HUBUNGAN KARAKTERISTIK LAHAN DENGAN PRODUKTIVITAS DUKU (Lansium domesticum Corr) DI PROVINSI JAMBI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN KARAKTERISTIK LAHAN DENGAN PRODUKTIVITAS DUKU (Lansium domesticum Corr) DI PROVINSI JAMBI"

Transkripsi

1 HUBUNGAN KARAKTERISTIK LAHAN DENGAN PRODUKTIVITAS DUKU (Lansium domesticum Corr) DI PROVINSI JAMBI HENDRI PURNAMA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

2 Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Hubungan Karakteristik Lahan dengan Produktivitas Duku (Lansium Domesticum Corr) di Provinsi Jambi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2011 Hendri Purnama NRP A ABSTRACT HENDRI PURNAMA. Land Characteristic and Duku (Lansium Domesticum Corr) Productivity Relationship in Jambi Province. Under the supervisor of ATANG SUTANDI, WIDIATMAKA and KOMARSA GANDASASMITA.

3 Duku is one of horticultural crops and tropical fruits that has high commercial value. Actually, the trees that produce fruits have various age between 30 to 75 years. Some farmers reluctant to conduct replanting due to very long harvesting time, (15 years above). Government of Jambi Province intends to maintain and develop the duku through the crop improvements and extensification. For that purpose it needs to understand crop requirement related to land characteristic. The aims of this research are to identifiy land characteristics that associated to duku productivity, describe the optimum land characteristics to support maximum duku productivity, and to investigate the significance influent of land characteristics on optimum duku productivity. The study was conducted by field survey exploration approach, done March to December This study used primary and secondary data. Secondary data included climate and duku distribution in Jambi Province. Primary data was collected through field surveys, including biophysical properties and crop productivity. Data analysis used line boundary method analysis and discriminant analysis. Biophysical properties and productivity were plotted on scatter diagram and the distribution of points form a model of the boundary line. The model was selected with the highest determinant coefficient (R 2 ). The model of the biophysical properties and production relationship could determine land characteristics that associated with optimum productivity. The optimum productivity was associated with soil texture of sandy clay, sandy clay loam, loam, and clay loam, soil depth about > 56 cm, soil ph between 4,5 to 6,4, C organic content of > 0.60 %, CEC was about > 16,00 cmol / kg, base saturation was about > 5 %, available P was about > 3 ppm, exchangeable K content of > 0.50 cmol/kg, and Al saturation was about < 53%. The discriminant analysis show that duku productivity was significantly influenced by soil ph, CEC, sand content and exchangeable Ca. Key words : Land Characteristic, Boundary line, Productivity, Duku.

4 RINGKASAN HENDRI PURNAMA, Hubungan Karakteristik Lahan dengan Produktivitas Duku (Lansium Domesticum Corr) di Provinsi Jambi dibawah bimbingan ATANG SUTANDI, WIDIATMAKA dan KOMARSA GANDASASMITA. Duku termasuk salah satu tanaman hortikultura dan primadona buah tropis serta mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi. Saat ini, lahan yang ada semakin terdesak oleh pembangunan pemukiman. Selain itu, kurangnya pengetahuan petani dan juga masa berbuah duku yang memerlukan waktu yang lama setelah tanam menyebabkan petani kurang tertarik untuk menanam duku dibandingkan untuk penggunaan lain. Hal ini akan menyebabkan lama kelamaan tanaman duku akan habis. Disisi lain pemerintah daerah Provinsi Jambi telah menetapkan tanaman duku merupakan salah satu tanaman khas Jambi, dan pemerintah pusat pada tahun 2000 telah menetapkan salah satu duku Jambi yaitu Duku Kumpeh sebagai varietas unggul nasional berdasarkan SK Menteri Pertanian No: 101/KPTS.TP.240/3/2000 tanggal 7 Maret 2000, sehingga sangat perlu bagi pemerintah daerah kabupaten dan Propinsi Jambi dalam menjaga keberlanjutan budidaya duku dimasa mendatang dengan menjaga lahan yang ada supaya tidak beralih fungsi serta melakukan pengembangan dan perluasan lahan untuk pertanaman duku. Untuk ini maka diperlukan suatu kajian untuk mendapatkan karakteristik lahan yang tepat untuk pertanaman duku di Propinsi Jambi sebelum dikembangkan dalam wilayah pertanaman yang lebih luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik lahan terhadap hasil tanaman duku, mengetahui karakteristik lahan yang optimum untuk mendukung produksi duku yang maksimal, dan mengetahui karakteristik lahan yang paling berpengaruh terhadap hasil tanaman duku. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Desember 2009, dilakukan dengan pendekatan metode survey lapang. Penelitian ini dilaksanakan di beberapa lokasi daerah sebaran duku di Propinsi Jambi, di 8 (delapan) kabupaten yaitu Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Merangin, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada perbedaan ketinggian (topografi), tanah dan iklim serta heterogenitas keragaman lahan. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah data iklim dan sebaran duku di Propinsi Jambi. Pengumpulan data primer dilakukan melalui survey lapangan, meliputi data-data sifat biofisik lahan dan produktifitas tanaman. Analisis data menggunakan metoda garis batas (boundary line) untuk melihat masing-masing hubungan karakteristik lahan dengan produksi. Untuk melihat kontribusi masing-masing variabel terhadap produksi dan karakteristik lahan yang berpengaruh terhadap produksi dilakukan analisis diskriminan. Penentuan kriteria hubungan produksi dengan faktor-faktor karakteristik lahan mengadopsi metoda DRIS (Diagnostic Recommended Integrated System). Tahap pertama dari metoda DRIS ini adalah penetapan nilai standard atau norm yang didasarkan pada respons tanaman terhadap karakteristik lahannya. Data-data produksi yang terkumpul diplotkan terhadap faktor-faktor biofisik lahan dalam

5 sebuah atau beberapa grafik. Sebaran titik-titik observasi ini akan patuh terhadap suatu model garis batas terluar (boundary line) dari distribusi titik-titik tersebut. Pola garis batas terluar yang dipilih adalah yang logis dan mempunyai koefisien determinan (R 2 ) tertinggi. Dalam model ini, tingkat produksi akan meningkat jika sebuah faktor pembatas dikurangi (dilakukan perbaikan sifat lahan). Selanjutnya dilakukan pengelompokan nilai produksi yang kemudian dihubungkan dengan persamaan yang diperoleh dari boundary line sehingga dapat ditetapkan kelas untuk produktivitas tinggi, sedang dan rendah pada tiap-tiap karakteristik lahan. Pengelompokan kelas produktivitas tanaman dibagi dalam tiga kelas yaitu kelas 1 (produktivitas tinggi), kelas 2 (produktivitas sedang) dan kelas 3 (produktivitas rendah). Pola hubungan antara karakteristik lahan dengan produktivitas tanaman duku beragam dan bersifat spesifik, tergantung dari karakteristik lahannya. Produktivitas optimum pada tanaman duku dijumpai pada tanah dengan tekstur liat berpasir, lempung liat berpasir, lempung, dan lempung berliat, kedalaman tanah > 56 cm, ph antara 4,5 6,4, C organik > 0,60 %, KTK >16,00 cmol/kg, KB > 5 %, P > 3 ppm, K > 0,50 cmol/kg, dan kejenuhan Al < 53 %. Hasil analisis diskriminan menunjukkan bahwa karakteristik lahan yang memberikan kontribusi paling tinggi terhadap produktivitas tanaman duku adalah ph, KTK, Ca-dd dan kandungan fraksi pasir. Kata Kunci: Karakteristik Lahan, Garis Batas, Produktivitas, Duku.

6 (C) Hak cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB

7 HUBUNGAN KARAKTERISTIK LAHAN DENGAN PRODUKTIVITAS DUKU (Lansium domesticum Corr) DI PROVINSI JAMBI HENDRI PURNAMA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Tanah SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

8 Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Darmawan, MSc

9 Judul Tesis Nama NRP : Hubungan Karakteristik Lahan dengan Produktivitas Duku (Lansium domesticum Corr) di Provinsi Jambi. : Hendri Purnama : A Disetujui Komisi Pembimbing Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.D Ketua Dr. Ir. Widiatmaka, DAA Anggota Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Tanah Dekan Sekolah Pascasarjana Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.D Tanggal Ujian : 30 Juli 2011 Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr Tanggal lulus:

10 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, dengan izin dan petunjuk-nya sehingga penulisan tesis yang berjudul Hubungan Karakteristik Lahan dengan Produktivitas Duku (Lansium domesticum Corr) di Provinsi Jambi dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Bapak Ir. Atang Sutandi, MSi, Ph.D sebagai ketua komisi pembimbing, yang telah banyak membantu baik secara moril maupun materil dan terus mendorong penulis untuk menyelesaikan studi, Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DAA dan Bapak Dr. Ir. Komarsa Gandasamita, MSc sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penelitian hingga selesainya penulisan karya ilmiah ini, serta kepada Bapak Dr. Ir. Darmawan, MSc selaku penguji luar komisi. Terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Syarifuddin (Alm) dan Ibunda Syamsinar yang telah mendidik dan menanamkan kemandirian kepada penulis untuk terus berusaha dan belajar dan tidak bosanbosannya memberikan doa dan restu serta kasih sayangnya, saudara-saudaraku tersayang (bang Mansas, kak Iwan, bang Pison, yuk Desi, yuk Yanti, Ira, Ita, Dian) atas motivasi selama ini. Terimakasih kepada Pak Muclish, Dedy, dan terutama kepada H. Oyon atas bantuan dan semua fasilitas yang diberikan kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan angkatan 2007 dan 2008 (TNH, ATT, PWL dan DAS) buat kebersamaan yang telah terbina selama ini. Terimakasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Spesial untuk Istriku tercinta Tetty Syawalina, dan bidadari-bidadariku yang cantik-cantik Icha, Syifa dan Zhaza, atas doa, pengertian, kesabaran, dan pengorbanan yang diberikan selama ini, terutama karena telah melewatkan sebagian hari-harinya tanpa kehadiran penulis selama penulis menyelesaikan studi. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dan pihak-pihak lain yang membutuhkan informasi. Bogor, Agustus 2011 Penulis

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jambi, pada tanggal 20 Februari 1975, merupakan putra keenam dari sembilan bersaudara dari pasangan Ayah Syarifuddin (Alm) dan Ibu Syamsinar. Pendidikan Sarjana Pertanian Program Studi Ilmu Tanah diselesaikan di Fakultas Pertanian Universitas Jambi pada Tahun Tahun 2007, penulis melanjutkan studi pada Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

12 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iii iv v PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 4 Keterbatasan Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Karakteristik Tanaman Duku... 5 Pertumbuhan Tanaman Duku... 6 Evaluasi Lahan... 8 Kualitas dan Karakteristik Lahan... 9 Karakteristik Lahan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Duku Metode Peneraan Umur Tanaman Metode Garis Batas (Boundary Line method) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendekatan Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan Data Primer Analisis Data Hubungan Antara Karakteristik Lahan dengan Produktivitas Tanaman Duku 22 Pendugaan Selang Produktivitas.. 22 GAMBARAN UMUM DAERAH SURVEY.. 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sifat-Sifat Biofisik Lahan yang Terkait dengan Pertumbuhan dan Produktivitas Duku Peneraan Produksi Berdasarkan Umur Tanaman. 43 Hubungan Antara Umur Tanaman dengan Produktivitas Tanaman. 44 Hasil Peneraan Parameter Produktivitas Tanaman Berdasarkan Umur Tanaman

13 ii Pengelompokan Kelas Produktivitas Tanaman dan Hubungannya dengan Karakteristik Lahan Hubungan Produksi dengan Daerah Perakaran Hubungan Produksi dengan Retensi Hara Hubungan Produksi dengan Ketersediaan Hara Hubungan Produksi dengan Toksisitas Hubungan Produksi dengan Ketersediaan Air dan Elevasi Karakteristik Lahan Yang Berpengaruh 56 KESIMPULAN DAN SARAN.. 60 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 64

14 iii DAFTAR TABEL Halaman 1 Analisis Laboratorium Sifat Tanah di Daerah Penelitian Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara pada Kabupaten Muaro Jambi Tahun Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara pada Kabupaten Batanghari Tahun Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara pada Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun Kriteria Kelas Produktivitas Berdasarkan Kondisi Daerah Perakaran untuk Tanaman Duku Kriteria Kelas Produktivitas Berdasarkan Retensi Hara untuk Tanaman Duku Hasil Analisis Fungsi Diskriminan Kanonik Koofisien Fungsi Kanonik Diskriminan yang Terstandarisasi Hasil Prediksi Ketepatan Pengelompokan kelas Produktivitas pada Tanaman Duku Berdasarkan Karakteristik Lahan.. 59

15 iv DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ilustrasi data dengan menggunakan boundary line Diagram Skematik Respon Tanaman terhadap Sejumlah Faktor Pembatas 14 3 Sebaran Lokasi Titik Pengamatan Penelitian Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian Lokasi Penelitian di Wilayah Propinsi Jambi Sebaran Hujan di Kabupaten Muaro Jambi Sebaran Hujan di Kabupaten Batanghari Sebaran Hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Sebaran Hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Sebaran Hujan di Kabupaten Bungo Sebaran Hujan di Kabupaten Tebo Sebaran Hujan di Kabupaten Merangin Sebaran Hujan di Kabupaten Sarolangun Grafik hubungan antara Umur Tanaman terhadap Produksi Aktual Produktivitas tanaman duku sebelum dan setelah dilakukan peneraan Hubungan Produksi dengan kedalaman tanah, fraksi pasir dan fraksi liat Hubungan Produksi dengan ph tanah, C-organik, KTK tanah dan kejenuhan basa Hubungan Produksi dengan Ketersediaan Hara Hubungan antara Produksi dengan Kejenuhan Al... 56

16 v DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Karakteristik Lingkungan pada Titik-Titik Pengamatan Parameter Pertumbuhan Duku Nilai C organik, P, Ca, Mg, K, Na, KTK, KB, ph dan Kejenuhan Al di Wilayah Penelitian Peta Sebaran Titik Pengamatan Berdasarkan Kelas Produktivitas Duku 77

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Duku termasuk salah satu tanaman hortikultura dan primadona buah tropis serta mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi. Bahkan tidak hanya di Indonesia, di beberapa negara Asia Tenggara pasaran buah duku cukup baik. Duku merupakan buah penting di Indonesia dan memiliki pasar yang jelas mulai dari pasar tradisional hingga supermarket modern. Hal ini menunjukkan komoditas duku sudah dikonsumsi secara merata dan memiliki daya saing dibandingkan komoditas buah lain. Buah duku banyak digemari karena rasanya manis dan aromanya tidak menyengat serta cukup baik dikonsumsi karena kandungan nilai gizi yang cukup tinggi. Dalam setiap 100 gram buah duku masak, kurang lebih 64 % dapat dimakan dengan komposisi zat gizi berupa kalori 70 kal, protein 1,0 g, lemak 0,2 g, karbohidrat 13 g, mineral 0,7 g, kalsium 18 mg, fosfor 9 mg dan zat besi 0,9 mg. Untuk kandungan kalori, mineral dan zat besi duku setingkat lebih tinggi dibandingkan dengan buah apel atau jeruk manis. Kandungan lain yang bermanfaat adalah dietary fiber atau serat. Salah satu zat yang bermanfaat untuk memperlancar sistem pencernaan, mencegah kanker kolon dan membersihkan tubuh dari radikal bebas penyebab kanker (Deptan 2000). Di Provinsi Jambi, duku merupakan salah satu komoditi buah-buahan yang menjadi sumber pendapatan petani. Duku Jambi memiliki keunggulan komparatif, yaitu penampilan lebih baik, dengan warna kulit yang mulus dan rasa lebih manis dibandingkan dengan daerah lain, sehingga memiliki potensi untuk ekspor. Total produksi duku Provinsi Jambi mencapai ton (terbesar di Sumatra) lebih tinggi dari Sumatra Selatan ( ton) dan Sumatra Barat ( ton) (Dirjen Hortikultura Deptan 2007). Namun, dari segi perawatan, pengelolaan dan budidaya tanaman, duku di Provinsi Jambi sebagian besar kurang mendapatkan perawatan yang seimbang dimana sebagian besar tidak pernah mendapatkan pemupukan. Menurut Sunarjono (2005) salah satu sebab mengapa Indonesia sulit untuk menghadapi persaingan buah-buahan tropis adalah buah-buahan Indonesia masih dikelola dalam skala pekarangan dan kurang mendapat perawatan yang seimbang

18 2 yaitu dari segi pembibitan, pemeliharaan tanaman, pemupukan dan pengelolaan hama dan penyakit tanaman. Selain itu, areal buah-buahan dan sentra produksinya tersebar dengan areal pengelolaan yang sempit sehingga produksinya sulit memenuhi permintaan pasar. Berdasarkan data statistik Provinsi Jambi tahun 2007, sebaran produksi duku di Provinsi Jambi terdapat hampir di setiap kabupaten dengan populasi tanaman terbanyak yaitu di daerah Kabupaten Muaro Jambi dengan produksi ton diikuti Kabupaten Batanghari (3.154 ton), Kabupaten Bungo (2.471 ton) dan Merangin (1.275 ton). Tanaman duku yang berproduksi sekarang kebanyakan merupakan kebun campuran dan sebagian besar telah berumur lebih 50 tahun dan bahkan ada yang berumur lebih dari 100 tahun yang merupakan warisan dari orang tua atau kakek mereka. Berdasarkan rencana kerja Ditjen Hortikultura Departemen Pertanian Provinsi Jambi termasuk salah satu daerah untuk pengembangan lokasi tanaman buah-buahan hortikultura khususnya tanaman duku, dimana Provinsi Jambi sendiri telah memiliki varietas unggul nasional untuk tanaman duku ini yaitu Duku Kumpeh. Pada tahun 2000 Duku Kumpeh telah ditetapkan sebagai varietas unggul nasional berdasarkan SK Menteri Pertanian No: 101/KPTS.TP.240/3/2000 tanggal 7 Maret 2000 (BPSB Provinsi Jambi, 2002). Hasil penelitian Minsyah et al. (2000) dan Hernita dan Asni (2006) menunjukkan bahwa pemeliharaan tanaman duku hanya dilakukan dengan membersihkan daun-daun duku yang berada di sekitar pertanaman menjelang duku berbuah dan sebagian besar tidak dipupuk, hal ini menjadi suatu kendala bagi pemerintah daerah kabupaten dan Provinsi Jambi dalam menjaga keberlanjutan dari budidaya duku dimasa mendatang. Saat ini petani kurang tertarik untuk menanam duku dibandingkan untuk penggunaan lain karena masa berbuah duku yang memerlukan waktu yang lama setelah tanam, kurangnya pengetahuan petani tentang budidaya duku, serta lahan yang ada semakin terdesak oleh pembangunan pemukiman. Hal ini menyebabkan lama kelamaan tanaman duku akan habis, sehingga pemerintah daerah kabupaten dan Provinsi Jambi membuat suatu kebijakan dalam menjaga keberlanjutan budidaya duku dimasa mendatang dengan menjaga lahan yang ada supaya tidak

19 3 beralih fungsi serta melakukan pengembangan lahan untuk pertanaman duku. Untuk ini maka diperlukan suatu kajian untuk mendapatkan karakteristik lahan dan kualitas lahan yang tepat untuk pertanaman duku di Provinsi Jambi sebelum dikembangkan dalam wilayah pertanaman yang lebih luas mengingat selain faktor tanaman, faktor lingkungan (iklim) dan tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil suatu tanaman. Perumusan Masalah Perkembangan luas areal tanaman duku sekarang ini menunjukkan kecenderungan semakin menurun. Hal ini disebabkan antara lain kurangnya peremajaan dan pembukaan lahan baru untuk pengusahaan tanaman tersebut (Suparwoto et al. 2005). Apabila tidak ditangani dengan baik maka dikhawatirkan tanaman duku akan semakin mengalami kemunduran dan mengancam populasi tanaman itu sendiri karena tidak terpelihara dengan baik juga semakin terdesak oleh pembangunan pemukiman penduduk (Minsyah et al. 2000). Untuk itu perlu suatu perencanaan areal pengembangan duku dengan mempertimbangkan kualitas dan karakteristik lahan duku dengan tetap memperhatikan keberlanjutan usahatani duku ini. Dengan diketahuinya kualitas dan karakteristik lahan yang sesuai untuk duku di Provinsi Jambi diharapkan akan membantu dalam pengembangan tanaman duku sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas duku di masa mendatang dengan tetap memperhatikan masalah sosial, ekonomi dan masyarakat. Beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: - Bagaimana hubungan dan pengaruh dari karakteristik lahan terhadap hasil tanaman duku di Provinsi Jambi? - Karakteristik lahan yang bagaimana dibutuhkan untuk menghasilkan produktivitas duku yang optimum di Provinsi Jambi? - Karakteristik lahan apa yang paling berpengaruh terhadap produksi duku di Provinsi Jambi?

20 4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan yang telah ada maka ditetapkan tujuan dari penelitian ini yaitu: - Mengetahui hubungan karakteristik lahan dengan hasil tanaman duku. - Mengetahui karakteristik lahan yang memungkinkan untuk produksi duku. - Mengetahui karakteristik lahan yang paling berpengaruh terhadap hasil tanaman duku. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diketahui karakteristik lahan yang spesifik untuk duku di Jambi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan masukan bagi pemerintah provinsi dan daerah dan stake holder lainnya dalam pengembangan dan keberlanjutan budidaya duku sebagai salah satu komoditas buah horikultura unggulan daerah di Provinsi Jambi. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya adalah: 1. Data iklim yang diperoleh sangat terbatas karena variasi iklim antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya di Provinsi Jambi sangat kecil dimana kisaran bulan basah berada antara 4 6 bulan, bulan kering 1 3 bulan dan curah hujan berkisar antara 2497, ,55 mm/tahun. 2. Elevasi yang diperoleh juga sangat terbatas karena sebaran kebun duku hanya berkisar dari ketinggian 10 m sampai 157 m dpl demikian juga kemiringan lahan berkisar dari 0 8 %. 3. Tipe penggunaan lahan untuk seluruh daerah penelitian hanya satu tipe penggunaan lahan saja yaitu kebun duku campuran dengan jarak tanam yang tidak beraturan, tindakan pengelolaan sangat minim sekali dimana tanaman umumnya tidak dipelihara dan dipupuk. 4. Dalam penelitian ini juga tidak memperhatikan varietas duku pada masingmasing titik sampling, juga tidak tidak dilakukan uji kualitas (rasa dan tes organoleptik) terhadap buah duku yang diteliti.

21 5 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Duku Duku merupakan tanaman tropika yang termasuk famili Meliaceae. Tanaman ini berasal dari semenanjung Malaya dan India. Sumber lain menyatakan duku berasal dari Asia Tenggara bagian barat, dari semenanjung Thailand di sebelah barat sampai Kalimantan di sebelah timur, bahkan ada yang menyatakan duku merupakan tanaman asli Indonesia (Winarno et al. 1990; Verheij dan Coronel 1997) Duku termasuk tanaman tahunan (parennial crop) yang masa hidupnya dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Tanamannya berbentuk pohon, rindang, berukuran sedang. Pohon duku berbatang kuat dan besar, dengan penampang cm, dapat mencapai tinggi meter. Batang bercabang, kulit batang tipis berwarna coklat kehijauan atau keabuan dan agak sukar dilepas dari kayunya. Batang menghasilkan cairan seperti susu, sepanjang kulit batang terdapat celah-celah dangkal yang memanjang. Mahkota tanaman terbuka, teratur dan atau tidak teratur, berbentuk bulat (Deptan, 2000). Daun tanaman duku berselang-seling bersirip ganjil dengan 5-7 anak daun. Panjang rakhis cm, dengan pangkal yang membesar. Helaian daun bertangkai berbentuk elips, bulat panjang atau lonjong. Pangkal daun sempit, agak meruncing dan agak miring (tidak simetris). Warna helaian daun sisi atas hijau tua dan mengkilat sedangkan sisi bawah daun tidak mengkilat berwarna hijau muda. Kedua permukaan daun licin. Panjang helaian daun cm dan lebar daun 7-12,5 cm. Panjang tangkai daun 0,8-1,2 cm dan membesar pada pangkalnya (Verheij dan Coronel, 1997). Tandan bunga terletak pada cabang atau batang yang besar, menggantung, berdiri sendiri atau dalam berkas 2-5, pada pangkal kerap bercabang dengan panjang cm dan berambut. Bunga tanaman duku biseksual, ukurannya kecil, daun mahkota 4-5 helai tidak pernah membuka lebar, dan berwarna putih atau kuning pucat. Benangsari tersusun dalam satu berkas, kepala sari merupakan lingkaran. Tangkai putik pendek dan tebal.

22 6 Duku memiliki bentuk buah bulat sampai lonjong berbulu pendek. Panjang buah antara 2-4 cm dengan bekas style yang jelas. Kulit buah berwarna kuning muda keabu-abuan, tipis dan mengandung cairan seperti susu. Buah beruang lima, mempunyai dua biji yang rasanya pahit, masing-masing biji mempunyai dua embrio, terbungkus transparan, berdaging dan melekat erat pada biji. Tanaman duku dapat tumbuh pada daerah dengan kisaran ketinggian meter di atas permukaan laut, di daerah beriklim lembab dengan curah hujan mm pertahun dan merata sepanjang tahun dengan suhu optimum o C. Tanaman duku ini tidak tahan terhadap sinar matahari yang terik, karena dalam keadaan terbuka dan terik daunnya mudah terbakar dan tumbuhnya lambat. Tanah yang kaya humus dan drainasenya baik (tanah lempung berpasir) dengan ph 6-7 sesuai untuk pertumbuhan tanaman duku (Deptan, 2000). Pertumbuhan Tanaman Duku Pohon duku tumbuh lambat, lebih menyukai berada di bawah naungan, yang dapat dikurangi setelah 2-3 tahun. Pohonnya memiliki perakaran yang dangkal, dan bergantung kepada adanya lapisan serasah yang dapat melindungi berbagai akar yang mengambil hara dari permukaan tanah. Pohon duku mulai berproduksi lambat, umumnya tahun, bahkan ada yang baru berbuah pada umur 25 tahun, dari mulai benih disemaikan, tetapi dengan pemeliharaan yang memadai tanaman ini dapat mulai berbuah pada umur 7-8 tahun, sedangkan tanaman yang berasal dari sambungan hanya memerlukan 5-6 tahun (Verheij dan Coronel, 1997). Menurut Soeseno (2000), dengan perawatan yang baik (disiram dan dipupuk secara teratur) dan senantiasa dibersihkan gulma pengganggunya, duku sambungan dapat berbuah 4 tahun kemudian. Perbungaan muncul sebagai suatu kuncup kecil, biasanya pada awal musim kemarau. Perkembangan selanjutnya dapat terhambat beberapa bulan, tetapi jika pertumbuhannya aktif kembali, pembungaan maksimal dicapai dalam jangka waktu 7 minggu. Buahnya matang minggu kemudian. Sebagian besar bunga akan menjadi buah, tetapi hasil buahnya

23 7 seringkali sangat sedikit, karena banyak buah kecil yang rontok, seperti diperlihatkan oleh penelitian-penelitian di Filipina dan Malaysia. Pengamatan fenologi di beberapa daerah sentra duku seperti Jambi, Palembang dan Jawa Barat menunjukkan bahwa pembungaan jelek sekali pada pohon yang tumbuhnya cukup subur, dan pada cabang-cabang yang terkena sinar matahari. Pohon-pohon yang subur itu menghasilkan daun tiga kali lipat daripada pohon-pohon pada kelompok lain, yang kehilangan kesempatan berbunga karena jeleknya retensi buah. Pohon duku tumbuh baik terutama pada tanah yang drainasenya baik, juga retensi airnya, misalnya di pinggir sungai. Duku tidak menyenangi tanah pantai berpasir dan tanah alkalis. Tanah yang bertekstur sedang yang kaya akan bahan organik dan sedikit asam itulah yang disenangi (Verheij dan Coronel, 1997). Pohan duku umumnya ditanam di pekarangan pada daerah-daerah tertentu, atau sebagai tanaman tumpang sari dengan durian, manggis, atau pohon lain (di Thailand dan Indonesia). Jarak tanam yang dianjurkan sangat bervariasi, jarak tanam ini ditentukan dengan memperhatikan adanya pohonpohon pendampingnya, dianjurkan 7x8m, 8x8m, 8x9m, 9x9m, 9x10m atau 10x10m dalam lubang berukukuran 60x60x50 atau 80x80x70 cm (Deptan, 2000 ; Sunarjono, 2005 ; Widyastuti dan Paimin, 1993 ; Verheij dan Coronel, 1997 ). Pohon duku muda hendaknya dinaungi dengan baik dan disirami selama beberapa tahun pertama. Pucuk utama duku yang bertipe tegak harus dipenggal, dan cabang-cabang lateral yang tumbuh diikat supaya tumbuh mendatar, agar perawakannya lebih memencar. Pada pohon yang lebih tua, hanya pucuk-pucuk air dan cabang-cabang yang kena penyakit yang perlu dipangkas. Pengairan dapat digunakan untuk mempercepat pembungaan satu atau dua bulan, asalkan calon bunga telah muncul selama periode kering sebelumnya. Perbungaan mulai tumbuh 7-10 hari setelah penyiraman. Suatu masa kering yang pendek, yang terjadi ketika buah masih menempel di pohonnya akan menimbulkan bahaya turunnya panen secara serius. Hal ini disebabkan oleh pecahnya buah jika kekurangan air itu tiba-tiba dipulihkan (Widyastuti dan Kristiawati, 2000).

24 8 Evaluasi Lahan Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non-pertanian memerlukan teknologi tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang mempunyai arti ekonomi dan peluang pasar yang baik (Djaenudin et al. 2003) Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman perlu diidentifikasi melalui kegiatan evaluasi lahan. Evaluasi lahan sangat diperlukan untuk perencanaan penggunaan lahan yang produktif dan lestari. Potensi dan kendala penggunaan lahan dapat diidentifikasi sejak awal sehingga pengelolaan lahan dapat dilakukan lebih baik dan terarah sesuai dengan komoditas yang akan dikembangkan (FAO, 1976). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi atau kelas kesesuaian suatu lahan untuk tujuan penggunaan lahan tertentu. Penilaian kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang diterapkan dengan karakteristik atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan (FAO, 1976). Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya selain dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan dan lingkungannya, juga dapat menimbulkan masalah kemiskinan dan masalah-masalah sosial dan ekonomi lainnya. Di dalam kegiatan Evaluasi Lahan, sering dijumpai perbedaan dalam hasil penilaian kesesuaian lahan tersebut. Hal ini antara lain disebabkan oleh: (1) perbedaan terhadap faktor-faktor yang dinilai yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, (2) perbedaan pengharkatan dalam penilaian karakteristik lahan, (3) perbedaan dalam sistem yang digunakan dan (4) perbedaan dalam metode pengambilan keputusan, antara lain dengan metode penghambat maksimum atau parametrik (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

25 9 Kualitas dan Karakteristik Lahan Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau atribut yang kompleks dari suatu lahan. Masing-masing kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) tertentu yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan/kualitas lahan yang dapat berperan positif (sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan) atau negatif (keberadaannya akan merugikan terhadap penggunaan tertentu), sehingga bisa merupakan faktor penghambat/pembatas (Sitorus, 2004). Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), kualitas lahan adalah sifat lahan yang berpengaruh langsung terhadap penggunaan lahan di suatu wilayah. Kualitas lahan ini dapat dipengaruhi oleh satu atau beberapa karakteristik lahan misalnya ketersediaan hara dapat ditentukan berdasar ketersediaan P dan K- dapat ditukar, dan sebagainya. Karakteristik lahan adalah atribut atau keadaan unsur -unsur lahan yang dapat diukur/diperkirakan, seperti tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman tanah, jumah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah, jenis vegetasi dan sebagainya (Arsyad, 2007). Karakteristik lahan (land characteristics) mencakup faktor-faktor lahan yang dapat diukur atau ditaksir besarnya, seperti lereng, curah hujan, tekstur tanah, air tersedia, dan sebagainya. Satu jenis karakteristik lahan dapat berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis kualitas lahan, misalnya tekstur tanah dapat berpengaruh terhadap ketersediaan air, mudah tidaknya tanah diolah, kepekaan erosi, dan lain-lain. Bila karakteristik lahan digunakan secara langsung dalam evaluasi lahan, maka kesulitan dapat timbul karena kecuali dapat berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis kualitas lahan, juga karena adanya interaksi dari beberapa karakteristik lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Persyaratan penggunaan lahan dalam pengertian kualitas lahan meliputi persyaratan tumbuh tanaman, persyaratan pengelolaan dan konservasi lahan. Setiap tipe penggunaan lahan memerlukan persyaratan penggunaan lahan yang berbeda untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal.

26 10 Pemilihan kualitas dan karakteristik lahan yang dibutuhkan untuk evaluasi kesesuaian lahan sangat ditentukan oleh tujuan evaluasi, relevansi, ketersediaan data dan kualitas data yang dihasilkan dari penelitian. FAO (1983) secara umum telah menginventarisasi sejumlah 25 kualitas lahan beserta karakteristik lahannya. Sedangkan dalam referensi kriteria kesesuaian lahan yang lain seperti pada Djaenudin et al. (2003), baru sebagian kualitas lahan saja dari yang dikemukakan pada FAO (1983). Namun demikian untuk keperluan evaluasi lahan yang lebih spesifik lokasinya perlu dipilih kualitas/karakteristik lahan yang relevan dengan tujuan evaluasi dan ketersediaan data di suatu wilayah. Dalam Djaenudin et al. (2003) telah disusun kriteria kesesuaian lahan untuk berbagai komoditas pertanian berdasarkan kualitas/karakteristik lahan yang relevan dengan kondisi lahan di Indonesia. Karakteristik Lahan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Duku Ada tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman duku yaitu: iklim, tanah dan topografi. Ketiganya merupakan faktor penting, masing-masing saling berkaitan dalam mempengaruhi fungsi fisiologis dan morfologi tanaman duku (Widyastuti dan Kristiawati, 2000). Menurut Widyastuti dan Paimin (1993), tanaman duku yang ditanam pada lokasi yang tidak cocok dengan lingkungan hidupnya akan mengalami perubahan morfologi dan fisiologis. Hal ini akan berpengaruh pada mutu buah yang dihasilkannya. Dapat dipastikan, orang yang menanam tanaman duku pada tanah yang kondisinya tidak cocok akan mengalami kerugian, berupa biaya, waktu maupun tenaga yang dikeluarkan. Pada dasarnya tanaman duku tumbuh baik di daerah-daerah yang bercurah hujan sebagai berikut: - Daerah yang memiliki 12 bulan basah dengan permukaan air tanah antara cm. - Daerah yang memiliki 9 bulan basah dan 2 bulan kering atau 7 8 bulan basah dan 4 bulan kering dengan permukaan air tanah antara cm.

