Kadar progesteron hari hcg sebagai prediktor reseptivitas endometrium

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kadar progesteron hari hcg sebagai prediktor reseptivitas endometrium"

Transkripsi

1 Maj Obstet 118 Wiweko dkk Ginekol Indones Kadar progesteron hari hcg sebagai prediktor reseptivitas endometrium B. WIWEKO * S. ILJANTO ** M. NATADISASTRA * A. HESTIANTORO * S. SOEBIJANTO * * Departemen Obstetri dan Ginekologi ** Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Tujuan: Menilai korelasi antara kadar progesteron pada hari penyuntikan hcg dengan reseptivitas endometrium pada hari transfer embrio (TE). Bahan dan cara kerja: Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan desain cross sectional. Dilakukan pengukuran kadar progesteron hari hcg pada 55 pasien yang mengikuti program FIV di Klinik Yasmin RSCM perio-de Januari - November Nilai referensi reseptivitas endometrium adalah kombinasi antara nilai indeks pulsasi arteri uterina < 3 dan morfologi endometrium klasifikasi C (Gonan dan Casper). Analisis multivariat dilakukan terhadap progesteron sebagai variabel utama dan usia, kadar estradiol, LH serta reseptivitas endometrium hari hcg sebagai variabel perancu. Hasil: Kejadian luteinisasi prematur pada penelitian ini sebesar 45,5% dengan klasifikasi endometrium reseptif sebesar 33,3% (dibandingkan dengan 35,5% pada kelompok non luteinisasi prematur). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar progesteron hari hcg dengan reseptivitas endometrium hari TE (p=0,446). Reseptivitas endometrium hari hcg memiliki nilai area under the curve (AUC) terbesar (0,82; p = 0,001) untuk meramalkan reseptivitas endometrium hari TE dibandingkan dengan usia (AUC 0.67; p = 0,038) dan kadar progesteron (AUC 0,56; p = 0,446). Analisis multivariat mendapatkan variabel reseptivitas endometrium hari hcg dan interaksi antara variabel usia de-ngan kadar progesteron hari hcg sebagai prediktor reseptivitas endo-metrium hari TE (nilai AUC 0,82). Terdapat korelasi positif antara AUC kadar estradiol hari hcg terhadap kejadian luteinisasi prematur (AUC = 0,74). Kesimpulan: Kadar progesteron hari hcg tidak dapat digunakan sebagai prediktor tunggal untuk meramalkan reseptivitas endometrium hari TE. Reseptivitas endometrium hari hcg dan interaksi antara usia dengan kadar progesteron hari hcg merupakan model prediktor yang baik terhadap reseptivitas endometrium hari TE. [Maj Obstet Ginekol Indones 2009; 33-2: ] Kata kunci: kadar progesteron hari hcg, reseptivitas endometrium hari hcg, reseptivitas endometrium hari TE, usia Objective: To determine correlation between progesterone level on day hcg with endometrial receptivity on day embryo transfer (ET). Material and methods: This is a cross sectional diagnostic study which is done to 55 patients undergoing IVF in Yasmin Clinic Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital between January-November Progesterone level on day hcg was measured. Endometrial receptivity was calculated as uterine artery pulsatility index < 3 and endometrial morphology grade C (Gonen and Casper). Multivariate analysis was done to progesterone level as a main variable and other variable such as age, estradiol, LH and endometrial receptivity on day hcg as counfounding factors. Results: The incidence of premature luteinization was 45.5% with endometrium was receptive in 33.3% patients (compare to 35.5% in non premature luteinization group). No significant relationship was found between progesterone level on day hcg with endometrial receptivity on day ET (p = 0.446). Area under the curve (AUC) of endometrial receptivity on day hcg was 0.82 (p = 0.001) in predicting endometrial receptivity on day ET. Compare to age (AUC 0.67; p = 0.038) and progesterone (AUC 0.56; p = 0.446). Multivariate analysis revealed endometrial receptivity on day hcg and interaction between progesterone on day hcg with patient s age were good predictor for endometrial receptivity on day ET (AUC 0.82). There was a significant positive correlation between AUC of estradiol on day hcg with the incidence of premature luteinization (AUC 0.74). Conclusion: Level of progesterone on day hcg could not be used as a single predictor for endometrial receptivity on day ET. Endometrial receptivity on day hcg and interaction between progesterone level on day hcg with patient s age were good predictor for endometrial receptivity on day embryo transfer. [Indones J Obstet Gynecol 2009; 33-2: ] Keywords: progesterone level on day hcg, endometrial receptivity on day hcg, endometrial receptivity on day ET, patient s age PENDAHULUAN Berbagai kemajuan teknologi yang diterapkan dalam fertilisasi in vitro (FIV) seperti teknik hiperstimulasi ovarium terkendali, intra cytoplasmic sperm injection (ICSI) dan kultur embrio mampu meningkatkan jumlah dan kualitas embrio yang akan ditransfer, tetapi belum mampu meningkatkan angka kehamilan dalam program FIV yang hanya berkisar 40%. 1-4 Kondisi ini terutama disebabkan

