EFIKASI PEMBERIAN MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI KAROTEN DARI RED PALM OIL TERHADAP KADAR RETINOL SERUM SONI FAUZI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFIKASI PEMBERIAN MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI KAROTEN DARI RED PALM OIL TERHADAP KADAR RETINOL SERUM SONI FAUZI"

Transkripsi

1 EFIKASI PEMBERIAN MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI KAROTEN DARI RED PALM OIL TERHADAP KADAR RETINOL SERUM SONI FAUZI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efikasi Pemberian Minyak Goreng Curah yang Difortifikasi Karoten dari Red Palm Oil Terhadap Kadar Retinol Serum adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 Soni Fauzi NIM I

4

5 ABSTRAK SONI FAUZI. Efikasi Pemberian Minyak Goreng Curah yang Difortifikasi Karoten dari Red Palm Oil Terhadap Kadar Retinol Serum. Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI dan VERA URIPI. Fortifikasi karoten dari minyak sawit merah atau Red Palm Oil (RPO) ke dalam makanan dapat menjadi alternatif dalam pengentasan permasalahan kekurangan vitamin A di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efikasi pemberian minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari red palm oil (RPO) terhadap kadar retinol serum. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy Experimental pre post treatment controlled trial dengan jumlah responden 31 anak sekolah dasar usia 7 9 tahun. Penelitian yang dilakukan di Desa Angsana, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dilaksanakan pada bulan Mei September Terdapat peningkatkan rata-rata kadar retinol serum responden RPO dari ± 1.81 µg/dl menjadi ± 3.12 µg/dl setelah intervensi. Sementara itu, peningkatan rata-rata kadar retinol serum responden kontrol adalah ± 2.53 µg/dl, menjadi ± 3.41 µg/dl setelah intervensi. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan rata-rata kadar retinol pada kedua kelompok perlakuan baik sebelum maupun setelah intervensi (p>0.05). Namun, terdapat perbedaan rata-rata kadar retinol antara sebelum dan setelah intervensi pada kedua kelompok perlakuan (p<0.05). Kata Kunci : anak sekolah dasar, karoten, red palm oil, serum retinol. ABSTRACT SONI FAUZI. The Efficacy of Non-Branded Cooking Oil Fortified with Carotene from Red Palm Oil to Retinol Serum Level. Supervised by SRI ANNA MARLIYATI and VERA URIPI Carotene fortification from red palm oil into food can be an alternative in alleviating vitamin A deficiency problem in Indonesia. This research aimed to assess efficacy of non branded cooking oil fortified with carotene from red palm oil on retinol serum level. Quasy experimental pre post treatment controlled trial design was applied in this study with a number of sample 31 elementary school children aged 7 9 years. Research was conducted at Angsana village, sub-district of Leuwiliang, Bogor regency in May September There was increasing average retinol serum levels of RPO respondent from ± 1.81 µg/dl to ± 3.12 µg/dl after the intervention. Meanwhile, an increase in the average levels of retinol serum of control respondent were ± 2.53 µg/dl, becoming at ± 3.41 µg/dl after intervention. T-test results showed there was no difference in average levels of retinol on the two groups both before and after intervention (p>0.05). However,there were differences in average levels of retinol between before and after intervention in both groups (p<0.05). Keywords : primary school children, red palm oil, serum retinol, vitamin A

6

7 EFIKASI PEMBERIAN MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI KAROTEN DARI RED PALM OIL TERHADAP KADAR RETINOL SERUM SONI FAUZI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8

9 Judul Skripsi : Efikasi Pemberian Minyak Goreng Curah yang Difortifikasi Karoten dari Red Palm Oil Terhadap Kadar Retinol Serum Nama : Soni Fauzi NIM : I Disetujui oleh Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi Pembimbing I dr. Vera Uripi Pembimbing II Diketahui oleh Dr. Rimbawan Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan tema fortifikasi pangan yang mendukung rencana program fortifikasi vitamin A pada minyak goreng, dengan judul Efikasi Pemberian Minyak Goreng Curah yang Difortifikasi Karoten dari Red Palm Oil Terhadap Kadar Retinol Serum. Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penelitian ini, Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi selaku dosen Pembimbing Skripsi dan dr. Vera Uripi selaku dosen Pembimbing Akademik sekaligus dosen Pembimbing Skripsi, serta Dr. Ir. Drajat Martianto, MSi selaku dosen penguji yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, serta saran perbaikan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga, Ismail Saleh SP, MSi, Rina Ekawati SP, MSi, rekan-rekan mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, responden penelitian dan keluarga, seluruh pihak yang berpartisipasi, memberikan doa, dan dukungannya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Juni 2014 Soni Fauzi

12

13

14

15 DAFTAR ISI DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Tujuan Umum 2 Tujuan Khusus 2 Hipotesis 2 Kegunaan Penelitian 2 KERANGKA PEMIKIRAN 3 METODE 6 Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian 6 Populasi dan Sampel Penelitian 6 Variabel Penelitian 7 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7 Tahapan Penelitian 10 Penyiapan Minyak Goreng RPO 10 Uji Pengaruh (Efikasi) Pemberian Minyak Goreng RPO Terhadap Peningkatan Retinol Darah 11 Pengambilan Sampel Darah 12 Pengukuran Status Gizi 12 Analisis Retinol Serum 12 Pengolahan dan Analisis Data 13 DEFINISI OPERASIONAL 13 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 Karakteristik Responden 14 Umur 14 Jenis Kelamin 14 Urutan Kelahiran Anak 15 Pengasuh Anak Selain Ibu 15 Karakteristik Keluarga Responden 16 Umur Orang Tua 16 Tingkat Pendidikan Orang Tua 17 Jenis Pekerjaan Orang Tua 18 Jumlah Anggota Keluarga 19 Pengeluaran Keluarga 20 Pendapatan Perkapita Dan Kondisi Ekonomi Keluarga 21 Gizi dan Kesehatan 22 Asupan Energi, Protein, Lemak, dan Vitamin A 24 Konsumsi Minyak Goreng 31 Pengaruh Intervensi Minyak Goreng RPO terhadap Kadar Retinol Serum 33 Skor Morbiditas 35

16 Kepatuhan Ibu 36 Status Vitamin A 37 Status Gizi 38 SIMPULAN DAN SARAN 39 Simpulan 39 Saran 40 DAFTAR PUSTAKA 41 LAMPIRAN 46 RIWAYAT HIDUP 53

17 DAFTAR TABEL 1 Kriteria inklusi dan eksklusi untuk penentuan sampel 6 2 Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data 8 3 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin pada kelompok RPO dan kelompok kontrol 14 4 Sebaran responden berdasarkan urutan kelahiran anak pada kelompok RPO dan kelompok kontrol 15 5 Sebaran responden berdasarkan pengasuh anak (selain ibu) pada kelompok RPO dan kelompok kontrol 16 6 Sebaran responden berdasarkan umur ayah pada kelompok RPO dan kelompok kontrol 17 7 Sebaran responden berdasarkan umur ibu pada kelompok RPO dan kelompok kontrol 17 8 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ayah pada kelompok RPO dan kelompok kontrol 18 9 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan ayah dan ibu pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Jumlah pengeluaran keluarga per bulan kelompok RPO dan kelompok kontrol Sebaran responden berdasarkan kategori keluarga miskin dan tidak miskin pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Sebaran responden berdasarkan penyakit yang diderita dalam 2 minggu terakhir pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Sebaran responden berdasarkan lama sakit yang diderita dalam 2 minggu terakhir pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Sebaran responden berdasarkan penyakit yang pernah diderita sejak lahir pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Rata-rata asupan energi dan zat gizi sebelum dan setelah (selama) intervensi pada kelompok RPO dan kelompok kontrol, serta nilai p uji beda paired sample t test Rata-rata asupan energi dan zat gizi sebelum dan setelah (selama) intervensi pada kelompok RPO dan kelompok kontrol, serta nilai p uji beda independent sample t test Sebaran responden kelompok RPO dan kontrol sebelum dan setelah intervensi menurut kategori tingkat kecukupan energi Sebaran responden kelompok RPO dan kontrol sebelum dan setelah intervensi menurut kategori tingkat kecukupan protein Sebaran responden kelompok RPO dan kontrol sebelum dan setelah intervensi menurut kategori tingkat kecukupan lemak Sebaran responden kelompok RPO dan kontrol sebelum dan setelah intervensi menurut kategori tingkat kecukupan vitamin A 31

18 23 Perbandingan angka kecukupan energi, protein, lemak, dan vitamin A menurut AKG Indonesia dan Filipina pada kelompok anak umur 7 9 tahun Rata-rata konsumsi minyak goreng per hari serta kontribusi rata-rata vitamin A minyak goreng tersebut pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Rata-rata konsumsi minyak goreng per hari sebelum dan setelah intervensi pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Rata-rata kadar retinol serum sebelum dan setelah intervensi pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Skor morbiditas responden sebelum dan selama intervensi pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Presentase kepatuhan ibu responden kelompok RPO dan kelompok kontrol Rata-rata Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum dan setelah intervensi pada kelompok RPO dan kelompok kontrol 39 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka penelitian efikasi pemberian minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari red palm oil terhadap kadar retinol serum 5 2 Minyak goreng intervensi 12 3 Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi sebelum dan setelah (selama) intervensi pada kelompok RPO 28 4 Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi sebelum dan setelah (selama) intervensi pada kelompok kontrol 28 5 Sebaran responden kelompok RPO dan kelompok kontrol menurut status vitamin A sebelum dan setelah intervensi 37 6 Sebaran responden kelompok RPO dan kelompok kontrol menurut status gizi sebelum dan setelah intervensi 39 DAFTAR LAMPIRAN 1 Perhitungan ukuran sampel penelitian berdasarkan peningkatan serum retinol pada penelitian Gusthianza (2010) 46 2 Perhitungan jumlah fortifikan (RPO) untuk proses fortifikasi 46 3 Prosedur analisis kadar retinol serum 46 4 Hasil uji Statistik 48 5 Dokumentasi penelitian 52

19 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah gizi merupakan masalah multi faktor yang dapat memengaruhi kualitas hidup setiap individu, sehingga secara global menentukan pembangunan suatu negara. Kerangka Unicef tahun 1998 menggambarkan bahwa masalah gizi secara langsung disebabkan oleh rendahnya asupan makanan dan tingginya infeksi. Infeksi adalah salah satu akibat dari defisiensi (kekurangan) zat gizi mikro. Zat gizi mikro memiliki peran dalam pembentukan antibodi dan perkembangan sistem imun, salah satunya adalah vitamin A (Katona dan Apte 2008). KVA (Kurang Vitamin A) merupakan masalah kesehatan umum pada lebih dari setengah total negara di dunia, khususnya di wilayah Afrika dan Asia Tenggara. Permasalahan zat gizi ini rawan terjadi pada anak-anak. WHO (2013) melaporkan bahwa sebanyak 250 juta anak usia sekolah diperkirakan mengalami KVA, dan anak mengalami kebutaan setiap tahunnya. Setengah dari mereka meninggal pada kurun waktu 12 bulan dalam kondisi kehilangan penglihatan. KVA dapat menyebabkan kebutaan pada anak dan meningkatkan risiko penyakit serta kematian akibat penyakit infeksi. Berdasarkan hasil studi masalah gizi mikro pada tahun 2006, masalah KVA di Indonesia tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi, karena berada di bawah batasan IVACG (International Vitamin A Consultative Group) yaitu 15% (Depkes 2009). Namun, hal tersebut tidak menjamin bahwa kasus KVA tidak akan muncul lagi pada tahun-tahun berikutnya. Oleh karena itu, tetap diperlukan upaya alternatif untuk menjaga kondisi tersebut. Fortifikasi merupakan strategi yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut. Fortifikasi vitamin A ke dalam makanan umumnya dilakukan dalam bentuk sintetik yang diproduksi secara komersial, tetapi dapat pula dilakukan dalam bentuk alami yang berasal dari sumber pangan nabati. Minyak sawit kasar atau Crude Palm Oil (CPO) merupakan sumber pangan nabati yang dapat dimanfaatkan untuk fortikasi, karena kandungan karotennya yang cukup tinggi, terutama beta-karoten (provitamin A) yaitu 643 ppm (Nagendran et al. 2000). Beta-karoten merupakan salah satu dari ratusan jenis karotenoid yang memiliki aktivitas vitamin A paling aktif dengan dua molekul retinol yang saling berkaitan (Almatsier 2006). Kandungan karoten pada CPO 15 kali lebih tinggi dibanding wortel (Mukherjee dan Mitra 2009). Selain itu, CPO cukup melimpah di Indonesia. Menurut data BPS (2011), produksi kelapa sawit pada tahun 2010 mencapai ton. Namun, CPO merupakan bahan yang belum layak konsumsi oleh manusia. Permunian CPO yang diproses secara minimal menghasilkan minyak sawit merah atau Red Palm Oil (RPO) yang masih memiliki kadungan karoten yang cukup tinggi yaitu 513 ppm (Nagendran et al. 2000). Menurut Zeb dan Mehmood (2004), kandungan karoten turunan RPO setara dengan 15 kali karoten wortel, 120 kali karoten tomat, dan 44 kali karoten pada sayuran hijau. Minyak goreng curah merupakan bahan pangan yang berpotensi untuk difortifikasi vitamin A. Di Indonesia, minyak goreng curah merupakan bahan pokok yang dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat. Pada tahun 2009,

20 2 konsumsi rata-rata minyak goreng per minggu di wilayah perdesaan mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan pendapatan rata-rata perkapita/bulan. Konsumsi tertinggi mencapai 0,228 liter/kap/minggu dengan konsumsi rata-rata sebanyak 0,147 liter/kap/minggu (BPS 2009). Hasil survei lain melaporkan bahwa sebesar 77,5% rumah tangga di Indonesia menggunakan minyak curah untuk menggoreng dan rata-rata konsumsi minyak goreng sebesar 23 g/hari (Martianto et al. 2005). Terpilihnya minyak goreng sebagai pembawa provitamin A diharapkan juga mampu meningkatkan konsumsi energi, terutama pada golongan menengah ke bawah. Fortifikasi provitamin A pada minyak goreng juga dapat memberikan keuntungan lain, yaitu mengurangi biaya impor vitamin A sintetik. Hal ini terkait dengan program pemerintah tentang Mandatory fortifikasi minyak goreng dengan vitamin A. Oleh sebab itu, perlu diketahui efikasi pemberian minyak goreng yang difortifikasi provitamin A terhadap status gizi dan status vitamin A pada anak. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menilai efikasi pemberian minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari red palm oil (RPO) terhadap kadar retinol serum. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik anak (umur, jenis kelamin, dan kondisi sosial ekonomi keluarga). 2. Menghitung dan menilai konsumsi pangan, khususnya asupan vitamin A. 3. Mengukur dan menilai kadar retinol serum anak sebelum dan setelah intervensi. 4. Menilai morbiditas anak sebelum dan setelah intervensi 5. Menganalisis pengaruh pemberian minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari red palm oil (RPO) terhadap kadar retinol serum. Hipotesis H 0 : Pemberian minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari RPO tidak meningkatkan retinol serum anak sekolah dasar usia 7 9 tahun. H 1 : Pemberian minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari RPO meningkatkan retinol serum anak sekolah dasar usia 7 9 tahun. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi produsen minyak goreng curah terkait dengan program Mandatory fortifikasi minyak