27 11 - Daerah yang memiliki 7 bulan basah dan 4 bulan kering atau 5-6 bulan basah dan 6 bulan kering dengan permukaan air tanah antara cm. Tanaman duku menghendaki tanah yang gembur dan berdrainase baik, namun mampu menahan air, tanaman duku tidak suka dengan tanah yang becek dan tergenang air. Duku dapat tumbuh dan berbuah baik pada berbagai jenis tanah, antara lain Aluvial, Latosol dan Podsolik. Pada tanah Latosol, produksi duku lebih tinggi bila dibandingkan dengan produksi duku pada tanah Podsolik, namun lebih rendah bila dibandingkan dengan pada jenis tanah Aluvial (BPPT, 2009). Faktor bahan induk merupakan faktor pembentuk tanah yang paling dominan pengaruhnya terhadap sifat dan ciri tanah yang terbentuk serta potensinya untuk pertanian (Buol et al. 1980). Keanekaragaman bahan induk tanah memberikan keanekaragaman sifat dan jenis tanah yang terbentuk. Sifat induk dari bahan volkanik dan batuan sedimen dapat dibedakan berdasarkan komposisi dan cadangan mineralnya. Secara umum, batuan volkanik mengandung banyak feldspar dan sedikit kuarsa, sedangkan batuan sedimen tersusun dari banyak mineral kuarsa keruh dan sangat sedikit feldspar. Pengaruh bahan induk tanah terhadap sifat-sifat tanah lebih terlihat jelas pada tanah-tanah di daerah kering atau tanah-tanah muda, sedangkan pada tanah lebih basah atau tanah-tanah tua, hubungan bahan induk dengan sifat-sifat tanahnya menjadi kurang jelas (Hardjowigeno, 1993). Tingkat perkembangan tanah digambarkan oleh diferensiasi horison, tingkat pelapukan batuan induk dan muatan koloid tanah serta umur pembentukan tanah. Pada tingkat perkembangan tanah lanjut, pelapukan bahan induk mencapai tingkat akhir, dicirikan oleh differensiasi horison yang jelas, solum yang dalam, kandungan liat tinggi, cadangan mineral sangat rendah dan hanya mineral resisten yang tertinggal, KTK liat sangat rendah, kandungan besi dan aluminium bebas meningkat tinggi, susunan mineral liat didominasi oleh kaolinit, goethit, disertai dengan meningkatnya muatan tergantung ph. Semakin lanjut tingkat perkembangan tanah cenderung menurunkan kualitas lahan dan tingkat kesesuaiannya untuk pertanian. Tanah yang terlapuk

28 12 lanjut memiliki daya dukung yang lebih rendah bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Sys (1978) melaporkan pengaruh tingkat pelapukan bahan induk tanah terhadap penurunan kualitas lahan yang mengakibatkan terjadinya penurunan produksi pada beberapa tanaman di daerah tropika. Menurut Ritung et al. (2007) topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi matahari. Ketinggian tempat diukur dari permukaan laut (dpl) sebagai titik nol. Dalam kaitannya dengan tanaman, secara umum sering dibedakan antara dataran rendah (<700 m dpl.) dan dataran tinggi (> 700 m dpl.). Namun dalam kesesuaian tanaman terhadap ketinggian tempat berkaitan erat dengan temperatur dan radiasi matahari. Semakin tinggi tempat di atas permukaan laut, maka temperatur semakin menurun. Demikian pula dengan radiasi matahari cenderung menurun dengan semakin tinggi dari permukaan laut. Ketinggian tempat dapat dikelaskan sesuai kebutuhan tanaman. Tanaman duku dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian meter di atas permukaan laut (Deptan 2000). Metode Peneraan Umur Tanaman Pertumbuhan dan produktivitas tanaman dipengaruhi umur tanaman dan kegiatan budidaya. Setiap tanaman secara genetik mempunyai usia optimum untuk berproduksi secara maksimal. Produktivitas akan meningkat dengan semakin bertambahnya umur tanaman sampai usia optimum tertentu, selanjutnya produksi menurun dengan semakin bertambahnya umur tanaman. Untuk melakukan peneraan, maka terlebih dahulu dicari persamaan korelasi antara umur tanaman dan faktor jarak tanam dengan berbagai parameter pertumbuhan dan produktifitas tanaman yang telah diukur (parameter aktual). Persamaan korelasi yang diperoleh kemudian menjadi dasar di dalam melakukan peneraan (Hikmat, 2010) Menurut Sutandi dan Baba Barus (2007), peneraan terhadap umur tanaman perlu dilakukan karena sampel tanaman di lapang tidak sama umurnya maka

29 13 setiap komponen produksi apakah itu biomasa atau kandungan bahan aktif, maka terlebih dahulu ditera dengan umur agar produksi sampel yang satu dengan lainnya dapat diperbandingkan. Dengan demikian pengaruh umur harus dihilangkan yaitu dengan menera produksi terhadap umur dengan persamaan sebagai berikut : Yt = Yi + (Y Y^) Dimana Yt = produksi teraan Yi = produksi aktual dari pengamatan Y = rataan umum dan Y^= produksi dugaan tergantung umur; yaitu produksi sebagai fungsi dari umur, Y^= f(u) Metode Garis Batas (Boundary line Method) Metode Boundary Line merupakan salah satu metode untuk menentukan produktivitas suatu komoditas. Boundary line methods adalah metode garis batas, dimana garis membungkus diagram sebar hubungan antara produksi dan kadar hara. Garis tersebut membatasi data aktual, sehingga sangat kecil peluangnya akan ditemukannya data yang terletak di luar garis pembungkus tersebut. Garis batas ini terdapat di bagian atas sebelah kiri dan kanan sebaran data serta mengerucut keatas, artinya semakin tinggi pertumbuhan atau produksi semakin kecil selang kadar hara atau ekspresi hara (sumbu x). Dengan kata lain semakin tinggi kadar hara, produksi semakin tinggi sampai tingkat tertentu, kemudian produksi turun kembali dengan semakin tingginya kadar hara. Penggambaran seperti ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis kemungkinan perolehan produksi maksimum yang konsisten dengan nilai apapun dari faktor pertumbuhan yang dapat ditentukan (Walworth, et al. 1986) Metode garis batas (boundary line) ini mengadopsi system DRIS (Diagnostic Recommended Integrated System) dimana yang pertama dilakukan adalah penetapan nilai standar (norm). Satu set data yang menggambarkan hubungan antara produksi dengan kadar hara yang dikumpulkan dari lingkungan geografis yang luas diplot ke dalam diagram sebaran seperti pada Gambar 1 dibawah ini.

30 14 Gambar 1. Ilustrasi data dengan menggunakan boundary line (dikutip dari Walworth et al. 1986) Kelompok produksi tinggi merupakan cerminan dari kondisi yang optimal yang faktor pembatasnya sudah banyak berkurang dibanding pada kelompok produksi rendah. Keadaan ini diilustrasikan pada Gambar 2. Gambar 2. Diagram Skematik Respon Tanaman terhadap Sejumlah Faktor Pembatas (Dikutip dari Sumner dan Farina, 1986). Dari gambar tersebut terlihat sejumlah n faktor pembatas yang membatasi produksi pada tingkat rendah, kemudian semakin dikurangi faktor pembatas tersebut

31 15 maka produksi bertambah tinggi. Metode ini menggunakan pendekatan survey untuk penetapan norm yang didasarkan pada respons tanaman terhadap faktor-faktor lingkungannya. Jika suatu set data telah dikumpulkan, data-data produksi dapat diplot terhadap status hara atau faktor-faktor lingkungan dalam sebuah atau beberapa grafik. Sebaran atau distribusi titik-titik observasi tersebut akan patuh terhadap suatu model. Dalam model ini, ketika sebuah faktor pembatas dikurangi (misalnya dengan pemupukan, pengapuran, dan lain-lain), produksi akan meningkat. Hal ini mirip dengan berlakunya hukum minimum J.V. Liebig. Dengan demikian garis paling atas akan merepresentasikan batas, pada kondisi mana produksi aktual dibatasi oleh variable yang di plot pada absis. Puncak (peak) observasi menunjukkan nilai optimal bagi kombinasi produksi - faktor yang di plot pada absis. Sebaliknya, garis paling bawah merepresentasikan respons produksi pada kondisi yang paling tidak optimal. Data di atas kurva paling atas dalam model ini tidak dapat diperoleh hanya dengan menggunakan faktor tunggal eksperimen karena tingkat optimal dari variabel lain akan senantiasa berubah melalui interaksi secara dinamis. Dengan demikian pendekatan survey merupakan pendekatan yang paling memungkinkan untuk menetapkan norm pada metode ini (Sutandi, 1996). Menurut Walworth et al. (1987); Jones et al. (1991); Rathfon dan Burger (1991) dan Sutandi (1996), sekat produksi digunakan untuk membagi sub populasi produksi tinggi dan rendah, ditetapkan dengan: (1) Produksi yang lebih baik yang biasa dicapai petani atau (2) Kelompok produksi tinggi adalah 10 % dari populasi pengamatan yang mempunyai produksi tertinggi atau (3) Tingkat produksi yang diharapkan dengan pertimbangan ekonomi atau (4) Tingkat produksi yang dikombinasikan dengan tingkat kualitas yang diinginkan. Hasil penelitian Poovarodom dan Chatupote (2002), Pendekatan garis batas (boundary line) digunakan untuk memperbaiki kriteria diagnostik untuk standar nutrisi daun durian, Pada setiap lokasi, dipilih 3-5 kebun dari setiap kategori rendah, menengah dan tinggi. Di setiap kebun, dipilih 8-10 pohon yang dianggap seragam dan mewakili untuk pengambilan sampel, dimana diperoleh bahwa

32 16 pendekatan garis batas dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi pengujian tanaman, karena penafsirannya yang lebih tepat dan nilai kritis yang lebih sempit. Keuntungan lain dari kecukupan rentang atas konsentrasi kritis adalah bahwa hal itu bisa mengidentifikasi gejala kehilangan atau kekurangan konsentrasi hara yang mungkin tidak menunjukkan gejala-gejala kekurangan dan mungkin menyebabkan penurunan hasil di masa depan.

33 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di beberapa lokasi daerah sebaran duku di Propinsi Jambi, di 8 (delapan) kabupaten yaitu Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Merangin, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat berdasarkan perbedaan ketinggian (topografi), tanah dan iklim serta heterogenitas keragaman lahan. Penelitian ini dilaksanakan selama lebih kurang 12 bulan. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi dan Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) peta dan data sekunder (Peta Administrasi Provinsi Jambi, peta topografi Provinsi Jambi, Peta Tanah, data iklim dan bahan-bahan literatur dan kepustakaan lain yang menunjang), (2) bahan-bahan kimia untuk keperluan analisis laboratorium. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) peralatan lapang (abney level, altimeter, pisau, bor tanah, meteran, kompas dan alat-alat pendukung survey di lapangan), (2) alat-alat untuk keperluan analisis laboratorium. Seluruh data hasil pengamatan lapang, baik data parameter biofisik lahan maupun parameter pertumbuhan dan produksi tanaman dicatat dalam formulir pengamatan lapang. Software Microsoft Excel dan Microsoft Word digunakan untuk penulisan dan pengolahan data-data primer dan sekunder. Sedangkan analisa stastistik menggunakan perangkat lunak SPSS versi 16,0. Prosedur Penelitian dan Parameter Pengamatan Pendekatan Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan pendekatan survey. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis regresi sederhana untuk 17

34 18 melihat hubungan antara karakteristik lahan dengan tingkat produktivitas tanaman duku dan analisis diskriminan untuk melihat faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap produktifitas tanaman. Penentuan tingkat produktivitas untuk tanaman duku melalui pendekatan boundary line. Persamaan boundary line dibangun berdasarkan analisis regresi sederhana (simple regression) dengan menggunakan data titik-titik terluar dari sebaran data-data yang diperoleh melalui survey, metodologi ini dilakukan dengan mengadopsi metoda DRIS (Diagnostic Recommended Integrated System) (Walworth et al. 1986), yang disesuaikan untuk mencari karakteristik lahan mana yang menjadi pembatas dan paling menentukan produktifitas tanaman, Tahap pertama untuk melakukan evaluasi menggunakan metoda DRIS ini adalah pembuatan sebuah nilai standar atau norm. Norm ini ditetapkan berdasarkan potensi produksi paling tinggi berdasarkan hasil survey. Dalam metode ini, seluruh data-data hubungan antara nilai karakteristik lahan dengan produksinya diplotkan dalam sebuah grafik. Sebaran atau distribusi titik-titik observasi tersebut akan dibatasi oleh suatu garis batas (boundary line) sebagai suatu model persamaan yang dibangun dari titik-titik terluar. Jika sebuah faktor pembatas dikurangi, misalkan dengan melakukan perbaikan sifat lahan, maka produksi akan meningkat. Hal ini mirip dengan berlakunya hukum minimum dari J.V. Liebig. Garis paling atas merepresentasikan batas kondisi dimana produksi aktual dibatasi oleh variabel yang diplotkan pada absis. Puncak (peak) observasi menunjukkan nilai optimal bagi kombinasi produksi - faktor yang diplotkan pada absis. Sebaliknya, garis paling bawah merepresentasikan respons produksi pada kondisi yang paling tidak optimal. Pengumpulan Data Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan sebagai dasar dan panduan sebelum melakukan survey lapang ke lokasi, melalui overlay antara peta administrasi, peta tanah, peta topografi, peta iklim dan sebaran pertanaman duku di Provinsi Jambi yang diperoleh dari Kecamatan dalam Angka, sehingga diperoleh satuan lokasi pengambilan contoh pengamatan di lapangan yang menggambarkan heterogenitas

35 19 dan keragaman lahan (ketinggian tempat, iklim, topografi dan jenis tanah). Selanjutnya dibuat peta rencana survey berdasarkan peta hasil overlay ini yang merupakan panduan bagi peneliti dalam menentukan banyaknya sampel di lapangan. Data sekunder lainnya yang dikumpulkan adalah data iklim (suhu rata-rata tahunan, curah hujan bulanan, bulan basah, bulan kering). Data-data iklim yang terkait dengan lokasi pengamatan diperoleh dari stasiun pengamat iklim yang terdekat dengan lokasi-lokasi penelitian. Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan melalui survey lapang. Satuan lokasi pengambilan contoh lapang ini adalah lokasi pertanaman duku yang masingmasing mewakili ketinggian tempat, iklim, topografi dan jenis tanah (Gambar 3). Gambar 3. Sebaran Lokasi Titik Pengamatan Penelitian Setiap lokasi pengamatan mewakili 1 5 kebun duku (tergantung kepada luasan yang ditemui di lapangan), yang mempunyai umur tanaman yang sama, dan dari setiap lokasi pengamatan ini diambil masing masing 10 pohon sebagai

36 20 sampel. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan melakukan pemboran 0-60 cm di setiap pohon sampel dimana setiap satu sampel tanah merupakan hasil komposit dari titik pengeboran pada setiap sampel pohon. Aspek fisik lahan yang dikumpulkan mencakup kemiringan lereng, ketinggian tempat, sifat fisik dan kimia tanah. Adapun data-data yang dikumpulkan di lapangan yaitu antara lain: - Kemiringan lereng (persen) setiap lokasi pengamatan diukur dengan menggunakan abney level. - Ketinggian tempat dari permukaan laut diukur berdasarkan peta topografi dan dilapangan diukur menggunakan altimeter. - Data fisik lahan yang berhubungan dengan kualitas dan karakteristik lahan yang diamati meliputi : Media perakaran (tekstur, drainase, kedalaman efektif), ketersediaan hara (kadar P2O5, kadar K 2 O), retensi hara (ph, Kapasitas Tukar Kation, Kadar C-organik), ketinggian muka air tanah, erosi, frekuensi genangan dan bahaya banjir. - Pengamatan tubuh tanah dan faktor fisik lingkungannya meliputi lereng, vegetasi, pengelolaan dan penggunaan lahan, keadaan batuan di permukaan (singkapan batuan). - Pengumpulan data dan informasi tanaman diperoleh melalui pengamatan lapang dan wawancara dengan petani. Data umur dan produksi tanaman yang diambil mewakili keragaman umur dan produksi yang ada di lapangan dan mewakili variabilitas sifat fisik lahan. Data produksi dan umur tanaman ini diperoleh melalui hasil wawancara dengan petani berdasarkan hasil panen tahun terakhir yang mereka peroleh. Data produksi yang diambil adalah produksi per pohon. - Dari titik lokasi pengamatan, diambil contoh tanah terganggu secara komposit kedalaman 0-60 cm di bawah permukaan tanah. Contoh-contoh tanah tersebut kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisis beberapa sifat kimia dan fisikanya. Data tanah untuk keperluan analisis disesuaikan dengan persyaratan minimum yang dibutuhkan tanaman. Analisis sifat tanah dilakukan melalui pengukuran laboratorium sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

37 21 Tabel 1. Analisis Laboratorium Sifat Tanah di Daerah Penelitian. No. Sifat Tanah Metoda 1. Tekstur tanah Pipet 2. kapasitas tukar kation NH 4 Oac 3. ph tanah (H 2 O) ph-meter 4. Kadar P 2 O 5 Bray 5. K dapat tukar NH 4 Oac 6. Kadar C- organik Walkley & Black 7. Mg dd NH 4 Oac 8. Ca - dd NH 4 Oac 9. Na - dd NH 4 Oac 10. Al - dd KCl 1 N 11. Kejenuhan Basa NH 4 Oac 12. Daya hantar listrik DHL - meter Parameter Produktivitas Tanaman Duku Pengambilan contoh parameter produktifitas mengikuti pengamatan parameter sifat biofisik lahan. Parameter produktivitas yang diambil adalah jumlah produksi per pohon (kg). Data produksi ini diperoleh melalui wawancara dengan petani pemilik kebun dan pedagang pengumpul berdasarkan hasil panen yang mereka peroleh pada tahun terakhir. Selain itu juga dilakukan pengambilan data untuk umur tanaman duku (tahun) Analisis Data Data-data yang terkumpul dianalisis untuk mengetahui hubungan antara sifat biofisik lahan dan lingkungan dengan produktifitas tanaman duku, serta untuk penentuan kelas produktivitas tanaman duku dalam kaitannya dengan karakteristik lahan. Agar data parameter produktifitas duku setiap tanaman dapat diperbandingkan satu sama lain, maka data-data tersebut terlebih dahulu ditera berdasarkan umur tanaman. Sebagaimana jenis tanaman tahunan umumnya, selain merupakan respon dari sifat-sifat biofisik lahan, pertumbuhan dan produktifitas duku juga dipengaruhi umur tanaman dan kegiatan budidaya. Setiap tanaman secara genetik mempunyai usia optimum untuk berproduksi secara maksimal. Produktivitas duku meningkat dengan semakin bertambahnya umur tanaman sampai usia optimum tertentu, selanjutnya produksi menurun dengan semakin bertambahnya umur tanaman. Produktifitas tanaman juga dipengaruhi oleh cara budidayanya, di antaranya adalah

38 22 pemupukan, hama penyakit, jarak tanam yang diterapkan oleh petani serta faktor perawatan tanaman maupun keadaan iklim dan lingkungan. Selain terhadap produkvitasnya, faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap parameter sifat vegetatif tanaman. Oleh karena itu, data produksi perlu ditera sehingga data yang diperoleh benar-benar merupakan refleksi dari sifat-sifat biofisik lahan dan lingkungannya. Dengan demikian data yang diperoleh dari setiap tanaman dapat diperbandingkan satu sama lainnya. Dalam penelitian ini faktorfaktor yang dijadikan sebagai bahan untuk menera produksi tanaman maupun parameter-parameter pertumbuhan tanaman adalah umur tanaman. Metode peneraan produksi tanaman yang akan digunakan adalah sebagai berikut: Ŷ = f(t,) dimana: Ŷ = produksi dugaan berdasarkan umur t = umur (tahun) Y teraan = Ῡ + (Yi -Ŷ), di mana: Y teraan = produksi teraan Ῡ Yi Ŷ = rataan umum = produksi aktual = produksi dugaan berdasarkan umur Hubungan Antara Karakteristik Lahan dengan Produktivitas Tanaman Duku Kegiatan utama analisis data ini adalah melihat hubungan antara karakteristik lahan terkait dengan tingkat produktivitas tanaman. kegiatan ini bertujuan untuk melihat keterkaitan secara statistik hubungan antara karakteristik lahan dengan produktivitas tanaman duku di wilayah penelitian. Jenis analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear, dan analisis diskriminan untuk melihat kontribusi masing-masing variabel terhadap produksi dan mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap produksi tanaman. Pendugaan Selang Produktivitas Penarikan batas dilakukan berdasarkan dengan Boundary Line Method yang dasar pemikirannya telah disajikan pada paragraf terdahulu. a. Diagram selular hubungan antara produksi dan karakteristik lahan dibungkus oleh garis batas (boundary line) yang membatasi data aktual yang ditemukan

39 23 di lapang. Dengan demikian, sangat kecil peluang akan ditemukannya data di luar garis tersebut. b. Garis tersebut berupa satu atau dua garis persamaan regresi sederhana (simple regression) yang dibangun dari titik-titik terluar dari sebaran data hubungan antara karakteristik lahan dan produksi tanaman. c. Garis batas ini berkaitan dengan peningkatan atau penurunan produksi, sesuai dengan karakter lahan yang sedang dinilai. d. Penetapan batasan untuk selang kelas menggunakan pendekatan produktivitas tanaman. Batasan kelas yang digunakan mengacu dan mengadopsi pada metoda DRIS dimana menurut Jones et al. (1991), untuk menormalisasi sebaran kurva, komponen produktivitas dibagi menjadi produktivitas tinggi dan rendah. Untuk produktivitas tinggi ditetapkan paling sedikit 10 % dari keseluruhan populasi sehingga produktivitas tinggi terdistribusi secara normal. Dalam penelitian ini diperoleh batas produktivitas tinggi yaitu > 450 kg/pohon, yang dalam hal ini mewakili lebih kurang 15 % dari keseluruhan populasi produksi yang sudah ditera. Sedangkan batas nilai produktivitas rendah pada penelitian ini mengacu pada nilai produksi pada ambang batas ekonomis pengusahaan (break even point BEP) yang dihitung berdasarkan data rata-rata selama 35 tahun, yang mengacu pada hasil penelitian Antony (2010) pada tanaman duku di kabupaten Muaro Jambi dimana batas terendah diperoleh pada nilai 263,02 kg/pohon. BEP dihitung dengan rumus: BEP = Modal rata-rata per pohon (Rp)/harga duku per kg (Rp) e. Batas kriteria penilaian kelas produktivitas ditetapkan berdasarkan proyeksi perpotongan antara garis batas dengan sekat produksi yang telah ditentukan. Selanjutnya uji validitas akan dilakukan terhadap kelas produktivitas yang dihasilkan melalui uji analisis diskriminan sehingga diketahui seberapa valid/sesuai pengelompokan yang telah dilakukan. Bagan alir kegiatan penelitian disajikan pada Gambar 4.

40 24 Persiapan Penelitian Data Primer Data Sekunder Peta administrasi, peta tanah, peta topografi, peta geologi, data iklim, Statistik Pertanian Kecamatan dll Wawancara petani/pedagang Survey lapang Lokasi penelitian Data umur, produksi tanaman Titik pengamatan Analisis kimia/tekstur Basis Data Analisis Regresi Analisis Diskriminan Korelasi Karakteristik Lahan dan Produktivitas Duku Kontribusi tiap-tiap Variabel Terhadap Produksi Validasi Kelas Produktivitas Tanaman Duku dan Hubungannya Dengan Karakteristik Lahan Gambar 4. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian

41 25 GAMBARAN UMUM DAERAH SURVEY Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Pengambilan data-data primer dilakukan melalui survey lapangan pada tahun 2009 yang dilakukan pada wilayah administrasi Provinsi Jambi. Survey dilakukan pada 8 (delapan) kabupaten yang ada di Provinsi Jambi. Posisi dan orientasi masing-masing wilayah penelitian disajikan pada Gambar 5. Pemerintah Provinsi Jambi Gambar 5. Lokasi Penelitian di Wilayah Propinsi Jambi 25

42 26 TANAH Berdasarkan laporan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jambi (2010), sebagian besar wilayah Provinsi Jambi didominasi oleh ordo tanah Ultisol. beberapa ordo tanah yang dijumpai dalam wilayah penelitian ini antara lain adalah Ultisol, Inceptisol, Entisol dan Oxisol. Deskripsi ordo-ordo tanah tersebut diuraikan secara singkat di bawah ini. Ultisols Ultisols adalah tanah yang mengalami tingkat perkembangan cukup sampai kuat yang dicirikan oleh adanya horizon diaknostik (horizon penciri perkembangan) argilik (pelindian liat ke lapisan bawah) dan kejenuhan basa <40%. Penyebarannya dijumpai pada fisiografi dataran tektonik agak datar hingga bergelombang. Tanah umumnya berdrainase baik dengan rezim kelembaban tanah Udik. Pada tingkat Great Group tanah di wilayah penelitian termasuk ke dalam Hapludults, Kandiudults, dan Plinthudults (Podsolik). Hapludults penyebarannya terdapat di daerah dataran tektonik agak datar hingga bergelombang. Kedalaman tanah sedang sampai dalam, reaksi tanah masam, dan drainase baik. Pada tingkat sub group diklasifikasikan sebagai Typic Hapludults atau disebut juga tanah Podsolik Haplik. Kandiudults penyebarannya meliputi daerah dataran tektonik berombak hingga bergelombang. Sifat yang membedakan dengan Hapludults adalah bahwa tanah ini mempunyai daya sangga hara yang lebih rendah, dan umumnya lebih tua. Pada tingkat sub group diklasifikasikan sebagai Typic Kandiudults atau disebut juga tanah Podsolik Kandik. Plinthudults penyebarannya meliputi bagian rendah dari dataran tektonik. Sifat yang membedakan dengan kedua tanah tersebut adalah bahwa tanah ini mempunyai lapisan plintit di lapisan bawah, yaitu hasil proses reduksi oksidasi tanah yang mengandung kadar besi tinggi. Pada tingkat sub group diklasifikasikan sebagai Typic Plinthudults atau disebut juga tanah Podsolik Plintik. Inceptisols Inceptisols adalah tanah dengan tingkat perkembangan lemah yang dicirikan oleh adanya horizon penciri kambik (berkembang). Penyebarannya dijumpai baik pada lahan basah yang berdrainase terhambat maupun pada lahan kering yang berdrainase baik. Pada lahan basah, Inceptisols berkembang dari bahan aluvium - koluvium dan dicirikan oleh sifat hidromorfik (adanya pengaruh

43 27 air) yang ditunjukkan oleh warna tanah kelabu dengan atau tanpa karatan yang menunjukkan adanya proses basah dan kering secara bergantian. Tanah ini diklasifikasikan pada tingkat sub ordo sebagai Aquepts. Pada tingkat grup diklasifikasikan sebagai Endoaquepts (Gleisol). Pada lahan kering, berkembang bahan sedimen (batuliat). Tanah umumnya berdrainase baik dengan rejim kelembaban tanah udik. Pada kategori grup, tanah ini dibedakan menjadi Dystrudepts dan Eutrudepts (Kambisol). Endoaquepts dicirikan oleh kondisi basah dengan tipe penjenuhan endosaturation yaitu tanah jenuh air mulai dari lapisan bawah (dari dalam) di sebagian besar penampang tanah. Penyebarannya dijumpai di jalur aliran sungai dan bagian rawa belakang sungai. Pada tingkat subgrup tanah yang lebih basah termasuk dalam Typic Endoaquepts atau disebut tanah Gleisol Distrik, sedangkan tanah yang bagian atasnya kadang-kadang mengalami kekeringan sesaat termasuk dalam Aeric Endoaquepts atau disebut juga tanah Gleisol Aerik. Tanah yang penciri utamannya berlapis-lapis termasuk Fluvaquentis Endoaquepts atau disebut tanah Gleisol Fluvik. Sedangkan tanah yang penciri utamannya lapisan atas mengandung bahan organik tinggi, gelap disebut Humic Endoaquepts atau disebut juga Gleisol Humik. Dystrudpets Penyebarannya berada pada daerah dataran tektonik datar hingga bergelombang. Tanah ini dicirikan oleh rejim kelembaban tanah udik, dengan kejenuhan basa kurang dari 60%. Pada tingkat subgrup tanah ini diklasifikasikan sebagai Typic Dystrudepts atau disebut tanah Kambisol Distrik. Eutrudpets Penyebarannya berada pada daerah dataran tektonik agak datar. Bedanya dengan Dystrudepts, bahwa tanah ini mempunyai kejenuhan basa lebih dari 60%. Pada tingkat subgrup tanah ini diklasifikasikan sebagai Fluventic Eutrudepts atau disebut tanah Kambisol Fluvik. Entisol Entisol merupakan tanah-tanah yang masih muda yang ditandai dengan belum terdapatnya perkembangan struktur tanahnya. Penampang profilnya umumnya mempunyai susunan horison AC atau AR dan bersolum tipis. Pada grup volkan, tanah ini berkembang dari bahan tuf intermedier serta lava intermedier dan basis. Pada daerah koluvial tanah berkembang dari bahan endapan halus dan kasar,

44 28 sedangkan pada perbukitan tektonik tanah berkembang dari bahan batugamping dan sedimen kasar masam. Dalam tingkat grup, Entisol yang dijumpai tergolong dalam Usthorthent dan Ustipsamment. Rejim kelembaban tanahnya tergolong ustik. Usthorthent tidak mempunyai sifat penciri yang khusus, sedangkan Ustipsamment dicirikan dengan tekstur yang kasar (pasir berlempung atau lebih kasar). Tanah-tanah ini menyebar dari daerah datar sampai bergunung, dan berasosiasi dengan ordo-ordo tanah lainnya. Oxisols Oxisol adalah tanah-tanah yang sudah mengalami pelapukan sangat lanjut, sehingga sifat-sifat kimia tanah buruk atau sangat buruk, atau tingkat kesuburan tanahnya rendah. Oxisol sangat umum dijumpai pada permukaan geomorfologik yang agak datar dan secara geologi cukup tua di daerah tropik atau sub tropik atau pada bahan sedimen yang diturunkan daripadanya, walaupun mereka juga terbentuk dari bahan yang dapat melapuk dengan cepat. Profil mereka cukup berbeda karena tidak adanya horizon yang nyata. Horison permukaan normalnya agak gelap daripada horizon bawah, akan tetapi tansisinya bersifat gradual (Rachim, 2007). Soil Survey Staff (1999) menyatakan bahwa Oxisol terdiri terutama dari kuarsa, kaolinit, oksida dan bahan organik. Kedua struktur dan rasa oxisol adalah kabur. Dalam pengamatan pertama tanah tampak seperti tidak punya struktur, dan terasa seperti bertekstur berlempung. Sementara Oxisol yang lain bertekstur berlempung atau bahkan lebih kasar, dan banyak yang berkelas ukuran butir halus dan sangat halus, tapi liat teragregasi membentuk struktur granular halus dan sangat halus dengan tingkat perkembangan kuat. Order Oxisol dibagi kedalam lima sub order yang didasarkan atas pembeda regim kelembaban tanah sepanjang tahun yaitu Aquox, Torrox, Ustox, Perox dan Udox. Aquox adalah Oxisol yang terbentuk dibawah regim kelembaban aquik, Torrox adalah terbentuk dibawah regim kelembaban aridik, Ustox adalah terbentuk dibawah regim kelembaban ustik, Perox adalah Oxisol yang terbentuk dibawah regim kelembaban perudik dan Udox adalah Oxisol yang terbentuk dibawah regim kelembaban udik. (Rachim, 2007). GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

45 29 Kabupaten Muaro Jambi Kabupaten Muaro Jambi secara geografis terletak pada koordinat 1 o 15 2 o 01 Lintang Selatan dan 103 o o 30 Bujur Timur. Kabupaten Muaro Jambi memiliki luas km 2 atau 10,29 % dari luas wilayah Propinsi Jambi. Resmi terbentuk pada tanggal 12 Oktober 1999 berdasarkan Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 sebagai pemekaran dari Kabupaten Batanghari. Saat ini Kabupaten Muaro Jambi terdiri dari 8 (delapan) kecamatan dan 150 desa/kelurahan (Badan Pusat statistik Provinsi Jambi 2010). Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Sebelah utara dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur - Sebelah timur dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur - Sebelah selatan dengan Propinsi Sumatera Selatan - Sebelah barat dengan Kabupaten Batanghari Kabupaten Batanghari Kabupaten Batanghari terletak diantara Lintang Selatan dan Lintang Selatan, dan antara Bujur Timur dan Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Batanghari adalah kilometer persegi (km 2 ) atau 11,57% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Batang Hari terdiri dari 8 kecamatan, dan 113 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Utara : Kabupaten Tebo dan Kabupaten Muaro Jambi. - Timur : Kabupaten Muaro jambi - Selatan : Provinsi Sumatra Selatan, Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Muaro Jambi - Barat : Kabupaten Tebo. Daerah ini beriklim tropis, dengan tingkat elevasi sebagian besar terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian meter di atas permukaan laut (sebesar 92,67 %). Sedangkan 7,33% lainnya berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut. Kabupaten ini juga dilalui dua sungai besar yaitu sungai BatangHari dan sungai Tembesi (Badan Pusat Statistik, 2010). Kabupaten Tanjung Jabung Timur

46 30 Kabupaten Tanjung Jabung Timur terletak diantara 0 53' dan 1 41' Lintang Selatan dan antara ' dan ' Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah kilometer persegi (km 2 ) atau 10,86% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Tanjung Jabung Timur terdiri dari 9 kecamatan, dan 93 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Utara : Laut Cina Selatan. - Timur : Laut Cina Selatan. - Selatan : Kabupaten Muaro Jambi, Sumatera Selatan. - Barat : Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Muaro Jambi. (Badan Pusat Statistik, 2010). Kabupaten Tanjung Jabung Barat Kabupaten Tanjung Jabung Barat terletak diantara 0 o o 41 Lintang Selatan dan antara 103 o o 21 Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah 4.649,85kilometer persegi (km 2 ) atau 9,27% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Tanjung Jabung Barat terdiri dari 13 kecamatan dan 70 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Utara : Provinsi Riau. - Timur : Selat Berhala dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. - Selatan : Kabupaten Batanghari - Barat : Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Tebo (Badan Pusat Statistik, 2010). Kabupaten Bungo Kabupaten Bungo terletak diantara 103 o o 21 Lintang Selatan dan antara 01 o o 55 Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Bungo adalah kilometer persegi (km 2 ) atau 9,29% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Bungo terdiri dari 17 kecamatan dan 144 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Utara : Provinsi Sumatera Barat dan Tebo. - Timur : Kabupaten Tebo

47 31 - Selatan : Kabupaten Merangin - Barat : Provinsi Sumatera Barat (Badan Pusat Statistik, 2010). Kabupaten Tebo Kabupaten Tebo terletak diantara 0 o o Lintang Selatan dan antara 101 o o Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Tebo adalah kilometer persegi (km 2 ) atau 12,88% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Tebo terdiri dari 12 kecamatan dan 105 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Utara : Kabupaten Indragiri Hulu (Provinsi Riau). - Timur : Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kab.Batanghari - Selatan : Kabupaten Sarolangundan Kabupaten Merangin - Barat : Kabupaten Bungo dan Provinsi Sumatera Barat (Badan Pusat Statistik, 2010). Kabupaten Merangin Kabupaten Merangin terletak diantara Bujur Timur dan Lintang Selatan. Luas Wilayah Kabupaten Merangin adalah kilometer persegi (km 2 ) atau 15,31% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Merangin terdiri dari 24 kecamatan dan 213 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Utara : Kabupaten Bungo. - Timur : Kabupaten Sarolangun. - Selatan : Kabupaten Rejang Lebong (Provinsi Bengkulu). - Barat : Kabupaten Kerinci. (Badan Pusat Statistik, 2010). Kabupaten Sarolangun Kabupaten Sarolangun terletak diantara Bujur Timur dan Lintang Selatan.

48 32 Luas Wilayah Kabupaten Sarolangun adalah kilometer persegi (km 2 ) atau 12,33% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Sarolangun terdiri dari 10 kecamatan dan 131 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Utara : Kabupaten Batanghari. - Timur : Kabupaten Musirawas (Provinsi SumateraSelatan). - Selatan : Kabupaten Rejang Lebong (Provinsi Bengkulu). - Barat : Kabupaten Merangin. (Badan Pusat Statistik, 2010). IKLIM Kabupaten Muaro Jambi Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Muaro Jambi. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Muaro Jambi berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim B2 dengan curah hujan rata-rata sebesar mm/tahun dan jumlah hari hujan rata-rata 14 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Muaro Jambi disajikan pada Gambar 6. Dan data iklim lainnya disajikan pada Tabel ,0 265,7 259,7 216,7 227,9 226,4 180,4 173,8 137,9 162,9 150,7 164,3 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 6. Sebaran Hujan di Kabupaten Muaro Jambi Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Muaro Jambi berkisar antara 137,9 di bulan Juni sampai 265,7 mm di bulan April. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada

49 33 musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juni dan puncak musim hujan terjadi pada bulan April. Suhu udara rata-rata berkisar dari 26,0 27,2 o C. Kelembaban relatif ratarata bulanan berkisar antara 83,2 87,6 % (Tabel 2). Tabel 2. Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara pada Kabupaten Muaro Jambi Tahun No Bulan Suhu (C) Kelembaban (%) 1 Januari 26,0 87,6 2 Februari 26,2 85,9 3 Maret 26,7 85,8 4 April 26,7 86,4 5 Mei 27,2 85,0 6 Juni 26,8 84,2 7 Juli 26,6 85,0 8 Agustus 26,6 83,3 9 September 26,5 84,2 10 Oktober 26,7 84,6 11 November 26,3 86,6 12 Desember 26,3 86,9 Maksimum 27,2 87,6 Kabupaten Batanghari Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Batanghari. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Batanghari berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim C2 dengan curah hujan rata-rata sebesar 2.487,73 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 13,93 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Batanghari disajikan pada Gambar 7. Dan data iklim lainnya disajikan pada Tabel ,0 178,4 267,0 236,4 163,5 168,7 146,0 159,8 145,1 241,1 283,1 281, Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 7. Sebaran Hujan di Kabupaten Batanghari

50 34 Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Batanghari berkisar antara 145,1 mm di bulan September sampai 283,1 mm di bulan November. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan September dan puncak musim hujan terjadi pada bulan November. Suhu udara rata-rata berkisar dari 26,0 27,0 o C. Kelembaban relatif ratarata bulanan berkisar antara 84,4 87,1 % (Tabel 3). Tabel 3. Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara pada Kabupaten Batanghari Tahun No Bulan Suhu (C) Kelembaban (%) 1 Januari 26,0 87,1 2 Februari 26,2 85,4 3 Maret 26,6 86,0 4 April 26,6 86,5 5 Mei 27,0 84,8 6 Juni 26,7 84,0 7 Juli 26,5 85,3 8 Agustus 26,4 84,7 9 September 26,4 84,4 10 Oktober 26,5 85,7 11 November 26,3 86,6 12 Desember 26,4 86,6 Maksimum 27,0 87,1 Kabupaten Tanjung Jabung Timur Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim B2 dengan curah hujan rata-rata sebesar 2.497,48 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 10,22 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Tanjung Jabung Timur disajikan pada Gambar 8. Dan data iklim lainnya disajikan pada Tabel 4.

