BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
|
|
- Sudirman Chandra
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 V- 1 BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI 5.1. Tinggi Embung Tinggi tubuh embung ditentukan berdasarkan kapasitas desain kolam embung yang terpilih yaitu ,67 m 3. Berdasarkan grafik hubungan antara elv. dan kapasitas kolam maka direncanakan puncak bendung terletak pada elevasi + 14 m. Dari hasil flood routing didapat elv. muka air banjir m Sedangkan Elv. dasar kolam +114 m. maka tinggi embung = (+17,90) - (+114) = 13,9 m = 14 m Tinggi Jagaan Tinggi M.A Banjir Tinggi M.A. Normal Tinggi Embung Tinggi Tanah Dasar Kedalaman Pondasi Gambar 5.1. Menentukan Tinggi Embung 5.. Tinggi Puncak Untuk mendapatkan tinggi puncak maka perlu dicari tinggi jagaan sebagai berikut: a) Penentuan tinggi jagaan Tinggi jagaan adalah jarak bebas antara mercu embung dengan permukaan air maksimum rencana. Tinggi jagaan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
2 V - h e H f h + (h w atau ) + ha + h i h e H f h w + + ha + h i di mana : H f h = tinggi jagaan (tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air waduk) = yang terjadi akibat timbulnya banjir abnormal H w = tinggi ombak akibat tiupan angin h e = tinggi ombak akibat gempa h a = tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air waduk, apabila terjadi kemacetan-kemacetan pada pintu bangunan pelimpah. hi = tinggi tambahan yang didasarkan pada tingkat urgensi dari waduk Tinggi Embung Gambar 5.(a). Tinggi Jagaan (free board)
3 V - 3 Embung Gambar 5.(b). Tinggi Jagaan (free board) b) Tinggi kenaikan permukaan air yang disebabkan oleh banjir abnormal ( h) dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut : h =. 3 αq Q 0 h. A h 1+ Q T di mana : Q o = debit banjir rencana (m 3 /det) Q = kapasitas rencana (m 3 /det) α = 0. untuk bangunan pelimpah terbuka α = 1.0 untuk bangunan pelimpah tertutup h = kedalaman pelimpah rencana (m) A = luas permukaan air waduk pada elevasi banjir rencana (km ) T = durasi terjadinya banjir abnormal (1 s/d 3 jam) Untuk perhitungan digunakan data-data sebagai berikut : Q o = 5,39 m³/dt Q = 477,39 m³/dt h = m A = 0.317m²
4 V - 4 T h = = 3 Jam h = 0.1 m 0. 5, ,39 0, ,39 3 c) Tinggi ombak yang disebabkan oleh angin (h w ) Tinggi ombak yang disebabkan oleh angin ini perhitungannya sangat dipengaruhi oleh panjangnya lintasan ombak (F) dan kecepatan angin di atas permukaan air waduk. Panjang lintasan ombak yang dipakai adalah F eff sebesar 410 m (Gambar 5.3.). Sedangkan kecepatan angin di atas permukaan air waduk diambil dari data di stasiun BMG Semarang yaitu 0 m/det. Perhitungan tinggi ombak (h w ) ini menggunakan grafik metode SMB yang dikombinasikan dengan metode Saville. Dengan kemiringan hulu 1 : 3 tinggi jangkauan ombak (h w ) yang didapat adalah 0,3 m. Gambar 5.3. Grafik perhitungan metode SMB (Suyono Sosrodarsono, 1989)
5 V - 5 d) Tinggi ombak yang disebabkan oleh gempa (h e ) Digunakan data-data pada tabel berikut : Tabel 5.1 Koefisien gempa (DHV Consultant, 1991) Zone Koefisien (Z) Keterangan A B C D E F 1,90-,00 1,60-1,90 1,0-1,60 0,80-1,0 0,40-0,80 0,0-0,40 Kab. Semarang Tabel 5. Faktor koreksi (DHV Consultant, 1991) Tipe Batuan Rock Foundation Diluvium (Rock Fill Dam) Aluvium Soft Aluvium Faktor (V) 0,9 1,0 1,1 1,
6 V - 6 Tabel 5.3 Percepatan dasar gempa (DHV Consultant, 1991) Periode Ulang (tahun) Percepatan dasar gempa (Ac) (cm/dt²) 98,4 119,6 151,7 181,1 15,81 71,35 3,35 48,80 564,54
7 V - 7 Gambar 5.4 Pembagian zone gempa di Indonesia
8 V -8 Dari data pada tabel-tabel di atas, maka dapat ditentukan harga yang akan digunakan yaitu: Koefisien gempa z = 0,80 Percepatan dasar gempa Ac = cm/dt² Faktor koreksi V = 1,1 Percepatan grafitasi g = 980 cm/dt² Perhitungan intensitas seismis horizontal dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : V e = z. Ac. g 1 e = e = Menurut Persamaan.83 besarnya tinggi gelombang yang diakibatkan oleh gempa (h e ) adalah : e. τ h e = g. h0 π Didapatkan tinggi ombak yang disebabkan oleh gempa adalah : e. τ h e = g. H 0 π di mana : e = Intensitas seismis horizontal τ = Siklus seismis ( 1 detik ) h 0 = Kedalaman air di dalam waduk = elv.hwl elv.dasar = (+17.9) - (+114) = 13.9 m = 14 m ( MSL ) = = 0.36 m
9 V -9 h e Jadi tinggi puncak ombak di atas permukaan air rata-rata = m. e) Kenaikan permukaan air waduk yang disebabkan oleh ketidaknormalan operasi pintu bangunan (h a ) h a diambil = 0,5 m (Suyono Sosrodarsono, 1989) f) Angka tambahan tinggi jagaan yang didasarkan pada tipe embung (h i ) Mengingat limpasan melalui mercu embung urugan sangat riskan maka untuk embung tipe ini angka tambahan tinggi jagaan (h i ) ditentukan sebesar 1,0 m (Suyono Sosrodarsono, 1989). Berdasarkan data perhitungan tersebut di atas di mana : Tabel 5.5 Menentukan tinggi jagaan h h w h e h a h i = 0.1 m = 0,3 m = 0,163 m = 0,5 m = 1 m Maka tinggi jagaan dapat ditentukan, yang hasilnya adalah sebagai berikut : H f = 0.1+0,3+0,5+1 = 1.85 m H f = ,5 + 1 = m H f = 0,3+0,163+ 0,5 + 1 = m Dari ketiga alternatif tinggi jagaan tersebut diambil tinggi jagaan, 1,893m.= m Elevasi puncak = + 17,9 + tinggi jagaan = +17,9 + = 19,9 = + 130
10 V Lebar Embung Lebar mercu embung minimum dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut : B = 3,6 H 1/3 3,0 di mana : H = Tinggi Embung ( 16 m ) Maka B = 3,6 (16 ) 1/3 3,0 = 6.07 m = 7 m 7 m Lebar Mercu Embung Tinggi Embung Gambar 5.5. Lebar Mercu Embung 5.4. Penutup Lereng Tanggul 1. Pelindung lereng hulu Hempasan ombak serta penurunan mendadak permukaan air embung dapat menggerus permukaan lereng. Untuk itu perlu pelindung lereng hulu (Upstream) direncanakan memakai rip rap boulder ukuran 30 sampai 40 cm setebal 1 m.. Pelindung lereng hilir Pelindung lereng hilir (Down Stream) direncanakan untuk untuk mengurangi erosi lereng, memperkecil rekahan permukaan dan memperkecil kecenderungan memancarnya air ke permukaan pada bahan bahan organik
11 V -11 dalam kandungan tanah yang mudah mengikat air serta memperkecil fluktuasi yang luas pada kandungan atau memperkecil kadar permukaan air, untuk embung ini direncanakan memakai gebalan rumput Kemiringan Tubuh Tanggul Kemiringan lereng tanggul adalah perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui puncak dengan panjang garis horizontal yang melalui tumit masing masing. Tabel 5.6. Kemiringan tanggul yang diajurkan (Kodoatie, 1998) Material Urugan Material Utama Kemiringan Lereng Vertikal : Horisontal Hulu Hilir 1. Urugan homogen CH 1 : 3 1 :,5 CL SC GC GM SM. Urugan majemuk a. Urugan batu dengan inti lempung atau Pecahan batu 1 : 1,50 1 : 1,5 dinding diafragma b. Kerikil-kerakal dengan inti lempung atau Kerikil-kerakal 1 :,50 1 : 1,75 dinding diafragma Dicoba : Untuk kemiringan lereng hulu = 1 :,5 Untuk kemiringan hilir = 1 : 5.6 Perhitungan Stabilitas Embung Tinjauan stabilitas tubuh embung meliputi tinjauan terhadap : 1. Stabilitas lereng embung terhadap filtrasi. Stabilitas lereng embung terhadap longsor
12 V Stabilitas Embung Terhadap Aliran Filtrasi Stabilitas lereng embung terhadap rembesan ditinjau dengan cara sebagai berikut : Formasi garis depresi tubuh bendung kondisi tanpa menggunakan chimney Diketahui : h : 13,9 m l 1 : 34,75 m l : 44,5 m α : 1,8 d : 0,3. l 1 + l = (0,3 x 34,75) + 44,5 = 54,675 maka : Y0 = h + d d = (13,9) + (54,675) (54,675) = 1,739 m Parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan persamaan : y = y x + y = 1,739x + 1, Dan diperoleh koordinat parabola sebagai berikut : X ( m ) -0, Y ( m ) 0 1,74 4,5 6,15 7,43 8,5 X ( m ) Y ( m ) 9,49 10,36 11,17 11,9 1,63 13,30 Untuk α = 1,8 0, harga a = ditentukan nilai : y0 a + a = = 1 cosα a =13,45 m (A-Co) d cosα d cosα 1,739 = 4,3 m (A-C) 0,071 h sinα maka dapat
13 V -13 Sehingga didapat nilai : a = 13,45 m jarak (A-C) a = 4,3 13,45 = 10,895 m jarak (C 0 -C) Dari hasil perhitungan didapat garis depresi aliran yang keluar melalui lereng hilir embung sehingga tidak aman terhadap bangunan untuk itu perlu digunakan drainase kaki maupun drainase alas.
14 V dpl dpl y a +? = 4, dpl x Gambar 5.6 Garis Depresi Pada Bendungan Homogen (sesuai dengan garis parabola)
15 V Formasi garis depresi tubuh bendung kondisi dengan menggunakan sistem drainase kaki. Diketahui : h : 13,9 m l 1 : 34,75 m l : (44,5-10 ) = 34,5 m α : 135 º d : 0,3. l 1 + l = (0,3 x 34,75) + 34,5 = 44,675 m maka : Y0 = h + d d = (13,9 ) + (44,675) (44,675) =,11 m Parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan persamaan : y = y x + y =,11x +, Dan diperoleh koordinat parabola sebagai berikut : X ( m ) -1, Y ( m ) 0,11 5,05 6,83 8,3 9,43 X ( m ) Y ( m ) 10,49 11,45 1,33 13,16 13,94 Untuk α = 135 0, harga a = 1 ( h + d d ) maka dapat ditentukan nilai : y0 a + a = = 1 cosα, ,707 = 1,36 m a = 1 ( y 0 ) = 1,055 m 0 = 1,36 1,055 = 0,181 m
16 V dpl dpl a +? = 4,3 y dpl x Gambar 5.7 Garis depresi tubuh bendung kondisi dengan menggunakan sistem drainase kaki
17 V Formasi garis depresi tubuh bendung kondisi dengan menggunakan sistem drainase alas Diketahui : h : 13,9 m (kondisi FSL) l 1 : 34,75 m l : 19,5 m α : 180 º d : 0,3. l 1 + l = (0,3 x 34,75) + 19,5 = 9.68 m maka : Y0 = h + d d = (13,9) + (9.68) ( 9.68) = 3,09 m Parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan persamaan : y = y0. x + y0 = 3,09x + 3,09 Dan diperoleh koordinat parabola sebagai berikut : X ( m ) -1, Y ( m ) 0 3,09 6,36 8,45 X ( m ) Y ( m ) 10,11 11,54 1,81 13,96 Untuk α = 180 0, maka a = 0 maka dapat ditentukan nilai : a + a a = ½ d = 14,84 m = a o = 14,84 m
18 V dpl dpl dpl.11 Drainase Alas Gambar 5.8 Garis Depresi Pada Bendungan Homogen Dengan Drainase Alas
19 V Jaringan Trayektori aliran filtrasi (seepage flow-net) Kapasitas aliran filtrasi asumsi Kh = Kv Dengan menggunakan persamaan jaringan trayektori aliran sebagai berikut : Q f = N N f e k H L di mana : Q f = kapasitas aliran filtrasi (kapasitas rembesan) N f = angka pembagi dari garis trayektori aliran filtrasi N e = angka pembagi dari garis equipotensial k = koefisien filtrasi H = tinggi tekanan air total L = panjang profil melintang tubuh embung Dari data yang ada di dapat : N f = 8 asumsi N e = 14 asumsi k = 5x10-6 cm/det = 5x10-8 m/dt asumsi H = 15,9 m L = 101,5 m Maka debit aliran filtrasi adalah sebagai berikut : 8 8 Q = ,9 101, 5 14 = 4,611 x 10-5 m³/dt = 4,611 x = 3,984 m³/hari Syarat Q lebih kecil dari % Qinflow rata-rata waduk (0,0 x 5,43 = 4,5086 m³/dt)
20 V Tinjauan terhadap gejala sufosi dan sembulan (boiling) Kecepatan aliran keluar ke atas permukaan lereng hilir yang komponen vertikalnya dapat mengakibatkan terjadinya perpindahan butiran-butiran bahan embung, kecepatannya dibatasi sebagai berikut : c = w. g. γ 1 F di mana : c = kecepatan kritis w 1 g F maka : = berat butiran bahan dalam air = 0.9 t/m³ = gravitasi = 9.8 m/det² = luas permukaan yang menampung aliran filtrasi = m x 1 m = m²(untuk per satuan meter panjang bidang) c = 0,9.9,8.1 =.13 m/det Kecepatan rembesan yang terjadi pada embung adalah : h V = k. i = k. l k I = koefisien filtrasi = 5 x 10-8 m/det = gradien debit h = tekanan air rata-rata = 14,17 l maka = = panjang rata-rata berkas elemen aliran filtrasi pada bidan keluarnya aliran = 4,5 m 8 14,17 V = 5 x 10. = 1,73 x 10-7 m/det < c aman 4,5
21 V Stabilitas Lereng Tubuh Embung Terhadap Longsor Tubuh embung sangat dipengaruhi oleh keadaan tanah di daerah rencana embng berupa tanah homogen yaitu lempung dengan kedap air, bersifat lunak sampai agak keras dengan plastisitas tinggi. Tanah yang ada dominan homogen dengan kondisi kemiringan tebing relatif sama, maka pengerukan tanah timbunan dapat dilakukan pada sisi kiri dan kanan tebing dan digali mulai dari kedalaman m, sehingga volume cadangan bias tercukupi dengan mempertimbangakan sudut kemiringan. Stabilitas lereng embung ditinjau dalam 3 (tiga) keadaan yaitu pada saat air waduk mencapai elevasi penuh, pada saat waduk baru selesai dibangun dan sebelum dialiri air, dan pada saat air waduk mengalami penurunan mendadak (rapid drawdown) di mana apakah masih aman terhadap longsoran Pada saat embung baru selesai dibangun (belum dialiri air) Dalam kondisi ini, stabilitas lereng yang ditinjau adalah lereng sebelah hulu. Tanah timbunan masih mengandung air pada saat proses pemadatan timbunan. Untuk perhitungan kestabilan terhadap longsor digunakan persamaan berikut : F s Cl + = ( N U N ). T + T e e tgφ 1. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 5.7 Tabel dan gambar dapat dilihat pada Gambar Gambar 5.18.
22 V Pada saat air waduk mencapai elevasi penuh Dalam kondisi ini, stabilitas lereng yang ditinjau adalah sebelah hilir. Metode yang dipakai adalah irisan bidang luncur dengan hasil dapat dilihat pada Table.5.16 dan Gambar Pada saat embung mengalami penurunan air mendadak (rapid drawdown) Dalam kondisi ini stabilitas lereng yag ditinjau adalah lereng sebelah hulu. Tanah timbunan masih mengandung air yang sangat lembat merembes keluar dan masih membasahi timbunan. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel dan Gambar 5.0. Data Teknis Tinggi Embung = 16 m Lebar Mercu Embung = 7 m Kemiringan Hulu = 1 :,5 Kemiringan Hilir = 1 : Elevasi Air Waduk = + 17,9 m (FSL) Tinggi Air = 13,9 FWL Formasi Garis Depresi tertera dalam Gambar 5.8. Tabel 5.7 Kondisi perencanaan teknis material urugan sebagai dasar perhitungan Zone tubuh Kekuatan Geser γ timbunan dalam beberapa kondisi Intensitas beban Embung C (t/m³) θ Basah Jenuh Air terendam seismis horisontal (γb) (γsat) (γw) (γsub=γsat-γw) (e) Zone kedap air 0,46 10,70 1,716 1,940 1,000 0,940 0,18
23 V Gambar 5.9 Stabilitas Lereng Embung Pada Kondisi Selesai Dibangun dengan Metode Pias (Method of Slice) Hulu
24 V-4 Tabel 5.10 Perhitungan metode irisan bidang luncur pada kondisi embung baru selesai di bangun bagian hulu r π α θ deg rad 7,950 3, ,7 0,187 Irisan A (m^) γ W (t.m) α α rad sin α cos α T = W * Te = N = W* e Ne = h γw u = sudut l U = U = tan θ (N-Ne-U)* C C.L sin α e*w cos α cos α e.w sin α h*γw pias u*l ul/cos α tan θ 1 8,86 1,716 15,07-14,5-0,53-0,50 0,968-3,809,650 14,7 0,18-0,686 0,000 1,000 0,000 10,0 4,880 0,000 0,000 0,189,913 0,44 1,716 34,739-4,5-0,079-0,078 0,997 -,77 6,34 34,63 0,18-0,491 0,000 1,000 0,000 9,0 4,39 0,000 0,000 0,189 6, ,461 1,716 48,839 4,5 0,079 0,078 0,997 3,833 8,764 48,688 0,18 0,690 0,000 1,000 0,000 9,0 4,39 0,000 0,000 0,189 9, ,544 1,716 55,846 13,5 0,36 0,34 0,97 13,04 9,774 54,301 0,18,348 0,000 1,000 0,000 9,0 4,39 0,000 0,000 0,189 9,81 5 3,86 1,716 55,403,5 0,393 0,383 0,94 1,10 9,13 51,18 0,18 3,818 0,000 1,000 0,000 9,0 4,39 0,000 0,000 0,189 8, ,09 1,716 48,06 31,5 0,550 0,53 0,853 5,197 7,397 41,097 0,18 4,535 0,000 1,000 0,000 9,0 4,39 0,000 0,000 0,189 6, ,930 1,716 35,916 40,5 0,707 0,650 0,760 3,333 4,915 7,304 0,18 4,00 0,000 1,000 0,000 9,0 4,39 0,000 0,000 0,189 4, ,5 1,716 0,978 49,5 0,864 0,761 0,649 15,957,451 13,619 0,18,87 0,000 1,000 0,000 9,0 4,39 0,000 0,000 0,189, ,698 1,716 6,346 58,5 1,01 0,853 0,5 5,41 0,596 3,313 0,18 0,974 0,000 1,000 0,000 9,0 4,39 0,000 0,000 0,189 0,44 Jumlah 101,448 51,995 88,859 18, ,017 0,000 51,151 0,46 818,751 F s Cl + = ( N U N ). T + T e e tgφ > 1, 818, ,151 F s = = 5,669 > Fs Syarat = 1,.aman!!! 101, ,995
25 V Gambar Stabilitas Lereng Embung Pada Kondisi Selesai Dibangun dengan Metode Pias (Method of Slice) Hilir
26 V-6 Tabel 5.9 Perhitungan metode irisan bidang luncur pada kondisi embung baru selesai di bangun bagian hilir θ r π α deg rad 30,089 3, ,7 0,187 Irisan A (m^) γ W (t.m) α α rad sin α cos α T = W * Te = N = W* e Ne = h γw u = sudut l U = U = tan θ (N-Ne-U)* C C.L sin α e*w cos α cos α e.w sin α h*γw pias u*l ul/cos α tan θ 1 6,40 1,716 11,017-4,5-0,079-0,078 0,997-0,865 1,977 10,983 0,18-0,156 0,000 1,000 0,000 1,0 6,304 0,000 0,000 0,189,105 16,073 1,716 7, ,087 0,087 0,996,405 4,946 7,476 0,18 0,433 0,000 1,000 0,000 10,0 5,54 0,000 0,000 0,189 5,11 3 0,613 1,716 35,37 15,00 0,6 0,59 0,966 9,159 6,150 34,166 0,18 1,649 0,000 1,000 0,000 10,0 5,54 0,000 0,000 0,189 6,147 4,936 1,716 39,358 5,00 0,437 0,43 0,906 16,640 6,40 35,668 0,18,995 0,000 1,000 0,000 10,0 5,54 0,000 0,000 0,189 6,176 0,46 763, ,173 1,716 41,481 35,00 0,611 0,574 0,819 3,801 6,115 33,974 0,18 4,84 0,000 1,000 0,000 10,0 5,54 0,000 0,000 0,189 5,61 6 3,650 1,716 40,583 45,00 0,786 0,707 0,707 8,706 5,164 8,687 0,18 5,167 0,000 1,000 0,000 10,0 5,54 0,000 0,000 0,189 4, ,584 1,716 30,173 56,00 0,978 0,89 0,559 5,0 3,035 16,863 0,18 4,504 0,000 1,000 0,000 9,0 4,78 0,000 0,000 0,189,336 Jumlah 104,866 33, ,816 18, ,301 0,000 31,935 F s Cl + = ( N U N ). T + T e e tgφ > 1, 763, ,935 F s = = 5,734 > Fs Syarat = 1,.aman!!! 104, ,807
27 V Gambar Stabilitas Lereng Embung Pada Kondisi Air Penuh dengan Metode Pias (Method of Slice) Hulu
28 V-8 Tabel 5.10 Perhitungan metode irisan bidang luncur pada kondisi air penuh bagian hulu r π α θ deg rad 8,99 3, ,7 0,187 Irisan A (m^) γ W (t.m) α α rad sin α cos α T = W * Te = N = W* e Ne = h γw u = sudut l U = U = tan θ (N-Ne-U)* C C.L sin α e*w cos α cos α e.w sin α h*γw pias u*l ul/cos α tan θ 1 5,1 1,000 5,06-53,5-0,934-0,804 0,595-4,186 0,557 3,095 0,18-0,753 0,000 1,000 0,000 9,0 4,556 0,000 0,000 0,189 0,77 0,08 1,000 0,084-44,0-0,768-0,695 0,719-13,956,600 14,443 0,18 -,51 0,000 1,000 0,000 10,0 5,06 0,000 0,000 0,189 3, ,41 1,000 36,408-34,0-0,594-0,559 0,89-0,366 5,43 30,179 0,18-3,666 0,000 1,000 0,000 10,0 5,06 0,000 0,000 0,189 6, ,5 1,000 51,517-4,0-0,419-0,407 0,913-0,96 8,471 47,059 0,18-3,773 0,000 1,000 0,000 10,0 5,06 0,000 0,000 0,189 9,609 56,73 1,000 56,730-14,0-0,44-0,4 0,970-13,730 9,908 55,043 0,18 -,471 0,000 1,000 0,000 10,0 5,06 0,000 0,000 0,189 10,87 5 8,86 1,940 17,19-14,0-0,44-0,4 0,970-4,161 3,003 16,681 0,18-0,749 0,000 1,000 0,000 10,0 5,06 0,000 0,000 0,189 3,95 41,81 1,000 41,811-4,5-0,079-0,078 0,997-3,8 7,503 41,68 0,18-0,591 0,000 1,000 0,000 9,0 4,556 0,000 0,000 0,189 7, ,4 1,94 39,74-4,5-0,079-0,078 0,997-3,083 7,047 39,153 0,18-0,555 0,000 1,000 0,000 9,0 4,556 0,000 0,000 0,189 7,506 33,60 1,000 33,597 4,5 0,079 0,078 0,997,637 6,09 33,493 0,18 0,475 0,000 1,000 0,000 9,0 4,556 0,000 0,000 0,189 6,41 7 8,46 1,94 55,14 4,5 0,079 0,078 0,997 4,334 9,908 55,044 0,18 0,780 0,000 1,000 0,000 9,0 4,556 0,000 0,000 0,189 10,57 0,46 153,0 4,85 1,000 4,851 13,5 0,36 0,34 0,97 5,804 4,349 4,164 0,18 1,045 0,000 1,000 0,000 9,0 4,556 0,000 0,000 0,189 4, ,54 1,940 63,135 13,5 0,36 0,34 0,97 14,744 11,050 61,389 0,18,654 0,000 1,000 0,000 9,0 4,556 0,000 0,000 0,189 11, ,3 1,730 1,150 49,5 0,864 0,761 0,649 16,087,471 13,730 0,18,896 0,000 1,000 0,000 9,0 4,556 0,000 0,000 0,189, ,97 1,730 17,50 58,5 1,01 0,853 0,5 14,71 1,61 9,007 0,18,648 0,000 1,000 0,000 9,0 4,556 0,000 0,000 0,189 1,0 Jumlah 66, , ,186 11, ,650 0,000 56,114 16,40 8,85,8 1,000 1,000 1,000 16,397 8,846,819,5 31,5 40,5 0,393 0,550 0,707 0,383 0,53 0,650 0,94 0,853 0,760 6,77 4,64 1,831,77 1,357 0,386 15,148 7,541,143 0,18 0,18 0,18 1,130 0,83 0,330 0,000 0,000 0,000 1,000 1,000 1,000 0,000 0,000 0,000 9,0 9,0 9,0 4,556 4,556 4,556 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,189 0,189 0,189,650 1,68 0,343 3,9 8,09 0,93 1,940 1,940 1,940 6,634 54,498 40,605,5 31,5 40,5 0,393 0,550 0,707 0,383 0,53 0,650 0,94 0,853 0,760 3,978 8,485 6,379 10,415 8,363 5,556 57,863 46,461 30,869 0,18 0,18 0,18 4,316 5,17 4,748 0,000 0,000 0,000 1,000 1,000 1,000 0,000 0,000 0,000 9,0 9,0 9,0 4,556 4,556 4,556 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,189 0,189 0,189 10,1 7,813 4,938
29 V-9 F s Cl + = ( N U N ). T + T e e tgφ > 1, 1.378,1+ 11,614 F s = = 7,485 > Fs Syarat = 1,.aman!!! 75, ,508
30 V Gambar 5.1. Stabilitas Lereng Embung Pada Kondisi Air Penuh dengan Metode Pias (Method of Slice) Hilir
31 V-31 Tabel 5.11 Perhitungan metode irisan bidang luncur pada kondisi air penuh bagian hilir θ r π α deg rad Irisan A (m^) γ W (t.m) α α rad sin α cos α T = W * Te = N = W* e Ne = h γw u = sudut l U = U = tan θ (N-Ne-U)* C C.L sin α e*w cos α cos α e.w sin α h*γw pias u*l ul/cos α tan θ Jumlah F s Cl + = ( N U N ). T + T e e tgφ > 1, 763, ,935 F s = = 5,734 > Fs Syarat = 1,.aman!!! 104, ,807
32 V Drainase Alas Gambar Stabilitas Lereng Embung Pada Kondisi penurunan air mendadak (rapid draw down) bagian hulu (elv +14)
33 V-33 Tabel 5.1 Perhitungan metode irisan bidang luncur kondisi penurunan air mendadak (rapid draw domn) bagian hulu (elv +14) r π α θ deg rad Irisan A (m^) γ W (t.m) α α rad sin α cos α T = W * Te = N = W* e Ne = h γw u = sudut l U = U = tan θ (N-Ne-U)* C C.L sin α e*w cos α cos α e.w sin α h*γw pias u*l ul/cos α tan θ Jumlah
34 V-34 F s Cl + = ( N U N ). T + T e e tgφ > 1, 153, + 55,7 F s = = 7,907 > Fs Syarat = 1,.aman!!! 57, ,680
35 V Drainase Alas Gambar Stabilitas Lereng Embung Pada Kondisi penurunan air mendadak (rapid draw down) bagian hulu (elv )
36 V-36 Tabel 5.13 Perhitungan metode irisan bidang luncur pada kondisi penurunan air mendadak (rapid draw down) (elev +18) θ r π deg rad Irisan A (m^) γ W (t.m) α α rad sin α cos α T = W * Te = N = W* e Ne = h γw u = sudut l U = U = tan θ (N-Ne-U)* C C.L sin α e*w cos α cos α e.w sin α h*γw pias u*l ul/cos α tan θ Jumlah
37 V-37 F s Cl + = ( N U N ). T + T e e tgφ > 1, 1.378,1+ 11,614 F s = = 7,894 > Fs Syarat = 1,.aman!!! 75, ,508
38 V-38 Tabel Rekapitulasi stabilitas embung terhadap longsor Kondisi Angka Keamanan Keterangan Syarat Hulu Hilir Hulu Hilir Baru selesai di bangun 5,669 5,734 1, Aman Aman Mencapai elevasi penuh 7,485 5,734 1, Aman Aman Mengalami penurunan mendadak 7,907 7,894 1, Aman Aman
39 V Material Konstruksi Lapisan Kedap Air (Imprevious Zone) Bahan yang dipakai untuk lapisan kedap air dapat berasal dari tanah dan tanah liat (clay), baik tanpa campuran maupun dicampur dengan pasir dengan perbandingan tertentu berdasarkan hasil percobaan penimbunan (trial embankment). Tanah ataupun tanah liat yang dipakai sebagai bahan timbunan lapisan kedap air ini haruslah memenuhi persyaratan utama untuk bahan kedap air yaitu Koefisien filtrasi serta kekuatan geser yang diinginkan. Tingkat deformasi yang rendah Mudah pelaksanaan pemadatannya Tidak mengandung zat-zat organis serta bahan mineral yang mudah terurai Lapisan kedap air harus mempunyai tingkat permeabilitas yang rendah, hal ini ditentukan oleh nilai koefisien filtrasinya. Sebagai standar koefisien filtrasi (k) bahan nilainya 1 x 10-5 cm/dt. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya rembesan air melalui lapisan kedap air yang bersangkutan. Untuk mendapatkan nilai (k) yang memenuhi syarat untuk lapis kedap air biasanya diperkirakan berdasarkan prosentase butiran tanah yang lolos saringan No.300 (Suyono Sosrodarsono, 1989). Gradasi bahan kedap air biasanya mempunyai ukuran butiran seperti tertera pada Gambar 5.14.
40 V-40 Gambar 5.15 Gradasi bahan yang dapat dipergunakan untuk penimbunan zone kedap air embung urugan homogen 5.9. Perlindungan Lereng Lereng sebelah hulu dari Embung Sungai Kreo dilindungi oleh lapisan timbunan batu (rip-rap) setebal 0.4 m, yang bertujuan untuk melindungi lereng dari pengaruh kekuatan ombak dan aliran air. Kondisi batu untuk perlindungan lereng ini harus baik dan tidak mudah lapuk. Perlindungan lereng bagian hulu ini dimulai dari batas tertinggi gerakan gelombang (mercu) sampai ke permukaan genangan terendah (LWL). Dalam pelaksanaannya lapisan timbunan batu ini diletakkan di atas suatu lapisan saringan yang terdiri dari batu pasir dengan ukuran butir yang teratur. Lapisan saringan ini memiliki ketebalan sebesar 0,15 m. Penempatan lapisan saringan
41 V-41 ini di bawah lapisan timbunan batu, bertujuan mencegah tergerusnya bahanbahan halus dari embung ke dalam tumpukan batu. Pengggunaan rip-rap sebagai lapisan pelindung mempunyai kelebihan, antara lain Dapat mengikuti penurunan tubuh embung Mempunyai kemampuan reduksi hempasan ombak yang besar Cukup stabil terhadap pengaruh-pengaruh fluktuasi permukaan air dan gerakan ombak Konstruksinya dapat dikerjakan secara mekanis Selain kelebihan-kelebihan seperti di atas, rip-rap juga mempunyai kekurang-kekurangan, yaitu antara lain : Dibutuhkan banyak bahan batu Memerlukan lapisan filter yang relatif tebal. Tabel Ukuran batu dan ketebalan hamparan pelindung rip-rap (Sosrodarsono, 1989) Tinggi Gelombang (m) Diameter rata batu hamparan pelindung (D 50 cm) Ketebalan minimum hamparan batu pelindung (cm) Ketebalan minimum lapisan filter (cm) 0,0 0, ,6 1, , 1, ,8, ,4 3,
42 V-4 Pelapisan (zoning) embung dapat dilihat pada Gambar sebagai berikut: Rip-Rap Cover Dam Lapisan Kedap Air Urugan Tanah Liat.5 1 Drainase Kaki Keterangan : A = Lapisan Kedap Air (unprevious zone) B = Rip-rap Gambar 5.16 Pelapisan embung urugan 5.10 Perencanaan Pelimpah (spillway) Spillway atau bangunan pelimpah adalah bangunan yang berfungsi untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam embung, sehingga air banjir tersebut tidak merusak tubuh embung. Dalam perencanaan Embung Sungai Kreo ini, bangunan pelimpah yang akan direncanakan adalah bangunan pelimpah terbuka dengan ambang tetap. Bangunan pelimpah type ini, biasanya terdiri dari empat bagian uama yaitu: 1. Saluran pangarah aliran. Saluran pengatur aliran 3. Saluran peluncur 4. Peredam energi
43 V Saluran Pengarah Aliran Saluran pengarah aliran dimaksudkan agar aliran air senantiasa dalam kodisi hidrolika yang baik dengan mengatur kecepatan alirannya tidak melebihi 4 m/det dengan lebar semakin mengecil ke arah hilir. Apabila kecepatan aliran melebihi 4 m/det, maka aliran akan bersifat helisoidal dan kapasitas alirannya akan menurun. Disamping itu aliran helisoidal tersebut akan mengakibatkan peningkatan beban hidrodinamis pada bangunan pelimpah tersebut. Berdasarkan pengujian-pengujian yang ada saluran pengarah aliran ditentukan sebagai berikut : H V Saluran pengarah aliran Ambang pengatur debit W V < 4 m/det Gambar 5.17 Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada bangunan pelimpah Dari analisis data sebelumnya di mana didapat : Ketinggian air di atas mercu H = 17,90 14,00 = 3,90 m Q out yang melewati spillway Q = 477,39 m/det³ Lebar Bendung B = 50 m Maka :
44 V-44 1 W. H 5 1 W =. 3,90 = 0.78 qm 5 W dipakai = m > 0,78 m Saluran Pengatur Aliran Ambang Penyadap Dipakai tipe bendung pelimpah dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh U.S.B.R. Dari analisis data sebelumnya, maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut : Debit, lebar mercu dan tinggi muka air di atas mercu bendung Dari hasil flood routing didapatkan : Ketinggian air di atas mercu H = 17,90 14,00 = 3,90 m Q out yang melewati spillway Q = 477,39 m/det³ Lebar Bendung B = 37,5 m Tinggi tekanan kecepatan aliran di dalam saluran pengarah : He Hv Hd W Gambar 5.18 Saluran ambang penyadap pada bangunan pelimpah
45 V-45 Asumsi Bef = B = 37,5 m Tinggi energi He = 17,9 15 = 3,9 m. Misal kedalaman air dalam saluran =,5 m, maka : Luas penampang basah di dalam saluran ini adalah : A = x 37,5 = 93,75 m² Kecepatan aliran : Q 477,39 V = = = 5,08 m/det A 93,75 Jadi tinggi kecepatan 5,08 aliran : V (5,08) h v = = = 1,3 m g (. 9,8) He =,5 + 1,3 = 3,8 m < 3,9 m. Dengan cara coba-coba didapat kedalaman air dalam saluran = 3 m Luas penampang basah di dalam saluran ini adalah : A = 3 x 37,5 = 11,5 m² Kecepatan aliran : Q V = = = 4,4 m/det A 11,5 Jadi tinggi kecepatan aliran : ( 4,4) ( 9,8) V h v = = = 0.91 m g He = 3+ 0,91 = 3,91 m ~ He. OK! Maka digunakan Hd = 3 m
46 V Saluran Pengatur Aliran a. Tipe Bendung Pelimpah (over flow weir type) Dipakai tipe bendung pelimpah dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Civil Engineering Department U.S. Army. Dasar - dasar yang digunakan dalam metode ini adalah penentuan bentuk penampang lintang bendung dengan persamaan empiris, tetapi didukung oleh angka kooefisien limpahan (C) yang diperoleh dari hasil eksperimen. Persamaan persamaan yang digunakan untuk menghitung penampang lintang bendung dengan metode C.E.D.U.S. Army, terdiri dari (dua) bagian sebagai berikut: Penampang lintang sebelah hulu dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut: r = 0. 5 H d 1 r = 0. H d a =. 175 H d 0 b = 0. 8 H d Dimana : H d = tinggi muka air banjir di hulu pada saat banjir Dari penjelasan di atas didapat lengkung mercu spillway bagian hulu sebagai berikut: b = = 0,846 m a = = 0,55 m r1 = = 1,5 m r = 0. 3 = 0,6 m
47 V-47 Hv = ,8 Hd = 0,846 m He = 3,90 0,175 Hd = 0,55 m Hd = , X TITIK (0,0) KOORDINAT W = 4 m + 10 Y (X ^ 1,85) = (Hd ^ 0,85) Y R = 0, Hd = 0,60 m R = 0,5 Hd = 1,50 m POROS BENDUNGAN Gambar 5.19 Koordinat penampang memanjang ambang pengatur debit pada bangunan pelimpah a. Penampang lintang sebelah hilir dapat diperoleh dengan persamaan lengkung Harold sebagai berikut X =. hd. Y Y = X h d Dimana: Hd = tinggi tekan rencana X = jarak horizontal dari titik tertinggi mercu bendung ketitik dipermukaan mercu disebelah hilir. Y = jarak vertikal dari titik tertinggi mercu bendung ketitik dipermukaan mercu disebelah hilir. Bagian yang lebih ke hilir dari lengkung diteruskan dengan rumus : 1 Y = X 0.85 hd 0.85 X = hd. Y ' Tabel 5.15 Koordinat penampang ambang bendung pelimpah
48 V-48 Koordinat Lengkung Koordinat Setelah Lengkung elevasi x y x y lengkung elv setelah lengkung Hd 3.00 elv puncak spillway Saluran Transisi Saluran transisi direncanakan agar debit banjir rencana yang akan disalurkan tidak menimbulkan air terhenti (back water) dibagian hilir saluran samping dan memberikan kondisi yang paling menguntungkan, baik pada aliran didalam saluran transisi tersebut maupun pada aliran permulaan yang akan menuju saluran peluncur. Bentuk saluran transisi ditentukan sebagai berikut : O = 1.5 y
49 V-49 Gambar 5.0 Skema bagian transisi saluran pengarah pada bangunan pelimpah Dengan ketentuan tersebut diatas dan keadaan topografi yang ada dimana b 1 = 37,5 m, b = 15 m maka : y = ( 37,5 15 ) l = s = 0,1 = y = tgθ = 50,75 m H l H 50,75 H = 5,07 11,5 tg1,5 = 11,5 m 0,85 8,40 50,75 5,07 Gambar 5.1 Penampang melintang saluran pengatur
50 V Saluran Peluncur a. Peralihan Mercu Spillway Ke Saluran Peluncur Pada perencanaan bangunan pelimpah antara tinggi mercu dengan bangunan peredam energi diberi saluran peluncur (flood way). Saluran ini berfungsi untuk mengatur aliran air yang melimpah dari mercu dapat mengalir dengan lancar tanpa hambatan hambatan hidrolis. Dalam merencanakan saluran peluncur harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Agar air yang melimpah dari saluran mengalir dengan lancar tanpa hambatan - hambatan hidrolis.. Agar konstruksi saluran peluncur cukup kukuh dan stabil dalam menampung semua beban yang timbul. 3. Agar biaya konstruksi diusahakan sekonomis mungkin. Guna memenuhi persyaratan tersebut, supaya diperhatikan hal hal sebagai berikut:s 1. Diusahakan agar tampak atasnya selurus mungkin. Kalau bentuk yang melengkung tidak dapat dihindari, supaya diusahakan lengkungan terbatas dan dengan radius yang besar.. Penapang lintang saluran peluncur sebagai patokan supaya diambil bentuk persegi panjang. 3. Kemiringan dasar saluran diusahakan sedemikian rupa, sehingga pada bagian udiknya berlereng landai, akan tetapi semakin ke hilir semakin curam, agar kecepatan aliran dapat ditingkatkan secara berangsur angsur dan kemudian aliran berkecepatan tinggi di dalam saluran tersebut dapat secara ketat meluncur memasuki peredam energi. 4. Biasanya, saluran yang tertutup kurang sesuai untuk saluran peluncur, karena peningkatan debit yang terjadi, akan dapat merubah aliran terbuka menjadi aliran tertekan.
51 V-51 Kemiringan diatur sebagai berikut : 0 m tahap pertama dengan kemiringan = 0,5 dengan lebar saluran = 15 m, kemudian 15 m tahap kedua dengan kemiringan = 0,5 tetapi penampang melebar dari 15 m menjadi 0 m. penampang lurus 4 1 penampang terompet 0 m 15 m saluran peluncur Gambar 5. Penampang memanjang saluran peluncur Bagian yang berbentuk terompet pada ujung saluran peluncur bertujuan agar aliran dari saluran peluncur yang merupakan alira super kritis dan mempunyai kecepatan tinggi, sedikit demi sedikit dapat dikurangi akibat melebarnya aliran dan aliran tersebut menjadi semakin stabil. 15 m 0 m 15 m Gambar 5.3 Bagian berbentuk terompet pada ujung hilir saluran peluncur
52 V Rencana Teknis Hidrolis A B + 119,97 C + 114,90 D + 110, ,90 E 8,4 50,75 saluran pengatur 0 saluran peluncur 15 Gambar 5.4 Potongan memanjang spillway Garis dasar saluran ditentukan dengan perhitungan hidrolik yang dilakukan dengan persamaan Bernoulli sebagai berikut : hv1 h L V 1 1 hd1 h 1 hv l 1 V hd l Gambar 5.5 Skema penampang memanjang aliran pada saluran
53 V-53 Elevasi ambang hilir = elevasi ambang udik V1 g V + hd1 = + hd g + h e h e V = g V1 + g + n R. V 4 3. l 1 n. V S = 4 3 R h L = S. l 1 di mana : V 1 : kecepatan aliran air pada bidang-1 V : kecepatan aliran air pada bidang- hd 1 : kedalaman air pada bidang-1 hd : kedalaman air pada bidang- l 1 l : panjang lereng dasar diantara bidang-1 dan bidang- : jarak horisontal diantara bidang-1 dan bidang- R : radius (jari-jari) hidrolika rata-rata pada potongan saluran yang diambil S 0 : kemiringan dasar saluran S : kemiringan permukaan aliran h l : kehilangan energi karena gesekan dan lain-lain h e : perbedaan tinggi antara garis energi dengan permukaan air n : angka kekasaran saluran = 0,045 Di titik A : - kecepatan aliran V = 4,4 m/det (V 1 ) - Luas tampang hidrolis A = 11,5 m² - tinggi tekanan kecepatan aliran h v = 0,91 m = He-Hd - tinggi aliran h d = 3 m jari-jari hidrolis rata-rata R = A/(h d + b) =,586 m
54 V-54 Dengan menggunakan persamaan : Di titik B : Tinggi energi potensial di bidang B = h d + h e = 3 + (+14 (+119,973) = 7.07 m Diasumsikan bahwa kecepatan aliran di B (V ) = 10 m/det, maka : Q 477,4 hd = = = 1,73m b V 37,5.10. A = 37,50.1,73 = 47,74 m² A 47,74 R = = = 1,19 m (. hd + b ) ( 1, ,5) ( 1,19 +,586) R r = = 1,889 m ( 4,4 + 10) V r = = 7,1 m/det h e V V1 n. V = + +. l 4 1 g g 3 R = 5, , = 6,38 Dengan demikian tinggi tekanan total diperoleh : hd + he = 1,73 + 6,38 = 7,655 m < 7,07 m Dicoba lagi dengan asumsi kecepatan aliran yang berbeda : V b Hd A R Rrata Vrata hv hv 1 hl He hd+he Dari hasil perhitungan di atas dengan V = 9,31 m/det didapatkan hd+he = 7,07 m ~ 7,07 m (sesuai dengan asumsi yang diambil), maka : he = 7,07 1,367 = 5,66 m hv = he hl = 5,66 0,35 = 5,335 m
55 V-55 Frounde number pada titik B adalah : V 9.31 F r = = =,544 g hd 9,8.1,367. Di titik C : Tinggi energi potensial di bidang C = h d1 + h e = 3 + (+14 (+114,9)) = 1,1 m l = 59,15 m l 1 = 60,3 m S Diasumsikan bahwa kecepatan aliran di C berturut-turut sesuai tabel sehingga didapatkan : V b hd A R 3 Rrata Vrata Hv 3 Hv hl hd+he Dari hasil perhitungan di atas dengan V = 1,74 m/det didapatkan hd+he = 1,107 m ~ 1,1 m (sesuai dengan asumsi yang diambil), maka : he = 1,11,498 = 9,61 m hv = he hl = 9,61 0,41 = 9,191 m Frounde number pada titik C adalah : V 1,74 F r = = =,573 g hd 9,8.,498. Di titik D : Tinggi energi potensial di bidang D = h d + h e = 3 + (+14 (+110,9)) = 16,1 m l = 79,15 m l 1 = 80,69 m Diasumsikan bahwa kecepatan aliran di D berturut-turut sesuai tabel sehingga didapatkan : V b hd A R 3 Rrata Vrata Hv 3 Hv hl hd+he Dari hasil perhitungan di atas dengan V = 15,67 m/det didapatkan hd+he = 16,093 m ~ 16,1 m (sesuai dengan asumsi yang diambil), maka :
56 V-56 he = 16,093,031 = 14,06 m hv = he hl = 14,06 0,630 = 13,43 m Frounde number pada titik D adalah : V 15,67 F r = = = 3,51 g hd 9,8.,031. Di titik E : Tinggi energi potensial di bidang E = h d + h e = 3 + (+14 (+107,9)) =19, 1 m l = 94,15 m l 1 = 95,98 m Diasumsikan bahwa kecepatan aliran di E berturut-turut sesuai tabel sehingga didapatkan : V b hd A R 3 Rrata Vrata Hv 3 Hv hl hd+he Dari hasil perhitungan di atas dengan V = 17,690 m/det didapatkan hd+he = 19,09 m ~ 19,1 m (sesuai dengan asumsi yang diambil), maka : he = 19,09 1,349 = 17,743 m hv = he hl = 17,743 0,877 = 16,866 m Frounde number pada titik E adalah : V 17,69 F r = = = 4,865 g hd 9,8.1, Peredam Energi Guna meredusir energi aliran air dari saluran peluncur spillway, maka di ujung hilir saluran tersebut dibuat suatu bangunan yang disebut peredam energi pencegah gerusan (scour protection stilling basin). Perhitungan kolam olak digunakan persamaan-persamaan sebagai berikut : Y = q V
57 V-57 Fr = V g Y Dimana : V = Kecepatan awal loncatan (m/dt) g = Percepatan gravitasi = 9,81 m²/dt B = Lebar saluran = 0 Fr = Bilangan froude Y = tinggi konjugasi Perhitungan : V = 17,69 m/dt Y = Q/B V Y = 477,4/0*17,69 Y= 1,349m Fr = V = 4,865 gy Dari perhitungan diatas : Karena Fr = 4,865 > 4.5 dan Q = 477,74 m 3 /dtk > 45 m 3 /dtk maka digunakan kolam olak type USBR type II. Gambar 5.6 Kolam Olakan
58 V Panjang kolam olakan Ukuran panjang kolam olakan tergantung pada bilangan Froude aliran yang akan melintasi kolam tersebut. Karena Froude number > 4,5 maka digunakan kolam olak type USBR type II. Gambar 5.7 Panjang loncatan hidrolis pada kolam olakan datar Dengan Fr = 4,865, dari grafik didapatkan nilai L/D = 3,85 1 D /D 1 = 0,5 x [ ( 1 8 ) 1 + F ] D /1,349 = 0,5 x [ (1 + 8* 4,865 ) -1 ] D L = 9,53 m = 3,85 x 9,53 = 36,69 m ~ 37 m
59 V Gigi-gigi pemencar aliran, gigi-gigi benturan dan ambang ujung hilir kolam olakan Gigi-gigi pemencar aliran yang berfungsi sebagai pembagi berkas aliran terletak di ujung saluran sebelum masuk ke dalam kolam olakan. Sedangkan gigi-gigi benturan yang berfungsi sebagai penghadang aliran serta mendeformir loncatan hidrolis menjadi pendek terletak pada dasar kolam olakan. Adapun ambang ujung hilir kolam olakan dibuat rata tanpa bergerigi. Gambar 5.8 Ukuran gigi-gigi pemencar dan gigi-gigi benturan aliran 5.1. Dimensi kolam olakan Ukuran kolam olakan adalah 0 m x 37 m Ukuran gigi-gigi pemencar aliran adalah d l = 1,349 m, karena lebar ujung saluran peluncur adalah 0 m maka jumlah gigi-gigi dibuat = cm, jarak antara gigi-gigi = 35 m dan jarak tepi ke dinding masing-masing = 135 cm cek jumlah jarak = 7 * 1.5 * + 6 * * 0.68 = 0 m Ukuran ambang ujung hilir kolam olakan dengan mengacu pada gambar 5.5 didapatkan nilai h 3 /d 1 =.00 h 3 =.00 * 1,349 =,698 m, karena lebar kolam olakan adalah 0 m maka jumlah gigi-gigi dibuat = cm, jarak antara gigi-gigi = 00
60 V-60 cm dan jarak tepi ke dinding masing-masing = 100 cm cek jumlah jarak = 4 * 3 * + 3 * + * 1 = 0.00 m Tinggi jagaan Tinggi jagaan pada bangunan pelimpah (spillway) dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : 1 F b = C. V. d atau 1 3 F b = 0,6 + 0,037. V. d F b minimal = 0,5 s/d 0,6 m di atas permukaan aliran Di mana : Fb = tinggi jagaan C = koefisien = 0,1 untuk penmapang saluran berbentuk persegi panjang dan 0,13 untuk penampang berbentuk trapesium V = kecepatan aliran (m/det) d = kedalaman air di dalam saluran (m) Tinggi jagaan pada kolam olakan adalah sebagai berikut : d = 9,53m b = 0 m A = 9,53. 0 = 190,6 m² V = Q/A = 477,4 / 190,6 =,505 m/det Tinggi jagaan : 1 Fb = 0,10.,505. 9,53 Fb = 0,773 Atau 1 3 Fb = 0,6 + 0,037.,505. 9,53 Fb = 0,796 m
61 V-61 Dipakai nilai tertinggi yaitu Fb = 0,796 m dibulatkan Fb = 1.00 m Analisis Stabilitas Bangunan Pelimpah Perhitungan stabilitas konstruksi bangunan pelimpah ditinjau dengan dua kondisi sebagai berikut : A 4.0 H D E.00 B C 1.00 F G Gambar 5.9 Rembesan dan Tekanan Air Tanah di Bawah Pelimpah Kondisi Muka Air normal a Pada Kondisi Air Normal Tabel 5.16 Perhitungan Rembesan dan Tekanan Air Tanah Kondisi Muka Air Normal Titik Garis Panjang Rembesan Beda Tekanan Air Beda Tinggi Energi Tekanan Air Tanah LV LH 1/3 LH LW H = LW / CW H P = H - H (m) (m) (m) (m) (Ton/m ) (Ton/m ) (Ton/m ) Elevasi Titik dari elv.a A B A - B C B - C D C - D E D - E F E - F G F - G H G - H ΣLV 8.03 Σ(1/3 LH).893
62 V-6 Angka rembesan (C w ) = (Σ Lv + Σ ⅓Lh)/ H w =.71 Harga aman untuk C w =,00 untuk jenis tanah pondasi medium clay. Karena Cw > Cw batas maka struktur bangunan pelimpah pada saat kondisi muka air normal tidak perlu lantai muka. l1=0.95 l=3.58 l3=4.7 h1=.00 h5= W1 A G1 G h4=3.9 G3 G4 h7 =.9 m h=4.0 h3=1.00 W4 W3 W P aktif D G6 G5 B C E 1.00 F G7 H G P pasif W5 h8 =.00 m l4=0.95 l5=0.58 l6=3.00 l7= W7 W6 W8 W Gambar 5.30 Stabilitas Pelimpah Pada Kondisi Muka Air Normal Tabel 5.17 Perhitungan Stabilitas Pelimpah Kondisi Muka Air Normal Gaya Horisontal Gaya Luas x Tekanan Gaya Terhadap Titik G Lengan Momen (Ton) (m) (Tonm) W1 1/ * PA * h W W3 PA* h / * (PB - PA) * h PE * h / * (PF - PE) * h W4 PD * h / * (PC - PD) * h W5 1/ * PG * h P aktif γb * h * tg (45º - φ/) + * C * tg(45º - φ/) P pasif γb * h6 * tg (45º + φ/) + * C * tg(45º + φ/) ΣRh ΣMh
63 V-63 Tabel 5.18 Perhitungan Stabilitas Pelimpah Kondisi Muka Air Normal Gaya Vertikal Terhadap Titik G Gaya Gaya Luas x Tekanan Lengan Momen (Ton) (m) (Tonm) G1 l1 * h5 * γc G 1/ * l * h5 * γc G3 (l1+l) * h4 * γc G4 1/ * l3 *h7 * γc G5 l4 * h3 * γc G6 1/ * l5 * h3 * γc G7 l3 * h6 * γc W6 PC * l / * (PB - PC) * l W7 PD * l / * (PC - PD) * l W8 PE * l / * (PF - PE) * l W9 PG * l / * (PF - PG) * l ΣRv ΣMv Garis tangkap dan gaya resultan : Rv = Ton Rh = Ton Mv = Ton m Mh = Ton m Mo = Ton m Kontrol terhadap guling : e = (L/) (Mo/Rv) < L/6 = 9,5 338,104 9,5 < 65,18 6 = -0,56 < 1,54 Aman FS = [(Mv)/(Mh)] > 1,5 = 378,96 / 40,856 > 1,5 9,78 > 1,5 Aman
64 V-64 Kontrol terhadap daya dukung tanah pondasi : Besarnya daya dukung tanah dipengaruhi oleh dalamnya pondasi, lebarnya pondasi, berat isi tanah, sudut geser dalam dan kohesi dari tanah. Daya dukung tanah (ultimate bearing capacity) dihitung dengan rumus pondasi menerus sebagai berikut (terzaghi) : q ult = α. c. N c + γ. z. N q + ½. γ sub. B. N γ dimana : q ult = daya dukung ultimate (t/m ) C = kohesi (t/m ) γ sub = berat isi tanah jenuh air (t/m 3 ) γ = berat per satuan volume tanah (t/m 3 ) α, β = faktor yang tak berdimensi dari bentuk tapak pondasi Z = kedalaman pondasi =,00 m B = lebar pondasi = 9,5 m Tabel Koefisien Daya Dukung Tanah Terzaghi φ Nc Nq Nγ N'c N'q N'γ o o o o o o o o o o Dari hasil penyelidikan tanah pada lokasi embung, tanah dasar untuk lokasi pondasi adalah sebagai berikut: N c = 9.64 c = 0,46 Ton/m γ = 1,716 Ton/m 3 N q =.70 z =,00 m γ sat = 1,940 Ton/m 3 N γ = 1.0 B = 9,5 m γ sub = 0,940 Ton/m 3
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
V-1 BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI 5.1 Tinggi Embung Tinggi puncak embung merupakan hasil penjumlahan antara tinggi embung dengan tinggi jagaan. Berdasarkan hasil perhitungan flood routing didapat elevasi
Lebih terperinciBAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI 5.1 Tinjauan Umum Embung Pusporenggo berfungsi menampung air yang nantinya akan digunakan untuk keperluan irigasi dan memenuhi kebutuhan air baku untuk masyarakat. Dalam perencanaan
Lebih terperinciBAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY)
VIII-1 BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) 8.1. Tinjauan Umum Bangunan pelimpah berfungsi untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam embung agar tidak membahayakan keamanan tubuh embung.
Lebih terperinci5. BAB V PERENCANAAN STRUKTUR PERENCANAAN STRUKTUR
5. BAB V PERENCANAAN STRUKTUR PERENCANAAN STRUKTUR 5.1. TINJAUAN UMUM Perencanaan struktur dam meliputi perhitungan perhitungan konstruksi tubuh dam dan PLTMH yaitu perencanaan spillway yang meliputi bentuk
Lebih terperinciBAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI 5.1 Tinjauan Umum Embung Kali Silandak berfungsi sebagai bangunan pengendali banjir pada DAS kali Silandak. Dalam perencanaan ini dibatasi pada perencanaan tubuh embung, analisis
Lebih terperinciBAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI 5.1 Tinjauan Umum Ciniru berfungsi menampung air yang nantinya akan digunakan untuk keperluan irigasi dan memenuhi kebutuhan air baku untuk masyarakat. Dalam perencanaan ini
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data sekunder (Soedibyo, 1993).
BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan embung, terlebih dahulu harus dilakukan survey dan investigasi dari lokasi yang bersangkutan guna memperoleh data yang berhubungan dengan perencanaan
Lebih terperinciBAB IX PERENCANAAN TUBUH EMBUNG
IX- BAB IX PERENCANAAN TUBUH EMBUNG 9.. Tinjauan Umum Tubuh embung direncanakan untuk dapat menahan gaya-gaya yang menyebabkan tidak stabilnya tubuh embung. Dimensi tubuh embung direncanakan berdasarkan
Lebih terperinci4.6 Perhitungan Debit Perhitungan hidrograf debit banjir periode ulang 100 tahun dengan metode Nakayasu, ditabelkan dalam tabel 4.
Sebelumnya perlu Dari perhitungan tabel.1 di atas, curah hujan periode ulang yang akan digunakan dalam perhitungan distribusi curah hujan daerah adalah curah hujan dengan periode ulang 100 tahunan yaitu
Lebih terperinci6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO
6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO 6.1 EVALUASI BENDUNG JUWERO Badan Bendung Juwero kondisinya masih baik. Pada bagian hilir bendung terjadi scouring. Pada umumnya bendung masih dapat difungsikan secara
Lebih terperinciPERENCANAAN DETAIL EMBUNG UNDIP SEBAGAI PENGENDALI BANJIR PADA BANJIR KANAL TIMUR
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL EMBUNG UNDIP SEBAGAI PENGENDALI BANJIR PADA BANJIR KANAL TIMUR ( DETAIL DESIGN EMBUNG UNDIP AS A FLOOD CONTROL OF EAST FLOOD CHANNEL) Disusun Oleh : Anette
Lebih terperinciBAB V STABILITAS BENDUNG
BAB V STABILITAS BENDUNG 5.1 Kriteria Perencanaan Stabilitas perlu dianalisis untuk mengetahui apakah konstruksi bangunan ini kuat atau tidak, agar diperoleh bendung yang benar-benar stabil, kokoh dan
Lebih terperinciPERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM
PERENCANAAN BENDUNG. Perencanaan Hidrolis Bendung. Lebar dan Tinggi Bendung Lebar bendung adalah jarak antara kedua pangkal bendung (Abutment). Lebar bendung sebaiknya diambil sama dengan lebar rata-rata
Lebih terperinciBAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS
35 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 Perencanaan Stabilitas Bendung 4.1.1 Perencanaan Tubuh Bendung Berdasarkan perhitungan elevasi dari Profil memanjang daerah irigasi maka di peroleh elevasi mercu
Lebih terperinciBAB VI PERENCANAAN CHECK DAM
VI- BAB VI PERENCANAAN CHECK DAM 6.. Latar Belakang Perencanaan pembangunan check dam dimulai dari STA. yang terletak di Desa Wonorejo, dan dilanjutkan dengan STA berikutnya. Dalam perencanaan ini, penulis
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan
Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan Dicky Rahmadiar Aulial Ardi, Mahendra Andiek Maulana, dan Bambang Winarta Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciPERENCANAAN EMBUNG PARAS KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH
ii HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN EMBUNG PARAS KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH (Design of Paras Small Dam Boyolali Regency Central Java) Disusun Oleh : CATUR PURNOMO NIM. L2A 002 032
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN MOTTO... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR
Lebih terperinciPERENCANAAN EMBUNG KERSULO KABUPATEN PATI JAWA TENGAH
ii HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN EMBUNG KERSULO KABUPATEN PATI JAWA TENGAH (Design of Kersulo Small Dam Pati Regency Central Java) Disusun Oleh : ADI WIBOWO NIM. L2A 001 005 DIMAS
Lebih terperinciBAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN
BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN Bangunan pelengkap jalan raya bukan hanya sekedar pelengkap akan tetapi merupakan bagian penting yang harus diadakan untuk pengaman konstruksi jalan itu sendiri dan petunjuk
Lebih terperinciLEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN EMBUNG SUNGAI KREO KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG
ii LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN EMBUNG SUNGAI KREO KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG Disusun Oleh : BUDI SETIAWAN L2A 002 031 KUKUH DWI PRASETIANTO L2A 002 092 Semarang, November 2007
Lebih terperinciSTRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI
Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 2006: 50-59 STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Kustamar Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Peredam energi merupakan suatu bagian dari bangunan air yang berguna
Lebih terperinciACARA BIMBINGAN TUGAS
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN...i BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR...ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN...iii KATA PENGANTAR... v ABSTRAK...vii DAFTAR ISI...viii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR NOTASI...xiv
Lebih terperinciBAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA
BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA 6.1 UMUM Bendung direncanakan untuk mengairi areal seluas 1.32700 ha direncanakan dalam 1 (satu) sistem jaringan irigasi dengan pintu pengambilan di bagian kiri bendung.
Lebih terperinciKAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU
KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU Sih Andayani 1, Arif Andri Prasetyo 2, Dwi Yunita 3, Soekrasno 4 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Lebih terperinciPERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO. Oleh : Dyah Riza Suryani ( )
PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO Oleh : Dyah Riza Suryani (3107100701) Dosen Pembimbing : 1. Ir. Fifi Sofia 2. Mahendra Andiek M., ST.,MT. BAB I Pendahuluan Latar Belakang
Lebih terperinciIdentifikasi Debit Banjir, Desain Teknis dan Kontrol Stabilitas Bendung Pengelak Banjir ABSTRAK
Identifikasi Debit Banjir, Desain Teknis dan Kontrol Stabilitas Bendung Pengelak Banjir 1 Identifikasi Debit Banjir, Desain Teknis dan Kontrol Stabilitas Bendung Pengelak Banjir Adi Prawito ABSTRAK Di
Lebih terperinciPerencanaan Bangunan Air. 1. Umum
. Umum Pada saat memilih suatu bangunan air, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, baik dari segi kriteria tujuan, tinjauan hidraulika, adanya sedimentasi, ketersediaan material pembuatnya, maupun
Lebih terperinciBAB VI EVALUASI BENDUNG KALI KEBO
VI 1 BAB VI 6.1 Data Teknis Bendung Tipe Bendung Mercu bendung : mercu bulat dengan bagian hulu miring 1:1 Jari jari mercu (R) : 1,75 m Kolam olak : Vlugter Debit rencana (Q100) : 165 m 3 /dtk Lebar total
Lebih terperinciBAB V PERENCANAAN SABO DAM DAN BENDUNG
BAB V PERENCANAAN SABO DAM DAN BENDUNG 5.1. PERENCANAAN SABO DAM 5.1.1. Pemilihan Jenis Material Konstruksi Dalam pemilihan jenis material konstruksi perlu dipertimbangkan beberapa aspek sebagai berikut
Lebih terperinciBAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN
BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN 5.1 Tinjauan Umum Sistem infrastruktur merupakan pendukung fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur
Lebih terperinciBAB VI ANALISIS HIROLIKA DAN PERENCANAAN KONSTRUKSI
BAB VI ANALISIS HIROLIKA DAN PERENCANAAN KONSTRUKSI 6. Tinjauan Umum Dalam perencanaaan sistem pengendalian banjir, analisis yang perlu ditinjau adalah analisis hidrologi dan analisis hidrolika. Analisis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung.
Perencanaan Embung Tambak Pocok Kabupaten Bangkalan PERENCANAAN EMBUNG TAMBAK POCOK KABUPATEN BANGKALAN Abdus Salam, Umboro Lasminto, dan Nastasia Festy Margini Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil
Lebih terperinciBAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG. Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung cikopo
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG 5.1 Perencanaan Hidrolis Bendung 5.1.1 Menentukan Elevasi Mercu Bendung Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung cikopo disesuaikan dengan kebutuhan
Lebih terperinciBAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG. dapat memutar turbin generator. Dari pernyataan diatas maka didapat : - Panjang Sungai (L) = 12.
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG 5.1 Perencanaan Hidrolis Bendung 5.1.1 Menentukan Elevasi Mercu Bendung Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung Mongango disesuaikan dengan kebutuhan
Lebih terperinciIdentifikasi Debit Banjir, Desain Teknis dan Kontrol Stabilitas Bendung Pengelak Banjir ABSTRAK
1 Identifikasi Debit Banjir, Desain Teknis dan Kontrol Stabilitas Bendung Pengelak Banjir Adi Prawito ABSTRAK Di Tuban terdapat Kali Jambon yang penampangnya kecil sehingga tidak mampu mengalihkah debit
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Moto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Moto dan Persembahan iv ABSTRAK v ABSTRACT vi KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xviii DAFTAR
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Abutmen merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai penahan tanah. Adapun fungsi abutmen ini antara lain : Sebagai perletakan
Lebih terperinciMEKANIKA TANAH (CIV -205)
MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir
III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. batu yang berfungsi untuk tanggul penahan longsor. Langkah perencanaan yang
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Talud Bronjong Perencanaan talud pada embung memanjang menggunakan bronjong. Bronjong adalah kawat yang dianyam dengan lubang segi enam, sebagai wadah batu yang berfungsi
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL l HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK jl1 v v111 x xi xu BAB I PENDAHULUAN1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.
BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Intensitas Curah Hujan Menurut Joesron (1987: IV-4), Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu. Analisa intensitas
Lebih terperinciBendungan Urugan I. Dr. Eng Indradi W. Tuesday, May 14, 13
Urugan I Dr. Eng Indradi W. urugan Bendungan yang terbuat dari bahan urugan dari borrow area yang dipadatkan menggunakan vibrator roller atau alat pemadat lainnya pada hamparan dengan tebal tertentu. Desain
Lebih terperinciPerencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang Dika Aristia Prabowo, Abdullah Hidayat dan Edijatno Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Lebih terperinciBAB III KOLAM PENENANG / HEAD TANK
BAB III KOLAM PENENANG / HEAD TANK 3.1 KONDISI PERENCANAAN Kolam penenang direncanakn berupa tangki silinder baja, berfungsi untuk menenangkan air dari outlet headrace channel. Volume tampungan direncanakan
Lebih terperinciBAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA
BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA 7.1 UMUM Untuk dapat mengalirkan air dari bendung ke areal lahan irigasi maka diperlukan suatu jaringan utama yang terdiri dari saluran dan bangunan pelengkap di jaringan
Lebih terperinciPERENCANAAN DAM DAN SPILLWAY YANG DILENGKAPI PLTMH DI KAMPUS TEMBALANG
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DAM DAN SPILLWAY YANG DILENGKAPI PLTMH DI KAMPUS TEMBALANG Disusun Oleh : Hilaludin L2A 001 078 Joko Santoso L2A 001 086 Semarang, Mei 2008 Disetujui,
Lebih terperinciBAB V PERENCANAAN KONTRUKSI BENDUNG. Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung Cimandiri
BAB V PERENCANAAN KONTRUKSI BENDUNG 5.1 Perencanaan Hidrolis Bendung 5.1.1 Menentukan Elevasi Mercu Bendung Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung Cimandiri disesuaikan dengan kebutuhan
Lebih terperinciPERENCANAAN TUBUH EMBUNG BULUNG DI KABUPATEN BANGKALAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN TUBUH EMBUNG BULUNG DI KABUPATEN BANGKALAN TUGAS AKHIR Diajukan Oleh : DIDIN HENDRI RUKMAWATI 0753010019 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
Lebih terperinciBAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI
145 BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 6.1. Perhitungan Struktur Revetment dengan Tumpukan Batu Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan
Lebih terperinciMEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224
MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Setiap kasus tanah yang tidak rata, terdapat dua permukaan
Lebih terperinciANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT
ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT Prima Stella Asima Manurung Nrp. 9021024 NIRM : 41077011900141 Pembimbing : Endang Ariani, Ir, Dipl, HE FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB 5 DESAIN BANGUNAN PELIMPAH DAN BANGUNAN PELENGKAP
BAB 5 DESAIN BANGUNAN PELIMPAH DAN BANGUNAN PELENGKAP 5.1 BANGUNAN PELIMPAH Bangunan pelimpah adalah bangunan pelengkap dari suatu bendungan yang berguna untuk mengalirkan kelebihan air reservoar agar
Lebih terperinciPerencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 D-82 Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang Dika Aristia Prabowo dan Edijatno Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Lebih terperinci7 BAB VII PERENCANAAN BENDUNG
7 BAB VII PERENCANAAN BENDUNG 7.1 PERENCANAAN POLA TANAM 7.1.1 Perhitungan Pola Tanam Untuk mengatasi masalah kekurangan air,maka perlu dilakukan modifikasi pola tanam dengan mengatur bulan-bulan masa
Lebih terperinciBAB VI USULAN ALTERNATIF
BAB VI USULAN ALTERNATIF 6.1. TINJAUAN UMUM Berdasarkan hasil analisis penulis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, debit banjir rencana (Q) sungai Sringin dan sungai Tenggang untuk periode ulang
Lebih terperinciBerfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.
4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa
Lebih terperinciANALISA DESAIN BENDUNG D.I KAWASAN SAWAH LAWEH TARUSAN (3.273 HA) KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT
ANALISA DESAIN BENDUNG D.I KAWASAN SAWAH LAWEH TARUSAN (3.273 HA) KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT Syofyan. Z 1), Frizaldi 2) 1) DosenTeknik Sipil 2) Mahasiswa Teknik Sipil Fakultas Teknik
Lebih terperinciPerencanaan teknis bendung pengendali dasar sungai
Konstruksi dan Bangunan Perencanaan teknis bendung pengendali dasar sungai Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN
Lebih terperinciPERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH SAMPING (SIDE CHANNEL SPILLWAY) BENDUNGAN BUDONG-BUDONG KABUPATEN MAMUJU TENGAH PROVINSI SULAWESI BARAT
PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH SAMPING (SIDE CHANNEL SPILLWAY) BENDUNGAN BUDONG-BUDONG KABUPATEN MAMUJU TENGAH PROVINSI SULAWESI BARAT Warid Muttafaq 1, Mohammad Taufik 2, Very Dermawan 2 1) Mahasiswa Program
Lebih terperinciBAB IV KRITERIA DESAIN
BAB IV KRITERIA DESAIN 4.1 PARAMETER DESAIN Merupakan langkah yang harus dikerjakan setelah penentuan type penanggulangan adalah pembuatan desain. Desain penanggulangan mencangkup perencanaan, analisa
Lebih terperinciSTUDI STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH KANTILEVER PADA RUAS JALAN SILAING PADANG - BUKITTINGGI KM ABSTRAK
VOLUME 7 NO. 1, FEBRUARI 2011 STUDI STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH KANTILEVER PADA RUAS JALAN SILAING PADANG - BUKITTINGGI KM 64+500 Abdul Hakam 1, Rizki Pranata Mulya 2 ABSTRAK Hujan deras yang terjadi
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12
DAI TAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI v DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xii DAFTAR LAMPIRAN xiv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 2 1.2 Tujuan 2 1.3 Manfaat
Lebih terperinciPENGGUNAAN BETON MATRAS SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF UNTUK PENANGGULANGAN BOCORAN PADA TANGGUL SALURAN IRIGASI
50 PENGGUNAAN BETON MATRAS SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF UNTUK PENANGGULANGAN BOCORAN PADA TANGGUL SALURAN IRIGASI Tugiran 1) Subari 2) Isman Suhadi 3) 1) Alumni Program Studi Teknik Sipil Universitas Islam
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi pada Proyek Detail Desain Bendung D.I.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi pada Proyek Detail Desain Bendung D.I. Bajayu Kabupaten Serdang Bedagai yang berada di Kabupaten Serdang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Daerah penelitian merupakan daerah yang memiliki karakteristik tanah yang mudah meloloskan air. Berdasarkan hasil borring dari Balai Wilayah
Lebih terperinciPERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL, KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG
PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL, KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Program Studi Teknik Sipil Oleh : DONNY IRIAWAN
Lebih terperinciPROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
STABILITAS TALUD DAN BENDUNG UNTUK EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU, KECAMATAN PLAYEN, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas
Lebih terperinciSTUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI
STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI Pudyono, IGN. Adipa dan Khoirul Azhar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciSTABILITAS LERENG (SLOPE STABILITY)
STABILITAS LERENG (SLOPE STABILITY) Lereng : tanah dengan permukaan miring, berupa lereng alam atau lereng buatan berupa hasil galian atau timbunan, seperti pada tebing sungai, tebing jalan, tanggul atau
Lebih terperinciTanah Homogen Isotropis
Tanah Homogen Isotropis adalah tanah homogen yang mempunyai nilai k sama besar pada semua arah (kx = kz = ks). ks kx x z kz s Tanah Homogen Anisotropis adalah tanah homogen yang memiliki nilai k tidak
Lebih terperinciPERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB III METODOLOGI
BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Dalam suatu perencanaan bendungan, terlebih dahulu harus dilakukan survey dan investigasi dari lokasi yang bersangkutan guna memperoleh data perencanaan yang lengkap
Lebih terperinciOPTIMASI BENDUNG PUCANG GADING
5-1 5 BAB V OPTIMASI BENDUNG PUCANG GADING 5.1 URAIAN UMUM Bendung Pucang Gading telah dibangun pada sistem sungai Dolok Penggaron. Bendung tersebut mendapat supply air dari Sungai Penggaron dan Sungai
Lebih terperinciANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL
ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL Niken Silmi Surjandari 1), Bambang Setiawan 2), Ernha Nindyantika 3) 1,2 Staf Pengajar dan Anggota Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil
Lebih terperinciPENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM)
PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) M. Kabir Ihsan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh email: ikhsankb@gmail.com
Lebih terperinciSTUDI PERENCANAAN PELIMPAH EMBUNG KRUENG RAYA KELURAHAN KRUENG RAYA KECAMATAN MESJID RAYA KABUPATEN ACEH BESAR
STUDI PERENCANAAN PELIMPAH EMBUNG KRUENG RAYA KELURAHAN KRUENG RAYA KECAMATAN MESJID RAYA KABUPATEN ACEH BESAR M.Fa is Yudha Ariyanto 1, Pitojo Tri Juwono 2, Heri Suprijanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik
Lebih terperinciPERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (181A)
PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (8A) Agatha Padma L Jurusan Teknik Sipil, Universitas Atma Jaa Yogakarta, Jl. Babarsari 44 Yogakarta Email: padma_laksita@ahoo.com ABSTRAK
Lebih terperinciPERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN
TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Waduk Jatibarang. Peta Das Waduk Jatibarang BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Semarang merupakan daerah yang mengalami masalah kekurangan suplai air baku terutama pada musim kemarau dan terjadinya banjir pada musim penghujan yang terjadi
Lebih terperinciSTUDI PERENCANAAN HIDROLIS PELIMPAH SAMPING DAM SAMPEAN LAMA SITUBONDO LAPORAN PROYEK AKHIR
STUDI PERENCANAAN HIDROLIS PELIMPAH SAMPING DAM SAMPEAN LAMA SITUBONDO LAPORAN PROYEK AKHIR Oleh : Eko Prasetiyo NIM 001903103045 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL PROGRAM STUDI TEKNIK
Lebih terperinciStenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK
STUDI PERENCANAAN TEKNIS BENDUNG DI SUNGAI INGGE DAERAH IRIGASI BONGGO KABUATEN SARMI PAPUA Stenly Mesak Rumetna NRP : 0721017 Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : 210049 ABSTRAK Daerah Irigasi
Lebih terperinciPERENCANAAN EMBUNG KENDO KECAMATAN RASANAE TIMUR KABUPATEN BIMA NTB
TUGAS AKHIR RC09-1380 PERENCANAAN EMBUNG KENDO KECAMATAN RASANAE TIMUR KABUPATEN BIMA NTB M Hasan Wijaya NRP. 3108 100 519 Dosen Pembimbing : Ir. Soekibat Roedy S. Ir. Abdullah Hidayat SA,MT. Jurusan Teknik
Lebih terperinciMETODOLOGI BAB III III Tinjauan Umum
III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan embung, terlebih dahulu harus dilakukan survey dan investigasi dari derah atau lokasi yang bersangkutan guna memperoleh data yang berhubungan
Lebih terperinciMENGHITUNG DINDING PENAHAN TANAH PASANGAN BATU KALI
MENGHITUNG DINDING PENAHAN TANAH PASANGAN BATU KALI Tulisan ini diangkat kembali dengan peragaan software untuk membantu praktisi dalam memahami aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam mendesain. www.arnidaambar.com
Lebih terperinciPERENCANAAN EMBUNG MANDIRADA KABUPATEN SUMENEP. Oleh : M YUNUS NRP :
PERENCANAAN EMBUNG MANDIRADA KABUPATEN SUMENEP Oleh : M YUNUS NRP : 3107100543 BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V BAB VI BAB VII PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA METODOLOGI ANALISA HIDROLOGI ANALISA HIDROLIKA
Lebih terperinciBAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING)
VII-1 BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING) 7.1. Penelusuran Banjir Melalui Saluran Pengelak Penelusuran banjir melalui pengelak bertujuan untuk mendapatkan elevasi bendung pengelak (cofferdam). Pada
Lebih terperinciBAB III KRITERIA PERENCANAAN
BAB III KRITERIA PERENCANAAN 3.1. Tanggul (embankment/ levee) Tanggul adalah salah satu infrastruktur persungaian yang dibuat untuk meng-cover debit banjir sungai. Tanggul biasanya dibuat dari material
Lebih terperinciPerencanaan Embung Juruan Laok, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Perencanaan Embung Juruan Laok, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep Muhammad Naviranggi, Abdullah Hidayat Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil
Lebih terperinci9/14/2016. Jaringan Aliran
Jaringan Aliran Jaringan aliran merupakan kombinasi dari beberapa garis aliran dan garis ekipotensial. Garis aliran adalah suatu garis sepanjang mana butir butir air akan bergerak dari bagian hulu kebagian
Lebih terperinciANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN
ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN R.A Dita Nurjanah Jurusan TeknikSipil, UniversitasSriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)
Lebih terperinciMETODOLOGI Tinjauan Umum 3. BAB 3
3. BAB 3 METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan konstruksi dan rencana pelaksanaan perlu adanya metodologi yang baik dan benar karena metodologi merupakan acuan untuk menentukan langkah
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN
vii DAFTAR ISI vi Halaman Judul i Pengesahan ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii DEDIKASI iv KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN
Lebih terperinciPERENCANAAN TUBUH EMBUNG GADDING KECAMATAN MANDING, KABUPATEN SUMENEP TUGAS AKHIR
PERENCANAAN TUBUH EMBUNG GADDING KECAMATAN MANDING, KABUPATEN SUMENEP TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Teknik Sipil Diajukan Oleh : GATOT SUHARTANTO
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Tinjauan Umum Dalam perencanaan perbaikan sungai diperlukan studi pustaka. Studi pustaka diperlukan untuk mengetahui dasar-dasar teori yang digunakan dalam
Lebih terperinciBAB V RENCANA PENANGANAN
BAB V RENCANA PENANGANAN 5.. UMUM Strategi pengelolaan muara sungai ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah pemanfaatan muara sungai, biaya pekerjaan, dampak bangunan terhadap
Lebih terperinciTinjauan Perencanaan Bandung Seloromo Pada Anak Sungai Kanatan Dengan Tipe Ogee
Tinjauan Perencanaan Bandung Seloromo Pada Anak Sungai Kanatan Dengan Tipe Ogee Oleh : Tati Indriyani I.8707059 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Lebih terperinciPERENCANAAN EMBUNG KEDUNG BUNDER KABUPATEN PROBOLINGGO
1 PERENCANAAN EMBUNG KEDUNG BUNDER KABUPATEN PROBOLINGGO Nama : Ahmad Naufal Hidayat NRP : 3110105031 Jurusan : Teknik Sipil FTSP ITS Dosen Pembimbing : 1. Ir. Abdullah Hidayat, SA, MT 2. Ir. Bambang Sarwono,
Lebih terperinciANALISA UJI MODEL FISIK PELIMPAH BENDUNGAN SUKAHURIP DI KABUPATEN PANGANDARAN JAWA BARAT
ANALISA UJI MODEL FISIK PELIMPAH BENDUNGAN SUKAHURIP DI KABUPATEN PANGANDARAN JAWA BARAT Rahmah Dara Lufira 1, Suwanto Marsudi 1 1) Dosen Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Fakultas
Lebih terperinciPembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa
Konstruksi dan Bangunan Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN
Lebih terperinci