2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET
|
|
- Siska Makmur
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET KRITERIA DAN TANGGUNG-JAWAB PENGKAJIAN 201. Untuk suatu reaktor riset yang akan dibangun (atau mengalami suatu modifikasi yang signifikan), jaminan yang cukup atas keselamatan fasilitas harus diberikan ke populasi di sekitar lokasi di mana fasilitas beroperasi. Jaminan ini datang dari pemerintah, yang memastikan bahwa suatu undangundang yang tepat dan dasar pengaturan untuk mengevaluasi implikasi keselamatan dari proyek telah tersedia. Dasar pengaturan ini harus mencakup penetapan suatu badan pengatur yang mandiri. Dokumen IAEA berjudul The Code on Safety of Nuclear Research Reactors: Design (Safety Series No. 35-S1), dan The Code on the Safety of Nuclear Research Reactors: Operation (Safety Series No. 35-S2) menetapkan persyaratan umum suatu kerangka dari sistem yang diperlukan untuk memastikan keselamatan yang dimaksud, termasuk proses perijinan Badan pengatur harus secara efektif tidak terikat pada organisasi pengoperasi. Untuk dapat efektif, badan pengatur harus dilengkapi dengan kedudukan, otoritas yang sah berdasarkan undang-undang dan sumber daya yang diperlukan untuk memastikan bahwa badan pengatur dapat memenuhi tanggung jawab dan fungsinya. Kedudukan kuat tersebut pada umumnya meliputi kemampuan untuk mengatur proyek reaktor riset melalui pemberian lisensi dan pemeriksaan terhadap kinerja dan kebersesuaian Tujuan dari badan pengatur adalah untuk memastikan bahwa masyarakat, lingkungan dan staf pengoperasi dilindungi dari akibat yang tidak baik yang mungkin timbul dari suatu proyek reaktor riset tersebut. Untuk memenuhi ini, badan pengatur harus menetapkan kebijakan keselamatan, prinsip, panduan, kriteria dan peraturan sebagai dasar tindakan pengaturan yang dilaksanakan. Badan pengatur juga harus melakukan tinjauan ulang dan pengkajian terhadap informasi keselamatan yang disampaikan oleh pemohon lisensi, serta mengurus peraturan yang relevan (misalnya dengan mengeluarkan, mengamandir atau menarik kembali lisensi atau kondisi pemberian lisensi), termasuk menyelesaikan pemenuhan inspeksi dan audit, mengambil tindakan penegakan dan menyediakan informasi bagi badan lain atau bagi publik, jika diperlukan Sekalipun ada tanggung jawab pada badan pengatur seperti di atas, tanggung jawab untuk keselamatan fasilitas dan untuk menunjukkan tingkat keselamatan yang memadai harus tetap terletak di tangan organisasi pengoperasi, bukan badan pengatur. Panduan lebih lanjut tentang pengembangan badan pengatur untuk instalasi daya nuklir telah disiapkan dalam bentuk Safety Series No. 50-C-G (Rev. 1), Code on the Safety of 1 Panduan lebih lanjut tentang pengembangan badan pengatur untuk instalasi daya nuklir telah diberikan dalam Safety Series No. 50-C-G (Rev.1), Code on the Safety of Nuclear Power Plants: Governmental Organization. Panduan tersebut dapat diadaptasi untuk reaktor riset. 5
2 Nuclear Power Plants: Governmental Organization. Panduan ini harus diadaptasi untuk aplikasi ke reaktor riset Salah satu cara organisasi pengoperasi menunjukkan bahwa fasilitas telah memenuhi tingkat keselamatan yang cukup adalah melalui informasi di dalam LAK. Informasi tersebut juga menjadi dasar yang utama untuk keputusan pengaturan atas perijinan fasilitas nuklir dan persyaratan pemeriksaan fasilitas Proses perijinan mungkin bervariasi diantara negara anggota, tetapi dalam semua kasus, proses tersebut mengikuti langkah-langkah yang dibahas di bagian ini. Pengendalian atas keselamatan nuklir dilaksanakan terutama melalui pengeluaran lisensi yang memberi hak, di dalam tahapan-tahapan, pengembangan proyek reaktor riset pada pemegang lisensi. Oleh karena itu, tugas utama dari badan pengatur adalah untuk menentukan ya atau tidaknya persetujuan aplikasi untuk suatu lisensi atas dasar penilaian dan tinjauan ulang terhadap proposal yang diajukan oleh organisasi pengoperasi Isi dari proposal dapat bervariasi antar negara anggota, tergantung pada sistem perundang-undangan dan sistem pengaturan masing-masing negara. Bagaimanapun, persyaratan dan prinsip umum perlu mengikuti panduan yang disusun oleh IAEA di dokumen Safety Guide ini 2, Mengingat fakta bahwa kedalaman tentang segala informasi yang disiapkan dalam bentuk pendukung dari suatu aplikasi lisensi harus setaraf dengan risiko potensial fasilitas dalam pembahasan dan langkah tertentu dalam proses perijinan Langkah-Langkah yang utama dari proses perijinan tersebut harus meliputi peraturan tentang: - Tapak; - Desain dan konstruksi; - Komisioning; - Operasi, termasuk pemanfaatan dan modifikasi 3 ; - Dekomisioning Perijinan adalah suatu proses yang berkelanjutan, mulai dari langkahlangkah perencanaan lokasi dan studi kelayakan dan berkelanjutan sampai mencakup dekomisioning fasilitas reaktor tersebut. Sementara langkahlangkah perijinan dan prosedur berbeda antar negara anggota, tindakan perijinan formal yang pertama adalah persetujuan terhadap konsep keselamatan dan desain dan pemberian lisensi konstruksi. Dalam beberapa hal, hanya satu lisensi (lisensi tunggal) dikeluarkan untuk satu proyek, tetapi beberapa kondisi melekat pada pemberian lisensi tersebut untuk mengendalikan tahap-tahap kegiatan yang berurutan. Walaupun adanya perbedaan di berbagai negara, pengemukaan keselamatan nuklir secara 2 Untuk panduan lebih lanjut topik ini dapat dilihat pada Safety Standard No. 50-C-G (Rev. 1) dan Safety Guides 50-SG- G2, 50-SG-G3 dan 50-SG-G8. 3 Meskipun pemanfaatan dan modifikasi reaktor riset adalah proses yang mencakup kegiatan yang umumnya termasuk dalam operasi (Safety Series No. 35-S2, par dan ), keduanya dapat dipertimbangkan sebagai tahap terpisah dalam suatu proses perijinan karena implikasi keselamatannya mengharuskan kegiatan tinjauan ulang dan pengkajian yang berulang semasa hidup reaktor (lihat par Safety Guides ini) 6
3 rinci, termasuk analisis keselamatan yang memadai, harus disampaikan oleh organisasi pengoperasi, dan harus ditinjau ulang dan dikaji oleh badan pengatur sebelum badan pengatur memberikan otorisasi kelanjutan proyek pada langkah berikutnya. Organisasi Pengoperasi 210. Organisasi pengoperasi mempunyai keseluruhan tanggung jawab untuk memastikan keselamatan pada semua tahap kegiatan proyek (yang tertera pada par. 208) sepanjang hidup fasilitas tersebut. Pemenuhan persyaratan yang dikenakan oleh badan pengatur haruslah tidak membebaskan organisasi pengoperasi dari keharusan fundamental untuk memastikan perlindungan personil di fasilitas, masyarakat dan lingkungan. Organisasi pengoperasi harus mempertunjukkan kepada badan pengatur bahwa tanggung jawab ini akan dilaksanakan Organisasi pengoperasi harus menyerahkan informasi yang diminta kepada badan pengatur dalam waktu yang tepat. Hal itu adalah tanggung jawab dari organisasi pengoperasi untuk mengatur dengan penjual (vendors) untuk memastikan ketersediaan informasi tersebut. Hal itu juga menjadi tanggung jawab dari organisasi pengoperasi untuk menyediakan informasi baru dan perubahan informasi yang disampaikan sebelumnya kepada badan pengatur Format dan isi dari dokumen yang disampaikan oleh organisasi pengoperasi untuk mendukung suatu aplikasi lisensi harus didasarkan pada informasi yang diperkenalkan di Safety Guide ini. Bagaimanapun, badan pengatur dapat meminta informasi tambahan, tergantung pada praktek pengaturan di negara anggota itu Tinjauan ulang dan pengkajian informasi oleh badan pengatur adalah suatu proses yang berlanjut. Bagian-bagian dalam LAK atau dokumen lain harus disampaikan pada badan pengatur pada tahap awal, sesuai dengan agenda program yang disepakati (lihat par. 222). Pendekatan ini akan mengijinkan suatu prosedur persetujuan dan penilaian yang sistematis dan akan mencegah keterlambatan yang tak perlu di proses perijinan. Badan Pengatur 214. Badan pengatur harus bertanggung jawab terutama untuk menentukan bahwa reaktor riset yang diusulkan dapat diletakkan, dibangun, dikommisioning, dioperasikan, digunakan, didekomisioning dan dimodifikasi tanpa menimbulkan risiko radiologis bagi personil lokasi, masyarakat dan lingkungan. Dalam hubungan dengan ini, badan pengatur harus: (a). Memperoleh pemahaman dari desain reaktor, konsep keselamatan yang menjadi dalak desain, program jaminan kualitas dan prinsip operasi yang diusulkan oleh organisasi pengoperasi. 7
4 (b). Melaksanakan tinjauan ulang dan pengkajian penyampaian dokumen teknis oleh organisasi pengoperasi. Tinjauan ulang dan pengkajian ini bermula dari suatu survei menyeluruh dari reaktor hingga ke tinjauan ulang dan pengkajian yang mendalam terhadap masing-masing rancangan sistem, struktur dan komponen dan perilakunya selama operasi normal, kondisi kecelakaan yang diperkirakan dan kondisi kecelakaan. (c). Mensyaratjan, jika perlu, modifikasi atas materi yang disebutkan di (a) dan (b) Landasan utama untuk tinjauan ulang dan pengkajian aspek keselamatan nuklir dari reaktor yang diusulkan adalah informasi yang dimasukkan di LAK yang disampaikan oleh organisasi pengoperasi. Badan pengatur harus membuat suatu penentuan mengenai hal-hal berikut: - Apakah organisasi pengoperasi telah menyajikan informasi cukup dan diperlukan untuk tujuan dan lingkup dari tinjauan ulang dan pengkajian (par. 401); - Apakah informasi tersebut sesuai dengan atau memenuhi persyaratan dari semua aspek pengaturan dan aturan yang diterapkan; - Apakah informasi tersebut akurat; ini mungkin dilaksanakan dengan cek yang mandiri terhadap desain, mencakup kalkulasi, dan dengan pemeriksaan terhadap program dan fasilitas yang ada (yaitu jaminan kualitas); - Apakah solusi teknis, khususnya solusi yang merupakan terobosan baru, adalah layak dan mampu mencapai salakan desain keselamatan nuklir Bekerjasama dengan organisasi pengoperasi, badan pengatur harus menetapkan pada tahap awal suatu jadwal untuk penyampaian dokumen sebagai pendukung dari aplikasi lisensi (par. 222). Badan pengatur harus menyiapkan suatu program acara tinjauan ulang dan pengkajian yang sesuai dengan langkah-langkah proses perijinan (par ). Badan pengatur harus mengikuti sedekat mungkin pengembangan fasilitas reaktor, dari tahap pemilihan lokasi hingga desain, konstruksi, komisioning, operasi dan, jika diperlukan, modifikasi dari fasilitas itu. Kriteria Penerimaan 217. Masing-masing negara anggota IAEA perlu mengembangkan cara pendekatan kriteria penerimaan mereka sendiri. Hal ini pada umumnya tergantung pada peraturan dan perundang-undangan di masing-masing negara tersebut. Dalam beberapa hal, ini dapat meliputi kriteria ataupun salakan keselamatan yang diberikan secara kuantitatif, sedangkan dalam kasus yang lain mungkin saja terbatas pada tujuan keberhasilan pemenuhan persyaratan yang ditetapkan dengan dasar hukum atau yang disetujui 8
5 diantara organisasi pengoperasi dan badan pengatur. Di dalam kasus yang manapun, kriteria penerimaan harus menunjukkan aplikasi prinsip untuk operasi dan desain yang aman sesuai dengan yang dimuat di IAEA Saefty Standards. Prinsip-prinsip tersebut meliputi tujuan proteksi radiasi sebagai dinyatakan di par. 202 dan 203 dari Safety Series No. 35-S1 dan 35-S2, yang mengacu pada IAEA Basic Standards for Radiation Protection and Recommendation of International Commission for Radiation Protection Jika organisasi pengoperasi dan badan pengatur mengembangkan kriteria penerimaan untuk mencerminkan filosofi masing-masing, kumpulan kriteria penerimaan yang disetujui oleh kedua organisasi tersebut harus memuaskan badan pengatur Kriteria penerimaan harus dinyatakan baik untuk kondisi operasi normal maupun kondisi kecelakaan yang dipertimbangkan dalam desain fasilitas. Kriteria penerimaan seperti itu akan bervariasi antar negara anggota; pertimbangan yang dapat dicakup dalam kriteria tersebut adalah: (a) Kriteria radiologi, seperti: - Tingkat ALARA; - Dosis limit (atau target) untuk staf di fasilitas, termasuk para eksperimentalis, para pekerja di lokasi reaktor dan masyarakat umum; - Batas pnglepaskan ke lingkungan; dan - Kriteria risiko (di mana bisa diterapkan). (b) Kriteria kinerja, mencakup: - Batas kerusakan kelongsong bahan bakar; - Batas kerusakan perpipaan sistem pendingin primer; - Batas kerusakan sistem pengungkung; - Penjagaan pendinginan teras; dan - Frekwensi limit untuk kejadian operasi diperkirakan dan untuk kondisi-kondisi kecelakaan tertentu, termasuk frekuensi limit kerusakan kelongsong bahan bakar signifikan. PERSYARATAN INFORMASI DALAM TAHAPAN PROSES PERIJINAN 220. Organisasi pengoperasi harus menyediakan bagi badan pengatur adalah semua informasi yang relevan tentang dasar pendekatam keselamatan fasilitas itu. Cara bagaimana informasi ini diminta, disiapkan dan disampaikan untuk dikajin berbeda antar negara anggota. Bagaimanapun, pada umumnya informasi dimasukkan di LAK; hal itu diuraikan secara komprehensif di Catatan Tambahan dari Safety Guides ini. Bimbingan 4 Lihat dokumen Basic Safety Standards for Radiation Protection, 1982 edition, IAEA Safety Series No. 9 dan the 1990 Recommendations of the International Commission on Radiological Protection, Publication 60, Pergamom Press (1991), untuk proteksi radiasi. Lihat pula Basic Safety Principles for Nuclear Power Plants, IAEA Safety Series No. 75-INSAG-3, untuk tujuan keselamatan teknis.(lihat daftar Publikasi di akhir dokumen ini) 9
6 untuk persiapan dan penampilan LAK dispesifikkan di dalam Bab 3 dan bimbingan untuk penilaian dan tinjauan ulang nya disampaikan dalam Bab 4. Paragraf yang berikut menyediakan suatu ringkasan informasi yang secara normal diperlukan untuk masing-masing langkah-langkah dari proses perijinan. Permintaan berurutan tentang informasi tersebut dapat mendorong ke arah rentetan pembaharuan, dengan masing-masing versi laporan yang sesuai dengan langkah tertentu di proses perijinan, seperti digambarkan di par Pembuatan dokumen LAK perlu dimulai sedini mungkin di awal proyek untuk mengijinkan perancang memperoleh manfaat yang maksimum dari analisis keselamatan, begitu juga untuk mengijinkan badan pengatur untuk mengenal lebih baik desain dan keselamatan dari reaktor itu. Jumlah informasi yang disajikan di LAK, pada masing-masing tahap, harus cukup untuk mengijinkan baik organisasi pengoperasi dan badan pengatur untuk membuat suatu keputusan atas kemamputerimaan reaktor pada tahap tersebut. Jadwal penyampaian informasi 222. Jadwal yang menandai adanya jangka waktu tertentu untuk penyusunan masing-masing bab dalam LAK harus disiapkan. Karena persetujuan dari satu tahap pada umumnya dipersyaratkan sebelum tahap yang berikutnya dimulai, maka sangat penting bahwa LAK harus telah tersedia untuk tinjauan ulang dan pengkajian pada jadwal waktu yang telah disetujui oleh badan pengatur. Beberapa perkiraan tentang ukuran dan lingkup dari analisis harus disampaikan ke asesor. Di dalam jangka waktu tersebut, harus dialokasikan periode yang layak untuk masing-masing tahap pengkajian sedemikian sehingga masing-masing tahap dapat diselesaikan sebelum dimulainya tahap yang berikutnya (lihat par. 402 dan 403). Tapak 223. Walaupun persetujuan tapak bukanlah suatu langkah perijinan yang formal dalam beberapa negara anggota, organisasi pengoperasi harus diminta, pada tahap ini atau paling tidak sebelum menerima persetujuan untuk meneruskan konstruksi, menyediakan informasi yang cukup untuk menunjukkan kepada badan pengatur bahwa tapak yang diusulkan adalah tepat untuk jenis dan desain reactor riset yang diusulkan. Berbagai kesulitan mendalak yang mungkin timbul dan harus dipecahkan sepanjang urutan tahap proses perijinan harus diidentifikasi. Informasi tentang tapak sendiri dan informasi awal tentang reaktor serta interaksinya dengan tapak harus disajikan. Sebagai tambahan, suatu pernyataan awal dari potensi dampak radiology terhadap personil di lokasi, populasi di lingkungan sekitar dan dengan lingkungan harus diberikan. 10
7 Desain dan konstruksi 224. Untuk memperoleh lisensi konstruksi atau suatu persetujuan untuk memulai konstruksi, organisasi pengoperasi harus menyerahkan informasi yang menunjukkan bahwa desain akan menghasilkan fasilitas yang aman dan konstruksi akan mencapai tujuan desain tersebut. Informasi harus berisi suatu uraian tentang rancangan reaktor dan system proses dan keselamatan yang berhubungan, harus menyajikan hasil analisis keselamatan yang mempertunjukkan ketercukupan dari desain struktur, system dan komponen yang terkait dengan keselamatan. Informasi ini harus disampaikan dalam wujud suatu LAK, yang mungkin adalah laporan awal dan dapat diperbaharui selam proyek berjalan Aspek desain yang harus disampaikan pada badan pengatur sebelum desain diselesaikan harus diidentifikasi supaya aktivitas dapat berjalan mulus sementara reaktor sedang dalam pembangunan. Informasi harus diperbaharui dan disampaikan pada badan pengatur ketika desain rinci dan konstruksi dari reaktor berjalan. Dalam beberapa hal, versi dokumen terrevisi akan cukup; dalam kasus yang lain, lampiran teknis mungkin lebih sesuai LAK adalah dokumen yang utama yang disajikan pada tahap ini untuk tinjauan ulang dan pengkajian oleh badan pengatur, yang akan memberi otorisasi kelanjutan tahap konstruksi dan desain rinci Interaksi antara organisasi pengoperasi dan badan pengatur harus intensif pada langkah ini. Badan pengatur melaksanakan inspeksi aktivitas desain dan konstruksi untuk mengkonfirmasikan bahwa tujuan yang dinyatakan di LAK telah dipenuhi dan sistem manajemen, seperti program QA, dilaksanakan secara efektif. Komisioning 227. Ketika aktivitas konstruksi mencapai tingkat lanjut tertentu, informasi yang dimasukkan di LAK harus diperbaharui agar organisasi pengoperasi memperoleh otorisasi untuk komisioning. Informasi yang disebut di par harus diperbaharui dan disampaikan pada badan pengatur. Informasi tersebut akan menjadi landasan untuk persetujuan dimulainya komisioning LAK yang diperbaharui dan diperbaiki kembali harus mencakup program komisioning dan mempertunjukkan ketercukupannya (lihat Safety Series No. 35-S2, par ). Desain akhir reactor yang sesuai dengan yang akan dibangun ('as-built'), analisis kecelakaan yang dipostulasikan dan kemampuan dari sistem keselamatan untuk membatasi konsekuensi kecelakaan yang dipostulasikan harus juga didokumentasikan secara penuh di dalam dokumen LAK versi yang disebut di atas. 11
8 Operasi 229. Dalam aplikasi untuk lisensi operasi, organisasi pengoperasi harus menyerahkan semua informasi yang disebut di bagian yang terdahulu. Sebagai tambahan, badan pengoperasi juga harus menyerahkan informasi yang berhubungan secara khusus dengan operasi reaktor, seperti diminta dalam Safety Series No. 35-S Versi akhir LAK harus disiapkan pada tahap ini. Hasil dari program komisioning harus dimasukkan dan dikaji untuk menunjukkan bahwa sasaran desain telah dicapai Dari waktu ke waktu, tinjauan ulang terhadap tindakan keselamatan dalam pengoperasian fasilitas harus dikerjakan. Untuk tinjauan ulang ini, suatu perbandingan dari LAK yang ada dengan pengalaman operasi harus dibuat, termasuk kecelakaan, informasi radiologi, modifikasi, eksperimen dan aspek lain dari operasi tersebut. Jika diperlukan, sebagai hasil tinjauan ulang tersebut, organisasi pengoperasi harus menyerah pada badan pengatur suatu permintaan untuk perubahan lisensi itu. Permintaan ini dapat mencakup revisi LAK. Pemanfaatan dan modifikasi 232. Organisasi pengoperasi harus menyerah pada badan pengatur informasi tentang eksperimen dan modifikasi yang mungkin memberi dampak pada keselamatan reactor untuk tinjauan ulang dan pengkajian. Persyaratan penyampaian yang spesifik akan bergantung pada signifikansi keselamatan dari eksperimen dan modifikasi tersebut. Persyaratan ini diuraikan di dalam Safety Series No. 35-S2. Panduan khusus pengembangan prosedur yang sesuai untuk kendali dari eksperimen dan modifikasi disiapkan dalam bentuk Safety Series No. 35-G Eksperimen dan modifikasi yang mempunyai arti penting pada keselamatan harus diperlakukan setara dengan prosedur yang diterapkan pada reaktornya sendiri, baik untuk desain, konstruksi, komisioning dan analisis keselamatan. Oleh karena itu, organisasi pengoperasi harus menyiapkan suatu laporan analisis keselamatan yang khusus (untuk suatu maksud) atau harus meninjau kembali bab yang sesuai dari LAK yang ada dan menyerahkannya kepada badan pengatur untuk tinjauan ulang dan penilaian Analisis keselamatan dari suatu eksperimen atau modifikasi dengan pengaruh pada aspek keselamatan yang signifikan perlu untuk dilakukan dalam tahapan-tahapan yang dapat terdiri dari: (1) desain dan pengadaan; (2) pembongkaran; (3) instalasi dari modifikasi; (4) pemasangan kembali; (5) pengujian; 12
9 (6) komisioning; dan (7) validasi desain. Aspek keselamatan dari tiap tahap proyek harus diteliti. Informasi yang disampaikan pada badan pengatur dapat diatur menurut tahap dari proyek itu Badan pengatur harus meninjau ulang dan mengkaji informasi yang disampaikan terhadap criteria penerimaan yang relevan, yang disetujui oleh organisasi pengoperasi dan badan pengatur selama tahap desain. Perlu dicatat bahwa LAK menyediakan batasan-batasan dari kondisi-kondisi dan batas operasional yang telah ditunjukkan aman, dan eksperimen dan modifikasi apapun akan jatuh pada batasan-batasan ini. Komisioning dari eksperimen atau fasilitas yang dimodifikasi harus berlangsung dan menunjukkan pemenuhan sasaran yang dimuat di LAK. Sebagai Tambahan, jika perubahan LAK harus dibuat, maka diperlukan untuk menunjukkan bahwa analisis awal masih berlaku. Dekomisioning 236. Dekomisioning suatu fasilitas reaktor riset harus memerlukan persetujuan oleh badan pengatur. Persyaratan rinci untuk hal ini dapat ditemukan di Safety Series No. 35-S2, par Dokumentasi 5 harus dipesyaratkan untuk menguraikan proses dekomisioning dan untuk menunjukkan bahwa risiko radiologist yang tersisa, bila ada, di tapak yang terdahulu akan minimal, bahwa semua limbah radioaktif yang dihasilkan akan ditangani dengan baik, dan risiko manapun yang berhubungan dengan proses dekomisioning telah cukup diteliti dan dikaji. Detil lebih lanjut disiapkan dalam bentuk dokumen Safety Series lain yang relevan Pada beberapa titik di dalam proses dekomisioning (misalnya, setelah pemindahan semua bahan bakar dari lokasi), LAK dapat tidak lagi menjadi suatu dokumen kerja yang utama. Jika diminta badan pengatur, suatu laporan dekomisioning harus disiapkan. 5 Dokumentasi ini diperlukan ketika dimulai proses dekomisioning. Pada tahap sangat awal, informasi tentang dekomisioning diminta dimasukkan dalam LAK (lihat par. A.1901-A.1903 Lampiran) 6 lihat publikasi IAEA Radioactive Waste Saefty Standards (RADWASS) Programme 13
Persyaratan Keselamatan Untuk Keselamatan Reaktor Riset
Persyaratan Keselamatan Untuk Keselamatan Reaktor Riset Terjemahan dokumen IAEA DS272: Safety Requirements on Safety of Research Reactors BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR Revisi
Lebih terperinciKETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1
KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1 Dewi Prima Meiliasari, Zulfiandri, dan Taruniyati Handayani Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir ABSTRAK.
Lebih terperinciBab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN
Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN 116. Beberapa konsep mengenai reaktor maju sedang dipertimbangkan, dan pencapaian perbaikan dalam keselamatan dan keandalan merupakan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2015 BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. Penilaian. Verifikasi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN
Lebih terperinciFORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN
KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA
KP PERKA- 24 OKT 2014 RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA DIREKTORAT PENGATURAN PENGAWASAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Lebih terperinci2. PENGEMBANGAN BATAS-BATAS DAN KONDISI-KONDISI OPERASIONAL
2. PENGEMBANGAN BATAS-BATAS DAN KONDISI-KONDISI OPERASIONAL UMUM 1. OLC merupakan pembungkus atau batas nilai-nilai parameter reaktor dan kondisikondisi sistem dimana operasi suatu reaktor telah diperlihatkan
Lebih terperinciLAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN
LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN I-101. Lampiran I berisi beberapa pertimbangan yang mungkin bermanfaat dalam melakukan analisis keselamatan untuk suatu reaktor penelitian. Pendekatan
Lebih terperinci2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 107) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI
Lebih terperinciKeselamatan Instalasi Nuklir
Keselamatan Instalasi Nuklir (Draft Terjemahan dokumen Safety Series SS 110 : The Safety of Nuclear Installations) The International Atomic Energy Agency (IAEA) makes no warranty and assumes no responsibility
Lebih terperinci2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.107, 2012 NUKLIR. Instalasi. Keselamatan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5313) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 106, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4668) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciDEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang.
DEFINISI Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang. Batas-batas Yang Dapat Diterima (Acceptable limits) Batas-batas yang dapat diterima oleh badan pengaturan. Kondisi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)
PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I) Khoirul Huda Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. Gajah Mada 8, Jakarta 1 KESELAMATAN NUKLIR M I S I Misi keselamatan nuklir adalah untuk melindungi personil, anggota masyarakat
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI. Instansi Nuklir. Bahan Nuklir. Perizinan. Pemanfaatan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinci3. PRINSIP-PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF
3. PRINSIP-PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF 301. Pengelolaan limbah radioaktif yang bertanggungjawab memerlukan implementasi dan pengukuran yang menghasilkan perlindungan kesehatan manusia dan
Lebih terperinciKEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 07/Ka-BAPETEN/V-99 TENTANG JAMINAN KUALITAS INSTALASI NUKLIR
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 07/Ka-BAPETEN/V-99 TENTANG JAMINAN KUALITAS INSTALASI NUKLIR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa teknologi nuklir sudah mencapai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :
Lebih terperinciKAJIAN PROTEKSI RADIASI DALAM PENGOPERASIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) BERDASARKAN NS-G-2.7
KAJIAN PROTEKSI RADIASI DALAM PENGOPERASIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) BERDASARKAN NS-G-2.7 Helen Raflis, Liliana Yetta Pandi Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR I. UMUM Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia meliputi berbagai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS
Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS 54. Konsep penghalang dan lapisan-lapisan proteksi yang menyusun pertahanan berlapis dan juga beberapa elemen penghalang dan lapisan yang umum dibahas di Bagian 2.
Lebih terperinciPENINGKATAN SISTEM PROTEKSI RADIASI DAN KESELAMATAN KAWASAN NUKLIR SERPONG TAHUN 2009
PENINGKATAN SISTEM PROTEKSI RADIASI DAN KESELAMATAN KAWASAN NUKLIR SERPONG TAHUN 2009 L.Kwin Pudjiastuti, Syahrir,Untara, Sri widayati*) ABSTRAK PENINGKATAN SISTEM PROTEKSI RADIASI DAN KESELAMATAN KAWASAN
Lebih terperinciKATEGORISASI. Kegiatan: Modifikasi Utilisasi (centang kotak yang sesuai)
15 2012, No.653 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI DAN MODIFIKASI REAKTOR NONDAYA KATEGORISASI Kegiatan:
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI DAN MODIFIKASI REAKTOR NONDAYA
SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI DAN MODIFIKASI REAKTOR NONDAYA DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang
Lebih terperinciBab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS
Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS 15. Pertahanan berlapis merupakan penerapan hierarkis berbagai lapisan peralatan dan prosedur untuk menjaga efektivitas penghalang fisik yang ditempatkan di
Lebih terperinciHIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BUKU III Biro Peraturan Perundang-undangan, Humas dan Tata Usaha Pimpinan BKPM 2015 DAFTAR ISI 1. PERATURAN
Lebih terperinci2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.534, 2011 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Operasi Reaktor Nondaya. Prosedur. Pelaporan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Laporan. Analisis Keselamatan Reaktor Nondaya. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
No.758, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Laporan. Analisis Keselamatan Reaktor Nondaya. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN
Lebih terperinciEVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA
EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA Oleh: Budi Rohman Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir
Lebih terperinciReview dan Penilaian Fasilitas Nuklir oleh Badan Pengawas
Review dan Penilaian Fasilitas Nuklir oleh Badan Pengawas Terjemahan dokumen IAEA GS-G-1.2: Review and Assessment of Nuclear Facilities by the Regulatory Body BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL BADAN PENGAWAS
Lebih terperinciKAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA
KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA S. Nitiswati 1), Djoko H.N 1), Yudi Pramono 2) 1) Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN 2) Direktorat Pengaturan, Pengawasan Instalasi
Lebih terperinciPELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI
PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN Jalan Lebak Bulus Raya No.49, Kotak Pos 7043 JKSKL, Jakarta
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciKEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : bahwa sesuai dengan
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciLAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA
LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi
Lebih terperinciFORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Batasan dan Kondisi Operasi Reaktor Nondaya
LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA I. Kerangka Format
Lebih terperinciLAMPIRAN PENJELASAN BENTUK-BENTUK YANG DIGUNAKAN DALAM DOKUMEN
LAMPIRAN PENJELASAN BENTUK-BENTUK YANG DIGUNAKAN DALAM DOKUMEN A.1. Hubungan antara perawatan pencegahan, perawatan perbaikan, pengujian berkala dan inspeksi tidak-rutin dijelaskan sebagai berikut. PERAWATAN,
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.86, 2014 BAPETEN. Dokumen Analisis. Dampak Lingkungan. Ketenaganukliran. Penyusunan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYUSUNAN
Lebih terperinciPREDIKSI DOSIS PEMBATAS UNTUK PEKERJA RADIASI DI INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL
No.05 / Tahun III April 2010 ISSN 1979-2409 PREDIKSI DOSIS PEMBATAS UNTUK PEKERJA RADIASI DI INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL Suliyanto, Budi Prayitno Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN ABSTRAK
Lebih terperinciStandar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor
SA 0 Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA Paket 00.indb //0 :: AM STANDAR AUDIT 0 penggunaan PEKERJAAN PAKAR AUDITOR (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada
Lebih terperinciDASAR ANALISIS KESELAMATAN
Modul 1 DASAR ANALISIS KESELAMATAN Anhar R. Antariksawan Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan (BARMiK) P2TKN BATAN anharra@centrin.net.id 20-10-03 antariksawan 1 Tujuan Mengetahui metodologi
Lebih terperinciBERITA NEGARA. BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.653, 2012 BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI
Lebih terperinci2011, No Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif (Lembaran Negara Republi
No.538, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Instalasi Nuklir Nonreaktor. Dekomisioning. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011
Lebih terperinciPROGRAM PERATURAN DALAM PENGAWASAN PLTN UNTUK MENYONGSONG PEMBANGUNAN PLTN 1)
PROGRAM PERATURAN DALAM PENGAWASAN PLTN UNTUK MENYONGSONG PEMBANGUNAN PLTN 1) Amil Mardha, Khoirul Huda dan Anri Amaldi Ridwan Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi Dan Bahan Nuklir Badan Pengawas
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.841, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Operasi Reaktor. Nondaya. Batasan. Kondisi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BATASAN
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG DEKOMISIONING REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG DEKOMISIONING REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL
SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN LEDAKAN
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN TENTANG DEKOMISIONING INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2011... TENTANG DEKOMISIONING INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR
SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciKAJIAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN (SML) DALAM SISTEM MANAJEMEN TERINTEGRASI UNTUK KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR
KAJIAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN (SML) DALAM SISTEM MANAJEMEN TERINTEGRASI UNTUK KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR Nur Tri Harjanto ABSTRAK KAJIAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN LlNGKUNGAN (SML) DALAM
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA
Lebih terperinciTINJAUAN PROGRAM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM FRZR
TINJAUAN PROGRAM PROTEKSI DAN DALAM FRZR Togap P Marpaung Inspektur Utama Keselamatan Radiasi BAPETEN, Jl. Gadjah Mada No. 8 Jakarta 10120 Email untuk korespondensi: t.marpaung@bapeten.go.i d ABSTRAK TINJAUAN
Lebih terperinciRuang Lingkup Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir meliputi:
Ruang Lingkup Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir meliputi: Izin pembangunan dan Pengoperasian termasuk dekomisioning reaktor nuklir Izin pembangunan dan Pengoperasian Instalasi Nuklir Non Reaktor Izin
Lebih terperinci5. PROGRAM PERAWATAN DAN PENGUJIAN BERKALA
5. PROGRAM PERAWATAN DAN PENGUJIAN BERKALA Umum 5.1. Sesuai dengan Ref [1], par. 903, tertulis program-program untuk perawatan dan pengujian berkala harus disusun berdasarkan Laporan Analisis Keselamatan
Lebih terperinci2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU
No.535, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Desain Reaktor Daya. Ketentuan Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.672, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Radiasi Proteksi. Keselamatan. Pemanfaatan. Nuklir. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciFORMAT DAN ISI LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN DEKOMISIONING. A. Kerangka Format Laporan Pelaksanaan Kegiatan Dekomisioning URAIAN INSTALASI
LAMPIRAN V PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2011... TENTANG DEKOMISIONING INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR FORMAT DAN ISI LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN DEKOMISIONING A. Kerangka Format
Lebih terperinciSISTEM PELAPORAN KEJADIAN DI RSG GAS
SISTEM PELAPORAN KEJADIAN DI RSG GAS A.Mariatmo, Edison, Jaja Sukmana ABSTRAK Sistem pelaporan kejadian di RSG GAS mengikuti sistem pelaporan kejadian untuk reaktor riset IRSRR yang dikeluarkan oleh IAEA,
Lebih terperinciKEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 07-P/Ka-BAPETEN/I-02 TENTANG PEDOMAN DEKOMISIONING FASILITAS MEDIS, INDUSTRI DAN PENELITIAN SERTA INSTALASI NUKLIR NON-REAKTOR KEPALA BADAN PENGAWAS
Lebih terperinciLAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA
LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR
KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciKETENTUAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR
KETENTUAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR Agus Yudhi P, Midiana Ariethia, Efa Aunurrofiq, Dahlia C. Sinaga Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas
Lebih terperinciDAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A. Latar Blakang 01 B. Dasar Hukum 03 C. Definisi. 04 Tujuan Instruksional Umum 06 Tujuan Instruksional Khusus..
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 01 A. Latar Blakang 01 B. Dasar Hukum 03 C. Definisi. 04 Tujuan Instruksional Umum 06 Tujuan Instruksional Khusus.. 06 BAB II OBJEK PENGAWASAN 07 1. Instalasi Nuklir 07 2.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Undang-undang Nomor 10
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,
Lebih terperinciKESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA
YOGYAKARTA, 25-26 AGUSTUS 2008 KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA D.T. SONY TJAHYANI Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek,
Lebih terperinciJAMINAN MUTU UNTUK PERSIAPAN PEMBANGUNAN PLTN
JAMINAN MUTU UNTUK PERSIAPAN PEMBANGUNAN PLTN Syahrudin PSJMN-BATAN, Kawasan PUSPIPTEK, GD71, Lt.2,Cisauk, Tangerang Abstrak Jaminan Mutu untuk Persiapan Pembangunan PLTN. Standar sistem manajemen terus
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 2007 LINGKUNGAN HIDUP. Tenaga Nuklir. Keselamatan. Keamanan. Pemanfaatan. Radioaktif. Radiasi Pengion.
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS
LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR 1. Nama Organisasi : BADAN PENGAWAS TENAGA
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG ASPEK PROTEKSI RADIASI DALAM DESAIN REAKTOR DAYA
RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG ASPEK PROTEKSI RADIASI DALAM DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam pemanfaatan sumber
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERTIMBANGAN DALAM PERANCANGAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR BEKAS SECARA KERING. Dewi Susilowati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif
PERTIMBANGAN DALAM PERANCANGAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR BEKAS SECARA KERING Dewi Susilowati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK PERTIMBANGAN DALAM PERANCANGAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR BEKAS SECARA
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang
Lebih terperinciBERITA NEGARA. No.655, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Manajemen. Penuaan. Nuklir Nonreaktor. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.655, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Manajemen. Penuaan. Nuklir Nonreaktor. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG
Lebih terperinciLAPORAN PERJALANAN DINAS
LAPORAN PERJALANAN DINAS Pelapor : Topan Setiadipura NIP : 19800605 200604 1 006 Unit Kerja : Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir 1. Nama Kegiatan Technical Meeting to Review First Draft of
Lebih terperinciSTUDI KESELARASAN PROGRAM KESIAPSIAGAAN NUKLIR TINGKAT FASILITAS/ INSTALASI NUKLIR PTBN TERHADAP PERKA BAPETEN NO.1 TAHUN 2010
STUDI KESELARASAN PROGRAM KESIAPSIAGAAN NUKLIR TINGKAT FASILITAS/ INSTALASI NUKLIR PTBN TERHADAP PERKA BAPETEN NO.1 TAHUN 2010 Muradi, Sjafruddin Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN ABSTRAK STUDI
Lebih terperinciKEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI
KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI Kami PT Bening Tunggal Mandiri berkomitmen untuk melaksanakan kegiatan bisnis perusahaan berdasarkan aspek HSE. PT Bening Tunggal Mandiri
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciCode of Conduct Pada Keselamatan Reaktor Riset
Code of Conduct Pada Keselamatan Reaktor Riset Terjemahan dokumen IAEA GC48-7: Code of Conduct on Safety of Research Reactor BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR Revisi Juli 2005 The
Lebih terperinci