2 Vol 33, No 2 April 2009 Kadar progesteron hari hcg sebagai prediktor 119 oleh masalah implantasi embrio yang terkait dengan reseptivitas endometrium. Rogers dan kawan-kawan pada tahun 1986 melaporkan kontribusi reseptivitas endomerium terhadap keberhasilan implantasi embrio sebesar 31-64% berdasarkan penelitiannya pada model hewan. 5 Banyak faktor yang mempengaruhi reseptivitas endometrium antara lain morfologi dan perfusi endometrium serta perubahan hormonal akibat stimulasi ovarium. 1,4,6 Prosedur hiperstimulasi ovarium terkendali dalam FIV dapat memberikan efek buruk terhadap reseptivitas endometrium karena menyebabkan terjadinya perubahan hormonal yang tidak fisiologis. Efek samping yang tidak menguntungkan adalah meningkatnya konsentrasi progesteron darah pada fase folikular yang dikenal sebagai lonjakan progesteron prematur. 7,8 Bosch dan kawan-kawan pada tahun 2003 melaporkan kejadian lonjakan progesteron prematur dalam satu siklus FIV sebesar 38,3%. 9 Kondisi ini menyebabkan terjadinya luteinisasi prematur akibat proses desidualisasi endometrium yang terlalu dini. Angka kehamilan yang rendah pada siklus dengan luteinisasi prematur diduga terjadi karena pengaruh lonjakan progesteron terhadap reseptivitas endometrium Lonjakan progesteron prematur diduga berhubungan dengan buruknya perfusi endometrium yang secara morfologi terlihat dengan gambaran endometrium hiperekogenik pada fase folikular akhir. 10 Perubahan ritmik perfusi endometrium dalam siklus haid tergantung pada rasio estrogen dan progesteron. Makin rendah rasio estrogen -- progesteron, perfusi endometrium akan semakin buruk karena progesteron memiliki sifat inhibisi terhadap efek vasodilator yang dimiliki estrogen. 14 Oleh karena itu tingginya kadar progesteron pada fase folikular akhir dianggap memiliki korelasi dengan reseptivitas endometrium. Dibandingkan penilaian morfologi dan perfusi endometrium saat hari transfer embrio, pengukuran progesteron pada hari penyuntikan hcg lebih praktis dan mudah dilakukan sehingga memudahkan klinisi untuk melakukan persiapan transfer embrio. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kadar progesteron hari penyuntikan hcg dan menghubungkannya dengan morfologi dan perfusi endometrium untuk meramalkan reseptivitas endometrium terhadap implantasi embrio. METODA Penelitian ini merupakan suatu uji diagnostik dengan menggunakan desain potong lintang. Dilakukan pengukuran kadar progesteron pada hari penyuntikan hcg untuk meramalkan reseptivitas endometrium pada hari transfer embrio. Sebagai nilai referensi untuk reseptivitas endometrium adalah indeks pulsasi arteri uterina (PI < 3) dan morfologi endometrium klasifikasi C (trilaminer). Penelitian dilakukan di Klinik Yasmin RS Dr. Cipto Mangunkusumo, berlangsung dari bulan Januari sampai dengan November Saat hari penyuntikan hcg dilakukan pengambilan darah dari vena pasien sebanyak 5 cc kemudian disimpan dalam tabung. Setelah 30 menit darah disentrifugasi pada 3500 rpm selama 15 menit. Serum diambil dan dilakukan pemeriksaan estradiol, progesteron dan LH. Kadar estradiol dan LH diperiksa di Makmal Terpadu Imunoendokrinologi dengan enzyme-linked immunosorbent assay (Abbott) sedangkan kadar progesteron diperiksa dengan menggunakan alat Immulite. Kadarnya dihitung dalam satuan pg/ml (estradiol), ng/ml (progesteron) dan miu/ml (LH). Pemeriksaan morfologi dan perfusi endometrium dilakukan dengan menggunakan USG Aloka tipe SSD 3500 dan Medison SA Klasifikasi morfologi endometrium mengikuti kriteria Gonen dan Casper (A, B dan C) sedangkan klasifikasi perfusi endometrium mengikuti kriteria Steer dan kawankawan (PI arteri uterina < 3 atau PI arteri uterina 3). 15,16 Data yang dikumpulkan diolah dengan komputer menggunakan program SPSS 15 dan Stata 9. HASIL DAN DISKUSI Jumlah subjek penelitian ini adalah 55 orang dengan 19 subjek (34,5%) memiliki endometrium reseptif dan 36 subjek (65,5%) memiliki endometrium non reseptif pada hari transfer embrio. Terdapat perbedaan bermakna pada hubungan antara usia subjek dengan reseptivitas endometrium hari transfer embrio (TE) (p = 0,038). Sebaliknya tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar estradiol, LH dan progesteron terhadap reseptivitas endometrium hari TE (Tabel 1). Tabel 1. Hubungan antara usia, kadar E2, kadar LH dan kadar progesteron terhadap reseptivitas endometrium hari TE Reseptivitas endometrium hari TE Reseptif Non reseptif p Usia 33 (23-49) 35 (23-40) 0,038 Estradiol 2494 ( ) 2482 ( ) 0,937 LH 1,7 (0,1-4,1) 1,4 (0,2-9,9) 0,71 Progesteron 0,75 (0,28-2,90) 1,10 (0,20-4,10) 0,446

3 Maj Obstet 120 Wiweko dkk Ginekol Indones Sensitivitas 0,00 0,25 0,50 0,75 1,00 0,00 0,25 0,50 0,75 1,00 1-Spesifisitas umur ROC area: 0,6703 L ROC area: 0,5307 reseptivitas hcg ROC area: 0,8238 E ROC area: 0,4934 P4 ROC area: 0,5629 Reference Gambar 1. Nilai AUC beberapa variabel dalam meramalkan reseptivitas endometrium hari TE. Analisis hubungan variabel hari hcg (dalam skala kategorik) terhadap reseptivitas endometrium hari TE dilakukan dengan uji chi square. Reseptivitas endometrium hari hcg memiliki hubungan bermakna terhadap reseptivitas endometrium hari TE (AUC 0,67; p = 0,001). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis multivariat mendapatkan variabel reseptivitas endometrium hari hcg dan interaksi antara variabel usia dengan kadar progesteron hari hcg sebagai model prediktor reseptivitas endometrium hari TE yang baik dengan nilai AUC Kadar progesteron hari hcg pada subjek penelitian bervariasi antara 0,2-4,1 ng/ml dengan nilai rerata 1,19 ± 0,8 ng/ml. Kurva ROC penelitian ini menempatkan nilai 1,2 ng /ml sebagai titik potong dengan sensitivitas 58% dan spesifisitas 48%. Kategorisasi ini sesuai dengan nilai potong progesteron dari referensi yang ada yaitu menurut penelitian Ubaldi dan kawan-kawan, Bosch dan kawan-kawan, Tabel 2. Hubungan luteinisasi prematur dengan karakteristik subjek Variabel Kadar progesteron hari penyuntikan hcg 1,2 ng/ml > 1,2 ng/ml p Jumlah pasien n/a Usia (tahun) 34,5 (26-49) 34 (23-40) 0,54 Protokol stimulasi ovarium Long protocol Short protocol ,954 Dosis rfsh awal (IU) 150 (75-300) 225 ( ) 0,037 Dosis rfsh total (IU) 1882,5 ± 718, ± 710,081 0,83 Kadar estradiol hari penyuntikan 1772, ,003 hcg (pg/ml) ( ) ( ) Kadar LH hari penyuntikan 1,7 (0,2-4,1) 1,4 (0,1-9,9) 0,482 hcg (miu/ml) Jumlah oosit 7,067 ± 3,85 9,2 ± 4,262 0,786 Fertilization rate (%) 70,943 ± 27,789 62,343 ± 2,708 0,168

