BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infertilitas pada Pria Definisi Infertilitas Menurut the Practice Committee of the American Society for Reproductive Medicine (ASRM), infertilitas didefinisikan sebagai suatu kegagalan untuk mencapai kehamilan setelah satu tahun melakukan hubungan seksual secara regular tanpa menggunakan alat kontrasepsi (Wein et al., 2012). Sedangkan menurut The International Committee for Monitoring Assisted Reproductive Technology (ICMART) dan World Health Organization (WHO) tahun 2009 menyebutkan definisi infertilitas secara klinis bahwa infertilitas merupakan suatu penyakit sistem reproduksi yang ditetapkan dengan adanya kegagalan mencapai kehamilan klinis setelah 12 bulan atau lebih melakukan hubungan seksual secara regular tanpa menggunakan alat kontrasepsi (Zegers et al., 2009). Definisi klinis ini didesain sedemikian rupa untuk dapat mendeteksi sejak dini dan melakukan penatalaksanaan yang tepat pada kejadian infertilitas (Mascarenhas et al., 2012) Tipe Infertilitas Pria Secara garis besar infertilitas dapat dibagi dua yaitu ( Al-Haija, 2011) : 1. Infertilitas primer: merupakan suatu keadaan dimana pria (suami) tidak pernah menghamili wanita (istri) meskipun telah melakukan hubungan seksual secara teratur selama >12 bulan secara teratur tanpa kontrasepsi. 2. Infertilitas sekunder: merupakan suatu keadaan dimana pria (suami) pernah menghamili wanita (istri) tetapi kemudian tidak mampu menghamili lagi wanita (istri) meskipun telah melakukan hubungan seksual secara teratur selama >12 bulan secara teratur tanpa kontrasepsi. Terdapat tiga faktor yang menjadi indikator penting dalam memberikan informasi tentang fertilitas suatu pasangan di masa yang akan datang yaitu adanya hubungan seksual secara teratur, lamanya berusaha, tidak menggunakan kontrasepsi. Jika durasi infertilitas kurang dari 3 tahun, maka pasangan tersebut memiliki kesempatan yang lebih baik untuk hamil di waktu yang akan datang.

2 Tetapi jika durasinya sudah cukup lama artinya lebih dari 3 tahun, maka kemungkinan terdapat masalah biologis yang berat pada pasangan tersebut ( Al- Haija, 2011) Faktor Penyebab Infertilitas Pria Penyebab yang mendasari infertilitas pria dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu level pre testikular, testikular, dan post testikular (Tanagho dan Jack ed., 2008) : 1. Faktor pre testikular Yaitu kondisi-kondisi di luar testis dan mempengaruhi proses spermatogenesis. Kelainan endokrin (hormonal). Kurang lebih 2% dari infertilitas pria disebabkan karena adanya kelainan endokrin antara lain berupa: a) Kelainan hipotalamus: defisiensi gonadotropin (Sindrom Kallmann), defisiensi LH, defisiensi FSH, sindrom hipogonadotropik kongenital. Adanya kelainan pada hipotalamus menyebabkan tidak adanya sekresi hormonal yang berperan penting dalam spermatogenesis sehingga menginduksi keadaan infertil. b) Kelainan hipofisis: insufisiensi hipofisis (tumor, proses infiltrat, operasi, radiasi), hiperprolaktinemia, hormon eksogen (kelebihan estrogen-androgen, kelebihan glukokortikoid, hipertirod dan hipotiroid) dan defisiensi hormon pertumbuhan (growth hormone) menyebabkan gangguan spermatogenesis. 2. Faktor testikular 1) Kelainan kromosom. Sebagai contoh pada penderita sindroma Klinefelter, terjadi penambahan kromosom X, testis tidak berfungsi dengan baik, sehingga spermatogenesis tidak terjadi. 2) Varikokel, yaitu terjadinya dilatasi dari pleksus pampiriformis vena skrotum yang mengakibatkan terjadinya gangguan vaskularisasi testis yang akan mengganggu proses spermatogenesis. 3) Gonadotoksin (radiasi, obat) 4) Adanya trauma, torsi, peradangan 5) Penyakit sistemik ( gagal ginjal, gagal hati, dan anemia sel sabit) 6) Tumor

3 7) Kriptorkismus. Hampir 9% infertilitas pria disebabkan karena kriptorkismus (testis tidak turun pada skrotum). 8) Idiopatik. Hampir 25%-50% infertilitas pria tidak teridentifikasi penyebabnya. 3. Faktor post testikular Merupakan kelainan pada jalur reproduksi termasuk epididimis, vas deferens, dan duktus ejakulatorius. 1) Obstruksi traktus ejakulatorius: disebabkan karena adanya blokade kongenital, ketiadaan vas deferens kongenital (CAVD), obstruksi epididimis idiopatik, penyakit ginjal polikistik, blokade didapat (vasektomi, infeksi), blokade fungsional (perlukaan saraf simpatis, farmakologi) 2) Gangguan fungsi sperma atau motilitas: sindrom immotil silia, defek maturasi, infertilitas imunologik, infeksi).pada reaksi imunologi, dapat ditemukan antibodi sperma pada semen pria fertil dan infertil.imunologi didiagnosis menyebabkan infertilitas pria saat 50% atau lebih spermatozoa yang motil yang dilapisi oleh antibodi sperma.antibodi sperma ditemukan pada 3-7% pria infertil dan antibodi ini dapat merusak fungsi sperma dan menyebabkan infertilitas pada beberapa pria (Al-Haija, 2011). 3) Gangguan koitus: impotensi, hipospadia, waktu dan frekuensi koitus Faktor Resiko Infertilitas Pria Berbagai hal telah diketahui menjadi faktor resiko infertilitas pria, yaitu: 1. Usia Usia memegang peranan penting dalam fertilitas. Puncak umur kehamilan terjadi pada usia 34 tahun untuk pria dan wanita dan kemudian setelah usia 35 tahun akan menurun secara signifikan. Penelitian telah menunjukkan bahwa level testosteron darah akan menurun seiring bertambahnya usia dan resiko pria untuk menjadi infertil 2 kali lipat lebih besar pada usia di atas 35 tahun dibandingkan dengan pria di bawah 25 tahun dan 5 kali lipat pada usia di atas 45 tahun. Produksi hormon testosteron mulai menurun sekitar usia 40 tahun, perubahan kualitas sperma seiring dengan bertambahnya usia juga menurunkan volume semen, motilitas dan morfologi sperma normal (Al-Haija, 2011). 2. Obesitas

