Pengaruh Pemberian Jerami dan Pupuk Kandang terhadap Emisi N 2. O dan Hasil Padi pada Sistem Integrasi Tanaman-Ternak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengaruh Pemberian Jerami dan Pupuk Kandang terhadap Emisi N 2. O dan Hasil Padi pada Sistem Integrasi Tanaman-Ternak"

Transkripsi

1 ARIANI DAN SETYANT: EMISI 0 DARI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK Pengaruh Pemberian Jerami dan Pupuk Kandang terhadap Emisi dan Hasil Padi pada Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Miranti Ariani 1 dan Prihasto Setyanto 2 1 Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Jl. Jakenan-Jaken km 5 Pati, Jawa Tengah 2 Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian Jl. Juanda 98 Bogor, Jawa Barat ABSTRACT. Effects Rice Straw and Farm Yard Manures on Emissions and Rice Yields in the Integrated Crop- Livestock System. Nitrous oxide ( ) is one among the greenhouse gases that contribute to global warming. A field trial on emissions and rice yields in an Integrated Crop-Livestock Systems (ICLS) was carried out at Research Station of the Indonesian Agricultural Environment Research Institute, Jakenan. The trial consisted of five treatments of organic fertilizer, namely (1) Rice straw given directly into the soil as fertilizer (JL); (2) Rice straw used as feed, and the cattle dung was used as manure (JPK); (3) Fermented rice straw by Probion used as feed, and the cattle dung was used as manure (JPrPk); (4) Fermented rice straw by Starbio used as feed, and the cattle dung was used as manure (JStPk), and (5) Waste of straw feed and livestock manure processed using the Biodigester, and then the waste was used as manure (JBioPk). Results of the trial showed that the volume of total emission from rice plants treated with JL, JPK, JPrPk, JStPk, and JbioPk were 6.72 kg, 4.98 kg, 5.23 kg, 9.18 kg, and 5.41 kg/ha/season, respectively. The highest amount of emissions and significantly different from other treatments was produced by plants treated with JStPk. In the plant treated with JL, JPk, and JPrPk, 50% of the total emissions were not reached until the plant age 92 days after planting (DAP), whereas in plant treated with JbioPk and JStPk, this was reached earlier, at 60 DAP. The five organic fertilizer treatments gave no significant effect on rice yields and on emissions. The rice grain yields ranged from 4.65 t/ha (JPK) and 5.17 t/ha (JBioPk), while the /rice grain yield ratio ranged from 1.0 to 1.9 kg /t rice grain. Keywords: Crop-livestock integration system, emission, rice straw, organic fertilizers ABSTRAK. Gas merupakan salah satu gas rumah kaca yang berperan dalam pemanasan bumi. Penelitian emisi gas dan hasil padi pada Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (SITT) dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan. Penelitian dilakukan dengan lima perlakuan pupuk organik, yaitu: (1) Jerami langsung diberikan ke dalam tanah sebagai pupuk (JL); (2) Jerami digunakan sebagai pakan, kemudian kotoran ternak dimanfaatkan sebagai pupuk kandang (JPk); (3) Jerami difermentasi dengan Probion untuk dijadikan pakan, kemudian kotoran ternak dimanfaatkan sebagai pupuk kandang (JPrPk); (4) Jerami difermentasi dengan Starbio untuk dijadikan pakan, kemudian kotoran ternak dimanfaatkan sebagai pupuk kandang (JStPk), dan (5) Sisasisa jerami (pakan) dan kotoran ternak diproses melalui Biodigester, kemudian hasil Biogas dimanfaatkan sebagai pupuk kandang (JBioPk). Hasil penelitian menunjukkan bahwa emisi gas total dari tanaman padi pada perlakuan JL, JPk, JPrPk, JStPk dan JbioPk berturut-turut 6,72 kg; 4,98 kg; 5,23 kg; 9,18 kg, dan 5,41 kg/ha/ musim. Emisi tertinggi dan berbeda nyata dengan emisi dari perlakuan lainnya adalah yang dihasilkan pada perlakuan JStPk. Pada perlakuan JL, JPk dan JPrPk, 50% dari total emisi baru dicapai setelah tanaman berumur 92 hari setelah tanam, sedangkan pada perlakuan JStPk dan JbioPk dicapai pada waktu yang lebih awal (60 HST). Pengaruh kelima jenis pupuk organik yang digunakan tidak nyata baik terhadap hasil padi maupun emisi gas. Hasil gabah berkisar antara 4,65 t/ha (JPk) dan 5,17 t/ha (JBioPk), sedangkan nisbah emisi gas /hasil gabah berkisar antara 1,0-1,9 kg /t GKG. Kata kunci: Sistem integrasi tanaman-ternak, jerami padi, pupuk organik, emisi Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (SITT) telah menjadi bagian dari budaya bertani di Indonesia. Sistem ini mampu memanfaatkan sumber daya lokal, yaitu limbah tanaman dan limbah ternak, secara efisien. Ciri utama SITT adalah adanya keterkaitan yang saling memenuhi kebutuhan antara tanaman dan ternak. Misalnya, limbah tanaman (jerami) digunakan sebagai pakan ternak, sedangkan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman (Fagi et al. 2004). leh karena itu, program pengkajian SITT diinisiasi bersamaan dengan program pengkajian Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah. PTT menganjurkan pemberian bahan organik sebagai salah satu komponen teknologi utama. Bahan organik dapat berupa sisa-sisa tanaman seperti jerami padi atau pupuk kandang. Pupuk kandang yang dihasilkan petani umumnya memiliki nisbah C/N tinggi. Pemberian pupuk kandang pada tanah dengan nisbah C/N tinggi memberikan emisi yang tinggi pada lahan kering dan emisi CH 4 yang tinggi pula pada lahan basah. Pemberian bahan organik seperti jerami dan pupuk kandang selain dapat memperbaiki struktur tanah juga berdampak negatif dengan terjadinya emisi gas rumah kaca (Setyanto et al. 1999). Lebih lanjut menurut Setyanto et al. (1999), emisi dan CH 4 akibat pemberian jerami ke tanah sawah lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian pupuk kandang. Dengan demikian, penggunaan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk tanaman pangan (padi sawah) akan mengurangi emisi gas rumah kaca, dibandingkan dengan pemberian jerami langsung ke tanah. Jerami dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak 36