4 Vol 33, No 2 April 2009 Kadar progesteron hari hcg sebagai prediktor 121 Tabel 3. Hubungan skala kategorik variabel hari hcg terhadap reseptivitas endometrium hari TE Reseptivitas endometrium hari TE Reseptif Non reseptif p RR (IK 95%) n % n % Kadar progesteron hari hcg < 1,2 ng / ml 11 35, ,5 0,868 1,16 (0,55-2,40) 1,2 ng / ml 8 33, ,7 Usia < 35 tahun 13 44, ,2 0,090 1,94 (0,86-4,37) 35 tahun 6 23, ,9 Reseptivitas endometrium hari hcg Reseptif 16 69,6 7 30,4 0,001 7,42 (2,44-22,53) Tidak reseptif 3 9, ,6 Total 19 34, ,5 Melo dan kawan-kawan serta Segal dan kawankawan. 7,9,12,17 Walaupun penelitian Bosch dan kawan-kawan menunjukkan angka sensitivitas 47,3% dan spesifisitas 85,2% untuk kadar progesteron 1,2 ng/ml (9). Hal ini mungkin terjadi karena penelitian tersebut menggunakan antagonist protocol dalam stimulasi ovarium. Pada hari penyuntikan hcg diketahui 25 subjek (45,5%) mengalami kejadian luteinisasi prematur dan 30 subjek (54,5%) tidak mengalami hal tersebut (sesuai Tabel 2). Kondisi ini tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan penelitian Fanchin dan kawan-kawan (1999) yang melaporkan kejadian luteinisasi prematur sebesar 44%. 10 Pada kelompok subjek yang mengalami luteinisasi prematur dibutuhkan dosis total rfsh yang lebih tinggi (2377 ± 710,081 IU) dan kadar estradiol yang lebih tinggi (3223 pg/ml; ; p < 0.05) bila dibandingkan dengan kelompok subjek yang tidak mengalami luteinisasi prematur (Tabel 2). Kelompok ini juga memiliki endometrium non reseptif yang lebih banyak dibandingkan dengan subjek yang tidak mengalami luteinisasi prematur (66,7% vs 64,5%) walaupun tidak bermakna secara statistik (Tabel 3). Penelitian sebelumnya selalu menghubungkan luteinisasi prematur dengan angka kehamilan tanpa berusaha menerangkan pengaruh luteinisasi prematur terhadap reseptivitas endometrium. 9,12 Reseptivitas endometrium dalam penelitian ini merupakan perpaduan antara hasil pengukuran terhadap ekogenisitas endometrium dan PI arteri uterina. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Steer dan kawankawan (1990) dan Sher dan kawan-kawan (2006) yang melaporkan bahwa kehamilan dalam FIV akan terjadi bila PI arteri uterina < 3 dengan morfologi endometrium hipoekogenik. 18,19 Kolibianakis dan kawan-kawan 20 melaporkan bahwa peningkatan estrogen suprafisiologis dalam stimulasi ovarium akan menyebabkan akselerasi perkembangan endometrium sehingga fase di endometrium menjadi lebih cepat dibandingkan fase di ovarium. Bila dis-sinkroni ini dijumpai > 3 hari maka dilaporkan akan menurunkan angka kehamilan. 20 Pada Tabel 2 juga dapat dilihat bahwa kelompok yang memiliki kadar estradiol lebih tinggi (3233 pg/ml vs 1772,50 pg/ml) akan lebih banyak mengalami luteinisasi prematur yang selanjutnya cenderung mengakibatkan endometrium menjadi lebih tidak reseptif. Kondisi sebaliknya dijumpai pada subjek yang tidak mengalami kejadian luteinisasi prematur. Kelompok ini memiliki kemungkinan 1,16 kali lebih reseptif endometriumnya walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna (RR 1,16, IK 0,55-2,40). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3. Subjek dengan endometrium reseptif memiliki kadar progesteron yang lebih rendah (0,75 vs 1,1 ng/ml) dibandingkan dengan subjek yang memiliki endometrium non reseptif (Tabel 1). Dari 9 subjek kelompok luteinisasi prematur yang memiliki endometrium hipoekogenik saat hari hcg berkurang menjadi 8 subjek pada hari TE. Demikian pula yang terjadi pada kelompok non luteinisasi prematur, dari 14 subjek yang memiliki endometrium hipoekogenik saat hari hcg berkurang menjadi 11 subjek pada hari TE. Berdasarkan data tersebut di atas kadar progesteron hari hcg tampaknya dapat mempengaruhi perubahan morfologi endometrium walaupun tidak dijumpai perbedaan bermakna dalam penelitian ini. Fanchin dan kawan-kawan pada tahun 1999 melakukan penelitian 59 pasien yang sedang menjalani program FIV dengan stimulasi ovarium long

5 Maj Obstet 122 Wiweko dkk Ginekol Indones protocol. Sejak tindakan ovum pick up (OPU) tampak bahwa kelompok yang mengalami luteinisasi prematur memiliki peningkatan progesteron yang lebih cepat dibandingkan dengan kelompok non luteinisasi prematur. Selain itu teknik komputerisasi yang digunakan oleh Fanchin dan kawan-kawan mampu mengidentifikasi perubahan morfologi endometrium yang lebih cepat pada kelompok yang diamati mengalami peningkatan kadar progesteron lebih cepat sejak hari hcg, hari ovum pick up (OPU) dan hari TE. 10,21 Selanjutnya kelompok ini dianggap memiliki perkembangan endometrium yang dis-sinkroni dengan fase ovarium sehingga menjadi tidak reseptif. Hasil yang berbeda kami dapatkan pada penelitian ini karena kami tidak mengamati perubahan kadar progesteron secara berkala sehingga kami tidak dapat membandingkannya dengan morfologi dan perfusi endometrium secara serial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna dalam hubungan kadar estradiol dengan luteinisasi prematur tetapi tidak demikian halnya dengan kadar LH. Bosch dan kawankawan (2003) juga membuktikan bahwa pada luteinisasi prematur kadar estradiol memang lebih tinggi secara bermakna tetapi tidak berhubungan dengan kadar LH. Hal ini terjadi karena luteinisasi prematur merupakan efek respons sel granulosa terhadap dosis rfsh yang cenderung lebih tinggi pada kelompok ini. 9 Kadar estradiol hari hcg memiliki kontribusi 27,8% terhadap tingginya kadar progesteron hari hcg. Sensitivitas 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 AUC 0,74 p=0,003 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1-Spesifisitas Gambar 2. Kurva ROC kadar estradiol hari hcg terhadap kejadian luteinisasi prematur. Dari grafik di atas dapat ditentukan nilai titik potong kadar estradiol minimal yang dapat menyebabkan luteinisasi prematur adalah sebesar 2502 pg/ml dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 68%. KESIMPULAN 1. Kadar progesteron hari hcg tidak dapat digunakan sebagai prediktor tunggal reseptivitas endometrium hari TE. 2. Subjek dengan reseptivitas endometrium hari TE yang baik memiliki kadar progesteron lebih rendah dibandingkan dengan subjek yang memiliki reseptivitas endometrium hari TE yang buruk walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna. 3. Nilai potong kadar progesteron hari hcg dalam meramalkan reseptivitas endometrium hari TE adalah 1,2 ng/ml dengan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 58% dan 48% 4. Reseptivitas endometrium hari hcg adalah prediktor yang baik untuk reseptivitas endometrium hari TE dengan nilai AUC 82% 5. Kadar estradiol minimal pada hari hcg yang dapat digunakan untuk meramalkan kejadian luteinisasi prematur adalah sebesar 2502 pg/ml dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas masingmasing sebesar 68%. RUJUKAN 1. Gao M-z, Zhao X-m, Li W-y, Liu G-m, Jia X-f, Zhang H-q. Assessment of uterine receptivity by endometrial and subendometrial blood flows measured by vaginal color. J Reprod & Contraception. 2007; 18: Lintsen A, Eijkemans M, Hunault C, Bouwmans C, Hakkaart L, Habbema J. Predicting ongoing pregnancy chances after IVF and ICSI: a national prospective study Hum Reprod. 2007; 22: Voorhuis BJV. Outcomes from assisted reproductive technology. Obstet gynecol. 2006; 107: Kolb BA, Najmadi S, Paulson RJ. Ultrastructural characteristic of the luteal phase endometrim in patients undergoing controlled ovarian hyperstimulation. Fertil Steril. 1997; 67: Rogers. A model to show human uterine receptivity and embryo viability following ovarian stimulation for in vitro fertilization. J In Vitro Fert Embryo Transfer. 1986; 3: Diedrich K, Fauser B, Devroey P, Griesinger G. The role of the endometrium and embryo in human implantation. Hum Reprod. 2007; 13: Ubaldi F, Camus M, Smitz J. Premature luteinization in in vitro fertilization cycles using gonadotrophin-releasing hormone agonist (GnRH-a) and recombinant follicle-stimulating hormone (FSH) and GnRH-a and urinary FSH. Fertil Steril. 1996; 66:

