ANALISIS KARAKTERISTIK HUJAN DAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT ALIRAN SUNGAI DAS CILIWUNG HULU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KARAKTERISTIK HUJAN DAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT ALIRAN SUNGAI DAS CILIWUNG HULU"

Transkripsi

1 ANALISIS KARAKTERISTIK HUJAN DAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT ALIRAN SUNGAI DAS CILIWUNG HULU ARDITA OKTAVIANA A DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN ARDITA OKTAVIANA. Analisis Karakteristik Hujan dan Penggunaan Lahan terhadap Debit Aliran Sungai DAS Ciliwung Hulu. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan YAYAT HIDAYAT. Penelitian ini bertujuan untuk mengananalisis karakteristik curah hujan (CH harian, bulanan, dan tahunan), menganalisis erosivitas hujan (EI 30 ), dan untuk mengkaji pengaruh curah hujan dan penggunaan lahan terhadap debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu. Karakteristik hujan wilayah diperoleh dengan menggunakan metode poligon Thiessen. Data curah hujan harian yang digunakan selama periode ( ). Erosivitas hujan wilayah diperoleh melalui pengolahan data pias hujan harian ( ) dari stasiun Citeko. Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan lahan dan curah hujan terhadap perubahan debit aliran sungai digunakan analisis regresi berganda. Kriteria hujan di kawasan DAS Ciliwung hulu memiliki periode curah hujan mm (bulan lembab) sebanyak tiga bulan yaitu dari bulan Juni Agustus. Periode curah hujan 200 mm (bulan basah) sebanyak sembilan bulan yaitu bulan September Mei. Curah hujan harian tertinggi terjadi pada bulan Mei dan Oktober, yaitu sebesar 28 mm/hari dan 30 mm/hari, sedangkan curah hujan harian terendah terjadi pada bulan Juli, yaitu sebesar 22 mm/hari. Curah hujan di wilayah DAS Ciliwung hulu bersifat normal (N) dengan rata rata presentase sebesar 36 %. Erosivitas hujan harian tertinggi terjadi pada tanggal 19 April 2009 sebesar 737,977 ton.m/ha cm/jam, sedangkan erosivitas hujan harian terendah terjadi pada tanggal 18 Mei 2007 sebesar 0,003 ton.m/ha cm/jam. Bulan Oktober, November, Desember, Januari, Februari, Maret, April, dan Mei merupakan bulan dengan banyak kejadian hujan menghasilkan erosivitas hujan tinggi. Hujan dengan intensitas tinggi tidak selalu menghasilkan erosivitas hujan tinggi. Model persamaan yang dihasilkan dari analisis regresi berganda antara peubah penggunaan lahan dan peubah curah hujan terhadap perubahan debit aliran sungai adalah: Y = 996,63+0,94 X1 0,21 X2+0,41 X3+0,92 X4 0,17 X5+0,15 X6 dimana X1 = curah hujan tahunan (mm), X2 = hutan lebat (ha), X3 = kebun campuran (ha), X4 = pemukiman (ha), X5 = sawah (ha), dan X6 = tegalan atau lading (ha). Berdasarkan persamaan di atas dapat diartikan bahwa, semakin besar volume curah hujan dan semakin berkurang luasan hutan lebat, maka debit aliran sungai akan semakin besar. Semakin bertambah luas pemukiman dan kebun campuran, maka debit aliran yang dihasilkan juga akan semakin besar. Meningkatnya debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu tiap tahunnya dikarenakan curah hujan tahunan yang meningkat selama periode ( ) dan meningkatnya konversi hutan lebat menjadi lahan pemukiman (terbangun) dan lahan pertanian.

3 SUMMARY ARDITA OKTAVIANA. The Analysis of rainfall characteristic and landuse againts the water level of the upstream Ciliwung watershed. Supervised by KUKUH MURTILAKSONO and YAYAT HIDAYAT. This research was aimed to 1) analyze rainfall characteristics (daily, monthly, and yearly), 2) analyze rainfall erosivity (EI 30 ), and 3) assess the influence of rainfall and landuse againts the water level of the upstream Ciliwung watershed. The characteristics of the local rainfall were obtained by the use of Thiessen s polygon method. The applied data about daily rainfall covered the period of The local rainfall erosivity was obtained through the data analysis of daily rainfall pias ( ) at Citeko station. Multiple regression analysis was used to determine the corelation between landuse and rainfall to changes of the water level of upstream Ciliwung watershed. The criteria of rainfall in the upstream Ciliwung watershed area had mm (rather wet) within three months, the period ranged from June to August. Rainfall at 200 mm (wet months), occured within the period of September to May. The highest daily rainfall occurred in May and October, about 28 mm and 30 mm per one day respectively, while the lowest from about 22 mm per one day occurred in July. Rainfall at the Ciliwung watershed area was normal (N) with average percentage of 36 %. The highest erosivity of daily rainfall occurred on April 19 th, 2009 which had the figure of ton.m / ha cm / hour, while the lowest occured on May 18, 2007 figuring about ton.m / ha cm / hour. In the months of October, November, December, January, February, March, April, and May often occured rainfall which resulted high erosivity of rainfall. Rainfall with high intensity did not always result high erosivity of rainfall. Equation model resulted from multiple regression analysis within the changes of land use and rainfall againts the changes of water level of the upstream Ciliwung watershed: Y = 996,63+0,94 X1 0,21 X2+0,41 X3+0,92 X4 0,17 X5+0,15 X6 where in X1 = annual rainfall (mm), X2 = dense forest (ha), X3 = mixed farms (ha), X4 = settlement (ha), X5 = rice field (ha), and X6 = agricultural dry land (ha). Based on the equation, it can be interpreted that the greater the rainfall volume was and the less density of forest area, the water level of river became higher. The more settlement and mixed farm areas increasing, greater of water level flow it produced. The increase of water level of the upstream Ciliwung watershed every year was caused by the increase of rainfall yearly within the whole period of , and the increase of the dense forest conversion settlement and agricultural land. Keywords: rainfall, erosivity, landuse, discharge, flow, upstream Ciliwung watershed

4 ANALISIS KARAKTERISTIK HUJAN DAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT ALIRAN SUNGAI DAS CILIWUNG HULU ARDITA OKTAVIANA A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul Skripsi Nama Mahasiswa Nomor Pokok : Analisis Karakteristik Hujan dan Penggunaan Lahan terhadap Debit Aliran Sungai DAS Ciliwung Hulu : Ardita Oktaviana : A Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S NIP Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP Tanggal lulus:

6 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Ardita Oktaviana, dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 28 Oktober Penulis merupakan anak dari pasangan Bapak Hasan Basri Harahap dan Ibu Siti Arlina Siregar. Penulis adalah anak terakhir dari dua bersaudara dengan kakak bernama Ilham Normansyah. Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri Harapan Baru III Bekasi pada tahun 1995 dan menyelesaikan pendidikan pada tahun Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri 21 Bekasi. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Bekasi dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Program SPMB di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan universitas, penulis terlibat dalam berbagai kegiatan kepanitiaan agenda kampus dan aktif di beberapa organisasi, seperti Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian (DPM A) IPB sebagai anggota Komisi Pengawas BEM A pada tahun dan sebagai Ketua Komisi Pengawas BEM A pada periode Selain aktif di lembaga kemahasiswaan, penulis juga aktif dalam kepengurusan Forum Komunikasi Rohis Departemen A (FKRD A) sebagai anggota Divisi Komunikasi dan Informasi. Selama menempuh studi, penulis mendapatkan beasiswa Program Peningkatan Akademik pada tahun dan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa pada tahun 2011.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah, Rabb semesta alam atas segala limpahan nikmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai syarat tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Analisis Karakteristik Hujan serta Pengaruh Hujan dan Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Debit Aliran Sungai DAS Ciliwung hulu. Penelitian ini menganalisis karateristik hujan yang terjadi di kawasan DAS Ciliwung hulu, seperti curah hujan bulanan, curah hujan harian, curah hujan tahunan, variasi hujan, dan sifat hujan. Penelitian ini juga menganalisis nilai erosivitas hujan yang dihasilkan dari kejadian hujan DAS Ciliwung hulu serta hubungannya dengan intensitas hujan. Selain karakteristik hujan, penelitian ini juga menganalisis hubungan antara curah hujan dan perubahan penggunaan lahan terhadap debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu selama periode Ungkapan terima kasih penulis sampaikan untuk seluruh keluarga, sahabat, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang memerlukan. Bogor, Mei 2012 Penulis

8 UCAPAN TERIMAKASIH Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan nikmat, rahmat, dan anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan, dukungan, serta doa dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Orang tua tercinta, Bapak Hasan Basri dan Ibu Siti Arlina Siregar atas dukungan, kasih sayang, cinta, dan doa yang tak pernah putus diberikan untuk penulis. 2. Ilham Normansyah, abang yang selalu memberi dukungan, kasih sayang, dan cinta tak terputus kepada penulis. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S dan Bapak Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mengarahkan dan banyak memberikan ilmu kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Dr. Ir. Enie Dwi Wahdjunie M.Sc selaku dosen penguji skripsi. 5. Aminia Novriani, Annisa Milki Azizah, Ria Larastiti, Kriswindya Tasha, Fitria Nisaul Hakim, Frizka Amalia, Winda Nur Aprianti, dan Heny Emilia, atas cinta, kasih sayang, dan persaudaraan erat yang diberikan kepada penulis. 6. Setia Wahyu Cahyaningsih, Rocy F. Muklis, Novi Prihatin, Siti N. H, yang telah membantu dan mendampingi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta teman teman MSL 44 yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas kebersamaan yang diberikan selama penulis mengenyam pendidikan di DITSL. 7. Atha, Endang, Yani, Desti, Sisi, Mila, Cipi, Feri, Dipa, dan Sidik. Terima kasih atas ukhuwah, keceriaan, dan kebersamaan yang diberikan selama ini. 8. Farrel, Bisma, dan Gefira, keponakan tercinta yang selalu memberikan senyuman. 9. Bapak Karmana, Bapak Andi, Bu Neneng, dan Bapak Sudirman dari instansi terkait yang telah membantu penulis dalam memperoleh data.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Hujan Erosivitas Hujan Debit Aliran Sungai Faktor faktor yang Mempengaruhi Debit Aliran Sungai Hujan Penggunaan Lahan Kondisi Topografi Tanah Hidrograf Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) III. METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metodologi Karakteristik Curah Hujan Intensitas Hujan dan Intensitas Hujan 30 Menit Erosivitas Hujan Teknik Pendugaan Perubahan Penggunaan Lahan Analisis Aliran Permukaan Langsung (Direct Runoff) Regresi Komponen Utama Uji Statistik... 20

10 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum DAS Ciliwung Hulu Karakteristik Hujan Karakteristik Erosivitas Hujan Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Lebat Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran Perubahan Penggunaan Lahan Terbuka Perubahan Penggunaan Lahan Pemukiman Perubahan Penggunaan Lahan Tegalan atau Ladang Perubahan Penggunaan Sawah Hubungan Penggunaan Lahan, Curah Hujan, dan Debit Aliran Sungai Aliran Permukaan Langsung (Direct Runoff) Tahun 1985 dan V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 56

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks 1. Distribusi Curah Hujan di Indonesia Data Kejadian Banjir Besar yang Melanda Jakarta ( ) Karakteristik Penampakan Penggunaaan Lahan pada Citra Landsat ETM Erosivitas Hujan Bulanan dan Tahunan DAS Ciliwung Hulu ( ) Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung Hulu ( ) Model Pendugaan Perubahan Berbagai Tipe Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu ( ) Hasil Estimasi Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Model Pertumbuhan Eksponensial Peubah peubah yang Mempengaruhi Debit Aliran Sungai DAS Ciliwung Hulu Volume Aliran Permukaan Langsung DAS Ciliwung Hulu Tahun 1985 dan Curah Hujan dan Direct Runoff DAS Ciliwung Hulu Tahun 1985 dan Koefisien Aliran Permukaan Langsung (Direct Runoff) Tahunan DAS Ciliwung Hulu Tahun 1985 dan Lampiran 1. Curah hujan bulanan DAS Ciliwung hulu ( ) Sifat curah hujan bulanan DAS Ciliwung hulu ( ) Kategori sifat hujan DAS Ciliwung hulu Contoh perhitungan erosivitas harian DAS Ciliwung hulu... 60

12 5. Debit harian bendungan Katulampa (h 80 cm) Erosivitas hujan harian stasiun pengamatan hujan Citeko ( ) Analisis regresi berganda dengan analisis antara komponen utama... 84

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Teks 1. Komponen Hidrograf Diagram Alir Tahapan Penelitian Curah Hujan Bulanan DAS Ciliwung Hulu ( ) Curah Hujan Harian DAS Ciliwung Hulu ( ) Curah Hujan Tahunan DAS Ciliwung Hulu ( ) Presentase Sifat Curah Hujan DAS Ciliwung Hulu ( ) Variasi Hujan DAS Ciliwung Hulu ( ) Penakar Hujan Otomatis (Hellman) di Stasiun Citeko Erosivitas Hujan Harian Stasiun Citeko Bulan (a) Januari (b) Februari, dan (c) Maret Erosivitas Hujan Harian Stasiun Citeko Bulan (a) April (b) Mei, dan (c) Juni Erosivitas Hujan Harian Stasiun Citeko Bulan (a) Juli (b) Agustus, dan (c) September Erosivitas Hujan Harian Stasiun Citeko Bulan (a) Oktober (b) November, dan (c) Desember Erosivitas Hujan (EI 30 ) Bulanan DAS Ciliwung Hulu ( ) Erosivitas Hujan (EI 30 ) Tahunan DAS Ciliwung Hulu ( ) Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Hutan Lebat Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Kebun Campuran Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Lahan Terbuka Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Pemukiman... 41

14 19. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Tegalan Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Sawah Lampiran 1. Peta penggunaan lahan DAS Ciliwung hulu tahun

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan essensial untuk kegiatan pertanian. Indonesia sebagai wilayah tropis dengan curah hujan yang relatif tinggi mempunyai potensi sumberdaya air yang cukup besar. Curah hujan merupakan unsur iklim yang mempunyai keragaman dan fluktuasi terbesar. Indonesia memiliki rata rata curah hujan tahunan sebesar mm/tahun dengan kisaran 600 mm/tahun (di Palu) mm/tahun di daerah Gunung Slamet (Justika et al., 1997). Sekitar 2,6% wilayah Indonesia mempunyai curah hujan > 5000 mm/tahun dan 20,5% mm/tahun. Lebih dari 59,7% bercurah hujan mm/tahun. Hanya sekitar 1% wilayah Indonesia (sebagian besar di Nusatenggara), memiliki curah hujan < mm/tahun (Tabel 1). Tabel 1. Distribusi Curah Hujan di Indonesia Wilayah Curah Hujan Rata - Rata (mm/tahun) < >5000 Sumatera 6,2 71,5 21,5 0,8 Jawa 29,5 56,0 12,6 1,9 Bali & Nusa Tenggara 12,0 69,5 16,3 2,1 Kalimantan 4,7 66,3 29,0 Sulawesi 0,8 30,9 66,1 23,0 Maluku 26,4 71,9 1,7 Papua 15,7 40,3 33,7 10,3 Indonesia 1,0 16,2 59,7 20,5 2,6 Sumber: (Pawitan, 1989) Jumlah curah hujan yang jatuh ke permukaan lahan merupakan salah satu syarat penting dalam pengelolaan pertanian. Tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik jika curah hujan yang jatuh tidak dapat memenuhi kebutuhan. Di sisi lain, desakan sektor pertanian terhadap kebutuhan pangan masyarakat dunia semakin meningkat. Hal ini mengharuskan semua pihak untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian dengan sumberdaya alam yang ada tanpa menyebabakan kerusakan sumberdaya yang signifikan. Berdasarkan hal ini, diperlukan kajian mendalam tentang berbagai aspek sumberdaya yang mendukung pertanian. Salah satu aspek yang perlu dikaji adalah iklim. kegiatan

16 Menurut Brown (2010), karakteristik hujan (frekuensi dan intensitas) merupakan karakteristik penting untuk dipahami dan diprediksi responnya terhadap keseluruhan perubahan iklim. Informasi mengenai jumlah dan distribusi hujan sangat bermanfaat dalam membuat kebijakan yang menyangkut pemanfaatan air hujan sehingga dapat dilaksanakan penanaman tanaman secara optimal. Selain berpengaruh besar terhadap laju pertumbuhan tanaman, curah hujan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi erosi dan debit aliran sungai di suatu daerah. Meningkatnya jumlah penduduk dunia menyebabkan permintaan lahan untuk tempat tinggal semakin meningkat sehingga konversi lahan terbangun semakin meningkat. Kejadian ini tidak hanya terjadi di kawasan perkotaan, namun sudah merambah ke kawasan budidaya bahkan sudah terjadi juga pada kawasan lindung dan konservasi, salah satunya ialah daerah resapan air. Salah satu kawasan konservasi yang merupakan daerah resapan air adalah kawasan Puncak. Puncak merupakan kawasan wisata potensial karena topografinya yang unik dan tersedianya sarana dan pra sarana yang menunjang aktivitas pariwisata. Hal ini menyebabkan peluang terjadinya konversi lahan terbangun semakin besar. Apabila hal ini terjadi di daerah hulu suatu Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti DAS Ciliwung Hulu, maka daerah tersebut akan mengalami penurunan kualitas lahan. Dampak negatif adalah banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau di daerah hilir (Jakarta dan sekitarnya). Banyak faktor yang mempengaruhi debit aliran sungai. Faktor faktor tersebut adalah faktor iklim seperti jumlah hujan, intensitas hujan, distribusi hujan dan faktor DAS seperti tanah, topografi, dan penggunaan lahan (Seyhan, 1990). Faktor tersebut jika tidak terbangun dan terkelola dengan baik dapat menyebabkan banjir di daerah hilir (Tabel 2). Banjir adalah aliran atau genangan air yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi dan menyebabkan kehilangan jiwa. Aliran atau genangan air dapat terjadi karena adanya luapan pada daerah di kanan atau kiri sungai akibat alur sungai tidak memiliki kapasitas yang cukup bagi debit aliran (Sudjarwadi, 1987). Berdasarkan hal ini, diperlukannya analisis mendalam mengenai faktor faktor yang mempengaruhi debit aliran sungai. Hasil analisis

17 tersebut dapat menjadi masukan dalam membuat keputusan tindakan konservasi untuk daerah hulu suatu daerah aliran sungai, seperti DAS Ciliwung Hulu. Tabel 2. Data Kejadian Banjir Besar yang Melanda Jakarta ( ) Episode Banjir CH (mm) Banjir (%) Agustus , Januari , Januari , April , Januari , Februari , April , November , Februari , Oktober ,4 32 Sumber: Pawitan (1989) Kerusakan di kawasan Puncak, Bogor menyebabkan DAS Ciliwung Hulu sensitif terhadap perubahan debit aliran sungai. Hal ini menyebabkan potensi banjir di kawasan hilir (Jakarta dan sekitarnya) semakin besar. Berdasarkan permasalahan ini diperlukan suatu penelitian untuk dapat memahami sifat hujan serta faktor faktor yang mempengaruhi debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menganalisis karakteristik hujan DAS Ciliwung Hulu 2) Menganalisis erosivitas hujan DAS Ciliwung hulu 3) Mengkaji hubungan curah hujan dan perubahan penggunaan lahan terhadap debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu

18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Curah hujan adalah butiran air dalam bentuk cair atau padat di atmosfer yang jatuh ke permukaan bumi. Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting bagi kehidupan di bumi. Jumlah curah hujan dicatat dalam inci atau milimeter (1 inchi = 25,4 mm). Jumlah curah hujan 1 mm menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaan 1 mm, jika air tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer. Definisi curah hujan menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam suatu tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sifat hujan adalah ukuran kualitatif hujan yaitu : 1. Atas Normal (AN), jika nilai perbandingan curah hujan terhadap rata ratanya lebih besar dari 115%. Pada periode musim hujan, daerah AN memiliki potensi terjadi bencana alam (banjir dan longsor). 2. Normal (N), jika nilai perbandingan curah hujan terhadap rata ratanya antara 85% 115%. 3. Bawah Normal (BN), jika nilai perbandingan curah hujan terhadap rata ratanya kurang dari 85%. Pada periode musim kemarau daerah BN memiliki potensi terjadi kekeringan. Sedangkan kriteria hujan ukuran kuantitatif yang dikeluarkan BMKG, yaitu: 1. Sangat ringan : < 1 mm/jam atau 0 5 mm/hari 2. Ringan : 1 5 mm/ jam atau 5 20 mm/hari 3. Sedang : 5 10 mm/jam atau mm/hari 4. Lebat : mm/jam atau mm/hari 5. Sangat Lebat : 20 mm/jam atau > 100 mm/hari Secara garis besar di wilayah Indonesia terdapat tiga pola curah hujan, yaitu (Tjasyono, 2004):

19 1. Pola A atau Pola Monsun, dipengaruhi oleh angin monsun dengan karakteristik distribusi bulanannya membentuk huruf (V). Pola monsun digerakkan oleh adanya sel tekanan tinggi dan sel tekanan rendah di benua Asia dan Australia secara bergantian. Pada bulan Desember, Januari, dan Februari di belahan bumi utara terjadi musim dingin akibat adanya sel tekanan tinggi di benua Asia, sedangkan pada waktu yang sama terjadi musim panas akibat adanya sel tekanan rendah di benua Australia. Perbedaan tekanan udara ini yang menyebabkan curah hujan minimum terjadi pada bulan Juni, Juli atau Agustus, sedangkan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Pola ini terdapat di sebelah Utara dan Selatan garis ekuator. Daerahnya meliputi Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan Selatan, Maluku Tenggara, Aceh serta Irian Jaya bagian Utara dan Selatan. 2. Pola B atau Pola Ekuatorial, distribusi curah hujan dengan dua maksimum yaitu sekitar bulan April dan Oktober, tidak selalu jelas perbedaannya pada distribusi curah hujan bulanannya. Pola ini terdapat di daerah ekuatorial yang meliputi daerah bagian tengah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. 3. Pola C atau Pola Lokal, dimana distribusi curah hujan bulanannya berlawanan dengan pola A. Pola ini banyak dipengaruhi oleh kondisi lokal (efek orografi). Dijumpai di daerah Sulawesi Selatan bagian Timur, Sulawesi Tengah bagian Timur, dan sekitar Ambon Seram. Karakteristik curah hujan daerah yang dapat diamati dan dianalisis adalah dengan menghitung nilai frekuensi, intensitas, dan kategori curah hujan. Pendekatan komplementer ini adalah untuk mempertimbangkan karakteristik curah hujan yang terkait dengan rezim daerah (Brown, 2010). Hujan merupakam komponen masukan yang paling penting dalam proses analisis hidrologi. Hal ini dikarenakan kedalaman curah hujan (rainfall depth) yang turun dalam suatu DAS akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub-surface runoff), maupun sebagai aliran air tanah (groundwater flow) (Harto, 1999) Erosivitas Hujan Menurut Arsyad (2010), erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Kerusakan

20 tanah yang dialami pada tempat terjadinya erosi berupa kemunduran sifat sifat kimia dan fisika tanah. Di daerah beriklim tropika basah seperti Indonesia, air merupakan penyebab erosi tanah. Energi kinetik hujan merupakan suatu sifat hujan yang sangat penting dalam mempengaruhi erosi. Hal ini dikarenakan energi kinetik hujan merupakan penyebab pokok dalam penghancuran agregat tanah. Energi kinetik hujan dapat dengan mudah dihitung dari persamaan dasar : E K = m v 2 yang menyatakan E K adalah energi kinetik, m adalah massa butir hujan, dan v adalah kecepatan jatuhnya. Korelasi yang lebih erat dengan erosi didapat dengan menggunakan term interaksi energi intensitas hujan (Wischmeier dan Smith, 1958). Term ini adalah hasil kali total energi hujan dengan intensitas hujan maksimum 30 menit. Term interaksi merupakan suatu pengukur hujan yang baik bagi pengaruh bersama antara (1) laju infiltrasi yang berkurang setelah hujan, (2) pengaruh aliran permukaan yang berbentuk geometri terhadap erosi, dan (3) perlindungan lapisan air terhadap pengaruh percikan butir butir hujan terhadap tanah. Energi kinetikhujan didapat dari persamaan (Wischmeier dan Smith, 1958) berikut : E = log i yang menyatakan E adalah energi kinetik dalam metrik ton meter ha -1 cm -1 hujan, dan i adalah intensitas hujan dalam cm jam -1. Term interaksi energi dengan intensitas hujan maksimum 30 menit didapat dari hubungan berikut : EI 30 = E (I ) yang menyatakan EI30 adalah interaksi energi dengan intensitas maksimum 30 menit, E adalah energi kinetik selama periode hujan dalam ton meter ha -1 cm -1 hujan, I 30 adalah intensitas maksimum 30 menit dalam cm jam -1.

