Kadar Debu Kayu, Kebiasaan Merokok, Masa Kerja Dan Volume Ekspirasi Paksa Pada Tenaga Kerja Industri Mebel CV Bandengan Wood Desa Kalijambe Sragen

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kadar Debu Kayu, Kebiasaan Merokok, Masa Kerja Dan Volume Ekspirasi Paksa Pada Tenaga Kerja Industri Mebel CV Bandengan Wood Desa Kalijambe Sragen"

Transkripsi

1 Kadar Debu Kayu, Kebiasaan Merokok, Masa Kerja Dan Volume Ekspirasi Paksa Pada Tenaga Kerja Industri Mebel CV Bandengan Wood Desa Kalijambe Sragen Reni Wijayanti D3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja, FK UNS Jl. Kol. Sutarto 150K, Jebres Surakarta reni31073@gmail.com ABSTRAK Kondisi terpapar debu kayu dalam jangka waktu yang panjang akan mempengaruhi fungsi paru-paru dan dapat menyebabkan obstruksi paru. Oleh karena itu, pekerja dalam industri mebel memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan obstruksi paru. Kebiasaan merokok juga dapat menyebabkan iritasi dan sekresi lendir bronkus yang berlebihan, yang meningkatkan risiko obstruksi paru. Penelitian ini dilakukan untuk menilai hubungan antara penguasaan, kebiasaan merokok, dan volume ekspirasi paksa pada pekerja yang terpapar debu kayu di industri Furniture Kalijambe, Sragen. Penelitian analitik ini dilakukan dengan pendekatan cross sectional. Sampel dikumpulkan dari pekerja laki-laki dalam menyelesaikan departemen, sekitar 68 pekerja. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, pemeriksaan, dan pengukuran volume ekspirasi paksa. Data kemudian dianalisis secara statistik dengan univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan merokok dapat menurunkan% FEV1 (r = , p <0,01). Tenure juga menurunkan% FEV1 (r = 0.407, p <0,01). Ada hubungan antara kebiasaan merokok, kepemilikan dan kondisi paru obstruktif (F = 4.309, p <0,05), ini menunjukkan bahwa semakin banyak rokok yang dihisap oleh pekerja, risiko lebih tinggi pekerja dihadapi untuk paru obstruksi% penurunan FEV1). Kata kunci: kebiasaan merokok, kepemilikan, obstruksi paru, kayu expossure debu PENDAHULUAN Faktor lingkungan kerja diartikan sebagai potensi sumber bahaya yang kemungkinan terjadi di lingkungan kerja akibat adanya suatu proses kerja. Pada tenaga kerja sektor mebel, paparan debu dapat menimbulkan gangguan fungsi paru (Mukono, 2003). Pemaparan partikel debu terhadap fungsi paru dalam waktu yang lama akan berpengaruh pada fungsi paru dan untuk mengetahuinya dilakukan pemeriksaan spirometri. Salah satu parameter yang sering digunakan adalah kapasitas ekspirasi paksa (Forced Expiratory Volume/FEV). FEV sering diukur dalam detik pertama ekspirasi sehingga disebut FEV in 1 second (FEV 1 ) (Mukono, 2003). Pemeriksaan Forced Expiratory Volume dianjurkan oleh Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) karena cukup sensitif untuk mendeteksi kelainan dan menilai progresivitas penyakit khususnya obstruksi paru (DK3N, 2003). Partikel debu merupakan faktor kimia yang mempunyai efek terhadap saluran pernapasan/paru. Efek pemaparan tergantung dari kadar debu di udara tempat kerja, ukuran partikel, lamanya pemaparan, kerentanan individu, dan beban kerja (Siswanto, 1991). Salvato (1992), mengatakan penimbunan debu di dalam paru semakin lama semakin banyak, sehingga semakin lama seseorang berada di lingkungan dengan kadar debu tinggi dimungkinkan akan terdapat endapan debu di paru yang tinggi pula. Selain menghirup debu, kebiasaan merokok juga merupakan salah satu faktor risiko penyebab penyakit saluran pernapasan (Lubis, 1991). Rahajoe et. al. (1994) mengatakan kebiasaan merokok dapat menyebabkan iritasi dan sekresi mukus yang berlebihan pada bronkhus sehingga mengurangi efektivitas mukosilier dalam membawa partikel-partikel debu. Hasil survey pendahuluan pada industri mebel CV. Bandengan Wood di Desa Kalijambe Sragen menunjukkan adanya sumber debu dari proses pengamplasan/penghalusan mebel. Terdapat 20 tenaga kerja yang tidak disiplin memakai masker, masa kerja 5-13 tahun. Delapan belas dari 20 tenaga kerja mempunyai kebiasaan merokok, dan keluhan yang sering dirasakan adalah sesak napas dan batuk. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai Pengaruh Kadar Debu Kayu, Kebiasaan Merokok, dan Masa Kerja Terhadap Volume Ekspirasi Paksa Pada Tenaga kerja Industri Mebel CV. Bandengan Wood Desa Kalijambe Sragen. 365

2 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan mengetahui dan mengkaji hubungan kebiasaan merokok dan masa kerja terhadap FEV 1 (Volume Ekspirasi Paksa) pada tenaga kerja yang terpapar debu kayu di CV. Bandengan Wood Desa Kalijambe Sragen. METODE PENELITIAN Jenis penelitian menggunakan survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di industri mebel Bandengan Wood di Desa Kalijambe Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen. Populasi penelitian diambil tenaga kerja sektor industri mebel yang berjumlah 150 orang. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling, dengan kriteria inklusi, meliputi: 1) Jenis kelamin laki-laki; 2) Sebelumnya tidak pernah bekerja di perusahaan lain yang lingkungan kerjanya berdebu; 3) Umur > tahun; 4) Tidak mempunyai riwayat penyakit paru; 5) Mempunyai kebiasaan merokok; 6) Tidak disiplin memakai masker; 7) Tidak menderita gangguan pernapasan pada saat penelitian. Dengan menggunakan perhitungan minimal size sampel diperoleh jumlah sampel sebanyak 68 orang. Alat penelitian yang digunakan meliputi : 1) Lembar Isian Data; 2) Low Volume Sampler (LVS); 3) Spirometer; 4) Meteran tinggi badan. Variabel dalam penelitian ini adalah : 1) Variabel bebas: kebiasaan merokok dan masa kerja; 2) Variabel terikat: Volume Ekspirasi paksa (FEV 1 ). 3) Variabel pra kondisi: debu kayu; 4) Variabel pengganggu: umur, jenis kelamin, riwayat penyakit paru, kecepatan gerakan udara, ventilasi ruangan, suhu dan kelembaban udara. Analisis data meliputi: 1) Analisis univariat, dilakukan dengan menggunakan distribusi frekuensi; 2) Analisis bivariat, dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara dua variabel melalui uji Pearson Product Moment (r); 3) Analisis multivariat, dilakukan untuk menguji secara bersama-sama kedua variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan Uji Regresi Linier Ganda. Semua uji statistik dihitung menggunakan software computer SPSS 12.0 for windows. Analisis Univariat HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran kadar debu dalam penelitian ini menggunakan LVS (Low Volume Sampler), yaitu alat untuk mengukur kadar debu lingkungan kerja. Pengukuran dilakukan pada 2 titik, dimana satu titik pengukuran pada tempat dimana debu berhamburan banyak, sedang satu titik lainnya dilakukan pada pada tempat paling sedikit berhamburan debu. Pengukuran dilakukan selama 30 menit, dengan flowrate 10 liter/menit. Hasil pengukuran kadar debu kayu antara 4,3 6,7 mg/m 3 melebihi NAB berdasarkan Surat Edaran Menakertrans Nomor: SE-01/MEN/1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja. Secara deskriptif, variabel-variabel penelitian yang diteliti pada 68 tenaga kerja telah diolah melalui software computer SPSS 12.00, tersaji pada tabel di bawah ini. Tabel Deskripsi Hasil Pengukuran Variabel Penelitian Tahun 2009 Deskripsi statistik No. Variabel Satuan Minimumum Maksi- Mean SD 1. Kebiasaan merokok jumlah batang Masa kerja tahun Obstruksi paru % FEV Umur tahun Analisis Kebiasaan Merokok Menurut Sugeng D.T (2007), kebiasaan merokok bisa menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas serta jaringan paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak (hyperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lender. Pada jaringan paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan 366

3 kerusakan alveoli. Selanjutnya sebagai akibat perubahan anatomi saluran napas ini, akan menimbulkan perubahan pada fungsi paru dengan segala macam gejala klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruksi paru menahun (PPOM) yang meliputi enfisema paru, bronkhitis kronis, dan asma. Analisis Masa Kerja Masa kerja adalah lama waktu tenaga kerja melaksanakan pekerjaan di perusahaan, yang dihitung sejak mulai awal masuk kerja sampai saat penelitian ini dilaksanakan. Menurut Suma mur (2007), setiap saat orang melakukan pernapasan dan dengan menarik napas, udara yang mengandung debu masuk ke dalam paru. Tergantung dari besarnya partikel debu, debu dengan ukuran 1 3 mikron dapat menempel permukaan alveoli Semakin lama orang menghirup debu, semakin banyak debu yang masuk ke paru. Pada tenaga kerja, sejak melaksanakan pekerjaan dimana lingkungan kerjanya terdapat faktor bahaya debu, maka masa kerja yang dia lalui berhubungan dengan penghirupan debu. Dalam hal ini tenaga kerja tersebut mengalami pemaparan kerja, yaitu keadaan bahwa seorang tenaga kerja dalam pekerjaannya menghadapi satu atau lebih faktor yang mungkin berpengaruh terhadap tingkat kesehatan, dan salah satu faktor dalam pemaparan kerja adalah faktor kimia berupa debu. Jumlah debu yang mengendap di paru selama proses penghirupan udara yang mengandung debu tergantung dari jumlah debu yang masuk dalam sistem pernapasan (lamanya terpapar dan konsentrasi debu) serta efektivitas dari mekanisme pembersihan. Pada tenaga kerja, masa kerja yang lama pada lingkungan kerja berdebu menyebabkan semakin banyak debu yang terhirup sehingga terjadi pneumokoniosis, dengan gejalagejala batuk-batuk kering, sesak napas, kelelahan umum, susut berat badan, dan banyak dahak. Pendapat lain mengenai pengaruh debu terhadap fungi paru disampaikan oleh Mukono (2003), yang menyatakan bahwa bahan partikel yang halus dapat mempengaruhi saluran pernapasan dari hidung sampai alveoli. Partikel yang besar dapat dikeluarkan melalui impaksi dari hidung dan tenggorokan. Partikel yang berukuran sedang agak sukar dikeluarkan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sedimentasi. Partikel yang berukuran paling kecil (diameter 0,1 mikron) dapat mencapai alveoli dan akan menyebabkan terjadinya difusi ke dinding alveoli. Analisis Obstruksi Paru Menurut Hood Alsagaff dan Abdul Mukty (2005), obstruksi paru adalah gangguan aliran udara yang progresif yang dapat menjurus ke kegagalan pernapasan. Dua unsur penyebab yang saling berkaitan adalah hilangnya kepegasan (loss of recoil) serta peningkatan tahanan saluran napas kecil. Obstruksi paru dapat dijabarkan sebagai keadaan klinik dengan rasio FEV 1 /FVC yang abnormal, yang tidak reversibel sepenuhnya dengan bronkodilator dan dianggap sebagai keadaan yang terpisah dengan asma bronkial. Pemeriksaan faal paru untuk menegakkan diagnosis obstruksi paru. Melalui uji faal paru dengan spirometer dapat mendiagnosis melalui pemeriksaan FEV 1 dan rasio FEV 1 /FVC. Hasil pemeriksaan fungsi paru 68 tenaga kerja, 29 orang (42,6%) fungsi parunya normal, sedangkan 39 orang (57,4%) mengalami obstruksi paru. Dari 39 orang yang mengalami obstruksi paru, 30 orang (76,9%) mengalami obstruksi ringan, 9 orang (23,1%) mengalami obstruksi sedang, dan tidak ada obstruksi berat. Analisis Umur Sesuai dengan kriteria inklusi penelitian yang mensyaratkan bahwa umur sampel antara tahun, maka tenaga kerja yang digunakan sebagai sampel penelitian semua memenuhi syarat dilihat dari usianya karena usia sampel antara tahun. Dengan demikian variabel umur memenuhi kriteria inklusi. Analisis Jenis Kelamin Semua tenaga kerja (68 orang) yang digunakan sebagai sampel penelitian semuanya laki-laki, sehingga variabel jenis kelamin memenuhi syarat kriteria inklusi yang mensyaratkan sampel penelitian adalah laki-laki. Dengan demikian variabel jenis kelamin memenuhi kriteria inklusi. Analisis Pemakaian APD Masker yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masker kain untuk melindungi sistem pernapasan sewaktu terpapar debu pada saat bekerja. Dari 68 orang tenaga kerja yang digunakan sebagai sampel penelitian menyatakan tidak disiplin memakai masker dengan alasan kurang nyaman dan sudah merasa terbiasa bekerja tanpa menggunakan masker. Jadi tenaga kerja kurang disiplin memakai masker, sehingga variabel pemakaian masker memenuhi syarat kriteria inklusi yang mensyaratkan sampel penelitian kurang disiplin memakai masker. 367

4 Analisis Bivariat Uji Korelasi Kebiasaan Merokok dengan %FEV 1 Dari uji statistik diperoleh nilai korelasi r = -0,422, p = 0,000 (p < 0,01). Dengan demikian menunjukkan korelasi negatif yang signifikan, berarti kebiasaan merokok menyebabkan menurunnya fungsi paru (obstruksi paru). Penelitian yang pernah dilakukan pada penduduk di Belanda menunjukkan bahwa perokok mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk mengalami obstruksi dibanding orang yang bukan perokok, atau faal parunya lebih cepat menurun. Pada pria lebih banyak ditemukan terjadinya obstruksi paru karena lebih banyak merokok, yaitu sebesar 3 sampai 10 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita (Hood Alsagaff dan Abdul Mukty, 2005). Menurut Lubis (1991) kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor fisik penyebab penyakit saluran pernapasan. Hasil penelitian yang mendukung penelitian ini pernah dilakukan sebelumnya oleh Sumardiyono (2007) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan %FEV1 pada tenaga kerja yang terpapar debu tembakau (r = -0,310; p = 0,013). Pada penelitian ini rata-rata kebiasaan merokok 9,54 batang per hari. Hasil penelitian lain yang sesuai dengan penelitian ini dilakukan oleh Bhohadana et. al. (2000) yang menyatakan bahwa tenaga kerja yang bekerja di bagian produksi yang berdebu dan mempunyai kebiasaan merokok cenderung terjadi penurunan fungsi paru dibandingkan dengan tenaga kerja di bagian kantor yang tidak merokok. Uji Korelasi Masa Kerja dengan %FEV 1 Dari uji statistik diperoleh nilai korelasi r = -0,407, p = 0,001 (p < 0,01). Dengan demikian menunjukkan korelasi negatif yang signifikan, berarti makin lama masa kerja semakin menurunkan fungsi paru, yang dalam hal ini obstruksi paru semakin berat. Semakin lama tenaga kerja menghirup debu maka dapat menyebabkan terjadinya pneumokoniosis. Pneumokoniosis merupakan istilah dari bahasa Yunani yang berarti paru-paru yang berdebu. Ukuran partikel debu umumnya termasuk dalam kisaran yang sangat luas yaitu mulai dari ukran yang sangat kecil sampai yang ukurannya besar (mulai dari ukuran partikel yang tidak terlihat dengan mata sampai ukuran yang dapat dilihat. Di dalam industri digolongkan dalam kelompok bahan organik karena berasal dari tumbuh-tumbuhan. Umumnya partikel bahan organik cenderung menghasilkan reaksi setelah terjadi pemaparan baik secara kronis maupun secara akut (Soeripto, 2008). Partikel debu yang terhisap pernapasan umumnya berukuran kurang dari 5 mikron tidak dapat dilihat satu persatu tanpa menggunakan alat bantu mikroskop. Namun partikel-partikel kecil yang mengambang di udara dengan kadar tinggi dapat dirasakan sebagai bahaya. Kebanyakan partikel-partikel di industri bermacammacam ukurannya, partikel kecil jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan partikel lebih besar. Jadi, bila debu yang ada di udara sekitar tempat kerja dapat dilihat, maka partikel debu yang tidak dapat dilihat lebih banyak daripada debu yang dapat dilihat. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa partikel debu yang terhirup oleh tenaga kerja semakin lama semakin banyak sehingga menyebabkan terjadinya obstruksi paru walaupun masih bersifat ringan. Namun bukan tidak mungkin dalam waktu yang lebih lama, apabila tenaga kerja bekerja tanpa menggunakan masker akan semakin memperparah terjadinya obstruksi paru yang ditandai dengan rendahnya nilai %FEV 1 pada pemeriksaan spirometri. Penelitian yang mendukung penelitian ini sebelumnya dilakukan oleh Sadakhir Muryito (2001), yang menyatakan hubungan yang negatif signifikan pada tingkat kepercayaan 95% antara konsentrasi paparan debu kayu respirabel dengan FEV1. Penelitian ini dilakukan pada tenaga kerja yang terpapar debu kayu pada proses penggergajian. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sumardiyono (2007), yang menyatakan bahwa masa kerja berhubungan erat dengan peningkatan obstruksi paru pada tenaga kerja yang terpapar debu tembakau (nilai r = - 0,347; p = 0,006). Menurut Suma mur (2007), masa kerja yang lama menyebabkan makin besar paparan debu yang diterima tenaga kerja. Selanjutnya menurut Rahajoe et. al. (1994), gangguan fungsi paru yang bersifat obstruktif terjadi karena penyempitan pada trakhea atau pada bronkhus sentral maupun perifer. Penyempitan dapat bersifat terlokalisasi maupun pada bagian paru yang meluas yang melibatkan saluran napas yang berdiameter besar sampai yang berdiameter kecil. Ciri khas dari obstruktif saluran napas bagian bawah yaitu tahanan saluran napas pada fase ekspirasi lebih besar dari fase inspirasi, sehingga waktu ekspirasi menjadi lebih panjang dan adanya 368

5 suara mengi pada fase ekspirasi. Karakteristik spirometernya ditunjukkan oleh penurunan nilai yang berhubungan dengan aliran udara (flow), misalnya volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV 1 ). Penyempitan pada trakhea atau pada bronkhus ini dapat disebabkan oleh ukuran debu yang berkisar antara 3-10 mikron. Hal ini dimungkinkan karena pengukuran kadar debu dengan menggunakan LVS dapat mendeteksi debu yang berukuran kurang atau sama dengan dari 10 mikron. Jadi debu yang terukur ukurannya sangat bervariasi. Debu-debu dengan ukuran 3-10 mikron tersebut dapat menyebabkan obstruksi saluran napas (Suma mur, 1994). Uji Korelasi Umur dengan %FEV 1 Uji statistik hubungan umur dengan %FEV1 diperoleh r = -0,214 dan p = 0,079 (p > 0,05), dinyatakan tidak signifikan. Hal ini menujukkan bahwa variabel umur tidak mempengaruhi hasil penelitian. Analisis Multivariat Hubungan antara masa kerja dan kebiasaan merokok dengan %FEV 1 diuji dengan menggunakan uji regresi linier ganda (uji F), diperoleh nilai F = 7,041 dan p = 0,002 (p < 0,05), maka hasil uji dinyatakan signifikan. Dengan hasil ini dapat dinyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dan masa kerja dengan penurunan nilai %FEV 1. Dengan demikian kedua variabel (masa kerja dan kebiasaan merokok) secara bersama-sama merupakan variabel yang dapat menyebabkan penurunan nilai %FEV 1 pada tenaga kerja yang terpapar debu kayu yang berarti dapat meningkatkan terjadinya kasus obstruktif pada tenaga kerja. Analisis lebih lanjut terhadap hasil uji regresi linier ganda tersebut menunjukkan bahwa masa kerja dan kebiasaan merokok dapat mempengaruhi terjadinya penurunan nilai %FEV 1 sebesar 17,8% atau sekitar 18%. Oleh karena nilai korelasi kebiasaan merokok dengan %FEV 1 lebih besar dari nilai korelasi masa kerja dengan %FEV 1, maka pengaruh kebiasan merokok lebih besar dibanding dengan masa kerja terhadap terjadinya penurunan %FEV 1. Penurunan nilai %FEV 1 pada tenaga kerja yang bekerja di bagian finishing industri mebel di Kecamatan Kalijambe Sragen disebabkan oleh faktor lain selain kebiasaan merokok dan masa kerja sebesar (100 18)% = 82%. Faktor-faktor lain dalam penelitian ini, yang oleh peneliti belum bisa dilakukan pengendalian variabelnya antara lain kebiasaan berolahraga, kadar debu lingkungan tempat tinggal, paparan debu lingkungan pada saat perjalanan ke dan dari tempat kerja, riwayat pekerjaan sebelumnya ataupun pekerjaan sambilan yang berkaitan dengan paparan debu, ukuran partikel debu yang terhirup. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh penelitian selama penelitian dilakukan, tenaga kerja merasa masih belum ada perhatian khusus dari Dinas Tenaga Kerja, misalnya penyuluhan maupun pembinaan yang berkaitan dengan upaya kesehatan dan keselamatan kerja. Selain itu, selama ini juga belum ada penghargaan khusus yang diberikan pemerintah di industri sektor informal yang berkaitan dengan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Pimpinan perusahaan belum memperhatikan secara khusus masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di tempat kerjanya, sebagai misal pada penyediaan masker belum ada evaluasi penggunaan masker pada tenaga kerja mengenai efeknya terhadap kesehatan, sejauhmana kenyamanan masker selama pemakaian, perawatan dan cara pemakaian masker, dan berapa lama masker harus diganti. Perhatan terhadap penghargaan tenaga kerja yang melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja juga belum diperhatikan. Pemeriksaan secara berkala juga belum dilaksanakan secara rutin. Pada tenaga kerja sendiri merasa belum bisa menghilangkan kebiasaan merokok karena pengaruh lingkungan sekitar mereka tinggal juga mempunyai kebiasaan merokok, belum ada pengetahuan yang mendalam mengenai efek buruk merokok terhadap kesehatan dikarenakan belum pernah ada penyuluhan khusus mengenai pengaruh kebiasaan merokok pada kesehatan. KESIMPULAN 1. Ada hubungan negatif kebiasaan merokok dengan %FEV 1 pada tenaga kerja yang terpapar debu kayu pada industri mebel CV. Bandengan Wood di Desa Kalijambe Sragen (r = -0,422, p = 0,000), berarti kebiasaan merokok menurunkan fungsi paru. 369

6 2. Ada hubungan negatif masa kerja dengan %FEV 1 pada tenaga kerja yang terpapar debu kayu pada industri mebel CV. Bandengan Wood di Desa Kalijambe Sragen (r = -0,407, p = 0,001), berarti lama masa kerja di lingkungan berdebu menurunkan fungsi paru. 3. Secara bersama-sama kebiasaan merokok dan masa kerja memberikan sumbangan efektif 18% untuk terjadinya obstruksi paru pada tenaga kerja yang terpapar debu kayu pada industri mebel di Desa Kalijambe Sragen (R 2 = 0,178; F = 7,041; p = 0,002). DAFTAR PUSTAKA Alsagaff, H. dan Mukty, H.A., Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya. Bhohadana, A.B., Massim, N., Wild, P., Toamain, J.P., Engel, S., Goutet, P., Symptoms, Airway Responsiveness, and Expossure to Dust in Beech and Oak Wood Workers, Occup Environ Med., 57: DK3N, Pedoman Prognosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja, Departemen Tenaga Kerja RI., Jakarta. Lubis, I., Pengaruh Lingkungan Terhadap Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), Cermin Dunia Kedokteran, 70: Mukono, H.J., Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran Pernapasan. Cetakan Kedua, Airlangga University Press, Surabaya. Rahajoe, N., Boediman, I., Said, M., Wirjodiardjo, M., Supriyatno, N., Perkembangan dan Masalah Pulmonologi Anak Saat ini, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Sadakhir Muryito, 2001, Pengaruh Konsentrasi Debu Kayu Respirabel Terhadap Kapasitas Vital Fungsi Paru pada tenaga Kerja Shift Pagi PT. Kurnia Jati Utama Indonesia Semarang, Skripsi, Tidak Dipublikasikan, FKM UNDIP, Semarang. Siswanto, A., Penyakit Paru Kerja. Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Jawa Timur Departemen Tenaga Kerja, Surabaya. Salvato, Environmental Engineering and Sanitation, Fourth Edition, John Wiley & Sons Inc., Singapore. Soeripto M, 2009, Higiene Industri, Cetakan I, Badan penerbit FKUI, Jakarta. Sugeng D Trisnanto, 2007, Stop Smoking, Cetakan I, Penerbit Progresif Books, Yogyakarta. Suma mur P.K., Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja cetakan ke-10. Gunung Agung, Jakarta. Suma mur PK., Biological Monitoring, Occupational Disease & Peraturan Terkait, Makalah, Disampaikan pada Temu Ilmiah XV Asosiasi Hiperkes dan Keselamatan Kerja Jawa Timur, Surabaya. Sumardiyono, 2007, Masa Kerja, Kebiasaan Merokok, dan Kapasitas Fungsi Paru Tenaga Kerja yang Terpapar Debu Tembakau di Bagian Processing PT. Djitoe ITC Surakarta, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta. 370

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia dewasa ini maju sangat pesat, seiring dengan tuntutan berbagai kebutuhan bermacam produk. Penerapan teknologi berbagai bidang tersebut

Lebih terperinci

Rimba Putra Bintara Kandung E2A307058

Rimba Putra Bintara Kandung E2A307058 Hubungan Antara Karakteristik Pekerja Dan Pemakaian Alat Pelindung Pernapasan (Masker) Dengan Kapasitas Fungsi Paru Pada Pekerja Wanita Bagian Pengampelasan Di Industri Mebel X Wonogiri Rimba Putra Bintara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak tenaga kerja yang bekerja di sektor industri informal dan formal. Banyak industri kecil dan menengah harus bersaing dengan industri besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, Seluruh Negara dituntut untuk memasuki perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor industri akan bertambah sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Sehingga peranan sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian

Lebih terperinci

LAMA PEMBELAJARAN PRAKTIK LABORATORIUM/BENGKEL DAN FUNGSI PARU MAHASISWA JURUSAN ORTOTIK PROSTETIK POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

LAMA PEMBELAJARAN PRAKTIK LABORATORIUM/BENGKEL DAN FUNGSI PARU MAHASISWA JURUSAN ORTOTIK PROSTETIK POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA LAMA PEMBELAJARAN PRAKTIK LABORATORIUM/BENGKEL DAN FUNGSI PARU MAHASISWA JURUSAN ORTOTIK PROSTETIK POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA Suhardi ¹, M Mudatsyir S ², Setiawan ³ Kementerian Kesehatan Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri mempunyai peranan penting yang sangat besar dalam menunjang pembangunan di Indonesia. Banyak industri kecil dan menengah baik formal maupun informal mampu menyerap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paru merupakan salah satu organ vital yang berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen (O 2 ) yang digunakan sebagai bahan dasar metabolisme dalam tubuh.

Lebih terperinci

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU Dwi Purnamasari Zees Program Studi keperawatan, fakultas ilmu ilmu kesehatan dan keolahragaan, universitas negeri

Lebih terperinci

PROSIDING. Seminar Nasional Conference of Indonesian Occupational Safety and Health (CIOSH)

PROSIDING. Seminar Nasional Conference of Indonesian Occupational Safety and Health (CIOSH) PROSIDING Seminar Nasional Conference of Indonesian Occupational Safety and Health (CIOSH) Tema: Strategi Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Industri Berbudaya K3 untuk Meningkatkan Kualitas Hidup dan Produktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok umumnya terbagi menjadi tiga kelompok yaitu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MASA KERJA DENGAN KAPASITAS FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL

HUBUNGAN ANTARA MASA KERJA DENGAN KAPASITAS FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL HUBUNGAN ANTARA MASA KERJA DENGAN KAPASITAS FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL (Survei pada Mebel Sektor Informal di Kampung Sindanggalih Kelurahan Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya Tahun 2014) Indri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan kerja yang penuh oleh debu, uap dan gas dapat mengganggu produktivitas dan sering menyebabkan gangguan pernapasan serta dapat menyebabkan penyakit paru (Suma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja.

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Oleh karena itu peranan sumber daya manusia perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi sekarang ini menuntut pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan akan terpajan dengan berbagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA PENYAPU PASAR JOHAR KOTA SEMARANG. Audia Candra Meita

HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA PENYAPU PASAR JOHAR KOTA SEMARANG. Audia Candra Meita HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA PENYAPU PASAR JOHAR KOTA SEMARANG * ) Alumnus FKM UNDIP, ** ) Dosen Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM UNDIP ABSTRAK Pasar Johar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dengan kemajuan di bidang teknologi telekomunikasi dan transportasi, dunia seakan tanpa batas dan jarak. Dengan demikian pembangunan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kerja. 2) Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan mempunyai dampak yang menyebabkan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang telah membudaya bagi masyarakat di sekitar kita. Di berbagai wilayah perkotaan sampai pedesaan, dari anak anak sampai orang

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM (Studi Pada Peternakan Ayam CV. Malu o Jaya dan Peternakan Ayam Risky Layer Kabupaten Bone Bolango) Putri Rahayu H. Umar Nim. 811409003 ABSTRAK

Lebih terperinci

Novie E. Mauliku. (Kata Kunci : lama kerja, APD (masker), Kapsitas Vital Paksa paru). Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 70

Novie E. Mauliku. (Kata Kunci : lama kerja, APD (masker), Kapsitas Vital Paksa paru). Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 70 HUBUNGAN ANTARA LAMA KERJA DAN PEMAKIAN ALAT PELINDUNG DIRI (MASKER) DENGAN KAPASITAS VITAL PAKSA PARU TENAGA KERJA PADA UNIT SPINNING PT.VONEX INDONESIA Novie E. Mauliku ABSTRAK Debu kapas yang mencemari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNAAN MASKER DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL DI KELURAHAN HARAPAN JAYA, BANDAR LAMPUNG

HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNAAN MASKER DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL DI KELURAHAN HARAPAN JAYA, BANDAR LAMPUNG HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNAAN MASKER DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL DI KELURAHAN HARAPAN JAYA, BANDAR LAMPUNG Zamahsyari Sahli 1) Raisa Lia Pratiwi 1) 1) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki AFTA, WTO dan menghadapi era globalisasi seperti saat ini pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan sektor industri,pemerintah

Lebih terperinci

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ** Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ** Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Hubungan Lama Paparan Debu Kayu Dan Kebiasaan Merokok Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Tenaga Kerja Mebel di CV. Mariska Dan CV. Mercusuar Desa Leilem Kecamatan Sonder Kabupaten Minahasa Fernando Rantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Resiko bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya kecelakaan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun 2013 mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur adalah 4,5 %. Prevalensi asma

Lebih terperinci

Kata Kunci : Sampah,Umur,Masa Kerja,lama paparan, Kapasitas Paru, tenaga kerja pengangkut sampah.

Kata Kunci : Sampah,Umur,Masa Kerja,lama paparan, Kapasitas Paru, tenaga kerja pengangkut sampah. 1 2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KAPASITAS PARU TENAGA KERJA PENGANGKUT SAMPAH DI KABUPATEN GORONTALO Novalia Abdullah, Herlina Jusuf, Lia Amalaia novaliaabdullah@gmail.com Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KADAR DEBU DI LINGKUNGAN KERJA DAN KELUHAN SUBYEKTIF PERNAFASAN TENAGA KERJA BAGIAN FINISH MILL

IDENTIFIKASI KADAR DEBU DI LINGKUNGAN KERJA DAN KELUHAN SUBYEKTIF PERNAFASAN TENAGA KERJA BAGIAN FINISH MILL Aditya S.A., dan Denny A., Identifikasi Kadar Debu di Lingkungan Kerja IDENTIFIKASI KADAR DEBU DI LINGKUNGAN KERJA DAN KELUHAN SUBYEKTIF PERNAFASAN TENAGA KERJA BAGIAN FINISH MILL Identification of Dust

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, dan motorisasi (Dharmawan, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, dan motorisasi (Dharmawan, 2004). BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, pembangunan, industri, dan transportasi. Pesatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah satu investasi perusahaan dengan kata lain ketika pekerja sehat akan menghasilkan produksi perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan

Lebih terperinci

KAPASITAS FAAL PARU PADA PEDAGANG KAKI LIMA. Olvina Lusianty Dagong, Sunarto Kadir, Ekawaty Prasetya 1

KAPASITAS FAAL PARU PADA PEDAGANG KAKI LIMA. Olvina Lusianty Dagong, Sunarto Kadir, Ekawaty Prasetya 1 KAPASITAS FAAL PARU PADA PEDAGANG KAKI LIMA Olvina Lusianty Dagong, Sunarto Kadir, Ekawaty Prasetya 1 Olvina Lusianty Dagong. 811410088. Kapasitas Faal Paru Pada Pedagang Kaki Lima. Jurusan Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA PAPARAN DEBU KAYU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA KAYU DI KECAMATAN KELAPA LIMA TAHUN 2015

HUBUNGAN ANTARA LAMA PAPARAN DEBU KAYU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA KAYU DI KECAMATAN KELAPA LIMA TAHUN 2015 HUBUNGAN ANTARA LAMA PAPARAN DEBU KAYU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA KAYU DI KECAMATAN KELAPA LIMA TAHUN 2015 ABSTRAK Reza Eka Putra, Dwita Anastasia Deo, Dyah Gita Rambu Kareri Bekerja di industry

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya volume dan kapasitas paru-paru manusia hanya dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Tetapi selain itu, faktor penyakit dan aktifitas seseorang

Lebih terperinci

DETERMINAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PADA PEKERJA PENGRAJIN KERAMIK DI KECAMATAN KLAMPOK BANJARNEGARA

DETERMINAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PADA PEKERJA PENGRAJIN KERAMIK DI KECAMATAN KLAMPOK BANJARNEGARA DETERMINAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PADA PEKERJA PENGRAJIN KERAMIK DI KECAMATAN KLAMPOK BANJARNEGARA DETERMINANT FACTORS AFFECTING LUNG CAPACITY ON CERAMIC CRAFTSMEN WORKERS IN DISTRICT

Lebih terperinci

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado Hubungan Antara Lama Paparan dengan Kapasitas Paru Tenaga Kerja Industri Mebel di CV. Sinar Mandiri Kota Bitung Donald J.W.M Kumendong*, Joy A.M Rattu*, Paul A.T Kawatu* * Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH. Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH. Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat HUBUNGAN ANTARA LAMA PAPARAN KADAR DEBU KACA DENGAN PENURUNAN KAPASITAS FUNGSI PARU PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI KACA CV. FAMILY GLASS SUKOHARJO ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan erat dengan lamanya pajanan terhadap debu tertentu karena pada dasarnya saluran pernafasan merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PAPARAN DEBU KAYU TERHIRUP DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA DI INDUSTRI MEBEL CV. CITRA JEPARA FURNITURE KABUPATEN SEMARANG

HUBUNGAN PAPARAN DEBU KAYU TERHIRUP DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA DI INDUSTRI MEBEL CV. CITRA JEPARA FURNITURE KABUPATEN SEMARANG HUBUNGAN PAPARAN DEBU KAYU TERHIRUP DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA DI INDUSTRI MEBEL CV. CITRA JEPARA FURNITURE KABUPATEN SEMARANG Risa Kartika Putri, Yusniar Hanani Darundiati, Nikie Astorina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan suatu masalah penting dalam setiap proses operasional baik di sektor tradisional maupun modern, khususnya pada masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan menjadi masalah utama baik di pedesaan maupun di perkotaan. Khususnya di negara berkembang pencemaran udara yang disebabkan adanya aktivitas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel

BAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah Menurut International Labor Organisasion (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau yang disebabkan oleh pekerjaan. Ada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sehari-hari pajanan dan proses kerja menyebabkan gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sehari-hari pajanan dan proses kerja menyebabkan gangguan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia industri mengubah pola penyakit yang ada di masyarakat khususnya bagi pekerja. Pekerja menghabiskan sepertiga waktunya tiap hari di tempat kerja dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya dapat ditimbulkan dari aktivitas kegiatan di tempat kerja setiap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat merupakan salah satu mata

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat merupakan salah satu mata BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penambangan kapur tradisional yang terletak secara administratif di Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat merupakan salah satu

Lebih terperinci

PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI

PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI ABSTRAK PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI Pekerja Batu padas adalah pekerjaan yang beresiko terkena polusi udara akibat paparan debu hasil olahan batu padas.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu melakukan pengukuran terhadap nilai kapasitas vital

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan atas atau yang selanjutnya disingkat dengan ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini tentunya berdampak langsung pula pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di kawasan penambangan kapur

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di kawasan penambangan kapur BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Peneitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di kawasan penambangan kapur sederhana Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat. Adapun

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU PADA TENAGA KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI DAERAH CARGO PERMAI, KABUPATEN BADUNG, BALI

FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU PADA TENAGA KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI DAERAH CARGO PERMAI, KABUPATEN BADUNG, BALI FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU PADA TENAGA KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI DAERAH CARGO PERMAI, KABUPATEN BADUNG, BALI I Putu Fajar Sukmajaya 1, I Made Muliarta 2 1 Program Studi Pendidikan Dokter

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tuntutan berbagai kebutuhan bermacam produk bagi kehidupan.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tuntutan berbagai kebutuhan bermacam produk bagi kehidupan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia dewasa ini maju sangat pesat, seiring dengan tuntutan berbagai kebutuhan bermacam produk bagi kehidupan. Perkembangan industri memberikan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang dikarenakan bukan hanya penyakit menular yang menjadi tanggungan negara tetapi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini begitu banyak pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan penggunaan mesin dengan kapasitas teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kerjanya. Resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kerjanya. Resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Oleh karena itu peranan sumber daya manusia perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) NON KONTAINER DI IPC TPK KOTA PONTIANAK

ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) NON KONTAINER DI IPC TPK KOTA PONTIANAK ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) NON KONTAINER DI IPC TPK KOTA PONTIANAK Rafita, Ani Hermilestari dan Mohammad Nasip Jurusan Kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PERILAKU PEKERJA DENGAN GEJALA ISPA DI PABRIK ASAM FOSFAT DEPT. PRODUKSI III PT. PETROKIMIA GRESIK

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PERILAKU PEKERJA DENGAN GEJALA ISPA DI PABRIK ASAM FOSFAT DEPT. PRODUKSI III PT. PETROKIMIA GRESIK HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PERILAKU PEKERJA DENGAN GEJALA ISPA DI PABRIK ASAM FOSFAT DEPT. PRODUKSI III PT. PETROKIMIA GRESIK Rizka Hikmawati Noer, Tri Martiana Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok telah membunuh 50 persen pemakainya, hampir membunuh enam juta orang setiap tahunnya yang merupakan bekas perokok dan 600.000 diantaranya adalah perokok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 23 April 2013. Penelitian dilakukan pada saat pagi hari yaitu pada jam 09.00-

BAB III METODE PENELITIAN. 23 April 2013. Penelitian dilakukan pada saat pagi hari yaitu pada jam 09.00- BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian akan dilakukan di peternakan ayam CV. Malu o Jaya Desa Ulanta, Kecamatan Suwawa dan peternakan ayam Risky Layer Desa Bulango

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perokok Pasif Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan perokok, terpapar asap rokok secara tidak sadar dari perokok aktif. Sidestream Smoke

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Area Produksi Industri Kayu

Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Area Produksi Industri Kayu Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Area Produksi Industri Kayu Rifqi Rismandha 1, Am Maisarah Disrinima 2, Tanti Utami Dewi 3 Program Studi Teknik Keselamatan dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN MASA KERJA DAN PENGGUNAAN APD DENGAN KAPASITAS FUNGSI PARU PADA PEKERJA TEKSTIL BAGIAN RING FRAME SPINNING I DI PT.X KABUPATEN PEKALONGAN

HUBUNGAN MASA KERJA DAN PENGGUNAAN APD DENGAN KAPASITAS FUNGSI PARU PADA PEKERJA TEKSTIL BAGIAN RING FRAME SPINNING I DI PT.X KABUPATEN PEKALONGAN HUBUNGAN MASA KERJA DAN PENGGUNAAN APD DENGAN KAPASITAS FUNGSI PARU PADA PEKERJA TEKSTIL BAGIAN RING FRAME SPINNING I DI PT.X KABUPATEN PEKALONGAN Torik Fahmi 1. Alumni Peminatan Keselamatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 31 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental dengan desain penelitian analitik korelatif. Penelitian ini dilakukan dengan metode

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajanan debu kayu yang lama dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem pernafasan, pengaruh pajanan debu ini sering diabaikan sehingga dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA DI UNIT BOILER INDUSTRI TEKSTIL X KABUPATEN SEMARANG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA DI UNIT BOILER INDUSTRI TEKSTIL X KABUPATEN SEMARANG http://ejournal-sundip.ac.id/index.php/jkm FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA DI UNIT BOILER INDUSTRI TEKSTIL X KABUPATEN SEMARANG Ellita Ersa Afiani*), dr. Siswi Jayanti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang maupun negara maju (WHO, 2008). Infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang maupun negara maju (WHO, 2008). Infeksi saluran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang paling umum diderita pada setiap individu. Frekuensi ISPA secara umum terjadi dua kali lebih sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era industrialisasi di Indonesia kini telah memasuki masa dimana upaya swasembada bahan pokok sangat diupayakan agar tidak melulu mengimpor dari luar negeri. Hal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. waktu pengukuran atau observasi data dalam satu kali pada satu waktu yang

BAB III METODE PENELITIAN. waktu pengukuran atau observasi data dalam satu kali pada satu waktu yang 48 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa

BAB 1. Pendahuluan. Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa BAB 1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang: Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa anak anak karena masa perkembangan dan maturasi fungsi paru dimulai sebelum lahir. Berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini zaman semakin berkembang seiring waktu dan semakin memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. Saat ini tingkat ozon naik hingga

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PEKERJA BAGIAN RING SPINNING

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PEKERJA BAGIAN RING SPINNING FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PEKERJA BAGIAN RING SPINNING DI PT. BINTANG MAKMUR SENTOSA TEKSTIL INDUSTRI SRAGEN Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan. Industri menimbulkan polusi udara baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan sektor industri di Indonesia semakin meningkat dan berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini sejalan dengan peningkatan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini

Lebih terperinci

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (MASKER) DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN ASMA PADA PEKERJA INDUSTRI BATIK TRADISIONAL DI KECAMATAN BUARAN KABUPATEN PEKALONGAN Skripsi KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : 08.0285.S

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dibahas pada bab. sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dibahas pada bab. sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Faktor jenis kelamin tidak mempengaruhi kapasitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spirometri adalah salah satu uji fungsi paru yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) (Health Partners, 2011). Uji fungsi paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat sudah banyak yang mengetahui bahwa menghisap rokok adalah kebiasaan yang tidak sehat, tetapi sampai sekarang masyarakat Indonesia masih banyak yang merokok,

Lebih terperinci

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll LAMPIRAN 1 Lembaran Pemeriksaan Penelitian Nama : Umur :...tahun Tempat / Tanggal Lahir : Alamat : Pekerjaan : No telf : No RM : Jenis kelamin : 1. Laki laki 2. Perempuan Tinggi badan :...cm Berat badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keperawatan komunitas merupakan bagian dari pelayanan terhadap masyarakat yang sasaran dan tujuan perawatannya bukan hanya individu melainkan juga masyarakat

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi Disusun Oleh : DIMAS SONDANG IRAWAN J 110050028

Lebih terperinci

Sri Wahyu Basuki, Anita Sari Nurdi Atmaji, Dedik Hartono, dan Sigit Widyatmoko

Sri Wahyu Basuki, Anita Sari Nurdi Atmaji, Dedik Hartono, dan Sigit Widyatmoko PERBEDAAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA (VEP1) DAN KAPASITAS VITAL PAKSA (KVP) ANTARA LAKI-LAKI PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Sri Wahyu Basuki,

Lebih terperinci

berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara ambien di

berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara ambien di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat. Empat jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kapasitas paru merupakan volume udara yang dapat diekspirasi secara paksa sesudah inspirasi maksimal (costanzo, 2012). Kapasitas vital paru rata rata pada usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan kain tradisional dari Indonesia yang telah diakui oleh

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan kain tradisional dari Indonesia yang telah diakui oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik merupakan kain tradisional dari Indonesia yang telah diakui oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) sebagai salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007).

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular dan sistem respirasi harus bekerja sama untuk melakukan pertukaran gas. Sistem ini berfungsi untuk mengelola pertukaran oksigen dan karbondioksida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi telah terjadi perkembangan di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi telah terjadi perkembangan di berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi telah terjadi perkembangan di berbagai aspek kehidupan yang bisa memberikan pengaruh dan dampak penting terhadap kehidupan manusia. Perkembangan

Lebih terperinci

JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 11, Issue 1: (2013) ISSN

JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 11, Issue 1: (2013) ISSN JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 11, Issue 1: 16-22 (2013) ISSN 1829-8907 PENGARUH EMISI UDARA PADA SENTRA PENGOLAHAN BATU KAPUR TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU PEKERJA DAN MASYARAKAT DI DESA KARAS KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).

Lebih terperinci

Arsih, Ratna Dian Kurniawati, Inggrid Dirgahayu ABSTRAK

Arsih, Ratna Dian Kurniawati, Inggrid Dirgahayu ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR KARAKTERISTIK PEKERJA YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEMBUAT KASUR LANTAI DI PT TAWAKAL WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNGSIANG KABUPATEN SUBANG TAHUN 2011 ABSTRAK Arsih,

Lebih terperinci