2 PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VL. 29 N dengan atau tanpa proses fermentasi. Besarnya kontribusi komponen teknologi SITT, seperti pakan ternak dan pupuk kandang yang dihasilkan, terhadap volume emisi gas dan hasil padi belum banyak diketahui. Volume emisi gas-gas rumah kaca, terutama C 2, CH 4 dan yang dilepaskan dari suatu sistem usahatani merupakan indikator kebersihan lingkungan dari sistem tersebut. Gas meski konsentrasinya relatif kecil di banding C 2 maupun CH 4, menurut Cicerone (1989), mempunyai waktu tinggal di atmosfer yang lama, mencapai 150 tahun dan lebih stabil serta potensi pemanasan rumah kaca 300 kali lebih besar dibandingkan dengan C 2. Gas merupakan senyawa alami dan keberadaannya di atmosfer mempunyai dua peranan, yaitu (1) sebagai gas rumah kaca, dan (2) penipisan lapisan ozon stratosfer. Gas mampu menyerap radiasi gelombang panjang infra merah di atmosfer. Sumber antropogenik paling besar berasal dari tanah pertanian, kontribusinya dalam meningkatkan efek rumah kaca + 70% (Yan 2000) dan lebih dari 80% emisi dari lahan sawah melalui tanaman padi. Gas-gas nitrogen khususnya dan N diproduksi dalam tanah melalui proses biotik dan abiotik, yang reaksinya dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik, suplai nitrat, ketersediaan air, aerasi, ph dan suhu tanah (Granli and Bockman 1994). Variasi spasial dan temporal emisi sangat besar, karena faktor yang mempengaruhi produksi dalam proses mikrobiologi juga sangat bervariasi. Emisi dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu: (1) lingkungan (iklim, kandungan C organik, tekstur tanah, drainase dan ph tanah), (2) pengelolaan lahan (aplikasi pemupukan N dan jenis tanaman), dan (3) faktor yang berhubungan dengan pengukuran emisi (lamanya waktu pengambilan sampel dan frekuensinya) (Bauwman et al. 2002). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian jerami dan pupuk kandang dalam bentuk segar maupun terproses pada lahan sawah, sebagai hasil samping dari SITT terhadap volume emisi gas yang dihasilkan dan terhadap hasil tanaman padi. BAHAN DAN METDE Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan pada MK SITT yang diteliti terdiri dari tujuh ekor sapi jantan muda dan pertanaman padi di sekitarnya. Sapi tersebut diberi pakan yang berbeda-beda selama tiga bulan agar dihasilkan pupuk kandang yang berbeda kualitasnya untuk diuji pengaruhnya terhadap hasil tanaman padi dan volume emisi gas, yaitu: (1) empat ekor sapi diberi pakan jerami kering kemudian kotoran ternaknya dimasukkan ke dalam biodigester dan bahan hasil Biogas dimanfaatkan sebagai pupuk kandang; (2) satu ekor sapi diberi pakan jerami kering yang difermentasi dengan Probion, dan kotoran ternaknya dimanfaatkan sebagai pupuk kandang; (3) satu ekor sapi diberi pakan jerami kering yang difermentasi dengan Starbio, dan kotoran ternaknya dimanfaatkan sebagai pupuk kandang dan (4) satu ekor sapi diberi pakan jerami kering tanpa diberi perlakuan terlebih dahulu kemudian kotorannya digunakan sebagai pupuk kandang. Kotoran dari masing-masing ternak sapi tersebut ditempatkan secara terpisah, dan menjadi bahan untuk perlakuan percobaan dengan simbol masing-masing JBioPk, JPrPk, JStPk, dan JPk. Sebagai perlakuan kontrol, jerami padi diberikan langsung ke tanah (JL). Jerami yang digunakan sebagai perlakuan pada penelitian ini difermentasi dengan bahan fermentasi Probion dan Starbio. Mula-mula jerami ditumpuk setebal 30 cm, ditaburkan urea dan Starbio atau Probion, lalu diperciki air hingga mencapai kadar air 60%. Kemudian mengulangi tahapan tadi, hingga tinggi tumpukan jerami minimal 1 m. Untuk memproses 1 ton jerami kering, diperlukan Starbio sebanyak 6 kg dan urea 6 kg atau Probion 2,5 kg dan urea 2,5 kg. Proses fermentasi membutuhkan waktu sekitar 21 hari. Jerami yang telah difermentasi segera dikeringkan sebagai stok pakan atau dapat langsung diberikan ke ternak. Probiotik Starbio mengandung mikroba proteolitik, selulolitik, lignolitik, lipolitik, aminolitik, dan penambat nitrogen nonsimbiotik. Jerami yang difermentasi dengan Probion memiliki warna kecoklat-coklatan dengan tekstur yang lebih lunak. Komposisi nutrisi jerami padi, jerami yang difermentasi, dan pakan tambahan berbeda, terutama kandungan protein kasar berturut turut 5,4%; 6,8%, dan 12,8%, lemak kasar 0,9%, 0,7%, dan 5,9%; dan kadar abu 21,5%, 24,7%, dan 8.2% (Mahendri dan Haryanto 2006). Penelitian Lapang Penelitian lapang dilakukan pada petak berukuran 4 m x 5 m, disusun mengikuti rancangan acak kelompok (RAK) dengan lima perlakuan dan tiga ulangan. Padi varietas Ciherang ditanam dengan jarak 20 cm x 20 cm. Pupuk organik dari masing-masing perlakuan disebar dengan takaran 5 t/ha. Pupuk anorganik urea, SP36 dan KCl diberikan dengan takaran masing-masing 250 kg, 100 kg, dan 100 kg/ha. SP36 dan KCl diberikan sebagai pupuk dasar, sedangkan urea diberikan tiga kali, yaitu sebagai pupuk dasar, pada fase anakan maksimal dan fase primordia, masing-masing 1/3 bagian. 37

3 ARIANI DAN SETYANT: EMISI 0 DARI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK Parameter yang Diamati dan Metode Analisis Data Data yang dikumpulkan meliputi emisi gas, ph tanah, dan hasil panen. Pengukuran ph tanah dilakukan setiap minggu, bersamaan dengan pengambilan sampel gas. Pengambilan contoh gas mengikuti Setyanto et al. (1999), gas diambil seminggu sekali pada pagi hari mulai pukul pagi. Keluaran contoh gas ditampung dalam sungkup yang terbuat dari fleksiglas ukuran 40 cm x 20 cm x 20 cm. Contoh gas diambil dengan jarum suntik dengan interval 5, 10, 15, dan 20 menit, kemudian dianalisis dengan GC Shimadzu 14A menggunakan detektor ECD (Electron Capture Detector). Selanjutnya emisi gas dihitung rumus Khalil et al. (1991), dc Vch mw 273,2 E = x x x i dt Ach mv (273,2+T) E : Emisi gas (mg/m 2 /hari) dc/dt : Perbedaan konsentrasi per waktu (ppb/ menit) Vch : Volume boks (m 3 ) Ach : Luas boks (m 2 ) mw : Berat molekul (g) mv : Volume molekul (22,41 l) T : Temperatur rata-rata selama pengambilan sampel ( o C) Data emisi dianalisis dengan metode ANVA (Analysis of Variance). Perbedaan dari masing-masing nilai tengah ditentukan dengan menggunakan uji Duncan pada P <0,05. Fluks gas (mg/m 2 /hari) Umur tanaman (HST) Jl JPk JPrPk JStPk JBioPk Gambar 1. Fluks pada lima perlakuan pupuk kandang. KP Balingtan, Jakenan, Jawa Tengah, MK HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Fluks dan Emisi kumulatif Pola fluks pada penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Fluks harian gas selama pertumbuhan tanaman padi berfluktuasi cukup besar, berkisar antara 0,3-60,3 mg /m 2 /hari. Namun fluktuasi yang besar tersebut terjadi pada dua periode, yaitu pada saat tanaman berumur kurang dari 23 HST (fase anakan aktif) dan setelah tanaman berumur 71 HST (Fase pembungaan). Pada saat tanaman berumur HST, emisi relatif rendah dan stabil, yaitu < 10,0 mg /m 2 /hari, di mana pengaruh perlakuan tidak nyata. Pada fase awal pertumbuhan tanaman, pupuk organik yang diberikan ke tanah mulai mengalami proses perombakan dalam jumlah besar, sehingga terdapat perbedaan fluks antara dua kelompok perlakuan. Perlakuan pemberian jerami langsung (JL) dan jerami tanpa proses (JPk) lebih lambat mengurai dan melepas gas pada saat tanaman berumur 15 HST sehingga fluks lebih rendah (2,6-3,2 mg /m 2 /hari), sedangkan pada perlakuan jerami yang diproses (JPrPk, JStPk dan JBioPk) lebih cepat sehingga fluks lebih tinggi (10,1-22,0 mg /m 2 /hari). Hal ini mengindikasikan adanya peran mikroba pada saat pembuatan pakan ternak terhadap kualitas pupuk kandang yang dihasilkan, namun tidak diteliti. Pupuk kandang yang berasal dari sapi yang diberi pakan jerami fermentasi Starbio (perlakuan JStPk) memiliki fluks yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, terutama pada saat tanaman berumur 15, 23, dan 78 HST. Perlakuan JStPk memberikan emisi tertinggi, berkisar antara 13,8-22,3 mg /m 2 /hari. Pada saat tanaman berumur 104 HST terjadi lonjakan emisi gas yang tajam, dari <10 mg menjadi >30 mg /m 2 / hari. Perlakuan pemberian jerami langsung ke tanah sawah (JL) memberikan fluks gas tertinggi, mencapai 60,3 mg /m 2 /hari, diikuti oleh perlakuan JPk, JPrPk, JStPk, dan JBioPk masing-masing 49,0 mg; 41,7 mg; 38,4 mg; dan 32,8 mg /m 2 /hari. Data ini menunjukkan bahwa pemberian jerami yang tidak difermentasi memiliki fluks yang lebih tinggi di akhir pertumbuhan tanaman padi dibandingkan dengan jerami yang difermentasi, meskipun rata-rata fluks harian tertinggi pada perlakuan JStPk 9,5 mg /m 2 /hari. Pada saat tanaman berumur 104 HST, lahan dalam kondisi kering (aerobik). Hal ini menguntungkan bagi terbentuknya gas melalui proses nitrifikasi, namun kurang menguntungkan bagi pembentukan gas metan oleh bakteri metanogen. Volume emisi gas secara kumulatif selama pertumbuhan tanaman padi disajikan pada Gambar 2. Volume kumulatif emisi pada saat panen untuk 38

4 PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VL. 29 N perlakuan JL, JPk, JPrPk, JStPk, dan JbioPK berturut-turut adalah 6,72 kg; 4,98 kg; 5,23 kg; 9,18 kg; dan 5,41 kg/ha. Emisi gas yang paling tinggi terdapat pada perlakuan JStPk (jerami difermentasi dengan Starbio, kemudian dijadikan pakan, dan kotoran ternak dimanfaatkan sebagai pupuk kandang) sebesar 9,18 kg /ha, sedangkan yang terendah pada perlakuan JPk (jerami dijadikan pakan langsung, dan kotoran ternak dimanfaatkan sebagai pupuk kandang) yaitu 4,98 kg /ha. Perlakuan JStPk sejak tanaman berumur 15 HST sudah mengemisi gas secara kumulatif lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya dan semakin nyata perbedaannya hingga panen. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh mikroba dalam Starbio pada saat fermentasi jerami untuk pakan ternak, sehingga mengubah komposisi bahan organik yang memudahkan lepasnya gas. Menurut Velthof et al. (2003), emisi sangat dipengaruhi oleh macam dan komposisi bahan organik yang diberikan ke tanah. Nutrisi untuk ternak mempengaruhi kotorannya, yang pada akhirnya mempengaruhi volume emisi jika kotoran tersebut diaplikasikan sebagai pupuk. Pada penelitian ini, 50% dari total emisi baru tercapai setelah tanaman berumur 92 HST untuk perlakuan JL, JPk, dan JPrPk, sedangkan untuk perlakuan JStPk dan JbioPk pada umur 60 HST. Hal ini berarti 50% emisi dari lahan sawah dihasilkan hampir di akhir pertumbuhan tanaman padi, yaitu pada saat tanaman sudah mendekati panen dan kondisi lahan sudah tidak lagi tergenang. Pada kondisi demikian gas banyak terbentuk dan terlepas ke udara. Pada fase menjelang panen, penyerapan hara dari tanah terutama N dan K oleh akar tanaman semakin berkurang, sehingga kelebihan hara N dalam tanah, bila masih ada, akan mengalami proses denitrifikasi yang menghasilkan gas. Emisi (kg/ha) JL JPk JPrPk JStPk JBioPk Umur tanaman (HST) Gambar 2. Kumulatif emisi pada lima perlakuan pupuk organik. KP Balingtan Jakenan, Jawa Tengah, MK Pola Perubahan ph Tanah dan Hubungannya dengan Fluks Gas Selama pertumbuhan tanaman padi, ph tanah yang diberi lima perlakuan bahan organik memiliki tren yang hampir sama, yaitu fluktuatif menurun, dengan nilai berkisar antara 5,5-6,5 dari sejak awal tanam hingga tanaman berumur 66 HST (Gambar 3). Setelah itu, ph tanah meningkat tajam yang puncaknya terjadi pada 78 HST (awal pembungaan), lalu menurun hingga <5,5 pada 92 HST dan 104 HST, yaitu pada fase pemasakan gabah. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh ph tanah terhadap volume fluks gas dibuat hubungan sebaran titik seperti disajikan pada Gambar 4. Hubungan antara emisi gas (Y) dan ph tanah (X) bersifat kuadratik, mengikuti persamaan berikut: Y = 6,29 X 2-81,8 X + 270; R = 0,2683* n = 65 Persamaan kuadratik tersebut menunjukkan bahwa pada ph rendah (<5,5), fluks gas tinggi. Fluks gas menjadi sangat rendah pada ph tanah 5,5-6,5, dan pada ph >6,5 fluks cenderung naik kembali. ph tanah Gambar 3. Perubahan ph tanah selama pertumbuhan tanaman padi pada lima perlakuan pupuk organik. KP Balingtan, Jakenan, MK Emisi (ug/m 2 /hari) 7,5 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0 4, Umur tanaman (HST) Jl JPk JPrPk JStPk JBioPk y = 6289X X R 2 = 0,0072 ns, n = ,50 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 Kemasaman tanah Gambar 4. Hubungan antara besarnya (ph) fluks dan ph tanah. KP Balingtan, Jakenan, MK

5 ARIANI DAN SETYANT: EMISI 0 DARI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK Tabel 1. Bobot jerami, hasil gabah, emisi gas dan rasio emisi/hasil gabah untuk tiap perlakuan jerami dan pupuk kandang. KP Jakenan, MK Niasbah emisi / Perlakuan Bobot jerami kering Hasil GKG k.a 14% Emisi hasil padi (t/ha) (t/ha) kg/ha/musim kg /t GKG JL 5,14 + 0,35 a 4,96 + 0,75 A 6,72 + 2,79 a 1,35 JPk 5,07 + 0,39 a 4,65 + 1,03 A 4,98 + 1,24 a 1,07 JPrPk 5,15 + 1,17 a 5,06 + 0,78 A 5,23 + 1,59 a 1,03 JStPk 5,26 + 0,61 a 4,84 + 0,87 A 9,18 + 1,52 a 1,90 JBioPk 5,62 + 0,67 a 5,17 + 0,34 A 5,41 + 2,56 a 1,05 Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT Kemasaman (ph) tanah memegang peranan dalam menentukan aktivitas mikroorganisme tanah dan sistem enzim yang diperlukan dalam reduksi gas. Beberapa penelitian menyatakan bahwa efek ph tanah terhadap emisi sangat kompleks. Menurut Bouwman (1994), proses denitrifikasi umumnya menurun pada ph kurang dari 6,0 dan menjadi tidak terdeteksi pada ph 5. Penelitian ini menunjukkan adanya pengecualian, di mana pada ph rendah fluks tidak selalu rendah, bahkan lebih tinggi dari ph netral (5,5-6,5). Tanah tempat percobaan memiliki ph rendah pada kondisi kering, dan tinggi bila tergenang. Pada saat tanaman berumur HST (fase awal pembungaan), tanah telah lama tergenang, ph tanah mencapai >6,5 (Gambar 3). Pada kondisi tersebut, gas banyak terbentuk yang jumlahnya bergantung pada perlakuan, namun masih terhambat genangan air, sehingga terakumulasi di tanah. Pada saat pengisian gabah, genangan air mulai dikeringkan untuk mempercepat pemasakan gabah, yaitu pada saat tanaman berumur HST. Akibatnya, ph tanah menurun drastis sesuai dengan sifat tanah Jakenan dan gas lepas dalam jumlah yang banyak dengan nilai fluks lebih dari empat kali lipat. Hasil dan Nisbah Emisi /Hasil Hasil gabah, emisi gas, dan nisbah emisi gas / hari gabah untuk tiap perlakuan disajikan pada Tabel 1. Bobot jerami kering tanaman padi antarperlakuan berkisar antara 5,07-5,62 t/ha GKG, namun tidak berbeda nyata (Tabel 1). Hasil gabah berkisar antara 4,65-5,17 t/ ha (JBioPk) dan juga tidak nyata berbeda antarperlakuan. Rendahnya hasil maupun bobot jerami kering kemungkinan disebabkan oleh semua perlakuan menerima bahan organik dalam jumlah besar dan sama banyak (5 t/ha) serta mendapatkan pupuk organik dalam jumlah yang juga sama dan cukup, sehingga pertumbuhan tanaman tidak bervariasi.. Besarnya emisi gas sudah banyak dibahas sebelumnya, dimana perlakuan JStPk mengemisi tertinggi yaitu 9,18 kg /ha/musim. Perlakuan lainnya mengemisi dalam jumlah yang hampir sama besar, berkisar antara 4,98-6,72 kg /ha/musim. Nisbah antara emisi dan hasil padi akibat pemberian pupuk kandang berkisar antara 1,0-1,9 kg /t GKG. Ini berarti bahwa dari setiap 1 ton gabah yang dihasilkan, teremisi gas sebesar 1,0-1,9 kg/ha/musim. Perlakuan JStPk mempunyai nisbah tertinggi, sedangkan perlakuan lainnya memiliki nisbah yang hampir sama. Semakin besar nisbah gas yang diemisikan, semakin rendah tingkat keramahan lingkungan sistem produksi. Emisi gas pada budi daya padi adalah hasil dari sistem yang kompleks dari proses fisiko-kimia tanah dan interaksi tanaman mikrobia. akan dilepaskan melalui tanaman padi yang merupakan lintasan pertukaran gas antara tanah dan atmosfer. Dinitrogen oksida merupakan hasil samping dari proses nitrifikasi dan denitrifikasi nitrogen dalam rizosfer tanah. Proses ini melibatkan bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter. Ekosistem dengan keadaan anaerobik merupakan sumber penting penghasil. Walau demikian gas dapat terbentuk pada kondisi aerobik dan anaerobik. Menurut Bauwman (1994), lahan pertanian memiliki variasi emisi yang besar. Hal ini disebabkan oleh banyaknya peubah dan faktor yang berpengaruh terhadap emisi seperti suhu, jenis dan ph tanah, ketersediaan bahan organik, aerasi, dan penggunaan pupuk. Granli dan Bockman (1994) mengemukakan bahwa merupakan bentukan dari reaksi antar -N0 2, 3, dan NH 3 pada kondisi aerobik. Proses yang dominan pada kondisi aerobik adalah nitrifikasi, sedangkan pada kondisi anaerobik adalah denitrifikasi. KESIMPULAN 1. Pencapaian 50% total emisi terjadi pada saat tanaman padi berumur 92 HST untuk perlakuan JL, JPk, dan JPrPk, lebih lambat dibanding perlakuan JStPk dan JbioPk yaitu pada 60 HST. 40

6 PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VL. 29 N Pemberian pupuk organik asal jerami dan kotoran sapi yang berbeda prosesnya tidak nyata pengaruhnya terhadap hasil padi maupun emisi total, kecuali jerami yang difermentasi dengan starbio. 3. Kemasaman tanah (ph) tidak berpengaruh langsung terhadap besarnya emisi. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Titi Sopiawati dan Jumari yang membantu pelaksanaan kegiatan di lapang dan analisis di laboratorium, kepada Prof. A. Karim Makarim dan Prof. Sumarno untuk saran dan koreksinya, serta pada Ir. J. Johari Sasa, MS (Alm) sebagai penanggung jawab kegiatan. DAFTAR PUSTAKA Bauwman, A. P., Exchange of greenhouse gases between terrestrial ecosystem and the atmosphere. Dalam rbanus Naharia, Teknologi Pengairan dan Pengolahan tanah pada budidaya padi untuk pengurangan emisi metana dan. Disertasi Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor: Bouwman, A. F., Boumans L.J.M., Batjes N.H., Emissions of and N from fertilized fields: summary of available measurement data. Global Biogeochem Cycles, 16:art. no Chang, C., H. H. Jansen, C. M. Cho dan E. M. Nachoecny Nitrous oxide emission through plants. Soil Sci. Am. J. 62: Cicerone, R.J Analysis of sources and sink of atmospheric nitrous oxide. J. Geophys. Res. 94: Fagi, A.M., I.G. Ismail, dan S. Kartaatmadja Evaluasi pendahuluan kelembagaan sistem usahatani tanaman-ternak di beberapa kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam Fagi, A.M., dan Hermanto (eds.). Sistem Usahatani Tanaman-Ternak. Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian, Jakarta. Granli, T. dan.c. Bockman Nitrous oxide from agricultural. Norwegian Journal of Agricultural Sciences, Supplement, 12: Khalil, M.A.K,R.A. Rasmussen, M.X.Wang, and Ren Methane emission from rice fields in China. Environ.Sci Technol, 25: Mahendri, I G.A.P. dan B. Haryono Respon ternak kerbau terhadap penggunaan pakan jerami padi fermentasi pada usaha penggemukan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. p Setyanto, P., Suharsih, A. Wihardjaka, dan A.K. Makarim Pengaruh pemberian pupuk anorganik terhadap emisi metan pada lahan sawah. Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah. Bogor, 24 April Puslitbangtan, Bogor: Velthof, L.G., P.J. Kockman, and. enema Nitrous xide Emission from Animal Manures Applied to Soil Under Controlled Conditions. Biol Fertil Soils, 37: X. Yan Pathways of Emission from rice paddy soil. Soil Biology and Biochemistry. 32:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Dinamika Unsur Hara pada Berbagai Sistem Pengelolaan Padi Sawah 4.1.1. Dinamika unsur N Gambar 12 menunjukkan dinamika unsur nitrogen di dalam tanah pada berbagai sistem pengelolaan

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut 4 perbedaan antar perlakuan digunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis regresi digunakan untuk melihat hubungan antara parameter yang diamati dengan emisi CH 4. HASIL a. Fluks CH 4 selama

Lebih terperinci

Sistem Integrasi Tanaman Ternak (SITT) di Lahan Sawah Tadah Hujan untuk Antisipasi Perubahan Iklim

Sistem Integrasi Tanaman Ternak (SITT) di Lahan Sawah Tadah Hujan untuk Antisipasi Perubahan Iklim AgroinovasI Sistem Integrasi Tanaman Ternak (SITT) di Lahan Sawah Tadah Hujan untuk Antisipasi Perubahan Iklim Usaha ternak telah berkembang sejak lama di Indonesia, termasuk di Jakenan, Pati tetapi umumnya

Lebih terperinci

Oleh TIMBUL SIMBOLON ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN. Universitas Sumatera Utara

Oleh TIMBUL SIMBOLON ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN. Universitas Sumatera Utara LAJU EMISI GAS METAN (CH 4 ), SUHU UDARA DAN PRODUKSI PADI SAWAH IP 400 PADA FASE VEGETATIF MUSIM TANAM I AKIBAT VARIETAS DAN BAHAN ORGANIK YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh TIMBUL SIMBOLON 070303021 ILMU TANAH

Lebih terperinci

Pendapat selama ini mengatakan bahwa lahan

Pendapat selama ini mengatakan bahwa lahan Emisi Gas Metan pada Lahan Sawah Irigasi Inceptisol Akibat Pemupukan Nitrogen pada Tanaman Padi Suharsih 1, P. Setyanto 1, dan A.K. Makarim 2 1 Loka Penelitian Pencemaran Lingkungan Pertanian, Jakenan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 4.1.1. Karbondioksida (CO 2 ) Keanekaragaman nilai fluks yang dihasilkan lahan pertanian sangat tergantung pada sistem pengelolaan lahan tersebut.

Lebih terperinci

Emisi NITRO Oksida (N2O) pada Sistem Pengelolaan Tanaman di Lahan Sawah Tadah Hujan

Emisi NITRO Oksida (N2O) pada Sistem Pengelolaan Tanaman di Lahan Sawah Tadah Hujan Emisi NITRO Oksida (N2O) pada Sistem Pengelolaan Tanaman di Lahan Sawah Tadah Hujan Nitrous Oxide Emission on Cropland Management System in Rainfed Rice Field M. ARIANI 1, R. KARTIKAWATI 1, DAN P. SETYANTO

Lebih terperinci

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Asal persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3-1///IR 64////IR 64 Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman

Lebih terperinci

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI) PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI) R. H. MATONDANG dan A. Y. FADWIWATI Balai Pengkajian Tekonologi Pertanian Gorontalo Jln. Kopi no. 270 Desa Moutong

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Teknologi produksi biomas jagung melalui peningkatan populasi tanaman.tujuan pengkajian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

PENGOMPOSAN JERAMI. Edisi Mei 2013 No.3508 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

PENGOMPOSAN JERAMI. Edisi Mei 2013 No.3508 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian PENGOMPOSAN JERAMI Dahulu, pada waktu panen padi menggunakan ani-ani, maka yang dimaksud dengan jerami adalah limbah pertanian mulai dari bagian bawah tanaman padi sampai dengan tangkai malai. Namun saat

Lebih terperinci

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Dalam budi daya jagung perlu memperhatikan cara aplikasi pupuk urea yang efisien sehingga pupuk yang diberikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

Hanafi Ansari*, Jamilah, Mukhlis

Hanafi Ansari*, Jamilah, Mukhlis PENGARUH DOSIS PUPUK DAN JERAMI PADI TERHADAP KANDUNGAN UNSUR HARA TANAH SERTA PRODUKSI PADI SAWAH PADA SISTEM TANAM SRI (System of Rice Intensification) Effect of Fertilizer Dosage and Rice Straw to the

Lebih terperinci

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN ADI BUDI YULIANTO F14104065 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta di kebun percobaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi

I. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi sejak tahun 80-an telah memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep ini berdampak kepada

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS PADI. The Effect of Bokashi Dosages on Growth and Yield of Three Varieties of Rice

PENGARUH DOSIS BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS PADI. The Effect of Bokashi Dosages on Growth and Yield of Three Varieties of Rice PENGARUH DOSIS BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS PADI The Effect of Bokashi Dosages on Growth and Yield of Three Varieties of Rice Oleh : Darta Mulyana 1), Sakhidin 2) dan Achmad Iqbal

Lebih terperinci

EMISI GAS N 2 O DAN HASIL PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI LAHAN TADAH HUJAN. Eni Yulianingsih 1, Ahmad Arif Darmawan 2, Jumari 3

EMISI GAS N 2 O DAN HASIL PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI LAHAN TADAH HUJAN. Eni Yulianingsih 1, Ahmad Arif Darmawan 2, Jumari 3 EMISI GAS N 2 O DAN HASIL PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI LAHAN TADAH HUJAN Eni Yulianingsih 1, Ahmad Arif Darmawan 2, Jumari 3 1 Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jl. Raya Jakenan Jaken Km 5 Pati

Lebih terperinci

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa)

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa) JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 3 JULI-2013 ISSN : 2338-3976 PENGARUH PUPUK N, P, K, AZOLLA (Azolla pinnata) DAN KAYU APU (Pistia stratiotes) PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI SAWAH (Oryza sativa) THE

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS WAKTU PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH GAS RUMAH KACA PADA PENGELOLAAN AIR DI LAHAN SAWAH

EFEKTIVITAS WAKTU PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH GAS RUMAH KACA PADA PENGELOLAAN AIR DI LAHAN SAWAH EFEKTIVITAS WAKTU PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH GAS RUMAH KACA PADA PENGELOLAAN AIR DI LAHAN SAWAH EFFECTIVENESS OF SAMPLING TIME AND MEASUREMENT OF GREENHOUSE GAS ON WATER MANAGEMENT IN RICE FIELD

Lebih terperinci

TEHNIK PENGAMBILAN SAMPEL EMISI GAS N2ODI LAPANGAN

TEHNIK PENGAMBILAN SAMPEL EMISI GAS N2ODI LAPANGAN TEHNIK PENGAMBILAN SAMPEL EMISI GAS N2ODI LAPANGAN Noeriwan B.S. Loka Penelitian Pencemaran Lingkungan Pertanian, Jakenan Pati Gas N 20 merupakan salah satu gas rumah kaca. Pada kondisi kering, sawah berpotensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos.

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos. I Ketut Merta Atmaja. 1211305001. 2017. Pengaruh Perbandingan Komposisi Jerami dan Kotoran Ayam terhadap Kualitas Pupuk Kompos. Dibawah bimbingan Ir. I Wayan Tika, MP sebagai Pembimbing I dan Prof. Ir.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fluks dan Total Fluks Gas Metana (CH 4 ) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah, dan Singkong Pada Gambar 4, 5 dan 6 menunjukkan fluks CH 4 pada lahan jagung, kacang tanah dan

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN DAN KETERSEDIAAN KALIUM DALAM TANAH DENGAN BERBAGAI INPUT PUPUK PADA SISTEM SAWAH TADAH HUJAN Sukarjo 1, Anik Hidayah 1 dan Ina Zulaehah 1 1 Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jl. Raya

Lebih terperinci

PENGATURAN POPULASI TANAMAN JAGUNG UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI SIDRAP

PENGATURAN POPULASI TANAMAN JAGUNG UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI SIDRAP PENGATURAN POPULASI TANAMAN JAGUNG UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI SIDRAP M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Pengembangan usahatani jagung yang lebih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Metana CH 4 dan dinitrogen oksida (N 2 O) adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer (WMO 1995). Konsentrasi CH 4 dan N 2 O

Lebih terperinci

Edisi Juni 2013 No.3511 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

Edisi Juni 2013 No.3511 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian Zero Waste Integrasi Pertanian Tanaman Pangan dan Ternak Pada Lahan Sawah Tadah Hujan Indonesia sebagai negara agraris yang beriklim tropis memiliki sumberdaya pertanian dan peternakan yang cukup besar.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Juni, 2012 KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH Gatot Kustiono 1), Jajuk Herawati 2), dan Indarwati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. Buah nenas merupakan produk terpenting kedua setelah pisang. Produksi nenas mencapai 20%

Lebih terperinci

Fluks Metana dan Karakteristik Tanah pada Budidaya Lima Macam Tanaman

Fluks Metana dan Karakteristik Tanah pada Budidaya Lima Macam Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistematika hasil dan pembahasan disajikan dalam beberapa sub bagian yaitu Fluks metana dan karakteristik tanah pada budidaya lima macam tanaman; Pengaruh pengelolaan air terhadap

Lebih terperinci

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Abstrak Sumanto 1) dan Suwardi 2) 1)BPTP Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

PERANAN UREA TABLET DAN VARIETAS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PERANAN UREA TABLET DAN VARIETAS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI PADI DI LAHAN RAWA LEBAK ISSN 1410-1939 PERANAN UREA TABLET DAN VARIETAS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI PADI DI LAHAN RAWA LEBAK [THE ROLE OF TABLET UREA AND VARIETY IN INCREASING RICE PRODUCTION IN SWAMPY AREA] Waluyo 1, Juliardi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di berbagai bidang memerlukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah defisiensi nutrisi Zn.

Lebih terperinci

Nurjaya, Ibrahim Adamy, dan Sri Rochayati

Nurjaya, Ibrahim Adamy, dan Sri Rochayati Neraca Hara dan Produktivitas pada Usahatani Padi Sistem Konvensional, PTT, SRI, dan Semi Organik di Lahan Sawah Irigasi dengan Tingkat Kesuburan 22 Nurjaya, Ibrahim Adamy, dan Sri Rochayati Peneliti Badan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Padi IP 400. Padi IP 400 merupakan salah satu jenis program penanam padi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Padi IP 400. Padi IP 400 merupakan salah satu jenis program penanam padi yang TINJAUAN PUSTAKA Padi IP 400 Padi IP 400 merupakan salah satu jenis program penanam padi yang mengalami pengindentifikasian guna meningkatkan produksi padi tanpa memerlukan tambahan fasilitas irigasi dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

Budidaya Padi Organik dengan Waktu Aplikasi Pupuk Kandang yang Berbeda dan Pemberian Pupuk Hayati

Budidaya Padi Organik dengan Waktu Aplikasi Pupuk Kandang yang Berbeda dan Pemberian Pupuk Hayati Budidaya Padi Organik dengan Waktu Aplikasi Pupuk Kandang yang Berbeda dan Pemberian Pupuk Hayati Rice Organic Cultivation with Different Times of Manure Application and Biological Fertilizer Application

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut (Ladha et al., 1997). Indonesia merupakan negara agraris, dengan sektor

I. PENDAHULUAN. tersebut (Ladha et al., 1997). Indonesia merupakan negara agraris, dengan sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan makanan pokok lebih dari 2 milyar penduduk di Asia dan ratusan juta di Afrika dan Amerika Latin. Kebutuhan beras tersebut akan semakin bertambah

Lebih terperinci

Total emisi gas metan (CH4) di lahan sawah di

Total emisi gas metan (CH4) di lahan sawah di MULYADI ET AL.: EMISI DAN MITIGASI CH DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN Penekanan Emisi dan Mitigasi Gas CH melalui Teknik Budi Daya Padi Walik Jerami di Lahan Sawah Tadah Hujan Mulyadi 1, A. Wiharjaka 1, Shri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

SIMULASI LAJU EMISI METAN PADA LAHAN PADI SAWAH DENGAN MODEL DENITRIFIKASI-DEKOMPOSISI (DNDC) (STUDI KASUS DI KABUPATEN TASIKMALAYA)

SIMULASI LAJU EMISI METAN PADA LAHAN PADI SAWAH DENGAN MODEL DENITRIFIKASI-DEKOMPOSISI (DNDC) (STUDI KASUS DI KABUPATEN TASIKMALAYA) SIMULASI LAJU EMISI METAN PADA LAHAN PADI SAWAH DENGAN MODEL DENITRIFIKASI-DEKOMPOSISI (DNDC) (STUDI KASUS DI KABUPATEN TASIKMALAYA) MARIA JOSEFINE TJATURETNA BUDIASTUTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah

II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah 54 II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah Sumber utama emisi gas metan berasal dari aktivitas manusia (sumber antropogenik). Hampir 70% total emisi metan berasal dari sumber antropogenik

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

I. Pendahuluan. II. Permasalahan A. PENJELASAN UMUM I. Pendahuluan (1) Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK MENDUKUNG PERTANIAN ORGANIK

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK MENDUKUNG PERTANIAN ORGANIK Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK MENDUKUNG PERTANIAN ORGANIK YATI HARYATI, I. NURHATI dan E. GUSTIANI Balm

Lebih terperinci

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN [STUDY ON THREE EGG PLANT VARIETIES GROWN ON DIFFERENT COMPOSITION OF PLANT MEDIA, ITS EFFECT ON GROWTH

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS KOMPOS CAMPURAN AMPAS TEH, KOTORAN SAPI DAN KOTORAN KAMBING TERHADAP SERAPAN N PADA TANAMAN BAWANG DAUN PADA INCEPTISOL

EFEKTIFITAS KOMPOS CAMPURAN AMPAS TEH, KOTORAN SAPI DAN KOTORAN KAMBING TERHADAP SERAPAN N PADA TANAMAN BAWANG DAUN PADA INCEPTISOL 285 EFEKTIFITAS KOMPOS CAMPURAN AMPAS TEH, KOTORAN SAPI DAN KOTORAN KAMBING TERHADAP SERAPAN N PADA TANAMAN BAWANG DAUN PADA INCEPTISOL Santika Patna Dyasmara, Syekhfani, Yulia Nuraini * Jurusan Tanah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PEMBENTUKAN BINTIL AKAR DAN HASIL KACANG TANAH DI LAHAN SAWAH

PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PEMBENTUKAN BINTIL AKAR DAN HASIL KACANG TANAH DI LAHAN SAWAH PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PEMBENTUKAN BINTIL AKAR DAN HASIL KACANG TANAH DI LAHAN SAWAH Baiq Tri Ratna Erawati, Ahmad Suriadi, dan Hiryana W. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat

Lebih terperinci

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara Penentuan Takaran Pupuk Fosfat untuk Tanaman Padi Sawah Sarlan Abdulrachman dan Hasil Sembiring 1 Ringkasan Pemanfaatan kandungan fosfat tanah secara optimal merupakan strategi terbaik untuk mempertahankan

Lebih terperinci

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN PENDAHULUAN Tanah yang terlalu sering di gunakan dalam jangka waktu yang panjang dapat mengakibatkan persediaan unsur hara di dalamnya semakin berkurang, oleh karena itu pemupukan merupakan suatu keharusan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 ) PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Semawung, Kec. Andong, Boyolali (lahan milik Bapak Sunardi). Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan

Lebih terperinci

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH M. A. Firmansyah 1, Suparman 1, W.A. Nugroho 1, Harmini 1 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Bakteri metanotrof adalah bakteri Gram negatif, bersifat aerob dan menggunakan metan sebagai sumber karbon dan energi (Auman 2001). Karakteristik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 35 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari penelitian survei dan penelitian pot. Penelitian survei pupuk dilaksanakan bulan Mei - Juli 2011 di Jawa Barat, Jawa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600- 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-700 ribu ton per tahun dengan kebutuhan kedelai nasional mencapai 2 juta ton

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham

Lebih terperinci

PENELITIAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA LAHAN BAKAL WADUK DAN WADUK BALAI HITA. 2010: Bagian dari kegiatan Experimental Basin 2011: kegiatan tersendiri

PENELITIAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA LAHAN BAKAL WADUK DAN WADUK BALAI HITA. 2010: Bagian dari kegiatan Experimental Basin 2011: kegiatan tersendiri PENELITIAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA LAHAN BAKAL WADUK DAN WADUK BALAI HITA 2010: Bagian dari kegiatan Experimental Basin 2011: kegiatan tersendiri Apa Gas Rumah Kaca Mengapa harus diteliti Efek Rumah

Lebih terperinci

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan

Lebih terperinci

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami definisi pupuk kandang, manfaat, sumber bahan baku, proses pembuatan, dan cara aplikasinya Mempelajari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

POTENSI EMISI METANA KE ATMOSFER AKIBAT BANJIR

POTENSI EMISI METANA KE ATMOSFER AKIBAT BANJIR Potensi Emisi Metana ke Atmosfer Akibat Banjir (Lilik Slamet) POTENSI EMISI METANA KE ATMOSFER AKIBAT BANJIR Lilik Slamet S Peneliti Bidang Komposisi Atmosfer, Lapan e-mail: lilik_lapan@yahoo.com RINGKASAN

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (inframerah atau gelombang panas) yang dipancarkan oleh bumi sehingga tidak dapat

Lebih terperinci

THE EFFECT OF AZOLLA AND N FERTILIZER APLICATION ON RICE FIELD (Oryza sativa L.) VARIETY INPARI 13

THE EFFECT OF AZOLLA AND N FERTILIZER APLICATION ON RICE FIELD (Oryza sativa L.) VARIETY INPARI 13 PENGARUH PEMBERIAN PUPUK AZOLLA DAN PUPUK N PADA TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS INPARI 13 THE EFFECT OF AZOLLA AND N FERTILIZER APLICATION ON RICE FIELD (Oryza sativa L.) VARIETY INPARI 13 Gita

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan

Lebih terperinci

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING KODE JUDUL : X.47 LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, DAN HASIL PENGELOLAANNYA INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG

Lebih terperinci

PENGUKURAN GAS RUMAH KACA DENGAN GAS CHROMATOGRAPHY (GC) DAN INFRARED GAS ANALYZER (IrGA)

PENGUKURAN GAS RUMAH KACA DENGAN GAS CHROMATOGRAPHY (GC) DAN INFRARED GAS ANALYZER (IrGA) PENGUKURAN GAS RUMAH KACA DENGAN GAS CHROMATOGRAPHY (GC) DAN INFRARED GAS ANALYZER (IrGA) Titi Sopiawati dan Terry Ayu Adriany Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (BALINGTAN) Jl. Raya Jakenan-Jaken Km

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA MACAM BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) di POLYBAG

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA MACAM BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) di POLYBAG PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA MACAM BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) di POLYBAG Nerty Soverda, Rinaldy, Irmia Susanti Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK ORGANIK BERKADAR BESI TINGGI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH

PENGARUH PUPUK ORGANIK BERKADAR BESI TINGGI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH AGRIC Vol.25, No. 1, Desember 13: 58-63 PENGARUH PUPUK ORGANIK BERKADAR BESI TINGGI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH EFFECT OF ORGANIC FERTILIZER WITH HIGH IRON CONTENT ON THE GROWTH AND PRODUCTION

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG (KAJIWIDYA DI BBPP BINUANG) SUSMAWATI WIDYAISWARA MUDA

BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG (KAJIWIDYA DI BBPP BINUANG) SUSMAWATI WIDYAISWARA MUDA BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG (KAJIWIDYA DI BBPP BINUANG) SUSMAWATI WIDYAISWARA MUDA Jagung berperan penting dalam perekonomian nasional dengan berkembangnya industry pangan yang ditunjang oleh teknologi budidaya

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG UNTUK PRODUKSI BIOMAS PADA LAHAN MARJINAL. M. Akil Balitsereal Maros ABSTRAK

TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG UNTUK PRODUKSI BIOMAS PADA LAHAN MARJINAL. M. Akil Balitsereal Maros ABSTRAK TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG UNTUK PRODUKSI BIOMAS PADA LAHAN MARJINAL M. Akil Balitsereal Maros ABSTRAK Pengembangan pertanaman jagung akan lebih produktif dan berorientasi pendapatan/agribisnis, selain

Lebih terperinci

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN Bogor,

Lebih terperinci