21 2.3. Debit Aliran Sungai Debit aliran atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting bagi pengelola sumberdaya air (Widyaningsih, 2008). Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu, biasanya dalam satuan meter kubik per detik (m 3 /dtk) (Asdak, 2004). Debit aliran sungai terjadi ketika intensitas curah hujan maupun laju lelehan salju melebihi laju infiltrasi, maka kelebihan air mulai berakumulasi sebagai cadangan permukaan. Ketika kapasitas cadangan permukaan dilampaui, limpasan permukaan mulai terjadi sebagai suatu aliran lapisan yang tipis. Kemudian lapisan aliran air ini berkumpul ke dalam saluran sungai yang diskrit. Air yang mengalir pada saluran saluran yang kecil, parit parit, sungai sungai, dan aliran aliran merupakan kelebihan curah hujan terhadap evapontranspirasi, cadangan permukaan, dan air bawah tanah (Seyhan, 1977) Faktor faktor yang Mempengaruhi Debit Aliran Sungai Aliran sungai tergantung pada faktor faktor meteorologi dan sifat sifat fisik DAS. Faktor-faktor meteorologi yang mempengaruhi limpasan terdiri dari jenis presipitasi, intensitas curah hujan, lamanya curah hujan, distribusi curah hujan pada DAS (daerah aliran sungai), arah pergerakan curah hujan, curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah, suhu udara, kecepatan angin, kelembaban relatif udara dan faktor meteorologi lainnya yang mempengaruhi secara tidak langsung. Sifat sifat fisik DAS (daerah aliran sungai) terdiri dari kondisi tata guna lahan, luas daerah pengaliran, topografi, jenis tanah, karakteristik jaringan sungai, dan adanya drainase buatan (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Ukuran dan besar kecilnya daerah tangkapan hujan yang memberi kontribusi terhadap aliran sungai di dalam DAS berpengaruh langsung terhadap total volume aliran yang keluar dari DAS. Jika hujan jatuh merata di dalam DAS, yang satu berukuran besar dan daerah tangkapan hujan yang lebih sempit atau (DAS kecil), maka total volume aliran yang dihasilkan oleh DAS besar akan relatif lebih banyak dari DAS yang berukuran kecil dan volume air tersebut proporsional terhadap luas daerah tangkapannya (Indarto, 2010).

22 Hujan Semakin besar curah hujan dan semakin tinggi intensitas hujan, maka semakin besar pula aliran permukaan yang ditimbulkan (Haridjaja et al., 1991). Hujan dengan intensitas tinggi, kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan beda yang cukup besar dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif sehingga menyebabkan total volume air larian akan lebih besar pada hujan intensif dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif meskipun curah hujan total untuk kedua hujan tersebut sama besarnya (Asdak, 2007). Haridjaja et al. (1991) menambahkan bahwa semakin lama hujan turun, maka aliran permukaan semakin besar, walaupun masih tergantung pada intensitas dan jumlah Penggunaan Lahan Pengaruh penggunaan lahan terhadap aspek hidrologi suatu erat kaitannya dengan fungsi vegetasi sebagai penutup lahan dan sumber bahan organik yang dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi. Di samping itu secara fisik vegetasi akan menahan aliran permukaan dan meningkatkan simpanan permukaan (depression storage) sehingga menurunkan besarnya aliran permukaan dan pada akhirnya menurunkan besarnya aliran yang masuk ke sungai (Widyaningsih, 2008). Apabila terjadi proses alih fungsi lahan dari hutan ke fungsi lainnya (pemukiman), maka kondisi hidrologi pada DAS tersebut akan berubah secara drastis. Hal ini dikarenakan hutan mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting, antara lain sebagai penyimpan sumber genetik dan pengatur kesuburan tanah (Soemarwoto, 2004). Vegetasi yang lebat, seperti hutan lebat, mampu menahan laju derasnya air hujan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kerusakan tanah. Pembukaan hutan (clearing) yang membuat lapisan top soil hilang dapat merusak struktur dan tekstur tanah, memperbesar jumlah dan kecepatan aliran permukaan akibat daya serap (infiltrasi) berkurang atau terhambat (Widyaningsih, 2008). Tumbuhan yang merambat di permukaan tanah adalah penghambat aliran permukaan. Tumbuhan yang merambat di permukaan tanah dengan rapat tidak hanya memperlambat aliran permukaan, tetapi juga mencegah pengumpulan air secara cepat (Arsyad, 2010). Jika daerah hutan ini dijadikan daerah pembangunan, maka kapasitas infiltrasi akan menurun akibat penambahan lapisan kedap air

23 sehingga aliran permukaan akan mudah berkumpul ke badan badan sungai dengan kecepatan tinggi (Sosrodarsono dan Takeda, 2003) Kondisi Topografi Menurut Sasrodarsono dan Takeda (2003), parameter parameter dalam kondisi topografi yaitu elevasi, variasi topografi, gradien, dan arah kemiringan akan mempengaruhi kondisi sungai dan hidrologi daerah pengaliran. Topografi berperan dalam menentukan kecepatan dan volume debit aliran sungai. Ada dua unsur yang berpengaruh terhadap volume debit aliran sungai, yaitu panjang lereng dan kemiringan lereng. Semakin panjang lereng, maka volume kelebihan air yang terakumulasi dan melintas akan semakin besar. Peningkatan kemiringan lereng menyebabkan kemampuan tanah untuk meresapkan air hujan semakin rendah, sehingga akan lebih banyak air yang terakumulasi menjadi aliran permukaan dan kemudian masuk ke badan badan sungai menjadi debit aliran sungai Tanah Menurut Indarto (2010), kepekaan tanah terhadap butiran dan pukulan air hujan yang jatuh di atasnya, dipengaruhi oleh : 1. Ruang pori tanah Ruang pori adalah ruang kosong diantara partikel partikel tanah. Jumlah air hujan yang dapat terinfiltrasi ditentukan oleh jumlah ruang pori yang tersedia pada lapisan tanah. Semakin banyak ruang pori yang tersedia, maka akan semakin banyak air hujan yang dapat terinfiltrasi sehingga aliran permukaan langsung yang akan masuk ke badan sungai semakin berkurang. 2. Tekstur tanah Tekstur tanah menentukan jumlah air yang dapat diikat oleh tanah. Jika pada tanah, kandungan pasir cukup banyak, maka infiltrasi dan drainase air lebih cepat terjadi karena ruang pori besar. Tanah berpasir lebih cepat menyerap hujan dengan intensitas tinggi atau dapat dikatakan memiliki laju infiltrasi tinggi. Tanah berlempung mempunyai ruang pori kecil sehingga infiltrasi lambat dan kurang menyerap air hujan yang deras.

24 3. Profil tanah Profil tanah memberikan informasi mengenai karakteritik tanah dan kedalaman tanah. Kedalaman tanah bervariasi dari 25 cm sampai dengan 200 cm. Wilayah dengan kedalaman tanah cukup tebal akan mempunyai kapasitas besar untuk menyerap dan menyimpan air, sebaliknya lapisan tanah yang tipis akan cepat jenuh dan menghasilkan lebih banyak aliran permukaan sehingga akan lebih banyak volume air yang masuk ke badan sungai dengan kecepatan tinggi Hidrograf Aliran Sungai Debit aliran sungai biasanya digambarkan dalam bentuk hidrograf aliran. Hidrograf aliran adalah suatu perilaku debit sebagai respon adanya perubahan karakteristik biogeofisik yang berlangsung dalam suatu DAS (oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS) dan adanya perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan) iklim lokal (Asdak, 2007). Sebuah hidrograf memiliki empat komponen elemen elemen 1) aliran permukaan langsung (direct surface runoff/overlandflow), yaitu aliran di atas permukaan yang terjadi karena laju curah hujan melampaui laju infiltrasi 2) aliran bawah permukaan (interflow), yaitu aliran air yang masuk ke dalam tanah yang tidak cukup dalam dan kemudian bergerak keluar menuju permukaan dalam waktu yang pendek. Aliran ini sering dianggap sebagai bagian dari aliran permukaan langsung (direct surface runoff/overlandflow), 3) aliran air bawah tanah (groundwater flow/baseflow), yaitu aliran yang berasal dari air bawah tanah atau aliran sungai yang terjadi selama musim kering, dan dianggap sebagai debit sungai harian normal, 4) hujan yang jatuh langsung di atas sungai (channel precipitation) (Viesmann et al., 1977) Gabungan intersepsi saluran, air larian, dan aliran air bawah permukaan dikenal sebagai debit aliran (stormflow). Stormflow menjadi komponen hidrograf yang paling diperhatikan dalam analisis banjir, terutama dalam kaitannya dengan karakteristik DAS (Asdak, 2007). Dalam menganalisis hidrograf, tidak lazim memisahkan masing masing komponen pembentuk stormflow. Analisis dapat dilakukan dengan cara memisahkan aliran permukaan langsung (direct runoff) dari aliran dasar (baseflow). Aliran dasar (baseflow) mudah dikenali, yaitu debit aliran yang

25 mengalir sepanjang musim kemarau ketika tidak ada komponen curah hujan yang membentuk debit aliran (Asdak, 2007). Gambar 1. Komponen Hidrograf (Viesmann et al., 1977) 2.6. Daerah Aliran Sungai (DAS) Berdasarkan Undang undang (UU) No.7 tahun 2004, daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, dimana batas di darat merupakan pemisah topografis. Menurut Sinukaban (2007), Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi sehingga setiap hujan akan mengalir melalui titik tertentu (titik pengukuran di sungai) dalam DAS tersebut. DAS dapat memberikan respon hidrologis berupa erosi, sedimentasi, aliran permukaan, dan pengangkutan nutrient terhadap yang jatuh di atasnya. Proses proses hidrologi yang terjadi tergantung dari kondisi tanah, air, dan tanaman yang berbagung membentuk parameter parameter pendukung di dalam DAS. Parameter parameter tersebut adalah penutupan tanaman, jenis pengelolaan lahan, kekasaran permukaan tanah, kemiringan lahan, panjang lereng, tekstur tanah, kadar air tanah, porositas tanah, kapasitas lapang, erodibilitas tanah, dan kondisi saluran (Ilyas, 1996).

26 III. METEDOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2011, berlokasi di DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Wilayah penelitian meliputi tiga Kecamatan, yaitu Kecamatan Cisarua, Ciawi, dan Kedung Halang Bahan dan Alat Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah : 1. Data curah hujan harian tahun dari stasiun pengamatan hujan Katulampa, Gunung Mas, Citeko, dan Empang. 2. Data pias hujan tahun yang diperoleh dari penakar hujan otomatik Stasiun pengamatan hujan Citeko. 3. Data debit aliran sungai harian Bendung Katulampa tahun Data penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1985 dan 1990 yang merupakan hasil penelitian Sudadi et al. (1991). 5. Data penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1994 dan 2001 yang merupakan hasil penelitian dari Janudianto (2004). 6. Citra Landsat ETM + tahun 2010 yang diperoleh dari halaman website Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi perangkat keras komputer dan perangkat lunak, yaitu : Arcview GIS 3.3, Microsoft Excel 2010, Statistica 8.0, dan Minitab for Windows Metodologi Penelitian ini menggunakan beberapa analisis. Analisis tersebut disajikan pada diagram alir tahapan penelitian seperti disajikan pada Gambar 2.

27 Data curah hujan harian stasiun citeko, katulampa, gunung mas, empang ( ) dan data pias harian stasiun citeko ( ) Citra landsat ETM Koreksi geometri dan pemotongan sesuai batas daerah Analisis karakteristik hujan (Curah hujan harian, bulanan, tahunan, sifat hujan, dan erosivitas hujan) DAS Ciliwung Hulu Interpretasi dan digitasi Peta penggunaan lahan tahun 2010 Data luas penggunaan lahan 1985,1990, 1994, 2001, 2010 Teknik Pendugaan pertumbuhan eksponensial Curah hujan rata rata bulanan dan Curah hujan total tahunan ( ) dan nilai erosivitas hujan DAS Ciliwung hulu Model model kecendrungan perubahan penggunaan lahan Hasil pendugaan pertumbuhan penggunaan lahan ( ) Debit Aliran Sungai h 80 cm ( ) Analisis komponen utama Analisis Regresi berganda Analisis Direct Runoff menggunakan straight line method Model persamaan hubungan penggunaan lahan, curah hujan, dan debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu Direct Runoff 1985 dan 2010 Gambar 2. Diagram Alir Tahapan Penelitian

28 Karakteristik Curah Hujan Stasiun pengamatan hujan yang digunakan adalah stasiun pengamatan hujan Gunung Mas, Katulampa, Empang, dan Citeko. Data curah hujan harian didapat dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Ciliwung Cisadane, Bogor dan sebagian lagi didapat dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Citeko, Bogor. Distribusi curah hujan dihitung dengan menggunakan metode poligon Thiessen (menggunakan software Arc GIS) berdasarkan lokasi stasiun pengukur hujan dengan membuat poligon tertentu yang ditentukan luasannya. Curah hujan wilayah DAS Ciliwung Hulu dihitung dengan menggunakan persamaan :...(1) dimana, X = curah hujan rata rata DAS (mm) xi = curah hujan pada stasiun ke-i (mm) Ai = luas polygon stasiun ke-i Evaluasi sifat hujan dihitung dengan menggunakan rumus simpangan baku. Curah hujan dengan metode simpangan baku diklasifikasikan menjadi lima sifat hujan, yakni : 1. Jauh di bawah Normal (JBN) JBN = x X 1,5 SD 2. Di bawah Normal (BN) BN = X 1,5 SD < x X 0,5 SD 3. Normal (N)...(2) N = X 0,5 SD < x X + 0,5 SD 4. Di atas Normal (AN) AN = X + 0,5 SD < x X + 1,5 SD 5. Jauh di atas Normal (JAN) JAN = x > X + 1,5 SD dimana, X = curah hujan rata-rata DAS (mm)

29 x SD = curah hujan bulanan ke-i (mm) = standar Deviasi Standar deviasi dihitung dengan menggunakan rumus : SD =...(3) dimana, Xi n = curah hujan bulanan pada stasiun ke-i = banyaknya tahun pengamatan Intensitas Hujan dan Intensitas Hujan 30 Menit Intensitas curah hujan harian diperoleh dari pengolahan data pias hujan harian yang diperoleh dari penakar hujan otomatik stasiun pengamatan hujan Citeko selama periode ( ). Analisis pias hujan dilakukan dengan membagi kurva kejadian hujan yang ada dalam data pias menjadi segmen hujan. Setiap segmen hujan menggambarkan jumlah curah hujan setiap bagian dan waktu hujan dalam menit untuk segmen bersangkutan. Intensitas hujan setiap segmen hujan (I) dihitung dengan persamaan : Is = x 60...(4) dimana, Is = intensitas hujan setiap segmen (mm/jam) Chs = jumlah curah hujan setiap segmen (mm) Ts = lama (jangka waktu) hujan setiap segmen (menit) Setelah diperoleh intensitas hujan dari setiap segmen, kemudian dicari Intensitas hujan maksimum selama 30 menit (I 30 ) dari setiap data pias hujan harian. Intensitas hujan maksimum 30 menit (I 30 ) diperoleh dengan cara mencari jumlah curah hujan tertinggi yang terjadi selama 30 menit dari seluruh segmen.

30 Erosivitas Hujan (EI 30 ) Metode penghitungan erosivitas hujan yang digunakan adalah persamaan menurut Wischmeier dan Smith (1958). EI 30 dihitung untuk setiap kejadian hujan dengan menggunakan persamaan: EI 30 = E (I )...(5) dimana, E = log i E = energi kinetik hujan (ton.m/ha) I 30 i = intensitas hujan maksimum 30 menit (cm/jam) = intensitas hujan (cm/jam) Teknik Pendugaan Perubahan Penggunaan Lahan Data penggunaan lahan yang digunakan pada penelitian ini adalah data penggunaan lahan tahun 1985 dan 1990 yang merupakan hasil penelitian Sudadi et al. (1991) serta data penggunaan lahan tahun 1994 dan 2001 yang merupakan hasil penelitian Janudianto (2004). Data penggunaan lahan tahun 2010 diperoleh melalui pengolahan citra landsat ETM + tahun 2010 dengan menggunakan software ARCVIEW GIS 3.3. Citra komposit (band combination)yang digunakan pada penelitian ini adalah citra komposit (band combination) RGB-543. Citra komposit RGB-543 menunjukkan hasil terbaik pada model daerah volkan seperti daerah DAS Ciliwung hulu, karena menampilkan warna natural dengan kontras warna paling tegas dan paling jelas dalam menampilkan bentuk permukaan bumi. Langkah selanjutnya adalah koreksi geometri citra terhadap peta penggunaan lahan hasil penelitian Sudadi et al. (1991) dan Janudianto (2004). Setelah citra asli terkoreksi, kemudian dilakukan pemotongan citra sesuai dengan batas wilayah penelitian. Interpretasi citra dilakukan secara visual pada monitor komputer (onscreen interpretation). Interpretasi citra menggunakan unsur-unsur interpretasi, seperti unsur rona, warna, tekstur, pola, situs, dan asosiasi. Proses interpretasi dilakukan dengan membatasi daerah daerah dengan melihat karakteristik kenampakkan masing masing penutupan lahan pada citra yang dibantu dengan unsur unsur interpretasi (Lillesand dan Kiefer, 1997). Karakteristik unsur interpretasi setiap penggunaan atau penutupan lahan dijelaskan pada Tabel 3.

31 Tabel 3. Karakteristik Penampakan Penggunaaan Lahan pada Citra Landsat ETM + Penggunaan lahan Karakteristik penampakan pada citra landsat ETM + Hutan lebat Bentuk dan pola yang tidak teratur dengan ukuran yang cukup luas dan menyebar. Berwarna hijau tua sampai gelap, tekstur relatif kasar, ada bayangan igirigir puncak gunung yang menunjukkan sebaran hingga daerah yang curam, dan identik dengan letaknya yang berada di sekitar puncak gunung. Semak atau belukar Kebun campuran Kebun teh Lahan terbuka Bentuk dan pola yang hampir serupa dengan hutan lebat. Berwarna hijau agak terang dengan tekstur yang lebih halus dibandingkan hutan lebat. Tekstur relatif kasar. Berwarna hijau bercampur dengan sedikit magenta, bentuk dan pola memanjang dijumpai pada lembah dan sepanjang sungai, seringkali bercampur dengan pemukiman. Tekstur halus dan berwarna hijau muda Warna putih hingga merah jambu dengan tekstur halus. Keberadaanya sangat sulit ditemukan pada citra, hal ini disebabkan karena luas sebarannya yang relatif kecil pada tahun Pemukiman Sawah Tekstur halus sampai kasar, warna magenta, ungu kemerahan, pola bergerombol. Tekstur kasar, warna hijau agak gelap bercampur dengan magenta dan biru. Tegalan atau ladang Tekstur relatif sedang sampai kasar, hijau tua agak terang, bercampur dengan sedikit magenta dan kuning. Sumber : Lillesand dan Kiefer (1997) Perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung hulu periode diketahui dengan teknik pendugaan pertumbuhan atau peluruhan secara matematis (growth/decay function). Model ini dapat digunakan untuk menduga perubahan seiring dengan waktu serta perubahan seiring dengan ukuran atau jarak dari posisi referensi. Peubah yang diukur dengan menggunakan model ini adalah perubahan luas penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1985 hingga Model yang digunakan untuk menduga luas penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu periode

32 adalah model pertumbuhan atau peluruhan eksponensial. Model ini dipilih karena merupakan model yang paling mendekati kemungkinan pergerakan perubahan penggunaan lahan. Pengertian model eksponensial itu sendiri merupakan model yang didasarkan pada persen (%) laju yang berubah ubah. Kondisi seperti ini ditemui pada wilayah yang masih terus berkembang dalam hal pembangunannya. Pendugaan yang bersifat statistik ini akan menghasilkan nilai peluang, tingkat kepercayaan, dan nilai parameter koefisien determinasi. Model perubahan penggunaan lahan terbaik dipilih berdasarkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) terbesar. Model pertumbuhan eksponensial menggunakan persamaan sebagai berikut : Pt P t = P 0 exp (...(6) t dimana, P t P 0 α t = luas penggunaan lahan pada saat t = luas penggunaan lahan pada t=0 (nilai data luas penggunaan tahun pertama) = konstanta = tahun pengamatan Analisis Aliran Permukaan Langsung (Direct Runoff) Volume aliran permukaan langsung dapat diperoleh dengan memisahkan hidrograf dari aliran dasarnya (baseflow). Analisis hidrograf untuk menentukan besaran direct runoff yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode garis lurus (straight line method). Metode ini digunakan karena merupakan metode yang paling sederhana untuk mengetahui perubahan volume aliran permukaan langsung (direct runoff) DAS Ciliwung hulu pada tahun 1985 dan Tahapan analisis hidrograf adalah sebagai berikut : 1. Plotkan parameter debit aliran sungai (m 3 /dtk) pada koordinat ordinat dan parameter waktu pada koordinat absis.

