Metode Diagnostik. Universitas Gadjah Mada 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Metode Diagnostik. Universitas Gadjah Mada 1"

Transkripsi

1 3 Metode Diagnostik Profesi di bidang kesehatan dalam prakteknya akan banyak menggunakan pengetahuan dan ketrampilan untuk memulihkan dan mempertahankan kesehatan pasien. Tujuan demikian tidak selalu dapat terwujud secara utuh, tetapi dalam keadaannya yang terbatas klinisi diharapkan dapat bekerja keras untuk memperoleh hasil optimal. Kebutuhan akan perawatan dan jenis perawatan yang tepat untuk seorang pasien sangat bergantung pada status kesehatan yang bersangkutan. Diagnosis merupakan suatu proses penilaian kesehatan pasien dan juga boleh dikatakan sebagai suatu formulasi hasil pemikiran klinisi. Disiplin kedokteran gigi yang berkompetensi secara khusus dengan pengetahuan dan seni untuk penilaian kesehatan dikenal sebagai oral diagnosis. Diantaranya termasuk evaluasi mengenai status kesehatan umum pasien atau asesmen fisik. Disiplin oral medicine meliputi semua aspek oral diagnosis dengan perhatian khusus pada management pasien yang kesehatan umumnya kurang menguntungkan (compromised general health) dan perawatan penyakit nondental yang melibatkan daerah oral dan perioral. 3.1 Metode Diagnostik Untuk menentukan keputusan diagnostik yang tepat diperlukan cara pendekatan yang sistematis terhadap berbagai masalah yang timbul pada setiap pasien. Pendekatan yang paling efektif untuk menentukan berbagai keputusan klinik dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah yang dikenal sebagai metode diagnostik. Walaupun unsurunsur dalam metode ilmiah seperti pengumpulan data, analisis data, testing hipotesis di dalam metode diagnostik sering disebut dengan istilah yang berbeda, tetapi secara konseptual sama. Proses analisis informasi klinis dalam diagnosis penyakit pada dasarnya tidak berbeda dengan metode ilmiah, yaitu dilakukannya suatu percobaan atau eksperimen untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Seperti terlihat pada gambar berikut, (Gb.- 1 ) menggambarkan sifat pengulangan / umpan batik dalam metode ilmiah, dimana berdasarkan data hasil experiment akan diformulasikan ssuatu hypotesis, yang selanjutnya dari hypotesis ini akan dilakukan kajian atau experimental berikutnya untuk uji hypothesis. Dalam tataran klinik maka experiment tersebut merupakan pengumpulan informasi yang dilakukan dengan meelakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratoris. Untuk menentukan diferensial diagnosis informasi yang terkumpul dari pemeriksaan tersebut akan dianalisis, dan lebih lanjut akan menghasilkan diagnosis Universitas Gadjah Mada 1

2 sementara atau diagnosis kerja. Pemeriksaan ulang setelah perawatan atau pengobatan pada dasarnya merupakan suatu uji hypotesis. Unsur-unsur dan urutan kegiatan dalam metode diagnostik untuk evaluasi pasien dental dapat dilihat pada bagan alir berikut ini. Walupun seluruh rangkaian kegiatan tersebut tidak pernah secara langsung terjadi dalam praktek, perlu diperhatikan bah wa berbagai temuan klinis dari seorang pasien mungkin berhubungan dengan beberapa penyakit yang berbeda. Tanda dan gejala dari penyakit tersebut sering sating tumpang tindih sehingga menyulitkan diagnosis. Pendekatan masalah pasien dengan menggunakan metode diagnostik demikian akan menjadi efektif karena dengan mengikuti secara runtut alur tahapan kegiatan yang ada, berbagai kesalahan yang sering terjadi di klinik dapat dikurangi. Gambar 3-1. Rangkaian unsur-unsur dalam metode diagnostik pasien dental Universitas Gadjah Mada 2

3 3.1.1 Mengumpulkan informasi Langkah awal metode diagnostik ialah mengumpulkan informasi diagnostik yang meliputi riwayat kesehatan rinci dari pasien, temuan hasil pemeriksaan klinis, dan hasil pemeriksaan penunjang diagnostik lain seperti pemeriksaan labotaorium. Perlu diperhatikan bahwa selama mengumpulkan informasi ini klinisi harus tetap bersifat obyektif. Pendapat atau pemikiran yang terlalu awal dapat menyebabkan kekeliruan diagnostik yang justru dapat menganggu persepsi dan akurasi informasi yang telah dikumpulkan. Informasi yang telah dikumpulkan dari seorang pasien disebut sebagai diagnostic database, merupakan suatu facta atau data dasar mengenai status awal pasien yang dapat digunakan sebagai pembanding untuk evaluasi perkembangan penyakit atau efektifitas perawatan maupun perkembangan abnormalitas yang baru. Diagnostic database meliputi riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan informasi yang diperoleh dari pemeriksaan penunjang diagnostik yang lain. Unsur-unsur yang terkadung di dalam database tersebut secara rinci adalah sebagai berikut: Data diagnostik untuk pemeriksaan dental yang Iengkap Riwayat Pasien Pemeriksaan fisik Identitas pasien Pemeriksaan Umum pasien Keluhan utama Pemeriksaan Ekstraoral Riwayat kronologis keluhan utama Pemeriksaan Intraoral Riwayat medik: Kondisi medik masa lampau Informasi penunjang diagnostik Infeksi dan immunisasi Pemeriksaan rad i ograf i k Perawatan / mondok di rumah sakit Pemeriksaan laboratorium klinik Allergi obat / makanan Pemeriksaan histopatologik Perawatan medik yang sedang berjalan Pemeriksaan mikrobiologik Riwayat Keluarga Konsultasi dan rujukan. Riwayat Social Review of Systems Riwayat Dental A. Riwayat pasien Merupakan sumber informasi diagnostik yang banyak memberi kontribusi untuk penilaian status kesehatan pasien. Riwayat pasien disusun dalam katagori berikut ini: Identitas pasien. Meliputi nama, umur, jenis kelamin, ras, alamat dan data personal yang lain. Informasi ini terutama penting untuk identifikasi dan keperluan administratif, namun untuk diagnosis Universitas Gadjah Mada 3

4 kondisi tertentu, informasi mengenai umur, jenis kelamin atau ras tidak jarang sa ngat di perlukan. Keluhan Utama ( Chief Complaint = CC ) Merupakan pernyataan pasien mengenai masalah yang sedang dihadapi atau sesuatu yang mendorong pasien datang ke klinik. Biasanya dicatat dalam bentuk kalimat seperti yang dikatakan pasien, karena dapat memberikan gambaran masalah yang sebenarnya. History of chief complaint ( Present illness = PI ) Berisikan tentang riwayat kronologis mengenai masalah pasien. Dari sini akan diperoleh penjelasan rind mengenai pengetahuan pasien mengenai masalah yang sedang dihadapi, diantaranya durasi, perawatan yang pernah diperoleh, atau hubungan antara keluhan dengan aktifitas fisiologis yang lain. Riwayat Medik ( Medical history = MH) Berisikan keterangan mengenai riwayat penyakit atau kondisi medik yang pernah di diagnose atau dialami pasien. Informasi ini biasanya dikelompokan dalam katagori penyakit masa lampau, immunisasi, riwayat mondok di rumah sakit, alergi atau riwayat pengobatan yang sedang dialami scat ini. Riwayat keluarga ( Family history ) Terdiri dari status kesehatan anggota keluarga, yang kemungkinan dapat mengungkap adanya kecenderungan untuk penyakit tertentu yang diwariskan seperti ischemic heart diasease, diabetes, hemofilia. Informasi penularan untuk infeksi menular tidak jarang dapat dilacak melalui riwayat keluarga. Riwayat Social ( Social history ) Termasuk disini ialah informasi mengenai status perkawinan, jumlah anak, tingkat pendidikan, hobi dan kebiasaan. Temuan demikian dapat mengungkap tentang gaya hidup pasien yang mungkin dapat menunjukkan kepekaan terhadap penyakit tertentu, atau sebagai pertimbangan mengenai perawatan gigi yang akan diberikan. Informasi me ngenai kejadian-kejadian yang dapat memberikan tekanan hidup atau yang mungkin dialami sehubungan dengan penyakitnya tidak dapat diabaikan. Beberapa kondisi tertentu ( bruxism, clenching habits atau myofunctional pain dysfunction syndrome atau MPDS ) sering berhubungan dengan ketegangan emosi atau keadaan yang kurang membahagiakan pasien. Review of systems ( ROS ) Peninjauan mengenai berbagai sistem tubuh ini tidak lain merupakan kajian mengenai kesehatan dan fungsi sistem fisiologik seperti terungkap dari pengalaman dan persepsi pasien. lni dapat diperoleh dengan menanyakan tentang adanya gangguan atau rasa tidak Universitas Gadjah Mada 4

5 enak, fungsi tubuh yang tidak seperti biasanya, kesukaran untuk melaksakanan tugas tertentu, dan pengalaman lain yang sering berhubungan dengan penyakit sistemik. Review system ini dirancang untuk identifikasi kemungkinan adanya penyakit yang belum terdiagnose sebelumnya dan juga untuk memperkirakan efektivitas perawatan yang diperoleh untuk penyakit yang telah diderita sebelumnya. Riwayat dental ( Dental History = DH ) Merupakan riwayat mengenai pengalaman tentang penyakit dan perawatan gigi yang pernah dialami termasuk juga cara-cara pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan. Perlu dicermati bahwa riwayat hilangnya beberapa gigi geligi karena tanggal dengan sendiri atau tanpa sebab yang pasti kemungkinan adanya sebab-sebab sistemik. B. Pemeriksaan fisik Merupakan kegiatan penting dalam diagnosis penyakit karena berbagai manifestasi penyakit dapat diidentifikasi, dan jika hal ini terlewatkan kadang tidak dapat lagi dilacak dari riwayat maupun pemeriksaan laboratoris. Pada dasarnya pemeriksaan fisik merupakan suatu kajian terhadap berbagai temuan yang telah dikumpulkan balk melalui anamnesis atau pemeriksaan penunjang yang lain. Secara konseptual dan procedural pemeriksaan fisik di klinik kedokteran gigi dapat dibagi menjadi pemeriksaan kesehatan umum pasien, pemeriksaan ekstra oral dan intraoral. Pemeriksaan umum Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mendapat gambaran umum mengenai status fisik maupun mental pasien, diantaranya dengan melakukan pengamatan gaya berjalan, status nutrisi, perawakan dan bentuk muka, keterbatasan fungsi, ekspresi wajah pasien dan vital signs. Cara berjalan pasien dapat mengisyaratkan adanya cacat-cacat ortopedik, neurologik atau penyakit otot, yang dapat dipakai untuk dasar penilaian tole ransi terhadap kerja fisik. Kesan mengenai status fisik umum pasien ini harus disimpulkan dengan hatihati. Bersamaan dengan anamnesis pemeriksa dapat sekaligus memperhatikan ekspresi, kesan usia, emosi, sikap pasien dan keadaan sakitnya. Periksaan Ekstra Oral Termasuk disini ialah pemeriksaan regio kepala dan leher dimaksudkan untuk evaluasi kemungkinan adanya kelainan yang berhubungan dengan kesehatan umum dan mempunyai relevansi dengan diagnosis dan perawatan oral. Walaupun dalam pemeriksaan rutin tidak selalu dilakukan identifikasi untuk setiap struktur diregio kepala dan le-her, kemampuan mengenali semua struktur yang ada merupakan dasar untuk melakukan pemeriksaan kiinis; sehingga kondisi-kondisi asimetri, perubahan warns, tekstur, dan gangguan fungsi dapat dibedakan dengan kondisi yang normal Universitas Gadjah Mada 5

6 Pemeriksaan Infra Oral Pemeriksaan awal mengenai kesan umum kesehatan oral sangat penting karena disamping menunjukkan kepada pasien bahwa keluhan mereka diperhatikan, penilaian demikan akan memberikan garis besar arch dan luasnya pemeriksaan serta kemungkinan diperlukan alat bantu pemeriksaan atau tes khusus.dari kesan awal mengenai kondisi oral pasien, pemeriksa akan lebih mudah menentukan daerah-daearah mana yang memerlukan perhatian lebih khusus. C. Pemeriksaan penunjang diagnostik Bertambahnya pengetahuan tentang berbagai macam penyakit yang mengenai rongga mulut, maka semakin besar Pula manfaat yang diambil dari hasil pemeriksaan penunjang diagnostik dalam identifikasi suatu penyakit. Walaupun tidak secara rutin dilaksanakan, pemeriksaan penunjang dagnostik seperti radiografi, pemeriksaan laboratoris (darah, urin, atau cairan jaringan yang lainnya, identifikasi mikrobiologik) dan pemeriksaan jaringan biopsi sangat diperlukan untuk menegakan diagnosis. penyakit atau kasus tertentu. Hanya perlu dicatat bahwa untuk pemeriksaan demikian memerlukan waktu yang relatif lama dan juga biaya tambahan. Karena lesi di mulut sering merupakan komplikasi, akibat atau manifestasi dari penyakit sistemik kebutuhan untuk pemeriksaan labortaris akan meningkat. Disamping itu rujukan atau konsultasi dalam rangka mendapatkan informasi tambahan atau meminta pendapat dari ahli yang lain sangat diperlukan dalam penanganan kasus-kasus di muiut. Namun perlu diperhatikan bahwa pemeriksaan laboratoris semata jarang sekali dapat menetapkan sifat dari suatu lesi di mulut, untuk itu maka dalam pelaksanaannya pemgambilan riwayat, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang diagnostik yang lain hendaknya dilakaksanakan secara terpadu sebagai suatu rangakaian pemeriksaan pasien bukan merupakan pemeriksaan yang berdiri sendiri. Konfirmasi antara hasil masing-masing teknik pemeriksaan tersebut akan memberikan informasi diagnostik yang sangat berguna untuk menegakkan diagnosis Evaluasi informasi diagnostik Tahap ke dua dalam proses diagnostik ialah mengorganisir dan menentukan arti klinis dari berbagai informasi yang telah dikumpulkan, antara lain dengan membandingkan berbagai temuan klinis dengan pengetahuan dasar seperti anatomi, fisiologi, patologi dan berbagai pengalaman klinis yang telah diperoleh sebelumnya. Temuan-temuan yang tidak lazim akan dikorelasikan untuk diidentifikasi keterkaitannya dan persamaan dalam susunan atau suatu pola yang mengisyaratkan pada tanda-tanda penyakit tertentu. Da-lam evaluasi ini Universitas Gadjah Mada 6

7 harus dikaji mengenai ketepatan informasi yang diperoleh dan untuk hal-hal yang kontradiktif perlu dicari penjelasan lebih lanjut. Tidak jarang perlu informasi tambahan dengan melakukan pengulangan beberapa prosedure diagnostik seperti anamnesis atau pemeriksaan klinis, bahkan kadang harus dilakukan tes atau pemeriksaan tambahan yang lebih khusus. Data diagnostik dari riwayat pasien, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang lain umumnya direkam dalam kartu status berdasarkan kelompok pemeriksaan. Selanjutnya dilakukan pengelompokan untuk sejumlah temuan klinis yang mempunyai kaitan penting dengan perubahan fisiologis atau tanda gejala penyakit tertentu. Pada tahapan ini akan diseleksi apakah informasi tersebut banyak memberikan kontribusi untuk masalah medik, dental, atau masalah nondental. Beberapa temuan atau suatu penampiian spesifik dapat berhubungan dengan lebih dari satu katagori masalah tersebut Asesmen fisik Informasi yang berhubungan dengan status medik pasien disusun berdasarkan sistem fisiologik. Temuan-temuan yang berhubungan dengan satu sistem khusus dikelompokkan berdasarkan relasinya dengan kondisi-kondisi medik yang telah ada sebelumnya, penyakit yang sedang didiagnose, atau dengan penyakit yang belum terdiagnose. Jika hubungannya dengan sistem khusus tidak nyata, maka beberpa gejala tertentu seperti kehilangan berat badan, demam dikelompokkan sebagai masalah kesehatan umum. Kondisi dental Informasi mengenai kondisi gigi geligi yang abnormal balk dari keluhan utama, riwayat dental, atau pemeriksaan klinis dan radiografis ditetapkan apakah disebabkan karena kelainan primer di gigi atau dari jaringan pendukungnya. Kondisi yang abnormal pada gigi geligi juga dapat memberi kontribusi untuk asesmen kondisi sistemik. Misalnya periodontitis yang progresif merupakan salah satu bentuk typikal pada fungsi immun yang compromised dan diabetes melitus. Kondisi Nondental Abnormalitas rongga mulut dan struktur perioral yang tidak berhubungan dengan gigi geligi umumnya dikelompokkan sebagai perubahan pada mukosa, pembesaran jaringan lunak, abnormalitas tulang, dan manifestasi dari sindrom klinik. Evaluasi informasi diagnostik yeng terkait dengan kondisi nondental lebih rind dibahas pada bab-bab berikutnya. Setelah berbagai kombinasi informasi dikumpulkan klinisi harus mengambil keputusan awal untuk setiap persoalan diagnostik yang terkait. Untuk identifikasi masalah diagnsotik pasien dan menentukan cara pendekatan ke arah diagnosis. maka pemahaman tentang relasi, reliabilitas, konsistensi, dan anti klinis dari informasi yang telah dikumpulkan sangat diperlukan. Universitas Gadjah Mada 7

8 3.1.3 Formulasi diagnostik Pada tahapan ini akan dibuat berbagai formulasi atau rumusan pemikiran mengenai sifatdasar temuan tidak lazim yang dijumpai. Setiap rumusan pemikiran atau diagnosis tersebut merupakan penjelasan untuk setiap unsur dari status pasien yang paling konsisten dengan informasi yang telah diperoleh. Hal demikian pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan formulasi hypotesis di dalam metode ilmiah. Dalam beberapa hal mungkin diagnosis tidak terlalu spesifik, pendekatan diagnostik untuk masalah yang khusus akan bergantung pada keterlibatan masalah tersebut dengan penyakit sistemik, abnormalitas dental atau nondental. Penyakit sistemik Diagnose penyakit sistemik pada dasarnya diluar lingkup praktek dokter gigi. Namun demikian beberapa dokter gigi mendapat latihan atau pengalaman yang cukup untuk melakukan dan menginterprestasikan prosesdur pemeriksaan fisik, seperti asesmen bunyi jantung yang sangat penting untuk diagnose penyakit sistemik. Dalam konteks perawatan dental, diagnosis definitif penyakit sistemik tidak boleh dikacaukan de ngan asesmen fisik kesehatan umum pasien yang menjadi tanggung jawab dokter gigi. Jika dari riwayat, pemeriksaan fisik, dan evaluasi temuan diagnostik yang lain dicurigai adanya penyakit sistemik, perlu dilakukan konsultasi atau rujukan sehingga diagnose difinitif penyakit sistemik dapat ditegakkan. Dari sini maka dokter gigi dapat menyusun atau memodifikasi perawatan dental yang sesuai dengan kondisi kesehatan pasien. Penyakit dental Termasuk di sini ialah karies, gingivitis, lesi periapikal sebagai akibat nekrose pulpa, gangguan perkembangan dental dan abnormalitas erupsi gigi. Sebagian besar kondisi demikian mempunyai penampilan klinis yang cukup khas, sehingga diagnosis yang pasti umumnya tidak sulit untuk ditegakkan. Disamping itu karena kondisi dental begitu sering dijumpai, maka dokter gigi akan sangat familier dengan berbagai variasi perubahan yang sering terjadi pada penyakit dental. Tantangan yang harus dihadapi dalam persoalan diagnotik kondisi dental ialah menentukan perluasan lesi dan faktorfaktor lain yang harus dipertimbangkan dalam memutuskan perawatan yang akan diberikan. Kondisi nondental Dokter gigi mempunyai tanggung jawab untuk menentukan diagnosis dan pera watan kondisi nondental di mulct dan jaringan sekitarnya. Pada umumnya abnormlitas nondental memberikan tantangan diagnostik yang lebih sulit daripada penyakit dental. Pertama, sebagian kondisi ini lebih jarang dijumpai daripada penyakit dental, sehingga kesempatan dan pengalaman serta kepercayaan untuk menentukan diagnosis dan perawatannya sangat terbatas. Kedua, diagnosis kondisi oral yang nondental tidak dapat didasarkan semata-mata pada penampilan lesi atau tanda-tanda disfungsi seperti penya kit Universitas Gadjah Mada 8

9 dental. Ini disebabkan karena suatu abnormalitas nondental yang sama dapat merupakan manifestasi berbagai penyakit lain yang berbeda. Untuk diagnosis kelainan nondental dilakukan pendekatan melaiui diagnosis diferensial yaitu dengan cara membandingkan berbagai tanda-gejala dari dua atau lebih penyakit. Didalam fikiran klinisi dibuat daftar berbagai penyakit yang dapat menjelaskan penampilan umum lesi atau disfungsi yang terjadi. Temuan diagnostik spesifik pada pasien yang berlawanan dengan ciri khas penyakit-penyakit tersebut dapat dikesampingkan. Setelah beberapa penyakit dapat dikesampingkan sisanya disusun berdasar urutan probabilitas diagnotik. Yang paling mendekati diagnosis disebut sebagai diagnosis kerja atau the working diagnosis, the presumtive diagnosis atau the clinical impression. Untuk membedakan diagnosis kerja dan kemungkinan diagnose yang lain sering memerlukan test tambahan dan pengobatan awal. Pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan mikrokopik jaringan biasanya akan dapat lebih mengarah ke pada diagnosis penyakit tunggal yang dikenal sebagai diagnosis difinitif, the final diagnosis atau hanya diagnosis saja. Diagnosis inilah yang dipakai sebagai landasan menajemen difinitif dari masalah yang dihadapi pasien Reassesmen Tahap reasesmen dalam metode diagnostik equivalent dengan testing hipotesis dalam metode ilmiah. Diagnosis dari suatu abnormalitas mengisyaratkan perlunya test tambahan atau perawatan yang sesuai. Dari sini klinisi kadang dapat memprediksi respon setelah perawatan. Kajian ulang terhadap abnormalitas setelah perawatan pada dasarnya juga merupakan tes diagnosis. Respons sebagaimana telah diprediksikan sedikit banyak akan menguatkan diagnosis, sementara jika hasilnya diluar dugaan semula mengisyaratkan bahwa diagnosis salah. Reasesmen abnormalitas setelah dilakukan perawatan atau tindakan merupakan tahap akhir metode diagnostik, meliputi penilaian kembali gejala-gejala yang dirasakan pasien, dan pemeriksaan ulang daerah yang terlibat setelah periode waktu tertentu. Ini merupakan tahapan testing hypothesis dalam diagnosis klinik. Jika diagnosis benar, perawatan tepat, dan perawatan tersebut mampu dilaksanakan, maka respon kondisi tersebut dapat diprediksi. Abnormalitas yang curable akan mengalami penyembuhan secara komplet, sedang incurable diseases harus dikendalikan dengan suatu perawatan atau berkembang konsisten sejalan dengan illness. Jika reasesmen menunjukkan hasil diluar dugaan semula, maka klinisi perlu mempertimbangkan apakah pelaksanaan perawatan adekuat, perawatan tidak tepat atau diagnosis salah. 3.2 Tipe-tipe pemeriksaan Universitas Gadjah Mada 9

10 Metode diagnostik dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Modifikasi demikian umumnya akan membatasai jumlah informasi diagnostik awal yang dikumpulkan atau lingkup keputusan diagnostik yang harus ditentukan. Dengan tanpa mengurangi kualitas diagnosis maka karena aspek kepraktisan, ongkos, ketrampilan dan sasaran yang ingin dicapai ada dua tipe pemeriksaan yang sering dipakai yaitu: a. Pemeriksaan lengkap b. Pemeriksaan singkat: pemeriksaan recall (evaluasi ulang) pemeriksaan skrening pemeriksaan darurat a. Pemeriksaan lengkap Dalam pemeriksaan ini dilakukan asesmen yang menyeluruh untuk mengumpulkan informasi yang lengkap sebagai data base. Hasil pemeriksaan ini digunakan untuk identifikasi kelainan atau penyakit oral serta pengelolaannya secara menyeluruh. Tipe pemeriksaan demikian sering digunakan untuk: (1) pemeriksaan rutin setiap pasien baru (sebelumnya belum pernah merneriksaan diri), (2) pemeriksaan periodik dan (3) pemeriksaan untuk pasien dengan masalah kompleks dan memerlukan rujukan. Dalam pemeriksaan ini dikumpulkan semua informasi diagnostik yang lengkap meliputi riwayat pasien, pemeriksaan fisik ekstra dan intraoral yang rinci, pemeriksaan tambahan khusus seperti dental radiograf, asesmen fisik, dan diagnosis seluruh kondisi oral dan perioral. Data demikian merefleksikan status awal pasien, yang dapat dipakai sebagai pembanding mengenai efektifitas suatu perawatan. Disamping itu dukoment status awal yang lengkap sangat penting untuk perlindungan hukum bagi klinisi. Walaupun memerlukan waktu yang lama pemeriksaan ini merupakan dasar diagnosis yang dapat dipercaya untuk perawatan dental yang lengkap. b. Pemeriksaan singkat Berbeda dengan pemeriksaan lengkap, pemeriksaan singkat ini lebih ringkas karena informasi yang dikumpulkan tidak menyeluruh. Pemeriksaan demikian biasanya dipergunakan untuk tujuan khusus atau keperluan tertentu. Pemeriksaan ulang. Pemeriksaan ini cocok untuk pasien yang sebelumnya sudah mempunyai data diagnotik dental yang lengkap, dengan asumsi bahwa sebagian informasi yang ada masih akurat tetapi untuk aspek yang lain seperti status medik dan dental mungkin telah berubah. Hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan pada pasien mengenai perubahan-perubahan yang telah terjadi sejak pemeriksaan terakhir. Sasaran utama pemeriksaan ini ialah identifikasi kondisi yang telah berubah dan perlu dtambahkan Universitas Gadjah Mada 10

11 pada database lama, sehingga dapat merefleksikan status pasien yang barn. Pemeriksaan ini sering digunakan untuk evaluasi perkembangan penyakit, efektifitas perawatan atau pengkajian ulang prognosis. Pemeriksaan skrening. Tujuan pemeriksaan ini terbatas untuk mendapatkan informasi tentang suatu kondisi atau kelainan, tanpa memerlukan diagnosis menyeluruh atau tanggung jawab perawatan pada pasien. Sebagai contoh misalnya pemeriksaan skrening untuk kanker rongga mulut. dalam hal ini perhatian tertuju pada apakah ada kanker oral atau tidak, tanpa memperhatikan secara khusus mengenai pemeriksaan rutin kondisi dental dan asesmen fisik. Pemeriksaan ini sering dipergunakan untuk evaluasi secara kasar penyakit atau untuk studi epidemiologi. Pemeriksaan darurat. Dirancang untuk menangani kondisi yang sifatnya darurat, akut dan memerlukan penanganan dengan cepat, seperti nyeri, perdarahan, trauma atau infeksi akut atau suatu masalah pasien yang diyakininya bahwa kondisi tersebut bersifat darurat. Sasaran utama pemeriksaan ditujukan terhadap keluhan utama, diagnosis penyebab, kemudian menghilangkan penyebab atau merawatnya. Di puskesmas misalnya pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk pemeriksaan pertotongan pertama atau untuk keadaan yang sulit dikerjakan sehingga kasus tersebut perlu segara dirujuk. Pada dasarnya tidak ada prosedur rutin untuk kondisi darurat karena sangat bergantung pada kemampuan masing-masing pemeriksa. Dalam hal kelengkapan peralatan dan kemampuan dokter memenuhi, unsur-unsur yang terkandung dalam pemeriksaan darurat sama dengan pemeriksaan skrening atau pemeriksaan ulang, kacuali sasaran pemeriksaan yang berbeda yaitu pemeriksaan klinis dengan perhatian khusus pada daerah keluhan. Universitas Gadjah Mada 11

Diagnosis Diferensial

Diagnosis Diferensial 5 Diagnosis Diferensial Diagnose sebagian besar penyakit umumnya dapat ditentukan melalui tanda dan gejala klinis yang ada. Namun perlu dicermati bahwa tanda dan gejala demikian tidak selalu spesifik untuk

Lebih terperinci

DETEKSI DAN MANAJEMEN PENYAKIT SISTEMIK PADA PASIEN GIGI-MULUT DENGAN KOMPROMIS MEDIS. Harum Sasanti FKG-UI, Departemen Ilmu Penyakit Mulut

DETEKSI DAN MANAJEMEN PENYAKIT SISTEMIK PADA PASIEN GIGI-MULUT DENGAN KOMPROMIS MEDIS. Harum Sasanti FKG-UI, Departemen Ilmu Penyakit Mulut DETEKSI DAN MANAJEMEN PENYAKIT SISTEMIK PADA PASIEN GIGI-MULUT DENGAN KOMPROMIS MEDIS Harum Sasanti FKG-UI, Departemen Ilmu Penyakit Mulut Alur Presentasi Pendahuluan Tujuan presentasi Rasional deteksi

Lebih terperinci

CLINICAL PROCESS dan POMR

CLINICAL PROCESS dan POMR CLINICAL PROCESS dan POMR Pendahuluan Pasien datang berobat karena mempunyai MASALAH KLINIS Dokter bekerja untuk menyelesaikan MASALAH KLINIS PASIEN Penyelesaian masalah klinis pasien memerlukan langkah-langkah

Lebih terperinci

ENDODONTIC-EMERGENCIES

ENDODONTIC-EMERGENCIES ENDODONTIC-EMERGENCIES (Keadaan darurat endodontik) Keadaan darurat adalah masalah yang perlu diperhatikan pasien, dokter gigi dan stafnya. Biasanya dikaitkan dengan nyeri atau pembengkakan dan memerlukan

Lebih terperinci

Xpidemiologi Klinik adalah Penerapan prinsip prinsip dan metode

Xpidemiologi Klinik adalah Penerapan prinsip prinsip dan metode UJI DIAGNOSTIK DALAM EPIDEMIOLOGI KLINIK Xpidemiologi Klinik adalah Penerapan prinsip prinsip dan metode metode epidemiologi ke dalam praktek kedokteran klinik. Epidemiologi klinik merupakan salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benjolan pada payudara merupakan keluhan yang paling sering ditemui pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang bersifat jinak mengalami peningkatan

Lebih terperinci

PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD (POMR) By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada

PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD (POMR) By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD (POMR) By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada Problem Oriented Medical Record merupakan suatu sistem yang memberikan cara dokumentasi menurut sistem

Lebih terperinci

a) Mengenal Analisis Kualitatif b) Mengetahui komponen Analisis Kualitatif c) Mengenal perbedaan analisis kuantitatif dan kualitatif

a) Mengenal Analisis Kualitatif b) Mengetahui komponen Analisis Kualitatif c) Mengenal perbedaan analisis kuantitatif dan kualitatif E BAB V: MENGENAL ANALISIS KUALITATIF Tujuan Pembelajaran a) Mengenal Analisis Kualitatif b) Mengetahui komponen Analisis Kualitatif c) Mengenal perbedaan analisis kuantitatif dan kualitatif Definisi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar 2013, perokok aktif mulai dari usia 15 tahun ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAYANAN REKAM MEDIS

PEDOMAN PELAYANAN REKAM MEDIS PEDOMAN PELAYANAN REKAM MEDIS I. PENDAHULUAN Rekam medis berdasarkan sejarahnya selalu berkembang mengikuti kemajuan ilmu kesehatan dan kedokteran. Sejak masa pra kemerdekaan rumah sakit di Indonesia sudah

Lebih terperinci

mendiagnosis penyakit meramalkan prognosis merencanakan perawatan Klasifikasi mengalami perubahan sejalan dgn bertambahnya pemahaman ttg etiologi dan

mendiagnosis penyakit meramalkan prognosis merencanakan perawatan Klasifikasi mengalami perubahan sejalan dgn bertambahnya pemahaman ttg etiologi dan Pengklasifikasian penyakit perlu untuk: mendiagnosis penyakit meramalkan prognosis merencanakan perawatan Klasifikasi mengalami perubahan sejalan dgn bertambahnya pemahaman ttg etiologi dan patologi penyakit

Lebih terperinci

DESKRIPSI KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

DESKRIPSI KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA PENDIDIKAN KEDOKTERAN 7 LAMPIRAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA UNTUK PENDIDIKAN KEDOKTERAN DESKRIPSI UMUM DESKRIPSI KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci

PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007

PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 SKRIPSI Oleh Siska Yuni Fitria NIM 042010101027 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid atau Typhus Abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah kesehatan gigi dewasa ini tidak hanya membahas gigi geligi saja, tetapi telah meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas

Lebih terperinci

Asuhan Kebidanan Koprehensif..., Dhini Tri Purnama Sari, Kebidanan DIII UMP, 2014

Asuhan Kebidanan Koprehensif..., Dhini Tri Purnama Sari, Kebidanan DIII UMP, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuhan kebidanan komprehensif merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan laboratorium dan konseling. Asuhan kebidanan komprehensif

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental dikenal memiliki peranan yang penting dalam bidang kedokteran gigi yakni membantu dalam menegakkan diagnosa, menentukan rencana perawatan dan mengevaluasi

Lebih terperinci

Metodologi Asuhan Keperawatan

Metodologi Asuhan Keperawatan Metodologi Asuhan Keperawatan A. Pendahuluan Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan

Lebih terperinci

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER Tujuan Terapi Ketergantungan Narkotika Abstinensia: Tujuan terapi ini tergolong sangat ideal. Sebagian besar pasien ketergantungan narkotika

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI LAPORAN PRAKTIKUM Oral Infection by Staphylococcus Aureus in Patients Affected by White Sponge Nevus: A Description of Two Cases Occurred in the Same Family Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J 52010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis. Kehamilan merupakan keadaan fisiologis wanita yang diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN. jenis. Kehamilan merupakan keadaan fisiologis wanita yang diikuti dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehamilan merupakan sebuah peristiwa alamiah yang dialami setiap wanita yang telah berumah tangga atau telah melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis. Kehamilan

Lebih terperinci

TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007

TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi

Lebih terperinci

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER Tujuan Terapi Ketergantungan Narkotika Abstinensia: Tujuan terapi ini tergolong sangat ideal. Sebagian besar pasien ketergantungan narkotika tidak mampu atau kurang termotivasi

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR : 224/RSPH/I-PER/DIR/VI/2017 TENTANG PEDOMAN REKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR : 224/RSPH/I-PER/DIR/VI/2017 TENTANG PEDOMAN REKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR : 224/RSPH/I-PER/DIR/VI/2017 TENTANG PEDOMAN REKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sakit pasal 1 ayat 1 menyatakan rumah sakit adalah suatu institusi. pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Sakit pasal 1 ayat 1 menyatakan rumah sakit adalah suatu institusi. pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 1 ayat 1 menyatakan rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan aset berharga, tidak hanya bagi individu tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan aset berharga, tidak hanya bagi individu tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan aset berharga, tidak hanya bagi individu tetapi juga untuk negara manapun. Setiap negara dapat berkembang cepat ketika penduduknya sehat dan menjalani

Lebih terperinci

TUJUAN WAWANCARA MEDIS

TUJUAN WAWANCARA MEDIS WAWANCARA MEDIS Mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dari pasien mengenai keadaan penyakitnya (awal dan riwayat) Bagian terpenting dalam proses diagnosa dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh memiliki pusat pengaturan yang diatur oleh otak. Otak merupakan organ paling besar dan paling kompleks pada sistem saraf. Sistem saraf merupakan sistem fungsional

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam penyelesaian Tugas Akhir ini digunakan landasan teori yang membahas tentang teori yang dijadikan sebagai acuan dalam menyelesaikan permasalahan. 2.1 Sistem Informasi Kesehatan

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) JUDUL MATA KULIAH : Periodonsia I NOMOR KODE/ SKS : PE 142/ 2 SKS GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) A. DESKRIPSI SINGKAT : Mata Kuliah ini membahas mengenai pengenalan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

RENCANA PERAWATAN PERIODONTAL

RENCANA PERAWATAN PERIODONTAL 13 Rencana perawatan periodontal BAB 2 RENCANA PERAWATAN PERIODONTAL Dalam penanganan kasus periodontal, apabila diagnosis penyakit sudah ditegakkan dan prognosis diramalkan maka langkah berikutnya adalah

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada bidang ortodontik, usia merupakan hal yang penting dalam menentukan prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan mandibula dan maksila yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit 1. Definisi Rumah Sakit a. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2010 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang dikeluhkan masyarakat Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) dan menempati peringkat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Rekam Medis a. Definisi Rekam Medis Definisi Rekam Medis dalam berbagai kepustakaan dituliskan dalam berbagai pengertian: 1) M.Jusuf Hanafiah dan Amri Amir

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar

Lebih terperinci

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan secara bio,psiko,sosial dan spiritual dengan tetap harus memperhatikan pasien dengan kebutuhan khusus dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Edentulus penuh merupakan suatu keadaan tak bergigi atau tanpa gigi di dalam mulut. 1 Edentulus penuh memberikan pengaruh pada kesehatan fisik dan mental yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi yang paling sering dilakukan adalah ekstraksi atau pencabutan gigi. 1 Ekstraksi gigi merupakan bagian paling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut - Pendidikan (RSGM-P FKG UI) pada periode 6 Oktober 2008-10 November 2008. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Permenkes Nomor 269 Tahun 2008, sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran

Lebih terperinci

Bismillaahirrahmaanirrahiim PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PROF. DR. TABRANI NOMOR : 092/RSTAB/PER-DIR/III/2015

Bismillaahirrahmaanirrahiim PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PROF. DR. TABRANI NOMOR : 092/RSTAB/PER-DIR/III/2015 Bismillaahirrahmaanirrahiim PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PROF. DR. TABRANI NOMOR : 092/RSTAB/PER-DIR/III/2015 Menimbang : TENTANG KEBIJAKAN ASESMEN PASIEN DIREKTUR RUMAH SAKIT PROF. DR. TABRANI a. Bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PERSYARATAN PRODUK

BAB I PERSYARATAN PRODUK BAB I PERSYARATAN PRODUK 1.1 Pendahuluan Setiap pasien yang menjalani perawatan medis di suatu instansi kesehatan, pasien tersebut tentu memiliki data rekam medis. Data rekam medis tersebut memiliki fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap A. Pemeriksaan penunjang - Darah lengkap Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia sebagai penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan antikonvulsan, dapat mensupresi sumsum

Lebih terperinci

PROFIL LULUSAN DOKTER GIGI DI INDONESIA

PROFIL LULUSAN DOKTER GIGI DI INDONESIA PROFIL LULUSAN DOKTER GIGI DI INDONESIA Lulusan dokter gigi yang diharapkan sesuai dengan standar pendidikan dan kompetensi sebagai berikut: DOMAIN I : PROFESIONALISME Melakukan praktik di bidang kedokteran

Lebih terperinci

Rencana Perawatan. Universitas Gadjah Mada 1

Rencana Perawatan. Universitas Gadjah Mada 1 6 Rencana Perawatan 6.1 Konsep rencana perawatan Diagnosis dan rencana perawatan merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari praktek dokter gigi sehari-hari. Prosedur demikian menuntut klinisi untuk

Lebih terperinci

PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK

PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK Oleh : Dr. Edison, MPH Bagian Ilmu Kesehatan Masysarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Andalas EPIDEMIOLOGI : Ilmu yang mempelajari frekuensi

Lebih terperinci

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN KLINIS PUSKESMAS PEKAUMAN

PANDUAN PELAYANAN KLINIS PUSKESMAS PEKAUMAN PANDUAN PELAYANAN KLINIS PUSKESMAS PEKAUMAN BAB I DEFINISI Panduan Pelayanan Klinis Bagi Dokter di Puskesmas Pekauman bertujuan untuk memberikan acuan bagi Dokter dalam memberikan pelayanan di Puskesmas

Lebih terperinci

KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS HEPATITIS BERDASARKAN KUNING PEKANBARU

KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS HEPATITIS BERDASARKAN KUNING PEKANBARU KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS HEPATITIS BERDASARKAN KUNING PEKANBARU Tri Purnama Sari 1 2 Abstract coding properly. Keywords: Accuracy, ICD-10 codes, and Diagnosis Hepatitis Abstrak Kegiatan dan tindakan serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN I. Latar Belakang Rekam medis berdasarkan sejarahnya sejarahnya selalu berkembang mengikuti kemajuan ilmu kesehatan dan kedokteran. Sejak masa pra kemerdekaan, rumah sakit di Indonesia sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang dalam kesibukan dan aktivitas yang terus dijalani, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang dalam kesibukan dan aktivitas yang terus dijalani, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang dalam kesibukan dan aktivitas yang terus dijalani, tidak menyadari bahwa tubuhnya terus berinteraksi dengan sesama lingkungan, hewan, dan tumbuh-tumbuhan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental biasa digunakan untuk membantu menemukan masalah pada rongga mulut pasien. Radiografi melibatkan penggunaan energi sinar untuk menembus gigi dan merekam

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS

DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS Landasan hukum yang mendasari penyelenggaraan rekam medis di Indonesia: a. UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 pada pasal 53, disebutkan bahwa setiap tenaga kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Praktik Kolaboratif Definisi praktik kolaboratif menurut Jones (2000) dalam Rumanti (2009) adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang mempertimbangkan

Lebih terperinci

PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang

PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik atau sekelompok mikroorganisme tertentu, menghasilkan destruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rekam medis harus dijaga kerahasiaannya. (1) c. Rekam medis dalam arti sempit dimaksud kasus-kasus yang tercatat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rekam medis harus dijaga kerahasiaannya. (1) c. Rekam medis dalam arti sempit dimaksud kasus-kasus yang tercatat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rekam Medis 1. Pengertian Rekam Medis a. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PSIKIATRI

PEMERIKSAAN PSIKIATRI PEMERIKSAAN PSIKIATRI TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah menyelesaikan modul pemeriksaan psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Menjelaskan pengertian gangguan jiwa. 2. Mengenali gejala dan tanda gangguan

Lebih terperinci

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL. PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL. SURAT KEPUTUSAN No. : Tentang PANDUAN HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DIREKTUR RS Menimbang : a. Bahwa untuk mengimplementasikan hak pasien dan keluarga di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia terdapat banyak kasus yang berkaitan dengan kesehatan, salah satunya adalah munculnya penyakit, baik menular

Lebih terperinci

PROPOSAL KEGIATAN MINI PROJECT PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS (PROLANIS) Program Internship Dokter Indonesia. Disusun Oleh:

PROPOSAL KEGIATAN MINI PROJECT PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS (PROLANIS) Program Internship Dokter Indonesia. Disusun Oleh: PROPOSAL KEGIATAN MINI PROJECT PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS (PROLANIS) Program Internship Dokter Indonesia Disusun Oleh: dr. DIMAS MUHAMMAD AKBAR PUSKESMAS MLATI II SLEMAN KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lulusan kedokteran gigi di tuntut untuk menyelesaikan pasien dengan

BAB I PENDAHULUAN. Lulusan kedokteran gigi di tuntut untuk menyelesaikan pasien dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lulusan kedokteran gigi di tuntut untuk menyelesaikan pasien dengan berbagai macam penyakit mulut, jaringan keras gigi dan jaringan lunak mulut. Kelainan jaringan

Lebih terperinci

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya

Lebih terperinci

SUMMARY TIME ORIENTED RECORD (STOR) By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada

SUMMARY TIME ORIENTED RECORD (STOR) By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada SUMMARY TIME ORIENTED RECORD (STOR) By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada Sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum memberikan perhatian yang cukup bagi kegiatan rekam medis,

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis

Bab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis Bab 1 Pendahuluan A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis Berdasarkan durasi terjadinya nyeri, nyeri orofasial dapat dibedakan menjadi nyeri orofasial akut serta nyeri orofasial kronis. Nyeri orofasial akut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

Ditetapkan Tanggal Terbit

Ditetapkan Tanggal Terbit ASSESMEN ULANG PASIEN TERMINAL STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur O1 dari 04 Ditetapkan Tanggal Terbit dr. Radhi Bakarman, Sp.B, FICS Direktur medis Asesmen ulang pasien

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Keperawatan Oleh: NAMA :Twenty

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemeliharaan gigi anak merupakan salah satu komponen penting dalam mencegah timbulnya permasalahan lebih lanjut pada rongga mulut. Pencegahan yang dilakukan sejak

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSIA KEMANG NOMOR : 056/SK/DIR/5/2017 TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN ASESMEN PASIEN RSIA KEMANG

KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSIA KEMANG NOMOR : 056/SK/DIR/5/2017 TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN ASESMEN PASIEN RSIA KEMANG KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSIA KEMANG NOMOR : 056/SK/DIR/5/2017 TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN ASESMEN PASIEN RSIA KEMANG Menimbang : a. Bahwa semua pasien yang dilayani di RSIA Kemang harus diidentifikasi

Lebih terperinci

memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Menurut Undang Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 93 ayat 1 pelayanan kesehatan

memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Menurut Undang Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 93 ayat 1 pelayanan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Menurut Undang Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh yang penting. Rongga mulut mencerminkan kesehatan tubuh seseorang karena

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh yang penting. Rongga mulut mencerminkan kesehatan tubuh seseorang karena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut merupakan salah satu bagian terkecil dari seluruh tubuh manusia, tetapi baik bagi tenaga kesehatan terutama dokter gigi merupakan bagian tubuh yang penting.

Lebih terperinci

DRUG RELATED PROBLEMS

DRUG RELATED PROBLEMS DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: AMALIA FATIMAH K 100 040 178 FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

perlunya dilakukan : Usaha-Usaha Pencegahan Penyakit Gingiva dan Periodontal baik di klinik/tempat praktek maupun di masyarakat.

perlunya dilakukan : Usaha-Usaha Pencegahan Penyakit Gingiva dan Periodontal baik di klinik/tempat praktek maupun di masyarakat. Penyakit periodontal dibiarkan tanpa dirawat cenderung berlanjut sehingga merusak struktur periodontal pendukung. Sebagai konsekuensinya tenaga kesehatan gigi dituntut u dapat mengatasi masalah periodontal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi diabetes mellitus pada kesehatan gigi masalah dan solusi pencegahannya. Bagi penderita diabetes tipe 2 lebih rentan dengan komplikasi kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kenyamanan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan ini memperlihatkan dampak dari ekspansi penyediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spritual yang komprehensif ditunjukan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spritual yang komprehensif ditunjukan pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan nilai integral dari pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan

Lebih terperinci

Tahap-tahap penegakan diagnosis :

Tahap-tahap penegakan diagnosis : Tahap-tahap penegakan diagnosis : Pada dasarnya, penegakan diagnosis terbagi menjadi beberapa poin penting yang nantinya akan mengarahkan kita menuju suatu diagnosis yang tepat. Oleh karena itu, kita perlu

Lebih terperinci