4 Beberapa studi menyebutkan bahwa terjadi penurunan fertilitas pada pria gemuk. Sebuah studi di Amerika Serikat menginvestigasi petani dan istri mereka menunjukkan bahwa peningkatan 10 kg berat badan dapat menurunkan fertilitas sekitar 10% dan efek terbesar pada pria dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 32. Hal ini disebabkan karena terjadi penurunan jumlah sperma motil normal secara signifikan pada pria tersebut (Al-Haija, 2011). 3. Alkohol Alkohol merupakan substansi adiktif yang sangat berpengaruh pada fertilitas. Konsumsi alkohol dengan rentang antara konsumsi alkohol yang jarang hingga yang berat sangat berdampak pada kesehatan termasuk kegagalan fertilitas.konsumsi alkohol dapat merusak aksi HPG dan berpengaruh pada spermatogenesis sehingga menurunkan kualitas sperma (Carrell ed., 2013). 4. Paparan dalam pekerjaan Studi di Lebanon menunjukkan bahwa paparan lingkungan pekerjaan sangat berbahaya terhadap fisik dan bahan kimianya yang dihubungkan dengan peningkatan resiko infertilitas pria. Paparan senyawa organik saat bekerja dapat menurunkan jumlah sperma yang motil, sejumlah senyawa yang digunakan industri yang dapat menyebabkan efek samping pada sistem reproduksi pria yaitu karbon disulfida yang mempengaruhi kualitas semen.riwayat terpapar glycol ether pada lingkungan kerja juga dapat menurunkan kualitas semen. Demikian juga halnya pada pekerja di bidang pertanian atau pabrik pestisida yang juga mengalami dampak negatif akibat paparan Dibromochloropropane (DBCP) dapat menyebabkan toksisitas testikular dan menurunkan produksi sperma. Paparan pada Ethylene Di-Bromide (EDB) juga menurunkan jumlah sperma dan meningkatkan jumlah sperma yang abnormal.dichloro-diptenyl-trichloro-ethane (DDT) yang merupakan salah satu tipe pestisida juga dapat menurunkan fertilitas dan mengubah jumlah sperma (Al-Haija, 2011). 5. Olahraga Terdapat banyak keuntungan yang didapat dari berolahraga secara teratur. Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa olahraga berat jangka panjang dapat

5 mempengaruhi kualitas parameter semen dan dapat menurunkan jumlah testosteron total (Al-Haija, 2011). 6. Merokok Banyak penelitian yang menyelidiki pengaruh merokok terhadap infertilitas pria. Hasil penelitiannya masih kontroversial; beberapa penelitian menunjukkan bahwa merokok menyebabkan efek samping pada perburukan kualitas sperma terutama pada perokok berat, perbedaan itu didasarkan pada begitu besarnya level stress oksidatif semen pada perokok berat dibandingkan dengan perokok ringan maupun perokok pasif (Saleh et al., 2001). Namun studi di Singapura menemukan bahwa merokok memang meningkatkan resiko infertilitas dan tidak terdapat perbedaan yang menonjol antara perokok berat dan ringan. Di sisi lain, hasil yang kontras ditemukan pada penelitian lain yang menyatakan bahwa tidak terdapat efek signifikan antara merokok dengan infertilitas pria (Al-Haija, 2011). 7. Laptop dan telepon seluler Pemaparan jangka panjang pada laptop dapat meningkatkan suhu skrotum dan berdampak negatif pada parameter sperma. Lebih lanjut, penggunaan telepon seluler juga berdampak negatif pada infertilitas pria yaitu menurunkan jumlah sperma yang hidup secara paralel pada setiap kali terpapar telepon seluler dan juga berhubungan dengan durasi menggunakan telepon seluler tersebut (Al-Haija, 2011). Studi terbaru juga menunjukkan hal yang serupa yaitu spermatozoa manusia bila terpapar oleh radiasi gelombang elektormagnetik dari telepon seluler selain dapat menurunkan jumlah sperma juga dapat menurunkan motilitas sperma dan meningkatkan stress oksidatif sperma (Vignera et al., 2012). 8. Stres Hubungan antara stres dengan infertilitas juga diperhitungkan. Pria di bawah tekanan stres pada hasil pemeriksaan analisa semen menunjukkan terjadi penurunan yang signifikan pada parameter sperma (Al-Haija, 2011). Hal ini dikaitkan dengan penurunan level testosteron yang menyebabkan kegagalan spermatogenesis dan akhirnya berpengaruh pada jumlah, motilitas, dan morfologi sperma (Carrell ed., 2013) Diagnosis Infertilitas Pria

6 Langkah yang paling penting dalam mendiagnosis pria infertil adalah melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik. Anamnesis mengenai riwayat infertilitas (durasi, kehamilan sebelumnya, evaluasi dan pengobatan fertilitas sebelumnya). Riwayat seksual juga sangat penting ditanyakan seperti fungsi ereksi, frekuensi dan waktu melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Riwayat intervensi medis sebelumnya juga tak kalah penting ditanyakan karena hal tersebut berkontribusi dalam penegakan diagnosis dari seperempat kasus infertilitas (Al-Haija, 2011). Rekomendasi terbaru dalam menegakkan diagnosis infertilitas menurut Practice Committees of the American Urological Association and the American Society for Reproductive Medicine menyebutkan bahwa perlu dilakukannya evaluasi infertilitas sebelum 1 tahun jika terdapat faktor resiko infertilitas pria seperti memiliki riwayat kriptorkrismus bilateral (Wein et al., 2012). Anamnesis juga mengenai riwayat peradangan seperti orchitis, waktu pubertas, riwayat keluarga yang mengalami infertilitas dan penyakit sistemik lainnya (Al-Haija, 2011). Pemeriksaan fisik merupakan langkah yang kedua dalam mendiagnosis abnormalitas yang menyebabkan infertilitas pada pria, terdiri dari pemeriksaan fisik secara umum dan pemeriksaan genitalia. Pemeriksaan fisik secara umum seperti pengukuran tinggi, berat badan, dan tekanan darah yang akan memberikan informasi tentang penyakit sistemik. Distribusi rambut di tubuh juga memberikan indikasi produksi androgen, ukuran payudara juga perlu diinspeksi untuk mendeteksi ginekomasti (Al-Haija,2011). Hepatomegali pada pemeriksaan abdomen meningkatkan kecurigaan kejadian perubahan metabolisme hormon seks steroid (Wein et al., 2012). Pemeriksaan genitalia dimulai dengan pemeriksaan yang cermat, seperti pemeriksaan isi skrotum yang merupakan bagian yang paling kritis dalam pemeriksaan ini. Palpasi permukaan testis harus benar-benar dilakukan dengan hati-hati untuk menilai konsistensi dan ada atau tidaknya massa dalam testis untuk menyingkirkan diagnosis infertilitas akibat karsinoma testikular. Ukuran testis juga merupakan hal yang potensial diperiksa dalam kasus infertilitas. Ukuran

