ANALISIS PENYERAPAN TENAGAKERJA SEKTOR PERTANIAN DAN SEKTOR JASA PASCAKEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI PROVINSI BANTEN OVILLA MARSHAFENI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENYERAPAN TENAGAKERJA SEKTOR PERTANIAN DAN SEKTOR JASA PASCAKEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI PROVINSI BANTEN OVILLA MARSHAFENI"

Transkripsi

1 ANALISIS PENYERAPAN TENAGAKERJA SEKTOR PERTANIAN DAN SEKTOR JASA PASCAKEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI PROVINSI BANTEN OVILLA MARSHAFENI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skipsi saya berjudul Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.. Bogor, Mei 2013 Ovilla Marshafeni NIM. H

3 ABSTRAK OVILLA MARSHAFENI. Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten. Dibimbing oleh Dr. MUHAMMAD FINDI A, M.E. Kebijakan penetapan upah minimum yang disatu sisi melindungi para pekerja manufaktur dari pemberian upah rendah, namun di sisi lain berdampak pada masalah penyerapan tenagakerja di sektor manufaktur. Hal tersebut menyebabkan pekerja manufaktur beralih untuk bekerja di sektor-sektor lain. Tingkat pengagguran di Provinsi Banten adalah yang tertinggi dibandingkan Provinsi lainnya di Pulau Jawa. Sektor pertanian dan sektor jasa merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi PDRB terbesar namun belum memiliki laju penyerapan tenagakerja yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi ketenagakerjaan dan faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja di kedua sektor tersebut. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis kondisi penyerapan tenagakerja kedua sektor di Provinsi Banten. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakeja kedua sektor dengan pendekatan regresi data panel. Data yang digunakan adalah data time series dan cross section di Provinsi Banten. Berdasarkan hasil estimasi, variabel UMK, konsumsi, investasi, dan PDRB berpengaruh nyata terhadap penyerapan di kedua sektor. Kata Kunci : Banten, jasa, panel, pertanian ABSTRACT OVILLA MARSHAFENI. The Analyze of Demand Labor in Agricultural Sector and Service Sector After The Minimum Wage Policy in Banten Province. Supervised by Dr. MUHAMMAD FINDI A, M.E. The aim of minimum wage policy is to protect the labour from low wage distribution. But on the other side, it also make problem on labour demand on manufacture sector. The impact is the labor of manufacture who move to another sectors. The Province of Banten has the highest unemployment rate among the other province in Java Island. Agricultural sector and service sector have the highest contribution of Gross Domestic Regional Bruto (GDRP) but these sectors don t have a good rate of demand labour. The aim of this research is to ananlyze the condition of demand labour and the factors which have influence to labor demand in both sectors. Descriptive methode was used to analyze the condition of demand labour in both sectors. Quantitative methode using panel data regression, was used to analyze the factors which have influence to labor demand in both sectors. The data is time series and cross section in Banten Province. Based on estimation result, all of the independent variable which are minimum wage, consumption, investment, and GDRP, have significant effect to labor demand in both sectors. Keyword : Banten, service, panel, agricultural

4 ABSTRAK OVILLA MARSHAFENI. Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten. Dibimbing oleh Dr. MUHAMMAD FINDI A, M.E. Kebijakan penetapan upah minimum yang disatu sisi melindungi para pekerja manufaktur dari pemberian upah rendah, namun di sisi lain berdampak pada masalah penyerapan tenagakerja di sektor manufaktur. Hal tersebut menyebabkan pekerja manufaktur beralih untuk bekerja di sektor-sektor lain. Tingkat pengagguran di Provinsi Banten adalah yang tertinggi dibandingkan Provinsi lainnya di Pulau Jawa. Sektor pertanian dan sektor jasa merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi PDRB terbesar namun belum memiliki laju penyerapan tenagakerja yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi ketenagakerjaan dan faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja di kedua sektor tersebut. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis kondisi penyerapan tenagakerja kedua sektor di Provinsi Banten. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakeja kedua sektor dengan pendekatan regresi data panel. Data yang digunakan adalah data time series dan cross section di Provinsi Banten. Berdasarkan hasil estimasi, variabel UMK, konsumsi, investasi, dan PDRB berpengaruh nyata terhadap penyerapan di kedua sektor. Kata Kunci : Banten, jasa, panel, pertanian

5 ANALISIS PENYERAPAN TENAGAKERJA SEKTOR PERTANIAN DAN SEKTOR JASA PASCAKEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI PROVINSI BANTEN OVILLA MARSHAFENI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten : Ovilla Marshafeni : H Menyetujui, Dosen Pembimbing, Dr. Muhammad Findi A, M.E. Dosen Pembimbing Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen Tanggal Kelulusan :

7 PRAKARTA Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah tenagakerja, dengan judul Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya selama proses pengerjaan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada: 1. Dr. Muhammad Findi A, M.E. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahannya selama proses penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Dr. Ir. Sri Mulatsih selaku dosen penguji utama dan Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah berkenan memberikan saran, masukan, dan koreksi dalam perbaikan skripsi. 3. Para dosen dan pegawai Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan pengajaran dan pelayanan terbaiknya selama penulis duduk di bangku kuliah. 4. Instansi dan para pegawai dari BPS, BKPM, KEMEKAERTRANS dan Perpustakaan LSI IPB yang telah memudahkan penulis dalam mencari sumber data dan literatur penelitian. 5. Kedua orang tua penulis, bapak Udin Saefudin dan ibu Elsa, adik, serta seluruh keluarga besar tercinta atas segenap dukungan, motivasi, dan doanya 6. Teman-teman sebimbingan Tamiyah, Karlina, Syafira, Meutia, dan Aim yang telah banyak membantu penelitian ini. 7. Teman-temanku Desy, Aci, Mala, Stannia, Tami, Iwi, Tata dan temanteman Ilmu Ekonomi 46 yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penelitian ini serta atas doa, motivasi dan kasih sayangnya. Pada akhirnya penulis berharap agar karya ini bisa memberikan manfaat bagi penulis pribadi khususnya dan seluruh pihak umumnya yang memerlukan Bogor, Mei 2013 Ovilla Marshafeni

8 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 7 Ruang Lingkup Penelitian 7 Hipotesis Penelitian 7 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 8 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian dan Sektor Jasa 8 Ketenagakerjaan 9 Penyerapan Tenagakerja 10 Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi 13 Penelitian Terdahulu 14 Kerangka Pemikiran 15 METODE PENELITIAN 18 Jenis dan Sumber Data 18 Metode Analisis 18 Uji Statistika dan Ekonometrika 23 Model Penelitian 24 Definisi Operasional 25 GAMBARAN UMUM 26 Kependudukan dan Tenagakerja 26 Upah Minimum 29 Konsumsi 30 Investasi 31 PDRB Sektor Pertanian dan Sektor Jasa 33 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa 36 Hasil Analisis Model Regresi Data Panel 40 Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian 41 Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Jasa 44 SIMPULAN DAN SARAN 47 Simpulan 47 Saran 48 DAFTAR PUSTAKA 49 LAMPIRAN 51 RIWAYAT HIDUP 58

9 DAFTAR TABEL 1 Jumlah Penduduk Usia di atas 15 Tahun, Jumlah Angkatan Kerja, dan Jumlah Pengangguran di Indonesia 1 2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi di Pulau Jawa 3 3 Upah Minimum Provinsi (UMP) Di Pulau Jawa 4 4 Selang Nilai Statistik Durbin-Watson dan Keputusannya 24 5 Luas Wilayah dan Pembagian Daerah Administratif Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten tahun Demografi Provinsi Banten tahun 2000 dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Provinsi Banten 28 8 Upah Minimum Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten 29 9 Pengeluaran Per Kapita Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten Kontribusi Investasi Sektor Pertanian dan Sektor Jasa dalam Pembentukan Investasi di Provinsi Banten Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian Pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten Kontribusi PDRB Sektor Pertanian pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi Laju Pertumbuhan Sektor Jasa Pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten Kontribusi PDRB Sektor Jasa pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertaninan di Provinsi Banten Periode Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Jasa di Provinsi Banten Periode Laju Pertumbuhan Konsumsi Makanan dan Non Makanan di 46 Provinsi Banten

10 DAFTAR GAMBAR 1 Rata-Rata Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangang Usaha Atas Harga Dasar Konstan 2000 di Provinsi Banten Periode Rata-Rata Laju Penyerapan Tenagakerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Provinsi Banten Periode Tingkat Upah dan Tingkat Penggunaan Tenagakerja 11 4 Kurva Hukum Okun 14 5 Kerangka Konseptual Penelitian 17 6 Realisasi Investasi Provinsi Banten tahun Total Realisasi Investasi pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten tahun Kontribusi Penyerapan Tenagakerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Provinsi Banten 38 9 Kontribusi Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian pada Masing- Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten Kontribusi Penyerapan Tenagakerja Sektor Jasa pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten 40 DAFTAR LAMPIRAN 1 Data Sektor Pertanian 52 2 Data Sektor Jasa 54 3 Uji Chow dan Uji Haussman Model Sektor Pertanian 56 4 Uji Normalitas Model Sektor Pertanian 56 5 Uji Chow dan Uji Haussman Model Sektor Jasa 57 6 Uji Normalitas Model Sektor Jasa 57

11 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan salahsatu hal penting yang perlu diperhatikan dalam masalah pembangunan. Penyerapan tenagakerja diperlukan dalam distribusi pendapatan yang nantinya akan berdampak pada pembagunan. Pendapatan yang diperoleh masyarakat, hampir seluruhnya berasal dari upah yang diberikan di lapangan pekerjaan. Jumlah pendapatan yang diterima tenagakerja tersebut menentukan besarnya kemakmuran dari suatu masyarakat. Semakin tinggi pendapatan per kapita suatu masyarakat, maka menggambarkan semakin tinggi tingkat kemakmurannya. Suatu proses pembangunan melakukan perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakt, dan institusi nasional yang juga tetap memperhatikan pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 2000). Dalam proses pembangunan suatu negara berkembang, masalah pengangguran menjadi hal wajar yang dialami negara tersebut. Masalah pengangguran umumnya disebabkan karena tidak seimbangnya kondisi permintaan dan penawaran tenagakerja yang ada. Peningkatan jumlah penduduk dari waktu ke waktu akan berdampak pada pertambahan jumlah angkatan kerja. Akan tetapi, pertambahan angkatan kerja tersebut tidak dapat diimbangi dengan perluasan lapangan pekerjaan sehingga berdampak pada meningkatnya masalah pengangguran. Tabel 1. Jumlah penduduk usia di atas 15 tahun, jumlah angkatan kerja, dan jumlah pengangguran di Indonesia (jiwa) Tahun Usia 15+ Angkatan Kerja Pengagguran Sumber: BPS RI, Pada tabel 1 menunjukan bahwa selama periode 2003 hingga 2011, jumlah penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas atau bisa dikatan penduduk usia kerja, terus mengalami peningkatan dari 152,65 juta jiwa menjadi 171,76 juta jiwa. Selama tahun 2003 hingga 2011, peningkatan jumlah penduduk usia kerja tersebut mendorong pertumbuhan angkatan kerja dari 100,32 juta jiwa menjadi 117,76 juta jiwa. Jumlah pengangguran dari tahun 2003 hingga 2005 cenderung mengalami

12 peningkatan dari 9,5 juta jiwa menjadi 11,89 juta jiwa. Pada tahun 2006 hingga 2011, jumlah pengangguran mengalami penurunan dari 10,9 juta jiwa menjadi 7,7 juta jiwa. Penurunan ini disebabkan karena besarnya kesempatan kerja di sektor informal membuat orang lebih memilih bekerja dibanding menganggur meskipun dengan jam kerja dan pendapatan yang rendah (Harfina, 2009). Selain sebab tersebut, alasan lain penurunan jumlah pengangguran ini adalah adanya perubahan pada kriteria kelompok bekerja, yaitu dari minimal 35 jam per minggu melakukan kegiatan ekonomi menjadi hanya dua hari per minggu (BPS, 2007). Tujuan pembangunan yang merata di segala aspek, terutama ketenagakerjaan, menuntut pemerintah untuk mampu menyediakan lapangan kerja dengan jumlah dan kualitas yang sesuai. Kebijakan-kebijakan telah dikeluarkan pemerintah untuk dapat menjamin taraf kehidupan yang layak bagi tenagakerja diantaranya melalui tingkat upah. Dunia ketenagakerjaan tidak terlepas dari masalah upah. Definisi upah menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ada pasal 1 ayat 30 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari perusahaan aau pemebri kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanijian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau/jasa yang telah atau akan dilakukan. Salahsatu upaya yang dilakukan pemerintah adalah mengeluarkan kebijakan mengenai upah minimum. Tingkat upah minimum ditetapkan secara sektoral dan regional. Peraturan Menteri Tenagakerja No. PER03/MEN/1997 tentang Upah Minimum Regional Bab I Pasal 1 ayat (a) menyebutkan bahwa Upah Minimum Regional (UMR) adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap di wilayah tertentu dalam suatu propinsi. Tingkat UMR dibagi menjadi tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK). Kebijakan upah minimum hanya dikenakan pada pekerja unskill atau buruh khusunya pada sektor manufaktur. Pada dasarnya, penetapan kebijakanj ini bertujuan untuk melindungi pekerja agar upahnya tidak dibayarkan lebih rendah dari tingkat upah minimum yang ditetapkan sehingga menjamin kemakmuran bagi tenagakerja. Selain itu, upah minimum juga bertujuan untuk meningkatkan produktivitas. Tenagakerja ini umumnya adalah para buruh dengan pendidikan dan keterampilan rendah. Dengan penetapan tingkat upah ini, akan mendorong para buruh untuk mengikuti program-program yang dapat mengasah keterampilan dan pengetahuannya sehingga meningkatkan produktivitas. Kebijakan upah minimum yang disatu sisi melindungi para pekerja dari pemberian upah rendah, namun di sisi lain berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran. Upah bagi perusahaan merupakan biaya yang harus dikeluarkan. Teori permintaan tenagakerja menunjukan hubungan negatif antara tingkat upah dengan penyerapan tenagakerja. Kenaikan upah minimum akan meningkatkan biaya perusahaan manufaktur yang akhirnya berdampak pada kenaikan harga per unit barang yang diproduksi. Kenaikan harga barang ini akan mengurangi permintaan atau konsumsi barang yang berakibat pada banyaknya barang yang tidak terjual, sehungga produsen terpaksa menurunkan jumlah produksinya. Penurunan jumlah produksi akan berdampak pada penurunan keuntungan yang diperoleh perusahaan manufaktur. Perusahaan manufaktur akan lebih memilih 2

13 3 untuk mengurangi jumlah permintaan tenagakerja dan menggantikannya dengan teknologi padat modal, seperti mesin dan lainnya, untuk proses yang lebih efisien. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah tenagakerja yang dibutuhkan karena tenagakerja digantikan oleh penggunaan mesin. Penawaran tenagakerja yang semakin meningkat karena kenaikan tingkat upah ini tidak diimbangi dengan kemampuan perusahaan manufaktur untuk menyerap tenagakerja sehingga banyak tenagakerja yang mencari pekerjaan di sektor lain. Kebijkan pemerintah mengenai upah minimum yang pada awalnya bertujuan meningkatan kesejahteraan pekerja di sektor manufaktur, ternyata memiliki dampak lain yaitu penurunan penyerapan tenagakerja pada sektor tersebut. Penurunan penyerapan tenagakerja ini nantinya akan berdampak pada beralihnya pekerja-pekerja tersebut ke sektor lain. Perumusan Masalah Pulau Jawa merupakan pulau yang memiliki jumlah penduduk terbesar dibandingkan pulau-pulau lain yang ada di Indonesia. Jumlah penduduk Pulau Jawa pada tahun 2010 mencapai jiwa, sedangkan Pulau Sumatera hanya sebesar jiwa (BPS, 2010). Besarnya jumlah penduduk ini akan berdampak pada masalah pengagguran. Permasalahan tingginya jumlah pengangguran dialami oleh daerah otonom di Pulau Jawa, yaitu Provinsi Banten. Tabel 2 menunjukan bahwa tingkat pengangguran di Provinsi Banten merupakan yang tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Tingkat pengangguran di Provinsi Banten pada tahun 2008 hingga 2010 mencapai 15,18 persen dan menurun hingga 13,06 persen. Mesikipun mengalami penurunan, tingkat pengagguran Provinsi Banten tetap menempati posisi pertama di Pulau Jawa. Tabel 2. Tingkat pengangguran terbuka menurut provinsi di Pulau Jawa (persen) Provinsi Tahun Banten 15, ,68 13,06 Jakarta 12,16 12,15 11,05 10,80 Jawa Barat 12, ,33 9,83 Jawa Timur 6,42 5,08 4,25 4,16 Jawa Tengah 7,35 7,33 6,21 5,93 DI Yogyakarta 5, ,69 3,97 Pulau Jawa 10,12 9,24 8, Sumber: BPS RI, Pembentukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian di revisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, merupakan salahsatu upaya pemerintah pusat untuk memberikan wewenang kepada pemerintah daerah agar dapat mengelola pemerintahnnya sendiri. Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah tahun 2001, pemerintah

14 4 mengeluarkan kebijakan mengenai tingkat upah minimum yang kewenangannya dialihkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Hal ini berdampak pada kenaikan tingkat upah minimum yang mengalami peningkatan di tiap propinsi dari tahun ke tahun, seperti yang ditunjukan pada tabel 3. Selama periode 2008 hingga 2011, seluruh provinsi yang ada di Pulau Jawa menetapkan UMP yang cenderung meningkat. Peningkatan upah ini juga disebabkan oleh penyesuaian dengan tingkat inflasi sehingga pekerja tidak mengalami penurunan kesejahteraan. Tabel 3. Jumlah upah minimum provinsi di Pulau Jawa (rupiah) Provinsi Tahun DKI Jakarta Banten Jawa Timur Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Sumber: Kemenakertrans RI, Provinsi Banten merupakan daerah yang memiliki pertumbuhan tertinggi di Pulau Jawa. Tingkat pertumbuhan tahunan Provinsi Banten dari tahun 2006 hingga 2010 mencapai 11,1 persen (BPS, 2011). Presentase ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini seharusnya menunjukan bahwa lapangan kerja yang ada mampu mamapu memperluas kesempatan kerjanya sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran yang masih tinggi di Provinsi Banten. Pada kenyataannya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjamin pengurangan jumlah pengangguran yang ada. Kurangnya kemampuan daya serap masing-masing sektor perekonomian, menjadi hal yang menyebabkan timbulnya masalah pengangguran. Sektor industri memberikan kontribusi yang besar dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten selama periode 2001 hingga 2011, seperti yang ditunjukan pada gambar 1. Sektor industri dari tahun 2002 hingga 2011 memiliki kontribusi PDRB terbesar dengan rata-rata 48,46 persen. Kemudian sektor perdagangan, hotel, dan restoran berada setelahnya dengan presentase rata-rata kontribusi sebesar 18,13 persen. Sektor pertanian dan sektor transportasi, memiliki presentase kontribusi yang hampir sama yaitu dalam kisaran delapan persen. Kontribusi sektor jasa berada setelah sektor pertanian dan sektor transportasi dengan kisaran kontribusi sebesar 4,29 persen. Sektor listrik, sektor bangunan dan sektor keuangan merupakan sektor yang memiliki nilai kontribusi PDRB terendah bila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Sedangkan sektor pertambangan memiliki rata-rata kontribusi terkecil dengan presentase sebesar 0,10 persen.

15 Pertanian Pertambangan Industri Listrik Bangunan Perdagangann Transportasi Keuangan Jasa Gambar 1. Rata-rata kontribusi produk domestik regional bruto menurut lapangang usaha atas harga dasar konstan 2000 di Provinsi Banten periode (persen) Sumber: BPS RI, (diolah). Besarnya kontribusi PDRB yang dimiliki sektor-sektor Hukum Okun menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antaraa tingkat pengangguran dengan Gross Domestic Bruto (GDP). Tingkat pengangguran dengan GDP riil memiliki hubungan yang negatif (Mankiw, 2007). Berdasarkan pada pernyataan tersebut, dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kesempatan kerja tersebut, seharusnya dapat berpengaruh dalam penyerapan tenagakerja. dengan GDP riil. Pada kenyataanya, sektor pertanian dan sektor sektor jasa yang kontribusii PDRB nya termasuk besar belum mampu memiliki laju penyerapan tenagakerja yang baik dibandingkan sektor lain yang nilai kontribusinya lebih rendah, yaitu sektor pertambangan dan sektor keuangan. Gambar 2 menunjukan bahwa laju penyerapan tenagakerja tertinggi dimilikii oleh sektor pertambangan dengan rata-rata laju penyerapann sebesar 25,39 persen. Selain itu, sektor pertanian memiliki laju penyerapan tenagakerja terendah dibanding sektor-sektor lainnya dengan rata-rata sebesar -2,02 persen. Hal ini menunjukan sangat lemahnya daya serap tenagakerja di sektor pertanian. Sektor jasa hanya memiliki rata-rataa laju penyerapan sebesar 9,76 persen. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan sektor pertambangan dan keuangan yang mampu memiliki rata-rata di atas sektor jasa.

16 Gambar 2. Rata-rataa laju penyerapan tenagakerja berdasarkan lapangan usaha di Provinsi Banten periodee (persen) Sumber: BPS Bantenn dan Kemenakertrans Banten, (diolah). Sektor pertanian sebagai sektor primer, seharusnya mampu menyerap tenagakerja dengan baik karenaa sektor ini berperan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu sektor jasa sebagai sektor tersier, merupakan sektor yang dapat meningkatkan daya saing suatu daerah. Suatu daerah diharapkan tidak hanya bergantung dengan sumber daya alamnya saja, namunn juga mampu mengoptimalkan sumber daya manusianya. Perekonomian akan dapat tumbuh apabila sektor-sektorr perekonomiannya adalah sektor yang padat karya, seperti sektor jasa. Kedua sektor ini diharapkan tidak hanya besar dalam kontribusi PDRB nya saja, namun juga diharapkan mampu memeperluas kesempatan kerjanya sehingga dapat menampung penawaran tenagakerja pascakebijakan upah minimum sektor manufaktur dan dapat mengurangi masalah pengagguran yang ada. Berdasarkan pada uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kondisii penyerapan tenagakerja sektor pertaniann dan sektor jasa di Provinsi Banten? 2. Faktor-fakto apa saja yang memengaruhi penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa pascakebijakan upah minimum? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagain berikut: 1. Menganalisis kondisi penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa di Provinsi Banten. 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaru uhi penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa pasca kebijakan upah minimum.

17 7 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis penelitian ini akan menjadi bahan pembelajaran mengenai keadaan ketenagakerjaan suatu wilayah. 2. Menjadi sumber informasi untuk dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya. 3. Menjadi bahan pertimbangan bagi perumusan strategi untuk mengurangi tingkat pengangguran. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan membahas mengenai kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Banten dan faktor-faktor yang dapat memengaruhi penyerapan tenagakerja. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB, Upah Minimum Kabupaten (UMK), Investasi, dan Konsumsi. Objek dari penelitian ini adalah Provinsi Banten dengan kurun waktu yang digunakan data penelitian ini adalah Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. PDRB Riil berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa. Hal ini berarti meningkatnya PDRB akan meningkatkan jumlah permintaan tenagakerja di sektor pertanian dan sektor jasa. 2. Upah Minimum Kabupaten berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa. Hal ini berarti meningkatnya tingkat UMK akan meningkatkan jumlah permintaan tenagakerja di sektor pertanian dan sektor jasa. 3. Investasi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa. Hal ini berarti meningkatnya nilai investasi akan meningkatkan jumlah permintaan tenagakerja di sektor pertanian dan sektor jasa. 4. Konsumsi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa. Hal ini berarti meningkatnya konsumsi rumah tangga akan meningkatkan jumlah permintaan tenagakerja di sektor pertanian dan sektor jasa.

18 8 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Menurut BPS (2003) pertanian adalah semua kegiatan yang meliputi penyediaan komoditi tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan yang dilakukan secara sederhana yang masih menggunakan peralatan tradisional. Sektor pertanian memiliki lima macam sub sektor, yaitu seub sektor tanaman pangan, sub sektor tanaman perkebuan, sub sektor peternakan dan hasilnya, dan sub sektor perikanan. Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam hal menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB). Sektor pertanian memiliki peranan penting bagi pertumbuhan sektor ekonomi lainnya. Peranan penting ini tidak sejalan dengan laju pertumbuhan nilai PDB sektor pertanian yang semakin menurun sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Sektor ini juga memiliki peranan penting dalam hal penyerapan tenaga keja. Sebagian besar penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan, masih mengandalkan sektor pertanian sebagai lapangan usaha utamanya. Menurut Baharsyah (1987) dalam Erdina (2006), kontribusi sektor pertanian dibagi menjadi empat, yaitu: 1. Kontribusi produk yang berarti pertanian merupakan penyedia pangan untuk seluruh bangsa dan bahan baku yang berkesinambungan bagi sektor hilir. 2. Kontribusi devisa artinya pertambahan penerimaan devisa karena terjadinya peningkatan penerimaan ekspor atau melaui penghematan penerimaan devisa yang disebabkan peningkatan produksi komoditi pertanian sebagai subsidi impor. 3. Kontribusi pasar dapat terlihat dari sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto. 4. Kontribusi faktor produksi di wujudkan melalui dua bentuk yaitu pembentukan modal dan tenagakerja. Sektor jasa memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia selama masa pemulihan pasca Krisis Keuangan Asia. Pada saat ini, sektor jasa merupakan sektor yang terbesar dari sektor-sektor yang utama, lebih besar dari kombinasi sektor pertanian dan manufaktur. Sektor ini menyediakan lebih banyak pekerjaan dari pada sektor lain manapun dari pertengahan tahun Nilai output di sektor jasa meningkat lebih dari dua kali lipat nilai output yang dicatat sektor pertanian, manufaktur dan pertambangan pada tahun Pekerja sektor jasa memiliki karakteristik yang berbeda dari stereotip sektor tersebut, yang cenderung difokuskan pada tingkat informalitas yang tinggi, dan pada layanan sebagai pengusaha pilihan terakhir untuk pekerja desa. Sektor jasa memiliki dua subsektor yaitu, subsektor pemerintahan umum dan subsektor swasta. Subsektor swasta terdiri dari sosial kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi, serta perorangan dan rumahtangga. (ILO, 2011).

19 9 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenagakerja dan bukan tenagakerja. Penduduk yang termasuk golongan tenagakerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbedabeda di tiap negara. Batasan usia kerja di Indonesia adalah minimum 10 tahun, tanpa batas umur maksimum (Dumairy, 1996). Jadi, setiap orang atau semua penduduk yang telah berusia 10 tahun tergolong sebagai tenagakerja. UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa, yang dimaksud tenagakerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilakan barang dan jasa. Batas usia tenagakerja di Indonesia adalah 10 tahun. Menurut Kemenakertrans (2009), tenagakerja dibagi menjadi dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran yang aktif mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih) yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya. Angkatan kerja kemudian dibedakan menjadi dua sub kelompok, yaitu bekerja dan penganggur terbuka. Menurut Kemenakertrans (2009) yang dimaksud dengan bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling seditkit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Sedangkan penganggur terbuka adalah mereka yang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan, sudah mendapatkan pekerjaan tapi belum mulai bekerja. Pengangguran terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah sebagai berikut (Sukirno, 2006): 1. Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi akibat kesenjangan waktu, informasi, maupun kondisi geografis antara pencari kerja dan lowongan kerja. 2. Pengangguran struktural adalah pengangguran yang terjadi karena pencari kerja tidak memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan yang ada. 3. Pemgmgguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena pergantian musim. Pengangguran berkaitan dengan fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek, terutama terjadi di sektor pertanian. Tenagakerja yang bukan angkatan kerja dibedakan menjadi tiga sub kelompok, yaitu penduduk dalam usia kerja yang sedang bersekolah, mengurus rumah tangga (tanpa mendapatkan upah), serta penerima pendapatan lain (Dumairy, 1996). Batasan Kemenakertrans mengenai bersekolah ialah bersekolah formal dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, termasuk pelajar dan mahasiswa yang sedang libur. Tenagakerja merupakan hal yang penting dalam sebuah pembangunan. Sektor tenagakerja diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah ekonomi yang ada. Pemanfaatan tenagakerja yang efektir akan menciptakan kemakmuran suatu daerah yang nantinya akan berdampak pada kemakmuran bagi seluruh negara. Penyediaan lapangan pekerjaan yang cukup, menjadi salahsatu upaya yang dapat dilakukan untuk dapat menyerap jumlah

20 10 angakatan kerja yang terus bertambah setiap tahunnya. Hal ini akan mencegah meningkatnya angka pengangguran. Penyerapan Tenagakerja Penyerapan tenagakerja adalah lowongan pekerjaan yang diisi oleh pencari kerja dan pekerja yang sudah ada pada setiap unit usaha atau lapangan pekerjaan (Kemenakertrans, 2009). Banyak nya tenagakerja akan terserap apabila jumlah unit usaha atau lapangan pekerjaan mencukupi dengan banyaknya tenagakerja yang ada. Lapangan pekerjaan itu sendiri merupakan bidang kegiatan dari pekerjaan/usaha/perusahaan/kantor tempat orang bekerja (Kemenakertrans, 2009). Setiap sektor perekonomian atau lapangan pekerjaan memiliki daya serap tenagakerja dan laju pertumbuhan yang berbeda-beda. Perbedaan ini menyebabkan terdapat perbedaan laju peningkatan produktivitas kerja serta terjadinya perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenagakerja maupun perannya dalam pendapatan nasional (Simanjutak, 1998). Penyerapan tenagakerja diturunkan dari fungsi produksi suatu aktivitas ekonomi. Produksi adalah suatu transformasi dari input (faktor produksi) menjadi output. Jika diasumsikan bahwa suatu proses produksi pada sektor pertanian maupun sektor jasa hanya menggunakan dua jenis faktor produksi yaitu tenagakerja (L) dan modal (K) maka fungsi produksinya adalah (Nicholson, 2002): Qt = f ( Lt, Kt )...(1) sedangkan persamaan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan menurut Model Neoklasik adalah sebagai berikut : πt = TR TC...(2) dimana : TR = pt. Qt...(3) Dalam menganalisa penentuan penyerapan tenagakerja, diasumsikan bahwahanya ada dua input yang digunakan, yaitu Kapital (K) dan Tenagakerja (L). Tenagakerja (L) diukur dengan tingkat upah yang diberikan kepada pekerja (w) sedangkan untuk Kapital (K) diukur dengan tingkat suku bunga (r). TC = rt Kt + wt Lt...(4) dengan mensubstitusikan persamaan (1), (3), (4) ke persamaan (2) maka diperoleh : πt = pt. Qt - rt Kt wt Lt...(5) Jika ingin mendapatkan keuntungan maksimum, maka turunan pertama fungsi keuntungan di atas harus sama dengan nol(π =0), sehingga didapatkan : wt Lt = pt. f(lt,kt) rt Kt...(6). L,K K Lt dimana : Lt = Permintaan Tenagakerja wt = Upah Tenagakerja pt = Harga jual barang per unit Kt = Kapital ( Investasi) rt = Tingkat Suku Bunga...(7)

21 11 Qt = Output (PDRB) Berdasarkan pada persamaan di atas, dapat diketahui bahwa penyerapan tenagakerja (Lt) merupakan fungsi dari kapital (investasi), output (pendapatan), tingkat suku bunga (r) dan tingkat upah (w). Teori neoklasik menyatakan bahwa dalam rangka memaksimumkan keuntungan, tiap-tiap perusahaan menggunakan faktor produksi sedemikian rupa sehingga tiap faktor produksi yang digunakan menerima imbalan sebesar nilai pertamabhan hasil marjinal dari faktor produski tersebut. Menurut Simanjuntak (1996) dalam Silalahi (2008), hal ini berarti perusahaan mempekerjakan sejumlah pekerja sedemikian rupa sehingga nilai pertambahan hasil marjinal seseorang sama dengan upah yang diterima orang tersebut). Jadi, upah yang dibayarkan perusahaan adalah: W = VMPL = MPL. P...(8) dimana: W = tingkat upah (dalam arti labour cost) yang dibayarkan perusahaan kepada pekerja; P MPL = harga jual barang (hasil produksi) dalam rupiah per unit barang; = marginal product of labour atau pertambahan hasil marjinal pekerja, diukur dalam unit barang per unit waktu; VMPL = value of marginal product of labour atau nilai pertambahan hasil marjinal pekerja atau karyawan. Pada gambar 3 terlihat bahwa perusahaan hanya dapat menambah penggunaan tenagakerja hingga titik ON dan pada titik tersebut perusahaan mencapai laba maksimum. Jika tenagakerja ditambah dengan jumlah yang lebih besar dari ON yaitu sebesar ON 2 maka keuntungan perusahaan akan berkurang. Kondisi tersebut dikarenakan perusahaan membayar upah dalam tingkat yang berlaku padahal VMPL yang diperoleh lebih kecil dari W yaitu hanya sebesar W 2. Penambahan jumlah tenagakerja dengan jumlah yang lebih besar dari ON dapat dilakukan apabila perusahaan dapat membayar upah di bawah W dan perusahaan mampu menaikkan harga jual barang. W W1 w W2 VMPL O N1 N N2 N Gambar 3. Tingkat upah dan tingkat penggunaan tenagakerja Sumber: Simanjuntak, 1996.

22 Pada dasarnya semakin rendah upah tenagakerja maka akan semakin banyak permintaan tenagakerja yang akan meningkatkan penyerapan tenagakerja (Ehrenberg dan Smith, 2009). Perusahaan akan mengurangi jumlah tenagakerja yang dimintanya atau mencari pekerja yang memiliki upah rendah apabila upah yang diminta terlalu tinggi. Hal ini disebabkan karena upah merupakan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan nantinya. Apabila upah yang diminta tenagakerja tinggi maka akan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan dan akan mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. Apabila upah naik maka perusahaan ada yang lebih suka menggunakan teknologi padat modal untuk proses produksi dan menggantikan kebutuhan akan tenagakerja dengan kebutuhan akan barangbarang modal seperti mesin dan lainnya. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah tenagakerja yang dibutuhkan karena tenagakerja digantikan oleh penggunaan mesin. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenagakerja No. PER-01/MEN/1999, upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, sedangkan UMP adalah upah yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di suatu provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan pekerja yang diharapkan dapat menigkatkan produktivitas dari pekerja nantinya. Penetapan upah minimum akan meningkatkan biaya perusahaan yang akhirnya berdampak pada kenaikan harga per unit barang yang di produksi. Kenaikan harga barang ini akan mengurangi permintaan atau konsumsi barang. Akibatnya banyak barang yang tidak terjual, dan produsen terpaksa menurunkan jumlah produksinya. PDRB menjadi salahsatu faktor lain yang memengaruhi penyerapan tenagakerja. Terjadinya peningkatan pada nilai PDRB menunjukan terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi dikarenakan meningkatnya produksi barang dan jasa. Tenagakerja dibutuhkan untuk dapat memproduksi barang dan jasa tersebut. Faktor lainnya adalah investasi. Menurut Mankiw (2007), investasi terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Menurut Undang-undang No. 6 Tahun 1968 yang telah disempurnakan menjadi Undangundang No. 12 Tahun 1970, penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang disisihkan/disediakan guna menjalankan usaha. Penanaman Modal Asing berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1967 yang telah disempurnakan menjadi Undang-undang No.11 Tahun 1970 adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia. Para pemilik modal asing melaksanakan investasi di Indonesia bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari usaha yang dilaksanakan tersebut. Investasi memiliki peran yang penting dalam hal penyerapan tenagakerja. Menurut Sukirno (2006) dalam praktek usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi atau penanaman modal meliputi pengeluaran atau pembiayaan sebagai berikut: 12

23 13 a. Pembelanjaan pokok berbagai jenis barang modal yaitu mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan. b. Pembelanjaan penunjang untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan lainnya. Investasi dapat dijadikan modal untuk membangun atau menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam membangun atau mengembangkan lapangan pekerjaan. Selain itu, investasi juga akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan nasional karena investasi merupakan salahsatu komponen dari pembentukan pendapatan nasional atau PDB, yaitu Y=C+I+G+NX. Selain investasi, konsumsi juga menjadi komponen dalam pendapatan nasional. Teori Harrord-Domar menyatakan pembentukan modal dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang, maupun sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif suatu masyarakat. Teori ini mengaggap bahwa pertambahan dalam kesanggupan memproduksi dan pendapatan nasional bukan ditentukan oleh pertambahan dalam kapasitas memproduksi, tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat. Hal ini berarti, kenaikan pengeluaran masyarakat akan berdampak pada meningkatnya permintaan produksi (Sukirno, 2006). Konsumsi dapat dijadikan salahsatu faktor yang dapat memengaruhi penyerapan tenagakerja. Menurut (Simanjuntak, 1998) kenaikan permintaan barang dan jasa atau konsumsi oleh masyarakat membuat permintaan akan tenagakerja oleh unit usaha atau perusahaan semakin meningkat (derived demand), dalam hal ini terjadi peningkatan dalam penyerapan tenagakerja dan memberikan kesempatan kerja baru. Oleh karena itu, kenaikkan permintaan perusahaan terhadap tenagakerja tergantung dari kenaikkan konsumsi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut secara langsung juga akan mendorong tumbuhnya kesempatan kerja secara luas. Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Hukum Okun menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dengan Gross Domestic Bruto (GDP). Tingkat pengangguran dengan GDP riil memiliki hubungan yang negatif (Mankiw, 2007). Berdasarkan pada pernyataan tersebut, dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kesempatan kerja dengan GDP riil. Semakin tinggi GDP riil, akan semakin memperluas kesempatan kerja yang ada. Pada gambar 4 menunjukan bahwa perubahan tingkat pengangguran dari tahun ke tahun sangat berhubungan dengan perubahan GDP riil. Teori Harrord Domar menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan pekerjaan dengan mengutamakan sektor-sektor ekonomi yang padat karya. Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan output (Y) dikurangi dengan tingkat pertumbuhan produktivitas tenagakerja (Y/L) sama dengan pertumbuhan kesempatan kerja (L). Secara matematis hubungan-hungan tersebut dirumuskan sebagai berikut: - = /...(1)

24 14 Perubahan Presentase GDP riil Perubahan Tingkat Pengangguran Gambar 4. Kurva Hukum Okun Sumber: Mankiw, Apabila pertumbuhan ekonomi dilihat dari pertambahan output dalam bentuk GDP konstan, maka dapat disimpulkan bahwa PDRB dapat dijadikan sebagai tolak ukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya dan faktor-faktor produksinya. Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian sebelumnya telah membahas mengenai faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja baik di sektor primer, skunder, amupun tersier. Kemudian juga membahas mengenai dampak setelah diberlakukannya upah minimum pada penyerapan tenagakerja. Oleh karena itu, penelitian ini lebih membahas pada: 1. Faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja untuk sektor pertanian dan sektor jasa di Provinsi Banten dengan menambah variabel konsumsi. 2. Lingkupnya hanya pada sektor pertanian dan sektor jasa yang ada di Provinsi Banten. Mahyuddin dan Majdah (2010) dalam tulisannya yang berjudul Elastisitas Permintaan Tenagakerja dan Kekakuan Upah Riil Sektoral di Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat elatisitas permintaan tenagakerja sektoral dan mengukur tingkat kekauan upah riil sektoral di Sulawesi Selatan dengan periode penelitian tahun Metode penelitian yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square untuk melihat elastistas permintaan tenagakerjanya. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa perubahan upah berpengaruh kecil pada permintaan tenagakerja. Impor berpengaruh negatif pada permintaan tenagakerja. Sedangkan sumber pertumbuhan lainnya terutama ekspor dan investasi dangat berpengaruh positif terhadap permintaan tenagakerja. Siregar dan Sukwika (2007) dalam tulisannya yang berjudul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Pasar Tenagakerja dan Implikasi Kebijakannya

25 15 Terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja pasar tenagakerja, yang antara lain meliputi angkatan kerja, penyerapan tenagakerja, penagguran, produktivitas tenagakerja dam upah di Kabupaten Bogor dengan periode penelitian tahun Metode penelitian yang digunakan adalah regresi data panel. Hasil penelitian menyimpulkan penyerapan tenagakerja terdidik di sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa umumnya dipengaruhi oleh investasi dan PDRB. Sedangkan penyerapan tenagakerja tidak terdidik pada ketiga sektor tersebut umumnya dipengaruhi oleh investasi, PDRB dan pendapatan rumah tangga. Sitanggang dan Nachrowi (2004) dalam tulisannya yang berjudul Pengaruh Struktur Ekonomi dan Penyerapan Tenagakerja Sektoral: Analisis Model Demometrik di 30 Propinsi pada 9 Sektor di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi jumlah penyerapan tenagakerja sektoral di 30 propinsi di Indonesia dengan periode penelitian tahun Penelitian ini menggunakan metode Pooled Least Square (PLS) terboboti. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jumlah penyerapan tenagakerja dipengaruhi oleh populasi, net migration, output, dan upah. Dimas dan Woyanti (2009) dalam tulisannya yang berjudul Penyerapan Tenagakerja di DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh PDRB, investasi, dan upah terhadap penyerapan tenagakerja di DKI Jakarta dengan periode penelitian tahun Metode penelitian yang digunakan adalah OLS. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa PDRB, investasi dan upah berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenagakerja di DKI Jakarta. Sidik (2011) dalam tulisannya yang berjudul Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Penyerapan Teanag Kerja Sektor Industri dan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran di Pulau Jawa pada Era Otonomi Daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi peneyrapan tenagakerja sektor industri serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan periode penelitian tahun Metode penelitian yang digunakan adalah regresi panel data. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa upah minimum, PDRB dan Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenagakerja di kedua sektor. Sedangkan Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN) hanya berpengaruh signifikan di sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Kerangka Pemikiran Tujuan pembangunan yang merata di segala aspek, terutama ketenagakerjaan, menuntut pemerintah untuk mampu menyediakan lapangan kerja dengan jumlah dan kualitas yang sesuai. Kebijakan-kebijakan telah dikeluarkan pemerintah untuk dapat menjamin taraf kehidupan yang layak bagi tenagakerjanya melalui tingkat upah. Salahsatu kebijakan yang ditetapkan pemerintah adalah kebijakan upah minimum. Kebijakan penetapan upah minimum yang disatu sisi melindungi para pekerja dari pemberian upah rendah, namun di sisi lain berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran. Kenaikan upah minimum

26 menyebabkan kenaikan biaya yang harus dikeluarkan pada perusahaan manufaktur. Akibatnya perusahaan manufaktur harus mengurangi biaya tersebut dengan jalan mengurangi jumlah tenagakerja untuk menghindari kerugian karena meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan. Kebijkan pemerintah mengenai upah minimum yang pada awalnya bertujuan meningkatan kesejahteraan pekerja di sektor manufaktur, ternyata memiliki dampak lain yaitu penurunan penyerapan tenagakerja pada sektor tersebut. Penurunan penyerapan tenagakerja ini nantinya akan berdampak pada beralihnya pekerja-pekerja tersebut ke sektor lain. Permasalahan tingginya jumlah pengangguran dialami oleh salahsatu daerah otonom, yaitu Provinsi Banten. Tingkat pengangguran di Provinsi Banten adalah yang tertinggi dibandingkan Provinsi lainnya di Pulau Jawa. Tingkat pengangguran di Provinsi Banten pada 2010, mencapai 13,06 persen. Provinsi Banten merupakan daerah yang memiliki pertumbuhan tertinggi di Pulau Jawa. Tingkat pertumbuhan tahunan Provinsi Banten dari tahun 2006 sampai 2010 mencapai 11,1 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjamin pengurangan pada jumlah pengangguran yang ada. Hukum Okun menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dengan Gross Domestic Bruto (GDP). Tingkat pengangguran dengan GDP riil memiliki hubungan yang negatif (Mankiw, 2007). Berdasarkan pada pernyataan tersebut, dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kesempatan kerja dengan GDP riil. Pada kenyataanya, sektor pertanian dan sektor sektor jasa yang kontribusi PDRB nya termasuk besar belum mampu memiliki laju penyerapan tenagakerja yang baik dibandingkan sektor lain yang nilai kontribusinya lebih rendah, yaitu sektor pertambangan dan sektor keuangan. Sektor pertanian memiliki laju penyerapan tenagakerja terendah dengan rata-ratanya yang hanya sebesar -2,02 persen. Sedangkan sektor jasa hanya memiliki rata-rata laju penyerapan sebesar 9,76 persen. Kedua sektor ini diharapkan tidak hanya besar dalam kontribusi PDRB nya saja, namun juga diharapkan mampu memeperluas kesempatan kerjanya sehingga dapat menampung penawaran tenagakerja pascakebijakan upah minimum sektor manufaktur dan dapat mengurangi masalah pengagguran yang ada. 16

27 17 Pembangunan Sumber Daya Manusia Penetapan Upah Minimum Masalah Penyerapan Tenagakerja Sektor Manufaktur Beralihnya Pekerja Sektor Manufaktur ke Sektor-Sektor Lain Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Gambaran Kondisi Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Upah Minimum Investasi Konsumsi PDRB Riil Regresi Data Panel Implikasi Kebijakan Gambar 5. Kerangka konseptual penelitian

28 18 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section delapan kabupaten/kota di Provinsi Banten yaitu: Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang, dan Kota Tangerang Selatan, dan data time series selama sepuluh tahun dari tahun Adapun data-data yang digunakan sebagai variabel dalam pemodelan yaitu jumlah tenagakerja di sektor pertanian dan jumlah tenagakerja di sektor jasa, Upah Minimimum Kabupaten (UMK), PDRB, Pengeluaran per Kapita, Investasi. Data tersebut diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementrian Tenagakerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), perpustakaan IPB, sedangkan informasi yang lain bersumber dari jurnal ilmiah dan buku teks. Metode Analisis Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi data panel. Analisis perkembangan kondisi ketenagakerjaan di sektor pertanian dan sektor jasa dengan menggunakan analisis deskriptif. Selain itu, juga dibahas mengenai variabel-variabel yang memengaruhinya. Sedangkan untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa di Provinsi Banten digunakan analisis regresi data panel. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Eviews 6.1 dan Microsoft Excel Analisi Deskriptif Analisis deskriptif yang dilakukan dalam penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan dengan memberikan penjelasan dalam bentuk tabel, grafik, dan diagram. Analisis deskriptif ini digunakan untuk menjelaskan dan menggambarkan situasi ketenagakerjaan sektor pertanian dan sektor jasa di Provinsi Banten secara umum. Kemudian akan dibahas mengenai deskripsi variabel-variabel yang memengaruhi penyerapan tenagakerja yaitu PDRB, upah riil, investasi dan pengeluaran per kapita. Analisis Regresi Data Panel Data panel merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section merupakan data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu sedangkan data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu (Gujarati, 2004).

29 19 Menurut Baltagi (2005), keunggulan dari menggunakan analisis data panel antara lain sebagai berikut: 1. Analisis data panel dapat mengontrol heterogenitas data individual dalam suatu periode waktu. 2. Analisis data panel dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas di antara variabel, memperbesar derajat bebas, dan lebih efisien. 3. Analisis data panel lebih tepat untuk menentukan perubahan dinamis (dynamic of adjusment). 4. Analisis data panel lebih baik untuk mengidentifikasi dan mengukur pengaruh-pengaruh yang secara sederhana tidak dapat terdeteksi dalam data cross section dan time series saja. 5. Model analisinya dapat digunakan untuk membuat dan mnguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan analisis data cross section atau time series murni. 6. Analisis data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu karena unit data yang digunankan lebih banyak. Keunggulan data panel di atas menunjukan bahwa data panel membuat peneliti lebih fleksibel dalam memodelkan perbedaan sifat tiap data pengamatan dibandingkan dengan metode cross section maupun time series lainnya. Dalam model data panel menggunakan data time series adalah: Yt= β0 + β1 Xt + μt ; t= 1,2,..,T...(1) Dimana T adalah banyaknya data time series. Sedangkan model data panel menggunakan data cross section adalah: Yi= β0 + β1 Xi + μi ; i= 1,2,..,N...(2) Dimana N adalah banyaknya data cross section Data panel merupakan gabungan dari data time series dan cross section, maka model panel data dapat ditulis sebagai berikut: Yit= β0 + β1 Xit + μit...(3) Model Regresi Panel Data Analisis data panel dapat diestimasi menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) jika memenuhi syarat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) atau dengan menggunakan Generalized Least Square (GLS) jika syarat BLUE tidak dipenuhi. Analisis model data panel terdapatl tiga macam metode yang terdiri dari metode yang terdiri model kuadrat terkecil (pooled least square), model efek tetap (fixed effect), dan model efek acak (random effect) (Gujarati, 2003). Ketiga pendekatan yang dilakukan dalam analisis data panel tersebut akan dijelaskan pada bagian berikut ini: Model Kuadrat Kecil (Pooled Least Square) Model pendekatan kuadrat terkecil ini pada dasarnya sama dengan metode OLS. Perbedaan yang dimiliki keduanya adalah data yang digunakan oleh data panel tidak hanya time series saja atau cross section saja tetapi merupakan gabungan dari keduanya. Pada setiap observasi (setiap periode) terdapat regresi sehingga datanya berdimensi tunggal. Dari data panel akan diketahui N adalah jumlah unit cross section dan T adalah jumlah periode waktu. Dengan melakukan

30 20 pendugaan (pooling) seluruh observasi sebanyak N.T, maka model dari pooled least square (PLS) yaitu: Yit = α + Xit βj + εit untuk i,j = 1,2,..., N dan t = 1, 2,..., T Pada metode ini diasumsikan bahwa nilai intercept masing-masing variabel adalah sama, kemudian metode ini juga mengasumsikan bahwa slope koefisien dari dua variabel adalah sama untuk semua unit cross section. Nilai intecept dan slope yang dianggap konstan ini akan berakibat pada hasil dimana terdapat T persamaan yang sama (individu sama, waktu berbeda) dan terdapat N persamaan yang sama untuk setiap T observasi (periode waktu sama, individu berbeda). Model Efek Tetap (Fixed Effect Model) Masalah terbesar yang terjadi dalam pendekatan model kuadrat terkecil adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang mungkin kurang beralasan. Untuk mengatasi masalah tersebut peneliti dapat menggunakan Model Fixed Effect. Fixed Effect Model yaitu model yang didapatkan dengan mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Peubah dummy dapat ditambahkan ke dalam model untuk memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini lalu model diduga menggunakan OLS, yaitu: Yit = αidi + βxit + εit dimana: Yi = Variabel endogen Xi = Variabel eksogen αi = Intersep model yang berubah-ubah antar cross section unit D = Variabel dummy β = parameter i = Individu ke - i, t = Periode waktu ke-t ε = error/simpangan Model Efek Acak (Random Effect Model) Model ini digunakan untuk mengatasi kelemahan Fixed Effect Model (FEM) yang menggunakan dummy variable. Penggunaan dummy variabel ini dapat mengurangi banyaknya degree of freedom. Random Effect Model (REM) memasukan parameter yang berbeda antar individu dan antar waktu ke dalam error. Bentuk model nya dapat dijelaskan dengan persamaan berikut: Yit = α + β Xit + vi +εit dimana : vi ~ N(0, δv2) i = individu ke-i, t = periode waktu ke-t Menurut Firdaus (2011), ada bebrapa asumsi yang harus dipenuhi dalam REM, yaitu: εit ~ N(0, δu2) E (εit) = E(vi)= 0; E(εit, vj) = 0 ; E(vi, Xit)= E (uit, Xit)= 0 E (εit, εjs)= 0 dimana t s dan i j E (vi, vj) dimana i j

31 21 Asumsinya adalah error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. REM dapat menghemat pemakaian degree of freedom, maka dapat menghemat pemakaian degree of freedom dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang terjadi dalam FEM. Hal ini berdampak pada parameter hasil estimasi yang menjadi semakin efisien. Pengujian Kesesuaian Model Data Panel Keputusan untuk memilih jenis model yang digunakan dalam analisis data panel didasarkan pada dua uji, yaitu uji Chow dan uji Haussman. Uji Chow digunakan untuk menentukan apakan menggunakan PLS atau FEM. Sedangkan untuk memutuskan apakah menggunakan FEM atau REM ditentukan oleh uji Haussman. Uji Chow (Chow Test) Uji Chow (uji F-statistik) adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan PLS dtau FEM. Dalam pengujian ini hipotesisnya adalah: H 0 : α1 = α2 = = αi (intercept sama) H 1 : sekurang-kurangnya ada 1 intercept yang berbeda F statistik yang digunakan dengan menggunakan rumus berikut: RRSS URSS / N URSS/ NT N K dimana RRSS = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square URSS = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect N = Jumlah data cross section T = Jumlah data time series K = Jumlah variabel penjelas Pengujian ini mengikuti distribusi F-statistik yaitu F(N-1, NT-N-K). Jika nilai Chow Statistic (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F tabel atau p-value < α, maka cukup bukti untuk penolakan terhadap H 0 sehingga model yang digunakan adalah FEM, begitu juga sebaliknya. Uji Haussman (Haussman Test) Uji Haussman adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan FEM atau REM. Dalam pengujian ini hipotesisnya adalah: H 0 : E(τi xit) = 0 atau REM adalah model yang tepat H 1 : E(τi xit) 0 atau FEM adalah model yang tepat Sebagai dasar penolakan H 0 maka digunakan statistic Hausman dan membandingkan dengan Chi-square statistic Hausman dirumuskan dengan: М=(β-b)(M0-M1)-1(β-b)χ2 (K) dimana: β = vektor untuk statistic variabel fixed effect, b = vektor statistik variabel random effect M 0 = matriks kovarians untuk dugaan random effects M i a= matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model.

32 22 Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari Chi-square (χ2 ) tabel atau atau p-value < α, maka cukup bukti untuk penolakan terhadap H 0 sehingga model yang digunakan adalah FEM, begitu juga sebaliknya. Pengujian parameter Persamaan Regresi Untuk mendapatkan model terbaik, perlu dilakukan pengujian-pengujian sebagai berikut: Uji F-statistic Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah semua variabel independen dalam model secara bersamaan berpengaruh terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan distribusi F dengan membandingkan antara nilai kritis F dengan nilai F-hitung yang terdapat pada hasil analisis. Perumusan hipotesis H 0 : β1 = β2 = β3 = βk = 0, variabel independen secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen H 1 : β1 β2... βn 0,variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen Uji statistik yang digunakan: / k 1 1 / n k dimana : e2 = jumlah kuadrat regresi (1- e2) = jumlah kuadrat sisa n = jumlah pengamatan k = jumlah parameter Kriteria uji: Jika probabilitas F-Stat > Fα (k-1) (nt-n-k) atau nilai signifikan F < α, maka cukup bukti untuk penolakan terhadap H o yang artinya ada pengarauh yang signifikan dari variabel independen terhapan variabel dependen, begitu juga sebaliknya. Uji Statistik t Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen memberikan pengaruh signifikan terhadap variabel dependennya atau tidak. Perumusan hipotesis: H o : β1 = 0,masing-masing variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. H 1 : β1 0,masing-masing variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen Uji statistik yang digunakan: ^ Se ^

33 23 dimana: β ^ koefisien regresi ke-i, Se β ^ = standar error dari koefisien regresi ke-i. Dalam penelitian ini tingkat signifikansi (α) yang digunakan adalah 5persen dan 1 persen artinya resiko kesalahan mengambil keputusan sebesar 5persen dan 1persen Kriteria uji: Jika probabilitas t-hit < α atau t-stat > t α/2(nt-n-k), maka cukup bukti untuk penolakan terhadap H o yang artinya ada pengarauh yang signifikan dari variabel independen terhapan variabel dependen, begitu juga sebaliknya. Koefisien Determinasi (R²) Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besar total variasi variabel dependen yang mampu dijelaskan oleh model. R² menunjukan besarnya pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. R RSS TSS dimana : RSS = Jumlah kuadrat regresi TSS = Jumlah kuadrat total Nilai koefisien determinasi yang digunakan adalah 0 R 2 1. Jika R 2 = 1 berarti 100 persen keragaman dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. Sedangkan R 2 = 0 berarti tidak satupun variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. Uji Pelanggaran Asumsi Terdapat tiga asumsi yang harus diuji dalam analisis regresi, yaitu multikoleniaritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Selain itu, ada uji normalitas untuk melihat apakah error term menyebar normal atau tidak. Uji Multikoleniaritas Multikoleniaritas adalah hubungan linear yang kuat antara variabel-variabel independen di dalam persamaan regresi. Pelanggaran asumsi ini akan menyebabkan kesulitan untuk menduga model yang diinginkan. Uji masalah multikolinier dilakukan dengan melihat hasil estimasi. Jika hasil estimasi memiliki nilai R² dan Adjusted R² yang tinggi tetapi memiliki banyak nilai t-stat yang tidak signifikan sementara hasil F-stat nya signifikan, maka hal ini mengindikasikan adanya multikolinearitas. Salahsatu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggabungkan data cross section dengan data time series atau data panel (Juanda, 2009). Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasitas terjadi karena variasi residual tidak sama untuk semua pengamatan. Hal ini bertentangan dengan asumsi homoskedastisitas yaitu bahwa variasi residual sama untuk semua pengamatan. Indikasi adanya

34 24 heteroskedastisitas dapat ditunjukan dengan menggunakan metode General Least Square (Cross section Weights) yaitu dengan membandingkan sum square Resid pada Weighted Statistics dengan sum square Resid unweighted Statistics. Jika sum square Resid pada Weighted Statistics lebih kecil dari sum square Resid unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas, dilakukan dengan mengestimasi GLS menggunakan whiteheteroscedasticity. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah adanya korelasi antara serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan Durbin Watson (DW) statistiknya dengan Dw-tabel. Korelasi serial terjadi jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi, yang menyebabkan model menjasi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Salahsatu cara untuk mengatasi ini adalah dengan menggunakan metode GLS dalam estimasi model (Gujarati, 2004).\ Tabel 4. Selang nilai statistik Durbin-Watson dan keputusannya Nilai DW Hasil 4- d l <DW<4 Tolak H 0, korelasi serial negatif 4- d u <DW<4- d l Hasil tidak dapat ditentukan 2<DW<4- d u Terima H 0, tidak ada korelasi serial d u <DW<2 d l <DW< d u 0<DW< d l Terima H 0, tidak ada korelasi serial Hasil tidak dapat ditentukan Tolak H 0, korelasi serial positif Sumber: Juanda, Uji Normalitas Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah error term mengikuti distribusi normal. Pengujian dilakukan dengan uji Jarque Bera atau dengan melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian ini adalah: H0 : error term mengikuti distribusi normal H1 : error term tidak mengikuti distribusi normal. Keputusan diambil dengan membandingkan nilai probabilitas Jarque Bera dengan taraf nyata α=0,05. Jika nilai probabilitas Jarque Bera lebih dari α=0,05 maka dapat disimpulkan bahwa error term terdistribusi dengan normal. Model Penelitian Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresei panel data. Data panel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari delapan wilayah kabupaten/kota sebagai unit cross section dan sepuluh periode ( )

35 25 sebagai unit time series sehingga dihasilkan 80 unit observasi. Penelitian ini menggunakan empat variabel independen (PDRB, upah minimum, investasi, dan konsumsi), dengan variabel dependennya adalah penyerapan tenagakerja. Variabel-variabel ini dikembangkan dari hasil penelitian Mahyuddin dan Majdah M.Zain (2010) yang dipublikasikan dalam jurnal dengan judul Elastisitas Permintaan Tenagakerja dan Kekakuan Upah Riil Sektoral di Sulawesi Selatan. Adapun data yang diperoleh pada variabel-variabel tersebut di-logaritmanaturalkan. Hal ini dilakukan agar hasil regresi yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah untuk diinterpretasikan. Model yang disusun dalam penelitan adalah sebagai berikut: TK_Xit = α 0 + β 1 UMK + β 2 KON + β 3 INV + β 4 PDRB_Xit + εit dimana : α 0 β 1,2,3,4 TK_Xit UMK KON INV PDRB_Xit = Intersep = Konstanta masing-masing variabel = Jumlah penyerapan tengakerja sektor X kabupaten/kota i tahun ke-t (jiwa) = UMK kabupaten/kota i tahun ke-t (rupiah) = Konsumsi kabupaten/kota i tahun ke-t (ribu rupiah) = Investasi kabupaten/kota i tahun ke-t (juta rupiah) = PDRB sektor X kabupaten/kota i tahun ke t (juta rupiah) Kemudian model tersebut diubah ke dalam bentuk logaritma natural menjadi: LnTK_Xit = α 0 + β 1 lnumk + β 2 lnkon + β 3 lninv + β 4 lnpdrb_xit + εit dimana : α 0 β 1,2,3,4 TK_Xit UMK KON INV PDRB_Xit = Intersep = Konstanta masing-masing variabel = Jumlah penyerapan tengakerja sektor X kabupaten/kota i tahun ke-t (persen) = UMK kabupaten/kota i tahun ke-t (persen) = Konsumsi kabupaten/kota i tahun ke-t (persen) = Investasi kabupaten/kota i tahun ke-t (persen) = PDRB sektor X kabupaten/kota i tahun ke t (persen) Tanda koefisien yang diharapkan adalah : β 1 > 0 ; β 2 > 0 ; β 3 > 0 ; dan β 4 > 0 Definisi Operasional Pada bab sebelumnya telah dijelaskan beberapa ukuran yang relevan digunakan dalam penelitian, diantaranya permintaan tenagakerja dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Berikut ini adalah beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian: 1. Jumlah tenagakerja sektor X adalah jumlah penduduk berumur 15 (lima belas) tahun ke atas yang bekerja selama seminggu yang lalu (laki-laki

36 26 dan perempuan, kota dan desa) untuk sektor X, Kabupaten/kota (i) dan dalam satu tahun (t) tertentu. 2. PDRB riil sektor X adalah PDRB yang dinyatakan Atas Dasar Harga Konstan 2000 (ADHK 2000) di sektor X, Kabupaten/kota (i) dan dalam satu tahun (t) tertentu. 3. Upah Minimum Kabupaten adalah upah minimum pada masing-masing kabupaten/kota (i) dan dalam satu tahun (t) tertentu. 4. Investasi adalah total realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN), Kabupaten/kota (i) dan dalam satu tahun (t) tertentu. 5. Konsumsi adalah pengeluaran per kapita kabuapten/kota (i) dan dalam satu tahun (t) tertentu. GAMBARAN UMUM Kependudukan dan Tenagakerja Provinsi Banten mempunyai luas daerah sebesar 9.018,64 Km 2. Daerah Provinsi Banten berada pada batas astronomis BT dan LS. Posisi nya berada pada daerah strategis dimana terletak pada lintas perdagangan nasional. Batas-batas daerah Provinsi Banten adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Provinsi Jawa Barat Provinsi ini secara administratif dibagi menjadi empat kabupaten dan empat kota dan terdiri dari 154 kecamatan, 285 kelurahan, dan 1273 desa. Empat kabupaten tersebut adalah Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak. Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Serang. Sedangkan empat kota tersebut adalah Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang, dan Kota Tangerang Selatan. Kota Serang merupakan daerah otonomo yang baru terbentuk setelah dilakukan pemekeran dari Kabupaten serang pada tanggal 2 November Kota Tangerang Selatan adalah kota otonom baru kedua setelah Kota Serang. Kota Tangerang Selatan merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Tangerang pada tanggal 29 Oktober Pada tabel 5 menunjukan luas wilayah, jumlah kecamatan, jumlah kelurahan, dan jumlah desa masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi Banten. Kabupaten Lebak merupakan kabupaten dengan luas wilayah terbesar dan memiliki jumlah desa terbanyak di provinsi Banten. Luas wilayah Kabupaten Lebak sebesar 2.746,90 km 2 dan jumlah desanya mencapai 340 desa. Kabupaten Pandeglang memiliki jumlah kecamatan terbanyak sebanyak 35 kecamatan, sedangkan Kota Tangerang memililiki jumlah kelurahan terbanyak dengan jumlah 104 kelurahan.

37 27 Tabel 5. Luas wilayah dan pembagian daerah administratif kabupaten dan kota di Provinsi Banten tahun 2011 Kabupaten/Kota Luas Wilayah (km 2 ) Jumlah Kecamatan Jumlah Kelurahan Jumlah Desa Kab. Pandeglang 2.746, Kab. Lebak 3.044, Kab. Tangerang Kab. Serang 1.467, Kota Tangerang 164, Kota Cilegon Kota Serang 266, Kota Tangerang Selatan 147, Sumber: Kemendagri, Informasi kependudukan diperlukan bagi perencanaan dan evaluasi pembagunan. Jumlah penduduk dari suatu daerah dapat dijadikan suatu potensi yang besar bagi pembangunan suatu daerah apabila penduduk tersebut berkualitas. Pembagunan dapat berjalan apabila ada sumber daya manusia yang mampu menggerakan pembangunan tersebut. Tabel 6 menunjukan jumlah penduduk Provinsi Banten tahun 2000 tercatat sebesar jiwa. Hingga pada tahun 2010 pertambahan jumlah penduduk Provinsi Banten kurang lebih sebesar dua juta jiwa sehingga banyaknya penduduk mencapai jiwa. Kabupaten Tangerang merupakan kabupaten yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Provinsi Banten sedangkan Kota Serang memiliki jumlah penduduk paling sedikit di Provinsi Banten. Tingkat kepadatan Provinsi Banten pada tahun 2000 mencapai 838 jika/km 2 dan pada tahun 2010 mencapai jiwa/km 2. Besarnya jumlah penduduk di Kabupaten Tangerang, pada kenyataannya tidak mengindikasikan daerah tersebut menjadi daerah dengan tingkat kepadatan tertinggi. Kota Tangerang merupakan daerah di Provinsi Banten dengan tingkat kepadatan tertinggi sedangkan Kabupaten Lebak menjadi daerah dengan tingkat kepadatan terendah. Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Banten dari tahun 2000 sampai 2010 tercatat sebesar 2,78 persen. Kota Tangerang Selatan yang merupakan kota otonom termuda, menjadi kota yang memiliki laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Provinsi Banten.

38 28 Tabel 6. Demografi Provinsi Banten tahun 2000 dan 2010 Kabupaten/Kota Penduduk (jiwa) Kepadatan (jiwa/km 2 ) Laju Pertumbuhan Penduduk, (persen) Kab. Pandeglang ,30 Kab. Lebak ,58 Kab. Tangerang ,80 Kab. Serang ,44 Kota Tangerang ,12 Kota Cilegon ,44 Kota Serang ,88 Kota Tangerang ,63 Selatan Provinsi Banten ,78 Sumber: BPS Banten, Pertumbuhan ekonomi sangat erat kaitannya dengan penyediaan lapangan pekerjaan. Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi menunjukan semakin banyaknya kegiatan perekonomian yang berlangsung. Banyaknya kegiatan perekonomian tersebut membutuhkan tenagakerja dalam pelaksanaannya. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) memberikan gambaran mengenai besarnya penduduk yang berpartisipasi dalam pasar tenagakerja (pekerja atau mencari pekerjaan). TPAK Provinsi Banten cenderung meningkat dari tahun 2008 hingga 2011 seperti yang disajikan tabel 7. Pada tahun 2011, TPAK Provinsi Banten mencapai 67,79 persen. Presentase ini meningkat dari tahun 2010 yang hanya sebesar 65,34 persen. Sepanjang tahun 2008 sampai 2011, Kota Tangerang merupakan kota yang memiliki TPAK tertinggi di Provinsi Banten. TPAK Kota Tangerang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2011, TPAK Kota Tangrang mencapai 70,31 persen lebih tinggi dibandingkan dengan TPAK Provinsi Banten secara keseluruhan. Sedangkan Kabupaten Lebak menjadi daerah dengan TPAK terendah pada tahun 2011 dengan presentase 63,60 persen. Tabel 7. Tingkat partisipasi angkatan kerja di Provinsi Banten (persen) Kabupaten/Kota Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kab. Pandeglang 65,44 63,52 63,76 64,28 Kab. Lebak 67,62 67,69 63,76 63,60 Kab. Tangerang 65,89 62,12 65,90 69,46 Kab. Serang 60,14 60,78 65,68 64,74 Kota Tangerang 66,00 68,51 69,17 70,31 Kota Cilegon 59,99 60,09 65,60 70,00 Kota Serang 0,00 60,51 67,64 68,60 Kota Tangerang 0,00 0,00 60,00 69,64 Selatan Provinsi Banten 64,80 63,74 65,34 67,79 Sumber: BPS Banten,

39 29 Upah Minimum Menurut Sumarsono (2003) dalam Putra (2012), upah diartikan sebagai sejumlah dana yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar tenagakerja karena telah melakukan pekerjaannya yaitu menghasilkan produk. Upah yang terus meningkat, secara langsung akan membawa dampak pada penawaran tenagakerja. Salahsatu upaya pemerintah untuk melindungi pekerja adalah melalui kebijakan upah minimum. Kebijakan upah minimum dibuat pemerintah dengan tujuan untuk melindungi taraf kesejahteraan pekerja dan meningkatkan produktivitas pekerja. Upah minimum ditetapkan berdasarkan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang merupakan kebutuhan pokok hidup sesorang yang telah disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi yang terjadi. Tabel 8. Upah minimum kabupaten dan kota di Provinsi Banten (rupiah) Kabupaten/Kota Tahun Kab. Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang 0, Kota Tangerang Selatan 0,00 0, Provinsi Banten Sumber: Kemenakertrans Banten, Nilai upah minimum Provinsi Banten yang meningkat dari tahun ke tahun seperti yang ditunjukan tabel 8. Pada tahun 2011, upah minimum Provinsi Banten mencapai Rp Kota Tangerang Selatan merupakan kota yang memiliki upah minimim tertinggi dibandingkan denga kabupaten dan kota lainnya. Pada tahun 2011, nilai upah minimum Kota Tangerang Selatan mencapai Rp Hal ini menunjukan kebutuhan biaya hidup di Kota Tangerang Selatan lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya di Provinsi Banten. Kabupaten Lebak memiliki upah minimum terendah di Provinsi Banten dengan upah minimum sebesar Rp Kabupaten Lebak merupakan daerah yang basis perekonomiaannya pertanian, sehingga biaya kehidupannya termasuk rendah dan juga upah yang diterima pekerja tergolong rendah.

40 30 Konsumsi Teori Harrord-Domar menyatakan bahwa pembentukan modal dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang, maupun sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif suatu masyarakat. Teori ini mengaggap bahwa pertambahan dalam kesanggupan memproduksi dan pendapatan nasional bukan ditentukan oleh pertambahan dalam kapasitas memproduksi, tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat. Hal ini berarti, kenaikan pengeluaran masyarakat akan berdampak pada meningkatnya permintaan produksi (Sukirno, 2006). Perusahaan dalam menghadapi permintaan yang meningkat tersebut, membutuhkan tambahan tenagakerja yang pada akhirnya akan meningkatkan permintaan tenagakerja. Perkembangan tingkat kesejahteraan penduduk dapat diukur melalui perkembangan tingkat pendapatan yang tercermin pada besaran dan pola pengeluarannya. Semakin tinggi pendapatan seseorang, akan berdampak pada besarnya tingkat pengeluaran dan juga menyebabkan terjadinya pergeseran pola pengeluaran konsumsi dari pengeluaran untuk makanan kepada pengeluaran bukan makanan. Tabel 9. Pengeluaran per kapita kabupaten dan kota di Provinsi Banten (ribu rupiah) Kabupaten/Kota Tahun Kab. Pandeglang 620,90 624,33 625,06 627,63 628,41 Kab. Lebak 620,40 625,08 627,49 629,44 632,21 Kab. Tangerang 626,50 631,19 632,77 635,19 637,80 Kab. Serang 623,80 628,50 630,08 631,19 633,72 Kota Tangerang 636,21 639,44 640,27 643,18 645,90 Kota Cilegon 635,40 641,75 641,88 645,43 648,88 Kota Serang 0,00 635,31 635,34 636,77 639,17 Kota Tangerang 0,00 0,00 641,72 643,75 645,78 Selatan Provinsi Banten 621,00 625,52 627,63 629,70 633,64 Sumber: BPS RI, Tabel 9 menunjukan bahwa selama periode tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi Banten mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2007, pengeluaran per kapita Provinsi Banten mencapai Rp yang kemudian pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp Kota Cilegon merupakan daerah dengan tingkat pengeluran per kapita tertinggi selama periode 2007 hingga Pada tahun 2011, pengeluaran per kapita Kota Cilegon mencapai Rp Hal ini menunjukan tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Cilegon merupakan yang tertinggi di Provinsi Banten. Daerah dengan tingkat kesejahteraan terendah di Provinsi Banten adalah Kabupaten Pandeglang.

41 31 Pengeluran per kapitaa Kabupaten Pandeglang merupakan yang terkecil sepanjang periode 2007 hingga Peningkatan kesejahteraan penduduk di Provinsi Bantenn mengakibatkan pergeseran pola konsumsi dari pengelurann untuk makanan kepada pengeluaran bukan makanan. Berdasarkan data BPS, pengeluaran penduduk lebih banyak digunakann untuk konsusmsi bukan makanan dibandingkan dengan konsumsi makanan. Pada tahun 2011, tercatat pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan mencapai Rp lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp Sedangkan pengeluaran konsumsi untuk makanan pada tahun 2011, hanya sebesar Rp (BPS, 2011). Investasi Investasi dapat dijadikan modal untuk membangun atau menyediakan sarana dan prasaranaa yang dibutuhkan dalam membangun atau mengembangkan lapangan pekerjaan. Selain itu, investasi juga akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan nasional karena investasi merupakan salahsatu komponenn dari pembentukan pendapatan nasional atau PDB, yaitu Y= C+I+G+NX. Realisasi investasi Provinsi Bantenn selama periode 2007 hingga 2011 ditunjukann pada gambar 6. Total realisasii investasi Provinsi Banten cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 nilai realisasi investasi Provinsi Banten mencapai Rp 7,5 triliun, namunn mengalami penurunann pada tahun 2008 menjadi Rp 6,6 triliun. Penurunan ini disebabkan karena iklim investasi yang belum optimal dengan kondisi infrastruktur yang masih terbatas dan perkembangan ekonomi global dan domestik yang masih belum kondusif akibat krisis global Provinsi Banten Gambar 6. Realisasi investasi Provinsi Banten tahun (juta rupiah) Sumber: BKPM RI, Gambar 7 menunjukan bahwa sepanjang periode 2007 hingga 2011, Kota Cilegon menjadi penyumbang terbesar total investasi Provinsi Banten dengan total investasi sebesar Rp 23 triliun. Kawasan industri di Kota Cilegon menjadi

42 32 salahsatu faktor dayaa tarik investor untuk melakukan investasi. Selain itu, adanya sarana dan infrastruktur investasi yang baik juga menjadi salahsatu faktor tingginya investasi pada daerah ini Series1 Gambar 7. Total realisasi investasi padaa masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi Banten tahun (juta rupiah) Sumber: BKPM RI, (diolah). Kontribusi investasi sektor pertaniann dan sektor jasa Banten tidak terlalu memberikan porsi yang besar dalam pembentukan investasi total Provinsi Banten seperti yang ditunjukan tabel 10. Sepanjang periode 2007 sampai 2011, kedua sektor inii hanya mampu memberikan kotribusi tidak lebih dari 1 persen. Kontribusi sektor pertanian masih lebih besar dibandingkan dengan sektor jasa dengan rata-rata kontribusi sebesar 0,53 persen. Rendahnya kontribusi kedua sektor ini diperkirakan karena masih kurang baiknya kondisi iklim investasi kedua sektor tersebut. Faktor-faktor yang memengaruhi iklim investasi diantaranya adalah kondisi infrastruktur dan birokrasi (Bank Indonesia, 2012). Tabel 10. Kontribusi investasi sektor pertanian dan sektor jasa dalam pembentukan investasi di Provinsi Banten (persen) Sektor Tahun Rata Rata Pertanian Jasa 1,00 0,11 0,35 0,40 0,00 0,34 0,96 0,03 0,33 0,01 0,53 0,18 Sumber: BKPM RI, (diolah).

43 33 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Provinsi Banten PDRB menjadi indikator yang dapat digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya dan faktor-faktor produksinya. Daerah yang mampu mengelola sumbr daya dan faktor produksinya dengan baik, akan berdampak pada kemajuan pembangunan daerahnya. Hukum Okun menyatakan, pertumbuhan ekonomi yang baik dapat berpengaruh dalam penyerapan tenagakerja di daerah tersebut. Perekonomian Provinsi Banten pada tahun 2011 terus membaik, didukung oleh meningkatnya permintaan domestik dan Nasional serta mulai pulihnya kondisi ekonomi global. Pada thun 2011 ekonomi Provinsi Banten mengalami pertumbuhan dari 6,08 persen pada tahun 2010 menjadi 6,43 persen. Pertumbuhan tersebut cenderung lambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional dimana pada tahun 2011 mencapai 6,46 persen. Secara nominal, PDRB Provinsi Banten meningkat dari Rp miliar pada tahun 2010 menjadi Rp ,40 miliar (BPS, 2012). Tabel 11. Laju pertumbuhan sektor pertanian pada masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi Banten (persen) Kabupaten/Kota Tahun Kab. Pandeglang 1,93 2,20 7,97 9,16 Kab. Lebak 3,77 4,36 7,16 5,45 Kab. Tangerang 5,70 6,12 9,24 10,09 Kab. Serang 3,78 72,88 10,70 18,29 Kota Tangerang 3,03 3,41 4,80 4,33 Kota Cilegon 0,68 0,76 8,55 2,15 Kota Serang 0,00 1,83 6,49 9,12 Kota Tangerang Selatan 0,00 0,00 14,00 14,92 Provinsi Banten 3,20 5,39 9,01 3,06 Sumber: BPS RI, (diolah). Laju pertumbuhan sektor pertanian Provinsi Banten selama periode 2008 hingga 2010 cenderung mengalami kenaikan. Tabel 11 menunjukan pada tahun 2008 hingga 2010, laju pertumbuhan sektor ini meningkat dari 3,20 persen menjadi 9,01 persen. Laju pertumbuhan sektor pertanian yang meningkat ini disebabkan karena peningkatan luas panen padi sawah maupun padi ladang sebesar 9,49 persen dan 14,97 persen (BPS, 2011). Hal ini menyebabkan meningkatnya produksi padi secara keseluruhan yang berpengaruh pada peningkatan nilai PDRB sektor pertanian. Pada tahun 2011, terjadi penurunan pada laju pertumbuhan sektor ini dimana nilainya menjadi sebesar 3,06 persen. Penurunan ini disebabkan karena cuaca ekstrim yang berpengaruh pada

44 34 produktivitas sektor pertanian sehingga kinerja sektor ini menjadi terganggu. Jika dilihat berdasarkan kabupaten dan kota, Kabupaten Serang menjadi kabupaten dengan laju pertumbuhan sektor pertanian tertinggi. Pada tahun 2009, laju pertumbuhannya mencapai 72,88 persen. Kabupaten Serang merupakan salahsatu daerah di Provinsi Banten yang memiliki potensi besar dalam sektor pertaniannya. Produktivitas sektor pertanian Kabupaten Serang yang baik menyebabkan laju pertumbuhannya lebih besar dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya. Sedangkan Kota Cilegon menjadi daerah yang memiliki laju pertumbuhan sektor pertanian terendah di Provinsi Banten. Pada tahun 2011 laju pertumbuhannya hanya sebesar 2,15 persen. Selama periode 2001 hingga 2011, sektor pertanian menjadi salahsatu sektor yang berkontribusi besar dalam pembentukan PDRB Provinsi Banten. Rata-rata kontribusi sektor pertanian dari tahun 2001 hingga 2011 mencapai 8,19 persen dan menjadi kontributor terbesar keempat setelah sektor transportasi. Tabel 12 menunjukan kontribusi sektor ini sepanjang tahun 2007 hingga 2011 cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, kontribusi sektor ini mencapai 7,52 persen dan terus meningkat hingga tahun 2010 presentasenya mencapai 7,59 persen. Kabupaten Tangerang menjadi kabupaten dengan nilai rata-rata kontribusi terbesar selama periode 2007 sampai 2011 yaitu sebesar 28,53 persen. PDRB sektor pertanian Kabupaten Tangerang memberikan share yang besar terhadap PDRB sektor pertanian Provinsi Banten. Luas areal lahan pertanian Kabupaten Tangerang yang mencapai hektar, kemungkinan menjadi penyebab tingginya share daerah ini karena semakin luas lahan, maka semakin banyak output yang dapat dihasilkan. Semakin terkikisnya lahan pertanian oleh lahan industri pada Kabupaten Tangerang, tidak terlalu memengaruhi jumlah output yang dihasilkan oleh sektor pertanian karena sektor pertanian dapat menggunakan teknologi untuk memperbaiki produksinya. Tabel 12. Kontribusi PDRB sektor pertanian pada masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi (persen) Kabupaten/Kota Tahun Rata Rata Kab. Pandeglang 22,29 22,02 21,35 21,15 22,40 21,84 Kab. Lebak 23,86 24,00 23,76 23,36 23,90 23,78 Kab. Tangerang 27,47 28,13 28,33 28,39 30,32 28,53 Kab. Serang 17,60 17,70 29,04 29,49 33,85 25,54 Kota Tangerang 0,75 0,75 0,74 0,71 0,72 0,73 Kota Cilegon 4,69 4,57 4,37 4,35 4,32 4,46 Kota Serang 0,00 4,16 4,02 3,92 4,16 4,06 Kota Tangerang Selatan 0,00 0,00 0,77 0,81 0,90 0,83 Provinsi Banten 7,52 7,33 7,38 7,59 7,35 7,43 Sumber: BPS RI, (diolah). Laju pertumbuhan sektor jasa Provinsi Banten selama periode 2008 hingga 2010 cenderung mengalami penurunan seperti yang disajikan tabel 13. Pada tahun

45 hingga 2010, pertumbuhan sektor ini cenderung menurun dari 12,33 persen menjadi 4,6 persen. Laju pertumbuhan sektor jasa yang menurun ini diperkirakan karena melambatnya perkembangan subsektor jasa pemerintahan umum dan adanya perlambatan kredit untuk jasa sosial kemasyarakatan. Pada tahun 2011, laju pertumbuhan sektor ini kembali mengalami kenaikan hingga 7,91 persen. Jika dilihat berdasarkan kabupaten dan kota, Kabupaten Serang menjadi kabupaten dengan laju pertumbuhan sektor jasa tertinggi. Pada tahun 2019, laju pertumbuhannya mencapai 82,17 persen yang merupakan presentase tertinggi selama periode 2007 hingga Laju pertumbuhan yang tinggi ini, dapat disebabkan karena adanya transmisi sektoral dari sektor sekunder ke sektor tersier, dimana sektor tersier telah memiliki peran yang sama pentingnya dengan sektor sekunder dalam perekonomian. Tabel 13. Laju pertumbuhan sektor jasa pada masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi Banten (persen) Kabupaten/Kota Tahun Kab. Pandeglang 3,68 4,89 5,60 7,27 Kab. Lebak 6,79 3,51 7,17 5,42 Kab. Tangerang 11,56 6,65 12,83 7,21 Kab. Serang 13,21 82,17 17,21 6,22 Kota Tangerang 11,60 7,94 9,21 3,57 Kota Cilegon 11,72 12,99 8,61 7,18 Kota Serang 0,00 6,49 5,05 19,23 Kota Tangerang Selatan 0,00 0,00 5,55 4,53 Provinsi Banten 12,33 7,52 4,60 7,91 Sumber: BPS RI, (diolah). Rata-rata kontribusi PDRB sektor jasa Provinsi Banten dari tahun 2001 hingga 2011 mencapai 4,29 persen. Kontribusi sektor ini sepanjang tahun 2007 hingga 2011 cenderung berfluktuasi seperti yang disajikan tabel 14. Pada tahun 2007, kontribusi sektor ini mencapai 3,99 persen. Hingga pada tahun 2011 nilai kotribusinya menjadi 4,35 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Belanja pemerintah yang meningkat menjadi salahsatu faktor yang menyebabkan naiknya kontribusi sektor ini. Peningkatan belanja pemerintah akan berdampak pada perbaikan sarana dan prasarana yang menunjang sektor jasa ini, sehingga berdampak pada nilai output yang dihasilkan menjadi besar. Kota Tangerang Selatan menjadi daerah dengan rata-rata kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB sektor jasa Provinsi Banten. Selama periode 2007 hingga 2011, rata-rata kontribusi Kota Tangerang mencapai 20,81 persen. Besarnya kontribusi ini menunjukan Kota Tangerang Selatan sebagai daerah yang berbasiskan sektor jasa. Pemerintah Kota Tangerang Selatan sendiri, sangat memfokuskan pembangunannya pada sektor jasa. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya

46 36 tempat pariwisata, tempat perbelanjaan, tempat pemukiman dan tempat-tempat jasa lainnya yang berada di Kota Tangerang Selatan. Tabel 14. Kontribusi PDRB sektor jasa pada masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi (persen) Kabupaten/Kota Tahun Rata Rata Kab. Pandeglang 15,72 14,51 14,15 14,29 14,20 14,57 Kab. Lebak 14,87 14,14 13,61 13,95 13,63 14,04 Kab. Tangerang 15,07 14,97 14,84 16,01 15,91 15,36 Kab. Serang 5,42 5,46 9,26 10,37 10,21 8,15 Kota Tangerang 16,70 16,59 16,65 17,39 16,69 16,80 Kota Cilegon 5,00 4,97 5,22 5,42 4,67 5,06 Kota Serang 0,00 16,25 16,09 16,16 17,86 16,59 Kota Tangerang Selatan 0,00 0,00 20,90 21,09 20,43 20,81 Provinsi Banten 3,99 4,24 4,35 4,29 4,35 4,25 Sumber: BPS RI, (diolah). HASIL DAN PEMBAHASAN Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Proses pembagunan ekonomi memerlukan adanya sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumberdaya manusia (SDM). Penggunaan SDM dalam pembangunan menjadi hal yang penting karena pertumbuhan ekonomi diciptakan dari sumber daya manusia yang berkualitas. Perluasan lapangan pekerjaan dan penggunaan tenagakerja yang produktif dengan pemberian upah yang layak juga akan memengaruhi terciptanya pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Upah yang layak akan menaikan pendapatan pekerja yang nantinya akan berdampak pada daya beli pekerja sehingga meningkatkan permintaan efektif. Setelah ditetapkannya kebijakan mengenai otonomi daerah, terjadi pelimpihan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam mengatur tingkat upah nya. Kebijakan upah minimum regional merupakan salahsatu regulasi pemerintah yang bertujuan agar tenagakerja dapat memperoleh upah yang layak. Kebijakan upah minimum dirasakan menguntungkan bagi sisi penawaran tenagakerja, karena tenagakerja akan memperoleh upah di atas tingakt upah minimum yang telah ditetapkan. Hal tersebut akan membuat melonjaknya penawaran tenagakerja. Pada sisi permintaan, hal yang terjadi adalah sebaliknya. Upah merupakan bagian dari biaya yang harus dikeluarkan perusahaan. Tingkat upah yang meningkat, akan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan tersebut. Salahsatu jalan agar biaya yang dikeluarkan perusahaan tersebut tidak melebihi keuntungan yang diperolehnya adalah dengan mengurangi

47 permintaan tenagakerja. Hal ini akan berdampak pada masalah penurunan penyerapan tenagakerja. Berdasarkan tabel 2 menunjukan bahwa tingkat pengagguran terbuka Provinsi Banten merupakan yang tertinggi di Pulau Jawa. Tingkat pengaangguran Provinsi Banten selama periode 2008 hingga 2011 mengalami penurunan dari 15,18 persen menjadi 13,06 persen, namun angkanya tetap tinggi dibandingkan dengan provinsi lain. Tingginya angka pengangguran terbuka, menunjukan bahwa terdapat masalah penyerapan tenagakerja pada sektor-sektor ekonomi di Provinsi Banten. Tingginya tingkat pengagguran di Provinsi Banten diduga karena kualitas pertumbuhan ekonomi Banten yang belum optimal dan kualitas SDM yang masih terbatas. Pertumbuhan ekonomi yang kurang dipacu oleh pertumbuhan investasi memiliki dampak pada penyerapan tenagakerja yang terbatas. Kualitas SDM yang masih kurang dilihat dari masih tingginya angkatan kerja yang berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ke bawah dan budaya masyarakat yang belum berorientasi kepada daya saing dan produktivitas. Kontribusi suatu sektor dalam pembentukan PDRB suatu daerah, menunjukan kemampuan sektor tersebut dalam menyerap tenagakerja. PDRB memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat pengangguran. Hal ini berarti semakin tinggi niali PDRB, akan mengurangi jumlah pengagguran yang ada. Pengurangan pengagguran tersebut menunjukan bahwa sekor tersebut mampu menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga dapat menyerap kelebihan penawaran tenagakerja yang terjadi. Seperti yang ditunjukan pada gambar 1, sektor pertanian dan sektor jasa merupakan dua sektor yang memiliki kontribusi yang cukup besar dalam pembentukan PDRB total di Provinsi Banten. Selama periode 2001 hingga 2011, sektor pertanian memiliki rata-rata kontribusi sebesar 8,19 persen dan sektor jasa sebesar 4,29 persen. Gambar 8 menunjukan kontribusi sektor-sektor ekonomi Provinsi Banten dalam penyerapan tenagakerja. Sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar selama periode 2001 hingga Pada tahun 2003, kontribusi sektor pertanian mencapai tingkat tertinggi dengan presentase sebesar 29,22 persen. Pada tahun 2011, kontribusi sektor pertanian merupakan yang terendah selama periode penelitian. Presentase sektor ini sangat kecil dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu sebesar 12,89 persen. Penurunan kontribusi ini menunjukan transformasi struktural dimana peran sektor pertanian tidak lagi dominan dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, terutama sektor industri. Selain itu, upah yang rendah dan perkembangan alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi bentuk lain baik untuk pemukiman maupun pengusahaan sektor lain diperkirakan juga menjadi alasan menurunnya penyerapan tenagakerja sektor ini. Sementara sektor jasa mengalami peningkatan kontribusi selama periode 2001 sampai Pada tahun 2001, presentase kontribusi sektor ini hanya sebesar 12,64 persen. Kemudian terus meningkat hingga pada tahun 2010 nilainya mencapai 16,99 persen. Sektor jasa menjadi sektor yang diandalkan di era globalisasi ini, khususnya bagi daerah-daerah yang sedang melakukan pembangunan. Sektor jasa dapat meningkatkan daya saing bagi daerah tersebut. Peningkatan kontribusi sektor jasa ini menunjukan bahwa sektor jasa merupakan sektor yang padat karya. Tenagakerja menjadi elemen penting untuk menggerakan pertumbuhan sektor ini karena output dari sektor ini adalah berupa jasa yang dihasilkan murni oleh tenagakerja dan perannya tidak dapat digantikan oleh 37

48 38 keberadaan teknologi. Peningkatan kontribusi tenagakerja pada sektor jasa menunjukan bahwa Provinsi Banten sedang membenahi kondisi ekonominya agar lebih berdaya saing menghadapi era globalisasi ini Gambar 8. Kontribusi Penyerapan Tenagakerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Provinsi Banten (persen) Sumber: BPS Banten, (diolah). Keterangan: 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Pertambangan dan Galian 3. Sektor Industri Pengolahan 4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Sektor Bangunann 6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Sektor Transportasi dan Komunikasi 8. Sektor Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 9. Sektor Jasa-Jasa Kabupaten Lebak merupakan daerah penyumbang tenagakerja sektor pertanian terbesar di Provinsi Banten seperti yang ditunjukan gambar 9. Sektor pertanian merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lebak. Peningkatan produktivitas sektor ini lebih dominan dibandingkan dengan sektor lainnya. Selama periode 2001 sampai 2011, Kabupaten Lebak memiliki nilai kontribusi terbesar dengan presentase sebesar 32,76 persen. Presentase kontribusi terkecil terjadi pada tahun 2003 dengan nilai presentase sebesar 28,01 persen. Penurunan ini diperkirakan karena peningkatan investasi modal berupa teknologi sehingga menggeser peran tenagakerja pada sektor ini. Presentase terbesar terjadi pada tahun 2010, dimana nilainya sebesar 37,62 persen. Peningkatan ini diperkiran karena realisasi investasi modal yang bersifat labour intensif yang meningkat, sehingga sektor ini dapat memeprluas lapangan pekerjaannya. Sedangakan Kota Tangerang

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR PERTANIAN DAN SEKTOR JASA PASCAKEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI PROVINSI BANTEN (PERIODE TAHUN ) ABSTRACT

PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR PERTANIAN DAN SEKTOR JASA PASCAKEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI PROVINSI BANTEN (PERIODE TAHUN ) ABSTRACT PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR PERTANIAN DAN SEKTOR JASA PASCAKEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI PROVINSI BANTEN (PERIODE TAHUN 2001 2011) Muhammad Findi Alexandi *)1 dan Ovilla Marshafeni **) *) Center for

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berkerja di perusahaan/usaha tersebut, baik berkaitan dengan produksi maupun

II. TINJAUAN PUSTAKA. berkerja di perusahaan/usaha tersebut, baik berkaitan dengan produksi maupun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1. Pengertian Tenaga Kerja Berdasarkan BPS, pekerja atau tenaga kerja adalah semua orang yang biasanya berkerja di perusahaan/usaha tersebut, baik berkaitan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi perkembangan penyerapan tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung semakin membuka penyerapan tenaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah penduduk usia kerja yang berumur 15 tahun atau lebih yang melakukan kegiatan ekonomi dengan bekerja untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih serius dengan penyebab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi nasional,

Lebih terperinci

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Rezky Fatma Dewi Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Ketenagakerjaan Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tenaga Kerja Menurut Sudarso (1991), tenaga kerja merupakan manusia yang dapat digunakan dalam proses produksi yang meliputi keadaan fisik jasmani, keahlian-keahlian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam sebuah aktivitas bisnis dan perekonomian Indonesia. Angkatan kerja, penduduk

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Sebelum penelitian ini terdapat penelitian sejenis yang sudah dilakukan oleh beberapa orang. Penelitian terdahulu yang menjadi refrensi

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, memperluas angkatan kerja dan mengarahkan pendapatan yang merata

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, memperluas angkatan kerja dan mengarahkan pendapatan yang merata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah sebuah usaha meningkatan taraf hidup masyarakat, memperluas angkatan kerja dan mengarahkan pendapatan yang merata yang diukur melalui tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Landasan Teori 2.1. 1.Pengertian ketenagakerjaan Ketenagakerjaan jika secara umum diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum bekerja, selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dalam melakukan penelitian ini diambil acuan dari penelitian terdahulu oleh Ulviani (2010) yang berjudul : Analisis Pengaruh Nilai Output dan Tingkat Upah

Lebih terperinci

Keywords : GDRP, learning distribution, work opportunity

Keywords : GDRP, learning distribution, work opportunity 1 ANALISIS PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO SEKTOR PERTANIAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEMPATAN KERJA SERTA DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN Erlina Rufaidah 1, Dwi Wulan Sari 2 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang diarahkan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Keberhasilan sebuah pemerintah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Para ahli ekonomi mengartikan istilah pembangunan ekonomi sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Para ahli ekonomi mengartikan istilah pembangunan ekonomi sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Para ahli ekonomi mengartikan istilah pembangunan ekonomi sebagai pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan dalam struktur corak kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses mutlak yang harus dilakukan oleh suatu bangsa dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh bangsa tersebut.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan sebuah proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan kelembagaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT ( )

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT ( ) SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT (1996-2010) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pada Program Studi S1 Ilmu Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. rata-rata pendapatan riil dan standar hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. rata-rata pendapatan riil dan standar hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses kenaikan output yang terus menerus

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah masalah pengangguran (Sukirno,1985). Menurut Nanga

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah masalah pengangguran (Sukirno,1985). Menurut Nanga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan penduduk yang semakin cepat dan dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan beberapa masalah baru dan salah satu masalah tersebut adalah masalah pengangguran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi. Ketika kesempatan kerja tinggi, pengangguran akan rendah dan ini akan berdampak pada naiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga-lembaga sosial. Perubahan

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR HERNY KARTIKA WATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian menuju perekonomian yang berimbang dan dinamis. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses berkelanjutan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian menuju perekonomian yang berimbang dan dinamis. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses berkelanjutan merupakan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi seyogyanya dapat memperlihatkan perkembangan yang meningkat dari tahun ke tahun karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan guna mempercepat perubahan

Lebih terperinci

PENGARUH UPAH MINIMUM PROVINSI, PDRB DAN INVESTASI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PULAU JAWA TAHUN

PENGARUH UPAH MINIMUM PROVINSI, PDRB DAN INVESTASI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PULAU JAWA TAHUN Pengaruh Upah Minimum (Febryana Rizqi Wasilaputri) 243 PENGARUH UPAH MINIMUM PROVINSI, PDRB DAN INVESTASI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PULAU JAWA TAHUN 2010-2014 THE EFFECTS OF THE PROVINCIAL MINIMUM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Hakikat pembangunan ini mengandung makna bahwa pembangunan

Lebih terperinci

APLIKASI REGRESI DATA PANEL UNTUK PEMODELAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH

APLIKASI REGRESI DATA PANEL UNTUK PEMODELAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH APLIKASI REGRESI DATA PANEL UNTUK PEMODELAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH SKRIPSI Disusun Oleh : TYAS AYU PRASANTI 24010211130029 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kuncoro (2014), dalam jurnal Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan

Lebih terperinci

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran (Studi kasus provinsi-provinsi se-sumatera)

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran (Studi kasus provinsi-provinsi se-sumatera) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran (Studi kasus provinsi-provinsi se-sumatera) M. Wardiansyah; Yulmardi; Zainul Bahri Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerahnya. Hal tersebut dapat dilihat dari sistem distribusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber daya manusia (SDM) atau human resources mengandung dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber daya manusia (SDM) atau human resources mengandung dua BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tenaga kerja. Sumber daya manusia (SDM) atau human resources mengandung dua pengertian. Pertama, sumber daya manusia mengandung pengertian usaha kerja atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA BARAT

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA BARAT ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA BARAT Oleh : ROLAS TE SILALAHI A14304008 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) DITA FIDIANI H14104050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan berlangsungnya proses demografis. Pada tahun 2004, di Jawa. 1,07 persen bila dibanding tahun 2003 (BPS, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan berlangsungnya proses demografis. Pada tahun 2004, di Jawa. 1,07 persen bila dibanding tahun 2003 (BPS, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan dan jumlah komposisi tenaga kerja tersebut akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Sulistiawati (2012).

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Sulistiawati (2012). BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Sulistiawati (2012). Penelitian yang berjudul Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makroekonomi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm Ibid., hlm. 10.

BAB I PENDAHULUAN. Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makroekonomi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm Ibid., hlm. 10. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara berkembang dan jumlah penduduknya besar, Indonesia merupakan satu dari banyak negara yang memiliki masalah mengenai tenaga kerja. Jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui peningkatan pendapatan perkapita penduduk dalam kurun waktu

BAB I PENDAHULUAN. melalui peningkatan pendapatan perkapita penduduk dalam kurun waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikator pertumbuhan ekonomi salah satunya dapat ditunjukkan melalui peningkatan pendapatan perkapita penduduk dalam kurun waktu tertentu secara kontinyu. Definisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka waktu yang cukup lama untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

ANALISIS DATA PANEL TIDAK LENGKAP DENGAN TEKNIK ESTIMASI LEAST SQUARE DUMMY VARIABLE (LSDV) (Studi Kasus pada Pertumbuhan Ekonomi Pulau Jawa)

ANALISIS DATA PANEL TIDAK LENGKAP DENGAN TEKNIK ESTIMASI LEAST SQUARE DUMMY VARIABLE (LSDV) (Studi Kasus pada Pertumbuhan Ekonomi Pulau Jawa) ANALISIS DATA PANEL TIDAK LENGKAP DENGAN TEKNIK ESTIMASI LEAST SQUARE DUMMY VARIABLE (LSDV) (Studi Kasus pada Pertumbuhan Ekonomi Pulau Jawa) SKRIPSI Oleh : IZATUN NISA J2A 606 027 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

JURNAL TINGKAT PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA RATIH MAWARNI AMIN. Dosen Pembimbing :

JURNAL TINGKAT PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA RATIH MAWARNI AMIN. Dosen Pembimbing : JURNAL TINGKAT PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA RATIH MAWARNI AMIN 100 314 035 Dosen Pembimbing : 1. Ir. Oktavianus Porajow, MS 2. Dr. Ir. Charles R. Ngangi, MS 3.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas yang tinggi, dan mendatangkan lebih banyak input ke dalam proses produksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat, jumlah penduduk menentukan efisiensi perekonomian dan kualitas dari tenaga kerja itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Belajar dari pembangunan negara maju, muncul keyakinan banyaknegara berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan produktivitas tenaga kerja terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Jambi

Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan produktivitas tenaga kerja terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Jambi Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan produktivitas tenaga kerja terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Jambi Nurfita Sari Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( )

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH (1994-2007) Disusun Oleh : LISBETH ROTUA SIANTURI H14104020 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 No. 08/02/31/Th. XI, 16 Februari 2009 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PADA SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI ACEH. Sofyan*, Elvira Iskandar*, Zakia Izzati** ABSTRACT

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PADA SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI ACEH. Sofyan*, Elvira Iskandar*, Zakia Izzati** ABSTRACT ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PADA SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI ACEH Sofyan*, Elvira Iskandar*, Zakia Izzati** ABSTRACT Agriculture is a leading sector in Aceh economy, showed

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita cita yang luhur sebagaimana tertuang dalam Pembukuan UUD Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum menuju masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebagai salah satu penduduk terbanyak di dunia setelah RRC, India dan Amerika Serikat. Oleh karena ini, tentunya Indonesia memiliki angkatan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor. Pendapat lain mengatakan, kesempatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor. Pendapat lain mengatakan, kesempatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketenagakerjaan 2.1.1 Kesempatan Kerja dan Tenaga Kerja Menurut Suroto (1992), kesempatan kerja adalah keadaan orang yang sedang mempunyai pekerjaan dalam suatu wilayah. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi dinegara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk di suatu negara dalam jangka panjang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Adrimas,1993). Tujuannya untuk mencapai ekonomi yang cukup tinggi, menjaga

BAB I PENDAHULUAN. (Adrimas,1993). Tujuannya untuk mencapai ekonomi yang cukup tinggi, menjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah hasil dari perubahan dalam bidang teknis dan tata kelembagaan dengan mana output tersebut diproduksi dan didistribusikan (Adrimas,1993).

Lebih terperinci