IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
|
|
- Hadi Lie
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 52 IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Danau Rawa Pening Danau Rawa Pening secara astronomis terletak pada koordinat 7 4' 7 30' Lintang Selatan dan '46" '06" Bujur Timur, serta berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut (BLH Jateng 2009). Kawasan danau secara administratif berada di Kabupaten Semarang yang meliputi empat kecamatan dan 16 desa atau kelurahan, yaitu: 1. Kecamatan Tuntang: Desa Tuntang, Desa Lopait, Desa Kesongo, Desa Sraten, Desa Candirejo, Desa Jombor, dan Desa Rowosari. 2. Kecamatan Banyubiru: Desa Rowoboni, Desa Kebumen, Desa Kebondowo, Desa Banyubiru, dan Desa Tegaron. 3. Kecamatan Ambarawa: Desa Bejalen, Desa Pojoksari, dan Kelurahan Tambakboyo. 4. Kecamatan Bawen: Desa Asinan. Kawasan sekitar Danau Rawa Pening memiliki kondisi topografi yang bervariasi, yaitu datar, bergelombang, berbukit, berbukit terjal, dan bergunung. Topografi datar dan bergelombang dengan kemiringan 0 8% terdapat di Kecamatan Ambarawa dan Tuntang. Topografi bergelombang dengan kemiringan 8 15% terdapat di Kecamatan Ambarawa, selanjutnya topografi berbukit dan berbukit terjal dengan kemiringan 15 25% terdapat di Kecamatan Ambarawa dan Banyubiru (Pemprov. Jateng 2006). Danau Rawa Pening terletak pada kawasan dataran tinggi. Berdasarkan klasifikasi Oldeman termasuk kategori iklim tropis C. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober-Maret, musim kemarau pada bulan April September. Suhu ratarata antara C dengan kelembaban udara antara 70 90%. Volume tampung air ±48 juta m 3 dengan kedalaman minimum cm dan maksimum 550 cm. Elevasi maksimum ±462,30 m 3 dan elevasi minimum ±462,05 m 3 dengan volume tampung maksimum ±65 juta m 3 dan volume tampung minimum ±25 juta m 3. Luas genangan maksimum ±2.770 hektar dan luas genangan minimum ±1.760 hektar (BLH Jateng 2009). Berdasarkan klasifikasi ukuran danau menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2009), Danau Rawa Pening termasuk
2 53 tipe danau semi-alami, dengan klasifikasi kecil (luas km 2 dan volume air m 3 ), serta termasuk kategori dangkal dengan kedalaman m. Menurut BLH Jateng (2009), sungai-sungai yang mengalir masuk ke Danau Rawa Pening dapat dikelompokkan ke dalam sembilan Sub Daerah Aliran Sungai (Sub-DAS), yaitu: 1. Sub-DAS Galeh: Sungai Galeh dan Sungai Klegung. 2. Sub-DAS Torong: Sungai Torong. 3. Sub-DAS Panjang: Sungai Panjang dan Sungai Kupang. 4. Sub-DAS Legi: Sungai Legi. 5. Sub-DAS Parat: Sungai Parat. 6. Sub-DAS Sraten: Sungai Sraten. 7. Sub-DAS Rengas: Sungai Rengas dan Sungai Tukmodin. 8. Sub-DAS Kedung Ringin: Sungai Kedung Ringin. 9. Sub-DAS Ringis: Sungai Ringis. Aliran air dari Danau Rawa Pening bermuara ke Sungai Tuntang yang terletak di bagian Timur Laut danau, selanjutnya mengalir ke Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan sampai ke Laut Jawa. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 25 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Rawa Pening membagi perairan Danau Rawa Pening ke dalam tiga zona, yaitu zona suaka, zona penangkapan ikan, dan zona budidaya ikan, seperti disajikan pada Lampiran 3. a. Zona suaka, yaitu zona yang tertutup untuk umum dan merupakan tempat berkembang biak ikan. b. Zona penangkapan ikan, yaitu zona untuk kegiatan penangkapan ikan. Zona penangkapan ikan dibagi menjadi tiga sub zona, yaitu (1) sub zona penangkapan ikan dengan alat branjang, (2) sub zona penangkapan ikan dengan alat sodo tarik, dan (3) sub zona penangkapan ikan dengan alat selain branjang dan sodo tarik. c. Zona budidaya ikan, yaitu zona untuk kegiatan budidaya ikan dengan keramba apung dan keramba tancap. Zona budidaya ikan terdiri atas 10 sub zona, yaitu sub zona Muncul, Talang Alit, Puteran, Cobening, Segalok, Semenep, Nglonder, Serondo, Sumurup, dan Tuntang.
3 Danau Rawa Pening dimanfaatkan untuk irigasi, penyedia air bersih, perikanan, tenaga listrik, pengendali banjir, dan pariwisata. Pola dan kapasitas pemanfaatan perairan Danau Rawa Pening disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Pola pemanfaatan perairan Danau Rawa Pening, Tahun 2009 No Pemanfaatan Kapasitas 1 Irigasi: - Daerah Irigasi Glapan Barat hektar - Daerah Irigasi Glapan Timur hektar - Daerah Irigasi Tuntang Jelok 374 hektar - Daerah Irigasi Pelayaran Buyaran 909 hektar 2 PT. Sarana Tirta Ungaran 250 liter/detik 3 Tenaga Listrik: - PLTA Jelok KW - PLTA Timo KW 4 Pengendali banjir 640 m 3 /detik 5 Lahan pertanian pasang surut: - ( ) 820 hektar - ( ) 200 hektar 6 Perikanan KK 7 Pemanfaatan gambut m 3 /tahun 8 Pemanfaatan Eceng Gondok kg/ hari 9 Pariwisata orang/hari Sumber: BPSDA Jratun (2009) Tabel 6 menunjukkan bahwa pola pemanfaatan perairan Danau Rawa Pening terkait dengan pola pertanian di Kabupaten Semarang, Demak, dan Grobogan. Guna memenuhi kepentingan petani di bagian hilir, petani lahan pasang surut, kelompok nelayan dan petani ikan, serta PLTA Jelok Timo telah dilakukan koordinasi terhadap pihak-pihak terkait dengan koordinator Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Jragung Tuntang. Pemanfaatan lahan di sekitar danau untuk pola pertanian lahan persawahan pasang surut mengikuti pola operasi Danau Rawa Pening. Menurut BPSDA Jratun (2009), status lahan persawahan pasang surut berdasarkan radius jangkauan genangan air dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Elevasi > +462,30 atau di atas patok hitam (±812 hektar) merupakan lahan pertanian subur dengan dua kali tanam padi setahun. 2. Elevasi +462,05 hingga +462,30 atau di antara patok merah dan patok hitam (±218,51 hektar) merupakan daerah sabuk hijau. Hak milik tanah berada pada pihak petani. Petani memiliki hak tanam padi sekali tanam pada musim hujan, sementara hak tanam padi pada musim kemarau telah dibeli pemerintah. 54
4 3. Elevasi di bawah +462,05 atau di bawah patok merah merupakan lahan dalam keadaan tergenang. Pengaturan elevasi air danau sering menimbulkan konflik kepentingan antara masyarakat pemanfaat sumberdaya dan pemerintah. Dalam hal ini Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah sebagai pemegang otoritas dalam pola pengaturan air di Rawa Pening. Konflik terjadi karena posisi ketinggian air danau harus terjaga agar tetap dapat memasok kebutuhan air PLTA Jelok Timo, serta untuk pengendali banjir di daerah hilir. Pada musim penghujan, hal ini dapat mengakibatkan tergenangnya lahan pertanian pasang surut di sekitar kawasan Danau Rawa Pening. Pembiayaan dalam pengelolaan Danau Rawa Pening saat ini masih bergantung pada sumber dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Semarang. Pengelolaan dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Semarang melalui dinas atau instansi terkait. Alokasi dana untuk pemulihan kondisi Danau Rawa Pening dari Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 mencapai Rp seperti disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Alokasi dana pengelolaan Danau Rawa Pening pada Tahun No. Instansi Pelaksana Jumlah Persentase (Rp) (%) 1 Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah ,16 2 Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa ,95 Tengah 3 Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah ,23 4 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Jragung Tuntang ,06 5 Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah ,32 6 Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa ,22 Tengah 7 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah ,66 8 Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah ,62 9 Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah ,79 10 Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah ,48 11 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah ,73 12 Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah ,89 13 Dinas Pemukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa ,90 Tengah Jumlah ,00 Sumber: Bappeda Jateng (2009) 55
5 56 Tabel 7 menunjukkan, bahwa proporsi terbesar pemanfaatan dana untuk pengelolaan Danau Rawa Pening adalah pada Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Jragung Tuntang, yaitu sebesar Rp atau 54,06% dari seluruh dana yang dialokasikan untuk pemulihan kondisi kawasan Danau Rawa Pening. Selanjutnya adalah dana pada Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp atau 26,23%. Proporsi terkecil dalam pemanfaatan dana pengelolaan adalah Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Provinsi Jawa Tengah, yaitu sebesar Rp atau 0,22%. Kecilnya proporsi dana pada Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah mengindikasikan bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan Danau Rawa Pening masih kurang. Berdasarkan data BLH Jateng (2009), kegiatan-kegiatan yang sudah dilaksanakan guna pemulihan kondisi Danau Rawa Pening dalam kurun waktu Tahun adalah: 1. Pembentukan Forum Rembug Rawa Pening (Tahun 2004), kemudian menjadi Forum Koordinasi Pengelolaan Rawa Pening (Tahun 2007). 2. Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah melakukan kegiatan: - Pengangkatan Eceng Gondok seluas 5 hektar (Tahun 2005). - Demplot tanaman air penyerap unsur limbah domestik (Tahun 2006), demplot 4 unit sumur resapan di daerah tangkapan air dan bantuan bibit tanaman konservasi (Tahun 2007), bantuan bibit tanaman konservasi dan pemantauan kualitas air (Tahun 2008). 3. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah melakukan kegiatan: pengangkatan Eceng Gondok seluas 35 hektar (Tahun 2004), 35 hektar (Tahun 2005), 50 hektar (Tahun 2006), 65 hektar (Tahun 2007), dan 150 hektar (Tahun 2008). 4. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah melakukan kegiatan penebaran bibit ikan. 5. Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana mengalokasikan dana APBN sebesar Rp untuk penanganan Eceng Gondok dengan hasil pemasangan klante untuk melokalisir Eceng Gondok sepanjang ±6,121 km dan pembersihan Eceng Gondok seluas ±475,3 hektar.