51 ,9 179,7 274,5 256,8 212,0 180,7 209,2 206,0 235,1 246, ,8 127, Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 8. Sebaran Hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur berkisar antara 119,8 mm di bulan Juni sampai 274,5 mm di bulan Maret. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juni dan puncak musim hujan terjadi pada bulan Maret. Suhu udara rata-rata 25,90 C 27,40 C, kelembaban udara 78% - 81% pada bulan Januari-Desember dan 73% pada bulan September (Tabel 4). Tabel 4. Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara pada Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun No Bulan Suhu (C) Kelembaban (%) 1 Januari 25,9 81,0 2 Februari 26,2 80,0 3 Maret 26,5 80,0 4 April 26,6 79,0 5 Mei 27,4 79,0 6 Juni 26,7 78,0 7 Juli 26,4 78,0 8 Agustus 27,2 78,0 9 September 27,4 73,0 10 Oktober 27,0 78,0 11 November 27,0 80,0 12 Desember 26,9 80,0 Maksimum 27,4 81,0

52 36 Kabupaten Tanjung Jabung Barat Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim B2 dengan curah hujan rata-rata sebesar 2740,55 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 9,48 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Tanjung Jabung Barat disajikan pada Gambar ,5 279,7 284,8 274,9 248,6 253,8 238,3 200,6 186,3 196,2 154,2 126,9 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 9. Sebaran Hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur berkisar antara 126,9 mm di bulan Juni sampai 296,5 mm di bulan Januari. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juni dan puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari. Kabupaten Bungo Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Bungo. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Bungo berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim B2 dengan curah hujan rata-rata sebesar 2584 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 10 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Bungo disajikan pada Gambar 10.

53 ,4 317,2 311,4 297,9 296,6 271,3 175,3 177,1 133,2 117,5 86,4 61,6 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 10. Sebaran Hujan di Kabupaten Bungo Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Bungo berkisar antara 61,6 mm di bulan Juni sampai 338,4 mm di bulan Januari. Puncak musim kemarau terjadi antara bulan Juni sampai september dan puncak musim hujan terjadi pada bulan November sampai Januari. Kabupaten Tebo Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Tebo. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Tebo berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim B2 dengan curah hujan rata-rata sebesar 2487 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 16,2 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Tebo disajikan pada Gambar ,6 286,1 271,3 248,9 219,6 227,5 216,7 185,2 160,1 144,0 110,4 113,1 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 11. Sebaran Hujan di Kabupaten Tebo

54 38 Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Tebo berkisar antara 110,4 mm di bulan Juni sampai 303,6 mm di bulan Desember. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juni dan puncak musim hujan terjadi pada bulan Desember. Kabupaten Merangin Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Merangin. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Merangin berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim C2 dengan curah hujan rata-rata sebesar 2056 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 12,53 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Merangin disajikan pada Gambar ,7 276,9 225,9 214,7 197,0 189,6 143,0 120,2 110,2 112,6 95,5 75,1 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 12. Sebaran Hujan di Kabupaten Merangin Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Merangin berkisar antara 75,1 mm di bulan Juli sampai 295,7 mm di bulan Desember. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juli dan puncak musim hujan terjadi pada bulan Desember.

55 39 Kabupaten Sarolangun Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Sarolangun. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Sarolangun berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim C2 dengan curah hujan rata-rata sebesar 2735 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 11,47 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Sarolangun disajikan pada Gambar ,3 347,8 289,7 274,8 239,5 249,3 206,6 186,8 168,4 155,6 128,3 129,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 13. Sebaran Hujan di Kabupaten Sarolangun Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Sarolangun berkisar antara 128,3 mm di bulan Juni sampai 359,3 mm di bulan Desember. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juni dan puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari.

56 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan data primer yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan hasil analisis laboratorium, serta data sekunder yang dikumpulkan dari instansi terkait. Jenis data yang dikumpulkan adalah parameter-parameter biofisik lahan dan tanaman. Data tersebut digunakan sebagai bahan untuk melihat hubungan karakteristik lahan dengan tingkat produksi dan mengetahui karakteristik lahan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas duku. Karakteristik Sifat-Sifat Biofisik Lahan yang Terkait dengan Pertumbuhan dan Produktivitas Duku Karakterisasi dilakukan terhadap beberapa sifat lahan, terutama yang dianggap berpengaruh terhadap produksi dan pertumbuhan duku. Karakterisasi ini dilakukan melalui pengukuran data dilapangan dan analisis laboratorium. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada kedalaman 0-60 cm dibawah permukaan tanah (dpt). Contoh-contoh tanah yang diukur adalah yang menggambarkan tingkatan produksi yang bervariasi rendah sampai tinggi di setiap wilayah penelitian. Beberapa karakteristik lahan tersebut akan dinilai secara kualitatif berdasrkan kriteria PPT (2003). Gambaran karakteristik lahan di daerah penelitian ini selengkapnya akan diuraikan sebagai berikut: C-Organik dan Kadar P Survey lapang dilakukan dibeberapa titik pengamatan pada tiap kabupaten yang memiliki sebaran duku di Provinsi Jambi. Hasil analisis terhadap contohcontoh yang diambil menunjukkan bahwa nilai C-organik pada tanah-tanah di daerah penelitian ini berkisar dari 0,18 % hingga 3,04%. Menurut kriteria PPT (2003), secara kualitatif kadar C-organik pada tanah-tanah di daerah penelitian ini umumnya tergolong sangat rendah sampai tinggi. Nilai C-organik terendah terdapat di Desa Senaning Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari yakni sebesar 0,18% dan yang tertinggi terdapat di Desa Durian Betakuk Kecamatan Renah Pemberab Kabupaten Merangin, yakni 3,04% (Lampiran 3). Nilai kadar P pada contoh tanah pada tiap Kabupaten di Daerah penelitian berkisar antara 0,30 hingga 55,55 ppm. Berdasarkan kriteria PPT (2003), kadar P 40

57 41 (Analisis Metode Bray I) < 4 ppm tergolong sangat rendah, kadar 5 7 ppm tergolong rendah, kadar 8 10 ppm tergolong sedang, kadar ppm tergolong tinggi, kadar >15 ppm tergolong sangat tinggi. Dengan demikian kadar P pada lokasi penelitian bervariasi dari sangat rendah hingga sangat tinggi (Lampiran 3). Secara kualitatif kadar P sangat rendah ditemukan di Desa Lubuk Kambing Kecamatan Merlung Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan yang sangat tinggi ditemukan di Desa Teluk Singkawang Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo. Sebaran nilai C-organik, kadar P pada beberapa titik pengamatan secara lengkap disajikan pada Lampiran 3. Kation-Kation Basa, KTK dan KB Beberapa karakteristik lahan yang terkait dengan kemampuan tanah dalam mensuplai hara diantaranya adalah kation-kation basa, nilai KTK tanah dan kejenuhan basa. Kation-kation basa yang banyak diukur dalam kompleks jerapan adalah Ca, Mg, K, dan Na. Berdasarkan kriteria PPT (2003), contoh-contoh tanah dari daerah pengamatan memiliki kadar Ca yang berkisar dari sangat rendah hingga tinggi (Lampiran 3). Kadar terendah terdapat di Desa Lopak Alai Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi yakni sebesar 0,30 cmol (+) kg -1. Sementara nilai tertinggi terdapat di Desa Muaro Bantan Kecamatan Renah Pemberab Kabupaten Merangin yakni sebesar 17,79 cmol (+) kg -1. Kadar K pada tanah-tanah pada titik pengamatan berkisar dari sedang hingga sangat rendah (Lampiran 3). Kadar terendah terdapat di Desa Lopak Alai Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi yakni sebesar 0,02 cmol (+) kg -1. Sementara nilai K tertinggi terdapat di Desa Lubuk Landai Kecamatan Kabupaten Bungo yakni sebesar 0,45 cmol (+) kg -1. Kadar Mg pada daerah penelitian berkisar dari sangat rendah hingga tinggi (Lampiran 3). Kadar Mg terendah ditemukan di Desa Sungai Jering Kecamatan Pelepat Kabupaten Bungo yakni sebesar 0,03 cmol (+) kg -1. Sementara nilai tertinggi terdapat di Desa parit Culum Kecamatan Muara Sabak Barat Kabupaten Tanjung Jabung Timur yakni sebesar 3,10 cmol (+) kg -1. Kadar Na pada daerah penelitian berkisar dari sangat rendah hingga rendah (Lampiran 3). Kadar Na terendah ditemukan di Desa lopak alai Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi yakni sebesar 0,00 cmol (+) kg -1. Sementara

58 42 nilai tertinggi terdapat di Desa teluk raya dan pemunduran Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muarojambi yakni sebesar 0,50 cmol (+) kg -1. Nilai kapasitas tukar kation (KTK) tanah-tanah dari wilayah penelitian secara umum berkisar dari rendah hingga sangat tinggi. Nilai KTK terendah ditemukan pada Desa Lopak Alai Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi yakni 8,29 cmol (+) kg -1. Sedangkan nilai tertinggi ditemukan di Desa Teluk Singkawang Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo yakni 383,18 cmol (+) kg -1. Kejenuhan basa (KB) merupakan rasio antara jumlah kadar basa-basa seperti Ca, Mg, Na dan K dengan nilai KTK. Pada tanah-tanah pada wilayah penelitian nilai KB berkisar antara 86,47 % (sangat tinggi) sampai dengan 1,54% (sangat rendah). Nilai tertinggi terdapat di Desa Padang Aur Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin. Sedangkan nilai terendah terdapat di Desa Kroya Kecamatan Pamenang Kabupaten Merangin. Nilai KTK dan KB dari contoh tanah di wilayah penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3. Nilai ph (H 2 0) Kadar kemasaman tanah dinyatakan dengan nilai ph tanah. Hal ini berhubungan erat dengan kadar H dalam larutan tanah. Nilai ph tanah berkaitan dengan jerapan beberapa unsur beracun yang terlarut dalam tanah seperti Al dan Fe. Untuk tanah-tanah pada wilayah penelitian di Provinsi Jambi, ph tanah umumnya tergolong masam. Nilai ph tanah terendah tergolong sangat masam, terdapat di Desa Lopak Alai Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi dengan nilai 4,2. Sedangkan nilai tertinggi tergolong agak masam dijumpai di Desa Sungai Nilau Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin dengan nilai 6,5. Nilai ph tanah pada wilayah penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3. Kejenuhan Al Kejenuhan Al merupakan salah satu karakteristik lahan yang berhubungan dengan toksisitas tanah, dimana semakin tinggi tingkat kejenuhan Al maka semakin tinggi pula tingkat toksisitas tanah tersebut. Untuk tanah-tanah pada wilayah penelitian, nilai kejenuhan Al- nya berkisar dari sangat rendah hingga sangat tinggi. Nilai kejenuhan Al terendah terdapat di Desa Tebing Tinggi Kecamatan Tebo Tengah Kabupaten Tebo yaitu 0,04 % dan nilai tertinggi

59 43 terdapat di Desa Kroya Kecamatan pamenang Kabupaten Merangin dengan nilai 70,99 %. Nilai Kejenuhan Al pada wilayah penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3. Peneraan Produksi Berdasarkan Umur Tanaman Keterkaitan antara produktivitas dengan karakteristik lahan dibangun dengan menggunakan data dari 8 kabupaten di Provinsi Jambi. Model ini kemudian digunakan untuk menetapkan batas bagi penyusunan kelas produktivitas tanaman dalam kaitannya dengan karakteristik lahan. Selain data-data karakteristik lahan, data-data lain yang diambil dilapangan adalah parameter produktivitas duku. Data-data tersebut menjadi bahan dalam penyusunan model-model hubungan karakteristik biofisik lahan dengan parameter-parameter produktivitas duku. Model-model ini dibuat dengan tujuan untuk melihat sejauh mana pengaruh dari karakteristik biofisik lahan terhadap produktivitas duku. Parameter produktivitas yang diamati dan digunakan sebagai variabel tidak bebas dalam model-model hubungan yang disusun adalah produksi buah duku yang dihitung dalam satuan kg pohon -1 thn -1. Data-data hasil pengamatan tersebut disajikan pada Lampiran 2. Meskipun hubungan yang dicari dalam penelitian ini adalah antara karakteristik biofisik lahan dengan parameter produktivitas tanaman, namun pada kenyataannya parameter produktivitas tanaman juga dipengaruhi oleh faktorfaktor lain diluar karakteristik biofisik lahan. Biasanya faktor-faktor ini bersifat genetik atau terkait dengan aspek budidaya. Dan faktor yang turut diamati karena berpengaruh terhadap produktivitas tanaman adalah umur tanaman. Pengaruh umur tanaman terhadap parameter produktivitas tanaman bersifat genetik. Maksudnya yaitu bahwa setiap jenis tanaman mempunyai pola kecenderungan peningkatan yang khas dalam pertumbuhan dan produksinya. Setiap tanaman juga mempunyai umur optimum dalam berproduksi. Sedangkan faktor jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman karena terkait dengan ruang hidup tanaman. Tanaman membutuhkan ruang hidup ideal untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara baik, terutama untuk

60 44 mendapatkan penyinaran dan mendapatkan hara yang cukup. Hal ini terkait dengan keberadaan individu tanaman lainnya. Berdasarkan pengamatan dilapangan, umur tanaman antara satu tanaman dengan tanaman lainnya tidak selalu sama. Keragaman umur tanaman ini sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman, sehingga memperbesar keragaman nilai produksi yang diperoleh. Adanya pengaruh dari faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya bias dalam penyusunan hubungan karakteristik biofisik lahan dengan parameter produktivitas tanaman. Agar dapat melihat sejauh mana karakteristik biofisik lahan ini benar-benar berpengaruh terhadap tanaman, maka harus dilakukan peneraan faktor umur tanaman terhadap data-data yang diperoleh sebelum penyusunan model-model tersebut dilakukan. Untuk melakukan peneraan, maka terlebih dahulu dicari persamaan korelasi antara umur tanaman dan produktivitas tanaman yang telah diukur (parameter aktual). Persamaan korelasi yang diperoleh kemudian menjadi dasar di dalam melakukan peneraan. Hubungan-hubungan antara umur tanaman dan produksi yang diukur diuraikan dibawah ini. Hubungan Antara Umur Tanaman dengan Produktivitas Tanaman Produksi buah tanaman merupakan parameter produktivitas utama yang bukan saja semata-mata dipengaruhi sifat karakteristik biofisik lahannya saja, tetapi juga faktor-faktor lainnya, seperti umur tanaman. Hubungan antara umur tanaman dengan produksi buah tanaman dapat terlihat dari persamaan yang disusun berdasarkan data-data yang diperoleh di lapangan. Parameter produktivitas yang digunakan dan yang dibuat korelasinya dengan karakteristik biofisik lahan adalah produksi buah dalam satuan kg -1 pohon -1 th -1. Hubungan regresi sederhana antara produksi aktual dengan umur tanaman disajikan pada Gambar 13 Persamaan hubungan antara produksi dan umur mempunyai pola kecenderungan polynomial, dimana produksi meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman sampai tingkat produksi tertentu dan kemudian menurun kembali. Nilai koefisien determinasi persamaannya tergolong

61 45 tinggi yaitu R 2 = 0,777. Besarnya koefisien tersebut menunjukkan bahwa faktor umur mempunyai hubungan erat terhadap produksi tanaman. Berdasarkan grafik hubungan yang tersaji pada Gambar 14 tanaman duku masih berproduksi optimal pada umur lebih dari 125 tahun. Uji simulasi terhadap fungsi matematis persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa produksi optimal tanaman duku yaitu pada umur 282 tahun sebesar 1123,88 kg. Walaupun di lapangan belum ditemukan tanaman duku dengan umur lebih 250 tahun, namun menurut masyarakat setempat, pernah ada tanaman duku yang telah berusia lebih dari 250 tahun dan tetap berproduksi optimal. 900 y = x x R² = prod. aktual (kg/pohon) umur Gambar 14. Grafik hubungan antara Umur Tanaman terhadap Produksi Aktual Hasil Peneraan Parameter Produktivitas Tanaman Berdasarkan Umur Tanaman Faktor umur tanaman berpengaruh terhadap produktifitas tanaman oleh karena itu perlu dibangun suatu persamaan hubungan dalam upaya menera umur terhadap data-data yang diperoleh di lapangan (data aktual). Persamaan itu adalah persamaan regresi sederhana, kemudian persamaan yang dihasilkan tersebut menjadi dasar dalam melakukan peneraan. Metode peneraan produksi tanaman yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

62 46 Y = f (t) dimana : Y = produksi dugaan berdasarkan umur t = umur (tahun) Produksi teraaan diketahui melalui persamaan: Yt = Y + (Yi Y) Dimana Yt = Produksi teraan Y = rataan umum Yi = produksi aktual Y = produksi dugaan berdasarkan umur. Berikut ini diuraikan peneraan umur tanaman dalam kaitannya untuk menghitung parameter produktivitas tanaman (produksi buah). Berdasarkan analisis korelasi terhadap data-data aktual lapangan, diperoleh persamaan yang dihasilkan dari hubungan faktor umur tanaman dengan produksi buah hasil pengukuran di lapangan (aktual) sebagai berikut : Yp = y = 11,33x 0,885 Dimana : Yp = produksi buah dugaan X = faktor umur tanaman Produksi buah dugaan ini (Yp) kemudian menjadi salah satu bahan input dalam menentukan produksi buah teraan (Yt) bersama-sama dengan faktor lainnya, yaitu produksi buah rataan (Y) dan produksi buah aktual (Yi) hasil pengukuran di lapangan sesuai dengan rumus yang telah dituliskan sebelumnya. Produksi buah teraan (Yt) hasil perhitungan disajikan dalam Lampiran 3. Angka-angka produksi buah teraan inilah yang selanjutnya digunakan untuk melihat hubungan karakteristik lahan terhadap produksi tanaman duku. Gambar 15 memperlihatkan keadaan produksi sebelum ditera dan setelah dilakukan peneraan produksi.

63 y = 11,33x R² = 0, prod. aktual (kg/pohon) prod. aktual (kg/pohon) umur umur Sebelum ditera Setelah ditera Gambar 15. Produktivitas tanaman duku sebelum dan setelah dilakukan peneraan Pengelompokan Kelas Produktivitas Tanaman dan Hubungannya dengan Karakteristik Lahan Pengelompokan Kelas Produktivitas Tanaman Model pengelompokan ini dikembangkan dari korelasi karakteristik lahan dengan tingkat produksi tanaman yang telah ditera dengan faktor umur (produksi teraan). Pengelompokan kelas produktivitas tanaman dibagi dalam tiga kelas yaitu kelas 1 (produktivitas tinggi), kelas 2 (produktivitas sedang) dan kelas 3 (produktivitas rendah). Penetapan batasan untuk selang kelas menggunakan pendekatan produktivitas tanaman. Batasan kelas yang digunakan mengacu dan mengadopsi pada metoda DRIS dimana menurut Jones et al. (1991), untuk menormalisasi sebaran kurva, komponen produktivitas dibagi menjadi produktivitas tinggi dan rendah. Untuk produktivitas tinggi ditetapkan paling sedikit 10 % dari keseluruhan populasi sehingga produktivitas tinggi terdistribusi secara normal. Dalam penelitian ini batas produktivitas tinggi mewakili lebih kurang 15 % dari keseluruhan populasi produksi yang sudah ditera. Sedangkan batas nilai produktivitas rendah pada penelitian ini mengacu pada nilai produksi pada ambang batas ekonomis pengusahaan (break even point BEP) yang dihitung berdasarkan data rata-rata selama 35 tahun, yang mengacu pada

64 48 hasil penelitian Antony (2010) pada tanaman duku di kabupaten Muaro Jambi. Nilai Produktivitas sedang berada di antara nilai produktivitas rendah dan nilai produktivitas tinggi. Kriteria produktivitas untuk masing-masing kelas ditetapkan melalui proyeksi perpotongan garis batas terluar dengan angka sekat produksinya, yang menghasilkan kisaran nilai sifat biofisik lahan yang menjadi batas produktivitas. Berdasarkan hasil survey, dari sebaran data yang dikumpulkan (Lampiran 4) diperoleh nilai produktivitas tinggi yaitu pada nilai > 450 kg/pohon/tahun. Nilai produktivitas rendah yang mengacu pada hasil penelitian Antony (2010) berdasarkan nilai BEP yaitu 263,02 kg/pohon/tahun dan nilai produktivitas sedang berada pada kisaran 263,02 kg/pohon/tahun s/d 450 kg/pohon/tahun Beberapa kualitas lahan dan karakteristik lahannya yang akan dikorelasikan dengan tingkat produksinya dan disusun kelas produktivitasnya adalah sebagai berikut: Elevasi yaitu ketinggian tempat dari permukaan laut. Ketersediaan air, meliputi: (i) Curah hujan rata-rata tahunan (mm th -1 ), (ii) Bulan kering dan (iii) Bulan basah. Media perakaran, meliputi: (i) Tekstur (persentase pasir, debu dan liat), (ii) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara, meliputi: (i) KTK (cmol (+) kg -1 ), (ii) ph tanah, (iii) C organik (%) dan (iv) KB (%). Hara tersedia, meliputi: (i) P tersedia (%), dan (ii) K dapat tukar (cmol (+) kg -1 ). Toksisitas meliputi kejenuhan Al Kondisi terain, meliputi: Lereng (%). Hubungan Produksi dengan Daerah Perakaran Kedalaman tanah dan kelas tekstur tanah merupakan karakteristik lahan yang berpengaruh terhadap kualitas daerah perakaran tanaman. Setiap tanaman memerlukan kedalaman tanah yang cukup dan kelas tekstur yang sesuai agar perakarannya dapat berkembang dengan baik. Tanah yang terlalu tipis atau mempunyai kandungan pasir/liat terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan

65 49 perakaran tanaman dan pada akhirnya berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Kelas tekstur ditentukan oleh komposisi fraksi liat, pasir dan debu dalam tanah. Oleh karena itu untuk mencari kelas tekstur, terlebih dahulu ditentukan kisaran kadar fraksi liat dan pasirnya. Kadar fraksi debu kemudian dihitung dengan melakukan pengurangan dari seluruh fraksi mineral tanah (100%) oleh jumlah kadar fraksi liat dan pasir (% liat + % pasir). Angka-angka kisaran kandungan fraksi liat dan pasir tersebut kemudian ditumpangtindihkan dengan segitiga tekstur sehingga didapatkan kelas-kelas tekstur. Hubungan produksi duku dengan karakteristik lahan yang berpengaruh terhadap kondisi perakaran, yaitu kedalaman tanah, kadar pasir dan kadar liat disajikan pada Gambar 15. Kelas produktivitas tanaman dan hubungannya dengan karakteristik-karakteristik tersebut yang diperoleh dari proyeksi perpotongan garis batas terluar dengan sekat produksi diuraikan dibawah ini. Kedalaman tanah Persamaan garis batas terluar dari data-data hubungan antara produksi duku teraan dengan kedalaman tanahnya mempunyai pola logaritmik, yaitu dengan persamaan matematiknya: y = 411,9ln(x) Berdasarkan persamaan matematik dari proyeksi perpotongan sekat produksi dan garis batas terluar tersebut, maka kedalaman tanah yang menjadi batas untuk produksi tinggi yaitu lebih dari 56 cm di bawah permukaan tanah (dpt). Batas kelas untuk produktivitas sedang yaitu pada kedalaman tanah antara cm dpt dan untuk kelas produktivitas rendah yaitu pada kedalaman tanah kurang dari 36 cm dpt. Berdasarkan hasil yang diperoleh, tampak bahwa tanaman duku cukup mampu tumbuh dengan baik pada daerah dengan perakaran relatif dangkal. Hal ini dimungkinkan karena tanaman duku dikenal sebagai tanaman yang memiliki akar papan yang pipih (Verheij dan Coronel, 1997) dimana tanaman mempunyai perakaran yang muncul ke permukaan sehingga seakan-akan melilit tanah di atasnya sehingga tanaman dapat berdiri dan tumbuh baik pada tanah bersolum dangkal. Hasil survey di lapangan ditemukan bahwa semakin tua umur duku maka semakin banyak akar yang muncul ke permukaan. Kelas tekstur tanah Kelas tekstur tanah ditentukan oleh komposisi mineral fraksi pasir dan liat di

66 50 dalam tanah. Untuk itu pencarian kriteria kelas tekstur dilakukan melalui analisis terhadap sebaran data-data kadar fraksi liat dan pasir. Garis persamaan batas terluar dari sebaran data-data hubungan produksi duku teraan dengan kadar fraksi liat adalah: y = -0,333x ,51x + 196,7 Garis persamaan ini mempunyai pola polynomial, artinya peningkatan kadar liat akan diikuti dengan kenaikan produksi sampai titik tertentu, selanjutnya produksi akan menurun seiiring dengan penambahan kadar liat. Berdasarkan persamaan matematik dari proyeksi perpotongan sekat produksi dengan garis batas terluar dari sebaran data hubungan produksi teraan dengan kadar liatnya, maka diperoleh kisaran kadar liat yang menjadi batas kelas produktivitas tinggi yaitu pada kadar liat antara 13% dan 57%, kelas produktivitas sedang antara 3% sampai 13% atau antara 57% sampai 68%, kelas produktivitas rendah yaitu pada kadar liat kurang dari 3% atau lebih dari 68%. Untuk kadar pasir, diperoleh dua garis persamaan batas terluar dari sebaran data-data hubungan produksi teraan dengan kadar fraksi pasir, yaitu: y = 174,8ln(x) 151,3 dan y = -63,85x Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi dengan garis-garis persamaan batas terluar tesebut, maka diperoleh kadar pasir yang menjadi pembatas kelas produktivitas tinggi yaitu jika kadar pasir berada antara 31 % 73 %, produksi sedang diperoleh jika kadar pasir antara 11 % 31 % dan 73% 76 %, produksi rendah diperoleh pada kadar pasir < 11 % atau > 76 %. Untuk mendapatkan kelas tekstur tanahnya, kisaran angka-angka kadar pasir dan liat yang diperoleh kemudian ditumpangtindihkan (overlay) dengan segitiga tekstur. Dalam proses overlay tersebut batas kandungan fraksi pasir atau liat yang diperoleh berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi dengan garis batas, tidak selalu sama tepat dengan batas kandungan liat atau pasir pada segitiga tekstur, karena itu dicari kelas tekstur yang nilainya paling mendekati dengan komposisi fraksi liat, debu dan pasir dari batasan kelas produktivitas yang telah dihasilkan. Berdasarkan hasil overlay, diperoleh bahwa untuk produksi tinggi berada pada kelas tekstur liat berpasir, lempung liat berpasir, lempung, dan lempung berliat, produksi sedang pada kelas tekstur liat, lempung berpasir dan lempung berdebu. Produksi rendah berada pada liat berat, pasir berlempung, dan debu.

67 51 produksi (kg/pohon) y = 411,9ln(x) produksi (kg/pohon) y = 174,8ln(x) - 151,3 y = -63,85x produksi (kg/pohon) y = -0,333x ,51x + 196, kedalaman tanah (cm) pasir (%) liat (%) Gambar 16. Hubungan Produksi dengan kedalaman tanah, fraksi pasir dan fraksi liat. Untuk kedalaman tanah, garis terluarnya memperlihatkan kecenderungan semakin dalam tanah, produksi semakin tinggi. Sedangkan pada kadar fraksi pasir dan liat, garis terluarnya memperlihatkan kecenderungan peningkatan produksi dengan meningkatnya kadar pasir dan liat sampai batas tertentu, dan kemudian menurun seiring dengan meningkatnya kadar pasir atau liatnya. Kriteria produktivitas untuk tanaman duku berdasarkan masing-masing karakteristik lahan yang berpengaruh terhadap kondisi perakarannya disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kriteria Kelas Produktivitas Berdasarkan Kondisi Daerah Perakaran untuk Tanaman Duku Karakteristik lahan Produksi Tinggi Produksi Sedang Produksi Rendah Kadar Liat (%) atau < 3 atau > 68. Kadar Pasir (%) dan < 11 atau > 76 Tekstur liat berpasir, lempung liat berpasir, lempung, liat, lempung berpasir dan lempung liat berat, pasir berlempung, dan debu. lempung berliat berdebu Kedalaman tanah (cm) > < 36 Hubungan Produksi dengan Retensi Hara Tingkat retensi hara yang tinggi dapat menyebabkan berkurangnya suplai hara bagi tanaman sehingga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktifitas tanaman. Semakin tinggi tingkat retensi hara oleh tanah, semakin

68 52 sedikit jumlah hara tersedia bagi tanaman. Beberapa karakteristik lahan yang terkait dengan sifat retensi hara oleh tanah di antaranya adalah ph tanah, kadar C- organik, kapasitas tukar kation tanah (KTK tanah) dan kejenuhan basanya. Garisgaris batas terluar yang terbentuk berdasarkan distribusi data-data hubungan karakteristik-karakteristik lahan tersebut dengan produksi terlihat pada Gambar 17. Berikut ini diuraikan hubungan antara karakteristik-karakteristik lahan tersebut dengan produksi teraannya. 650 y = -186,3x x y = 96,82ln(x) + 507,0 produksi (kg/pohon) y = -125,5x produksi (kg/pohon) ph C organik(%) y = 75,04ln(x) + 243, y = -0,437x ,44x + 313,0 produksi (kg/pohon) produksi (kg/pohon) KTK (cmol/kg) KB (%) Gambar 17. Hubungan Produksi dengan ph tanah, C-organik, KTK tanah dan kejenuhan basa ph tanah Nilai ph tanah adalah mencerminkan kemasaman tanah yang menunjukkan kadar ion H + dalam tanah. Setiap jenis tanaman mempunyai nilai ph tertentu untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara baik. Kondisi tanah yang terlalu masam (ph sangat rendah) atau terlalu basa (ph sangat tinggi) akan mengganggu pertumbuhan tanaman, selain itu kondisi kemasaman tanah yang terlalu ekstrim sangat berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara lain bagi tanaman.

69 53 Berdasarkan sebaran data-data hubungan antara produksi teraan dengan nilai ph-nya, diperoleh dua persamaan matematik garis batas terluar yaitu: y = -186,3x ,x dan y = -125,5x Dengan menggunakan kedua persamaan tersebut maka terdapat kecenderungan peningkatan ph akan diikuti peningkatan produksi sampai suatu titik optimum, setelah itu seiiring dengan meningkatnya nilai ph maka tingkat produksi akan menurun. Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi kelas produktivitas dengan garis-garis persamaan batas terluar, maka diperoleh nilai ph tanah yang menjadi batas kelas produktivitas tinggi yaitu berkisar antara 4,5 6,4, produksi sedang 4,0 4,5 dan 6,4 7,9, produksi rendah jika ph < 4,0 atau > 7,9. C-organik Berdasarkan data-data hubungan produksi teraan dengan kadar C-organik tanah, diperoleh persamaan garis batas yang membungkus sebaran datadata hubungan tersebut, yaitu: y = 96,82ln(x) + 507,0 Garis persamaan batas terluar ini berpola logaritmik, dengan kecenderungan produksi teraan akan meningkat dengan meningkatnya kadar C- organik tanah. Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi dengan garis persamaan batas terluar, kadar C-organik yang menjadi batas kelas produksi tinggi untuk C organik adalah > 0,6 %, sedang 0,1 0,6 % dan rendah <0,1 %. KTK tanah Persamaan garis batas terluar yang membungkus sebaran data-data hubungan produksi teraan dengan kadar nilai KTK tanahnya adalah: y = 75,04ln(x) + 243,4 Pola garis persamaan di atas adalah logaritmik, dengan kecenderungan produksi akan meningkat dengan meningkatnya nilai KTK tanah. Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi dengan garis persamaan batas terluar, kadar KTK yang menjadi batas kelas produksi tinggi untuk KTK, diperoleh jika nilai KTK >16 cmol/kg, sedang 1 16 cmol/kg dan rendah jika nilainya < 1 cmol/kg. Kejenuhan basa Persamaan garis batas terluar yang membungkus sebaran data-data hubungan antara produksi teraan dengan nilai kejenuhan basanya (KB) adalah sebagai

70 54 berikut: y = -0,437x ,44x + 313,0 Persamaan garis batas terluar tersebut memperlihatkan kecenderungan produksi akan meningkat dengan bertambahnya nilai kejenuhan basanya. Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi untuk kelas produktivitas tanaman dengan garis batas terluar di atas diperoleh untuk kelas produksi tinggi diperoleh jika nilai KB > 5 %, sedang 5 % Ringkasan kelas produktivitas bagi tanaman duku berdasarkan karakteristikkarakteristik lahan yang berpengaruh terhadap sifat retensi haranya disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Kriteria Kelas Produktivitas Berdasarkan Retensi Hara untuk Tanaman Duku Karakteristik lahan Produksi Tinggi Produksi Sedang Produksi Rendah ph 4,5 6,4 4,0 4,5 dan 6,4 7,9 < 4,0 atau > 7,9 C organik (%) > 0,6 0,1 0,6 < 0,1 KTK (cmol(+)kg -1 > < 1 KB (%) > Hubungan Produksi dengan Ketersediaan Hara Beberapa unsur hara yang ketersediaannya sangat berpengaruh terhadap produktifitas tanaman duku adalah unsur-unsur hara P dan K. Peranan unsurunsur ini sangat penting bagi pertumbuhan yang terkait dengan sifat-sifat vegetatif tanaman dan produktifitas tanaman. Ketersediaan unsur-unsur hara ini sangat terkait dengan jumlah kandungannya dan keberadaan bentuknya dalam tanah. Karena itu unsur-unsur ini dianalisis dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman yaitu P - tersedia dan K dapat ditukar (K-dd). P - Tersedia Persamaan garis batas terluar dari hubungan produksi teraan dengan kandungan P tersedianya adalah: y = -1,541x ,54x + 338,2 Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi untuk kelas produktivitas tanaman dengan garis batas terluar di atas diperoleh untuk kelas produksi tinggi pada nilai P > 3 ppm, sedang 3 ppm.

71 55 K dapat ditukar Persamaan garis batas terluar dari hubungan produksi teraan dengan kandungan K dapat ditukar adalah: y = -3025x x + 347,1 Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi untuk kelas produktivitas tanaman dengan garis batas terluar di atas diperoleh untuk kelas produksi tinggi pada nilai K > 0,5 cmol/kg, sedang 0,5cmol/kg Garis-garis batas terluar dari data hubungan antara produksi tanaman duku dengan P-tersedia dan K dapat ditukar (K-dd) ditunjukkan dalam Gambar 18. Pola garis-garis terluar ini menunjukkan kecenderungan peningkatan produksi dengan semakin tingginya nilai P dan K tanahnya. 650 y = -1,541x ,54x + 338,2 650 y = -3025x x + 347,1 produksi (kg/pohon) produksi (kg/pohon) P (ppm) K (cmol/kg) Gambar 18. Hubungan Produksi dengan Ketersediaan Hara Hubungan Produksi dengan Toksisitas Karakteristik lahan dari toksisitas yang berpengaruh terhadap produktifitas yaitu Kejenuhan Al. Persamaan garis batas terluar dari hubungan produksi teraan dengan kejenuhan Al adalah: y = -0,029x 2 1,282x + 599,1 Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi dengan garis batas terluar dari karakteristik lahannya, maka produksi tinggi diperoleh pada kejenuhan Al < 53 %, sedang % dan rendah > 88 %. Garis-garis batas terluar dari data hubungan antara produksi dengan kejenuhan Al ditunjukkan dalam Gambar 19. Garis-garis tersebut memperlihatkan kecenderungan produksi menurun dengan meningkatnya kejenuhan Al.

72 y = -0,029x 2-1,282x + 599,1 produksi (kg/pohon) kejenuhan Al (%) Gambar 19. Hubungan antara Produksi dengan Kejenuhan Al Hubungan Produksi dengan Ketersediaan Air dan Elevasi Karakteristik lahan yang terkait dengan ketersediaan air di antaranya adalah curah hujan, jumlah bulan kering dan bulan basah. Dalam Penelitian ini data iklim yang diperoleh sangat terbatas karena variasi iklim antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya di Propinsi Jambi sangat kecil dimana kisaran bulan basah berada antara 4 6 bulan, bulan kering 1 3 bulan dan curah hujan berkisar antara 2497, ,55 mm/tahun. Untuk tingkat elevasi hubungan antara produksi dengan tingkat elevasi dalam penelitian ini juga data yang diperoleh sangat terbatas karena hanya terbatas sampai ketinggian lebih kurang 157 dpl dimana sampai pada ketinggian tersebut tren data produksi masih terus cenderung naik. Karakteristik Lahan Yang Berpengaruh Untuk mengetahui faktor-faktor karakteristik lahan yang paling berpengaruh terhadap produktivitas lahan dan mengetahui seberapa besar akurasi kriteria produktivitas yang dihasilkan maka dilakukan analisis diskriminan yang dapat dilihat pada Tabel 7 sampai dengan Tabel 9. Tabel 7. Hasil Analisis Fungsi Diskriminan Kanonik fungsi tes Wilks' Lambda Chi-square df Sig. 1 bersama 2 0,728 36, , ,945 6, , 927

73 57 Tabel tersebut diatas menunjukkan hasil analisis fungsi diskriminan canonical yang dilihat dari nilai wilk s lambda dan chi square. Pada output diatas terlihat bahwa fungsi diskriminan pertama dan kedua (secara bersama) nilainya lebih signifikan dibanding jika hanya fungsi diskriminan kedua yang diperhitungkan. Hasil ini merupakan prosedur pemilihan variabel yang akan menghasilkan fungsi diskriminan terbaik. Dari output tersebut terlihat bahwa model pertama memberikan variabel diskriminan terbaik dalam model. Nilai Wilks Lambda menjelaskan seberapa besar varians yang tidak dapat dijelaskan oleh adanya perbedaaan kelompok. Disini terlihat bahwa nilai wilks lambda yang pertama lebih sedikit varians yang tidak dapat dijelaskan dalam kelompok dibanding dengan fungsi yang kedua. Nilai chi square dan df (degree of freedom) atau derajat bebas dihitung untuk melihat apakah ada perbedaan yang nyata antara kedua fungsi diskriminan yang terbentuk. Dari tabel terlihat bahwa memang terlihat perbedaan yang nyata antara kedua fungsi diskriminan yang terbentuk. Hal ini terlihat dari nilai signifikan fungsi pertama sebesar 0,127 sedangkan fungsi kedua 0, 927, berarti fungsi diskriminan pertama adalah yang menghasilkan fungsi diskriminan terbaik dan untuk selanjutnya berarti hanya fungsi 1 (pertama) saja yang dilihat dan dipakai dalam bahasan ini. Dari hasil analisis diskriminan yang dilakukan juga dapat diketahui nilai karakteristik lahan yang terbesar sesuai hasil standardized canonical fungsi koofisien diskriminan, hal ini dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini. Tabel 8. Koofisien Fungsi Kanonik Diskriminan yang Terstandarisasi Karakteristik fungsi 1 2 pasir 0,712 0,017 liat 0,006 0,233 ph 0,768 0,915 Corganik 0,212 0,311 P -0,061 0,067 Ca -0,613-0,604 Mg 0,202-0,256 K -0,022 0,179 KTK 0,583 0,243 KB 0,173 0,939 kej.al 0,377 0,911 ked.tanah -0,176 0,307 lereng -0,433 0,177 elevasi -0,345-0,190

74 58 Tabel tersebut menunjukkan besarnya kontribusi koefisien dari variabel diskriminator. Output ini menunjukkan seberapa penting variabel diskriminator dalam membentuk fungsi diskriminan. Semakin tinggi nilai standar canonical discriminan function, maka semakin penting variabel tersebut dalam membentuk fungsi diskriminan dibandingkan variabel yang lain. Dari output terlihat bahwa nilai koefisien standar canonical untuk model, nilai ph adalah yang tertinggi yaitu 0,768, kemudian kandungan pasir, Ca, dan KTK. Hal ini menunjukkan ke-4 variabel tersebut lebih penting dibandingkan lainnya dalam membentuk persamaan diskriminan, atau dengan kata lain ke -4 variabel karakteristik lahan ini merupakan yang paling berpengaruh terhadap produktivitas tanaman duku dibanding dengan variabel karakteristik lahan yang lainnya. Selain itu dari tabel juga terlihat karakteristik lahan lainnya yang juga memberi sedikit pengaruh terhadap produktivitas tanaman duku yaitu keadaan lereng, kejenuhan Al dan elevasi. Setelah fungsi diskriminan dibuat, kemudian klasifikasi dilakukan, maka selanjutnya akan dilihat seberapa jauh klasifikasi tersebut sudah tepat atau berapa persen terjadi misklasifikasi pada proses klasifikasi tersebut Dari Tabel 9 terlihat bahwa dengan menggunakan fungsi diskriminan, jumlah pengelompokan yang benar untuk produktivitas tinggi adalah 3 sedangkan 14 lainnya masuk ke dalam grup 2, atau terjadi misklasifikasi sebanyak 14 buah, untuk fungsi diskriminan produktivitas sedang klasifikasi benar adalah 102 dan 1 lainnya masuk ke grup 1 atau dengan kata lain terjadi misklasifikasi sebanyak 1 buah, untuk fungsi diskriminan produktivitas rendah klasifikasi benar adalah 1 dan 4 lainnya masuk ke grup 2 atau terjadi misklasifikasi sebanyak 4 buah. Tabel 9. Hasil Prediksi Ketepatan Pengelompokan kelas Produktivitas pada Tanaman Duku Berdasarkan Karakteristik Lahan grup Prediksi Anggota Grup Total *Rata-rata ketepatan Pengelompokan Setiap kasus adalah 84,8% Dengan demikian maka ketepatan prediksi atau klasifikasi lebih banyak berada pada kelas produktifitas sedang atau grup 2, namun secara keseluruhan dari

75 59 pengelompokan yang dilakukan ketepatan klasifikasi ini dapat dihitung sebagai berikut yaitu : ( )/125 = 84, 8 %. Artinya sebanyak 84,8 % dari data yang dianalisis rata-rata sesuai dengan pengelompokan yang dihasilkan.

76 40 KESIMPULAN 1. Pola hubungan antara sifat-sifat karakteristik lahan dengan produktivitas tanaman duku beragam dan bersifat spesifik, tergantung dari karakteristik lahannya. 2. Karakteristik lahan yang baik untuk tanaman duku dijumpai pada tanah dengan tekstur liat berpasir, lempung liat berpasir, lempung, dan lempung berliat, kedalaman tanah > 56 cm, ph antara 4,5 6,4, C organik > 0,6%, KTK >16 cmol/kg, KB > 5 %, P > 3 ppm, K > 0,5 cmol/kg, dan kejenuhan Al < 53 %. 3. Karakteristik lahan yang paling berpengaruh atau memberikan kontribusi paling tinggi terhadap produktivitas tanaman duku adalah ph, KTK, Ca-dd dan kandungan fraksi pasir. 4. Produksi optimum pada tanaman duku diperoleh pada nilai ph 5,2, nilai KTK 114 cmol(+)/kg, nilai Ca-dd 11 cmol(+)/kg dan kandungan fraksi pasir sebesar 70 % SARAN Hasil penelitian yang telah diperoleh dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten dalam mendukung pengembangan dan keberlanjutan budidaya duku di Provinsi Jambi dengan memperhatikan karakteristik lahan pada masing-masing daerah.

77 LAMPIRAN

78 2 Lampiran 1. Karakteristik Lingkungan pada Titik-Titik Pengamatan Kode Pengamatan Desa Kecamatan Kabupaten Kedalaman Tanah (cm) Batuan Permukaan (%) Lereng (%) Bulan Kering Curah Hujan (mm/th) Elevasi (m dpl) Drainase tjbr sedang 4 Suban tjbr2 Batu Asam sedang 5 tjbr3 Dusun Kebun sedang 6 tjbr4 Kampung Baru sedang 6 tjbr5 Taman Raja Pelabuhan Dagang sedang 6 tjbr6 tjbr7 tjbr8 Pelabuhan Dagang Tanjab Barat sedang 7 Tanjung Tungkal Tayas ulu sedang 14 Merlung tjbr9 Lubuk sedang 9 tjbr10 Kambing Merlung sedang 9 Lubuk tjbr11 Terap sedang 6 tjbr12 Muka air tanah (m) sedang 7 Rantau Badak sedang 4 mr1 Pangkalan Bukit Batu sedang 2 Jambu mr sedang 3 mr3 Padang Aur Pangkalan Jambu sedang 3 mr4 S Nilau Sei Manau sedang 3 mr sedang 3 mr6 Sei Manau sedang 4 mr7 Ma Panco Sei Manau baik 7 mr baik 5 mr9 Tl Segegah Renah Merangin sedang 4 Durian Pemberap mr10 Batakuk sedang 15 Muaro Renah mr11 Bantan Pemberap sedang 17 mr12 Rantau Ngarau Tabir ulu sedang 4 mr13 Muaro sedang 3 Tabir ulu Jernih mr sedang 4 mr15 Medan Baru Tabir ulu sedang 6 mr16 Kapuk Tabir ulu sedang 15 mr17 Empang sedang 6 Pamenang Benao mr sedang 2 Tanjung mr19 Gedang Pamenang sedang 4 mr20 Kroya Pamenang sedang 10 mr21 Pamenang Pamenang sedang 6

79 bth1 Selat sedang 4 bth sedang 9 bth3 Lubuk Ruso sedang 6 bth sedang 5 bth sedang 4 Senaning Pemayung bth sedang 11 bth sedang 2 bth8 Kuap sedang 2 bth sedang 2 bth10 bth11 Kubu Batanghari Kandang sedang sedang 4 bth12 Mandiangin Mandiangin sedang 5 bth sedang 4 bth sedang 3 bth15 Tuo Mandiangin sedang 5 bth sedang 4 bth sedang 4 bth18 Pauh Pauh sedang 5 bth sedang 4 agak tb baik 5 tb2 Jambu Tebo ulu sedang 5 tb sedang 5 tb4 Pagar Puding Tebo ulu sedang 5 tb5 Puding Tebo ulu Tebo sedang 5 tb sedang 6 tb7 Teluk Singkawang sedang 5 tb8 Sumay sedang 5 tb sedang 5 tb10 Punti Kalo Sumay sedang 6 tb sedang 6 tb sedang 5 tb sedang 5 tb14 Teluk Langkap Sumay sedang 7 tb sedang 6 tb16 Tambun sedang 6 Sumay Arang tb sedang 6 agak tb baik 15 tb19 Jati Belarik Sumay sedang 6 tb sedang 2

80 agak tb21 tb22 Tebing Tinggi Tebo tengah baik sedang 5 15 tb sedang 14 tb sedang 10 Tengah agak Muaro Kilis tb25 Hilir baik 2 Tebo tb sedang 10 tb27 Penapalan Tengah Hilir sedang 10 tb28 Mangupeh Tengah sedang 12 tb29 Mupeh Hilir sedang 10 tb sedang 15 bng1 Teluk Pandak sedang 4 bng2 Empelu Tanah Sepenggal sedang 4 bng3 Lubuk sedang 6 bng4 Landai sedang 3 bng5 Pelayang Batin 2 Pelayang buruk 2 bng sedang 3 bng7 bng8 bng9 Tanah Tumbuh Rantau Embacang Tanah Bekali Tanah Bungo Tumbuh sedang 3 Tanah sepenggal lintas sedang 4 Tanah Sepenggal sedang 6 bng10 Air sedang 11 Bathin III Gemuruh bng sedang 4 bng12 Tanjung Agung Mukomuko Batin sedang 4 bng13 Bungo S. Arang Dani sedang 4 bng sedang 4 bng15 Sei Pinang Bungo Dani sedang 6 bng16 Sei Jering sedang 8 bng17 Pelepat sedang 8 bng18 Senamat sedang 8 bng sedang 12 bng20 Talang Pantai Bungo Dani sedang 5 tjt sedang 5 tjt2 Rano M. Sabak Tanjab sedang 6 tjt3 Barat Timur sedang 9 tjt4 Talang sedang 6 tjt5 Babat sedang 6

81 5 tjt sedang 4 tjt sedang 9 tjt8 Parit Culum Tanjab Timur sedang 4 tjt sedang 4 tjt sedang 4 mj1 Durian Rajo Maro Sebo sedang 4 mj2 Setiris sedang 3 mj3 mj4 mj5 Sekernan sedang 3 Sekernan Tubas Mudo sedang 3 Kota Karang sedang 2 mj6 Betung sedang 1 mj7 Teluk Raya Muaro sedang 1.25 mj8 Jambi Pemunduran sedang 1.5 mj sedang 1.5 mj10 mj11 Sumber Kumpeh Jaya sedang 1.75 Arang Arang sedang 1.25 mj12 Sakean sedang 2 mj sedang 1.3 mj14 Lopak Alai sedang 1.4 mj sedang 1.4

82 6 Lampiran 2. Parameter Pertumbuhan Tanaman Duku kode umur faktor jarak tanam prod aktual (kg/phn) prod teraan (kg/phn) lingkar batang (cm) Diameter tajuk U-S Diameter tajuk B- T Tinggi Tajuk (m) tjbr tjbr tjbr tjbr tjbr tjbr tjbr tjbr tjbr tjbr tjbr tjbr mr mr mr mr mr mr mr mr mr mr mr mr mr mr mr mr mr mr mr mr mr bth bth bth bth bth bth bth

83 bth bth bth bth bth bth bth bth bth bth bth bth tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb tb

84 bng bng bng bng bng bng bng bng bng bng bng bng bng bng bng bng bng bng bng tjt tjt tjt tjt tjt tjt tjt tjt tjt tjt mj mj mj mj mj mj mj mj mj mj mj mj mj mj

85 Lampiran 3. Nilai C organik, P, Ca, Mg, K, Na, KTK, KB, ph dan Kejenuhan Al di Wilayah Penelitian Kode Penga matan Desa Kecamatan Kabu paten C-organik P Ca Mg K Na KTK KB ph Kej.Al % Sta tus ppm Sta tus cmol (+) kg- 1 Sta tus cmol (+) kg- 1 Stat us tjbr1 0.6 sr 1.5 sr 5.4 r 1.02 r 0.15 r 0.10 r s r 5.68 am 0.10 sr Suban tjbr2 Batu 0.8 sr 3.5 sr 4.9 r 0.75 r 0.29 r 0.30 r s r 5.72 am 0.10 sr tjbr3 Dusun Asam Kebun 0.6 sr 4.4 sr 5.2 r 0.40 r 0.14 r 0.20 r st sr 4.71 m s tjbr4 Kampung Baru 0.4 sr 0.6 sr 12.6 t 0.50 r 0.15 r 0.10 r st r 5.08 m t tjbr5 Taman Pelabuhan Raja Dagang 0.6 sr 17.4 st 12.2 t 0.39 sr 0.15 r 0.10 r s t 4.84 m 9.82 sr Pelabuhan tjbr6 Tanjab 0.5 sr 10.1 s 9.4 s 0.85 r 0.15 r 0.10 r s s 4.76 m r Dagang Barat Tanjung tungkal tjbr7 0.6 sr 14.7 t 8.4 s 0.55 r 0.29 r 0.30 r s s 4.62 m s Tayas ulu tjbr8 Merlung 1.7 r 17.8 st 10.7 s 0.50 r 0.29 r 0.30 r t s 4.8 m s tjbr9 Lubuk 1.0 sr 2.1 sr 15.2 t 0.82 r 0.29 r 0.30 r s t 5.5 am r tjbr10 Kambing 2.8 s 0.3 sr 14.4 t 1.21 s 0.15 r 0.10 r st r 4.8 m s tjbr11 Lubuk Merlung Terap 1.0 sr 15.1 st 8.4 s 0.57 r 0.15 r 0.10 r s s 5.17 m r tjbr12 Rantau Badak 0.2 sr 9.5 s 8.4 s 0.95 r 0.15 r 0.10 r r t 5.2 m r mr1 mr2 Bukit Batu Pangkalan Jambu sr sr sr r t t sr r r r r r s s t t m am sr sr mr3 Padang Pangkalan Aur Jambu 0.2 sr 10.9 s 15.2 t 0.28 sr 0.14 r 0.10 r s st 4.99 m 5.77 sr mr4 mr5 S Nilau 0.6 sr 11.4 t 6.9 s 0.88 r 0.14 r 0.10 r r s 5.59 am 0.08 sr mr6 Sei Mera Manau Sei Manau ngin 1.5 r 25.2 st 7.0 s 1.61 s 0.30 r 0.30 r st r 4.43 sm s mr7 3.0 s 7.8 r 11.8 t 0.52 r 0.32 r 0.30 r st sr 5.03 m 0.05 sr Ma Panco mr8 3.0 t 8.8 s 11.7 t 0.53 r 0.32 r 0.30 r st sr 5.2 m 0.96 sr mr9 mr10 Tl Segegah Durian Batakuk Renah Pemberap cmo l (+) kg- 1 Stat us cmol (+) kg sr 14.4 t 6.3 s 1.20 s 0.29 r 0.30 r t r 6.5 am 0.08 sr 1.5 r 3.4 sr 5.0 r 0.45 r 0.30 r 0.30 r st 5.72 sr 4.71 m 5.33 sr 3.0 t 14.1 t 11.7 t 0.34 sr 0.32 r 0.30 r s sr 4.82 m 8.42 sr Sta tus cmol (+) kg- 1 Stat us % Sta tus H 2O Stat us (%) Sta tus

86 mr11 Muaro Renah Bantan Pemberap 0.6 sr 1.3 sr 17.8 t 1.19 s 0.31 r 0.30 r t s 5.27 m r mr12 Rantau Ngarau Tabir ulu 0.7 sr 1.2 sr 12.7 t 1.69 s 0.15 r 0.10 r s t 4.89 m s mr13 Muaro 0.6 sr 3.0 sr 16.5 t 0.51 r 0.30 r 0.10 r st r 5.61 am 0.04 sr Tabir ulu mr14 Jernih 0.8 sr 1.3 sr 17.4 t 0.50 r 0.15 r 0.10 r t t 5.5 am r mr15 Medan Baru Tabir ulu 1.0 r 3.6 sr 5.3 r 0.99 r 0.30 r 0.30 r st sr 4.53 m t mr16 Kapuk Tabir ulu 1.7 r 2.1 sr 4.0 r 0.05 sr 0.15 r 0.10 r r s 4.69 m t mr17 Empang 2.0 s 2.5 sr 8.2 s 0.28 sr 0.15 r 0.10 r st sr 4.94 m s Pamenang mr18 Benao 1.4 r 3.7 sr 16.4 t 0.58 r 0.15 r 0.10 r st sr 5.6 am 0.04 sr mr19 Tanjung Gedang Pamenang 1.6 r 4.5 sr 4.1 r 0.64 r 0.15 r 0.10 r st 5.94 sr 4.45 sm t mr20 Kroya Pamenang 3.0 s 19.1 st 0.5 sr 0.85 r 0.15 r 0.10 r st 1.54 sr 4.26 sm st mr21 Pamenang Pamenang 1.4 r 1.8 sr 2.5 r 0.56 r 0.15 r 0.10 r st 3.80 sr 5.22 m 9.17 sr bth1 1.0 r 0.3 sr 5.5 r 0.36 sr 0.15 r 0.10 r st 5.93 sr 5.07 m 1.88 sr Selat bth2 0.7 sr 7.1 r 5.8 r 1.11 s 0.15 r 0.10 r st 8.65 sr 5.18 m 4.56 sr bth3 Lubuk 0.7 sr 2.7 sr 9.5 s 0.83 r 0.15 r 0.10 r st sr 5.37 m 1.09 sr bth4 Ruso 0.4 sr 3.0 sr 10.4 s 0.56 r 0.15 r 0.10 r st sr 5.92 am 0.06 sr bth5 0.2 sr 4.5 sr 5.2 r 0.61 r 0.15 r 0.10 r st sr 5.77 am 0.11 sr Senaning bth6 Pemayung 0.6 sr 23.0 st 6.6 s 0.76 r 0.30 r 0.30 r st sr 6.04 am 0.08 sr bth7 1.1 r 0.9 sr 4.4 r 0.82 r 0.15 r 0.10 r st 5.22 sr 5.1 m t bth8 Kuap 0.4 sr 0.6 sr 4.8 r 0.56 r 0.15 r 0.10 r t sr 5.26 m 2.00 sr bth9 0.5 sr 0.9 sr 5.5 r 0.51 r 0.15 r 0.10 r st 5.73 sr 5.17 m t bth10 Kubu Batang Kandang hari 0.7 sr 11.4 t 5.6 r 0.56 r 0.15 r 0.10 r st 8.92 sr 5.26 m 9.26 sr bth s 38.2 st 14.4 t 0.46 r 0.15 r 0.10 r st sr 5.35 m 1.35 sr Mandi bth12 Mandi 1.4 r 29.1 st 12.4 t 0.49 r 0.15 r 0.10 r st sr 5.3 m 1.28 sr angin bth13 angin 1.3 r 20.0 st 14.3 t 0.55 r 0.15 r 0.10 r st r 5.5 am 0.82 sr bth r 3.6 sr 8.7 s 1.11 s 0.15 r 0.10 r st 9.33 sr 5.5 am 2.22 sr bth15 Tuo Mandi 1.3 r 3.0 sr 12.5 t 0.53 r 0.15 r 0.10 r st sr 5.5 am 0.93 sr bth16 angin 2.0 r 8.2 s 8.6 s 0.51 r 0.15 r 0.10 r st 8.29 sr 5.4 m 1.32 sr bth sr 6.9 r 5.5 r 0.34 sr 0.15 r 0.10 r st 8.65 sr 5 m t bth18 Pauh Pauh 1.1 r 7.0 r 5.4 r 0.72 r 0.15 r 0.10 r st 5.44 sr 4.8 m t bth s 5.1 r 9.4 s 1.32 s 0.15 r 0.10 r st r 4.6 m t tb1 1.6 r 22.5 st 9.3 s 0.82 r 0.15 r 0.10 r st r 4.6 m 2.13 sr tb2 Jambu Tebo ulu 1.8 r 21.7 st 12.1 t 0.57 r 0.15 r 0.10 r t r 4.72 m 1.72 sr tb3 Tebo 1.2 r 4.2 sr 12.4 t 0.83 r 0.15 r 0.10 r t s 4.93 m r tb4 Pagar Puding tebo ulu 1.5 r 4.5 sr 8.4 s 0.57 r 0.15 r 0.10 r st sr 4.52 m r

