PREVIEW MEANING OF LIFE ON THE ADHERENTS OF ATHEISM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PREVIEW MEANING OF LIFE ON THE ADHERENTS OF ATHEISM"

Transkripsi

1 PREVIEW MEANING OF LIFE ON THE ADHERENTS OF ATHEISM Ricky Sulistiadi, Anita Zulkaida, SPsi., MPsi. Undergraduate Program, Faculty of Psychology, 2009 Gunadarma University Key Word : Meaning of Life, Atheists ABSTRACT : In the majority of Indonesian public life that in fact religious, meaning of life can be traced, studied, understood, internalized and applied in daily life through religious moral values that form the basis of guidelines to live most of the people of Indonesia. As with the lives of atheists who do not have a standard way of life and serve as main guidelines such as scripture, guidance and advice from the leaders or wise men, as well as books about life as the study of spirituality which is common in public life religious. Proponents of atheists do not have the default values that guide their lives as a source and their starting point in order to gain meaning in life. Proponents of atheists base their lives on the meaning of value-free perspective. In a sense they alone who are looking for, select, and apply a variety of life that are universal values to guide their lives that will be used as a separate method to form a meaning to their lives. The purpose of this study is trying to examine more deeply why an individual eventually becomes adherent atheist, how is the meaning of life adherents of atheism, and to know more closely how the adherents of atheism and struggle in the search for the meaning of his life. In this study the authors use a qualitative approach to the nature of case studies because the study used qualitative case study based on problems that aims to explore the life of a person or a person's behavior in his daily life, using qualitative research case study also obtained a thorough understanding various social phenomena that occur in the community. Data collection techniques in this research is to use the technique interview and field note with the subject and significant other. To help the process of collecting data the researcher is equipped with a guidance interview and tape recorders. In the study determined a number of characteristics of research subjects is a devout atheist early adulthood. Age range years. The number of subjects in this study were 1 person. From the research data concluded that most of the causes of the subject to be an atheist ideology was influenced by factors that are understood by the subject. This is related to the disappointment of the application subject to the experience in his religious ideology that encourages rebellious subjects. In this study the subject more reference and remember the life from childhood to adolescence (either in the environmental community and family environment) which are oriented and diporsikan in bad experiences and less fun as something that affects and develop the perspective and meaning to life apply the subject at this point in his life. 1

2 The factors that make life a meaningful subject at this time beradasar on existentialist perspective. The views and subject to independent verification and significance of life that is felt when the subject of his existence to have meaning for others and themselves based on these perspectives. Subjects as if to emphasize the meaning of his life at present is that human life into something that has meaning not because of what he thinks or believes but rather what can be done by humans is in a good life for himself and his environment. 2

3 GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS NPM : Nama : Ricky Sulistiadi Pembimbing : Anita Zulkaida, SPsi., MPsi. Tahun Sidang : 2009 Subjek : Makna Hidup, ATEIS Judul GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS Abstraksi Pada sebagian besar kehidupan masyarakat Indonesia yang notabene agamis, makna hidup dapat ditilik, dipelajari, dipahami, dihayati dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui nilai-nilai moral agama yang menjadi dasar dari pedoman hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Lain halnya dengan kehidupan orang ateis yang tidak memiliki pedoman hidup yang baku dan berfungsi sebagai pedoman utama seperti misalnya Kitab Suci, tuntunan serta nasihat dari para pemimpin ataupun orang-orang bijak, maupun buku-buku mengenai kajian spiritualitas kehidupan seperti yang biasa terjadi dalam kehidupan masyarakat beragama. Para penganut ateis tidak memiliki perangkat nilai-nilai baku yang menjadi pedoman dalam kehidupan mereka sebagai sumber dan titik tolak mereka untuk dapat memperoleh makna dalam kehidupannya. Para penganut ateis mendasarkan makna hidup mereka pada cara pandang yang bebas nilai. Dalam arti mereka sendirilah yang mencari, memilih, dan menerapkan bermacam nilai kehidupan yang bersifat universal sebagai pedoman hidup mereka yang nantinya dijadikan sebuah metode tersendiri untuk membentuk suatu makna bagi kehidupan mereka. Tujuan penelitian ini yaitu berusaha mengkaji lebih dalam mengapa seseorang individu akhirnya menjadi penganut ateis, bagaimana gambaran makna hidup penganut ateis, serta mengetahui lebih dekat bagaimana proses dan perjuangan penganut ateis dalam pencarian makna hidupnya. Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang sifatnya studi kasus karena penelitian kualitatif studi kasus sesuai digunakan pada masalahmasalah yang bertujuan untuk mengeksplorasi kehidupan seseorang atau tingkah laku seseorang dalam kehidupannya sehari-hari, dengan menggunakan penelitian kualitatif studi kasus juga diperoleh pemahaman yang mendalam tentang berbagai gejala-gejala sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik wawancara dan catatan lapangan dengan subjek dan significant other. Untuk membantu proses pengumpulan data maka peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara dan alat perekam. Dalam penelitian ditentukan sejumlah karakteristik bagi subjek penelitian yaitu seorang penganut ateis dewasa awal. Rentang usia tahun. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 1 orang. Dari data penelitian disimpulkan bahwa sebagian besar penyebab subjek menjadi ateis ternyata dipengaruhi oleh faktor ideologi yang dipahami oleh subjek. Hal tersebut berhubungan dengan kekecewaan subjek terhadap pengalaman dari penerapan dalam ideologi agamanya yang mendorong sikap pemberontakan subjek. Dalam penelitian ini subjek lebih mengacu dan mengingat kehidupan dari masa kecil hingga masa remajanya (baik itu dalam lingkungan masyarakat maupun lingkungan keluarga) yang lebih tertuju dan diporsikan dalam pengalamanpengalaman buruk dan kurang menyenangkan sebagai sesuatu yang mempengaruhi 3

4 dan membangun cara pandang serta pemaknaan terhadap hidup yang subjek terapkan pada saat ini dalam kehidupannya. Adapun faktor yang menjadikan hidup subjek menjadi bermakna pada saat ini beradasar pada cara pandang eksistensialis. Pandangan dan pembuktian subjek terhadap independensinya serta keberartian hidup yang dirasakan subjek disaat keberadaan dirinya dapat memiliki arti bagi orang lain serta dirinya sendiri didasarkan atas cara pandang tersebut. Subjek seakan ingin menegaskan dalam pemaknaan hidupnya pada saat ini yaitu bahwa kehidupan manusia menjadi sesuatu yang memiliki arti bukan karena apa yang dipikirkan atau diyakininya melainkan apa yang dapat dilakukan oleh manusia tersebut dalam kehidupannya baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya. 4

5 GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY SULISTIADI FAKULTAS PSIKOLOGI, UNIVERSITAS GUNADARMA ABSTRAKSI Pada sebagian besar kehidupan masyarakat Indonesia yang notabene agamis, makna hidup dapat ditilik, dipelajari, dipahami, dihayati dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui nilai-nilai moral agama yang menjadi dasar dari pedoman hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Lain halnya dengan kehidupan orang ateis yang tidak memiliki pedoman hidup yang baku dan berfungsi sebagai pedoman utama seperti misalnya Kitab Suci, tuntunan serta nasihat dari para pemimpin ataupun orang-orang bijak, maupun buku-buku mengenai kajian spiritualitas kehidupan seperti yang biasa terjadi dalam kehidupan masyarakat beragama. Para penganut ateis tidak memiliki perangkat nilai-nilai baku yang menjadi pedoman dalam kehidupan mereka sebagai sumber dan titik tolak mereka untuk dapat memperoleh makna dalam kehidupannya. Para penganut ateis mendasarkan makna hidup mereka pada cara pandang yang bebas nilai. Dalam arti mereka sendirilah yang mencari, memilih, dan menerapkan bermacam nilai kehidupan yang bersifat universal sebagai pedoman hidup mereka yang nantinya dijadikan sebuah metode tersendiri untuk membentuk suatu makna bagi kehidupan mereka. Tujuan penelitian ini yaitu berusaha mengkaji lebih dalam mengapa seseorang individu akhirnya menjadi penganut ateis, bagaimana gambaran makna hidup penganut ateis, serta mengetahui lebih dekat bagaimana proses dan perjuangan penganut ateis dalam pencarian makna hidupnya. Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang sifatnya studi kasus karena penelitian kualitatif studi kasus sesuai digunakan pada masalah-masalah yang bertujuan untuk mengeksplorasi kehidupan seseorang atau tingkah laku seseorang dalam kehidupannya sehari-hari, dengan menggunakan penelitian kualitatif studi kasus juga diperoleh pemahaman yang mendalam tentang berbagai gejala-gejala sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik wawancara dan catatan lapangan dengan subjek dan significant other. Untuk membantu proses pengumpulan data maka peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara dan alat perekam. Dalam penelitian ditentukan sejumlah karakteristik bagi subjek penelitian yaitu seorang penganut ateis dewasa awal. Rentang usia tahun. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 1 orang. Dari data penelitian disimpulkan bahwa sebagian besar penyebab subjek menjadi ateis ternyata dipengaruhi oleh faktor ideologi yang dipahami oleh subjek. Hal tersebut berhubungan dengan kekecewaan subjek terhadap 5