6 Vol 33, No 2 April 2009 Kadar progesteron hari hcg sebagai prediktor Fanchin R, Righini C, Olivennes F, Taieb J, Ziegler Dd, Frydman R. Computerized assessment of endometrial echogenicity: clues to the endometrial effects of premature progesterone elevations. Fertil Steril. 1999; 71: Bosch E, Valencia I, Escudero E, Crespo J, Simon C, Remoho J. Premature luteinization during gonadotrophinreleasing hormone antagonist cycles and its relationship with in vitro fertilization outcome. Fertil Steril. 2003; 80: Fanchin R, Righini C, Olivennes F, Taieb J, Ziegler Dd, Frydman R. Computerized assessment of endometrial echogenicity: clues to the endometrial effects of premature progesterone elevation. Fertil Steril. 1999; 71: Noci I, Borri P, Coccia ME, Criscuoli L, Acarselli G, Messeri G. Hormonal patterns, steroid receptors and morphological pictures of endometrium in hyperstimulated IVF cycles. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 1997; 75: Melo M, Meseguer M, Garrido N, Bosch E, Pellicer A, Remohi J. The significance of premature luteinization in an oocyte-donation programme. Hum Reprod. 2006; 21: Bourgain C, Devroey P. The endometrium in stimulated cycles for IVF. Hum Reprod Update. 2003; 9: Raine-Fenning N, Campbell B, Kendall N, Clewes J, Johnson I. Quantifying the changes in endometrial vascularity throughout the normal menstrual cycle with threedimensional power doppler angiography. Hum Reprod. 2004; 19: RK G, PC S. Doppler ultrasound studies of uterine artery in spontaneous ovarian cycle. Hum Reprod. 1988; 3: Y G, RF C. Prediction of implantation by the sonographic appearance of endometrium during controlled ovarian stimulation for in vitro fertilization. J In Vitro Fert Embryo. 1990; 146: Segal S, Glatstein I, McShane P, Hotamisligil S, Ezcurra D, Carson R. Premature luteinization and in vitro fertilization outcome in gonadotrophin/gonadotrophin-releasing hormone antagonist cycles in women with polycystic ovary syndrome. Fertil Steril. 2008; Article in press. 18. C B, E L, A L, M V, AR G. Doppler ultrasound studies of the uterine arteries in spontaneous and IVF atimulated cycles. Gynecol Endocrinol. 1990; 4: Lindhard A, Ravn V, Ley UB, Horn T, Bangsboell S, Rex S. Ultrasound characteristics and histological dating of the endometrium in a natural cycle in infertilie women compared with fertile controls. Fertil Steril. 2006; 86: Kolibianakis E, Bourgain C, Albano C, Osmanagaoglu K, Smitz J, Steirteghem AV. Effect of ovarian stimulation with recombinant follicle-stimulating hormone, gonadotrophin releasing hormone antagonists, and human chorionic gonadotropin on endometrial maturation on the day of oocyte pick-up. Fertil Steril. 2002; 78: Fanchin R, Righini C, Ayoubi J-M, Olivennes F, Ziegler Dd, Frydman R. New look at endometrial echogenicity: objective computer-assissted measurements predict endometrial receptivity in in vitro fertilization-embryo transfer. Fertil Steril. 2000; 74:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas secara umum didefinisikan sebagai hubungan seksual tanpa proteksi selama 1 tahun yang tidak menghasilkan konsepsi. Dalam satu tahun, konsepsi terjadi pada

Lebih terperinci

Hubungan Jumlah Folikel Antral dengan Respons Ovarium terhadap Stimulasi Ovulasi

Hubungan Jumlah Folikel Antral dengan Respons Ovarium terhadap Stimulasi Ovulasi Vol 32, No 1 Januari 2008 dan respons stimulasi ovulasi 33 Hubungan Jumlah Folikel Antral dengan Respons Ovarium terhadap Stimulasi Ovulasi I.B.P. ADNYANA Divisi FER Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Embrio dengan Keberhasilan In Vitro Fertilzation-Embryo Transfer pada Pasangan Infertilitas Ghaida Nurshafa Ruhyani

Lebih terperinci

Maj Obstet 228 Maryati dkk Ginekol Indones

Maj Obstet 228 Maryati dkk Ginekol Indones Maj Obstet 228 Maryati dkk Ginekol Indones Laporan Penelitian Perbandingan pengaruh letrozol dan klomifen sitrat terhadap jumlah folikel matang, terjadinya ovulasi dan ketebalan endometrium pada perempuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ENDOMETRIOSIS FERTILITY INDEX (EFI) DAN KEBERHASILAN FERTILISASI IN VITRO (FIV)

HUBUNGAN ANTARA ENDOMETRIOSIS FERTILITY INDEX (EFI) DAN KEBERHASILAN FERTILISASI IN VITRO (FIV) HUBUNGAN ANTARA ENDOMETRIOSIS FERTILITY INDEX (EFI) DAN KEBERHASILAN FERTILISASI IN VITRO (FIV) Adelina Amelia 1, Djaswadi Dasuki 2, Heru Pradjatmo 3 ABSTRACT Background: Endometriosis is a gynecological