33 2. Memisahkan antara komponen aliran dasar sungai (baseflow) dan aliran permukaan langsung (direct runoff) dengan menghubungkan dan menarik garis lurus titik titik debit terendah pada hidrograf. 3. Menentukan besaran debit aliran dasar sungai (baseflow) dengan rumus : Baseflow = debit titik baseflow...(7) 4. Menentukan besaran debit aliran permukaan langsung (direct runoff) dengan rumus : Direct runoff = debit baseflow...(8) 5. Mengkonversi satuan direct runoff (m 3 /dtk) menjadi satuan (m 3 ) Regresi Komponen Utama (PrincipleComponent Regression) Analisis komponen utama pada dasarnya mentransformasi peubah peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah peubah baru yang orthogonal dan tidak berkorelasi dengan cara mereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan korelasi diantara peubah melalui transformasi peubah asal ke peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi (Gaspertz, 1995). Sebelum menggunakan analisis regresi perlu diselidiki terlebih dahulu apakah semua asumsi statistik yang telah ditetapkan sudah terpenuhi. Salah satu asumsi yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat multikolinearitas diantara peubah bebas. Menurut Soleh (2004), jika variabel variabel bebas dalam keadaan multikolinier (saling berpengaruh), maka pendugaan koefisien regresi hanya dengan menggunakan metode regresi berganda cenderung memberikan hasil yang tidak stabil. Metode regresi komponen utama merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk mengatasi variabel variabel bebas yang saling berpengaruh (multikolinier). Metode ini merupakan gabungan antara analisis komponen utama dengan metode regresi berganda. Model persamaan perubahan debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu yang dihasilkan dari analisis regresi berganda menghasilkan multikolinearitas tinggi antar peubah bebas penggunaan lahan sehingga diperlukan suatu analisis antara untuk menghilangkan multikolinearitas tersebut. Analisis komponen utama (principle component analysis) merupakan analisis antara yang digunakan untuk menghilangkan multikolinearitas antar peubah penggunaan lahan.

34 Analisis komponen utama pada peubah penggunaan lahan hutan lebat, pemukiman, sawah, kebun campuran, dan tegalan menghasilkan sebuah komponen utama yang mewakili seluruh peubah penggunaan lahan. Komponen utama tersebut mampu mewakili keberagaman peubah bebas penggunaan lahan sebesar 98,1 %. Setelah didapat komponen utama yang mewakili seluruh peubah penggunaan lahan, kemudian dilakukan analisis regresi berganda antara debit aliran sungai sebagai (Y) dengan komponen utama yang mewakili peubah penggunaan lahan sebagai (W1) dan peubah curah hujan tahunan sebagai (X1) untuk mengetahui besarnya pengaruh masing masing peubah bebas terhadap perubahan debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu selama periode 1985 hingga 2010 (Tabel Lampiran 7). Komponen utama pada hasil analisis regresi berganda kemudian ditransformasikan (dipecah) kembali menjadi peubah penggunaan lahan hutan lebat, kebun campuran, pemukiman, sawah, dan tegalan atau ladang sehingga dihasilkan model persamaan antara debit aliran sungai sebagai (Y) dan curah hujan tahunan (X1), hutan lebat (X2), kebun campuran (X3), pemukiman (X4), sawah (X5), dan tegalan atau ladang (X6) Uji Statitistik 1. Uji R-squared (R 2 ) Uji koefisien determinasi (R 2 ) digunakan untuk mengukur keragaman pada variabel terikat (dependent) yang dapat diterangkan oleh variasi pada model regresi. Nilai R 2 akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah variabel bebas (independent) yang dimasukkan ke dalam model. Nilai ini berkisar antara (0<R 2 <1), dengan nilai yang mendekati satu menunjukkan model yang terbentuk mampu menjelaskan keragaman dari variabel terikat (dependent). 2. Uji Statistik t Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Tujuan dari uji t adalah untuk menguji koefisien regresi secara individual. Uji t juga dapat dilakukan dengan cara melihat output perhitungan komputer dengan melihat nilai P pada masing masing variabel independent.

35 Apabila nilai P pada masing masing variabel < α maka disimpulkan bahwa variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya. 3. Uji terhadap Multikolinear (Multicolinearity) Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah multikolinearitas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel variabel bebas. Menurut Sarwoko (2005), pendeteksian multikolinearitas dapat dilakukan dengan menghitung nilai variance inflation factor (VIF) melalui ouput (keluaran) komputer, dimana apabila nilai VIF < 10, maka tidak ada masalah multikolinearitas. 4. Uji terhadap Autokorelasi Apabila nilai yang diharapkan dari koefisien korelasi sederhana antara setiap dua pengamatan error term adalah tidak sama dengan nol, maka error term tersebut dikatakan memiliki autokorelasi yang disebabkan oleh kesalahan spesifikasi menghilangkan variabel yang penting atau bentuk fungsi yang salah. Sementara autokorelasi murni disebabkan oleh alasan pokok distribusi error term pada persamaan yang spesifikasinya sudah benar. Autokorelasi tidak murni disebabkan oleh kesalahan spesifikasi yang masih dapat diperbaiki oleh peneliti. 5. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Gejala heteroskedastisitas juga dapat dideteksi dengan melihat dari grafik hubungan antara residual dengan fits-nya. Jika pada gambar residual menyebar dan tidak membentuk pola tertentu, maka dapat dikatakan bahwa dalam model tersebut tidak terdapat gejala heteroskedastisitas atau ragam error sama.

36 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum DAS Ciliwung Hulu Secara geografis DAS Ciliwung Hulu terletak pada LS dan BT. DAS Ciliwung Hulu meliputi Kecamatan Cisarua, Ciawi dan Kedunghalang yang dibatasi oleh Bendung Katulampa sebagai outletnya, serta dikelilingi oleh Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan Gunung Hambalang. Luas total DAS Ciliwung Hulu secara keseluruhan adalah ha. Iklim di daerah penelitian tergolong ke dalam tipe iklim B1. Suhu berkisar antara C dengan kelembaban nisbi antara %. Radiasi surya minimum terjadi pada bulan Januari (27,36 %) dan maksimum pada bulan September (81,85 %). Rata rata penguapan minimum sebesar 2,08 mm terjadi pada bulan Januari sedangkan rata rata penguapan maksimum sebesar 3,56 mm pada bulan Oktober (Riyadi, 2003). Ditinjau dari kondisi geomorfologinya, DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh dataran volkanik tua dengan bentuk wilayah bergunung, hanya sebagian kecil merupakan dataran aluvial. Geomorfologi daerah penelitian ini dibentuk oleh gunung api muda dari Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango, rangkaian pegunungan api tua dari Gunung Malang, Gunung Limo, Gunung Kencana dan Gunung Gedongan (Riyadi, 2003). Tanah di DAS Ciliwung Hulu terdiri dari lima jenis tanah, yaitu Aluvial Kelabu, Assosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat, Andosol Coklat, Latosol Coklat Kemerahan, dan Assosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat. Dari kelima jenis tanah tersebut, Assosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat merupakan tanah yang mempunyai luasan yang paling besar, diikuti kemudian oleh tanah Assosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat, sedangkan tanah Aluvial Kelabu menempati luasan yang paling kecil (RLKT, 2000) Karakteristik Hujan Berdasarkan hujan yang jatuh di DAS Cilwung Hulu, curah hujan wilayah bulanan terendah sebesar 121 mm terjadi pada bulan Juli, dan tertinggi sebesar 522 mm pada bulan Januari. Berdasarkan klasifikasi Oldeman, hujan di DAS Ciliwung Hulu memiliki periode curah hujan mm (bulan lembab)

37 Curah hujan bulanan (mm) sebanyak empat bulan yaitu dari bulan Juni September. Hujan dengan periode curah hujan 200 mm (bulan basah) terjadi sebanyak delapan bulan yaitu dari bulan Oktober Mei, sedangkan tidak terdapat periode terjadinya curah hujan 100 mm (bulan kering) di DAS Ciliwung Hulu. Berdasarkan hasil analisis curah hujan bulanan DAS Ciliwung Hulu, iklim di DAS Ciliwung hulu merupakan tipe iklim B1. Klasifikasi yang digunakan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) mengenai panjangnya suatu musim yakni apabila CH 150 mm/bulan disebut periode musim hujan dan apabila CH 150 mm/bulan disebut periode musim kemarau. Berdasarkan klasifikasi BMKG, hujan yang jatuh di DAS Ciliwung Hulu memiliki periode musim hujan sebanyak 10 bulan, dan musim kemarau sebanyak 2 bulan, yaitu pada bulan Juni dan Juli. Distribusi curah hujan bulanan DAS Ciliwung Hulu menunjukkan pola curah hujan monsun yakni terdapat satu puncak maksimum dan satu puncak minimum yang terjadi di bulan Juni, Juli, dan Agusutus. Grafik curah hujan bulanan DAS Ciliwung Hulu (Gambar 3) yang membentuk pola huruf (V) merupakan salah satu karakteristik hujan yang dipengaruhi oleh angin monsun. Angin monsun merupakan angin yang berhembus secara periodik (minimal 3 bulan), dan antara periode yang satu dengan periode terbentuk pola yang berlawanan, seperti pada pola yang dibentuk oleh distribusi curah hujan bulanan DAS Ciliwung Hulu (membentuk huruf V) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des Gambar 3. Curah Hujan Bulanan DAS Ciliwung Hulu ( )

38 Curah hujan harian (mm) Distribusi curah hujan harian DAS Ciliwung Hulu diperoleh dengan membagi antara jumlah curah hujan tiap bulan dari masing masing stasiun pengamatan hujan dengan jumlah hari hujan pada bulan tersebut selama periode Berdasarkan data curah hujan harian dari keempat stasiun pengamatan hujan, curah hujan harian yang jauh di bawah atau di atas rata rata curah hujan harian tidak ditemukan. Curah hujan harian tertinggi terjadi pada bulan Oktober, sebesar 30 mm, dan terendah pada bulan Juli, sebesar 22 mm. Berdasarkan kriteria hujan yang ditetapkan oleh BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), curah hujan harian DAS Ciliwung Hulu masuk dalam kriteria hujan sedang dengan kriteria curah hujan sebesar 20 mm 50 mm per hari (Gambar 4) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des Gambar 4. Curah Hujan Harian DAS Ciliwung Hulu ( ) Curah hujan tahunan tertinggi terjadi pada tahun 2010, sebesar mm, dan terendah pada tahun 1997 sebesar mm. Curah hujan tahunan terendah DAS Ciliwung Hulu tidak berbeda jauh dengan rata rata curah hujan Indonesia yang sebesar mm. Banyaknya jumlah curah hujan di DAS Ciliwung Hulu setiap tahunnya cukup beragam (Gambar 5), tetapi jumlah curah hujan yang dihasilkan tidak pernah kurang dari mm setiap tahunnya. Berdasarkan hasil analisis tersebut, DAS Ciliwung Hulu merupakan daerah dengan curah hujan tinggi merata sepanjang tahun dengan rata rata curah hujan tahunan sebesar

39 Curah Hujan Tahunan (mm) mm, jauh di atas rata rata curah hujan tahunan Indonesia yaitu sebesar mm (Tabel Lampiran 1) Gambar 5. Curah Hujan Tahunan DAS Ciliwung Hulu ( ) Sifat hujan merupakan perbandingan antara curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan nilai rata rata curah hujan bulan tersebut dalam periode jangka panjang, misal 26 tahun ( ). Sifat hujan dihitung menggunakan metode deviasi simpangan baku. Berdasarkan hasil evaluasi sifat hujan selama periode , sifat hujan normal (N) merupakan sifat hujan yang paling mendominasi dengan presentase maksimum sebesar 36 %. Sifat hujan yang mendominasi kedua dan ketiga adalah sifat hujan bawah normal (BN) yaitu sebesar 28 % dan atas normal (AN) yaitu sebesar 25 %. Sifat hujan bawah normal banyak terjadi di bulan Juni, sedangkan sifat hujan atas normal (AN) banyak terjadi pada bulan November, Desember, dan Januari. Menurut kriteria BMKG, sifat hujan atas normal (AN) merupakan sifat hujan yang berpotensi menghasilkan banjir dan longsor. Presentase 25 % dari sifat hujan Atas Normal di DAS Ciliwung hulu menunjukkan bahwa 25 % hujan di kawasan DAS Ciliwung Hulu memiliki sifat berpotensi menghasilkan banjir dan longsor. Sifat curah hujan jauh atas normal (JAN) tidak begitu mendominasi, terjadi sebanyak 7 %, sedangkan sifat hujan jauh bawah normal (JBN) sebesar 4 % (Gambar 6).

40 25% 4% 7% JBN (Jauh Bawah Normal) 28% BN (Bawah Normal) N (Nomal) AN (Atas Normal) 36% JAN (Jauh Atas Normal) Gambar 6. Presentase Sifat Curah Hujan DAS Ciliwung Hulu ( ) Variabilitas curah hujan tertinggi di keempat stasiun DAS Ciliwung Hulu terjadi di bulan Agustus, dengan nilai variabilitas hujan stasiun Gunung Mas sebesar 93 %, Katulampa sebesar 82 %, Empang sebesar 79 %, dan Citeko dengan nilai variabilitas hujan tertinggi sebesar 94 %. Curah hujan dengan variabilitas terendah terjadi pada bulan Januari. Nilai variabilitas hujan terendah stasiun Gunung Mas sebesar 38 %, Katulampa sebesar 31 %, Citeko sebesar 36 %, dan Empang dengan nilai variabilitas terendah sebesar 29 %. Grafik variabilitas hujan (Gambar 7) menggambarkan bahwa stasiun Citeko merupakan stasiun dengan variasi hujan tertinggi, sedangkan stasiun Empang merupakan stasiun hujan dengan variasi kejadian hujan terendah. Variasi kejadian hujan tinggi pada stasiun pengamatan hujan Citeko dikarenakan letaknya yang berada pada ketinggian 920 mdpl. Hal ini menyebabkan pada periode musim kemarau, seperti bulan Agustus, masih dapat ditemukan beberapa kejadian hujan dengan jumlah dan intensitas hujan tinggi. Menurut Tjasyono (2004), daerah pegunungan dan lembah dapat mempengaruhi jumlah curah hujan. Semakin menjauhi daerah pantai menuju daerah pegunungan, jumlah curah hujan semakin bertambah besar sampai pada ketinggian tempat tertentu yang disebut daerah maksimum. Variasi kejadian hujan tertinggi terjadi pada bulan Juli dan Agustus, sedangkan variasi kejadian hujan terendah terjadi pada bulan November, Desember, Januari, dan Februari. Tingginya variasi hujan pada bulan Agustus dikarenakan bulan Agustus yang merupakan bulan kering, masih dapat ditemukan

41 variabilitas hujan (%) beberapa kejadian hujan yang tinggi, jauh di atas rata rata curah hujan bulan Agustus, sedangkan pada bulan November, Desember, Januari, dan Februari yang merupakan musim hujan (bulan basah), jarang ditemukan curah hujan di bawah rata rata curah hujan bulan tersebut. katulampa gunung mas empang citeko Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des Gambar 7. Variasi Hujan DAS Ciliwung Hulu ( ) 4.3. Karakteristik Erosivitas Hujan Nilai erosivitas hujan harian, bulanan, dan tahunan diperoleh dari pengolahan data pias hujan harian periode Data pias hujan harian dihasilkan dari penakar hujan otomatik (Hellman) yang terpasang di stasiun pengamatan hujan Citeko, kabupaten Bogor. Stasiun pengamatan hujan Citeko berada pada ketinggian 920 mdpl dan terletak di lintang selatan dan bujur timur (Gambar 8). Gambar 8. Penakar Hujan Otomatik (Hellman) di Stasiun Citeko

42 Erosivitas hujan harian tertinggi pada bulan Januari, Februari, Maret, dan April terjadi pada tanggal 14 Januari 2009, 01 Februari 2009, 11 Maret 2010, dan 19 April 2009 dengan nilai erosivitas masing masing sebesar 145,58 ton.m/ha cm/jam, 333,43 ton.m/ha cm/jam, 254,56 ton.m/ha cm/jam, dan 737,98 ton.m/ha cm/jam. Erosivitas hujan harian tertinggi pada bulan Mei, Juni, Juli, dan Agustus terjadi pada tanggal 18 Mei 2009, 08 Juni 2009, 24 Juli 2009, dan 15 Agustus 2008, dengan nilai erosivitas masing masing sebesar 266,93 ton.m/ha cm/jam, 173,87 ton.m/ha cm/jam, 90,56 ton.m/ha cm/jam, dan 95,16 ton.m/ha cm/jam. Erosivitas hujan harian tertinggi pada bulan September, Oktober, November, dan Desember terjadi pada tanggal 30 September 2008, 28 Oktober 2009, 14 November 2008, dan 02 Desember 2008, dengan nilai erosivitas hujan masing masing sebesar 81,47 ton.m/ha cm/jam, 93,98 ton.m/ha cm/jam, 122,63 ton.m/ha cm/jam, dan 108,08 ton.m/ha cm/jam. Erosivitas hujan harian terendah pada bulan Januari, Februari, Maret, dan April masing masing sebesar 0,011 ton.m/ha cm/jam, 0,031 ton.m/ha cm/jam, 0,011 ton.m/ha cm/jam, dan 0,014 ton.m/ha cm/jam. Erosivitas hujan harian terendah pada Mei,Juni, Juli, dan Agustus masing masing sebesar 0,003 ton.m/ha cm/jam, 0,006 ton.m/ha cm/jam, 0,026 ton.m/ha cm/jam, dan 0,016 ton.m/ha cm/jam. Erosivitas hujan harian terendah pada bulan September, Oktober, November, dan Desember masing masing sebesar 0,004 ton.m/ha cm/jam, 0,042 ton.m/ha cm/jam, 0,004 ton.m/ha cm/jam, dan 0,013 ton.m/ha cm/jam. Erosivitas hujan harian (Gambar 9, 10, 11, 12) tertinggi daari seluruh kejadian hujan selama periode ( ) terjadi pada tanggal 19 April 2009, 7 April 2009, dan 1 Februari 2009, dengan nilai erosivitas hujan masing masing sebesar sebesar 737,98 ton.m/ha cm/jam, 560,41 ton.m/ha, cm/jam, dan 333,43 ton.m/ha cm/jam. Erosivitas hujan harian terendah terjadi pada tanggal 18 Mei 2007 dan 05 November 2010 dengan nilai erosivitas hujan masing masing sebesar 0,003 ton.m/ha, cm/jam dan 0,004 ton.m/ha (Tabel Lampiran 6). Rata - rata erosivitas hujan harian tertinggi di keempat tahun (2007, 2008, 2009, dan 2010) terjadi pada bulan Januari, Februari, dan Maret, sedangkan terendah terjadi pada bulan Juli dan Agustus (Gambar 9, 10, 11, 12).

