KAJIAN SUBSTITUSI BUNGA JANTAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2, 4 D DAN WAKTU APLIKASINYA PADA SALAK PONDOH (Salacca edulis REINW)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN SUBSTITUSI BUNGA JANTAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2, 4 D DAN WAKTU APLIKASINYA PADA SALAK PONDOH (Salacca edulis REINW)"

Transkripsi

1 KAJIAN SUBSTITUSI BUNGA JANTAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2, 4 D DAN WAKTU APLIKASINYA PADA SALAK PONDOH (Salacca edulis REINW) SKRIPSI Oleh : Dena Anisa Program Studi Agroteknologi FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2016

2 KAJIAN SUBSTITUSI BUNGA JANTAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2, 4 D DAN WAKTU APLIKASINYA PADA SALAK PONDOH (Salacca edulis REINW) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian Oleh : Dena Anisa Program Studi Agroteknologi FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2016 ii

3 iii

4 iv

5 KATA PENGANTAR Assalamu alikum wr. wb Puji syukur tak lupa penulis panjatkan pada Tuhan yang Maha Esa, karena atas ridho, rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Solawat serta salam tak lupa penulis panjatkan pada Nabi semua umat Islam Muhammad SAW. Dalam menyelesaikan karya tulis ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, karena tanpa bantuan dan dukungan penulis tidak dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penulis ucapkan terimakasi kepada: 1. Kedua orang tua yang selalu mendoakan keberhasilan, keselamatan dan kesehatan untuk putri sulungnya serta dukungan yang tiada henti mereka berikan; 2. Dr. Ir. Gatot Supangkat S, MP selaku dosen pembimbing pertama dan sosok ayah bagi penulis yang tiada lelah memberikan saran, solusi dan motivasi serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini; 3. Ir. Agus Nugroho Setiawan, M.P selaku dosen pembimbing kedua yang selalu memberikan arahan dan solusi-solusi yang tepat; 4. Ir. Mulyono, S.P yang selalu membantu saya baik dalam kegiatan lapangan maupun non lapangan; v

6 5. Kawan-kawan kelas Agroteknologi C yang selalu ada mendampingi penulis baik dalam suka maupun duka dan selalu membantu kegiatan penulis dalam melakukan penelitian ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam melakukan dan menulis laporan ini. Semoga dengan adanya laporan ini dapat membantu dan dapat memecahkan masalah yang ada, bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi para petani salak pondoh. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-nya bagi kita semua. Amin ya Robbal alamin. Wassalamu alaikum wr. wb Yogyakarta, 5 September 2016 Penulis vi

7 MOTTO Pertolongan Allah akan datang pada waktunya (Gatot Supangkat) Tidak ada Gabah tanpa Padi Tidak ada Keberhasilan tanpa Perjuangan (Agus Nugroho Setiawan) Tak ada rahasia untuk menggapai sukses. Sukses dapat terjadi karena persiapan, kerja keras, dan mau belajar dari kegagalan (General Powell) Percaya bahwa semua perjuangan akan tiba pada waktu yang tepat, menangis untuk sekedar meringankan beban, manusia bisa berencana tetapi Ia mengabulkan di waktu yang tepat menurutnya-nya bukan waktu yang tepat menurut kita Selalu hadapi, lakukan pekerjaan yang kita suka, selalu bertumpu pada-nya vii

8 HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini ku persembahkan kepada: 1. Ibu dan Ayahku tercinta. 2. Adiku tersayang. 3. Sahabat tercintaku odongkers (Bong, Benu, Riskun, Ringrong, Ika, Mami Jea dan Septi). 4. Kakak Seperguruan Susi Kurniasih. 5. Keluarga besar Agroteknologi C Semua teman-teman dan pihak yang telah membantu penelitian ini. 7. Keluarga besar Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. viii

9 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii INTISARI... xi ABSTRACT... xii I. PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah...4 C. Tujuan Penelitian...4 II. TINJAUAN PUSTAKA...5 A. Salak Pondoh (Salacca zalacca)...5 B. Penyerbukan pada Salak Pondoh...8 C. Auksin...10 III. D. Hipotesis...14 TATA CARA PENELITIAN...15 A. Tempat dan Waktu Penelitian...15 B. Bahan dan Alat Penelitian...15 C. Metode Penelitian...15 D. Cara Penelitian...16 E. Variabel Pengamatan...17 F. Analisis Data...19 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN...20 A. Pengamatan Buah per Tandan...20 B. Pengamatan per Buah...31 V. KESIMPULAN DAN SARAN...40 A. Kesimpulan...40 B. Saran...40 DAFTAR PUSTAKA...42 LAMPIRAN...45 ix

10 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Rerata pengamatan buah per tandan 3 bulan setelah aplikasi Tabel bobot buah per tandan per tandan Volume buah per tandan Rerata volume buah, jumlah anak, bobot anak, jumlah biji dan bobot biji...31 x

11 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Habitus Tanaman Salak Pondoh Cincin Indole-3acetid acid (IAA) (Volker dan Biserka, 1999) Struktur 2, 4 Ddiclorophenoxyacetid acid (Yaling, 2013) Jumlah buah per tandan Perbandingan jumlah buah per tandan Volume Buah Per Buah Jumlah Anak buah Buah Per Buah Bobot Anak Buah Per Tandan Jumlah Biji Per Buah Bobot Biji Per Buah...41 xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman I. Layout Penelitian...45 II. Perhitungan konsentrasi zat pengatur tumbuh 2, 4 D...47 III. Dokumentasi Kegiatan...48 IV. Hasil Analisi Sidik Ragam (Analysis of Variance)...49 xii

13 INTISARI Penelitian tentang Kajian Substitusi Bunga Jantan Dengan Auksin dan saat aplikasinya pada penyerbukan Salak pondoh (Salacca edulis REINW) bertujuan mengkaji substitusi bunga salak jantan salak pondoh dengan auksin dan menentukan konsentrasi dan waktu aplikasi auksin yang tepat dalam substitusi bunga jantan salak pondoh.. Penelitian ini dilaksanakan mulai Bulan April hingga Juli 2016 dilaboratorium Kultur in vitro Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Dusun Prambegan, Kecamatan Turi, Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan perlakuan faktor tunggal yang disusun dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga blok sebagai ulangan. Faktor yang diuji yaitu konsentrasi auksin yang terdiri dari tiga aras 50 ppm, 100 ppm dan 150 ppm dengan pemberian yang dilakukan pada saat seludang tandan membuka 25%, 50% dan 75% sehingga diperoleh sembilanperlakuan dan ditambah satu penyerbukan menggunakan bunga jantan sebagai pembanding. Setiap ulangan terdiri atas tiga sampel, sehingga total unit percobaan yang diuji sebanyak 90 unit.parameter yang diamati meliputi jumlah buah per tandan, bobot buah per tandan, volume buah per tandan, volume buah per buah, jumlah anak per buah, bobot anak per buah, jumlah biji dan bobot biji. Hasil penelitian menunjukan bahwa zat pengatur tumbuh 2,4 D dapat menggantikan peran bunga jantan salak pondoh dan zat pengatur tumbuh 2, 4 D dengan konsentrasi 150 ppm yang diaplikasikan saat seludang membuka 75% cenderung lebih baik dalam menggantikan peran bunga jantan. Kata kunci: Salak pondoh, substitusi, auksin, konsentrasi, waktu aplikasi xi

14 ABSTRACT A research Males flowers substitution concentration study with 2, 4 D plant growth regulator application and appropriate time on the pondoh sallaca (Salacca edulis Reinw). This research aimes to study and obtained the auxin concentation and appropriate time to pondoh sallaca. This research conducted on April until July 2016 in Laboratory of Kultur in vitro and Pambregan village, Turi, Sleman, Yogyakarta. The research used experimental method the single factor that organized Randomized Complete Block Design (RCBD) of 3 replications. The examined factors were auxin concentration consist of Three levels are 50 ppm, 100 ppm and 150 ppm when the sheath bunches opened about 25%, 50% and 75%. There were obtained nine combination of treatments with a conventional pollination as comparing. Variables observed in this research were amount per cluster, weight per cluster, volume per cluster, volume per fruit, amount per fruit, weigh per fruit, seed amount per fruit and seed weigh per fruit. The resulted of this research revealed that 2, 4 D could substitute males flowers on pondoh sallaca and the best concentation around of 2, 4 D is 150 ppm and appropriate time to pondoh pollination is 75%. Keywords: pondoh Sallaca, Substitution, auxin, concentration, time of application xii

15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salak (Salacca zallaca) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini termasuk dalam keluarga Palmae yang diduga dari Pulau Jawa (Widyastuti, 1996). Di Indonesia banyak sekali varietas salak yang berkembang, salak pondoh yang paling banyak diminati masyarakat karena memiliki beberapa keunggulan seperti yang dikatakan Santoso (1990) bahwa terdapat banyak varietas salak yang berkembang di Indonesia, akan tetapi salak pondoh (Salacca edulis Reinw) yang paling banyak diminati karena memiliki keunggulan seperti memiliki rasa manis, empuk dan tidak sepat pada saat dipetik pada umur belum panen. Selain itu, salak pondoh memiliki kandungan air yang cukup dan memiliki harga jual relatif lebih tinggi (Purnomo, 2001). Buah ini juga memiliki kandungan gizi yang baik karena memiliki 77 Kalori, 0,4 gram Protein, 20,9 gram Karbohidrat, 28 mg Kalsium, 18 mg Fosfor, 4,20 mg zat besi, 0,04 mg Vitamin B, 0,04 mg Vitamin C, 2 mg Air (Rukmana,1999). Berdasarkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki salak pondoh seperti rasanya yang manis, empuk tidak sepat pada saat dipetik pada umur belum panenserta kandungan gizinya, maka buah ini banyak diminati dan diproduksi dan dikembangkan di Indonesia. Departemen Pertanian menginformasikanbahwa total produksi salak pondoh Indonesia sebesar ton dengan jumlah produksi tersebut produksi belum memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar nasional dan internasional. Persentase pemenuhan untuk pasar lokal sekitar 30%. Tercatat mulai dari tahun 2007 sampai 2012 produksi salak berturut-turut yaitu 1

16 , , , , , dan ton (Badan Pusat Statistik, 2014). Menurut Ardyan (2012), untuk kegiatan ekspor salak, Badan Pusat Statistik mencatat selama 2007 hingga September tahun 2012, ekspor salak mencapai 949,5 ton, atau senilai USD 1,04 juta. Pencapaian tersebut meningkat 37,7% dibandingkan periode tahun sebelumnya. Begitu juga dengan salak pondoh yang pada tahun 2012, Pemerintah Sleman mengekspor salak pondoh sebanyak 320,79 ton dan pada tahun 2013 Sleman kembali mengekspor salak sebesar 199,96 ton (Slemankab, 2015). Permintaan salak pondoh tersebut terus meningkat seiring dengan terkenalnya salak pondoh dan pertumbuhan penduduk. Berdasarkan data permintaan dan produksi salak pondoh maka buah ini banyak dibudidayakan dan dikembangkan di Indonesia sebagai salah satu komoditas buah yang permintaannya tinggi. Dalam budidaya salak pondoh sering ditemukan beberapa kendala diantaranya yaitu ketersediaan bunga jantan pada waktu tertentu terbatas sehingga penyerbukan bunga betina pun terbatas yang mengakibatkan produksi salak menjadi rendah. Nur (1991) menyatakan pada Bulan Februari hingga Maret ketersediaan bunga jantan terbatas, 1 bunga jantan hanya dapat menyerbuki 10 bunga betina tidak seperti pada umumnya 1 bunga jantan dapat menyerbuki 20 bunga betina. Salak Pondoh termasuk tanaman yang berumah dua yaitu bunga jantan dan betina berada pada pohon yang berbeda, sehingga dalam perkembangbiakannya untuk penyerbukan memerlukan bantuan angin, serangga atau manusia. Akan tetapi hal tersebut tidak menjamin produksi salak meningkat jika ketersediaan bunga jantan kurang atau rendah maka perlu adanya solusi atau