6 pengalaman dari penerapan dalam ideologi agamanya yang mendorong sikap pemberontakan subjek. Dalam penelitian ini subjek lebih mengacu dan mengingat kehidupan dari masa kecil hingga masa remajanya (baik itu dalam lingkungan masyarakat maupun lingkungan keluarga) yang lebih tertuju dan diporsikan dalam pengalaman-pengalaman buruk dan kurang menyenangkan sebagai sesuatu yang mempengaruhi dan membangun cara pandang serta pemaknaan terhadap hidup yang subjek terapkan pada saat ini dalam kehidupannya. Adapun faktor yang menjadikan hidup subjek menjadi bermakna pada saat ini beradasar pada cara pandang eksistensialis. Pandangan dan pembuktian subjek terhadap independensinya serta keberartian hidup yang dirasakan subjek disaat keberadaan dirinya dapat memiliki arti bagi orang lain serta dirinya sendiri didasarkan atas cara pandang tersebut. Subjek seakan ingin menegaskan dalam pemaknaan hidupnya pada saat ini yaitu bahwa kehidupan manusia menjadi sesuatu yang memiliki arti bukan karena apa yang dipikirkan atau diyakininya melainkan apa yang dapat dilakukan oleh manusia tersebut dalam kehidupannya baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya. Kata Kunci : Makna Hidup, Ateis 6

7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alasan akan keberadaan diri dan kehadiran seorang individu di dunia secara relatif dapat dijawab dan ditarik pokok pemikirannya pada prinsip-prinsip yang ada dalam kehidupan beragama. Sebaliknya, hal tersebut tidak berlaku bagi para penganut ateis sebab permasalahan tersebut merupakan dasar dari psikologi kehidupan mereka sendiri yang mengindasikan suatu bentuk autentias dimana mereka harus memaknai keberadaan mereka dengan cara mereka sendiri bukan dengan diarahkan dalam suatu cara pandang yang mengikat kebebasan mereka. (Harris, 2006) Keberadaan diri, kejadian-kejadian dalam hidup, dan berbagai macam emosi yang melingkupinya bersinergi menjadi suatu kehidupan. Hal-hal tersebut membentuk dan mengisi setiap ruang dalam kehidupan manusia dan penganut ateis menyadari bahwa tanpa adanya pengertian akan dasar bagi alasan yang melingkupi setiap kejadian dalam hidup mereka maka hidup mereka dan semua kejadian yang terjadi dalam hidup mereka tidak akan ada artinya. (Corevlyn dan Hutsebaut, 1994) 7

8 Bastaman (1996) mengatakan bahwa bagi mereka yang tidak mendasari pemaknaan hidupnya dari nilai-nilai agama tampaknya lebih tepat jika menerapkan salah satu prinsip pengembangan pribadi yang dikemukakan oleh Bapak Filsafat Eksistensi Kierkegaard, yaitu berusaha meninggalkan inhautic existence untuk menuju authentic existence. Adapun yang dimaksud dengan inhautic existence adalah corak kehidupan pribadi yang sepenuhnya ditentukan oleh tuntutantuntutan masyarakat tanpa mampu menentukan apa yang terbaik bagi dirinya sendiri. Sedangkan authentic existence adalah corak kehidupan pribadi yang ditentukan oleh pribadi yang ditentukan sendiri secara bebas dan bertanggung jawab mengenai apa yang baik bagi dirinya sendiri. Seperti juga yang dikatakan oleh Frankl (dalam Koeswara, 1987) menyatakan bahwa makna hidup tidak harus merupakan soal agama, tapi juga dapat dan sering merupakan persoalan filsafat hidup yang sifatnya sekuler. Dikatakan lebih lanjut oleh Hauser dan Singer (2005) ateisme bukanlah sistem etika (sistem yang menentukan perbuatan yang benar atau salah), ateisme hanyalah tidak adanya kepercayaan pada Tuhan. Ateisme punya kelebihan karena tidak perlu mendasarkan keputusan etikanya pada buku yang ditulis oleh orangorang jaman kuno (abad ke-1 atau abad ke-7), dimana buku tersebut menunjukkan nilai-nilai etika dari orang-orang tersebut. Ateisme juga memungkinkan seorang individu untuk merendahkan hati dan mengakui bahwa nilai-nilai etika yang mereka miliki adalah nilai-nilai dari diri mereka sendiri dan bukan hukum alam. Ateisme memberikan seorang individu baik kebebasan dan tanggung jawab untuk menentukan perbuatan mana yang etis atau tidak etis bagi diri mereka sendiri. Bagaimana dan apakah mereka memenuhi tanggung jawab tersebut dengan baik tergantung dari diri mereka sendiri, bukan pada hal-hal diluar diri mereka. Cara pandang yang bebas dari para penganut ateis tersebut terkadang kerap disalah-artikan oleh orang-orang awam sebagai suatu bentuk kebebasan yang tanpa kontrol. Goldman (dalam Glassgold, 2001) mengatakan bahwa memikiran Tuhan tidak ada tidak lantas berarti juga berpikir bahwa manusia bebas melakukan apapun sekehendaknya sendiri. Ateisme hanyalah suatu keadaan sebatas 'tidak percaya bahwa Tuhan ada', tidak lebih dari itu. Tidak ada jaminan bahwa seorang 8

9 ateis akan berbuat semaunya, seperti juga tidak ada jaminan seorang beragama dan percaya pada Tuhan akan berbuat baik. Berdasarkan fakta-fakta tersebut dikatakan Goldman (dalam Glassgold, 2001) pada akhirnya akan lebih bijak melihat filosofi ateisme dan para penganutnya dalam perspektif yang proposional yaitu bahwa para penganut ateis dapat memiliki hidup yang bermakna yang dengan hal tersebut dapat menyumbangkan sesuatu yang berarti yang juga memiliki makna bagi orang lain, kehidupan bermasyarakat, ataupun secara luas bagi seluruh domain dalam lingkungan tempat dia hidup. Demikian pula halnya orang ateis yang gagal memaknai, memberi arti, dan menghargai kehidupannya sendiri (dalam artian yang sempit) dan keterkaitannya akan kehidupan manusia yang lain beserta lingkungan hidupnya (dalam artian yang luas) dapat menjadi sumber perusak kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan baik sosial, politik, maupun lingkungan hidup. Sama seperti halnya penganut ateis hal tersebut juga berlaku bagi orang beragama yang gagal dalam memaknai, memberi arti, dan menghargai kehidupannya sendiri yang akhirnya kerap bertindak sewenang-wenang atau bahkan cenderung kasar, apatis, ataupun sadis. (Goldman dalam Glassgold, 2001) Menurut Goldman (dalam Glassgold, 2001) yang terpenting adalah bagaimana seseorang memahami dan memaknai moralitasnya sendiri sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman dalam kehidupannya. Berguna atau tidaknya seorang individu bagi kehidupannya sendiri dan masyakat luas pada umumnya tergantung oleh individu yang menjalaninya dan bukan tergantung pada aspek moralitas yang dimilikinya. Bilamana seorang individu dapat mengaplikasikan nilai-nilai yang dimilikinya dalam kehidupannya dan dengan hal tersebut dirinya dapat merasa berguna bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan maka individu tersebut akan merasa bahagia, merasakan kepenuhan hidup, dan memiliki makna dalam hidupnya maka itulah bentuk spritulitas para penganut ateis. (Goldman dalam Glassgold, 2001) Harris (2006) menyatakan bahwa untuk menjadi seorang individu yang baik dan memiliki kehidupan yang baik pula seseorang tidaklah harus memiliki agama terlebih dahulu sebagai persyaratannya. Kehidupan bersifat universal 9

10 begitupun juga dengan nilai-nilai kehidupan itu sendiri. Seorang individu ateis dapat memperoleh makna bagi kehidupannya dalam berbagai macam nilai-nilai yang dapat ditemukan disepanjang kehidupan manusia. Pada akhirnya hal tersebut tidak mengindikasikan bahwa para penganut ateis merupakan orang-orang yang kosong secara moralitas dan spiritualitas. Para penganut ateis dapat memiliki peluang untuk menjadikan hidup mereka bermakna sama seperti orang-orang beragama pada umumnya dengan spiritulitas dan moralitas mereka sendiri. Demikian secara singkat gambaran makna hidup para penganut ateis dan atas dasar alasan tersebut maka penelitian ini dibentuk yaitu untuk mengetahui apa yang menyebabkan seseorang menjadi ateis, memahami secara lebih dekat bagaimana proses pergulatan dan perjuangan orang ateis dalam pencarian makna hidupnya serta memahami lebih dekat mengenai gambaran makna hidup penganut ateis. C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah: 1. Mengetahui penyebab seseorang menjadi ateis. 2. Memahami secara lebih dekat bagaimana proses pergulatan dan perjuangan orang ateis dalam pencarian makna hidup. 3. Memahami gambaran makna hidup penganut ateis. 1. Manfaat Teoritis D. Manfaat Penelitian Tulisan ilmiah ini diharapkan dapat memberi kontibusi dalam bidang psikologi sekaligus menambah khasanah penulisan khususnya dalam bidang psikologi eksistensial. Selain itu penulis juga berharap penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penelitian lain khsusunya yang berhubungan dengan makna hidup. 2. Manfaat Praktis Melalui tulisan ini masyarakat diharapkan dapat mellihat secara jelas bagaimana gambaran dan pandangan hidup seorang ateis yang tentunya juga seorang manusia biasa sama seperti manusia pada umumnya dan diharapkan juga hal ini dapat membuka cakrawala pemahaman awam dan memberi 10

11 informasi yang diperlukan tentang hal yang selama ini masih tabu untuk dibicarakan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makna Hidup 1. Pengertian Makna Hidup Frankl (1985) ketika membahas tentang pengertian dari makna hidup pernah mengatakan bahwa dirinya sendiri merasa ragu apakah seseorang dokter sekalipun dapat menjawab pertanyaan ini secara umum. Sebab, makna hidup bisa berbeda antara satu dengan yang lain dan berbeda setiap hari atau bahkan setiap jam, makna hidup merupakan suatu hal yang sangat personal tergantung dari pribadi dan keunikan individu tersebut dalam caranya untuk memaknai hidupnya. Oleh karena itu yang penting bukanlah makna hidup secara umum melainkan makna khsusus dari hidup individu pada suatu saat tertentu. 2. Karakteristik Makna Hidup Menurut Frankl (dalam Bastaman, 1996) ada beberapa karakteristik dari makna hidup, yaitu: a) Sifatnya unik dan personal artinya apa yang dianggap bermakna dan penting bagi individu belum tentu menjadi sesuatu yang bermakna dan penting bagi individu lain. b) Makna hidup sifatnya konkrit dan spesifik maksudnya, dapat dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari. Tidak selalu dalam renungan-renungan filosofis. c) Makna hidup bersifat memberi pedoman dan arah terhadap kegiatankegiatan yang dilakukan sehingga makna hidup seakan-akan menantang (chalenging) dan mengundang (inviting) individu untuk memenuhinya. 3. Komponen-komponen yang Menentukan Berhasilnya Perubahan Penghayatan Hidup Agar Menjadi Lebih Bermakna Menurut Bastaman (1996) terdapat komponen yang menentukan keberhasilan hidup menjadi lebih bermakna. Komponen-komponen ini menjadi 11

