BAB II KAJIAN TEORI. Dalam buku The Division of Labor In Society (1964: 49-51) Durkheim

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. Dalam buku The Division of Labor In Society (1964: 49-51) Durkheim"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Masyarakat dan Dinamikanya Dalam buku The Division of Labor In Society (1964: 49-51) Durkheim menyebutkan dua bentuk mayarakat yaitu; masyarakat tradisional (masyarakat sederhana) dan masyarakat modern (masyarakat majemuk). Faktor yang menjadikan keduanya berbeda adalah fungsi dari pembagian kerja. Fungsi pembagian kerja dalam masyarakat tradisional bersifat mekanik, sedangkan fungsi pembagian kerja dalam masyarakat modern bersifat organik. Fungsi pembagian kerja dalam masyarakat tradisional bersifat mekanik, karena kenyataan yang disebabkan faktor individu yang berhubungan mempunyai banyak kesamaan diantara sesamanya. Mereka hidup dengan usaha mencukupi kebutuhan sendiri dan dengan pekerjaan yang sama. Sedangkan pembagian kerja dalam masyarakat modern bersifat organik. Spesialisasi yang berbedabeda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial itu sangat kompleks. Kenyataan ini mengakibatkan individu dalam masyarakat harus mengandalkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan, misalnya, kebutuhan akan bahan makanan, kebutuhan akan pakaian, dan kebutuhan hidup lainnya, Fakta sosial ini menyangkut bagian luar diri individu dan mengendalikan individu dalam masyarakat. Fakta sosial terwujud dari tindakan-tindakan individu untuk membentuk masyarakat, namun tidak terikat kepada tindakan-tindakan individu. 8

2 Fakta sosial itu, turut mengendalikan individu dalam membentuk masyarakat melalui eksistensinya masing-masing. Durkheim menamai suatu masyarakat ini, realitas sui generis yakni masyarakat melalui eksistensinya sendiri, tetapi, satu fakta sosial hanya dapat dijelaskan melalui fakta-fakta sosial yang lain. Fakta-fakta sosial itu pula, yang menghadapkan pada dua kesadaran dalam masing-masing masyarakat. Dari faktafakta sosial ini lahir solidaritas-solidaritas, yang menghubungkan individu dengan masyarakat, melalui eksistensi masing-masing. Jelasnya Durkheim mengatakan: There are in us two consciences: one contains states which are personal to each of us and which characterize us, while the states which comprehend the others are common to all society. The first represent only our individual personality and constitute it, the second represent the collective type and consequently society without which it would not exist. Although distinct, these two consciences are linked one to the other, since in sum, they are only one,having one and the same organic substratum. They are thus solidary. From this results a solidarity sui generis, which, bornof resemblances, directly links the individual with society (1964:106). Pembagian perkembangan masyarakat yang dikotomis ini, oleh Sztompka (2005: ), dikatakan berdasarkan perbedaan kualitas ikatan sosial dalam struktur sosial masyarakat, yaitu tahap mekanis karena adanya ikatan solidaritas mekanis dalam masyarakat. Solidaritas mekanis berpaut dalam kesamaan fungsi dan tugas yang tidak dibeda-bedakan, sedangkan solidaritas organis berpaut dalam peran dan pekerjaan yang sangat beragam, kerjasama, saling melengkapi dan saling memerlukan. Konsepsi tentang solidaritas organis inilah yang dikenal dengan masyarakat modern atau masyarakat majemuk. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa, masyarakat tradisional dengan solidaritas mekanik, maupun masyarakat modern dengan solidaritas organik, 9

3 mempunyai eksistensi masing-masing yang berhubungan dengan fakta sosial yang terjadi dalam masyarakat-masyarakat tersebut, yaitu menyangkut bagian luar diri individu dan mengendalikan individu dalam masyarakat-masyarakat tersebut. Fakta sosial itu terwujud dari tindakan-tindakan individu untuk membentuk masyarakat, yang turut mengendalikan individu dalam membentuk masyarakat-masyarakat itu melalui eksistensinya masing-masing. Fakta sosial itu pula yang mengikatkan adanya kesadaran kolektif masyarakat terhadap pemberian hukuman atau sanksi dari suatu keadaan yang menyimpang dari apa yang telah diputuskan dan yang ditentukan oleh masyarakat. Masyarakat tradisional dengan bentuk solidaritas mekanik memiliki aturan-aturan kolektif (adat istiadat atau norma adat) yang mengatur bagaimana mereka berperilaku dengan hukum represif. Masyarakat modern dengan bentuk solidaritas organik memiliki peraturan-peraturan dan sanksi-sanksi restitutif (restitutive sanctions) maka, dalam masyarakat tradisional maupun masyarakat modern, kelangsungan hidup perorangan maupun kelangsungan hidup masyarakat dalam kesadaran kolektif itu tergantung pada fakta sosial, yang berhubungan langsung dengan peraturan-peraturan dan sanksi-sanksi tersebut, dimana dengan penerapan peraturan-peraturan dan sanksi-sanksi tersebut terwujud solidaritassolidaritas sosial, karena masing-masing konsisten dengan apa yang telah diputuskan dan yang ditentukan oleh masyarakat. Kemampuan dalam menaati segala macam norma baik norma adat maupun norma hukum (hukum positif) adalah bertujuan untuk menghindari anomi dalam masyarakat guna terwujudnya kehidupan masyarakat yang harmonis,karena itu, untuk 10

4 mencapai masyarakat yang toleran, damai dan harmonis itu, solidaritas mekanis saja dianggap tidak cukup (walau Durkheim sangat menekankan perbedaan yang dikotomis ini), sebab dalam faktanya kedua bentuk solidaritas (mekanis dan organis) itu saling melengkapi bahkan saling mengandaikan. Dalam konteks seperti ini, maka sinergisitas atau kerjasama antara pemerintah dan masyarakat (dalam makna civil society) sangat diperlukan demi mewujudkan kehidupan masyakat yang damai, toleran dan harmoni itu Birokrasi Pemerintah Daerah: Melayani atau Dilayani? Reformasi kehidupan politik dan pemerintahan ditingkat lokal yang ditandai dengan pemberlakuan UU No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004, membawa perubahan signifikan bagi kehidupan politik dan pemerintahan ditingkat lokal, baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota bahkan desa. Kondisi faktual ini menunjukan pergerakan ke arah keinginan untuk mewujudkan penyelenggaraan politik dan pemerintahan daerah yang lebih demokratis, terbuka dan akuntabel. Indikasi yang sangat kuat menandai arah pergerakan itu, adalah selain adanya upaya perubahan struktur dan mekanisme pemerintahan daerah sesuai amanat UU di atas, juga bergeliatnya masyarakat untuk turut serta didalam proses penyelenggaraan politik dan pemerintahan, (pengambilan keputusan yang partisipatif) secara bebas dan bertanggungjawab. Kondisi ini sebenarnya berupaya dalam rangka perubahan perspektif tentang birokrasi pemerintah yang selama ini selalu ingin minta dilayani dan kurang melayani. Namun demikian upaya tersebut saat ini belum dapat menjawab secara komperhensif terwujudnya kondisi ideal yang diharapkan bersama. Perubahan struktur dan 11

5 mekanisme kerja birokrasi, tanpa perubahan sikap dan perilaku aparatur birokrasi ke arah yang profesional adalah sama saja dengan mengambil satu langka maju tetapi dua langka mundur. Dalam tata hubungan pemerintahan, terdapat tiga fungsi utama pemerintah yang bisa diwujudkan dalam kelembagaan pemerintah daerah. Ketiga fungsi dasar itu adalah fungsi pengaturan, pelayanan publik dan pemberdayaan, oleh karena itu eksistensi birokrasi sebagai aparatur pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan publik yang baik (prima), terutama yang berkaitan dengan beberapa pelayanan dasar seperti pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan sosial dan ekonomi. Birokrasi sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat mesti menempatkan masyarakat warga sebagai komunitas yang dilayani, bukan sebaliknya. Pola perilaku (pattern of behavior) dan budaya birokrasi yang dibangun di atas sebuah kekuatan rezim otoriter, sesungguhnya telah lama berada dan hidup di atas dasar atau fundamen yang amat rapuh. Patologi birokrasi yang oleh banyak orang disebut sebagai bertele-tele, minta dilayani dari pada melayani, tertutup dan arogan, dengan ciri utama ABS (asal bapak senang) adalah bagian dari kerapuhan institusi negara. Ketidakmampuan pemerintah untuk melakukan perubahan struktur, norma, nilai dan regulasi yang berorientasi kolonial tersebut telah menyebabkan gagalnya upaya untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat (Prasojo, 2006). Mifta Thoha (2004) bahkan menganalogikan birokrasi pemerintahan sebagai officialdom atau kerajaan pejabat yang seringkali jauh dari rakyatnya. Suatu kerajaan yang raja-rajanya adalah para pejabat yang mempunyai yuridiksi tugas dan 12

6 tanggungjawab resmi (official-duties), jelas dan pasti. Mereka bekerja dalam tatanan dan pola hirarki sebagai perwujudan dari tingkatan otoritas dan kekuasaanya, memperoleh gaji berdasarkan keahlian dan kompetensinya serta proses komunikasi didasarkan pada dokumen tertulis (the files). Semua jabatan itu lengkap dengan fasilitas yang mencerminkan kekuasaan tersebut. Di luar hirarki kerajaan pejabat dan jabatan itu, terdampar rakyat yang powerless di hadapan pejabat birokrasi tersebut. Walaupun demikian, beberapa kasus membuktikan bahwa dalam kurun waktu tertentu pemerintah (Negara) terlihat lemah (weak state), dan rakyak menjadi sangat kuat (strong society) (Suwondo, 2005: 3-4; 8-9) Buruknya kinerja pelayanan publik tersebut, adalah hasil dari kompleksitas permasalahan yang ada dalam tubuh birokrasi seperti tidak adanya sistem insentif, buruknya tingkat diskresi atau pengambilan inisiatif yang ditandai dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada aturan formal dan petunjuk pimpinan dalam menjalankan tugas pelayanan, selain itu budaya paternalisme yang tinggi menyebabkan aparat menempatkan pimpinan sebagai prioritas utama dan bukan kepentingan masyarakat. Tentu buruknya pelayanan publik semacam ini tidak hanya akibat kendala internal baik teknis maupun strategis dari birokrasi sendiri, tetapi juga sebagai akibat dari akumulasi persoalan-persoalan yang lebih luas yang melibatkan dua pihak, yaitu, internal birokrasi sebagai pelayan, maupun masyarakat warga sebagai yang dilayani, seperti rendahnya kesadaran terutama dalam memenuhi persyaratan administratif, maupun perilaku rakyat yang masih belum berubah dari kebiasaan-kebiasaan lama yang 13

7 suka memberi uang ataupun memanfaatkan saluran-saluran pribadi dan kroni dalam memperlancar usahanya. Sadar maupun tidak, baik birokrasi sebagai pelayan dan warga sebagai yang dilayani, masing-masing menyumbang secara signifikan atas buruknya wajah pelayanan publik di negeri ini Good Governance Dalam Layanan Publik Salah satu segi penting dari demokratisasi pemerintahan daerah adalah upaya mewujudkan pelayanan publik yang responsiv, transparan dan akuntabel, yang melibatkan peran serta masyarakat (public) dalam setiap tahapan, baik perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun evaluasinya. Peningkatan peran serta masyarakat dalam rangka menyelenggarakan pelayanan umum atau pelayanan public sejalan dengan pandangan noe-ortodoksi yang antara lain menekankan peran serta masyarakat atau kemitraan pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pandangan seperti itu saat ini lebih populer dengan konsep good governance (tatakelola pemerintahan yang baik), atau dengan kata lain, Negara harus memperluas peran ruang pulik (Giddens, 1999:83). Kata governance digunakan karena institusi pemerintah (government) tidak lagi memadai jika diperlakukan sebagai satu-satunya institusi yang menjalankan fungsi governing. Government adalah fenomena abad 20 ketika negara memegang hegemoni kekuasaan atas rakyat. Saat ini telah terjadi perubahan yang sangat fundamental, terkait paragidma penyelenggaraan pemerintahan negara. Government hanya sebagai salah satu dari elemen yang ada selain sektor swasta dan komunitas. Bahkan Anthony Giddens (1999) mengkritik keras pemikiran David Osborne dan Ted Gaebler dalam buku mereka 14

8 Reinventing Government (1992), akibat mengidentikan pemerintah (negara) dengan pasar, yang mengusulkan pemerintah mengadopsi solusi berdasarkan pasar. Bahkan karya mereka sangat mempengaruhi kebijakan-kebijakan Clinton di awal 1990 an. Bagi Giddens pemerintah tidak harus menjadi pasar, namun perlu memperluas ruang publik agar pasar bisa hidup dan menjadi economic society. Pergeseran paradigma government ke governance mulai dipopulerkan oleh Bank Dunia sejak tahun 1989, dalam laporannya yang berjudul Sub-Saharan Africa : from Crisis to Sustainable Growth, defenisi yang diberikan bagi governance adalah exercise of political power to manage nation. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa pemerintah sebagai aktor negara merupakan penyebab utama kegagalan pembangunan di Negara Sub-Sahara Afrika karena negara gagal membangun sinergi dengan economic society dan civil society. Akibatnya negara tidak mampu mempertahankan legitimasi dan konsensus yang merupakan prasyarat bagi pembangunan berkelanjutan dan prinsip dasar bagi penerapan good governance (Pratikno, dkk, 2005). Dari kasus Afrika tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk membangun pemerintahan yang baik maka peran negara harus dikurangi (negara berfungsi hanya sebagai fasilitator, bukan lagi bersifat regulatif) dan untuk itu diperlukan senergi 3 (tiga) aktor yakni Negara, economic society dan civil society. Perumusan governance akhirnya ditekankan pada pelibatan aktor-aktor non-negara (Pratikno, dkk, 2005). Governance diartikan sebagai mekanisme, praktek dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumberdaya serta memecahkan masalah-masalah publik. Dalam konsep ini pemerintah hanya menjadi salah satu aktor, dan tidak selalu menjadi aktor paling menentukan. 15

9 Implikasinya, peran pemerintah sebagai pembangun maupun penyedia jasa pelayanan dan infra struktur akan bergeser menjadi badan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas dan sektor swasta untuk ikut aktif memberdayakan masyarakat. Governance menuntut redefinisi peran negara, dan itu berarti adanya redefinisi pula pada peran warga antara lain untuk memonitor akuntabilitas pemerintah itu sendiri (Putra, 2003). Dilihat dari sudut penyelenggaraan pemerintahan yang baik Uphoff (Suwondo, 2005: ) mengemukakan tiga kaidah yang harus secara setia dijalani yaitu : 1) Accountabilitas (pertanggungjawaban); 2) Fairnes (keadilan); 3) Tranparancy atau keterbukaan. Selain itu, Suwondo (2003) juga mengemukakan empat kaidah yang harus secara setia dilaksanakan yakni agar terciptanya pemerintahan yang baik, diantaranya: 1) Responsibility (bertanggungjawab); 2) Independency (kemandirian); 3) Freedom (kebebasan) dan 4) Efisiensi dalam alokasi sumber daya. Sedangkan UNDP juga metetapkan beberapa karakteristik dasar dalam penyelenggaraan good governance yaitu, partisipatif, transparansi dan akuntabilitas, efektif dan berkeadilan, supremasi hukum, orientasi konsensus, akomodatif terhadap suara penduduk miskin dan rentan dalam proses pembuatan keputusan (Dwipayana dan Eko, 2003). Penerapan otonomi daerah sebagai implementasi azas desentralisasi di tingkat lokal, memberikan peluang yang cukup besar bagi upaya perwujudan prinsip-prinsip good governance. Suwondo (2005) yang mengutip pandangan Gustavo, mengatakan bahwa desentralisasi mengandung dua makna yaitu: pelimpahan wewenang sering disebut sebagai delegation yang berarti pelimpahan wewenang atau penyerahan 16

10 tanggungjawab kepada bawahan untuk mengambil keputusan tetapi pengawasannya masih berada di tangan pemerintah pusat. Makna yang kedua adalah devolution atau pelimpahan kekuasaan yang berarti adanya pelimpahan tanggungjawab penuh kepada bahwahan atau daerah. Berdasarkan pemahaman ini maka makna desentralisasi (otonomi daerah) seharusnya merupakan penyerahan tanggungjawab penuh kepada daerah yang akan mengelola pemerintahannya sesuai dengan aspirasi rakyatnya yang disampaikan dan dilaksanakan secara demokratis dan baik. Oleh karena itu, birokrasi sebagai aparatur negara atau pemerintah dihadapkan pada sebuah tantangan yang dilematis, disatu sisi dituntut memperbaiki kinerja internalnya dan membatasi dominasinya, tetapi disisi lain dituntut pula memberikan pelayanan profesional (prima) kepada masyarakat. Sementara itu, Pamerdi Giri Wiloso (2011) mengemukakan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik tidak dapat dilepaskan dengan konteks tata kelola pemerintahan, yang berlaku secara gencar pada era desentralisasi atau otonomi daerah yang berpusat pada aras kabupaten/kota. Baginya, secara normatif penyelenggaraan seharusnya selalu berorientasi pada peningkatan kesejahtraan masyarakat. Oleh karena itu, penyelenggaraannya harus selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat; meningkatkan pelayanan public dan daya saing daerah sesuai dengan potensi, peluang investasi, kekhasan, dan unggulan daerah yang dikelola secara demokratis, transparan dan akuntabel. Hal menarik dari kajian Wiloso (2011) ini adalah konsepsi teoritiknya yang merujuk kepada pemikiran Diane Davis tentang power of distance (kekuatan jarak). 17

11 Konsepsi teoritik ini memiliki empat konsep turunan yang dideskripsikan secara apik oleh penulis, diantaranya: 1). Geographic source of distance, merupakan jarak yang berkaitan dengan ruang fisik yang membentang antara lokasi pelayanan pemerintah dan lokasi tempat tinggal warga masyarakat selaku penerima pelayanan; 2) institutional source of distance merupakan jarak yang berkaitan dengan pelembagaan lembagalembaga publik; 3). Social class positional source of distance merupakan jarak yang berkaitan dengan perbedaan status sosial (-ekonomi) antara aparat birokrasi tata pemerintahan yang menyediakan pelayanan public dengan warga masyarakat penerima pelayanan public; dan 4). Cultural source of distance merupakan jarak yang berkaitan dengan perbedaan budaya; yaitu budaya dalam pengertian pola piker (mindset) antara aparat birokrasi tata pemerintahan selalu penyedia pelayanan public dengan warga masyarakat selaku penerima pelayanan publik. Konsepsi teoritik yang dikemukakan Pamerdi Giri Wiloso yang bersandar pada pemikiran Diane Davis ini, bagi saya (peneliti) memiliki makna yang bisa disepadankan dengan konsep Mifta Thoha (2004) tentang officialdom yang telah dikemukakan di atas. Dalam kerangka seperti ini, maka pertanyaannya apa yang perlu dilakukan pemerintah (negara) untuk meminimalisir kecurigaan masyarakat kepadanya? Salah satu yang perlu dilakukan adalah reformasi birokrasi pemerintahan menjadi obat mujarab dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat itu. Reformasi birokrasi inilah yang salah satunya dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia (RI) dengan mencoba mendekatkan diri dan menjadi teman masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial kemasyarakat dengan 18

12 pendekatan kekeluargaan. Reformasi birokrasi kepolisian itu dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap istitusi kepolisian yang selama ini dianggap sebagai institusi yang sangar dan menakutkan bagi setiap anggota masyarakat yang melakukan kesalahan. Salah satu bentuk reformasi birokrasi kepolisian itu adalah dengan membentuk forum-forum yang dapat mendekatkan diri dengan masyarakat sebagai penerima pelayanan. Salah satu forum yang dibentuk itulah yang saat ini menjadi focus kajian peneliti, yakni, Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) yang ada di desa Kaliurang, Kec. Srumbun, Kab. Magelang. Dengan kajian teoritik yang telah diuraikan di atas, maka kajian ini akan difokuskan para peran dan implementasi program FKPM serta tanggapan masyarakat desa Kaliurang terhadapnya. 19

13 2.4. Kerangka Pikir Penelitian Berdasarkan urain di atas, maka kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian Reformasi Birokrasi Polri PELAYANAN PUBLIK POLMAS Fungsi dan Peran FKPM Masalah Sosial (Kamtibmas) Power of Distance Teratasinya masalah kamtibmas di desa Kaliurang 20

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi modern. Hal ini setidaknya sejalan dengan pandangan Etzioni (1986: 35)

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi modern. Hal ini setidaknya sejalan dengan pandangan Etzioni (1986: 35) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan kenegaraan modern, birokrasi memegang peranan penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian, maka dapat diformulasikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga saat ini, relasi antara Pemerintah Daerah, perusahaan dan masyarakat (state, capital, society) masih belum menunjukkan pemahaman yang sama tentang bagaimana program CSR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 14 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Good Governance : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Birokrasi merupakan instrumen untuk bekerjanya suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatkan peranan publik ataupun pembangunan, dapat dikembangkan melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita yang kompleks namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah merubah tatanan demokrasi bangsa Indonesia dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah desa merupakan simbol formil kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa sebagai badan kekuasaan terendah selain memiliki wewenang asli untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai

Lebih terperinci

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik KOSKIP, KAJIAN RUTIN - Sejak lahir seorang manusia pasti berinteraksi dengan berbagai kegiatan pemerintahan hingga ia mati. Pemerintahan merupakan wujud

Lebih terperinci

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK Hendra Wijayanto PERTANYAAN Apa yang dimaksud government? Apa yang dimaksud governance? SEJARAH IDE GOVERNANCE Tahap 1 Transformasi government sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma good governance muncul sekitar tahun 1990 atau akhir 1980-an. Paradigma tersebut muncul karena adanya anggapan dari Bank Dunia bahwa apapun dan berapapun bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah berimplikasi pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap perubahan

Lebih terperinci

Good Governance. Etika Bisnis

Good Governance. Etika Bisnis Good Governance Etika Bisnis Good Governance Good Governance Memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan Konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan faktor yang paling menentukan dalam setiap organisasi, karena di samping sumber daya manusia sebagai salah satu unsur kekuatan daya saing

Lebih terperinci

GOOD GOVERNANCE. Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007

GOOD GOVERNANCE. Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007 GOOD GOVERNANCE Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007 Latar Belakang Pada tahun 1990an, dampak negatif dari penekanan yang tidak pada tempatnya terhadap efesiensi dan ekonomi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara, peranan Negara dan pemerintah bergeser dari peran sebagai pemerintah (Government) menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi birokrasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi birokrasi termasuk di bidang keuangan negara. Semangat reformasi keuangan ini telah menjadi sebuah kewajiban dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

BAB I PENDAHULUAN. pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setelah melalui perjalanan panjang selama kurang lebih 7 tahun dalam pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disahkan pada tanggal 15 Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak awal tahun 2001 secara resmi pemerintah mengimplementasikan paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

MEWUJUDKAN TATAKELOLA PEMERINTAHAN DESA

MEWUJUDKAN TATAKELOLA PEMERINTAHAN DESA MATERI DISKUSI MEWUJUDKAN TATAKELOLA PEMERINTAHAN DESA Yeremias T. Keban MKP FISIPOL UGM Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, 27 September 2017 The Alana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah melalui Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dapat mendorong proses penganggaran khususnya APBD Kota Padang tahun

BAB VI PENUTUP. dapat mendorong proses penganggaran khususnya APBD Kota Padang tahun BAB VI PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Pada awalnya penulis ingin mengetahui peran komunikasi dalam hal ini melalui konsep demokrasi deliberatif yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas dapat mendorong proses penganggaran

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN IX GOOD GOVERNANCE

POKOK BAHASAN IX GOOD GOVERNANCE POKOK BAHASAN IX GOOD GOVERNANCE A. Definisi dan Pengertian Tata pemerintahan yang baik (good governance) merupakan konsep yang kini sangat populer di Indonesia. Pembicaraan tentang good governance tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. lama, sehingga menghasilkan kebudayaan. Masyarakat merupakan suatu system sosial, yang

BAB II LANDASAN TEORITIS. lama, sehingga menghasilkan kebudayaan. Masyarakat merupakan suatu system sosial, yang BAB II LANDASAN TEORITIS 1. Defenisi Konsep. 1.1. Pengertian Hukuman. Masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan bersama untuk jangka waktu yang cukup lama, sehingga menghasilkan kebudayaan. Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

Kesimpulan. Bab Sembilan

Kesimpulan. Bab Sembilan Bab Sembilan Kesimpulan Rote adalah pulau kecil yang memiliki luas 1.281,10 Km 2 dengan kondisi keterbatasan ruang dan sumberdaya. Sumberdayasumberdaya ini tersedia secara terbatas sehingga menjadi rebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang telah berlangsung lama dan mendapat pembenaran

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara, peranan negara dan pemerintah bergeser dari peran sebagai pemerintah (government)

Lebih terperinci

Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli, M.S. Isu-isu Krusial ADMINISTRASI PUBLIK KONTEMPORER

Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli, M.S. Isu-isu Krusial ADMINISTRASI PUBLIK KONTEMPORER Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli, M.S. Isu-isu Krusial ADMINISTRASI PUBLIK KONTEMPORER 2014 Isu-isu Krusial ADMINISTRASI PUBLIK KONTEMPORER Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved ISBN :...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian yang serius. Orientasi pembangunan lebih banyak diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian yang serius. Orientasi pembangunan lebih banyak diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia sebelum era reformasi dapat dinilai kurang pesat. Pada waktu itu, akuntansi sektor publik kurang mendapat perhatian

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, tuntutan terhadap paradigma good governance dalam seluruh kegiatan tidak dapat dielakkan lagi. Istilah good

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pembangunan yang dihadapi dewasa ini dan di masa mendatang mensyaratkan perubahan paradigma kepemerintahan, pembaruan sistem kelembagaan, peningkatan kompetensi

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sampai sekarang ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat. Pastinya kemajuan teknologi dan informasi menuntut birokrasi untuk beradaptasi dalam menghadapi dunia global

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penganggaran merupakan suatu proses pada organisasi sector publik, termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait dalam penentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut segala aspek kehidupan yang sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia sejak tahun 1990-an dan semakin populer pada era tahun 2000-an. Pemerintahan yang baik diperkenalkan

Lebih terperinci

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum emangat reformasi telah mendorong pendayagunaan aparatur Negara untuk melakukan pembaharuan dan peningkatan efektivitas dalam melaksanakan fungsi penyelenggaraan pemerintahan Negara dalam pembangunan,

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DALAM ERA OTONOMI DAERAH

UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DALAM ERA OTONOMI DAERAH Tri Ratnawati 179 UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DALAM ERA OTONOMI DAERAH Oleh: Tri Ratnawati Staff Pengajar Fakultas Ekonomi dan Program Pascasarjana Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara, peranan negara dan pemerintah bergeser dari peran sebagai pemerintah (government) menjadi kepemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Otonomi daerah di Indonesia didasarkan pada undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang sekarang berubah menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain proses reformasi sektor publik, khususnya reformasi pengelolaan keuangan daerah

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS DALAM SEKTOR PUBLIK. Kuliah 4 Akuntabilitas Publik & Pengawasan

AKUNTABILITAS DALAM SEKTOR PUBLIK. Kuliah 4 Akuntabilitas Publik & Pengawasan AKUNTABILITAS DALAM SEKTOR PUBLIK Kuliah 4 Akuntabilitas Publik & Pengawasan TUNTUTAN AKUNTABILITAS Kemampuan menjawab Tuntutan bagi aparat untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan- pertanyaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tata kelola yang baik (good governance) adalah suatu sistem manajemen pemerintah yang dapat merespon aspirasi masyarakat sekaligus meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah

Lebih terperinci

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945.

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945. 1 A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945. Oleh karena itu dengan cara apapun dan jalan bagaimanapun

Lebih terperinci

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 2. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perokonomian daerah. Otonomi yang diberikan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (Good Governance). Terselenggaranya pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (Good Governance). Terselenggaranya pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap instansi pemerintah selalu berusaha mewujudkan suatu pemerintahan yang baik (Good Governance). Terselenggaranya pemerintahan yang baik (Good Governance)

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001

BABl PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001 BABl PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001 menuntut sebuah birokrasi yang kompeten dan profesional. Birokrasi yang kompeten dan profesional

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PUBLIK I. UMUM Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (pilkada).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi keuangan daerah merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang mendapat perhatian besar dari berbagai pihak semenjak reformasi pada

Lebih terperinci

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya

Lebih terperinci

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Draft 12 Desember 2004 A. PERMASALAHAN Belum optimalnya proses desentralisasi dan otonomi daerah yang disebabkan oleh perbedaan persepsi para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Desa merupakan basis bagi upaya penumbuhan demokrasi, karena selain jumlah penduduknya masih sedikit yang memungkinkan berlangsungnya proses demorasi secara

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kinerjanya. Menurut Propper dan Wilson (2003), Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kinerjanya. Menurut Propper dan Wilson (2003), Manajemen BAB I PENDAHULUAN Kinerja instansi pemerintah dapat terwujud dengan baik apabila disertai dengan pengelolaan manajemen yang baik, yang dapat mendorong instansi pemerintah untuk meningkatkan kinerjanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik. Dari segi pemerintahan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi sehingga mempengaruhi orientasi dan nilai hidup di segala bidang;

BAB I PENDAHULUAN. informasi sehingga mempengaruhi orientasi dan nilai hidup di segala bidang; BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masyarakat saat ini sedang menghadapi perubahan dari era modern menuju informasi sehingga mempengaruhi orientasi dan nilai hidup di segala bidang; ekonomi, sosial,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi politik yang bergulir sejak Tahun 1998 merupakan upaya untuk mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu pemerintahan yang berkeadilan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pertama ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pertama ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, BAB I PENDAHULUAN Pada bab pertama ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah yang kemudian fokus menjadi pertanyaan penelitian, serta tujuan dilakukannya penelitian. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paradigma baru yang berkembang di Indonesia saat ini. Menurut Tascherau dan

BAB I PENDAHULUAN. paradigma baru yang berkembang di Indonesia saat ini. Menurut Tascherau dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik merupakan paradigma baru yang berkembang di Indonesia saat ini. Menurut Tascherau dan Campos yang dikutip Thoha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengeluaran rutin pemerintah dibiayai oleh sumber utama penerimaan pemerintah yaitu pajak. Proses pengenaan dan pemungutan pajak ini memerlukan adanya administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semangat otonomi daerah dan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Lebak mempunyai catatan tersendiri dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Pada jaman kolonial, kabupaten ini sudah dikenal sebagai daerah perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini organisasi sangat tergantung pada sistem informasi agar dapat beroperasi secara efektif, efisien dan terkendali. Efektivitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tatacara penyelenggaraan pemerintah mengelola dan mengatur pemerintah sangat mempengaruhi baik atau buruknya suatu pemerintahan berjalan. Pemerintah yang dikelola

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI GOOD GOVERNANCE DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK BIDANG PENDIDIKAN DI KECAMATAN AMURANG BARAT KABUPATEN MINAHASA SELATAN

IMPLEMENTASI GOOD GOVERNANCE DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK BIDANG PENDIDIKAN DI KECAMATAN AMURANG BARAT KABUPATEN MINAHASA SELATAN IMPLEMENTASI GOOD GOVERNANCE DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK BIDANG PENDIDIKAN DI KECAMATAN AMURANG BARAT KABUPATEN MINAHASA SELATAN Arpi R. Rondonuwu Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia karena sejak berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Adanya

I. PENDAHULUAN yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Adanya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Siak terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Adanya beberapa perubahan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Good governance sering diartikan sebagai tata kelola yang baik. World

BAB I PENDAHULUAN. Good governance sering diartikan sebagai tata kelola yang baik. World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Good governance sering diartikan sebagai tata kelola yang baik. World Bank memberikan definisi governance sebagai: The way statement is used in managing economic

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kunci dalam peningkatan taraf hidup masyarakat. Oleh karena itu, negara sebagai penjamin kehidupan masyarakat harus mampu menyelenggarakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini, organisasi pemerintahan berada dalam tekanan. lingkungan yang sangat kompleks. Meningkatnya tekanan itu tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini, organisasi pemerintahan berada dalam tekanan. lingkungan yang sangat kompleks. Meningkatnya tekanan itu tidak hanya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, organisasi pemerintahan berada dalam tekanan lingkungan yang sangat kompleks. Meningkatnya tekanan itu tidak hanya disebabkan oleh meningkatnya kompetisi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah melalui Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menciptakan pemerintahan Indonesia yang maju maka harus dimulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menciptakan pemerintahan Indonesia yang maju maka harus dimulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menciptakan pemerintahan Indonesia yang maju maka harus dimulai dari susunan terkecil suatu organisasi, dalam pemerintahan organisasi ini tidak lain adalah desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pembangunan politik demokratik berjalan semenjak reformasi tahun 1998. Perkembangan tersebut dapat dilihat melalui sejumlah agenda; penyelenggaraan

Lebih terperinci

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011 DINAMIKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH HUBUNGANNYA DENGAN PENETAPAN KEBIJAKAN STRATEGIS Oleh: Prof. Dr. Deden Mulyana, SE.,M.Si. Disampaikan Pada Focus Group Discussion Kantor Litbang I. Pendahuluan Kabupaten

Lebih terperinci

TRANSFORMASI DESA PENGUATAN PARTISIPASI WARGA DALAM PEMBANGUNAN, PEMERINTAHAN DAN KELOLA DANA DESA. Arie Sujito

TRANSFORMASI DESA PENGUATAN PARTISIPASI WARGA DALAM PEMBANGUNAN, PEMERINTAHAN DAN KELOLA DANA DESA. Arie Sujito TRANSFORMASI DESA PENGUATAN PARTISIPASI WARGA DALAM PEMBANGUNAN, PEMERINTAHAN DAN KELOLA DANA DESA Arie Sujito Apa pelajaran berharga yang dibisa dipetik dari perubahan desa sejak UU No. 6/ 2014? Apa tantangan

Lebih terperinci

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik. Dilingkungan birokrasi juga telah dilakukan sejumlah inisiatif

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik. Dilingkungan birokrasi juga telah dilakukan sejumlah inisiatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia telah berjalan selama tujuh belas tahun, berbagai usaha dan inovasi telah dilakukan untuk mencari model yang lebih efektif dalam mewujudkan

Lebih terperinci

BIROKRASI. Andhyka Muttaqin, S.AP, MPA

BIROKRASI. Andhyka Muttaqin, S.AP, MPA BIROKRASI Andhyka Muttaqin, S.AP, MPA Beberapa Istilah Secara etimologi, kita mengenal sbb: Biro + krasi = Meja + kekuasaan Demo + krasi = Rakyat + kekuasaan Tekno+ krasi = Cendikiawan + kekuasaan Aristo

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I UMUM Menyadari bahwa peran sektor pertanian dalam struktur dan perekonomian nasional sangat strategis dan

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA PEGAWAI DI KANTOR KECAMATAN SAMARINDA SEBERANG KOTA SAMARINDA

PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA PEGAWAI DI KANTOR KECAMATAN SAMARINDA SEBERANG KOTA SAMARINDA ejournal Administrasi Publik, Volume 5, Nomor 1, 2017 : 5253-5264 ISSN 0000-0000, ejournal.an.fisip-unmul.ac.id Copyright 2017 PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto

SAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto // SAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto PADA RAPAT KONSOLIDASI PEMERINTAHAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, {6 Mei 2001 Pendahuluan Setelah hampir 5 (lima) bulan sejak dicanangkannya

Lebih terperinci

SEJARAH PERTUMBUHAN KONSEP DAN PRAKTEK GOVERNANCE

SEJARAH PERTUMBUHAN KONSEP DAN PRAKTEK GOVERNANCE SEJARAH PERTUMBUHAN KONSEP DAN PRAKTEK GOVERNANCE Asal-usul Secara etimologi, berasal dari kata kerja bahasa Yunani kubernan (to pilot atau steer), dan Plato menyebutnya sebagai how to design a system

Lebih terperinci

KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) LATAR BELAKANG, KONSEP KEPEMERINTAHA, KONSEP GOOD GOVERNANCE

KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) LATAR BELAKANG, KONSEP KEPEMERINTAHA, KONSEP GOOD GOVERNANCE KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) LATAR BELAKANG, KONSEP KEPEMERINTAHA, KONSEP GOOD GOVERNANCE JAT KELOMPOK IV 1 LATAR BELAKANG 1. ADANYA PERKEMBANGAN INTERAKSI SOSIAL POLITIK PEMERINTAH DAN MASYARAKAT

Lebih terperinci