43 erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam) erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam) erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam) 160, ,000 (a) 120, ,000 80,000 60,000 40, ,000 0, Tanggal 400, ,000 (b) 300, , , , ,000 50, , Tanggal 300, ,000 (c) 200, , , ,000 0, Tanggal Gambar 9. Erosivitas Hujan Harian Stasiun Citeko Bulan (a) Januari, (b) Februari, dan (c) Maret

44 erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam) erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam) erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam) 800, , , , , , , , (a) 0, Tanggal 300, (b) 250, , , ,000 50,000 0, Tanggal 200, , , , , ,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0, (c) Tanggal Gambar 10. Erosivitas Hujan Harian Stasiun Citeko Bulan (a) April (b) Mei, dan (c) Juni

45 erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam) erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam) erosivita hujans (ton.m/ha, cm/jam) 100,000 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0, (a) Tanggal 100,000 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10, (b) 0, Tanggal 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10, (c) 0, Tanggal Gambar 11. Erosivitas Hujan Harian Stasiun Citeko Bulan (a) Juli (b) Agustus, dan (c) September

46 erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam) erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam) erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam) 100,000 90, (a) 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0, Tanggal 140, (b) 120, ,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0, Tanggal 120, (c) 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0, Tanggal Gambar 12. Erosivitas Hujan Harian Stasiun Citeko Bulan (a) Oktober (b) November, dan (c) Desember

47 Erosivitas hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan April 2009, Maret 2010, dan bulan Februari 2009, dengan nilai erosivitas hujan masing masing sebesar 1.996,95 ton.m/ha cm/jam, 838,41 ton.m/ha, cm/jam dan 644,70 ton.m/ha cm/jam. Erosivitas hujan bulanan terendah terjadi pada bulan Agustus 2009, Juli 2008, dan September 2007 dengan nilai erosivitas masing-masing sebesar 0,02 ton.m/ha cm/jam, 0,89 ton.m/ha cm/jam, dan 5,09 ton.m/ha cm/jam (Gambar 13). Berdasarkan rata rata erosivitas hujan bulanan selama periode (Gambar 13, Tabel 4), bulan April dan Maret merupakan bulan yang paling banyak menghasilkan erosivitas hujan tertinggi. Erosivitas hujan pada bulan April sebesar 656,16 ton.m/ha cm/jam dan Maret sebesar 504,78 ton.m/ha cm/jam, sedangkan terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 39,17 ton.m/ha cm/jam. Bulan Juni dan Juli dimana kejadian hujan yang menghasilkan total erosivitas hujan rendah terjadi, masih dapat ditemukan beberapa kejadian hujan yang menghasilkan erosivitas hujan harian tinggi, seperti pada tanggal 08 Juni 2009 menghasilkan nilai erosivitas hujan sebesar 173,87 ton.m/ha cm/jam dan pada tanggal 24 Juli 2009 sebesar 90,56 ton.m/ha cm/jam (Tabel Lampiran 6). Nilai tersebut jauh di atas rata rata erosivitas hujan harian bulan Juni dan Juli yang tidak lebih dari 10 ton.m/ha cm/jam. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kejadian hujan di kawasan DAS Ciliwung Hulu menghasilkan erosivitas hujan tinggi dan dapat berpengaruh terhadap potensi terjadinya erosi. Bulan Agustus dan September tahun 2010 menghasilkan hari hujan berpotensi menghasilkan erosivitas hujan lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2007, 2008, 2009, dan Bulan Agustus tahun 2007 menghasilkan 4 hari hujan yang berpotensi menghasilkan erosivitas hujan. Bulan Agustus 2008 menghasilkan 7 dan bulan Agustus 2009 menghasilkan 1 hari hujan, sedangkan pada bulan Agustus tahun 2010 menghasilkan 11 hari yang berpotensi menghasilkan erosivitas hujan. Bulan September tahun 2007, 2008, 2009 masing masing menghasilkan 5, 11, dan 3 hari hujan yang berpotensi menghasilkan erosivitas hujan, sedangkan bulan September tahun 2010 menghasilkan 18 hari hujan yang dapat menimbulkan erosivitas hujan. Hal ini juga terjadi pada bulan bulan lain, dimana tahun 2010 merupakan tahun dengan hari hujan yang

48 erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam) berpotensi menghasilkan erosivitas hujan, walaupun nilai erosivitas hujan yang dihasilkan bukan erosivitas hujan tinggi (Tabel Lampiran 6). Secara umum bulan Oktober, November, Desember, Januari, Februari, Maret, April, dan Mei merupakan bulan dengan kejadian hujan yang banyak menghasilkan erosivitas hujan tinggi sehingga disarankan pada bulan bulan tersebut untuk menghindari melakukan penanaman komoditas tanaman yang memerlukan pengelolaan tanah yang intensif. Pada bulan Juni, Juli, Agustus, dan September merupakan bulan dengan kejadian hujan yang menghasilkan erosivitas hujan rendah. 2500, , , ,00 500,00 0,00 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Gambar 13. Erosivitas Hujan (EI 30 ) Bulanan DAS Ciliwung Hulu ( ) Berdasarkan hasil analisis data erosivitas hujan tahunan yang tersaji pada Tabel 4 dan Gambar 14, dapat diidentifikasikan bahwa tahun 2009 merupakan tahun dimana banyak kejadian hujan menghasilkan erosivitas hujan tinggi, sebesar 5.188,45 ton.m/ha cm/jam. Nilai erosivitas hujan tahunan 2008 dan 2010 tidak berbeda jauh, yaitu 2.881,72 ton.m/ha cm/jam dan 2.759,14 ton.m/ha cm/jam, sedangkan tahun 2007 merupakan tahun dimana kejadian hujan dengan nilai erosivitas hujan terendah terjadi, yaitu sebesar 2.020,40 ton.m/ha cm/jam. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2009, hujan yang terjadi memberi kontribusi besar terhadap terjadinya erosi di kawasan DAS Ciliwung hulu.

49 erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam) Tabel 4. Erosivitas Hujan (EI 30 ) Bulanan dan Tahunan DAS Ciliwung Hulu ( ) Bulan Rata - rata EI 30 I 30 EI 30 *) I 30 EI 30 *) I 30 EI 30 *) I 30 EI 30 *) bulanan Jan 41,21 395,8 26,41 257,57 44,61 585,06 395,49 271,2 377,41 Febr 41,88 527,98 32,66 204,82 48,08 644,7 48,87 486,13 465,91 Mar 25,85 192,28 53,2 550,22 43,39 438,2 57,71 838,41 504,78 Apr 39,67 244,63 38,84 321,57 28, ,95 13,44 61,48 656,16 Mei 17,97 102,01 33,08 273,89 39,65 496,41 29,2 264,61 284,23 Jun 12,22 46,08 8,62 24,77 12,44 182,29 29,27 83,27 84,10 Jul 4,1 22,07 1,25 0,89 8,38 92,08 16,25 41,64 39,17 Ags 11,12 87,07 19,68 173,56 0,06 0,02 14,58 52,83 78,37 Sept 3,42 5,09 22,33 176,87 4,87 20,62 26,29 108,94 77,88 Okt 13,36 46,83 29,99 220,4 46,11 387,9 28,66 207,48 215,65 Nov 24,83 149,84 52,4 498,29 32,64 197,03 32,91 246,96 273,03 Des 38,09 200,73 21,5 178,86 22,8 147,18 24,48 96,19 155,74 Total 273, ,40 339, ,72 331, ,45 717, ,14 *) dihitung dengan menggunakan rumus Wischmeier dan Smith (1958) 6000, , , , , ,00 0, Gambar 14. Erosivitas Hujan (EI 30 ) Tahunan DAS Ciliwung Hulu ( ) Erosivitas hujan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya erosi. Distribusi besaran nilai erosivitas hujan dapat digunakan sebagai masukan dalam penentuan waktu pengelolaan tanaman sehingga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya erosi tanah. Pada bulan dengan nilai erosivitas hujan yang tinggi diupayakan menghindari pengolahan lahan secara intensif dan pembersihan lahan dari gulma. Pada bulan dengan kejadian hujan yang menghasilkan erosivitas hujan tinggi dapat juga dilakukan pemberian penutup permukaan lahan dengan mulsa, serasah daun daunan atau penambahan bahan organik lainnya. Hal ini dilakukan

50 dengan tujuan untuk mempertahankan agregat tanah dari pukulan air hujan yang besar sehingga menyebabkan terjadinya erosi tanah. Pada bulan dengan kejadian hujan yang menghasilkan erosivitas hujan rendah dapat dilakukan pemilihan jenis tanaman musiman yang memerlukan pengolahan intensif tinggi dan tidak memerlukan banyak air. Distribusi besaran nilai erosivitas hujan juga dapat digunakan sebagai salah satu faktor masukan dalam menentukan nilai prediksi erosi suatu daerah. Erosivitas hujan merupakan faktor alami yang tidak mungkin dikelola dan diatur oleh manusia waktu terjadinya dan besaran nilai yang dihasilkannya. Nilai erosivitas hujan yang tinggi di kawasan DAS Ciliwung Hulu merupakan tetapan yang tidak mungkin diperkecil atau dirubah waktu terjadinya. Untuk memperkecil laju erosi dapat dilakukan dengan mengelola faktor faktor erosi yang lain. Menurut Arsyad (2010), besarnya erosi pada suatu lahan ditentukan oleh lima faktor utama, yaitu erosivitas hujan, erodibilitas hujan, bentuk lahan, vegetasi penutup tanah, dan tingkat pengelolaan tanah. Berdasarkan hasil penelitian mengenai besaran erosivitas hujan di kawasan DAS Ciliwung Hulu, maka usaha pengelolaan tanah secara konservasi perlu dilakukan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menekan laju erosi yang dihasilkan akibat besarnya nilai erosivitas hujan yang dihasilkan dari setiap kejadian hujan Perubahan Penggunaan Lahan Dalam menginterpretasi citra landsat ETM +, Sudadi et al. (1991) dan Janudianto (2004) mengelompokkan penggunaan lahan menjadi kategori hutan lebat, hutan semak atau belukar, kebun campuran, kebun karet, lahan terbuka, pemukiman, sawah, dan tegalan atau ladang. Berdasarkan pengelompokan ini, hasil analisis penggunaan lahan terhadap peta penggunaan lahan kawasan DAS Ciliwung hulu tahun 1985, 1990, 1994, 2001, dan 2010 ditampilkan pada Tabel 6. Pada periode , luas hutan lebat mengalami penurunan dari 3869,93 ha menjadi 3143,39 ha. Kebun campuran, kebun karet, sawah, dan lahan terbuka juga mengalami penurunan luasan, yang masing masing terwakili dengan nilaian 1.317,45 ha menjadi 1.151,73 ha, 188,53 ha menjadi 0,00 ha, 3.417,76 ha menjadi 2.703,87 ha, dan 540,70 ha menjadi 107,15 ha. Berbanding terbalik, hutan semak atau belukar, kebun teh, dan tegalan atau ladang mengalami

51 kenaikan luasan lahan yang masing masing sebesar 479,39 ha menjadi 873,46 ha, 3.166,06 ha menjadi 3.838,64 ha, dan untuk tegalan sebesar 174,42 ha menjadi 619,93 ha. Pemukiman juga termasuk salah satu penggunaan lahan yang mengalami kenaikan luas lahan dari 1.765,58 ha menjadi 2.482,24 ha. Tabel 5. Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung Hulu ( ) Penggunaan Lahan Hektar Persen Hektar Persen Hektar Persen Hektar Persen Hektar Persen Hutan Lebat 3.869,93 25, ,39 21, ,02 21, ,53 20, ,15 9,80 Semak/belukar 479,39 3,21 873,46 5,85 512,06 3,43 278,69 1,87 903,67 6,06 Kebun Campuran 1.317,45 8, ,73 7, ,41 10, ,01 10, ,33 15,18 Kebun Karet 188,53 1,26 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Kebun Teh 3.166,06 21, ,64 25, ,16 25, ,77 20, ,06 27,19 Lahan Terbuka 540,70 3,62 107,15 0,72 44,44 0,30 11,70 0,08 35,45 0,24 Pemukiman 1.765,58 11, ,24 16, ,01 20, ,88 26, ,13 28,40 Sawah 3.417,76 22, ,87 18, ,25 16, ,73 9,14 429,47 2,88 Tegalan 174,72 1,17 619,63 4,15 368,77 2, ,83 11, ,28 10,26 Total Pada periode , lahan pertanian seperti sawah dan tegalan atau ladang mengalami penurunan masing masing sebesar 213,62 ha dan 250,86 ha. Kebun teh, lahan terbuka, dan hutan semak atau belukar juga mengalami penurunan luasan lahan yang masing-masing sebesar 79,48 ha, 62,71 ha, dan 361,40 ha. Penggunaan lahan yang mengalami kenaikan dalam luasan lahannya adalah pemukiman dan kebun campuran sebesar 533,77 ha dan 434,68 ha. Hutan lebat pada periode ini hanya mengalami penurunan luasan sebesar 0,37 ha. Pada periode , penggunaan lahan yang mengalami penurunan luasan lahannya adalah hutan lebat, hutan semak, kebun teh, dan lahan terbuka masing-masing sebesar 149,49 ha, 233,37 ha, 664,39 ha, dan 32,74 ha. Sebaliknya penggunaan lahan yang mengalami penambahan luasan lahan yang cukup besar adalah pemukiman, yakni sebesar 938,87 ha. Pada periode ini penggunaan lahan yang paling banyak mengalami penambahan luasan lahan adalah tegalan atau ladang, yakni sebesar 1.272,06 ha, sedangkan penggunaan lahan yang mengalami

52 luasan (ha) penurunan luasan lahan terbesar adalah sawah, yakni sebesar 1.126,52 ha. Kebun campuran mengalami penurunan luasan lahan sebesar 4,40 ha. Penggunaan lahan pada tahun 2010 (Tabel 5, Gambar Lampiran 1) didominasi oleh pemukiman. Luasan lahan pemukiman pada tahun 2010 naik secara signifikan, pada tahun 1985 sebesar 1.765,58 ha, dan meningkat menjadi 4.238,13 ha pada tahun Periode , penggunaan lahan yang mengalami penurunan luasan lahan adalah hutan lebat, sawah, dan tegalan, yang masing masing perubahan penurunan luasannya adalah 1.531,38 ha, 934,26 ha, dan 110,55 ha. Penggunaan lahan luasannya bertambah adalah hutan semak, kebun campuran, pemukiman, lahan terbuka, yamg masing-masing kenaikan luasannya sebesar 624,98 ha, 682,32 ha, 283,25 ha, dan 23,75 ha. Pada periode ini, kebun teh mengalami penambahan luasan, yakni sebesar 962,29 ha Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Lebat Perubahan luas hutan lebat memiliki laju peluruhan eksponensial yang tergambar dalam model persamaan y = 4.010,8 exp (-0,029X) dengan nilai R square (R 2 ) = 0,91 (Gambar 15 dan Tabel 6). Laju peluruhan hutan lebat mengalami penurunan luasan lahannya dari tahun 1985 ke tahun 2010, yakni sebanyak 2.407,78 ha atau berkurang sebanyak 62,21 %. y = 4.010,8 exp (-0,029X) urutan tahun pengamatan Gambar 15. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Hutan Lebat Hutan lebat di DAS Ciliwung Hulu kebanyakan berada di wilayah dengan elevasi tinggi dan kemiringan lereng yang curam, sekitar puncak gunung (Janudianto, 2004). Hal ini menyebabkan sangat sulit hutan lebat langsung

53 dikonversi menjadi pemukiman. Kenyataannya karena teknologi yang semakin berkembang dari waktu ke waktu menyebabkan semakin banyak ditemui pemukiman atau lahan terbangun yang berada di sekitar puncak gunung. Tabel 6. Model Pendugaan Perubahan Berbagai Tipe Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu ( ) Model persamaan pendugaan pertumbuhan eksponensial penggunaan lahan DAS Ciliwung hulu (y = c*exp(b 0 +b 1 *x 1 +b 2 *x 2...) Tipe penggunaan lahan R 2 Persamaan Hutan Lebat 0,91 y = 4.010,8exp (-0,029X) Hutan Semak/Belukar 0,25 y = 521,6exp (0,012X) Kebun Campuran 0,92 y = 1.140,1exp (0,025X) Kebun Teh 0,41 y = 3.368,7exp (0,005X) Lahan Terbuka 0,99 y = 736,6exp (-0,31X) Pemukiman 0,93 y = 2.109,5exp (0,029X) Sawah 0,97 y = 3.808,2exp (-0,06X) Tegalan/Ladang 0,82 y = 399exp (0,056X) Ket: y = luas pendugaan penggunaan lahan (ha); x = urutan tahun pengamatan Tabel 7. Hasil Estimasi Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Model Pertumbuhan Eksponensial Tahun Hutan Kebun Lahan Tegalan/ Pemukiman Sawah Lebat Campuran Terbuka Ladang , ,02 539, , ,53 422, , ,71 395, , ,69 446, , ,16 290, , ,89 472, , ,38 212, , ,43 499, , ,40 155, , ,66 528, , ,23 114, , ,96 558, , ,89 83, , ,74 591, , ,41 61, , ,46 625, , ,80 45, , ,59 661, , ,10 33, , ,66 699, , ,31 24, , ,19 740, , ,47 17, , ,76 782, , ,60 13, , ,96 828, , ,73 9, , ,40 875, , ,87 6, , ,73 926, , ,06 5, , ,60 980, , ,32 3, , , , , ,68 2, , , , , ,16 2, , , , , ,80 1, , , , , ,63 1, , , , , ,67 0, , , , , ,95 0, ,00 965, , , ,52 0, ,87 909, , , ,39 0, ,38 856, , , ,61 0, ,65 806, ,93 R 2 0,90 0,92 0,99 0,93 0,97 0,82

54 luasan (ha) Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran Luas penggunaan lahan kebun campuran selama periode mengalami peningkatan, yakni sebesar 946,88 ha. Model persamaan pertumbuhan penggunaan lahan kebun campuran adalah y = 1.140,1exp (0,025X) dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) = 0,92. Peningkatan luas kebun campuran umumnya merupakan penambahan lahan kebun campuran atau pekarangan di sekitar pemukiman dan konversi dari semak belukar. Kebun campuran pada penelitian ini terdiri atas campuran yang tidak teratur antara tanaman tahunan dan tanaman semusim yang terletak pada satu bidang lahan yang pengolahannya menggunakan alat berat sehingga menyebabkan kondisi fisik tanah menurun. Model persamaan eksponensial laju pertumbuhan kebun campuran dapat dilihat pada Gambar 16. y = 1.140,1exp (0,025X) urutan tahun pengamatan Gambar 16. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Kebun Campuran Perubahan Penggunaan Lahan Terbuka Luas lahan terbuka mengalami penurunan sebesar 505,25 ha. Penurunan luas lahan terbuka dinyatakan dalam persamaan y = 736,6exp (-0,31X) dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) = 0,99 (Gambar 17). Luas lahan terbuka di akhir akhir tahun pengamatan semakin sedikit jumlahnya, hal ini dapat dilihat dari luas lahan terbuka 2010 yang hanya sebesar 0,23 ha.

55 luasan (ha) luasan (ha) y = 736,6exp (-0,31X) urutan tahun pengamatan Gambar 17. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Lahan Terbuka Perubahan Penggunaan Lahan Pemukiman Pemukiman meningkat pesat dibandingkan penggunaan lahan lain, sebesar 2.472,55 ha atau meningkat sebesar 58,34 %. Pertumbuhan pemukiman dinyatakan dalam persamaan y = 2.109,5exp (0,029X) dengan R square (R 2 ) = 0,99 (Gambar 18). Pemukiman dalam penelitian ini meliputi kampung dan penggunaan lahan non pertanian (Janudianto, 2004). Pertumbuhan pemukiman yang pesat terjadi karena DAS Ciliwung Hulu merupakan daerah yang menawarkan pertumbuhan ekonomi tinggi dari sektor pariwisatanya. Pemukiman dalam penelitian ini meliputi kampung dan penggunaan lahan non pertanian lainnya, seperti sarana dan prasarana daerah wisata (Sudadi et al., 1991). y = 2.109,5exp (0,029X) urutan tahun pengamatan Gambar 18. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Pemukiman

56 luasan (ha) Perubahan Penggunaan Lahan Tegalan atau Ladang Luas lahan tegalan atau ladang pada periode bertambah sebesar 1.355,56 ha. Model persamaan laju pertumbuhan tegalan atau ladang periode ( ) adalah y = 399exp (0,056X) dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) = 0,92. Model persamaan dapat dilihat pada Gambar 19. Tegalan atau ladang dalam penelitian ini merupakan usahatani lahan kering yang ditanami komoditas seperti palawija. y = 399exp (0,056X) urutan tahun pengamatan Gambar 19. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Tegalan atau Ladang Perubahan Penggunaan Lahan Sawah Luas sawah berkurang signifikan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan sawah dapat dinyatakan dalam persamaan y = 3.808,2exp (-0,06X) dengan nilai nilai koefisien determinasi (R 2 ) = 0,97 (Gambar 20). Sawah merupakan lahan yang paling berpotensi dikonversi menjadi kawasan pemukiman (tempat peristirahatan, restaurant, toko, dan tempat wisata). Hal ini disebabkan karena umumnya sawah berlokasi di sekitar pemukiman, dekat dengan aliran sungai dan jalan (Janudianto, 2004). Luas penggunaan lahan sawah berkurang sebanyak 2.988,29 ha atau sebanyak 87,43 %. Sawah dalam penelitian merupakan usahatani yang ditanami padi.

57 luasan (ha) y = 3.808,2exp (-0,06X) urutan tahun pengamatan Gambar 20. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Sawah 4.5. Hubungan Penggunaan Lahan, Curah Hujan, dan Debit Aliran Sungai Peubah penggunaan lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggunaan lahan yang didapat dari hasil analisis pendugaan pertumbuhan eksponensial yang memiliki nilai koefisien determinasi (R 2 ) tinggi. Penggunaan lahan yang memenuhi syarat tersebut adalah penggunaan lahan hutan lebat, kebun campuran, pemukiman, sawah, dan tegalan atau ladang. Penggunaan lahan terbuka dan kebun karet tidak dijadikan masukan (input) peubah penjelas dalam model regresi berganda dikarenakan jumlah luasannya yang semakin kecil atau hampir tidak ada di tahun tahun akhir pengamatan. Penghilangan peubah lahan terbuka dan kebun karet dari model persamaan dilakukan agar model persamaan yang dihasilkan tidak menimbulkan bias antar koefisien peubah. Debit aliran sungai yang digunakan dalam penelitian ini adalah debit aliran sungai tahunan dengan tinggi muka air (TMA) di atas 80 cm, yang merupakan debit di atas ketinggian normal yang dapat berdampak pada kemungkinan banjir di bagian hilir. Debit dengan ketinggian ini terjadi pada musim penghujan. Debit ini dipilih karena merupakan debit yang paling representatif menunjukkan hasil yang signifikan pada model persamaan dibandingkan dengan total debit harian selama setahun, dimana debit aliran sungai yang terjadi selama musim kemarau diperhitungkan juga. Pada uji statistik hasil analisis regresi berganda ditemukan adanya korelasi kuat antar variabel bebas, yang disebut multikolinearitas. Multikolinearitas akan

58 menghasilkan nilai nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang tinggi, namun koefisien regresi yang dihasilkan tidak bersifat nyata secara statistik sehingga perlu dilakukan orthogonalisasi peubah dengan menggunakan analisis antara berupa analisis komponen utama (principle component analysis). Analisis komponen utama digunakan terhadap peubah penggunaan lahan yang terkait satu sama lain sehingga diperoleh sebuah komponen utama yang mampu menjelaskan 98,1 % keragaman data. Peubah peubah yang mempengaruhi debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu tertera pada Tabel 8 dan Tabel Lampiran 7. Tabel 8. Peubah peubah yang Mempengaruhi Debit Aliran Sungai DAS Ciliwung Hulu Peubah Koefisien p-level Curah hujan tahunan (X 1 ) 0,94 0,031 Hutan lebat (X 2 ) -0,21 0,008 Kebun campuran (X 3 ) 0,41 0,008 Pemukiman (X 4 ) 0,92 0,008 Sawah (X 5 ) -0,17 0,008 Tegalan atau ladang (X 6 ) 0,15 0,008 α = 0,05; R-Sq = 42,4 % Berdasarkan hasil analisis regresi berganda antara peubah penggunaan lahan dan curah hujan terhadap debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu pada taraf nyata 5 % (α = 0,05), diperoleh model persamaan sebagai berikut: dimana, Y Y = 996,63 + 0,94 X1 0,21 X2 + 0,41 X3 + 0,92 X4 0,17 X5 + 0,15 X6 = debit aliran sungai (h 80 cm, Q = m 3 /detik) X1 = curah hujan tahunan (mm) X2 = luas hutan lebat (ha) X3 = luas kebun campuran (ha) X4 = luas pemukiman (ha) X5 = luas sawah (ha) X6 = luas tegalan atau ladang (ha) Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, peubah curah hujan merupakan peubah yang paling berpengaruh dibandingkan dengan peubah penggunaan lahan. Bertambahnya curah hujan tahunan akan menambah debit