12 indikator bagi keberhasilan individu dalam menghayati hidupnya, komponenkomponen tersebut antara lain: a. Pemahaman diri, yaitu meningkatnya kesadaran akan buruknya kondisi pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik. b. Makna hidup, yaitu nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan pribadi individu yang dapat berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan pengarah-pengarah kegiatannya. c. Pengubahan sikap dari yang semula tidak tepat menjadi lebih tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup, dan musibah yang tidak terelakkan. d. Ketertarikan diri terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan yang diterapkan. e. Kegiatan terarah, yaitu upaya-upaya yang dilakukan sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, ketrampilan) yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makan dan tujuan hidup. f. Dukungan sosial, yaitu hadirnya individu atau sejumlah individu yang akrab, dapat dipercaya, dan selalu bersedia membantu pada saat-saat diperlukan. 4. Dimensi Makna Hidup Bastaman (1996) mengatakan bahwa terdapat komponen-komponen yang potensial ysng dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dan mengembangkan kehidupan bermakna sejauh hal tersebut diaktualisasikan. Komponen ini ternyata cukup banyak ragamnya, tetapi semuanya dapat dikategorikan dalam menjadi tiga Dimensi yaitu : a. Dimensi Personal Unsur-unsur yang merupakan Dimensi personal adalah : 1). Pemahaman diri (self insight), yakni meninggkatnya kesadaran atas buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik. 12

13 2). Pengubahan sikap (changing attitude), dari semula tidak tepat menjadi lebih tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup dan musibah yang terelakkan. b. Dimensi Sosial Unsur yang merupakan Dimensi sosial adalah dukungan sosial (social supprot), yakni hdirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dpat dipercaya dan selalu bersedia memberikan bantuan pada saat-saat diperlukan. c. Dimensi Nilai-nilai Adapun unsur-unsur dari Dimensi nilai-nilai meliputi : 1) Makna hidup (the meaning of live), yakni nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan mengarah kegiatan-kegiatanya. 2) Keikatan diri (self commitment), terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan hidup yang ditetapkan. 3) Kegiatan terarah (directed activities), yakni upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensipoteni pribadi (bakat, kemampuan, keterampilan) yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna dan tujuan hidup. Unsur-unsur tersebut bila disimak dan direnungkan secara mendalam ternyata merupakan kehendak, kemampuan, sikap, sifat dan tindakan khas insani, yakni kualitas-kualitas yang terpateri pada eksistensi manusia. Karena pengembangan pribadi pada dasarnya adalah mengoptimalisasi keunggulan -keunggulan dan meminimalisasikan kelemahan-kelemahan pribadi. Dengan demikian dilihat dari segi Dimensi-Dimensinya dapat diungkap sebuah prinsip, yaitu keberhasilan mengembangkan penghayatan hidup bermakana dilakukan dengan jalan menyadari dan mengaktualisasikan potensi kualitas-kualitas insani. 13

14 B. Ateisme 1. Pengertian Ateisme : a. Menurut Bagus (2002), secara etimologis, kata ateisme berasal dari bahasa Inggris yaitu atheism. Istilah ini sendiri diambil dari bahasa Yunani atheos yang berarti tanpa Tuhan. Kata tersebut berasal dari kata dasar a,yang berarti tidak dan kata dasar theos, yang berarti Tuhan. Beberapa pengertian : 1) Keyakinan bahwa Tuhan, atau dewa/ dewi tidak ada. 2) Pandangan yang menolak adanya yang adikodrati, hidup sesudah mati. 3) Kesangsian akan eksistensi yang adikodrati yang diandaikan mempengaruhi alam semesta. 4) Tidak adanya keyakinan akan Tuhan yang khusus. (Individu-individu Yunani pada jaman dahulu menyebutkan individu-individu Kristen ateis karena tidak percaya pada dewa-dewi mereka. dan individu-individu Kristen menyebut individu-individu Yunani ateis karena tidak percaya pada Tuhan mereka. 5) Penolakan semua agama. Sehubungan dengan ini, pantheisme dalam pelbagai bentuknya menolak Tuhan yang transeden dan personal, tetapi mengenal dan mengakui sesuatu yang mutlak (hukum moral, keindahan, dsb). 2. Jenis-jenis Ateisme Menurut Bagus (2002) jenis-jenis ateisme diklasifikasikan menjadi: a. Ateisme Naif. Dalam filsafat Yunani kuno (misalnya dalam karya Thales, Anaximenes, Herakleitos, Demokritos, Epikuros, Xenophanes, dan Lucretius) terdapat unsur-unsur ateis. Mereka berupaya menjelaskan fenomen-fenomen dengan sebab-sebab alamiah, walaupun ateisme mereka masih bersifat naif, spekulatif, dan tidak konsisten. b. Ateisme Praktis dan Teoritis. Seorang individu penganut ateisme praktis mempunyai keyakinan akan adanya Tuhan, tetapi menolak Tuhan dengan cara hidupnya. Dalam 14

15 hidupnya ia bertingkah laku seolah-olah Tuhan tidak ada. Individu pemeluk ateisme teoritis memutuskan bahwa Tuhan tidak ada. Ateisme teoritis terdiri dari dua macam: ateisme teoritis negatif dan ateisme teoritis positif. c. Ateisme Materialistis dan Positivistis Bentuk ateisme secara gamblang dapat ditemukan dalam materialisme dan positivisme. Aliran-aliran ini menolak keberadaan dari yang rohani dan transenden. Sedangkan menurut Costello dan Linden (1956) ateisme teridentifikasi dalam lima golongan yaitu: a. Perilaku Ateis, mereka yang menyangkal perintah Tuhan dan mungkin saja mengatakan Tuhan dibibirnya, tetapi untuk menjalankan secara intens dan percaya pada Tuhan merupakan hal yang tidak penting baginya. b. Individu yang mengumumkan bahwa Tuhan itu ada tetapi mendeskripsikan Tuhan sebagai sesuatu yang mustahil. c. Penganut agnostik juga dikategorikan sebagai ateis yang mengklaim bahwa Tuhan itu tidak dapat diketahui. Golstein (dalam Linden dan Costello) menggambarkan doktrin ini sebagai ketidaktahuan membual. Beberapa agnostik mengumumkan bahwa Tuhan tidak sepenuhnya dapat diketahui tetapi mereka sendiri tidak dapat menjelaskan dengan pasti bahwa Tuhan ada. d. Jenis yang keempat yaitu suatu bentuk ateisme dimana kita mendefinisikannya dalam suatu uraian negatif yang singkat. e. Jenis kelima merupakan individu-individu yang perlu dipertimbangkan lebih sebagai ateis positif, sebab mereka yang menyatakan ketidaktahuan atau keraguannya mengenai keberadaan Tuhan. Dalam suatu kontradiksi yang lain mereka dengan sangat jelas menyatakan bahwa Tuhan tidak ada. 15

16 3. Penjelasan Psikologi Mengenai Ateisme Dalam bukunya Psychology of Atheism, Sproul (1974) menjelaskan dengan perspektif yang sekuler dan ilmiah tentang tahap awal respons manusia terhadap pengetahuan tentang Tuhan. Kita dapat melihat disini bahwa pernyataan ini sangat berbau ateisme sebab Tuhan dipandang dalam sebuah hubungan eksistensi yang murni dengan manusia layaknya sebuah subjek, tanpa adanya asumsi dasar atas keilahian dan kesempurnaan sifat-sifat Tuhan. Hal ini menurut Sproul telah dikoreksi berdasarkan pengalaman bawah sadar manusia. Adapun hal tersebut dapat diformulasikan dengan pengkategorian atas : a. Trauma Tuhan menyatakan suatu ancaman terhadap standar moral manusia. Suatu ancaman terhadap pertanyaan manusia akan otonomi manusia dan suatu ancaman terhadap hasratnya atau keingintahuan manusia atas kerahasiannya. Pada akhirnya ateisme menjadi suatu pilihan dimana manusia memiliki sesuatu hal untuk dapat merasa bebas menentukan sikap dan nilai-nilainya sendiri dari suatu bentuk kekuatan yang mengerikan dan mengekang kebebasan tersebut. Serta suatu bentuk pemutusan hubungan dari sesuatu hal yang memiliki kekuatan mutlak dimana seseorang merasa terancam oleh keberadaan hal tersebut. b. Represi (tekanan) Dalam kasus penyingkapan Tuhan, manusia menemukan suatu tanda-tanda ancaman yang menimbulkan trauma. Ingatan atas kesadaran pengetahuan akan trauma tidak dipertahankan dalam suatu pernyataan jelas yang mengancam ini, melainkan ditekan agar tidak muncul. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah menyangkal keberadaan Tuhan sebagai suatu simbol atas kekuasan serta kekuatan mutlak yang akhirnya diasumsikan sebagai suatu bentuk yang dapat mengancam eksistensi manusia. c. Subsitusi Dalam khazanah psikologi apa yang dihasilkan dari penekanan atau pembungkaman mengenai konsep Tuhan adalah pernyataan ateisme baik 16