6 57 6. Mendukung peningkatan pendapatan masyarakat lokal melalui usaha penangkapan ikan dengan jala, budidaya ikan karamba, pemanfaatan Eceng Gondok untuk bahan baku kerajinan, dan pengembangan teknologi pemanfaatan gambut untuk pupuk organik. 4.2 Kondisi Perikanan Danau Rawa Pening Sektor perikanan merupakan salah satu bidang usaha masyarakat di sekitar Rawa Pening, selain di sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan. Masyarakat nelayan Rawa Pening dapat dibedakan menjadi petani ikan dan nelayan perikanan tangkap. Petani ikan adalah orang yang memiliki mata pencaharian membudidayakan ikan dengan kegiatan memelihara, membesarkan dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan di Danau Rawa Pening. Kegiatan budidaya ikan dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum dengan menggunakan keramba jaring apung, keramba tancap, tambak widik, dan kolam pemancingan terapung. Jumlah keramba ikan di Danau Rawa Pening adalah 200 keramba jaring apung dan 500 keramba tancap. Masyarakat nelayan telah membentuk kelompok nelayan yang anggotanya berasal dari nelayan atau orang yang secara langsung turut memanfaatkan sumberdaya Rawa Pening. Pembentukan kelompok nelayan bertujuan memudahkan pembinaan masyarakat nelayan dengan sasaran meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Jumlah anggota kelompok nelayan bervariasi antara orang untuk setiap kelompok. Kelompok nelayan di Danau Rawa Pening berjumlah 32 kelompok, yaitu di Kecamatan Tuntang (12 kelompok), Kecamatan Banyubiru (9 kelompok), Kecamatan Ambarawa (6 kelompok), dan Kecamatan Bawen (5 kelompok). Kelompok-kelompok nelayan tersebut tergabung dalam Paguyuban Nelayan Sedyo Rukun yang memiliki jumlah anggota nelayan dari sekitar nelayan yang ada di Danau Rawa Pening. Menurut Disnakan Kabupaten Semarang (2007), produksi perikanan tangkap di perairan umum Kabupaten Semarang pada Tahun 2006 mencapai 1.042,80 ton. Dari jumlah tersebut, sejumlah 957,80 ton (92%) berasal dari perikanan tangkap perairan Rawa Pening dengan nilai produksi Rp
7 58 Produksi perikanan tangkap rata-rata dari 32 kelompok nelayan di Danau Rawa Pening adalah kg/tahun. Dari seluruh desa/kelurahan yang ada, Desa Asinan dengan 5 kelompok nelayan memiliki jumlah produksi perikanan tangkap tertinggi, yaitu kg/tahun. Dari empat desa sampel penelitian, Desa Bejalen dengan 5 kelompok nelayan memiliki jumlah produksi perikanan tangkap tertinggi, yaitu kg/tahun. Jumlah produksi perikanan tangkap yang dihasilkan oleh kelompok nelayan dari masing-masing desa/kelurahan yang tergabung dalam Kelompok Nelayan Sedyo Rukun secara rinci disajikan pada Gambar 9. Tegaron Tambakboyo Kebumen Kebondowo 7,976 16,710 26,358 34,879 Desa/Kelurahan Rowosari Kesongo Candirejo 59,520 70,145 70,350 Tuntang Rowoboni Bejalen 90,054 95, ,372 Asinan 171,192-40,000 80, , , ,000 Produksi/Tahun (kg) Sumber: Disnakan Kabupaten Semarang (2007) Gambar 9 Jumlah produksi ikan di Danau Rawa Pening, Tahun 2007 Jenis ikan di perairan Danau Rawa Pening didominasi oleh jenis Nila Hitam, Mujair, dan udang tawar. Ikan Nila Hitam merupakan jenis ikan yang memiliki jumlah produksi tertinggi, yaitu 346,1 ton/tahun. Dengan asumsi harga Rp.6.000/kg maka nilai produksi ikan Nila Hitam sebesar Rp Ikan Betutu dengan jumlah produksi 9,7 ton merupakan jenis ikan yang memiliki nilai jual termahal, yaitu Rp /kg. Jumlah produksi perikanan tangkap berdasarkan jenis ikan di perairan Danau Rawa Pening secara rinci disajikan pada Gambar 10.
8 59 Jenis Ikan Tawes Karper/ Mas Nila Merah Lele Betutu Sepat Siam Binatang lunak Siput Gabus Udang lainnya Wader Ijo Ikan Teri Udang Tawar Mujair Nila Hitam Sumber: Disnakan Kabupaten Semarang (2007) Produksi (ton) Gambar 10 Jumlah produksi ikan menurut jenis ikan di Danau Rawa Pening, Tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Semarang menyediakan sarana Tempat Pelelangan Ikan di Desa Rowoboni untuk memudahkan pemasaran hasil tangkapan. Fakta di lapangan menunjukkan, bahwa nelayan lebih suka menjual ikan hasil tangkapan ke pedagang/tengkulak. Selanjutnya, pedagang memasarkan ke Kota Salatiga, Ungaran, dan Semarang. Dalam hal ini, nelayan memiliki posisi tawar yang lemah, karena penentuan harga ikan ada pada pedagang. Guna meningkatkan nilai ekonomi ikan hasil tangkapan, penduduk Desa Kebondowo dan Rowoboni telah mengembangkan usaha industri rumahtangga dengan mengolah ikan hasil tangkapan menjadi produk makanan olahan. Jenis alat tangkap ikan yang diijinkan di Rawa Pening telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 25 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Rawa Pening. Dalam pasal 5 ditentukan bahwa kegiatan penangkapan ikan di perairan Rawa Pening hanya diperbolehkan dengan menggunakan alat penangkap ikan berupa branjang arang, branjang kerep, jala, jaring unyil, sodo dorong, sodo tarik, pancing rawe, bubu, icir, embakan, dan pancing tunggal. Fakta di lapangan menunjukkan, bahwa masih ada nelayan di Rawa Pening yang tidak mematuhi ketentuan tentang penggunaan alat tangkap, misalnya menggunakan jala dengan ukuran mata jaring kurang dari 2 inchi.
9 4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Penduduk yang termasuk dalam desa inti di sekitar kawasan Danau Rawa Pening tersebar di 16 desa/kelurahan yang secara administratif termasuk dalam Kecamatan Tuntang, Banyubiru, Ambarawa, dan Bawen. Kondisi demografi desadesa inti di sekitar kawasan Danau Rawa Pening disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Kondisi demografi desa inti di sekitar Danau Rawa Pening, Tahun 2010 No. Kecamatan/ Luas Jumlah Kepadatan Pertumbuhan Desa/Kelurahan (km 2 ) (orang) (orang/km 2 ) (%) 1 Kecamatan Tuntang 56, ,54 - Desa Tuntang 2, ,74 - Desa Lopait 3, ,14 - Desa Kesongo 4, ,50 - Desa Sraten 1, ,44 - Desa Candirejo 4, ,32 - Desa Jombor 1, ,10 - Desa Rowosari 4, ,22 2 Kecamatan Banyubiru 54, ,52 - Desa Rowoboni 5, ,71 - Desa Kebumen 3, ,78 - Desa Kebondowo 6, ,03 - Desa Banyubiru 6, ,08 - Desa Tegaron 5, ,42 3 Kecamatan Ambarawa 28, ,10 - Desa Bejalen 4, ,14 - Desa Pojoksari 3, ,42 - Kelurahan Tambakboyo 1, ,43 4 Kecamatan Bawen 46, Desa Asinan 7, ,06 Sumber: BPS Kabupaten Semarang (2010) Tabel 8 menunjukkan, bahwa desa-desa di sekitar Danau Rawa Pening yang memiliki jumlah penduduk rendah adalah Desa Rowosari (Kecamatan Tuntang) dan Desa Bejalen (Kecamatan Ambarawa). Jumlah penduduk tinggi terutama di desa-desa yang berdekatan dengan pusat pemerintahan dan memiliki kemudahan akses, seperti Desa Tuntang, Desa Kesongo, Desa Candirejo (Kecamatan Tuntang), Desa Kebondowo, Desa Banyubiru (Kecamatan Banyubiru), dan Kelurahan Tambakboyo (Kecamatan Ambarawa). Dilihat dari angka pertumbuhan penduduk di tingkat kecamatan, maka Kecamatan Bawen memiliki pertumbuhan tertinggi, selanjutnya angka pertumbuhan penduduk terendah terjadi di Kecamatan Ambarawa. Hal ini mengindikasikan bahwa angka kelahiran dan migrasi penduduk di Kecamatan 60
10 Bawen masih relatif tinggi. Makna lainnya adalah bahwa Kecamatan Ambarawa lebih berhasil dalam program mengendalikan pertumbuhan penduduk. Bila dihubungkan antara luas wilayah dengan jumlah penduduk, maka diperoleh angka kepadatan penduduk. Kecamatan Ambarawa memiliki angka kepadatan penduduk tertinggi, apabila dibandingkan dengan angka kepadatan penduduk di tiga kecamatan lainnya. Hal ini disebabkan Kecamatan Ambarawa memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang besar, sehingga berpengaruh terhadap tingginya angka kepadatan penduduk di Kecamatan Ambarawa. Penduduk desa sampel memiliki jenis mata pencaharian yang beragam, seperti petani, buruh tani, nelayan, buruh industri, dan sektor swasta seperti disajikan pada Gambar 11. Sebagian besar penduduk usia angkatan kerja di Desa Kebondowo bekerja pada sektor pertanian, baik sebagai petani yang mengerjakan lahan pertanian milik sendiri maupun sebagai buruh tani. Lapangan kerja di sektor swasta dan perikanan juga menyerap tenaga kerja yang relatif banyak, selain lapangan kerja di sektor pertanian. Jumlah (orang) Petani Buruh Tani Buruh Industri Buruh Bangunan Nelayan Pengusaha Swasta Perikanan/ Ternak Pedagang Jenis Mata Pencaharian Sumber: BPS Kabupaten Semarang (2010) Angkutan PNS/ TNI/ POLRI Pensiunan Lain-lain Desa Tuntang Desa Rowoboni Desa Kebondowo Desa Bejalen Gambar 11 Sebaran penduduk desa sampel berdasarkan jenis mata pencaharian, Tahun 2010 Dari sebaran mata pencaharian penduduk, terdapat jenis mata pencaharian lain-lain dengan persentase yang cukup besar, yaitu di Desa Kebondowo, Desa Rowoboni, dan Desa Bejalen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk pada ketiga desa tersebut memiliki mata pencaharian alternatif yang tidak hanya bergantung 61
11 pada sektor pertanian dan perikanan. Beberapa jenis mata pencaharian alternatif telah berkembang di desa tersebut, seperti pencari, pengumpul atau pengrajin Eceng Gondok, serta jasa pariwisata (sewa perahu dan alat pancing). Berkembangnya jasa pariwisata alam di Danau Rawa Pening telah membuka peluang berusaha, terutama penduduk Desa Tuntang, Kebondowo, Rowoboni, dan Asinan untuk usaha rumah makan, persewaan perahu motor dan sampan, serta usaha persewaan dan penjualan alat tangkap ikan. Kegiatan jasa persewaan perahu dan alat tamgkap ikan juga telah berkembang di sekitar obyek wisata Bukit Cinta. Kondisi perikanan yang semakin kritis menyebabkan sebagian nelayan beralih menjadi pencari Eceng Gondok. Pemanfaatan Eceng Gondok dilakukan oleh penduduk Desa Kebondowo dan Rowoboni, Kecamatan Banyubiru. Dalam sehari setiap orang rata-rata dapat mengumpulkan 300 kg batang Eceng Gondok basah dengan harga Rp.150/kg. Sehingga pendapatan pencari Eceng Gondok sekitar Rp /hari. Jumlah tersebut lebih banyak apabila dibandingkan dengan pendapatan nelayan yang rata-rata sebesar Rp /hari. Jumlah Eceng Gondok yang dapat ditampung oleh empat pedagang pengumpul rata-rata 8 ton/hari. Mencari gambut telah menjadi jenis matapencaharian alternatif penduduk di sekitar Danau Rawa Pening, terutama di Dusun Sumurup, Desa Asinan, Kecamatan Bawen. Dalam hal ini, gambut dimanfaatkan untuk media jamur atau sebagai bahan dasar pembuatan pupuk kompos. Saat ini terdapat sekitar 100 perahu yang beroperasi di sekitar Dusun Sumurup. Setiap perahu dengan dua orang pengumpul mampu mengangkat sekitar 4 kubik gambut. Dengan asumsi harga gambut sebesar Rp /kubik, maka pendapatan rata-rata pengumpul gambut sekitar Rp /hari. Hasil survai, sejumlah 45,83% responden memiliki pendapatan antara Rp Rp /bulan seperti disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Distribusi pendapatan responden di sekitar Danau Rawa Pening, Tahun 2010 No. Pendapatan Responden Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Rp Rp ,83 2 Rp Rp ,50 3 Rp Rp ,50 4 >Rp ,17 Jumlah ,00 62
12 Nelayan mendapatkan ikan hasil tangkapan rata-rata 2,5 kg/hari sampai dengan 3 kg/hari. Dengan asumsi harga jual ikan Rp /kg, maka rata-rata pendapatan nelayan dalam satu 63 bulan adalah Rp Pendapatan >Rp /bulan dimiliki oleh pengelola jasa wisata, pedagang pengumpul Eceng Gondok, pedagang pengumpul gambut atau pegawai pemerintahan yang memiliki mata pencaharian sampingan sebagai petani atau nelayan. Salah satu indikator untuk menilai kondisi perekonomian suatu daerah dalam waktu tertentu adalah dengan menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah. Distribusi PDRB Kabupaten Semarang pada Tahun berdasarkan harga konstan (Tahun 2000) disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Distribusi PDRB Kabupaten Semarang Tahun berdasarkan harga konstan (Tahun 2000) No Sektor/Sub sektor Kontribusi terhadap PDRB (jutaan rupiah) Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Penggalian Industri Listrik, gas, dan air Kontruksi Perdagangan Angkutan, komunikasi Lembaga keuangan Jasa-jasa Jumlah Sumber: BPS Kabupaten Semarang (2010) Perhitungan nilai PDRB berdasarkan harga konstan, yang menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun 2000 sebagai harga dasar. Seluruh sektor mempunyai pertumbuhan positif dengan kontribusi terbesar dari sektor industri. Pada sektor pertanian, kontribusi sub sektor perikanan terhadap PDRB Kabupaten Semarang memiliki jumlah yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan kontribusi dari sub sektor tanaman pangan, sub sektor perkebunan, sub sektor peternakan, dan sub sektor kehutanan.
13 4.4 Pengelolaan Danau Rawa Pening Pengelolaan Danau Rawa Pening saat ini didasarkan pada beberapa peraturan perundang-undangan, baik menyangkut sektor perikanan maupun sektor terkait. Peraturan perundangan yang dijadikan landasan hukum dalam pengelolaan danau adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan kebijakan pengelolaan Danau Rawa Pening disajikan pada Lampiran 2. Analisis terhadap kandungan peraturan perundangan seperti disajikan pada Tabel 11 diharapkan dapat mengetahui fokus pengelolaan sumberdaya danau. Tabel 11 Proporsi aspek kunci dalam peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan Danau Rawa Pening, Tahun 2010 No. Aspek Kunci Undang-Undang Undang-Undang Undang-Undang Undang-Undang No.5 Th No.7 Th No.31 Th No.32 Th Pengelolaan 6,45 79,63 79,28 35,82 2 Perlindungan 15,05 5,56 2,70 1,49 3 Pemanfaatan 23,66 1,85 7,21 20,90 4 Ekosistem 51,61 0,62 3,60 0,00 5 Peranserta 3,23 1,23 0,90 1,49 6 Pemberdayaan 0,00 0,62 3,60 5,97 7 Koordinasi 0,00 10,49 2,70 34,33 Hasil content analysis dari beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan danau menunjukkan, bahwa telah terjadi pergeseran penekanan dalam aspek pengelolaan danau. Kebijakan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 lebih menekankan pada aspek ekosistem, pemanfaatan, dan perlindungan, sebaliknya aspek pemberdayaan masyarakat dan koordinasi belum mendapat penekanan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air lebih menekankan pada aspek pengelolaan dan koordinasi. Penekanan pada aspek pengelolaan diharapkan dapat menjamin terselenggaranya pengelolaan sumberdaya air yang dapat memberikan manfaat bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan. Pengelolaan sumberdaya air mencakup kepentingan lintas sektoral dan lintas wilayah, sehingga perlu keterpaduan dengan 64
14 mengintegrasikan kepentingan dari berbagai stakeholders. Selanjutnya, dalam pemanfaatan dan pendayagunaan air danau harus memperhatikan upaya pelestarian dan perlindungan. Hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 2 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa: Sumberdaya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. Ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan lebih menekankan pada aspek pengelolaan dan pemanfaatan. Hal ini berarti bahwa pengelolaan sumberdaya perikananan perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan memperhatikan aspek pemerataan dalam pemanfaatannya. Aspek pemberdayaan masyarakat, peranserta masyarakat, dan koordinasi telah mendapatkan penekanan walaupun dengan porsi kecil. Ringkasnya, Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menjadi dasar mulai terjadinya perubahan rejim pengelolaan sumberdaya perikanan dari pengelolaan bersifat sentralistik menjadi pengelolaan desentralistik. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah membawa perubahan dalam pengelolaan sumberdaya alam, karena lebih menekankan aspek pengelolaan, pemanfaatan, dan koordinasi. Aspek pemberdayaan masyarakat telah mendapat proporsi yang lebih besar bila dibandingkan dengan peraturan perundangan lainnya. Hal ini terkait dengan pola desentralisasi dalam pengelolaan sumberdaya alam, sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat (1) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya antara pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi: a. Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian. b. Bagi hasil atas pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya. c. Penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 610/6/2004 Tahun 2004 tentang Pembentukan Forum Rembug Rawa Pening merupakan upaya untuk meningkatkan pengelolaan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia terkait dengan pengelolaan kawasan Rawa Pening. Selanjutnya pada Tahun
15 66 diubah dengan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 510/21/2007 tentang Pembentukan Forum Koordinasi Pengelolaan Rawa Pening dengan susunan keanggotaan sebagai berikut. a. Penasehat: Wakil Gubernur Jawa Tengah. b. Penanggung Jawab: Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah. c. Ketua: Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah. d. Wakil Ketua: Kepala Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Provinsi Jawa Tengah e. Sekretaris: Kepala Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah. f. Anggota: 1) Ka. Badan Lingk. Hidup Jateng 18) Karo Pemerintahan Setda Jateng 2) Ka. Bapermas Jateng 19) Ka. BPTP Jateng 3) Ka. Balitbang Jateng 20) Ka. BPSDA Jragung Tuntang 4) Ka. Bakorwil I 21) Ka. BBWS Pemali Juana 5) Ka. Diskankelautan Jateng 22) Ka. Perum Perhutani Unit I 6) Ka. Disparta Jateng 23) Ka. KADIN Jateng 7) Ka. Disperin Jateng 24) Bupati Semarang 8) Ka. Disperdag Jateng 25) Bupati Grobogan 9) Ka. Disnak Jateng 26) Bupati Demak 10) Ka. Distan Pangan Jateng 27) Walikota Salatiga 11) Ka. Disbun Jateng 28) Ka. Bappeda Kab. Semarang 12) Ka. Dishut Jateng 29) Ka. Bappeda Kab. Salatiga 13) Ka. Diskimtaru Jateng 30) Ka. Lembaga Penelitian UNDIP 14) Karo Kerjasama Setda Jateng 31) Ka. Lembaga Penelitian UKSW 15) Karo Perekonomian Setda Jateng 32) Dan Zeni Tempur Banyubiru 16) Karo Pembangunan Setda Jateng 33) Ketua Paguyuban Tani Nelayan 17) Karo Hukum Setda Jateng Sedyo Rukum Selanjutnya, tugas Forum Koordinasi Pengelolaan Rawa Pening adalah: 1. Melakukan penanganan, konservasi, pengelolaan dan pengembangan potensi Danau Rawa Pening. 2. Melakukan pengaturan tata ruang kawasan Danau Rawa Pening.
16 67 3. Melakukan pendampingan masyarakat guna pelestarian Danau Rawa Pening. 4. Memfasilitasi penyelesaian permasalahan pengelolaan dan pengembangan potensi di Danau Rawa Pening. 5. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Gubernur Jawa Tengah. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 500/12584 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Pengelolaan Kawasan Rawa Pening, Forum Koordinasi Pengelolaan Rawa Pening memiliki empat kelompok kerja, yaitu: 1. Kelompok kerja manajemen, dengan tugas: a. Menyusun konsep manajemen penyelamatan Danau Rawa Pening. b. Mengembangkan kerjasama dengan lembaga yang dapat menopang program. c. Membahas bersama pihak legislatif tentang manajemen penyelamatan Danau Rawa Pening. d. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada ketua forum. 2. Kelompok kerja konservasi, dengan tugas: a. Menyusun konsep konservasi Danau Rawa Pening. b. Melakukan upaya-upaya konservasi Danau Rawa Pening. c. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada ketua forum. 3. Kelompok kerja budidaya dan pendampingan masyarakat, dengan tugas: a. Menyusun konsep pengelolaan potensi dan pengembangan, serta pendampingan masyarakat. b. Melakukan pendampingan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. c. Melakukan pengelolaan potensi dan pengembangan di sekitar Danau Rawa Pening. d. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada ketua forum. 4. Kelompok kerja monitoring dan evaluasi, dengan tugas: a. Menyusun indikator keberhasilan penyelamatan Danau Rawa Pening. b. Melakukan pemantauan dan evaluasi program Danau Rawa Pening guna menyusun arah kebijakan pembangunan di masa mendatang. c. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada ketua forum.
17 68 Program pengelolaan Danau Rawa Pening merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun Selanjutnya visi, misi, dan tujuan dalam pengelolaan Danau Rawa Pening adalah sebagai berikut. Visi: Terwujudnya kawasan Danau Rawa Pening yang lestari. Misi: 1. Mengembangkan kerjasama sinergis lintas daerah dan lintas pemangku kepentingan untuk mempertahankan keberadaan kawasan Danau Rawa Pening. 2. Mengembangkan dan memanfaatkan sumberdaya air secara optimal berbasis pembangunan berkelanjutan. 3. Mewujudkan pembangunan fisik dan infra struktur guna mendukung pelestarian Danau Rawa Pening. 4. Mewujudkan iklim yang kondusif bagi pembangunan ekonomi kawasan Danau Rawa Pening berbasis pertanian, Usaha Mikro Kecil dan Menengah, serta industri padat karya. Tujuan: 1. Meningkatkan upaya konservasi melalui pengembangan sistem penyangga lingkungan sekitar Danau Rawa Pening secara terpadu bagi keberlanjutan danau di masa mendatang. 2. Meningkatkan peran dan fungsi kelembagaan pengelolaan kawasan Rawa Pening melalui Forum Koordinasi Pengelolaan Rawa Pening. 3. Menetapkan berbagai peraturan tentang kawasan yang dimanfaatkan untuk kepentingan pelestarian, usaha budidaya termasuk pariwisata. 4. Meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan kawasan Danau Rawa Pening. 5. Memanfaatkan potensi ekonomi lokal melalui kerjasama antar wilayah dan antar pemangku kepentingan untuk mendukung pengembangan ekonomi kawasan serta meningkatkan daya tarik investasi. 6. Membangun dan mengembangkan jaringan bisnis ekonomi lokal melalui Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan memanfaatkan potensi ekonomi kawasan Danau Rawa Pening untuk diarahkan pada pengelolaan usaha secara mandiri.
18 69 7. Memantapkan indikator-indikator dalam pengembangan kawasan Danau Rawa Pening berbasis pada prinsip pembangunan berkelanjutan. 8. Memantapkan sistem pendataan dan informasi agar mudah diakses oleh pemangku kepentingan.
BAB IV GAMBARAN UMUM TENTANG DANAU RAWA PENING
BAB IV GAMBARAN UMUM TENTANG DANAU RAWA PENING Pada bagian ini, penulis ingin memaparkan mengenai kondisi danau Rawa Pening secara umum baik mengenai lokasi geografis, kondisi alam atau kondisi topografi,
Lebih terperinciVI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING
86 VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING 6.1 Identifikasi Stakeholders dalam Pengelolaan Danau Rawa Pening Secara umum, stakeholders kunci yang terlibat dalam pengelolaan Danau Rawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. budidaya, masyarakat sekitar danau sering melakukan budidaya perikanan jala
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara umum, danau merupakan perairan umum daratan yang memiliki fungsi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau merupakan perairan umum daratan yang memiliki fungsi penting bagi pembangunan dan kehidupan manusia. Secara umum, danau memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologi
Lebih terperinciV KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU
V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU 70 5.1 Kebergantungan Masyarakat terhadap Danau Rawa Pening Danau Rawa Pening memiliki peran penting dalam menciptakan keseimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami di lahan yang relatif
Lebih terperinciKONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU
IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERUNTUKAN AIR DAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR SUNGAI TUNTANG DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi
69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.
Lebih terperinciKONDISI LAHAN PASANG SURUTKAWASAN RAWA PENING DAN POTENSI PEMANFAATANNYA
J. Tek. Ling Vol. 9 No. 3 Hal. 294-301 Jakarta, September 2008 ISSN 1441-318X KONDISI LAHAN PASANG SURUTKAWASAN RAWA PENING DAN POTENSI PEMANFAATANNYA Euthalia Hanggari Sittadewi Peneliti di Pusat Teknologi
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciKONDISI UMUM WILAYAH STUDI
16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semarang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah. Sampai saat ini Kota Semarang terdiri dari 177 kelurahan dan 16 kecamatan. Batas wilayah administratif Kota Semarang
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT
IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT 4.1 Wilayah Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukota Liwa terbentuk pada tanggal 24 September 1991 berdasarkan Undang-undang Nomor 06 tahun 1991. Kabupaten Lampung
Lebih terperinciBAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang
Lebih terperinci4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km
Lebih terperinciMata Pencaharian Penduduk Indonesia
Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta
Lebih terperinciBAB II KONDISI WILAYAH STUDI
II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 2.1 Geografis dan Administratif Sebagai salah satu wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kendal memiliki karakteristik daerah yang cukup
Lebih terperinciGubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,
Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 106 Tahun 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KHUSUS UNTUK GERAKAN REHABILITASI LAHAN KRITIS TAHUN 2009 GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -
IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13
Lebih terperinciBAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH
Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR
4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah
Lebih terperinci4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas
26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi
Lebih terperinciGUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU
1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim
IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas
Lebih terperinciIV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN
92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya bencana banjir, longsor dan kekeringan yang mendera Indonesia selama ini mengindikasikan telah terjadi kerusakan lingkungan, terutama penurunan daya dukung
Lebih terperinciKEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDIDAYA IKAN
Lebih terperinci2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis
2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik A. Kondsi Geografis Kabupaten Bolaang Mongondow adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow adalah Lolak,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO
IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Karo terletak diantara 02o50 s/d 03o19 LU dan 97o55 s/d 98 o 38 BT. Dengan luas wilayah 2.127,25 Km2 atau 212.725 Ha terletak pada ketinggian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satuan Kerja Perangkat Daerah ( SKPD ) Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung. Secara geografis, kabupaten ini terletak pada
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Kabupaten Lampung Utara merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Lampung. Secara geografis, kabupaten ini terletak pada
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciS A L I N A N. No. 151, 2016 BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 151 TAHUN 2016 TENTANG
1 S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 151 TAHUN 2016 NOMOR 151 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PENGELOLA KAWASAN EKOSISTEM
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan
Lebih terperinciTak Hanya Bersihkan Danau Rawa Pening, Kementerian PUPR Akan Tata Bukit Cinta
Rilis PUPR #1 16 Oktober 2017 SP.BIRKOM/X/2017/506 Tak Hanya Bersihkan Danau Rawa Pening, Kementerian PUPR Akan Tata Bukit Cinta Ambarawa--Upaya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengembalikan
Lebih terperinciV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru
V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun
Lebih terperinciBupati Murung Raya. Kata Pengantar
Bupati Murung Raya Kata Pengantar Perkembangan daerah yang begitu cepat yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kegiatan pambangunan daerah dan perkembangan wilayah serta dinamisasi masyarakat, senantiasa
Lebih terperinci2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan sosial (social development); pembangunan yang berwawasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terkenal dengan potensi sumber daya alamnya yang melimpah. Namun, sering ditemukan pemanfaatan sumber daya alam oleh pelaku pembangunan yang hanya berorientasi
Lebih terperinci2 Kegiatan usaha perikanan, khususnya perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh Nelayan Kecil dan Pembudiday
No.5719 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ALAM. Pembudidaya. Ikan Kecil. Nelayan Kecil. Pemberdayaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 166). PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciBAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.
43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada
Lebih terperinciNepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12
BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan
Lebih terperinci*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa potensi pembudidayaan perikanan
Lebih terperinciPEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN
Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas keseluruhan sekitar ± 5,18 juta km 2, dari luasan tersebut dimana luas daratannya sekitar ± 1,9 juta
Lebih terperinciIII. KEADAAN UMUM LOKASI
III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat
Lebih terperinciBAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,
BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru
Lebih terperinciV KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur
III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang terletak di kawasan utara Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Subang yaitu 2.051.76 hektar atau 6,34% dari
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang
BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang Balai Pelaksana Teknis Bina Marga atau disingkat menjadi BPT Bina Marga Wilayah Magelang adalah bagian dari Dinas
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG SENTRA PRODUKSI PERIKANAN UNGGULAN DI KABUPATEN CIAMIS
1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG SENTRA PRODUKSI PERIKANAN UNGGULAN DI KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI
BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BELITUNG TAHUN ANGGARAN 2013
PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BELITUNG TAHUN ANGGARAN 2013 TANJUNGPANDAN, MARET 2014 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji Syukur Kehadirat
Lebih terperinciKONDISI UMUM BANJARMASIN
KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika pembangunan yang berjalan pesat memberikan dampak tersendiri bagi kelestarian lingkungan hidup Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati, luasan hutan dan
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang berpotensi untuk dikembangkan dan didayagunakan bagi pemenuhan berbagai kepentingan. Danau secara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak
IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN
- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ekosistem
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak Sungai Siak sebagai sumber matapencaharian bagi masyarakat sekitar yang tinggal di sekitar
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PERUNTUKAN AIR DAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR SUNGAI PEMALI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciPenataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian
Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa kondisi
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA KAB. TOBA SAMOSIR BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Kabupaten Toba Samosir Kabupaten Toba Samosir dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN PENGEMBANGAN LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN TENGAH PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sebagian dari kawasan hutan
Lebih terperinci