BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pelatihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pelatihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang"

Transkripsi

1 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pelatihan Olahraga Pelatihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari meningkatkan jumlah beban latihan atau pekerjaan, dan salah satu yang paling penting dari latihan harus dilakukan secara berulang-ulang dan meningkatkan beban atau tahanan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot yang diperlukan untuk pekerjaannya (Hairy, Junusul, 1989). Pelatihan dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetitive) dalam jangka waktu lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progressive, memiliki tujuan untuk memperbaiki sistema serta fungsi fisiologi dan psikologi tubuh agar pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang optimal (Nala, 1998). Menurut Nossek (1982) pelatihan adalah suatu proses atau dinyatakan dengan kata lain periode waktu yang berlangsung selama beberapa tahun sampai atlet tersebut mencapai standar penampilan yang tertinggi. Nossek (1982) menyatakan pelatihan adalah suatu proses penyempurnaan olahraga yang diatur dengan prinsip-prinsip yang bersifat ilmiah, khususnya prinsip-prinsip paedagogis. Proses ini direncanakan dan sistematis, yang meningkatkan kesiapan untuk melakukan dan kepastian penampilan atlet.

2 11 Pelatihan adalah sebuah aktivitas olahraga yang sistematik dalam waktu yang lama ditingkatkan secara progresif dan individual, yang mana mengarah kepada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan (Bompa, 1999). Pelatihan juga merupakan aktivitas fisik yang dilakukan secara berkesinambungan, dengan memperhatikan prinsip-prinsip pelatihan yang benar. Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat beberapa kesamaan dalam mendefinisikan pelatihan antara lain: 1. Aktivitas yang dilakukan secara sistematis. 2. Bentuk suatu proses 3. Dilaksanakan dengan waktu yang relatif lama. 4. Berkesinambungan. 5. Adanya pembebanan secara bertahap 6. Untuk mencapai tujuan peningkatan kemampuan atau prestasi olahraga. Dengan demikian pengertian pelatihan dapat disimpulkan sebagai suatu proses penyempurnaan kemampuan olahraga, yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, dengan memperhatikan prinsip-prinsip pelatihan yang benar, untuk mencapai tujuan peningkatan kemampuan atau prestasi olahraga Tujuan Pelatihan Tujuan pelatihan dalam bidang olahraga adalah untuk memperbaiki kemampuan teknik (keterampilan) atau penampilan atlet sesuai dengan kebutuhan dalam bidang olahraga spesialisasi atau yang digeluti, dan bertujuan untuk meningkatkan kebugaran, jasmani dan menjaga kesehatan (Nala, 1998).

3 12 Berdasarkan atas hal ini maka pelatihan ditujukan untuk meningkatkan pengembangan fisik baik menyeluruh maupun khusus perbaikan terhadap teknik, pematangan strategi, dan teknik permainan sesuai dengan kebutuhan cabang olahraga, menanamkan kemauan dan disiplin yang tinggi, pengoptimalan persiapan tim dan olahraga beregu, meningkatkan serta memelihara kebugaran jasmani dan kesehatan serta mencegah kemungkinan cedera. Menurut Bompa (1999), untuk mencapai tujuan dalam latihan, yaitu memperbaiki prestasi tingkat terampil maupun unjuk kerja dari atlet, diarahkan oleh pelatihnya untuk mencapai tujuan umum latihan. Adapun tujuan-tujuan latihan sebagai berikut: 1. Untuk mencapai dan memperluas perkembangan fisik secara menyeluruh. 2. Untuk menjamin dan memperbaiki perkembangan fisik khusus sebagai suatu kebutuhan yang telah ditentukan di dalam praktik olahraga. 3. Untuk memoles atau menyempurnakan teknik olahraga yang dipilih. 4. Memperbaiki dan menyempurnakan strategi yang penting yang dapat diperoleh dari belajar teknik lawan berikutnya. 5. Menanamkan kualitas kemauan melalui latihan yang mencukupi serta disiplin untuk tingkah laku, ketekunan, dan keingginan untuk menanggulangi kerasnya latihan dan menjamin persiapan psikologis. 6. Menjamin dan mengamankan persiapan tim secara optimal. 7. Untuk mempertahankan keadaan sehat setiap atlet.

4 13 8. Untuk mencegah cedera melalui pengamanan terhadap penyebabnya dan juga meningkatkan fleksibelitas di atas tingkat ketentuan untuk melakukan gerakan yang penting. 9. Untuk menambah pengetahuan seorang atlet dengan sejumlah pengetahuan teoritis yang berkaitan dengan dasar-dasar fisiologis dan psikologis latihan, pencernaan gizi, dan regenerasi. Beberapa kesimpulan tersebut tidak menyarankan untuk dipakai secara kaku dalam upaya latihan yang dilakukan, hal tersebut harus disesuaikan dengan ciri-ciri khusus pada kecabangan olahraga yang dilakukan dan juga memperhatikan kondisi atlet itu sendiri. Pendekatan yang perlu mendapat perhatian untuk mencapai tujuan pelatihan utama adalah mengembangkan dasar-dasar latihan secara fungsional yang diarahkan untuk mencapai tujuan khusus sesuai dengan kebutuhan cabang olahraga itu sendiri. Pada cabang olahraga bulutangkis kebutuhan yang digunakan kekuatan, kecepatan, dayatahan disesuaikan dengan kebutuhan cabang olahraganya. Jenis Pelatihan menarik katrol berbeban merupakan salah satu tipe pelatihan yang digunakan dalam penelitian ini. Menurut Nala (2002) cara pelatihan yang paling tepat untuk melatih kekuatan otot agar smesannya kuat atau pukulannya keras yang dilakukan dengan pelatihan menarik beban berulang-ulang dengan sikap dan arah gerakan lengan seperti melakukan smash atau melakukan pukulan overhead. Apabila diberi pelatihan, efek pada otot terjadi pada unit motorik (saraf dan otot), ko-kontraksi otot antagonis, sinkronisasi. Adaptasi neural akan meningkatkan kekuatan dan meningkatkan koordinasi Prinsip-Prinsip Pelatihan

5 14 Pelatihan yang modern harus direncanakan secara berhati-hati. Sebuah rancangan pelatihan mencakup semua tindakan yang diperlukan untuk mencapai sasaran-sasaran latihan (Nossek, 1982). Tujuan pelatihan yang telah dijelaskan akan memberikan arah dari suatu pelatihan olahraga, dan untuk mencapai tujuan tersebut secara maksimal, suatu pelatihan harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pelatihan. Adapun prinsip-prinsip pelatihan adalah: a. Prinsip Pelatihan beraturan (the principle of arrange ment of exercise). Dalam setiap melaksanakan latihan, ada tiga tahap yang harus dilakukan yaitu; pemanasan, latihan inti serta pendinginan. Latihan hendaknya dimulai dari kelompok otot besar, kemudian dilanjutkan pada kelompok otot kecil (Fox, dkk., 1993). Pemanasan bertujuan menyiapkan kondisi fisik dan psikis sebelum latihan atau pertandingan/ perlombaan. Pemanasan juga bertujuan meningkatkan suhu tubuh dan aliran darah pada otot sekelet yang aktif (Nala, 1998). Dalam pelaksanaannya pemanasan tidak harus selalu lama dilakukan, pemanasan yang berkisar lima sampai limabelas menit sudah cukup untuk membuat tubuh berkeringat dan bernafas dalam, sebagai tanda metabolisme meningkat dan tubuh siap untuk mengikuti latihan berikutrnya. Selanjutnya latihan inti, gerakan inti olahraga merupakan gerakan atau aktivitas yang pokok dalam suatu pelatihan atau kecabangan olahraga. Kegiatan ini merupakan utama untuk mencapai tujuan dari pelatihan. Pendinginan bertujuan untuk mengembalikan kondisi fisik dan psikis pada keadaan semula. Pendinginan dilakukan setelah aktivitas fisik atau pelatihan selesai dilaksanakan. Pendinginan akan bermanfaat

6 15 untuk pulih asal (recovery) setelah aktivitas fisik yang berat. Latihan-latihan pendinginan mengikuti urutan yang sebaliknya dari urutan latihan pemanasan (yaitu latihan aerobik ringan, kalistenik dinamis, dan peregangan statis) (Giam dan Teh, 1993). Lamanya pendinginan tergantung pada tingkat kelelahan yang diperoleh dari latihan inti atau tergantung pada cepatnya asam laktat dirubah, lama pendinginan bisa dari 10 sampai 30 menit. b. Prinsip Kekhususan (the principle of speciafity). Adalah latihan untuk cabang olahraga mengarah pada perubahan morphologis dan fungsional yang berkaitan dengan kekhususan cabang olahraga tersebut (Bompa, 1999). Untuk itu, sebagai bahan pertimbangan dalam menerapkan prinsip kekhususan, antara lain ditentukan oleh:(a) spesifikasi kebutuhan energi, (b) spesifikasi bentuk dan model latihan, (c) spesifikasi ciri gerak dan kelompok otot yang digunakan, dan (d) waktu periodisasinya. c. Prinsip Individualisasi (the principle of individuality). Pelatihan yang diberikan harus disesuaikan dengan kemampuan atlet untuk mencapai hasil yang baik. Menurut Bompa (1999) faktor individu harus diperhatikan, karena pada dasarnya setiap individu mempunyai karakteristik yang berbeda, baik secara fisik maupun secara psikologis. Sukadiyanto (2005) menjelaskan, hal yang harus diperhatikan dalam prinsip individualisasi adalah faktor keturunan, kematangan, status gizi, waktu istirahat dan tidur, tingkat kebugaran, pengaruh lingkungan, cidera, dan motivasi.

7 16 d. Prinsip Beban Bertambah (the principle of progressive resistance). Adalah beban kerja dalam latihan ditingkatkan secara bertahap dan disesuaikan dengan kemampuan fisiologis dan psikologis setiap individu olahragawan. Pelatihan dengan penambahaan beban secara bertahap merupakan suatu keharusan, untuk mencapai hasil dari pelatihan tersebut. Menurut Bompa (1999) untuk menyiapkan fungsi dan reaksi sistem-sistem syaraf, koordinasi neuromuskular, dan kapasitas psikologi untuk menanggulangi stres peningkatan beban latihan, atlet membutuhkan waktu, dan pendapat Astrand (1986) bahwa; Peningkatan kinerja olahragawan memerlukan latihan dan penyesuaian dalam waktu yang panjang, disamping itu peningkatan kemampuan organisme secara morphologis, fisiologis dan psikologis bergantung pada peningkatan beban latihan. Dalam pembebanan latihan, tuntutan ini adalah bahwa beban latihan harus berkelanjutan jika harus ditingkatkan secara regular (progressive overload). Dalam mendisain pelatihan overload, Bompa (1999) menyarankan untuk memakai the step type approach system atau sistem tangga yang tampak pada gambar PRESTASI Gambar 2.1 The Step Type Approach System ( Bompa, 1999). Setiap garis vertikal menunjukan perubahan (penambahan) beban, sedangkan garis horisontal adalah fase adaptasi terhadap beban yang baru.

8 17 Beban latihan tiga tangga (cycle) pertama ditingkatkan secara bertahap. Pada cycle ke empat beban diturunkan (ini adalah yang dimaksud unloading fase) yang maksudnya adalah untuk memberi kesempatan kepada organorgan tubuh untuk melakukan regenerasi (Harsono, 1988). The step type approach atau sistem tangga berlaku untuk pelatihan olahraga yang bertujuan untuk prestasi maupun kesehatan. e. Prinsip Beban Berlebih (the overload principle). Pelatihan untuk komponen kebugaran membutuhkan berkali-kali kondisi-kondisi overload yang diikuti dengan kesempatan untuk istirahat untuk mendapatkan efek pelatihan (Rushall dan Pyke, 1992). Menurut Sukadiyanto (2005), beban latihan harus mencapai atau melampaui sedikit di atas batas ambang rangsang. Sebab beban yang terlalu berat akan mengakibatkan tidak mampu diadaptasi oleh tubuh, sedangkan bila terlalu ringan tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas, sehingga beban latihan harus memenuhi prinsip moderat. Untuk pembebanan dilakukan secara progresif dan diubah sesuai dengan tingkat perubahan yang terjadi pada olahragawan. Apabila tubuh sudah mampu mengatasi beban latihan yang diberikan, maka beban berikutnya harus ditingkatkan secara bertahap. Irianto (2002) mengatakan apabila tubuh ditantang dengan beban latihan maka terjadi proses penyesuaian. Penyesuaian tersebut tidak saja seperti pada kondisi awal namun secara bertahap mengarah pada tingkat yang lebih tinggi yang disebut overkompensasi. Overkompensasi (peningkatan prestasi) akan terjadi bila pembebanan yang diberikan pada

9 18 latihan tepat di atas ambang rangsang (threshold), disertai dengan pemulihan (recovery). Menurut Martens dalam Sukadiyanto (2005) tingkat penambahan beban latihan berkaitan dengan tiga faktor, yaitu frekuensi, intensitas, dan durasi. Penambahan frekuensi dapat dilakukan dengan cara menambah sesi latihan. Untuk intensitas latihan dapat dengan cara meningkatkan kualitas pembebanan. Sedangkan durasi dapat dilakukan dengan cara menambah jam latihan atau bila jam latihan tetap dapat dengan cara memperpendek waktu recovery dan interval, sehingga kualitas latihan menjadi meningkat. f. Prinsip Beragam (variety principle). Latihan memerlukan proses panjang yang dilakukan berulang-ulang, hal ini sering menimbulkan kebosanan. Untuk mengatasi kebosanan pelatih menciptakan suasana yang menyenangkan serta membuat aneka macam bentuk latihan (Bompa, 1999). g. Prinsip Pulih Asal (revercible principle) Kualitas yang diperoleh dari latihan dapat menurun kembali apabila tidak melakukan latihan dalam waktu tertentu. Proses adaptasi yang terjadi sebagai hasil dari latihan akan menurun bahkan hilang bila tidak dipraktekkan dan dipelihara melalui latihan yang kontinyu. Dengan demikian latihan harus berkesinambungan Volume Pelatihan Sebagai komponen utama latihan, volume adalah prasarat yang sangat penting untuk mendapatkan teknik yang tinggi, taktik dan khususnya pencapaian

10 19 fisik. Volume latihan disebut juga jangka waktu yang dipakai selama sesion latihan, yang melibatkan beberapa bagian secara integral sebagai berikut: (1) waktu atau jangka waktu yang dipakai dalam pelatihan, (2) jarak atau jumlah tegangan yang dapat ditanggulangin atau diangkat per satuan waktu, (3) jumlah pengulangan bentuk latihan atau elemen teknik yang dilakukan dalam waktu tertentu. Jadi diperkirakan bahwa volume terdiri jumlah keseluruhan dari kegiatan yang dilakukan dalam latihan. Volume diartikan sebagai jumlah kerja yang dilakukan selama satu kali latihan atau selama fase latihan (Bompa, 1999). Menurut Nala (1998), bahwa volume latihan merupakan jumlah seluruh aktivitas yang dilakukan selama latihan. Sering secara tidak tepat, volume latihan ini disamakan dengan durasi atau lama latihan. Padahal durasi ini merupakan bagian dari volume latihan. Pada umumnya volume latihan ini terdiri atas: a. Durasi atau lama waktu pelatihan (dalam detik, menit, jam, hari, minggu atau bulan). b. Jarak tempuh (meter), berat beban (kilogram) atau jumlah angkatan dalam satuan waktu (berapa kilo-gram dapat diangkat dalam waktu satu menit). c. Jumlah repetisi, set atau penampilan unsur teknik dalam satu kesatuan waktu (berapa kali ulangan dapat dilakukan dalam waktu semenit). Penggunaan repetisi dan set ini amat penting dalam meningkatkan kemampuan komponen biomotorik. Volume ini juga menunjukkan jumlah kerja atau aktivitas yang dapat dilakukan selama phase latihan (Bompa, 1999).

11 20 Sedangkan menurut Sukadiyanto (2005) adalah ukuran yang menunjukkan kuantitas (jumlah) suatu rangsangan atau pembebanan. Adapun dalam proses latihan yang digunakan untuk meningkatkan volume latihan dapat dilakukan dengan cara latihan itu: (1) diperberat, (2) diperlama, (3) dipercepat, atau (4) diperbanyak. Untuk itu dalam menentukan besarnya volume dapat dilakukan dengan cara menghitung: (a) jumlah bobot berat per sesi, (b) jumlah ulangan per sesi, (c) jumlah set per sesi, (d) jumlah pembebanan per sesi, (e) jumlah seri atau sirkuit per sesi, dan (f) lama-singkatnya pemberian waktu recovery dan interval. Dalam penelitian ini volume pelatihan terhadap beban dan repetisi ditentukan berdasarkan pengukuran sampel yang dilakukan pada penelitian pendahuluan. Hasil penelitian pendahuluan bahwa kemampuan menarik katrol berbeban dengan beban duabelas kg. Dari beban duabelas kg diambil 40% dari kemampuan maksimal (Satriya, dkk., 2007) yaitu lima kg. Beban yang diberikan dari terendah karena melibatkan anak pemula dalam penggunaan beban untuk daya ledak otot lengan. Untuk menentukan repetisi dan set dilakukan menarik katrol berbeban lima kg hasil yang diperoleh berkisar kali dengan tiga set. Sehingga dalam penelitian daya ledak otot lengan dengan menarik katrol beban lima kg, duabelas repetisi dan tiga set dengan istirahat lima menit yang ditentukan dari denyut nadi istirahat Intensitas Pelatihan Intensitas pelatihan adalah dosis pelatihan yang harus dilakukan seseorang menurut program yang telah ditentukan (Sajoto, 1995). Intensitas merupakan salah satu komponen terpenting dari latihan. Intensitas menunjukan komponen kualitatif pada penampilan kerja dalam suatu periode. Menurut Bompa (1999) bahwa

12 21 intensitas adalah fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan dan kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan gerakannya, variasi interval atau istirahat diantara tiap ulangannya. Intensitas adalah faktor terpenting dalam pengembangan maksimal pemasukan oksigen (VO 2 max), intensitas merefleksikan kebutuhan energi dan kalor energi yang dikeluarkan (Sherkey, 2003). Intensitas juga merupakan ukuran yang menunjukan kualitas suatu rangsangan atau pembebanan. Menurut Harsono (1988) tingkatan intensitas beban pelatihan yang dianjurkan untuk pelatihan kondisi fisik: rendah: 30-50%, ringan: 51-60%, sedang: 61-75%, submaksimal: 76-85%, maksimal: % dan super maksimal: 100%. Sedangkan kondisi fisik untuk daya ledak (Satriya, dkk., 2007) pelatihan dengan tahanan beban yang digunakan 40-80% kemampuan maksimal, kontraksi cepat, repetisinya kalau kecepatan berkurang pengulangan dihentikan karena dalam daya ledak ada kekuatan terdapat pula kecepatan (Harsono, 1988). Derajat intensitas dapat diukur berdasarkan kepada bentuk latihan yang dilakukan untuk pelatihan yang melibatkan kecepatan diukur dalam satuan meter/detik, atau intensitas untuk kekuatan diukur dengan satuan kg, sedangkan untuk jarak contohnya jauh dan tinggi diukur dalam satuan meter (Bompa, 1999). Dalam meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan, pembebanannya submaksimal dengan lama waktu berkontraksi 7-10 detik. Pembebanan berkisar 60-90% dari kekuatan maksimal berdasarkan Oshea (1976). Sedangkan meningkatkan kecepatan tanpa mengabaikan kekuatan, intensitas pembebanannya berskala ringan dan sedang dari kemampuan maksimal, demikian pula waktu rangsangan saraf dan

13 22 kontraksi diperpendek (Jensen dan Fisher, 1983). Manfaat dari pemberian beban untuk melatih kecepatan atau kemampuan maksimal dapat dipertahankan karena penyediaan energi dari sistem phospagen berlangsung cepat atau dua kali lipat kecepatan dalam sistem asam laktat (Guyton dan Hall, 2007) Repetisi dan Set Repetisi adalah jumlah ulangan pada waktu pelatihan sedangkan set adalah suatu rangkaian kegiatan dari suatu repetisi. Menurut Widana (1983) mensitir pelatihan dari De Lorme dan Watkins, bahwa pelatihan meningkatkan kekuatan otot dapat terujud melaui program dengan menggunakan 1-3 repetisi untuk 3-4 set dengan menggunakan beban maksimum. Sedangkan pelatihan yang menggunakan daya tahan otot hendaknya menggunakan program repetisi dan 3-4 set. Dalam Harsono (1988) untuk meningkatkan daya ledak menggunakan repetisi, 3-5 set. Menurut Oshea, (1976) dalam meningkatkan daya ledak antara repetisi 8-10 repetisi dan 3-4 set. Menurut Fox (1984) manfaat pengulangan yang tinggi untuk mengembangkan serabut otot tipe cepat yang sangat dibutuhkan dalam kecepatan Densitas dan Frekuensi Pelatihan Suatu frekuensi dimana atlet dihadapkan pada sejumlah rangsangan per satuan waktu disebut densitas latihan. Jadi densitas latihan berkaitan dengan suatu hubungan yang dinyatakan dalam waktu kerja dan pemulihan latihan. Suatu densitas yang seimbang akan mengarah kepada pencapaian rasio optimal antara rangsangan latihan dan pemulihan (Bompa, 1999). Berdasarkan hal tersebut, padat atau tidaknya densitas ini sangat tergantung oleh lamanya pemberian waktu

14 23 pemulihan yang diberikan. Semakin pendek waktu pemulihan maka densitas latihan makin tinggi, sebaliknya semakin lama waktu pemulihan maka densitas pelatihan semakin rendah (kurang padat). Menurut Harre (Bompa, 1999) untuk membangun komponen biomotorik dalam daya tahan otot misalnya densitas pelatihan yang optimal antara waktu kerja dan waktu istirahat perbandingannya berkisar antara 1:½, atau 1:1. Sedangkan untuk rangsangan yang itensif, perbandingannya 1:3 atau 1:6. Sehingga dalam melakukan aktivitas menyemes bola atau memukul shuttle terus menerus untuk meningkatkan daya tahan otot lengan dan otot bahu bagi pemain bulutangkis diperlukan selama satu menit maka waktu yang digunakan selama 3-6 menit ( selama 3 x 1 menit =3 menit sampai 6 x 1 menit= 6 menit). Setelah itu dilanjutkan kembali dengan gerakan menyemes atau memukul selama 1 menit. Untuk komponen kekuatan kekuatan otot waktu istirahat selama 2-5 menit, bukan ½-1 menit. Lama istirahat untuk meningkatkan kekuatan tergantung pada berat ringannya beban, jumlah repetisi, banyak set dan kecepatan irama angkatannya. Bila beban ringan waktu istirahat cukup 2 menit tapi bila bebannya berat, waktu istirahat sampai 5 menit. Densitas latihan menunjukkan kepadatan (densitas) atau kekerapan (frekuensi) dari suatu seri rangsangan per satuan waktu yang terjadi pada atlet ketika sedang berlatih sedangkan Frekuensi adalah kekerapan atau kerapnya latihan per-minggu. Menetapkan frekuensi latihan amat tergantung pada tipe olahraganya dan jenis komponen biomotorik yang akan dikembangkan. Frekuensi latihan untuk mengembangkan komponen kekuatan otot, jika dilakukan sebanyak tujuh kali

15 24 dalam seminggu dianggap densitasnya terlalu tinggi. Bila dilakukan sekali seminggu dianggap densitasnya terlalu rendah. Frekuensi latihan merupakan jumlah latihan yang dilakukan dalam periode waktu tertentu. Pada umunya periode waktu yang digunakan untuk menghitung jumlah frekuensi tersebut adalah dalam satu minggu. Frekuensi latihan bertujuan untuk menunjukkan jumlah tatap muka latihan pada setiap minggunya. Frekuensi latihan misalnya: a. Untuk meningkatkan kekuatan otot dianggap cukup baik bila dilakukan sebanyak 2-3 kali seminggu. b. Sebaliknya untuk meningkatkan komponen daya tahan kardiovaskular atau kesegaran jasmani (physical fitness), maka frekuensi latihannya sebanyak 4-5 kali seminggu, dengan selingan istirahat maksimal selama 48 jam atau tidak lebih dari dua hari berturutan. c. Sedangkan untuk daya tahan perenang dan pelari jarak jauh frekuensi latihannya lebih kerap, tidak cukup sebanyak 3-4 kali seminggu, tetapi sebanyak 6-7 kali seminggu. d. Frekuensi latihan bagi atlet non-daya tahan aerobik (nonendurance) atau anaerobik, cukup sebanyak 3 kali per minggu, dengan durasi latihan selama 8-10 minggu (Nala, 1998). Frekuensi tergantung dari jenis komponen yang akan dikembangkan, untuk menjalankan program latihan tiga kali setiap minggu, agar tidak terjadi kelelahan yang kronis dan lama latihan diperlukan selama enam minggu atau

16 25 lebih (Sajoto, 1995). Dalam penelitian ini menggunakan frekuensi pelatihan tiga kali setiap minggu dan dilaksanakan selama enam minggu. Manfaat gerakan pelatihan yang dilakukan berulang-ulang selama enam minggu akan terpola pada sistem saraf sebagai pengalaman sensoris (Guyton dan Hall, 2007). 2.2 Pelatihan Fisik Kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja, baik peningkatan maupun pemeliharaannya. Artinya bahwa didalam usaha peningkatan kondisi fisik maka seluruh komponen tersebut harus dikembangkan. Walaupun dilakukan dengan sistem prioritas tiap komponen dan untuk keperluan apa keadaan atau status yang dibutuhkan. (Sajoto, 1988). Kondisi fisik adalah satu prasyarat yang sangat diperlukan dalam usaha peningkatan prestasi seorang atlet, bahkan dapat dikatakan sebagai keperluan dasar yang tidak dapat ditunda atau ditawar-tawar lagi. Menurut Harsono (1988), jika kondisi fisik baik maka: (1) akan ada peningkatan dalam kemampuan sistem sirkulasi dan kerja jantung. (2) akan ada peningkatan dalam kekuatan, kelentukan, stamina, kecepatan dan lain-lain komponen kondisi fisik. (3) akan ada ekonomi gerak yang lebih baik pada waktu latihan. (4) akan ada pemulihan yang lebih cepat dalam organ-organ tubuh setelah latihan. (5) akan ada respon yang cepat dari organisme tubuh apabila sewaktu-waktu respon demikian diperlukan. Proses latihan kondisi fisik dalam olahraga, adalah suatu proses yang harus dilakukan dengan hatihati, dengan sabar dan dengan penuh kewaspadaan terhadap atlet. Melalui latihan yang berulang-ulang dilakukan, yang intensitas dan kompleksitasnya sedikit demi

17 26 sedikit bertambah, lama kelamaan atlet akan berubah menjadi seseorang yang lebih pegas, lebih lincah, lebih terampil dan lebih berhasil menurut Harsono (1988). Kondisi fisik memegang peranan yang sangat penting. Program latihan kondisi fisik haruslah direncanakan secara sistematis yang ditunjukkan untuk meningkatkan kondisi fisik dan kemampuan fungsional dari sistem tubuh sehingga dengan demikian dapat mencapai prestasi yang lebih baik haruslah direncanakan secara sistematis yang ditujukan untuk meningkatkan kondisi fisik dan kemampuan fungsional dari sistem tubuh sehingga dengan demikian dapat mencapai prestasi yang lebih baik. 2.3 Komponen Biomotorik Komponen biomotorik merupakan kemampuan dasar gerak fisik atau aktivitas fisik dari tubuh manusia (Nala, 2002). Menurut Sajoto (1995) komponen kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan baik peningkatan maupun pemeliharanya. Komponen biomotorik yakni kekuatan, daya tahan, daya ledak, kecepatan, kelentukan, kelincahan, ketepatan, waktu reaksi, keseimbangan, dan koordinasi (Nala, 2002). Menurut Jensen dan Fisher (1983) daya ledak merupakan unsur biomotorik yang sangat penting untuk melakukan berbagai aktivitas dan menentukan seberapa cepat dapat berlari dan berenang, seberapa tinggi dapat melompat, seberapa jauh dapat melempar, dan seberapa keras seseorang dapat memukul. Dari kesepuluh komponen biomotorik ini salah satu komponen biomotorik yaitu daya ledak yang akan digunakan dalam pelatihan bulutangkis. 2.4 Daya Ledak

18 27 Daya ledak merupakan komponen biomotorik. Daya ledak adalah kemampuan otot untuk menggerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat (Juliantine, dkk., 2007). Daya ledak sering disebut eksplosif atau daya otot. Menurut Sajoto (1995) daya otot (muscular power) adalah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sependek-pendeknya. Daya ledak sangat penting untuk cabang-cabang olahraga yang memerlukan eksplosif, seperti lari sprint, nomor-nomor lempar dalam atletik, atau cabang-cabang olahraga yang gerakannya didominasi oleh meloncat, dalam olahraga voli dan juga pada bulutangkis serta olahraga sejenisnya. Otot yang kuat otot yang mempunyai daya ledak yang besar, sebaliknya otot yang mempunyai daya ledak yang besar hampir dapat dipastikan mempunyai nilai kekuatan yang besar (Boosey, 1980). Daya ledak ialah kemampuan sebuah otot atau sekelompok otot untuk mengatasi tahanan beban dengan kekuatan dan kecepatan tinggi dalam satu gerakan yang utuh (Suharno, 1993). Daya ledak merupakan hasil dari kekuatan maksimum dan kecepatan maksimum (Bompa,1999, Bosco, dan Gustafson, 1983). Daya ledak adalah kemampuan seseorang mengatasi tahanan dengan kecepatan yang tinggi dalam gerak yang utuh (Harre, 1982). Bosco dan Gustafson (1983) menyatakan bahwa, daya ledak adalah kemampuan melakukan gerakan secepat mungkin dengan kekuatan maksimum. Jensen (1983) menyatakan bahwa daya ledak merupakan komponen yang penting untuk melakukan aktivitas yang berat seperti meloncat, melempar, memukul dan sebagainya.

19 28 Bompa (1999), daya ledak merupakan hasil dari kekuatan dalam waktu yang singkat. Menurut Bucher (Harsono, 1988) dikatakan bahwa seorang individu yang mempunyai power adalah orang yang memiliki (a) derajat kekuatan otot yang tinggi, (b) derajat kecepatan yang tinggi, dan (c) derajat yang tinggi dalam keterampilan menggabungkan kecepatan dan kekuatan otot. Menurut Suharno (1993), beberapa faktor yang menentukan daya ledak otot adalah: 1) banyak sedikitnya fibril otot putih dalam tubuh atlet, 2) tergantung banyak sedikitnya zat kimia dalam otot (ATP), 3) kekuatan dan kecepatan, 4) waktu rangsangan dibatasi secara konkrit lamanya, 5) Koordinasi gerakan yang harmonis. Menurut Brandon (2004) daya ledak adalah kemampuan untuk menghasilkan kekuatan dengan cepat, diistilahkan dalam matematis sebagai kekuatan dikalikan kecepatan. Berdasar pada definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dua unsur penting yang menentukan kualitas daya ledak adalah kekuatan dan kecepatan Jenis Daya Ledak Bompa (1999) membagi daya ledak berdasarkan gerakan olahraga yang dilakukan yaitu: a. Daya ledak asiklik, biasanya dilakukan pada olahraga yang gerakannya tidak sama. Contoh olahraga atletik, lompat, lempar. Pada olahraga permainan bolavoli, sepakbola, bola basket, bulutangkis dll. b. Daya ledak siklik, ini biasanya digunakan pada olahraga yang gerakannya sama dan berulang-ulang. Contoh pada olahraga lari cepat, berenang, balap sepeda, dan olahraga yang memerlukan kecepatan

20 29 tinggi. Nossek (1982) membagi daya ledak menjadi dua bagian berdasarkan aktivitas yang dilakukan yaitu: a. Kekuatan eksplosif ini diterapkan untuk mengatasi atau menanggulangi perlawanan yang lebih rendah dari pada perlawanan yang maksimum, tetapi dengan kekuatan akselarasi maksimum. b. Kekuatan Kecepatan, ini dilakukan melawan perlawanan dengan akselarasi di bawah maksimum. Penggunaan tenaga oleh otot atau sekelompok otot secara eksplosif berlangsung dalam kondisi dinamis. Ini terjadi pada melemparkan benda, pemindahan tempat sebagian atau seluruh tubuh, dan sebagainya hal ini untuk gerakan tunggal atau satu pengulangan. Kekuatan maksimum dan eksplosif atau perkembangan kekuatan kecepatan hendaknya dilatih sejajar (Nossek, 1982). Faktor yang mempengaruhi daya ledak otot lengan bila dilihat lebih mendalam potensi daya ledak seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor ekternal (Berger, 1982). a. Faktor internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh atlet sendiri diantaranya: jenis kelamin, berat badan, panjang anggota gerak atas, kebugaran fisik, umur, menunjukkan tingkat kematangan yang dikaitkan dengan pengalaman. Perbedaan dan penambahan umur sangat menentukan kekuatan otot, selain itu dimensi anatomis dan diameter otot (Astrand, 1986).

21 30 Tenaga mencapai puncak pada umur 20 tahun (Sharkey, 2003). Adapun beberapa faktor internal yaitu: 1. Jenis Kelamin. Secara biologis laki-laki dan wanita akan berbeda kekuatan dan kecepatan karena adanya hormone testosterone pada laki-laki dan wanita. Perbedaan terjadi sangat mencolok setelah mengalami pubertas karena adanya perbedaan proporsi dan besar otot dalam tubuh. Pada umur 18 tahun ke atas laki-laki mempunyai kekuatan dua kali lebih besar daripada wanita (Powers dan Howleys 2004). 2. Berat Badan Berat badan menentukan penampilan. Persen lemak adalah presentasi keseluruhan berat badan yang berlemak. Berat badan seseorang menyebabkan pembesaran massa otot dan juga akan meningkatkan kekuatan. Makin tebal otot makin kuat otot tersebut. Sehingga tebal otot mempengaruhi berat badan. Kekuatan otot erat kaitannya dengan berat badan. Semakin berat badan seseorang karena otot makin tebal maka kekuatan akan bertambah. Tetapi otot kuat belum menjamin akan mempunyai daya ledak tinggi tetapi dengan memiliki otot kuat merupakan modal utama untuk dapat meraih daya ledak yang tinggi. 3. Tinggi badan Tinggi badan adalah jarak dari alas kaki sampai titik

22 31 tertinggi pada posisi kepala dalam posisi berdiri. Tinggi badan yang lebih tinggi dapat menpengaruhi pertumbuhan organ tubuh lainnya yaitu panjang lengan dan panjang tungkai (Hadi, 2005) 4. Kesegaran jasmani Kesegaran jasmani seseorang, merupakan salah satu parameter dalam memeberikan pembebanan pelatihan, karena tingkat kesegaran jasmani yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan sehingga tidak dapat melakukan pelatihan secara maksimal. Semakin baik kapasitas aerobik sesorang akan makin baik pula kebugaran fisiknya (Soekarman, 1986). Kebugaran fisik dapat diukur melalui lari 2,4 km diukur menggunakan stopwatch, yang dinyatakan dalam waktu tempuh, satuan menit dengan ketelitian 0,01 menit. Penilaian kebugaran fisik berdasarkan umur dan jenis kelamin dalam tabel (Sajoto, 2002). b. Faktor Eskternal 1. Suhu lingkungan Suhu lingkungan yang panas akan berpengaruh terhadap aktivitas kerja otot karena akan mempercepat terjadinya pengeluaran keringat. Sebagaian dari volume darah akan dibawa kekulit untuk mengkompessasi kelebihan panas. Hal ini berarti bahwa telah terjadi kekurangan kerja otot didalam melakukan pelatihan. Begitu juga sebaliknya, pada suhu lingkungan yang dingin tubuh akan bereaksi untuk mengimbangi kosentrasi panas

23 32 tubuh dengan reaksi menggigil, gerakan mengigil memerlukan energi tambahan (Manuaba, 1983). 2. Kelembaban relatif Kelembaban relatif menentukan proses pelatihan karena perbandingan udara basah dan kering sangat menentukan kenyamana dalm pelatihan. Apabila kelembaban udara cukup tinggi atau diatas 90%, maka akan sangat mempengaruhi kesanggupan pengeluaran panas tubuh akibat aktivitas pelatihan melalui evaporasi. Apabila kelembaban udara dibawah 80%, maka akan mempengaruhi keseimbangan panas tubuh, metabolism meningkat akibat aktivitas tubuh untuk mengimbangi suhu dingin sehingga tubuh mengeluarkan energi yang lebih besar untuk menyesuaikan suhu tubuh dan suhu lingkungan. Kelembaban relatif Indonesia berkisar antara 70-80% (Manuaba, 1983) Penggunaan Daya ledak dalam olahraga bulutangkis Bulutangkis merupakan olahraga prestasi yang mampu membawa bangsa Indonesia ke prestasi tingkat dunia. Untuk mencapai prestasi seseorang harus menguasai teknik dasar, teknik pukulan dan pola pukulan dari tingkat kesukaran masing-masing. Teknik dasar merupakan penguasaan yang pokok yang harus dikuasai oleh setiap pemain. Adapun teknik pukulan menurut Tohar (1992) terdiri atas (1) pukulan

24 33 service, (2) pukulan lob, (3) pukulan drive, (4) pukulan dropshot, (5) pukulan pengembalian service, (6) pukulan smash. Dilihat dari teknik pukulan dalam bulutangkis seperti dropshot, lob dan smash, gerakannya diawali dari atas kepala (overhead). Pukulan overhead (atas) yang diarahkan ke bawah. (Tahir, dkk 2004). Dalam Faktor fisik diperlukan adalah daya ledak. Gerakan pukulan overhead lebih banyak didominasi oleh gerakan otot lengan. Oleh karena itu, perlu koordinasi gerak yang baik dari gerakan pukulan lob secara cepat diubah menjadi pukulan dropshot dan berubah ke pukulan smash. Dengan demikian semakin cepat perubahan itu dilakukan maka semakin banyak pula komponen gerakan yang harus dikoordinasikan. Mekanisasi gerakan tubuh yang sama, terjadi pada tiga jenis pukulan clear (pukulan bersih), drop (pukulan jatuh), dan smash (pukulan keras) menurut James (2009). Agar faktor daya ledak otot lengan dapat berkembang optimal, seorang pebulutangkis perlu latihan rutin dan mengarah pada kekhususan dengan memperhatikan pola latihan. Salah satunya dalam pelatihan menarik beban dengan katrol yang gerakannya sama dengan gerakan bulutangkis pada saat melakukan pukulan atas (overhead). Gerakan melakukan pukulan overhead yang sesuai dengan pelatihan menarik katrol berbeban dalam bulutangkis: 1. Berat badan berpindah dari kaki kanan ke kaki kiri pada saat badan berputar sehingga menghadap kedaerah sasaran 2. Lengan bergerak keatas mulai dari siku dan lengan bawah serta serta

25 34 pergelangan tangan berputar ke arah dalam 3. Pada saat raket menyentuh shuttle, pergelangan berubah menjadi lurus 4. Kepala raket mengayun ke bawah dengan pergelangan tangan setinggi dada, sehingga terjadi suatu putaran ayunan penuh dan gerakan akhir ayunan raket menyilang sebelah kiri tubuh (James, 2009). Gambar 2.2 Gerakan Pukulan overhead (James, 2009) Pengukuran Daya Ledak Otot Lengan a. Melempar menggunakan bola softball Alat yang digunakan bola softball dengan 198,45 gr dan lingkaran 30,80 cm. Pada tahap pelaksanaan orang coba berdiri melempar bola soptball gerakannya seperti gerakan dalam bulutangkis pukulan atas kepala (overhead). Lemparannya sejauh-jauhnya yang dimulai dari belakang garis batas. Dalam pelaksanaan diberi kesempatan tiga kali melempar. Skor lemparan diambil dari lemparan terjauh. Jarak diukur diukur dengan satuan sentimeter (Nurhasan, 2000). b. Melempar two hand mendicine ball put. Alat yang digunakan bola medicine dengan berat 6 pound atau 2,7 kg. dan seutas tali. Pada tahap pelaksanaan orang coba duduk tegak

26 35 dengan punggung menyentuh dinding, sambil kedua tangannya memegang bola medicine sehingga bola tersebut menyentuh dada. Kemudian tangan mendorong bola medicine sejauh-jauhnya. Sebelum orang coba mendorong bola medicine, badan bersandar pada dinding. Hal ini untuk mencegah agar orang coba padawaktu mendorong tidak dibantu oleh badan ke depan. Dalam pelaksanaan diberi kesempatan melempar tiga kali. Skor jarak tolakan terjauh dari tiga kali percobaan, yang diukur mulai dinding tembok, tempat bersandar sampai batas tanda dimana bola tersebut jatuh. Jarak diukur dalam satuan sentimeter (Nurhasan, 2008). 2.5 Pelatihan Pembebanan Latihan otot untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya perlu menggunakan beban yang berupa berat badan sendiri atau beban yang berasal dari luar. Pemberian beban disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki dalam menjalani pelatihan, sesuai dengan tujuan pelatihan, dan juga sesuai dengan cabang olahraganya. (Giriwijoyo, 2008). Pada pelatihan yang menggunakan beban hendaknya berpedoman pada empat prinsip yaitu prinsip overload, prinsip penggunaan beban secara progresif, prinsip pengaturan latihan dan prinsip kekususan program latihan menurut Sajoto (1995). Pada permainan bulutangkis, untuk pelatihan otot lengan menggunakan beban pada daerah 1/3 bawah minimal karena kebutuhan akan daya tahan dalam melakukan pukulan secara beulang-ulang (Giriwijoyo, 2008). Sedangkan (Satriya, dkk., 2007) penggunaan beban untuk daya ledak otot lengan yaitu

27 % dari kemampuan maksimal Alat yang digunakan pada pelatihan menarik katrol berbeban a. Beban dengan menggunakan karung berpasir b. Katrol yang digunakan untuk menarik beban c. Tali Gambar 2.3 Pelatihan menarik katrol Pelatihan menarik katrol Pelaksanaan pelatihan menarik katrol. Posisi berdiri selebar bahu membelakangi, kaki kiri maju didepan, kedua tungkai sedikit ditekuk kemudian pelaksanaan tangan kanan lurus vertikal yang berada di atas kepala samping dan tangan yang melakukan tarikan memegang pegangan tali. Kemudian menarik katrol/mengayun lengan dengan hentakan sampai di depan dada. Kemudian diulang lagi. Beban yang digunakan lima kg repetisi duabelas dan tiga set, istirahat setiap set lima menit. Dan beban lima kg,

28 37 sembilan repetisi dan empat set Struktur angggota gerak atas Struktur Otot Bahu Menurut Syaifuddin (1996), otot bahu hanya meliputi sebuah sendi saja dan membungkus tulang lengan dan tulang belikat akromion yang teraba dari luar. 1. Muskulus Deltoid (otot segi tiga), otot ini untuk membentuk lengkung bahu dan berpangkal di sisi tulang selangka ujung bahu, balung tulang belikat dan diafise tulang pangkal lengan. Fungsinya mengangkat lengan sampai mendatar. 2. Muskulus Subskapularis (otot depan tulang belikat) otot ini mulai dari depan tulang belikat menuju taju kecil pangkal lengan. Fungsinya menengahkan dan memutar tulang humerus ke dalam. 3. Muskulus Suprasuspinatus (otot atas tulang belikat) otot ini berpangkal dilekuk sebelah atas menuju tulang pangkal lengan fungsinya mengangkat lengan. 4. Muskulus. Infraspinatus (otot bawah tulang belikat) otot ini berpangkal di lekuk sebelah bawah tulang belikat dan menuju ke taju besar tulang pangkal lengan. Fungsinya memutar lengan keluar. 5. Muskulus Teresmayor (otot lengan bulat besar)otot ini berpangkal di siku bawah tulang belikat dan menuju ke taju kecil tulang pangkal lengan. Fungsinya memutar lengan ke dalam.

29 38 6. Muskulus Teres minor (otot lengan belikat kecil) otot ini berpangkal di siku sebelah luar tulang belikat dan menuju ka taju besar tulang pangkal lengan. Fungsinya memutar lengan keluar Gambar 2.4 Anatomi anggota gerak badan (Widiastuti, 2011) Struktur Otot Lengan Atas Menurut Syaifuddin (1996), otot-otot lengan atas terdiri dari: 1. Otot-otot ketul (fleksor). a. Muskulus Biseps braki (otot lengan kepala dua) kepala yang panjang melekat pada sendi bahu, kepala yang pendek melekat di sebelah luar dan yang kedua di sebelah dalam. Otot itu kebawah menuju tulang pengumpil. Di bawah uratnya terdapat kandung lender. Fungsinya membengkokkan lengan bawah siku, merata hasta dan mengangkat lengan.

30 39 b. Muskulus Brakialis (otot lengan dalam). Otot ini berpangkal di bawah otot segitiga di tulang pangkal lengan dan menuju taju di pangkal tulang hasta. Fungsinya membengkokkan lengan bawah siku. c. Muskulus korako brakialis. Otot ini berpangkal pada prosesuskorakoid dan menuju ke tulang pangkal lengan. Fungsinya mengangkat lengan. 2.Otot-otot kedang (ekstensor). Muskulus triseps braki (otot lengan berkepala tiga). a. Kepala luar berpangkal di sebelah belakang tulang pangkal dan menuju ke bawah kemudian bersatu dengan yang lain. b. Kepala dalam di mulai di sebelah dalam tulang pangkal lengan. c. Kepala panjang di mulai pada tulang di bawah sendi dan ketiga-tiganya mempunyai sebuah urat yang melekat di olekrani 2, Struktur Otot Lengan Bawah 1. Otot-otot kedang yang memainkan peranannya dalam pengetulan di atas sendi siku, sendi-sendi tangan dan sendi-sendi jari dan sebagian dalam gerak silang hasta. a. Muskulus ekstensor karpi radialis longus. b. Muskulus ekstensor karpi radialis brevis. c. Muskulus ekstensor karpi ulnaris. d. Digitonum karpi radialis, fungsinya ekstensi dari jari tangan kecuali ibu jari. e. Muskulus ekstensor policis longus, fungsinya ekstensi dari ibu jari D. Gerakan Sendi Bahu

31 40 Damiri (1994) gerakan-gerakan yang dapat dilakukan pada sendi bahu adalah sebagai berikut: 1. Mengayun lengan ke depan (swing forward anteflexion/flexion) 2. Mengayun lengan ke belakang (swing backward/flexion) 3. Mengangkat lengan ke samping menjahui badan (abduction) 4. Menarik lengan dari samping mendekati badan (addunction) 5. Memutar lengan ke arah dalam (inward rotation) 6. Memutar lengan ke arah luar (outward rotaion) 7. Sirkumduksi lengan (circumduction) 8. Menarik lengan dari posisi abduksi ke arah depan (horizontal adduction) 9. Menarik lengan dari posisi antefleksi ke posisi abduksi lengan (horizontal adduction) Pada saat melakukan overhead merupakan gerakan rotasi yang berpangkal pada bahu. Sesuai dengan gerakan yang dapat dilakukan pada sendi bahu yaitu mengayun lengan kebelakang (swing backward atau extention), maka untuk melakukan gerakan overhead tersebut dibutuhkan ruang gerak sendi bahu yang luas, serta elastisitas otot-otot disekitarnya.

32 41 Gambar 2.5 Anatomi lengan (Anonim. 2011) 2.6. Sistem Energi Latihan Energi didefinisikan sebagai kapasitas atau kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Kerja kita artikan sebagai penerapan tenaga sehingga tenaga dan kerja tidak dapat dipisahkan (Foss dan Keteyian, 1998). Energi diperoleh dari pemecahan glukosa. Karbohidrat glukosa merupakan karbohidrat terpenting dalam kaitannya dengan penyediaan energi di dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena semua jenis karbohidrat baik, monosakarida, disakarida maupun polisakarida yang dikonsumsi oleh manusia akan terkonversi menjadi glukosa di dalam hati. Banyak energi yang digunakan untuk kerja otot tergantung pada intensitas, densitas, frekuensi, dam jenis latihan. Energi yang diperlukan untuk suatu kegiatan

33 42 atau kontarsi otot tidak dapat diserap langsung dari makanan yang kita makan, akan tetapi melalui proses oksidasi yang terjadi di dalam sel-sel tubuh, karbohidrat ataupun lemak kemudian akan digunakan untuk mensintesis molekul ATP (adenosine triphosphate) yang merupakan molekul-molekul dasar penghasil energi di dalam tubuh. ATP terdiri dari satu molekul adenosine dan tiga molekul phosphate. Energi dibutuhkan untuk kontraksi otot diperoleh dari pembebasan dengan merubah ATP menjadi ADP + Pi (Bompa, 1999). Persediaan ATP dalam sel otot sangat terbatas, walaupun begitu suplai ATP harus secara berkesinambungan diganti lagi untuk memudahkan aktivitas fisik secara berkelanjutan. Jumlah ATP yang terdapat dalam otot, bahkan didalam otot seorang atlet yang berlatih baik, hanya cukup untuk mempertahankan daya tahan otot yang maksimal yang baru terus menerus dibentuk (Guyton dan Hall 2008). ATP diperlukan untuk menyediakan energi kontraksi otot dan daur cross bridge selama kontraksi. Pemecahan ATP yang disebabkan oleh enzim ATPase akan menghasilkan sejumlah energi, dimana energi tersebut akan memberikan kesempatan pada cross bridge yang merupakan kepala dari filamen miosin untuk berputar dan membentuk sudut baru dimana sebelumnya pada fase eksitasi cross bridge saling tertarik dengan filamen aktin, sehingga filamen aktin akan meluncur melewati filamen miosin mengakibatkan kedua filamen tersebut saling tumpangtindih dan terjadilah kontraksi otot. Tanpa ATP filamen aktin tidak akan bisa meluncur melewati filamen miosin. Tetapi persedian ATP di dalam otot hanya sedikit, cukup untuk kontraksi

34 43 maksimal otot yang berlangsung dalam satu detik. Untungnya tubuh mampu mengisi/melengkapi ATP hampir secepat waktu yang dibutuhkan untuk memecahkannya. Pengisian ATP ini terjadi apabila cadangan molekul bahan bakar seperti karbohidrat dan lemak dipecah untuk menyediakan energi bebas yang dapat dipergunakan bersama-sama ADP dan Pi untuk membentuk ATP (Hairy, Junusul, 1989). ATP senantiasa digunakan setiap kali otot berkontraksi, oleh karena itu ATP harus selalu tersedia. Sedangkan untuk menyediakan ATP saja diperlukan energi. Untuk itu tiga macam proses menghasilkan ATP (Hairy, Junusul, 1989): 1. ATP-PC atau sistem fosfagen. Dalam sistem ini energi untuk resintesis ATP berasal dari hanya satu persenyawaan creatin phosphate (PC). Creatin phosphate akan dipecah yang akan menghasilkan energi untuk mensintesis ADP + P menjadi ATP dan selanjutnya ATP akan dipecah lagi menjadi ADP + P yang akan menyebabkan pelepasan energi yang akan digunakan untuk kontraksi otot. Menurut David (1984) sistem ini sangat penting ketika melakukan latihan yang berat, seperti lari sprint dan angkat berat. 2. Glikolisis anaerobik atau sistem asam laktat (LA) penyediaan ATP berasal dari glukosa atau glikogen. Sistem ini dilakukan dengan memecahkan glukosa atau glikogen yang disimpan dalam sel otot dan hati. Sistem ini akan melepaskan energi untuk meresintesi ADP + P menjadi ATP. Selama glikolisis anaerobik hanya beberapa mol ATP yang dapat diresintesis dari glikogen, jika dibandingkan dengan adanya oksigen. Melalui proses glikolisis ini 4 buah molekul ATP akan dihasilkan serta pada awal tahapan prosesnya akan

35 44 mengkonsumsi 2 buah molekul ATP sehingga total 2 buah ATP akan dapat terbentuk. 3. Sistem aerobik (O 2 ). Bila suplai oksigen berlimpah dan otot tidak bekerja berat, maka pemecahan glikogen atau glukosa dimulai dengan cara yang sama pada glikolisis anaerobik. Bagaimanapun juga, dalam kondisi aerobik molekul asam piruvat tidak dikonversi menjadi asam laktat, tetapi melewati sarkoplasma masuk ke mitokondria, tempat rangkaian reaksi pemecahan. Di dalam mitokondria asam piruvat hasil proses glikolisis akan teroksidasi menjadi produk akhir berupa H2O dan CO2 di dalam tahapan proses yang dinamakan respirasi selular (Cellular respiration). Proses respirasi selular ini terbagi menjadi 3 tahap utama yaitu produksi Acetyl-CoA, proses oksidasi Acetyl-CoA dalam siklus asam sitrat (Citric-Acid Cycle) serta Rantai Transpor Elektron (Electron Transfer Chain/Oxidative Phosphorylation). Sistem aerobik memerlukan kira-kira dua menit untuk memulai memproduksi energi dalam meresintesis ATP dari ADP + P. Sistem aerobik memecahkan glikogen berdasarkan hadirnya oksigen, sehingga denyut jantung dan pernapasan harus ditingkatkan secara memadai untuk membawa sejumlah oksigen yang dibutuhkan sel otot. Sistem aerobik merupakan sumber energi utama untuk aktivitas olahraga yang berjangka waktu 2 menit sampai 2-3 jam. Aktivitas yang lebih dari 3 jam akan mengakibatkan pemecahan lemak dan protein untuk menggantikan cadangan glikogen yang mendekati habis. Secara umum proses metabolisme secara aerobik akan mampu untuk menghasilkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan proses secara anaerobik. Dalam

36 45 proses metabolisme secara aerobik, ATP akan terbentuk sebanyak 36 buah sedangkan proses anaerobik hanya akan menghasilkan dua buah ATP. Ikatan yang terdapat dalam molekul ATP ini akan mampu untuk menghasilkan energi sebesar 7.3 kilokalor per-molnya. Kebanyakan cabang olahraga dalam kaitannya dengan penggunaan sistem energi sering secara kombinasi. Kegiatan fisik dalam waktu singkat dan eksplosif sebagian besar energi diperoleh dari sistem energi anaerobik (ATP-PC dan LA). Sedangkan kegiatan fisik dalam jangka waktu yang lama, energinya dicukupi dari sistem aerobik. Tabel 2.1 Karakteristik Sistem Energi (Fox, Bower, dan Foss, 1993) Sistem ATP-PC Sistem Asam Laktat (LA) Sistem Oksigen (O 2 ) Anaerobik (tanpa Anaerobik Aerobik oksigen) Sangat cepat Cepat Lambat Bahan bakar dari : Bahan bakar dari: Bahan bakar dari: PC glikogen glikogen Produksi ATP Produksi ATP Produksi ATP bukan sangat terbatas terbatas tak terbatas Dengan simpanan Dengan Dengan di otot yang terbatas memproduksi asam memproduksi laktat, menyebabkan kembali, tidak kelelahan otot melelahkan Menggunakan Menggunakan Menggunakan daya aktivitas lari cepat aktivitas dengan tahan atau aktivitas atau berbagai power durasi antara 1-3 dengan durasi yang yang tinggi dengan aktivitas pendek menit panjang Pemahaman setiap pelatihan olahraga dalam menggunakan sistem energi sangat diperlukan. Menurut Nala, (2002) bahwa dalam dunia olahraga kebanyakan atlet menggunakan kedua sistem tersebut baik aerobik maupun anaerobik.

37 46 Penelitian ini tentang pelatihan menarik katrol berbeban yang menekankan pada perbedaan jumlah set dan repetisi (pengulangan). Pengulangan yang tinggi menurut Nala, (2002) akan menjadikan suatu pelatihan sangat efektif dan sangat baik dalam mengembangkan tipe serabut otot putih yang sangat diperlukan dalam daya ledak eksplosif.

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah bangsa dapat berdiri tegak di antara bangsa-bangsa lain di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah bangsa dapat berdiri tegak di antara bangsa-bangsa lain di dunia, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah bangsa dapat berdiri tegak di antara bangsa-bangsa lain di dunia, salah satunya dengan pencapaian prestasi yang tinggi di bidang olahraga. Prestasi olahraga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah bangsa dapat berdiri tegak di antara bangsa-bangsa lain di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah bangsa dapat berdiri tegak di antara bangsa-bangsa lain di dunia, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah bangsa dapat berdiri tegak di antara bangsa-bangsa lain di dunia, salah satunya dengan pencapaian prestasi yang tinggi di bidang olahraga. Prestasi olahraga

Lebih terperinci

Fitria Dwi Andriyani, M.Or.

Fitria Dwi Andriyani, M.Or. Fitria Dwi Andriyani, M.Or. PRINSIP LATIHAN Prinsip latihan yang dapat dijadikan pedoman dalam melatih kegiatan ekstrakurikuler olahraga di antaranya ialah: prinsip multilateral, individu, adaptasi, beban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita atau laki-laki sampai anak-anak, dewasa, dan orangtua bahwa dengan

BAB I PENDAHULUAN. wanita atau laki-laki sampai anak-anak, dewasa, dan orangtua bahwa dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Olahraga yang sangat membudaya dari zaman kuno sampai ke zaman modern sekarang ini, baik di Indonesia maupun dunia internasional mulai dari wanita atau laki-laki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Passing dan Ketepatan Tembakan Sepak Bola

BAB II KAJIAN PUSTAKA Passing dan Ketepatan Tembakan Sepak Bola 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Passing dan Ketepatan Tembakan Sepak Bola 2.1.1. Pengertian Passing Yang dimaksud dengan passing adalah mengoper bola dengan menggunakan kaki yang sebenarnya.pada permainan

Lebih terperinci

METODE MELATIH FISIK SEPAKBOLA. Subagyo Irianto

METODE MELATIH FISIK SEPAKBOLA. Subagyo Irianto METODE MELATIH FISIK SEPAKBOLA Subagyo Irianto A. PRINSIP-PRINSIP LATIHAN Prinsip-prinsip latihan memiliki peranan penting dalam aspek fisiologis dan psikologis olahragawan. Oleh karena akan mendukung

Lebih terperinci

KONSEP Latihan kebugaran jasmani

KONSEP Latihan kebugaran jasmani KONSEP Latihan kebugaran jasmani OLEH SUHARJANA FIK UNY1 Pengertian Latihan Latihan merupakan aktivitas olahraga/jasmani yang sistematik, dilakukan dalam waktu lama, ditingkatkan secara progresif dan individual

Lebih terperinci

BAHAN AJAR. : Pengelolaan Ekskul Olahraga Sekolah Kode Mata Kuliah : POR 309. Materi : Latihan

BAHAN AJAR. : Pengelolaan Ekskul Olahraga Sekolah Kode Mata Kuliah : POR 309. Materi : Latihan BAHAN AJAR Mata Kuliah : Pengelolaan Ekskul Olahraga Sekolah Kode Mata Kuliah : POR 309 Materi : Latihan A. Prinsip-prinsip latihan 1. Prinsip-prinsip latihan memiliki peranan penting dalam aspek fisiologis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. cabang-cabang olahraga. Atlet yang menekuni salah satu cabang tertentu untuk

PENDAHULUAN. cabang-cabang olahraga. Atlet yang menekuni salah satu cabang tertentu untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Olahraga Prestasi adalah kegiatan olahraga yang dilakukan dan dikelola secara profesional dengan tujuan untuk memperoleh prestasi optimal pada cabang-cabang olahraga.

Lebih terperinci

P E N G E M B A N G A N E K T R A K U R I K U L E R O L A H R A G A S E K O L A H H E D I A R D I Y A N T O H E R M A W A N

P E N G E M B A N G A N E K T R A K U R I K U L E R O L A H R A G A S E K O L A H H E D I A R D I Y A N T O H E R M A W A N P E N G E M B A N G A N E K T R A K U R I K U L E R O L A H R A G A S E K O L A H H E D I A R D I Y A N T O H E R M A W A N Dasar-Dasar Melatih dalam Olahraga Latihan adalah proses yang sistematis dari

Lebih terperinci

TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA

TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA Konsep Dasar Latihan Suatu proses yang sistematis dari program aktivitas gerak jasmani yang dilakukan dalam waktu relatif lama dan berulang-ulang, ditingkatkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data penelitian telah dilakukan di SMK Kesehatan PGRI

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data penelitian telah dilakukan di SMK Kesehatan PGRI BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengambilan data penelitian telah dilakukan di SMK Kesehatan PGRI Denpasar untuk kelompok I dan kelompok II. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi yang

Lebih terperinci

KETAHANAN (ENDURANCE)

KETAHANAN (ENDURANCE) KETAHANAN (ENDURANCE) PENGERTIAN KETAHANAN Ketahanan adalah kemampuan peralatan tubuh seseorang untuk melawan kelelahan selama aktivitas berlangsung. Menurut Sukadiyanto (2002: 40) keuntungan bagi olahragawan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. latihan atau pekerjaan, dan salah satu yang paling penting dari latihan harus

BAB II KAJIAN PUSTAKA. latihan atau pekerjaan, dan salah satu yang paling penting dari latihan harus BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pelatihan Olahraga Pelatihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari meningkatkan jumlah beban latihan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun untuk putri. Unsur fisik yang diperlukan dalam nomor tolak ini adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun untuk putri. Unsur fisik yang diperlukan dalam nomor tolak ini adalah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Lempar Lembing Lempar lembing merupakan salah satu nomor pada cabang olahraga atletik yang diperlombakan dalam perlombaan nasional maupun internasional, baik untuk putra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, memelihara kesegaran jasmani (fitness) atau sebagai terapi untuk memperbaiki kelainan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan awal dalam pencapaian prestasi (M. Sajoto, 1988)

BAB I PENDAHULUAN. landasan awal dalam pencapaian prestasi (M. Sajoto, 1988) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam dunia olahraga kondisi fisik atlit memegang peranan penting dalam menjalankan program latihannya, Fisik seorang atlit juga salah satu syarat yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA

PRINSIP-PRINSIP LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA PRINSIP-PRINSIP LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA PRINSIP-PRINSIP LATIHAN Prinsip Kesiapan Prinsip Partisipasi Aktif Berlatih Prinsip Multilateral Prinsip Kekhususan (Spesialisasi) Prinsip Individualisasi Prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan tujuan untuk memperoleh prestasi optimal pada cabang-cabang olahraga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan tujuan untuk memperoleh prestasi optimal pada cabang-cabang olahraga. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga adalah kegiatan yang dilakukan dan dikelola secara profesional dengan tujuan untuk memperoleh prestasi optimal pada cabang-cabang olahraga. Atlet yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prayogi Guntara, 2014 Pengaruh Recovery Aktif Dengan Recovery Pasif Terhadap Penurunan Kadar Asam Laktat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prayogi Guntara, 2014 Pengaruh Recovery Aktif Dengan Recovery Pasif Terhadap Penurunan Kadar Asam Laktat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap cabang olahraga memiliki kriteria kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang atletnya. Di cabang olahraga dayung fisik, teknik, taktik, dan mental

Lebih terperinci

Luh Putu Tuti Ariani. Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga, Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha

Luh Putu Tuti Ariani. Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga, Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha PENGARUH PELATIHAN MENARIK KATROL BEBAN 5 KG DUABELAS REPETISI TIGA SET DAN SEMBILN REPETISI EMPAT SET TERHADAP PENINGKATAN DAYA LEDAK OTOT LENGAN SISWA SMK-1 DENPASAR Luh Putu Tuti Ariani Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESES PENELITIAN. dilemparkan lurus ke belakang sehingga tubuh kelihatan lurus seperti sikap tubuh

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESES PENELITIAN. dilemparkan lurus ke belakang sehingga tubuh kelihatan lurus seperti sikap tubuh BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESES PENELITIAN 2.1 Latihan Squat Trust Latihan Squat trust adalah sebuah latihan yang dimulai dengan sikap berdiri tegak, kemudian berjongkok dengan kedua tangan di lantai

Lebih terperinci

Oleh (Tim Pengampu) Cerika Rismayanthi, M.Or. Ahmad Nasrulloh, M.Or. Fatkhurahman Arjuna, M.Or.

Oleh (Tim Pengampu) Cerika Rismayanthi, M.Or. Ahmad Nasrulloh, M.Or. Fatkhurahman Arjuna, M.Or. Oleh (Tim Pengampu) Cerika Rismayanthi, M.Or. Ahmad Nasrulloh, M.Or. Fatkhurahman Arjuna, M.Or. ahmadnarulloh@yahoo.co.id SESI LATIHAN SUSUNAN SATU SESI LATIHAN 1. Pembukaan (Pengantar) 5 2. Pemanasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ketahanan Kardiorespirasi 1. Definisi Ketahanan kardiorespirasi adalah kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas fisik yang intens dan berkesinambungan dengan melibatkan sekelompok

Lebih terperinci

LATIHAN KETAHANAN (KEBUGARAN AEROBIK)

LATIHAN KETAHANAN (KEBUGARAN AEROBIK) LATIHAN KETAHANAN (KEBUGARAN AEROBIK) OLEH SUHARJANA FIK UNY PENGERTIAN LATIHAN Latihan merupakan aktivitas olahraga/jasmani yang sistematik, dilakukan dalam waktu lama, ditingkatkan secara progresif dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. melakukan gerakan yang terorganisir dengan baik. Kemampuan gerak

II. TINJAUAN PUSTAKA. melakukan gerakan yang terorganisir dengan baik. Kemampuan gerak 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Motorik Kemampuan gerak adalah kesanggupan yang dimiliki seseorang untuk dapat melakukan gerakan yang terorganisir dengan baik. Kemampuan gerak seseorang bersifat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. teknik-teknik dasar dan teknik-teknik lanjutan untuk bermain bola voli secara

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. teknik-teknik dasar dan teknik-teknik lanjutan untuk bermain bola voli secara BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakikat Bola Voli Permainan bola voli merupakan suatu permainan yang kompleks yang tidak mudah untuk dilakukan oleh setiap orang. Diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini. Sepuluh tahun terakhir ini

BAB I PENDAHULUAN. melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini. Sepuluh tahun terakhir ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bulutangkis adalah salah satu cabang olahraga yang popular dan banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Bahkan masyarakat Indonesia sudah melekat kecintaanya terhadap

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP LATIHAN. Hedi Ardiyanto Hermawan

PRINSIP-PRINSIP LATIHAN. Hedi Ardiyanto Hermawan PRINSIP-PRINSIP LATIHAN Hedi Ardiyanto Hermawan Latihan? Latihan merupakan proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulangulang, dengan kian hari kian menambah junlah beban latihannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini terbukti dari pertandingan dan perlombaan yang telah di ikuti belum

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini terbukti dari pertandingan dan perlombaan yang telah di ikuti belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembinaan olahraga di Indonesia saat ini belum maksimal. Hal ini terbukti dari pertandingan dan perlombaan yang telah di ikuti belum menunjukan hasil yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu karakteristik permainan sepak bola yaitu menendang dan mengoper bola

BAB I PENDAHULUAN. satu karakteristik permainan sepak bola yaitu menendang dan mengoper bola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permainan sepak bola adalah permainan bola besar yang dimainkan oleh dua tim dengan masing-masing beranggotakan sebelas orang. Sepak bola merupakan olahraga paling populer

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. kemampuan melakukan aktifitas olahraga. Menurut Tangkudung yang dikutip

BAB II KAJIAN TEORITIS. kemampuan melakukan aktifitas olahraga. Menurut Tangkudung yang dikutip BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Hakikat Latihan Ada beberapa definisi yang diberikan para ahli dalam olahraga tentang makna dari latihan. Latihan sangat penting dalam meningkatkan prestasi siswa dalam setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100 meter sampai dengan 400 meter (Yoyo, 2000). Lari sprint 100 meter merupakan nomor lari jarak

Lebih terperinci

pinggang atau anggota badan yang diseberangkan melalui atas net. Dalam secara efektif. Teknik tersebut meliputi service, passing, dan yang terpenting

pinggang atau anggota badan yang diseberangkan melalui atas net. Dalam secara efektif. Teknik tersebut meliputi service, passing, dan yang terpenting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga voli adalah olahraga yang dimainkan oleh dua tim yang berusaha mematikan bola di lapangan lawan dengan cara dipantulkan menggunakan pinggang atau anggota badan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. VO2max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik.

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. VO2max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik. 1 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat VO2max Burns (2000:2) VO2max adalah jumlah maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi selama aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi

Lebih terperinci

MODUL 9 KEBUTUHAN ZAT GIZI DAN JUMLAH KALORI YANG DIPERLUKAN OLEH ATLET

MODUL 9 KEBUTUHAN ZAT GIZI DAN JUMLAH KALORI YANG DIPERLUKAN OLEH ATLET MODUL 9 KEBUTUHAN ZAT GIZI DAN JUMLAH KALORI YANG DIPERLUKAN OLEH ATLET Pendahuluan Prestasi olahraga yang tinggi perlu terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan lagi. Salah satu faktor yang penting

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KEKUATAN LENGAN DAN KOORDINASI MATA TANGAN TERHADAP KEMAMPUAN SERVIS LOB DALAM PERMAINAN BULUTANGKIS. Oleh:

KONTRIBUSI KEKUATAN LENGAN DAN KOORDINASI MATA TANGAN TERHADAP KEMAMPUAN SERVIS LOB DALAM PERMAINAN BULUTANGKIS. Oleh: KONTRIBUSI KEKUATAN LENGAN DAN KOORDINASI MATA TANGAN TERHADAP KEMAMPUAN SERVIS LOB DALAM PERMAINAN BULUTANGKIS Oleh: Ruslan Program Studi Pendidikan Jasmani Unmul ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

Oleh Cerika Rismayanthi, M.Or. Ahmad Nasrulloh, M.Or. Fatkhurahman Arjuna, M.Or. (TIM PENGAMPU)

Oleh Cerika Rismayanthi, M.Or. Ahmad Nasrulloh, M.Or. Fatkhurahman Arjuna, M.Or. (TIM PENGAMPU) Oleh Cerika Rismayanthi, M.Or. Ahmad Nasrulloh, M.Or. Fatkhurahman Arjuna, M.Or. (TIM PENGAMPU) ahmadnarulloh@yahoo.co.id DIPENGARUHI OLEH FAKTOR (Bompa, 2000): 1. Kondisi Fisik 2. Kemampuan Teknik 3.

Lebih terperinci

LATIHAN KETAHANAN (ENDURANCE) Oleh: Prof. Dr. Suharjana, M.Kes Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta

LATIHAN KETAHANAN (ENDURANCE) Oleh: Prof. Dr. Suharjana, M.Kes Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta LATIHAN KETAHANAN (ENDURANCE) Oleh: Prof. Dr. Suharjana, M.Kes Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta Latihan endurance (endurance training) merupakan model latihan yang biasa digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak orang yang menggemari olahraga ini baik anak-anak, remaja maupun

I. PENDAHULUAN. banyak orang yang menggemari olahraga ini baik anak-anak, remaja maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bulutangkis adalah suatu jenis olahraga permainan yang sangat populer, banyak orang yang menggemari olahraga ini baik anak-anak, remaja maupun orang tua. Permainan bulutangkis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bola voli merupakan media untuk mendorong. pertumbuhan fisik, perkembangan piksi, keterampilan motorik, pengetahuan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bola voli merupakan media untuk mendorong. pertumbuhan fisik, perkembangan piksi, keterampilan motorik, pengetahuan dan 1 2.1 Hakikat Permainan Bola voli BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pendidikan dasar bola voli merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan piksi, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran,

Lebih terperinci

Sistem Energi. Kinerja manusia memerlukan energi. Energi tersebut berasal. dari bahan makanan yang dimakan sehari-hari. Tujuan makan antara lain

Sistem Energi. Kinerja manusia memerlukan energi. Energi tersebut berasal. dari bahan makanan yang dimakan sehari-hari. Tujuan makan antara lain Sistem Energi Kinerja manusia memerlukan energi. Energi tersebut berasal dari bahan makanan yang dimakan sehari-hari. Tujuan makan antara lain untuk pertumbuhan, mengganti sel-sel yang rusak dan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hakikat Power Otot Tungkai a. Pengertian Power otot tungkai Power otot tungkai adalah sekelompok otot tungkai dalam berkontraksi dengan beban tertentu. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cabang olahraga atletik adalah salah satu nomor cabang yang tumbuh dan berkembang seiring dengan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cabang olahraga atletik adalah salah satu nomor cabang yang tumbuh dan berkembang seiring dengan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cabang olahraga atletik adalah salah satu nomor cabang yang tumbuh dan berkembang seiring dengan kegiatan alami manusia. Berlari adalah bagian yang tak terpisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan sesuatu aktivitas yang selalu dilakukan oleh masyarakat, keberadaannya sekarang tidak lagi dipandang sebelah mata akan tetapi sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. perlakuan masing-masing kelompok 1 dengan pelatihan berjalan dengan

BAB V HASIL PENELITIAN. perlakuan masing-masing kelompok 1 dengan pelatihan berjalan dengan 50 BAB V HASIL PENELITIAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap dua kelompok perlakuan masing-masing kelompok 1 dengan pelatihan berjalan dengan tangan jarak 5 meter 5 repetisi 4 set kelompok

Lebih terperinci

PROFIL VO2MAX DAN DENYUT NADI MAKSIMAL PEMAIN DIKLAT PERSIB U-21

PROFIL VO2MAX DAN DENYUT NADI MAKSIMAL PEMAIN DIKLAT PERSIB U-21 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepak bola merupakan olahraga yang dikenal sejak ribuan tahun yang lalu dengan beberapa aturan permainan yang cukup menarik dan mudah diterima oleh kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prestasi dan juga sebagai alat pendidikan. Olahraga memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. prestasi dan juga sebagai alat pendidikan. Olahraga memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan aktivitas fisik yang besar manfaatnya bagi manusia. Olahraga dapat berfungsi sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan, untuk prestasi dan

Lebih terperinci

DASAR DASAR OLAHRAGA

DASAR DASAR OLAHRAGA DASAR DASAR OLAHRAGA PENGERTIAN OLAHRAGA adalah gerak badan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang merupakan regu atau rombongan (ensiklopedia Indonesia) yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesegaran Jasmani 2.1.1 Pengertian Kesegaran jasmani sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam bidang keolahragaan. Kesegaran jasmani biasa diucapkan dengan

Lebih terperinci

KEBUGARAN JASMANI DAN LATIHAN KEBUGARAN JASMANI

KEBUGARAN JASMANI DAN LATIHAN KEBUGARAN JASMANI I. Hakikat Latihan Kebugaran Jasmani II. KEBUGARAN JASMANI DAN LATIHAN KEBUGARAN JASMANI Latihan kondisi fisik (physical conditioning) memegang peranan yang sangat penting untuk mempertahankan atau meningkatkan

Lebih terperinci

Sehat &Bugar. Sehat. Sakit

Sehat &Bugar. Sehat. Sakit Budaya Hidup Aktif Melalui Aktifitas Fisik RUMPIS AGUS SUDARKO FIK UNY STATUS KESEHATAN Sehat &Bugar Sehat Sakit Gambar : Modifikasi Kondisi Sakit - Sehat - Bugar Pendahuluan Perkembangan IPTEKS mempermudah

Lebih terperinci

Bentuk-bentuk latihan kebugaran bagi atlet Oleh : Teguh Santoso

Bentuk-bentuk latihan kebugaran bagi atlet Oleh : Teguh Santoso Bentuk-bentuk latihan kebugaran bagi atlet Oleh : Teguh Santoso Abstrak Ada banyak bentuk-bentuk latihan kebugaran yang dapat dipilih oleh seorang atlet. Bantuk-bentuk latihan diperlukan untuk menjaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas pekerjaannya sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Serta meningkatkan

Lebih terperinci

2015 KONTRIBUSI DENYUT NADI ISTIRAHAT DAN KAPASITAS VITAL PARU-PARU TERHADAP KAPASITAS AEROBIK

2015 KONTRIBUSI DENYUT NADI ISTIRAHAT DAN KAPASITAS VITAL PARU-PARU TERHADAP KAPASITAS AEROBIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Olahraga merupakan salah satu kesatuan yang memiliki tujuan cukup luas antaranya adalah untuk prestasi, pendidikan, dan sebagai aktivitas untuk kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga merupakan keperluan dalam kehidupan kita, apalagi bagi orang yang ingin meningkatkan kesehatannya. Kebanyakan orang latihan untuk mendapatkan manfaat dari latihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu

BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu yang membutuhkan daya tahan jantung paru. Kesegaran jasmani yang rendah diikuti dengan penurunan

Lebih terperinci

LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti

LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti TUJUAN MODUL Setelah mempelajari modul ini, diharapkan peserta dapat: 1. Memahami konsep dukungan latihan fisik untuk asuhan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mensana end Corporisano merupakan suatu ungkapan yang sangat terkenal dan akrab terdengar di telinga kita, bahwa di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rahmad Santoso, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rahmad Santoso, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi sekarang ini masyarakat disibukkan dengan pekerjaan yang menjadi rutinitas masyarakat tersebut. Masyarakat membutuhkan waktu untuk merefresh

Lebih terperinci

AKTIVITAS PENGEMBANGAN DAN KESEHATAN

AKTIVITAS PENGEMBANGAN DAN KESEHATAN AKTIVITAS PENGEMBANGAN DAN KESEHATAN HAKEKAT KESEHATAN Acuan Sehat Rumusan Organisasi Kesehatan Dunia (Sehat Paripurna) : Sejahtera Jasmani, Rohani dan Sosial, bukan hanya bebas dari penyakit, cacat ataupun

Lebih terperinci

2015 PENGARUH LATIHAN SQUAT D AN LATIHAN PNF TERHAD AP HASIL SMASH KED ENG PAD A PERMAINAN SEPAKTAKRAW

2015 PENGARUH LATIHAN SQUAT D AN LATIHAN PNF TERHAD AP HASIL SMASH KED ENG PAD A PERMAINAN SEPAKTAKRAW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk meningkatkan prestasi dalam bidang olahraga, proses latihan seyogyanya berpedoman pada teori dan prinsip-prinsip serta norma-norma latihan yang benar, sehingga

Lebih terperinci

Kontraksi otot membutuhkan energi, dan otot disebut sebagai mesin. pengubah energi kimia menjadi kerja mekanis. sumber energi yang dapat

Kontraksi otot membutuhkan energi, dan otot disebut sebagai mesin. pengubah energi kimia menjadi kerja mekanis. sumber energi yang dapat SUMBER-SUMBER ENERGI DAN METABOLISME Kontraksi otot membutuhkan energi, dan otot disebut sebagai mesin pengubah energi kimia menjadi kerja mekanis. sumber energi yang dapat segera digunakan adalah derivat

Lebih terperinci

direncanakan antara pembebanan dan recovery. Lari interval ini merupakan lari

direncanakan antara pembebanan dan recovery. Lari interval ini merupakan lari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lari interval merupakan lari berdasarkan pada perubahan yang direncanakan antara pembebanan dan recovery. Lari interval ini merupakan lari yang diselingi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari salah satu jalur energi dalam tubuh yang dikenal sebagai glikolisis (Mc

BAB I PENDAHULUAN. dari salah satu jalur energi dalam tubuh yang dikenal sebagai glikolisis (Mc BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Aktifitas fisik dengan maksimal akan mengalami kelelahan. Kelelahan adalah menurunnya kualitas dan kuantitas kerja atau olahraga yang disebabkan (akibat dari)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. sepak bola. Karena dengan jump heading pemain bisa melakukan tehnik bertahan

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. sepak bola. Karena dengan jump heading pemain bisa melakukan tehnik bertahan BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Jump Heading Tehnik dasar heading (jump heading) sangat penting dalam permainan sepak bola. Karena dengan jump heading

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP LATIHAN

PRINSIP-PRINSIP LATIHAN PRINSIP-PRINSIP LATIHAN Prinsip-prinsip latihan memiliki peranan penting dalam aspek fisiologis dan psikologis olahragawan. Oleh karena akan mendukung upaya dalam meningkatkan kualitas latihan. Prinsip

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. baik (Djumidar A. Widya, 2004: 65). kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya.

BAB II KAJIAN TEORI. baik (Djumidar A. Widya, 2004: 65). kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya. BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Lompat Jauh Gaya Jongkok a. Pengertian Lompat Jauh Lompat adalah suatu gerakan mengangkat tubuh dari suatu titik ke titik yang lain yang lebih jauh atau

Lebih terperinci

METODE PEMBINAAN KEBUGARAN ATLIT *) Oleh: Eka Swasta Budayati (FIK UNY)

METODE PEMBINAAN KEBUGARAN ATLIT *) Oleh: Eka Swasta Budayati (FIK UNY) 1 METODE PEMBINAAN KEBUGARAN ATLIT *) Oleh: Eka Swasta Budayati (FIK UNY) A. Pengertian fitnes Physical Fitness disebut juga kebugaran jasmani. Kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk menunaikan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MOTORIK SUATU PENGANTAR. Suharjana FIK UNY

PENGEMBANGAN MOTORIK SUATU PENGANTAR. Suharjana FIK UNY PENGEMBANGAN MOTORIK SUATU PENGANTAR SESI LATIHAN SUSUNAN SATU SESI LATIHAN 1. Pembukaan (Pengantar) 5 2. Pemanasan (Warming Up) 15-30 3. Bagian Utama (Inti) 60-90 4. Penutup (Warming Down) 15 PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga saat ini telah menjadi kebutuhan setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga saat ini telah menjadi kebutuhan setiap individu karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga saat ini telah menjadi kebutuhan setiap individu karena melakukan olahraga yang baik dan benar serta berkelanjutan dapat meningkatkan kebugaran jasmani.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kebugaran dan kesehatan tubuh (Giam dan Teh, 1992).

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kebugaran dan kesehatan tubuh (Giam dan Teh, 1992). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga merupakan gerak tubuh yang sengaja dilakukan oleh manusia untuk meningkatkan kebugaran dan kesehatan tubuh (Giam dan Teh, 1992). Olahraga terdiri atas rangkaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Energi Otot Rangka Kreatin fosfat merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal aktivitas kontraktil. Suatu karakteristik khusus dari energi yang dihantarkan

Lebih terperinci

METABOLISME ENERGI PADA SEL OTOT INTRODUKSI. dr. Imas Damayanti ILMU KEOLAHRAGAAN FPOK-UPI

METABOLISME ENERGI PADA SEL OTOT INTRODUKSI. dr. Imas Damayanti ILMU KEOLAHRAGAAN FPOK-UPI METABOLISME ENERGI PADA SEL OTOT INTRODUKSI dr. Imas Damayanti ILMU KEOLAHRAGAAN FPOK-UPI Pendahuluan Manusia memerlukan energi untuk setiap sel-selnya menjalani fungsi kehidupan Adenosine Three Phosphate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif sepanjang hari pada saat melakukan aktifitas, biasanya pada saat

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif sepanjang hari pada saat melakukan aktifitas, biasanya pada saat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebugaran fisik dapat di artikan sebagai kemampuan untuk berfungsi secara efektif sepanjang hari pada saat melakukan aktifitas, biasanya pada saat kita melakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. regu yang saling berhadapan dengan masing-masing regu terdiri dari sebelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. regu yang saling berhadapan dengan masing-masing regu terdiri dari sebelas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hakikat Sepakbola 1. Pengertian Sepakbola Pada hakikatnya permainan sepakbola merupakan permainan beregu yang menggunakan bola sepak. Sepakbola dimainkan dilapangan rumput oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan tersebut ada beberapa hal yang dibutuhkan oleh. satu faktor yang penting lainnya adalah faktor fisik.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan tersebut ada beberapa hal yang dibutuhkan oleh. satu faktor yang penting lainnya adalah faktor fisik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap atlet pastilah memiliki tujuan untuk mencapai performa maksimal dalam setiap pertandingan yang diikutinya, sehingga dapat menghasilkan prestasi yang baik dalam

Lebih terperinci

Pengertian Pembinaan/latihan

Pengertian Pembinaan/latihan Pengertian Pembinaan/latihan Latihan merupakan aktivitas olahraga/jasmani yang sistematik, dilakukan dalam waktu lama, ditingkatkan secara progresif dan individual yang mengarah kepada ciri-ciri fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kepadanya (dari kerja yang dilakukan sehari-hari) tanpa. menimbulkan kelelahan yang berlebihan. ( Muhajir : 2004 )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kepadanya (dari kerja yang dilakukan sehari-hari) tanpa. menimbulkan kelelahan yang berlebihan. ( Muhajir : 2004 ) 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebugaran Jasmani Kebugaran jasmani adalah kesanggupan dan kemampuan tubuh melakukan penyesuaian (adaptasi) terhadap pembebasan fisik yang diberikan kepadanya (dari kerja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja akhir dan dewasa awal berdasarkan tahap perkembangannya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. remaja akhir dan dewasa awal berdasarkan tahap perkembangannya, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa adalah siswa pada perguruan tinggi yang memulai jenjang kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan sebagai remaja akhir dan dewasa awal berdasarkan

Lebih terperinci

MEMBANGUN PRESTASI OLAHRAGA BERDASAR ILMU OLAHRAGA

MEMBANGUN PRESTASI OLAHRAGA BERDASAR ILMU OLAHRAGA MEMBANGUN PRESTASI OLAHRAGA BERDASAR ILMU OLAHRAGA Oleh: Sb Pranatahadi JARUSAN PENDIDIKAN KEPELATIHAN FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN: Anatomi Fisiologi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Hakikat Sprint Sprint atau yang disebut juga dengan lari cepat jarak pendek merupakan salah satu kelompok nomor lari dengan jarak tempuh yang

Lebih terperinci

Definisi Energi pada makhluk hidup (manusia) mampu ditimbulkan dengan cara tanpa O2 (cepat) maupun dengan O2 (lama). Di lapangan pelatih sukar menguku

Definisi Energi pada makhluk hidup (manusia) mampu ditimbulkan dengan cara tanpa O2 (cepat) maupun dengan O2 (lama). Di lapangan pelatih sukar menguku Sistem Energi Dalam Olahraga Definisi Energi pada makhluk hidup (manusia) mampu ditimbulkan dengan cara tanpa O2 (cepat) maupun dengan O2 (lama). Di lapangan pelatih sukar mengukur seberapa besar energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah. Masase adalah pemijatan atau pengurutan pada bagian tertentu

BAB I PENDAHULUAN. darah. Masase adalah pemijatan atau pengurutan pada bagian tertentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya masase berfungsi untuk melancarkan peredaran darah. Masase adalah pemijatan atau pengurutan pada bagian tertentu dengan tangan tangan atau alat-alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demi menghadapi perkembangan jaman dan teknologi yang semakin pesat sudah semestinya manusia menyadari arti penting hidup sehat. Hidup sehat dapat tercapai melalui berbagai

Lebih terperinci

2015 DAMPAK LATIHAN FARTLEK TERHADAP PENINGKATAN V02MAX.

2015 DAMPAK LATIHAN FARTLEK TERHADAP PENINGKATAN V02MAX. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan kegiatan yang banyak digemari hampir oleh seluruh warga dunia terutama oleh masyarakat indonesia baik dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa

Lebih terperinci

PERBEDAAN NILAI KAPASITAS VO 2 MAKSIMUM PADA ATLIT SEPAK BOLA DENGAN FUTSAL DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PERBEDAAN NILAI KAPASITAS VO 2 MAKSIMUM PADA ATLIT SEPAK BOLA DENGAN FUTSAL DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERBEDAAN NILAI KAPASITAS VO 2 MAKSIMUM PADA ATLIT SEPAK BOLA DENGAN FUTSAL DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai Pelengkap dan Syarat Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

Kesinambungan Energi dan Aktifitas Olahraga. (Nurkadri)

Kesinambungan Energi dan Aktifitas Olahraga. (Nurkadri) Kesinambungan Energi dan Aktifitas Olahraga (Nurkadri) Abstrak Olahraga adalah aktiftas jasmani yang membutuhkan energy dalam melakukannya. Kadar energy yang dibutuhkan disesuaikan dengan berat atau ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi merupakan salah satu faktor dalam pembangunan olahraga. Prestasi juga dapat dijadikan tolak ukur untuk melihat status atau tingkat pencapaian dan keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. watak serta peradaban bangsa yang bermatabat, dan merupakan salah satu tujuan

I. PENDAHULUAN. watak serta peradaban bangsa yang bermatabat, dan merupakan salah satu tujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat, dan merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penentuan suatu metode dalam proses penelitian merupakan langkahlangkah signifikan yang akan mendorong tercapainya tujuan penelitian, ketepatan penentuan

Lebih terperinci

AFC B LICENCE COACHING COURSE

AFC B LICENCE COACHING COURSE AFC B LICENCE COACHING COURSE SISTEM ENERGI Oleh: Prof. Dr. Sukadiyanto, M.Pd Guru Besar Pada Jurusan Pendidikan Kepelatihan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta PENGERTIAN ENERGI Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para atlet sepak bola yang berkualitas. Namun masih banyak yang harus dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. para atlet sepak bola yang berkualitas. Namun masih banyak yang harus dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sepakbola merupakan olahraga yang sangat populer di dunia. Beberapa tahun terakhir, Sekolah Sepak Bola (SSB) banyak berdiri di Indonesia. Mulai dari SSB yang profesional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepak bola merupakan cabang olahraga yang sudah memasyarakat, baik sebagai hiburan, mulai dari latihan peningkatan kondisi tubuh atau sebagai prestasi untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jl.Sekolah pembangunan NO. 7A Medan Sunggal

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jl.Sekolah pembangunan NO. 7A Medan Sunggal 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lapangan Asrama PPLP Sumatera Utara di Jl.Sekolah pembangunan NO. 7A Medan Sunggal 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan olahraga. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari setiap

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan olahraga. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya kesehatan olahraga adalah upaya kesehatan yang memanfaatkan aktivitas fisik dan olahraga. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari setiap manusia tidak pernah terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuratif saja, tetapi juga usaha promotif, preventif, dan rehabilitatif. Gerak yang

BAB I PENDAHULUAN. kuratif saja, tetapi juga usaha promotif, preventif, dan rehabilitatif. Gerak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan ilmu fisioterapi, usaha-usaha di bidang kesehatan gerak dan fungsi tubuh telah mengalami perkembangan. Tidak terbatas pada usaha kuratif saja, tetapi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian dilakukan di SMPN 2 Maja tepatnya di kabupaten majalengka kecamatan maja. Populasi penelitian adalah semua siswa dan siswi yang mengikuti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka. 1. Renang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka. 1. Renang BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Renang a. Hakikat Renang Renang merupakan salah satu cabang olahraga aquatik. Renang adalah upaya untuk menggerakkan (mengapungkan

Lebih terperinci