17 3 teknologi lain yang dapat menggantikan ketersediaan bunga jantan tersebut guna membantu meningkatkan produksi salak pondoh, salah satunyadengan mensubstisusi atau mengganti peran bunga jantan dengan auksin. Auksin merupakan salah satu jenis zat pengatur tumbuh yang dapat mempengaruhi proses fisiologis suatu tanaman yang dapat merangsang pembungaan (Nuryanah dalam Nurnasari dan Djumali, 2012). Golongan ZPT seperti auksin juga berperan dalam pembelahan sel, peningkatan plastisitas dan elastisitas dinding sel, mengatur pembungaan dan terjadinya buah (Erlen dkk., 2013) sehingga ZPT ini dapat menstimulir atau menggantikan peran bunga jantan salak pondoh. Salah satu faktor keberhasilan aplikasi auksin terhadap penyerbukan yaitu penggunaan konsentrasi. Gardner et al., (2008) menjelaskan bahwa respon tanaman terhadap auksin tergantung konsentrasinya. Pemberian konsentrasi berlebih akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, pembelahan dan perkembangan sel (Erlen, 2013). Sebaliknya pemberian auksin yang rendah juga tidak selalu berpengaruh positif karena hal ini berhungan dengan keseimbangan hormonal (sintesis protein dan pengaturan enzim) yang mempengaruhi perkembangan tanaman. Faktor lain yang menentukan keberhasilan aplikasi auksin yaitu tingkat kematangan atau kesiapan bunga betina menerima bunga jantan untuk dibuahi (anthesis). Penelitian Gatot (2006) menunjukan bahwa saat aplikasi auksin ketika seludang bunga membuka maksimal 25% memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan ketika seludang membuka penuh (100%). Hal tersebut diakibatkan karena semakin seludang membuka sempurna semakin

18 4 banyak konsentrasi auksin yang dibutuhkan atau mundurnya saat aplikasi maka konsentrasi auksin yang dibutuhkan semakin tinggi. Pada saat pemberian auksin tidak semua memberikan respon positif karena keberhasilan aplikasi auksin untuk penyerbukan ditentukan oleh dua faktor yaitu konsentrasi dan saat pemberian auksin maka perlu adanya kajian mengenai konsentrasi dan waktu aplikasi auksin yang tepat untuk meningkatkan dan mendorong terjadinya pembuahan melalui penyerbukan. B. Rumusan Masalah 1. Dapatkah auksin menggantikan peran bunga jantan salak pondoh? 2. Kapan dan berapa waktu aplikasi auksin yang tepat dalam mensubstitusi bunga jantan salak pondoh? C. Tujuan Penelitian 1. Mengkaji substitusi bunga salak jantan salak pondoh dengan auksin. 2. Menentukankonsentrasi dan waktu aplikasi auksin yang tepat dalam substitusi bunga jantan salak pondoh.

19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Salak Pondoh (Salacca zalacca) Salak pondoh (Gambar 1) merupakan salah satu tanaman yang dibudidayakan dibeberapa tempat di Jawa yang tumbuh subur di daerah tropika basah pada tanah berpasir. Nama pondoh semula diberikan kepada salak hitam yang berkembang di Dusun Soka, Desa Merdikerto, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman dan di Dusun Candi, Desa Bangunkerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta (Anonim, 1997). Tanaman ini dan dideskripsikan pada tahun 1825 dengan nama ilmiah Salacca edulis Reinw. Nama tersebut kemudian dikoreksi dengan nama Salacca zalacca (Gardner) Voss (Schuiling dan Mogea, 1992). Tanaman salak pondoh memerlukan curah hujan rata-rata mm per bulan. Tanaman ini tidak menyukai penyinaran penuh, intensitas sinar yang dibutuhkan berkisar 50-70%, sehingga perlu tumbuhan penaung. Salak tumbuh dengan baik pada tempat beriklim basah dengan ph sekitar 6,5, berupa tanahpasir atau lempung yang kaya bahan organik, dapat menyimpan air dan tidak tergenang, karena sistem perakarannya dangkal (Santoso, 1990). Temperaturoptimal o C, apabila kurang dari 20 o C perbungaan akan lambat, bila terlalu tinggiakan menyebabkan buah dan biji membusuk. Salak tumbuh baik dari dataran rendah sampai ketinggian sekitar 700 m dpl dan dapat berbuah sepanjang tahun, khususnya pada Bulan Oktober dan Januari (Sastroprodjo, 1980). 5

20 6 Gambar 1. Habitus Tanaman Salak Pondoh( Anonim, 2014) Berikut merupakan klasifikasi tanaman salak pondoh menurut Tjitrosoepomo (1988): Kerajaan Divisi Sub divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies Sinonim : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledoneae : Principes : Palmae : Salacca : Salacca zalacca(gaert.) Voss. : Salacca edulisreinw. Salak pondoh memiliki buah sejati tunggal bertipe buah batu berbentuk bulat sampai telur terbalik, berukuran panjang 4,5-7 cm dengan diameter 4-6 cm, tiap dompol terdapat butir salak. Kulit salak terdiri atas sisik yang tersusun seperti genting menyatu, warna kuning-coklat sampai hitam. Setiap sisik berujung sebuah onak yang mudah putus setelah buah masak. Biji salak pondoh umumnya berjumlah tiga butir per buah yang memiliki selubung biji (arilus) sempurna yang disebut anak buah. Anak buah ini berwarna putih kapur sampai krem, berisi tiga dengan dua sisi datar tebal 1-3 mm dan satu

21 7 sisi melengkung tebal 2-4 mm dan bagian tepi samping yang menyudut dengan tebal 7-12 mm. Inti biji (isi) berwarna coklat sampai hitam. Berdasarkan bentuk, ukuran, warna kulit dan tempat budidayanya dikenal beberapa jenis salak pondoh seperti salak pondoh hitam, salak pondoh cokelat kemerahan, salak pondoh hitam kemerahan salak nglumut, salak Lawu, salak Lumajang dan salak Tasik super (Harsoyo, 2006). Tanaman salak tumbuh secara berumpun dengan tinggi tanamannya dapat mencapai 7 m, akan tetapi rata-rata hanya sekitar 4,5 m. Tanaman ini termasuk tanaman berumah dua yaitu antara bunga jantan (stamen) dan betina (allogamie) terpisah atau dalam satu tanaman hanya tedapat salah satu bunga saja, memiliki batang berduri yang hampir tidak terlihat karena tertutupi oleh pelepah daun yang tumbuh rapat. Daun tersusun berbentuk roset dengan panjang antara 2,5 7 m. Bunga tanaman salak tersusun dalam tandan rapat dan bersisik dengan tandan bunga jantan dan tandan bunga betina terletak pada pohon yang berlainan, sebagian tandan bunga terbungkus oleh seludang atau tongkol yang berbentuk seperti perahu yang terletak diketiak pelepah daun (Sulastri, 1986). Bunga salak berbentuk majemuk, bertangkai dan tertutup oleh 5 seludang. Panjang seludang bunga jantan hingga cm sedangkan bunga betina cm (Ashari, 1995). Purnomo (2001) menyebutkan bahwa bunga jantan pada tanaman salak pondoh berwarna coklat kemerahan, sekelompok bunga jantan terdiri dari 4-12 malai, satu malai terdiri dari ribuan serbuk sari dengan panjang bunga jantan setiap malai sekitar 4-15 cm. Bunga jantan mekar selama 1-3 hari. Bunga betina berwarna hijau kekuningan, berbintik merah dan mempunyai 3 petal. Panjang satu malai 7-

22 8 10 cm dan bunga mekar selama 1-3 hari. Bunga salak siap diserbuki yaitu pada hari ke -2 mekar dengan ciri mengeluarkan aroma harum. Tanaman salak berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Pada umur 2 tahun salak pondoh berbunga untuk bibit dari tunas anakan dan 3 tahun untuk bibit dari biji. Masa pembungaan yang paling baik adalah pada Bulan Agustus sampai Oktober dan akan mengasilkan buah pada Bulan Januari sampai April. Buah yang dihasilkan ini dipengaruhi oleh jumlah bunga, masa reseptif, dan persarian yang tepat (Allard Bradshaw, 1964) selain itu Akihima dan Omura (1986) menyatakan bahwa pembentukan buah juga dipengaruhi dua faktor yaitu faktor dalam (genetis) dan luar seperti lingkungan, hara, dan air, termasuk proses persarian. Seleksi tanaman jantan dan betina dapat dilakukan saat tanaman berumur 4-5 tahun jika bibit diperoleh dari biji. Jika bibitnya diperoleh dari anakan (tunas), maka tidak perlu seleksi karena secara otomatis anakan yang dihasilkan sesuai dengan pohon asal. Bibit salak yang berasal dari biji biasanya hanya 40% betina dari yang ditanam, tanaman jantan akan menghasilkan bunga jantan, sedangkan tanaman betina akan menghasilkan bunga betina. Tanaman salak yang ditanam dari biji akan berbunga setelah berumur 4 tahun, dan sebaliknya, tanaman salak akan berbunga 2 3 tahun jika ditanam dari tunasnya (Kaputra dan Harahap, 2004). B. Penyerbukan pada Salak Pondoh Penyerbukan merupakan peristiwa jatuhnya serbuk sari (pollen) di atas kepala putik (stigma). Penyerbukan dapat terjadi ketika bunga jantan dan betina

23 9 terpenuhi. Dalam hal ini akan terjadi peleburan gamet jantan dan betina yang nantinya akan terbentuk biji sebagai bakal buah dan individu baru. Pola variasi genetik di alam sangat ditentukan oleh mekanisme penyerbukan pada tanaman (Bawa dan Hadley, 1990 dan Griffin dan Sedgley, 1989). Terdapat dua macam penyerbukan alami yaitu penyerbukan tertutup (Kleistogami) dan penyerbukan terbuka (kasmogami). Kleistogami terjadi jika putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang sama yang dapat disebabkan oleh Putik dan serbuk sari masak sebelum terjadinya anthesis (bunga mekar) dan konstruksi bunga menghalangi terjadinya penyerbukan silang (dari luar). Sedangkan kasmogami Terjadi jika putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang berbeda yang terjadi jika putik dan serbuk sari masak setelah terjadinya anthesis (bunga mekar). Penyerbukan buatan dilakukan pada tanaman berkelamin satu (unisexualis) atau berumah dua (dioecious) tanaman bersifat dikogami atau herkogami. Teknik penyerbukan ini dilakukan pada umumnya melalui beberapa tahap yaitu persiapan, isolasi kuncup terpilih, krasasi, pengumpulan serbuk sari dan melakukan penyerbukan. Penyerbukan dengan bantuan manusia dapat dilakukan ketika bunga betina telah pecah atau terbukanya seludang pembungkus bunga yang ditandai bunga berwarna merah muda dan mengeluarkan bau wangi (Tim Penulis PS, 1992). Seludang bunga dibersihkan dengan memotongnya, hingga tampak tongkol bunganya. Satu tongkol bunga jantan dapat menyerbuki hingga 10 tongkol bunga betina. Penelitian Erlen dkk (2013) menunjukan bahwa pemberian auksin saat berbunga, dapat meningkatkan jumlah cabai terbentuk dan dapat meningkatkan

24 10 jumlah buah terbentuk. Selain itu pemberian auksin pada saat fase berbunga dapat meningkatkan fruit set cabai sebesar 33,20%. C. Auksin Dalam penyerbukan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan adalah hormone. Menurut Heddy (1991) hormon berasal dari bahasa Yunani yang artinya menggiatkan. Hormon merupakan zat organik yang dihasilkan oleh tanaman, yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis (Zainal, 1985). Selain itu zat organik ini juga diyakini dapat mengatur proses-proses fisiologis tanaman karena dapat mempengaruhi sintesis protein dan mengatur aktivitas enzim. Adanya peningkatan sintesis protein sebagai bahan baku penyusun enzim dalam metabolism dapat meningkatkan pertumbuhan dan akan meningkatkan biosintesis metabolit sekunder yang akan mempengaruhi perkembangan tanaman (Salisbury dan Ross, 1995). Suatu hormon, dapat mengubah ekspresi gen, dengan mempengaruhi aktivitas enzim yang ada, atau dengan mengubah sifat membran. Beberapa peranan ini, dapat mengalihkan metabolisme dan pekembangan sel yang tanggap terhadap sejumlah kecil molekul hormon. Lintasan transduksi sinyal, memperjelas sinyal hormonal dan meneruskannya ke respon sel spesifik (Intan, 2008). Salah satu hormon tumbuh yang tidak lepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah auksin. Thimann (1973) dalam Kusumo (1984) berpendapat bahwa hubungan antara pertumbuhan dan kadar auksin adalah sama pada akar, batang dan tunas yaitu auksin merangsang pertumbuhan pada kadar rendah, sebaliknya menghambat pertumbuhan pada kadar tinggi. Didalam ilmu fisiologi

25 11 auksintermasuk kedalam salah satu kelompok zat pengatur tumbuh atau yang lebih dikenal sebagai ZPT. Zat pengatur tumbuh dapat diartikan sebagai senyawa yang mempengaruhi proses fisiologis tanaman yang dapat mendorong dan menghambat proses fisiologis tanaman, seperti pengguguan daun, absisik daun dan buah, pembungaan, pertumbuhan bagian bunga dan dapat meningkatkan bunga betina pada tanaman Dioecious melalui etilen (Nuryanah dalam Nurnasari dan Djumali, 2012). Selain itu auksin juga mempengaruhi fototropisme dan geotropism (Intan, 2008). Istilah auksin (Gambar 2) diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Beberapa auksin dihasikan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (indoleacetic acid), PAA (Phenylacetic acid), 4-chloroIAA (4-chloroindole acetic acid) dan IBA (indolebutyric acid) dan beberapa lainnya seperti NAA (napthalene acetic acid), 2,4-D (2,4 dichlorophenoxyacetic acid) dan MCPA (2- methyl-4 chlorophenoxyacetic acid). Gambar 2. Cincin Indole-3acetid acid (IAA) (Volker dan Biserka, 1999). Gambar 3. Struktur 2, 4 Ddiclorophenoxyacetid acid (Yaling, 2013)

26 12 Berdasarkan zat kimianya yang 2, 4 D(Gambar 3) tergolong kedalam kelompok auksin yang paling banyak digunakan (96%) dalam berbagai penelitian sebagai alternatif zat komersial yang termasuk ke dalam golongan auksin. 2, 4 D merupakan salah satu auksin sintetis yang paling aktif dari golongan asam clhorophenoxy dan termasuk kedalam golongan herbisida. 2, 4 D ini diketahui paling lama dibandingkan dengan golongan auksin sintetis jenis lain serta paling selektif dan efektif dalam mempengaruhi suatu spesies. Pada konsentrasi yang sama untuk pada konsentrasi IAA 2, 4 D paling aktif pada bioassay auksin dan paling banyak digunakan sebagai pengganti IAA. Bioassay merupakan analisis atau pengukuran dari suatu zat untuk menentukan keberadaan dan dampaknya (Suanryono, 2003). Hal ini dikarenakan 2, 4 D tidak cepat hilang yang diakibatkan oleh sistem oksidasi. 2, 4 D berpoteni tinngi menjadi herbisisda keika dalam konsentrasi yang memadai (konsentrasi tinggi). Dalam perkembangannya banyak penelitian-penelitian menggunakan 2, 4 D diantaranya adalah pembentukan salak tanpa biji menggunakan zat pengatur tumbuh yang dilakukan oleh Gatot (2006). Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pemakaian auksin 2, 4 D dengan konsentrasi 200 ppm dapat membentuk 13,667 jumlah buah per tandan dan jumlah buah per tandan dapat mencapai 19 hingga 30 buah yang diaplikasikan ketika tandan terbuka penuh (100%) dan ketika tadan terbuka 25%. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti pemberian ZPT dengan konsentrasi tertentu dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada sel-sel target yang berbeda. Selain itu penelitian

27 13 tersebut menunjukan pemberian 2, 4 D pada konsentrasi 100, 200 dan 300 ppm menghasilkan persentase pembentukan buah salak yang sama yakni sebesar 75%. Penelitian Sutana et al., (2006) menunjukan bahwa pemberian auksin 100 ppm dapat meningkatkan jumlah cabang per tanaman, panjang buah dan lebar buah pada tanaman cabai. Erlen dkk (2013) menunjukan bahwa pemberian NAA pada konsentrasi 150 ppm dan 200 ppm dapat meningkatkan jumlah buah terbentuk, pemberian IAA 200 ppm dapat meningkatkan 7, 84% diameter buah cabai. Sedangkan Sridhar et al., (2009) dalam penelitiaanya menunjukan bahwa pemberian NAA 100 ppm yang diberikan pada 45 dan 65 hari setelah transpalanting dapat meningkatkan hasil tanaman cabai 134, 26 gram per tanaman dan kg/ha. Hal tersebut diakibatkan oleh karena auksin ini dapat merangsang dan mendorong beberapa proses fisiologi dalam tanaman seperti perkembangan buah dan biji. Krisnamoorthy (1981) menginformasikan perkembangan bakal buah distimulasi oleh suatu substantsi pertumbuhan yang dikenal dengan auksin yang merupakan hasil penyerbukan. Weaver (1972) aplikasi auksin sintetik dapat merangsang perkembangan buah tanpa penyerbukan buah tanpa biji. Hasil penelitian Gatot (2006) menunjukan bahwa buah salak sempurna dapat dibentuk dengan pemberian auksin (IAA dan 2, 4 D) pada bunga salak non hemaprodit. Hal tersebut diduga karena beang sari yan semula tidak berkembang menjadi berkembang sehingga mampu membuaihi putik yang berada dalam satu rumah akibat adanya perubahan sex ratio yang diakibatkan oleh penggunaan

28 14 auksin. Hal ini didukung oleh pernyataan Krinamoorthy (1982) yang menyatakan bahwa aplikasi auksin dapat merubah sex ratio pada tanaman. D. Hipotesis Pemberian 2, 4 D dengan konsentrasi 100 ppm pada saat seludang tandan membuka 50% dapat menggantikan peran bunga jantan salak pondoh (Salacca edulisreinw).

29 15 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini, objek penelitian tanaman salak pondoh yang diamati berada di Dusun Pambregan, Kecamatan Turi Sleman, Yogyakarta pada waktu pengamatan mulai dari Bulan April hingga Bulan Juli Persiapan alat dan bahan untukpenelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In VitroUniversitas Muhammadiyah Yogyakarta. B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan terdiri dari serbuk 2,4-D, aquades, KOH 1 M dan bunga salak pondoh yang berasal dari tanaman berumur 5-10 tahun. Alat-alat yang digunakan dapat dilihat pada lampiran III.1 terdiri dari 3 botol mineral 150 ml, kain kelambu, platik, steples, spidol, label, saringan, pisau, cawan, sendok, sorong, penyaring, pengaduk, beakerglass, erlemeyer, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 250 ml, timbangan analitik, dan speyer. C. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode eksperimental dengan rancangan perlakuan faktor tunggal yang disusun dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga blok sebagai ulangan. Faktor yang diuji, yaitu konsentrasi 2,4 D yang terdiri dari tiga aras yaitu 50 ppm, 100 ppm dan 150 ppm yang diberikanketika seludang tandan membuka 25%, 50% dan 75% sehingga diperoleh sembilan perlakuan dan ditambah satupenyerbukan

30 16 menggunakan bunga jantan sebagai pembanding. Setiap ulangan terdiri atas tiga sampel, sehingga total unit percobaan yang diuji sebanyak 90 unit. D. Cara Penelitian 1. Persiapan Alat Dan Bahan (Lampiran III.1) Persiapan alat dan bahan meliputi penyediaan komponen-komponen yang dibutuhkan seperti sintetis 2,4-D, aquades, KOH 1 M dan bunga salak pondoh,botol mineral 150 ml, kain kelambu, platik, steples, spidol, label, saringan, pisau, cawan, sendok, sorong, penyaring, pengaduk, beakerglass, erlenmeyer, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 250 ml, timbangan analitik, dan sprayer. 2. Pemilihan Bunga Betina Salak Pondoh Bunga salak pondoh yang digunakan berasal dari tanaman yang sehat (lampiran III.2), varietas yang sama, pemeliharaan yang sama dan berumur 5-10 tahun. 3. Pembungkusan Bunga sebelum Penyemprotan Pembungkusan bunga sebelum penyemprotan dilakukan menggunakan kain kelambu dengan menangkupkan pada bunga betina agar tidak diserbuki oleh poliator lain kemudian ditutup dengan setengah botol mineral. 4. Pembuatan Larutan 2, 4 D (Lampiran III.4) Pembuatan larutan ini dilakukan dengan melakukan penimbangan serbuk 2, 4 D sesuai yang dibutuhkan untuk masing-masing konsentrasi (Lampiran 2)

31 17 kemudian ditetesi KOH 1 M hingga larutan bening dan ditambahkan 1 literkemudian dimasukan ke dalam erlemeyer. 5. Aplikasi 2, 4 D Apikasi 2, 4 D dilakukan pada bunga betina yang telah mekar (Lampiran III.5) sesuai perlakuan (25%, 50% dan 75%) dan waktu aplikasi auksin kecuali kontrol yang diserbuki dengan bunga salak jantan dengan cara ditaburkan dan diolesi. 6. Pembungkusan Bunga Betina Setelah aplikasi, bunga betina dibungkus menggunakan kain kelambu dan setengah botol mineral(lampiran III. 3 dan III.6) agar tidak diserbuki oleh bunga salak jantan. E. Variabel Pengamatan 1. Pengamatan per Tandan a. Jumlah Buah Pengamatan jumlah buah per tandan dilakukan dengan menghitung jumlah buah secara keseluruhan dari satu tandan (Lampiran III.7) yang dilakukan secara manual dengan satuan buah. Pengamatan ini dilakukan pada akhir penelitian yaitu pada Bulan Juli b. Bobot Buah Pengamatan bobot buah per tandan dilakukan dengan menimbang satu tandan buah menggunakan timbangan analitik (Lampiran III.9) dengan

32 18 satuan gram. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pengamatan yaitu pada bulan Juli c. Volume Buah Pengamatan volume buah per tandan dilakukan dengan memasukan tandan kedalam wadah ukur yang berisi 1000 ml air (Lampiran III.10) kemudian dilihat pertambahan atau kenaikan airnya (volume akhir - volume awal) sebagai hasil volume buah per tandan dengan satuan cm 3. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pengamatan yaitu pada BulanJuli Pengamatan per Buah a. Volume Buah Pengamatan volume buah dilakukan dengan cara memasukan buah kedalam 20 ml air (Volume awal) kemudian lihat kenaikan atau pertambahan air (volume akhir) mengukur volume akhir air dikurangi volume awal air sebagai hasil dari pengkuran volume buah dengan satuan cm 3. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pengamatan yaitu BulanJuli 2016 (Koshita, 1999). b. Jumlah Anak Buah Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung anak buah (tanpa biji) secara manual kemudian mencatanya. Pengamatan ini dilakukan di akhir pengamatan yaitu pada BulanJuli 2016.

33 19 c. Bobot Anak Buah Pengamatan bobot anak buah dilakukan dengan meletakan anak buah pada timbangan analitik (Lampiran III.11) kemudian mencatat berat yang tertera sebagai hasil dengan satuan gram. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pengamatan yaitu Bulan Juli d. Jumlah Biji Pengamatan jumlah biji per buah dilakukan dengan menghitung biji salak secara manual dari setiap buah yang tumbuh hasil dari penyerbukan 2, 4 D yang dilakukan pada akhir pengamatan yaitu BulanJuli e. Bobot Biji Pengamatan bobot biji dilakukan dengan meletakan biji salak pada timbangan analitik (Lampiran III. 11) dan mencatat hasil yang diperoleh sebagai data yang diamati dengan satuan gram. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pengamatan yaitu BulanJuli F. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam atau Analysis of Varian (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan 95%. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan uji Jarak Ganda Duncan atau Duncan Multiple Range Test (DMRT).

34 IV. HASIL ANALISISDAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Buah per Tandan Salah satu ciri perkembangan pada buah yang baik yaitu ditentukan bertambahnya volume dan biomassa selama proses tersebut berlangsung. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah, bobot buah dan volume buah. Tabel 1. Rerata pengamatan buah pertandan3 bulan setelah aplikasi Perlakuan Jumlah Buah per tandan (buah) Bobot Buah per tandan (gram) Volume Buah per tandan (cm 3 ) Auksin 50 ppm+seludang terbuka 25%. 3,000 a 8,820 b 19,000 b Auksin 50 ppm+seludang terbuka 50%. 2,000 a 5,300 b 16,000 b Auksin 50 ppm+seludang terbuka 75%. 4,000 a 6,270 b 6,500 b Auksin 100 ppm+seludang terbuk 25%. 4,667 a 11,770 b 8,333 b Auksin 100 ppm+seludang terbuka 50%. 4,000 a 5,690 b 6,000 b Auksin 100 ppm+seludang terbuka 75%. 10,000 a 11,860 b 12,000 b Auksin 150 ppm+seludang terbuka 25%. 5,000 a 7,635 b 7,500 b Auksin 150 ppm+seludang terbuka 50%. 2,000 a 6,900 b 7,000 b Auksin 150 ppm+seludang terbuka 75%. 7,000 a 17,545 b 19,000 b Penyerbukan dengan bunga jantan. 9,333 a 41,363 a 39,000 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak ada pengaruh bedanyata berdasarkan hasil sidik ragam dan angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukan berengaruh beda nyata berdasarkan uji DMRT taraf α 5%. BerdasarkanTabel 1 diketahui perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per tandan,akan tetapi berpengatuh nyata terhadap bobot dan volume buah per tandan. 20

35 21 1. Jumlah buah pertandan Buah pertandan menyatakan jumlah buah yang tumbuh dalam satu kelompok bunga. Satu tandan salak dapat terdiri dari beberapa bunga salak baik jantan maupun betina yang dapat menghasilkan buah salak bahkan lebih. Jumlah buah per tandan menunjukkan keberhasilan penyerbukan suatu tanaman (Buana et al., 1994). Hasil sidik ragam (Lampiran IV) jumlah buah pertandan menunjukan bahwa semua perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah buah per tandan. Artinya semua perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang sama atau berpengaruh tidak signifikan terhadap parameter jumlah buah per tandan. Jumlah buah yang dihasilkan dari penyerbukan menggunakan auksin rata-rata di bawah 10 buah. Jumlah tersebut menunjukan bahwa penyerbukanmenggunakan auksin cenderung masih rendah dibandingkan dengan menggunakan bunga jantan. Penyerbukan menggunakan bunga jantan menghasilkan buah sebanyak 9,333 buah (Tabel 1). Akan tetapi, pada penyerbukan menggunakan auksin 100 ppm yang diaplikasikan ketika seludang membuka 75% menghasilkan buah sebanyak 10 buah. Hal tersebut menunjukan bahwa pembentukan buah dengan auksin cenderung lebih baik dibandingkan penyerbukan dengan bunga jantan karena meningkatkan jumlah buah per tandan. Pada pemberian auksin 150 ppmdengan seludang membuka 50% menunjukan hasil cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pemberian konsentrasi auksin lainnya (Gambar 4). Konsentrasi auksin cenderung lebih rendah memberikan hasil yang cenderung rendah pula pada pembentukan buah

36 Jumlah Buah Per Tandan (buah) 22 yang dinyatakan dalam jumlah buah per tandan. Terlihat pada pemberianauksin 50 ppm dengan seludang membuka 25%, auksin 50 ppm dengan seludang membuka 50% dan auksin 50ppm dengan seludang membuka 75%menunjukkan hasil cenderung rendah, walaupun auksin diberikan pada pembukaan seludang bunga yang berbeda hasilnya tetap cenderung lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi lain Perlakuan Keterangan : Gambar 4. Jumlah buah per tandan A = Auksin 50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin (ppm) S = Seludang Membuka 25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kondisi fisologis bunga yang berkaitan dengan kematangan stigma. Kematangan stigma akan berpengaruh pada fertilisasi dan hasil buah terbentuk. Alfin dkk (2008) mengatakan jumlah buah yang tinggi dapat dicapai jika saat bunga mekar, terdapat serbuk sari yang viable dalam jumlah cukup karena semua bunga dapat

37 23 diserbuki. Hal tersebut menunjukan bahwa pembuahan pada salak menunjukan dipengaruhi oleh konsentrasi auksin. Gambar 5. Perbandingan jumlah buah per tandan Pada konsentrasi 50 ppm auksin yang diberikan diduga mempengaruhi ekspresi gen pada bunga salak yang menyebabkan terhambatnya fertilisasi, terutama pada saat seludang membuka 25% kemungkinan untuk terjadinya pembuahan sangat kecil karena gen yang yang berekspresi dapat menghambat pematangan bunga. Akan tetapi, nilai buah per tandan yang paling kecil diperoleh ketika seludang membuka 50% yaitu 2buah. Perlakuan tersebut merupakan perlakuan yang paling rendah diduga hal ini diakibatkan oleh tingkat konsentrasi auksin yang diberikan. Pada konsentrasi rendah diduga tidak bekerja secara efektif. Ketika seludang membuka sekitar 50% kematangan bunga telah meningkat dibandingkan seludang membuka 25% sehingga konsentrasi yang diberikan pun harus lebih tinggi agar mampu mendorong proses fertilisasi. Erlen dkk (2013) melaporkan bahwa pemberian NAA pada konsentrasi 150 ppm dan 200 ppm dapat meningkatkan jumlah buah terbentuk. Hal tersebut menunjukan bahwa yang berpengaruh terhadap perkembangan buah yaitu bunga itu sendiri.dan

38 24 kematangan bunga Corbesier et.,al (2006) menyatakan bahwa terdapat faktor eksogen dan endogen yang mempengaruhi pembungaan. Faktor eksogen merupakan faktor yang mempengaruhi yang berasalluar individu seperti suhu, curah hujan serta ada tidaknya penyakit yang menginfeksi bunga (Alfin dkk, 2008). Faktor eksogen pertama yang mempengaruhi yaitu suhu. Bunga akan berkembang baik setelah penyerbukan yaitu pada suhu C jika suhu terlalu tinggi maka akan maka akan menyebakan serbuk sarimati dan tidak dapat membuahi bunga betina, sebaliknya jika suhu terlalu rendah maka serbuk saritidak akan berkembang. Menurut Anonim (2013) suhuyang ada di lahan penelitian yaitu berkisar Cpada suhu rendah perkembangan serbuk sariberlangsung dengan baik sehingga perkembangan serbuk sariberlangsung dengan baik yang mengakibatkan pembentukan buah meningkat dan menghasilkan jumlah buah yang tinggi. Kedua yaitu curah hujan yang rendah mengakibatkan serbuk saridapat membuahi sel telur dengan baik sehingga terbentuk zigot yang berkembang menjadi embrio. Selain itu kondisi bunga yang sangat sehat mengakibatkan fertilisasi terjadi dengan baik seperti yang dikatakan Buana et al., (1994) bahwa keberhasilan penyerbukan dipengaruhi sangat dipengaruhi oleh kualitas bunga betina dan bunga jantan yang akan tampak pada jumlah buah per tandan. Kualitas serbuk sari yang baik dan memiliki viabilitas tinggi mengakibatkan berhasilnya penyerbukan sehingga jumlah buah yang terbentuk tinggi. Alfin dkk (2008) serbuk sari dengan viabilitas tinggi akan lebih dahulu membuahi sel telur serta akan mengasilkan buah yang banyak dan bermutu. Keadaan lahan yang bersih

39 25 mengakibatkan tidak adanya gangguan berupa hama dan penyakit yang mengganggu penyerbukan serta curah hujan rendah ketika penelitian dilakukan mendukung terjadinya pembentukan buah dengan baik. Rai et al., (2010) rendahnya curah hujan dan hari hujan yang menyebabkan proses metabo lisme dalam bunga berjalan dengan baik sehingga perkembangan buah berlangsung dengan baik. 2. Bobot buah per tandan Pengukuran bobot buahper tandan dilakukan untuk mengetahui produksi biomassa tanaman yang berasal dari fotosintesis, serapan unsur hara dan air yang diolah dalam proses biosintesis yang diikuti dengan penambahan berat dan pertambahan ukuran. Semakin tinggi nilai bobot buah maka semakin bagus metabolisme yang dilakukan oleh tanaman tersebut. Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan (Tabel. 2) menunjukan bahwa setiap perlakuan dan persentase membukanya seludang tandan memberikan pengaruh tidak yang berbeda nyata antar perlakuan, tetapi perlakuan berbeda nyata dengan kontrol.

40 26 Tabel 2. Tabel bobot buah per tandanper tandan Perlakuan Bobot Buah per Tandan (gram) Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 25% 8,820 b Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 50% 5,300 b Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 75% 6,270 b Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 25% 11,770 b Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 50% 5,690 b Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 75% 11,860 b Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 25% 7,635 b Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 50% 6,900 b Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 75% 17,545 b Penyerbukan dengan bunga jantan 41,363 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf α 5%. Berdasarkan uji jarak berganda Duncan (Lampiran IV) diketahui bahwa penyerbukan dengan bunga jantan memberikan pengaruh yang berbeda dibandingakan perlakuan yang mengandung auksin(tabel 2). Artinya penyerbukan dengan bunga jantan memberikan pengaruh yang signifikan dibandingkan semua perlakuan yang mengandung auksin. Hal ini diduga karena hormon auksin tidak bekerja secara efektif yang diaplikasikan pada bunga salak pondoh. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dipaparkan oleh Johri (1984) bahwa pemberian auksin dengan konsentrasi tinggi mendorong terjadinya pembuahan pada salak, pemberian konsentrasi rendah auksin tidak mampu mendorong terjadinya pembuahan pada salak, karena respon tanaman terhadap zat pengatur tumbuh tergantung konsentrasi yang diberikan.gatot (2006) juga menyebutkan bahwa semakin mundur saat aplikasi semakin besar juga konsentrasi auksin yang dibutuhkan.

41 27 3. Volume Buah Pengukuran volume buah dilakukan untuk mengetahui ukuran buah serta kapasitas isi yang diakibatkan oleh produksi biomassa. Pada umumnya volume ini berkaitan dengan besar ruang pada buah. Pada analisis volume buah per tandan diketahui bahwa antar perlakuan tidak menunjukan adanya beda nyata, akan tetapi perlakuan berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 3 ). Tabel 3. Volume buah per tandan Perlakuan Volume Buah per tandan (cm 3 ) Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 25% 19,000 b Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 50% 16,000 b Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 75% 6,500 b Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 25% 8,333 b Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 50% 6,000 b Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 75% 12,000 b Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 25% 7,500 b Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 50% 7,000 b Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 75% 19,000 b Penyerbukan dengan bunga jantan 39,000 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf α 5%. Berdasarkan hasil analisis uji jarak berganda Duncan (Lampiran IV) diketahui bahwa penyerbukan dengan bunga jantan memberikan bengaruh yang nyata dibandingkan semua perlakuan yang mengandung auksin (Tabel 3). Hal ini menunjukan bunga jantan berpengaruh signifikan dibandingkan semua perlakuan yang mengandung auksin. Selain itu hal diatas juga menunjukan bahwa penyerbukan dengan menggunakan bunga jantan masih lebih baik dibandingkan dengan auksin. Hal ini terlihat dari nilai volume buah per tandan (Tabel 3) dimana penyerbukan dengan bunga jantan menunjukan nilai paling tinggi dibanding

42 28 dengan auksin. Keadaan tersebut disebabkan oleh respon bunga terhadap suatu keaadaan yang berbeda. Pada bunga yang diserbuki dengan bunga jantan perkembangan buah berjalan normal dari awal serbuk sari jatuh ke kepala putik, penyerapan nutrient pada kepala putik, mencapai mikropil, peleburan sel sperma dan sel telur hingga menjadi zigot, embrio dan berkembang menjadi bakal buah. Sedangkan perkembangan buah yang didorong dengan auksin (tanpa melalui penyerbukan) perkembangan buah tidak berjalan sama dengan menggunakan bunga jantan. Pada proses pembentukan buah yang didorong dengan auksin, bunga tidak mengalami peleburan sel sperma dan sel betina sehingga tidak terjadi perkembangan embrio. Pada proses ini auksin mendorong perkembangan benang sari yang semula tidak berkembang menjadi berkembang yang akhirnya membuahi putik. Rangkaian tersebut menyebakan terjadinya perubahan fisiologis bunga sehingga walaupun bunga berkembang dan menghasilkan buah, buah tidak berkembang secara normal, waluapun pada proses tersebut juga dipengaruhi oleh molekul-molekul atau senyawa- senyawa yang mendukung metabolisme seperti sukrosa. Selain itu pengaruh auksin yang diberikan, auksin bekerja sebagaimana fungsinya jika auksin tersebut berada pada konsentrasi yang tepat, waktu yang tepat serta keadaan lingkungan yang tepat. Pada penelitian ini auksin yang berikan mempunyai konsenrasi yang berbeda, waktu pemberian auksin berbeda serta kondisi lingkungan yang tidak selalu sama ketika penelitian ini dilaksanakan. Sehingga diduga auksin tidak bekerja secara efektif dan maksimal dalam

43 29 mendorong perkembangan buah yang dibuktikan dengan nilai bobot buah per tandan yang rendah. Faktor lain yang menyebabkan nilai bobot buah per tandanauksin lebih rendah dibandingkan dengan bunga jantan yaitu viabilitas dan kematangan polen. viabilitas dan kematangan serbuk sari ditandai dengan perkecambahanserbuk sariyang masih tinggi sehingga volume buah per tandan menjadi tinggi. Bhojwani dan Bahtnagar (1999) mengatakan semakin tinggi tingkat kematangan serbuk sari semakin tinggi pula persentase berkecambah. Persentase kematangan serbuk sari ditandai dengan kadar air yang rendah. Livingston dan Ching, (1966) menyatakan bahwa kandungan air yang sedikit dapat meningkatkan keterjaminan serbuk sari dalam membuahi bunga. Serbuk sariyang digunakan pada penelitian ini berasal dari bunga yang telah matang ditandai dengan, keringnya bunga, berwarna cokelat dan kuningnya warna serbuk sari. Kematangan stigma dan serbuk sarijuga menjadi faktor berikutnya yang menyebabkan perbedaan volume buah per tandan pada penyerbukan menggunakan serbuk sari lebih tinggi dibandingkan dengan semua perlakuan yang mengandung auksin.kematangan stigma terjadi dalam waktu yang berbeda, sehingga stigma ada yang telah mencapai resesif dan ada yang belum mencapai resesif. Masa kematangan stigma dan serbuk saripada sebagian besar terjadi dalam waktu singkat, yaitu antara 1-3 hari. Bahkan pada beberapa jenis tumbuhan, masa kematangan stigma dan serbuk sari hanya terjadi dalam beberapa jam (Heslop, 1970). Gejala tersebut merupakan suatu kendala yang dapat

44 30 menyebabkan kegagalan dalam penyerbukan dan pembuahan baik alami maupun buatan yang akhirnya dapat mengakibatkan gagalnya pembentukan buah (Garwood and Horvitz, 1985).Hal tersebut yang mengakibatkan volume buah per tandan memiliki volume yang berbeda khususnya pada volume buah yang diserbuki menggunakan bunga jantan yang menunjukan pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan auksin.

45 31 B. Pengamatan per Buah Tabel 4.Rerata volume buah, jumlah anak, bobot anak, jumlah biji dan bobot biji. Jumlah Bobot Volume Jumlah Anak Anak Perlakuan Buah Biji (cm 3 Buah buah ) (biji) (buah) (gram) Auksin 50 ppm+ seludang tandan membuka 25% Auksin 50 ppm+ seludang tandan membuka 50% Auksin 50 ppm+ seludang tandan membuka 75% Auksin 100 ppm+ seludang tandan membuka 25% Auksin 100 ppm+ seludang tandan membuka 50% Auksin 100 ppm+ seludang tandan membuka 75% Auksin 150 ppm+ seludang tandan membuka 25% Auksin 150 ppm+ seludang tandan membuka 50% Auksin 150 ppm+ seludang tandan membuka 75% Penyerbukan dengan bunga jantan Bobot Biji (gram) 3,330 a 2,000 a 0,250 a 1,000 a 0,060 a 0,370 a 1,500 a 0,170 a 1,000 a 0,170 a 1,915 a 3,000 a 0,240 a 0,000 a 0,000 a 1,760 a 2,667 a 0,260 a 0,500 a 0,037 a 1,500 a 3,000 a 0,460 a 3,000 a 0,060 a 1,200 a 2,500 a 0,410 a 0,000 a 0,000 a 1,500 a 3,000 a 0,150 a 0,000 a 0,000 a 3,500 a 3,000 a 0,750 a 1,000 a 0,360 a 4,000 a 3,000 a 0,470 a 1,250 a 0,045 a 4,860 a 3,000 a 1,167 a 2,1667 a 1,527 a Keterangan : Angka yang ada pada tabel menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan sidik ragam 5 %. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiaran IV) menunjukan bahwa semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap volume buah, jumlah anak buah buah, bobot anak buah buah,jumlah biji buah dan bobot

46 Volume Buah (cm 3 ) 32 biji buah. Hal tersebut menunjukan bahwa auksin yang diberikan untuk menggantikan peran bunga salak jantan memberikan pengaruh yang sama. 1. Volume Buah per Buah Perlakuan Keterangan : Gambar 6. Volume Buah per Buah A = Auksin 50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin (ppm) S = Seludang Membuka 25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka Berdasarkan Gambar 3 penyerbukan menggunakan bunga jantan masih memberikan nilai paling tinggi dibandingkan penyerbukan menggunakan auksin. Pertambahan volume buah terus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi auksin. Pada konsentrasi 150 ppm,volume buah per buah terus meningkat dengan semakin tingginya seludang tandan membuka, bahkan pada konsentrasi 150 ppm dengan waktu aplikasi ketika seludang membuka 75% nilai volume buahper buah mendekati penyerbukan menggunakan bunga jantan. Pada pemberian konsentrasi 50 dan 100 ppm tidak menunjukan peningkatan volume buah yang signifikan.

47 33 Pada kedua konsentrasi tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi seludang membuka maka semakin menurun nilai volume buah per buah. Walaupun sempat terjadi kenaikan volume buah per buah ketika seludang membuka 75% pada konsentrasi auksin 50 ppm. Hal tersebut menunjukan bahwa konsentrasi auksin tinggi dan semakin meningktanya seludang tandan membuka menentukan pertambahan volume buah per buah. Keadaan tersebut disebabkan oleh kondisi fisioligis (internal) yang menyebabkan tidak berhasilnya bunga berkembang menjadi buah ketika penyerbukan, seperti kandungan hormon auksin pada bunga (auksin endogen) rendah menyebabkan bunga mudah gugursehingga walaupun pembukaan seludang meningkat tidak mampu menghasilkan volume buah yang tinggi. Hal ini ditandai dengan mengeringnya bunga setelah beberapa hari pemberian auksin dilakukan. Selain itu banyaknya daun pada setiap pohon dan rapatnya rumpun pohon salak menyebabkan sulitnya sinar matahari yang masuk dan banyaknya jumlah bunga dan buah yang terbentuk pada satu pohonnya menyebabkan persaingan fotosintat pada bunga sehingga menghambat pembentukan buah yang mengakibatkan volume buah per buah kecil. Kekurangan fotosintat pada bunga juga dapat menyebabkan pembentukan buah terhambat yang mengakibatkan volume buah kecil karena persaingan yang tinggi dalam memperebutkan hasil fotosintetsis,seperti yang katakan Inrai(2013) kekurangan fotosintat pada bunga berupa sukrosa, gula total dan gula pereduksi dapat menghambat terbentuk nya buah karena persaingan karenaakan berpengaruh pada ukuran buah serta berat buah.

48 34 Volume buah perbuah ini juga berkaitan dengan volume buah pertandan jika volume buah pertandan tinggi maka volume buah perbuah pun tinggi. Akan tetapi hal tersebut tidak terjadi pada penelitian ini. Pada volume buah per tandan nilai yang paling tinggi yaitu ditunjukan pada perlakuan auksin 50 ppm dengan seludang membuka 25% dan auksin 150 ppm dengan seludang membuka 75%, akan tetapi pada pengamatan volume buah perbuah perlakuan auksin 50 ppm dengan seludang membuka 25% lebih kecil dari pada perlakuan auksin 150 ppm dengan seludang membuka 75% (Gambar 6). Hal tersebut menunjukan bahwa volume buah dipengaruhi oleh ukuran buah perbuahnya. Ukuran buah besar belum tentu menghasilkan volume yang besar pula begitupun sebaliknya karena volume ini juga berkaitan dengan bobot buah itu sendiri dimana pada bobot yang tinggi akan menghasilkan volume yang tinggi begitupun sebaliknya. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa pemberian auksin 50 dan 100 ppm pada bunga yang pembukaan seludangnya berbeda cenderung menghasilkan volume buah yang hampir sama. Peningkatan volume buah baru terjadi ketika pemberian auksin pada konsentrasi 150 ppm dengan semakin tingginya pembukaan seludang tandan, hal tersebut menunjukan bahwa volume buah perbuah dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi auksin dan tingginya pembukaan seludang tandan. 2. Jumlah Anak Buah Anak buah merupakan salah satu dari hasil produksi biomassa yang terbentuk dari selaput-selaput yang mengelilingi biji ketika proses perkembang

49 Jumlah Anak Buha (buah) 35 buah. Jumlah anak buah ini menunjukan besarnya respon auksin yang diberikan terhadap perkembangan buah Perlakuan Gambar 7. Jumlah Anak buah Buah per Buah Keterangan : A = Auksin 50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin (ppm) S = Seludang Membuka 25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka Berdasarkan Tabel 4 diatas menunjukan bahwa setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anak buah terbentuk. Artinya auksin yang diberikan memberikan pengaruh yang sama atau tidak signifikan. Rata-rata jumlah anak buah yang terbentuk pada setiap perlakuan adalah 3. Pada konsentrasi 150 ppm walaupun diaplikasikan pada bunga yang pembukaan seludangnya berbeda tetap memperlihatkan hasil yang sama bahkan hal tersebut sama dengan penyerbukan menggunakan bunga jantan (Gambar 7) mempunyai nilai 3. Begitupun pada perlakuan auksin 50 ppm dengan seludang membuka 75 dan auksin 100 ppm dengan seludang membuka 50% jumlah anak buah yang dihasilkan 3.Pada perlakuan lainnya menunjukan bahwa peningkatan dan

50 36 penurunan jumlah anak buah tidak terjadi secara signifikan. Berdasarkan hal tersebut maka konsentrasi auksin dan saat membukanya seludang bunga tidak memberikan pengaruh terhadap pembentukan jumlah anak buah. Auksin memberikan respon ketika auksin berada pada konsentrasi yang tepat. Pada konsentrasi tinggi auksin mendorong perkembangan stigma sedangkan pada konsentrasi rendah auksin akan menentukan perkembangan ovarium dan gynophore. Pada kedua hal ini akusin sama-sama mendorong perkembangan organ betina, akan tetapi keberhasilan penyerbukan juga bergantung pada kematangan stigma yang nantinya akan membetuk organ organ baru pada buah termasuk anak buah, seperti hasil penelitian (Gambar 7) menunjukan bahwa jumlah perlakuan yang memberikan nilai tinggi terhadap jumlah anak perbuah yaitu ketika seludang tandan membuka 50% dan 70%. Hal tersebut dikarenakan bunga telah memasuki masa anthesis. Perkembangan stigma diiringi dengan kematangan stigma karena auksin ini mampu mendorong kematangan buah (Catala et al., 2000). Walaupun pada konsentrasi rendah auksin dapat mendorong perkembangan ovarium dan gynophore akan tetapi belum tentu ovarium tersebut telah siap untuk dibuahi atau ovarium siap diuahi akan tetapi kondisi dari ovarium tersebut belum optimal untuk dibuahi sehingga pembentukan dan perkembangan bagian bagian buah pun tidak optimal seperti pada pembentukan anak buah yang terbentuk sedikit. Akan tetapi pada berdasarka hasil analis menunjukan bahwa anak buah yang terbentuk yang dinyatakan dalam jumlah anak buah menunjukan jumlah anak rata-rata 3. Hal tersebut menunjukan bahwa konsentrasi auksin hanya sedikit memberikan pengaruh terhadap jumlah anak buah.

51 Bobot Anak Buah (gram) Bobot Anak Buah Bobot anak buah diamati untuk menunjukan berat anak buah pada setiap buah. Bobot buah ini dinyatakan dalam gram Perlakuan Keterangan : Gambar 8. Bobot Anak Buah per Buah A = Auksin 50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin (ppm) S = Seludang Membuka 25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka Berdasarkan Gambar 8 bobot anak buah pada setiap perlakuan yang mengandung konsentrasi auksin lebih rendah dibandingkan dengan penyerbukan dengan bunga jantan. Pemberian auksin 150 ppm memberikan pengaruh yang baik terhadap bobot anak buah. Hal ini terlihat pada nilai bobot anak buah 0,75 gram dan 0,47 gram. Peningkatan bobot anak buah sejalan dengan konsentrasi auksin yang diberikan pada konsentrasi 50 ppm.bobot anak buah hanya berkisar 0, 170 sampai 0,250 gram, sedangkan pada konsentrasi 100 ppm bobot anak buah berturut-turut yaitu 0,260, 0,410 dan 0,460 gram begitupun pada konsentrasi 150 ppm yang menunjukan bahwa bobot buah mencapai 0,470 dan 0,750 gram

52 38 walaupun terdapat bobot anak buah rendah pada perlakuan 150 ppm auksin dengan seludang membuka 25% yaitu 0,150 gram. Pada pembukaan seludangbobot anak buah tertinggi diperoleh ketika tandan 50% yang diikuti ketika seludang tandan membuka 75%, dan 25%. Semakin awal seludang membuka maka semakin sedikit bobot anak buah yang diperoleh hal tersebut sejalan dengan semakin mundur seludang membuka maka bobot anak buah diperoleh juga kecil. Maka berdasarkan pemaparan diatas waktu yang paling baik untuk meningkatkan bobot anak buah yaitu ketika bunga seludang membuka 50% dengan konsentrasi auksin 150 ppm. 4. Jumlah Biji Secara biologis biji merupakan bakal biji yang masak dan telah dibuahidimana pertumbuhan, perkembangannya dengan atau tanpa diawali amphimixis (pollinasi serta fertilisasi). Jumlah biji menunjukan jumlah biji dalam satu buah. Pengamatan jumlah biji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh auksin terhadap pembentukan biji pada bauh salak. Berdasarkan Gambar 9 diketahui bahwa auksin yang diberikan masih mampu menghasilkan biji. Jumlah biji yang paling tinggi yaitu pada perlakuan auksin 100 ppm dengan seludang membuka 50% dan yang paling rendah yaitu pada perlakuan auksin 100 ppm dengan seludang membuka 25%. Sedangkan perlakuan auksin 50 ppm dengan seludang membuka 25%, auksin 50 ppm dengan seludang membuka 50% dan auksin 150 ppm dengan seludang membuka 50% menunjukan nilai yang sama.

53 Jumlah Biji (biji) Perlakuan Keterangan : Gambar 9. Jumlah Biji per Buah A = Auksin 50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin S = Seludang Membuka 25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka Hal tersebut menandakan bahwa penyerbukan menggunakan auksin masih mampu membentuk biji. Buah yang terbentuk hasil penyerbukan buatan memiliki jumlah biji yang lebih banyak dibandingkan dengan buah hasil penyerbukan alami. Pada beberapa perlakuan menunjukan belum terbentuknya biji (Gambar 9) yaitu pada perlakuan auksin 50 ppm dengan seludang membuka 75%, auksin 100 ppm dengan seludang membuka 75% dan auksin 150 ppm dengan seludang membuka 25%. Hal tersebut menunjukan bahwa setiap auksin mampu menghambat pembentukan biji dengan waktu aplikasi ketika seludang membuka 75%. Gardner et al., (1991) menyatakan pembentukan buah dan biji merupakan interaksi dari pengaruh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal (genetik dan fitohormon). Faktor eksternal yang mempengaruhi yaitu suhu dan penyinaran matahari seperti yang dikatakan (1992) perkembangan buah

54 40 dan biji sangat dipengaruhi oleh suhu dan lingkungan penyinaran matahari dan panjang hari. Panjang hari <12 jam dan rata-rata temperatur udara >18 0 C kurang mendukung terjadinya inisiasi pembungaan. Untuk terjadinya inisiasi pembungaan diperlukan temperatur rendah C dan fotoperiodesitas panjang >12 jam. Curah hujan yang tinggi >200 mm/bulan juga dapat menggagalkan pembungaan dan pembentukan biji (Sumarni et al., 2012). Selain itu jumlah biji juga dipengaruhi oleh jumlah bunga yang dihasilkan, persentase bunga yang mengalami pembuahan, persentase buah muda yang dapat terus tumbuh hingga menjadi buah masak dan umur buah. 5. Bobot Biji Bobot biji menyatakan berat biji dalam satu buah salak. Bobot ini dinyatakan dalam satuan gram. Berdasarkan Gambar 10 diketahui bahwa bobot biji yang paling tinggi dihasilkan oleh kontrol dibandingkan perlakuan. Konsentrasi 100 ppm memberikan memberikan kontribusi nilai bobot buah per tandan paling rendah dibandingkan dengan auksin 50 ppm dan 150 ppm pada waktu seludang membuka 50%. Pada beberapa perlakuan yaitu auksin 50 ppm dengan seludang membuka 75%, auksin 100 ppm dengan seludang membuka 75% dan auksin 150 ppm dengan seludang membuka 25% terdapat nilai nol, hal tersebut dikarenakan biji belum terbentuk karena biji masih berupa cairan. Bobot biji ini berkaitan erat dengan jumlah biji terbetuk. Jumlah biji berhubungan dengan keberhasilan penyerbukan dan pembuahan. Dengan demikian, jika penyerbukan dan pembuahan berhasil dengan baik, maka akan banyak menghasilkan biji, yang selanjutnya akan meningkatkan bobot biji. Peningkatan

55 Bobot Biji (gram) 41 bobot biji berkaitan dengan dengan produksi glukosa oleh buah karena berkaitan erat dengan kegiatan fisologis tanaman seperti fotosintasis yang ditranslokasi dari daun ke organ yang membutuhkan seperti batang, buah, akar, bunga dan jaringan meristem yang diangkut oleh suatu protein yang dinamakan sucrose transporter / SUT (Ward, 2000) Perlakuan Keterangan : Gambar 10. Bobot Biji per Buah A = Auksin 50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin (ppm) S = Seludang Membuka 25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka Akan tetapi, hal tersebut tidak terjadi pada penelitian ini. Jumlah biji yang tinggi tidak mengakibatkan bobot biji juga tinggi. Pada penelitian ini jumlah buah tertinggi diperoleh perlakuan auksin 100 ppm dengan seludang membuka 50%, sedangkan bobot biji tertinggi diperoleh perlakuan auksin 150 ppm dengan seludang membuka 50%. Hal tersebut menunjukan bahwa bobot biji dipengaruhi oleh konsentrasi auksin.hal tersebut bertentangan dengan pernyataan Eva et al., 2009 yang menyetakan bahwa pada penyerbukan menggunakan auksin dapat membentuk buah tanpa biji (partenokarp) yang disebabkan manipulasi pada

56 42 dinamika auksin yang merangsang gen untuk membentuk buah tanpa biji.berdasarkan uraian diatasmaka auksin dapat menghambat perkembangan biji yang ditandai dengan rendah bobot biji.

57 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Auksin dapat menggantikan peran bunga jantan salak pondoh. 2. Zat pengatur tumbuh 2, 4 D dengan konsentrasi150 ppm yang diaplikasikan saat seludang membuka 75% cenderung lebih baik dalam menggantikan peran bunga jantan. B. Saran 1. Perlu adanya kajian lebih mendalam mengenai peran auksin dalam menggantikan peran bunga jantan. 2. Perlu adanya kajian mengenai kematang stigma setiap tahap pembukaan seludang tandan. 40

58 DAFTAR PUSTAKA Anonim Benarkah Salak Pondoh Super = Salak Nglumut?. Turubus XXVIII(337): Anonim Kementerian Pertanian RI Kunjungi Petani Salak Sleman Untuk Sharing Penyusunan Program.Sekjen kementerian pertanian kunjungi kebun salak sleman. Diakses 11 September Anonim Sallaca edulis. Diakses Tanggal 3 September Akihima. T. And N. Omura Preservation of Fruit Tree Pollen. In Y.P.S. Bajaj (Ed.). Biotechnology in Agriculture and Forestry. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, New York. 1: p. Allard, R.W. and A.D. Bradshaw Implication of genottype enveromental interaction in applied plant breeding. Crop Sci. 4 : Alfin., W dan Endah., R., P Viabilitas Serbuk Sari dan Pengaruhnya terhadap Keberhasilan Pembentukan Buah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Biodiversitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 1: 9 (35-38). Ashari, S Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta. 350h. Bawa, K.S. and M. Hadley Reproductive ecology of tropical forest plants. Man an the Biosphere Series. The Parthenon Publishing Group, Paris. 7: Best Budidaya. Menanamnya dengan Baik. tanaman.com/search?q=salak&x=0&y=0. Diakses tanggal 5 April Buana, L., T. Hutomo, dan M. Chairani Faktor penentu viabilitas benih kelapa sawit. Bulletin PPKS 2 (2): Departemen Pertanian Konsumsi Perkapita Buah-buahan di Indonesia Periode Direktorat Jendral Hortikultura. Diakses tangal 5 April

59 43 Donzella, G., A. Spena, and G. L. Rotino Trangenic partenocarpic eggplant: Superior gemplasm for increase winter production. Mol. Breed. 6: Edy, B., M., S Proses-Proses Awal Ekspresi Gen Pada Tanaman. Fakultas Pertanian Program Studi Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Medan. Erlen, A., M. Nawawi dan Koesriharti Pengaruh Waktu Aplikasi dan Konsentrasi NAA (Napthalene Acetic Acid) Pada Pertumbuhan Dan HasilTanaman Cabai Besar (Capsicum annuum L.) Varietas Jet Set. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Gatot, S Kajian Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh Pada Pembentukan Buah Salak Pondoh Tanpa Biji. Agronomy UMY 7(2): Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta. 280h. Garwood, N.C. and C.C. Horvits Factors Limiting Fruits and Seed Production of a Temperate Shrub, Staphylea Trifolia L. (Staphyleaceae). Amer. J. Scien. 50: Graciosa, C. N Skripsi Pengaruh Perlakuan Panjang Hari dan Suhu Terhadap Pembungaan Gomphrenaleontopiodes dan Ptilotus axillaris. Institut Pertanian Bogor. Griffin, A.R. & Sedgley, M Sexual reproduction of tree crops. Academic Press Inc. Harcourt Brace Jovanovich Publishers. San Diego. 350p. Harsoyo. P.,2006. Budidaya Salak Pondoh. Aneka Ilmu. Semarang.74 hal. Heslop-Harrison, J. and Y. Heslop-Harrison Evaluation of Pollen Viability by Enzymatically Induced Fluorescence; Intracellular Hydrolysis of Florescein Diacetate. Stain Technology. 45 (1): Heddy. S Budidaya Salak Pondoh, Penanaman, Pemeliharaandan Propek Bisnis menggunakan Zat Pengatur Tumbuh. Rajawali Pers. Jakarta. 284h. Intan, R.D. A Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman. Universitas Padjadjaran Bandung. 254h. Johri, B.M Embryology of Angiosperms. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. New York. Kaputra, I dan Harahap, A Salak Sidempuan Kelat Rasanya. Yayasan BITRA Indonesia. Jakarta.70h.

60 44 Koshita Y, Takahara T, Ogata T, Goto A Involvement of endogenous plant hormones (IAA, ABA, GA) in leaves and flower bud formation of Satsuma Mandarin(Citrus unshiu Marc.). Scientia Horticulturae 79: Lemoine R., Sucrose Transporter in Plant : Update on Function and Structure. Biochimeca et Biophysica Acta 1465 : Nazarudin dan R. Kristiawati, Varietas Salak. Penebar Swadaya. Jakarta. 84h. Nurnasari E dan Djumali ResponTanaman Jarak Pagar (Tatropacurcas L) Terhadap Lima DosisZat Pengatur Tumbuh (ZPT)Asam Naftalen Asetat (NAA).Agrovigor 5 (1) : Nur. T Bertanam Salak. Kanisius. Yogyakarta. 60h. Oktafianti, K.S Studi Budidaya Dan Penanganan Pasca Panen Salak Pondoh (Salacca zalacca Gaertner Voss.) I Wilayah Kabupaten Sleman.Institut Pertanian Bogor. Purnomo, H Budidaya Salak Pondoh. Aneka Ilmu. Semarang. 70h. Rukmana, R Salak. Kanisius, Yogyakarta. 97h. Santoso, H.B Salak Pondoh. Kanisius. Yogyakarta. 54h. Sastroprodjo, S Fruits. IBPGR Scretariat Home.Sofro, A.S.M Keanekaragaman Genetik.Yogyakarta: Andi Offset. Schuiling, D. I., and J. P. Mogea Salacca zalacca (Gaertner) Voss. In Plant resources South-East Asia No. 2 edible fruits and nuts, ed. E. W. M. Verheji and R. E. Coronel, Bogor, Indonesia. Prosea Foundation. Sedgley,M. and Griffin,A. R Sexula reproduction of three crops Akademic press. London. UK. Sridhar, G., R. V. Koti, M. B. Chetti and S. M. Hiremath Effect of Naphthalene Acetic Acid and Mepiquat Chloride on Physiological Component of Yield in Bell Paper (Capsicum annum L.). Scientist. National Research Centre For Medical and Aromatic Plants.University of Agricultural Sciences. Department of Crop Physiology. Sulastri, S Studi Kromosom Buah Salak, Laporan Penelitian. Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Yogyakarta.

61 45 Sunaryono, H Zat Pengatur Tumbuh dan Pengaruhnya tergadap Tanaman. Ilmu Produksi Tanaman Buah-buahan. Sinar Baru, Bandung. 151 h. Sultana, W., Q. A. Fattah and M. S. Islam Yield and Seed Quality of Chili (Capsicum annum L.) As Affected Different Growth Regulators. Bangladesh. Agricultural Research Institute Joydebyur. Bangladesh. 35 (2): Soepadmo, E Contribution of Reproductive Biological Studies Towards the Conservation and Development of Malaysian Plant Genetic Resources. dalam A.H. zakri (ed.) Genetic Resources of Underutilized Plants in Malaysia. Proceeding of The National Workshop on Plant Genetic Resources. Subang Jaya, Malaysia 23 Nov Malaysia National Committee on Plant Genetic Resources. Malaysia. p: Syafira, H Efek zat Perangsang Tumbuh Sintetik dan Produksi Rumput Lokal Kumpai (Hymenachne amplexicaulis (Rudge) Nees). Jurnal Akta Agrosia.7 (1): Tim Karya Mandiri Pedoman Budidaya Buah Salak. CV Nuansa Aulia. Bandung. 60h. Tim Penulis PS Varietas Salak. Penebar Swadaya. Jakarta. 114h. Tjahjadi, N Bertanam Salak. Kanisius. Yogyakarta. 60h. Tjitrosoepomo, G Taksonomi TumbuhanSpermatophyta. Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress Valker. M dan B., K., Prodic Auxin Strucuture and Activity. Special Issue Plant Physiology. Phyton (Austria). 3 (39): Ward J. M The Role of Sucrose Transporter in Assimilate partitioning and Phloem Function. Plant Physiology, Center for Plant Molecular Biology, University of Tuebingen, Auf der Morgentelle 1, Tuebingen, Germany Widyastuti, Y.E Mengenal Buah Unggul Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta. 258h. Wikipedia. Pengertian Bioassay. Diakses 30 Agustus Yaling. S, Insight into the mode of action of 2,4 dichlorophenoxyacetic acid (2,4 D) as an herbicide. Jurnal of Integrative of Plant Biology. Chienese Academys of Science. China.

62 LAMPIRAN Lampiran I. Layout Penelitian BLOK 1 H /2 G /2 J /1 G /3 E /2 A /2 H /1 E /3 I /2 C /3 C /2 A /3 D /2 B /2 B/1 A / 1 J /2 E /2 I /3 KS3 C /1 E /1 I /1 F /1 G /1 F /2 D /3 H /3 F /3 B /3 BLOK 2 A /1 D /1 E /1 E /3 C /3 F /3 J /2 F /2 A /2 G /1 D /3 E /2 I /3 G /3 H /3 I /1 E /3 H /2 C /2 H /1 D /2 J /3 F /1 C /1 B /2 E /1 G /2 J /1 I /2 A /3 45

63 46 BLOK 3 H /3 E /3 C /3 E/ 1 H /1 E /3 KS2 C /2 D /3 G /1 F /2 E /2 KS1 E /1 D /2 I /1 I /2 F /3 E /1 G /3 A /2 H /2 G /2 I /3 F /1 A /1 A /3 C /1 E /2 KS3 Keterangan: A 50 S 25 = A A 50 S 50 =B A 50 S 75 =C A 100 S 25 =D A 100 S 50 = E A 100 S 75 = F A 150 S 25 = G A 150 S 50 = H A 150 S 75 = I

64 47 Lampiran II. Perhitungan konsentrasi zat pengatur tumbuh 2, 4 D ppm = 50 mg 2, 4 D = 0,05 g 2,4 D 1000 ml aquades 1000 ml aquades ppm = 100 mg 2, 4 D = 0,1 g 2,4 D 1000 ml aquades 1000 ml aquades ppm = 0,15 mg 2, 4 D = 0,15 g 2,4 D 1000 ml aquades 1000 ml aquades

65 48 Lampiran III. Dokumentasi Kegiatan 1. Persiapan alat dan bahan 2. Pemilihan bunga betina salak 3. Penyungkupan bunga 4. Pembuatan larutan 2,4 D 5. Aplikasi 6. Penutupan setelah aplikasi (Dokumentasi pribadi, 2016)

66 49 Pengambilan buah per tandan 8. Perhitungan jumlah buah Penimbangan bobot buah10. Pengukuran volume buah 11. Penimbangan anak buah 12. perhitungan dan penimbangan biji (Dokumentasi pribadi, 2016)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Salak Pondoh (Salacca zalacca) basah pada tanah berpasir. Nama pondoh semula diberikan kepada salak hitam

TINJAUAN PUSTAKA. A. Salak Pondoh (Salacca zalacca) basah pada tanah berpasir. Nama pondoh semula diberikan kepada salak hitam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Salak Pondoh (Salacca zalacca) Salak pondoh (Gambar 1) merupakan salah satu tanaman yang dibudidayakan dibeberapa tempat di Jawa yang tumbuh subur di daerah tropika basah pada tanah

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah,

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah, 20 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Buah per Tandan Salah satu ciri perkembangan pada buah yang baik yaitu ditentukan bertambahnya volume dan biomassa selama proses tersebut berlangsung.

Lebih terperinci

KAJIAN SUBSTITUSI BUNGA JANTAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2, 4 D DAN WAKTU APLIKASINYA PADA SALAK PONDOH (Salacca edulis REINW)

KAJIAN SUBSTITUSI BUNGA JANTAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2, 4 D DAN WAKTU APLIKASINYA PADA SALAK PONDOH (Salacca edulis REINW) KAJIAN SUBSTITUSI BUNGA JANTAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2, 4 D DAN WAKTU APLIKASINYA PADA SALAK PONDOH (Salacca edulis REINW) Dena Anisa 20120210127 Dr. Ir. Gatot Supangkat, MP dan Ir. Agus Nugroho Setiawan,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. pengamatan mulai dari Bulan April hingga Bulan Juli Persiapan alat dan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. pengamatan mulai dari Bulan April hingga Bulan Juli Persiapan alat dan 15 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini, objek penelitian tanaman salak pondoh yang diamati berada di Dusun Pambregan, Kecamatan Turi Sleman, Yogyakarta pada waktu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pembentukan buah tanpa biji per tandan. 1. Persentase keberhasilan pembentukan buah tanpa biji

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pembentukan buah tanpa biji per tandan. 1. Persentase keberhasilan pembentukan buah tanpa biji IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pembentukan buah tanpa biji per tandan 1. Persentase keberhasilan pembentukan buah tanpa biji Berdasarkan hasil penelitian terhadap buah tanaman Salak Pondoh didapatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Januari 2016 di kebun salak Tapansari, Candibinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Salak Tanaman salak dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Salak Tanaman salak dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Salak Tanaman salak dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Klas : Monocotyledoneae Ordo : Principes Familia : Palmae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja,

I. PENDAHULUAN. Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja, I. PENDAHULUAN Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Desa Serang terletak pada ketinggian 800-1200 dpl dan memiliki curah hujan bulanan mencapai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta;

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta; 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan tanaman bawang merah dalam tata nama atau sistematika tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta; subdivisio : angiospermae; kelas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan pada bulan Mei sampai bulan Desember 2015 di kebun salak Tapansari, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Salak yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Salak dapat diklasifikasikan sebagai berikut: ordo : Spadiciflorae, Famili :

TINJAUAN PUSTAKA. Salak dapat diklasifikasikan sebagai berikut: ordo : Spadiciflorae, Famili : 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Salak dapat diklasifikasikan sebagai berikut: ordo : Spadiciflorae, Famili : Palmae, genus : Salacca, spesies : Salacca edulis. Menurut Mogea (1991) spesies salak Sumatera

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun salak pondoh Desa Bangunkerto,

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun salak pondoh Desa Bangunkerto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun salak pondoh Desa Bangunkerto, kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Provinsi DIY. Mulai bulan Agustus 2016 sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN : 2089-8592 PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK Arta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo) 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo) Tanaman jeruk besar (Citrus grandis (L.) Osbeck) termasuk ke dalam famili Rutaceae. Famili Rutaceae memiliki sekitar 1 300 spesies yang dikelompokkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Pisang Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Sudah lama buah pisang menjadi komoditas buah tropis yang sangat populer

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN VIABILITAS, VIGOR, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr. ) SKRIPSI

INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN VIABILITAS, VIGOR, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr. ) SKRIPSI INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN VIABILITAS, VIGOR, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr. ) SKRIPSI Oleh : Zakila Nur ainun 20100210008 Program Studi Agroteknologi FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah tropika yang menempati urutan ke dua terbesar setelah pisang. Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Jagung Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada malai dan bunga betina terletak pada tongkol di pertengahan batang secara terpisah tapi

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Dracaena Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan beruas-ruas. Daun dracaena berbentuk tunggal, tidak bertangkai,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Klasifikasi bawang merah menurut Pitojo ( 2003 ) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki peran dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Budidaya lada di Indonesia dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m di

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas pertanian perkebunan rakyat. Tanaman ini menjadi andalan bagi petani dan berperan penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b)

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b) 45 Pembahasan Penggunaan benih yang bermutu baik merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produksi tanaman bawang merah. Rendahnya produksi tanaman bawang merah khususnya di daerah sentra

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS CMA DALAM BENTUK PELET ORGANIK PADA BUDIDAYA JAGUNG (Zea mays saccharata) DI LAHAN KERING DESA GADING GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA

EFEKTIVITAS CMA DALAM BENTUK PELET ORGANIK PADA BUDIDAYA JAGUNG (Zea mays saccharata) DI LAHAN KERING DESA GADING GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA EFEKTIVITAS CMA DALAM BENTUK PELET ORGANIK PADA BUDIDAYA JAGUNG (Zea mays saccharata) DI LAHAN KERING DESA GADING GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lahan Kebun salak dalam penelitian ini terletak di Desa Tapansari, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Umur pohon salak yang digunakan sekitar 2 tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1987) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L) dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1987) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L) dalam TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Steenis (1987) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L) dalam taksonomi adalah: Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, sub Divisi Angiospermae, Class Monocotyledoneae,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ektrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Persentase Daya Berkecambah Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Pengamatan persentase

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang mempunyai jenis 180 jenis. Tanaman gladiol ditemukan di Afrika, Mediterania, dan paling banyak

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MALANG 2012

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MALANG 2012 MAKALAH PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SILANG HIBRIDISASI SALAK PONDOH DENGAN SALAK BALI OLEH: AstritiaRizky A. 115070200111154 Arisyidita Muslim Indallah 115040201111137 FebrinaDwi P. 115040201111140 AminatusSholikah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kerontokan Bunga dan Buah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kerontokan Bunga dan Buah 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kerontokan Bunga dan Buah Kerontokan bunga dan buah sejak terbentuknya bunga sampai perkembangan buah sangat mengurangi produksi buah belimbing. Absisi atau kerontokan bunga dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Penelitian, lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo: TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo: Caryophyllales, Famili: Cactaceae, Genus:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

Tipe perkecambahan epigeal

Tipe perkecambahan epigeal IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel tanaman sedangkan perkembangan tanaman merupakan suatu proses menuju kedewasaan. Parameter pertumbuhan meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang saat ini

I. PENDAHULUAN. Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang saat ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang saat ini banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah melon banyak digemari oleh masyarakat karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family Caricaceae dan merupakan tanaman herba (Barus dan Syukri, 2008). Sampai saat ini, Caricaceae itu diperkirakan

Lebih terperinci

PERAKITAN VARIETAS SALAK :

PERAKITAN VARIETAS SALAK : PERAKITAN VARIETAS SALAK : SARI INTAN 48 : SK Mentan No.3510/Kpts/SR.120/10/2009 SARI INTAN 541 : SK Mentan No.3511/Kpts/SR.120/10/2009 SARI INTAN 295 : SK Mentan No.2082/Kpts/SR.120/5/2010 KERJASAMA ANTARA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 3511/Kpts/SR.120/10/2009 TANGGAL : 12 Oktober 2009 DESKRIPSI SALAK VARIETAS SARI INTAN 541

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 3511/Kpts/SR.120/10/2009 TANGGAL : 12 Oktober 2009 DESKRIPSI SALAK VARIETAS SARI INTAN 541 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 3511/Kpts/SR.120/10/2009 TANGGAL : 12 Oktober 2009 DESKRIPSI SALAK VARIETAS SARI INTAN 541 Asal : Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Silsilah : Gondok x

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) Kopi tergolong pohon dan termasuk dalam famili Rubiaceae. Tumbuhan ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Vegetatif Parameter pertumbuhan tanaman terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman. 1. Tinggi tanaman (cm) Hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain

I. PENDAHULUAN. karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu merupakan tanaman pangan potensial masa depan karena mengandung karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain mengandung

Lebih terperinci

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh cabang lagi kecil-kecil, cabang kecil ini ditumbuhi bulu-bulu akar yang sangat halus. Akar tunggang

Lebih terperinci

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN JERUK KEPROK (CITRUS NOBILIS LOUR) VAR. PULAU TENGAH: Rensi Novianti dan Muswita

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN JERUK KEPROK (CITRUS NOBILIS LOUR) VAR. PULAU TENGAH: Rensi Novianti dan Muswita PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN JERUK KEPROK (CITRUS NOBILIS LOUR) VAR. PULAU TENGAH: Rensi Novianti dan Muswita Kata Kunci: zat pengatur tumbuh, jeruk keprok, pertumbuhan Zat pengatur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic Acid) terhadap pertumbuhan vegetatif bibit tebu (Saccharum officinarum L.) G2 varietas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 21 I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkecambahan Biji 1. Kecepatan Kecambah Viabilitas atau daya hidup biji biasanya dicerminkan oleh dua faktor yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Hal

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di kebun percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB, Tajur dengan elevasi 250-300 m dpl

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST. Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah

RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST. Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah Staf Pengajar fakultas pertanian Universitas Lancang kuning Jurusan Agroteknologi ABSTRAK Permintaan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan viabilitas diperlukan untuk menduga keberhasilan proses fertilisasi atau viabilitas suatu polen yang ditunjukkan oleh diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Padi. tunggang yaitu akar lembaga yang tumbuh terus menjadi akar pokok yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Padi. tunggang yaitu akar lembaga yang tumbuh terus menjadi akar pokok yang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Menurut Aak (1990) klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut Kingdom Divisio Sub Divisio Class Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai tetap dipandang penting oleh Pemerintah dan telah dimasukkan dalam program pangan nasional, karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi 38%, lemak

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 yang bertempat di Greenhouse Fakultas Pertanian dan Laboratorium Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci