PEDOMAN PELAKSANAAN LANDREFORM TAHAP PERTAMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PELAKSANAAN LANDREFORM TAHAP PERTAMA"

Transkripsi

1 PEDOMAN PELAKSANAAN LANDREFORM TAHAP PERTAMA I. Panitia-panitia Landreform. a. Pembentukan dan Susunan Panitia-panitia Landreform. Sebagaimana telah dimaklumi bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 15 April 1961 No. 131 tahun 1961, telah ditetapkan pembentukan Organisasi Penyelenggara Landreform. Organisasi Penyelenggara Landreform tersebut tersusun sebagai berikut: 1. Di pusat : Disebut Panitia Landreform Pusat dengan Badan Pekerja serta Panitia Pertimbangan dan Pengawas. Panitia mana telah diresmikan realisasinya pada tanggal 18 September Di Daerah Tingkat I : Disebut Panitia Landreform Daerah Tingkat I dan realisasi pembentukannya ditetapkan dengan surat keputusan Menteri Pertama tanggal 8 Juli 1961 No. 311/MP/ Di Daerah Tingkat II : Disebut Panitia Landreform Daerah Tingkat II dan realisasi pembentukannya ditetapkan dengan surat keputusan Menteri Pertama tanggal 20 Juli 1961 No. 328/MP/ Di Kecamatan-kecamatan dan Desa-desa. : Disebut Panitia Landreform Kecamatan dan Panitia (Petugas) Landreform Desa, yang pembentukannya dilakukan dengan keputusan Bupati/Kepala Daerah Tingkat II atas nama Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I dari Daerah yang bersangkutan. Panitia-panitia Landreform tersebut adalah merupakan Badan Koordinasi, badan kerja sama antara instansi baik militer maupun sipil dan Organisasi-organisasi Massa Tani. Kami tegaskan Panitia-panitia tersebut merupakan Badan Koordinasi antara instansi, karena Koordinasi dalam pelaksanaan Landreform adalah suatu keharusan. Di dalam badan Koordinasi itu diharapkan Petugas/Pejabat-pejabat Agraria menjadi peranannya, menjadi sipil dalam melaksanakan tugas pekerjaan sehari-hari. Diharapkan Petugas/Pejabat Agraria dapat mengkoordinir dan mensinkronisir berbagai usaha dalam rangka Pelaksanaan Landreform. b. Pembagian tugas pekerjaan Panitia. Karena keanggotaan Panitia landreform Daerah Tingkat I dan II tersusun dari Wakilwakil Instansi dan Organisasi Massa Tani yang jumlahnya tidak sedikit, maka untuk tugas pekerjaannya perlu dibentuk Seksi-seksi dan Badan Pekerja. Agar ada keseragaman (uniformitas) dalam pembentukan seksi-seksi tersebut maka oleh M.P. dengan keputusannya tanggal No telah ditetapkan susunan seksiseksi itu sebagai berikut: Seksi I : adalah seksi Pengawasan, Penertiban dan Perencanaan; Seksi II : adalah seksi Penerangan; Seksi III : adalah seksi Pengurusan persoalan-persoalan yang bersangkutan dengan bekas pemilik dan perkembangan industri. Kecuali seksi-seksi, untuk memperlancar pelaksanaan tugas pekerjaan sehari-hari atas dasar Keputusan Menteri Pertama di atas, dibentuk pula Badan Pekerja yang susunannya sebagai berikut: 1. Kepala Inspeksi Agraria/Kepala Agraria Daerah/Kepala Agraria Kotapraja ditetapkan sebagai Ketua merangkap anggota. PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI Page 1 SJDI HUKUM

2 2. Kepala-kepala Seksi dari Panitia-panitia Landreform Daerah Tingkat I dan II ditetapkan selaku anggauta dan 3. Wakil-wakil Organisasi Tani yang duduk sebagai Anggauta Panitia selaku anggauta. Baik Badan Pekerja maupun Seksi-Seksi bertanggung jawab kepada Panitia lengkap (i-e- Panitia Landreform Daerh yang bersangkutan). c. Pembentukan dan Susunan Panitia Landreform Desa/Kecamatan. Panitia Landreform Kecamatan dan Desa pembentukan diserahkan kepada kebijaksanaan Bupati/Kepala Daerah Tingkat II. Dalam hubungan ini sudah barang tentu tidak perlu tiap Kecamatan dibentuk Panitia. Pembentukan Panitia Landreform Kecamatan/Desa untuk tahap pertama pelaksanaan Landreform sekarang ini, yang diutamakan ialah di daerah yang terdapat tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum. Apabila di sebuah Desa/Kecamatan hanya terdapat satu atau dua bidang tanah yang terkena Undang-undang No. 56/Prp/60, dapat dibentuk Panitia Desa/Kecamatan Gabungan atau cukup hanya dibentuk Petugas Landreform saja (3 orang). Hal ini perlu untuk menghemat tenaga dan keuangan. Kecuali itu walaupun di Desa/Kecamatan tidak ada tanah kelebihan dari batas maksimum tetapi banyak masalah-masalah Landreform yang perlu dipecahkan, misalnya banyak bagi hasil, tanah absentee (guntai tanah yang pemiliknya di luar Kecamatan), gadai dan banyak sengketa-sengketa tanah di Desa/Kecamatan tersebut perlu dibentuk Panitia Landreform. d. Ketetapan Berkerjanya Panitia-panitia. Dengan surat Keputusan Menteri Agraria tanggal 23 Agustus 1961 No. Sk. 508/Ka, tanggal 1 September 1961 ditetapkan sebagai saat mulai bekerjanya Panitia-panitia Landreform Daerah Tingkat I dan II di seluruh Jawa, Madura, Bali, Lombok dan semua Kotapraja serta semua Daerah-daerah Percontohan. Dengan demikian maka Pelaksanaan Landreform ini belum berlaku untuk seluruh Indonesia. Dengan demikian dalam tahapan pertama Pelaksanaan Landreform akan dijalankan/dikerjakan oleh: 1. Panitia Landreform Pusat; 22. Panitia Landreform Daerah Tingkat I; 140. Panitia Landreform Daerah Tingkat II; Panitia Landreform Kecamatan; dan Panitia Landreform Desa. II. Pelaksanaan penguasaan Tanah-tanah Kelebihan dari Batas Maksimum. a. Penguasaan tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum. Setelah terbentuk dan tersusun keanggautaan Panitia Landreform di daerah tersebut maka sebagai tindakan pertama sesudah pembentukan Seksi-seksi dan Badan Pekerjanya, adalah melaksanakan penguasaan atas tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari luas maksimum (U.U. No. 56/Prp/60). Wewenang untuk melaksanakan penguasaan ini didasarkan kepada Surat Keputus an Menteri Agraria tanggal 22 April 1961 No. Sk. 508/Ka yang berlaku mulai tanggal 24 September Selanjutnya Pelaksanaan penguasaan tanah pada distribusi dan pemberian ganti ruginya (Compensacie) di atas lebih lanjut dalam P.P. No ; dan P.P. ini yang merupakan dasar bagi pelaksanaan Landreform yang akan kita jalankan tahap pertama ini. Perlu diberitahukan bahwa sampai dewasa ini sudah diterima laporan ada l.k Ha. tanah kelebihan dan tanah seluas itupula yang pada pelaksanaan Landreform tahap pertama ini akan segera langsung dan nyata-nyata dikuasai pemerintah. PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI Page 2 SJDI HUKUM

3 Maka masalahnya yang penting yang harus dikerjakan oleh Panitia Landreform di Daerah-daerah yaitu, bagaimana cara untuk melaksanakan penguasaan itu dan bagaimana penyelesaian selanjutnya. Dasar hukum yang dipakai dalam pelaksanaan penguasaan tersebut adalah peraturanperaturan dan surat keputusan yang sudah disebutkan di atas. Hanya pelaksanaannya harus disesuaikan dengan keadaan Daerah masing-masing dan perlu adanya kebijaksanaan sehingga segala persoalan dan perkerjaan dapat dikerjakan secara seksama, tegas dan tertib. b. Tindakan Ke I = Tindakan penelitian. Tindakan pertaman-tama yang harus dijalankan oleh Panitia, adalah meneliti kebenaran atas hasil-hasil laporan U.U. No 56/Prp/60. Caranya: 1. Laporan-laporan yagn sudah masuk di Kantor Agraria Daerah disusun secara teratur untuk seluruh Daerah Tingkat II, sehingga dengan mudah dapat diketahui jumlah pelapor, luas tanah yang dilaporkan untuk masing-masing Desa, Kecamatan. 2. Atas dasar bahan-bahan tersebut (Jumlah pelapor dan letak tanah yang dilaporkan) oleh Kepala Agraria Daerah selaku Wakil Ketua Panitia menyerahkan kepada sidang Panitia Lengkap atas Badan Pekerja tentang pemufakatan penetapan waktu (time schedule) dan tempat serta pelapor yang diperiksa diberitahukan kepada Kecamatan yang bersangkutan, Pemeriksaan ini dan dilaksanakan oleh Badan Pekerja. 3. Orang-orang yang berkepentingan (pelapor) dipanggil dan dikumpulkan di Kecamatan masing-masing untuk dimintai keterangan-keterangannya mengenai tanah pertanian yang dikuasainya. yang harus dibawa: a. keterangan penduduk; b. surat-surat bukti tanah (kekitir), petuk, akte jual beli, hibah, warisan, wasiat dan lain-lain. 4. Kepala Desa yang bersangkutan harus datang juga pada waktu yang telah ditetapkan itu dengan membawa: a. Register penduduk; b. Register letter C; c. Register jual-beli tanah; d. Register warisan hibah tanah; e. Register gadai/bagi hasil/sewa tanah. 5. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh anggauta-anggauta Badan Pekerja dengan disaksikan oleh Assisten Wedana (Ketua Panitia Landreform Kecamatan) serta Kepala-kepala Desa yang bersangkutan. Pemeriksaan/Penelitian setempat dipandang perlu sekali sebab tidak jarang atau kemungkinan ada pemilik yang tidak mengenal tanahnya. Apabila terjadi demikian hendaknya diusahakan supaya mendapat bantuan dari Pamong Desa di mana tanahnya itu terletak. 6. Dalam pelaksanaan pemeriksaan/penelitian harus diperhatikan: a. Nama dan alamat/tempat tinggal pelapor; b. Jumlah anggauta keluarga pelapor yang menjadi tanggungan sepenuhnya dan jumlah pekerja tetap (pembantu rewang) pada keluarga pelapor; c. Letak dan luas tanah, nomor petuk, kitir, atas nama siapa terdaftarnya dalam buku letter C Desa tersebut; d. Diteliti bidang-bidang tanah yang belum dilaporkan: e. Bagian-bagian tanah (luas dan letak) tanah yang dilepaskan dan yang akan diserahkan kepada Pemerintah. Pelaksanaan pemeriksaan/penelitian tersebut adalah penyempurnaan terhadap tindakan pertama atas pedoman pelaksanaan yagn dilampirkan dalam surat Keputusan Menteri Agraria tanggal 22 Agustus 1961 No. Sk. 509/Ka/61. Dasar pemikiran pedoman ini masih berlandaskan U.U. No. 56/Prp/60 belum meningkat sepenuhnya PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI Page 3 SJDI HUKUM

4 kepada P.P. No. 224/1961 pasal 3, artinya pemilikan tanah pertanian oleh seseorang keluarga di Daerah di mana saja, masih diperbolehkan asal tidak melebihi dari batas maksimum yang dimaksud oleh U.U. tersebut di atas. Tindakan ke 2. Tindakan ke 2 adalah penetapan Bagian tanah-tanah untuk bekas pemilik. Dasar hukum dari tindakan tersebut adalah: a. Surat Keputusan Menteri Agraria tanggal 22 Agustus 1961 No. Sk. 509/Ka; b. Pasal 2 dari P.P. No. 224/ Untuk menetapkan bagian-bagian tersebut, pertama-tama adalah memberi kesempatan kepada pelapor untuk mengajukan usul bagian tanah yang akan dimiliki dari bagian-bagian tanah yang harus diserahkan kepada Pemerintah. 2. Dengan memperhatikan usul-usul tersebut disertai pertimbangan Ketua Panitia Landreform Kecamatan/Desa, Panitia Landreform Daerah Tingkat II baru memberi keputusan menetapkan bagian tanah-tanah mana untuk bekas pemilik. Dalam hal ini perlu diperhatikan soal-soal sebagai berikut: a. letak tanah hendaknya tidak jauh (masih memungkinkan penggarapan yang efficien) dari tempat pemilik. Maksudnya ialah di dalam Kecamatan yang letaknya berbatasan dengan daerah Kecamatan di mana bekas pemilik itu bertempat tinggal, masih dimungkinkan. b. Kesatuan tanah (yang tetap dimiliki pemilik sedapat mungkin merupakan satu kompleks). c. Kesuburan tanah (memungkinkan terbentuknya keadaan bahwa tanah yang tetap dimiliki dan diserahkan mempunyai kesuburan yang seimbang; artinya tidak yang dipilih hanya yang subur-subur saja, sedang yang kurus/tandus semua diserahkan kepada Pemerintah). 3. Keputusan tersebut dikirim kepada yang bersangkutan, dan untuk mengetahui keadaan senjatanya dari letak tanah harus disaksikan oleh Assisten Wedana/Kepala Desa yang bersangkutan masing. Dan untuk persiapan atau mempermudah pengukuran, maka para penggarap tanah yang bersangkutan dapat ikut menyaksikan pelaksanaan dari pada Keputusan tersebut. Tindakan ke 3. Pemberian tanda Batas dan Pengukuran. Setelah diketahui keputusan yang menetapkan bagian-bagian tanah yang tetap dimiliki oleh pemilik dan untuk Pemerintah, maka untuk mengetahui secara kongkrit letak batas dna luas tanah yang diserahkan kepada Pemerintah, perlu tanah dimaksud diberi batas dan diukur. a. Pemberian tanda batas, diserahkan kepada Panitia Landreform Desa dengan disaksikan oleh bekas pemilik dan para penggarap tanah yang bersangkutan. b. Pengukuran dilakukan oleh Panitia Landreform Desa dan Petugas ukur dari Panitia Landreform Daerah Tingkat II dan kalau perlu ditambah petugas-petugas Desa yang sudah biasa melakukan pengukuran. c. Hasil-hasil pengukuran (kalau perlu) dibuat dalam bentuk gambar (sket) dengan diterangkan batas-batas luasnya, nomer persil/letter C, Desa, bekas pemiliknya, para penggarapnya jenis dan penggunaan tanahnya, dan sebagainya. d. Hasil-hasil pengukuran yang sudah dibuat dalam bentuk gambar dikirim ke Panitia Landreform Daerah Tingkat II, untuk penyelesaian distribusi dan pemberian ganti kerugian. III. Bahan keterangan untuk pemberian Ganti-Kerugian. Setelah tanah-tanah yang dikuasai oleh Pemerintah sudah diukur dan dibuat dalam bentuk gambar, sebagai tindakan selanjutnya adalah menyiapkan bahan-bahan keterangan untuk menetapkan pemberian ganti kerugian kepada bekas pemilik. PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI Page 4 SJDI HUKUM