7 testis normal adalah 4 x 3 cm atau volumenya 20 ml. Palpasi epididimis, korda spermatika penting dilakukan untuk menentukan apakah terdapat peradangan atau kelainan lain seperti varikokel yang juga merupakan salah satu bagian dari etiologi infertilitas pada pria. Pemeriksaan rektal juga sebaiknya dilakukan, untuk mengevaluasi prostat, apakah terdapat peradangan ataupun kista yang dapat menyumbat duktus ejakulatorius (Wein et al., 2012). Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut dalam menegakkan diagnosis infertilitas pada pria melalui pemeriksaan analisis semen. Analisis semen merupakan prediktor yang sangat penting dalam menentukan fertilitas pria. Analisis semen berguna untuk mengevaluasi variasi dari parameter termasuk karakteristik spermatozoa, plasma semen dan sel non-sperma (Wein et al., 2012). Analisa karakteristik semen dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu (Wein et al., 2012): 1. Pemeriksaan makroskopik: Terdapat lima hal yang diukur pada pemeriksaan makroskopik ini, yaitu ph, koagulasi/pengenceran, warna, viskositas dan volume semen. Semen normal manusia berwarna agak putih hingga kuning keabu-abuan. Bila terkontaminasi dengan urin, maka semen berwarna kuning. Semen juga dapat berwarna merah muda pada pasien dengan perdarahan uretra dan kekuning-kuningan pada pasien jaundice. Keadaan fisik semen yang baru diejakulasi adalah kental. Tapi sekitar 20 menit kemudian akan mengalami pengenceran, disebut likuifaksi oleh fibrinolisin enzim proteolitik yang disekresikan oleh prostat. Jika pengenceran tidak wajar berarti ada ketidakberesan pada kelenjar itu. Pengukuran ph merupakan komponen standar dalam analisis semen yang ditentukan oleh sekresi vesika seminalis dan prostat. ph normal adalah sekitar 7,2 hingga 8,0. Karena sekresi vesika seminalis bersifat alkali, ph asam mengindikasikan terdapat hipoplasia vesika seminalis yang biasa ditemui pada pasien azoospermia.

8 Tabel 2.1 Gambaran Makroskopik Analisis Semen (WHO, 2010) Parameter Nilai Abnormalitas Signifikansi Klinik Normal ph 7,2 Asam, <7,2 Dengan volume rendah dan non koagulasi; adanya ketiadaan kongenital vas deferens bilateral, obstruksi duktus ejakulatorius, ejakulasi retrograde parsial. Koagulasi/ pengenceran Ketiadaan vesika seminalis kongenital. Koagulasi dan pengenceran dalam menit. Tidak ada koagulasi dan pemanjangan pengenceran >60 menit. Warna Putih keabuabuan. Kekuning-kuningan, merah kecoklatan. Jaundice, karotenemia, obat, inflamasi vesika urinaria. Viskositas 2cm >2cm Berhubungan dengan Volume 1,5 ml 0 (azoospermia) <1,5mL (hypospermia) motilitas yang rendah. Ejakulasi retrograde pengumpulan yang tidak lengkap, ejakulasi retrograde parsial, abstinensi seksual. 2. Pemeriksaan Mikroskopik a. Aglutinasi sperma: Pemeriksaan ini dimulai dengan hapusan tebal dengan meletakkan semen pada slide yang ditutup oleh cover slip dan diamati pada pembesaran 1000x. Melalui metode ini, aglutinasi sperma, keberadaan sperma dan motilitas subjektif sperma dapat diamati. Dalam keadaan normal tidak ditemukan adanya aglutinasi dan jumlah leukosit 1 juta/ml serta tidak ditemukan adanya immature germ cell. Adanya adhesi sperma ke elemen non spema mengindikasikan adanya infeksi kelenjar aksesoris, adanya adhesi sperma-sperma mengindikasikan adanya antibodi antisperma sekunder. b. Jumlah dan konsentrasi: Pemeriksaan ini dilakukan setelah terjadi pengenceran cairan semen. Jumlah sperma normal 20 juta sperma per ml. Bila jumlahnya < 20 juta sperma/ml maka disebut sebagai oligospermia.

9 Azoospermia (ketiadaan sperma) dapat disebabkan karena adanya gangguan saat spermatogenesis, disfungsi ejakulasi ataupun karena adanya obstruksi. Laboratorium WHO menetapkan batas toleransi jumlah sperma terendah yang masih dikatakan normal adalah 20juta sperma/ml atau jumlah sperma total 39 juta/ejakulasi (WHO, 2010). c. Motilitas: Motilitas dikenali sebagai prediktor yang terpenting dalam aspek fungsional spermatozoa. Motilitas sperma merupakan refleksi perkembangan normal dan kematangan spermatozoa dalam epididimis. Menurut WHO tahun 2010, motilitas spermatozoa dikelompokkan menjadi sebagai berikut: Progressive motility (PR): Spermatozoa bergerak bebas, baik lurus maupun lingkaran besar, dalam kecepatan apapun. Non-progressive motility (NP): semua jenis spermatozoa yang tidak memiliki kriteria progresif, seperti berenang dalam lingakran kecil, ekor/ flagel yang sulit menggerakkan kepala, atau hanya ekor saja yang bergerak. Immotility (IM): tidak bergerak sama sekali Yang dikatakan memiliki nilai motilitas normal yaitu Progressive motility (PR) 32% atau PR + NP 40%. Disebut asthenospermia (motilitas yang tidak sesuai dengan kriteria WHO) dapat disebabkan oleh antibodi antisperma (15%), periode abstinensi yang panjang, infeksi traktus genitalia obstruksi duktus parsial, dan varikokel. Hal ini dapat menurunkan motilitas sperma dalam penetrasi ke mukosa servikal.

10 d. Morfologi Gambar 2.1 Struktur Morfologi Sperma Normal ( Guyton dan Hall, 2007) Morfologi sperma menunjukkan persentasi bentuk abnormal yang ditemukan dalam semen. Terdapat dua klasifikasi yang digunakan untuk menentukan morfologi sperma yaitu berdasarkan kriteria WHO, dan kriteria Kruger s strict. Teratozoospermia (<15% morfologi normal sperma) dapat terjadi pada keadaan demam, varikokel, dan stres (Wein et al., 2012).

11 Tabel 2.2 Klasifikasi Morfologi Sperma (Wein et al., 2012) World Health Organization (WHO) Kruger s Strict Criteria Kisaran referensi nomal 4% > 14% Kepala Bentuk Oval Oval, pinggiran halus Akrosom 40%-70% dari permukaan 40%-70% dari permukaan kepala kepala Ukuran Panjang 4-5, 5 mm, lebar 2, 5-3, 5 mm, P/l 1,5-1,72 Panjang 3-5mm Lebar 2-3 mm Vakuola <20% area kepala 1/4 area kepala Bagian tengah Bentuk Lurus regular, melengkung aksial Kurus, lurus regular, melengkung aksial Ukuran <1/3 area kepala Lebar < 1mm, panjang 1,5 x kepala <1/3 area kepala <1/3 area kepala Droplet sitoplasma Ekor Tampilan Lebar Kurus, tidak melengkung Bentuk sama, tidak melengkung, lebih kurus dari bagian tengahnya Panjang >45 mm 10 x kepala e. Viabilitas: Standar nilai viabilitas normal dalah 58%. Bila sperma yang motil ditemukan kurang dari 58% sperma yang viabel, maka kemungkinan motilitas sperma akan menurun karena terdapat sperma yang mati (nekrospermia). Perlu dilakukan pemeriksaan viabilitas pada analisa sperma ini (WHO, 2010). f. Sel non sperma: sel germinal yang immatur, sel epitel dan leukosit. Leukosit merupakan elemen sel non sperma yang sangat signifikan dan sering dijumpai pada pasien dengan infertilitas. WHO menyatakan bahwa bila level leukosit diatas 1 x 10 6 WBC/mL maka disebut dengan leukositospermia. Nilai normalnya adalah 1juta/mL (Wein et al., 2012).

12 2.2. Spermatogenesis, Semen dan Kelainan pada Sperma Spermatogenesis Gambar 2.2 Spermatogenesis (Guyton dan Hall, 2007) Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa. Spermatozoa merupakan sel yang dihasilkan oleh fungsi reproduksi pria (Junqueira dan Jose, 2007). Spermatozoa merupakan sel hasil maturasi dari sel germinal primordial yang disebut dengan spermatogonia. Spermatogonia berada pada dua atau tiga lapisan permukaan dalam tubulus seminiferus. Spermatogonia

13 mulai mengalami pembelahan mitosis, yang dimulai saat pubertas, dan terus berproliferasi dan berdiferensiasi melalui berbagai tahap perkembangan untuk membentuk sperma (Guyton dan Hall, 2007). Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus selama masa seksual aktif akibat stimulasi oleh hormon gonadotropin yang dihasilkan di hipofisis anterior, yang dimulai rata-rata pada umur 13 tahun dan terus berlanjut hampir di seluruh sisa kehidupan, namun sangat menurun pada usia tua (Guyton dan Hall, 2007). Pada tahap pertama spermatogenesis, spermatogonia bermigrasi di antara sel- sel sertoli menuju lumen sentral tubulus seminiferus. Sel-sel sertoli ini sangat besar, dengan pembungkus sitoplasma yang berlebihan yang mengelilingi spermatogonia yang sedang berkembang sampai menuju bagian tengah lumen tubulus (Guyton dan Hall, 2007). Proses berikutnya adalah pembelahan secara meiosis. Pada tahap ini spermatogonia yang melewati lapisan pertahanan masuk ke dalam lapisan sel Sertoli akan dimodifikasi secara berangsur-angsur dan membesar untuk membentuk spermatosit primer yang besar. Setiap spermatosit tersebut, selanjutnya mengalami pembelahan mitosis untuk membentuk dua spermatosit sekunder. Setelah beberapa hari, spermatosit sekunder ini juga membelah menjadi spermatid yang akhirnya dimodifikasi menjadi spermatozoa (sperma) (Guyton dan Hall, 2007). Selama masa pergantian dari tahap spermatosit ke tahap spermatid, 46 kromosom spermatozoa (23 pasang kromosom) dibagi sehingga 23 kromosom diberikan ke satu spermatid dan 23 lainnya ke spermatid yang kedua (Sherwood, 2012). Keadaaan ini juga membagi gen kromosom sehingga hanya setengah karakteristik genetik bayi yang berasal dari ayah, sedangkan setengah sisanya diturunkan dari oosit yang berasal dari ibu. Keseluruhan proses spermatogenesis, dari spermatogonia menjadi spermatozoa, membutuhkan waktu sekitar 74 hari (Guyton dan Hall, 2007). Proses selanjutnya adalah pembentukan sperma. Ketika spermatid dibentuk pertama kali, spermatid tetap memiliki sifat-sifat yang lazim dari sel-sel epiteloid, tetapi spermatid tersebut segera berdiferensiasi dan memanjang menjadi