87 tb5 1.5 r 8.0 s 4.3 r 0.35 sr 0.15 r 0.10 r st sr 4.75 m r Puding tebo ulu tb6 1.7 r 3.5 sr 4.2 r 0.41 r 0.15 r 0.10 r t sr 4.63 m t tb7 Teluk 2.4 s 34.6 st 16.4 t 0.35 sr 0.15 r 0.10 r st 4.44 sr 4.77 m 2.53 sr tb8 Singkawa Sumay 1.9 r 55.5 st 16.1 t 0.57 r 0.15 r 0.10 r st s 4.75 m 1.99 sr tb9 ng 1.1 r 18.2 st 15.3 t 0.53 r 0.15 r 0.10 r st sr 5.36 m 0.04 sr tb r 5.7 r 8.6 s 1.07 r 0.15 r 0.10 r st sr 5.69 am 0.07 sr Punti tb11 Sumay 0.8 sr 4.5 sr 8.6 s 0.81 r 0.15 r 0.10 r t r 6.03 am 0.07 sr Kalo tb r 6.8 r 11.7 t 1.06 r 0.15 r 0.10 r st r 5.81 am 0.05 sr tb r 41.3 st 12.3 t 0.56 r 0.44 s 0.34 r st r 5.93 am 0.05 sr Teluk tb14 Sumay 0.9 sr 2.1 sr 8.5 s 0.40 r 0.30 r 0.30 r st 9.51 sr 5.8 am 0.07 sr Langkap tb r 1.8 sr 13.2 t 0.56 r 0.30 r 0.30 r st r 5.56 am 0.05 sr tb16 Tambun 1.3 r 0.6 sr 8.6 s 0.83 r 0.30 r 0.30 r st sr 4.9 m r Sumay tb17 Arang 1.8 r 5.2 r 7.8 s 0.83 r 0.30 r 0.30 r st 8.55 sr 4.45 sm s tb r 1.2 sr 8.4 s 0.57 r 0.15 r 0.10 r st 7.45 sr 5.08 m 0.07 sr Jati tb19 Sumay 1.3 r 3.1 sr 12.7 t 0.79 r 0.30 r 0.30 r st sr 4.82 m r Belarik tb r 0.6 sr 12.5 t 0.56 r 0.30 r 0.30 r st sr 5.5 am 0.05 sr tb r 3.9 sr 16.5 t 0.83 r 0.30 r 0.30 r st r 5.42 m 0.04 sr Tebing Tebo tb r 3.3 sr 12.7 t 1.09 r 0.30 r 0.30 r st r 5.2 m 0.05 sr Tinggi tengah tb r 0.6 sr 12.6 t 0.83 r 0.30 r 0.30 r st sr 4.7 m r tb r 3.0 sr 8.7 s 1.09 r 0.30 r 0.30 r st 9.46 sr 5.48 m 2.12 sr Muaro Tengah tb r 1.2 sr 12.5 t 0.51 r 0.30 r 0.30 r st sr 5.5 am 0.05 sr Kilis Hilir tb r 8.2 s 8.6 s 0.50 r 0.30 r 0.30 r st 8.58 sr 5.35 m 0.07 sr tb27 Penapalan Tengah Hilir 1.5 r 10.3 s 4.7 r 0.43 r 0.30 r 0.30 r st sr 4.7 m s tb28 Mangupeh 0.5 sr 6.6 r 5.4 r 0.34 sr 0.15 r 0.10 r st 9.13 sr 4.86 m t Tengah tb r 6.7 r 5.5 r 0.72 r 0.30 r 0.30 r st 5.77 sr 4.72 m t Mupeh Hilir tb s 4.8 sr 9.3 s 1.48 s 0.30 r 0.30 r st r 4.52 m s Teluk bng1 0.8 sr 25.5 st 8.6 s 0.96 r 0.30 r 0.30 r st sr 5.79 am 0.06 sr Pandak Tanah bng2 Empelu 1.0 r 1.9 sr 12.7 t 1.17 s 0.31 r 0.30 r st sr 5.09 m r Sepenggal bng3 Lubuk 1.0 sr 3.4 sr 12.9 t 0.86 r 0.30 r 0.30 r st sr 5.82 am 0.05 sr bng4 Landai 1.3 r 0.6 sr 12.7 t 1.13 s 0.45 s 0.34 r st sr 5.92 am 0.05 sr bng5 Batin 2 Bungo 0.4 sr 10.5 s 4.6 r 0.77 r 0.30 r 0.30 r st 6.89 sr 5.22 m t Pelayang bng6 Pelayang 0.8 sr 5.7 r 5.2 r 0.80 r 0.30 r 0.30 r st 5.32 sr 5.36 m 0.10 sr bng7 Tanah Tanah Tumbuh Tumbuh 0.8 sr 4.9 sr 4.6 r 0.75 r 0.30 r 0.30 r t sr 4.58 m t bng9 Tanah Tanah Bekali Sepenggal 0.3 sr 2.2 sr 8.8 s 0.85 r 0.15 r 0.10 r st sr 5.72 am 0.07 sr

88 bng10 Air 1.8 r 11.2 t 12.6 t 0.57 r 0.15 r 0.20 r st r 4.38 sm s Bathin III bng11 Gemuruh 0.7 sr 2.2 sr 14.5 t 0.57 r 0.15 r 0.10 r st r 4.64 m s bng12 Mukomuko Tanjung Agung Batin 0.4 sr 16.7 st 14.2 t 0.83 r 0.15 r 0.10 r t s 5.04 m 9.20 sr bng13 Bungo 0.5 sr 1.2 sr 14.1 t 0.56 r 0.15 r 0.10 r s s 5.06 m r S. Arang bng14 Dani 0.7 sr 4.5 sr 13.7 t 0.56 r 0.15 r 0.10 r st r 5.15 m 7.71 sr bng15 Sei Bungo Pinang Dani 0.8 sr 1.9 sr 8.8 s 1.06 r 0.15 r 0.10 r st sr 5.64 am 0.07 sr bng r 0.6 sr 9.1 s 0.88 r 0.16 r 0.10 r st sr 4.66 m t Sei Jering bng sr 0.3 sr 8.5 s 0.03 sr 0.15 r 0.10 r r t 5.03 m s Pelepat bng sr 0.9 sr 8.5 s 0.29 sr 0.15 r 0.10 r s s 4.96 m r Senamat bng r 2.8 sr 13.1 t 0.33 sr 0.16 r 0.10 r st sr 4.84 m t bng20 Talang Bungo Pantai Dani 1.1 r 1.0 sr 13.4 t 0.59 r 0.16 r 0.10 r st r 5.03 m s tjt1 1.0 sr 9.7 s 11.4 t 1.08 r 0.16 r 0.10 r st r 5.24 m r tjt2 Rano 0.6 sr 25.5 st 12.5 t 0.77 r 0.15 r 0.10 r st r 4.83 m s tjt3 1.1 r 2.4 sr 12.4 t 0.76 r 0.29 r 0.30 r st r 4.86 m s tjt4 1.1 r 8.7 s 8.8 s 0.43 r 0.15 r 0.10 r st sr 4.75 m t Talang tjt5 M. Sabak Tanjab 1.8 r 25.1 st 8.3 s 0.44 r 0.29 r 0.30 r t r 4.55 m s Babat tjt6 Barat Timur 1.1 r 18.0 st 12.6 t 0.43 r 0.15 r 0.10 r t s 4.62 m r tjt7 1.1 r 2.7 sr 8.4 s 0.32 sr 0.15 r 0.10 r st sr 4.88 m s tjt8 Parit 0.8 sr 26.8 st 9.8 s 0.33 sr 0.15 r 0.10 r t r 4.94 m r tjt9 Culum 1.0 sr 45.6 st 9.1 s 3.10 t 0.29 r 0.10 r st r 4.97 m r tjt sr 41.3 st 7.7 s 0.32 sr 0.30 r 0.30 r st sr 4.9 m s Durian mj1 Maro 0.6 sr 6.5 r 6.7 s 0.58 r 0.15 r 0.10 r st sr 4.8 m t Rajo Sebo mj2 Setiris 0.5 sr 5.8 r 6.7 s 0.57 r 0.15 r 0.10 r st sr 4.9 m t mj3 Sekernan 0.7 sr 1.8 sr 8.3 s 0.62 r 0.15 r 0.10 r st sr 5.39 m 0.07 sr mj4 Tubas Sekernan Mudo 0.6 sr 2.4 sr 8.3 s 0.63 r 0.15 r 0.10 r st sr 5.3 m 1.31 sr mj5 Kota Muaro Karang Jambi 0.8 sr 4.7 sr 8.5 s 0.81 r 0.14 r 0.10 r st sr 5.13 m r Teluk Mj6 0.7 sr 8.7 s 1.4 sr 1.84 s 0.05 sr 0.50 s r r 4.5 m t Raya Kumpeh Mj7 Pemun 0.9 sr 4.4 sr 1.3 sr 2.09 s 0.06 sr 0.30 r r r 4.6 m t Mj8 duran 0.9 sr 4.3 sr 1.5 sr 2.20 t 0.05 sr 0.50 s r r 4.6 m t Mj9 Sumber Jaya 0.6 sr 4.7 sr 1.6 sr 1.17 s 0.08 sr 0.17 r r r 5.2 m t

89 Arang mj sr 5.3 r 2.9 r 2.33 t 0.05 sr 0.43 s 9.74 r s 4.7 m s Arang mj12 Sakean 0.4 sr 5.8 r 1.3 sr 2.47 t 0.08 sr 0.09 sr r r 4.7 m t mj sr 5.4 r 0.5 sr 1.65 s 0.10 r 0.43 s s sr 4.4 sm t Lopak mj sr 4.3 sr 2.5 r 2.13 t 0.09 sr 0.00 sr r r 4.4 sm t Alai mj sr 2.2 sr 0.3 sr 0.24 sr 0.02 sr 0.26 r 8.29 r 9.89 sr 4.2 sm st Keterangan : sr : Sangat rendah r : rendah s : Sedang t : Tinggi st : Sangat tinggi sm : Sangat masam m : masam am : Agak masam

90 Lampiran 4. Peta Sebaran Titik Pengamatan Berdasarkan Kelas Produktivitas Duku 14

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Duku

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Duku 5 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Duku Duku merupakan tanaman tropika yang termasuk famili Meliaceae. Tanaman ini berasal dari semenanjung Malaya dan India. Sumber lain menyatakan duku berasal dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Prosedur Penelitian dan Parameter Pengamatan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Prosedur Penelitian dan Parameter Pengamatan 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di beberapa lokasi daerah sebaran duku di Propinsi Jambi, di 8 (delapan) kabupaten yaitu Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LAHAN PADA PERTANAMAN DUKU (Lansium Domesticum Corr) DI PROVINSI JAMBI

KARAKTERISTIK LAHAN PADA PERTANAMAN DUKU (Lansium Domesticum Corr) DI PROVINSI JAMBI J. Tanah Lingk., 12 (2) Oktober 2010: 18-24 ISSN 1410-7333 KARAKTERISTIK LAHAN PADA PERTANAMAN DUKU (Lansium Domesticum Corr) DI PROVINSI JAMBI Land Characteristic of Duku (Lansium Domesticum Corr) in

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014). I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/ vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Berdasarkan iklimnya, lahan kering

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Durian (Durio zibethinus Murr.) dpl. (Nurbani, 2012). Adapun klasifikasi tanaman durian yaitu Kingdom

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Durian (Durio zibethinus Murr.) dpl. (Nurbani, 2012). Adapun klasifikasi tanaman durian yaitu Kingdom II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian (Durio zibethinus Murr.) 1. Karakteristik Tanaman Durian Durian (Durio zibethinus Murray) merupakan buah-buahan tropika asli Asia Tenggara, terutama Indonesia. Sumber

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Budidaya Singkong Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Karawang merupakan wilayah yang dijadikan sebagai lokasi penelitian. Ketiga lokasi tersebut dipilih karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Duku merupakan buah penting di Indonesia dan memiliki pasar yang luas mulai dari pasar tradisional hingga supermarket modern. Buah duku banyak digemari karena rasa yang manis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 34 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian terdahulu yang dilakukan di Jawa Barat. Kegiatan yang dilakukan terdiri dari survei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI Oleh : Nama : Rudi Novianto NIM : 10.11.3643 STRATA SATU TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 A. Abstrak Jambu

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK PADA DUKU KUMPEH

TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK PADA DUKU KUMPEH TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK PADA DUKU KUMPEH Oleh: Dr. Desi Hernita BPTP Jambi Duku Kumpeh memiliki rasa manis, legit, daging buah bening, tekstur daging kenyal, tidak berserat, dan hampir tidak berbiji. Rasa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 12 desa dengan luas ± 161,64 km2 dengan kemiringan kurang dari 15% di setiap

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas tanaman hortikultura khususnya buah-buahan mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan mengingat bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LAHAN UNTUK PERTANAMAN PADI GOGO

KARAKTERISTIK LAHAN UNTUK PERTANAMAN PADI GOGO KARAKTERISTIK LAHAN UNTUK PERTANAMAN PADI GOGO Padi sebagai tanaman pokok nasional dan merupakan tanaman utama yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dan produksinya dengan berbagai upaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh cabang lagi kecil-kecil, cabang kecil ini ditumbuhi bulu-bulu akar yang sangat halus. Akar tunggang

Lebih terperinci

Nur Rahmah Fithriyah

Nur Rahmah Fithriyah Nur Rahmah Fithriyah 3307 100 074 Mengandung Limbah tahu penyebab pencemaran Bahan Organik Tinggi elon Kangkung cabai Pupuk Cair Untuk mengidentifikasi besar kandungan unsur hara N, P, K dan ph yang terdapat

Lebih terperinci

ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Rosihan Rosman dan Hermanto Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ABSTRAK Nilam merupakan salah satu komoditi ekspor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Jambu biji disebut juga Jambu Klutuk (Bahasa Jawa), Jambu Siki, atau Jambu Batu yang dalam bahasa Latin disebut Psidium Guajava. Tanaman jambu biji merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk famili Clusiaceae yang diperkirakan berasal dari Asia Tenggara khususnya di semenanjung Malaya, Myanmar, Thailand, Kamboja,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Lahan Lahan mempunyai pengertian yang berbeda dengan tanah (soil), dimana lahan terdiri dari semua kondisi lingkungan fisik yang mempengaruhi potensi penggunaannya, sedangkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di 7 lokasi lahan kering di daerah Kabupaten dan Kota Bogor yang terbagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan perbedaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 47 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang yang terletak di Kabupaten Gowa (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU

KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU Ni Wayan Suryawardhani a, Atiek Iriany b, Aniek Iriany c, Agus Dwi Sulistyono d a. Department of Statistics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Brawijaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Mei-Agustus 2015 di 5 unit lahan pertanaman

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA BUDIDAYA TANAMAN DURIAN Dosen Pengampu: Rohlan Rogomulyo Dhea Yolanda Maya Septavia S. Aura Dhamira Disusun Oleh: Marina Nurmalitasari Umi Hani Retno

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Survei Tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Material Vulkanik Merapi Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. lahan pasir pantai Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen dengan daerah studi

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. lahan pasir pantai Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen dengan daerah studi IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember sampai bulan April di lahan pasir pantai Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen dengan daerah studi terdiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah studi yang mendiskripsikan bentuklahan, proses-proses yang bekerja padanya dan menyelidiki kaitan antara bentuklahan dan prosesproses tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Semangka Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili Cucurbitaceae sehingga masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan melon (Cucumis melo

Lebih terperinci

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian atau keragaab lahan jika

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

11. TINJAUAN PUSTAKA

11. TINJAUAN PUSTAKA 11. TINJAUAN PUSTAKA, r,. t ' -! '. 2.1. Evaluasi Kesesuaian Lahan Lahan merupakan bagian dari bentang darat (land scape) yang mencakup lingkungan fisik seperti iklim, topografi, vegetasi alami yang semuanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut,

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumberdaya alam seperti sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut, sumberdaya alam tambang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 5 2013, No.1041 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS

Lebih terperinci

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilam (Pogostemon sp.) merupakan salah satu tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri (essential oil). Di dalam dunia perdagangan Intemasional minyak nilam sering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, namun hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kuantitas dan

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vermikompos Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang melibatkan cacing tanah dalam proses penguraian atau dekomposisi bahan organiknya. Walaupun sebagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan viabilitas genetik yang besar. Tanaman jagung dapat menghasilkan

Lebih terperinci

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan 22 TATACARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan di empat lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar 26 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar Desa Tulung Balak dengan luas 15 ha yang terletak pada wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Pasir Pantai Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim relief/topografi,

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan. meningkatkan hasil-hasil pertanian serta perkebunan.

BAB I Pendahuluan. tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan. meningkatkan hasil-hasil pertanian serta perkebunan. 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara agaris yang memiliki iklim tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan perkebunan. Hampir

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Data curah hujan (mm) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jan 237 131 163 79 152 162 208

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang Tanaman bawang sabrang TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi bawang sabrang menurut Gerald (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta

Lebih terperinci

UJI KORELASI KONSENTRASI HARA N, P DAN K DAUN DENGAN HASIL TANAMAN DUKU

UJI KORELASI KONSENTRASI HARA N, P DAN K DAUN DENGAN HASIL TANAMAN DUKU UJI KORELASI KONSENTRASI HARA N, P DAN K DAUN DENGAN HASIL TANAMAN DUKU Abstrak Analisis daun akan lebih tepat menggambarkan perubahan status hara tanaman yang berhubungan dengan perubahan produksi akibat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci