. Usaha tani ini merupakan bentuk usaha paling banyak dan mamasuk sebagian besar hasil produksi pertanian. Dalam semua negara sedang berkembang yang berorientasi pada ekonomi pasar, para petani merupakan kelompok pekerja yang terpenting. Tetapi petani juga merupakan masalah pembangunan yang benarbenar sulit. Tidak mudah untuk mengikutsertakan mereka dalam kemajuan ekonomi social petani mempunyai hubungan positif dengan produktivitas petani, berarti makin positif sikap inovatif petani maka semakin tinggi produktivitas yang dihasilkan dalam menggarap lahan pertaniannya, dan sebaliknya. Oleh sebab itu dalam usaha peningkatan produktivitas petani dalam menngarap lahan pertanian sangat diperlukan sikap inovatif yang positif dalam mengadopsi teknologi pertanian yang baru dan sesuai dengan ekologi setempat. Menurut Chayanov 8, ciri khas ekonomi petani adalah penggunaan tenaga kerja dalam usaha tani bukan untuk mengejar produksi (ekonomi kapitalis), namun untuk mencapai kesejahteraan. Ekonomi tani, usaha di tujukan untuk menjamin keperluan hidup melalui produksi subsistem dan sekarang ini semakin banyak juga usaha yang melalui produksi tambahan untuk pasar, seperti melalui 8Chayanov Juergen.1993(sosiologi pertanian). PT Yayasan obor Indonesia. Jakarta. Hal:28

11 pembentukan modal di dalam usaha pertanian untuk memperluas dasar eksistensinya. Mereka tidak akan mudah menyerah untuk merawat kembali yang sudah terjadi pada tanaman mereka, untuk itu mereka berusaha untuk merawat sawa kembali supaya tanaman mereka akan menghasilkan dengan baik. Menurut pandangan ekonomi yang berlaku dan berdasarkan penggunaan faktor produksi dan tingkat integrasi dalam ekonomi modern, usaha tani jelas berbeda dengan usaha pertanian yang bersifat kapitalistik. Karena pantas jika usaha pertanian yang berorientasi ke ekonomi swasta, atau sedikit banyak pada produksi pasar tersebut Masyarakat Desa dengan Tanah Hubungan antara masyarakat Desa (khususnya petani) dan tanah untuk masyarakat desa, terutama di Desa-desa (dominan) pertanian 9. Hubungan antara manusia dan tanah ini mencakup sejumlah bentuk dan sifat hubungan. Yang terpenting adalah berkaitan dengan pembagian dan penggunaan tanah, pemilikan serta pelbagi bentuk penguasa tanah, dan termasuk luas-sempitnya penguasa tanah. Karena bentuk hubungan antara masyarakat desa dengan tanah di desa sukamaju sebagaimana di gambaarkan pola kehidupan social-ekonomi masyarakat Desa Sukamaju secara statis, tetapi juga dapat dijadikan indicator dari 9 Rahardjo, (1999) Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. PT Gadja Mada. Yogyakarta. Hal :136

12 perubahan-perubahan yang sedang terjadi di Desa Sukamaju. Persewaan adalah suatu bentuk ikatan ekonomi antara pemilik tanah dan penyewa (pemilik tanah) pemilik tanah menyerahkan hak-guna tanahnya kepada penyewa, sedangkan penyewa menyerahkan sejumlah uang sesuai kelajiman setempat untuk waktu tertentu setengah atau beberapa tahun, atau satu atau beberapa kali panen. Sedangkan pergadaian adalah suatu bentuk ikatan ekonomi antara pemilik tanah dengan pihak lain, pemilik tanah menyerahkan hak-guna tanahnya kepada pihak lain. Pihak lain pemegang gadai tanah sawa menyerahkan sejumlah uang yang besarnya sesuai dengan persetujuan mereka. 2.5 Jenis Dan Sistem Pertanian Jenis-jenis pertanian dalam hal ini berkaitan dengan tanaman pokok apa yang menjadi sumber kehidupan dari suatu masyarakat desa/petani 10. Perbedaan dalam jenis tanaman pokok akan juga menciptakan perbedaan dalam corak kehidupan masyarakat. Sebagai gambaran umum, tentu mudah dibayangkan apabila terjadi bentuk bentuk kehidupan komunitas desa yang berbeda dengan jenis tanaman pokok yang berbeda seperti antara kelompok masyarakat petani padi. Terlebih lagi apabila perbedaan dalam jenis tanaman yang ditanam ini dikaitkan pula dengan perbedaan dalam system pertaniannya, maka semakin jelas besarnya pertanian itu terhadap corak kehidupan social budaya masyarakatnya. 10Ibid. hal : 129

13 Sedangkan system pertanian yang bersahaja akan menciptakan corak komunitas petani yang berbeda dengan system pertanian yang modern. Tingkat teknologi yang bersahaja artinya dalam tingkat teknologi yang sangat maju, dalam usaha petani misalnya, penggunaan tugal, bersifat ekstraktif, dan lainnya akan menciptakan bentuk komunitas petani yang berbeda dengan tingkat teknologi yang modern misalnya, penggunaan traktor, pupuk buatan, bersifat generative lainnya. Budidaya pertanian yang pengorganisasiannya bersifat kolektif. 2.6 Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik Emile Durkheim ( ), Profesor Sosiologi Pertama dari Universitas Paris, mengambil pendekatan kolektivitis terhadap pemahaman mengenai masyarakat yang melibatkan berbagai bentuk solidaritas. Solidaritas dalam berbagai lapisan masyarakat bekerja seperti "perekat sosial", dalam hal ini dapat berupa, nilai, adat istiadat dan kepercayaan yang dianut bersama oleh anggota masyarakat dalam ikatan kolektif. Ada bentuk yang disebut solidaritas mekanis, dimana individu yang diikat dalam suatu bentuk solidaritas memiliki "kesadaran kolektif" yang sama dan kuat. Karena itu individualitas tidak berkembang karena dilumpuhkan dengan tekanan besar untuk menerima konformitas. Contoh masyarakat yang memiliki solidaritas ini adalah masyarakat pra-industri dan masyarakat pedesaan. Sementara itu ketika masyarakat semakin kompleks melalui pembagian kerja, solidaritas mekanik runtuh digantikan dengan solidaritas organik. Ketika terjadi pembagian kerja maka akan timbul spesialisasi yang pada akhirnya

14 menimbulkan ketergantungan antar individu. Hal ini juga menggairahkan individu untuk meningkatkan kemampuannya secara individual sehingga "kesadaran koletif" semakin redup kekuatannya. Dan solidaritas ini ada pada masyarakat Industri. Maka itu Durkheim mengusulkan perlunya suatu konsensus intelektual dan moral untuk keteraturan sosial yang bersifat harmonis dan integratif Solidaritas sebagai Fakta Sosial Istilah fakta sosial pertama kali diperkenalkan oleh Emile Durkheim. Ia mengartikannya sebagai suatu cara bertindak yang tetap atau sementara yang memiliki kendala dari luar (constraint); atau suatu cara bertindak yang umum dalam suatu masyarakat yang berwujud dengan sendirinya bebas dari manifestasi individual. diantaranya: Berdasarkan definisi ini, fakta sosial memiliki empat karakteristik penting 1. Sesuatu yang berwujud di luar individu; 2. Melakukan hambatan atau membuat kendala terhadap individu; 3. Bersifat luas atau umum; dan 4. Bebas dari manifestasi, atau melampaui manifestasi individu. Salah seorang sosiolog yang menaruh perhatian dan menjadikan fokus teoritis dalam membaca masyarakat adalah Emile Durkheim. Bahkan, persoalan

15 solidaritas sosial merupakan inti dari seluruh teori yang dibangun Durkheim. Ada sejumlah istilah yang erat kaitannya dengan konsep solidaritas sosial yang dibangun Sosiolog berkebangsaan Perancis ini, diantarnya integrasi sosial (social integration) dan kekompakan sosial. Secara sederhana, fenomena solidaritas menunjuk pada suatu situasi keadaan hubungan antar individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Dalam analisis Durkheim, diskusi tentang solidaritas dikaitkan dengan persoalan sanksi yang diberikan kepada warga yang melanggar peraturan dalam masyarakat. Bagi Durkhem indikator yang paling jelas untuk solidaritas mekanik adalah ruang lingkup dan kerasnya hukum-hukum dalam masyarakat yang bersifat menekan (represif). Hukum-hukum ini mendefinisikan setiap perilaku penyimpangan sebagai sesuatu yang jahat, yang mengancam kesadaran kolektif masyarakat. Hukuman represif tersebut sekaligus bentuk pelanggaran moral oleh individu maupun kelompok terhadap keteraturan sosial (social order). Sanksi dalam masyarakat dengan solidaritas mekanik tidak dimaksudkan sebagi suatu proses yang rasional. Hukuman tidak harus mempresentasikan pertimbangan rasional dalam masyarakat. Hukum represif dalam masyarakat mekanik tidak merupakan petimbangan yang diberikan yang sesuai dengan bentuk kejahatannya. Sanksi atau hukuman yang dikenakan kepada orang yang menyimpang dari keteraturan, tidak lain merupakan bentuk atau wujud kemarahan kolektif masyarakat terhadap tindakan individu tersebut.

16 Pelanggaran terhadap kesadaran kolektif merupakan bentuk penyimpangan dari homogenitas dalam masyarakat. Karena dalam analisa Durkheim, ciri khas yang paling penting dari solidaritas mekanik itu terletak pada tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen, dan sebagainya. Homogenitas serupa itu hanya mungkin kalau pembagian kerja (division of labor) bersifat terbatas. Model solidaritas seperti ini biasa ditemukan dalam masyarakat primitif atau masyarakat tradisional yang masih sederhana. Dalam masyarakat seperti ini pembagian kerja hampir tidak terjadi. Seluruh kehidupan dipusatkan pada sosok kepala suku. Pengelolaan kepentingan kehidupan sosial bersifat personal. Keterikatan sosial terjadi karena kepatuhan terhadap nilai-nilai tradisional yang dianut oleh masyarakat. Demikian juga sistem kepemimpinan yang dilaksanakan berjalan secara turun-temurun. Potret solidaritas sosial dalam konteks masyarakat dapat muncul dalam berbagai kategori atas dasar karakteristik sifat atau unsur yang membentuk solidaritas itu sendiri. Veeger, K.J. (1992) mengutip pendapat Durkheim yang membedakan solidaritas sosial dalam dua kategori/tipe; pertama, solidaritas mekanis, terjadi dalam masyarakat yang diciri-khaskan oleh keseragaman polapola relasi sosial, yang dilatarbelakangi kesamaan pekerjaan dan kedudukan semua anggota. Jika nilai-nilai budaya yang melandasi relasi mereka, menyatukan mereka secara menyeluruh, maka akan memunculkan ikatan sosial diantara mereka kuat sekali yang ditandai dengan munculnya identitas sosial yang demikian kuat. Individu meleburkan diri dalam kebersamaan, hingga tidak ada bidang kehidupan yang tidak diseragamkan oleh relasi-relasi sosial yang sama.

17 Individu melibatkan diri secara penuh dalam kebersamaan pada masyarakat hingga tidak terbayang bahwa hidup mereka masih berarti atau dapat berlangsung, apabila salah satu aspek kehidupan diceraikan dari kebersamaan. Singkatnya, solidaritas mekanik didasarkan pada suatu kesadaran kolektif (collective consciousness) yang dipraktikkan masyarakat dalam bentuk kepercayaan dan sentimen total diantara para warga masyarakat. Individu dalam masyarakat seperti ini cenderung homogen dalam banyak hal. Keseragaman tersebut berlangsung terjadi dalam seluruh aspek kehidupan, baik social, politik bahkan kepercayaan atau agama. Doyle Paul Johnson (1994), secara terperinci menegaskan indikator sifat kelompok sosial/masyarakat yang didasarkan pada solidaritas mekanik, yakni; 1. Pembagian kerja rendah; 2. Kesadaran kolektif kuat; 3. Hukum represif dominan; 4. Individualitas rendah; 5. Konsensus terhadap pola normatif penting; 6. Adanya keterlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang; 7. Secara relatif sifat ketergantungan rendah; 8. Bersifat primitif atau pedesaan.

18 Sementara itu solidaritas organik terjadi dalam masyarakat yang relatif kompleks kehidupan sosialnya namun terdapat kepentingan bersama atas dasar tertentu. Dalam kelompok sosial terdapat pola antar-relasi yang parsial dan fungsional, terdapat pembagian kerja yang spesifik, yang pada gilirannya memunculkan perbedaan kepentingan, status, pemikiran dan sebagainya. Perbedaan pola relasi-relasi, dapat membentuk ikatan sosial dan persatuan melalui pemikiran perlunya kebutuhan kebersamaan yang diikat dengan kaidah moral, norma, undang-undang, atau seperangkat nilai yang bersifat universal. Oleh karena itu ikatan solider tidak lagi menyeluruh, melainkan terbatas pada kepentingan bersama yang bersifat parsial. Solidaritas organik muncul karena pembagian kerja bertambah besar. Solidaritas ini didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi. Ketergantungan ini diakibatakan karena spesialisasi yang tinggi diantara keahlian individu. Spesialisasi ini juga sekaligus merombak kesadaran kolektif yang ada dalam masyarakat mekanis. Akibatnya kesadaran dan homogenitas dalam kehiduan sosial tergeser. Karena keahlian yang berbeda dan spesialisasi itu, munculah ketergantungan fungsional yang bertambah antara individu-idividu yang memiliki spesialisasi dan secara relatif lebih otonom sifatnya. Menurut Durkheim itulah pembagian kerja yang mengambil alih peran yang semula disandang oleh kesadaran kolektif.

19 Sekali lagi Durkheim mengaitkan persoalan solidaritas organik dengan fenomena pemberian hukuman atau sanksi. Kuatnya solidaritas organik ditandai oleh munculnya hukum yang bersifat memulihkan (restitutive) bukan yang bersifat represif. Kedua model hukum pada praktiknya juga memiliki tujuan yang berbeda. Jika hukum represif yang dijumpai dalam masyarakat mekanik merupakan ungkapan dari kemarahan kolektif masyarakat. Sementara hukum restitutif berfungsi mempertahankan atau melindungi pola saling ketergantungan yang kompleks antara sejumlah individu yang memilki spesialisasi tersebut. Karena itu sifat sanksi yang diberikan kepada individu yang melanggar keteraturan dalam dua tipologi masyarakat ini juga berbeda. Tipe sanksi dalam masyarakat mekanik berwatak restitutif sebagaimana dikemukan Durkheim: bukan bersifat balas dendam, melainkan sekedar memulihkan keadaan. Kemarahan kolektif menjadi tidak mungkin terjadi dalam masyarakat dengan tipe organik, karena masyarakat sudah hidup dengan kesadaran individual, bukan kesadaran kolektif. Sebagai gantinya masyarakat dengan tipe solidaritas organik mengelola kehidupan secara rasional. Karena itu, bentuk hukumannya pun bersifat rasional disesuaikan dengan bentuk pelanggaran tersebut. Pelaksanaan sanksi tersebut bertujuan untuk memulihkan atau melindungi hakhak dari pihak yang dirugikan. Dengan demikian akan terpulihkan kondisi ketergantungan fungsional dalam masyarakat. Durkheim memberi tamsil bentuk solidaritas tersebut terutama dalam masyarakat moderen. Pola-pola restitutif ini nampak dalam hukum dan

20 peraturan-peraturan kepemilikan, hukum kontrak, perdagangan dan peraturan administratif atau prosedur-prosedur dalam sebuah institusi masyarakat moderen. Peralihan dari hukum represif menuju hukum restitutif seiring sejalan dengan semakin bertambahnya kompleksitas dalam masyarakat. Kompleksitas tersebut berdampak pada pembagian kerja (divison of labor) yang kian beragam pula. Perbedaan perbedaan tersebut juga berlangsung dalam banyak wilayah kehidupan sosial masyarakat. Maksudnya, perubahan tersebut juga berlangsung pada bagaimana kepemimpinan dalam setiap model masyarakat tersebut dipraktikkan. Misalnya dalam masyarakat mekanik, proses perubahan kepemimpinan dilakukan secara turun temurun dari kepala suku atau Ketua adat. Berbeda dengan masyarakat organik proses suksesi kepemimpinan dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat atau individu. Karl Manheim lebih mencermati pandangan Durkheim, dimana dalam solidaritas organik diciptakan pembagian kerja dalam kelompok sosial. Pembagian kerja sebenarnya membagi aktivitas yang tadinya digabungkan ke dalam suatu proses kerja yang dilaksanakan oleh seorang manusia menjadi sejumlah besar bagian-bagian yang saling melengkapi satu sama lain. Pembagian kerja akan menimbulkan sebuah integrasi sosial yang kuat, secara fungsional dibutuhkan untuk saling melengkapi. Oleh karena itu memunculkan sebuah solidaritas sosial dalam kelompok mereka atas dasar kepentingan bersama yang sifatnya tertentu. Nampak bahwa pada solidaritas organik menekankan tingkat

21 saling ketergantungan yang tinggi, akibat dari spesialisasi pembagian pekerjaan dan perbedaan di kalangan individu. Perbedaan individu akan merombak kesadaran kolektif, yang tidak penting lagi sebagai dasar untuk keteraturan sosial. Kuatnya solidaritas organik menurut Durkheim ditandai eksistensi hukum yang bersifat restitutif/memulihkan, melindungi pola ketergantungan yang kompleks antara pelbagai individu yang terspesialisasi atau kelompok-kelompok dalam masyarakat. Doyle Paul Johnson secara terperinci menegaskan indikator sifat kelompok sosial/masyarakat yang didasarkan pada solidaritas organik, yakni; 1. Pembagian kerja tinggi; 2. Kesadaran kolektif lemah; 3. Hukum restitutif/memulihkan dominan; 4. Individualitas tinggi; 5. Konsensus pada nilai abstrak dan umum penting; 6. Badan-badan kontrol sosial menghukum orang yang menyimpang; 7. Saling ketergantungan tinggi; dan 8. Bersifat industrial perkotaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masyarakat bukanlah sematamata merupakan penjumlahan individu-individu belaka. Sistem yang dibentuk oleh asosiasinya merupakan suatu realitas khusus dengan karakteristik tertentu.

22 Adalah benar bahwa sesuatu yang bersifat kolektif tidak akan mungkin timbul tanpa kesadaran individual, namun syarat tersebut tidak akan mungkin timbul tanpa adanya kesadaran individual, namun syarat itu tidaklah cukup. Kesadaran itu harus dikombinasikan dengan cara tertentu, kehidupan sosial merupakan hasil kombinasi itu dan dengan sendirinya dijelaskan olehnya. Jiwa-jiwa individual yang membentuk kelompok, melahirkan sesuatu yang bersifat psikologis, namun berisikan jiwa individualistis yang baru Ciri-ciri Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik. A. Solidaritas Mekanik: Merujuk kepada ikatan sosial yang dibangun atas kesamaan, kepercayaan dan adat bersama. Disebut mekanik, karena orang yang hidup dalam unit keluarga suku atau kota relatif dapat berdiri sendiri dan juga memenuhi semua kebutuhan hidup tanpa tergantung pada kelompok lain. B. Solidaritas Organik: Menguraikan tatanan sosial berdasarkan perbedaan individual diantara rakyat. Merupakan ciri dari masyarakat modern, khususnya kota. Bersandar pada pembagian kerja (division of labor) yang rumit dan didalamnya orang terspesialisasi dalam pekerjaan yang berbeda-beda. Seperti dalam organ tubuh, orang lebih banyak saling bergantung untuk memenuhi kebutuhan mereka.

23 Dalam Division of labor yang rumit ini, Durkheim melihat adanya kebebasan yang lebih besar untuk semua masyarakat: kemampuan untuk melakukan lebih banyak pilihan dalam kehidupan mereka Meskipun Durkheim mengakui bahwa kota-kota dapat menciptakan impersonality (sifat tidak mengenal orang lain), alienasi, disagreement dan konflik, ia mengatakan bahwa solidaritas organik lebih baik dari pada solidaritas mekanik Beban yang kami berikan dalam masyarakat modern lebih ringan daripada masyarakat pedesaan dan memberikan lebih banyak ruang kepada kita untuk bergerak bebas. Perbedaan Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik Solidaritas Mekanik Solidaritas Organik a.) Relatif berdiri sendiri (tidak bergantung pada orang lain) dalam keefisienan kerja. b.) Terjadi di Masyarakat Sederhana. c.) Ciri dari Masyarakat Tradisional (Pedesaan) d.) Kerja tidak terorganisir e.) Beban lebih berat f.) Tidak bergantung dengan orang lain a.) Saling Keterkaitan dan mempengaruhi dalam keefisienan kerja. b.) Dilangsungkan oleh Masyarakat yang kompleks. c.) Ciri dari Masyarakat Modern (Perkotaan). d.) Kerja terorganisir dengan baik. e.) Beban ringan. f.) Banyak saling bergantungan dengan yang lain.

24 Koeksistensi yang selalu ada antara industri dan komunitas, menurut Schneider (1993: ), timbul karena berbagai sebab. Pertama adalah kebutuhan industri akan persediaan tenaga kerja. Industri membutuhkan tenaga kerja yang dapat diandalkan yang dapat masuk kerja setiap hari dan tepat waktu, yang segera dapat dipanggil kembali bekerja setelah suatu periode pemberhentian dan tidak mempunyai mata pencaharian lain selain industri tersebut. Untuk menciptakan dan mendapatkan persediaan tenaga kerja seperti itu, industri harus memasuki komunitas yang ada atau menciptakan komunitas kemana tenaga kerja dapat ditarik. Kedua, komunitas menjadi pasar yang besar bagi produk industri tersebut. Dengan menempatkannya dekat sebuah pasar kota, industri dapat mengurangi biaya biaya transportasi, khususnya bila sebagaian besar pasar suatu industri bertempat di pusat metropolitan yang besar. Ketiga, industri membutuhkan komunitas sebagai sumber jasa khusus. Salah satunya adalah transportasi untuk membawa bahan mentah ataupun mengirimkan hasil produksinya. Selain itu juga membutuhkan perlindungan keamanan, pendidikan para pekerjanya, persediaan air, penyediaan pemukiman dan sebagainya Seperti halnya Schneider, Parker (1990:93) menyatakan bahwa munculnya industri baru dalam suatu wilayah akan memberikan pengaruh besar terhadap jumlah tenaga kerja. Kebutuhan industri terhadap tenaga kerja yang memadai, tidak sepenuhnya dapat terpenuhi oleh komunitas yang sudah ada,

25 karena industri membutuhkan tenaga kerja yang memiliki karakteristik tertentu, seperti keterampilan dan pendidikannya,termasuk juga perilaku kerja tertentu. Kebutuhan tenaga kerja industri menjadi salah satu dari daya tarik industri, selain dari munculnya kesempatan ekonomi lain akibat keberadaan industri yang bisa dijadikan sumber penghasilan bagi masyarakat. Para tenaga kerja berdatangan ke wilayah tersebut untuk mencoba memanfaatkan berbagai kesempatan yang ada, baik di sektor industri maupun di sektor lainnya. Kehadiran para pekerja pendatang, secara relatif menyebabkan perubahan pola interaksi komunitas. Interaksi antar anggota komunitas menjadi semakin luas, dan proses interaksi dalam komunitas akan terpengaruh oleh adanya keragaman latar belakang sosial budaya dari anggotanya. Pada proses interaksi, jaringan interaksi anggota komunitas yang meluas menyebabkan intensitas interaksi antar-anggota berkurang, terutama pada sebagian anggota komunitas, seperti pendatang yang memiliki sosiabilitas yang rendah. Dalam interaksinya, penduduk pendatang dan pribumi dituntut pula untuk mempertimbangkan latar belakang sosial budaya masing-masing. Hal ini menyebabkan intensitas dan pola interaksi komunitas mengalami perubahan orientasi, termasuk juga dialami oleh penduduk pribumi yang terseret oleh dinamika industri. Dinamika pada komunitas di sekitar industri, dalam jangka panjang akan mengembangkan komunitas tersebut menjadi berbeda dengan bentuk komunitas sebelumnya. Sebuah komunitas yang mendapatkan pengaruh dari adanya industri akan berkembang ke arah suatu komunitas perkotaan, yang memiliki karateristik yang berbeda dibandingkan dengan sebelum industri didirikan.

26 Menurut Louis Wirth (dalam Daldjuni, 1982:27): kota ditentukan oleh ukurannya yang cukup besar, kepadatan penduduknya, dan heterogenitas masyarakatnya. Gaya hidup khas kekotaan disebut dengan urbanisme, dan ini ditentukan oleh ciri-ciri spatial, sekularisasi, asosiasi sukarela, peranan sosial yang terpisah dan norma-norma yang kabur. Mengenai pemikiran Wirth ini, Daldjuni (1982:28) berpendapat bahwa: Pokok-pokok yang dibicarakan oleh Wirth meliputi kedangkalan interaksi individu, anomi, serta perspektif penelaahan urbanisasi.sebagai struktur sosial, urbanisasi menggantikan hubungan primer dengan sekunder. Akibatnya di kota ikatan kekerabatan lemah, gotong royong menipis, dan solidaritas goyah.urbanisme melahirkan mentalitas kota dimana sikap, ide, dan keperibadian manusianya lain dengan yang terdapat di pedesaan Urbanisme pada komunitas di sekitar industri sebagai sebuah gejala yang rasional, karena dorongan dari industrialisme dan juga sebagai hasil dari proses adaptasi masyarakat terhadap tuntutan aktivitas kerja dalam industri. Industrialisme membutuhkan tenaga kerja yang mobile. Sifat tenaga kerja yang demikian tidak dapat diperoleh dalam masyarakat yang memiliki ikatan sosial yang ketat, karena ikatan sosial yang ketat akan mengganggu mobilitas warga masyarakatnya. Ikatan sosial yang longgar demikian akan mempengaruhi bentuk solidaritas sosial masyarakatnya.

27

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM Melihat kondisi solidaritas dan berdasarkan observasi, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei,

Lebih terperinci

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di BAB II : KAJIAN TEORITIK a. Solidaritas Sosial Durkheim dilahirkan di Perancis dan merupakan anak seorang laki-laki dari keluarga Yahudi. Dia mahir dalam ilmu hukum filsafat positif. Dia terakhir mengajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Secara tradisional hubungan masyarakat dan hutan meliputi multi aspek yaitu sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan masyrakat sekitar hutan memiliki

Lebih terperinci

ETOS KERJA PETANI. (Studi DiDesa Sukamaju Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo) SUMIATI PAKAYA DR. RAUF A HATU M.SI

ETOS KERJA PETANI. (Studi DiDesa Sukamaju Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo) SUMIATI PAKAYA DR. RAUF A HATU M.SI ETOS KERJA PETANI (Studi DiDesa Sukamaju Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo) SUMIATI PAKAYA DR. RAUF A HATU M.SI YOWAN TAMU S.Ag MA PROGRAM STUDI SI SOSIOLOGI ABSTRAK SUMIATI PAKAYA. 281 409 106. Etos

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. solidaritas dan sosial. Solidaritaas sosial merupakan perasaan atau

BAB II KAJIAN TEORI. solidaritas dan sosial. Solidaritaas sosial merupakan perasaan atau 22 BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Solidaritas Sosial 1. Pengertian Solidaritas Pengertian solidaritas sosial berasal dari dua pemaknaan kata yaitu solidaritas dan sosial. Solidaritaas sosial merupakan perasaan

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS A. Teori Fungsionalisme Struktural Untuk menjelaskan fenomena yang diangkat oleh peneliti yaitu Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Manusia memiliki dua sisi dalam kehidupannya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk

Lebih terperinci

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL-EMILE DURKHEIM. objek penelitian.sebagai alat, teori tersebut dipilih yang paling memadai, paling

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL-EMILE DURKHEIM. objek penelitian.sebagai alat, teori tersebut dipilih yang paling memadai, paling 49 BAB II SOLIDARITAS SOSIAL-EMILE DURKHEIM Kerangka teori adalah teori-teori yang dianggap relevan untuk menganalisis objek penelitian.sebagai alat, teori tersebut dipilih yang paling memadai, paling

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam

BAB II KERANGKA TEORI. dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Agama dan Masyarakat Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum tipologi masyarakat dikategorikan menjadi dua,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum tipologi masyarakat dikategorikan menjadi dua, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum tipologi masyarakat dikategorikan menjadi dua, masyarakat tradisional dan masyarakat yang sudah modern. Masyarakat tradisional adalah masyarakat

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan kamus Webster (2007), etos didefinisikan sebagai keyakinan. secara khas dalam perilaku kerja mereka (Sinamo, 2002).

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan kamus Webster (2007), etos didefinisikan sebagai keyakinan. secara khas dalam perilaku kerja mereka (Sinamo, 2002). BAB II LANDASAN TEORI A. ETOS KERJA 1. Pengertian Etos Kerja Berdasarkan kamus Webster (2007), etos didefinisikan sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etos Kerja Etos Kerja merupakan perilaku sikap khas suatu komunitas atau organisasi mencakup sisi spiritual, motivasi, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM. ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap masyarakat membutuhkan

BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM. ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap masyarakat membutuhkan 27 BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM A. Teori Solidaritas Emile Durkheim. Solidaritas adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh sebuah masyarakat ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah, sekaligus mengidentifikasikan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

Matakuliah : O0042 Pengantar Sosiologi Tahun : Ganjil 2007/2008 PERUBAHAN SOSIAL DAN MODERNITAS PERTEMUAN 09

Matakuliah : O0042 Pengantar Sosiologi Tahun : Ganjil 2007/2008 PERUBAHAN SOSIAL DAN MODERNITAS PERTEMUAN 09 Matakuliah : O0042 Pengantar Sosiologi Tahun : Ganjil 2007/2008 PERUBAHAN SOSIAL DAN MODERNITAS PERTEMUAN 09 1. Pengertian Perubahan Sosial Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan

BAB II KAJIAN TEORITIS. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pengertian Etos Kerja Pengertian etos kerja. Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap

Lebih terperinci

Facebook :

Facebook : 1 Nama : Dian Silvia Ardasari Tetala : Baso, 4 Desember 1983 Pendidikan : Sarjana Sosial dari Universitas Indonesia Status : Istri dari Chairul Hudaya Ibu dari Naufal Ghazy Chairian (3,5 th) dan Naveena

Lebih terperinci

BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM

BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM A. Perselingkuhan Perselingkuhan adalah hubungan pribadi di luar nikah, yang melibatkan sekurangnya satu orang yang berstatus nikah, dan didasari oleh

Lebih terperinci

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan WAWASAN SOSIAL BUDAYA Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan Disusun Oleh : Nur Fazheera Al Gadri (D0217023) Hendra Lesmana (D0217515) Asmirah (D0217024) Abdillah Resky Amiruddin (D0217514) FAKULTAS TEKNIK PRODI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. samping terutama untuk tempat tinggal, juga untuk semacam itu yakni yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. samping terutama untuk tempat tinggal, juga untuk semacam itu yakni yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Desa Pertanian Desa merupakan suatu daerah yang dijadikan tempat tinggal masyarakat yang sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian bersumber dari alam. Di

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijabarkan pada dua bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa komunitas karakter sosial dan juga karakter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibreum).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibreum). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungsionalisme Struktural Beberapa konsep penting dalam memahami struktural fungsional adalah: fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibreum).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial (social capital) yang mampu membuat individu individu yang ada didalam komunitas tersebut berbagi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut bisa terlihat didalam perilaku atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut bisa terlihat didalam perilaku atau BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Sosial di Pedesaan Setiap individu atau masyarakat tentunya mengalami suatu perubahan. Lambat atau cepat perubahan itu terjadi tergantung kepada banyaknya faktor di

Lebih terperinci

YENI KURNIAWAN Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

YENI KURNIAWAN Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta POLA KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI DAN STRATEGI BERTAHAN MASYARAKAT SEKITAR INDUSTRI (Studi Kasus Di Kelurahan Jetis, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo) YENI KURNIAWAN Program Studi Pendidikan Sosiologi

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS A. Teori Fungsionalisme Struktural AGIL Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahanperubahan. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 PRODUKTIVITAS KERJA 1.1.1 Pengertian Produktivitas Kerja Produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari pada hasil kerja atau kinerja seseorang dengan proses input sebagai masukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku individu berkaitan erat dengan yang namanya peran dalam kehidupan bermasyarakat. Peran mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani oleh seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gotong royong merupakan salah satu budaya yang mencerminkan kepribadian luhur bangsa Indonesia yang keberadaannya meluas di seluruh wilayah Indonesia, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi modal dasar pembangunan nasional disektor pertanian sebagai prioritas

BAB I PENDAHULUAN. menjadi modal dasar pembangunan nasional disektor pertanian sebagai prioritas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian sebagai petani. Luas daratan yang terbentang dari sabang sampai merauke yang

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NANANG FEBRIANTO F. 100 020 160 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI. Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014

MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI. Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 Agama adalah salah satu bentuk kontruksi sosial. Tuhan, ritual, nilai, hierarki keyakinankeyakinan,

Lebih terperinci

BAB 1 TUJUAN UMUM ETIKA

BAB 1 TUJUAN UMUM ETIKA BAB 1 TUJUAN UMUM ETIKA Perilaku etis lah yang medasari munculnya etika sebagai sebuah ilmu yang mempelajari nilai-nilai baik dan buruk. Etika juga berkembang sebagai studi tentang kehendak manusia. 1.1

Lebih terperinci

MEMBANGUN SIKAP DAN ETOS KERJA

MEMBANGUN SIKAP DAN ETOS KERJA MEMBANGUN SIKAP DAN ETOS KERJA Anna Probowati Pengajar Jurusan Manajemen STIE Rajawali Purworejo Abstrak Artikel ini mengulas tentang sikap dan etos kerja yang perlu dibangun untuk membantu individu dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Telah kita ketahui bersama bahwa manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam kegiatan suatu organisasi, karena manusia sebagai perencana,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. upahan pasca panen. Peluang kerja adalah suatu keadaan dimana adanya

BAB II KERANGKA TEORI. upahan pasca panen. Peluang kerja adalah suatu keadaan dimana adanya BAB II KERANGKA TEORI 2.1.Adopsi Teknologi Pertanian Dalam hal adopsi penerapan teknologi traktor, yang dilakukan oleh kelompok tani mengakibatkan sempitnya peluang kerja bagi para buruh tani/tenaga upahan

Lebih terperinci

MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG

MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG 1. Hakekat Perilaku Menyimpang Sebelum masuk ke dalam materi perubahan sosial budaya, saudara dapat menyaksikan video terkait dengan perilaku menyimpang di masyarakat,

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT

PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT INTERAKSI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT 1. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial 2. Manusia berada di dalam sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok (Soekanto,

Lebih terperinci

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi SOSIOLOGI EKONOMI Persoalan Ekonomi dan Sosiologi Economics and sociology; Redefining their boundaries: Conversations with economists and sociology (Swedberg:1994) Tiga pembagian kerja ekonomi dengan sosiologi:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan 2.1.1 Pengertian Kelembagaan Suatu kelembagaan merupakan suatu sistem kompleks yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses, dan peran masing-masing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Alih Fungsi Lahan dan Faktor-Faktor Penyebabnya Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Moral Ekonomi Pedagang Kehidupan masyarakat akan teratur, baik, dan tertata dengan benar bila terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

Lebih terperinci

Nama :Rayendra Pratama NPM : 1A Kelas : 1 KA 39. Tugas ISB Bab 7

Nama :Rayendra Pratama NPM : 1A Kelas : 1 KA 39. Tugas ISB Bab 7 Nama :Rayendra Pratama NPM : 1A112084 Kelas : 1 KA 39 Tugas ISB Bab 7 Perkotaan,Aspekaspek positif dan negatif Pengertian. Linton : adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Keberadaan gotong royong tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat pedesaan. Secara turun temurun gotong royong menjadi warisan budaya leluhur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan lebih lanjut, Negara-negara sedang berkembang, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan lebih lanjut, Negara-negara sedang berkembang, termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan lebih lanjut, Negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia dengan cepat mengadopsi lembaga-lembaga kapitalis barat. Terjadilah transformasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kebudayaan Tradisional Masyarakat Desa Konsep kebudayaan tradisional mengacu pada gambaran tentang cara hidup (way of life) masyarakat desa yang belum dirasuki oleh penggunaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketika seorang individu bekerja pada suatu organisasi, instansi ataupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketika seorang individu bekerja pada suatu organisasi, instansi ataupun 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika seorang individu bekerja pada suatu organisasi, instansi ataupun perusahaan maka hasil kerja yang ia selesaikan akan mempengaruhi terhadap tingkat produktivitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

BUDAYA POLITIK ORGANISASI PEMERINTAH

BUDAYA POLITIK ORGANISASI PEMERINTAH BUDAYA POLITIK ORGANISASI PEMERINTAH Feni Rosalia Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung feni.rosalia@fisip.unila.ac.id ABSTRAK Setiap organisasi pasti memiliki budaya organisasi, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demikian merupakan salah satu bentuk dari solidaritas sosial. 1

BAB I PENDAHULUAN. demikian merupakan salah satu bentuk dari solidaritas sosial. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gotong royong merupakan salah satu aktivitas sosial yang menjadi karakteristik masyarakat Indonesia. Kegiatan gotong royong secara sederhana mempunyai arti

Lebih terperinci

Masyarakat Indonesia. Pengelana (Penjajah) Budaya, Agama. Sistem Ekonomi, Bahasa

Masyarakat Indonesia. Pengelana (Penjajah) Budaya, Agama. Sistem Ekonomi, Bahasa Masyarakat Indonesia Geografis Pengelana (Penjajah) Sistem Pemerintahan Suku Bangsa Budaya, Agama Kota-Desa, RK, RW, RT Mata Pencaharian Sistem Ekonomi, Bahasa Aturan Hukum Pelapisan Sosial Golongan Buruh

Lebih terperinci

PENGERTIAN DAN NILAI ETIKA

PENGERTIAN DAN NILAI ETIKA ETIKA PROFESI (di-copy-paste bulat-bulat dari: http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/ ETIKA-PROFESI-PENGERTIAN-ETIKA-PROFESI.ppt Copyright 2011-2015 marnotanahfpub Theme by NeoEase, modified by DataQ.

Lebih terperinci

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14 Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : 2008 Pertemuan 14 MASYARAKAT MATERI: Pengertian Masyarakat Hubungan Individu dengan Masyarakat Masyarakat Menurut Marx Masyarakat Menurut Max Weber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Etos Kerja. kepribadian, serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini dan cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Etos Kerja. kepribadian, serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini dan cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Etos Kerja 1. Pengertian Etos Kerja Tasmara (2002) menegaskan bahwa etos kerja adalah totalitas kepribadian, serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini dan cara memberikan

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Khusus

Tujuan Instruksional Khusus Sosiologi Tujuan Instruksional Khusus Agar mahasiswa mengenal, mengerti, dan dapat menerapkan konsep-konsep sosiologi dalam hubungannya dengan psikologi SUMBER ACUAN : Soekanto, S. Pengantar Sosiologi.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan masyarakat, masyarakat dengan individu, dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan masyarakat, masyarakat dengan individu, dan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak terlepas dari hubungan dengan sesama manusia lainnya, yang dalam hidupnya antara satu dengan yang lain selalu berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian yang tinggi dan sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani dari

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian yang tinggi dan sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan seringkali diartikan pada pertumbuhan dan perubahan, pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan kalau terjadi pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu berupa kekayaan alam maupun kekayaan budaya serta keunikan yang dimiliki penduduknya. Tak heran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya,

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama dalam kehidupan manusia mempunyai pengaruh yang sangat besar. Zakiah Daradjat menyebutkan ada tiga fungsi agama terhadap mereka yang meyakini kebenarannya, yaitu:

Lebih terperinci

BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional

BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional oleh Talcott Parsons. 45 Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu

Lebih terperinci

B. TOPIK PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP AGAMA

B. TOPIK PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP AGAMA B. TOPIK PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP AGAMA 1. Pendekatan Sosiologi Terhadap Agama. Beberapa cara melihat agama; menurut Soedjito (1977) ada empat cara, yaitu: memahami atau melihat sejarah perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan 2.1.1 Pengertian Kelembagaan Kelembagaan merupakan suatu sistem yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses dan peran masing-masing komponen

Lebih terperinci

STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK

STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK MASING-MASING SUB STRUKTUR BERJALAN DENGAN SISTEMNYA MASING-MASING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik semua kebudayaan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik semua kebudayaan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat merupakan organisme hidup karena masyarakat selalu mengalami pertumbuhan, saling mempengaruhi satu sama lain dan setiap sistem mempunyai fungsi

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS. Asumsi umum yang paling fundamental yang mendasari pendekatan Durkheim

BAB II PENDEKATAN TEORITIS. Asumsi umum yang paling fundamental yang mendasari pendekatan Durkheim BAB II PENDEKATAN TEORITIS A. Fakta Sosial Asumsi umum yang paling fundamental yang mendasari pendekatan Durkheim mengenai sosiologi adalah bahwa gejala sosial itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi yang dilakukan pada dua komunitas yaitu komunitas Suku Bajo Mola, dan Suku Bajo Mantigola, menunjukkan telah terjadi perubahan sosial, sebagai

Lebih terperinci

Pertemuan 1 TINJAUAN UMUM

Pertemuan 1 TINJAUAN UMUM Pertemuan 1 TINJAUAN UMUM Pembahasan 1. Pengertian Etika 2. Etika,Moral dan Norma Moral 3. Etika Yang Berkembang di Masyarakat Kontrak Perkuliahan Tugas untuk nilai UAS berupa pembuatan Blog/web Konten

Lebih terperinci

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6 SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA Week 6 Agama Islam menganggap etika sebagai cabang dari Iman, dan ini muncul dari pandangan dunia islam sebagai cara hidup manusia. Istilah etika yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor industri sebagai bagian dari proses pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor industri sebagai bagian dari proses pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor industri sebagai bagian dari proses pembangunan nasional dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang telah membawa perubahan terhadap kehidupan masyarakat.

Lebih terperinci

4. KARAKTERISTIK DESA. Pertemuan 5

4. KARAKTERISTIK DESA. Pertemuan 5 4. KARAKTERISTIK DESA Pertemuan 5 TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami berbagai karakteristik desa 2. Mahasiswa mampu menganalisa berbagai karakteristik desa KARAKTERISTIK DESA Secara umum dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pada prinsipnya efektifitas adalah prinsip yang bersifat strategis dalam

BAB II KAJIAN TEORI. Pada prinsipnya efektifitas adalah prinsip yang bersifat strategis dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Efektifitas kerja 2.1.1Pengertian Efektifitas Pada prinsipnya efektifitas adalah prinsip yang bersifat strategis dalam administrasi, dimana tujuan administrasi dan manajemen tersirat

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia

Lebih terperinci

ETOS KERJA. Oleh: Arif Yusuf Hamali, SS, MM. Dosen Tetap Politeknik PIKSI GANESHA Bandung

ETOS KERJA. Oleh: Arif Yusuf Hamali, SS, MM. Dosen Tetap Politeknik PIKSI GANESHA Bandung ETOS KERJA Oleh: Arif Yusuf Hamali, SS, MM. Dosen Tetap Politeknik PIKSI GANESHA Bandung I. PENGERTIAN ETOS KERJA Akar kata etos berasal dari bahasa Yunani ethos,, pada awalnya kata ini mengandung pengertian

Lebih terperinci

BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidak ada masyarakat yang tidak berubah dan berkembang dari waktu ke waktu. Tidak jarang dalam perubahan tersebut terdapat nilai yang ditransformasikan. Bahkan, seiring

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta BAB V Kesimpulan A. Pengantar Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh narasi tulisan ini. Sebagai sebuah kesatuan tulisan yang utuh, ide pokok yang disajikan pada bab ini tidak dapat dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tugas-tugas pada posisinya tersebut. Apabila kita berbicara tentang tugas-tugas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tugas-tugas pada posisinya tersebut. Apabila kita berbicara tentang tugas-tugas BAB II KAJIAN PUSTAKA Sebagai sebuah mekanisme yang terus berfungsi, masyarakat harus membagi anggotanya dalam posisi sosial yang menyebabkan mereka harus melaksanakan tugas-tugas pada posisinya tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agama Islam merupakan agama yang membawa kesejahteraan, kedamaian,

BAB I PENDAHULUAN. Agama Islam merupakan agama yang membawa kesejahteraan, kedamaian, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Agama Islam merupakan agama yang membawa kesejahteraan, kedamaian, menciptakan suasana sejuk dan harmonis bukan hanya di antara sesama umat manusia tetapi juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bila masa depan adalah kenyataan, apakah masa depan akan dialami oleh setiap orang? Jawabannya bisa iya bisa tidak. Tetapi yang paling terpenting adalah masa depan itu

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek yang paling utama dalam menghadapi era globalisasi dimana keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang khas dengan pluralitas agama dan budaya. Pluralitas sendiri dapat diterjemahkan sebagai kemajemukan yang lebih mengacu pada jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia mampu menciptakan berbagai macam inovasi dan merupakan komponen utama sebagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia mampu menciptakan berbagai macam inovasi dan merupakan komponen utama sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan karena manusia mampu menciptakan berbagai macam inovasi dan merupakan komponen utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya persaingan di kalangan auditor dan berkembangnya profesi

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya persaingan di kalangan auditor dan berkembangnya profesi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pesatnya persaingan di kalangan auditor dan berkembangnya profesi tersebut di Indonesia menuntut auditor untuk selalu meningkatkan kinerjanya, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam/bertani, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam/bertani, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang sebahagian besar mata pencaharian penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam/bertani, sehingga pertanian merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN FENOMENA URBANISME PADA MASYARAKAT KOTA UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN FENOMENA URBANISME PADA MASYARAKAT KOTA UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN FENOMENA URBANISME PADA MASYARAKAT KOTA UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: YUNITAVIA SRI ANAWATI L2D 001 465 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGIRO

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER Manusia merupakan anggota masyarakat yang akan senantiasa berusaha agar selalu bisa bergaul dengan sesama. Sehingga setiap individu akan bertindak dan berusaha untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tata kelola yang baik (good governance) adalah suatu sistem manajemen pemerintah yang dapat merespon aspirasi masyarakat sekaligus meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PERKAWINAN

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PERKAWINAN BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PERKAWINAN Manusia pertama-tama ada, berjumpa dengan dirinya, muncul di dunia dan setelah itu menentukan dirinya. (Jean-Paul Sartre) A. MANUSIA DAN KESADARAN DIRI Sebagian

Lebih terperinci