14 spermatozoa. Masing-masing spermatozoa terdiri atas kepala dan ekor. Kepala terdiri atas inti sel yang padat dengan hanya sedikit sitoplasma dan lapisan membran sel di sekeliling permukaannya. Di bagian luar, dua pertiga anterior kepala terdapat selubung tebal yang disebut akrosom yang terutama dibentuk oleh apparatus Golgi. Selubung ini mengandung sejumlah enzim yang serupa dengan enzim yang ditemukan pada lisosom dari sel-sel yang khas, meliputi hialuronidase (yang dapat mencerna filamen proteoglikan jaringan) dan enzim proteolitik yang sangat kuat (yang dapat mencerna protein). Enzim ini memainkan peranan penting sehingga memungkinkan sperma untuk memasuki ovum dan membuahinya (Guyton dan Hall, 2007). Ekor sperma, yang disebut flagellum, memiliki tiga komponen utama yaitu (1) kerangka pusat yang secara keseluruhan disebut aksonema, yang memiliki struktur yang serupa dengan struktur silia yang terdapat pada permukaan sel tipe lain; (2) membran sel tipis yang menutupi aksonema; dan (3) sekelompok mitokondria yang mengelilngi aksonema di bagian proksimal ekor ( badan ekor) (Guyton dan Hall, 2007). Gerakan maju-mundur ekor (gerakan flagella) memberikan motilitas sperma. Gerakan ini disebabkan oleh gerakan meluncur longitudinal secara ritmis di antara tubulus posterior dan anterior yang membentuk aksonema. Sperma yang normal bergerak dalam medium cair dengan kecepatan 1 sampai 4 mm/menit. Kecepatan ini akan memungkinkan sperma untuk bergerak melalui traktus genitalia wanita untuk mencapai ovum (Guyton dan Hall, 2007). Proses selanjutnya setelah pembentukan sperma adalah pematangan sperma di epididimis. Setelah terbentuk di tubulus seminiferus, sperma membutuhkan waktu beberapa hari untuk melewati tubulus epididimis yang panjangnya 6 meter. Sperma yang bergerak dari tubulus seminiferus dan dari bagian awal epididimis adalah sperma yang belum motil, dan tidak dapat membuahi ovum. Akan tetapi, setelah sperma berada dalam epididimis selama jam, sperma akan memiliki kemampuan motilitas (Guyton dan Hall, 2007). Kemampuan bergerak maju (motilitas progresif) yang diperoleh di epididimis, melibatkan aktivasi suatu protein unik yang disebut CatSper, yang

15 berada di bagian utama ekor sperma. Protein ini tampaknya adalah suatu kanal Ca 2+ yang memungkinkan influx Ca 2+ generalisata c-amp. Selain itu, spermatozoa mengekspresikan reseptor olfaktorius, dan ovarium menghasilkan molekul mirip odoran. Bukti-bukti terkini mengisyaratkan bahwa berbagai molekul ini dan reseptornya saling berinteraksi, yang memperkuat gerakan spermatozoa ke arah ovarium (Ganong, 2008) Semen Cairan yang diejakulasikan pada saat orgasme, yakni semen (air mani), mengandung sperma dan sekret vesikula seminalis, prostat, kelenjar Cowper, dan mungkin kelenjar uretra (Tabel 2.3). Volume rerata per ejakulat adalah 2,5-3,5 ml setelah beberapa hari tidak dikeluarkan. Volume semen dan hitung sperma menurun cepat bila ejakulasi berkurang. Walaupun hanya diperlukan satu sperma untuk membuahi ovum, setiap milliliter semen normalnya mengandung 100 juta sperma. Lima puluh persen pria dengan hitung sperma juta/ml dan pada dasarnya, semua pria dengan nilai hitung yang kurang dari 20 juta/ml dianggap mandul. Adanya banyak spermatozoa yang immotil atau cacat juga berkorelasi dengan infertilitas. Prostaglandin dalam semen, yang sebenarnya berasal dari vesikula seminalis, kadarnya cukup, namun fungsi turunan asam lemak in di dalam semen tidak diketahui (Ganong, 2008). Sperma manusia bergerak dengan kecepatan sekitar 3 mm/menit melintasi saluran genitalia wanita. Sperma mencapai tuba uterina menit setelah kopulasi. Pada beberapa spesies, kontraksi organ wanita mempermudah transportasi sperma ke tuba uterina, namun tidak diketahui apakah kontraksi semacam itu penting pada manusia (Ganong, 2008).

16 Tabel 2.3 Komposisi Semen Manusia (Ganong, 2008) Warna : putih Berat jenis spesifik : 1,028 ph : 7, Hitung sperma : Rerata sekitar 100 juta/ml, dengan bentuk abnormal kurang dari 20% Komponen lain: Fruktosa (1,5-6,5 mg/ml) Dari vesikula seminalis Fosforilkolin, ergotionein Asam askorbat, flavin, prostaglandin (membentuk 60% volume total) Spermin Asam sitrat Kolesterol, fosfolipid Fibrinolisin, fibrogenase Seng Fosfatase asam Fosfat Bikarbonat Dari prostat (membentuk 20 % volume total) Dapar Hialuronidase Kelainan pada Sperma Oligospermia idiopatik ditemukan bila konsentrasi sperma kurang dari 20 x10 6 /ml tetapi lebih dari 10 x10 6 /ml. Asthenospermia idiopatik pada kasus ini konsentrasi spermanya normal tetapi terdapat proporsi yang rendah dari spermatozoa dengan motilitas yang cepat. Teratozoospermia idiopatik ditemukan bila konsentrasi dan motilitas sperma normal tetapi morfologinya abnormal. Kriptozoospermia idiopatik didiagnosis bila tidak terdapat spermatozoa dalam sampel semen yang baru diambil, namun mulai terlihat beberapa spermatozoa setelah disentrifugasi (Al-Haija, 2011). Azoospermia obstruktif didiagnosa bila semen adalah azoospermia (tidak terdapat sperma dalam semen) namun pada biopsi testis menunjukkan terdapat banyak komplemen spermatogenik dalam tubulus seminiferus (Al-Haija, 2011). Terdapat banyak bukti kuat penyebab yang paling berperan dalam kejadian infertilitas pria seperti kanker testis, penurunan kualitas semen, andesensus

17 testikularis, dan hipospadia akibat gangguan pemprograman embrional dan perkembangan gonad selama kehidupan masa janin (Al-Haija, 2011) Leukosit Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan imun tubuh. Imunitas adalah kemampuan tubuh menahan atau menyingkirkan benda asing yang berpotensi merugikan atau sel yang abnormal. Leukosit dan turunanturunannya, bersama dengan berbagai protein plasma, membentuk sistem imun, suatu sistem pertahanan internal yang mengenali dan menghancurkan atau menetralkan benda-benda dalam tubuh yang asing bagi diri normal (Sherwood, 2012). Leukosit ini sebagian besar diproduksi di sumsum tulang (granulosit, monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan selsel plasma). Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah sebagian besar diangkut secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius. Jadi, sel-sel tersebut dapat menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap agen-agen infeksius (Guyton dan Hall, 2007). Terdapat enam macam sel darah putih yang secara normal ditemukan di dalam darah. Keenam sel tersebut adalah netrofil polimorfonuklear, basofil polimorfonuklear, eosinofil polimorfonuklear, monosit, limfosit dan kadangkadang, sel plasma. Ketiga tipe pertama dari sel yaitu sel-sel polimorfonuklear, seluruhnya memiliki gambaran granular, sehingga sel-sel tersebut disebut granulosit (Guyton dan Hall, 2007). Pada manusia dewasa, leukosit dapat dijumpai sekitar 7000 sel per mikroliter darah. Presentasi normal dari sel darah putih kira-kira sebagai berikut (Guyton dan Hall, 2007):

18 Tabel 2.4 Persentase Normal Sel Darah Putih Jenis-jenis leukosit Persentase sel normal Netrofil polimorfonuklear 62,0% Eosinofil polimorfonuklear 2,3% Basofil polimorfonuklear 0,4% Monosit 5,3% Limfosit 30,0% Pembentukan sel darah putih dimulai dari diferensiasi dini dari sel stem hemopoietik pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem committed. Sel-sel committed ini selain membentuk sel darah merah, juga membentuk sel darah putih. Dalam pembentukan leukosit terdapat dua tipe yaitu mielositik dan limfositik. Pembentukan leukosit tipe mielositik dimulai dengan sel muda yang berupa mieloblas sedangkan pembentukan leukosit tipe limfositik dimulai dengan sel muda yang berupa limfoblas (Guyton dan Hall, 2007). Granulosit dan monosit hanya dibentuk di dalam sumsum tulang. Limfosit dan sel plasma diproduksi di berbagai jaringan limfogen, khususnya kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil dan berbagai kantong jaringan limfoid dalam sumsum tulang dan plak Peyer di bawah epitel dinding usus (Guyton dan Hall, 2007). Leukosit yang dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama granulosit, disimpan dalam sumsum sampai sel-sel tersebut diperlukan dalam sirkulasi. Kemudian, bila kebutuhannya meningkat, beberapa faktor seperti sitokin-sitokin akan dilepaskan. Dalam keadaan normal, granulosit yang bersirkulasi dalam seluruh darah kira-kira tiga kali jumlah yang disimpan dalam sumsum. Jumlah ini sesuai dengan persediaan granulosit selama enam hari. Sedangkan limfosit sebagian besar akan disimpan dalam berbagai area jaringan limfoid kecuali pada sedikit limfosit yang secara temporer diangkut dalam darah (Guyton dan Hall, 2007). Masa hidup granulosit setelah dilepaskan dari sumsum tulang normalnya 4-8 jam dalam sirkulasi darah, dan 4-5 jam berikutnya dalam jaringan. Pada keadaan infeksi jaringan yang berat, masa hidup keseluruhan sering kali berkurang. Hal ini dikarenakan granulosit dengan cepat menuju jaringan yang

19 terinfeksi, melakukan fungsinya, dan masuk dalam proses dimana sel-sel itu sendiri harus dimusnahkan (Guyton dan Hall, 2007). Monosit memiliki masa edar yang singkat, yaitu jam, berada di dalam darah sebelum berada dalam jaringan. Begitu masuk ke dalam jaringan, selsel ini membengkak sampai ukurannya yang sangat besar untuk menjadi makrofag jaringan. Dalam bentuk ini, sel-sel tersebut dapat hidup hingga berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Makrofag jaringan ini akan menjadi dasar bagi sistem makrofag jaringan yang merupakan sistem pertahanan lanjutan dalam jaringan untuk melawan infeksi (Guyton dan Hall, 2007). Limfosit memasuki sistem sirkulasi secara kontinu, bersama dengan aliran limfe dari nodus limfe dan jaringan limfoid lainnya. Kemudian, setelah beberapa jam, limfosit keluar dari darah dan kembali ke jaringan dengan cara diapedesis. Dan selanjutnya memasuki limfe dan kembali ke darah lagi demikian seterusnya. Limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun, tetapi hal ini tergantung pada kebutuhan tubuh akan sel-sel tersebut (Guyton dan Hall, 2007) Hubungan antara Leukosit dengan Motilitas Sperma Leukosit terdapat dalam saluran reproduktif pria dan hampir selalu ditemukan pada pemeriksaan cairan sperma. Secara fisiologis, kebanyakan dari leukosit terebut berkumpul pada epididimis dan berfungsi untuk sistem imunitas dan proses fagositosis dari spermatozoa abnormal. Kadar jenis leukosit yaitu granulosit (50%-60%), makrofag (20%-30%) dan limfosit (2%-5%) (Aryoseto, 2009). Pengamatan akurat jumlah leukosit adalah penting karena jika jumlahnya berlebihan (leucocytospermia) merupakan indikasi adanya infeksi saluran reproduksi, yang memerlukan terapi antibiotika. Selanjutnya, leukositospermia mungkin berkaitan dengan kelainan profil semen termasuk berkurangnya volume ejakulat, jumlah sperma, termasuk yang terpenting adalah menurunnya motilitas sperma sehingga fungsi sperma terganggu akibat pengaruh oksidasi atau adanya sitokin tertentu yang bersifat sitotoksik (Aryoseto, 2009).

20 Batas jumlah leukosit yang apabila dilampaui akan mengganggu fertilitas masih sulit untuk ditentukan. Pengaruh sel-sel ini tergantung dari tempat dimana leukosit masuk semen, tipe leukosit, dan keadaan pengaktifan leukosit tersebut (Aryoseto, 2009). Dikarenakan hanya jumlah sperma yang dihitung dalam pencacahan sperma, jumlah dari leukosit dapat dihitung secara relatif dengan jumlah sperma yang diketahui. Jika N adalah jumlah dari jenis sel yang dicacah dalam sebuah lapangan pandang sama dengan 100 sperma dan S adalah jumlah sperma dalam juta/ml, maka C jumlah sel yang dicacah dalam juta/ml dapat dihitung menggunakan rumus: C= NxS 100 Contohnya: jika jumlah sel-sel leukosit yang dicacah adalah 10 per 100 sperma dan jumlah sperma adalah 120 x 10 6 /ml, maka jumlah sel-sel leukosit adalah: per milliliter = /ml Nilai normal jumlah leukosit adalah kurang dari /ml ( Lackner, et al., 2010). Pengaruh leukosit pada motilitas sperma terdapat pada adanya sitokinsitokin dan reactive oxygen species (ROS). Peningkatan konsentrasi dari leukosit dapat meningkatkan kadar kedua senyawa tersebut (Lui dan Cheng, 2007). Peningkatan kadar sitokin dapat mengurangi beberapa produksi protein yang dibutuhkan untuk proses spermatogenesis. Beberapa sitokin-sitokin seperti TNF-α dan TGF-β 3 yang bisa mengurangi produksi Ocludin yang dapat mengurangi pembentukan spermatozoa dan Claudin yang menyebabkan tubulus seminiferus terisi banyak nucleated cell yang berkumpul (Lui dan Cheng, 2007). Peningkatan jumlah leukosit dalam semen sangat erat hubungannya dengan reactive oxygen species (ROS). ROS itu sendiri merupakan produk normal metabolisme seluler, termasuk diantaranya adalah ion oksigen, radikal bebas dan peroksida. Tingkat produksi ROS oleh leukosit dilaporkan mencapai 1000 kali lebih besar dibandingkan dengan kapasitas spermatozoa yang ada (Tremellen,

21 2008). Dalam kondisi fisiologis, sel spermatozoa memproduksi ROS dalam jumlah yang kecil. Dalam jumlah yang kecil, ROS dibutuhkan untuk regulasi fungsi sperma, kapasitasi sperma dan reaksi akrosom. Sedangkan dalam jumlah yang besar ROS toksik terhadap sel normal dan menurunkan potensi fertilitas dari sperma (Nallella, et al., 2005). ROS dapat menyebabkan infertilitas melalui dua mekanisme yaitu pertama, ROS merusak membran sperma yang dapat menurunkan motilitas sperma dan menurunkan kemampuan untuk bergabung dengan oosit. Kemudian yang kedua, ROS secara langsung merusak DNA sperma, yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan embrio karena kerusakan DNA paternal dari sperma (Tremellen, 2008). Hubungan leukosit dan ROS adalah pada neutrofil polimorfonuklear dan makrofag yang merupakan sebagian besar leukosit, berperan menyerang bakteri patogen dan benda-benda asing, keduanya berkemampuan membangkitkan ROS. Senyawa ini dapat menginduksi lipid peroksidase di dalam membran sel, jika lipid peroksidase dalam jumlah yang banyak ditambahkan ke dalam suspensi sperma akan mempengaruhi motilitas sperma dan menyebabkan agregasi sperma (Aryosetto, 2009).

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah pola hidup masyarakat yang saat ini cenderung tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas adalah suatu kondisi tidak terjadinya kehamilan pada pasangan yang telah berhubungan seksual tanpa menggunakan kontrasepsi secara teratur dalam waktu satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan generasinya. Bagi sebagian rakyat Indonesia, memiliki

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan generasinya. Bagi sebagian rakyat Indonesia, memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reproduksi merupakan hal yang penting bagi makhluk hidup untuk mempertahankan generasinya. Bagi sebagian rakyat Indonesia, memiliki keturunan merupakan suatu keharusan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME Hasil pengamatan pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infertilitas adalah suatu keadaan dimana pasangan. suami-istri yang telah menikah selama satu tahun atau

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infertilitas adalah suatu keadaan dimana pasangan. suami-istri yang telah menikah selama satu tahun atau BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Infertilitas adalah suatu keadaan dimana pasangan suami-istri yang telah menikah selama satu tahun atau lebih telah melakukan hubungan seksual secara teratur dan adekuat

Lebih terperinci

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi FUNGSI REPRODUKSI PRIA DAN HORMONAL PRIA dr. Yandri Naldi Fisiologi Kedokteran Unswagati cirebon Sistem reproduksi pria Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infertilitas adalah gangguan dari sistem reproduksi yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Infertilitas adalah gangguan dari sistem reproduksi yang ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas adalah gangguan dari sistem reproduksi yang ditandai dengan kegagalan mengalami kehamilan setelah 12 bulan atau lebih dan telah melakukan hubungan sanggama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan I. PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu masalah yang dapat mempengaruhi pria dan wanita di seluruh dunia. Kurang lebih 10% dari pasangan suami istri (pasutri) pernah mengalami masalah infertilitas

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO 1 ISI I. Fungsi Komponen Sistem Reproduksi Pria II. Spermatogenesis III. Aktivitas Seksual Pria IV. Pengaturan Fungsi Seksual

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keguguran berulang adalah suatu kondisi yang berbeda dengan infertilitas yang didefinisikan sebagai dua atau lebih kegagalan kehamilan (ASRM, 2008). Dari semua kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung (Panjaitan, 2003). Penelitian yang dilakukan (Foa et al., 2006)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi sebagian orang sudah menjadi kebutuhan hidup yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Pengaruh polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor terhadap kecepatan motilitas spermatozoa mencit Hasil pengamatan pengaruh polisakarida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia khususnya di Afrika dan

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia khususnya di Afrika dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia khususnya di Afrika dan negara berkembang. Angka prevalensi yang cukup tinggi serta menghasilkan dampak sosial,

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu

Lebih terperinci

Ni Ketut Alit A. Airlangga University. Faculty Of Nursing.

Ni Ketut Alit A. Airlangga University. Faculty Of Nursing. Ni Ketut Alit A Faculty Of Nursing Airlangga University Pasangan yg melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan selama 12 bulan --- tidak terjadi kehamilan Tidak adanya konsepsi setelah

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Angka kejadian infertilitas masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Infertilitas adalah ketidakmampuan terjadinya konsepsi atau memiliki anak pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid

BAB 1 PENDAHULUAN. inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kortikosteroid adalah derivat hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memiliki peranan penting seperti mengontrol respon inflamasi. Hormon

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan suami istri dengan kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan suami istri dengan kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan suami istri dengan kehidupan seksual aktif dan tidak memakai alat kontrasepsi untuk hamil dalam kurun waktu satu tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan sekitar 30% infertilitas disebabkan faktor laki-laki (Carlsen et al., 1992; Isidori

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 1. Pasangan antara bagian alat reproduksi laki-laki dan fungsinya berikut ini benar, kecuali... Skrotumberfungsi sebagai pembungkus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah infertilitas pria merupakan masalah yang menunjukkan peningkatan dalam dekade terakhir ini. Infertilitas yang disebabkan oleh pria sebesar 50 %, sehingga anggapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama jutaan tahun. Minuman beralkohol dihasilkan dari fermentasi ragi, gula dan pati. Etanol merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memiliki anak adalah impian setiap pasangan yang sudah menikah. Namun tidak setiap pasangan dapat mewujudkan impian tersebut dengan mudah. Kegagalan pasangan usia reproduktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.000 hipertensi, menurunkan IQ dan juga mengurangi kemampuan

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

Function of the reproductive system is to produce off-springs.

Function of the reproductive system is to produce off-springs. Function of the reproductive system is to produce off-springs. The Gonad produce gamets (sperms or ova) and sex hormones. All other reproductive organs are accessory organs Anatomi Sistem Reproduksi Pria

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. DM merupakan penyakit kelainan sistem endokrin utama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan ancaman besar bagi kesehatan di dunia (Emmons, 1999). Merokok memberikan implikasi terhadap

Lebih terperinci

GIZI DAUR HIDUP: Gizi dan Reproduksi

GIZI DAUR HIDUP: Gizi dan Reproduksi GIZI DAUR HIDUP: Gizi dan Reproduksi By Suyatno,, Ir., MKes. Contact: E-mail: suyatnofkmundip@gmail.com Blog: suyatno.blog.undip.ac.id Hp/Telp Telp: : 08122815730 / 024-70251915 Gambaran Kesehatan Reproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas merupakan salah satu masalah penting bagi setiap orang. Infertilitas pada pria berkaitan erat dengan spermatogenesis. Proses ini dipengaruhi oleh dua faktor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 Etiologi Sebagian besar kelainan reproduksi pria adalah oligospermia yaitu jumlah spermatozoa kurang dari 20 juta per mililiter semen dalam satu kali

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Infertilitas merupakan masalah yang memiliki angka kejadian yang cukup besar di Indonesia. Penyebab infertilitas pria dipengaruhi oleh banyak faktor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker testis adalah keganasan yang jarang ditemukan, tetapi merupakan keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan ini 90-95% berasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Gelombang Elektromagnetik Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak memiliki medium atau dapat merambat melalui ruang

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Penelitian yang dilakukan oleh Roy Morgan Research di Australia

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi 1 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi pelatihan fisik berlebih selama 35 hari berupa latihan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

MENGAPA ISTRI MASIH BELUM HAMIL??

MENGAPA ISTRI MASIH BELUM HAMIL?? http://rohmadi.info/web MENGAPA ISTRI MASIH BELUM HAMIL?? 1 / 5 Author : rohmadi Sudah pasti pertanyaan inilah yang terus terlintas di benak anda, saat anda belum juga diberkahi buah hati. Perasaan sedih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hormon testosteron merupakan bagian penting dalam. kesehatan pria. Testosteron memiliki fungsi utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Hormon testosteron merupakan bagian penting dalam. kesehatan pria. Testosteron memiliki fungsi utama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hormon testosteron merupakan bagian penting dalam kesehatan pria. Testosteron memiliki fungsi utama dalam proses spermatogenesis dan pembentukan karakteristik seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di masa modern ini, alkohol merupakan minuman yang sangat tidak asing lagi dikalangan masyarakat umum. Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi alkohol dianggap dapat memberikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN SISTEM REPRODUKSI REMAJA DENGAN TINDAKAN REPRODUKSI SEHAT DI SMA DHARMA PANCASILA MEDAN 2008 No. Identitas : Tgl. Interview : Jenis Kelamin : Keterangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas pada pria merupakan masalah yang perlu perhatian dan penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas wanita dalam penatalaksanaan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN ANALISA SPERMA DI KLINIK BAYI TABUNG RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN 2013

ABSTRAK GAMBARAN ANALISA SPERMA DI KLINIK BAYI TABUNG RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN 2013 ABSTRAK GAMBARAN ANALISA SPERMA DI KLINIK BAYI TABUNG RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN 2013 Mitos yang mengatakan infertil hanya dialami wanita masih berkembang dimasyarakat indonesia. Ini harus dibenahi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Studi protokol penatalaksanaan dan efektivitas pengobatan infertilitas pria di Surabaya pada tahun 2000 menyatakan masalah infertilitas pria merupakan masalah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang meliputi motilitas, dan morfologinya. Salah satu penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas sperma

Lebih terperinci

PRECONCEPTION ADVICE FOR MALE

PRECONCEPTION ADVICE FOR MALE PRECONCEPTION ADVICE FOR MALE TITIS SARI KUSUMA TUJUAN Memberikan edukasi tentang gizi untuk kesehatan reproduksi laki-laki Memberikan anjuran makanan yang sehat untuk kesehatan reproduksi 1 PERBEDAAN

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Pubertas merupakan suatu periode perkembangan transisi dari anak menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan hasil tercapainya kemampuan reproduksi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. spermatozoa merupakan bagian dari sistem reproduksi yang penting bagi

I. PENDAHULUAN. spermatozoa merupakan bagian dari sistem reproduksi yang penting bagi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1. Latar Belakang Bagi manusia dan makhluk hidup yang berkembang biak secara generatif, spermatozoa merupakan bagian dari sistem reproduksi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Rokok adalah masalah utama kesehatan sebagai penyebab penyakit dan penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh dunia meninggal

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, didefinisikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infertilitas, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, didefinisikan sebagai ketidakmampuan terjadinya konsepsi spontan pada pasangan yang aktif secara seksual tanpa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian rataan suhu dan kelembaban harian kandang berturut-turut 28,3 o C dan 91,3% yang masih dalam kisaran normal untuk hidup kelinci. Adapun suhu dan kelembaban

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vitamin C (Asam askorbat) Asam askorbat adalah vitamin yang dapat larut dalam air dan sangat penting untuk biosintesis kolagen, karnitin, dan berbagai neurotransmitter. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan transfusi darah adalah upaya kesehatan berupa penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sebelum dilakukan transfusi darah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun lalu. Sekitar satu milyar penduduk dunia merupakan perokok aktif dan hampir 80% dari total tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung Puyuh Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68, maka nilai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68, maka nilai 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis statistika dengan menggunakan ANOVA, maka diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Kompetensi Dasar 1. Mengetahui penyusun jaringan ikat 2. Memahami klasifikasi jaringan ikat 3. Mengetahui komponen

Lebih terperinci

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodonsium yang menutupi gigi dan berfungsi sebagai jaringan penyangga gigi. Penyakit periodontal yang paling sering

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. DARAH Darah adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga mensuplai jaringan tubuh dengan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1.5 Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Menurut kamus besar bahasa indonesia (2005) pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah (dijalani, dirasakan, ditanggung). Menurut Notoatmodjo (2005) pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kehidupan yang semakin modern membuat manusia hampir selalu berhubungan dengan alat-alat elektronik. Penggunaan peralatan elektronik meningkat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Diabetes milletus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia kronis yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, defek kerja insulin,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, ph dan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi sperma,

Lebih terperinci