5 Bahan-bahan keterangan ini dibuat oleh Panitia Landreform Kecamatan atau Panitia (Petugas) Landreform Desa, sebagai bahan bantuan Panitia Landreform Daerah Tingkat II dalam menetapkan pemberian ganti kerugian. Dasar Hukum yang harus dipegang dalam menetapkan ganti rugi ini adalah: a. Surat Keputusan Menteri Agraria tanggal 22 Agustus 1961 No. Sk. 509/Ka; b. Pasal 6 dan 7 dari P.P. 224/1961. Bahan-bahan yang perlu disediakan untuk keperluan pemberian ganti kerugian adalah: a. Jenis tanah, b. Keadaan tanah (Nomor, blok, klas dan peruntukan), c. Luas tanah, d. Hasil panen selama 5 tahun tanah yang bersangkutan, e. Hasil bersihnya, yaitu seperdua hasil kotor bagi tanaman padi dan sepertiga hasil kotor bagi polowijo. f. Hasil rata-rata satu tahun tiap hektare, g. Harga tanaman dan h. Perhitungan ganti rugi yang didasarkan atas pasal 6 dari P.P. 224/1961 yaitu: 10 x hasil bersih setahun untuk 5 hektare pertama, 9 x hasil bersih setahun untuk 15 hektare berikutnya, 7 x hasil bersih setahun untuk yang selebihnya. Panitia Landreform Kecamatan/Panitia (Petugas) Landreform Desa dalam menyediakan bahan-bahan tersebut disediakan blangko isian yang memuat hal-hal yang diperlukan seperti tersebut a sampai h, setelah diisi kemudian dikirim ke Panitia Landreform Daerah Tingkat II untuk diselesaikan. Panitia Landreform Daerah Tingkat II dalam menetapkan ganti rugi menggunakan (sambil meneliti) bahan-bahan: a. Hasil pemeriksaan dan Badan Pekerja, b. Hasil-hasil pengukuran dan gambar (sket) dari petugas-petugas yang diserahi pengukuran, c. Bahan-bahan keterangan mengenai hasil tanah dari Panitia Landreform Kecamatan/Desa dan d. Pasal 6 dan 7 dari P.P. 224/1961. Setelah ditetapkan besarnya ganti rugi, kemudian dicantumkan dalam surat tanda penerimaan hak dan pemberian ganti rugi. Surat tersebut berisi penyerahan hak atas tanah-tanah kelebihan batas maksimum kepada Pemerintah, serta penetapan ganti ruginya. Surat tersebut ditanda-tangani oleh bekas pemilik sebagai pihak yang menyerahkan tanah, dan oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II/Kotapraja sebagai pihak yang atas nama Pemerintah menerima penyerahan hak atas tanah. Dengan pemberian surat tersebut kepada bekas pemilik berarti tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum secara rieel atau secara langsung telah dikuasai oleh Pemerintah. Ganti rugi yang akan dibayarkan kepada bekas pemilik sejumlah 10% dalam bentuk uang simpanan di BKTN setempat, yang dapat diambil sewaktu-waktu setelah satu tahun sejak tanah yang bersangkutan dibagikan kepada rakyat. Sedang sisa dari jumlah ganti rugi sebesar 90% berupa Surat Hutang Landreform dengan bunga 3% tiap tahun dan dapat diambil berdasarkan pasal 7 dari P.P. 224/1961. IV. Pendaftaran para Penggarap dan Calon Pemilik. Sementara Panitia Landreform Daerah Tingkat II sedang menyelesaikan ganti rugi, Panitia Landreform Kecamatan dan Panitia (Petugas) Landreform Desa mengadakan pendaftaran para penggarap tanah-tanah yang sudah dikuasai oleh Pemerintah dalam Desa atau Kecamatan masing-masing. PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI Page 5 SJDI HUKUM

6 Termasuk didaftar sebagai penggarap adalah bekas pemilik yang mengerjakan tanah kelebihan yang telah dikuasai oleh Pemerintah. Hal ini dapat terjadi yaitu apabila pada waktu tanah kelebihan itu dikuasai oleh Pemerintah tanah tersebut digarap sendiri oleh pemiliknya. Dalam daftar tersebut hendaknya disebutkan: a. Nama penggarap. b. Letak tanah yang digarapnya. c. Blok/nomor persil. d. Luas tanah. e. Jenis tanah. f. Hasil panen dalam satu tahun. Daftar tersebut dimaksudkan untuk bahan bagi Panitia Landreform Daerah Tingkat II dalam memberi izin mengerjakan tanah kepada para penggarap tanah yang bersangkutan dan untuk menetapkan besarnya uang sewa. Kecuali daftar tersebut, Panitia/Petugas Landreform Desa dan Panita Landreform Kecamatan masih perlu membuat daftar lagi untuk keperluan Panitia Landreform Desa Tingkat II guna menetapkan pemberian hak milik kepada petani. Daftar tersebut kecuali memuat nama-nama para penggarap juga harus membuat namanama orang-orang petani yang mungkin mendapat pembagian tanahnya itu petani-petani yang tergolong dalam prioriteit sebagai dimaksud dalam pasal 8 ayat 1 P.P. 224/1961. Untuk keperluan praktis, daftar yang dibuat tidak perlu mengenai semua petani yang tergolong dalam semua prioriteit yaitu disesuaikan dengan banyaknya tanah yang dapat dibagikan itu hanya sedikit, maka cukup yang didaftar hanyalah petani-petani yang tergolong dalam prioriteit a, b dan c saja, dna tidak perlu petani dalam semua golongan prioriteit didaftar semua. Daftar tersebut setelah selesai dikirim ke Panitia Landreform Daerah Tingkat II. V. Pemberian Idzin Untuk Mengerjakan Tanah-tanah Kelebihan. a. Untuk mengadakan distribusi tanah kelebihan kepada petani yang memenuhi syaratsyarat membutuhkan waktu untuk penelitian dan pengujian, oleh karena itu tanahtanah tersebut oleh Pemerintah diidzinkan untuk dikerjakan kepada para penggarap sekarang. Dalam pelaksanaannya yang memberikan idzin adalah Panitia Landreform Daerah Tingkat II atas dasar bantuan bahan-bahan dari Panitia Landreform Kecamatan dan Desa, Para petani yang memperoleh idzin mengerjakan tanah tersebut mendapat idzin mengerjakan tanah. Idzin tersebut berlaku untuk selama-lamanya 2 tahun. Dan perlu mendapat perhatian bahwa yang mendapat idzin tersebut belum tentu secara otomatis akan dapat hakmilik. Penggarap yang mendapat idzin mengerjakan tanah diwajibkan tiap-tiap tahunnya membayar uang sewa yang senilai dengan sepertiga hasil panenan (kotor). b. Penetapan besarnya uang sewa dilakukan pada saat idzin mengerjakan tanah itu diberikan, jadi tidak ditetapkan sesudah panen. Pembayaran sewa dilakukan: 1. satu bulan setelah tiap-tiap panenan dan disetor kepada BKTN yang pada waktu tersebut akan datang ke Kecamatan-Kecamatan. 2. di daerah-daerah tertentu mungkin care ke I tidak praktis dapat dilakukan cara menyetor ke Panitia Kecamatan (dikumpulkan lebih dulu) dan Panitia ini kemudian menyetor kepada BKTN pada waktu petugas BKTN datang. 3. di daerah-daerah yang tidak mungkin dijalankan cara-cara tersebut, uang sewa dapat disetorkan kepada Panitia Landreform Kecamatan dan Panitia Landreform Kecamatan menyetorkan ke Panitia Landreform Daerah Tingkat II untuk kemudian disetorkan ke BKTN setempat. Untuk keperluan tersebut Panitia Landreform Kecamatan wajib memberikan kepada yang bersangkutan tanda terima setoran sewa sementara (tts-3). Keadaan yang digambarkan di atas disebabkan karena: PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI Page 6 SJDI HUKUM

7 a. BKTN belum mempunyai Kantor-kantor Cabang sampai tingkat Kecamatan, b. tidak jarang untuk melayani kebutuhan 2 atau 3 Daerah Tingkat II hanya ada satu Cabang BKTN saja, c. masalah jarak dan alat pengangkutan yang masih sulit. Semua penyetor uang sewa ke BKTN adalah A.n. Dana Landreform. Panitia Landreform Kecamatan dan Panitia Landreform Daerah Tingkat II dalam dua minggu harus sudah menyetorkan uang sewa tersebut kepada BKTN. Idzin mengerjakan tanah dapat dicabut jika: 1. tidak membayar uang sewa yang telah ditentukan. 2. mengalihkan tanah garapnya tidak dengan idzin Panitia Landreform Daerah Tingkat II. 3. membiarkan tanahnya terlantar. VI. Redistribusi. 1. Redistribusi atu pembagian tanah kepada para petani akan dilakukan setelah masa persewaan untuk tiap-tiap tanah yang bersangkutan diakhiri, yaitu apabila penelitian tentang syarat-syarat pemberian milik, serta testing kepada para penggarap talah selesai. 2. Penetapan pemberian hak milik dilakukan oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II, dengan menggunakan bahan-bahan yang telah dibuat oleh Panitia Landreform Kecamatan/Desa, yaitu tentang daftar orang-orang/petani-petani di tiap-tiap Kecamatan yang dapat/ada kemungkinan untuk memperoleh pembagian tanah sebagai disebutkan dalam pasal 8 ayat 1 dari P.P. 224/ Dalam menetapkan pembagian tanah kepada para petani harus diperhatikan: a. Prioritas. b. Pengutamaan, bagi petani-petani golongan prioritas yang sama. c. Syarat-syarat, baik syarat-syarat umum maupun khusus bagi tiap-tiap golongan prioritas. d. Kewajiban-kewajiban penggarap dalam masa persewaan. e. Luasnya bagian-bagian tanah yagn dibagi-bagikan para petani dan kesatuankesatuan yagn ekonomis, adalah milik 1 hektar. 4. Luasnya bagian-bagian tanah yang dibagiakan kepada para petani pada daftar pertama ini, di daerah padat adalah untuk mencapai minimum milik tanah sebesar 1 (satu) hektar tiap keluarga. Oleh kerena itu pembagian yang paling luas untuk satu keluarga ada 1 (satu) ha, yaitu keluarga yang menggarap tanah 1 (satu) ha atau lebih tetapi belum memiliki tanah. Sedang di Daerah tidak padat, dapat lebih dari 1 (satu) ha. 5. Setelah pembagian tanah para petani ditetapkan oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II, maka penyelesaian hak milik diserahkan kepada Instansi Agraria dan Pendaftaran Tanah untuk diselesaikan menurut prosedur biasa. 6. Harga tanah ditetapkan oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II, dengan ditambah ongkos 10% administrasi dan 3% bungan dari harga tanah yang belum dibayar. Harga tanah diangsur selama 15 tahun, Pembayarannya disetor kepada BKTN. Jadi dalam hubungannya dengan redistribusi tersebut maka pekerjaan Panitia yaitu meneliti dan memeriksa kebenaran dan tertibnya pembayaran angsuran-angsuran oleh para petani kepada Pemerintah yang akan makan waktu 15 tahun; juga pembayaran compensasi kepada bekas pemilik yang memerlukan waktu 12 tahun. Dalam rangka pelaksanaan Landreform pekerjaan yang penting yang harus kita hadapi adalah follow-upnya. Sebab tujuan Landreform bukan sekedar mendistribusikan tanah tuan-tuan tanah saja, tetapi justru tercapainya Landreform secara sempurna tergantung kepada followupnya, yaitu misalnya perkreditan, perkoperasiannya, transmigrasi dan perkembangan industri. VII. Administrasi Landreform. PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI Page 7 SJDI HUKUM

8 Administrasi Landreform dapat dibagi dalam 3 segi pokok yaitu: 1. Tata kerja. 2. Tata Usaha. 3. Administrasi keuangan. 1. Tata kerja dalam pelaksanaan Landreform. a. Bagian Landreform pada Kantor-kantor Agraria. Untuk memperlancar pelaksanaan Landreform maka pada Kantor-kantor Agraria di Daerah, baik di Kantor Inspeksi Agraria, Kantor-kantor Agraria Daerah/Kotapraja supaya dibentuk bagian tersendiri yang mengurus segala persoalan yang bersangkutan dengan pelaksanaan Landreform untuk Daerahnya masing-masing. Bagian ini merupakan Staf Sekretariat dari Panitia-panitia Landreform untuk Daerahnya masing-masing. Selain diserahi tugas tata usaha juga membuat laporan dan statistik hasil-hasil pelaksanaan Landreform. Bagian ini merupakan bagian yang tidak kecil perannya karena ia menampung segala persoalan yang berkenaan dengan pelaksanaan Landreform kemudian mengajukan kepada Panitia Landreform Daerahnya masing-masing untuk disidangkan. b. Kode/tanda 1. Tiap-tiap Panitia Landreform Daerah Tingkat I dan II, hendaknya memakai kode nomer menurut perpu 56. Misalnya: Panitia Landreform Daerah Tingkat I Jawa Barat dengan nomer VIII. Panitia Landreform Daerah Tingkat II Bogor dengan nomer 54. Panitia Landreform Kotapraja Bogor dengan nomer K.21. Demikian pula tiap Panitia Landreform harus diberi nomer kode seperti tersebut. Dengan menggunakan kode-kode tersebut maka penyimpanan, pencarian dan pengiriman surat-surat dapat lebih sempurna baik bagi Pusat maupun bagi Daerah-daerah yang bersangkutan. 2. Macam tanah-tanah yagn akan dibagikan harus diberi kode huruf seperti tersebut dalam pasal 1 P.P. 224/1961, misalnya; Tanah kelebihan dengan huruf A. Tanah-tanah Swapraja, dengan huruf C. Dengan demikian tiap-tiap persoalan dapat dengan mudah digolongkan menurut daerahnya dan memuat objeknya. 3. Tata Usaha. Yang kami maksudkan dengan tata usaha disini adalah hal-hal yagn menyangkut surat menyurat, buku-buku dan daftar yang bersangkutan dengan pelaksanaan Landreform. 1. Buku Induk. Tiap-tiap Panitia Landreform harus mempunyai buku induk tentang tanahtanah yang terkena Landreform untuk Daerahnya masing-masing dengan menggunakan kode-kode seperti kami uraikan di atas. Buku induk tersebut supaya dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui dalam waktu singkat hal-hal yang menyangkut tiap-tiap bidang tanah yang terkena Landreform. Untuk memenuhi maksud tersebut. Buku Induk itu dapat dibuat demikian: a. Tanah-tanah kelebihan yagn sudah dikuasai oleh Pemerintah, oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II, disusun dengan nomer kode bagi Kabupaten yang bersangkutan. b. Turunan yang berujud daftar dari buku itu 1 eksemplar dikirim ke Panitia Landreform Daerah Tingkat I, untuk disusun dan diberi nomor urut untuk PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI Page 8 SJDI HUKUM

9 seluruh Propinsi, juga dengan ditambah nomer kode bagi Propinsi yang bersangkutan. Satu atau dua eksemplar dari turunan buku itu dikirim ke Pusat untuk persiapan pembuatan buku induk di Pusat. c. Di Pusat berdasar bahan-bahan dari Daerah-daerah Tingkat II dan membuat buku induk yang dapat digunakan secara mudah untuk mengetahui bidang-bidang tanah yang terkena Landreform di seluruh Indonesia. 2. Pembuatan daftar-daftar/blangko-blangko. Daftar-daftar/blangko yang perlu disediakan untuk keperluan pelaksanaan Landreform adalah: a. Blangko surat tanda penerimaan penyerahan Hak atas Tanah kelebihan dan Pemberian Ganti Rugi. Blangko ini diisi oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II. Untuk mengisi ini diperlukan bahan-bahan keterangan dari Panitia Landreform Kecamatan dan Desa yang berujud Daftar tanah-tanah yagn diserahkan kepada Pemerintah dan daftar isian tentang bahan-bahan keterangan untuk pemberian ganti rugi. b. Blangko surat-surat tanda-tanda Penerimaan Penyerahan hak tersebut setelah diisi oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II dibuat dalam bentuk daftar. c. Untuk keperluan pemberian idzin mengerjakan tanah (sawah) perlu disediakan, blangko isian tentang idzin mengerjakan tanah, ini dapat berbentuk surat Keputusan. Surat Keputusan ini dibuat oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II. Untuk membuat ini perlu bahan-bahan yang dibuat oleh Panitia Landreform Kecamatan/Daerah yang berupa daftar para penggarap. Dalam surat keputusan tersebut dapat disediakan kolom untuk diisi jika ada pembayaran sewa, atau untuk pembayaran sewa, diberi Surat tersendiri semacam kwitansi. d. Panitia Landreform Daerah Tingkat II membuat daftar persewaan (idzin mengerjakan) atas dasar surat keputusan tersebut. e. Untuk keperluan pemberian hak milik, Panitia Landreform Kecamatan/Desa perlu disediakan Daftar isian, untuk mendapat yang tergolong dalam prioritas. Panitia Landreform Daerah Tingkat II membuat daftar petani-petani yang mendapat pembagian tnah. Sedang Blangko Surat Keputusan pemberian hak milik disediakan oleh Instansi Agraria. 3. Surat menyurat. Misalnya: A/VIII/54/.../... Ini berarti surat yang datang dari Panitia Landreform Daerah Tingkat II Bogor mengenai tnah kelebihan dari batas maksimum. 4. Administrasi Keuangan dalam Pelaksanaan Landreform. Yang mengatur administrasi keuangan dari para Pelaksanaan Landreform adalah Dana Landreform. Yaitu sebagai alat Pemerintah yang akan mengurus pembiayaan Landreform. Sedang sebagai kasir Dana Landreform adalah BKTN, yang melaksanakan pengeluaran dan pemasukan uang yang berhubungan dengan pelaksanaan Landreform. Kecuali itu tiap-tiap Panitia Landreform Daerah Tingkat II juga harus ada yang diserahi urusan keuangan selaku Bendaharawan uang Dana Landreform (Inspeksi Agraria/Kagda) untuk mengurus uang dari BKTN guna keperluan pembayaran Panitia Landreform. Hal ini dapat sebagai penyalur uang dari para petani ke BKTN atau sebaliknya. Dengan uraian tersebut secara singkat dapat disebutkan bahwa administrasi keuangan Landreform akan diurus oleh Dana Landreform dengan BKTN dengan kasirnya. Mengenai pemakaian Landreform yagn digunakan untuk pelaksanaan Landreform sebelum tata-tertib/administrasi tentang penggunaan uang PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI Page 9 SJDI HUKUM

10 Dana Landreform, pada dasarnya diatur menurut Peraturan-peraturan Pemerintah yang berlaku bagi pemakaian uang Negara. VIII. Petunjuk pengisian daftar Administrasi Pelaksanaan Landreform. A. Surat tanda penerimaan penyerahan hak dan pemberian ganti rugi atas tanah-tanah Kelebihan dari batas maksimum (STP3). 1. Untuk pengisian STP3 diperlukan tiga macam lampiran yaitu: a. Tentang keadaan tanah (lampiran 1). b. Tentang harga tanah untuk masing-masing bidang (lampiran 2). c. Tentang perhitungan ganti rugi atas tanah-tanah kelebihan (lampiran 3). 2. Cara pengisian STP3. a. Nomer Code No. A/.../... Huruf A berarti tanah kelebihan. Di belakang huruf A hendaknya diisi dengan nomer-nomer Code sebagai berikut: 1. Nomer code Daerah Tingkat I. 2. Nomer code Daerah Tingkat II/Kotapraja. 3. Nomer untuk bekas pemilik (pelapor) sesuai dengan daftar yang ada di Panitia Landreform Daerah Tingkat II (dalam hal ini Kagda/kagko). b. Yang dimaksudkan dengan bahan-bahan keterangan dari Panitia Landreform Kecamatan ialah bahan keterangan yang terdapat dalam daftar-daftar lampiran STP3. c. Dalam kolom hubungan hendaknya cukup disebutkan: istri, anak kandung/angkat/tiri, kemenakan, saudara sepupu dan lain-lain dengan memperhatikan pasal 2 U.U. No. 56/Prp/60 dan pasal 8 P.P. 224/61. d. Cara pengisian kolom terakhir anggauta keluarga cukup diisi dengan membubuhkan tand1 atau 0. e. Penetapan besarnya ganti rugi berdasarkan bahan-bahan dalam lampiran 3. f. Yang dimaksud dengan BKTN Cabang adalah Kantor Cabang BKTN setempat. Apabila di dalam Daerah Tingkat II/Kotapraja tidak terdapat Kantor tersebut, hendaknya diisi dengan Kantor BKTN yang terdekat. 3. Lain-lain. a. Pengiriman STP3 ganda ke 4 ke BKTN Cabang yang bersangkutan supaya disertai dengan surat Penunjukan orang yang diberi hak untuk menerima uang ganti rugi dari BKTN (model 67 Lr). b. Dalam pembuatan model 67 Lr tersebut hendaknya anggota Panitia Landreform Wakil dari BKTN diikutsertakan. B. Pengisian lampiran 1 (satu) tentang keadaan tanah. 1 a. Lampiran ini tergabung dengan STP3 disudut sebelah kanan atas hendaknya diberi angka 2 (dua) sebagai tanda bahwa lampiran dimaksud adalah lampiran 1 (satu). b. Apabila tanah-tanah yang akan dicatat dalam daftar lampiran 1 (satu) sedemikian banyaknya, maka dapat menambah lampiran 1 (satu) dengan kertas lain, dengan memberi nomor urut belakang 1 (satu) yang terletak di sebelah kanan atas sesuai dengan tambahan lampiran yang diperlukan. 2. Nomor yang tersebut di atas daftar, diisi sesuai dengan Nomor code tersebut dalam 1, 2 di atas. 3. a. Kolom 1 (satu) diisi nomor urut sesuai dengan jumlah bidang tanah yang dimiliki. b. Kolom 3, 4 dan 6 diisi dengan tidak udah mengulangi penyebutan Desa, Kecamatan, Nomor, Blok dan lain-lainnya, tetapi cukup menyebutkan nama desa atau Kecamatan yang diperlukan sesudah huruf a dan b. Misalnya: 1. Pengisian kolom 3 cukup dicatat: PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI Page 10 SJDI HUKUM

11 b. Kecamatan Wonoyoso, tatapi cukup dicatat: a. Karangsari. b. Wonoyoso. Demikian pula pengisian kolom 4 dan 6. c. Pengisian kolom 7 cukup disebut hurufnya saja yaitu: a, b, c atau d Hanya mengenai huruf d perlu dijelaskan bentunya, jangan hanya dicatat lain-lain saja. C. Pengisian lampiran tentang harga tanah untuk masing bidang/persil atau lampiran Untuk mempermudah penelitian hendaknya di belakang nama bekas pemilik diberi nomor sesuai dengan yang tersebut dalam angka 1, 2 dan 3; 2. Nomor code bidang/persil diisi sesuai dengan tunjuk angka 1, 2, dengan ditambah nomor urut dari pada bidang-bidang tanah yang bersangkutan, sebagai tercantum dalam kolom 1 lampiran 1 (jadi jagnan nomor persil sebagai tercantum dalam kolom 4 lampiran 1). 3. a. Kolom 2 diisi jenis-jenis tanaman-tanaman yagn ditanam di tanah yang bersangkutan selama 5 tahun. b. Kolom 3 dapat diisi dengan kwintal, kilogram, pikul butir atau lain-lain sesuai dengan kesatuan hitungan dari pada jenis-jenis hasil tanaman yang bersangkutan. c. Pengisian kolom 4, 5, 6, 7 dan 8 karena kesautan hitungannya sudah disebut dalam kolom 3 maka pengisiannya cukup dengan angka saja. Apabila pada tahun-tahun tertentu bidang tanah yang bersangkutan tidak menghasilkan jenis tanaman tersebut dalam kolom2, maka kolom-kolom tahun yang bersangkutan cukup diberi tanda 9( - ). d. Kolom 12 diisi dengan perhitungan sebagai berikut: ½ x hasil kotor apabila jenis hasil tanaman itu padi. 1/3 x hasil kotor apabila jenis tanaman itu polowijo. 4. Hasil kotor dari bidang tanah yang bersangkutan tersebut dalam kolom 11 dapat dipergunakan untuk menentukan besarnya sewa tanah. 5. Hasil bersih dikalikan 10 sama dengan harga tanah, harga tanah dari bidang yang bersangkutan (lampiran 2) angka II. 6. Setelah harga tanah untuk bidang yang bersangkutan diketahui, kemudian harga itu diperhitungkan dengan harga tanah per hektar (lamp. 2 angka III). Misalnya: Harga tanah yang tersebut dalam II mengenai bidang tanah yang luasnya ½ ha maka harga tanah per ha dikalikan 2. Sebaliknya apabila tanah yang tersebut dalam angka II mengenai bidang tanah yang luasnya 2 ha maka harga tanah per ha sama dengan harga tanah bidang itu dibagi Mengenai harga benda-benda lain adalah benda-benda atau tumbuh-tumbuhan yang ada di atas tanah yang bersangkutan yang perlu diberi ganti rugi. 8. Bekas pemilik belum menanda tangani lampiran ini untuk lebih memberikan kepastian tentang bahan-bahan tersebut dan untuk mengurangi perselisihan dalam setelah adanya penetapan ganti rugi. D. Pengisian Lampiran Tentang Perhitungan Ganti Rugi Atas Tanah-tanah Kelebihan (Lampiran 3). 1. Lampiran ini diisi oleh Panitia Landreform Desa bersama-sama dengan Panitia Landreform Daerah Tingkat II. Hal ini tergantung kepada letak daripada tanah-tanah kelebihan: a. Apabila seluruh tanah kelebihan terletak di satu desa, maka yang mengisi lampiran ini adalah Panitia Landreform Desa bersama Panitia Landreform Kecamatan yang bersangkutan. PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI Page 11 SJDI HUKUM

12 b. Apabila letak tanah kelebihan di berbagai desa tapi masih dalam satu Kecamatan, maka yang mengisi adalah Panitia Landreform Kecamatan yang bersangkutan. c. Jika letak tanah di berbagai Kecamatan tapi masih dalam satu Kabupaten, maka lampiran ini langsung diisi oleh Panitia Landreform Se Daerah Tingkat II yang bersangkutan. d. Jika letak tanah di berbagai Kabupaten, maka yang mengisi lampiran ini adalah Panitia Landreform Tingkat II tempat tiggal pemilik tanah. Sedangkan Panitia Landreform lainnya cukup memberikan bahan-bahan mengenai tanah-tanah yang ada di daerahnya atas dasar permintaan Panitia Landreform Tingkat II tempat tinggal pemilik, dengan ketentuan jawaban tersebut disampaikan sebagai tembusan kepada Panitia Landreform Tingkat I yang bersangkutan dan Pusat. Hal ini berlaku baik Kabupaten-kabupaten yang dimaksud terletak dalam satu wilayah Daerah Tingkat I maupun di berbagai Daerah Tingkat I. 2. Jika lampiran 3 ini diperlukan beberapa lembar maka di belakang angka 3 (sudut kanan atas) dibubuhi 2, 3 dan seterusnya, sesuai dengan kebutuhannya. 3. Di belakang nama bekas pemilik tanah hendaknya ditulis nomor urut seperti tertulis dalam daftar urut Panitia Landreform Daerah Tingkat II. 4. Keterangan cara mengisi kolom-kolom perhitungan ganti rugi: a. Kolom (nomor urut) ialah nomor urut dari tiap-tiap bidang dari tanah kelebihan tersebut. b. Kolom 2 (nomor code) yaitu nomer code dari laporan atas tanah kelebihan itu masing-masing persil yang didaftar oleh Panitia. c. Kolom 3 (luas) adalah luas untuk tiap persil tersebut kolom 2 dengan ketentuan apabila di bawah satu ha harga tanah diperhitungkan dan dibulatkan untuk satu ha. d. Kolom 5 (luas) diisi dengan mengoper jumlah luas dari kolom 3 dengan ketentuan jumlah seluruhnya tidak boleh lebih dari 5 ha dan diberi ganti rugi sebesar 100% dari harga umum setempat. Contoh Seandainya jumlah luas tersebut dalam kolom 3 ada 6 ha (nomor urut 1 ada 1 ha, nomor urut 2 ada 2 ha, nomor urut 3 ada 3 ha) dalam kolom 5, jumlah luas tidak boleh lebih dari 5 ha, berarti yang 1 (satu) ha dimasukkan dalam kolom 7. Jadi dari 6 ha, 5 ha akan diperoleh ganti rugi 100% dan selebihnya yang 1 ha diperoleh 90%, (masuk golongan 5 ha ke II). e. Kolom 11 (jumlah), yaitu jumlah dari ganti rugi tanah kelebihan. 5. a. Selain ganti rugi tanah kelebihan perlu diperhitungkan juga harga benda-benda selain tanah. b. Besarnya ganti rugi tidak ada pemufakatan (oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II ditetapkan untuk pengisi nomor 2 dari surat tanda penerimaan penyerahan hak dan pemberian ganti rugi atas tanah-tanah kelebihan daripada maksimum). (STP3). Demikian pokok-pokok penjelasan cara mengisi kolom-kolom dari lampiran-lampiran surat tanda penerimaan hak dan pemberian ganti rugi atas tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum. JAKARTA, 1 DESEMBER 1961 DEPARTEMAN AGRARIA Kepala Biro Landreform, ttd (DRS. SOEBAGIO) PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI Page 12 SJDI HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Landreform perlu diadakan peraturan tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Landreform

Lebih terperinci

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN LANDREFORM Perkataan Landreform berasal dari kata: land yang artinya tanah, dan reform yang artinya

Lebih terperinci

DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 38 TAHUN 1981 TENTANG PELAKSANAAN KEPUTUSAN PRESIDEN NO. 55 TAHUN 1980 MENGENAI PERINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BADAN PERTANAHAN NASIONAL BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1992 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN UANG PEMASUKAN TANAH-TANAH OBYEK LANDREFORM KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI

MENTERI DALAM NEGERI MENTERI DALAM NEGERI SURAT KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 257 TAHUN 1975 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TEKNIS PEMBAYARAN GANTI RUGI SECARA LANGSUNG MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa dalam usaha

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN DAN AGRARIA,

MENTERI PERTANIAN DAN AGRARIA, PERATURAN MENTERI PERTANIAN DAN AGRARIA No. 24 Tahun 1963 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH-TANAH YANG SUDAH DITANAMI DENGAN TANAMAN KERAS DAN TANAH-TANAH YANG SUDAH DIUSAHAKAN SEBAGAI TAMBAK (T.L.N.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perlu ditetapkan luas maksimum

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN UMUM (1) Salah satu tujuan dari pada Landreform adalah mengadakan

Lebih terperinci

PERPU 56/1960, PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERPU 56/1960, PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERPU 56/1960, PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:56 TAHUN 1960 (56/1960) Tanggal:29 DESEMBER 1960 (JAKARTA) Tentang:PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN [ Dengan UU No 1 Tahun

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERTANIAN DAN AGRARIA JAKARTA

DEPARTEMEN PERTANIAN DAN AGRARIA JAKARTA DEPARTEMEN PERTANIAN DAN AGRARIA JAKARTA No : Unda.4/2/16. Lampiran : 1 (P.M.P.A. No. 2/1962). Perihal : Penjelasan Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2/1962. Tanggal 14 Agustus 1962 Kepada :

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 263 TAHUN 1964 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 263 TAHUN 1964 TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 263 TAHUN 1964 TENTANG PENYEMPURNAAN PANITYA LANDREFORM SEBAGAIMANA TERMAKSUD DALAM KEPUTUSAN PRESIDEN NO. 131 TAHUN 1961. PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu ditetapkan luas maksimum dan minimum tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah diperlukan manusia sebagai ruang gerak dan sumber kehidupan. Sebagai ruang gerak, tanah memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Landreform

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1964 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM (LEMBARAN NEGARA TAHUN 1963 NO. 63) MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1964 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM (LEMBARAN NEGARA TAHUN 1963 NO. 63) MENJADI

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI TATA CARA PEMBERIAN HAK ATAS TANAH

MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI TATA CARA PEMBERIAN HAK ATAS TANAH MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI TATA CARA PEMBERIAN HAK ATAS TANAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa melaksanakan Peraturan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGRARIA DAN MENTERI DALAM NEGERI No. 30/DEPAG/65 No. 11/DDN/1965

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGRARIA DAN MENTERI DALAM NEGERI No. 30/DEPAG/65 No. 11/DDN/1965 KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGRARIA DAN MENTERI DALAM NEGERI No. 30/DEPAG/65 No. 11/DDN/1965 TENTANG PENEGASAN KONVERSI MENJADI HAK PAKAI DAN PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH BEKAS HAK GOGOLAN TIDAK TETAP

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1964 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM (LEMBARAN NEGARA TAHUN 1963 NO 63) MENJADI

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 05 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 05 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 05 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengeluaran Surat Hutang landreform

Lebih terperinci

DEPARTEMEN AGRARIA JAKARTA. No. Sekra : 9/4/17 K e p a d a : Lampiran : 1 (contoh daftar) 1. Semua Kepala Inspeksi Agraria.

DEPARTEMEN AGRARIA JAKARTA. No. Sekra : 9/4/17 K e p a d a : Lampiran : 1 (contoh daftar) 1. Semua Kepala Inspeksi Agraria. DEPARTEMEN AGRARIA JAKARTA No. Sekra : 9/4/17 K e p a d a : Tanggal 12 Desember 1961 Lampiran : 1 (contoh daftar) 1. Semua Kepala Inspeksi Agraria. Perihal : Hibah tanah kepada pegawai-pegawai negeri berhubungan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SURAT KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 258 TAHUN 1975 TENTANG

DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SURAT KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 258 TAHUN 1975 TENTANG DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SURAT KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 258 TAHUN 1975 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN TEKNIS ADMINISTRASI DAN TATA CARA PELAKSANAAN PEMUNGUTAN UANG SEWA DAN GANTI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengeluaran Surat hutang landreform sebagai cara pembayaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 1964 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 1964 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 1964 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 05 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM (LEMBARAN NEGARA TAHUN 1963 NOMOR

Lebih terperinci

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh :

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh : PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENDAYAGUNAAN TANAH NEGARA BEKAS TANAH TERLANTAR DENGAN

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI

MENTERI DALAM NEGERI MENTERI DALAM NEGERI KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 133 TAHUN 1978 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DIREKTORAT AGRARIA PROPINSI DAN KANTOR AGRARIA KABUPATEN/KOTAMADYA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 1956 (LEMBARAN-NEGARA 1956 NOMOR 73) DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 1956 (LEMBARAN-NEGARA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional,

Lebih terperinci

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini PEMANDANGAN UMUM Perubahan yang revolusioner UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September 1960. Undang-undang ini benar-benar memuat hal-hal yang merupakan perubahan yang revolusioner dan drastis terhadap

Lebih terperinci

ABSTRAKSI SKRIPSI PELAKSANAAN LANDREFORM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN SLEMAN

ABSTRAKSI SKRIPSI PELAKSANAAN LANDREFORM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN SLEMAN ABSTRAKSI SKRIPSI PELAKSANAAN LANDREFORM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN SLEMAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1953 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1953 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1953 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PRESIDEN, Menimbang : bahwa Undang-undang Nomor 6 tahun 1951 (Lembaran Negara Nomor 40 tahun 1951)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG

PERATURAN MENTERI AGRARIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PERATURAN MENTERI AGRARIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENUNJUKAN PEJABAT YANG DIMAKSUDKAN DALAM PASAL 19 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH SERTA HAK DAN KEWAJIBANNYA MENTERI

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL Jakarta, 1 Nopember 1993

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL Jakarta, 1 Nopember 1993 KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL Jakarta, 1 Nopember 1993 Nomor : 500-3302.A. Kepada Yth. Lampiran : 1 (satu) berkas. Perihal : Paket Kebijaksanaan Pemerintah 23 Oktober1993. 1. 2. Sdr. Kepala Kantor Wilayah

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia dan memiliki nilai yang tak terbatas dalam melengkapi berbagai kebutuhan hidup manusia,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN No. 131 TAHUN 1961 TENTANG ORGANISASI PENYELENGGARAAN LANDREFORM KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN No. 131 TAHUN 1961 TENTANG ORGANISASI PENYELENGGARAAN LANDREFORM KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN No. 131 TAHUN 1961 TENTANG ORGANISASI PENYELENGGARAAN LANDREFORM KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Amanat pada tanggal 17 Agustus 1960 kami menegaskan bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG TATA CARA PEROLEHAN TANAH BAGI PERUSAHAAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : perlu diadakan peraturan tentang pendaftaran tanah sebagai yang dimaksud dalam

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1951 TENTANG GAJI DAN TUNJANGAN KEPADA KETUA, TUNJANGAN-TUNJANGAN, BIAYA PERJALANAN DAN PENGINAPAN KEPADA ANGGAUTA-ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Tanah sangat diperlukan oleh masyarakat untuk menunjang berbagai aspek

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1980 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA PENYELENGGARAAN LANDREFORM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1980 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA PENYELENGGARAAN LANDREFORM KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1980 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA PENYELENGGARAAN LANDREFORM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK IDONESIA, Menimbang a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perlu ditetapkan luas maksimum dan minimum tanah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA) Sumber: LN 1960/2; TLN NO. 1924 Tentang: PERJANJIAN BAGI HASIL Indeks: HASIL.

Lebih terperinci

Sawah atau Tanah kering (hektar) (hektar) 1. Tidak padat Padat: a. kurang padat b. cukup padat 7,5 9 c.

Sawah atau Tanah kering (hektar) (hektar) 1. Tidak padat Padat: a. kurang padat b. cukup padat 7,5 9 c. UNDANG-UNDANG NO. 56 PRP TAHUN 1960*) TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu ditetapkan luas maksimum dan minimum tanah pertanian sebagai yang dimaksud

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1980 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA PENYELENGGARAAN LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1980 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA PENYELENGGARAAN LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1980 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA PENYELENGGARAAN LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGARAAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIK DI DAERAH

Lebih terperinci

MENTERI NEGERI AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGERI AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGERI AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 1993 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN LOKASI DALAM RANGKA

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA BLOKIR

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1977 TENTANG PEMILIKAN TANAH PERTANIAN SECARA GUNTAI (ABSENTEE) BAGI PARA PENSIUNAN PEGAWAI NEGERI Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

Tembusan : kepada Yth. Bapak Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (sebagai laporan).

Tembusan : kepada Yth. Bapak Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (sebagai laporan). MENTERI NEGARA AGRARIA/ Jakarta, 19 Juli 1995 Nomor : 640-1999-DIV Kepada Yth. Lampiran : Sdr. Kepala Kantor Wilayah Perihal : Pembinaan dan bimbingan sebagai PPAT. Badan Pertanahan Nasional Propinsi di

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.1112, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Blokir dan Sita. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung. Bupati pada saat itu, Bapak

BAB V PEMBAHASAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung. Bupati pada saat itu, Bapak BAB V PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Redistribusi Tanah Milik TNI AD Pelaksanaan redistribusi milik Kodam V/Brawijaya diserahkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung. Bupati pada saat itu, Bapak Ir.Heru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumberdaya alam utama yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sebagai suatu sumberdaya alam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai salah satu usaha untuk menuju ke arah perwujudan masyarakat sosialis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sebagai salah satu usaha untuk menuju kearah perwujudan masyarakat sosialis Indonesia pada umumnya, khususnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa oleh Kepala Staf

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional,

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 Tentang : Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 Tentang : Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 Tentang : Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 55 TAHUN 1993 (55/1993) Tanggal : 17 JUNI 1993

Lebih terperinci

Jakarta, 27 Nopember 1991

Jakarta, 27 Nopember 1991 KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL Nomor : 410-3975 Lampiran : Perihal : Petunjuk Pelaksanaan Pengaturan Penguasaan Tanah Obyek Landreform Secara Swadaya. Kepada Yth. Jakarta, 27 Nopember 1991 Kepala Kantor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa pada dasarnya setiap penguasaan ataupun memakai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan Undang-undang yang mengatur perjanjian pengusahaan tanah dengan

Lebih terperinci

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BADAN PERTANAHAN NASIONAL BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG PENGATURAN PENGUASAAN TANAH OBYEK LANDREFORM SECARA SWADAYA MENIMBANG: KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MEMUTUSKAN :

KEPUTUSAN BERSAMA MEMUTUSKAN : KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL DAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SKB-2 TAHUN 1998 KEP-179/PJ/1998 TENTANG LAPORAN BULANAN PEMBUATAN AKTA OLEH PEJABAT PEMBUAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,, Menimbang : a. bahwa pengeluaran Surat hutang landreform sebagai cara pembayaran

Lebih terperinci

Menimbang: Mengingat:

Menimbang: Mengingat: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang: Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa perlu diadakan Undang-undang yang mengatur perjanjian pengusahaan tanah

Lebih terperinci

RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG

RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG Disusun Oleh : BANUN PRABAWANTI NIM: 12213069 PROGRAM STUDI MAGISTER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 28 TAHUN 1956 (LEMBARAN-NEGARA 1956 N0. 73) DAN UNDANG-UNDANG NO. 29 TAHUN 1956 (LEMBARAN-NEGARA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG-UNDANG NO. 38 PRP. TAHUN 1960, TENTANG PENGGUNAAN DAN PENETAPAN LUAS TANAH UNTUK TANAMAN-TANAMAN TERTENTU PRESIDEN, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu diadakan peraturan baru

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 18 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN BARANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 18 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN BARANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Dicabut dengan Perda Nomor 13 Tahun 2008 PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 18 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN BARANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DI ATASNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DI ATASNYA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DI ATASNYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perlu diadakan peraturan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 7 Peraturan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 10 TAHUN 1953 (10/1953) Tanggal: 9 MEI 1953 (JAKARTA) Sumber: LN 1953/37 Tentang: KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa perlu mengadakan pelaksanaan dari pasal 14 Undang-undang Pertahanan berupa

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

IJIN LOKASI DAN PENETAPAN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

IJIN LOKASI DAN PENETAPAN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 22 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG IJIN LOKASI DAN PENETAPAN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 40 TAHUN 1996 (40/1996) Tanggal : 17 JUNI 1996 (JAKARTA)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai salah satu usaha untuk menuju kearah perwujudan masyarakat sosialis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1969 TENTANG TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN- KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Lebih terperinci

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BADAN PERTANAHAN NASIONAL BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 19 TAHUN 1989 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN KONFIRMASI PENCADANGAN TANAH, IZIN LOKASI DAN PEMBEBASAN TANAH, HAK ATAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN, Menimbang : Perlu adanya Peraturan Tata tertib yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah menurut

Lebih terperinci

Kampanye WALHI Sulsel

Kampanye WALHI Sulsel Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 16 TAHUN 1964 (16/1964) Tanggal: 23 SEPTEMBER 1964 (JAKARTA) Sumber: LN 1964/97; TLN NO. 2690 Tentang: BAGI HASIL PERIKANAN Indeks: HASIL

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR : 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan diperlukan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, INSTRUKASI MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR : 5 TAHUN 1994 TENTANG KEWAJIBAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH ATAU TANAH DAN BANGUNAN MENTERI NEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia di jaman modern saat ini. Hal ini terlihat dari ketergantungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perlu diadakan peraturan

Lebih terperinci

MENURUT KETENTUAN HUKUM TANAH NASIONAL

MENURUT KETENTUAN HUKUM TANAH NASIONAL MENURUT KETENTUAN HUKUM TANAH NASIONAL Proses Musyawarah diantara pihak pemilik tanah dengan pihak yang akan mengambil tanah mengenai Bentuk dan/atau Besarnya Ganti Kerugian Atau dengan lebih singkat adalah

Lebih terperinci