59 aliran sungai DAS Ciliwung Hulu. Besarnya pengaruh peubah hujan pada perubahan debit aliran sungai dikarenakan karakteristik hujan DAS Ciliwung Hulu yang memiliki periode musim hujan sebanyak 10 bulan (kriteria BMKG) atau karakteristik hujan dengan bulan basah (CH > 200 mm) sebanyak 8 bulan (kriteria Oldeman, 1975). Besarnya volume air hujan dan intensitas hujan menyebabkan banyaknya air hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Volume air hujan tersebut tidak semuanya dapat terserap baik oleh tanah dan akhirnya air hujan berlebih tersebut menjadi limpasan air sungai dalam volume yang besar. Berkurangnya luas hutan lebat dari tahun ke tahun menyebabkan meningkatnya debit aliran sungai setiap tahunnya. Hutan lebat selama periode mengalami penurunan dari 3.897,06 ha menjadi 1.898,80 ha. Pengaruh baik keberadaan hutan terhadap pengurangan perbedaan fluktuasi debit sepanjang tahun disebabkan oleh perubahan evapotranspirasi. Persentase dari total hutan dan luas bidang dasar (basal area) yang ditebang berkorelasi langsung dengan penambahan hasil air. Secara fisik vegetasi akan menahan aliran permukaan dan meningkatkan simpanan permukaan (depression storage, surface detention) sehingga menurunkan besarnya aliran permukaan dan pada akhirnya menurunkan besarnya aliran air yang masuk ke sungai. Selain itu vegetasi yang lebat mampu menahan laju derasnya air hujan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kerusakan tanah dan mengurangi terjadinya erosi (Manan, 1993). Menurut Arsyad (2010), vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui pengaruhnya terhadap air hujan yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi, ke tanah dan batuan di bawahnya. Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam (1) intersepsi air hujan, (2) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak hujan dan aliran permukaan, (3) pengaruh akar, bahan organik sisa-sisa tumbuhan yang jatuh dipermukaan tanah, dan kegiatan kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah, dan (4) transpirasi yang mengakibatkan berkurangnya kandungan air tanah. Berbeda dengan pengaruh hutan lebat, adanya peningkatan jumlah luas lahan pemukiman dari 2.172,16 ha menjadi 4.515,65 ha berpengaruh meningkatkan debit aliran sungai. Penambahan pemukiman (lahan terbangun) di

60 kawasan DAS Ciliwung hulu mengakibatkan bertambahnya daerah kedap air sehingga mengurangi daya infiltrasi air ke dalam tanah, yang berimplikasi terhadap meningkatnya volume limpasan air menuju sungai. Menurut Indarto (2010), penutupan permukaan tanah oleh aspal membuat permukaan menjadi impermeabel dan mengurangi infiltrasi air. Tanah yang padat menyebabkan infiltrasi, perkolasi, dan penyimpanan lengas tanah berkurang. Bertambahnya luas kebun campuran dari 1.317,45 ha menjadi 2.264,33 ha dan luas tegalan dar 422,03 ha menjadi 1.718,93 ha meningkatkan volume debit aliran sungai. Menurut Arsyad (2010), ladang adalah jenis usahatani berpindah pindah dari satu bidang ke bidang lain dalam siklus tertentu, yang mengandalkan sumber air dari curah hujan. Sistem usahatani ladang tidak lagi dianjurkan, terutama pada daerah daerah berpenduduk padat, karena berpotensi memboroskan dan merusak tanah. Lahan tegalan dan kebun campuran merupakan lahan pertanian yang pengelolaan lahannya kurang baik sehingga menyebabkan lahan lama kelamaan menjadi tidak produktif. Meningkatnya luasan lahan kebun campuran dan tegalan biasanya merupakan konversi dari hutan lebat semak belukar, dimana pada saat pembukaannya menggunakan alat berat yang bertujuan meratakan tanah sehingga menyebabkan lapisan tanah yang subur hilang dan mempengaruhi sifat fisik tanah. Rusaknya sifat fisik tanah menyebabkan daya serap (infiltrasi) berkurang sehingga ketika hujan dengan intensitas tinggi terjadi akan banyak limpasan air permukaan yang tidak terserap tanah kemudian limpasan air tersebut mengalir di atas permukaan tanah dan jatuh ke badan sungai. Peubah penggunaan lahan sawah berpengaruh negatif terhadap perubahan debit aliran sungai. Penggunaan lahan sawah berfungsi menurunkan debit aliran sungai, tetapi tidak secara nyata. Hal ini dapat disebabkan karena landform dari sawah yang berbentuk pematang sehingga memungkinkan hujan yang turun tertampung sementara sampai batas dari permukaan sawah penuh terisi air. Ketika air telah memenuhi sawah, maka air hujan yang terus turun akan mengalir keluar pematang menjadi aliran permukaan. Sawah adalah suatu bentuk usahatani di atas lahan yang digenangi air dan ditanami padi. Sumber air dapat berasal dari air irigasi atau air hujan (Arsyad, 2010). Lahan sawah memiliki daya infiltrasi rendah yang disebabkan adanya

61 lapisan bajak dan tingginya kandungan air tanah sehingga menghalangi masuknya air ke dalam tanah. Air akan tertahan di permukaan dan berubah menjadi aliran bila daya tampung sawah terpenuhi (Suryani dan Agus, 2005). Berdasarkan hasil analisis regresi berganda secara agregasi (keseluruhan model), debit aliran sungai selama periode terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1985, debit aliran sungai pada bendungan Katulampa (TMA 80 cm) sebesar 1.716,65 m 3 /dtk, tahun 1995 sebesar 2.666,22 m 3 /dtk, dan pada tahun 2010 sebesar 6.943,79 m 3 /dtk (Tabel Lampiran 5). Peningkatan debit aliran sungai tersebut dikarenakan meningkatnya konversi lahan bervegetasi permanen, seperti hutan lebat, menjadi lahan terbangun dan lahan pertanian (sawah, kebun campuran, kebun teh, dan tegalan atau ladang). Konversi ini menyebabkan semakin sedikit jumlah lahan yang memiliki kemampuan infiltrasi (daya serap air) tinggi, sebaliknya meningkatnya lahan terbangun dan lahan pertanian menyebabkan semakin banyak luasan lahan yang kedap terhadap air sehingga aliran permukaan di kawasan DAS Ciliwung Hulu terus meningkat dan berimplikasi pada meningkatnya debit aliran sungai setiap tahunnya. Konversi ini terjadi bersamaan dengan meningkatnya jumlah curah hujan tahunan DAS Ciliwung Hulu ( ) sehingga debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu semakin meningkat setiap tahunnya (Gambar 6). Curah hujan pada tahun 1985 sebesar mm, tahun 1995 sebesar mm, dan pada tahun 2010 meningkat menjadi mm. Keberagaman data yang dihasilkan model persamaan regresi berganda pada penelitian ini mampu menjelaskan koefisien determinasi atau variasi aktual sebesar 42,4 % (R 2 = 0,424). Peubah peubah penggunaan lahan dan curah hujan mampu menjelaskan perubahan debit aliran sungai sebesar 42,4 %. Sisa koefisien determinasi sebesar 53,8 % ditentukan oleh faktor faktor lain di luar model yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Hal ini menguatkan teori yang mengatakan bahwa masih terdapat faktor faktor lain yang mempengaruhi perubahan debit aliran sungai, seperti kondisi tanah dan kondisi topografi sekitar DAS (Daerah Aliran Sungai) serta aspek sosial dan ekonomi yang harus diperhitungkan pengaruhnya terhadap aktivitas manusia di sekitar Daerah Aliran Sungai. Model yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam pendugaan

62 perubahan debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu karena model tersebut mempunyai taraf nyata (p-level = 0,013), di bawah taraf nyata (p-level = 0,05) Aliran Permukaan Langsung (Direct Runoff) Tahun 1985 dan 2010 Komponen aliran permukaan langsung pada hidrograf aliran sungai merupakan indikator dalam menentukan besarnya jumlah curah hujan yang tidak terserap oleh tanah. Aliran permukaan langsung yang semakin besar menunjukkan jumlah curah hujan yang diserap oleh tanh dan dievapotranspirasikan semakin berkurang sehingga jumlah air yang mengalir di titik penglepasan sungai (outlet) semakin besar. Aliran permukaan langsung (direct runoff) terjadi karena kapasitas infiltrasi tanah lebih rendah daripada intensitas hujan yang jatuh ke permukaan. Sebagian hujan yang sampai ke permukaan tanah menjadi aliran permukaan karena tidak semua air hujan dapat diserap oleh tanah (Indarto, 2010). Untuk mengkaji pengaruh perubahan penggunaan lahan dan curah hujan terhadap aliran permukaan, dilakukan analisis hidrograf debit aliran sungai tahunan dengan memisahkan antara aliran permukaan langsung (direct runoff) dari aliran dasar sungai (baseflow). Berdasarkan hasil analisis hidrograf debit aliran sungai (Tabel 9), volume aliran permukaan langsung (direct runoff) mengalami peningkatan. Pada bulan Agustus tahun 1985, volume aliran permukaan langsung (direct runoff) sebesar 104 Mm 3 meningkat menjadi Mm 3 pada tahun Peningkatan volume aliran permukaan langsung (direct runoff) juga terjadi pada bulan Juni 1985 sebesar 607 Mm 3 menjadi Mm 3. Pada beberapa bulan, seperti pada bulan april 1985, volume aliran permukaan langsung (direct runoff) sebesar Mm 3 menurun secara signifikan menjadi 271 Mm 3. Penurunan volume aliran permukaan langsung (direct runoff) ini bukan dikarenakan faktor penggunaan lahan, tetapi dikarenakan faktor iklim, yaitu curah hujan pada bulan April tahun 1985 sebesar 438 mm menurun menjadi 145 mm pada tahun 2010 (Tabel Lampiran 1). Berdasarkan total volume aliran permukaan langsung (direct runoff) selama setahun, volume aliran permukaan langsung (direct runoff) meningkat dari Mm 3 pada tahun 1985 dan meningkat menjadi Mm 3 pada tahun Peningkatan volume aliran permukaan langsung (direct runoff) pada suatu wilayah dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kapasitas infiltrasi, curah hujan,

63 iklim, dan topografi. Aliran permukaan langsung (direct runoff) dapat terjadi apabila terdapat lapisan kedap air di atas permukaan tanah sehingga air di permukaan tidak dapat terinfiltrasi dengan baik ke dalam tanah. Meningkatnya volume aliran permukaan langsung (direct runoff) pada DAS Ciliwung Hulu selama periode 1985 dan 2010 dikarenakan berkurangnya luasan hutan dari 3.897,06 ha menjadi 1.898,80 ha dan meningkatnya luasan pemukiman dari 2.172,16 ha menjadi 4.515,65 ha dan lahan lahan pertanian, seperti kebun campuran, sawah, dan tegalan atau ladang. Perubahan penggunaan lahan menyebabkan semakin meningkatnyan luas lapisan kedap air sehingga kapasitas infiltrasi tanah menjadi rendah. Hal ini menyebabkan jumlah air hujan yang meresap ke dalam tanah berkurang dan volume aliran permukaan menjadi meningkat sehingga debit aliran sungai meningkat. Penurunan jumlah air hujan yang meresap ke DAS Ciliwung Hulu dan meningkatnya volume aliran permukaan menunjukkan terjadinya kerusakan pada daerah resapan air ini. Selain perubahan penggunaan lahan, curah hujan juga mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Hasil analisis hidrograf debit aliran sungai yang memisahkan volume aliran permukaan dan baseflow semakin menguatkan bahwa setiap tahunnya kondisi fisik DAS Ciliwung Hulu semakin menurun atau mengalami degradasi, hal ini ditandai dengan meningkatnya volume aliran permukaan langsung (direct runoff) secara signifikan dari tahun 1985 hingga 2010 sebesar Mm 3. Tabel 9. Volume Aliran Permukaan Langsung DAS Ciliwung Hulu Tahun 1985 dan 2010 Bulan Direct Runoff (x 10 6 m 3 ) Direct Runoff (x 10 6 m 3 ) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total

64 Koefisien aliran permukaan langsung merupakan nisbah jumlah aliran permukaan langsung (direct runoff) terhadap curah hujan wilayah DAS Ciliwung Hulu. Nilai koefisien aliran permukaan langsung tahunan DAS Ciliwung Hulu pada tahun 1985 adalah sebesar 0,59 (59 % dari total hujan tidak terinfiltrasi ke tanah dan menjadi aliran permukaan langsung). Pada tahun 2010, nilai koefisien aliran permukaan langsung adalah 0,73 (73 % dari total hujan yang turun selama tahun 2010 tidak terinfiltrasi ke tanah dan menjadi aliran permukaan langsung) (Tabel 11). Peningkatan penggunaan lahan pemukiman sebesar 58,34 % (Tabel 5) mengakibatkan koefisien aliran permukaan langsung semakin besar dari (dari 0,59 menjadi 0,73) karena curah hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah atau dievapotranspirasikan berkurang sehingga jumlah air yang mengalir di titik penglepasan sungai meningkat. Tabel 10. Curah Hujan (CH) dan Direct Runoff (DRO) DAS Ciliwung Hulu Tahun 1985 dan 2010 Bulan DRO (mm) CH (mm) DRO (mm) CH (mm) Januari 277,89 467,33 134,83 473,33 Februari 286,61 430,00 649,56 640,33 Maret 218,77 336,33 613,82 694,67 April 288,32 319,33 60,63 165,50 Mei 285,17 456,33 212,38 372,50 Juni 135,62 208,33 258,86 291,50 Juli 63,59 266,67 145,65 282,00 Agustus 22,52 271,33 328,92 425,50 September 161,89 515,33 470,52 478,00 Oktober 365,03 250,33 276,02 474,50 November 103,74 246,33 284,50 339,83 Desember 164,02 242,67 232,64 360,83 Total 2.373, , , ,50 Rata - rata 197,76 334,19 305,69 416,54 Tabel 11. Koefisien Aliran Permukaan Langsung (Direct Runoff) Tahunan DAS Ciliwung Hulu Tahun 1985 dan 2010 Tahun Total DRO (mm) Curah Hujan (mm) Koefisien Aliran , ,33 0, , ,50 0,73

65 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Hujan di DAS Ciliwung Hulu berpola monsun, dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 522 mm, dan terendah pada bulan Juli sebesar 121 mm. 2. Erosivitas hujan di DAS Ciliwung Hulu tergolong tinggi, dengan rata rata erosivitas hujan bulanan sebesar 267,7 ton.m/ha cm/jam. 3. Konversi hutan lebat menjadi lahan pertanian (sawah, kebun campuran, kebun teh, dan tegalan) dan lahan terbangun (pemukiman, tempat wisata, dan sarana prasarana) dan peningkatan curah hujan meningkatkan debit aliran sungai selama periode ( ). 4. Model persamaan hubungan debit aliran sungai (Y), curah hujan (X1), hutan lebat (X2), kebun campuran (X3), pemukiman (X4), sawah (X5), dan tegalan atau ladang (X6) : Y = 996,63+0,94 X1 0,21 X2 + 0,41 X3 + 0,92 X4 0,17 X5 + 0,15 X6 Curah hujan dan luas lahan terbangun (pemukiman) merupakan peubah yang paling berpengaruh nyata terhadap peningkatan debit aliran sungai. Berkurangnya luas hutan lebat dan meningkatnya lahan pertanian dan lahan terbangun meningkatkan debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu secara nyata Saran Besarnya frekuensi dan intensitas hujan yang jatuh di kawasan DAS Ciliwung Hulu mengharuskan keberadaan hutan dan kawasan pertanian yang memiliki fungsi hidrologis terhadap DAS Ciliwung Hulu perlu dipertahankan. Laju pertumbuhan lahan terbangun perlu dikendalikan secara serius oleh pihak pihak terkait. Hal ini mengingat daya dukung kawasan DAS Ciliwung Hulu yang perlu dipertahankan karena implikasinya yang nyata terhadap daerah hilir berupa masalah banjir yang dapat dihasilkan jika Ciliwung Hulu mengalami degradasi lahan.

66 Model persamaan perubahan debit yang dihasilkan dalam penelitian ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan peubah yang digunakan. Penelitian lebih lanjut dalam pembuatan model perubahan debit disarankan dengan menggunakan peubah peubah yang lebih banyak sehingga dapat dihasilkan model persamaan perubahan debit yang lebih representatif terhadap fenomena yang terjadi sebenarnya. Beberapa peubah yang dianggap relevan adalah peubah kondisi tanah (jenis dan kedalaman tanah), kondisi topografi (elevasi), dan jumlah penduduk.

67 DAFTAR PUSTAKA Asdak, C Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Edisi Revisi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Arsyad, S Konservasi Tanah dan Air. Edisi kedua. IPB Press. Bogor. [BRLKT] Balai Rehabilitasi Lahan dan Konsevasi Tanah Rencana Teknik Lapangan RLKT sub DAS Ciliwung Hulu. Buku Utama. Bogor. dalam D. Yulianti Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Dinamika Pemusatan Komoditas Tanaman Pangan (Studi Kasus Sub Sub DAS Ciliwung Hulu). Skripsi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Brown, J. R., C. Jakob, and J. M. Haynes An Evaluation of Rainfall Frequency and Intensity over the Australian Region in a Global Climate Model. Journal of Climate 23 : Chow, V.T., R. David, and W. Larry Applied Hydrology. Mc. Graw-Hill. New York. Coffey, M.E, S.R Workman, J.L Taraba, and A.W Fogle Statistical Procedures for Evauluating Daily and Monthly Hydrology Model Prediction. American Society of Agriculture Engineers 47(1): Dyson, L. L Heavy Daily Rainfall Characteristics Over the Gauteng Province. Department of Geography. Geoinformatics and Meteorology. Geography Building 2-12, University of Pretoria, Pretoria 0001, South Africa. Water SA 35(5) : Gaspertz, V. Teknik Analisis dalam Penelitian Perancangan Percobaan 2. Bandung: Tarsito Haridjaja, O., K. Murtilaksono, Sudarmo, dan L. M. Rachman Hidrologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Harto, S Analisis Hidrologi. Jakarta. dalam L. Tumanggor Aplikasi Konsep Hidrograf Satuan Sesaat Geomorfolofi untuk Memprediksi Debit Aliran Sungai (studi kasus DAS Cibojong). Skripsi. Jurusan Geofisikan dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor. Ilyas, M.A Pengembangan Model Hidrologi dengan Sistem Parameter Terdistribusi pada Daerah Aliran Sungai untuk Penanngulangan Masalah Sumberdaya Air. Prosiding Seminar Nasional: Strategi Pengembangan Wilayah dalam Mencapai Pembangunan Berkelanjutan. Indarto Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Bumi Aksara. Jakarta. Irianto, A Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Prenada Media Group. Jakarta.

68 Janudianto Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Debit Maksimum Minimum di Sub-DAS Ciliwung Hulu. Skripsi. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Justika S. B., S.N. Darwis., I. Las., H. Pawitan, Y. Koesmaryono, dan M. Hadad Sumberdaya Air dan Iklim dalam Mewujudkan Pertanian Efisien. PERHIMPI. Jakarta. Kartasapoetra, A Klimatologi: Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. PT Bumi Aksara. Jakarta. Lillesand, T.M. dan R.W. Kiefer Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Manan, S Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Oldeman, L. R An Agro-climatic Map of Java. Contr. dalam B. Tjasyono Klimatologi. Edisi ke-2. Penerbit ITB. Bandung. Pawitan, H Karakteristik Hidrologi dan Daur Limpasan Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Laporan Akhir Penelitian Lembaga Penelitian IPB. Bogor. Prawirowardoyo, S Meteorologi. ITB. Bandung. Ramanathan, E Introductory Econometric with Application. The Dryden Press. San Diego. Riyadi, D Pemetaan Geologi Lingkungan Daerah Bogor dan Sekitarnya. dalam Janudianto Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Debit Maksimum Minimum di Sub-DAS Ciliwung Hulu. Skripsi. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Sarwoko Dasar dasar Ekonometrika. Penerbit Andi. Yogyakarta. Seyhan, E Dasar dasar Hidrologi. Editor Soenardi Prawirohatmojo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sinukaban, N Konservasi Tanah dan Air. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Soleh, A. M Pengembangan Perangkat Lunak Regresi Linier dan Regresi Komponen Utama. Departemen Statistika. Fakultas Matematika dan IPA. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Smith, M. B., V. I Koren, Z. Zhang, S. M. Reed, J. J. Pan, and F. Moreda Runoff Response to Spatial Variability in Precipitation: An Analysis of Observed Data. Journal of Hydrology 298 (2004) : Sosrodarsono, S. dan K. Takeda Hidrologi untuk Pengairan. PT Pradnya Paramita. Jakarta.

69 Sudadi, U., D.P.T. Baskoro, K. Munibah, B. Barus, dan Darmawan Kajian Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Aliran Sungai dan Penurunan Kualitas Lahan di Sub-DAS Ciliwung Hulu dengan Pendekatan Model Simulasi Hidrologi. [Laporan Penelitian]. Bogor. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sudjarwadi Teknik Sumber Daya Air. UGM-Press. Yogyakarta. Sumarwoto, O Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan. Penerbit Djambatan. Jakarta. Suryani, E. dan F. Agus Perubahan Penggunaan Lahan dan Dampaknya terhadap Karaktersitik Hidrologi: Suatu Studi di DAS Cijapulang, Bandung, Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional: Multifungsi Pertanian. Balai Penelitian Tanah. Tjasyono, B Klimatologi. Edisi ke-2. Penerbit ITB. Bandung. Viessman, Jr.W., J.W. Knapp, G.L. Lewis, and T.E. Hargough Introduction to Hydrology. EP-DUN-Donnelley Harper and Rav Publisher. New York. Ward, R.C Principles of Hydrology. 2 nd ed. Mc.Graw-Hill Book Company, Ltd. London. Winarno Informasi Evaluasi Sifat Curah Hujan di Kabupaten Semarang untuk Pertanian. Skripsi. Jurusan Geofisikan dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor. Widyaningsih, I. W Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan di Sub DAS Keduang Ditinjau dari Aspek Hidrologi. Tesis. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Wischmeier, W. H. and D. D. Smith A Rainfall Erosion Index for a Universal Soil-Loss Equation. dalam S. Arsyad Konservasi Tanah dan Air. Edisi kedua. IPB Press. Bogor.

70 LAMPIRAN

71 Tabel Lampiran 1. Curah hujan bulanan DAS Ciliwung hulu ( ) Lokasi : DAS Ciliwung Hulu Bulan No. Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des Tahunan Jumlah Rata-rata SD Max Min KV (%)

72 Tabel Lampiran 2. Sifat curah hujan bulanan DAS Ciliwung hulu ( ) Lokasi : DAS Ciliwung Hulu Bulan No. Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des Setahun BN BN BN BN AN N AN AN JAN N JBN BN BN AN BN AN BN BN AN AN AN JAN N AN N AN N N N N N AN BN BN BN BN N N N BN JBN AN N N BN BN N BN N BN N BN/N N N BN JBN JAN BN N N N N N AN N AN BN BN BN N N N AN BN N JBN N N N N N N JBN BN BN BN BN BN AN AN BN BN AN N AN BN N AN AN N JAN BN AN AN N N AN AN N N N JAN AN N AN JAN N JAN BN N AN N BN JBN BN BN N AN BN BN N N N N N JAN N BN N AN AN N N AN AN BN N BN BN AN AN AN N N AN AN N JBN BN N AN BN BN BN BN JBN AN N BN BN N JAN AN N JAN AN AN N AN BN JBN AN N N BN BN JAN AN AN N BN JAN AN N N N BN BN N AN N AN N N N N BN N N AN N AN AN N AN N N AN AN JBN AN AN AN N N BN N JAN BN BN BN N N N JBN AN N AN N BN JBN N N AN BN N N N N BN JAN AN BN N BN N BN N AN N AN AN AN JBN N AN AN AN N N BN BN AN AN N JBN N BN BN BN BN BN BN BN AN BN BN JAN BN AN JBN N BN BN BN BN N JAN BN BN N AN AN BN BN BN N AN N JAN BN BN AN N N N AN N N BN N AN N N N N AN JAN JBN AN AN JAN JAN JAN AN N N AN/JAN Jumlah JBN Jumlah BN Jumlah N Jumlah AN Jumlah JAN Total Ket: JBN = Jauh Bawah Normal; BN = Bawah Normal; N = Normal; AN = Atas Normal; JAN = Jauh Atas Normal

73 Tabel Lampiran 3. Kategori sifat curah hujan DAS Ciliwung hulu Bulan Keterangan Kategori Klasifikasi simpangan baku Bulan Kategori JBN X 300 JBN X 0 JBN : Jauh Bawah Normal AN : Atas Normal BN : Bawah Normal JAN : Jauh Atas Normal Klasifikasi simpangan baku BN 300 < X 448 BN 0 < X 80,5 Jan N 448 < X 596 Jul N 80,5 < X 161,5 AN 596 < X 744 AN 161,5 < X 242,5 JAN X > 744 JAN X > 242,5 JBN X 310,5 JBN X 0 BN 310,5 < X 439,5 BN 0 < X 83,5 Feb N 439,5 < X 568,5 Ags N 83,5 < X 188,5 AN 568,5 < X 697,5 AN 188,5 < X 293,5 JAN X > 697,5 JAN X > 293,5 JBN X 173,5 JBN X 5 BN 173,5 < X 320,5 BN 5 < X 129 Mar N 320,5 < X 467,5 Sept N 129 < X 253 AN 467,5 < X 614,5 AN 253 < X 377 JAN X > 614,5 JAN X > 377 JBN X 195,5 JBN X 103,5 BN 195,5 < X 280,5 BN 103,5 < X 224,5 Apr N 280,5 < X 365,5 Okt N 224,5 < X 345,5 AN 365,5 < X 450,5 AN 345,5< X 466,5 JAN X > 450,5 JAN X > 466,5 JBN X 114,5 JBN X 202,5 BN 114,5 < X 205,5 BN 202,5 < X 307,5 Mei N 205,5 < X 296,5 Nov N 307,5 < X 412,5 AN 296,5 < X 387,5 AN 412,5 < X 517,5 JAN X > 387,5 JAN X > 517,5 JBN X 13,5 JBN X 204,5 BN 13,5 < X 114,5 BN 204,5 < X 317,5 Jun N 114,5 < X 215,5 Des N 317,5 < X 430,5 AN 215,5 < X 316,5 AN 430,5 < X 543,5 JAN X > 316,5 JAN X > 543,5 N : Normal

74 Tabel Lampiran 4. Contoh perhitungan erosivitas harian DAS Ciliwung hulu 20-Des-09 Segmen Lama hujan Intensitas I 30 i I CH (cm) Log i 30 E (ton-m ha -1 E (ton-m EI CH (mm) 30 (mm/jam) [M] (cm/jam) (menit) [K] (mm/jam) [O] (cm/jam) cm-1 hujan) [Q] ha-1) [R] [S] [L] [N] [P] a-b 20 0,90 2,70 0,09 0,27-0,57 159,39 14,35 b-c 15 0,10 0,40 1,93 0,01 0,04-1,40 85,58 0,86 Total 35 1,00 3,10 1,93 0,10 0,31-1,97 0,19 244,97 15,20 0,03 22-Des-09 Segmen Lama hujan Intensitas I CH (mm) 30 i I CH (cm) Log i 30 E (ton-m ha -1 E (ton-m (menit) (mm/jam) (mm/jam) (cm/jam) (cm/jam) cm-1 hujan) ha-1) EI 30 a-b 2 0,30 9,00 0,03 0,90-0,05 205,93 6,18 b-c 10 1,00 6,00 0,10 0,60-0,22 190,26 19,03 c-d 4 0,10 1,50 0,01 0,15-0,82 136,67 1,37 d-e 10 0,80 4,80 4,58 0,08 0,48-0,32 181,63 14,53 e-f 9 0,20 1,33 0,02 0,13-0,88 132,12 2,64 f-g 11 0,30 1,64 0,03 0,16-0,79 140,04 4,20 Total 46,00 2,70 24,27 4,58 0,27 2,43-3,07 0,46 986,64 47,94 0,22 Keterangan: 1. [ ] 2. [ ] [ ] [ ] [ ] [M] adalah besarnya curah hujan antara segmen a-b dan sebagian b-c. 3. [Q] didapat dari persamaan : E = log i ; log i = (O) 4. [R] = [Q] X [L] 5. [S] = [R] X [P] X 10-2

75 Tabel Lampiran 5. Debit harian bendungan Katulampa (TMA 80 cm) 1985 Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 30-Jan ,30 06-Feb ,75 28-Feb ,75 26-Apr ,39 17-Okt ,26 21-Okt ,39 29-Okt ,51 10-Okt ,30 Total debit 1.716, Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 27-Jan ,39 31-Jan ,29 26-Feb 80 19,32 28-Feb 80 73,57 12-Apr ,51 13-Apr ,27 03-Sep 90 87,16 22-Sep 80 69,88 06-Nop ,44 09-Nop 90 76,39 Total debit 1.149, Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 07-Feb ,30 11-Feb ,79 12-Feb ,35 19-Feb ,00 23-Feb 90 86,95 05-Mar 80 57,93 08-Mar ,88 16-Mar 90 76,39 17-Mar 90 76,39 19-Mar 90 76,39 20-Mar 90 76,39 22-Mar ,51 27-Mar 90 76,39 02-Apr ,99 05-Apr ,67 14-Apr 80 74,57 Total debit 1.548,87

76 Tabel Lampiran 5. Lanjutan 1988 Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 20-Jan ,81 22-Jan ,06 29-Jan 80 83,90 02-Mar 80 83,90 04-Mar 80 83,90 05-Mar ,45 07-Mar ,67 16-Des 80 83,90 Total debit 876, Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 03-Jan 90 94,82 06-Jan 80 83,90 08-Jan 80 83,90 09-Jan 80 83,90 11-Jan ,37 17-Feb ,30 27-Mar ,07 07-Apr ,38 25-Mei 90 94,85 29-Mei ,25 07-Nop ,25 Total debit 1.542, Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 14-Jan ,69 24-Jan 85 94,95 27-Jan ,70 28-Jan ,56 24-Feb ,67 09-Apr ,70 09-Sep 80 77,16 22-Sep ,70 25-Nop 80 77,16 30-Nop ,48 10-Des ,48 Total debit 1.270,24

77 Tabel Lampiran 5. Lanjutan 1991 Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 12-Jan ,25 20-Jan ,45 07-Feb ,67 20-Feb ,56 24-Feb ,70 08-Apr ,25 06-Nop ,67 17-Nop ,67 20-Des ,67 21-Des ,67 25-Des ,67 Total debit 1.667, Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 07-Jan ,25 29-Jan ,53 04-Feb ,80 07-Feb ,67 26-Feb ,67 28-Feb ,67 26-Apr ,67 05-Jun ,70 07-Jun ,56 22-Agust ,94 26-Sep ,05 07-Okt ,93 19-Okt ,68 16-Des ,68 Total debit 3.063, Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 22-Jan ,50 10-Feb ,73 14-Feb ,20 03-Mar ,93 06-Mar ,20 19-Mar ,73 02-Mei ,23 19-Des ,50 Total debit 1.919,00

78 Tabel Lampiran 5. Lanjutan 1994 Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 26-Jan ,70 29-Jan ,68 01-Feb ,93 02-Feb ,20 03-Feb ,93 05-Feb ,20 07-Feb ,50 08-Feb ,70 09-Feb ,20 12-Feb ,93 14-Nop ,67 28-Nop ,67 29-Nop ,70 10-Des ,67 15-Des ,60 Total debit 2.983, Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 22-Jan ,45 07-Feb ,70 09-Feb ,68 10-Feb ,73 18-Feb ,20 29-Mar ,20 06-Apr ,45 17-Apr ,90 02-Mei ,67 04-Mei ,70 08-Jun ,67 08-Des ,20 30-Des ,68 Total debit 2.666,22

79 Tabel Lampiran 5. Lanjutan 1996 Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 03-Jan ,20 10-Feb ,20 18-Feb ,70 11-Mar ,70 14-Mar ,50 04-Sep ,20 27-Okt ,20 05-Nop ,73 26-Nop ,67 14-Des ,67 Total debit 1.910, Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 21-Jan ,70 28-Feb ,67 01-Apr ,20 17-Apr ,50 12-Mei ,20 12-Nop ,70 11-Des ,70 Total debit 1.153, Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 26-Feb ,90 04-Mar ,73 08-Mar ,50 10-Mar ,73 15-Mar ,20 16-Mar ,67 20-Mar ,73 25-Mar ,50 11-Mei ,75 02-Jun ,20 15-Jun ,67 12-Agust ,70 30-Okt ,67 Total debit 3.297,95

80 Tabel Lampiran 5. Lanjutan 1999 Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 03-Jan ,70 21-Jan ,70 04-Feb ,70 16-Feb ,20 25-Feb ,50 26-Feb ,67 30-Jun ,70 12-Agust ,70 Total debit 1.518, Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 27-Jan ,73 03-Feb ,70 04-Feb ,73 05-Feb ,50 25-Mar ,73 23-Jun ,67 12-Nop ,53 31-Des ,35 Total debit 2.062, Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 07-Jan ,20 08-Feb ,73 11-Feb ,70 12-Feb ,70 28-Feb ,21 06-Apr ,70 15-Apr ,20 07-Jun ,68 02-Nop ,70 14-Nop ,70 Total debit 2.051,50

81 Tabel Lampiran 5. Lanjutan 2002 Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 18-Jan ,98 29-Jan ,70 30-Jan ,20 03-Feb ,70 12-Feb ,90 15-Feb ,20 20-Feb ,50 11-Mar ,70 17-Mar ,68 20-Apr ,20 23-Apr ,68 08-Mei ,73 31-Mei ,70 21-Jun ,67 Total debit 3.259, Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 08-Feb ,20 13-Feb ,70 14-Feb ,50 28-Apr ,50 29-Apr ,73 01-Mei ,70 02-Mei ,67 19-Mei ,70 28-Agust ,70 02-Sep ,20 05-Okt ,20 06-Okt ,30 17-Okt ,70 18-Okt ,50 27-Des ,67 Total debit 2.659,96

82 2004 Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 10-Jan ,70 18-Jan ,73 17-Feb ,67 11-Apr ,67 22-Apr ,70 27-Des ,88 Total debit 980,35 Tabel Lampiran 5. Lanjutan 2005 Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 16-Jan ,70 18-Jan ,48 22-Jan ,88 27-Jan ,67 12-Feb ,88 23-Feb ,13 05-Mar ,42 15-Mei ,99 02-Agust ,70 12-Okt ,99 Total debit 1.663, Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 23-Jan ,67 09-Feb ,42 25-Feb ,73 23-Mar ,67 21-Mei ,67 03-Des ,42 24-Des ,88 Total debit 1.062,46

83 2007 Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 29-Jan ,25 01-Feb ,13 03-Feb ,99 04-Feb ,25 05-Feb ,13 06-Feb ,13 24-Apr ,92 03-Nop ,13 11-Nop ,88 07-Des ,42 19-Des ,88 Total debit 2.443,07 Tabel Lampiran 5. Lanjutan 2008 Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 01-Jan ,05 04-Jan ,13 01-Feb ,13 26-Feb ,13 06-Mar ,88 12-Mar ,47 15-Mar ,13 17-Mar ,88 18-Mar ,13 19-Mar ,47 06-Apr ,13 07-Apr ,20 02-Agust ,42 31-Agust ,13 31-Okt ,13 02-Nop ,13 03-Nop ,13 09-Nop ,13 10-Nop ,13 13-Nop ,88 03-Des ,13 Total debit 3.552,86

84 Tabel Lampiran 5. Lanjutan 2009 Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 13-Jan ,47 14-Jan ,88 15-Jan ,88 18-Jan ,91 29-Jan ,91 02-Feb ,25 03-Feb ,42 05-Feb ,99 06-Feb ,88 08-Feb ,91 09-Feb ,99 05-Mar ,13 09-Mar ,91 10-Mar ,25 11-Mar ,42 13-Mar ,42 26-Mar ,13 06-Apr ,42 07-Apr ,88 23-Apr ,13 08-Jun ,13 24-Jul ,91 05-Okt ,13 28-Okt ,13 11-Nop ,88 Total debit 4.495,31

85 Tabel Lampiran 5. Lanjutan 2010 Tanggal h (cm) Q (m 3 /dtk) 09-Feb , Feb ,97 14-Feb 80 90,05 15-Feb ,48 16-Feb ,13 17-Feb ,91 18-Feb 80 90,05 19-Feb ,48 02-Mar ,47 03-Mar 80 90,05 09-Mar ,99 10-Mar 80 90,05 11-Mar ,47 15-Mar 80 90,05 17-Mar ,13 18-Mar ,22 24-Mar 80 90,05 25-Mar ,99 10-Mei ,91 03-Jun 80 90,05 08-Jun ,91 18-Agust 80 90,05 20-Agust ,73 25-Agust ,98 01-Sep ,13 03-Sep ,05 17-Sep ,25 22-Sep ,42 24-Sep ,13 06-Okt ,13 26-Okt 80 90,05 30-Okt ,25 13-Nop ,42 24-Nop ,42 25-Nop ,99 28-Nop ,42 29-Nop 80 90,05 01-Des 80 90,05 04-Des ,91 06-Des ,91 Total debit 6.943,79

86 Tabel Lampiran 6. Erosivitas hujan harian stasiun pengamatan hujan Citeko ( ) Tanggal Lama hujan (jam) Januari (2007) Januari (2008) Januari (2009) Januari (2010) Lama Lama Lama CH I 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan (cm) (jam) (jam) (jam) I 30 (cm/jam) 01-Jan 4,77 1,94 1,10 4,48 01-Jan 8,88 8,42 4,07 90,10 06-Jan 1,87 2,75 3,82 26,97 04-Jan 2,57 2,23 1,73 9,11 02-Jan 2,50 1,34 1,23 3,66 02-Jan 9,63 2,93 1,55 8,67 08-Jan 9,18 4,18 4,00 37,36 05-Jan 0,78 0,48 0,67 0,68 09-Jan 1,05 0,40 0,71 0,61 03-Jan 7,08 5,22 3,03 36,23 09-Jan 2,78 0,46 0,41 0,31 06-Jan 4,40 2,63 3,64 22,46 16-Jan 0,80 2,20 4,20 25,07 04-Jan 6,28 2,64 1,01 5,53 10-Jan 1,63 0,10 0,10 0,01 07-Jan 3,90 2,62 2,30 13,78 17-Jan 2,18 1,40 1,64 5,07 05-Jan 0,63 0,22 0,36 0,13 11-Jan 2,47 1,40 1,27 3,62 08-Jan 2,08 0,86 0,89 1,49 19-Jan 2,12 2,48 3,32 19,77 15-Jan 2,27 0,52 0,56 0,54 12-Jan 6,58 6,00 6,25 91,53 09-Jan 9,22 6,20 2,65 39,04 22-Jan 9,63 1,83 1,00 3,70 23-Jan 1,75 0,94 1,71 4,87 13-Jan 8,57 9,45 3,58 82,51 11-Jan 5,25 1,78 1,39 4,93 23-Jan 10,45 3,39 2,18 14,36 26-Jan 0,75 1,25 2,29 7,95 14-Jan 8,37 10,55 5,67 145,48 13-Jan 6,95 3,90 2,15 18,16 25-Jan 9,63 3,52 4,47 39,26 27-Jan 5,35 2,10 2,68 12,81 15-Jan 5,55 5,43 1,94 23,61 14-Jan 3,17 1,65 1,34 4,79 26-Jan 9,63 4,85 8,03 99,94 28-Jan 1,52 0,72 0,57 0,75 16-Jan 3,83 2,34 1,04 5,15 15-Jan 8,18 2,65 0,62 3,03 27-Jan 9,63 2,30 3,24 17,72 29-Jan 4,67 1,12 0,26 0,49 17-Jan 5,28 8,50 4,88 104,37 16-Jan 11,07 3,38 1,40 8,66 28-Jan 9,63 2,70 3,51 23,77 30-Jan 5,13 5,28 5,27 72,99 19-Jan 3,10 3,00 3,73 27,53 17-Jan 0,75 0,20 0,24 0,08 29-Jan 9,45 10,43 5,39 134,85 31-Jan 2,60 2,24 3,03 16,51 20-Jan 5,70 1,40 0,46 1,05 19-Jan 3,82 5,36 3,83 52,40 30-Jan 5,67 1,18 0,65 1,32 Total 56,55 33,60 26,41 257,57 24-Jan 5,05 2,62 2,53 13,73 20-Jan 0,85 0,92 1,81 4,31 31-Jan 7,80 2,23 0,54 2,23 25-Jan 5,82 3,03 2,24 15,01 21-Jan 5,35 2,18 2,00 9,60 Total 94,95 42,19 41,21 395,80 28-Jan 3,22 1,19 0,94 2,23 22-Jan 5,02 3,60 3,47 29,94 30-Jan 4,55 1,60 1,39 4,12 23-Jan 1,57 0,18 0,19 0,05 31-Jan 2,73 0,73 0,36 0,46 25-Jan 0,67 0,33 0,62 0,43 Total 86,28 64,73 44,61 585,06 27-Jan 1,08 0,57 0,97 1,21 EI Jan 2,20 3,50 3,49 30,58 29-Jan 2,37 1,40 2,33 7,68 30-Jan 5,82 2,29 1,82 8,79 Total 87,05 48,91 39,55 271,20

87 Tanggal Lama hujan (jam) Tabel Lampiran 6. Lanjutan Februari (2007) Februari (2008) Februari (2009) Februari (2010) Lama Lama Lama CH I 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan (cm) (jam) (jam) (jam) I 30 (cm/jam) 01-Feb 1,73 0,25 0,18 0,06 01-Feb 9,87 7,30 3,28 54,14 01-Feb 6,80 10,65 11,34 333,43 01-Feb 7,92 0,56 0,23 0,16 02-Feb 4,65 3,22 1,86 13,21 02-Feb 2,33 0,53 0,16 0,15 02-Feb 6,18 5,62 3,42 45,02 02-Feb 4,72 2,72 3,10 19,63 03-Feb 17,37 16,28 4,59 174,79 05-Feb 0,50 1,28 2,56 8,63 03-Feb 11,05 9,21 4,00 85,48 03-Feb 1,72 1,50 2,50 9,39 04-Feb 14,95 10,79 2,03 49,76 07-Feb 4,85 3,92 1,69 16,14 04-Feb 9,42 3,35 1,10 7,20 04-Feb 3,22 0,60 0,51 0,51 05-Feb 9,60 3,63 0,96 6,64 08-Feb 8,12 3,81 1,57 12,47 05-Feb 5,20 4,73 3,23 36,82 05-Feb 1,98 1,30 1,45 4,25 07-Feb 1,30 0,96 1,43 3,32 09-Feb 6,80 0,98 0,66 1,13 06-Feb 5,08 1,66 1,55 6,08 06-Feb 0,95 0,30 0,46 0,27 09-Feb 0,70 1,10 1,84 4,70 10-Feb 9,58 3,41 1,29 9,20 07-Feb 2,62 1,25 0,27 0,82 07-Feb 5,97 1,59 1,39 4,03 11-Feb 0,58 0,10 0,19 0,03 11-Feb 4,57 0,80 0,66 0,97 09-Feb 6,32 4,43 3,01 30,72 09-Feb 4,42 5,10 4,70 58,62 12-Feb 4,55 4,31 4,30 46,76 12-Feb 5,85 3,40 2,25 17,66 11-Feb 4,35 0,29 0,16 0,05 10-Feb 3,58 1,80 1,88 7,35 14-Feb 0,73 2,58 4,99 35,73 13-Feb 6,35 0,82 0,86 1,27 13-Feb 2,55 1,11 1,40 3,18 11-Feb 0,85 1,34 2,14 7,00 15-Feb 4,22 5,62 5,99 84,10 14-Feb 22,37 7,56 1,27 18,67 15-Feb 1,82 0,32 0,26 0,13 12-Feb 4,80 6,28 7,52 124,62 16-Feb 2,68 0,70 0,44 0,51 15-Feb 1,30 0,45 0,75 0,69 16-Feb 3,93 1,64 1,92 6,86 14-Feb 6,63 5,11 3,33 38,58 17-Feb 6,07 3,02 1,22 7,25 16-Feb 2,17 1,37 2,17 6,77 17-Feb 3,60 1,10 1,13 2,37 15-Feb 6,03 0,60 0,25 0,19 18-Feb 5,37 5,70 4,86 71,52 17-Feb 10,53 4,33 1,65 15,54 19-Feb 2,03 1,96 2,68 12,76 16-Feb 5,42 3,92 3,58 35,00 19-Feb 2,10 2,71 2,12 14,74 18-Feb 6,77 1,45 1,18 3,21 20-Feb 5,37 3,82 4,55 42,69 17-Feb 4,35 4,90 4,47 54,45 20-Feb 8,05 1,07 0,51 0,88 19-Feb 4,80 1,66 0,90 2,89 21-Feb 7,57 2,48 2,04 9,79 18-Feb 11,13 5,00 3,08 33,32 22-Feb 2,33 0,66 0,67 0,82 20-Feb 5,87 1,43 1,06 2,79 22-Feb 6,37 2,59 2,28 12,86 19-Feb 4,23 6,34 5,16 83,19 23-Feb 8,27 0,48 0,29 0,19 21-Feb 10,23 2,40 1,50 7,46 23-Feb 3,72 0,68 0,51 0,59 20-Feb 1,30 0,49 0,68 0,63 25-Feb 4,75 1,91 2,59 12,19 22-Feb 8,07 2,18 0,71 2,67 26-Feb 0,95 0,41 0,34 0,27 22-Feb 1,55 0,86 0,78 1,30 28-Feb 0,60 0,43 0,82 0,78 23-Feb 1,87 0,84 0,58 0,95 27-Feb 2,75 1,08 1,05 2,29 23-Feb 2,60 1,16 1,02 2,35 Total 100,60 65,52 41,88 527,98 24-Feb 2,08 0,84 0,86 1,46 28-Feb 1,63 1,30 1,84 5,28 24-Feb 3,87 1,18 0,65 1,31 25-Feb 1,35 0,40 0,50 0,38 Total 99,30 59,68 48,08 644,70 Total 87,23 52,65 48,87 486,13 26-Feb 9,87 2,80 1,69 9,39 27-Feb 4,72 2,09 2,07 8,84 29-Feb 2,28 0,92 0,79 1,34 Total 153,08 56,97 32,66 204,82 EI 30

88 Tanggal Tabel Lampiran 6. Lanjutan Lama hujan (jam) Maret (2007) Maret (2008) Maret (2009) Maret (2010) Lama Lama Lama CH I 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan (cm) (jam) (jam) (jam) I 30 (cm/jam) 01-Mar 1,78 0,68 0,85 1,10 02-Mar 5,40 4,14 4,64 46,64 03-Mar 1,12 2,65 3,95 27,07 01-Mar 0,83 0,34 0,48 0,30 02-Mar 6,07 3,42 1,59 11,44 03-Mar 6,08 1,37 0,42 0,98 04-Mar 0,83 0,37 0,64 0,53 02-Mar 3,15 4,43 6,64 77,12 07-Mar 7,92 5,48 2,07 25,36 04-Mar 4,63 2,00 1,52 6,47 05-Mar 8,53 7,31 3,25 55,09 03-Mar 4,87 3,10 3,82 28,67 08-Mar 6,52 1,33 0,62 1,43 05-Mar 1,62 0,35 0,54 0,41 07-Mar 0,70 0,49 0,95 1,07 04-Mar 3,37 1,17 0,41 0,90 09-Mar 7,17 5,00 2,76 31,30 06-Mar 5,33 4,27 2,92 29,35 09-Mar 4,35 9,78 5,82 149,01 08-Mar 2,35 2,60 1,76 10,55 10-Mar 1,18 1,03 1,74 4,78 07-Mar 2,95 1,80 2,92 15,00 10-Mar 1,72 0,98 1,00 2,09 09-Mar 1,00 0,08 0,09 0,01 12-Mar 0,85 1,79 3,36 16,84 08-Mar 4,02 2,51 2,06 11,83 11-Mar 1,50 0,62 0,79 0,94 10-Mar 6,58 4,15 3,50 32,59 13-Mar 2,87 2,20 1,74 9,04 09-Mar 4,63 5,06 6,00 76,13 12-Mar 5,43 2,36 1,54 7,15 11-Mar 3,22 7,64 11,15 254,56 14-Mar 1,52 0,63 1,07 1,57 10-Mar 5,58 4,16 6,75 77,09 13-Mar 2,28 1,60 2,27 8,34 15-Mar 8,55 7,94 5,46 110,87 15-Mar 5,52 1,31 1,11 2,71 11-Mar 2,48 1,84 2,63 11,41 14-Mar 3,80 5,12 4,70 61,41 17-Mar 4,93 10,75 6,00 176,94 16-Mar 2,03 0,62 0,78 1,03 12-Mar 4,25 8,44 8,50 200,32 15-Mar 2,32 1,80 2,13 8,50 18-Mar 3,87 2,38 2,80 14,94 17-Mar 1,30 0,09 0,10 0,01 13-Mar 5,35 0,86 0,62 0,87 21-Mar 1,30 3,90 6,85 74,77 19-Mar 4,53 2,45 0,26 1,35 18-Mar 0,88 1,00 1,87 4,49 14-Mar 1,82 0,46 0,58 0,57 22-Mar 1,57 0,40 0,47 0,31 20-Mar 2,32 2,30 0,36 2,16 20-Mar 5,97 6,28 4,96 80,37 15-Mar 2,18 0,54 0,80 0,83 23-Mar 3,77 1,48 1,75 5,43 21-Mar 4,08 3,48 3,16 27,16 25-Mar 1,80 0,31 0,27 0,14 16-Mar 2,37 0,88 0,72 1,47 24-Mar 1,55 2,02 1,28 6,08 22-Mar 0,55 0,36 0,68 0,59 26-Mar 0,62 0,17 0,27 0,08 17-Mar 3,52 3,94 4,41 43,50 25-Mar 3,23 1,91 1,42 5,61 23-Mar 5,32 2,80 3,71 24,96 29-Mar 2,12 0,44 0,70 0,59 18-Mar 2,90 0,82 0,87 1,34 26-Mar 2,63 1,12 0,76 1,61 25-Mar 1,47 3,66 6,85 74,29 Total 56,10 31,78 25,85 192,28 19-Mar 6,05 2,92 3,50 23,14 29-Mar 4,98 3,50 2,90 22,62 27-Mar 3,18 0,47 0,57 0,44 20-Mar 2,90 0,43 0,39 0,27 30-Mar 0,95 0,38 0,45 0,32 Total 64,17 60,10 57,71 838,41 22-Mar 0,67 0,60 1,17 1,78 31-Mar 0,53 0,24 0,48 0,25 23-Mar 0,67 0,20 0,32 0,13 Total 53,10 48,03 43,39 438,20 24-Mar 1,68 0,14 0,11 0,02 27-Mar 1,50 0,52 0,69 0,65 31-Mar 1,50 0,08 0,12 0,01 Total 80,08 48,33 53,20 550,22 EI 30

89 Tabel Lampiran 6. Lanjutan Tanggal Lama hujan (jam) April (2007) April (2008) April (2009) April (2010) Lama Lama Lama CH I 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan (cm) (jam) (jam) (jam) I 30 (cm/jam) 01-Apr 2,63 1,88 2,17 9,32 05-Apr 3,98 0,35 0,49 0,30 03-Apr 3,23 3,36 1,96 111,00 02-Apr 0,60 0,47 0,92 0,99 02-Apr 2,45 3,00 4,00 29,87 06-Apr 2,93 3,92 4,12 41,96 05-Apr 6,13 1,49 1,17 9,55 04-Apr 4,72 1,99 1,46 6,36 03-Apr 2,60 4,28 3,95 48,71 07-Apr 4,50 2,70 2,15 12,63 06-Apr 7,05 2,60 3,30 85,50 11-Apr 2,30 1,25 1,01 2,71 06-Apr 0,70 0,86 1,41 2,96 08-Apr 4,80 4,47 4,01 42,48 07-Apr 8,83 7,29 4,50 560,41 14-Apr 2,65 1,69 1,56 5,61 07-Apr 2,97 1,33 1,64 4,72 09-Apr 4,02 4,37 5,64 62,28 13-Apr 3,85 1,40 0,80 16,49 16-Apr 2,82 0,37 0,26 0,14 08-Apr 3,00 1,40 1,28 3,69 10-Apr 2,17 0,42 0,45 0,34 15-Apr 1,10 1,60 1,95 57,00 20-Apr 1,03 1,08 2,11 6,20 09-Apr 1,00 1,80 2,63 12,24 11-Apr 1,28 0,86 0,83 1,65 16-Apr 1,25 0,47 0,45 2,08 21-Apr 2,00 3,48 3,39 30,91 10-Apr 1,58 0,54 0,66 0,65 12-Apr 1,93 0,62 0,82 0,99 19-Apr 4,50 4,29 6,17 737,98 28-Apr 1,00 1,44 2,43 8,41 11-Apr 1,63 0,96 1,58 3,50 14-Apr 4,72 4,56 5,15 60,98 21-Apr 5,10 2,18 2,16 91,35 29-Apr 1,37 0,31 0,30 0,15 13-Apr 3,65 3,06 3,21 25,77 15-Apr 0,97 0,44 0,58 0,51 26-Apr 2,40 0,48 0,44 3,09 Total 18,48 12,08 13,44 61,48 14-Apr 3,60 0,58 0,25 0,21 16-Apr 2,70 2,34 2,04 11,24 27-Apr 2,78 4,20 3,34 239,84 16-Apr 0,63 1,22 2,39 7,47 18-Apr 1,88 3,00 4,00 29,94 30-Apr 3,12 1,88 1,80 82,66 18-Apr 2,30 0,28 0,17 0,07 19-Apr 1,83 0,90 0,81 1,62 Total 49,35 31,24 28, ,95 19-Apr 5,98 2,12 1,30 5,54 20-Apr 8,90 5,28 1,87 20,90 20-Apr 2,53 1,35 1,34 3,85 21-Apr 5,20 2,70 4,30 30,67 22-Apr 3,47 3,55 2,74 22,41 22-Apr 4,00 1,54 0,93 2,71 24-Apr 7,07 4,41 3,51 35,85 26-Apr 1,65 0,43 0,42 0,30 25-Apr 2,03 2,49 3,70 24,03 30-Apr 1,37 0,22 0,24 0,08 26-Apr 1,22 0,26 0,34 0,14 Total 58,83 39,12 38,84 321,57 27-Apr 2,53 1,36 1,29 3,61 28-Apr 0,65 0,08 0,13 0,01 Total 54,23 36,81 39,67 244,63 EI 30

90 Tabel Lampiran 6. Lanjutan Tanggal Lama hujan (jam) Mei (2007) Mei (2008) Mei (2009) Mei (2010) Lama Lama Lama CH I 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 (cm) (cm/jam) (jam) (jam) (jam) 02-Mei 1,88 0,32 0,23 0,11 02-Mei 0,93 0,72 1,36 2,43 01-Mei 5,23 5,50 6,46 91,04 08-Mei 4,08 4,55 2,77 29,88 06-Mei 3,28 3,10 2,24 15,98 03-Mei 1,07 0,99 1,20 2,73 03-Mei 2,18 2,07 1,95 9,71 09-Mei 3,48 1,46 1,49 4,45 10-Mei 1,97 0,72 0,86 1,23 04-Mei 0,72 0,22 0,40 0,16 04-Mei 1,97 0,31 0,30 0,14 10-Mei 6,20 6,56 9,07 169,41 12-Mei 0,53 0,47 0,92 0,92 05-Mei 0,63 0,52 0,95 1,10 05-Mei 1,73 1,30 1,07 2,83 11-Mei 2,03 0,33 0,28 0,14 13-Mei 0,45 0,12 0,21 0,04 06-Mei 2,03 2,60 3,24 21,24 06-Mei 0,52 0,77 1,53 2,88 12-Mei 0,80 0,22 0,40 0,15 14-Mei 0,57 0,17 0,31 0,09 07-Mei 0,77 3,03 5,38 47,49 07-Mei 0,58 0,26 0,47 0,23 13-Mei 5,22 1,71 1,60 5,79 16-Mei 2,93 1,32 1,01 2,48 13-Mei 5,53 3,30 1,72 12,39 08-Mei 1,02 0,70 1,16 1,84 19-Mei 3,18 1,45 2,28 8,34 17-Mei 2,13 0,38 0,55 0,35 19-Mei 0,80 0,16 0,18 0,04 10-Mei 2,40 2,62 3,00 19,05 20-Mei 3,92 1,97 1,18 4,78 18-Mei 0,67 0,04 0,07 0, Mei 1,03 3,31 6,05 58,84 11-Mei 7,12 5,10 3,66 42,32 21-Mei 0,55 1,80 3,54 18,03 19-Mei 1,00 0,16 0,28 0,07 22-Mei 0,55 3,59 7,15 83,86 18-Mei 8,60 10,87 9,43 266,93 22-Mei 1,35 0,30 0,49 0,30 20-Mei 1,37 2,15 3,96 22,22 24-Mei 0,50 0,10 0,20 0,03 20-Mei 3,53 2,12 2,25 11,04 23-Mei 0,55 1,98 3,68 21,21 22-Mei 1,33 0,33 0,34 0,18 26-Mei 0,85 2,73 5,26 43,58 21-Mei 2,10 2,75 3,22 22,64 24-Mei 1,18 0,20 0,17 0,05 29-Mei 1,60 1,19 1,83 5,18 Total 15,42 21,27 33,08 273,89 23-Mei 0,97 2,21 4,20 25,04 25-Mei 0,60 0,27 0,53 0,38 31-Mei 3,45 3,82 5,16 53,14 31-Mei 0,62 0,38 0,75 0,69 30-Mei 2,15 0,48 0,94 1,00 Total 23,17 14,29 17,97 102,01 Total 38,57 36,96 39,43 496,37 31-Mei 0,57 0,40 0,79 0,69 Total 35,87 23,68 29,20 264,61 EI 30

91 Tanggal Tabel Lampiran 6. Lanjutan Lama hujan (jam) Juni (2007) Juni (2008) Juni (2009) Juni (2010) Lama Lama Lama CH I 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan (cm) (jam) (jam) (jam) I 30 (cm/jam) 01-Jan 2,65 2,64 3,99 27,35 04-Jun 0,68 0,13 0,25 0,07 02-Jun 5,50 0,91 0,32 0,44 01-Jun 1,00 0,29 0,49 0,25 02-Jan 1,45 0,35 0,51 0,32 09-Jun 1,13 1,41 2,20 7,23 04-Jun 1,13 0,61 1,14 1,75 03-Jun 0,27 1,00 21,00 62,01 05-Jun 3,13 1,00 0,82 1,51 10-Jun 4,60 1,38 0,99 2,50 05-Jun 2,62 1,84 0,73 2,95 04-Jun 3,77 0,70 0,48 0,54 17-Jun 2,57 1,62 2,00 7,00 16-Jun 1,00 1,27 2,46 7,78 08-Jun 2,65 6,72 8,67 173,87 05-Jun 3,30 0,95 0,54 0,88 18-Jun 0,97 0,33 0,52 0,32 17-Jun 1,10 1,27 2,01 6,18 10-Jun 0,53 0,11 0,21 0,04 06-Jun 1,20 0,31 0,44 0,25 19-Jun 2,43 1,02 0,76 1,44 27-Jun 2,00 0,72 0,71 1,01 13-Jun 2,03 1,59 0,80 2,91 08-Jun 1,02 1,00 0,56 1,18 20-Jun 2,18 0,65 0,47 0,53 Total 10,52 6,18 8,62 24,77 14-Jun 0,52 0,29 0,58 0,34 12-Jun 1,58 0,55 0,76 0,59 27-Jun 1,17 0,29 0,51 0,29 Total 14,98 12,07 12,44 182,29 16-Jun 5,48 0,46 0,15 0,08 28-Jun 4,33 1,70 1,77 6,29 18-Jun 0,98 0,48 0,63 0,59 30-Jun 0,85 0,53 0,89 1,02 24-Jun 1,95 1,77 1,75 7,13 Total 21,73 10,13 12,22 46,08 26-Jun 2,10 0,60 0,46 0,45 29-Jun 1,73 1,96 2,02 9,31 Total 24,38 10,07 29,27 83,27 EI 30

92 Tabel Lampiran 6. Lanjutan Tanggal Lama hujan (jam) Juli (2007) Juli (2008) Juli (2009) Juli (2010) Lama Lama Lama CH I 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan (cm) (jam) (jam) (jam) I 30 (cm/jam) 06-Jul 0,8 2 3,826 21,88 26-Jul 0,53 0,20 0,39 0,14 24-Jul 1,55 4,28 7,50 90,56 01-Jul 0,92 0,38 0,62 0,46 08-Jul 1,15 0,36 0,272 0,19 27-Jul 0,97 0,14 0,20 0,05 25-Jul 0,85 0,78 0,88 1,52 03-Jul 1,17 1,92 1,70 7,65 Total 1,95 2,36 4,098 22,07 31-Jul 2,60 0,60 0,66 0,70 Total 2,40 5,06 8,38 92,08 04-Jul 0,87 0,14 0,19 0,04 Total 4,10 0,94 1,25 0,89 05-Jul 1,12 0,75 1,39 2,46 06-Jul 0,52 0,87 1,74 3,76 07-Jul 1,17 1,24 1,39 3,80 08-Jul 1,03 0,13 0,15 0,03 09-Jul 0,68 0,99 1,87 4,40 12-Jul 0,73 0,24 0,44 0,23 17-Jul 1,05 0,35 0,38 0,23 18-Jul 1,67 0,98 1,16 2,34 19-Jul 2,75 1,95 2,19 10,97 23-Jul 0,70 0,66 1,13 1,60 27-Jul 2,72 0,39 0,38 0,22 28-Jul 0,82 0,97 1,52 3,43 Total 17,90 11,96 16,25 41,64 EI 30

93 Tabel Lampiran 6. Lanjutan Tanggal Agustus (2007) Agustus (2008) Agustus (2009) Agustus (2010) Lama Lama Lama CH I 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan (cm) (jam) (jam) (jam) Lama hujan (jam) 14-Agust 1,35 1,81 2,12 9,56 12-Agust 0,63 0,44 0,82 0,75 14-Agust 1,10 0,16 0,06 0,02 03-Agust 2,47 2,98 1,63 11,17 20-Agust 0,75 0,30 0,46 0,24 13-Agust 2,57 3,39 3,54 29,83 Total 1,10 0,16 0,06 0,02 04-Agust 1,27 1,32 2,35 7,56 21-Agust 1,78 3,19 2,97 23,74 14-Agust 0,87 0,80 1,54 3,07 05-Agust 0,50 0,99 1,98 4,68 22-Agust 1,97 3,50 5,58 53,53 15-Agust 0,87 3,94 7,69 95,16 06-Agust 1,73 1,96 1,57 7,21 I 30 (cm/jam) Total 5,85 8,80 11,12 87,07 24-Agust 0,52 0,55 1,10 1,51 08-Agust 0,78 0,46 0,65 0,60 30-Agust 0,88 0,15 0,20 0,04 09-Agust 1,85 1,98 2,96 15,03 31-Agust 2,05 3,17 4,79 43,18 15-Agust 1,00 0,10 0,11 0,01 Total 8,38 12,44 19,68 173,56 16-Agust 2,18 0,98 0,94 1,92 EI Agust 1,28 0,10 0,04 0, Agust 1,48 0,58 0,47 0,53 21-Agust 2,15 0,58 0,47 0,45 24-Agust 1,95 1,20 1,40 3,66 Total 18,65 13,23 14,58 52,83

94 Tabel Lampiran 6. Lanjutan Tanggal September (2007) September (2008) September (2009) September (2010) Lama Lama Lama CH I 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan (cm) (jam) (jam) (jam) Lama hujan (jam) I 30 (cm/jam) 08-Sep 1,50 0,18 0,16 0,04 07-Sep 0,50 0,27 0,54 0,29 10-Sep 1,05 0,38 0,52 0,37 01-Sep 0,83 2,00 3,97 23,56 16-Sep 2,68 0,72 0,49 0,61 08-Sep 2,73 1,82 1,66 6,52 11-Sep 1,10 2,10 3,60 19,44 02-Sep 0,53 0,97 1,93 4,54 17-Sep 0,83 0,98 1,45 3,23 09-Sep 0,50 0,92 1,84 4,57 16-Sep 1,12 0,52 0,75 0,82 05-Sep 1,58 0,25 0,21 0,07 25-Sep 1,17 0,40 0,44 0,32 21-Sep 0,65 0,17 0,25 0,07 Total 3,27 3,00 4,87 20,62 06-Sep 4,28 1,56 1,55 4,65 29-Sep 0,50 0,44 0,88 0,89 23-Sep 0,65 2,10 4,12 24,32 08-Sep 1,10 0,96 0,98 2,00 Total 6,68 2,72 3,42 5,09 24-Sep 2,13 4,13 4,90 54,05 09-Sep 5,02 1,04 0,43 0,68 25-Sep 1,08 0,75 1,23 2,08 10-Sep 0,77 1,00 1,85 4,35 27-Sep 1,03 0,90 1,62 3,50 11-Sep 0,82 1,01 0,46 1,16 28-Sep 0,95 0,04 0,06 0,00 13-Sep 4,52 1,28 0,74 1,63 29-Sep 0,98 0,05 0,07 0,00 14-Sep 1,53 0,24 0,28 0,10 30-Sep 2,02 4,86 6,05 81,47 15-Sep 1,72 1,02 1,18 2,52 Total 13,23 16,01 22,33 176,87 16-Sep 2,32 0,40 0,20 0,11 17-Sep 0,87 1,02 1,54 3,58 19-Sep 0,80 0,32 0,58 0,36 21-Sep 1,17 0,68 1,12 1,72 22-Sep 1,40 2,50 4,32 29,94 23-Sep 2,92 2,56 4,14 26,95 25-Sep 2,68 0,65 0,82 1,02 Total 34,85 19,46 26,29 108,94 EI 30

95 Tanggal Tabel Lampiran 6. Lanjutan Lama hujan (jam) Oktober (2007) Oktober (2008) Oktober (2009) Oktober (2010) Lama Lama Lama CH I 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan (cm) (jam) (jam) (jam) I 30 (cm/jam) 08-Okt 2,13 0,49 0,62 0,57 01-Okt 1,80 0,30 0,24 0,11 03-Okt 6,20 4,22 2,16 20,24 06-Okt 3,57 3,24 4,77 38,54 09-Okt 0,92 0,19 0,28 0,08 02-Okt 1,33 0,43 0,68 0,56 04-Okt 2,88 3,30 3,89 31,35 07-Okt 1,03 0,18 0,24 0,07 11-Okt 1,87 0,88 0,83 1,48 04-Okt 1,28 3,27 5,16 48,33 05-Okt 5,67 3,67 2,67 22,26 08-Okt 2,48 3,45 5,48 48,47 12-Okt 1,97 0,89 0,70 1,34 08-Okt 1,08 0,58 0,85 0,97 06-Okt 0,78 1,59 2,40 9,70 13-Okt 1,35 0,12 0,22 0,04 15-Okt 1,73 1,39 1,50 4,35 14-Okt 0,52 0,33 1,47 1,00 07-Okt 3,83 7,72 3,59 72,27 14-Okt 4,93 4,46 3,08 31,22 23-Okt 1,28 0,99 1,42 3,01 16-Okt 0,90 1,40 2,13 7,27 10-Okt 0,50 0,72 1,44 2,47 18-Okt 4,75 4,30 3,03 30,60 24-Okt 2,35 2,56 2,03 12,11 17-Okt 1,73 2,18 2,96 15,53 12-Okt 1,08 2,05 2,69 13,73 19-Okt 2,32 1,32 1,32 3,84 25-Okt 2,02 2,69 2,14 15,75 19-Okt 1,37 0,55 0,98 1,18 14-Okt 3,02 2,96 2,04 14,25 23-Okt 2,10 0,68 0,88 1,16 26-Okt 0,80 0,95 1,85 4,42 22-Okt 0,52 1,02 2,04 5,15 15-Okt 1,70 0,98 1,20 2,41 24-Okt 3,67 0,83 0,50 0,70 29-Okt 4,47 0,93 0,65 1,04 23-Okt 4,85 3,87 6,13 69,35 22-Okt 2,60 2,10 2,19 10,16 25-Okt 2,50 2,23 3,84 22,33 30-Okt 2,10 0,94 1,35 2,68 26-Okt 2,38 1,61 1,19 4,07 23-Okt 2,20 2,74 3,61 26,31 26-Okt 1,37 2,74 3,77 28,14 Total 21,63 12,90 13,36 46,83 28-Okt 8,52 5,84 4,48 60,91 24-Okt 1,12 2,43 4,29 27,19 27-Okt 1,20 0,32 0,50 0,28 31-Okt 2,77 1,68 1,68 5,95 26-Okt 0,60 0,18 0,35 0,12 28-Okt 3,10 1,05 1,03 2,10 Total 29,05 23,06 29,99 220,40 27-Okt 1,13 2,69 5,09 39,23 Total 34,37 24,92 28,66 207,48 28-Okt 1,00 4,50 7,25 93,98 31-Okt 0,97 0,68 1,24 2,22 Total 35,28 42,53 46,11 387,90 EI 30

96 Tabel Lampiran 6. Lanjutan Tanggal Lama hujan (jam) November (2007) November (2008) November (2009) November (2010) Lama Lama Lama CH I 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan (cm) (jam) (jam) (jam) I 30 (cm/jam) 04-Nop 3,70 4,24 3,18 32,56 01-Nop 1,33 1,07 1,76 4,25 06-Nop 1,87 2,64 3,36 22,97 02-Nop 1,02 0,30 0,35 0,18 05-Nop 4,97 2,64 1,84 9,92 02-Nop 4,92 5,51 4,86 66,62 10-Nop 2,08 0,88 1,16 2,11 04-Nop 7,23 4,65 3,01 31,71 06-Nop 2,43 0,79 0,58 0,85 03-Nop 2,80 0,95 0,53 0,91 11-Nop 3,38 3,27 3,15 25,04 05-Nop 0,83 0,07 0,05 0,00 07-Nop 0,67 0,31 0,59 0,37 04-Nop 4,67 1,61 0,80 2,45 12-Nop 1,35 0,27 0,46 0,25 07-Nop 2,23 0,33 0,22 0,10 09-Nop 0,78 0,50 0,68 0,70 05-Nop 1,82 2,31 3,74 22,34 13-Nop 8,43 5,68 4,03 51,56 08-Nop 2,08 0,48 0,38 0,29 10-Nop 1,43 1,20 1,69 4,57 06-Nop 2,97 3,11 1,19 8,35 14-Nop 1,35 0,44 0,49 0,39 09-Nop 3,75 0,71 0,30 0,34 11-Nop 2,00 2,38 2,61 14,88 07-Nop 0,75 0,19 0,27 0,09 15-Nop 1,60 2,06 3,60 19,70 12-Nop 2,72 0,70 0,27 0,35 12-Nop 3,80 4,18 6,04 70,09 08-Nop 1,57 0,65 0,60 0,76 17-Nop 4,77 0,82 0,79 1,15 13-Nop 4,82 5,36 6,30 83,24 13-Nop 0,50 0,13 0,26 0,05 09-Nop 8,55 4,82 3,47 45,49 19-Nop 9,20 3,30 1,64 10,23 14-Nop 4,30 1,22 0,64 1,46 14-Nop 3,23 1,18 0,97 2,17 10-Nop 1,97 4,01 5,14 55,71 20-Nop 9,20 3,30 1,64 10,23 15-Nop 0,68 0,17 0,29 0,08 16-Nop 1,30 0,60 0,93 1,11 12-Nop 0,68 1,85 2,88 14,27 21-Nop 6,25 3,20 2,52 16,76 16-Nop 3,27 3,54 4,84 43,46 17-Nop 0,80 0,20 0,34 0,13 13-Nop 8,55 5,22 5,68 80,16 22-Nop 3,03 1,29 1,12 3,04 18-Nop 0,88 0,63 1,22 1,79 18-Nop 0,57 1,53 2,20 8,97 14-Nop 1,52 5,22 8,32 122,63 23-Nop 3,97 3,24 1,48 10,61 21-Nop 2,62 1,38 1,59 4,55 23-Nop 1,05 0,37 0,68 0,53 15-Nop 4,35 1,92 1,65 6,65 24-Nop 10,40 2,90 2,29 12,61 22-Nop 1,03 0,20 0,20 0,06 25-Nop 1,05 0,18 0,18 0,05 16-Nop 6,75 0,67 0,15 0,13 25-Nop 7,25 1,49 0,54 1,28 23-Nop 0,80 0,50 0,84 1,00 27-Nop 1,27 0,61 0,95 1,20 17-Nop 0,55 1,30 2,58 9,60 26-Nop 2,35 0,78 0,64 0,95 24-Nop 3,92 1,82 1,33 4,88 28-Nop 0,80 0,15 0,28 0,07 21-Nop 1,60 0,38 0,54 0,37 28-Nop 0,80 0,95 1,72 3,85 26-Nop 1,48 0,15 0,18 0,04 30-Nop 4,45 1,03 0,82 1,61 23-Nop 6,45 4,75 1,64 17,28 29-Nop 4,27 1,43 1,36 3,81 27-Nop 1,92 2,05 2,76 14,20 Total 34,80 22,22 24,83 149,84 24-Nop 1,95 0,10 0,10 0,01 30-Nop 2,05 0,44 0,64 0,48 28-Nop 3,35 3,50 3,87 32,44 26-Nop 4,33 2,30 2,34 11,99 Total 83,60 38,38 32,64 197,03 29-Nop 1,93 0,32 0,27 0,13 30-Nop 3,72 2,62 4,16 28,23 30-Nop 1,25 0,52 0,70 0,70 Total 71,78 50,56 52,40 498,29 Total 52,12 28,60 29,61 221,00 EI 30

97 Tanggal Tabel Lampiran 6. Lanjutan Lama hujan (jam) Desember (2007) Desember (2008) Desember (2009) Desember (2010) Lama Lama Lama CH I 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH I EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan 30 CH EI (cm) (cm/jam) 30 Tanggal hujan (cm) (jam) (jam) (jam) I 30 (cm/jam) 03-Des 9,02 3,48 0,67 4,24 02-Des 2,52 5,1 7,58 108,08 01-Des 2,37 2,05 1,92 9,53 01-Des 1,78 1,23 1,48 4,05 04-Des 1,83 0,67 0,24 0,31 03-Des 2,8 0,58 0,52 0,52 04-Des 0,92 1,03 1,23 2,76 03-Des 0,92 0,5 0,79 0,79 05-Des 4,07 1,96 2,47 11,43 04-Des 7,88 3,9 2,42 19,91 05-Des 2,8 0,93 0,94 1,76 07-Des 3 0,66 0,38 0,4 06-Des 1,55 0,58 0,42 0,43 05-Des 0,77 0,67 0,81 1,34 06-Des 0,5 0,32 0,64 0,45 08-Des 3,23 1,03 0,44 0,78 09-Des 1,33 0,31 0,31 0,16 06-Des 1,5 0,34 0,3 0,17 07-Des 0,97 0,36 0,66 0,49 09-Des 2,17 0,18 0,05 0,01 10-Des 3,55 1,98 2,52 10,79 07-Des 2,42 0,63 0,55 0,6 10-Des 1,03 1,65 2,43 9,57 10-Des 6,48 1,22 0,74 1,54 11-Des 4,78 2,03 2,04 9,34 08-Des 2,25 0,59 0,48 0,49 13-Des 1,75 0,27 0,49 0,25 11-Des 2,03 0,88 0,64 1,07 12-Des 3,87 1,54 1,29 3,84 09-Des 2,8 0,42 0,24 0,15 14-Des 0,6 0,07 0,13 0,01 12-Des 1,17 0,34 0,27 0,15 13-Des 7,62 3,07 3,1 22,08 10-Des 1,78 0,72 0,9 1,28 15-Des 0,87 1,1 2 5,17 13-Des 3,9 1,94 2,09 9,05 14-Des 4,1 2,28 3,27 17,84 11-Des 1,42 0,15 0,1 0,02 20-Des 0,58 0,1 0,19 0,03 14-Des 0,9 0,58 0,86 1,09 15-Des 2,75 4,82 2,26 27,73 13-Des 0,83 0,47 0,82 0,78 22-Des 0,77 0,27 0,46 0,22 15-Des 1,88 3, ,59 16-Des 1 0,16 0,18 0,04 14-Des 2,93 0,56 0,21 0,17 23-Des 3,28 1,8 1,41 5,51 16-Des 1,57 1,08 1,2 2,94 17-Des 2,92 1,52 1,43 4,51 15-Des 8,55 6,42 2,01 29,59 25-Des 6,45 6,6 6 98,97 17-Des 1,57 1,08 1,2 2,94 18-Des 6,85 3,43 3,54 29,6 16-Des 0,73 0,1 0,13 0,02 26-Des 4,28 1,59 0,65 2,01 18-Des 1,35 1,68 2 7,75 19-Des 3,43 2,2 1,42 6,82 19-Des 1 0,39 0,12 0,09 27-Des 5 1,8 1,13 3,99 20-Des 0,68 0,24 0,43 0,19 20-Des 1,42 0,8 1,12 1,9 21-Des 2,18 0,88 0,73 1,22 28-Des 3,45 1,02 1,04 2,01 21-Des 1,03 0,41 0,54 0,41 21-Des 4,37 2,52 1,68 8,95 22-Des 4,37 2,82 1,33 7,71 30-Des 1,77 1,23 1,49 4,44 22-Des 3,43 1,78 2,2 8,72 22-Des 7,22 2,2 1,09 4,45 23-Des 5,23 1,91 0,87 3,07 Total 37,38 22,19 22,8 147,18 26-Des 2,63 0,73 0,83 1,12 23-Des 4,2 1,18 0,64 1,29 25-Des 2,87 1,6 1,12 3,6 27-Des 1,6 0,85 1,35 2,56 24-Des 4,42 1,11 0,66 1,42 29-Des 1,67 0,21 0,16 0,05 30-Des 1,55 1,76 1,98 8,05 25-Des 4,28 1,48 1,11 3,08 30-Des 0,68 0,08 0,12 0,01 Total 42,88 21,31 24,48 96,19 26-Des 4,75 2,39 0,88 4,96 Total 57,18 28,54 21,5 178,86 27-Des 4,17 2,35 2,36 11,74 28-Des 6,63 1,54 0,66 1,66 29-Des 3,42 0,79 0,45 0,58 30-Des 0,88 0,2 0,23 0,07 31-Des 3,28 2,2 2,06 11,48 Total 107,7 48,79 38,09 200,73 EI 30

98 Tabel Lampiran 7. Analisis regresi berganda dengan analisis antara komponen utama Regression Analysis: Y versus X2; X3; X4; X5; X6; X7; X1 The regression equation is Y = ,377 X X X X4-458 X X6 Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant ,10 0,049 X1 0,3774 0,2739 1,38 0,184 1,3 X ,90 0, ,9 X ,30 0,033 5,44852E+09 X ,33 0,031 5,70242E+09 X5-458,4 268,4-1,71 0, ,4 X ,56 0, ,2 S = 634,746 R-Sq = 82,4% R-Sq(adj) = 76,8% PRESS = R-Sq(pred) = 66,57% Durbin-Watson statistic = 2,05090 *Nilai VIF > 10 artinya pada model regresi diatas terdapat Pelanggaran Multikolinieritas Principal Component Analysis: Z2; Z3; Z4; Z5; Z6 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 4,9050 0,0946 0,0004 0,0000 0,0000 Proportion 0,981 0,019 0,000 0,000 0,000 Cumulative 0,981 1,000 1,000 1,000 1,000 Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 Z2-0,449-0,360 0,426 0,697 0,050 Z3 0,450-0,221-0,372 0,353 0,696 Z4 0,450-0,266-0,278 0,374-0,714 Z5-0,442-0,676-0,483-0,338-0,016 Z6 0,445-0,542 0,608-0,369 0,052 Dari hasil PCA diperoleh nilai eigen value >1 hanya pada Komponen 1 Pada komponen 1 nilai eigen 4,9050 dengan total keragaman 98,1 %. Regression Analysis: Y versus W1; X1 The regression equation is Y = ,940 X W1 Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant ,75 0,461 X1 0,9398 0,4079 2,30 0,031 1,0 W1 280,80 95,88 2,93 0,008 1,0 S = 1043,42 R-Sq = 42,4% R-Sq(adj) = 37,4% PRESS = R-Sq(pred) = 19,07% Durbin-Watson statistic = 1,25890

99 Tabel Lampiran 7. Lanjutan Pengaruh W1 dan X1 terhadap Y Nilai-p(0,031) untuk W1 dan (0,008) untuk X1 <alpha 5% maka tolak H0 artinya W1 dan X1 berpengaruh nyata terhadap Y. nilai W1 mewakili X2,X3,,X7. R-sq 2,4 % artinya keragaman yang mampu dijelaskan oleh variable-variabel X terhadap perubahan Y sebesar 42,4 % sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Transformasi ke Z Y = ,940 X W1 Y = ,940 X (-0,449 Z2 + 0,450 Z3 + 0,450 Z4-0,442 Z5 + 0,445 Z6) Y = ,940 X1 126,169 Z ,45 Z ,45 Z4 124,202 Z ,045 Z6 Transformasi Z menjadi X Y = ,940 X1 126,169 Z ,45 Z ,45 Z4 124,202 Z ,045 Z6 Y = ,940 X1 126,169 X X S ,202 X 5 X S 5 5 X 2 X S , ,45 X 6 X 6 S 6 X 3 X S ,45 Y = ,940 X1 126,169 X X X ,45 124, X X , ,045 + Y = - 996, ,94 X1 0,21 X2 + 0,41 X3 + 0,92 X4-0,17X5 + 0,15 X6

100 Gambar Lampiran 1. Peta penggunaan lahan DAS Cil iwung hulu tahun 2010

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK HUJAN DAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT ALIRAN SUNGAI DAS CILIWUNG HULU

ANALISIS KARAKTERISTIK HUJAN DAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT ALIRAN SUNGAI DAS CILIWUNG HULU ANALISIS KARAKTERISTIK HUJAN DAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT ALIRAN SUNGAI DAS CILIWUNG HULU ARDITA OKTAVIANA A14070089 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METEDOLOGI PENELITIAN

III. METEDOLOGI PENELITIAN III. METEDOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2011, berlokasi di DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Wilayah penelitian meliputi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk V PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis 5.1.1 Penghitungan Komponen Penduduk Kependudukan merupakan salah satu komponen yang penting dalam perencanaan suatu kawasan. Faktor penduduk juga memberi pengaruh yang

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di DAS Ciliwung Hulu dan Cisadane Hulu. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2009 dan selesai pada

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara kepulauan yang secara astronomis terletak di sekitar garis katulistiwa dan secara geografis terletak di antara dua benua dan dua samudra, Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus menerus, air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kompilasi dan Kontrol Kualitas Data Radar Cuaca C-Band Doppler (CDR) Teknologi mutakhir pada radar cuaca sangat berguna dalam bidang Meteorologi untuk menduga intensitas curah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT Ria Rosdiana Hutagaol 1 dan Sigit Hardwinarto 2 1 Faperta Jurusan Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

Teknik Konservasi Waduk

Teknik Konservasi Waduk Teknik Konservasi Waduk Pendugaan Erosi Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah). USLE

Lebih terperinci

ANALISIS FLUKTUASI DEBIT AIR AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KAWASAN PUNCAK KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FLUKTUASI DEBIT AIR AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KAWASAN PUNCAK KABUPATEN BOGOR ANALISIS FLUKTUASI DEBIT AIR AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KAWASAN PUNCAK KABUPATEN BOGOR Analysis of Water Discharge Fluctuation Due to Land Use Change in Puncak Area, Bogor District Yunita Lisnawati

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON Christy C.V. Suhendy Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon e-mail: cherrzie@yahoo.com ABSTRACT Changes in land use affects water availability

Lebih terperinci

1/3/2017 PROSES EROSI

1/3/2017 PROSES EROSI PROSES EROSI 1 Mengapa Erosi terjadi? Ini sangat tergantung pada daya kesetimbangan antara air hujan (atau limpasan) dengan tanah. Air hujan dan runoff befungsi sebagai transport. Jika tenaga yang berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin lama semakin meningkat telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing penutupan/penggunaan

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT PUNCAK DAN ALIRAN PERMUKAAN DAS CILIWUNG HULU PADA BULAN JANUARI 2014 (Studi Kasus: Bendung Katulampa) LINDA KUSWARDINI

ANALISIS DEBIT PUNCAK DAN ALIRAN PERMUKAAN DAS CILIWUNG HULU PADA BULAN JANUARI 2014 (Studi Kasus: Bendung Katulampa) LINDA KUSWARDINI ANALISIS DEBIT PUNCAK DAN ALIRAN PERMUKAAN DAS CILIWUNG HULU PADA BULAN JANUARI 2014 (Studi Kasus: Bendung Katulampa) LINDA KUSWARDINI DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai tempat terutama daerah tropis khususnya di daerah pegunungan yang nantinya akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Morfometri Sungai Berdasarkan hasil pengukuran morfometri DAS menggunakan software Arc-GIS 9.3 diperoleh panjang total sungai di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Sekayu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jakarta adalah sebuah provinsi sekaligus ibukota Indonesia. Kedudukannya yang khas baik sebagai ibukota negara maupun sebagai ibukota daerah swantantra, menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah permukaan bumi sebagai tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model)

PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model) PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model) Oleh : AI MARLINA F14102084 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Sub DAS Cikapundung yang merupakan salah satu Sub DAS yang berada di DAS Citarum Hulu. Wilayah Sub DAS ini meliputi sebagian Kabupaten

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data skunder dari instansi terkait, dan data primer hasil observasi dan wawancara maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan proses penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi (presipitasi, angin) (Kusumandari, 2011). Erosi secara umum dapat disebabkan

Lebih terperinci

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa JIMT Vol. 0 No. Juni 203 (Hal. ) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE

Lebih terperinci

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Surface Runoff Flow Kuliah -3 Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam

Lebih terperinci

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas BAB 111 LANDASAN TEORI 3.1 Aliran Dasar Sebagian besar debit aliran pada sungai yang masih alamiah ahrannya berasal dari air tanah (mata air) dan aliran permukaan (limpasan). Dengan demikian aliran air

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) DI SUB DAS CIPAMINGKIS HULU, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Wilis Juharini F14103083 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

PENDUGAAN DEBIT PUNCAK MENGGUNAKAN WATERSHED MODELLING SYSTEM SUB DAS SADDANG. Sitti Nur Faridah, Totok Prawitosari, Muhammad Khabir

PENDUGAAN DEBIT PUNCAK MENGGUNAKAN WATERSHED MODELLING SYSTEM SUB DAS SADDANG. Sitti Nur Faridah, Totok Prawitosari, Muhammad Khabir PENDUGAAN DEBIT PUNCAK MENGGUNAKAN WATERSHED MODELLING SYSTEM SUB DAS SADDANG Sitti Nur Faridah, Totok Prawitosari, Muhammad Khabir Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2 PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2 Balai Penelitian Kehutanan Solo. Jl. A. Yani PO Box 295

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL..... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN.... 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah. 7 C. Tujuan Penelitian......

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam esensial, yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan air, maka bumi menjadi planet dalam tata surya yang memiliki

Lebih terperinci

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Erosi. Rekayasa Hidrologi Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) Stadia Sungai Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Dalam Bahasa Indonesia, kita hanya mengenal satu kata sungai. Sedangkan dalam Bahasa Inggris dikenal kata stream dan river.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO. Maya Amalia 1)

ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO. Maya Amalia 1) 35 INFO TEKNIK, Volume 12 No. 2, Desember 2011 ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO Maya Amalia 1) Abstrak Besaran debit banjir akhir-akhir ini mengalami

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak Analisa Debit Banjir Sungai Bonai Kabupaten Rokan Hulu ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU S.H Hasibuan Abstrak Tujuan utama dari penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa TINJAUAN PUSTAKA Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh Kabupaten Serdang Bedagai yang beribukota Sei Rampah adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI

DAERAH ALIRAN SUNGAI DAERAH ALIRAN SUNGAI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Limpasan (Runoff) Dalam siklus hidrologi, bahwa air hujan yang jatuh dari atmosfer sebelum air dapat mengalir di atas permukaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data 5.1.1 Analisis Curah Hujan Hasil pengolahan data curah hujan di lokasi penelitian Sub-DAS Cibengang sangat berfluktuasi dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST); Sub DAS Kali Madiun, DAS Solo. Sebagian besar Sub-sub DAS KST secara administratif

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir merupakan salah satu peristiwa alam yang seringkali terjadi. Banjir dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIS PERUBAHAN KUALITAS AIR SUNGAI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CISADANE. Oleh NURLEYLA HATALA F

MODEL MATEMATIS PERUBAHAN KUALITAS AIR SUNGAI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CISADANE. Oleh NURLEYLA HATALA F MODEL MATEMATIS PERUBAHAN KUALITAS AIR SUNGAI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CISADANE Oleh NURLEYLA HATALA F14103004 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan klasifikasi iklim global, wilayah kepulauan Indonesia sebagian besar tergolong dalam zona iklim tropika basah dan sisanya masuk zona iklim pegunungan. Variasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci