PENELITIAN POTENSI BAHAN GALIAN PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI DAERAH BACAN KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENELITIAN POTENSI BAHAN GALIAN PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI DAERAH BACAN KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA"

Transkripsi

1 PENELITIAN POTENSI BAHAN GALIAN PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI DAERAH BACAN KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA Suhandi, Ridwan Arief, Suharsono Kamal Kelompok Program Penelitian Konservasi ABSTRAK Pelaksanaan kegiatan penelitian potensi bahan galian pertambangan sekala kecil berada di Pulau Bacan secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Bacan dan Kecamatan Bacan Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui potensi bahan galian agar dapat dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Daerah Teluk Bilik (desa Kubung) mineralisasi emas berasosiasi dengan zonasi kuarsa-serisitklorit-pirit dan di kontrol oleh patahan. Mineralisasi terbentuk secara tidak beraturan dan bersifat setempat terbentuk di dalam batuan volkanik basalto-andesit. Analisis yang dilakukan terhadap conto batuan termineralisasi di daerah Teluk Bilik (desa Kubung ), untuk kandungan emas kadar rata-rata 5,578 gram/ton, maka sumber daya tereka = gr/ton atau setara dengan 53,0 kg emas. Pengujian kadar logam terbaik dari contoh paritan di daerah Teluk Bilik sepanjang 46 m yang dilakukan oleh PT Newcrest nilai kadar tertinggi mengandung rata-rata kadar emas 1,8 ppm Au (di dalamnya termasuk 2 15,10 ppm Au), diambil secara sejajar dengan arah jurus dengan ketebalan antara 0,4 hingga 2,0 m. Daerah Yaba mineralisasi umumnya berasosiasi dengan batuan breksi volkanik/tufa volkanik yang di terobos oleh batuan granit/granodiorit berupa urat kuarsa (vein type epithermal), yang mempunyai ketebalan bervariasi. Mineralisasi yang berarti hanya ditemukan terbatas pada zona gossan yang relatif sempit dan melensa pada batuan tufa volkanik dan andesit volkanik. Ubahan yang sering dijumpai pada batuan umumnya berupa silisifikasi dan di beberapa tempat mengalami ubahan argilitisasi dan limonitisasi. dengan jurus/kemiringan N140E/60. Hasil analisis beberapa conto dari kegiatan tambang rakyat di daerah Yaba menunjukkan nilai kadar emas yang terdapat pada urat kuarsa 36,835 gr/ton, maka sumber daya tereka = gram emas atau setara dengan 164,772 kg emas Adanya kegiatan PETI di daerah Yaba sejak tahun 2006 dan untuk tembaga 51,770 ton. Para penambang dalam melakukan proses pengolahan belum maksimal terlihat dari contoh tailing di daerah Yaba menunjukkan masih besarnya kandungan Hg ppb dan kandungan emas ppm, menunjukkan recovery tidak optimal dan tidak dilakukan penanganan secara baik, karena tidak semua emas dalam batuan bisa tertangkap. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi yang dilakukan pelaku usaha pertambangan banyak yang dihentikan karena jumlah potensi sumber daya dan cadangan bahan galian yang ditemukan tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena memiliki sumber daya yang relatif sedikit. Hal tersebut dapat terjadi karena usaha pertambangan selain tergantung kepada kuantitas dan kualitas sumber daya juga sangat di pengaruhi oleh kondisi hukum, ekonomi, sosial budaya dan perkembangan teknologi.

2 Potensi sumber daya bahan galian yang bernilai ekonomis sangat diminati oleh para pelaku usaha pertambangan bersekala besar, sementara yang bernilai marginal dapat diusahakan oleh pelaku usaha pertambangan sekala kecil. Jika hal tersebut dapat berjalan maka pemanfaatan bahan galian berjalan secara optimal sesuai azas konservasi. Meskipun usaha pertambangan tersebut bersekala kecil, seluruh kegiatan penambangannya seharusnya dilakukan secara baik dan benar, sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi perkembangan sosial-ekonomi daerah sekitarnya. Penelitian sumber daya dan cadangan bahan galian untuk pertambangan sekala kecil merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh Kelompok Program Penelitian Konservasi, Pusat Sumber Daya Geologi dalam rangka pelaksanaan tugas penelitian konservasi bahan galian di P. Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Maksud dan Tujuan Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data potensi sumber daya/ cadangan di daerah kegiatan untuk pertambangan sekala kecil yang terdapat di daerah P. Bacan. Seluruh hasil penelitian disajikan secara terintegrasi dalam bentuk laporan untuk dapat dimanfaatkan dalam usaha pemberdayaan potensi bahan galian sekala kecil. Tujuan kegiatan ini untuk mengetahui potensi bahan galian yang ada di daerah kegiatan agar dapat dikelola dan dimanfaatkan secara lebih optimal dengan tidak mengabaikan sumber daya cadangan sekala kecil dan diharapkan hasil kegiatan ini dapat menjadi bahan masukkan bagi penetapan kebijakan dalam usaha pertambangan sekala kecil di Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Lokasi Daerah Kegiatan Daerah kegiatan berada di Pulau Bacan, secara administratif termasuk dalam Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Secara geografis terletak diantara 127º16 8,5" - 127º 54 35" BT sampai 0º 17 41,72" 0º 52 24,15" LS. Untuk mencapai daerah kegiatan dapat menggunakan penerbangan dari Jakarta Ternate dengan pesawat terbang selama 4 jam. Kemudian dari Ternate Bacan dengan kapal laut selama ± 8 jam, dan dilanjutkan dari Labuha (Ibukota P.Bacan) sampai lokasi kegiatan dapat ditempuh dengan speed boat selama ± 4 jam. METODOLOGI Kegiatan penelitian potensi bahan galian untuk pertambangan sekala kecil di P. Bacan dilakukan melalui tahap pengumpulan data sekunder dengan menentukan lokasi pengambilan contoh batuan, tailing dan air limbah serta pengeplotan lokasi pengambilan contoh pada kegiatan penambangan rakyat. Tahap pengumpulan data primer dilakukan pengambilan conto, pengamatan geologi dan tahap analisis conto. Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk mempelajari laporan tentang bahan galian di wilayah Kabupaten Halmahera Selatan. Sumber data berupa laporan penyelidikan terdahulu baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah (Kanwil Pertambangan dan Energi, Dinas Pertambangan Labuha dan Pusat Sumber Daya Geologi) maupun laporan perusahaan swasta. Data sekunder yang digunakan dalam kegiatan penelitian potensi bahan galian untuk pertambangan sekala kecil antara lain adalah hasil kegiatan penyelidikan yang berupa laporan eksplorasi dan para pelaku usaha pertambangan sebagai pemegang kontrak karya di wilayah Kabupaten Halmahera Selatan. Data tersebut diperlukan untuk mengetahui :

3 Lokasi kegiatan pertambangan baik yang masih aktif maupun yang tidak aktif dan lokasi PETI Sistem penambangan yang dilakukan; Sistem pengolahan yang dilakukan; Produksi yang telah dihasilkan; Penanganan tailing. Pengumpulan Data Primer Tahap pendataan di lapangan ini meliputi pengumpulan data dan informasi di daerah penyelidikan, khususnya Kecamatan Bacan dan Kecamatan Bacan Barat, Kabupaten Halmahera Selatan. Pengumpulan data dan informasi di lokasi kegiatan tambang rakyat, lokasi pengolahan emas (gelundung) dan pengamatan singkapan batuan dilakukan dengan cara pemantauan langsung. Pengambilan contoh sebanyak 34 contoh terdiri dari 32 contoh batuan, 1 contoh tailing dan 1 contoh air limbah hasil dari proses amalgamasi dari kegiatan penambangan rakyat. Posisi lokasi pemercontoh dilakukan pengukuran koordinat dengan menggunakan alat GPS (Garmin 12XL). Semua contoh dianalisis di Laboratorium Penguji Kimia Fisika Mineral dan Batubara Pusat Sumber Daya Geologi. Dalam kegiatan ini peta kerja mempergunakan peta dasar sekala 1 : hasil dari pembesaran peta 1 : dari jawatan geologi lembar Bacan, Maluku Utara dan digitasi dari program Mapinfo. GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Geologi Daerah Bacan Geologi lembar Bacan ini didasarkan kepada laporan PPPG,1980, dari. A. Yasin, dkk dapat dibagi kedalam satuan morfologi yaitu daerah perbukitan rendah dan pegunungan. Daerah perbukitan rendah bergelombang menempati daerah paling luas yaitu di bagian timur dan tengah dengan ketinggian 500m, sedangkan daerah pegunungan dengan ketinggian berkisar antara 600 m hingga m, dengan G. Sibella sebagai puncak tertinggi. Urutan statigrafi dari yang tua ke muda, sebagai berikut : Batuan penyusun daerah kegiatan termasuk ke dalam komplek metamorf Sibela (Ks) yang terdiri dari sekis klorit, sekis epidot-klorit, sekis hornblenda dan genes epidot-klorit. Batuan ini tersingkap luas di Pegunungan Sibela, Tg.Tuada dan P. Saleh. Batuan ini umumnya mempunyai jurus yang berarah baratdaya-timurlaut dan dibeberapa tempat berarah baratlaut-tenggara. Dalam satuan ini ditemukan retas granodiorit, diorit dan basal dimana retas ini diduga yang menyebabkan pemineralan. Di daerah Kubung ditemukan batuan ultrabasa, kontak batuan ini dengan batuan di sekitarnya tidak jelas. Pada Kala Oligosen terjadi kegiatan gunungapi yang menyebabkan terbentuknya Formasi Bacan (Tomb) berfasies gunungapi terdiri dari breksi dan lava dengan sisipan tufa pasiran, batulempung dan batupasir. Pada Kala Oligosen terjadi tektonik, kegiatan gunungapi dan terobosan batuan beku granit (gr) dan granodiorit (gd) yang menerobos satuan Formasi Bacan (Tomb). Pada Kala Miosen Awal terjadi penurunan yang diikuti oleh pengendapan sedimentasi menghasilkan satuan batuan yang termasuk kedalam Formasi Amasing (Tma) terdiri dari batupasir tufaan berselingan dengan batulempung dan napal bersisipan batugamping. Selain satuan batuan yang termasuk pula sedimentasi dari foraminifera plankton yang menghasilkan Formasi Ruta terdiri dari batugamping (Tmr). Hubungan stratigrafi antara Formasi Amasing (Tma) dan Formasi Ruta (Tmr) memperlihatkan hubungan stratigrafi selaras dengan Formasi Bacan (Tomb).

4 Pada Kala Pliosen terjadi kegiatan gunungapi dan juga proses sedimentasi masih berlangsung. Kegiatan gunungapi pada Kala Pliosen ini mengusulkan satuan batuan gunungapi yang termasuk dalam Formasi Obit. terdiri dari breksi dengan sisipan tufa pasiran dan batulempung tufaan, sedangkan proses sedimentasi menghasilkan satuan batuan yang termasuk dalam Formasi Weda (Tmpw) terdiri dari batupasir berselingan dengan napal, bersisipan batugamping dan konglomerat. Kedua satuan ini menindih tidak selaras batuan yang lebih tua yaitu Formasi Ruta (Tmr) dan Formasi Bacan (Tomb). Pada Kala Plistosen terjadi pengangkatan yang diikuti oleh kegiatan gunung api pada akhir Plistosen menghasilkan batuan gunungapi yang termasuk kedalam Formasi Kayara (Qpk) terdiri dari breksi, lava dan tufa. Kegiatan gunungapi pada Kala Holosen menghasikan batuan gunungapi Holosen (Qhr) yang terdiri dari piroklastika dan lanau bersifat andesitik. Batugamping termuda (Qi) yang terdiri dari batugamping terumbu dan breksi batugamping serta Aluvium (Qa) berupa endapan sungai, lereng dan pantai pengendapannya masih berlangsung hingga saat ini. Adanya sesar di P. Bacan diduga terdapat di sepanjang S. Sayoan, yang mengalir dari baratlaut ke tenggara dan memisahkan daerah perbukitan bagian timur dan barat P. Bacan bagian utara. Pada jalur sesar tersebut muncul batuan terobosan berumur Tersier (gr/gd) dan batuan gunungapi berumur Kuarter (Qhv). Geologi Daerah Yaba Andesit Tua berumur Oligosen merupakan satuan batuan yang diperkirakan paling tua secara dominan batuan di wilayah ini telah mengalami ubahan sedang hingga kuat, terdiri dari batuan vulkanik basalto-andesit, berwarna abu-abu kehijauan, ubahan tersebut dicirikan adanya kloritisasi-piritisasi sebagian telah mengalami argilitisasi biasanya terbentuk pada beberapa lokasi yang dilalui oleh patahan lokal. Tufa andesitik terlihat menutupi beberapa lokasi dengan topografi lebih tinggi dan sedikit meruncing, seperti halnya di Bukit Kailaka dan sekitarnya, memperlihatkan warna abu-abu muda, tekstur afanitik hingga gelas vulkanik, memperlihatkan struktur laminasi, sebagian kecil berwarna kehijauan, mudah lapuk dan dapat diremas, batuan segar memperlihatkan andesitik dengan masa dasar gelas vulkanik. Pada lereng hasil bukaan yang dilakukan oleh perusahaan kayu dalam pembuatan jalan logging, ketebalannya hampir mencapai rata-rata 8 m, terlihat disepanjang jalan menuju Bukit Kailaka sekitar 5 km perjalanan dari desa Yaba. Intrusi granodiorit muncul menerobos andesit tua (Formasi Bacan) terlihat berupa plug atau bentuk stok berukuran kecil, hasil pengamatan lapangan hanya berdiameter kurang dari 1 km dimana pada bagian tengah/pusat intrusi tersebut telah terkloritisasi-piritisasi lemah, ke arah Bukit Kailaka sebagian telah terpatahkan dan memperlihatkan adanya ubahan argilitisasi yang berkaitan erat dengan propilitisasi dengan hadirnya mineral serisit-albit. Pada bagian kontak dengan batuan samping telah terjadi mineralisasi yang tidak begitu berkembang secara luas, sehingga hanya terbentuk secara setempat didekat intrusi/aureole mineralized. Ubahan dan Mineralisasi Daerah Yaba Daerah Yaba sebagian besar ditempati oleh Formasi Bacan yang terdiri breksi vulkanik dan tufa andesitik. Batuan ini telah mengalami ubahan silisifikasi dan di beberapa tempat mengalami ubahan argilitisasi dan limonitisasi. Mineralisasi yang teramati secara megaskopis adalah berupa pirit, kalkopirit, magnetit dan mangan. Pada batuan samping andesit volkanik terlihat adanya ubahan kloritisasi kuat bersama pirit halus, sedikit lempung dan urat-urat halus dari kuarsa yang kemungkinan terbentuk secara bersamaan, tidak terlihat adanya cross cutting diantara urat halus tersebut, terkadang mengalami lapukan dengan memperlihatkan limonitic dan sebagian manganese. Pada lokasi yang telah mengalami

5 patahan terlihat adanya milonitisasi pada batuan samping, dengan pirit menyebar kuat, sulfuric sehingga memperlihatkan warna kekuningan, terlihat di beberapa lokasi sepanjang jalan yang dilalui oleh kendaraan perusahaan kayu. Argilitisasi yang terbentuk pada sayap selatan dari Bukit Kailaka jaraknya mencapai 1 km, terlihat adanya piritisasi kuat tetapi tidak mengandung magnetit yang mengarah ke tipe porfiri sebagai hallo dari intrusi granodiorit. Kemudian ditemukan adanya intrusi bagian tengah dari granodiorit yang memperlihatkan kloritisasi-piritisasi, tidak terlihat adanya epidot sebagai tandatanda hidrotermal temperatur tinggi. Pada lokasi kearah Bukit Kailaka terlihat adanya barik-barik limonit membentuk stockwork tetapi tidak luas hanya terlihat secara setempat saja, kemudian ditempati oleh argilitisasi dari batuan samping tersebut. Kontrol struktur sangat berpengaruh pada temuan ubahan tersebut, akan tetapi hanya terbentuk pada lintasan struktur tersebut kemungkinan hanya berupa patahan lokal sebagai resultan dari patahan Sayoan yang berarah timurlautbaratdaya. Batuan terkersikkan dari batuan samping tersebut tidak terlihat banyak hanya ditemukan pada lubang tambang, urat kuarsa juga ditemukan pada lubang tambang bersama mineralisasi tembaga dan emas. Pembuatan lubang tambang oleh penduduk setempat merupakan guide untuk melihat sejauh mana mineralisasi terbentuk, pada wilayah penambangan terlihat adanya gossan dengan ketebalan 2 hingga 3 m, mengandung kuarsa tercucikan dan sedikit pirit (5%) dan limonitic hingga goetit yang begitu dominan. Pada lokasi dan jenis endapan gossan inilah emas diperoleh dan ke arah dalam akan terlihat adanya batuan samping tersilisifikasi dan sebagian terargilitisasi mengandung kalkopirit, kovelit, malahit dan azurit sebagian kecil arsenopirit. Pada posisi ini emas menghilang atau dapat dikatakan sedikit sehingga tidak dapat ditangkap oleh air raksa. Mineralisasi terbentuk pada sayap selatan dan utara sedangkan bagian timur dan barat, batuan samping tidak begitu tebal dan berupa lembah sehingga penduduk setempat membuat lubang pada kedua sayap tersebut. Pada puncak Bukit Kailaka dan sekitarnya tidak ditemukan adanya indikasi cebakan epitermal, sehingga mineralisasi tembaga-emas disini hanya merupakan mineralisasi pada daerah kontak batuan samping andesit volkanik dengan granodiorit, dapat dikatakan kurang ekonomis untuk diusahakan secara sekala besar, sehingga hanya memungkinkan untuk usaha penambangan sekala kecil. Dilihat dari bentuk mineralisasi, kuantitas dan mineral yang terbentuk maka dapat dikatakan bahwa mineralisasi tembaga-emas di Bukit Kailaka sebagai mineralisasi tipe epitermal di sekitar kontak antara batuan samping dengan intrusi granodiorit. Sedikit galena dan sfalerit dapat dikatakan sebagai spotted ore, sehingga tidak terlihat jelas di dalam kaitan denga unsur tembaganya, juga bornit tidak ditemukan hanya terlihat adanya red minerals kemungkinan dari lapukan pada permukaan mineral pirit saja. Geologi Daerah Kubung Semenanjung Teluk Bilik didominasi oleh batuan dasar basalto-andesit dan terbentuk pada umur Tersier Awal termasuk ke dalam Formasi Bacan, batuan tersebut di intrusi oleh batuan gangue berupa diorit dan mikrodiorit. Aplit terlihat dengan lebar >20 meter memotong batuan vulkanik, diorit dan mikrodiorit. Sedangkan endapan aluvial terbentuk pada aliran Sungai Teluk Bilik bagian bawah dan sebagian berupa endapan pantai berumur Kuarter. Ubahan dan Mineralisasi Daerah Teluk Bilik Ubahan propilitik hampir mendominasi seluruh batuan volkanik, terdiri dari ubahan klorit-epidotpirit dengan secara setempat ditemukan adanya urat-urat halus kalsit. Hasil pengamatan di lapangan terlihat adanya indikasi tipe mineralisasi emas epitermal yang berasosiasi dengan zonasi kuarsa-serisit-klorit-pirit, tidak begitu tebal dan di kontrol oleh patahan, selain itu terdapat juga

6 secara setempat kuarsa kristalin dan urat-urat halus karbonat berasosiasi dengan kalkopirit. Mineralisasi terbentuk secara tidak beraturan dan bersifat setempat tidak menerus yang terbentuk di dalam batuan volkanik basal-andesit. Bahan Galian Sebagian besar batuan yang mendasari di wilayah ini berupa tufa andesit, breksi volkanik, granodiorit dan batuan sediment klastis berupa batulanau (siltstone) dengan sisipan batupasir, batugamping dan batulempung. Mineralisasi emas di daerah Yaba dan Kubung diperkirakan berasosiasi dengan peristiwa hidrotermal yang terbentuk bersamaan dengan pirit. Emas dijumpai berasosiasi dengan batuan breksi volkanik/tufa andesit yang di terobos oleh batuan granodiorit/mikrodiorit, urat-urat halus termineralisa kalkopirit-pirit, yang mempunyai ketebalan urat kuarsa bervariasi 0,5 cm hingga 30 cm. Sedangkan di daerah Kubung mineralisasi emas umumnya berasosiasi dengan zonasi kuarsaserisit-klorit-pirit dan dikontrol oleh patahan. Mineralisasi terbentuk secara tidak beraturan dan bersifat setempat tidak menerus yang terbentuk di dalam batuan volkanik basalto-andesit. Pengaruh struktur di wilayah ini sangat kuat, kemungkinan sangat berkaitan erat dengan adanya batuan terobosan dan proses mineralisasi di wilayah ini. Bahan galian logam berupa tembaga dan emas primer yang terdapat di desa Yaba dan desa Keputusan, telah di eksplorasi dan di kelola oleh PT Harita Mukti K. Untuk emas dengan jumlah cadangan ton bijih, kadar 0,36-62 gr/ton, sedangkan tembaga jumlah cadangan sebesar ton bijih dengan kadar 1,22-3,25%. ( Sumber: Dinas Pertambangan Maluku Utara, 2004 ). Bahan baku andesit volkanik dan granit/diorit dipergunakan untuk bahan bangunan dan jalan, yang diusahakan oleh penduduk setempat dan Dinas Pertamben Bacan. Batuan granit diperoleh dari tubuh intrusi baik dalam keadaan insitu maupun yang sudah tertransportasi ke sungai-sungai, selain itu telah dilakukan juga penggalian pasir pada aliran sungai. Sedangkan lempung di daerah Bacan cukup banyak dan dimanfaatkan oleh penduduk untuk pembuatan batamerah, jumlah sumber daya belum diketahui. Aspek pertambangan di wilayah Kabupaten Halmahera Selatan belum dilakukan secara optimal, sehingga hasilnya tidak memberikan nilai tambah bagi pendapatan pemerintah kabupaten tersebut. Pertambangan Penambangan sekala kecil pada umumnya dilakukan oleh penambang tradisional, dengan melakukan pembuatan lubang tambang mengikuti arah urat-urat kuarsa yang mengandung emas berkadar tinggi (5 gr/ton hingga 5 gr/ton). Lokasi daerah kegiatan merupakan daerah mineralisasi tipe mesotermal. Mineralisasi emas di daerah ini diperkirakan berasosiasi dengan peristiwa hidrotermal yang terbentuk bersamaan dengan pirit. Emas dijumpai berasosiasi dengan batuan breksi volkanik/tufa volkanik yang di terobos oleh batuan granodiorit/mikrodiorit. Metoda penambangan dilakukan secara tambang dalam, dimana batuan yang mengandung emas diambil di dalam lubang tambang, kemudian ditumbuk secara manual dan dimasukkan ke dalam tromol untuk dihaluskan. Pengolahan emas dilakukan secara amalgamasi dari hasil tromol tersebut, kemudian dicampur air raksa dan selanjutnya didulang dan diproses untuk memisahkan emas dari mineral ikutannya. Setelah membentuk bulion kemudian dibakar dan dimurnikan untuk memisahkan emas dengan air raksa, emas dapat diolah dan diproduksi langsung ditempat tambang tersebut. Pengaruh pengolahan tersebut akan mengakibatkan dampak lingkungan di sekitarnya, sehingga perlu dilakukan pembuatan kolam pemurnian dari limbah tambang tersebut. Pencemaran lingkungan

7 yang dilakukan oleh para penambang emas pada umumnya tidak dilakukannya penampungan limbah tambang secara sistematis. Aktifitas penambangan emas yang perlu diperhatikan yaitu diwajibkannya membuat kolam penampung limbah untuk mengendapkan air limbah, hal itu sebagai antisipasi dampak lingkungan secara langsung terhadap ekosistem di sekitarnya. Penanganan tailing belum dilakukan secara optimal, sehingga masih terlihat kemungkinan adanya emas tertinggal, hal itu dikarenakan cara pemrosesan yang tidak sempurna seperti yang dilakukan di daerah Yaba. Lokasi mineralisasi emas telah ditemukan 5 km ke arah selatan dari desa Yaba ( jalan logging perusahaan kayu) hingga Sungai Lele. Bentuk mineralisasi berupa gossan dengan tebal antara 2 cm hingga 70 cm, lebarnya 100 m berarah N320 E/70. Zona tersebut memanjang dari arah Baratlaut-Tenggara sepanjang ±150 m, sedangkan Sungai Teluk Bilik, desa Kubung mineralisasi emas umumnya berasosiasi dengan zonasi kuarsa-serisit-khlorit-pirit dan dikontrol oleh patahan lokal. Daerah Yaba Aktivitas penambangan rakyat di daerah ini sudah berjalan 2 (dua) tahun dan kegiatan tersebut sudah banyak yang tidak aktif, karena hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang mereka harapkan atau penggalian mereka dihentikan apabila mencapai kedalam ±30 m karena kendala teknis. Kegiatan penambangan emas rakyat oleh beberapa masyarakat setempat melakukan penggalian untuk memperoleh batuan/urat kuarsa yang diperkirakan mengandung emas, penggalian dilakukan dengan cara membuat lubang dalam/vertikal dan paritan terutama pada daerah-daerah dekat intrusi. Daerah Yaba terdapat 5 (lima) titik lubang penambangan rakyat, diantaranya yang masih aktif 2 (dua) lubang dengan kedalaman masing-masing 20-30m dan 2 unit mesin gelundung, dimana dalam satu unit antara 8-10 gelundung yang digerakkan oleh mesin diesel Daerah Telu Bilik, Desa Kubung Daerah Teluk Bilik sebelumnya telah dilakukan eksplorasi oleh Newcrest. Hasil pengambilan conto paritan sepanjang 46 m mengandung rata-rata kadar emas 1,8 ppm Au (di dalamnya termasuk 15,10 ppm Au), diambil secara sejajar dengan arah jurus dengan ketebalan antara 0,4 hingga 2,0 m, arah zonasi patahan N45ºE mengandung mineral kuarsa-serisit-klorit-pirit sebagai zonasi mineralisasi dan telah berkembang di sepanjang cabang kanan Sungai Teluk Bilik. Kemiringan patahan tersebut terlihat terjal kearah tenggara setengah tegak lurus dan melebar hingga 50m sepanjang jurus. Tujuh buah conto dari paritan diambil secara memotong struktur mineralisasi, menghasilkan kadar emas 1,74 ppm Au dengan 1210 ppm Cu. Batuan aplit (bagian barat dari patahan berarah N45ºE), berupa zonasi mineralisasi sepanjang Sungai Teluk Bilik dimana pengambilan conto sepanjang 20 m menghasilkan 2,1 ppm Au pengambilan conto juga dilakukan sejajar jurus. Mineralisasi dengan tebal bervariasi antara 0,1 hingga 1,0m, melensa terdiri dari limonit dan patchy malahit sebagai staining di dalam silikaserisit-lempung-pirit berbentuk lensa dengan tebal ubahan antara 3 hingga 4m, sebagai halo terhadap perluasan sepanjang 20 m se arah jurus. Hasil terbaik dari hasil pengamatan diperoleh kadar emas 11,7 ppm Au dan 5430 ppm Cu. Adanya lobang tambang di daerah Teluk Bilik oleh beberapa masyarakat setempat dengan melakukan penggalian walaupun sifatnya masih dalam pencarian untuk memperoleh batuan yang diperkirakan mengandung emas, penggalian dilakukan pada umumnya berdekatan dengan lokasi paritan perusahaan dengan membuat lobang tegak, dimana di daerah tersebut terdapat 2 (dua) lokasi lobang penambangan rakyat yang sudah ditinggalkan dengan kedalam 5-10 meter.

8 Sistem Penambangan Salah satu tujuan konservasi bahan galian adalah mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya mineral, sehingga seluruh potensi yang ada dapat diusahakan secara bijaksana. Pemilihan suatu sistem penambangan sangat dipengaruhi oleh karakteristik endapan, lingkungan, keselamatan kerja dan biaya. Penambangan dengan cara tambang dalam umumnya digunakan untuk bahan galian yang keterdapatannya terletak jauh di bawah permukaan dan bahan galian tersebut harus memiliki kadar atau kualitas yang tinggi. Kadar atau kualitas yang tinggi diperlukan karena sistem tambang dalam memerlukan investasi dan teknologi yang tinggi, selain itu bahan galian yang diusahakan harus memiliki nilai ekonomis yang tinggi atau bersifat strategis. Daerah kegiatan yang memiliki beberapa daerah prospek dengan tipe mineralisasi mesotermal, ternyata tidak semua daerah prospek tersebut perlu kajian untuk ditambang. Daerah Yaba mineralisasi terbentuk umumnya berasosiasi dengan peristiwa hidrotermal yang terbentuk bersamaan dengan pirit. Emas dijumpai berasosiasi dengan batuan breksi volkanik/tufa volkanik yang diterobos oleh batuan granodiorit/mikrodiorit, urat-urat halus termineralisa kalkopiritkuarsa-pirit, sedangkan di daerah Kubung mineralisasi emas umumnya berasosiasi dengan zonasi kuarsa-serisit-klorit-pirit dan dikontrol oleh patahan. Mineralisasi terbentuk secara tidak beraturan dan bersifat setempat tidak menerus yang terbentuk di dalam batuan volkanik basalto-andesit. kadar emas Hasil analisis conto batuan yang telah dilakukan oleh PT. Harita Multi K di daerah Yaba berkadar 0,36-62 gr/ton Au, sedangkan kadar emas pada daerah Teluk Bilik menghasilkan 1,74 ppm Au dengan 1210 ppm Cu. Apabila kedua daerah tersebut akan diusahakan, dengan karakteristik endapan serta kadar emas yang dimilikinya, maka penambangan yang layak untuk daerah prospek tersebut adalah sistem tambang terbuka. Dari jumlah sumber daya yang ada dan luasnya daerah di daerah Yaba dan Teluk Bilik, layak untuk diusahakan penambangan sekala kecil. Pengolahan Kriteria yang digunakan untuk menentukan metode pengolahan bijih dengan tingkat perolehan pengolahan yang tinggi, tingkat pencemaran lingkungan yang dapat dikendalikan serta aman digunakan dan mudah dilakukan. Berdasarkan kriteria pengolahan tersebut diatas, maka cara pengolahan emas yang aman yang sesuai untuk daerah Yaba dan Teluk Bilik adalah dengan menggunakan metoda sianidasi yang diperkenalkan oleh Imelda (2004). PEMBAHASAN Hasil Penelitian Aspek Konservasi Untuk mengetahui kadar atau kualitas bahan galian, kandungan mineral dan seberapa besar dampak pencemaran terhadap conto batuan dan tailing. Dari hasil analisis kimia pada conto batuan dan tailing, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Daerah Yaba Hasil analisis pada conto (YB.01) di dalam fracture pada batuan tufa terubah memperlihatkan kandungan emas dengan kadar Au sebesar 5,940 gr/ton, kadar Cu 0.02 % dan kadar Hg 1,790 gr/t, sedangkan untuk batuan intrusi yang telah mengalami ubahan (YB.05/R) kandungan emas relatif kecil 0,056 gr/ton, Cu 0,04 % dan Hg 0,504 gr/ton Lokasi lubang PETI Pantongan berupa urat kuara, berwarna kuning-kehijauan, lapuk, tebal 40 cm 60 cm, kedalaman 30 m, sebanyak empat conto dengan kandungan emas rata-rata 36,835 gr/ton, sedangkan untuk Cu rata-rata 5,145 %. Proses tromol/gelundung oleh para penambang, kandungan emas dalam batuan biasanya menghasilkan antara 1,0 hingga 2,0 gram emas sekali tromol/gelundung ( + 30 kg material batuan). Berarti para penambang

9 mendapatkan ± 67 gram emas dalam 1 ton material batuan, sedangkan dari analisis kimia batuan yang dilakukan di Bandung kandungan emas rata-rata 36,835 gram / ton. Ini bisa terjadi conto batuan yang dianalisis di Bandung tidak pada kadar yang mereka biasa dapati. Dalam proses pengolahan emas primer yang dilakukan para penambang di daerah Yaba, dimulai dengan; proses pengambilan batuan mineralisasi / bijih, proses penumbukan dan proses penghalusan, kemudian proses amalgamasi sampai dengan proses mendapatkan emas (bullion). Tailing : Hasil analisis kimia lebih besar dari analisis pada batuan aslinya mengandung emas 13,706 gram/ ton, dan nilai konsentrasi Hg berkisar 10,0 gram/ton, ini menunjukkan banyak konsentrasi emas yang terbuang dalam proses amalgamasi dan dalam melakukan proses pengolahan belum maksimal, karena tidak semua emas dalam batuan bisa tertangkap, begitu pula untuk kenaikan konsentrasi merkuri cukup tinggi berhubungan erat dengan pemakaian merkuri dalam proses penggilingan bijih dengan menggunakan alat tromol/gelundung. Daerah Teluk Bilik Ubahan propilitik hampir mendominasi seluruh batuan volkanik, untuk daerah ini tidak ada kegiatan penambangan, conto diambil dari singkapan batuan, lubang tambang yang ditinggalkan dan float. Hasil analisis kimia dari sejumlah conto (float) menunjukkan kandungan emas relatif kecil < 0,520 gram/ton, dengan kadar Hg < 0,609 gram/ton, begitu juga untuk logam dasar. Untuk batuan andesit volkanik (wall rock), mineralisasi emas di daerah ini tidak berkembang. Hasil analisis yang menunjukkan kadar emas yang menyolok terdapat pada batuan aplit dengan lebar ± 20 meter, memotong batuan volkanik, diorit dan mikrodiorit dengan kandungan Au 33,484 gram/ton, Cu 1,32 %, Pb 0,01 % dan Zn 0,01 %. Estimasi Sumber Daya/Cadangan Bahan Galian Daerah Yaba pada lokasi penambngan tradisional (PETI) dengan panjang ± 150 m, tebal urat ± 0,50 cm dan kedalaman rata-rata 30 m, sehingga secara estimasi sumber daya yang ada dapat dihitung sebesar 0,50 cm (lebar) X 30 m (kedalaman) X 150 m (panjang) = m³ X 2.65 (density) = 5.962,5 ton bijih, kadar emas rata-rata 36,835 gr/ton, maka sumber daya tereka emas di daerah Yaba adalah 36,835 gr X 5.962,5 ton = ,69 gram emas atau setara dengan 219,629 kg emas, untuk tembaga sumber daya tereka 69,026 ton, sedangkan kadar emas yang terdapat pada daerah Teluk Bilik nilai kadar rata-rata 5,578 ppm Au dan kandungan merkuri sebesar 0,075 ppm, untuk logam dasar dari conto yang ada relatif kecil. Adanya kegiatan PETI di daerah Yaba sejak tahun 2006, mengakibatkan berkurangnya jumlah sumber daya tereka. Hasil pengamatan lapangan terhadap kegiatan PETI di daerah tersebut, dapat diasumsikan bahwa kegiatan penambangan tradisional di daerah Yaba telah menggali atau menambang sekitar 25 %, maka sisa yang ada sekitar 164,722 kg emas murni dan untuk tembaga 51,770, sedangkan di daerah prospek Tanjung Bilik dengan panjang 200m, lebar 50m, tinggi 10m dan tebal urat 20cm, untuk kandungan emas kadar rata-rata 5,578 gram/ton, maka sumber daya tereka = gr atau setara dengan 53,0 kg emas. Melihat karakteristik endapan-endapan tersebut diatas dengan kandungan unsur logam yang ada, dan dihubungkan dengan kondisi dan proses geologi yang berkembang dengan endapan mineralisasi, dapat dikatakan kurang ekonomis untuk diusahakan secara sekala besar, sehingga hanya memungkinkan untuk usaha penambangan sekala kecil. Bahan Galian Lain Potensi bahan galian lain (non logam) yang terdapat disekitar Bukit Kailaka yaitu batuan andesit dan diorit yang terletak di daerah Yaba yang cukup besar, dengan luas ± 100 Ha, sampai saat ini baru sebagian kecil (10%) dipergunakan untuk bahan bangunan dan jalan, yang diusahakan oleh penduduk setempat dan Dinas Pertamben Bacan. Batuan diorit diperoleh dari tubuh intrusi baik

10 dalam keadaan insitu maupun yang sudah tertransportasi ke sungai-sungai, disamping itu terdapat boulder-boulder batuan andesit sepanjang ± 1 km. Diperkirakan sumberdaya hipotetik m³ Penggalian pasir banyak dilakukan terutama pada aliran Sungai Lele, selain itu telah dilakukan juga penggalian pasir oleh masyarakat setempat untuk pembuatan rumah dan jalan, Sedangkan lempung di daerah Bacan cukup banyak dan dimanfaatkan oleh penduduk untuk pembuatan batamerah, jumlah sumber daya belum diketahui. Aspek pertambangan di wilayah Kabupaten Halmahera Selatan belum dilakukan secara optimal, sehingga hasilnya tidak memberikan nilai tambah bagi pendapatan pemerintah kabupaten tersebut. Kelayakan Tambang Dalam Salah satu tujuan konservasi bahan galian adalah mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya mineral, sehingga seluruh potensi yang ada dapat diusahakan secara bijaksana. Pemilihan suatu sistem penambangan sangat dipengaruhi oleh karakteristik endapan, lingkungan, keselamatan kerja dan biaya. Penambangan dengan cara tambang dalam umumnya digunakan untuk bahan galian yang keterdapatannya terletak jauh di bawah permukaan dan bahan galian tersebut harus memiliki kadar atau kualitas yang tinggi. Kadar atau kualitas yang tinggi diperlukan karena sistem tambang dalam memerlukan investasi dan teknologi yang tinggi, selain itu bahan galian yang diusahakan harus memiliki nilai ekonomis yang tinggi atau bersifat strategis. Di daerah kegiatan yang memiliki beberapa daerah prospek dengan tipe mineralisasi yang berbeda-beda, ternyata tidak semua daerah prospek tersebut perlu kajian untuk ditambang. Daerah prospek Yaba mineralisasi terbentuk umumnya berasosiasi dengan urat kuarsa hingga batuan terobosan, dan daerah prospek Tanjung Bilik yang bertipe mineralisasi epitermal, memiliki sebaran mineralisasi yang tidak begitu luas dengan kadar relatif tnggi. Kadar emas pada urat kuarsa di daerah Yaba rata-rata 36,835 ppm Au dan 2,43 % Cu, sedangkan kadar emas pada daerah Tanjung Biklik kadar rata-rata 5,578 ppm Au sedangkan untuk logam dasar relatif kecil. Apabila kedua daerah prospek tersebut akan diusahakan, dengan karakteristik endapan serta kadar emas yang dimilikinya, maka penambangan yang layak untuk daerah prospek tersebut adalah sistem tambang terbuka Dari jumlah sumber daya tereka yang tersisa dan luasnya di ke dua daerah maka daerah tersebut layak untuk diusahakan menjadi sekala kecil, untuk dapat ditingkatkan menjadi penambangan sekala besarl perlu adanya kajian lebih lanjut. Dengan karakteristik endapan dan kadar emas yang dimilikinya, maka penambangan yang layak untuk daerah prospek tersebut adalah sistem tambang terbuka dengan teknik pengolahan bijih yang harus disesuaikan dengan karakteristik endapan tersebut. Pengolahan Bijih Kriteria yang digunakan untuk menentukan metode pengolahan bijih dengan tingkat perolehan pengolahan yang tinggi, tingkat pencemaran lingkungan yang dapat dikendalikan serta aman digunakan dan mudah dilakukan. Berdasarkan kriteria pengolahan tersebut diatas, maka cara pengolahan bijih yang sesuai untuk daerah prospek Yaba dan Teluk Bilik adalah dengan menggunakan metode sianidasi. Terdapat tiga jenis sianidasi untuk pengolahan bijih emas yakni carbon column, carbon in leach dan carbon in pulp. Metode sianidasi lebih efektif dibandingkan dengan metode amalgamasi. karena Larutan CN tidak berbahaya pada ph 9 10 Dapat menangkap emas dari bermacam-macam bijih

11 Endapan bijih berada di bawah water table Mineral sulfida antara 5 10% pada mineral tembaga Run gravity dapat memisahkan gangue dan sulfide mineral 1 ounce / ton sianida Air pencucian dan sedimentasi tidak terkontaminasi Perolehan emas dapat mencapai 95% 98%. dapat dilihat pada tabel 3.3. (Tahapan proses dan peralatan pengolahan emas menggunakan sianida). KESIMPULAN Hasil kegiatan penelitian potensi bahan galian pertambangan sekala kecil dapat disimpulkan sebagai berikut : Secara umum geologi daerah penyelidikan ditempati oleh Formasi Bacan yang terdiri dari breksi volkanik dan tufa andesitik dan batuan terobosan (granit/granodiorit). Batuan-batuan tersebut sebagian besar telah mengalami ubahan sedang hingga kuat, dicirikan adanya kloritisasipiritisasi sebagian telah mengalami argilitisasi biasanya terbentuk pada beberapa lokasi yang dilalui oleh patahan lokal.intrusi granodiorit muncul menerobos andesit tua (Formasi Bacan) terlihat berupa plug atau bentuk stok berukuran kecil, Pada bagian kontak dengan batuan samping telah terjadi mineralisasi yang tidak begitu berkembang secara luas, sehingga hanya terbentuk secara setempat didekat intrusi/aureole mineralized. Dari hasil penelitian di daerah Yaba argilitisasi yang terbentuk pada sayap selatan dari Bukit Kailaka jaraknya mencapai 1 km, terlihat adanya piritisasi kuat tetapi tidak mengandung magnetit yang mengarah ke tipe porfiri sebagai hallo dari intrusi granodiorit (disekitar lokasi penambangan tradisional). ditemukan adanya intrusi bagian tengah dari granodiorit yang memperlihatkan khloritisasi-piritisasi, tidak terlihat adanya epidot sebagai tanda-tanda hidrotermal temperatur tinggi, pada lokasi penambangan tradisional (pada kedalaman > 20 m) di daerah Yaba mineralisasi cukup tinggi pada batuan terkersikan dari batuan samping tersilisifikasi dengan kandungan Au ppb begitu juga logam dasar dengan kandungan Cu %, Pb 8.13 %, Zn %,, disertai dengan kandungan logam lain relatif rendah (As, Sn, Mo, Sb ). Hasil pengamatan lapangan di daerah Teluk Bilik terlihat adanya indikasi tipe mineralisasi emas epitermal yang berasosiasi dengan zonasi kuarsa-serisit-klorit-pirit, tidak begitu tebal dan di kontrol oleh patahan, selain itu terdapat juga secara setempat kuarsa kristalin dan urat-urat halus karbonat berasosiasi dengan kalkopirit. Mineralisasi terbentuk secara tidak beraturan dan bersifat setempat tidak menerus yang terbentuk di dalam batuan volkanik basal-andesit. Mineralisasi cukup tinggi terdapat pada batuan aplit menerobos batuan volkanik dan diorit dengan kandungan Au ppb dan Cu 1.32 %, sedangkan kadar logam dasar lainnya rendah < 0.01 % (Pb,Zn). Adanya aktifitas penambangan tradisional (PETI) menimbulkan pencemaran lingkungan akibat penanganan tailing dilakukan secara sederhana dengan bak penampung yang sangat terbatas, tanpa penanganan yang baik, sehingga material yang berbahaya (merkuri, arsenium dan logan dasar) masih bercampur dengan tailing dengan kandungan relatif tinggi. Hasil analisis dari conto tailing menunjukkan kandungan emas 13,706 ppm, sedangkan untuk air raksa 10,0 ppm. SARAN Mengingat masih banyaknya para penambang melakukan kegiatan dan masih menghasilkan serta masih dangkalnya lubang yang digali oleh masyarakat maka perlu adanya penelitian lebih lanjut, terutama di daerah Yaba..Dengan karakteristik endapan dan kadar emas yang dimiliki maka penambangan yang layak untuk ke dua daerah tersebut adalah sistem tambang terbuka dengan

12 teknik pengolahan bijih emas yang aman dan sesuai untuk daerah Yaba dan Teluk Bilik adalah dengan menggunakan metode sianidasi yang diperkenalkan oleh Imeda Penanganan tailing yang dilakukan oleh kegiatan penambang tradisional sangat sederhana, oleh karena itu diharuskan untuk melakukan penanganan tailing dengan daur ulang dengan sistem kolam penampungan yang lebih memadai. 126º 127º 128º 129º 2º kilometers 1º P. MALUKU WEDA 0º P. BACAN -1º LOKASI KEGITAN GAMBAR 1.1. Peta Lokasi Daerah Kegiatan GAMBAR 2.1. Peta lokasi pemercontoan daerah Yaba, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara

13 GAMBAR 2.2. Peta lokasi pemercontoan Daerah Kubung, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara GAMBAR 3.1. Peta Geologi Daerah Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara

14 GAMBAR 3.2. Peta Geologi, Mineralisasi dan Alterasi Daerah Yaba, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. FISIOGRAFI Geologi regional P.Obi ditunjukkan oleh adanya dua lajur sesar besar yang membatasi Kep.Obi yaitu sesar Sorong-Sula di sebelah utara dan sesar Sorong Sula mengarah

Lebih terperinci

PROVINSI MALUKU UTARA

PROVINSI MALUKU UTARA PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA Syahya Sudarya dan Dwi Nugroho Sunuhadi Kelompok Penyelidikan Mineral SARI Secara administratif daerah prospeksi termasuk ke

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Armin Tampubolon Kelompok Program Penelitian Mineral SARI Secara regional, Pulau Sumba disusun oleh litologi yang berdasar

Lebih terperinci

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46 BAB VI DISKUSI 6.1 Evolusi Fluida Hidrotermal Alterasi hidrotermal terbentuk akibat adanya fluida hidrotermal yang berinteraksi dengan batuan yang dilewatinya pada kondisi fisika dan kimia tertentu (Pirajno,

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN DAN KOTA TIDORE MALUKU UTARA

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN DAN KOTA TIDORE MALUKU UTARA INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN DAN KOTA TIDORE MALUKU UTARA Oleh : Syahya Sudarya Kelompok Pokja Mineral Logam S A R I Anggaran 2007 Pusat Sumber Daya Geologi merencanakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5-3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan

Lebih terperinci

EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DAERAH S. DAUN, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT SARI

EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DAERAH S. DAUN, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT SARI EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DAERAH S. DAUN, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Suhandi 1, Mulyana 2 1 Kelompok Program Penelitian Konservasi, 2

Lebih terperinci

EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Latar Belakang Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi Daerah Kabupaten instansi

Lebih terperinci

EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL, DAERAH PULAU LOMBOK, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT. Oleh : Rudy Gunradi

EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL, DAERAH PULAU LOMBOK, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT. Oleh : Rudy Gunradi EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL, DAERAH PULAU LOMBOK, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Oleh : Rudy Gunradi SARI Daerah kegiatan secara administratif termasuk termasuk

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Judul Penelitian Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan Bijih Besi di Daerah Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. 1.2. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN ENDAPAN BATUBARA DAERAH HALMAHERA DAN SEKITARNYA KABUPATEN HALMAHERA SELATAN - PROVINSI MALUKU UTARA. Oleh.

PENYELIDIKAN ENDAPAN BATUBARA DAERAH HALMAHERA DAN SEKITARNYA KABUPATEN HALMAHERA SELATAN - PROVINSI MALUKU UTARA. Oleh. PENYELIDIKAN ENDAPAN BATUBARA DAERAH HALMAHERA DAN SEKITARNYA KABUPATEN HALMAHERA SELATAN - PROVINSI MALUKU UTARA S A R I Oleh Agus Maryono, ST (Kelompok Kerja Energi Fosil) Penyelidikan endapan batubara

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KAB. HALMAHERA TIMUR DAN KAB. HALMAHERA TENGAH PROVINSI MALUKU UTARA

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KAB. HALMAHERA TIMUR DAN KAB. HALMAHERA TENGAH PROVINSI MALUKU UTARA INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KAB. HALMAHERA TIMUR DAN KAB. HALMAHERA TENGAH PROVINSI MALUKU UTARA Kisman 1 dan Ernowo 1 1 Kelompok Program dan Penelitian Mineral SARI Tektonik regional Pulau Halmahera

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh: Armin Tampubolon P2K Sub Direktorat Mineral Logam SARI Pada tahun anggaran 2005, kegiatan inventarisasi mineral

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT Oleh : 1) Kisman, 2) Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral

Lebih terperinci

PENELITIAN SEBARAN MERKURI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT, KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA S A R I

PENELITIAN SEBARAN MERKURI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT, KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA S A R I PENELITIAN SEBARAN MERKURI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT, KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA Rudy Gunradi Kelompok Penyelidikan Konservasi, Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

PENELITIAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN BAHAN GALIAN DAERAH HALMA- HERA SELATAN, PROVINSI MALUKU UTARA

PENELITIAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN BAHAN GALIAN DAERAH HALMA- HERA SELATAN, PROVINSI MALUKU UTARA PENELITIAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN BAHAN GALIAN DAERAH HALMA- HERA SELATAN, PROVINSI MALUKU UTARA Rohmana, Suhandi, Heri Susanto, R. Hutamadi Kelompok Penyelidikan Konservasi dan Unsur Tanah Jarang S

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam yang memiliki nilai yang tinggi ( precious metal). Tingginya nilai jual emas adalah karena logam ini bersifat langka dan tidak banyak

Lebih terperinci

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB 2 TATANAN GEOLOGI BAB 2 TATANAN GEOLOGI Secara administratif daerah penelitian termasuk ke dalam empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, dan Sinjai Utara, dan temasuk dalam

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI UTARA

PROVINSI SULAWESI UTARA INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SITARO PROVINSI SULAWESI UTARA Oleh: Dendi Surya K., Bakrun, Ary K. PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI SARI Wilayah Kabupaten Kepulauan Sitaro terdiri dari gabungan 3 pulau

Lebih terperinci

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo*, Rudy Gunradi* dan Juju Jaenudin** *Kelompok Penyelidikan Mineral, **Sub Bidang Laboratorium

Lebih terperinci

SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Kisman dan Bambang Nugroho Widi Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Gunung Senyang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

Rudy Gunradi. Kelompok Program Penelitian Konservasi S A R I

Rudy Gunradi. Kelompok Program Penelitian Konservasi S A R I KAJIAN POTENSI TAMBANG PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH BUOL PROVINSI SULAWESI TENGAH Rudy Gunradi Kelompok Program Penelitian Konservasi S A R I Sudah sejak lama, diketahui kawasan-kawasan lindung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

termineralisasi dan tanah, akan tetapi tidak semua unsur dibahas dalam makalah ini karena tidak menunjukkan hasil yang signifikan.

termineralisasi dan tanah, akan tetapi tidak semua unsur dibahas dalam makalah ini karena tidak menunjukkan hasil yang signifikan. HUBUNGAN ANTARA ANOMALI GEOKIMIA DAN GEOFISIKA DENGAN MINERALISASI LOGAM DI DAERAH TEMPURSARI, KECAMATAN TEMPURSARI DAN PRONOJIWO KABUPATEN LUMAJANG, JAWA TIMUR Oleh : Wahyu Widodo Kelompok Kerja Mineral

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Wahyu Widodo dan Bambang Pardiarto (Kelompok Kerja Penelitian Mineral) Sari Kegiatan eksplorasi umum endapan besi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografi, Pulau Jawa berada dalam busur kepulauan yang berkaitan dengan kegiatan subduksi Lempeng Indo-Australia dibawah Lempeng Eurasia dan terjadinya jalur

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri dan Hadiyanto Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut SARI Daerah

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

SURVEY GEOKIMIA MINERAL LOGAM DI PROVINSI SUMATERA BARAT. Ernowo, Kisman, Armin T, Eko Yoan T, Syahya S. , P.Total, S.Total, H 2. , Al 2.

SURVEY GEOKIMIA MINERAL LOGAM DI PROVINSI SUMATERA BARAT. Ernowo, Kisman, Armin T, Eko Yoan T, Syahya S. , P.Total, S.Total, H 2. , Al 2. SARI SURVEY GEOKIMIA MINERAL LOGAM DI PROVINSI SUMATERA BARAT Ernowo, Kisman, Armin T, Eko Yoan T, Syahya S Kegiatan survey ini dilaksanakan dalam rangka kerjasama antara China Geological Survey dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi Thorp dkk. (1990; dalam Suwarna dkk., 1993) membagi fisiografi wilayah Singkawang, Kalimantan Barat, menjadi 5 zona fisiografi (Gambar 2.1,

Lebih terperinci

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah BAB V MINERALISASI 5.1. Mineralisasi di daerah Sontang Tengah Studi mineralisasi pada penelitian ini dibatasi hanya pada mineralisasi Sulfida masif dengan komposisi mineral galena, sfalerit, pirit, Ag

Lebih terperinci

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN 4.1. KONSEP DASAR EKSPLORASI Konsep eksplorasi adalah alur pemikiran yang sistimatis, dimana kita menentukan objek dari pencaharian itu atau jenis dan

Lebih terperinci

FENOMENA BARU KETERDAPATAN BIJIH BESI DI KABUPATEN TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR. Oleh : Wahyu Widodo dan Bambang Pardiarto. Sari

FENOMENA BARU KETERDAPATAN BIJIH BESI DI KABUPATEN TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR. Oleh : Wahyu Widodo dan Bambang Pardiarto. Sari FENOMENA BARU KETERDAPATAN BIJIH BESI DI KABUPATEN TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR Oleh : Wahyu Widodo dan Bambang Pardiarto Sari Lokasi daerah penelitian termasuk di wilayah perbatasan antara Kec. Dongko,

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Jawa barat dibagi atas beberapa zona fisiografi yang dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan aspek geologi dan struktur geologinya.

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI IRIAN JAYA BARAT

INVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI IRIAN JAYA BARAT INVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI IRIAN JAYA BARAT PUSAT SUMBERDAYA GEOLOGI B A D A N G E O L O G I DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Endapan mineral Batu Hijau yang terletak di Pulau Sumbawa bagian baratdaya merupakan endapan porfiri Cu-Au. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

PENELITIAN BATUAN ULTRABASA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROVINSI MALUKU UTARA. Djadja Turdjaja, Martua Raja P, Ganjar Labaik

PENELITIAN BATUAN ULTRABASA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROVINSI MALUKU UTARA. Djadja Turdjaja, Martua Raja P, Ganjar Labaik PENELITIAN BATUAN ULTRABASA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROVINSI MALUKU UTARA Djadja Turdjaja, Martua Raja P, Ganjar Labaik Kelompok Program Penelitian Mineral S A R I Satuan batuan ultrabasa terdiri

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Alterasi dan Endapan Hidrotermal Alterasi hidrotermal merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia batuan. Proses tersebut

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN KAIMANA, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT (PAPUA BARAT)

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN KAIMANA, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT (PAPUA BARAT) INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN KAIMANA, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT (PAPUA BARAT) Kisman 1 dan Bambang Nugroho Widi 1 1 Kelompok Program dan Penelitian Mineral SARI Daerah Kaimana merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah Padang dan sekitarnya terdiri dari batuan Pratersier, Tersier dan Kwarter. Batuan

Lebih terperinci

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH Nanda Prasetiyo Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Wilayah Kabupaten Tolitoli yang terletak di Provinsi

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN EVALUASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DAN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

INVENTARISASI DAN EVALUASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DAN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT INVENTARISASI DAN EVALUASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DAN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Oleh : A. Sanusi Halim, Iwan A. Harahap dan Sukmawan SubDit Mineral Non Logam S A R I Daerah penyelidikan yang

Lebih terperinci

INTRUSI VULKANIK DI PERAIRAN SEKOTONG LOMBOK BARAT

INTRUSI VULKANIK DI PERAIRAN SEKOTONG LOMBOK BARAT INTRUSI VULKANIK DI PERAIRAN SEKOTONG LOMBOK BARAT L. Arifin dan D. Kusnida Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr. Junjunan 236 Bandung 40174 S a r i Rekaman seismik pantul dangkal

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

Bab I : Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I : Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumber daya mineral menjadi salah satu tumpuan manusia untuk meningkatkan tingkat peradaban. Sumber daya mineral dan pengolahannya sudah dikenal manusia sejak lama

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014 PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014 Wahyu Widodo, Bambang Nugroho Widi Kelompok Penyelidikan Mineral Logam S A R I Prospeksi mineral logam di Kabupaten

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Eksplorasi di daerah tambang, khususnya tambang emas memerlukan pengetahuan dan konsep geologi yang memadai serta data geospasial yang akurat dan aktual. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

PENELITIAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA

PENELITIAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA PENELITIAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA Ridwan Arief, Suhandi, Candra Putra Kelompok Penyelidikan Konservasi dan Unsur

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Daerah Jawa Barat memiliki beberapa zona fisiografi akibat pengaruh dari aktifitas geologi. Tiap-tiap zona tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karakteristik dari suatu endapan mineral dipengaruhi oleh kondisi pembentukannya yang berhubungan dengan sumber panas, aktivitas hidrotermal, karakteristik

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas

BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam mulia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Keterdapatan mineralisasi emas di Indonesia terdapat salah satu nya berada di Selogiri,

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA TAILING PT FREEPORT INDONESIA DI KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA

PENYELIDIKAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA TAILING PT FREEPORT INDONESIA DI KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA PENYELIDIKAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA TAILING PT FREEPORT INDONESIA DI KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA Mangara P. Pohan 1 1 Kelompok Program Peneliti Konservasi, Pusat Sumber Daya Geologi ABSTRAK Tailing

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 07 SUMBERDAYA MINERAL Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan p batuan (tanah). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian barat. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Van Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian baratlaut. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI 6.1 Alterasi dan Fluida Hidrotermal Zona alterasi (Gambar 6.3) yang ditemukan pada Sumur BWS-H01 terdiri empat zona alterasi yaitu zona argilik (kaolinit, dikit, kuarsa sekunder,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1: RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:250.000 OLEH: Dr.Ir. Muhammad Wafid A.N, M.Sc. Ir. Sugiyanto Tulus Pramudyo, ST, MT Sarwondo, ST, MT PUSAT SUMBER DAYA AIR TANAH DAN

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pegunungan Menoreh terletak di ujung utara pegunungan Kulon Progo, bagian timur dari zona jajaran punggungan oblong domes / ridges, di sebelah barat perbatasan Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Emas termasuk bahan galian mineral logam mulia yang harganya sangat tinggi sehingga keberadaannya perlu diteliti secara detail. Oleh karena itu penelitian

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM DOLOMIT DI KABUPATEN KARO, PROVINSI SUMA- TERA UTARA. Djadja Turdjaja, Zulfikar, Corry Karangan Kelompok Program Penelitian Mineral

EKSPLORASI UMUM DOLOMIT DI KABUPATEN KARO, PROVINSI SUMA- TERA UTARA. Djadja Turdjaja, Zulfikar, Corry Karangan Kelompok Program Penelitian Mineral EKSPLORASI UMUM DOLOMIT DI KABUPATEN KARO, PROVINSI SUMA- TERA UTARA. Djadja Turdjaja, Zulfikar, Corry Karangan Kelompok Program Penelitian Mineral SARI Dolomit yang ada di daerah penyelidikan tersebar

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

KETERDAPATAN MINERALISASI EMAS YANG BERASOSIASI DENGAN SINABAR DI KECAMATAN RAROWATU KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KETERDAPATAN MINERALISASI EMAS YANG BERASOSIASI DENGAN SINABAR DI KECAMATAN RAROWATU KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KETERDAPATAN MINERALISASI EMAS YANG BERASOSIASI DENGAN SINABAR DI KECAMATAN RAROWATU KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Oleh: Kisman Pusat Sumber Daya Geologi Jalan Soekarno Hatta No. 444 Bandung

Lebih terperinci

PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN CIBALIUNG, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN

PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN CIBALIUNG, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN CIBALIUNG, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN Nixon Juliawan, Denni Widhiyatna, Junizar Jatim Sari Pengolahan emas dengan cara amalgamasi

Lebih terperinci

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi II.1. Kriteria Geologi Kriteria geologi merupakan gejala yang mengendalikan terdapatnya endapan mineral dan pengetahuan ini bertujuan melokalisir daerah yang mempunyai

Lebih terperinci

PENDATAAN SEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN GUNUNG PANI DAN SEKITARNYA KABUPATEN POHUWATO, PROVINSI GORONTALO

PENDATAAN SEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN GUNUNG PANI DAN SEKITARNYA KABUPATEN POHUWATO, PROVINSI GORONTALO PENDATAAN SEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN GUNUNG PANI DAN SEKITARNYA KABUPATEN POHUWATO, PROVINSI GORONTALO Oleh : Sabtanto JS, Suhandi SARI Daerah Gunung Pani terdapat kegiatan pertambangan

Lebih terperinci

POTENSI ENDAPAN EMAS SEKUNDER DAERAH MALINAU, KALIMANTAN TIMUR

POTENSI ENDAPAN EMAS SEKUNDER DAERAH MALINAU, KALIMANTAN TIMUR POTENSI ENDAPAN EMAS SEKUNDER DAERAH MALINAU, KALIMANTAN TIMUR Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT The purpose study to recognize

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

3. HASIL PENYELIDIKAN

3. HASIL PENYELIDIKAN Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Ulusuiti dan Tanjung Lima Kapas, Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat Oleh : Yudi Aziz Muttaqin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM No. Record : Judul Laporan : DATA UMUM Instansi Pelapor : Penyelidik : Penulis Laporan : Tahun Laporan : Sumber Data : Digital Hardcopy Provinsi : Kabupaten

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan

Lebih terperinci

BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI

BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA (12 02 0034) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi.

Lebih terperinci