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fertilisasi in vitro (FIV) merupakan salah satu cara bagi pasangan infertil untuk memperoleh keturunan. Stimulasi ovarium pada program FIV dilakukan untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL DENGAN RESPONS OVARIUM TERHADAP STIMULASI OVULASI. IB Putra Adnyana

HUBUNGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL DENGAN RESPONS OVARIUM TERHADAP STIMULASI OVULASI. IB Putra Adnyana Artikel asli HUBUNGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL DENGAN RESPONS OVARIUM TERHADAP STIMULASI OVULASI Sub Divisi FER Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unud / RS Sanglah Denpasar ABSTRACT CORRELATION OF ANTRAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Infertilitas dalam arti klinis didefinisikan sebagai Ketidakmampuan seseorang atau pasangan untuk menghasilkan konsepsi setelah satu tahun melakukan hubungan seksual

Lebih terperinci

KEHAMILAN NORMAL DENGAN PREEKLAMSI BERAT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH DAN DERAJAT PROTEINURIA

KEHAMILAN NORMAL DENGAN PREEKLAMSI BERAT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH DAN DERAJAT PROTEINURIA PERBANDINGAN KADAR SOLUBLE fms-like TYROSINE KINASE 1 (sflt1) SERUM KEHAMILAN NORMAL DENGAN PREEKLAMSI BERAT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH DAN DERAJAT PROTEINURIA Amillia Siddiq, Johanes C.Mose,

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sekitar 85-90% dari pasangan muda yang sehat akan hamil dalam waktu 1 tahun. Evaluasi dan pengobatan infertilitas telah berubah secara dramatis selama periode waktu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN GAMBARAN FOLIKEL DAN ENDOMETRIUM ANTARA CLOMIPHENE CITRATE DAN LETROZOLE SEBAGAI INDUKSI OVULASI (Penelitian pendahuluan)

PERBANDINGAN GAMBARAN FOLIKEL DAN ENDOMETRIUM ANTARA CLOMIPHENE CITRATE DAN LETROZOLE SEBAGAI INDUKSI OVULASI (Penelitian pendahuluan) Abstrak PERBANDINGAN GAMBARAN FOLIKEL DAN ENDOMETRIUM ANTARA CLOMIPHENE CITRATE DAN LETROZOLE SEBAGAI INDUKSI OVULASI (Penelitian pendahuluan) Julian Dewantiningrum, Syarief Thaufik Hidayat Bagian Obstetri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan infertilitas. Sampel merupakan pasien rawat inap yang telah menjalani perawatan pada Januari 2012-Juli 2013. Data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama dua dasa warsa terakhir, angka keberhasilan teknik reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. Selama dua dasa warsa terakhir, angka keberhasilan teknik reproduksi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama dua dasa warsa terakhir, angka keberhasilan teknik reproduksi berbantu fertilisasi in vitro pada beberapa Pusat Klinik Bayi Tabung di Indonesia dilaporkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita. Reproduksi dimulai dengan perkembangan ovum di dalam ovarium (Guyton dan Hall, 2006). Ovum merupakan oosit

Lebih terperinci

TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU DENGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL PADA FERTILISASI IN VITRO

TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU DENGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL PADA FERTILISASI IN VITRO TESIS TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU DENGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL PADA FERTILISASI IN VITRO FRANSISKUS CHRISTIANTO RAHARJA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS TERDAPAT HUBUNGAN

Lebih terperinci

Korelasi kadar endocrine gland-derived vascular endothelial growth factor serum dengan tebal endometrium pada fertilitasi in vitro

Korelasi kadar endocrine gland-derived vascular endothelial growth factor serum dengan tebal endometrium pada fertilitasi in vitro Karangan Asli Korelasi kadar endocrine gland-derived vascular endothelial growth factor serum TJ Avicenna, Ichwanul Adenin, Binarwan Halim Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2016

PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2016 HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN INJEKSI DEPOT-MEDROXYPROGESTERONE ACETATE (DMPA) DENGAN KADAR ESTRADIOL PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

Efusi Pleura Unilateral pada penderita Sindroma Hiperstimulasi Ovarium dalam Program Fertilisasi Invitro (Laporan Kasus)

Efusi Pleura Unilateral pada penderita Sindroma Hiperstimulasi Ovarium dalam Program Fertilisasi Invitro (Laporan Kasus) Maj Obstet 174 Nataprawira dkk Ginekol Indones Efusi Pleura Unilateral pada penderita Sindroma Hiperstimulasi Ovarium dalam Program Fertilisasi Invitro (Laporan Kasus) D.S. NATAPRAWIRA W. PERMADI T. DJUWANTONO

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL STIMULASI OVARIUM DENGAN KOMBINASI KLOMIFEN SITRAT GONADOTROPIN DAN KLOMIFEN SITRAT PADA INSEMINASI INTRA UTERI

PERBANDINGAN HASIL STIMULASI OVARIUM DENGAN KOMBINASI KLOMIFEN SITRAT GONADOTROPIN DAN KLOMIFEN SITRAT PADA INSEMINASI INTRA UTERI Vol. 3 No. 2 Agustus 2016 Jurnal Kesehatan Reproduksi: 90-97 PERBANDINGAN HASIL STIMULASI OVARIUM DENGAN KOMBINASI KLOMIFEN SITRAT GONADOTROPIN DAN KLOMIFEN SITRAT PADA INSEMINASI INTRA UTERI Farida Indriani

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Menarche a. Pengertian menarche Menarche adalah pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebabkan oleh pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

Vol 33, No 3 Juli 2009 Pengaruh letrozole terhadap folikel dan endometrium 195 J. DEWANTININGRUM N. PRAMONO H. TJAHJANTO

Vol 33, No 3 Juli 2009 Pengaruh letrozole terhadap folikel dan endometrium 195 J. DEWANTININGRUM N. PRAMONO H. TJAHJANTO Vol 33, No 3 Juli 2009 Pengaruh letrozole terhadap folikel dan endometrium 195 Pengaruh pemberian clomiphene citrate atau letrozole terhadap folikel, endometrium dan lendir serviks (uji klinik pada perempuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kontrasepsi Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan untuk pengaturan kehamilan dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk seksual, serta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

ABSTRAK Pengaruh Obesitas Terhadap Siklus Menstruasi pada Wanita Usia Dewasa Muda

ABSTRAK Pengaruh Obesitas Terhadap Siklus Menstruasi pada Wanita Usia Dewasa Muda ABSTRAK Pengaruh Obesitas Terhadap Siklus Menstruasi pada Wanita Usia Dewasa Muda Ellen Pingkan Widiasmoko, 1110069. Pembimbing : Ellya R. Delima, dr., MKes Obesitas adalah penyakit kronis yang kompleks

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN RERATA ASUPAN KALSIUM PER HARI DENGAN KADAR KALSIUM DARAH PADA PEREMPUAN DENGAN SINDROMA PREMENSTRUASI

ABSTRAK HUBUNGAN RERATA ASUPAN KALSIUM PER HARI DENGAN KADAR KALSIUM DARAH PADA PEREMPUAN DENGAN SINDROMA PREMENSTRUASI ABSTRAK HUBUNGAN RERATA ASUPAN KALSIUM PER HARI DENGAN KADAR KALSIUM DARAH PADA PEREMPUAN DENGAN SINDROMA PREMENSTRUASI Bertha Melisa Purba, 2011 Pembimbing : I. Winsa Husin, dr., M.Sc., M.Kes., PA(K)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

The Spotting Risk in Using Depo Medroxy Progesterone Acetat (DMPA) Injection and Implan Contraception at Leyangan, Ungaran Timur, Semarang Regency

The Spotting Risk in Using Depo Medroxy Progesterone Acetat (DMPA) Injection and Implan Contraception at Leyangan, Ungaran Timur, Semarang Regency The Spotting Risk in Using Depo Medroxy Progesterone Acetat (DMPA) Injection and Implan Contraception at Leyangan, Ungaran Timur, Semarang Regency Jatmiko Susilo, Suci Irina ABSTRACT Depo Medroxy Progesterone

Lebih terperinci

Hubungan antara Angka Ketahanan Hidup Sperma dan Morfologi Sperma Terhadap Angka Fertilisasi pada Pasien Program Bayi Tabung

Hubungan antara Angka Ketahanan Hidup Sperma dan Morfologi Sperma Terhadap Angka Fertilisasi pada Pasien Program Bayi Tabung Hubungan antara Angka Ketahanan Hidup Sperma dan Morfologi Sperma Terhadap Angka Fertilisasi pada Pasien Program Bayi Tabung The Correlation Between Sperm Survival Test (SPERST) and Sperm Morphology With

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2011 ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2007-31 DESEMBER 2011 Baginda, 2012; Pembimbing I : dr. Aloysius Suryawan, Sp.OG-KFM

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI, STRESS, OLAHRAGA TERATUR DENGAN KETERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA SISWI SMA ST. THOMAS 2 MEDAN TAHUN 2014

HUBUNGAN STATUS GIZI, STRESS, OLAHRAGA TERATUR DENGAN KETERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA SISWI SMA ST. THOMAS 2 MEDAN TAHUN 2014 i HUBUNGAN STATUS GIZI, STRESS, OLAHRAGA TERATUR DENGAN KETERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA SISWI SMA ST. THOMAS 2 MEDAN TAHUN 2014 OLEH: RANI LESTARI B. 110100128 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Standardisasi Kurikulum PERFITRI. Training and Education

Standardisasi Kurikulum PERFITRI. Training and Education Standardisasi Kurikulum PERFITRI Training and Education Kurikulum Dokter TRB Basic 2 minggu pelatihan Intermediate 3 bulan pelatihan Advance 6 bulan pelatihan 20 pasien 30 pasien 50 pasien PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PERBEDAAN JUMLAH HITUNG FOLIKEL ANTRAL PADA PENGGUNA KONTRASEPSI HORMONAL DAN NON HORMONAL DI RUMAH SAKIT Dr. M DJAMIL PADANG

PERBEDAAN JUMLAH HITUNG FOLIKEL ANTRAL PADA PENGGUNA KONTRASEPSI HORMONAL DAN NON HORMONAL DI RUMAH SAKIT Dr. M DJAMIL PADANG Laporan Penelitian PERBEDAAN JUMLAH HITUNG FOLIKEL ANTRAL PADA PENGGUNA KONTRASEPSI HORMONAL DAN NON HORMONAL DI RUMAH SAKIT Dr. M DJAMIL PADANG Difference of Antral Follicle Count Between Users and Non-Users

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. INFERTILITAS Sebelum pemeriksaan apapun dimulai, penyebab utama ketidaksuburan dan komponen dasar evaluasi infertilitas yang dirancang untuk mengidentifikasi penyebab tersebut

Lebih terperinci

Stres Infertilitas Menghambat Maturasi Oosit dan Hasil Fertilisasi In Vitro

Stres Infertilitas Menghambat Maturasi Oosit dan Hasil Fertilisasi In Vitro Stres Infertilitas Menghambat Maturasi Oosit dan Hasil Fertilisasi In Vitro Hendy Hendarto Departemen Obstetri Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr Soetomo Surabaya ABSTRAK Tujuan:

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara KORELASI ANTARA ALIRAN DARAH CORPUS LUTEUM DENGAN KONSENTRASI SERUM PROGESTERON PADA WANITA INFERTIL Siregar B R P, Halim B, Rusda M Departemen / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran / RSUP

Lebih terperinci

Profil Resistensi Insulin pada Pasien Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Profil Resistensi Insulin pada Pasien Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Vol 32, No 2 April 2008 Resistensi insulin pada pasien SOPK 93 Profil Resistensi Insulin pada Pasien Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta B. WIWEKO R. MULYA Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB) 2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana Berdasarkan UU no 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN KTI HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN GRADE HISTOLOGI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

HALAMAN PENGESAHAN KTI HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN GRADE HISTOLOGI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA HALAMAN PENGESAHAN KTI HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN GRADE HISTOLOGI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA Disusun Oleh: AFIF ARIYANWAR 20130310063 Telah disetujui

Lebih terperinci

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh kelenjar endokrin dan disekresikan ke dalam aliran darah

Lebih terperinci

Oleh: Esti Widiasari S

Oleh: Esti Widiasari S HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN INJEKSI DEPOT-MEDROXYPROGESTERONE ACETATE (DMPA) DENGAN KADAR ESTRADIOL PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016

ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016 ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016 Hanifan Nugraha, 2016 ; Pembimbing I Pembimbing II : Wenny

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 8 No. 1, Maret 2014 ISSN : 1978-225X PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI The Effect of Pituitary

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

ABSTRAK LEVONORGESTREL RELEASING IUD SEBAGAI ALAT KONTRASEPSI (STUDI PUSTAKA) Pembimbing I : Freddy Tumewu Andries, dr. M. S

ABSTRAK LEVONORGESTREL RELEASING IUD SEBAGAI ALAT KONTRASEPSI (STUDI PUSTAKA) Pembimbing I : Freddy Tumewu Andries, dr. M. S ABSTRAK LEVONORGESTREL RELEASING IUD SEBAGAI ALAT KONTRASEPSI (STUDI PUSTAKA) Bianca Tomasoa, 2006 Pembimbing I : Freddy Tumewu Andries, dr. M. S Intra Uterine Device (IUD)/ AKDR atau lebih dikenal di

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERUBAHAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA FASE PASCA OVULATORI DAN FASE MENSTRUAL PADA USIA MUDA

HUBUNGAN PERUBAHAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA FASE PASCA OVULATORI DAN FASE MENSTRUAL PADA USIA MUDA HUBUNGAN PERUBAHAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA FASE PASCA OVULATORI DAN FASE MENSTRUAL PADA USIA MUDA Oleh: LINA MUMTAZAH BINTI MAKMOR 070100425 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 HUBUNGAN

Lebih terperinci

PENGARUH OLAHRAGA TERHADAP KETERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA MAHASISWI FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2016

PENGARUH OLAHRAGA TERHADAP KETERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA MAHASISWI FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2016 PENGARUH OLAHRAGA TERHADAP KETERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA MAHASISWI FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2016 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa terdiri atas jiwa

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa terdiri atas jiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia dengan laju pertumbuhan penduduk pertahun sebesar 1,38%. Berdasarkan hasil perhitungan pusat data

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya menjadikan subsektor peternakan sebagai pendorong kemandirian pertanian Nasional, dibutuhkan terobosan pengembangan sistem peternakan. Dalam percepatan penciptaan

Lebih terperinci

KORELASI KADAR HEMOGLOBIN BEBAS DAN F 2α -ISOPROSTAN PLASMA PACKED RED CELL SELAMA PENYIMPANAN DI BANK DARAH

KORELASI KADAR HEMOGLOBIN BEBAS DAN F 2α -ISOPROSTAN PLASMA PACKED RED CELL SELAMA PENYIMPANAN DI BANK DARAH Tesis KORELASI KADAR HEMOGLOBIN BEBAS DAN Oleh WINDA KOMALA BP. 1150307207 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1 PATOLOGI KLINIK FK UNAND/RSUP Dr. M DJAMIL PADANG 2017 ii KORELASI KADAR HEMOGLOBIN BEBAS

Lebih terperinci

JANGKA REPRODUKSI WANITA DI KABUPATEN BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT SEKARWATI SUKMANINGRASA

JANGKA REPRODUKSI WANITA DI KABUPATEN BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT SEKARWATI SUKMANINGRASA JANGKA REPRODUKSI WANITA DI KABUPATEN BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT SEKARWATI SUKMANINGRASA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PROPORSI ABNORMALITAS KADAR LUTEINIZING HORMONE

PERBANDINGAN PROPORSI ABNORMALITAS KADAR LUTEINIZING HORMONE PERBANDINGAN PROPORSI ABNORMALITAS KADAR LUTEINIZING HORMONE BERDASARKAN GEJALA GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL DAN SOSIODEMOGRAFI PADA PEREMPUAN DENGAN GANGGUAN MENSTRUASI Dheeva N.M. 1*, Muchtaruddin Mansyur

Lebih terperinci

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI GANGGUAN MENSTRUASI PADA SISWI KELAS 2 SMA X KOTA BANDUNG TAHUN 2015

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI GANGGUAN MENSTRUASI PADA SISWI KELAS 2 SMA X KOTA BANDUNG TAHUN 2015 ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI GANGGUAN MENSTRUASI PADA SISWI KELAS 2 SMA X KOTA BANDUNG TAHUN 2015 Firina Adelya Sinaga, 2015. Pembimbing I : July Ivone, dr.,mkk.,mpd.ked Pembimbing II : Cherry

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA PEGAWAI BANK XXX DI MEDAN DAN DOSEN DEPARTEMEN PRE-KLINIS FK USU

SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA PEGAWAI BANK XXX DI MEDAN DAN DOSEN DEPARTEMEN PRE-KLINIS FK USU SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA PEGAWAI BANK XXX DI MEDAN DAN DOSEN DEPARTEMEN PRE-KLINIS FK USU Oleh : IRFAN JULIO NASUTION 130100302 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas dan kelebihan berat badan bukan hanya menjadi masalah di negara maju tetapi juga merupakan masalah yang semakin meningkat di negara-negara berkembang. Obesitas

Lebih terperinci

Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari

Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari 2nd Meet The Expert Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari Editor Wiryawan Permadi Hartanto Bayuaji Hanom Husni Syam Dian Tjahyadi Edwin Kurniawan Cover dan layout Edwin Kurniawan ii Diterbitkan oleh Departemen/SMF

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.868, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Reproduksi. Bantuan. Kehamilan Di Luar. Alamiah. Pelayanan. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Intensive Cardiovascular Care Unit dan bangsal perawatan departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUD Dr. Moewardi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN REPRODUKSI DENGAN BANTUAN ATAU KEHAMILAN DI LUAR CARA ALAMIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data pasien

Lebih terperinci

KAJIAN RESIKO PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DAN PIL TERHADAP TEKANAN DARAH WANITA DI PUSKESMAS KABUPATEN NGAWI NASKAH PUBLIKASI

KAJIAN RESIKO PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DAN PIL TERHADAP TEKANAN DARAH WANITA DI PUSKESMAS KABUPATEN NGAWI NASKAH PUBLIKASI KAJIAN RESIKO PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DAN PIL TERHADAP TEKANAN DARAH WANITA DI PUSKESMAS KABUPATEN NGAWI NASKAH PUBLIKASI Oleh: ALIN YAMA PUSPITA K100100081 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Stimulasi ovarium dan hubungannya dengan usia terjadinya menopause

Stimulasi ovarium dan hubungannya dengan usia terjadinya menopause Maj Obstet 242 Ningsih dan Affandi Ginekol Indones Stimulasi ovarium dan hubungannya dengan usia terjadinya menopause E. NINGSIH B. AFFANDI Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.

Lebih terperinci

Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K)

Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) PERBANDINGAN PEMAKAIAN SIKLOPROVERA DAN HRP 102 SEBAGAI KONTRASEPSI SUNTIKAN BULANAN DENGAN DMPA, SEBUAH KONTRASEPSI SUNTIKAN TIGA BULANAN (SEBUAH STUDI PENDAHULUAN) Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi

Lebih terperinci

PREVALENSI ABORTUS DI RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN Oleh : WONG SAI HO

PREVALENSI ABORTUS DI RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN Oleh : WONG SAI HO PREVALENSI ABORTUS DI RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2010 Oleh : WONG SAI HO 080100272 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 PREVALENSI ABORTUS DI RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke didefinisikan sebagai defisit neurologis yang terjadi tiba-tiba

BAB I PENDAHULUAN. Stroke didefinisikan sebagai defisit neurologis yang terjadi tiba-tiba BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Stroke didefinisikan sebagai defisit neurologis yang terjadi tiba-tiba disebabkan oleh adanya gangguan perfusi ke otak. Manifestasi klinis dari stroke merupakan konsekuensi

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

Pengaruh Tingkat Stres dan Kadar Kortisol dengan Jumlah Folikel Dominan pada Penderita Infertilitas yang Menjalani Fertilisasi Invitro

Pengaruh Tingkat Stres dan Kadar Kortisol dengan Jumlah Folikel Dominan pada Penderita Infertilitas yang Menjalani Fertilisasi Invitro Pengaruh Tingkat Stres dan Kadar Kortisol dengan Jumlah Folikel Dominan pada Penderita Infertilitas yang Menjalani Fertilisasi Invitro Awik Setiyono 1, Hendy Hendarto 1, Budi Prasetyo 1, Margarita M. Maramis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (potong lintang) untuk

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (potong lintang) untuk 3127 III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (potong lintang) untuk membandingkan pemeriksaan mikroskopis dengan metode direct slide dan metode

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS Albert Yap, 2013, Pembimbing I: Christine Sugiarto, dr., Sp.PK Pembimbing

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1

Lebih terperinci

Maj Obstet 238 Nataprawira dkk. Ginekol Indones

Maj Obstet 238 Nataprawira dkk. Ginekol Indones Maj Obstet 8 Nataprawira dkk. Ginekol Indones Hubungan antara Derajat Perdarahan dan Ketebalan Endometrium dengan Kerapatan Reseptor Estrogen dan Progesteron pada Wanita Perimenopause dengan Perdarahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pubertas 2.1.1. Definisi Pubertas Pubertas adalah masa dimana ciri-ciri seks sekunder mulai berkembang dan tercapainya kemampuan untuk bereproduksi. Antara usia 10 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita mengalami menstruasi selama masa subur. Menstruasi adalah proses fisiologis yang dialami wanita produktif setiap bulan, periode pengeluaran cairan darah dari uterus

Lebih terperinci

Meet The Expert Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari

Meet The Expert Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari i KONTRIBUTOR Dr. Nanang W. Astarto, dr., Sp.OG(K), MARS Dr. Wiryawan Permadi, dr., Sp.OG(K) Dr. Tita Husnitawati Madjid, dr., Sp.OG(K) Dr. Tono Djuwantono, dr., Sp.OG(K), M.Kes Dr. Ruswana Anwar, dr.,

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 34 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah kohort prospektif. 4.2 Waktu dan tempat penelitian Penelitian dimulai pada bulan Oktober 2005 sampai Mei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan,

Lebih terperinci

TERDAPAT KORELASI ANTARA DIAMETER FOLIKEL DENGAN POLAR BODY PRIMER

TERDAPAT KORELASI ANTARA DIAMETER FOLIKEL DENGAN POLAR BODY PRIMER TESIS TERDAPAT KORELASI ANTARA DIAMETER FOLIKEL DENGAN POLAR BODY PRIMER DAN INKLUSI SITOPLASMA OOSIT PADA PROGRAM TEKNIK REPRODUKSI BERBANTU FERTILISASI IN VITRO MADE ANGGA DININGRAT NIM : 1114038111

Lebih terperinci

Hubungan Kerapatan Reseptor Hormon Estrogen pada Wanita Perimenopause terhadap Kejadian Tipe Hiperplasia Endometrium

Hubungan Kerapatan Reseptor Hormon Estrogen pada Wanita Perimenopause terhadap Kejadian Tipe Hiperplasia Endometrium ARTIKEL PEELITIA Hubungan Kerapatan Reseptor Hormon Estrogen pada Wanita Perimenopause terhadap Kejadian Tipe Hiperplasia Endometrium Indahwati D., Aloysius Suryawan, Ucke Sastrawinata Bagian / KSM Obstetri

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN... SURAT PERNYATAAN... ABSTRAK... ABSTRACT... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN... SURAT PERNYATAAN... ABSTRAK... ABSTRACT... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... ABSTRACT Hormonal imbalance can cause changes in oral mucosa. The changes in hormone levels and a decrease in the immune system during the menstrual cycle cause oral mucosa to become sensitive. The changes

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR PROGESTERON DAN β-hcg DENGAN ABORTUS PADA KEHAMILAN 12 MINGGU DI KLINIK RASI BANDA ACEH

HUBUNGAN KADAR PROGESTERON DAN β-hcg DENGAN ABORTUS PADA KEHAMILAN 12 MINGGU DI KLINIK RASI BANDA ACEH HUBUNGAN KADAR PROGESTERON DAN β-hcg DENGAN ABORTUS PADA KEHAMILAN 12 MINGGU DI KLINIK RASI BANDA ACEH Rajuddin 1, Riska Firda Rini 2, Nurjannah 3 1 Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran,

Lebih terperinci

HUBUNGAN RASIO PROTEIN KREATININ URIN SEWAKTU DENGAN PROGhIOSIS KE3ERHASILAN TERAPI HIPERTENSI PADA PREEKLAMPSIA

HUBUNGAN RASIO PROTEIN KREATININ URIN SEWAKTU DENGAN PROGhIOSIS KE3ERHASILAN TERAPI HIPERTENSI PADA PREEKLAMPSIA HUBUNGAN RASIO PROTEIN KREATININ URIN SEWAKTU DENGAN PROGhIOSIS KE3ERHASILAN Tesis Universitas Andalas *1 'Oleh ANDRI SYAHRIL ABIDIN -----...-.- No. CHS 16680 Pembimbing Dr, H. Pelsi Sulaini, SpOG (K)

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN IMPLAN SATU BATANG (ETONOGESTREL 68MG) TERHADAP GANGGUAN MENSTRUASI PADA PESERTA METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI SEMARANG

PENGARUH PENGGUNAAN IMPLAN SATU BATANG (ETONOGESTREL 68MG) TERHADAP GANGGUAN MENSTRUASI PADA PESERTA METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI SEMARANG PENGARUH PENGGUNAAN IMPLAN SATU BATANG (ETONOGESTREL 68MG) TERHADAP GANGGUAN MENSTRUASI PADA PESERTA METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI SEMARANG LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR RISIKO PERDARAHAN DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2012 SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR RISIKO PERDARAHAN DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2012 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA FAKTOR RISIKO PERDARAHAN DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2012 SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Larissa Amanda

Lebih terperinci

HTA & Infertilitas. Manfaat: Kendali. Technology: Definition. Infertilitas: Definisi (WHO) Sesi Bahasan. Reproduksi Manusia: Ineffisien

HTA & Infertilitas. Manfaat: Kendali. Technology: Definition. Infertilitas: Definisi (WHO) Sesi Bahasan. Reproduksi Manusia: Ineffisien HTA & Infertilitas Sesi Bahasan 1. Pengertian Infertilitas & HTA 2. Fisiologis: Siklus pertumbuhan folikel & Ovulasi 3. Perkembangan Teknologi: ART 4. Tren ART mendatang Manfaat: Kendali Efektivitas klinis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindroma Ovarium Polikistik Sejak 1990 National Institutes of Health mensponsori konferensi Polikistik Ovarium Sindrom (PCOS), telah dipahami bahwa sindrom meliputi suatu spektrum

Lebih terperinci