KONSISTENSI JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MENUNTUT PERKARA PIDANA YANG BERITA ACARA PEMERIKSAANNYA BELUM LENGKAP
|
|
- Ratna Sasmita
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KONSISTENSI JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MENUNTUT PERKARA PIDANA YANG BERITA ACARA PEMERIKSAANNYA BELUM LENGKAP NURLAILA WAHAB FENCE M. WANTU LISNAWATY BADU JURUSAN ILMU HUKUM ABSTRAK Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum dalam penyelesaian perkara pidana yang berita acara pemeriksaannya belum lengkap dan Hambatan apa yang dialami jaksa penuntut umum dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap prapenuntutan.penelitian hukum ini merupakan penelitian yang bersifat penelitian hukum Normatif. Sumber data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini hanyalah data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan meliputi: studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara Analisis yang digunakan yaitu Analisis normatif terutama mempergunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber data.hasil penelitian yang diperoleh adalah Jaksa Penuntut Umum selalu mengupayakan penyelesaian perkara pidana yang berita acara pemeriksaannya belum lengkap dengan segera agar dapat dilengkapi oleh Penyidik guna suksesnya penuntutan di persidangan.langkah-langkah penyelesaian perkara pidana tersebut yakni dengan segera melakukan penelitian terhadap berkas perkara. Adapun Faktor penghambat yang terdapat dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap prapenuntutan antara lain datang aparat penegak hukum itu sendiri, terlihat dari kurangnya pemahaman aparat penegak hukum terhadap substansi Hukum Acara Pidana.Selain itu kurangnya penyidik Polri yang berpendi dikan sarjana hukum, sehingga penyidik mengalami kesulitan dalam menterjemahkan petunjuk-petunjuk dari jaksa penuntut umum yang berlatar belakang pendidikan hukum.hambatan dari budaya masyarakat turut mengambil andil dalam penghambat penyelesain perkara pidana, dimana masyarakat yang menjadi korban kejahatan (Victim), terkadang sering membuat laporan tindak pidana tidak didukung dengan bukti permulaan yang cukup. Kata Kunci: Konsistensi, Jaksa, Berita Acara
2 A. PENDAHULUAN Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakan supermasi hukum, perlindungan kepentingan umum, dan penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. 1 Adanya difrensiasi dan spesialisasi fungsional secara instansional yang menempatkan penuntut umum dalam fungsi penuntutan dan pelaksanaan putusan peradilan maka fungsi penuntut umum tidak berbelit-belit lagi. Sudah disederhanakan dalam suatu fungsi dan wewenang yang jelas, sehingga pengaturannya dalam KUHAP dapat diatur dalam suatu bab dan beberapa pasal. 2 Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan.sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan. Lembaga Kejaksaan dalam perkembangannya telah beberapa kali memiliki payung hukum. Pada masa orde lama dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1961, pada masa orde baru dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1991 dan yang sekarang berlaku (masa reformasi) dengan Undang-Undang nomor 16 tahun Kejaksaan memiliki peran yang sangat penting dalam proses penegakan hukum pidana, karena dapat tidaknya perkara pidana masuk ke pengadilan adalah tergantung sepenuhnya oleh Kejaksaan (Penuntut Umum). Peran yang amat besar inilah seharusnya dibarengi dengan idenpedensi dalam melaksanakan kewenangannya tersebut, karena tanpa indepedensi dari kajaksaan maka akan sangat sulit mengarapkan indepedensi kekuasaan peradilan pidana. Dalam praktek peradilan pidana, meskipun hakim bebas tetap terikat dengan apa yang didakwakan oleh penuntut umum. Hakim tidak boleh memutus apa yang tidak didakwakan oleh Penuntut Umum. Peningkatan kinerja kejaksaan dalam menyelesaikan kasus-kasus pidana perlu adanya sinergitas dan koordinasi yang baik dengan berbagai pihak, khususnya 1 Penjelasan UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I 2 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal
3 dengan pihak penegak hukum lain. Pelaksanaan koordinasi antara penyidik polri dan penuntut umum di Kejaksaan pada tahap pra penuntutan perlu meletakkan dasardasar yang mewajibkan adanya mekanisme yang koordinatif yang saling mengawasi mengacu yang diatur dalam KUHAP. Hubungan penyidik dengan penuntut umum seperti diatur didalam KUHAP antara lain, pemberitahuan dimulainya tindakan penyidikan oleh penyidik kepada penuntut umum (Pasal 109 ayat (1) KUHAP), pemberitahuan penghentian penyidikan (Pasal 109 ayat 92) KUHAP), dan perpanjangan penahanan. Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan meneliti dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan tersebut sudah lengkap atau belum, (Pasal 138 ayat (1) KUHAP) atau dikenal dengan sebutan tahap pra penuntutan. Pra penuntutan adalah kewenangan penuntut umum memeriksa dan meneliti berkas perkara yang diterima dari penyidik, dan dalam hal berkas perkara belum lengkap, mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. 3 Sesuai Pasal 8 ayat (3) huruf a KUHAP dan Pasal 110 ayat (1) KUHAP bahwa penyidikan telah selesai dilakukan maka tahap pertama penyerahkan berkas perkara. Kemudian penuntut umum meneliti berkas perkara dan menentukan sikap apakah hasil penyidkan sudah lengkap atau belum dalam waktu 7 hari dihitung sejak tanggal menerima berkas perkara dari penyidik (Pasal 138 ayat (1) KUHAP). Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut belum lengkap (p- 18), penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara pada penyidik dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal menerima berkas perkara disertai petunjuk guna melengkapi hasil penyidikan (p-19), penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan, dalam batas waktu 14 hari sejak penerimaan kembali berkas perkara dari penuntut umum, penyidik harus sudah mengirimkan kembali berkas perkara pada penuntut umum dengan disertai hasil penyidikan tambahan (Pasal 110 ayat (2), ayat (3) dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP). Pada tahap pra penuntutan inilah bolak-balik berkas perkara antara penyidik dengan penuntut umum sering terjadi. Membahas tentang kajian mengenai konsistensi jaksa penuntut umum dalam menuntut perkara pidana yang berita acara pemeriksaan belum lengkap maka penulis 3 Mahfud Manan, Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana, Pusat Diklat dan Pelatihan Kejaksaan Republik Indonesia, Jakarta, 2010, hal. 81 3
4 merumuskan masalah sebagai berikut : (1) Upaya apa yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum dalam penyelesaian perkara pidana yang berita acara pemeriksaannya belum lengkap? (2) Hambatan apa yang dialami jaksa penuntut umum dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap prapenuntutan? B. METODE PENENULUSAN Sifat Penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian hukum Normatif. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. 4 Pada penelitian hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas. Sumber data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini hanyalah data sekunder.analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, sehingga dapat diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai kaedah-kaedah yang berkaitan dengan materi permasalahannya. C. PEMBAHASAN 1. Upaya Yang Dilakukan Jaksa Penuntut Umum Dalam Penyelesaian Perkara Pidana Yang Berita Acara Pemeriksaannya Belum Lengkap Proses penyelesaian perkara pidana yang diajukan oleh kepolisian, jaksa selaku penuntut umum selalu berupaya menyelesaikan berkas perkara yang terkadang berlarut-larut dikarenakan berkas tersebut tidak lengkap-lengkap. Upaya tersebut antara lain : Pra-Penuntutan Pra penuntutan dilakukan sebelum suatu perkara diajukan ke pengadilan. Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan tindakan penuntutan di depan sidang pengadilan dan menentukan keberhasilan penuntutan, artinya tindakan prapenuntutan sangat penting guna mencari kebenaran materiil yang akan menjadi dasar dalam proses penuntutan namun, penyelesaian perkara pidana pada tahap Prapenuntutan sering kali terjadi adanya bolak-balik berkas antara penyidik ke jaksa penuntut umum, seperti halnya dalam perkara pemalusan tanda tangan yang dituduhkan 4 Amirudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hal
5 kepada tersangka fatmawati Ahmad alias FA, c. Tersangka dituduh menyuruh lakukan kepada laki-laki Arfan alias AA untuk memalsukan tanda tangan korban pada sertifikat tanah yang korban klaim bahwa sertifikat tanah tersebut adalah tanah milik orang tua korban. Hubungan antara Jaksa dan Kepolisian sebagai aparat penegak hukum dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap prapenuntutan secara formalitas terkait dengan berkas perkara saja sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 110 dan Pasal 138 KUHAP, akan tetapi secara materil kadang juga bisa melakukan pertemuan dalam konteks koordinasi demi kelancaran dan kesuksesan suatu perkara, terutama dalam pembuktian. Jadi hubungan itu harus tetap terpelihara dengan baik, apabila relasi sudah tidak baik hal ini tentu juga akan menghambat proses kelancaran penyelesaian perkara pidana khususnya pada tahap prapenuntutan. Penyidikan dinyatakan selesai maka berdasarkan Pasal 110 ayat (1) KUHAP, penyidik wajib untuk segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum.hal ini untuk memenuhi asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.berkas perkara diterima oleh Jaksa atau Penuntut Umum untuk dipelajari dan diteliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan tersebut.bila terdapat kekurangan baik secara formil maupun materil maka Jaksa atau Penuntut Umum segera memberitahukan kepada penyidik untuk dilengkapi. Pada kasus pemalsuan tanda tangan pada sertifikat tanah atas nama fatmawati Ahmad alias FA penyidik telah menyerahkan berkas perkara kepada jaksa penuntut umum selaku peneliti. Dari hasil penelitian jaksa peneliti ditemukan beberapa kekurangan yang harus dipenuhi oleh penyidik (p-18, p-19). Berkas perkara (BAP) tersangka FA telah berulangulang kali berkasnya dikembalikan oleh JPU selaku peneliti kepada penyidik, sampai dengan saat ini berkas perkara tersebut belum diterbitkan P-21 dikarenakan penyidik belum dapat memenuhi petunjuk jaksa. Apabila penyidik berhasil melengkapi berkas pemeriksaan Jaksa atau Penuntut Umum menyatakan berkas telah lengkap maka perkara tersebut 5
6 segera dilimpahkan ke pengadilan dan proses prapenuntutan telah selesai kemudian masuk ke proses Penuntutan.5 Keberadaan lembaga prapenuntutan bersifat mutlak karena tidak ada suatu perkara pidana pun sampai ke pengadilan tanpa melalui proses prapenuntutan sebab dalam hal penyidik telah melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik wajib memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum.6 Menurut penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf a UU Kejaksaan disebutkan defenisi mengenai prapenuntutan dimana bahwa, Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan. 7 Sesuai dalam pengertian lain, bahwa wewenang penuntut umum mengadakan prapenuntutan apabila ada kekuranagn pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), KUHAP dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik.8 Rangkaian prapenuntutan itu dapat dipahami dari ketentuan beberapa pasal di dalam KUHAP misalnya menurut ketentuan Pasal 110 ayat (1) KUHAP, Apabila penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum. Kemudian ditentukan pula kepada penyidik agar memberitahukan kepada penuntut umum dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan atas suatu peristiwa tindak pidana berdasarkan Pasal 109 ayat (9) KUHAP. 5 Abd.Hakim Nusantara,dkk, Penjelasan KUHAP dan Peraturan Pelaksanaan, Djambatan, Jakarta, 1986, Hlm Diakses terakhir tanggal 15 Maret Penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf a, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan). 8 Pasal 14 huruf b, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 6
7 Pada Pasal 137 KUHAP disebutkan bahwa penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan berkas perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili.menurut Pasal 14 KUHAP bahwa Jaksa selaku penuntut umum tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap perkara pidana umum. Penyidikan yang hasilnya kurang lengkap, jaksa diberi wewenang untuk mengadakan prapenuntutan dengan cara mengembalikan berkas perkara disertai permintaan kepada penyidik untuk melengkapi dengan melakukan tambahan penyidikan. 2. Hambatan apa yang dialami jaksa penuntut umum dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap prapenuntutan Jaksa penuntut Umum dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap Pra-penuntutan sering kali mendapatkan hambatan-hambatan yang antara lain sebagai berikut : Hambatan dari Undang-Undang Tingkat prapenuntutan, yaitu bahwa prapenuntutan terletak antara dimulainya penuntutan dalam arti sempit (perkara dikirim ke pengadilan) dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Prapenuntutan adalah, dalam melakukan penuntutan, jaksa dapat melakukan prapenuntutan.prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan. 9 Berdasarkan pada perumusan Pasal 30 ayat (1) huruf e Undangundang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, 9 Andi Hamzah,Hukum Acara Pidana Indonesia,Edisi Kedua,Sinar, 1991, Grafika,Hlm 120 7
8 pada kenyataannya masih terdapat banyak hambatan dalam melakukan pemeriksaan tambahan meskipun dalam penjelasan telah dijelaskan bahwa antara lain sebagai berikut : Tidak dilakukan terhadap tersangka 2. Hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya dan atau dapat meresahkan masyarakat dan atau dapat membahayakan keselamatan negara Harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 hari setelah dilakukan ketentuan Pasal 110 dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP 3. Prinsip koordinasi dan kerja sama dengan penyidik. Republik Indonesia sebagai Negara hukum.yang dimaksudkan bukanlah sekedar Negara hukum dalam artian formal. Menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah Negara hukum dalam artian lebih luas, yaitu negara hukum dalam arti materil yang berarti hukum ditinjau dari segi isinya, yang dalam pelaksanaannya haruslah mempertimbangkan dua kepentingan yaitu manfaat hukum (doelmatigheid) dan kepastian hukum (rechmatigheid). Sehubungan dengan itu, maka dapat dipastikan bahwa pada hakikat terhadap eksistensi Kejaksaan dalam proses penegakan hukum dalam melakukan penuntutan terhadap perkara-perkara pidana di Indonesia adalah untuk mencapai tujuan hukum, yakni kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan hukum bagi pencari keadilan. 11 Kejaksaan dimana disebutkan bahwa, di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. Penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf a Undang-Undang Kejaksaan terdapat istilah prapenuntutan, 10 Undang-Undang Kejaksaan No 16 Tahun 2004, Tentang Kejaksaan 11 Soerjono Soekanto., Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Rajawali, 1983), hlm 5. 8
9 selengkapnya berbunyi, dalam melakukan penuntutan, jaksa dapat melakukan prapenuntutan. Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan. 12 Hambatan dari Aparat Penegak Hukum. Integrated Criminal Justice System menurut Sukarton Marmosudjono, adalah system peradilan perkara pidana terpadu, yang unsur-unsurnya terdiri dari persamaan persepsi tentang keadilan dan penyelenggaraan peradilan perkara pidana secara keseluruhan dan kesatuan.pelaksanaan peradilan terdiri dari beberapa komponen seperti penyidikan, penuntutan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.integrated Criminal Justice System adalah suatu usaha untuk mengintegrasikan semua komponen tersebut sehingga peradilan dapat berjalan sesuai dengan yang dicita-citakan. Dalam prakteknya ditemukan bahwa kurangnya penyidik Polri yang berpendidikan sarjana hukum, sehingga penyidik mengalami kesulitan dalam menterjemahkan petunjuk-petunjuk dari jaksa penuntut umum yang berlatar belakang pendidikan hukum.sehingga berbagai macam hambatan dan kendala ditemukan oleh penyidik dan jaksa dalam berkoordinasi terhadap berbagai macam perkara di tahap prapenuntutan. Sistem peradilan pidana harus merupakan kesatuan terpadu dari usaha-usaha untukmenangulangi kejahatan yang sesungguhnya terjadi dalam masyarakat. Apabila kita hanyamemakai sebagian ukuran statistik kriminalitas, maka keberhasilan sistem peradilan pidana akandinilai berdasarkan jumlah kejahatan yang sampai alat penegak 12 Undang-Undang Kejaksaan No 16 Tahun 2004, Tentang Tugas dan Wewenang Kejaksaan. 9
10 hukum. Beberapa banyak yangdapat diselesakan kepolisian, kemudian diajukan oleh kejaksaan ke pengadilan dan dalampemeriksaan di pengadilan dinyatakan bersalah dan dihukum. Masih banyak yang tidak terlihat,tidak dilaporkan mungkin pula tidak diketahui, misalnya dalam hal kejahatan dimana korbanyatidak dapat ditentukan atau crimes without victims dan karena itu tidak dapat di selesaikan. Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara RI menyebutkan bahwa, Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 2 (1) menyenbutkan bahwa, Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-Undang ini disebut kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.13 Penegak hukum dapat dibedakan dalam pengertian luas dan pengertian yang sempit.arti luas, penegak hukum adalah setiap orang yang mentaati hukum.sedangkan dalam arti sempit, terbatas pada orang yang diberi wewenang memaksa oleh undang-undang untuk menegakkan hukum. Menurut Marjono Reksodiputro, istilah penegak hukum dalam arti sempit hanya berarti Polisi, tetapi dapat juga mencakup Jaksa. Sedangkan di Indonesia, pengertian tersebut biasanya diperluas lagi dan meliputi juga para Hakim, dan ada kecenderungan kuat memasukkan pula dalam pengertian penegak hukum ini adalah para Advokat. 14 Hambatan yang terjadi pada aparat penegak hukum dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap prapenuntutan terkait dengan 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, Tentang Kejaksaan. 14 HMA. Kuffal, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, UMM Press, 2007, hlm
11 sumber daya manusia yang rendah seperti dapat terlihat kurang mengertinya penyidik atas petunjuk yang diberikan jaksa yang Menyulitkan penyidik untuk memenuhinya.hal tersebut dikarenakan tingkat pendidikan penyidik yang boleh diblang masig dibawah jaksa.belum lagi bila Jaksa punya kepentingan terhadap berkas perkara sering memberikan petunjuk yang menyimpang dari substansi perkara sehingga menyebabkan para aparat penegak hukum sangat merasa kesulitan dalam hal penyelesaian dan pemecahan suatu perkara. 15 Hambatan Dari Budaya Masyarakat Faktor penghambat dari budaya hukum itu sendiri yang menghambat terwujudnya penyelesaian perkara yang cepat, sederhana, dan biaya ringan dari segi aspek legal kultur adalah budaya masyarakat. Misalnya masyarakat yang menjadi korban kejahatan (Victim), terkadang sering membuat laporan tindak pidana tidak didukung dengan bukti permulaan yang cukup. Laporan-laporan yang demikian akan menyulitkan penegak hukum seperti penyidik maupun Jaksa untuk menyelesaikannya, dan terkadang sering mendesak perkara untuk cepat diselesaikan padahal bukti tidak cukup. 16 Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam tahap prapenuntutan adalah dengan cara, Sejak dikeluarkannya P-16, Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan secara aktif membina koordinasi dan kerjasama positif dengan Penyidik melalui Forum Konsultasi Penyidik Penuntut Umum. Forum tersebut digunakan secara optimal untuk memberikan bimbingan/arahan kepada Penyidik, dengan maksud agar kegiatan penyidikan mampu menyajikan segala data dan fakta yang diperlukan bagi kepentingan penuntutan dan bolak-baliknya berkas perkara dapat dihindarkan. 15 Wawancara dengan Bapak Andi Nirwansyah, SH, Staf Seksi Penerangan Hukum Kejati Gorontalo pada tanggal 18 Juli Wawancara dengan Bapak Mulyadi Abdullah, SH., Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Gorontalo pada tanggal 18 Juli
12 D. KESIMPULAN Jaksa Penuntut Umum selalu mengupayakan penyelesaian perkara pidana yang berita acara pemeriksaannya belum lengkap dengan segera agar dapat dilengkapi oleh Penyidik guna suksesnya penuntutan di persidangan.langkah-langkah penyelesaian perkara pidana tersebut yakni dengan segera melakukan penelitian terhadap berkas perkara.selain itu, antara JPU dan Penyidik Melakukan pertemuan dalam konteks koordinasi demi kelancaran dan kesuksesan suatu perkara, terutama dalam pembuktian. Faktor penghambat yang terdapat dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap prapenuntutan antara lain datang dari aparat penegak hukum itu sendiri yang kurang professional, terlihat dari kurangnya pemahaman aparat penegak hukum terhadap substansi Hukum Acara Pidana. Selain itu sumber daya manusia penyidik Polri yang kurang berpendidikan sarjana hukum, sehingga penyidik mengalami kesulitan dalam menterjemahkan petunjuk-petunjuk dari jaksa penuntut umum yang berlatar belakang pendidikan hukum. Hambatan dari budaya masyarakat turut mengambil andil dalam penghambat penyelesain perkara pidana. SARAN Perlunya kebijaksanaan yang diambil oleh aparat penegak hukum dalam hal proses penyelesaian perkara pidana pada tahap prapenuntutan, agar masyarakat para pencari keadilan dapat diperlakukan dengan seadil-adilnya dan hukuman yang diterapkan dapat pula berjalan dengan sejujur-jujurnya yang sesuai dengan hati nurani para aparat penegak hukum. Perlu adanya 12
13 koordinasi yang kuat antara penyidik dan jaksa dalam hal menyelesaikan perkar pidana khususnya pada tahap prapenututan agar koorinasi tersebut dapat berjalan dengan baik dan memiliki hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat sebagai pencari keadilan. DAFTAR PUSTAKA Amirudin, 2010.Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta. Barda Nawawi Arief, 2007.Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta. Fence M. Wantu, 2011.Hukum Acara pidana, Dalam Teori dan praktek, Reviva Cendikia, Yogyakarta. M. Yahya Harahap, 2004.Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta. Mahfud Manan, 2010.Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana, Pusat Diklat dan Pelatihan Kejaksaan Republik Indonesia, Jakarta., Administrasi Perkara Tindak Pidana Umum, Pusat Diklat dan Pelatihan Kejaksaan Republik Indonesia, Jakarta. Moeljatno, 2002.Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. Peter Mahmud Marzuki, 2005.Penelitian Hukum, Kencana, Surabaya. R. Soenarto Soerodibroto, 2011.KUHP dan KUHAP edisi ke lima, Rajawali Pers, Jakarta. Sudikno Mertokusumo, 2007.Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta. Soerjono Soekanto, 2010.Pengantar Penelitian Hukum, UI Pers, Jakarta. PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana. 13
14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor : B-401/E/9/93 perihal Pelaksanaan Tugas prapenuntutan. 14
BAB IV PEMBAHASAN. diberikanwewenang oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai Penuntut. penetapan Hakim (Pasal 1 butir 6a junto Pasal 13 KUHAP).
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pembahasan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberikan uraian pengertian Jaksa dan Penuntut Umum, pada Pasal 1 butir 6 a dan b KUHAP serta Pasal 13 KUHAP, ditegaskan bahwa,
Lebih terperinciBAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,
BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hukum Acara Pidana Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering, menurut Simons hukum acara pidana mengatur tentang bagaimana negara melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang disebut dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan
Lebih terperinciPRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.
PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A. Supit 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
Lebih terperinciFungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *
Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum Cakra Nur Budi Hartanto * * Jaksa Kejaksaan Negeri Salatiga, mahasiswa Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSULA
Lebih terperinciTinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2
Lebih terperinciLex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015
PROSES PELAKSANAAN PRAPENUNTUTAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT KUHAP 1 Oleh: Rajiv Budianto Achmad 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
Lebih terperinciLex Crimen Vol. V/No. 6/Ags/2016
JAKSA SEBAGAI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PRAPENUNTUTAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh : Andriano Engkol 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia adalah mendukung atau penyandang kepentingan, kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Manusia dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Norma ini bermakna bahwa di dalam Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia terdapat ketentuan yang menegaskan bahwa Setiap orang berhak
Lebih terperinciKEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2
KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun
Lebih terperinciRINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN
RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN Diajukan oleh: JEMIS A.G BANGUN NPM : 100510287 Program Studi Program Kekhususan
Lebih terperinciLex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017
WEWENANG PRA PENUNTUTAN PENUNTUT UMUM DALAM PASAL 14 HURUF B KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KAJIAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 130/PUU-XIII/2015) 1 Oleh: Kalvin Kawengian 2 ABSTRAK Tujuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:
TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D 101 10 308 Pembimbing: 1. Dr. Abdul Wahid, SH., MH 2. Kamal., SH.,MH ABSTRAK Karya ilmiah ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinci2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan
No.655, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Koordinasi. Aparat Penegak Hukum. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG MENTERI HUKUM DAN HAM JAKSA
Lebih terperinciBAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011
BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011 A. Prosedur tugas dan kewenangan Jaksa Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintahan
Lebih terperincidikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.
12 A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang 1. Hukum pidana sebagai peraturan-peraturan yang bersifat abstrak merupakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.
Lebih terperinci- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM
- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bilamana tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan dengan perkembangan
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan dengan perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan suatu perkara pidana dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan mempertimbangkan dan menilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu realita, bahwa proses sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, tidak dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam masyarakat. Proses
Lebih terperinciBAB IV HAMBATAN-HAMBATAN BAGI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN DILIHAT DARI PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA
70 BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN BAGI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN DILIHAT DARI PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA Memahami masalah terjadinya suatu kejahatan, terlebih dahulu harus memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya Indonesia merupakan Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan dan Undang-undang Dasar 1945 menghendaki adanya persamaan hak,tanpa membeda-bedakan Ras,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penahanan Tersangka Penahanan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu masyarakat tertentu atau dalam Negara tertentu saja, tetapi merupakan permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasar atas
Lebih terperinciKEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI
KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI Sigit Budi Santosa 1 Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang Jl. Danau Sentani 99 Kota Malang Abstraksi: Korupsi sampai saat ini merupakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang membedakan
Lebih terperinciPENGEMBALIAN BERKAS PERKARA TINDAK PIDANA DARI KEJAKSAAN KEPADA KEPOLISIAN 1 Oleh : Ridwan Afandi 2
PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA TINDAK PIDANA DARI KEJAKSAAN KEPADA KEPOLISIAN 1 Oleh : Ridwan Afandi 2 A B S T R A K Hasil penelitian menunjukan bagaimana proses penyelesaian pengembalian berkas perkara pidana
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Umum Tindak pidana korupsi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana terhadap kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum memiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum memiliki peranan yang sangat vital, terutama dalam hal penuntutan perkara pidana. Selain berperan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia perlu melaksanakan pembangunan di segala bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum, yaitu bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban terhadap negara dan kegiatan penyelenggaraan negara harus berlandaskan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan
Lebih terperinciBAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak
BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana
Lebih terperinciFungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak
Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia Oleh : Iman Hidayat, SH.MH Abstrak Fungsi penegakan hukum dalam rangka menjamin keamanan, ketertiban dan HAM. Dalam rangka
Lebih terperinciVol 10 No. 2 Oktober 2014 ISSN
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYIDIKAN DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA Setiyo 1, Heni Hendrawati 2, Agna Susila 3 * 123 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang agnasusila@ummgl.ac.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam
Lebih terperinciPresiden, DPR, dan BPK.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG KPK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari uraian hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan oleh penulis,
60 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan oleh penulis, maka dapat diambil suatu kesimpulan berdasarkan permasalahan yang ada sebagai berikut: 1. Pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelaksanaannya dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan dalam bidang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan suatu sistem yang dapat berperan dengan baik dan tidak pasif dimana hukum mampu dipakai di tengah masyarakat, jika instrumen pelaksanaannya dilengkapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan tugas sehari-hari dikehidupan masyarakat, aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) tidak terlepas dari kemungkinan melakukan perbuatan
Lebih terperinci1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara
1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana 2. PRAPERADILAN ADALAH (Ps 1 (10)) wewenang pengadilan
Lebih terperinciPenerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)
Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh aktivitas kehidupan hukum yang dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum dan evaluasi hukum.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Urgensi Praperadilan Praperadilan yang dimaksudkan di sini dalam pengertian teknis hukum berbeda dengan pemahaman umum yang seakan-akan itu berarti belum peradilan (pra:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas
Lebih terperinciKekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana
1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciMakalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN
Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik berwenang melakukan penahanan kepada seorang tersangka. Kewenangan tersebut diberikan agar penyidik dapat melakukan pemeriksaan secara efektif dan efisien
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas sesuatu atau objek, di mana sesuatu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, namun
Lebih terperinciJurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016
PERTIMBANGAN YURIDIS PENYIDIK DALAM MENGHENTIKAN PENYIDIKAN PERKARA PELANGGARAN KECELAKAAN LALU LINTAS DI WILAYAH HUKUM POLRESTA JAMBI Islah 1 Abstract A high accident rate makes investigators do not process
Lebih terperinciKESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama pemeriksaan suatu perkara pidana dalam proses peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Sumber Daya Alam. Satuan Tugas. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan.
No.1568, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Sumber Daya Alam. Satuan Tugas. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 029/A/JA/10/2014 TENTANG
Lebih terperinciPENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang
ABSTRAK Ririn Yunus, Nim : 271409027. Hukum Pidana, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo. Penerapan Pasal 56 KUHAP Tentang Hak Terdakwa Untuk Mendapatkan Bantuan Hukum Dalam Proses Peradilan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
Lebih terperinciMANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu
MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penegak hukum yang memiliki hubungan fungsional sangat erat. Institusi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Polisi dan Jaksa dalam sistem peradilan pidana merupakan dua institusi penegak hukum yang memiliki hubungan fungsional sangat erat. Institusi tersebut seharusnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan asas Ubi Societa, Ibi Ius yang artinya dimana ada. tingkah laku atau perbuatan dalam kehidupan masyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Hukum merupakan suatu kumpulan kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana telah di diungkapkan oleh Marcus Tullius Cicero sebagai ahli
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelidikan dan Penyidikan Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
Lebih terperinciBAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti
BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA 1. Wewenang Jaksa menurut KUHAP Terlepas dari apakah kedudukan dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia diatur secara eksplisit atau implisit
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang diharapkan mampu memberikan kedamaian pada masyarakat saat kekuasaan negara seperti eksekutif dan kekuasaan legislatif hanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hukum pidana yang tergolong sebagai hukum publik berfungsi untuk melindungi kepentingan orang banyak dan menjaga ketertiban umum dari tindakan tindakan warga
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PERALIHAN TANGGUNG JAWAB PENYIDIK ATAS BENDA SITAAN 1 Oleh : Noldi Panauhe 2
AKIBAT HUKUM PERALIHAN TANGGUNG JAWAB PENYIDIK ATAS BENDA SITAAN 1 Oleh : Noldi Panauhe 2 ABSTRAK Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif, di mana penelitian yang dilakukan
Lebih terperinciRANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan kekuasaan belaka. Hal ini berarti bahwa Republik Indonesia ialah negara hukum yang demokratis berdasarkan
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017
KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi
Lebih terperinci