3 METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3 METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Selat Makassar merupakan perairan laut yang berada di antara Pulau Sulawesi dan Pulau Kalimantan serta Samudera Pasifik di sebelah utara dan Laut Jawa serta Laut Flores di bagian sebelah selatan. Penelitian dilaksanakan di perairan pantai barat Sulawesi Selatan (Selat Makassar) dengan lokasi di empat kabupaten, yakni Kabupaten Takalar, Kabupaten Barru, dan Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan, serta Kabupaten Majene Sulawesi Barat sebagai daerah pengumpulan data dan investigasi lapang (Gambar 8). Pengambilan data kegiatan penangkapan ikan terbang berupa : lokasi penangkapan, jumlah hasil tangkapan, dan parameter biologi ikan, dilakukan selama 3 (tiga) periode musim, yakni : peralihan musim barat timur (PMBT) dari bulan Maret - Mei, Musim timur (MT) dari bulan Juni - Agustus, dan peralihan musim timur barat (PMTB) dari bulan September - Nopember 2004 pada empat daerah penangkapan ikan (DPI). LINTANG SELATAN KAL SELAT MAKASSAR SULAWESI Kec.Malunda Kab.Majene DPI I PPI I Kec.U. Lero Kab.Pinrang PPI II DPI II PPI = Pangkalan Pendaratan Ikan Kec.T.Rilau Kab.Barru DPI = Daerah Penangkapan Ikan PPI III DPI III Makassar Kec.G.Utara Kab.Takalar DPI IV PPI IV BUJUR TIMUR Gambar 8 Lokasi penelitian (Selat Makassar).

2 3.2 Alat dan Bahan Penelitian Untuk keperluan pengumpulan data lapang selama penelitian berlangsung, yang terdiri atas data lokasi penangkapan ikan, jumlah hasil tangkapan, dan data parameter biologi ikan menurut periode musim dan daerah penangkapan, menggunakan alat dan bahan penelitian seperti disajikan pada Tabel 5. Table 5 Alat dan bahan penelitian No Alat dan Spesifikasi Satuan Jumlah Kegunaan 1 Kapal dan alat penangkapan ikan 2 Global Positioning System (GPS), Garmin 45 XL 3 Jangka sorong digital dengan ketelitian 0,01 mm 4 Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg berkapasitas 5 kg Unit 12 Sebagai sarana pengumpul data penangkapan ikan Unit 4 Sebagai alat pencatat lokasi (koordinat) penangkapan Unit 4 Untuk mengukur panjang ikan sampel hasil tangkapan Unit 4 Untuk mengukur berat ikan hasil tangkapan sampel 5 Pisau potong Unit 8 Untuk mengiris perut sampel ikan 6 Pinset Unit 12 Untuk mengangkat isi lambung dan gonad ikan 7 Baskom plastik 20 ltr Buah 12 Untuk menampung hasil tangkapan sampel 8 Alat tulis menulis Unit 12 Untuk mencatat data-data lapang 9 Kamera digital Unit 4 Untuk merekam gambar/obyek penelitian lapang 10 Larutan formalin 40% Liter 20 Untuk mengawetkan ikan sampel hasil tangkapan 37

3 3.3 Kapal dan Alat Penangkapan Ikan dan Telur Ikan Terbang Kegiatan penangkapan ikan dan telur ikan terbang untuk pengumpulan data lapang, menggunakan kapal terbuat dari bahan kayu dengan bobot masing-masing di Kabupaten Takalar dan Kabupaten Barru berukuran antara 8-10 GT yang dilengkapi dengan mesin penggerak dalam (inboard engine) berkekuatan antara HP. Di Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Majene menggunakan kapal penangkap ikan berukuran antara 2-3 GT, dilengkapi dengan mesin penggerak motor tempel (outboard engine) berkekuatan antara 3-5 HP (Tabel 6 dan Lampiran 1). Kapal penangkap ikan di Kabupaten Takalar dan Kabupaten Barru, diawaki antara 4-6 orang anak buah kapal (ABK) yang dipimpin oleh seorang juru mudi yang sekaligus bertindak sebagai kepala operasi penangkapan ikan yang dilakukan. Masing-masing ABK memiliki tugas yang harus dilaksanakan dengan baik, terutama pada saat operasi penangkapan berlangsung (setting dan hauling). Di Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Majene dengan ukuran kapal penangkap ikan terbang yang lebih kecil, hanya diawaki antara 2-3 orang ABK dan dikepalai oleh seorang juru mudi. Pembagian tugas selama kegiatan penangkapan berlangsung, dilakukan secara bersama-sama mengingat jumlah dan ukuran alat penangkapan ikan yang digunakan juga relatif kecil. Tabel 6 Spesifikasi kapal penangkapan ikan dan telur ikan terbang Kabupaten Majene Pinrang Barru Takalar No. Ukuran (m) Merk dan Jumlah (P x L x D) Kekuatan Mesin ABK Jenis API 1 11 x 0,7 x 1 Honda 3 HP 2 JIHP 2 11 x 0,7 x 1 Honda 3 HP 2 JIHP 3 11 x 0,7 x 1 Honda 3 HP 2 JIHP 1 12 x 0,9 x 1 Honda 5 HP 3 JIHP 2 12 x 0,9 x 1 Honda 5 HP 3 JIHP 3 12 x 0,9 x 1 Honda 5 HP 3 JIHP 1 14 x 2,2 x 2 Yanmar 23 HP 4 JIHP 2 14 x 2,2 x 2 Yanmar 23 HP 4 JIHP 3 14 x 2,2 x 2 Yanmar 23 HP 4 JIHP 1 15 x 2,5 x 2 Yanmar 33 HP 5 BHP 2 15 x 2,5 x 2 Yanmar 33 HP 5 BHP 3 15 x 2,5 x 2 Yanmar 33 HP 5 BHP Sumber : Data Lapang,

4 Alat penangkapan ikan terbang yang digunakan oleh masyarakat nelayan di daerah ini, berupa jaring insang hanyut permukaan (JIHP). Jenis alat penangkapan ini dikenal dengan beberapa nama menurut daerah dan suku masyarakat. Di Kabupaten Takalar dengan masyarakat suku Makassar, dikenal dengan nama puka torani, di Kabupaten Barru dengan masyarakat bugis, dikenal dengan nama puka tourani, sementara di Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Majene dengan masyarakat Mandar dikenal dengan nama puka tuing-tuing. Pemberian nama ini menggunakan dua suku kata, yakni kata puka yang berarti jaring dan kata torani, tourani, serta tuing-tuing yang berarti ikan terbang. Alat tangkap ini secara khusus dioperasikan untuk kegiatan penangkapan ikan terbang, dengan konstruksi dan desain menyerupai jaring insang pada umumnya. Terdiri atas lembaran jaring berbentuk empat persegi dengan ukuran panjang jauh lebih besar dibandingkan ukuran lebarnya. Dilengkapi dengan tali ris atas dan tali ris bawah, tali pelampung dan tali pemberat, serta pelampung pada bibir jaring bagian atas dan pemberat pada bibir jaring bagian bawah. Lembaran jaring yang digantung pada tali ris atas dan tali ris bawah dibuat sedemikian rupa, sehingga mata jaring pada saat dioperasikan untuk menangkap ikan dapat terbuka dengan baik. Bukaan mata jaring setelah digantung pada tali ris, berkaitan dengan besar kecilnya hanging ratio (HR) yang diberikan terhadap jaring itu. Hanging ratio berbanding terbalik dengan shortening (pemendekan), semakin besar hanging ratio yang diberikan berarti semakin kecil shortening pada jaring itu, dan sebaliknya semakin kecil hanging ratio berarti semakin besar shortening pada jaring itu. Pemberian hanging ratio atau shortening bergantung pada besarnya nilai bukaan mata jaring yang diinginkan. Berdasarkan pengalaman dan kebiasaan nelayan di daerah penelitian tentang penggunaan jaring insang hanyut permukaan, diperoleh HR atau S berkisar antara 20 30%. Konstruksi dan desain JIHP yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan terbang, diperlihatkan pada Lampiran 2. Jaring yang digunakan merupakan jenis alat tangkap yang bersifat pasif sekaligus bersifat selektif terhadap ukuran ikan hasil tangkapan. Besarnya ukuran mata jaring (mesh size) disesuaikan dengan ukuran ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan. JIHP merupakan suatu jenis alat penangkapan ikan yang terbuat dari jaring satu lapis dengan ukuran mata jaring yang sama pada seluruh bagian jaring. Cara tertangkapnya ikan dengan alat tangkap ini, dapat berupa terjerat (gilled) pada bagian keliling badan ikan, terjerat pada bagian tutup insang 39

5 (preopercullum), keliling badan ikan di belakang tutup insang (opercullum) dan pada keliling maksimum badan ikan (max body girth) dan ataupun dengan cara terpuntal pada badan jaring (entangled). JIHP yang digunakan memiliki ukuran setiap potongnya (piece), yakni panjang jaring sekitar 30 m dan dalam (lebar) 2 m (Tabel 7). Umumnya nelayan pada saat melakukan pengoperasian, jaring insang tersebut dirangkai dari beberapa piece ke dalam satu rangkaian jaring yang sekaligus ditebar di dalam air. Jumlah rangkaian jaring (piece) yang dioperasikan dalam kegiatan penangkapan ikan terbang (setting) berkisar antara piece. Jaring dirangkai menjadi satu rangkaian yang tidak terpisah antara satu bagian (piece) dengan bagian (piece) lainnya, dilakukan dengan cara mengikat (menyambung) setiap ujung tali ris atas. Tabel 7 Spesifikasi alat penangkapan ikan dan telur ikan terbang Kabupaten Majene Pinrang Barru Takalar No. Jenis Ukuran Ukuran Mata Jaring Jumlah API (P x L) (m) (cm) Pis/Unit API 1 JIHP 30 x 2 3, JIHP 30 x 2 3, JIHP 30 x 2 3, JIHP 30 x 2 3, JIHP 30 x 2 3, JIHP 30 x 2 3, JIHP 30 x 2 3, JIHP 30 x 2 3, JIHP 30 x 2 3, BHP 1,5 x BHP 1,5 x BHP 1,5 x 1-50 Sumber : Data Lapang, 2004 Bahan jaring (badan jaring) terbuat dari jaring serat tunggal (monofilament) dengan bahasa lokal jaring tasi dengan nomor benang 30 yang dilengkapi dengan tali ris atas, tali ris bawah, tali pelampung, tali pemberat, serta pelampung, dan pemberat. Lebar mata jaring (mesh size) yang digunakan adalah 1,5 inchi (3,75 cm) yang merata pada semua badan jaring. Penggunaan lebar mata jaring seperti ini, disesuaikan dengan ukuran ikan yang menjadi tujuan penangkapan (ikan terbang) dengan rata-rata memiliki ukuran lingkar badan berkisar antara 6,0 8,0 cm. Dengan demikian ikan terbang dapat dengan mudah terjerat (gilled) pada 40

6 badan jaring, namun sebagian ikan juga seringkali tertangkap dengan cara terpuntal (entangled) pada badan jaring terutama apabila jaring berhasil menemukan kawanan ikan dalam jumlah besar. Alat penangkapan yang digunakan untuk kegiatan penangkapan telur ikan terbang di Kabupaten Takalar terdiri atas dua macam, yakni berupa bubu hanyut permukaan (BHP) dan berupa rakit (bale-bale). Alat tangkap (BHP) untuk menangkap telur ikan terbang di daerah ini, telah digunakan sejak lama oleh masyarakat nelayan patorani secara turun temurun. BHP dikenal dengan beberapa nama sesuai dengan suku masyarakat di Sulawesi Selatan. Di Kabupaten Takalar dengan masyarakat suku Makassar dikenal dengan nama bubu patorani, sementara di Kabupaten lainnya dengan masyarakat suku bugis dan mandar memberinya nama dengan bubu tourani dan bubu torani (Lampiran 2). Alat penangkapan berupa rakit (bale-bale) untuk menangkap telur ikan terbang, hanya digunakan oleh masyarakat nelayan patorani dari Kabupaten Takalar. Alat penangkapan telur ikan terbang tersebut mulai digunakan oleh nelayan di daerah ini, sejak awal tahun sembilan puluhan. Hal ini merupakan kesadaran dan kreativitas masyarakat nelayan yang selama ini melakukan kegiatan penangkapan telur ikan terbang. Bale-bale, dibuat menyerupai rumpon yang ditebar di permukaan laut, sehingga ikan terbang yang akan mengeluarkan telurnya mendekati dan bermain di sekitar alat itu kemudian menempelkan telurnya pada dedaunan yang diikatkan pada semua sisi alat. Metode penangkapan telur ikan terbang dilakukan dengan memanfaatkan sifat biologi ikan tersebut yang senang meletakkan atau menempelkan telur-telurnya pada benda-benda terapung (pelagophils) dan atau pada rumput-rumput laut yang mengapung di permukaan (phytophils). Bale-bale terdiri atas rangka berbentuk empat persegi menggunakan bahan kayu atau bambu. Pada semua sisi rangka alat ini, diikatkan helaian daun kelapa secara teratur sehingga menyerupai sebuah rumpon pada saat ditebar di dalam laut. Penggunaan alat penangkapan ikan terbang dengan bale-bale, ternyata memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan menggunakan bubu hanyut, yakni : (1) dapat diangkut ke laut dalam jumlah yang lebih banyak karena dapat disusun secara teratur di atas dek kapal; (2) sangat menarik perhatian kawanan ikan terbang yang akan bertelur karena alat ini menyerupai rumpon dengan jumlah dedaunan yang lebih banyak; dan (3) hanya menangkap telur ikan terbang dan 41

7 ikannya sendiri lolos tidak tertangkap. Penggunaan bale-bale dalam kegiatan penangkapan telur ikan terbang telah mengalami perkembangan yang pesat, menyebabkan penggunaan jumlah BHP dalam kegiatan penangkapan tersebut menurun. Bahkan dalam setiap trip penangkapan telur ikan terbang di daerah ini, BHP hanya digunakan antara 5 sampai 8 buah yang dirangkai bersama dengan bale-bale dan dianggap sebagai suatu pembuka rejeki keberhasilan penangkapan menurut tradisi dan kepercayaan masyarakat nelayan setempat. 3.4 Metode Penangkapan Ikan Penangkapan Ikan terbang menggunakan JIHP, sedangkan penangkapan telur ikan terbang selain menggunakan BHP juga menggunakan alat tangkap berbentuk rumpon (bale-bale). Kegiatan penangkapan ikan dan telur ikan terbang, diawali dengan proses persiapan di darat dengan terlebih dahulu mengecek kesiapan kapal, mesin kapal dan alat tangkap yang akan digunakan. Kapal dan mesin kapal bila dinyatakan layak operasi, selanjutnya dilakukan pemuatan bahan bakar, oli, bahan makanan, dan obat-obatan sesuai dengan rencana jumlah hari operasi penangkapan. Kapal mulai bergerak dari pangkalan (fishing base) sekitar pukul waktu setempat menuju lokasi penangkapan (fishing ground) yang direncanakan dengan waktu tempuh sekitar 12 jam. Penentuan lokasi dimana kegiatan penangkapan ikan dan telur ikan terbang akan dilakukan, diawali dengan melakukan pengamatan di sekitar perairan tersebut. Pengamatan di sekitar perairan itu misalnya dengan melihat kawanan burung laut, buih dan percikan air di permukaan, adanya beberapa rumput laut atau potongan kayu yang mengapung, serta adanya beberapa ikan terbang yang loncat atau terbang di atas permukaan laut. Jika jumlah ikan terbang yang loncat atau terbang di atas permukaan laut banyak dan cenderung mengikuti arah vertikal, menunjukkan adanya kawanan ikan terbang di dalam perairan itu dalam jumlah banyak. Tandatanda seperti ini banyak dimanfaatkan oleh nelayan setempat dalam memperkirakan lokasi ikan terbang yang dapat dimanfaatkan sebagai lokasi penangkapan. Kegiatan penangkapan dilakukan pada esok harinya menjelang sore hari sekitar pukul waktu setempat. Penangkapan telur ikan terbang dimulai dengan mengikat satu persatu alat tangkap bubu/rakit pada tali utama, kemudian melepas alat tangkap tersebut (setting) secara teratur ke dalam perairan. Jumlah alat tangkap yang dioperasikan dibagi dalam dua rangkaian, satu rangkaian di 42

8 bagian buritan kapal dan satu rangkaian lagi di bagian haluan kapal. Setelah semua alat tangkap telah berada di dalam air, tali utama dibiarkan hanyut bersama dengan alat tangkap sampai sekitar 50 meter dari kapal. Rangkaian alat tangkap ini dibiarkan di dalam air dan hanyut selama satu malam, dan besok paginya alat tangkap tersebut mulai diangkat kembali (hauling) sekitar pukul pagi. Pengangkatan alat tangkap dilakukan secara teratur dan hati-hati, sehingga telur ikan terbang yang melekat pada dedaunan yang dipasang pada rangka alat tangkap itu tidak terlepas. Jika jumlah hasil tangkapan telur ikan terbang yang diperoleh cukup banyak, rangkaian alat tangkap tersebut dihanyutkan kembali (setting) setelah semua hasil tangkapannya diambil untuk kegiatan penangkapan hari berikutnya. Sebaliknya bila jumlah hasil tangkapan dianggap kurang memuaskan, selanjutnya kapal bergerak berpindah untuk mencari lokasi penangkapan yang lain. Kegiatan persiapan sampai dengan operasi penangkapan telur ikan terbang, diperlihatkan secara skematis pada Gambar 9. Kegiatan penangkapan telur ikan terbang dilakukan setiap harinya dimana kapal dibiarkan hanyut bersama dengan alat tangkap yang telah ditebar ke dalam perairan. Di dalam satu trip penangkapan, umumnya berkisar antara 20 sampai dengan 30 hari di laut termasuk waktu yang digunakan menuju dan kembali dari lokasi penangkapan ke tempat asal. Jumlah hari operasi penangkapan ini tidak bersifat mutlak, namun juga bergantung pada keberhasilan dalam menangkap telur ikan terbang. Jika dalam kegiatan penangkapan yang dilakukan selama beberapa hari berturut-turut, berhasil menangkap telur ikan terbang dalam jumlah yang cukup sesuai dengan perhitungan jumlah hasil tangkapan yang minimal diperoleh, kapal dapat bergerak kembali menuju tempat asal (fishing base). Namun bila kegiatan penangkapan yang telah dilakukan belum berhasil menangkap telur ikan terbang dalam jumlah yang cukup, maka kegiatan penangkapan tetap dilanjutkan pada hari berikutnya kecuali bila persediaan bahan bakar dan makanan telah menipis. Untuk kegiatan penangkapan ikan terbang, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : kegiatan penangkapan yang bersifat harian (short trip) dan kegiatan penangkapan yang dilakukan dengan trip panjang (long trip). Kegiatan penangkapan ikan terbang yang bersifat harian, dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Pinrang dan Majene. Namun kegiatan penangkapan ikan terbang dengan trip panjang, dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Barru. Proses kegiatan 43

9 penangkapan ikan terbang menggunakan JIHP dengan trip panjang diperlihatkan pada Gambar 10 dan dengan trip harian diperlihatkan pada Gambar 11. Perbedaan antara kegiatan penangkapan ikan terbang yang dilakukan dengan trip harian dan trip panjang, yakni selain pada jumlah hari operasi penangkapannya, juga pada ukuran armada penangkapan yang digunakan. Di Kabupaten Barru dengan menggunakan kapal penangkapan ikan yang lebih besar, dapat menjelajahi wilayah perairan yang lebih jauh dan dengan waktu di laut yang lebih lama. Di Kabupaten Pinrang dan Majene, hanya menggunakan kapal penangkapan ikan yang kecil, menyebabkan kemampuan untuk menjelajahi perairan yang lebih jauh sangat terbatas dan hanya dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini juga dipengaruhi oleh lokasi penangkapan yang hanya berada dekat dengan pantai, sehingga tidak memerlukan armada penangkapan yang lebih besar. 44

10 Gambar 9 Skema proses penangkapan telur ikan terbang dengan BHP/bale-bale. 45

11 Gambar 10 Skema proses penangkapan ikan terbang dengan JIHP trip panjang. 46

12 Gambar 11 Skema proses penangkapan ikan terbang dengan JIHP trip harian. 47

13 3.5 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian dilakukan pada setiap musim dan daerah penangkapan. Data penelitian terdiri atas data parameter oseanografi yang diperoleh baik melalui pengukuran langsung (in-situ) maupun dengan menggunakan data citra penginderaan jauh (data SPL dari NOAA-AVHRR dan data kandungan klorofil dari SeaWiFS), serta data lokasi penangkapan dan hasil tangkapan ikan. Data jumlah hasil tangkapan dan parameter biologi ikan, diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran lapang melalui kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan pada setiap periode musim dan daerah penangkapan ikan (Tabel 8). Tabel 8 Data penelitian menurut periode musim dan DPI Daerah Penangkapan Ikan (DPI) Majene PPI I (DPI I) Pinrang/PPI II (DPI II) Barru/PPI III (DPI III) Takalar/PPI IV (DPI IV) Data Periode Musim Penelitian PMBT MT PMTB Jumlah Trip Lokasi Penangkapan API Hasil Tangkapan Jumlah Sampel Ikan Lintang, Bujur Lintang, Bujur Lintang, Bujur JIHP BHP/Bale- Bale JIHP BHP/Bale- Bale JIHP BHP/Bale- Bale Kg/Ekor Kg/Ekor Kg/Ekor 480 Ekor 480 Ekor 480 Ekor Parameter Biologi Panjang-berat, JK, dan TKG ikan Panjang-berat, JK, dan TKG ikan Panjang-berat, JK, dan TKG ikan Parameter Oseanografi Suhu, salinitas, arus, unsur nutrien, oksigen terlarut dan kandungan klorofil Suhu, salinitas, arus, unsur nutrien, oksigen terlarut dan kandungan klorofil Suhu, salinitas, arus, unsur nutrien, oksigen terlarut dan kandungan klorofil 48

14 3.5.1 Data oseanografi dan data citra penginderaan jauh Data parameter oseanografi berupa suhu, salinitas, kecepatan arus, unsur nutrien, dan oksigen terlarut perairan Selat Makassar, dikelompokkan menjadi data rataan setiap parameter yang diamati pada setiap periode musim pengamatan. Data suhu, salinitas, dan kecepatan arus diperoleh dari hasil pengukuran lapang (insitu) pada setiap trip penangkapan ikan. Pengukuran suhu dan salinitas perairan masing-masing menggunakan thermometer air raksa dan refractometer. Arah dan kecepatan arus sesaat diukur menggunakan tali berbandul dan stop watch serta kompas. Selain itu juga menggunakan data parameter oseanografi yang diperoleh dari hasil pengukuran sebelumnya oleh lembaga riset (BPPT). Satuan data masingmasing : suhu perairan dinyatakan dalam derajat celcius ( o C), salinitas perairan dinyatakan dalam permil ( ), arah dan kecepatan arus dinyatakan dalam o U-S dan cm/dtk, serta kandungan nutrien dinyatakan dalam µg/unsur nutrien, dan oksigen terlarut dinyatakan dalam satuan ml/l. Jumlah stasiun pengamatan oseanografi tidak sama pada setiap periode musim yang diakibatkan masalah teknis di lapangan, namun masih dalam wilayah perairan yang diamati mewakili setiap periode musim. Jumlah stasiun pengamatan oseanografi yang diperoleh dari hasil pengukuran sebelumnya, masing-masing pada peralihan musim barat timur sebanyak 26 stasiun, pada musim timur sebanyak 5 stasiun, dan pada peralihan musim timur barat 27 stasiun. Posisi stasiun pengambilan data oseanografi perairan Selat Makassar dari ketiga periode musim tersebut, ditunjukkan pada Gambar 12. Data citra NOAA-AVHRR digunakan untuk mendapatkan sebaran mendatar suhu permukaan laut (SPL) dan data citra SeaWiFS untuk sebaran mendatar kandungan klorofil perairan. Data citra pengideraan jauh NOAA-AVHRR diperoleh dari LAPAN Jakarta dan data citra SeaWiFS merupakan hasil download. Jumlah data citra yang digunakan masing-masing sebanyak 9 lembar mewakili setiap bulan selama 3 periode musim sesuai koordinat daerah pengamatan. 49

15 Lintang Selatan KALIMANTAN SULAWESI Bujur Timur (A) KALIMANTAN 5 SULAWESI Lintang Selatan KALIMANTAN Bujur Timur (B) SULAWESI Lintang Selatan Bujur Timur (C) Gambar 12 Posisi stasiun pengambilan data oseanografi (suhu, salinitas, arah dan kecepatan arus, fosfat, nitrat, silikat,, serta oksigen terlarut) di Selat Makassar : (A) PMBT, (B) MT, dan (C) PMTB. 50

16 3.5.2 Data biologi dan hasil tangkapan ikan terbang Data dinamika biofisik ikan terbang yang diamati, terdiri atas data panjang berat, jenis kelamin serta tingkat kematangan gonad ikan. Data panjang berat ikan dinyatakan dalam satuan cm dan g, data jenis kelamin ikan yakni jantan dan betina serta tingkat kematangan gonad (TKG) dinyatakan dalam satuan angka berurut dari I sampai IV. Pengukuran dan pengumpulan data dinamika biofisik ikan terbang, dilakukan di lapangan dan di laboratorium terhadap sampel ikan hasil tangkapan. Hasil tangkapan ikan yang diperoleh diambil secara acak sebanyak 40 ekor per trip penangkapan selama tiga periode musim menurut daerah penangkapan ikan. Sampel ikan tersebut selanjutnya dilakukan pengukuran panjang berat, jenis kelamin dan TKG masing-masing ikan. Pengukuran panjang ikan dilakukan dengan mengukur panjang total ikan (total length), menggunakan jangka sorong digital dengan ketelitian 0,01 mm yang dinyatakan dengan satuan cm. Pengukuran berat ikan dilakukan menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg berkapasitas 5 kg dan dinyatakan dalam satuan g. Untuk data jenis kelamin dan TKG ikan, dilakukan di laboratorium dengan terlebih dahulu memberi bahan pengawet berupa larutan formalin berkadar 40 % terhadap sampel ikan yang akan dianalisis Data lokasi penangkapan ikan dan telur terbang Penangkapan ikan dan telur ikan terbang secara langsung dilakukan, dimana setiap kapal penangkap ikan disertai enumerator lapang yang telah diberi pembekalan sebelumnya untuk memudahkan dan memahami dengan baik sejumlah teknik pencatatan dan pengumpulan data. Data lokasi penangkapan pada setiap trip untuk setiap kapal penangkapan yang digunakan, diperoleh dari hasil pencatatan Global Positioning System (GPS) yang dioperasikan selama operasi penangkapan berlangsung dan dinyatakan dengan koordinat lintang bujur. Selain mendapatkan data kordinat lokasi penangkapan ikan yang diperoleh melalui GPS, juga dicatat sejumlah data kondisi alam pada lokasi penangkapan ikan, seperti ada tidaknya burung laut yang beterbangan, buih-buih air di permukaan, hanyutan potongan kayu atau rumput laut, kondisi cuaca (berawan atau cerah, angin kencang atau teduh), serta kondisi perairan (tenang atau berombak). 51

17 Selain data yang diperoleh melalui hasil pengamatan dan pengukuran langsung di laut selama kegiatan penangkapan ikan dilakukan, juga dikumpulkan sejumlah data dari nelayan yang menjadi responden menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) (Lampiran 3), untuk menggali sebanyak mungkin informasi penting berkaitan dengan kegiatan perikanan ikan dan telur ikan terbang yang dilakukan selama ini oleh nelayan setempat Data sekunder dan data penunjang lainnya Data sekunder dan data penunjang lainnya untuk melengkapi sejumlah data penelitian yang diperlukan, yaitu : data jumlah dan nilai produksi ikan dan telur ikan terbang, data jumlah kapal dan alat penangkapan, serta data jumlah nelayan dan rumahtangga perikanan ikan terbang selama 10 (sepuluh) tahun ( ), diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) setempat. Data klimatologi berupa kecepatan dan arah angin serta curah hujan diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Sementara data pembanding lainnya, diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan di pusat-pusat riset dan lembaga penelitian. 3.6 Teknik Pengolahan dan Metode Analisis Data Pengolahan dan analisis data oseanografi Pengolahan dan analisis data oseanografi yaitu suhu, salinitas, kecepatan dan arah arus serta kandungan nutrien dan oksigen terlarut, dipisahkan menurut periode musim. Data ditabulasi dalam satu file data ke dalam bentuk tabel data menggunakan software Microsoft Excel. Data tersebut selanjutnya dipetakan menggunakan program surfer v. 7,0 untuk melihat sebaran mendatar dan sebaran melintangnya, dan ditampilkan dalam bentuk peta 3 (tiga) dimensi yang ditumpangtindihkan dengan peta dasar, menurut koordinat daerah dan lokasi penangkapan pada masing-masing musim. Selain itu juga ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar untuk setiap kelompok data. Untuk mengetahui adanya pengaruh variasi musim terhadap parameter oseanografi di perairan Selat Makassar, dilakukan analisis parameter oseanografi berdasarkan musim. Variasi musiman parameter oseanografi secara umum, ditunjukkan oleh nilai rata-rata parameter oseanografi dari semua stasiun 52

18 pengamatan pada musim yang sama. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata setiap parameter oseanografi berdasarkan musim, dilakukan uji statistik dengan analisis keragaman (Anova) yang digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan pada setiap musim (Zar, 1984). Data disajikan dalam bentuk tabulasi nilai rata-rata setiap parameter menurut musim, seperti disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Nilai rata-rata parameter oseanografi yang diuji perbedaannya dengan analisis keragaman (Anova) Parameter Variasi Musim Oseanografi PMBT MT PMTB Stasiun Y11 Y12 Y21 Y22 Y31 Y32 Y1n Y2n Y3n Jumlah J1 J2 J3 Rata-Rata Y 1 = J 1 /n 1 Y 2 = J 2 /n 2 Y 3 = J 3 /n 3 F hit = k 2 ( ni( Yi kyp) /( i 1 ni k 2 ( Yij Yi ) / i= 1 j= 1 i= 1 k 1)) ( n i 1)... (6) Y p = rata-rata nilai parameter oseanografi (suhu, salinitas, kecepatan arus kandungan fosfat, nitrat, silikat, dan oksigen terlarut); Yi = j/ni = rata-rata nilai parameter oseanografi pada musim ke-i; Y ij = nilai parameter oseanografi pada musim ke-i dan stasiun j; k = banyaknya perlakuan yang diuji (musim); dan n i = ukuran sampel dari populasi ke-i. Jika nilai Fhit > Ftabel 0,95 (k-1, Ó (ni-1) maka nilai rata-rata parameter oseanografi antar musim berbeda nyata (p<0,05) atau jika F hit > F tabel 0,99 (k-1, Ó (ni-1), maka rata-rata nilai parameter oseanografi antar musim berbeda sangat nyata (p<0,01). Uji statistik ini, menggunakan aplikasi software SPSS v. 11, Pengolahan dan analisis data hasil tangkapan Pengolahan dan analisis data hasil tangkapan ikan, dilakukan menurut periode musim dan daerah penangkapan ikan. Data hasil tangkapan ikan setiap 53

19 lokasi dan trip penangkapan, dinyatakan dengan jumlah hasil tangkapan ikan terbang dengan satuan ekor dan jumlah hasil tangkapan telur ikan terbang dengan satuan kg. Penghitungan jumlah hasil tangkapan baik ikan maupun telur ikan terbang, dilakukan pada setiap lokasi penangkapan setelah selesai pengangkatan alat tangkap (hauling). Analisis data jumlah hasil tangkapan menggunakan perangkat lunak SPSS v. 11,5 untuk melihat sebaran jumlah hasil tangkapan pada setiap lokasi penangkapan menurut musim. Hasil pengolahan dan analisis ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram Pengolahan dan analisis data biologi ikan Pengolahan dan analisis data biologi ikan terbang (panjang berat, jenis kelamin, dan TKG) dilakukan menggunakan program SPSS v. 11,5 untuk melihat distribusi, rataan, dan nilai simpangan data, serta program Surfer untuk analisis spasial. Distribusi parameter biologi ikan dilakukan untuk melihat sebaran data biologi ikan menurut musim dan daerah penangkapan. Data hasil olahan itu selanjutnya dianalisis untuk melihat keterkaitan data biologi ikan dengan sebaran musim dan daerah penangkapan, menggunakan analisis korelasi. Hasil olahan data tersebut kemudian ditampilkan secara bersamaan (overlay) antara data parameter oseanografi dengan peta dasar yang telah disiapkan sebelumnya. Data hasil analisis itu juga ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar secara bersamasama menurut kelompok musim dan daerah penangkapan Analisis parameter oseanografi dan hasil tangkapan ikan Untuk mengetahui hubungan antara parameter oseanografi dengan hasil tangkapan ikan terbang, dilakukan analisis regresi dengan menentukan hubungan tersebut ke dalam persamaan berikut, yaitu : Y = f(x 1, X 2, X 3, X 4, X 5, X 6, X 7 )...(7) Dimana Y = Kelimpahan Ikan (Ekor) X1 = Suhu ( o C); X 2 = Salinitas ( ); X3 = Kecepatan Arus (cm/dtk); X 4 = Kandungan Fosfat (ìg/l); X5 = Kandungan Nitrat (ìg/l); X 6 = Kandungan Silikat (ìg/l); dan 54

20 X 7 = Oksigen terlarut ( ml/l), Masing-masing parameter oseanografi, yakni : suhu, salinitas, kecepatan arus, kandungan fosfat, nitrat, silikat, dan oksigen terlarut diregresikan terhadap jumlah hasil tangkapan ikan dan diprediksikan persamaan regresinya yang sesuai dengan mempertimbangkan nilai r (korelasi). Nilai r ini menunjukkan keeratan hubungan antara kedua variabel yang dianalisis. Di dalam analisis regresi, nilai kelimpahan ikan merupakan jumlah hasil tangkapan ikan terbang yang diperoleh dari kegiatan penangkapan. Nilai parameter oseanografi yang digunakan di dalam analisis ini, merupakan rata-rata nilai setiap parameter yang diperoleh pada musim yang sama. Selain dengan analisis regresi untuk mengetahui hubungan parameter oseanografi dengan kelimpahan ikan, juga disajikan dalam bentuk peta tematik tumpangtindih antara setiap parameter dengan kelimpahan ikan yang didapatkan Analisis dinamika biologi dan hasil tangkapan ikan Analisis data dinamika biologi dan hasil tangkapan ikan terbang dilakukan menurut periode musim dan daerah penangkapan. Data dinamika biologi ikan meliputi data panjang berat, jenis kelamin, dan TKG ikan diperoleh dari sampel ikan hasil tangkapan. Untuk mengetahui hubungan antara dinamika biologi ikan dan hasil tangkapan menurut musim dan daerah penangkapan, dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sebaran dinamika biologi ikan dari hasil tangkapan ikan yang diperoleh menurut musim dan daerah penangkapan, menggunakan perangkat lunak SPSS v. 11, Analisis dinamika biologi ikan dan parameter oseanografi Analisis dinamika biologi ikan (panjang berat, jenis kelamin, dan TKG) dengan parameter oseanografi (suhu, salinitas, kecepatan arus, kandungan nutrien dan oksigen terlarut) dimaksudkan untuk mendapatkan sebaran kedua parameter tersebut menurut musim dan daerah penangkapan. Bertujuan untuk melihat keterkaitan antara sebaran parameter biologi ikan dengan sebaran parameter oseanografi, menggunakan analisis korelasi. Hasil analisis ini selanjutnya ditumpangtindih dengan peta dasar daerah penangkapan. Hal itu dimaksudkan untuk melihat sebaran spasial dan temporal kedua parameter tersebut. 55

21 3.6.7 Analisis dinamika biologi, musim dan daerah penangkapan ikan Analisis dinamika biologi ikan terbang, musim dan daerah penangkapan, dilakukan untuk melihat karakteristik perubahan dinamika biologi ikan berdasarkan musim dan daerah penangkapan. Data dianalisis selain menggunakan teknik tabulasi dalam bentuk persentase dan frekuensi kejadian dalam satu kelas tertentu, juga digunakan analisis varians (Anova) untuk melihat perbedaan parameter biologi ikan menurut musim dan daerah penangkapan. Parameter biologi ikan berupa panjang berat, jenis kelamin, dan tingkat kematangan gonad (TKG) selama tiga periode musim (PMBT, MT, dan PMTB) dan empat daerah penangkapan ikan (DPI I - IV). Uji lanjut dilakukan untuk mengetahui perubahan yang paling besar dari parameter biologi ikan tersebut pada setiap musim dan daerah penangkapan, menggunakan teknik analisis multiple comparison dari program multivariate analysis. Perubahan dinamika biologi ikan berdasarkan wilayah perairan sebagai daerah penangkapan (utara-selatan), digunakan uji-t untuk mengetahui adanya perbedaan parameter biologi ikan pada kedua wilayah penangkapan tersebut. 56

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar 21 3METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada tanggal 15 September 11 Desember 2010 ini bertempat di TPI Palabuhanratu. Sukabumi Jawa Barat. Kegiatan penelitian meliputi eksperimen langsung

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon (Lampiran 1). Survey dan persiapan penelitian seperti pencarian jaring,

Lebih terperinci

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 1. Ilustrasi Peta Lokasi Penelitian 42 Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 3. Alat yang Digunakan GPS (Global Positioning System) Refraktometer Timbangan Digital

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keadaan Umum Lokasi Penelitian

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Selat Makassar sebagai wilayah perairan laut yang berada di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan, merupakan salah satu wilayah perairan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2010. Pengambilan data lapangan dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 21 Juli

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI NELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di bulan Maret hingga bulan April 011. Penelitian ini meliputi pembuatan alat dan pengambilan data di Cisolok. Jaring rampus

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base. 31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan 39

Lebih terperinci

UKTOLSEYA (1978) menyatakan bahwa usaha-usaha perikanan di daerah pantai tidak terlepas dari proses-proses dinamika kondisi lingkungan laut yang

UKTOLSEYA (1978) menyatakan bahwa usaha-usaha perikanan di daerah pantai tidak terlepas dari proses-proses dinamika kondisi lingkungan laut yang UKTOLSEYA (1978) menyatakan bahwa usaha-usaha perikanan di daerah pantai tidak terlepas dari proses-proses dinamika kondisi lingkungan laut yang sangat mempengaruhi, seperti arus pasang dan arus surut.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian mengambil tempat di pulau Pramuka Kepulauan Seribu, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta (Peta Lokasi Lampiran

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cangkol Kampung Cangkol Kelurahan Lemah Wungkuk Kecamatan Lemah Wungkuk, Kota Cirebon Jawa Barat. Pengambilan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Teluk Mutiara Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur. Peta lokasi penelitian ditampilkan pada Gambar

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember 2011. Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember 2011. Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengamatan tingkah laku ikan pada proses penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya dilakukan di perairan Kabupaten Barru Selat Makassar, Sulawesi

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 33 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal yang digunakan merupakan sarana untuk mengangkut nelayan beserta alat tangkap ke daerah penangkapan ikan. Kapal yang biasa

Lebih terperinci

: Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator :..

: Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator :.. 173 Lampiran 34 Daftar Kuisioner Jenis Pertanyaan : Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator.. I Identitas Responden Nama

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas, terdiri dari wilayah perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km 2 dan zona ekonomi ekslusif (ZEE)

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian 23 3 METODE NELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di bulan Maret hingga bulan April tahun 2011. Penelitian ini meliputi: pembuatan alat dan pengambilan data di Cisolok. Jaring rampus

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Pengumpulan Data 17 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juli 2009 bertempat di PPN Tanjungpandan, Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung (Lampiran 1). 3.2 Bahan

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP 6 2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP Unit Penangkapan Ikan Kapal Pengoperasian kapal tonda atau yang dikenal dengan kapal sekoci oleh nelayan Sendang Biru dilakukan sejak

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Gambar 7 Peta lokasi penelitian.

3. METODOLOGI. Gambar 7 Peta lokasi penelitian. 23 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pangandaran, Jawa Barat (Gambar 7). Pengumpulan data jumlah hasil tangkapan dan posisi penangkapannya dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian di lapang dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Juni 2009. Penelitian dilaksanakan di Perairan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu (Lampiran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2013. Pengambilan sampel dilakukan selama 15 kali per stasiun secara kontinyu. Lokasi pengambilan sampel

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

CARA PENANGKAPAN, KELIMPAHAN DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING INSANG DI WADUK CIRATA JAWA BARAT

CARA PENANGKAPAN, KELIMPAHAN DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING INSANG DI WADUK CIRATA JAWA BARAT CARA PENANGKAPAN, KELIMPAHAN DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING INSANG DI WADUK CIRATA JAWA BARAT Sumindar dan Henra Kuslani Teknisi Litkayasa pada Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel ikan tuna mata besar dilakukan pada bulan Maret hingga bulan Oktober 2008 di perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan betutu yang tertangkap, sampel

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR ISI vi KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR ix I. PENDAHULUAN 1 II. SISTIMATIKA DAN DISTRIBUSI 8 A. Sistimatika 8 B. Distribusi 13 III. BIOLOGI REPRODUKSI 20 A. Nisbah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai Tulang Bawang. Pengambilan sampel dilakukan satu kali dalam satu bulan, dan dilakukan

Lebih terperinci

STUDI TENTANG PERIKANAN IKAN TERBANG DI SELAT MAKASSAR MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA BIOFISIK, MUSIM DAN DAERAH PENANGKAPAN MUHAMAD ALI YAHYA

STUDI TENTANG PERIKANAN IKAN TERBANG DI SELAT MAKASSAR MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA BIOFISIK, MUSIM DAN DAERAH PENANGKAPAN MUHAMAD ALI YAHYA STUDI TENTANG PERIKANAN IKAN TERBANG DI SELAT MAKASSAR MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA BIOFISIK, MUSIM DAN DAERAH PENANGKAPAN MUHAMAD ALI YAHYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian. 1. Materi. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian. 1. Materi. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Materi 1.1.Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu bibit Sargassum duplicatum, sampel air laut, kertas Whatman no.1, larutan sulfanilamida,

Lebih terperinci

METODE PENANGKAPAN IKAN

METODE PENANGKAPAN IKAN METODE PENANGKAPAN IKAN ASEP HAMZAH FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN PERIKANAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA TEXT BOOKS Today s Outline Class objectives Hook and line (handline, longlines, trolline, pole

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama bulan Februari-Mei 2013 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014. Pengambilan sampel dilakukan di Rawa Bawang Latak, Desa Ujung

Lebih terperinci

ZONASI PENANGKAPAN IKAN TERBANG DI SELAT MAKASSAR SEBAGAI SOLUSI MENGATASI ANCAMAN KEPUNAHAN

ZONASI PENANGKAPAN IKAN TERBANG DI SELAT MAKASSAR SEBAGAI SOLUSI MENGATASI ANCAMAN KEPUNAHAN ZONASI PENANGKAPAN IKAN TERBANG DI SELAT MAKASSAR SEBAGAI SOLUSI MENGATASI ANCAMAN KEPUNAHAN (Fishing Capture Zoning of Flying Fish in Makassar Strait as an Overcome Destruction Threat Solution) Muhamad

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

III. METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi S e l a t M a k a s s a r III. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan dimulai dari bulan September 2005 sampai Februari 2006. Rentang waktu tersebut mencakup

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 25 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, yang merupakan salah satu daerah penghasil

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu penelitian 1.1. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit S. duplicatum, sampel air laut, kertas whatman no.1, HCL 1N, Phenolpthaelin,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian peranan apartemen ikan pada penangkapan ikan dengan pancing ulur ini dilakukan di perairan Kota Cirebon dengan berpusat di Pangkalan Pendaratan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Cirebon Armada penangkapan ikan di kota Cirebon terdiri dari motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan dikota Cirebon

Lebih terperinci

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT. 3. METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Februari hingga Agustus 2011. Proses penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari dilakukan pengumpulan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Bintan Timur, Kepulauan Riau dengan tiga titik stasiun pengamatan pada bulan Januari-Mei 2013. Pengolahan data dilakukan

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

Nadhilah Nur Shabrina, Sunarto, dan Herman Hamdani Universitas Padjadjaran

Nadhilah Nur Shabrina, Sunarto, dan Herman Hamdani Universitas Padjadjaran PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN UTARA INDRAMAYU JAWA BARAT Nadhilah Nur Shabrina, Sunarto, dan Herman

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian A. Materi 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu bibit Sargassum polycystum (Lampiran 3), sampel air laut, kertas Whatman no.1, HCL 1N,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 10 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian adalah di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Ikan yang didaratkan di PPP Labuan ini umumnya berasal

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna 24 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna Pendataan produksi tuna di PPN Palabuhanratu pada tahun 1993-2001 mengalami perbedaan dengan data produksi tuna pada tahun 2002-2011. Perbedaan ini

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan dangkal Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan contoh ikan dilakukan terbatas pada daerah

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 25 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, yang merupakan salah satu daerah penghasil

Lebih terperinci

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR ABSTRAK PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR Erfind Nurdin Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristrasi I tanggal: 18 September 2007;

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net ) induk udang

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net ) induk udang Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi tiga lapis (trammel net ) induk udang ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Error! Bookmark not defined. Prakata...ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di kawasan perairan Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai dari bulan

Lebih terperinci

KAPAL IKAN PURSE SEINE

KAPAL IKAN PURSE SEINE KAPAL IKAN PURSE SEINE Contoh Kapal Purse Seine, Mini Purse Seine, Pengoperasian alat tangkap. DESAIN KAPAL PURSE SEINE Spesifikasi kapal ikan yang perlu di perhatikan : 1. Spesifikasi teknis : khusus

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan METODE PENELITIAN Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan pada perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Batas perairan yang diamati

Lebih terperinci

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 18 3 METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 hingga Juni 2011 dengan lokasi penelitian yaitu Perairan Selat Makassar pada posisi 01 o 00'00" 07 o 50'07"

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) 2.1 Potensi dan Usaha Perikanan di Indonesia 2.1.1 Perikanan dan Potensi Indonesia Berdasarkan UU. No 31 tahun 2004. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Sumber Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Sumber Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian pengaruh periode hari bulan terhadap hasil tangkapan dan tingkat pendapatan nelayan bagan tancap dilakukan selama delapan bulan dari bulan Mei 2009 hingga Desember

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR Oleh : MIRA YUSNIATI C06498067 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS Irfan A. Silalahi 1, Ratna Suwendiyanti 2 dan Noir P. Poerba 3 1 Komunitas Instrumentasi dan Survey

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga September 2013.

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net)

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net) Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net) ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di daerah Teluk Hurun, Lampung. Teluk Hurun merupakan bagian dari Teluk Lampung yang terletak di Desa Hanura Kec. Padang Cermin Kabupaten

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi 1.1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu bibit Sargassum polycystum, sampel air laut, kertas Whatman no.1, HCL 1N, Phenolpthaelin,

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna 38 6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna Berdasarkan data statistik Palabuhanratu tahun 1997-2011, hasil tangkapan Yellowfin Tuna mengalami fluktuasi. Jika dilihat berdasarkan data hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013. Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. kerapu macan ini berada di perairan sekitar Pulau Maitam, Kabupaten Pesawaran,

III. METODE PENELITIAN. kerapu macan ini berada di perairan sekitar Pulau Maitam, Kabupaten Pesawaran, III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk Budidaya kerapu macan ini berada di perairan sekitar Pulau Maitam, Kabupaten Pesawaran,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 17 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008-Mei 2009 di Lokasi Rehabilitasi Lamun PKSPL-IPB Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Tabel 5 Jenis alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

3 METODOLOGI. Tabel 5 Jenis alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Pembuatan kantong dan penutup kantong jaring dilaksanakan di laboratorium Alat Penangkap Ikan Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta pada bulan Juni sampai dengan Juli 2010.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Lokasi penelitian adalah Perairan Timur Laut Jawa, selatan Selat Makassar, dan Laut Flores, meliputi batas-batas area dengan koordinat 2-9 LS dan 110-126

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN: GAYA EXTRA BOUYANCY DAN BUKAAN MATA JARING SEBAGAI INDIKATOR EFEKTIFITAS DAN SELEKTIFITAS ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI PERAIRAN SAMPANG MADURA Guntur 1, Fuad 1, Abdul Rahem Faqih 1 1 Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk

III. METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk mengetahui kondisi awal daerah penelitian dan mempersiapkan perlengkapan untuk pengambilan

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode eksploratif pada setiap

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode eksploratif pada setiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deksriptif analitik. Pengambilan sampel dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode eksploratif pada setiap

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014 agar dapat mengetahui pola pemijahan. Pengambilan sampel dilakukan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara, pengoperasian bagan apung, dan pengukuran iluminasi

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci