BAB II STATUS HUKUM OBJEK JAMINAN HAK TANGGUNGAN YANG DISITA OLEH PENGADILAN KARENA BERKAITAN DENGAN KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II STATUS HUKUM OBJEK JAMINAN HAK TANGGUNGAN YANG DISITA OLEH PENGADILAN KARENA BERKAITAN DENGAN KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI"

Transkripsi

1 32 BAB II STATUS HUKUM OBJEK JAMINAN HAK TANGGUNGAN YANG DISITA OLEH PENGADILAN KARENA BERKAITAN DENGAN KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI A. Prinsip-Prinsip Umum Hak Tanggungan Pengertian Hak Tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Bendabenda yang Berkaitan dengan Tanah adalah : Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap krediturkreditur lainnya Dari rumusan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang, Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu Hak Tanggungan adalah suatu benda jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahulu, dengan objek jaminannya berupa Hak-Hak Atas Tanah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria. 53 Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah yang kuat danmampu memberikan kepastian hukum bagi para pihak, mempunyai denganciri-ciri sebagai berikut : 53 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hal

2 33 1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya (kreditur tertentu). Dari definisi mengenai Hak Tanggungan sebagaimana dikemukakan di atas, diketahui bahwa Hak Tanggungan memberikan kedudukan yangdiutamakan kepada kreditur terhadap kreditur-kreditur lain. Yang dimaksud dengan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain, dapat dijumpai dalam Penjelasan Umum angka 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan DenganTanah, yaitu :. Bahwa jika debitur cidera janji, maka kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual tanah yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur lain. Ciri ini dalam ilmu hukum dikenal dengan istilah droit de preference. 2. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan di tangan siapapun objek itu berada. Ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menyatakan bahwa Hak Tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada, sehingga Hak Tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek Hak Tanggungan itu beralih ke pihak lain oleh sebab apa pun juga. Asas yang disebut droit de suite memberikan kepastian kepada kreditur mengenai haknya untuk memperoleh pelunasan dari hasil penjualan atas tanah penguasaan fisik atau Hak Atas Tanah penguasaan yuridis, yang menjadi objek Hak Tanggungan bila debitur

3 34 wanprestasi, sekalipun tanah atau hak atas tanahyang menjadi objek Hak Tanggungan itu dijual oleh pemiliknya atau pemberi Hak Tanggungan kepada pihak ketiga 3. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan. Asas spesialitas diaplikasikan dengan cara pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sedangkan asas publisitas diterapkan pada saat pendaftaran pemberian Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan. Pendaftaran tersebut merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Keistimewaan lain dari Hak Tanggungan yaitu bahwa Hak Tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Apabila debitur wanprestasi tidak perlu ditempuh cara gugatan perdata biasa yang memakan waktu dan biaya. Bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan disediakan cara-cara khusus, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Menurut Arie S. Hutagalung dengan ciri-ciri tersebut diatas, maka diharapkan sektor perbankan yang mempunyai pangsa kredit yang paling besar dapat terlindungi dalam menyalurkan dana kepada masyarakat dan secara tidak langsung dapat 54 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tangungan Azas-Azaz Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan, Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan, Alumni, Bandung 1999, hal.8.

4 35 menciptakan iklim yang kondusif dan lebih sehat dalam pertumbuhan dan perkembangan perekonomian. 55 Disamping memiliki empat ciri di atas Hak Tanggungan juga mempunyai beberapa sifat, seperti : a. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi Maksud dari Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, yaitu Hak Tanggungan membebani secara utuh objeknya dan setiap bagian daripadanya. Pelunasan sebagian utang yang dijamin tidak membebaskan sebagian objek dari beban Hak Tanggungan. Hak Tanggungan yang bersangkutan tetap membebani seluruh objek untuk sisa utang yang belum dilunasi. Akan tetapi seiring berkembangnya kebutuhan akan perumahan, ketentuan tersebut ternyata menimbulkan permasalahan yaitu dalam halsuatu proyek perumahan atau rumah susun ingin diadakan pemisahan. Apabila tanahnya dibebankan Hak Tanggungan, ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah akan menyulitkan penjualan rumah atau satuan rumah susun yang telah dibangun tersebut. Oleh karenanya untuk mengatasi permasalahan, maka ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan DenganTanah membuka kesempatan untuk menyimpangi sifat tersebut, jika Hak Tanggungan dibebankan 55 Arie. S. Hutagalung, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan ekonomi, Suatu Kumpulan Karangan, Cetakan Kedua, Badan Penerbit Fakultas Hukum Uniersitas Indonesia, Depok 2002, hal.255.

5 36 pada beberapa Hak Atas Tanah dan pelunasan utang yang dijamin dilakukan dengan angsuran sebesar nilai masing-masing Hak Atas Tanah yang merupakan bagian dari objek Hak Tanggungan yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut. Dengan demikian Hak Tanggungan hanya akan membebani sisa objekuntuk sisa hutang yang belum dilunasi. Agar hal ini dapat berlaku, makaharus diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. b. Hak Tanggungan merupakan perjanjian accesoir. Hak Tanggungan diberikan untuk menjamin pelunasan hutang debitur kepada kreditur, oleh karena itu Hak Tanggungan merupakan perjanjian accesoir pada suatu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang-piutang sebagai perjanjian pokok. Kelahiran, eksistensi, peralihan, eksekusi, berakhir dan hapusnya Hak Tanggungan dengan sendirinya ditentukan oleh peralihan dan hapusnya piutang yang dijamin pelunasannya. Tanpa ada suatu piutang tertentu yang secara tegas dijamin pelunasannya, maka menurut hukum tidak akan ada Hak Tanggungan. 56 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak TanggunganAtas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, menyebutkan bahwa yang menjadi Objek Hak Tanggungan adalah : 1. Hak milik; 2. Hak guna usaha; 3. Hak guna bangunan; 56 Rosa Agustina, Prosedur dan Tata Cara Eksekusi Objek Hak Tanggungan, Citra Ilmu, Surabaya, 2007, hal. 25

6 37 4. Hak pakai atas tanah negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani dengan Hak Tanggungan. Walaupun tidak disebutkan secara tegas, tetapi mengingat Hak Tanggungan merupakan bagian dari pengaturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (vide Pasal 51 juncto Pasal 57 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria), maka kiranya bisa kita simpulkan, bahwa hak-hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan, sebagaimana yang disebut di atas, adalah hak-hak atas tanah menurut Undang-Undang Nomor 5Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Disampingitu, menurut Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah berbunyi: Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada dan yang akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanahnya, dan yang merupakanmilik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam akta pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Jadi selain tanah, bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanahnya dapat dijadikan objek Hak Tanggungan. Perhatikan baikbaik syarat merupakan satu-kesatuan dengan tanahnya. Namun, perlu diperhatikan dengan baik bahwa penyebutannya adalah: juga dapat dibebankan pada hak atas tanah..., dari cara penyebutan mana kitatahu, bahwa bangunan, tanaman dan hasil

7 38 karya itu hanya bisa menjadi objek Hak Tanggungan kalau tanah di atas mana bangunan itu berdiri, tanaman itu tumbuh dan hasil karya itu berada juga dijaminkan dengan Hak Tanggungan. Benda-benda di luar tanah, yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat(4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah tidak bisa dijaminkan dengan Hak Tanggungan terlepas dari tanahnya. Penyebutan yang merupakan satu-kesatuan dengan tanah tersebut mengingatkan kepada syarat dipersatukan secara permanen atau nagelvast dan dengan akar tertancap dalam tanah atau wortelvast pada hipotik. Jadi, walaupun Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menganut asas hukum adat dan karenanya menganut asas pemisahan horisontal, namun di sini disyaratkan harus merupakan satu-kesatuan dengan tanahnya. Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ternyata meliputi juga bangunan yang ada di permukaan tanah, seperti basement. Jadi, yang ada dibawah tanah hanya meliputi bangunan, atau bagian dari bangunan, yang ada dibawah tanah, dan ada hubungannya dengan tanah yang ada diatasnya. Karenanya, tambang dan mineral tidak termasuk didalamnya. Subjek Hak Tanggungan adalah: 1. Pemberi Hak Tanggungan Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak

8 39 Tanggungan yang bersangkutan. Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan. Penyebutan orang perseroangan atau badan hukum adalah berlebihan, karena dalam pemberian Hak Tanggungan objek yang dijaminkan pada pokoknya adalah tanah, dan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,yang bisa mempunyai hak atas tanah adalah baik orang perserorangan maupun badan hukum -vide Pasal 21, Pasal 30, Pasal 36, dan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Untuk masing-masing hak atas tanah, sudah tentu pemberi Hak Tanggungan sebagai pemilik hak atas tanah harus memenuhi syarat pemilikan tanahnya, seperti ditentukan sendiri-sendiri dalam undang-undang. 57 Selanjutnya syarat, bahwa pemberi Hak Tanggungan harus mempunyai kewenangan untuk mengambil tindakan hukum atas objekyang dijaminkan adalah kurang lengkap, karena yang namanya tindakan hukum bisa meliputi, baik tindakan pengurusan atau beschikkingsdaden, padahal tindakan menjaminkan merupakan tindakan pemilikan bukan pengurusan, yang tercakup oleh tindakan pengurusan. Jadi, lebih baik disebutkan, bahwa syaratnya adalah pemberi Hak Tanggungan harus mempunyai kewenangan tindakan pemilikan atas benda jaminan. Kewenangan tindakan pemilikan itu baru disyaratkan pada saat pendaftaran 2004, hal Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

9 40 Hak Tanggungan menurut Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Jadi, tidak tertutup kemungkinan, bahwa orang menjanjikan Hak Tanggungan pada saat benda yang akan dijaminkan belum menjadi miliknya, asal nanti padasaat pendaftaran Hak Tanggungan, benda jaminan telah menjadi milik pemberi Hak Tanggungan. Ini merupakan upaya pembuat undang-undang untuk menampung kebutuhan praktik, dimana orang bisa menjaminkan persil, yang masih akan dibeli dengan uang kredit dari kreditur. 58 Pada praktek pelaksanaanya, sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah banyak Kantor Pertanahan yang ragu-ragu atau menolak pendaftaran hipotik jika kreditur merupakan orang perorangan. Hal ini rupanya diantisipasi oleh pembentuk Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, sehingga kini orang perorangan dimungkinkan secara tegas sebagai penerima Hak Tanggungan. Walaupun demikian sejauh mungkin harus dicegah adanya praktik rentenir, yang menyalahgunakan peraturan Hak Tanggungan ini Pemegang Hak Tanggungan Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Penerima Hak Tanggungan, yang sesudah pemasangan Hak Tanggungan akan menjadi pemegang Hak Tanggungan, yang adalah juga kreditur dalam perikatan pokok, juga bisa orang perseorangan maupun badan hukum. Di sini tidak ada kaitannya dengan syarat pemilikan tanah, karena pemegang Hak Tanggungan memegang jaminan pada asasnya tidak dengan maksud untuk nantinya, kalau debitur wanprestasi, memiliki persil jaminan Elli Erawaty, Beberapa Pemikiran Tentang Hak Tanggungan, Eressco, Bandung, 2008, hal H. M. Ridhwan Indra, Mengenal Undang-Undang Hak Tanggungan, Cetakan Pertama, Penerbit Cv Trisula, Jakarta, 1997, hal Achmadi Purwanto, Hukum Jaminan Hak Tanggungan Dalam Kredit Perbankan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal. 19

10 41 Dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan DenganTanah disebutkan bahwa yang dapat bertindak sebagai pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum, yang berkedudukan sebagai kreditur. Menentukan siapa yang bisa menjadipemegang Hak Tanggungan tidak sesulit menentukan siapa yang bisabertindak sebagai pemberi Hak Tanggungan. Karena seorang pemegang Hak Tanggungan tidak berkaitan dengan pemilikan tanah dan padaasasnya bukan orang yang bermaksud untuk memiliki objek Hak Tanggungan bahkan memperjanjikan. Bahwa objek Hak Tanggungan akanmenjadi milik pemegang Hak Tanggungan, kalau debitur wanprestasi adalah batal demi hukum sesuai Pasal 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-BendaYang Berkaitan Dengan Tanah. Dari penegasan bahwa yang bisa bertindak sebagai pemegang Hak Tanggungan adalah orang-perseorangan atau badan hukum, kita bisa menyimpulkan bahwa yang bisa menjadi pemegang Hak Tanggungan adalah orang alamiah ataupun badan hukum. Yang namanya badan hukum bisa Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Perkumpulan yang telah memperoleh status sebagai badan hukum ataupun yayasan. Diatas tidak disebutkan Perseroan Komanditer atau commanditer venootschap. Inimembawa persoalan lain, yaitu apakah Perseroan Komanditer bisabertindak sebagai pemegang Hak Tanggungan, mengingat bahwa Perseroan Komanditer di Indonesia belum secara resmi diakui sebagai badan hukum, sekalipun harus diakui, dalam praktik sehari-hari kita melihat adanya pengakuan secara tidak

11 42 resmi dari anggota masyarakat, seakan-akan Perseroan Komanditer bisa mempunyai hak dan kewajiban sendiri? 61 Pembebanan Hak Tanggungan merupakan suatu proses yang terdiri atasdua tahap, yaitu diawali dengan tahap pemberian Hak Tanggungan dan akan diakhiri dengan tahap pendaftaran. Dimana tata cara pembebanan Hak Tanggungan ini wajib memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Tahap pemberian Hak Tanggungan dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang, dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, untuk memenuhi syarat spesialitas. Sedangkan tahap pendaftaran Hak Tanggungan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten setempat, dengan pembuatan buku tanah Hak Tanggungan dan Sertipikat Hak Tanggungan, untuk memenuhi syarat publisitas. Proses pembebanan Hak Tanggungan akan diuraikan sebagai berikut: Tahap pemberian Hak Tanggungan Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji akan memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu. Janji tersebut wajib dituangkan di dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atauperjanjian lainnya menimbulkan utang. Pemberian Hak Tanggungan ini dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian 61 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku Satu, Cetakan Pertama, Penerbit PT Citra aditya Bakti, Jakarta, 1997, hal Muhidin Surianto, Tatacara Pemberian Hak Tanggungan, Bumi Aksara, Jakarta, 2007, hal. 44

12 43 Hak Tanggungan yang bersifat autentik. Akta Pemberian Hak Tanggungan ini dibuat oleh dan/atau dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang. Bentuk dan isi Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Formulir Akta Pemberian Hak Tanggungan berupa blanko yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasioanal. Akta Pemberian Hak Tanggungan ini dibuat dua rangkap asli atau inoriginali yang masing-masing ditandatangani oleh pemberi Hak Tanggungan atau debitur atau penjamin, pemegang Hak Tanggungan atau kreditur, dua orang saksi dan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Lembar pertama disimpan di kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah dan lembar kedua diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran Hak Tanggungan. Sedangkan para pihak hanya diberikan salinan dari Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut. 63 Surat-surat yang wajib diserahkan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk keperluan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, yaitu : 64 a. Surat-surat mengenai tanah berupa sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang ditunjuk sebagai objek Hak Tanggungan; b. Surat-surat mengenai orang, berupa identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan; hal Kartini Muldjadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, Prenada Media, Jakarta, 2006, 64 Ibid, hal. 45

13 44 c. Surat-surat mengenai prosedur tanda bukti pembayaran biaya pendaftaran Hak Tanggungan; d. Surat mengenai perjanjian, berupa salinan akta atau surat pemberian kredit. Dalam rangka memenuhi syarat spesialitas pada Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan : 65 1) Nama dan identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan; 2) Domisili pihak-pihak tersebut, jika salah satu pihak berdomisili diluar negeri, harus dicantumkan domisili pilihan di Indonesia, jika tidak kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah dianggap sebagai domisili pilihannya; 3) Penunjukan secara jelas utang-utang yang dijamin, yang meliputi juga nama dan identitas debitur, kalau pemberi Hak Tanggungan bukan debitur; 4) Nilai Hak Tanggungan; 5) Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan. Ketentuan tersebut menetapkan isi yang bersifat wajib danmerupakan syarat sah pemberian Hak Tanggungan. Bila tidak dicantumkan secara lengkap, maka mengakibatkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan batal demi hukum. Akta Pemberian Hak Tanggungan didalamnya dapat pula dicantumkan janjijanji yang bersifat fakultatif, dimana janji-janji tersebut tidak wajib, dapat diperjanjikan atau tidak, sesuai dengan kesepakatan diantara para pihak, janji-janji 65 Ibid, hal. 46

14 45 yang dapat dicantumkanakta Pemberian Hak Tanggungan, antara lain: a) Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan objek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan. b) Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk dan tata susunan objek Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan. c) Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola objek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak objek Hak Tanggungan, apabila debitur cidera janji. d) Janji untuk memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menyelamatkan Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi dan untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhinya atau dilanggarnya ketentuan undang-undang. e) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek Hak Tanggungan, apabila debitur cidera janji. f) Janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa objek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan. g) Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas objek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan. h) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila objek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum. i) Janji bahwa pemegang Hak Tanggunganakan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika objek Hak Tanggungan diasuransikan. j) Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan objek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan. k) Janji bahwa sertipikat Hak atas Tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan diserahkan kepada kreditur Djoko Retnadi, Pemberian Hak Tanggungan Dalam Praktek Kredit Perbankan, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2010, hal. 27

15 46 Janji-janji sebagaimana tersebut diatas tidak hanya memperhatikan kepentingan pemegang Hak Tanggungan saja, tetapi juga kepentingan pemberi Hak Tanggungan. Janji-janji tersebut akan mengikat pihak ketiga setelah Hak Tanggungan tersebut lahir, yaitu pada saat pendaftaran Hak Tanggungan. Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan terdapat janji yang dilarang untuk diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan,yaitu janji yang memberi wewenang kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki objek Hak Tanggungan secara serta merta, apabila debitur cidera janji. Larangan tersebut merupakan suatu pembatasan yang diadakan dalam rangka melindungi kepentingan pemberi Hak Tanggungan, jika tetap diperjanjikan maka akan batal demi hukum. 67 Berdasarkan asasnya pembebanan Hak Tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan sebagai pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum untuk membebankan Hak Tanggungan atas objek yang dijadikan jaminan utang. Namun apabila pemberi Hak Tanggungan benar-benar berhalangan hadir, dalam hal ini pemberi Hak Tanggungan wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Penunjukan tersebut harus dilakukan dengan akta autentik yang dibuat oleh notaris. 68 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan harus diberikan langsung oleh pemberi Hak Tanggungan dan isinya harus memenuhi syarat sebagai berikut: 67 Gunawan Salim, Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pengikatan Jaminan Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal Kartono, Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Kredit Perbankan, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2008, hal. 19

16 47 (1)Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum selain dari membebankan Hak Tanggungan; (2)Tidak memuat kuasa subtitusi; (3)Mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah utang, nama serta identitas kreditur dan debitur apabila debitur bukan pemberi Hak Tanggungan. 69 Tidak terpenuhinya syarat tersebut diatas, mengakibatkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang bersangkutan batal demi hukum. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga, kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya. Batas waktu penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yaitu untuk tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya satubulan sejak dibuatnya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dan bagi tanah yang belum terdaftar atau sudah terdaftar tetapi belum atas nama pemberi Hak Tanggungan wajib dibuat Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya tiga bulan sejak dibuatnya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, jika tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu yang ditentukan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang bersangkutan batal demi hukum. Setelah Akta Pemberian Hak Tanggungan selesai ditandatangani, selambatlambatnya dalam waktu tujuh hari kerja, Pejabat Pembuat Akta Tanah wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan ke Kantor Pertanahan setempat 69 Ibid, hal. 28

17 48 beserta warkah-warkah lainnya yang diperlukan untuk pendaftaran. Keterlambatan pengiriman tidak mengakibatkan batalnya Akta Pemberian Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan tetap wajib memproses pendaftaran Hak Tanggungannya, akan tetapi Pejabat Pembuat Akta Tanah bertanggung jawab terhadap akibat yang ditimbulkan karena keterlambatan tersebut. 2. Tahap pendaftaran Hak Tanggungan Dengan dilakukan pemberian Hak Tanggungan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan, Hak Tanggungan ini baru memenuhi syarat spesialitas, sampai pada tahap tersebut Hak Tanggungan yang bersangkutan belum lahir dan kreditur pemegangnya belum memperoleh kedudukan yang diutamakan. Kelahiran dari Hak Tanggungan harus memenuhi syarat publisitas yang merupakan syarat mutlak dengan mendaftarkan padakantor Pertanahan setempat. Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten tempat objek Hak Tanggungan tesebut berada, dengan pembuatan buku tanah Hak Tanggungan atas dasar data yang terdapat pada Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dikirimkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan, setelah itu dicatat pada buku tanah dan disalin pada sertipikat objek Hak Tanggungan. Hak Tanggungan dinyatakan lahir pada tanggal dibuatkan buku tanah Hak Tanggungan, yaitu hari kerja ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya. Selanjutnya Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan sebagai surat tanda bukti dan adanya Hak Tanggungan,

18 49 dalam waktu tujuh hari setelah dibuatkan buku tanah Hak Tanggungan. 70 Sertipikat Hak Tanggungan terdiri atas salinan buku tanah Hak Tanggungan dan salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten setempat, dijilid menjadi satu dalam sampul sertipikat Hak Tanggungan, yang memuat irah-irah DEMI KEADILAN BERDASARKANKETUHANAN YANG MAHA ESA, sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan, sedangkan sertipikat objek Hak Tanggungan yangtelah dibubuhi catatan adanya beban Hak Tanggungan dikembalikan kepada pemiliknya, kecuali apabila diperjanjikan lain. 3. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Tanah Hak Milik Pembebanan Hak Tanggungan atas tanah dengan status tanah Hak Milik dapat ditemukan dalam rumusan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang menyatakan secara tegas bahwa tanah dengan status Hak Milik dapat dijaminkan dengan membebani hak atas tanah tersebut dengan Hak Tanggungan. Selanjutnya ketentuan tersebut dipertegas dengan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, dari rumusan Pasal 4 tersebut diketahui bahwa ternyataselain bidang tanahnya, bangunan, tanaman, dan 70 Yohannes Ibrahim, Tinjauan Yuridis Pendaftaran Hak Tanggungan, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 15

19 50 hasil karya yang telah ada atau akan ada merupakan satu kesatuan dengan bidang tanah tersebut, baik yang merupakan milik pemegang hak atas tanah, dan sepanjang tindakan tersebut dilakukan oleh pemiliknya dan pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Berkenaan dengan pemberian Hak Tanggungan tersebut, dalam ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah bahwa pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Secara tegas ternyata bahwa saat pendaftaran pembebanan Hak Tanggungan adalah saat lahirnya Hak Tanggungan tersebut. Sebelum pendaftaran dilakukan, maka Hak Tanggungan tidak pernah ada. Hak Tanggungan lahir dengan dilaksanakannya pendaftaran pemberian Hak Tanggungan. 71 Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, pembebanan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan hak sewa untuk bangunan atas Hak Milik, dan pembebanan lain pada hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang ditentukan dengan peraturan perundangundangan, dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 71 Rahman Hasanuddin, Kekuatan Hukum Eksekutorial Hak Tanggungan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2010, hal. 11

20 51 B. Prosedur dan Tata Cara Eksekusi Hak Tanggungan Eksekusi Hak Tanggungan merupakan suatu upaya bagi pemegang Hak Tanggungan untuk memperoleh kembali piutangnya, manakala debitur wanprestasi. Untuk itu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah memberikan kemudahan dan kepastian dalam pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan. Apabila debitur wanprestasi, kreditur pemegang Hak Tanggungan dapat menjual objek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum menurut cara yang ditentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berhak mengambil pelunasan piutangnya yang dijamin dengan Hak Tanggungan tersebut, dengan hak mendahului dari pada kreditur-kreditur yang lain. Kemudahan yang disediakan oleh Undang-Undang Hak Tanggungan dalam rangka eksekusi atas objek Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda- Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. 2. Titel Eksekutorial yang terdapat dalam Sertipikat Hak Tanggungan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 72 Sudjana Rivai, Analisis Yuridis Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 Dalam Kaitannya Dengan Praktek Pemberian Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Kredit Perbankan, Tarsito, Bandung, 2008, hal. 52

21 52 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. 3. Penjualan dibawah tangan berdasarkan kesepakatan. Penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan jikadiperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Demikian ditentukan oleh Pasal 20 Ayat (2) UUHT. Yang dimaksud dengan penjualan dibawah tangan adalah penjualan atas tanah yang dijadikan sebagai jaminan dan dibebani dengan Hak Tanggungan oleh kreditur sendiri secara langsung kepada orang atau pihak lain yang berminat, tetapi dibantu juga oleh pemilik tanah dan bangunan dimaksud. 73 Oleh karena penjualan dibawah tangan dari obyek Hak Tanggungan hanya dapat dilaksanakan bila ada kesepakatan antara pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, maka bank tidak mungkin melakukan penjualan dibawah tangan terhadap obyek Hak Tanggungan atau agunan kredit apabila debitur tidak menyetujuinya. Dalam praktek apabila terjadi kredit macet, debitur tidak kooperatif sehingga bank sulit untuk mendapatkan atau memperoleh persetujuan dari nasabah debitur. Syarat untuk dapat dilakukan penjualan dibawah tangan obyek Hak Tanggungan adalah adanya kesepakatan atau persetujuan antara pemberi dan pemegang Hak Tanggungan agar diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Dalam keadaan-keadaan tertentu justru menurut pertimbangan bank lebih baik agunan dijual 73 Irma Devita Purnamasari, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, Dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, Kaifa, Bandung, 2011 hal

22 53 dibawah tangan daripada dijual melalui pelelangan umum, apabila menurut pertimbangan bank hasil penjulan di bawah tangan lebih tinggi dibandingkan melalui pelelangan umum. Bank sendiri berkepentingan agar hasil penjualan agunan tersebut cukup jumlahnya untuk membayar seluruh jumlah kredit yang terutang. 74 Pelaksanaan penjualan jaminan di bawah tangan ini harus didahului dengan pemberitahuan kepada pihak-pihak terkait dan diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar yang terbit di daerah tempat lokasi tanah dan bangunan atau obyek Hak Tanggungan berada. Hal ini dilakukan minimal 1 (satu) bulan sebelum penjualan dilakukan serta tidak ada Pelaksanaan penjualan jaminan di bawah tangan ini harus didahului dengan pemberitahuan kepada pihak-pihak terkait dan diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar yang terbit di daerah tempat lokasi tanah dan bangunan atau obyek Hak Tanggungan berada. Hal ini dilakukan minimal 1 (satu) bulan sebelum penjualan dilakukan serta tidak adasanggahan dari pihak manapun. Apabila tidak dilakukan, penjualan dapat dikatakan batal demi hukum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 20 UUHT. Syarat untuk dapat dilakukan penjualan di bawah tangan obyek Hak Tanggungan adalah adanya kesepakatan atau persetujuan antara pemberi dan pemegang Hak Tanggungan agar diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Kesulitan untuk memperoleh persetujuan dari nasabah debitur dapat 2008, hal Ridwuan Khairandy, Problematika Yuridis Eksekusi Hak Tanggungan, Kencana, Jakarta,

23 54 terjadi karena: 75 a. Nasabah debitur dan atau pemilik agunan tidak mempunyai iktikad baik sehingga sulit ditemui atau tidak kooperatif; b. Nasabah debitur dan atau pemilik agunan tidak diketahui keberadaannya. Agar bank kelak dikemudian hari setelah kredit yang diberikan tidak mengalami kesulitan yang demikian, pada waktu kredit diberikan bank mensyaratkan agar di dalam perjanjian kredit diperjanjikan bahwa bank diberi kewenangan untuk dapat menjual sendiri agunan tersebut secara dibawah tangan atau meminta kepada debitur untuk memberikan surat kuasa khusus yang memberikan kekuasaan kepada bank untuk dapat menjual sendiri agunan tersebut secara di bawah tangan. 76 Bank melakukan tindakan seperti itu dengan alasan jaga-jaga yang tidak akan dipergunakan jika debitur membayar utangnya dengan lancar. 77 Alasan lainnya yang biasa disampaikan oleh bank adalah sebagai tindakan shock therapy bagi debitur, agar tidak melakukan tindakan wanprestasi. Yang dimaksud dengan surat kuasa menjual yaitu: pemberian kuasa kepada pihak lain oleh atau penerima kuasa untuk melakukan perbuatan hukum yaitu menjual suatu obyek tertentu. Pada prinsipnya sebenarnya kuasa untuk menjual diberikan oleh karena pihak penjual ( pemilik tanah) tidak dapat hadir sendiri pada saat pembuatan akta jual beli karena alasan-alasan tertentu. Namun dalam praktek alasan pemberian kuasa 75 Ibid, hal Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan: Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah-Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Airlangga University Press, Surabaya, 1996, hal Habib Adjie, Menjalin Pemikiran Pendapat Tentang Kenotariatan (Kumpulan Tulisan), PT. CitraAditya Bakti, Bandung, 2013, hal, 16

24 55 berkembang sesuai kebutuhan praktek. Surat kuasa menjual, tunduk pada pengaturan surat kuasa dalam Pasal 1792 KUHPerdata, berbunyi sebagai berikut : Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Dari pasal tersebut kita dapat melihat bahwa unsur-unsur dari pemberian kuasa adalah : a. persetujuan; b. memberikan kekuasaan untuk menyelenggarakan suatu urusan; dan c. atas nama pemberi kuasa 78 Pertama-tama, haruslah unsur-unsur dan syarat-syarat untuk sahnya suatu persetujuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata dipenuhi, yaitu: a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. kecakapan untuk membuat suatau perikatan; c. suatu hal tertentu; dan d. suatu sebab yang halal. Unsur kedua dari pemberian kuasa, yaitu mengenai memberikan kekuasaan untuk menyelenggarakan suatu urusan adalah sesuai dengan yang telah disetujui oleh para pihak, baik yang dirumuskan secara umum maupun dinyatakan dengan kata-kata yang tegas. 78 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal. 2

25 56 Unsur ketiga di mana penerima kuasa melakukan tindakan hukum tersebut untuk dan atas nama pemberi kuasa. Penerima kuasa diberi wewenang untuk mewakili pemberi kuasa. Akibatnya, tindakan hukum yang dilakukan oleh penerima kuasa merupakan tindakan hukum dari pemberi kuasa. Apakah penerima kuasa dalam melakukan sesuatu tindakan hukum tersebut selalu untuk kepentingan pemberi kuasa semata-mata, disamping melakukannya atas nama pemberi kuasa? Ada kemungkinan pemberian kuasa tersebut dilakukan atas nama pemberi kuasa, tetapi untuk kepentingan penerima kuasa sehingga dalam hal-hal tertentu justru kepentingan penerima kuasa tersebut merupakan tujuan dari pemberian kuasa tersebut, misalnya: 1. Suatu utang-piutang di mana kepada bank diberikan sebagai jaminan hak atas tagihan dari debitur, yang untuk keperluan mana debitur memberi kuasa kepada bank untuk menagih piutang tersebut dan hasilnya diperhitungkan dengan utang debitur; 2. Pasal 1178 Ayat (2) KUHPerdata menyebutkan bahwa pemegang hipotik pertama diberi kuasa mutlak oleh pemberi hipotik untuk menjual persil yang dihipotikkan apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya. Untuk lebih jelasnya, kami kutip Pasal 1178 Ayat (2) KUHPerdata tersebut: Namun demikian, diperkenankanlah kepada si berpiutang hipotik pertama untuk, pada waktu diberikannya hipotik dengan tegas minta diperjanjikan bahwa jika uang tidak dilunasi semestinya atau jika bunga pokok tidak dilunasi semestinya atau jika bunga yang terutang tidak dibayar, ia secara mutlak akan dikuasakan menjual persil yang diperikatkan.

26 57 Adapun dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT), maka ketentuan Pasal 1178 KUHPerdata tersebut tidak berlaku untuk jaminan berupa hak atas tanah dan bangunan. Pasal 6 UUHT menyebutkan senada dengan ketentuan Pasal 1178 Ayat (2) KUHPerdata bahwa: Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Suatu perjanjian pendahuluan di mana para pihak berjanji dan mengikatkan diri akan melakukan suatu perjanjian lainnya (kemungkinan menunggu syarat tertentu telah dipenuhi). Umpamanya, dalam hal jual-beli sebidang tanah, di mana bakal penjual dan bakal pembeli bersetuju untuk melakukan jual-beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), tetapi syarat-syarat yang diperlukan untuk pelaksanaan jual-beli tersebut belum dipenuhi (sertipikat tanah hak atas nama penjual belum selesai, harga jual-beli belum lunas dan sebagainya). Dalam hal demikian, para pihak mengadakan perjanjianpendahuluan (perjanjian pengikatan jual-beli). Dalam perjanjian tersebut penjual memberikuasa kepada pembeli apabila syarat-syarat tersebut telah terpenuhi (sertipikat tanah hak telah selesai tertulis atas nama penjual, harga jual beli telah dilunasi seluruhnya) mewakili penjual sebagai pemilik tanah hak

27 58 tersebut guna melaksanakan jual beli di hadapan PPAT. 79 Dari contoh tersebut di atas dapat kita lihat bahwa penerima kuasa tidak saja mempunyai kekuasaan mewakili, (vertegenwoordigingsmacht), tetapi juga hak mewakili (vertegenwwoordigingsrecht). Di sini kepentingan penerima kuasa perlu diperhatikan mengingat berakhirnya suatu kuasa sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1813 KUHPerdata, di antaranya, karena ditariknya kembali kuasanya oleh pemberi kuasa. Hal tersebut diatur pula dalam Pasal 1814 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa si pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya. Jika terjadi demikian, akan mengakibatkan hak-hak dari penerima kuasa (kreditur atau bakal pembeli dalam contoh di atas) sangat dirugikan. Pemberian kuasa yang diberikan dalam rangka suatu perjanjian, dimana pemberian kuasa tersebut merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjanjian tersebut (integrerend deel), karena tanpa adanya kuasa tersebut kepentingan penerima kuasa akan sangat dirugikan, perlulah pemberian kuasa tersebut diberikan syarat bahwa kuasa tersebut tidak dapat dicabut kembali atau yang sekarang dikenal atau disalahartikan dengan kuasa mutlak. Larangan kuasa mutlak yang dimaksud disini adalah larangan terhadap kuasa sebagaimana diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebagai pemindahan Hak Atas Tanah yang sekarang telah dimuat di dalam Pasal 39 huruf d peraturan Pemerintah Nomor 79 Bambang Herwanto, Hukum Jaminan Hak Tanggungan Dalam Teori dan Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 32

28 59 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Kuasa mutlak tersebut pada hakikatnya merupakan pemindahan hak atas tanah, dengan ciri-ciri yang disebutkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri tersebut, yaitu : Kuasa mutlak yang dimaksud dalam diktum pertama adalah kuasa yang di dalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa; Kuasa mutlak yang pada hakikatnya merupakan pemindahan hak atas tanah adalah kuasa mutlak yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang haknya. Pemberian kuasa yang tidak dapat dicabut kembali oleh pemberi kuasa adalah sah apabila perjanjian yang menjadi dasar dari pemberian kuasa tersebut mempunyai alas (titel) hukum yang sah. Menurut putusan HR 12 Januari , ketentuan Pasal 1814 KUHPerdata tidak bersifat memaksa juga bukan merupakan ketentuan yang untuk menyimpangi dari ketentuan tersebut, sepanjang penyimpangan tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan umum (van openbare orde) dan kesusilaan. Seperti diketahui, ketentuan undang-undang mengenai perjanjian menganut system terbuka atau asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 KUHPerdata), berarti kita diperbolehkan membuat perjanjian mengenai apa saja dengan siapa saja, dan hal tersebut akan mengikat kita sebagaimana mengikatnya undang-undang. Undangundang yang akan mengaturnya apabila para pihak sudah tidak mengaturnya dalam perjanjian yang telah dibuatnya karena ketentuan undang-undang mengenai perjanjian bersifat mengatur (aanvullend recht) dan tidak bersifat memaksa

29 60 (dwingend recht). Apabila dipastikan debitur wanprestasi, berdasarkan ketentuan Pasal 20 Ayat (2) dan (3) UUHT : 1. Dibuat kesepakatan antara pemberi dan pemegang hak tanggungan untuk menjual di bawah tangan untuk memperoleh harga tertinggi dan menguntungkan semua pihak; 2. Penjualan hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 bulan sejak dilakukan pemberitahuan oleh pemberi/ pemegang Hak Tanggungan kepada pihak yang berkepentingan; 3. Diumumkan paling sedikit dalam 2 surat kabar di daerah yang bersangkutan; 4. Tidak ada yang berkeberatan dengan penjualan tersebut. 80 Bank dapat menjual obyek Hak Tanggungan tanpa melalui prosedur lelang dan juga tidak diperlukan kuasa untuk menjual. Dalam praktek perbankan penjualan di bawah tangan atas obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dengan beberapa cara dilihat dari itikad baik dari debitur atau pemberi Hak Tanggungan yaitu, debitur kooperatif, penjualan di bawah tangan dapat dilakukan melalui mekanisme : 81 a. Jual-beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu pemberi Hak Tanggungan bertindak selaku penjual dengan calon pembeli dan langsung menanda tangani akta jual-beli atas tanah yang berkenaan dan disaksikan pihak bank selaku pemegang Hak Tanggungan. Dalam keadaan demikian biasanya debitur sendiri 80 Habib Adjie, Menjalin Pemikiran Pendapat Tentang Kenotariatan (Kumpulan Tulisan), PT. CitraAditya Bakti, 2013, Bandung, hal Ibid, hal. 18

30 61 yang mencari pembeli untuk mendapatkan harga tertinggi. b. Debitur atau pemberi Hak Tanggungan menandatangani surat pernyataan penyerahan agunan secara sukarela sekaligus surat kuasa menjual kepada orang yang ditunjuk oleh bank selaku pemegang Hak Tanggungan dan apabila sewaktu-waktu bank mendapatkan pembeli atas agunan tersebut, jual-beli dapat dilakukan berdasarkan alas hak surat kuasa menjual tersebut. Permasalahan yang terjadi dalam praktek perbankan yaitu pemberian kuasa oleh debitur kepada kreditur untuk menjual agunan yang dituangkan dalam surat kuasa menjual yang dibuat pada saat atau bersamaan waktunya dengan penandatanganan perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok dan Akta Pemberian Hak Tanggungan (disingkat APHT) sebagai pengikatan jaminan atau accesoir yang berisi janji-janji sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 Ayat (2) UUHT. Surat Kuasa Menjual ini bertujuan untuk memberi kuasa kepada kreditur untuk menjual atau mengalihkan kepemilikan hak atas tanahnya apabila debitur wanprestasi, dan apabila kelak debitur wanprestasi maka pelaksanaan jual-beli berdasarkan surat kuasa menjual tersebut sebagai alas haknya dan sebagai pembelinya adalah bank itu sendiri dengan menunjuk karyawan, pemegang saham atau pihak lain sebagai atas nama untuk kepentingan bank. Menurut pertimbangan bank penjualan di bawah tangan berdasarkan surat kuasa menjual lebih efektif, artinya penjualan obyek hak tanggungan tersebut tidak memerlukanwaktu yang lama dan proses yang panjang dibandingkan melalui prosedur lelang dan efisien, artinya biaya lebih murah dibanding melalui lelang yang

31 62 membutuhkan biaya lebih besar terkait dengan prosedur lelang. 82 C. Status Hukum Objek Jaminan Hak Tanggungan Yang Disita Oleh Pengadilan Karena Berkaitan Dengan Kasus Tindak Pidana Korupsi Pengertian penyitaan dirumuskan dalam Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang berbunyi, Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Dari pengertian penyitaan di atas, secara hukum acara pidana dapat dikatakan bahwa penyitaan menurut KUHAP adalah upaya paksa yang dilakukan penyidik untuk : 1. Mengambil atau katakan saja merampas sesuatu barang tertentu dari seorang tersangka, pemegang atau penyimpan. Tapi perampasan yang dilakukan dibenarkan hukum dan dilaksanakan menurut aturan undangundang. Bukan perampasan liar dengan cara yang melawan hukum (wederrechtelijk). 2. Setelah barangnya diambil atau dirampas oleh penyidik, ditaruh atau disimpan di bawah kekuasaannya. Tujuan penyitaan agak berbeda dengan penggeledahan. Seperti yang sudah dijelaskan, tujuan penggeledahan dimaksudkan untuk kepentingan penyelidikan atau untuk kepentingan pemeriksaan penyidikan. Lain halnya dengan penyitaan. Tujuan 82 Purwoe Sudarnoto, Eksekusi Objek Jaminan Hak Tanggungan Dalam Praktek Perbankan, Bumi Aksara, Bandung, 2007, hal. 15

32 63 penyitaan, untuk kepentingan pembuktian, terutama ditujukan sebagai barang bukti di muka sidang peradilan. Kemungkinan besar tanpa barang bukti, perkara tidak dapat diajukan ke sidang pengadilan. Oleh karena itu, agar perkara tadi lengkap dengan barang bukti, penyidik melakukan penyitaan untuk dipergunakan sebagai bukti dalam penyidikan, dalam penuntutan dan pemeriksaan persidangan pengadilan. 83 Kadang-kadang barang yang disita, bukan milik tersangka. Adakalanya barang orang lain yang dikuasainya secara melawan hukum, seperti dalam perkara pidana pencurian. Atau memang barang tersangka, tapi yang diperolehnya dengan jalan melanggar ketentuan undang-undang atau diperoleh tanpa izin yang sah menurut perundang-undangan, seperti dalam tindak pidana ekonomi atau tindak pidana korupsi. Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP menyebutkan bahwa, Penyitaan dapat dilakukan dalam setiap tingkat proses pemeriksaan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan sidang pengadilan. Penyitaan dalam proses perkara pidana menjangkau : 1. Penyitaan barang yang telah di Conservatoir Beslag (di sita) dalam sitaan perkara perdata. 2. Penyitaan barang yang berada dalam sita pailit (budel pailit)agar penyitaan dalam konteks proses perkara pidana yang menjangkau penyitaan barang dalam perkara perdata dapat benar-benar berjalan objektif, pengadilan harus 83 Marwadi Halim, Penyitaan Dalam Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan KUHAP, Bumi Aksara, Bandung, 2008, hal. 59

33 64 benar-benar mempertimbangkan faktor relevansi dan urgensi yang digariskan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP secara utuh. Segi relevansi menunjuk kepada persyaratan barang yang boleh di sita menurut Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yaitu hanya terbatas pada : a. Benda atau tagihan tersangka / terdakwa (seluruh atau sebagian), yang diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana b. Benda yang digunakan baik secara langsung melakukan tindak pidana maupun mempersiapkan tindak pidana. c. Benda yang digunakan menghalangi penyidikan d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan Dari segi urgensi, telah ditegaskan dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yaitu, Penyitaan dilakukan untuk melakukan pemeriksaan. Tindak pidana korupsi pada dasarnya telah diatur dalam KUH Pidana yang termuat pada Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425 dan 434 KUHPidana. Namun ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi dalam pasal-pasal KUHPidana sebagaimana tersebut di atas dirasakan kurang efektif dalam mengantisipasi atau bahkan mengatasi permasalahan tindak korupsi yang semakin meningkat di Indonesia. Oleh karena itu maka dipandang perlu untuk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI UMUM HAK TANGGUNGAN

BAB 2 TEORI UMUM HAK TANGGUNGAN BAB 2 TEORI UMUM HAK TANGGUNGAN 2.1. Pengertian Hak Tanggungan Hak tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda- Benda Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

Sales with Privately Made Deed Over The Object Under Hak Tanggungan Based on The Authorization to Sell in Banking Practice

Sales with Privately Made Deed Over The Object Under Hak Tanggungan Based on The Authorization to Sell in Banking Practice Vol. 1 No. 2, June 2014, Page 131-204 Available online at: Sales with Privately Made Deed Over The Object Under Hak Tanggungan Based on The Authorization to Sell in Banking Practice Penjualan Di Bawah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku:

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku: 120 DAFTAR PUSTAKA A. Buku: Adjie, Habib, Menjalin Pemikiran Pendapat Tentang Kenotariatan (Kumpulan Tulisan), PT. CitraAditya Bakti, Bandung, 2013 Agustina,Rosa, Prosedur dan Tata Cara Eksekusi Objek

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT 34 BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Pemberian Kredit Pada Bank Hak Tanggungan adalah salah

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 10 LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 1 Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Pendaftaran Pemberian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya Pemberian Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 KAJIAN HUKUM HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI SYARAT MEMPEROLEH KREDIT 1 Oleh : Nina Paputungan 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aturan hukum pelaksanaan Hak

Lebih terperinci

ALTERNATIF PENYELESAIAN HAK TANGGUNGAN DENGAN CARA LELANG. Arga Baskara,SH,MH

ALTERNATIF PENYELESAIAN HAK TANGGUNGAN DENGAN CARA LELANG. Arga Baskara,SH,MH ALTERNATIF PENYELESAIAN HAK TANGGUNGAN DENGAN CARA LELANG Arga Baskara,SH,MH Fakultas Hukum - Universitas Surakarta Email : are_go_unsa@yahoo.co.id ABSTRAK: Bank lebih sering menggunakan lelang sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2 1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT 34 BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jaminan Hak Tanggungan Menurut UUHT No. 4 Tahun

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 Lembaran Negara Republik Indonesia LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Sebelum lahirnya UUHT, pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

PENJUALAN DI BAWAH TANGAN OBYEK HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN KUASA MENJUAL DALAM PRAKTEK PERBANKAN

PENJUALAN DI BAWAH TANGAN OBYEK HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN KUASA MENJUAL DALAM PRAKTEK PERBANKAN PENJUALAN DI BAWAH TANGAN OBYEK HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN KUASA MENJUAL DALAM PRAKTEK PERBANKAN Sri Budi Purwaningsih Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Jalan Majapahit Nomor 666B,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal 31 BAB II KEDUDUKAN BANK SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan 1. Pengertian

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 KAJIAN YURIDIS ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH 1 Oleh: Gabriella Yulistina Aguw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana berlakunya asas pemisahan

Lebih terperinci

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Tinjauan Hukum Hak Milik Atas Tanah Sebagai Objek Hak tanggungan Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan 28 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN KE-DUA (II) DAN BERIKUTNYA SEBAGAI PERPANJANGAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN PERTAMA (I) YANG TELAH BERAKHIR JANGKA WAKTU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT

BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT 1.1 Akta Pemberian Hak Tanggungan 2.1.1 Pengertian Hak Tanggungan Dan Sertipikat Hak Tanggungan Hak tanggungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi, juga terjadi dalam dunia perekonomian, bahkan perkembangan kebutuhan masyarakat semakin tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA. A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA. A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah 1. Lahirnya Hak Tanggungan Sebelum berlakunya Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG 0 KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG (Studi terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor Register 318.K/Pdt/2009 Tanggal 23 Desember 2010) TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Guna

Lebih terperinci

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia mempunyai dampak yang sangat positif. Perbaikan sistem perekonomian dalam penentuan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang Eksekusi 1. Kekuatan Eksekutorial Pengertian kekuatan Eksekutorial menurut Pasal 6 UUHT dapat ditafsirkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang Bab I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang perekonomian. Perbankan menjalankan kegiatan usahanya dengan mengadakan penghimpunan dana dan pembiayaan

Lebih terperinci

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN Contoh Akta Pemberian Hak Tanggungan atas obyek hak atas tanah. AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN No : 40123981023/ 00200700 Lembar Pertama/Kedua Pada hari ini, Senin ksdjf tanggal 12 ( dua belas ---------------------------------)

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN Oleh Jatmiko Winarno Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

Imma Indra Dewi Windajani

Imma Indra Dewi Windajani HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Perjanjian Kredit a. Pengertian Perjanjian Kredit Secara etimologi kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 23 BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Pengertian kuasa secara umum terdapat pada pasal 1792 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yang berbunyi:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembangunan disegala bidang ekonomi oleh masyarakat memerlukan dana yang cukup besar. Dana tersebut salah satunya berasal dari kredit dan kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. 13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN Perjanjian Kredit Menurut KUHPerdata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN Perjanjian Kredit Menurut KUHPerdata 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN 2.1.Perjanjian Kredit 2.1.1 Perjanjian Kredit Menurut KUHPerdata Perjanjian Kredit tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata. KUHPerdata hanya mengatur tentang

Lebih terperinci

Pengertian Perjanjian Kredit

Pengertian Perjanjian Kredit SKRIPSI HUKUM PIDANA APHT, SKMHT dan Pinjaman Kredit - Author: Swante Adi Krisna APHT, SKMHT dan Pinjaman Kredit Oleh: Swante Adi Krisna Tanggal dipublish: 29 Nov 2016 (one month ago) Tanggal didownload:

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA FIDUSIA DAN DEBITUR PEMBERI FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Andri Zulpan Abstract Fiduciary intended for interested parties

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

LEMBAGA JAMINAN TERHADAP HAK MILIK ATAS TANAH

LEMBAGA JAMINAN TERHADAP HAK MILIK ATAS TANAH LEMBAGA JAMINAN TERHADAP HAK MILIK ATAS TANAH MEITA DJOHAN OELANGAN Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung, Jl.ZA Pagar Alam No.26, Bandar Lampung Abstract The Mortgage is important as one of the security

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam mengupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN BENDA JAMINAN HAK TANGGUNGAN KEPADA BANK YANG TERKAIT KASUS KORUPSI YENNY YUSTISI YANTI ABSTRACT

TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN BENDA JAMINAN HAK TANGGUNGAN KEPADA BANK YANG TERKAIT KASUS KORUPSI YENNY YUSTISI YANTI ABSTRACT YENNY YUSTISI YANTI 1 TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN BENDA JAMINAN HAK TANGGUNGAN KEPADA BANK YANG TERKAIT KASUS KORUPSI YENNY YUSTISI YANTI ABSTRACT Immovable properties such as land and buildings which are

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang BAB III PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang PT. BPRS Suriyah Semarang dalam memberikan Produk Pembiayaan, termasuk Pembiayaan Murabahah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan adalah dalam rangka untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat baik materiil maupun spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan Sejak diberlakukannya UUHT maka ketentuan dalam Buku Kedua Bab XXI Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUHPerdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Meningkatnya pertumbuhan perekonomian menciptakan motivasi masyarakat untuk bersaing dalam kehidupan. Hal ini di landasi dengan kegiatan usaha dan pemenuhan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang ber-kelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 UUP, namun

Lebih terperinci