17 dalam bentuk yang militan atupun yang kurang militan (seperti agnotisme), atau bentuk lainnya yang membuat Tuhan terlihat tidak terlalu menakutkan dibandingkan dengan gambaran umum yang sebenarnya berlaku. Baik pilihan, ateisme ataupun menganut agama tertentu, memerlukan satu pertukaran kebenaran dengan kebohongan. Hal ini terjadi karena kebohongan jauh lebih mudah untuk dilalui dalam hidup. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Individu Hingga Menjadi Ateis Dalam bukunya. Amazing Apostacy, Altemeyer dan Hunsberger (1997) mengemukakan beberapa kesimpulan tentang hal-hal yang menyebabkan individu menjadi ateis : a. Cara-cara pengkondisian seperti misalnya sikap kritis anak-anak yang sengaja dibungkam terhadap pertanyaan kritis atas kebenaran agama mereka sendiri (Altemeyer dan Hunsberger, 1997) b. Penekanan bahwa pendidikan keagamaan mengenai pencegahan dosa dan berbuat baik harus diperkenalkan secara luas, menyeluruh dan mutlak membawa konsekuensi tersendiri. Jika ajaran tersebut sukses, maka akan melahirkan individu dengan kepercayaan yang kuat dan integritas yang kuat demikian juga sebaliknya. (Altemeyer dan Hunsberger, 1997) c. Ajaran agama tradisional yang kurang kuat membentengi diri dalam menghadapi kebenaran yang lain yang lebih sering menggunakan logika. (Altemeyer dan Hunsberger, 1997) d. Ajaran agama justru digugat oleh sesuatu yang sebenarnya sangat penting dalam agama tersebut yaitu bukan kegagalan dari proses sosialisasi, melainkan justru kesuksesan proses sosialisasi. Ada kecurigaan terhadap adanya hal yang dilebih-lebihkan hingga individu banyak tertarik pada agama tersebut. Kecurigaan ini mengarah pada proses penyelidikan selanjutnya. Pada titik ini, agama-agama besarlah (Islam, Kristen, dan Yahudi) yang mendapatkan serangan paling gencar mengenai pertanyaanpertanyaan tentang Tuhan. (Altemeyer dan Hunsberger, 1997) e. Pendidikan keagamaan menimbulkan kepercayaan yang kuat dan integritas yang kuat, nilai keagamaan seorang anak tidak lekas mengorbankan agama 17

18 keluarga bila mereka gagal dalam pengujian akan imannya. (Altemeyer dan Hunsberger, 1997) f. Terdapat suatu dorongan yang membangkitkan semangat kaum muda untuk menemukan kekurangan agama mereka dan membuat mereka lebih percaya terhadap keputusan mereka. (Altemeyer dan Hunsberger, 1997) g. Ditolak oleh komunitas sosial keagamaan merupakan satu sebab seseorang menjadi ateis. (Altemeyer dan Hunsberger, 1997) h. Tidak adanya bimbingan dan dukungan moral agama yang kuat yang diberikan oleh orang tua atau orang lain dan organisasi keagamaan ataupun lingkugan sosial bagi seorang individu ketika menghadapi masa-masa krisisnya dalam kehidupan seorang individu. (Altemeyer dan Hunsberger, 1997) i. Kehidupan orang tua individu yang tidak religius atau memiliki pengetahuan yang sedikit tentang agama. (Altemeyer dan Hunsberger, 1997) j. Tekanan untuk harus menjadi individu yang sangat religius. (Altemeyer dan Hunsberger, 1997) k. Sedangkan dalam perspektif Leahy (2000), mengatakan bahwa salah satu alasan individu menjadi ateis ialah jika iman dari individu yang beragama bila dihayati dan dimengerti secara salah, akan menjadi tanah dimana tumbuh pelbagai bentuk ateisme. l. Menurut Fromm (1955) sebab individu menjadi ateis dikarenakan terjadinya suatu proses alienasi. (Fromm, 1955). m. Menurut Dekker sebab individu menjadi ateis dapat dilihat dari terdapat atau tidaknya penghayatan keagamaan pada masa remaja. Indikator dalam hal ini adalah ada atau tidaknya sikap kritis serta penghayatan individu dalam masa remaja terhadap agamanya. (Dekker, Monks, Knoers, dan Haditono, 2004) n. Menurut Pruser, sebab individu menjadi ateis dapat dipicu oleh perasaan aman sebagai perasaan religius yang sebenarnya malah dapat menyebabkan 18

19 individu justru mengingkari religi. (Prusser, dalam Monks, Knoers, dan Haditono, 2004). o. Argyle (2000) mengemukakan beberapa pernyataan dari perspektif psikologis tentang beberapa hal yang harus diperhatikan oleh agama, karena hal itu berpotensi untuk menjadikan individu bersikap apatis dan bila hal tersebut bertahan, pada akhirnya individu tersebut dapat menjadi ateis. Hal-hal tersebut antara lain : 1) Efek negatif yang paling serius adalah keaneka ragaman dengan segala prasangka buruk yang ada didalamnya, yang seringkali menyebabkan timbulnya perang-perang besar. Alasan utama dari prasangka ini adalah adanya anggota-anggota kelompok religi yang membentuk hubungan yang sangat dekat dengan anggota lain yang memiliki kesepahaman ritual dan kepercayaan, yang membuat mereka menjadi jauh dari kelompok yang lain. 2) Hilangnya kebebasan untuk berpikir ketika individu telah menjadi bagian lembaga keagamaan. Hal ini dikenal sebagai "kekangan kognitif." Adanya masalah-masalah dengan kehadiran sekte-sekte dan kelompok pemujaan. Hal ini dapat menimbulkan pertanyaan yang lebih serius mengenai kebenaran dalam agama seorang individu, sebab ia melihat bahwa terdapat banyak sekte yang mengklaim bahwa mereka juga memiliki kebenaran yang sama kuatnya. BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan bentuk studi kasus yang bermaksud mendeskripsikan hasil penelitian dan berusaha menemukan gambaran menyeluruh mengenai suatu keadaan. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial, bukan 19

20 mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif dengan positivismenya. Peneliti mengintepretasikan bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan sekeliling, dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi perilaku mereka dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah (naturalistic) bukan hasil perlakukan (treatment) atau manipulasi variable yang melibatkan (Heru, 2006). B. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah mahasiswa/i maupun individu awam yang menganut paham ateis berusia antara tahun (dewasa awal). Adapun jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 1 orang penganut ateis. C. Tahap-tahap Penelitian Adapun tahap persiapan dan pelaksanaan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi, yaitu : 1. Tahap Persiapan Penelitian Peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan beberapa teori yang relevan dengan masalah. Pedoman wawancara berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun peneliti dinilai oleh dosen pembimbing sampai ditemukannya pedoman sempurna bagi pengambilan data. 2. Tahap pelaksanaan Peneltian Peneliti memindahkan hasil rekaman berdasarkan hasil wawancara kedalam bentuk verbatim tertulis. Kemudian peneliti melakukan analisa data dan intepretasi data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada bagian metode analisa data diatas. Setelah itu membuat diskusi dan kesimpulan yang telah dilakukan, peneliti juga mengajukan saran-saran untuk penelitan selanjutnya. 1. Observasi D. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi sistematis, dimana dalam penelitian ini peneliti mempunyai dua fungsi sekaligus, artinya dapat secara terarah memahami secara mendalam dengan perlahan tapi pasti 20

21 dan memiliki alur yang jelas dalam pengambilan data sehingga keutuhan dan kesatuan topik tetap terjaga. 2. Wawancara Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara terstruktur, dimana pewawancara menetapkan pertanyaan dan masalah yang akan diajukan dan alternatif jawaban ditetapkan sendiri oleh pewawancara. BAB IV Pembahasan 1. Ateisme Subjek a. Gambaran Ateisme pada Penganut Ateis 1) Pemaknaan Keterasingan akan Tuhan Dari hasil penelitian didapat kesimpulan bahwa terdapat kemungkinan bahwa cara pandang ateisme subjek dipengaruhi oleh kenangan buruk masa lalu subjek. Terdapat kemungkinan bahwa cara pandang ateisme subjek merupakan suatu pembuktian sekaligus pertahanan diri subjek dalam mengahadapi perlakuan buruk yang merendahkannya. Subjek ingin membuktikan bahwa cara pandang ateismenya adalah suatu bentuk kebebasan dan penegasan eksistensinya. 2) Konsekuensi dari Ateisme Dari hasil penelitian diatas dapat ditemukan kesimpulan bahwa konsekensi yang dirasakan subjek sebagai penganut ateis yaitu adanya rasa kesepian, kegelisahan, dan kesiapan diri untuk ditolak oleh orangorang yang tidak menyukainya. Subjek memahami bahwa segala permasalahan yang dialaminya harus diselesaikannya sendirian. Kehadiran beberapa sahabat subjek yang mau menerima subjek apa adanya dirasakan subjek sebagai sesuatu yang sangat berharga baginya. Kekhawatiran terbesar bagi subjek sebagai seorang ateis adalah kehilangan makna. Dari sebab itu bagaimanapun sulit permasalahannya, subjek selalu berusaha memaknainya sebagai sesuatu yang memiliki arti. 21

22 b. Sebab-sebab Individu Menjadi Ateis Terdapat enam faktor yang menyebabkan subjek menjadi ateis yaitu: faktor pendidikan agama dalam keluarga, faktor paksaan, faktor depresi, faktor penghayatan, faktor pengaruh social dan faktor ideologi. Dari keenam faktor tersebut terbagi menjadi dua bagian besar yaitu mengenai faktor yang disebabkan dalam diri subjek dan faktor yang disebabkan dari luar diri subjek. Faktor yang ada disebabkan dari dalam diri subjek yaitu penghayatan, depresi dan ideologi, sedangkan faktor diluar diri subjek meliputi : pendidikan agama dalam keluarga, paksaan, dan pengaruh sosial. Faktor dalam diri subjek (intrinsik) lebih dikarenakan rasa ketidakpuasan dan pemberontakan subjek terhadap nilai-nilai agama yang menurutnya memiliki banyak kelemahan. Terlebih, gagasan subjek tidak terjembatani dengan dialog yang positif dant terbuka sehingga menimbulkan salah penafsiran yang berakibat serius dan fatal dikemudian hari. Seperti yang dikatakan oleh Altemeyer dan Hunsberger (1997) yang mengatakan bahwa terdapatnya kecurigaan merupakan salah satu penyebab seseorang menjadi ateis. Kecurigaan ini mengarah pada proses penyelidikan selanjutnya. Kekritisan subjek terhadap agamanya dan proses pembungkaman yang terjadi membuat subjek merasa curiga terhadap agamanya hingga kemudian subjek berusaha mengapresiasikan kekritisannya tersebut diluar lingkup agama dan mencari nilai-nilai kebenaran dengan caranya sendiri. Faktor diluar diri subjek (ekstrinsik) biasanya meliputi pengalaman buruk dan tidak menyenangkan serta perasaan tertekan yang dialami oleh subjek berhubungan dengan pemahaman terhadap agama. Seperti yang dikatakan oleh Altemeyer dan Hunsberger (1997) yang mengatakan bahwa efek psikologis dari pembungkaman sikap kritis tersebut berupa perasaan tertekan. Jika tekanan yang timbul ketika pertanyaan kritis itu berhadapan dengan perasaan bersalah pada akhirnya akan dapat menimbulkan akibat yang fatal, sebab secara langsung maupun tidak hal tersebut dapat menekan 22

23 mental seorang anak dimana hal tersebut dapat menyebabkan pengingkaran seorang individu terhadap agamanya karena kenangan dan perlakukanperlakuan buruk yang pernah dialaminya. 2. Makna Hidup Subjek a. Gambaran Makna Hidup Subjek Subjek ingin menciptakan dan memiliki kehidupan yang autentik dimana subjek memandang bahwa sejauhmana hasil yang dicapai dalam pemenuhan makna hidupnya itu dikarenakan oleh hasil karya dan usaha subjek sendiri. Tidak ada Tuhan, tidak ada nasib, tidak ada takdir, yang ada hanyalah apa yang telah dan dapat dicapai subjek untuk memberi suatu arti bagi hidupnya. Dengan cara itulah subjek dapat merasa hidupnya utuh, penuh, dan bahagia. Bastaman (1996) mengatakan bahwa bagi mereka yang tidak mendasari pemaknaan hidupnya dari nilai-nilai agama tampaknya lebih tepat jika berusaha meninggalkan inhautic existence untuk menuju authentic existence. Adapun yang dimaksud dengan inhautic existence adalah corak kehidupan pribadi yang sepenuhnya ditentukan oleh tuntutan-tuntutan masyarakat tanpa mampu menentukan apa yang terbaik bagi dirinya sendiri. Sedangkan authentic existence adalah corak kehidupan pribadi yang ditentukan oleh pribadi yang ditentukan sendiri secara bebas dan bertanggung jawab mengenai apa yang baik bagi dirinya sendiri. b. Faktor-faktor Subjek Merasa Memiliki Hidup yang Bermakna Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat membuat hidup subjek bermakna berakar pada eksistensi. Pandangan dan pembuktian subjek terhadap independensinya serta keberartian hidup disaat keberadaan dirinya dapat menjadi berarti bagi orang lain juga dirinya sendiri didasarkan atas satu pandangan eksistensialis. Subjek seakan ingin menegaskan bahwa kehidupan seorang manusia menjadi sesuatu hal yang berarti bukan karena apa yang dipikirkan atau diyakini oleh seorang manusia melainkan apa yang dapat dilakukan oleh manusia tersebut. 23

24 Harga diri dan keunikan karakter yang didapatkan subjek sejalan dengan penemuan makna hidupnya telah memberi suatu perasaan keyakinan pada diri subjek. Hal ini sejalan dengan pernyataan Baumeister (dalam Snyder dan Shane, 2005) yang menyimpulkan bahwa pencarian makna hidup dapat dipahami salah satunya dengan self-efficacy yaitu keyakinan pada diri sendiri Hal ini menimbulkan kepercayaan bahwa individu dapat membuat perbedaan. Hidup yang mempunyai tujuan dan nilai tetapi tanpa efficacy akan menjadi tragis. Individu mungkin mengetahui sesuatu yang diinginkan tetapi tidak dapat melakukan sesuatu sesuatu dengan pengetahuan itu. c. Sumber Makna Hidup Subjek Menurut Craumbaugh (dalam Iriana, 2005) ada beberapa sumber makna hidup yang dilihat dalam perpektif logoterapi yaitu : (1) Creative Values Subjek memenuhi creative values dengan cara melakukan sesuatu hal yang berarti bagi orang lain dimana hal tersebut dapat menjadi alasan keberartian bagi pemaknaan keberadaan diri subjek sendiri. Selain itu nilai lainnya yang dapat membuat tindakan subjek memiliki arti yaitu subjek selalu berusaha untuk terus-menerus belajar dari pengalaman. (2) Experimental Values Subjek memenuhi experimental values dengan cara berkumpul dengan teman-temannya. Subjek merasa bahwa hal tersebut sebagai sesuatu yang berarti sebab dari kegiatan tersebut terkadang subjek dapat menemukan inspirasi atas makna hidup dengan sharing; berbagi pengalaman dengan banyak orang. (3) Attitudial Values Subjek menemukan attitudinal values dengan ditemukannya pemahaman bahwa subjek mengambil suatu pelajaran berharga dari penderitaannya. Penderitaan apapun yang dihadapinya sebenarnya 24

25 merupakan suatu proses pembelajaran yang dapat memperkaya pemahaman subjek akan diri dan kehidupannya d. Proses Pencarian Makna Hidup 1) Tahap derita Subjek mengalami fase ini ketika selepas lulus SMA dimana subjek merasa mulai kehilangan arah hidupnya. Selain dikarenakan situasi yang telah berubah banyak subjek juga mengalami suatu permasalahan hidup yang dipendamnya sendiri hingga kejadian tersebut menyebabkan subjek menjadi gagap layaknya orang cacat. Menurut Bastaman (1996) keadaan ini dapat terjadi karena ketidakberhasilan individu menemukan dan memenuhi makna hidup biasanya menimbulkan semacam frustasi yang disebut existensial frustation dan kehampaan yang disebut existencial vacumm. 2) Tahap penerimaan diri Dalam tahap penerimaan diri ini, subjek pada awalnya merasa kesulitan untuk menyadari dan kondisi yang dialaminya. Setelah cukup lama terpuruk akhirnya seseorang teman membantu subjek untuk menyadarkan dan memberinya semangat. Setelah subjek dapat memahami kondisinya pada saat itu, perlahan-lahan subjek mulai mengupayakan untuk menata kehidupannya menjadi lebih baik. Bastaman (1996) mengatakan bahwa tahap penerimaan diri biasanya datang secara bersamaan dengan dipahaminya suatu peristiwa baik itu pengalaman orang lain maupun pengalaman dirinya sendiri yang secara dramatis akhirnya mengubah sikap individu tersebut. 3) Tahap penemuan makna hidup Menurut Bastaman (1996) penemuan makna hidup dapat terjadi karena berbagai macam sebab seperti perenungan diri. Subjek sendiri menemukan makna hidupnya dari hasil perenungannya sendiri yang didapatkannya dari berbagai sumber. Gutmann (dalam Iriana, 2005) mengatakan bahwa mendapatkan pengalaman membuka pemahaman 25

26 seseorang mengenai sesuatu hal yang mungkin selama ini belum disadari individu tersebut. 4) Tahap realisasi makna Pada fase ini, pertama-pertama subjek menyadari bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk keluar dari masalahnya dan memiliki kemampuan untuk menata hidupnya kembali. Perlahan-lahan subjek mulai menata hidupnya dan berusaha menyelesaikan permasalahan pribadinya. Namun demikian subjek mengalami beberapa permasalahan dalam dirinya dimana terkadang subjek merasa kehilangan semangat untuk memikul tanggung jawab yang besar ini. Bastaman (1996) mengatakan atas dasar pemahaman diri dan dengan penemuan akan makna hidup maka akan timbul perubahan sikap (changing attitude) dalam menghadapi masalah. Lebih lanjut Bastaman (1996) mengatakan bahwa setelah individu berhasil menghadapi masalahnya, semangat hidup dan gairah kerja meningkat, kemudian secara sadar melakukan keterikatan diri (self commitment) untuk melakukan berbagai kegiatan terarah untuk memenuhi makna hidup yang ditemukan. 5) Tahap kehidupan bermakna Subjek meyakini bahwa apa yang dapat membuatnya bahagia dan berarti dalam kehidupan ini adalah membuat dan menciptakan arti bagi hidup dan dirinya sendiri. Dengan nilai-nilai tersebut subjek memiliki dasar yang kuat untuk menjalani kehidupannya pada saat ini Penerapan nilai-nilai itu sendiri mencerminkan adanya keinginan seorang subjek memaknai hidupnya berdasarkan nilai-nilai yang telah diyakininya. Frankl (dalam Snyder dan Shane, 2005) mengatakan bahwa jika seseorang menentukan tindakan mereka berdasarkan nilai, mereka dapat merasa aman dengan kepercayaan mereka, bahwa mereka telah melakukan hal yang benar, dengan demikian akan mengurangi perasaan bersalah, kecemasan, rasa menyesal, dan bentuk keadaan moral yang lain. Lebih lanjut Frankl (1968) mengatakan bahwa jika individu 26

27 berhasil menemukan makna hidupnya, maka ia akan merasakan bahwa kehidupannya sangatlah berarti dan berharga, dan pada akhirnya akan menimbulkan perngahayatan bahagia sebagai akibat sampingannya. BAB V Penutup A. Kesimpulan Dari data penelitian disimpulkan bahwa sebagian besar penyebab subjek menjadi ateis ternyata dipengaruhi oleh faktor ideologi yang dipahami oleh subjek. Hal tersebut berhubungan dengan kekecewaan subjek terhadap pengalaman dari penerapan dalam ideologi agamanya yang mendorong sikap pemberontakan subjek. Dalam penelitian ini subjek lebih mengacu dan mengingat kehidupan dari masa kecil hingga masa remajanya (baik itu dalam lingkungan masyarakat maupun lingkungan keluarga) yang lebih tertuju dan diporsikan dalam pengalamanpengalaman buruk dan kurang menyenangkan sebagai sesuatu yang mempengaruhi dan membangun cara pandang serta pemaknaan terhadap hidup yang subjek terapkan pada saat ini dalam kehidupannya. B. Saran 1. Bagi yang tertarik mengenai proses pencarian makna hidup. Kepada yang ingin mendalami logoterapi khususnya mengenai makna hidup diharapkan memanfaatkan keilmuannya sebagai kontribusi bagi khasanah keilmuan psikologi. Diharapkan masyarakat awam juga akhirnya dapat memahami arti pentingnya pencarian makna dalam kehidupannya, bukan hanya bagi peningkatan kualitas kehidupannya namun juga sebagai salah satu sumber inspirasi bagi orang-orang dekat beserta lingkungan sekitarnya. 2. Bagi yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai kehidupan para penganut ateis. Stigma negatif cenderung menjadi faktor dominan ketika orang awam membicarakan mengenai ateisme. Akan lebih baik jika setidaknya dapat sedikit memahami mengenai ateisme. Bukan saja untuk berusaha mempelajari dan mengajak penganut ateisme kembali pada tuntunan hidup yang benar, 27

28 lebih dari itu adalah untuk dapat saling memahami tanpa didasari prasangka yang berlebihan. Agar setiap individu dapat tercipta kerukunan yang didasari atas toleransi, kesantunan, dan perdamaian. 3. Bagi peneliti selanjutnya Peneliti menyadari penelitian ini jauh dari sempurna, tetapi setidaknya penelitian ini menjadi acuan dari sedikit kelebihannya bagi penelitian selanjutnya khususnya yang berhubungan dengan makna hidup dan ateisme. Bagi peneliti selanjutnya yang memiliki topik yang sama di harapkan menyempurnakan penelitian ini yang banyak kekurangan. DAFTAR PUSTAKA Adler, A What Life Should Mean to You : Jadikan Hidup Lebih Bermakna. Alih Bahasa : Septiani, M. Jakarta : Penerbit Alenia. Althusser, L Essays on Ideology. London : Verso. Altemeyer, B. & Hunsberger, B Amazing Conversion : Why Some Turn to Faith and Others Abandon Religion. New York : Prometheus Books. Anonim, Metodologi Penelitian. Jakarta : Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi. Argyle, M Psychology and Religion. New York : Rautledge. Baggini, J Making Sense : Filsafat Dibalik Headline Berita. Alih Bahasa : Qamariyah, N. Jakarta : Penerbit Teraju. Bagus. L Kamus Filsafat. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Bastaman, H. D Meraih Hidup Bermakna. Jakarta : Paramadina. Bastaman, H.D Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: Rajawali Press Brouwer, M. A. W Psikologi Fenomenologi. Jakarta : PT. Gramedia. Calne, D. B Batas Nalar : Rasionalitas dan Perilaku Manusia. Alih Bahasa : Simbolon, P.T. Jakarta : Penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). 28

29 Chaplin, J. P Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Corveleyn, J. & Hutsebaut, D Belief and Unbelief : Psycological Perspektif. Atlanta : Rodopi. Costelo, W. T. SJ & Linden, J. V The Fundamental of Religion. Chicago : Loyola University Press. Frankl, V. E Man s Search for Meaning. New York : Washington Square Press. Fromm, E Masyarakat Yang Sehat.Alih Bahasa : Murtianto, T. B. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Glassgold, P Anarchy!: An Anthology of Emma Goldman's Mother Earth. Washington D.C : Counterpoint Press Hall, C. S. & Lindzey, G Psikologi Kepribadian 2 : Teori-teori Holistik (Organismik Psikologis). Alih Bahasa : Yustinus. Yogyakarta : kanisius. Harris, S Letter To Christian Nation. Michigan : Knopf Hauser, M. & Singer, P Morality Without Religion : New York : Free Inquiry Iriana, S Derita Cinta tak Terbalas : Proses Pencarian Makna Hidup. Jakarta : Jalasutra. Koeswara, E Psikologi Eksistensial. Bandung : Eresco. Koeswara, E Logoterapi : Psikoterapi Viktor Frankl. Yogyakarta : Kanisius. Krueger, D An Introduction to Phenomenological Psychology. Pittsburg : Ouquesne University Press. Lavine, T.Z Jean Paul Sartre : Filsafat Eksistensialisme Humanis. Alih Bahasa : Iswanto, A. & Utama, D. A. Yogyakarta : Jendela. Leahy SJ, L Aliran-aliran Besar Ateisme : Tinjauan Kritis. Yogyakarta : Kanisius. Moleong, L. J Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : P. T. Remaja Rosdakarya. Momen, M The Phenomenon of Religion. Oxford : One World Publications. 29

GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY SULISTIADI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA ABSTRAKSI

GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY SULISTIADI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA ABSTRAKSI GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY SULISTIADI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA ABSTRAKSI Pada sebagian besar kehidupan masyarakat Indonesia yang notabene agamis, makna hidup dapat ditilik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Makna Hidup Pada Orang Ateis. mempunyai arti: a.) sesuatu yang dimaksudkan atau diharapkan, b.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Makna Hidup Pada Orang Ateis. mempunyai arti: a.) sesuatu yang dimaksudkan atau diharapkan, b. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makna Hidup Pada Orang Ateis 1. Pengertian Makna Hidup Chaplin dalam Kamus Psikologi (2006) mengatakan bahwa makna mempunyai arti: a.) sesuatu yang dimaksudkan atau diharapkan,

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga. BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP II. 1. Pendekatan Psikologi Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Kebermaknaan Hidup BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konseptualisasi topik yang diteliti 1. Kebermaknaan Hidup a. Pengertian Kebermaknaan Hidup Makna hidup menurut Frankl adalah kesadaran akan adanya suatu kesempatan atau kemungkinan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Tingkat Kebersyukuran Orang Tua yang Memiliki

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Tingkat Kebersyukuran Orang Tua yang Memiliki BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Terlampir B. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Tingkat Kebersyukuran Orang Tua yang Memiliki Anak Autis Tingkat kebersyukuran orang tua

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Makna Hidup 1. Definisi Makna Hidup Teori tentang makna hidup dikembangkan oleh Victor Frankl, dimana teori ini dituangkan ke dalam suatu terapi yang dikenal dengan nama logoterapi.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga

BAB II LANDASAN TEORI. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga BAB II LANDASAN TEORI II.A. MAKNA HIDUP II.A.1. Definisi Makna Hidup Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan

Lebih terperinci

Abstrak. ii Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. ii Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui mengenai makna hidup mahasiswa ateis di Universitas X Bandung. Bentuk studi dalam penelitian ini addalah berupa studi kasus. Subjek dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia berkembang sejak dilahirkan hingga meninggal dunia. Dalam proses perkembangan itu, berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Novianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Novianti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the

Lebih terperinci

MAKNA HIDUP PADA MANTAN PENGGUNA NAPZA. Oleh : Junaiedi

MAKNA HIDUP PADA MANTAN PENGGUNA NAPZA. Oleh : Junaiedi MAKNA HIDUP PADA MANTAN PENGGUNA NAPZA Oleh : Junaiedi ABSTRAK Selama ini banyak pengguna NAPZA ingin melepaskan diri dari ketergantungan. Kehidupan yang mereka alami telah dikendalikan oleh narkoba, sehingga

Lebih terperinci

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

ABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK  Program Magister Psikologi  Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Low vision merupakan salah satu bentuk gangguan pengihatan yang tidak dapat diperbaiki meskipun telah dilakukan penanganan secara medis. Penyandang low vision hanya memiliki sisa penglihatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul...i. Lembar Pengesahan...ii. Pernyataan Orisinalitas...iii. Pernyataan Publikasi...iv. Kata Pengantar...v. Abstrak...

DAFTAR ISI. Halaman Judul...i. Lembar Pengesahan...ii. Pernyataan Orisinalitas...iii. Pernyataan Publikasi...iv. Kata Pengantar...v. Abstrak... ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai cara menemukan makna hidup pada narapidana yang divonis 20 tahun di lapas X Bandung. Metoda penelitian yang digunakan adalah metoda studi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tanah liat di desa Bayanan, jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan

BAB III METODE PENELITIAN. tanah liat di desa Bayanan, jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Dalam melakukan penelitian skripsi tentang usaha pembuatan tabungan tanah liat di desa Bayanan, jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan

Lebih terperinci

ABSTRACT. iii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT. iii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT This research is done to watch closely about the application of hypnotherapy to decrease body weight in subject with obesity at "X" hypnotherapy clinic in bandung. People who becomes the research

Lebih terperinci

PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN ILMU ALAMIAH DASAR. Anggit Grahito Wicaksono

PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN ILMU ALAMIAH DASAR. Anggit Grahito Wicaksono PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN ILMU ALAMIAH DASAR Anggit Grahito Wicaksono Abstract Some problems which are quite alarming from the world of education in Indonesia is a case of deviant

Lebih terperinci

MENJADI MANUSIA OTENTIK

MENJADI MANUSIA OTENTIK MENJADI MANUSIA OTENTIK Penulis : Reza A.A. Wattimena G. Edwi Nugrohadi A. Untung Subagya Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai

BAB III METODE PENELITIAN. Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai BAB III METODE PENELITIAN Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai pengalaman subjek yang menderita HIV positif. Teori Viktor E. Frankl dalam penelitian ini dinyatakan bukan sebagai

Lebih terperinci

Hubungan Kesejahteraan Psikologis Dengan Self Esteem Pada Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) di Wilayah Kecamatan Tebet

Hubungan Kesejahteraan Psikologis Dengan Self Esteem Pada Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) di Wilayah Kecamatan Tebet Hubungan Kesejahteraan Psikologis Dengan Self Esteem Pada Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) di Wilayah Kecamatan Tebet SKRIPSI Oleh : Bayhaqqi 201210515003 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam diri manusia, dibuktikan dengan kata mutiara kesehatan bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam diri manusia, dibuktikan dengan kata mutiara kesehatan bukanlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Sehat merupakan dambaan dari semua orang. Dengan sehat orang dapat melakukan segala aktivitas untuk mencapai apa yang diinginkan. Bahkan secara makro negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. logoterapi. Kata logoterapi berasal dari kata logos yang artinya makna

BAB II LANDASAN TEORI. logoterapi. Kata logoterapi berasal dari kata logos yang artinya makna BAB II LANDASAN TEORI A. MAKNA HIDUP A.I. Definisi Makna Hidup Istilah makna hidup dikemukakan oleh Victor Frankl, seorang dokter ahli penyaki saraf dan jiwa yang landasan teorinya disebut logoterapi.

Lebih terperinci

GAMBARAN PROSES, FAKTOR PENYEBAB, SERTA TANTANGAN PENGANUT PAHAM ATEISME SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

GAMBARAN PROSES, FAKTOR PENYEBAB, SERTA TANTANGAN PENGANUT PAHAM ATEISME SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh GAMBARAN PROSES, FAKTOR PENYEBAB, SERTA TANTANGAN PENGANUT PAHAM ATEISME SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Oleh MUHAMMAD RAJIEF 111301117 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial yang berlaku dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN 84 BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN Keyakinan agama dewasa ini telah dipinggirkan dari kehidupan manusia, bahkan harus menghadapi kenyataan digantikan oleh ilmu pengetahuan. Manusia modern merasa tidak perlu

Lebih terperinci

DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP ANAK AUTIS SKRIPSI

DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP ANAK AUTIS SKRIPSI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP ANAK AUTIS SKRIPSI OLEH : Jessica Sutanto NRP: 7103010019 Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya 2017 DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP ANAK AUTIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan tidak selalu berjalan sesuai dengan keinginan manusia. Peristiwa tragis yang mengakibatkan penderitaan kadangkala terjadi dan tidak dapat dihindari. Penderitaan

Lebih terperinci

ABSTRACT. a women with a career ineducate a child in a familyenvironment at Kasrepan

ABSTRACT. a women with a career ineducate a child in a familyenvironment at Kasrepan ABSTRAK Skripsi dengan judul Pekerja Wanita dan Pendidikan Agama Islam Pada Anak Dalam Keluarga di dusun Kasrepan Desa Demuk Pucanglaban Tulungagung di tulis oleh Deni Ike Purwanti, NIM 20811133057, Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pengalaman baik positif maupun negatif tidak dapat lepas dari kehidupan seseorang. Pengalaman-pengalaman tersebut akan memberi pengaruh yang pada akhirnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. teori makna hidup adalah Victor Frankl. Menurut Victor Frankl makna hidup

BAB II LANDASAN TEORI. teori makna hidup adalah Victor Frankl. Menurut Victor Frankl makna hidup BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Makna Hidup Tokoh yang terkenal dan merupakan tokoh pelopor dari perkembangan teori makna hidup adalah Victor Frankl. Menurut Victor Frankl makna hidup merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian tentunya secara tidak langsung memiliki andil dalam menciptakan permasalahan sosial di masyarakat. Perceraian dalam rumah tangga, dapat dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi, kemudian tercipta suatu pemikiran imajinatif yang akan tercermin lewat

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi, kemudian tercipta suatu pemikiran imajinatif yang akan tercermin lewat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra pada dasarnya mengungkapkan kejadian, namun kejadian tersebut bukanlah fakta yang sesungguhnya melainkan fakta dari hasil pemikiran pengarang. Pengarang

Lebih terperinci

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK 31 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36 PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK Fadhil Hikmawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada fadhil_hikmawan@rocketmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicintai, dapat lebih memaknai kehidupannya dan memiliki perasaan. yang mengalami penderitaan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. dicintai, dapat lebih memaknai kehidupannya dan memiliki perasaan. yang mengalami penderitaan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup adalah suatu misteri. Berbagai pengalaman baik positif ataupun negatif tidak lepas dari kehidupan seseorang. Pengalamanpengalaman tersebut dapat memberikan

Lebih terperinci

MAKNA HIDUP GURU ROUDATUL ATHFAL (RA) NURUL HUDA CENGKOK NGANJUK ASMA UL BADI AH ( )

MAKNA HIDUP GURU ROUDATUL ATHFAL (RA) NURUL HUDA CENGKOK NGANJUK ASMA UL BADI AH ( ) MAKNA HIDUP GURU ROUDATUL ATHFAL (RA) NURUL HUDA CENGKOK NGANJUK ASMA UL BADI AH ( 10410180 ) I. Pendahuluan Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam menentukan keberhasilan proses pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Moleong (2007) mengemukakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang tepat untuk melakukan sesuatu ; dan Logos yang artinya ilmu atau

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang tepat untuk melakukan sesuatu ; dan Logos yang artinya ilmu atau 57 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian berasal dari kata Metode yang artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu ; dan Logos yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi, metodologi artinya

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 112 BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Variabel Motivasi Spiritual Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, motivasi spiritual pada remaja di panti asuhan yatim dan fakir miskin Hikmatul Hayat

Lebih terperinci

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1 199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi saat ini telah banyak menimbulkan permasalahan sosial, terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas menggejala secara

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi (1)

Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi (1) Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi (1) Irawan Afrianto Referensi : Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi (Konsep, Teknik, dan Aplikasi)

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL 1 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL DyahNurul Adzania, Achmad Mujab Masykur Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro dyadzania@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. makna hidup adalah Victor Frankl. Frankl menganggap bahwa motivasi utama pada

BAB II LANDASAN TEORI. makna hidup adalah Victor Frankl. Frankl menganggap bahwa motivasi utama pada BAB II LANDASAN TEORI A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Tokoh yang terkenal dan merupakan tokoh pelopor dari perkembangan teori makna hidup adalah Victor Frankl. Frankl menganggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang akan selalu ada sepanjang sejarah umat manusia. Sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan adalah berarti, mengandung arti yang penting (Poewardarminta, 1976). Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran explanatory style penderita diabetes mellitus di yayasan X rumah sakit Y Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik

Lebih terperinci

RANCANGAN INTERVENSI SELF ESTEEM DALAM RANGKA BERELASI INTIM HETEROSEKSUAL PADA ODAPUS WANITA DEWASA AWAL

RANCANGAN INTERVENSI SELF ESTEEM DALAM RANGKA BERELASI INTIM HETEROSEKSUAL PADA ODAPUS WANITA DEWASA AWAL RANCANGAN INTERVENSI SELF ESTEEM DALAM RANGKA BERELASI INTIM HETEROSEKSUAL PADA ODAPUS WANITA DEWASA AWAL TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian Guna memperoleh gelar Magister Profesi Psikologi Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN IPS DIKELAS VII 1 SMP PERTIWI SITEBA PADANG TAHUN PELAJARAN 2013/ 2014

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN IPS DIKELAS VII 1 SMP PERTIWI SITEBA PADANG TAHUN PELAJARAN 2013/ 2014 1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN IPS DIKELAS VII 1 SMP PERTIWI SITEBA PADANG TAHUN PELAJARAN 2013/ 2014 Eli Puteri Wati 1 Ranti Nazmi 2 Meldawati 3 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MENGGUNAKAN METODE STUDI KASUS PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS IV SD

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MENGGUNAKAN METODE STUDI KASUS PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS IV SD 578 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 6 Tahun ke-6 2017 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MENGGUNAKAN METODE STUDI KASUS PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS IV SD THE EFFORT TO INCREASE THE

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apabila dilihat dari sudut pandang spiritual, dunia ini terbagi ke dalam dua karakter kehidupan spiritual, yaitu: Bangsa-bangsa barat yang sekuler dalam arti memisahkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DI SD SE-KECAMATAN BINJAI UTARA KOTA BINJAI

ANALISIS PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DI SD SE-KECAMATAN BINJAI UTARA KOTA BINJAI ANALISIS PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DI SD SE-KECAMATAN BINJAI UTARA KOTA BINJAI Febry Fahreza 1) 1) Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar STKIP Bina Bangsa Meulaboh email: fahrezza25@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernama kematian. Semua manusia pada akhirnya akan mati, dan seringkali tidak

BAB I PENDAHULUAN. bernama kematian. Semua manusia pada akhirnya akan mati, dan seringkali tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dalam menjalani kehidupan, manusia juga senantiasa di ikuti oleh takdir bernama kematian. Semua manusia pada akhirnya akan mati, dan seringkali tidak dapat

Lebih terperinci

Religious Coping pada Individu yang Melakukan Konversi Agama. Respianto. Abstrak

Religious Coping pada Individu yang Melakukan Konversi Agama. Respianto. Abstrak Religious Coping pada Individu yang Melakukan Konversi Agama Respianto Abstrak Pada masyarakat sering dijumpai kasus mengenai konversi agama atau disebut juga pindah agama. Konversi Agama menurut Jalaluddin

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui derajat self-efficacy belief pada siswa kelas XI. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik survey dan pengambilan data melalui kuesioner.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan sepanjang rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan dan harapan.

Lebih terperinci

MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Astrini Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Bina Nusantara University, Jln. Kemanggisan Ilir III No 45, Kemanggisan, Palmerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. setiap anak. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua anak dapat merasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. setiap anak. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua anak dapat merasakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah keluarga dengan orang tua yang lengkap merupakan dambaan bagi setiap anak. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua anak dapat merasakan keberuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena kaum waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang mengetahui seluk-beluk kehidupan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan tentang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan tentang 152 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan tentang makna hidup pada pekerja seks komersial (PSK), diperoleh bahwa : a. The Freedom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan yang bermula dari seluruh negara di dunia yang dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan early childhood

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme berdasarkan eksplorasi terhadap sikap hidup orang-orang yang memandang diri mereka sebagai tidak materialistis.

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KETIDAKPASTIAN DAN KONSEP DIRI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN KOMUNIKASI PRIA PADA TAHAP PERKENALAN DENGAN WANITA

HUBUNGAN TINGKAT KETIDAKPASTIAN DAN KONSEP DIRI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN KOMUNIKASI PRIA PADA TAHAP PERKENALAN DENGAN WANITA HUBUNGAN TINGKAT KETIDAKPASTIAN DAN KONSEP DIRI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN KOMUNIKASI PRIA PADA TAHAP PERKENALAN DENGAN WANITA S K R I P S I Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Yayasan Pengembangan Mesjid (YPM) Bidang Dakwah, Salman ITB. Sedangkan tempat wawancara penelitian bersifat situasional,

Lebih terperinci

FAKTOR - FAKTOR YANG MENINGKATKAN HARGA DIRI PADA REMAJA TUNANETRA DI SEKOLAH INKLUSI SKRIPSI

FAKTOR - FAKTOR YANG MENINGKATKAN HARGA DIRI PADA REMAJA TUNANETRA DI SEKOLAH INKLUSI SKRIPSI FAKTOR - FAKTOR YANG MENINGKATKAN HARGA DIRI PADA REMAJA TUNANETRA DI SEKOLAH INKLUSI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas. 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab berikut dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan dan pertanyaan penelitian, tujuan peneltian dan manfaat penelitian. A. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki jalan dan cara masing-masing dalam menjalani,

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki jalan dan cara masing-masing dalam menjalani, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang selalu berbeda antara satu sama lain, karena pada dasarnya setiap orang memiliki jalan dan cara masing-masing dalam menjalani, menyesuaikan diri, dan mengatasi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI SILA KEEMPAT PANCASILA MENGENAI KEBEBASAN BERPENDAPAT PADA KEGIATAN KARANG TARUNA

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI SILA KEEMPAT PANCASILA MENGENAI KEBEBASAN BERPENDAPAT PADA KEGIATAN KARANG TARUNA IMPLEMENTASI NILAI-NILAI SILA KEEMPAT PANCASILA MENGENAI KEBEBASAN BERPENDAPAT PADA KEGIATAN KARANG TARUNA (Studi Kasus di Desa Jumapolo Kecamatan Jumapolo tahun 2016) Artikel Publikasi Diajukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latarbelakang Pluralitas agama merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat lagi dihindari atau disisihkan dari kehidupan masyarakat umat beragama. Kenyataan akan adanya pluralitas

Lebih terperinci

ABSTRAK. spiritual yang ditanamkan pada sekolah di SMPN 1 Bandung dan SMPN 2

ABSTRAK. spiritual yang ditanamkan pada sekolah di SMPN 1 Bandung dan SMPN 2 ABSTRAK Tesis dengan judul Strategi Penanaman Nilai-Nilai Spiritual dalam Meningkatkan Prestasi Belajar PAI Siswa (Studi Multisitus pada SMPN 1 Bandung dan SMPN 2 Bandung Tulungagung) ini ditulis oleh

Lebih terperinci

Pendidikan Pancasila. Berisi tentang Pancasila sebagai Sistem Filsafat. Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi Bisnis

Pendidikan Pancasila. Berisi tentang Pancasila sebagai Sistem Filsafat. Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi Bisnis Modul ke: Pendidikan Pancasila Berisi tentang Pancasila sebagai Sistem Filsafat. Fakultas Fakultas Ekonomi Bisnis Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. hidupnya. Subjek A dan B menemukan makna hidup dari pengalaman tragis,

BAB V PENUTUP. hidupnya. Subjek A dan B menemukan makna hidup dari pengalaman tragis, BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari ketiga subjek, kedua subjek sudah menyadari dan menemukan makna hidupnya sedangkan subjek C belum menyadari dan menemukan makna hidupnya. Subjek A dan B menemukan makna

Lebih terperinci

Judul : Makna Hidup Penyandang Cacat Tunanetra yang Berprofesi Sebagai Tukang Pijat. ABSTRAK

Judul : Makna Hidup Penyandang Cacat Tunanetra yang Berprofesi Sebagai Tukang Pijat. ABSTRAK Judul : Makna Hidup Penyandang Cacat Tunanetra yang Berprofesi Sebagai Tukang Pijat. Nama/NPM : Endah Sri Wahyuni / 10503064 Pembimbing : Dona Eka Putri, Psi., M.Psi. ABSTRAK Setiap manusia pasti menginginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan 344 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan tiga rumusan masalah yang ada dalam penelitian tesis berjudul Konstruksi Eksistensialisme Manusia Independen dalam Teologi Antroposentris Hassan Hanafi, maka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

hsirait Hasanuddin Sirait/http://www.hsirait.wordpress.com / Phone:

hsirait Hasanuddin Sirait/http://www.hsirait.wordpress.com / Phone: PETUNJUK : UNTUK SOAL-SOAL DIBAWAH INI JAWABAN ADALAH : A BILA PERNYATAAN 1 DAN 2 BENAR B BILA PERNYATAAN 1 BENAR, PERNYATAAN 2 SALAH C. BILA PERNYATAAN 1 SALAH PERNYATAAN 2 BENAR D. BILA PERNYATAAN 1

Lebih terperinci

Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya)

Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya) Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya) Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan merupakan suatu misteri yang dijalani seseorang. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEMA CINTA DALAM LIRIK-LIRIK LAGU JONAS BROTHERS JURNAL. Oleh : ENDA SUOTH

PENGEMBANGAN TEMA CINTA DALAM LIRIK-LIRIK LAGU JONAS BROTHERS JURNAL. Oleh : ENDA SUOTH PENGEMBANGAN TEMA CINTA DALAM LIRIK-LIRIK LAGU JONAS BROTHERS JURNAL Oleh : ENDA SUOTH 090912014 UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS SASTRA MANADO 2013 1 ABSTRACT Jonas Brothers song lyrics which are about

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan fenomena kemiskinan adalah sebuah keniscayaan dalam suatu negara sekalipun negara tersebut sudah tergolong dalam negara maju. Kemiskinan akan selalu menjadi

Lebih terperinci

MEANING OF LIFE IN FORMER DRUG USERS

MEANING OF LIFE IN FORMER DRUG USERS MEANING OF LIFE IN FORMER DRUG USERS Junaiedi, Dona Eka Putri, SPsi., MPsi. Undergraduate Program, Faculty of Psychology, 2009 Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id Key Word : Meaning Of Life,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Ilmu Psikologi mendefinisikan memori sebagai sebuah proses pengkodean, penyimpanan, dan pemanggilan kembali informasi. Rehearsal adalah proses mengulang informasi secara sadar untuk meningkatkan

Lebih terperinci

EMA SAFITRI

EMA SAFITRI 1 GAMBARAN KECEMASAN AKADEMIK SISWA DI SMA NEGERI UNGGUL ACEH TIMUR S k r i p s i Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Disusun Oleh: EMA SAFITRI 051301056 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KOMUNIKASI VERTIKAL DI PT. GANDA SUKSES ARTHINDO MANGKANG SEMARANG

KOMUNIKASI VERTIKAL DI PT. GANDA SUKSES ARTHINDO MANGKANG SEMARANG KOMUNIKASI VERTIKAL DI PT. GANDA SUKSES ARTHINDO MANGKANG SEMARANG Oleh: Nama : Pendi Efendi NIM : 212008082 KERTAS KERJA Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan-persyaratan

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci : Anxiety, attentional bias, emotional stroop task

Abstrak. Kata kunci : Anxiety, attentional bias, emotional stroop task Abstrak Penelitian ini merupakan studi eksperimental untuk meneliti hubungan antara anxiety dengan attentional bias. Ketika individu mengalami kecemasan, terdapat kemungkinan ia menjadi fokus terhadap

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY TERHADAP PENURUNAN DURASI BERMAIN PEMAIN GAME ONLINE YANG MENGALAMI ADIKSI

EFEKTIVITAS RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY TERHADAP PENURUNAN DURASI BERMAIN PEMAIN GAME ONLINE YANG MENGALAMI ADIKSI EFEKTIVITAS RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY TERHADAP PENURUNAN DURASI BERMAIN PEMAIN GAME ONLINE YANG MENGALAMI ADIKSI Oleh Ratih Wijayanti Sudjiono 190420130056 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Koping Religius. menimbulkan masalah dinamakan koping. Koping adalah kemampuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Koping Religius. menimbulkan masalah dinamakan koping. Koping adalah kemampuan 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Koping Religius A. Koping Religius Proses yang digunakan seseorang untuk menangani tuntutan yang menimbulkan masalah dinamakan koping. Koping adalah kemampuan mengatasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Menurut Salim Paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak atau keyakinan

Lebih terperinci

JURNAL OLEH: FAJAR KUSUMAJATI K

JURNAL OLEH: FAJAR KUSUMAJATI K PEMBERIAN INFORMASI TENTANG KONSEP DIRI POSITIF MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENUMBUHKAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS VII SMP N 7 KLATEN TAHUN AJARAN 2013/2014 JURNAL OLEH: FAJAR KUSUMAJATI K3109031

Lebih terperinci