21 3 goreng dengan vitamin A untuk mencegah peningkatan prevalensi KVA. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberi informasi lebih mengenai pemanfaatan RPO sebagai fortifikan, sehingga dapat mengurangi impor vitamin A sintetis dan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya. KERANGKA PEMIKIRAN Umur, jenis kelamin, dan kondisi sosial ekonomi anak merupakan faktor yang dapat memengaruhi konsumsi pangan dari segi jumlah maupun jenisnya (Darmon dan Drewnowski 2008). Konsumsi pangan anak memberikan kontribusi terhadap asupan energi dan zat gizi. Ledikwe et al. (2006) menyebutkan bahwa seseorang dengan diet rendah energi memiliki asupan energi lebih rendah, dengan kata lain konsumsi diet sumber energi (protein, lemak, dan karbohidrat) dapat memberikan kontribusi energi. Selain sebagai sumber tenaga, asupan energi yang terjaga juga dapat memperbaiki status gizi. Vitamin A merupakan zat gizi mikro yang menjadi fokus pada penelitian ini. Peningkatan konsumsi pangan sumber vitamin A dan provitamin A dapat memperbaiki status vitamin A. Hasil penelitian Zagre et al. (2003), menunjukkan bahwa asupan vitamin A dan provitamin A dapat meningkatkan status vitamin A ibu dan anak. Umumnya di dalam tubuh vitamin A berperan pada proses penglihatan, sintesis protein, diferensiasi sel, reproduksi, dan pertumbuhan (Rolfes et al. 2009). Fungsi lain vitamin A adalah meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, terutama penyakit infeksi. Selain vitamin A, status gizi yang baik juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh anak. Peningkatan sistem imun diharapkan mampu mengurangi prevalensi kejadian sakit (morbiditas), sehingga kualitas hidup anak semakin baik. Perbaikan status vitamin A juga dapat dilakukan melalui upaya fortifikasi sumber provitamin A pada bahan pangan, dalam hal ini adalah minyak goreng yang difortifikasi karoten dari Red Palm Oil (RPO). Betakaroten adalah provitamin A yang utama (Hess 2005). Minyak goreng dipilih sebagai pembawa fortifikan karena minyak goreng merupakan salah satu bahan pangan yang rutin dikonsumsi oleh hampir semua golongan masyarakat, baik golongan berdasarkan keadaan sosial ekonomi, maupun golongan berdasarkan kelompok umur, terutama minyak goreng curah. RPO cenderung memiliki aroma yang menyengat (kuat) dan warna yang lebih gelap (orange kemerahan) dibanding minyak goreng biasa. Proses pencampuran RPO ke dalam minyak goreng curah dapat memengaruhi karakteristik fisik minyak goreng tersebut. Penerimaaan dan preferensi responden (anak dan ibu) terhadap minyak goreng yang telah diperkaya RPO tentu dapat memengaruhi perilaku konsumsi responden terhadap minyak goreng tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Nurmalasari (2013) memperlihatkan bahwa sebagian besar responden rumah tangga dan jasa boga tidak menyukai minyak goreng yang diperkaya RPO. Sebesar 73.3% rumah tangga dan 66.7% jasa boga tidak menerima minyak goreng yang diperkaya RPO. Sebanyak 66.7% rumah tangga dan jasa boga (63.3%) tidak dapat menerima produk gorengannya. Hal ini diduga karena pola pikir responden yang beranggapan bahwa semakin jernih minyak goreng, maka semakin baik. Namun, upaya edukasi mengenai manfaat

22 4 gizi RPO terhadap kesehatan bisa dilakukan dengan harapan dapat mengubah pola pikir ibu terhadap minyak goreng. Ibu atau pengasuh anak memiliki peranan utama dalam penyediaan makanan sehari-hari, sehingga tingkat kepatuhan ibu atau pengasuh dalam menggunakan minyak goreng penelitian merupakan faktor tidak langsung yang juga memengaruhi asupan vitamin A anak. Semakin sering ibu menggunakan minyak goreng penelitian, maka peluang konsumsi minyak goreng penelitian oleh anak juga semakin besar, sehingga kemungkinan perbaikan status vitamin A pada anak dapat terjadi. Asupan energi dan zat gizi yang adekuat dapat memengaruhi status gizi anak. Hidayati (2011) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan responden, dalam hal ini adalah konsumsi biskuit lele dengan morbiditas dan status gizi anak. Kerangka penelitian efikasi pemberian minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari red palm oil terhadap kadar retinol serum disajikan pada Gambar 1.

23 5 Karakteristik Anak: Umur Jenis kelamin Kondisi sosial ekonomi keluarga Kepatuhan Ibu Konsumsi pangan Asupan zat gizi Penerimaan minyak goreng RPO Intervensi : minyak goreng curah yang diperkaya RPO Karbohidrat Protein Lemak Mineral Vitamin Air Energi Vitamin A Status Gizi Anak (IMT/U) Status Vitamin A (Retinol Serum) Respon Imun Status Kesehatan Anak : Angka Morbiditas Keterangan : = Variabel yang diteliti = Hubungan yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka penelitian efikasi pemberian minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari red palm oil terhadap kadar retinol serum

24 6 METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasy Experimental pre post treatment controlled trial yaitu suatu desain penelitian eksperimental semu dengan random assignment. Desain penelitian tersebut digunakan untuk melihat pengaruh pemberian minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari Red Palm Oil (RPO) terhadap kadar retinol serum anak usia 7 9 tahun. Penelitian dilaksanakan selama lima bulan. Pelaksanaan intervensi selama dua bulan, yaitu Mei sampai Juni 2013 di Desa Angsana, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Analisis betakaroten pada minyak goreng curah dan minyak goreng RPO dilakukan di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA), Bogor. Analisis kadar retinol serum dilakukan di Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Bogor. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah anak sekolah dasar berusia 7 9 tahun di kecamatan Leuwiliang, kabupaten Bogor. Responden (unit penelitian) adalah populasi penelitian yang dipilih secara purposif dengan kriteria inklusi dan eksklusi (Tabel 1). Tabel 1 Kriteria inklusi dan eksklusi untuk penentuan sampel No Kriteria Inklusi: 1. Kelas dua atau tiga (usia 7 9 tahun) 2. Sehat (tidak menderita infeksi sekunder) berdasarkan hasil pemeriksaan dokter 3. Telah mendapat penjelasan penelitian 4. Menyetujui informed consent 5. Bersedia untuk mematuhi prosedur penelitian Eksklusi: 1. Mempunyai kelainan kongenital/cacat bawaan 2. Mempunyai alergi berat berdasarkan medical Questionnaire 3. Mengonsumsi antibiotik dan/atau laxative (empat minggu sebelum penelitian) 4. Menerima kapsul vitamin A dosis tinggi setahun sebelum penelitian 5. Berpartisipasi dalam penelitian lain Penelitian ini membandingkan antara kelompok kontrol (intervensi minyak goreng tanpa penambahan RPO) dengan kelompok RPO (intervensi minyak goreng yang difortifikasi RPO). Salah jenis pertama (α) ditetapkan sebesar 1%, power test (1-β) sebesar 90%, dan peningkatan titer IgG setelah intervensi sebesar δ, maka rumus untuk menghitung besar sampel ditentukan sebagai berikut :

25 7 n = 2 σ 2 (Z 1-α/2 + Z 1-β ) 2 δ 2 Keterangan: n = besar sampel Z 1-α/2 = suatu nilai sehingga P(Z > Z α ) = 1-α/2, Z adalah peubah acak normal baku Z 1-β = suatu nilai sehingga P(Z > Z β ) = 1-β, Z adalah peubah acak normal baku σ = 4,61 (perkiraan standar deviasi serum Imunoglobulin G (IgG) berdasarkan penelitian Gusthianza 2010) δ = 6,62 (Peningkatan titer IgG yang diharapkan setelah intervensi) berdasarkan penelitian Gusthianza 2010) (Sumber : Steel dan Torrie 1991) Nilai Z 1-α/2 diperoleh sebesar 2,575 dan Z 1-β sebesar 1,272, berdasarkan rumus perhitungan tersebut, maka diperoleh ukuran sampel (n) sebanyak 14 responden. Antisipasi drop out yang digunakan pada penelitian ini sebesar 10%, sehingga diperoleh sebanyak 16 responden. Variabel Penelitian Variabel utama yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah pengaruh pemberian minyak goreng yang difortifikasi RPO terhadap kadar retinol serum. Variabel lain dalam penelitian ini adalah status gizi (yang diukur secara antropometri dengan indeks IMT/U), karakteristik anak sekolah dasar dan keluarganya, konsumsi pangan, dan angka kesakitan anak (skor morbiditas). Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer yaitu data responden (unit penelitian) anak sekolah dasar dan keluarganya. Data responden (unit penelitian) diantaranya identitas anak sekolah dasar (nama, jenis kelamin, umur, urutan anak ke berapa, dan lain-lain), status kesehatan, konsumsi pangan, kadar retinol serum, ukuran antropometri (berat badan dan tinggi badan), kejadian sakit, dan tingkat kepatuhan ibu (pengasuh). Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 2.

26 8 Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data No Data Cara Pengukuran atau pengumpulan Frekuensi 1. Identitas anak sekolah dasar (nama, jenis kelamin, umur, urutan anak ke berapa, dll) Wawancara dengan orangtua atau pengasuh anak sekolah dasar menggunakan kuesioner Satu kali pada saat sebelum intervensi 2. Status kesehatan -kejadian sakit (morbiditas) Pemeriksaan klinis dan observasi serta wawancara oleh tenaga medis dan peneliti kepada orangtua (pengasuh) anak sekolah dasar dan guru menggunakan kuesioner 3 Konsumsi Pangan Food recall (Wawancara dengan anak menggunakan kuesioner recall) Lima kali (satu kali pada sebelum intervensi, tiga kali pada saat intervensi, dan satu kali pada akhir intervensi) 10x24 jam (2x24 jam pada sebelum intervensi, dan 8x24 jam pada saat intervensi) 4. Status gizi antropometri - Berat badan (BB) - Tinggi badan (TB) -Status gizi (IMT/U) Penimbangan dengan timbangan berat badan injak digital, dengan ketelitian 0.1 kg Pengukuran TB dengan microtoise, dengan ketelitian 0.1 cm Perhitungan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor : 1995/MENKES/SK/XII/2010 Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, dengan cut off point sebagai berikut : sangat kurus (IMT/U <-3 SD), kurus (-3 SD IMT/U < -2 SD), normal (-2 SD IMT/U 1 SD), gemuk (1 SD < IMT/U 2 SD), dan obesitas ( IMT/U >2 SD) Dua kali (satu kali sebelum intervensi dan satu kali setelah intervensi) Satu kali (pada sebelum intervensi) Dua kali (satu kali pada sebelum intervensi dan satu kali setelah intervensi)

27 9 No Data Cara Pengukuran atau pengumpulan Frekuensi 5. Status vitamin A (Kadar retinol serum) Metode ektraksi (Concurrent Liquid Chromatographic Assay of Retinol) Dua kali (satu kali sebelum intervensi dan satu kali setelah 6. Tingkat kepatuhan ibu Observasi dan catatan dalam form isian intervensi) 56 hari (selama intervensi) Data konsumsi pangan hasil food recall, dihitung energi dan kadar zat gizi dari masing-masing jenis bahan makanan untuk mengetahui tingkat konsumsi anak. Perhitungan energi dan kadar zat gizi dilakukan dengan menggunakan rumus menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), sebagai berikut: KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan: KGij = kosnsumsi zat gizi i dari bahan makanan j dalam jumlah B gram Bj = berat bahan makanan j yang dikonsumsi (gram) Gij = kadar zat gizi i dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj = persen berat bahan makanan j yang dapat dimakan (%BDD) Kadar zat gizi bahan makanan dan persen BDD dapat diketahui dari Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Pada penelitian ini setiap jenis makanan yang dikonsumsi anak, terutama makanan olahan minyak akan dihitung energi dan kadar zat gizinya berdasarkan komposisi bahan mentahnya agar dapat diketahui jumlah minyak goreng yang dikonsumsi. Minyak goreng yang dikonsumsi ditentukan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus konversi berat mentah masak dan konversi berat penyerapan minyak. Nilai faktor dapat diketahui dari Daftar Konversi Berat Mentah Masak (DMM 2007) dan Daftar Konversi Berat Penyerapan Minyak (DPM 2007). BMj = Fj x BOj Keterangan : BMj = berat makanan j dalam bentuk mentah (gram) Fj = faktor konversi mentah masak bahan makanan j BOj = berat makanan j dalam bentuk olahan (gram) BKj = (Mj x BMj)/100 Keterangan : BKj = minyak goreng yang diserap bahan makanan j (gram) Mj = faktor konversi penyerapan minyak goreng pada bahan makanan j (%)

28 10 Tingkat kecukupan gizi (TKG) subyek penelitian dihitung berdasarkan konsumsi energi dan zat gizi harian. Selain itu, untuk menghitung TKG perlu diketahui angka kecukupan gizi (AKG) dari masing-masing subyek berdasarkan standar. Standar yang digunakan pada penelitian ini adalah AKG Berikut adalah cara menghitung AKG masing-masing subyek penelitian. AKG = (BBi/BBj) x zat gizi yang dianjurkan TKG (%) = (konsumsi zat gizi/akg) x 100 Keterangan : BBi = bobot badan subyek penelitian (kg) BBj = bobot badan standar AKG 2012 (kg) Tahapan Penelitian Penelitian dilaksanakan dalam dua tahapan. Tahap pertama adalah penyiapan minyak goreng curah dan minyak goreng curah yang difortifikasi RPO (selanjutnya disebut minyak goreng RPO) untuk diberikan kepada keluarga responden selama 8 minggu. Tahap kedua adalah uji pengaruh (efikasi) pemberian minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari Red Palm Oil (RPO) terhadap kadar retinol serum anak usia 7 9 tahun. Penyiapan Minyak Goreng RPO Proses penyiapan minyak goreng RPO dilakukan dengan menggunakan metode Wijaya (2013). Penyiapan minyak goreng RPO dilakukan seminggu sebelum intervensi pemberian minyak kepada responden. Minyak goreng curah dibeli dari salah satu produsen minyak goreng di daerah Jabodetabek. Fortifikan yang digunakan adalah minyak sawit merah (RPO) yang diperoleh dari Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (Seafast) Center IPB. Fortifikan yang ditambahkan setara dengan kandungan vitamin A 45 IU (27 mg/kg betakaroten = 4.5 RE/g vitamin A) sesuai dengan RSNI (Rancangan Standar Nasional Indonesia). Berdasarkan perhitungan, fortifikan yang dibutuhkan untuk 1 kg minyak goreng curah adalah g atau setara dengan 3.22 kg untuk 50 kg minyak goreng curah. Proses pencampuran diawali dengan pengadukan minyak goreng curah sebanyak 25 kg dalam tank (ember) menggunakan alat pengaduk dengan 2 balingbaling. Kecepatan yang digunakan pada proses pengadukan adalah 500 rpm selama 1 jam. Selama proses tersebut berlangsung, RPO dimasukkan secara perlahan dan sedikit demi sedikit dengan menggunakan corong. Setelah proses tersebut selesai, minyak campuran tersebut disimpan dalam jirigen kecil dengan jumlah masing-masing sebanyak 500 g (0.5 kg). Semua tahap penyiapan minyak goreng RPO dilakukan pada suhu ruang dan tidak terkena sinar matahari langsung.

29 11 Uji Pengaruh (Efikasi) Pemberian Minyak Goreng RPO Terhadap Peningkatan Retinol Darah Langkah awal yang dilakukan yaitu mengurus perizinan penelitian dan ethical clearance dari komisi etik Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kemudian, dilakukan survei lapang untuk menentukan lokasi penelitian. Pengurusan perizinan kepada Kepala Desa, Puskemas, dan Dinas Pendidikan setempat dilakukan sebelum survei lapang. Lokasi penelitian yang dipilih adalah SDN 1 Angsana (kelompok RPO) dan SDN 2 Angsana (kelompok kontrol), Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Alasan terpilihnya lokasi tersebut yaitu kedua SD tersebut terletak berdekatan dan tempat tinggal murid berada di sekitar lingkungan sekolah tersebut (kondisi geografi sama), sehingga dapat diasumsikan bahwa contoh cenderung homogen dari segi pola konsumsi pangan, karakteristik contoh, kondisi sosial ekonomi keluarga, serta paparan infeksi penyakit yang mungkin terjadi. Setelah izin penelitian dari Kepala Sekolah didapatkan, tahap berikutnya adalah melakukan screening contoh pada kedua sekolah tersebut terutama siswa yang sedang duduk di bangku kelas dua atau tiga. Contoh yang terpilih sebagai responden adalah siswa yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah responden terpilih, orang tua responden diundang ke sekolah untuk mendapatkan penjelasan mengenai penelitian sekaligus penandatanganan informed consent sebagai bentuk persetujuan orang tua yang menyatakan kesediaan orang tua terhadap proses penelitian yang dilakukan kepada anaknya. Kelompok penelitian terdiri atas kelompok RPO dan kelompok kontrol. Kelompok RPO adalah kelompok yang akan diberikan minyak goreng curah dengan penambahan RPO, sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang diberikan minyak goreng curah tanpa penambahan RPO. Total responden minimum adalah 28 anak (14 anak untuk masing-masing kelompok). Sebelum intervensi, responden yang terpilih adalah 34 orang, yaitu 17 responden pada kelompok RPO dan 17 responden pada kelompok kontrol. Terdapat tiga anak yang dikeluarkan (drop out), yaitu dua anak dari kelompok RPO dan satu anak dari kelompok kontrol. Hal itu dilakukan karena anak tidak memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu berumur 6 tahun, 10 tahun, dan orang tua tidak patuh selama masa penelitian. Intervensi pemberian minyak goreng dilakukan selama 8 minggu. Minyak goreng diberikan kepada ibu responden dari kedua kelompok penelitian (kontrol dan RPO) untuk digunakan dalam keluarga. Setiap rumah tangga memperoleh minyak goreng sebanyak 1 kg per minggu (total 8 kg selama penelitian). Minyak goreng yang diberikan selama intervensi dapat dilihat pada Gambar 2.

30 12 (a) Minyak goreng kontrol Gambar 2 Minyak goreng intervensi (b) Minyak goreng RPO Pengambilan Sampel Darah Sampel darah diambil dengan frekuensi dua kali yaitu pada saat satu hari sebelum intervensi dan satu hari setelah intervensi dengan melibatkan tenaga medis dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Bogor. Darah untuk analisis retinol diambil dari pembuluh darah vena. Pengambilan darah dilakukan pada bulan Mei dan Juli 2013 dan selesai dianalisis pada September Pengukuran Status Gizi Pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan untuk mengetahui status gizi responden. Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan injak digital dengan ketelitian 0,1 kg. Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Pengukuran status gizi dilakukan pada sebelum dan setelah intervensi oleh peneliti. Status gizi dinilai berdasarkan indeks IMT/U dengan menggunakan standar baku Kemenkes Analisis Retinol Serum Analisis kadar retinol serum dilakukan dengan menggunakan metode ektraksi (Concurrent Liquid Chromatographic Assay of Retinol). Metode ini menggunakan prinsip serum diencerkan dengan larutan retinil asetat pada etanol, larutan retinil asetat berperan sebagai standar dan etanol berperan mengendapkan protein, yang membebaskan retinol, kemudian diekstraksi dengan heptana. Ekstrak dievaporasi dalam nitrogen atmosfer dan residu dilarutkan dalam metanol diklorometan. Retinol dipisahkan dengan menggunakan HPLC. Jumlah serum yang digunakan untuk analisis retinol adalah sebanyak 100 µl. Analisis tersebut menggunakan alat HPLC dengan menginjeksi sampel secara terpisah. Bahan yang digunakan antara lain serum, eksternal standar (retinil asetat), internal standar (C23), metanol (MeOH), diklorometan (DCM), dan heptana.

31 13 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data primer dilakukan dengan beberapa tahapan meliputi entry data, editing dan coding untuk melihat konsistensi informasi. Data yang telah diverifikasi, diolah menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan dianalisis menggunakan software Statistical Program for Social Science (SPSS) v.16.0 for Windows. Analisis data dilakukan secara statistik dan deskriptif. Data identitas dan karakteristik keluarga responden dianalisis dengan statistik deskriptif dan statistik frekuensi. Alat uji yang digunakan adalah uji beda t-test, uji beda Mann Whitney, dan uji beda berpasangan. Perbedaan kadar retinol serum dan status gizi kelompok RPO dan kelompok kontrol baik pada awal intervensi maupun akhir intervensi, dianalisis dengan uji beda yaitu uji t. Selain itu, uji t juga digunakan untuk mengetahui perbedaan usia anak dan orang tua, pekerjaan dan pendidikan orang tua, kondisi ekonomi, pengeluaran keluarga, dan asupan zat gizi, antara kelompok RPO dan kelompok kontrol. Uji Mann Whitney digunakan untuk menganalisis perbedaan tingkat kepatuhan ibu, konsumsi minyak, dan skor morbiditas anak. Uji t berpasangan digunakan untuk melihat pengaruh intervensi terhadap kadar retinol serum responden sebelum dan setelah dilakukan intervensi. Apabila nilai p hasil uji kurang dari 0,05 (α sebesar 5%) maka terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel yang dianalisis. DEFINISI OPERASIONAL Karakteristik Responden adalah ciri-ciri dan keadaan umum anak yang terkait gizi, meliputi umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, status gizi, dan lainlain. Morbiditas adalah keadaan sakit atau terjadinya penyakit yang mengubah kesehatan dan kualitas hidup anak. Pola Konsumsi adalah bentuk atau susunan keragaman konsumsi pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap hari. Retinol adalah vitamin A dalam bentuk alkohol yang diukur dengan satuan g/dl, merupakan indikator status vitamin A Status Gizi adalah keadaan kesehatan tubuh responden (anak) yang diakibatkan oleh konsumsi, penerapan, dan penggunaan zat gizi. Dalam hal ini, ditentukan berdasarkan antropometri dengan menggunakan indeks IMT/U menurut standar baku Kemenkes Status Kesehatan adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan klinis yang dilakukan sebelum, selama, dan setelah intervensi. Tingkat Konsumsi adalah tingkatan upaya pemanfaatan makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi sehari-hari merupakan gambaran pemenuhan kebutuhan zat gizi responden

32 14 Kepatuhan Ibu adalah tingkatan ketaatan dan kedisiplinan orang tua atau pengasuh responden untuk menggunakan minyak goreng penelitian dalam proses pengolahan makanan minimal satu kali per hari. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan gambaran keadaan responden (anak sekolah dasar) saat ini. Responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan. Data karakteristik responden terdiri atas umur responden, jenis kelamin, urutan anak dalam keluarga, dan pengasuh anak selain ibu. Umur Pada kedua kelompok penelitian responden mayoritas berumur delapan tahun, yaitu sebesar 53.3% pada kelompok RPO dan 50% pada kelompok kontrol. Kelompok RPO memiliki sebanyak lima responden (33.3%) berumur tujuh tahun dan sebanyak dua orang (13.4%) berumur sembilan tahun dengan rata-rata umur sebesar 7.8 ± 0.7 tahun. Kelompok kontrol memiliki responden berumur sembilan tahun sebanyak lima orang (31.2%) dan sebanyak tiga orang (18.8%) berumur tujuh tahun dengan rata-rata umur 8.1 ± 0.7 tahun. Uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan umur yang nyata pada kedua kelompok tersebut (p = 0.202). Jenis Kelamin Total responden penelitian adalah sebanyak 31 orang yang terdiri atas responden berjenis kelamin laki-laki sebesar 45.2% dan responden berjenis kelamin perempuan sebesar 54.8%. Responden yang memenuhi kriteria inklusi pada kelompok RPO adalah sebanyak 15 responden, antara lain sembilan orang (60%) berjenis kelamin laki-laki dan enam orang (40%) berjenis kelamin perempuan, sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 16 responden, meliputi responden laki-laki sebanyak lima orang (31.3%) dan responden perempuan sebanyak 11 orang (68.7%) memenuhi kriteria inklusi. Jumlah responden pada kedua kelompok tersebut telah memenuhi kriteria jumlah responden minimum yaitu 14 orang. Data sebaran responden berdasarkan jenis kelamin pada kedua kelompok tersebut disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Jenis kelamin RPO Kontrol n % n % Laki-laki Perempuan Total

33 15 Urutan Kelahiran Anak Secara umum, responden anak merupakan anak pertama atau kedua di dalam keluarga (29%). Urutan anak ketiga dan keempat memiliki proporsi yang hampir sama dari keseluruhan responden, secara berturut-turut yaitu 16.1% dan 19.4%. Mayoritas responden kelompok RPO adalah anak pertama (40%), sedangkan urutan anak terkecil adalah urutan kedua, yaitu hanya satu orang responden (6.7%). Sebagian besar responden kelompok kontrol merupakan anak kedua di dalam keluarga (50%), sedangkan urutan anak terkecil adalah urutan anak ketiga, yaitu 12.4%. Sebanyak dua reponden anak (6.5%) dari total responden merupakan anak dengan urutan 5. Responden tersebut tergolong dalam kelompok RPO. Urutan kelahiran anak diduga dapat memengaruhi status gizi anak. Hal ini terkait dengan pengalaman ibu dalam merawat anak (prenatal dan postnatal care) pada pertama kehamilan mungkin berbeda dengan kehamilan berikutnya. Selain itu, terdapat hubungan positif antara interval kelahiran dengan status gizi anak (Rutstein 2005; Shahjada et al. 2014). Kozuki dan Walker (2013) menyebutkan bahwa interval kelahiran yang rendah berhubungan dengan tingginya mortalitas anak. Menurut hasil uji beda Mann Whitney, urutan kelahiran anak antara kelompok RPO dan kelompok kontrol tidak berbeda (p = 0.396). Sebaran responden berdasarkan urutan kelahiran anak pada kelompok RPO dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan urutan kelahiran anak pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Urutan RPO Kontrol Total anak n % n % n % P value Pengasuh Anak Selain Ibu Pengasuh responden merupakan salah satu variabel yang diteliti pada penelitian ini. Tabel 5 merupakan sajian data sebaran responden berdasarkan pengasuh anak (selain ibu) selama masa intervensi pada kedua kelompok penelitian. Sebagian besar dari total responden penelitian diasuh oleh ibu (61.3%), sisanya (38.7%) diasuh oleh orang lain, tetapi masih memiliki hubungan kerabat. Orang lain yang dimaksud meliputi kakek/nenek, paman/bibi, kakak, dan anggota keluarga lainnya. Selain ibu, responden sering diasuh oleh kakak (19.4%). Terdapat satu anak (3.2%) yang diasuh oleh anggota keluarga lain, yaitu responden pada kelompok RPO. WHO (2004) menyatakan bahwa interaksi antara pengasuh dan anak penting bagi perkembangan kesehatan anak. Pengasuhan yang baik berhubungan dengan peningkatan status gizi anak (Nti dan Lartey 2008). Selain itu, karakteristik pengasuh juga dapat memengaruhi status gizi anak, bahkan ketika status sosial ekonomi terkontrol. Beberapa karakterisitk pengasuh yang berkaitan dengan hubungan anak-pengasuh meliputi umur, pengetahuan,

34 16 tahapan mental, dan hubungan perkawinan (WHO 2004). Hal tersebut diduga menjadi faktor yang membedakan pola asuh pada anak antara ibu dan anggota keluarga lain. Wanita (ibu) secara umum merupakan pengasuh utama di dalam keluarga, menghabiskan lebih banyak waktu untuk menjaga dan merawat anak dari pada pria. Ibu memiliki kematangan umur, berpengalaman, dan mental lebih stabil dibanding saudara (si anak), sehingga dapat memengaruhi pola asuh yang diberikan. Penelitian lain menyebutkan bahwa dukungan keluarga (terutama nenek) dapat membantu ibu dalam melaksanakan praktek pengasuhan anak (Sharma dan Kanani 2006). Sebuah tren penting yang terlihat adalah nenek dapat melakukan pengasuhan lebih seperti bermain dengan anak, menjaga anak tetap bersih, dan memberi asupan makanan kepada mereka. Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan pengasuh anak (selain ibu) pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Pengasuh anak RPO Kontrol Total (selain ibu) n % n % n % Tidak ada Kakek/Nenek Paman/Bibi Kakak Anggota keluarga lain Karakteristik Keluarga Responden Karateristik keluarga responden yang diteliti meliputi umur, jenjang pendidikan, jenis pekerjaan orang tua responden, jumlah anggota keluarga, dan pengeluaran keluarga (pangan dan non pangan). Selain itu, penelitian ini juga menilai pendapatan perkapita untuk menggambarkan kondisi ekonomi keluarga responden. Umur Orang Tua Umur orang tua responden dibedakan menjadi empat rentang yaitu umur 20 30, 31 40, 41 50, dan >50 tahun. Secara keseluruhan, sebagian besar (55.2%) ayah responden berumur 31 hingga 40 tahun. Terdapat satu ayah responden kelompok RPO yang berumur lebih dari 50 tahun. Rata-rata total umur ayah responden adalah 36.4 ± 6.6 tahun. Menurut Santrock (2003), umur ayah responden berada pada rentang dewasa akhir. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara umur ayah kelompok RPO dan kelompok kontrol (p=0.774). Data sebaran responden berdasarkan umur ayah dari kedua kelompok disajikan pada Tabel 6.

35 17 Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan umur ayah pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Umur ayah (tahun) RPO Kontrol Total P value n % n % n % > Rata-rata ± SD 36.8 ± ± ± Tabel 7 memperlihatkan bahwa mayoritas responden kedua kelompok tersebut memiliki ibu berusia muda, yaitu pada rentang umur tahun (61.3%). Menurut Santrock (2003), umur ibu responden berada pada rentang dewasa awal. Pada kedua kelompok penelitian tidak ditemukan ibu yang berumur lebih dari 50 tahun. Rata-rata total umur ibu adalah 30.7 ± 5.8 tahun. Rata-rata umur ibu kelompok RPO lebih tinggi dibanding rata-rata umur ibu kelompok kontrol, berturut-turut yaitu 32.3 ± 7.1 tahun dan 29.1 ± 5.8 tahun. Umur ibu antara kedua kelompok tersebut juga tidak berbeda (p=0.126). Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan umur ibu pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Umur ibu RPO Kontrol Total P value (tahun) n % n % n % Rata-rata ± SD 32.3 ± ± ± Tingkat Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan orang tua merupakan masa tempuh belajar orang tua yang terhitung sejak duduk di bangku sekolah dasar dalam kurun waktu tahun. Jenis pendidikan yang ditempuh terdiri atas : tidak tamat SD, SD, SMP (sederajat), dan SMA (sederajat). Tingkat pendidikan ayah responden hanya mencapai bangku SD dengan presentase total sebesar 73.1%. Ayah berpendidikan SD mendominasi baik di kelompok RPO maupun kelompok kontrol. Sebanyak 5 ayah (19.2%) tidak berhasil menuntaskan pendidikan sekolah dasar. Namun, pada kedua kelompok tersebut terdapat seorang ayah yang menempuh pendidikan hingga bangku SMU. Rata-rata total lama pendidikan yang ditempuh ayah adalah 6.0 ± 2.3 tahun. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan yang nyata tingkat pendidikan ayah pada kedua kelompok tersebut (p>0.05).tabel 8 menunjukkan sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ayah pada kelompok RPO dan kelompok kontrol.

36 18 Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ayah pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Pendidikan RPO Kontrol Total P value Ayah n % n % n % Tidak tamat SD SD SMP SMU Rata-rata ± SD 5.9 ± ± ± Tabel 9 menunjukkan bahwa pendidikan ibu tidak jauh berbeda dengan pendidikan ayah, sebagian besar ibu menempuh pendidikan hingga bangku SD (71.4%). Ibu dengan pendidikan tidak tamat SD lebih tinggi dibanding ayah, yaitu sebesar 25%. Secara keseluruhan, pendidikan ibu tertinggi hanya mencapai tingkat SMP, yaitu terdapat 1 orang pada kelompok kontrol. Rata-rata total lama pendidikan ibu yaitu 5.6 ± 1.4 tahun. Tingkat pendidikan orang tua (terutama ibu) dapat memengaruhi bentuk pola asuh orang tua yang berdampak pada status gizi dan kesehatan anak. Srivastava et al. (2012) menyebutkan bahwa pendidikan ibu merupakan predictor kuat dari status gizi anak. Semakin tinggi tinggi pendidikan orang tua diduga semakin baik pula pengetahuan gizinya, sehingga status gizi anak lebih terjamin (Astari et al. 2005). Orang tua dengan pendidikan yang tinggi memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai peranan orang tua dalam mengasuh anak. Omokhodion et al. (2003) menyatakan bahwa ibu dengan tingkat pendidikan rendah dapat menempatkan anak pada risiko penyakit. Menurut uji statistik, pendidikan ibu juga tidak memiliki perbedaan bermakna pada kedua kelompok tersebut (p>0.05). Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Pendidikan RPO Kontrol Total P value Ibu n % n % n % Tidak tamat SD SD SMP SMU Rata-rata ± SD 5.3 ± ± ± 1.4 Jenis Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang secara tidak langsung dapat memengaruhi kemampuan sebuah keluarga dalam memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan pangan maupun non pangan. Pekerjaan orang tua dibedakan menurut

37 19 jenisnya terdiri atas, a) tidak berkerja, b) petani, c) pedagang, d) buruh tani, e) buruh non tani, f) jasa, dan g) lainnya. Pada Tabel 10 terlihat bahwa lebih dari setengah total ayah responden memiliki mata pencaharian sebagai buruh tani (55.3%). Urutan kedua adalah buruh non tani yaitu sebesar 17.3%. Pada kategori lainnya ditemukan sebanyak 3 orang ayah, sedangkan bidang jasa terdapat 2 orang ayah. Kategori pedagang, petani, dan tidak berkerja memiliki proporsi yang sama yaitu 3.4%. Secara keseluruhan, mayoritas ibu responden tidak berkerja (77.4%) atau sebagai ibu rumah tangga. Beberapa ibu berprofesi sebagai pedagang (12.9%) dan buruh tani (6.5%). Terdapat satu ibu responden kelompok kontrol yang tergolong kategori lainnya. Ibu yang bekerja dapat meningkatkan pendapatan per kapita keluarga, sehingga meningkatkan akses pangan dan kesehatan. Namun, ibu yang bekerja dapat mengurangi waktu ibu untuk mengawasi dan mengurus anak, sehingga dapat menurunkan status kesehatan anak (Gennetian et al. 2010; Srivastava et al. 2012). Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan ayah dan ibu pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Jenis pekerjaan Ayah Ibu RPO Kontrol Total RPO Kontrol Total n % n % n % n % n % n % Tidak berkerja Petani Pedagang Buruh tani Buruhnontani Jasa Lainnya Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga (JAK) adalah banyaknya individu sebagai anggota keluarga dalam sebuah rumah tangga yang menunjukkan ukuran keluarga tersebut. BKKBN (1998) membedakan ukuran keluarga berdasarkan jumlah anggota keluarga menjadi 3 kategori : keluarga kecil (1-4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar ( 8 orang). Variabel ini perlu diteliti karena terkait dengan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan setiap anggota keluarga, sehingga diduga dapat memengaruhi status gizi anak. Studi yang dilakukan oleh Ahmad et al. (2011) menunjukkan bahwa anak dengan kondisi normal memiliki ukuran keluarga yang kecil bila dibandingkan dengan anak-anak KEP (Kurang Energi Protein). Risiko gizi salah meningkat secara signifikan pada anak yang tinggal di dalam gabungan keluarga (joint families) (Srivastava et al. 2012). Rata-rata total jumlah anggota keluarga adalah 4.2 ± 1.2 orang. Kelompok RPO memiliki rata-rata jumlah anggota keluarga sebesar orang, sedangkan kelompok kontrol sebesar 4.3 ± 1.1 orang. Jumlah anggota keluarga kelompok RPO dan kelompok kontrol tidak berbeda secara signifikan (p=0.394).

38 20 Tabel 11 menunjukkan bahwa 61.3% total responden tergolong keluarga kecil dan sisanya, yaitu 38.7% merupakan keluarga berukuran sedang. Sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga pada kelompok RPO dan kelompok kontrol RPO Kontrol Total P value Jumlah anggota keluarga n % n % n % Rata-rata ± SD 4.0 ± ± ± 1.2 Pengeluaran Keluarga Pengeluaran keluarga adalah semua jenis pengeluaran terhadap konsumsi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pengeluaran keluarga dibedakan menjadi 2, meliputi pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan. Pengeluaran pangan meliputi bahan pangan pokok (beras), lauk pauk, sayur, buah, minyak goreng, minuman, jajanan, makanan atau minuman balita, dan lain-lain. Pengeluaran non pangan terdiri atas pengeluran untuk kesehatan dan kebersihan (imunisasi, suplemen, KB, pengobatan, perlengkapan kebersihan), pendidikan, pakaian, bahan bakar, rokok, dan lain-lain. Secara keseluruhan, keluarga responden memiliki pengeluaran pangan lebih besar dibanding non pangan, berturut-turut adalah Rp ± dan Rp ± dengan rata-rata total pengeluaran sebesar Rp ± (Tabel 12). Tabel 12 Jumlah pengeluaran keluarga per bulan kelompok RPO dan kelompok kontrol Jenis pengeluaran Pengeluaran pangan Pengeluaran non pangan Total pengeluaran RPO (Rp/bulan) ± ± ± Kontrol (Rp/bulan) ± ± ± Total (Rp/bulan) ± ± ± P value Total pengeluaran keluarga responden kontrol lebih besar dibanding RPO, baik pengeluaran pangan maupun non pangan. Menurut total, pengeluaran pangan terbesar yaitu beras dan jajanan, diikuti oleh lauk pauk seperti telur ayam, ikan asin, tahu, dan tempe. Selain itu, pengeluaran minyak goreng, sayur, bumbu, dan mi instan tergolong besar. Pengeluaran pangan terkecil terdiri atas daging sapi, daging ayam, ikan segar, buah, makanan atau minuman balita, dan lain-lain. Pengeluaran non pangan dari yang terbesar hingga terkecil adalah rokok, kategori lain-lain (termasuk pajak, tabungan,sewa rumah, listrik, pulsa, kredit, transport, dll), pendidikan, bahan bakar, kebersihan, pakaian, dan biaya kesehatan. Hasil uji

39 21 beda tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada pengeluaran keluarga kelompok RPO dan kelompok kontrol (p=0.470). Pendapatan Perkapita Dan Kondisi Ekonomi Keluarga Menurut BPS (2013), garis kemiskinan adalah representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan setara dengan 2100 kkal per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan. Garis kemiskinan provinsi Jawa Barat untuk wilayah perdesaan pada tahun 2013 adalah Rp (BPS 2013). Kondisi ekonomi keluarga digambarkan dengan keadaan keluarga tersebut yaitu tergolong miskin atau tidak miskin. Keluarga digolongkan miskin dan tidak miskin berdasarkan pendapatan per kapita per bulan dengan garis kemiskinan sebagai pembanding. Keluarga tergolong miskin, jika pendapatan per kapita < Rp , namun jika pendapatan per kapita keluarga Rp , maka keluarga digolongkan tidak miskin. Pendapatan per kapita merupakan perbandingan antara total pendapatan keluarga selama satu bulan dan jumlah anggota keluarga yang ditanggung. Ratarata total pendapatan per kapita keluarga responden adalah Rp ± per bulan. Rata-rata pendapatan per kapita keluarga responden RPO dan kontrol berturut-turut adalah Rp ± dan Rp ± per bulan. Data memperlihatkan bahwa jumlah keluarga miskin lebih banyak dibanding keluarga tidak miskin pada kedua kelompok penelitian. Pada kelompok RPO keluarga miskin sebesar 66.7%, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 68.8% (Tabel 13). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Munparidi (2010) menunjukkan bahwa alokasi pengeluaran untuk konsumsi pangan berbanding terbalik dengan besarnya pendapatan total keluarga. Semakin kecil pendapatan keluarga, maka pengeluaran pangan semakin besar. Sejalan dengan penelitian tersebut, hal serupa juga terlihat pada penelitian ini yang ditunjukkan oleh presentase pengeluaran pangan keluarga responden lebih besar dibanding pengeluaran non pangan, yaitu mencapai 59.4%. Terdapat hubungan positif antara status sosioekonomi dengan status kesehatan anak (Lindeboom et al. 2009). Hubungan tersebut menunjukkan bahwa semakin baik status sosioekonomi keluarga (pendapatan per kapita keluarga), maka diduga semakin baik pula status kesehatan anak. Hal ini berkaitan dengan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan yang berkualitas serta akses dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan kategori keluarga miskin dan tidak miskin pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Kategori RPO Kontrol Total n % n % n % Miskin Tidak miskin

40 22 Gizi dan Kesehatan Pemeriksaan gizi dan kesehatan dilakukan secara langsung melalui pemeriksaan klinis oleh tenaga kesehatan dan wawancara kepada ibu responden. Hasil wawancara menunjukkan bahwa dalam dua minggu terakhir, mayoritas anak menderita demam (54.8%) dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) sebesar (48.4%). Penyakit lain yang pernah diderita adalah diare dan penyakit kulit. Penyakit tersebut lebih besar diderita pada kelompok kontrol, yaitu sebesar 12.5% (diare) dan 25% (penyakit kulit). Tabel 14 menunjukkan sebaran responden berdasarkan penyakit yang diderita dalam dua minggu terakhir pada kedua kelompok penelitian. Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan penyakit yang diderita dalam dua minggu terakhir pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Jenis penyakit RPO Kontrol Total n % n % n % ISPA Diare Demam Penyakit kulit ISPA biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri yang menular melalui udara. Penyakit ini diawali dengan panas (demam) yang disertai oleh salah satu atau lebih gejala antara lain: tenggorokan sakit, nyeri saat menelan, pilek, batuk kering atau berdahak. Demam pada dasarnya bukanlah penyakit, melainkan gejala yang timbul akibat penyakit tertentu, terutama penyakit infeksi. Risiko demam pada anak di kawasan perdesaan cenderung lebih tinggi dibandingkan perkotaan (Kandala et al. 2008). Hal ini diduga karena risiko penyakit, terutama penyakit infeksi di area perdesaan lebih besar. Diare adalah gangguan buang air besar (BAB) ditandai dengan BAB lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai darah atau lendir. Diare akut didefinisikan sebagai peningkatan frekuensi defekasi tiga kali atau lebih per hari yang berlangsung kurang dari 14 hari, bisa disertai mual, muntah, keram perut, gejala klinis sistemik atau malnutrisi (Thielman et al. 2004). Dampak lebih buruk dari diare adalah kematian, terutama pada kelompok yang rentan, seperti anak-anak. Kematian global akibat diare pada anak kurang dari lima tahun diperkirakan sebanyak 1.87 juta, sekitar 19% dari total kematian anak. Gabungan wilayah Asia tenggara dan Afrika yaitu sebesar 78% dari semua kasus kematian pada anak akibat diare dan 73% terkonsentrasi pada 15 negara berkembang (Pinto et al. 2008). Kemenkes (2013) melaporkan bahwa insiden diare pada kelompok usia balita di Indonesia adalah 10.2%. Penyakit diare dapat disebabkan oleh masalah hygiene dan sanitasi. Proporsi rumah tangga di Indonesia yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi improved di perkotaan (72.5%) lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (46.9%) (Riskesdas 2013). Rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi improved adalah rumah tangga yang menggunakan fasilitas BAB milik sendiri, jenis tempat BAB jenis leher angsa atau plengsengan, dan tempat pembungan akhir tinja jenis tangki septik menurut kriteria JMP (joint monitoring programme)

41 23 WHO-Unicef 2006 (Kemenkes 2013). Rendahnya akses rumah tangga perdesaan terhadap fasilitas sanitasi dapat meningkatkan risiko penyakit infeksi, khususnya diare. Rendahnya pengetahuan ibu terhadap kejadian dan faktor risiko diare pada anak juga dapat menyebabkan peningkatan jumlah anak penderita diare (Mohammed et al. 2012). Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengurangi prevalensi diare yaitu dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan meningkatkan kualitas air (Cairncross et al. 2010). Lama hari sakit infeksi saluran pernapasan cukup beragam, hari sakit terpanjang yaitu 10 hari (3.2%), sedangkan terpendek hanya satu hari (3.2%). Penyakit diare terlama sekitar tujuh hari diderita oleh 3.2% total responden. Demam terparah dialami oleh 3.2% total responden selama 10 hari. Lama hari terendah penyakit ini adalah dua hari, sedangkan proporsi penderita terbesar yaitu pada kurun waktu 3 hari (19.4%). Penyakit lain yang cukup lama diderita adalah penyakit kulit yaitu selama satu minggu (12.9%). Tabel 15 menunjukkan sebaran responden berdasarkan lama sakit yang diderita dalam dua minggu terakhir pada kedua kelompok penelitian. Tabel 15 Sebaran responden berdasarkan lama sakit yang diderita dalam 2 minggu terakhir pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Jenis penyakit ISPA Diare Demam Penyakit kulit Lama RPO Kontrol Total (hari) n % n % n % Penyakit yang pernah diderita anak sejak lahir didominasi oleh penyakit ISPA (48.4%), diare (58.1%), dan demam (67.7%) (Tabel 16). Selain itu, penyakit kulit (29%), cacar (19.4%), amandel (6.5%), nyeri dada (3.2%), dan sakit perut (3.2%) juga pernah diderita. Tabel 15 memperlihatkan bahwa jumlah anak yang pernah menderita ISPA, diare, demam, dan penyakit kulit tidak jauh berbeda antara kelompok RPO dan kelompok kontrol, tetapi penyakit cacar hanya pernah diderita oleh responden RPO (40.0%). Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk

42 24 mencegah penyakit tertentu. Vaksin adalah suatu bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan, seperti vaksin BCG, DPT, campak, dan melalui mulut seperti vaksin polio (Maryunani 2010). Lebih kurang sebanyak 50% total responden pernah mendapatkan imunisasi BCG, DPT, Campak, TT, dan polio. Namun, seluruh responden tidak pernah mendapatkan imunisasi hepatitis. Tabel 16 Sebaran responden berdasarkan penyakit yang pernah diderita sejak lahir pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Jenis penyakit RPO Kontrol Total n % n % n % ISPA Diare Demam Penyakit kulit Cacar Asupan Energi, Protein, Lemak, dan Vitamin A Energi berguna untuk setiap aktivitas manusia. Energi tersedia dari zat gizi makro yang terikat secara kimiawi di dalam makanan dan dilepaskan ketika makanan dimetabolisme di dalam tubuh. Energi harus terpenuhi secara teratur untuk mencukupi kebutuhan energi setiap hari. Kebutuhan energi adalah asupan pangan sumber energi yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan energi pada orang sehat menurut umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan tingkat aktivitas fisik yang konsisten dengan kesehatan optimal (Mahan dan Stump 2008). Pangan sumber energi adalah pangan yang mengandung sumber lemak, protein, dan karbohidrat. Pangan sumber lemak yang biasa dikonsumsi oleh reponden adalah minyak goreng, minyak bumbu pada mi instan, telur ayam, terutama bagian kuning telur, dan aneka jajanan ringan (snack komersil). Pangan sumber protein yang dikonsumsi responden terdiri atas protein hewani dan protein nabati. Pangan protein hewani meliputi daging ayam, telur, dan ikan tongkol, sedangkan pangan protein nabati terdiri atas tempe, tahu, dan sayuran kacangkacangan. Sumber karbohidrat yang paling digemari adalah nasi, biskuit dan mi instan. Jenis pangan sumber karbohidrat inilah yang memberikan sumbangan energi paling besar dibanding jenis pangan sumber lemak atau protein. Nasi menyumbang energi sebesar kkal, biskuit sebesar kkal per bungkus, dan seporsi mi instan sebesar 405 kkal. Rata-rata asupan energi pada kelompok RPO mengalami peningkatan dari 1123 ± 398 kkal pada sebelum intervensi menjadi 1264 ± 214 kkal setelah intervensi, sedangkan rata-rata asupan energi kelompok kontrol cenderung menurun (23.5%) pada saat setelah intervensi (Tabel 17).

43 25 Tabel 17 Rata-rata asupan energi dan zat gizi sebelum dan setelah (selama) intervensi pada kelompok RPO dan kelompok kontrol, serta nilai p uji beda paired sample t test Jenis RPO Kontrol Asupan Sebelum Setelah P value Sebelum Setelah P value Energi 1123 ± ± ± ± (kkal) Protein (g) 27.1 ± ± ± ± Lemak (g) 36.4 ± ± ± ± Vitamin A (RE) ± ± ± ± Peningkatan rata-rata asupan energi pada kelompok RPO disebabkan oleh peningkatan rata-rata asupan protein (15.9%), lemak (6%), dan karbohidrat (12.4%). Sebaliknya, penurunan rata-rata asupan energi pada kelompok kontrol setelah intervensi merupakan akibat dari penurunan rata-rata asupan karbohidrat (40.9%), protein (13.1%), dan lemak (21.8%) selama masa tersebut. Protein adalah senyawa kompleks yang terdiri dari asam-asam amino yang diikat satu sama lain dengan ikatan peptida (Muchtadi 2010). Protein amat penting bagi tubuh, karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, protein juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno 2008). Retinol binding protein (RBP) merupakan protein khusus (plasma carrier) yang berperan dalam proses transportasi retinol (Bychkova et al. 1998). Kekurangan asupan protein dapat menghambat metabolisme vitamin A, dikarenakan terganggunya sintesis enzim, RBP, dan reseptor (Ball 2004). Rata-rata asupan protein pada kelompok RPO meningkat menjadi 31.4 ± 7.2 g, meskipun tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan sebelum intervensi. Sementara, rata-rata asupan protein kelompok kontrol menurun menjadi 19.9 ± 4.2 g. Sumber protein responden umumnya adalah telur ayam (6.9 g/butir), tempe (4.6 g/25g), ayam (4.2 g/40 g), dan ikan mas (5.1 g/40 g). Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh. Selain itu, lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibanding protein dan karbohidrat. Satu gram lemak atau minyak menyumbang energi sebesar 9 kkal, sedangkan protein dan karbohidrat menyumbang sebesar 4 kkal per gram (Winarno 2008). Kecukupan asupan lemak merupakan faktor gizi yang dapat memengaruhi status vitamin A. Pemenuhan kebutuhan lemak secara esensial berguna dalam pembentukan misel dan sebagai alat transportasi vitamin A (Ball 2004). Sebelum intervensi, rata-rata asupan lemak pada kelompok RPO sedikit lebih besar dibanding kelompok kontrol dan lebih besar lagi pada setelah intervensi. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan rata-rata asupan lemak pada kelompok RPO, tetapi sebaliknya pada kelompok kontrol. Rata-rata asupan lemak kelompok RPO meningkat menjadi 38.6 ± 7.5 g, sedangkan pada kelompok kontrol terjadi penurunan sebesar 6.9 g. Vitamin A merupakan vitamin larut dalam lemak. Vitamin A di dalam makanan biasanya terdapat dalam bentuk ester retinil yang terikat pada asam lemak rantai panjang (Almatsier 2006). Sebagian besar sumber vitamin A adalah

44 26 karoten yang banyak terdapat bahan pangan nabati (Winarno 1997). Karoten merupakan provitamin A yang dapat diubah menjadi vitamin A oleh tubuh. Vitamin A berfungsi untuk memelihara kesehatan kornea untuk penglihatan, selsel epitel, dan membran mucus, kesehatan kulit, serta pertumbuhan tulang dan gigi. Vitamin A juga berperan dalam pengaturan dan sintesis hormon untuk reproduksi, sistem imun, dan pencegah kanker (Reinhard 1998). Rata-rata asupan vitamin A mengalami peningkatan pada setelah intervensi baik kelompok RPO maupun kontrol. Sebelum intervensi, rata-rata asupan vitamin A pada kelompok RPO sebesar ± RE, lalu mengalami peningkatan sebesar 39.8% menjadi ± 71.2 RE. Rata-rata asupan vitamin A pada kelompok kontrol sebesar ± 84.2 RE pada sebelum intervensi dan mengalami penurunan sebanyak 13.7 % menjadi ± RE. Pangan sumber vitamin A yang biasa dikonsumsi responden antara lain telur ayam dan mi instan, sedangkan provitamin A meliputi wortel, sawi, bayam, kangkung, dan daun singkong. Sebutir telur ayam berkontribusi sebesar RE, sedangkan mi instan mengandung vitamin A sebanyak RE per bungkus. Wortel mengandung vitamin A sebesar RE/10 g, sawi 84.3 RE/10 g, bayam 64.9 RE/10 g, kangkung 66.1 RE/10 g, dan daun singkong RE/10 g. Konsumsi pangan sumber vitamin A dan provitamin A pada kedua kelompok penelitian berbeda baik dari jumlah maupun keragaman. Pada kelompok RPO jumlah dan keragaman konsumsi pangan tersebut lebih banyak dibanding kelompok kontrol. Hal ini diduga menjadi penyebab adanya perbedaan jumlah asupan vitamin A pada kedua kelompok tersebut. Faktor lain yang dapat menyebabkan perbedaan tersebut adalah konsumsi minyak goreng RPO pada kelompok RPO. Hasil uji beda menunjukkan bahwa rata-rata asupan energi, protein, dan lemak pada kelompok RPO tidak berbeda antara sebelum dan setelah intervensi (p>0.05), sedangkan rata-rata asupan vitamin A berbeda (p= 0.040). Hal ini diduga karena tidak terdapat perbedaan pola makan antara sebelum dan setelah intervensi. Namun, perbedaan rata-rata asupan vitamin A antara sebelum dan setelah intervensi pada kelompok RPO dipengaruhi oleh kontribusi vitamin A dari minyak goreng RPO yang dikonsumsi oleh responden. Kelompok kontrol memiliki perbedaan pada rata-rata asupan energi dan lemak (p<0.05) antara sebelum dan setelah intervensi, sedangkan protein dan vitamin A tidak berbeda (p>0.05). Perbedaan rata-rata asupan energi merupakan akibat dari perbedaan rata-rata asupan lemak dan karbohidrat. Uji independent sample t test menunjukkan tidak adanya perbedaan rata-rata asupan energi, protein, lemak, dan vitamin A antara kelompok RPO dan kontrol pada sebelum intervensi (p>0.05), namun sebaliknya pada saat setelah intervensi, terdapat perbedaan rata-rata asupan energi, protein, lemak, dan vitamin A antara kedua kelompok tersebut (p<0.05) (Tabel 18). Perbedaan tersebut terjadi karena rata-rata asupan energi, protein, lemak, dan vitamin A pada kelompok RPO yang cenderung meningkat, tetapi sebaliknya pada kelompok kontrol.

45 27 Tabel 18 Rata-rata asupan energi dan zat gizi sebelum dan setelah (selama) intervensi pada kelompok RPO dan kelompok kontrol, serta nilai p uji beda independent sample t test Jenis Sebelum Setelah Asupan RPO Kontrol P value RPO Kontrol P value Energi (kkal) 1123 ± ± ± ± Protein (g) 27.1 ± ± ± ± Lemak (g) 36.4 ± ± ± ± Vitamin A (RE) ± ± ± ± Angka kecukupan gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh, dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Responden penelitian berumur 7 9 tahun, sehingga memiliki angka kecukupan zat gizi yang sama berdasarkan AKG Tingkat kecukupan energi dan zat gizi merupakan rasio rata-rata asupan energi dan zat gizi per hari terhadap kebutuhan energi dan zat gizi yang telah dikonversi menurut angka kecukupan gizi. Gibson (2005) mengklasifikasikan tingkat kecukupan energi dan protein menjadi 5 kategori sebagai berikut : defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70 79%), defisit tingkat ringan (80 89%), normal (90 119%) dan kelebihan ( 120%). Kebutuhan lemak orang normal dalam sehari yaitu sebesar 10 25% dari kebutuhan energi total (Almatsier 2004). Tingkat kecukupan zat gizi mikro dibedakan menjadi dua, yaitu kurang (<77%) dan cukup ( 77%) (Gibson 2005). Secara umum, rata-rata tingkat kecukupan energi (TKE), protein (TKP), dan vitamin A (TKVitA) responden kelompok RPO mengalami peningkatan meskipun belum mencapai batas normal (Gambar 3). TKE dan TKP responden RPO tergolong defisit tingkat berat pada sebelum intervensi, namun meningkat menjadi defisit tingkat sedang setelah intervensi. TKVitA mengalami peningkatan yang cukup tinggi setelah intervensi, sehingga tergolong dalam kategori cukup ( 77%).

46 28 Gambar 3 Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi sebelum dan setelah (selama) intervensi pada kelompok RPO Rata-rata TKE dan TKP responden kontrol menurun pada setelah intervensi, tetapi sebaliknya pada TKVitA (Gambar 4). Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa asupan energi dan zat gizi belum mencukupi menurut angka kecukupan yang seharusnya. Pada sebelum intervensi, TKE kelompok kontrol tergolong defisit sedang (>70%), lalu semakin menurun saat setelah intervensi. Begitu pula dengan TKP. Setelah intervensi, TKVitA sedikit mengalami peningkatan (39.35% menjadi 44.7%), namun masih tergolong kategori kurang. Hal ini disebabkan oleh rendahnya asupan energi dan zat gizi responden kontrol dari makanan sehari-hari. Gambar 4 Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi sebelum dan setelah (selama) intervensi pada kelompok kontrol

47 29 Tabel 19 memperlihatkan bahwa tingkat kecukupan energi sebagian besar responden kelompok RPO dan kontrol pada sebelum intervensi tergolong ke dalam kategori defisit berat, yaitu 46.7% (RPO) dan 62.5% (kontrol). Sebesar 33.3% responden RPO tergolong defisit ringan dan 20% tergolong normal. Responden kategori normal pada kelompok kontrol lebih besar dibanding kelompok RPO yaitu 31.2%, sedangkan sisanya (6.3%) termasuk kategori defisit ringan. Setelah intervensi, terdapat perbaikan pada kelompok RPO, tetapi tidak pada kelompok kontrol. Terjadi penurunan jumlah responden RPO pada kategori defisit berat sebesar 20% dan defisit ringan sebesar 13.3%, sedangkan pada kategori normal tidak berubah. Penurunan tersebut menyebabkan meningkatnya jumlah responden RPO pada kategori defisit sedang dari 0% menjadi 33.3%. Jumlah responden kontrol pada kategori defisit berat justru meningkat saat setelah intervensi hingga mencapai 81.2%. Peningkatan ini diakibatkan oleh jumlah responden kontrol kategori normal yang turun dari 31.2% menjadi 6.2%. Banyaknya responden kontrol dengan kategori defisit berat tentu dapat memengaruhi rata-rata TKE kelompok kontrol. Tabel 19 Sebaran responden kelompok RPO dan kontrol sebelum dan setelah intervensi menurut kategori tingkat kecukupan energi Sebelum Setelah TKG Kategori RPO (%) Kontrol (%) RPO (%) Kontrol (%) Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Energi Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Serupa dengan TKE, sebaran TKP pada kedua kelompok penelitian juga mengalami pola perubahan yang hampir sama (Tabel 20). Pada sebelum intervensi, terdapat sebanyak 66.7% responden RPO dan 81.2% responden kontrol yang tergolong defisit berat. Sebanyak masing-masing 13.3% responden RPO tergolong defisit sedang dan ringan. Pada kelompok RPO tidak terdapat responden kategori normal, tetapi ditemukan sebesar 6.7% tergolong kategori berlebih. Sisa responden kontrol (18.8%) termasuk kategori defisit sedang. Jumlah asupan protein yang meningkat selama masa intervensi pada kelompok RPO dapat memperbaiki tingkat kecukupannya. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya jumlah responden kategori defisit berat menjadi 53.3%, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah responden pada kategori lainnya yaitu defisit sedang (20%) dan normal (26.7%). Sebaliknya, jika asupan protein harian tidak cukup maka TKP pun menurun seperti yang terjadi pada kelompok kontrol. Responden kontrol dengan kategori defisit berat meningkat jumlahnya setelah intervensi dari 81.2% menjadi 87.5%.

48 30 Tabel 20 Sebaran responden kelompok RPO dan kontrol sebelum dan setelah intervensi menurut kategori tingkat kecukupan protein Sebelum Setelah TKG Kategori RPO (%) Kontrol (%) RPO (%) Kontrol (%) Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Protein Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Berdasarkan kebutuhan lemak harian, mayoritas responden RPO dan kontrol memiliki TKL pada kategori cukup baik sebelum maupun setelah intervensi. Pada sebelum intervensi, ditemukan pula responden dengan kategori TKL berlebih, yaitu 33.3% (RPO) dan 6.2% (kontrol), sedangkan kategori kurang sebanyak 13.3% (RPO) dan 6.2% (kontrol). Tabel 21 menunjukkan bahwa TKL kelompok RPO cenderung membaik yang ditandai dengan meningkatnya jumlah responden kategori cukup (73.3%) dan menurunnya jumlah responden kategori kurang (0.0%) pada setelah intervensi, sedangkan kelompok kontrol sedikit mengalami penurunan pada kategori cukup yaitu 68.8%. Asupan lemak sangat dibutuhkan dalam proses penyerapan vitamin A. Ball (2004) menyatakan bahwa absorpsi retinol dan karotenoid akan lebih rendah ketika asupan lemak dari makanan sangat kecil, yaitu kurang dari 5 g per hari. Tabel 21 Sebaran responden kelompok RPO dan kontrol sebelum dan setelah intervensi menurut kategori tingkat kecukupan lemak TKG Lemak Sebelum Setelah Kategori RPO (%) Kontrol (%) RPO (%) Kontrol (%) Kurang Cukup Kelebihan Sebelum intervensi, sebanyak 73.3% responden RPO memiliki TKVitA kategori kurang dan sisanya tergolong cukup, sedangkan seluruh responden kontrol tergolong kategori kurang. Setelah intervensi, terjadi perbaikan TKVitA pada kedua kelompok. Sebanyak 66.7% responden RPO tergolong cukup dan 33.3% tergolong kurang. Jumlah responden kontrol kategori kurang menurun menjadi 87.5% dan sebanyak 12.5% termasuk dalam kategori cukup (Tabel 22).

49 31 Tabel 22 Sebaran responden kelompok RPO dan kontrol sebelum dan setelah intervensi menurut kategori tingkat kecukupan vitamin A Sebelum Setelah TKG Kategori RPO (%) Kontrol (%) RPO (%) Kontrol (%) Vitamin A Kurang Cukup Rendahnya tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan vitamin A secara langsung dipengaruhi oleh kurangnya jumlah asupan energi dan zat gizi tersebut dari makanan yang dikonsumsi. Hal itu merupakan akibat adanya perubahan pola makan responden yang cenderung menurun pada saat setelah intervensi, terutama pada kelompok kontrol. Sebelum intervensi, responden kontrol sering mengonsumsi biskuit, roti, dan susu. Selain itu, juga terdapat bias dalam menentukan jumlah gram bahan pangan menurut URT (ukuran rumah tangga) pada enumerator yang berbeda terutama jenis bahan pangan pokok seperti nasi goreng. Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah perbedaan standar AKG yang digunakan dalam penelitian ini. Bila dibandingkan dengan negara Asia lainnya, seperti Filipina, AKG di Indonesia relatif lebih tinggi. Pada kelompok umur yang sama (anak umur 7 9 tahun), energi, protein, dan vitamin A pada AKG Indonesia lebih tinggi dibandingkan AKG Filipina, sedangkan angka kecukupan lemak di negara tersebut belum ditentukan (Tabel 23). Tabel 23 Perbandingan angka kecukupan energi, protein, lemak, dan vitamin A menurut AKG Indonesia dan Filipina pada kelompok anak umur 7 9 tahun Jenis asupan a AKG 2002 Filipina b AKG 2012 Indonesia Energi (kkal) Protein (g) Vitamin A (RE) Sumber: a Barba dan Cabrera (2008) b Hardinsyah et al. (2013) Konsumsi Minyak Goreng Selama masa intervensi, konsumsi minyak goreng responden berasal (terutama) dari minyak intervensi, tetapi tidak menutup kemungkinan responden mengonsumsi minyak goreng lain yang beredar di pasaran. Konsumsi minyak goreng lain disebabkan karena kebiasaan responden mengonsumsi jajanan dari luar ketika di sekolah atau ketika bermain di luar rumah pada saat liburan sekolah. Jenis jajanan yang memberikan kontribusi minyak yaitu gorengan, seperti bakwan, tempe goreng, cireng dan gehu. Data konsumsi minyak goreng responden selama intervensi disajikan pada Tabel 24.

50 32 Tabel 24 Rata-rata konsumsi minyak goreng per hari serta kontribusi rata-rata vitamin A minyak goreng tersebut pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Kontrol RPO Kelompok Jenis minyak goreng Minyak goreng kontrol Minyak goreng RPO Minyak goreng (non intervensi) Rata-rata konsumsi/hari (g) Rata-rata vitamin A (RE) 12.9 ± ± ± ± ± ± 0.00 Responden kelompok kontrol mengonsumsi rata-rata minyak goreng kontrol sebanyak 12.9 ± 4.7 g/hari, sedangkan kelompok RPO mengonsumsi ratarata minyak goreng RPO sebanyak 21.1 ± 4.2 g/hari. Selain itu, kelompok RPO juga mengonsumsi minyak goreng curah non intervensi yaitu sebanyak 0.2 ± 0.6 g/hari. Kecilnya jumlah konsumsi minyak goreng non intervensi disebabkan responden cenderung lebih sering mengonsumsi jajanan selain gorengan, seperti biskuit, chiki, roti, mi instan, atau minuman teh. Rata-rata konsumsi minyak goreng responden RPO sedikit lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Martianto et al. (2005), yang melaporkan bahwa rata-rata konsumsi minyak goreng per kapita orang dewasa di Indonesia adalah 23 g/hari. Rata-rata konsumsi minyak goreng responden kontrol relatif kecil karena diduga dipengaruhi oleh pola konsumsi pangan dan kebiasaan jajan responden yang tergolong rendah. Minyak goreng RPO menyumbang vitamin A sebesar 53.4 ± 10.5 RE (10.7 % dari angka kecukupan vitamin A pada anak usia 7 9 tahun). Tabel 24 menunjukkan adanya perbedaan jenis minyak goreng yang dikonsumsi oleh kedua kelompok responden penelitian yaitu minyak goreng intervensi (minyak goreng RPO dan minyak goreng kontrol) dan minyak goreng non intervensi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jumlah nyata vitamin A yang berasal dari minyak goreng RPO. Sama halnya dengan kelompok RPO, responden kontrol pun juga mengonsumsi minyak goreng non intervensi. Namun, jenis minyak goreng tersebut tidak dibedakan karena baik minyak goreng kontrol maupun minyak goreng non intervensi tidak memberikan kontribusi vitamin A. Kelompok RPO dan kontrol tidak memiliki perbedaan konsumsi minyak goreng pada sebelum intervensi (p = 0.957). Rata-rata konsumsi minyak goreng responden RPO dan kontrol secara berturut-turut adalah 14.4 ± 8.9 g dan 14.2 ± 8.9 g. Setelah intervensi, terdapat peningkatan konsumsi minyak goreng pada kelompok RPO menjadi 21.4 ± 4.1 g, sedangkan kelompok kontrol sedikit mengalami penurunan menjadi 12.9 ± 4.5 g (Tabel 25).

51 33 Tabel 25 Rata-rata konsumsi minyak goreng per hari sebelum dan setelah intervensi pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Konsumsi minyak goreng (g) Kelompok P value Sebelum Setelah RPO 14.4 ± ± Kontrol 14.2 ± ± P value Hasil uji t menunjukkan tidak terdapat perbedaan konsumsi minyak goreng antara kelompok RPO dan kontrol (p = 0.957) pada sebelum intervensi, tetapi terlihat perbedaan yang nyata antara keduanya pada saat setelah intervensi (p = 0.000). Hal ini dikarenakan rata-rata konsumsi minyak goreng kelompok RPO meningkat cukup besar setelah intervensi, sehingga tampak adanya perbedaan konsumsi minyak goreng yang signifikan antara sebelum dan setelah intervensi pada kelompok tersebut (p = 0.013). Penurunan rata-rata konsumsi minyak goreng pada kelompok kontrol tidak terlalu besar, sehingga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p = 0.598). Rata-rata konsumsi minyak goreng responden RPO meningkat disebabkan anak gemar mengonsumsi makanan (lauk) yang menyerap banyak minyak goreng, seperti ikan mas, daging ayam, dan tempe. Sepotong tempe sedang (25 g) dapat menyerap minyak goreng sebanyak 6 g, ikan mas (75 g) menyerap minyak goreng sebanyak 15 g, dan daging ayam (40 g) menyerap sebanyak 6.4 g. Faktor lain yang juga diduga dapat menyebabkan perbedaan tersebut adalah jumlah food recall antara sebelum dan setelah intervensi. Pada sebelum intervensi, food recall hanya dilakukan 2 x 24 jam, sedangkan setelah intervensi 8 x 24 jam. Semakin sering food recall dilakukan, maka hasil yang didapat akan mendekati gambaran pola konsumsi anak sebenarnya. Jika food recall pada saat sebelum intervensi menunjukkan bahwa anak mengonsumsi makanan yang tidak terlalu banyak menyerap minyak goreng, maka rata-rata konsumsi minyak goreng anak tidak terlalu besar. Pengaruh Intervensi Minyak Goreng RPO terhadap Kadar Retinol Serum Retinol merupakan bentuk vitamin A utama yang disirkulasikan di dalam darah (VMNIS 2011). Hati akan melepas retinol dengan perbandingan 1:1 terhadap protein pembawa (RBP), apabila jaringan membutuhkan. Kadar serum retinol mencerminkan simpanan vitamin A hati hanya ketika dalam kondisi kekurangan secara ekstrim (depleted) yaitu <0.07 mol/l (20 g/dl) atau lebih secara ekstrim (> 1.05 mol/l) (Gibson 2005). Diantara kondisi ekstrim tersebut, retinol serum dikontrol secara homeostasis. Oleh karena itu, kadar retinol serum tidak selalu berkorelasi dengan asupan vitamin A atau gejala klinis akibat defisiensi (VMNIS 2011). Banyak indikator biokimia status vitamin A lain yang dapat dinilai, tetapi retinol serum cenderung dipilih sebagai indikator untuk menilai defisiensi vitamin A tingkat populasi dan merupakan indikator biokimia status vitamin A terbaik (de Pee dan Dary 2002). Berdasarkan data, kadar retinol serum responden berkisar antara g/dl. Pada kelompok kontrol kadar retinol serum berkisar antara g/dl, sedangkan pada kelompok RPO kadar retinol serum berada pada

52 34 kisaran g/dl. Rata-rata kadar retinol pada kelompok kontrol sebelum intervensi adalah ± 2.53 g/dl, sedangkan pada kelompok RPO sebesar ± 1.81 g/dl. Setelah dilakukan intervensi selama delapan minggu, terjadi peningkatan rata-rata kadar retinol serum pada kedua kelompok. Kelompok kontrol terjadi peningkatan sebesar 3.25 ± 2.64 g/dl menjadi ± 3.41 g/dl, sedangkan pada kelompok RPO sebesar 5.31 ± 3.29 g/dl menjadi ± 3.12 g/dl. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar retinol serum kelompok kontrol dan kelompok RPO tidak berbeda nyata (p>0.05), baik sebelum atau setelah intervensi. Hasil serupa juga ditunjukkan pada rata-rata selisih kadar retinol serum responden (p=0.062). Berdasarkan uji t berpasangan, kadar retinol serum kedua kelompok tersebut berbeda nyata antara sebelum dan setelah intervensi (p=0.000). Nilai rata-rata kadar retinol serum responden disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Rata-rata kadar retinol serum sebelum dan setelah intervensi pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Kelompok Sebelum ( g/dl) Setelah ( g/dl) Delta ( g/dl) P value RPO ± ± ± Kontrol ± ± ± P value Minyak goreng RPO yang diberikan pada responden memberikan kontribusi dalam memenuhi kebutuhan vitamin A yaitu sebesar 53.4 ± 10.5 RE per hari (10.7% AKG). Selain dari minyak RPO, peningkatan kadar retinol serum pada kelompok RPO juga disebabkan oleh asupan vitamin A dan provitamin A dari sumber pangan yang lain. Data recall menunjukkan bahwa sebagian besar responden baik kelompok RPO maupun kontrol memiliki kebiasaan mengonsumsi telur ayam dan mi instan (produk komersil) yang sudah ditambahkan vitamin A. Sisanya adalah asupan dari konsumsi sayur-sayuran yang cukup mengandung provitamin A seperti bayam, kangkung, dan wortel. Sebutir telur ayam menyumbang sebesar RE, sedangkan mi instan menyumbang sebanyak RE. Konsumsi sebutir telur ayam dapat memenuhi kebutuhan vitamin A sebanyak 33.4% dari angka kecukupan vitamin A pada anak yaitu 500 RE. Sebungkus mi instan memberikan kontribusi sebesar 21.2 % terhadap angka kecukupan vitamin A pada anak. Peningkatan rata-rata kadar retinol pada kelompok kontrol disebabkan oleh peningkatan asupan vitamin A. Meskipun tidak terlalu besar (12.5%), beberapa responden tersebut dapat memperbaiki rata-rata kadar retinol pada kelompok kontrol. Kadar retinol responden kontrol berkisar g/dl. Kadar retinol serum memang dipengaruhi oleh asupan vitamin A, tetapi seseorang dengan asupan vitamin A yang cukup belum tentu memiliki status vitamin A yang cukup pula. Hal tersebut dikarenakan apa yang dimakan belum tentu terserap. Umumnya, di negara berkembang kebutuhan vitamin A dipenuhi oleh karotenoid, terutama betakaroten yang berasal dari sayuran. Betakaroten yang terdapat pada sayuran tersebut terikat pada matriks pangan, sehingga lebih

53 35 sulit dicerna. Betakaroten pada RPO jauh lebih mudah diserap oleh usus, karena sudah tidak terikat dengan matriks pangan. Pola konsumsi pangan responden tidak jauh berbeda antara sebelum intervensi dan setelah intervensi pada kedua kelompok tersebut baik dari segi jenis makanan maupun jenis bahan pangan yang digunakan. Pembeda dari kedua kelompok tersebut adalah kebiasaan makan, terutama frekuensi makan. Menurut data recall, frekuensi makan pada beberapa responden kontrol relatif lebih kecil dibandingkan kelompok RPO, sehingga dapat memengaruhi jumlah asupan vitamin A bagi tubuh. Hal ini ditunjukkan oleh presentase tingkat kecukupan vitamin A pada responden tersebut. Skor Morbiditas Salah satu kegunaan vitamin A adalah untuk meningkatkan sistem imun tubuh. Peningkatan sistem imun dapat dilihat dari kemampuan tubuh responden menahan serangan penyakit, terutama penyakit infeksi. Selain status gizi, morbiditas merupakan variabel yang mencerminkan status kesehatan seseorang. Morbiditas dalam penelitian ini merupakan angka kesakitan responden selama dua minggu sebelum dan delapan minggu setelah intervensi. Morbiditas diketahui berdasarkan penyakit infeksi yang diderita anak dan lama sakit melalui wawancara langsung pada anak dan ibu. Skor morbiditas merupakan hasil kali antara frekuensi sakit dengan lama sakit (hari). Menurut Sugiyono (2009), skor morbiditas dibedakan menjadi tiga kategori, antara lain kategori rendah (<4), sedang (4-7), dan tinggi ( 8). Tabel 26 menunjukkan bahwa pada sebelum intervensi rata-rata skor morbiditas tergolong sedang, kemudian mengalami penurunan pada intermediate 1, hingga bernilai nol pada intermediate 2 dan 3. Skor morbiditas pada intermediate 1, 2, 3, dan setelah intervensi tergolong rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden sehat selama masa intervensi. Pada saat setelah intervensi terlihat peningkatan skor pada kelompok RPO menjadi 0.67 ± 2.58, karena terdapat satu responden yang menderita penyakit gondong pada dua minggu terakhir intervensi. Tabel 27 Skor morbiditas responden sebelum dan selama intervensi pada kelompok RPO dan kelompok kontrol Pemeriksaan Kelompok kontrol Kelompok RPO P value tingkat kesakitan Sebelum 4.44 ± ± intervensi Intermediate ± ± 0.90 Intermediate ± ± 0.00 Intermediate ± ± 0.00 Setelah intervensi 0.00 ± ± P value Keterangan: Sebelum intervensi = dua minggu sebelum intervensi Intermediate 1 = dua minggu pertama intervensi Intermediate 2 = dua minggu kedua intervensi Intermediate 3 = dua minggu ketiga intervensi Setelah intervensi = dua minggu terakhir intervensi

54 36 Jenis penyakit yang sering diderita responden adalah gejala ISPA seperti pilek, batuk, dan sakit tenggorokan serta demam. Lama hari sakit pada saat sebelum intervensi berkisar antara dua hingga tujuh hari. Pada intermediate 1, demam, batuk, dan pilek hanya diderita kurang lebih selama tiga hari. Namun, pada saat setelah intervensi sakit gondong pada responden RPO diderita selama 10 hari, yaitu merupakan hari sakit terpanjang yang dialami oleh responden. Penyakit gondong merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus. Gejala umum yang timbul adalah rasa sakit akibat pembesaran kelenjar ludah yang terletak di antara telinga dan rahang. Jangka waktu lama, penderita sering mengalami demam, nyeri otot, sakit pada abdomen, dan kehilangan nafsu makan (CDC 2013). Menurut hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan skor morbiditas responden antara kelompok RPO dan kontrol, baik pada sebelum maupun setelah intervensi (p> 0.05). Namun, terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah intervensi pada kedua kelompok tersebut (p<0.05). Kepatuhan Ibu Kepatuhan menunjukkan tingkat kedisiplinan orang tua atau pengasuh responden dalam menggunakan minyak goreng penelitian. Asumsi yang digunakan adalah apabila orang tua atau pengasuh menggunakan minyak penelitian untuk mengolah makanan minimal satu kali dalam sehari dapat dikatakan patuh. Secara tidak langsung, kepatuhan ibu diharapkan mampu meningkatkan asupan vitamin A, melalui upaya penyediaan makanan yang diolah dengan menggunakan minyak RPO di rumah setiap hari. Semakin tinggi tingkat kepatuhan ibu, maka meningkat pula kemungkinan anak mengonsumsi makanan tersebut, sehingga berdampak positif terhadap status vitamin A anak. Seluruh orang tua atau pengasuh responden pada kelompok RPO memiliki kepatuhan 100%, sedangkan kelompok kontrol sebesar 99.5%. Adi (2010) mengklasifikasikan tingkat kepatuhan menjadi tiga kategori antara lain rendah (<50%), sedang (50-70%), dan tinggi (>70%). Berdasarkan kategori tersebut, maka tingkat kepatuhan ibu dalam penelitian ini dapat dikatakan baik, karena tergolong pada kategori tinggi. Tingkat kepatuhan ibu yang baik ternyata belum tentu meningkatkan status vitamin A responden RPO. Hal ini terkait dengan asumsi tingkat kepatuhan yang digunakan pada penelitian ini. Jika ibu menggunakan minyak goreng penelitian satu kali dalam sehari dapat dikatakan patuh, maka ibu yang menggunakan minyak goreng penelitian lebih dari satu kali dalam sehari pun dapat dikatakan patuh pula. Oleh karena itu, ibu yang satu dengan ibu yang lain belum tentu memiliki anak (responden) dengan status vitamin A yang sama, meskipun tingkat kepatuhan ibu sama, sehingga tingkat kepatuhan ibu juga dapat menjadi confounding factor. Menurut hasil uji beda tidak terdapat perbedaan kepatuhan ibu kelompok RPO dan kelompok kontrol (p>0.05). Data kepatuhan orang tua atau pengasuh reponden disajikan pada Tabel 28.

55 37 Tabel 28 Persentase kepatuhan ibu responden kelompok RPO dan kelompok kontrol Nilai Kelompok Total RPO Kontrol Presentase (%) ± ± ± 1.47 P value Status Vitamin A Status vitamin A digolongkan berdasarkan kadar retinol serum menjadi empat kategori yaitu defisiensi (<10 g/dl), marginal ( g/dl), cukup (20-50 g/dl), dan berlebih (>50 g/dl) (Olson 1994). Sebaran responden berdasarkan kategori status vitamin A pada sebelum dan setelah intervensi pada kelompok RPO dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 5. Sebelum intervensi, status vitamin A kelompok kontrol sebagian besar tergolong kategori marginal (62.5%), sisanya sebesar 37.5% merupakan kategori defisiensi. Pada kelompok RPO sebelum intervensi, responden kategori defisiensi lebih besar dibandingkan kategori marginal. Terdapat 53.3% responden defisiensi vitamin A dan sebanyak 46.7% responden dengan status vitamin A rendah (marginal). Status vitamin A cukup atau berlebih tidak ditemukan pada kedua kelompok penelitian. Gambar 5 Sebaran responden kelompok RPO dan kelompok kontrol menurut status vitamin A sebelum dan setelah intervensi Setelah dilakukan intervensi selama delapan minggu, terdapat perbaikan status vitamin A pada kedua kelompok yang terlihat dari adanya responden yang memiliki status vitamin A cukup dan menurunnya presentase responden kategori defisiensi pada kedua kelompok. Pada kelompok kontrol terdapat peningkatan pada kategori normal sebesar 6.2% dari sebelumnya yaitu 0%. Selain itu, terdapat pula peningkatan status vitamin A pada kategori marginal sebesar 18.7% menjadi 81.2%. Peningkatan tersebut disebabkan oleh penurunan presentase kategori defisiensi sebesar 25%. Kelompok RPO mempunyai pola perubahan yang sama

56 38 seperti kelompok kontrol dengan peningkatan yang lebih besar. Pada kategori cukup meningkat sebesar 13.3%. Peningkatan pada kategori marginal cukup besar yaitu 40% yang diikuti oleh penurunan presentase pada kategori defisiensi hingga 0%. Data menunjukkan bahwa terdapat satu responden kelompok RPO yang mengalami perbaikan status vitamin A dari kategori defisiensi menjadi cukup pada setelah intervensi dengan rata-rata konsumsi minyak goreng RPO sebesar 22.8 g (57.7 RE vitamin A 11.5% TKG) per hari. Selain itu, terdapat juga satu responden dengan kategori status vitamin A marginal menjadi kategori cukup dengan rata-rata konsumsi minyak goreng RPO sebanyak 20.1 g (50.8 RE vitamin A 10.2% TKG) per hari. Sebanyak 40% responden RPO mengonsumsi minyak goreng RPO sebanyak 22.9 g, namun status vitamin A hanya berubah dari kategori defisiensi menjadi marginal. Sisanya (46.7%) mengonsumsi minyak goreng RPO sebanyak 19.4 g, tetapi tidak mengalami perubahan status vitamin A, yaitu tetap pada status vitamin A marginal. Konsentrasi retinol serum sangat dipengaruhi oleh asupan vitamin A baik yang berasal dari hewani maupun nabati (provitamin A). Sumber vitamin A hewani (retinil ester) merupakan komponen yang siap dicerna dan diserap di dalam usus, sedangkan proses penyerapan dan konversi sumber vitamin A nabati (betakaroten) secara signifikan kurang efektif (Rolfes et al. 2009). Selain itu, biokonversi betakaroten menjadi vitamin A pada manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu matriks pangan, pengolahan pangan, dan asupan lemak. Penelitian lain menyebutkan bahwa matriks pangan merupakan faktor utama yang memengaruhi biokonversi betakaroten (Tang 2010). Pada kasus ini, peningkatan kadar retinol beberapa responden RPO secara signifikan diduga disebabkan oleh kebiasaan responden mengonsumsi telur ayam dan mi instan yang mengandung vitamin A cukup tinggi. Status Gizi Status gizi merupakan suatu keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang akibat dari konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan penggunaan zat-zat gizi makanan. Indeks massa tubuh (IMT) pada masa pertumbuhan anak bervariasi berdasarkan usia dan jenis kelamin, sehingga IMT pada anak lebih bermakna jika dibandingkan terhadap referensi standar menurut umur dan jenis kelamin (Must dan Anderson 2006). Pada penelitian ini, status gizi ditentukan dengan menggunakan indeks IMT/U menurut standar baku Kemenkes (2012). Indeks IMT/U memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah aman (tidak berisiko), relatif murah, mudah dilakukan yaitu hanya membutuhkan tenaga terlatih dalam mengukur tinggi dan berat badan (Stephen dan Daniels 2009). Mei et al. (2002) menyebutkan bahwa indeks IMT/U sama baiknya dengan indeks BB/TB dalam memprediksi underweight dan overweight. Rata-rata IMT keseluruhan adalah ± 0.64 (kg/m 2 ), meningkat menjadi ± 0.90 (kg/m 2 ) setelah intervensi. Begitu pula pada masing-masing kelompok perlakuan, rata-rata IMT juga mengalami peningkatan seiring adanya intervensi (Tabel 29).

57 39 Tabel 29 Rata-rata Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum dan setelah intervensi pada kelompok RPO dan kelompok kontrol IMT (kg/m 2 ) RPO Kontrol Total P value Sebelum ± ± ± Setelah ± ± ± P value Kemenkes (2012) menglasifikasikan status gizi menurut indeks IMT/U sebagai berikut : sangat kurus (IMT/U <-3 SD), kurus (-3 SD IMT/U < -2 SD), normal (-2 SD IMT/U 1 SD), gemuk (1 SD < IMT/U 2 SD), dan obesitas ( IMT/U >2 SD). Sebanyak 13.3% responden RPO pada sebelum intervensi memiliki status gizi kurus dan 86.7% normal. Pada sebelum intervensi, seluruh responden kontrol berstatus gizi normal. Setelah intevensi, seluruh responden (RPO dan kontrol) berstatus gizi normal. Sebaran responden kelompok RPO dan kelompok kontrol menurut status gizi sebelum dan setelah intervensi disajikan pada Gambar 6. Gambar 6 Sebaran responden kelompok RPO dan kelompok kontrol menurut status gizi sebelum dan setelah intervensi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Responden merupakan anak umur 7 9 tahun. Sebanyak 68.7% responden berjenis kelamin perempuan dan sisanya (31.1%) adalah laki-laki. Sebagian besar ayah responden berumur tahun dan ibu berumur tahun dengan tingkat pendidikan tamat SD. Mayoritas ayah responden berprofesi sebagai buruh tani dan ibu tidak berkerja (ibu rumah tangga). Sebanyak 67.8% responden merupakan keluarga miskin.

58 40 Rata-rata TKVitA meningkat pada kedua kelompok perlakuan, namun hanya kelompok RPO yang mencapai kategori cukup. Rata-rata kadar retinol serum responden RPO dan kontrol meningkat selama intervensi. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan rata-rata kadar retinol pada kedua kelompok baik sebelum, maupun setelah intervensi (p>0.05). Namun, terdapat perbedaan rata-rata kadar retinol antara sebelum dan setelah intervensi pada kedua kelompok penelitian (p<0.05). Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari RPO dapat meningkatkan kadar retinol serum. Rata-rata skor morbiditas kelompok RPO dan kontrol cencerung menurun selama intervensi. Terdapat perbedaan rata-rata skor morbiditas antara sebelum dan setelah intervensi pada kedua kelompok, tetapi tidak ditemukan perbedaan rata-rata skor morbiditas di antara kedua kelompok penelitian baik sebelum maupun setelah intervensi. Saran Fortifikasi RPO pada minyak goreng dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan status vitamin A. Namun, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui net efficacy minyak goreng RPO terhadap retinol serum. Orang tua (terutama ibu) diharapkan memerhatikan asupan vitamin A anak, hal ini terkait dengan pentingnya vitamin A bagi tubuh, untuk mencegah anak terserang penyakit.

59 41 DAFTAR PUSTAKA [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID): BKKBN Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik Garis kemiskinan. [Diunduh tanggal 27 Februari 2013]. Tersedia pada: [Depkes] Departemen Kesehatan Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A. Jakarta (ID): Depkes RI. [Kemenkes] Kementrian Kesehatan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1995/MENKES/XII/2010 Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta (ID): Kemenkes RI Riset Kesehatan Dasar Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [VMNIS] Vitamin and Mineral Nutrition Information System Serum retinol concentrations for determining the prevalence of vitamin A deficiency in populations. (Diunduh tanggal 14 Maret 2014). Tersedia pada: [WHO] World Health Organization The Importance of Caregiver-Child Intercations for The Survival and Healthy Development of Young Children. [Diunduh tanggal 23 Juli 2014]. Tersedia pada: whqlibdoc.who.int/publications/2004/ x.pdf Vitamin A Deficiency. [Diunduh tanggal 2 September 2013]. Tersedia pada: Adi AC Efikasi pemberian makanan tambahan biskuit yang diperkaya dengan tepung protein ikan lele dumbo, isolate protein kedelai dan probiotik yang dimikroenkapsulasi terhadap status gizi, respon imun humoral, dan morbiditas balita BBLR [Disertasi]. Bogor (ID) :Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ahmad E, Khalil S, Khan Z Nutritional status in children (1 5 yrs) a rural study. Indian Journal of Community Health; 23 (2). Almatsier S Penuntun Diet Edisi Terbaru. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Astari LD, Nasoetion A, Dwiriani CM Hubungan karakteristik keluarga, pola pengasuhan, dan kejadian stunting anak usia 6 12 bulan. Media Gizi & Keluarga 29 (2):

60 42 Ball GFM Vitamins: Their Role in The Human Body. London (UK): Blackwell Publishing. Barba CVC, Cabrera MaIZ Recommended energy and nutrient intakes for Filipinos Asia Pac J Clin Nutr; 17 (s2): Bychkova VE, Dujsekina AE, Fantuzzi A, Ptitsyn OB, Rossi GL Release of retinol and denaturation of its plasma carrier, retinol-binding protein. Research Paper, 3: Tersedia pada: Cairncross S, Hunt C, Boisson S, Bostoen K, Curtis V, Fung I C H, Schmidt W P Water, sanitation and hygiene for the prevention of diarrhoea. International Journal of Epidemiology, Vol. 39: i193 i205. CDC Mumps, disease and the vaccines that prevent them. [Diunduh tanggal 27 Maret 2014]. Tersedia pada: Darmon N, Drewnowski A Does social class predict diet quality?. Am J Clin Nutr; 87: de Pee S, Dary O Biochemical indicators of vitamin A deficiency: serum retinol and serum retinol binding protein. J. Nutr. 132: 2895S 2901S. Mei Z, Strawn LMG, Pietrobelli A, Goulding A, Dietz WH Validity of body mass index compared with other body-composition screening indexes for the assessment of body fatness in children and adolescents. Am J Clin Nutr; 75: Gennetian L, Hill H, Lopoo L, London A Mothers Employment and Health of Low-Income Children. J Health Econ. 29(3) : doi: / j.jhealeco Gibson RS Principles of Nutritional Assessment 2nd ed. New York (US): Oxford University Press. Gusthianza J Studi Efikasi Pemberian Mi Instan Yang Diperkaya Red Palm Oil (RPO) Terhadap Peningkatan Kadar Retinol Serum dan Respon Imun Anak Sekolah Dasar Usia 7 9 Tahun [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hess SY, Thurnham DI, Hurrell RF Influence of Provitamin A Carotenoids on Iron, Zinc, and Vitamin A Status. Washington (US): HarvestPlus. Hidayati BS Hubungan kepatuhan konsumsi biskuit yang diperkaya protein tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan status gizi dan morbiditas balita di Kecamatan Warungkiara dan Bantargadung, Kabupaten Sukabumi. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Kandala NB, JiC, Stallard N, Stranges S, Cappuccio F P. Morbidity from diarrhoea, cough and fever among young children in Nigeria. Annals of Tropical Medicine & Parasitology, Vol. 102, No. 5, Katona P, Apte JK The interaction between nutrition and infection. Clinical Infectious Diseases; 46:

61 43 Kozuki N, Walker N Exploring the association between short/long preceding birth intervals and child mortality: using reference birth interval children of the same mother as comparison. BMC Public Health 13(sppl 3): s6. Ledikwe JH, Blanck HM, Khan LK, Serdula MK, Seymour JD, Tohill BC, Rolls BJ Dietary energy density is associated with energy intake and weight status in US adults. Am J Clin Nutr; 83: Lindeboom M, Nozal AL, Klaauw B Parental education and child health: Evidence from a schooling reform. J Health Econ : Mahan LK, Stump SE Krauses s Food & Nutrition Therapy, International Edition, 12 e. Canada: SAUNDERS ELSEVIER. Martianto D, et al Possibility of Vitamin A Fortification of Cooking Oil In Indonesia: A Feasibility Analysis. Laporan Penelitian Asian Development Bank-MOH and Indonesia Coalition Fortification. Jakarta. Maryunani A Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta (ID): Trans Info Media. Mohammed S, Tilahun M, Tamiru D Morbidity and associated faktors of diarrheal diseases among under five children in Arba-Minch district, Southern Ethiopia, Science Journal of Public Health, Vol. 1(2): Muchtadi D Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung (ID): Alfabeta. Mukherjee S, Mitra A Health effects of palm oil. J Hum Ecol, 26(3): Munparidi Pengaruh pendapatan dan ukuran keluarga terhadap pola konsumsi Studi kasus: Desa Ulak Kerbau Lama Kecamatan Tanjung Raja Kabupaten Ogan Ilir. ILMIAH Vol. II No.3,2010. Must A, Anderson SE Body mass index in children and adolescents: considerations for population-based applications. International Journal of Obesity 30, s90 s94, doi: /sj.ijo Nagendran B, Unnithan U.R, Choo Y.M, Sundram K Characteristics of red palm oil, a carotene-and vitamin E-rich refined oil for food uses. Food and Nutrition Bulletin. 21: 2, The United Nations University. Nti CA, Lartey A Influence of care practices on nutritional status of Ghanaian children. Nutrition Research and Practice. 2(2): Nurmalasari T Penerimaan dan preferensi rumah tangga dan jasa boga terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari red palm olein (RPO). [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Olson JA Biochemistry of Vitamin A and Carotenoids. Di dalam Vitamin A Deficiency : health, survival, and vision. Sommer A dan Keith P. West, editor. New York: Oxford University Press, Inc.hlm

62 44 Omokhodion FO, Oyemade A, Sridhar MKC Morbidity pattern among under-five children of market women in Ibadan. Nigerian Journal of Paediatrics; 30 (4) Pinto CB, Velebit L, Shibuya K Estimating child mortality due to diarrhoea in developing countries. Bulletin of the World Health Organization. Vol 86: Reinhard T The Vitamin Sourcebook. Los Angeles (USA): Lowell House. Rolfes SR, Pinna K, Whitney E Understanding Normal and Clinical Nutrition 8 th ed. Canada: Wadsworth, Cengage Learning. Rutstein SO Effects of preceding birth intervals on neonatal, infant and under-five years mortality and nutritional status in developing countries: evidence from the demographic and health surveys. International Journal of Gynecology and Obstetrics: 89, s7 s24. Santrock JW Adolescence Perkembangan Remaja ed 6th. Alih Bahasa Adelar SB, Saragih S, penerjemah; Kristiaji WC, Sumiharti Y. Jakarta (ID) : Erlangga. Terjemahan dari Adolescence. Shahjada A, Sharma BK, Sharma S, Mahashabde P, Bachhotiya A Effects of birth interval on nutritional status of under five children in periurban area of Madhya Pradesh, India. International Journal of Medical Science and Public Health : Vol. 3 /issue 6. Sharma M, Kanani S Grandmothers influence on child care. Indian Journal of Pediatrics: Vol 73. Srivastava A, Mahmood SE, Srivastava PM, Shrotriya VP, Kumar B Nutritional status of school-age children a scenario of urban slums in India. Archives of Public Health; (70): 8. Stephen R, Daniels The use of BMI in the clinical setting. Tersedia pada: pediatrics.aappublications.org/content/124/supplement_1/s35.full. Sugiyono Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): CV Alfabeta. Tang G Bioconversion of dietary provitamin A carotenoids to vitamin A in human. Am J CLin Nutr; 91 (suppl): 1468s 73s. Thielman NM, Guerrant RL Acute infectious diarrhea. The New England Journal of Medicine. Vol 350: van Stuijvenberg ME, Dhansay MA, Lonbard CJ, Faber M, Benade AJS The effect of a biscuit with red palm oil as a source of betacarotene on the vitamin A status of primary school children a comparison with betacarotene from a synthetic source in a randomized kontrolled trial. European Journal of Clinical Nutrition 55, Wijaya NA Retensi betakaroten pada minyak goreng curah yang telah difortifikasi karoten dari red palm olein (RPO). [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Winarno FG Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

63 Kimia Pangan dan Gizi, Edisi Terbaru. Bogor (ID): M-BRIO PRESS. Zagre NM, Delpeuch F, Traissac P, Delisle H Red palm oil as a source of vitamin A for mothers and children: impact of a pilot project in Burkina Faso. Public Health Nutrition: 6(8), DOI: /PHN Zeb A, Mehmood S Carotenoids contents from various sources and their potential health applications. Pakistan Journal of Nutrition 3 (3):

64 46 LAMPIRAN Lampiran 1 Perhitungan ukuran sampel penelitian berdasarkan peningkatan serum retinol pada penelitian Gusthianza (2010) = 1%, 1- = 90%, Z 1- /2 = 2,575, Z 1- = 1,272 n = 2 (4,61) 2 (2, ,272) 2 = (42,5042) (14,799409) = 14,35 (6,62) 2 43, responden 10% x 14,35 = 1,435 1,453+14,35 = 15, responden Antisipasi drop out yang digunakan adalah 10%, sehingga berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh jumlah total responden sebanyak 32 responden, terdiri atas 16 responden minyak kontrol dan 16 responden minyak RPO. Setiap responden mendapatkan minyak goreng penelitian sebanyak 1 kg per minggu, maka total minyak goreng curah yang dibutuhkan selama 8 minggu penelitian adalah 260 kg. Lampiran 2 Perhitungan jumlah fortifikan (RPO) untuk proses fortifikasi Kandungan - karoten RPO = 418,5 mg/kg = 418,5 g/g 1 IU = 0,6 g karoten 45 IU = 27 g karoten (*) Untuk 1 kg minyak curah dibutuhkan RPO sebanyak : 1000 g x = 64,52 g (**) Untuk 50 kg minyak curah dibutuhkan RPO sebanyak : 50 x 64,52 g = 3225,8 g = 3,22 kg Lampiran 3 Prosedur analisis kadar retinol serum Metode : Ekstraksi (Concurrent Liquid Chromatography Assay of Retinol) Bahan : serum, eksternal standar (retinil asetat), internal standar (C23), metanol (MeOH), diklorometan (DCM), dan heptana Prinsip : serum diencerkan dengan larutan eksternal standar (retinil asetat) dalam etanol. Etanol berfungsi untuk menarik protein, sehingga didapatkan retinol. Retinol diekstraksi dengan heptana, lalu ekstrak yang dihasilkan dievaporasi dengan atmosfer nitrogen. Residu dari proses tersebut dilarutkan dalam larutan metanol diklorometan. Kemudian, retinol dipisahakan dengan menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dan dibaca pada panjang gelombang (λ = 325 nm).

65 Prinsip perhitungan kadar retinol serum yaitu perbandingan antara sampel dan internal standar (C23). Prosedur : 1. Serum dipipet sebanyak 200 µl 2. Eksternal standar (retinil asetat) ditambahkan sebanyak 40 µl (catatan: internal standar C23 disuntik ke HPLC sebanyak 20 µl, absorbansi ~ 0.3) 3. Etanol ditambahkan sebanyak 250 µl 4. Larutan diekstrak dengan Heptana sebanyak 300 µl, dan disentrifuge (3000 rpm, selama 10 menit). 5. Supernatan diambil dan dimasukkan dalam tabung pengumpul 6. Supernatan diekstrak kembali dengan heptana 300 µl, disentrifuge dan dikeringkan 7. Ekstrak dilarutkan ulang dengan larutan metanol diklorometan sebanyak 50 µl (MeOH : DCM = 75 : 25) 8. Larutan dinjek ke dalam HPLC sebanyak 50 µl. 47

66 48 Lampiran 4 Hasil uji Statistik Uji beda (Mann Whitney) skor morbiditas Status Intervensi Kontrol setelah intervensi - sebelum intervensi Z a Asymp. Sig. (2-tailed).032 Z a Asymp. Sig. (2-tailed).005 Uji beda (Mann Whitney) status gizi Status Intervensi Kontrol status gizi setelah - status gizi sebelum Z a Asymp. Sig. (2-tailed).157 Z.000 b Asymp. Sig. (2-tailed) Uji beda (Mann Whitney) tingkat kepatuhan kepatuhan Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed).333 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)].770a

67 49 sebelum intervensi setelah intervensi delta Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Levene's Test for Equality of Variances Uji beda (t test) kadar retinol Independent Samples Test F Sig. t df Sig. (2-tailed) t-test for Equality of Means Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper

68 50 kode pembeda perlakuan intervensi kontrol IMT sblum - IMT setelah IMT sblum - IMT setelah Mean Std. Deviation Uji beda berpasangan IMT Paired Samples Test Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference t df Lower Upper Sig. (2- tailed)

69 51 Uji beda (t test) konsumsi minyak goreng konsumsi minyak goreng setelah konsumsi minyak goreng setelah Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Levene's Test for Equality of Variances Independent Samples Test F Sig. t df Sig. (2-tailed) t-test for Equality of Means Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper

70 52 Lampiran 5 Dokumentasi penelitian Persiapan minyak goreng Proses pengambilan data (kuesioner) Analisis kadar retinol serum

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengambilan Data

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengambilan Data METODE PENELITIAN Waktu, Tempat dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan baseline dari penelitian Dr. Ir. Sri Anna Marliyati MSi. dengan judul Studi Pengaruh Pemanfaatan Karoten dari Crude Pal Oil

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian mengenai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) biskuit yang disubstitusi tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada balita gizi kurang dan gizi buruk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 19 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Cross sectional study yaitu rancangan yang digunakan pada penelitian dengan variabel sebab

Lebih terperinci

METODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2

METODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2 17 METODOLOGI Desain, Waktu dan Tempat Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah experimental study yaitu percobaan lapang (field experiment) dengan menggunakan rancangan randomized treatment trial

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosssectional study dimana seluruh paparan dan outcome diamati pada saat bersamaan dan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dilakukan di SDN 09 Pagi Pademangan Barat Jakarta Utara. Pemilihan lokasi sekolah dasar dilakukan secara

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 16 METODOLOGI PENELITIAN Desain Waktu dan Tempat Penelitian Desain penelitian ini adalah Cross sectional study yaitu rancangan yang digunakan pada penelitian dengan variabel sebab atau faktor resiko dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu, dan Tempat

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu, dan Tempat METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di Cipayung, Bogor. Pemilihan tempat

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study dimana seluruh pengumpulan data dilakukan pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1 Malangsari

Lebih terperinci

METODE. n = Z 2 P (1- P)

METODE. n = Z 2 P (1- P) 18 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Lokasi penelitian adalah TKA Plus Ihsan Mulya Cibinong.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 29 METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2011 di SMA Ragunan

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Aspek Sosio-ekonomi dan Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 = 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan di perguruan tinggi penyelenggara Beastudi Etos wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = n/n(d) 2 + 1

METODE PENELITIAN. n = n/n(d) 2 + 1 20 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross sectional study dengan metode survey observational. Tempat penelitian dipilih dengan metode purposive yaitu di UPT

Lebih terperinci

Gambar 3 Hubungan ketahanan pangan rumahtangga, kondisi lingkungan, morbidity, konsumsi pangan dan status gizi Balita

Gambar 3 Hubungan ketahanan pangan rumahtangga, kondisi lingkungan, morbidity, konsumsi pangan dan status gizi Balita 22 KERANGKA PEMIKIRAN Status gizi yang baik, terutama pada anak merupakan salah satu aset penting untuk pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional. Pemilihan lokasi SMA dilakukan secara purposive dengan pertimbangan

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study yaitu seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan ketika penelitian berlangsung. Penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2011. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

METODE. Zα 2 x p x (1-p)

METODE. Zα 2 x p x (1-p) 16 METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Pemilihan tempat dilakukan secara purposif dengan pertimbangan kemudahan akses dan perolehan izin. Penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 22 METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang menggambarkan hubungan antara asupan makanan dan komposisi lemak tubuh terhadap kapasitas daya tahan tubuh

Lebih terperinci

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11 METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study (sebab akibat diteliti dalam satu waktu). Pemilihan PAUD dilakukan secara purposive, dengan kriteria memiliki

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = z 2 α/2.p(1-p) = (1,96) 2. 0,15 (1-0,15) = 48,9 49 d 2 0,1 2

METODE PENELITIAN. n = z 2 α/2.p(1-p) = (1,96) 2. 0,15 (1-0,15) = 48,9 49 d 2 0,1 2 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini desain population survey, yaitu dengan mensurvei sebagian dari populasi balita yang ada di lokasi penelitian selama periode waktu tertentu.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2011 di SMP/SMA Ragunan

Lebih terperinci

Gambar 1. Kerangka pemikiran tingkat kecukupan energi zat gizi anak usia sekolah Keterangan : = Variabel yang diteliti = Hubungan yang diteliti

Gambar 1. Kerangka pemikiran tingkat kecukupan energi zat gizi anak usia sekolah Keterangan : = Variabel yang diteliti = Hubungan yang diteliti KERANGKA PEMIKIRAN Usia sekolah adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa nantinya. Kebutuhan gizi pada masa anak-anak harus dipenuhi agar proses pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n [(1.96) 2 x (0.188 x 0.812)] (0.1) 2. n 59 Keterangan: = jumlah contoh

METODE PENELITIAN. n [(1.96) 2 x (0.188 x 0.812)] (0.1) 2. n 59 Keterangan: = jumlah contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari penelitian payung Ajinomoto IPB Nutrition Program

Lebih terperinci

METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 17 METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2011 di lingkungan Kampus (IPB)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = N 1+ N (d 2 ) keterangan : N = besar populasi n = besar sampel d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

METODE PENELITIAN. n = N 1+ N (d 2 ) keterangan : N = besar populasi n = besar sampel d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study karena pengambilan data dilakukan pada suatu waktu. Penelitian dilaksanakan di Pesantren di

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh 19 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan metode survey dengan desain cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 6 Bogor. Penentuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, bertempat di Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon, Propinsi Banten. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 13 METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian tentang hubungan tingkat konsumsi dan aktivitas fisik terhadap tekanan darah dan kolesterol ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 8 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai hubungan konsumsi susu dan kebiasaan olahraga dengan status gizi dan densitas tulang remaja di TPB IPB dilakukan dengan menggunakan desain

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 15 METODOLOGI PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain crossecsional study, semua data yang dibutuhkan dikumpulkan dalam satu waktu (Singarimbun & Effendi 2006).

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan bulan Agustus-September 2011 di SMA Negeri 6

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 26 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosectional study. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder dari Program Perbaikan Anemia Gizi Besi di Sekolah

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang bertujuan mempelajari hubungan pengetahuan gizi ibu dan kebiasaan jajan siswa serta kaitannya dengan status

Lebih terperinci

2. METODE Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Cara Pemilihan Responden

2. METODE Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Cara Pemilihan Responden 5 2. METODE Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah quasi experimental nonequivalent groups design. Penelitian ini mengacu pada penelitian payung Khomsan et al. (2011-2013) bekerjasama

Lebih terperinci

ASUPAN VITAMIN A, STATUS VITAMIN A DAN STATUS GIZI ANAK SD DI KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR AJI NUGRAHA

ASUPAN VITAMIN A, STATUS VITAMIN A DAN STATUS GIZI ANAK SD DI KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR AJI NUGRAHA ASUPAN VITAMIN A, STATUS VITAMIN A DAN STATUS GIZI ANAK SD DI KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR AJI NUGRAHA DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran analisis kontribusi konsumsi ikan terhadap kecukupan zat gizi ibu hamil

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran analisis kontribusi konsumsi ikan terhadap kecukupan zat gizi ibu hamil 13 KERANGKA PEMIKIRAN Masa kehamilan merupakan masa yang sangat menentukan kualitas anak yang akan dilahirkan. Menurut Sediaoetama (1996), pemenuhan kebutuhan akan zat gizi merupakan faktor utama untuk

Lebih terperinci

METODOLOGI. n = (Z /2) 2 X σ 2. n = X n = 54 siswa

METODOLOGI. n = (Z /2) 2 X σ 2. n = X n = 54 siswa METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross Sectional Study yang dilakukan pada siswa sekolah dasar di SD Negeri Empang 1 Bogor. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kelas Populasi (N) Contoh (n) Kelas Kelas Total 81 40

METODE PENELITIAN. Kelas Populasi (N) Contoh (n) Kelas Kelas Total 81 40 15 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah metode survei dengan teknik wawancara. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Babakan, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n= z 2 1-α/2.p(1-p) d 2

METODE PENELITIAN. n= z 2 1-α/2.p(1-p) d 2 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Lokasi penelitian di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, dan Desain Penelitian Penelitian mengenai studi karakteristik pertumbuhan anak usia sekolah di Provinsi Jawa Barat dilaksanakan dari bulan Mei-Juli 2011 dengan menggunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh Jenis dan Cara Pengambilan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh Jenis dan Cara Pengambilan Data 15 METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional study. Lokasi penelitian bertempat di Desa Sukajadi, Sukaresmi, Sukaluyu, dan Sukajaya, Kecamatan Taman

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi. Puskesmas Kadudampit Puskesmas Cikidang Puskesmas Citarik. Peserta program pemberian makanan biskuit fungsional

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi. Puskesmas Kadudampit Puskesmas Cikidang Puskesmas Citarik. Peserta program pemberian makanan biskuit fungsional 37 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Penelitian ini merupakan penelitian survey yang dilakukan di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Lokasi penelitian ini terdiri dari 3 Puskesmas yaitu Kadudampit,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian n = (zα² PQ) / d²

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian n = (zα² PQ) / d² 31 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan penelitian potong lintang (cross sectional study), dengan cara mengukur variabel

Lebih terperinci

Karakteristik Sampel: Usia Jenis Kelamin Berat Badan Tinggi Badan. Kebutuhan Energi dan Zat Gizi. Status Gizi

Karakteristik Sampel: Usia Jenis Kelamin Berat Badan Tinggi Badan. Kebutuhan Energi dan Zat Gizi. Status Gizi 20 KERANGKA PEMIKIRAN Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi dan pemanfaatannya dalam tubuh. Untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung cukup zat gizi, aman untuk dikonsumsi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Penelitian mengenai hubungan antara kepatuhan konsumsi biskuit yang diperkaya protein tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan status gizi dan morbiditas

Lebih terperinci

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perubahan konsumsi pangan sebelum dan sesudah mengikuti program pemberdayaan Tingkat Kecukupan energi dan zat gizi

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perubahan konsumsi pangan sebelum dan sesudah mengikuti program pemberdayaan Tingkat Kecukupan energi dan zat gizi KERANGKA PEMIKIRAN Masa yang terentang antara usia satu tahun sampai remaja boleh dikatakan sebagai periode laten karena pertumbuhan fisik berlangsung tidak sedramatis ketika masih berstatus bayi (Arisman

Lebih terperinci

Gambar 1 Hubungan pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi anak balita

Gambar 1 Hubungan pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi anak balita 17 KERANGKA PEMIKIRAN Masa balita merupakan periode emas, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan otak yang optimal, terlebih lagi pada periode dua tahun pertama kehidupan seorang anak.

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh: Karakteristik contoh: Pengetahuan gizi seimbang. Jenis kelamin Umur Uang saku

KERANGKA PEMIKIRAN. Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh: Karakteristik contoh: Pengetahuan gizi seimbang. Jenis kelamin Umur Uang saku 126 KERANGKA PEMIKIRAN Ada beberapa faktor yang mempengaruhi praktek gizi seimbang yang selanjutnya diterapkan dalam konsumsi energi dan zat gizi. Faktor tersebut diantaranya adalah pengetahuan,sikap,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, yaitu pengamatan terhadap paparan dan outcome dilakukan dalam satu periode waktu yang bersamaan.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Sistematika pengambilan contoh. Pemilihan SDN Kebon Kopi 2 Bogor. Purposive. siswa kelas 5 & 6. Siswa laki-laki (n=27)

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Sistematika pengambilan contoh. Pemilihan SDN Kebon Kopi 2 Bogor. Purposive. siswa kelas 5 & 6. Siswa laki-laki (n=27) METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah case study. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Kebon Kopi 2, Kota Bogor. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat dan Waktu Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE Desain, Tempat dan Waktu Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian mengenai konsumsi pangan, aktivitas fisik, status gizi dan status kesehatan lansia menggunakan desain cross sectional. Desain ini merupakan pengamatan yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study yaitu seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan pada waktu penelitian berlangsung. Pemilihan

Lebih terperinci

Konsumsi Pangan (makanan dan minuman) Intake energi. Persentase tingkat konsumsi cairan. Kecenderungan dehidrasi

Konsumsi Pangan (makanan dan minuman) Intake energi. Persentase tingkat konsumsi cairan. Kecenderungan dehidrasi KERANGKA PEMIKIRAN Kebiasaan didefinisikan sebagai pola perilaku yang diperoleh dari pola praktek yang terjadi berulang-ulang. Kebiasaan makan dapat didefinisikan sebagai seringnya (kerap kalinya) makanan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Tempat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Tempat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan prospective study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2003 (antara musim

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. penelitian. Kota Medan. 21 Kecamatan. 2 Kecamatan. Kec. Medan Kota Kelurahan Sitirejo (60 RT)

METODE PENELITIAN. penelitian. Kota Medan. 21 Kecamatan. 2 Kecamatan. Kec. Medan Kota Kelurahan Sitirejo (60 RT) 22 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Cross Sectional Study. Lokasi Penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Kota (1 kelurahan)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 16 METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik yang menggambarkan sistem penyelenggaraan makan dan preferensi para atlet terhadap menu makanan yang disajikan.

Lebih terperinci

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan desain case control bersifat Retrospective bertujuan menilai hubungan paparan penyakit cara menentukan sekelompok kasus

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *) PENDAHULUAN Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu, dan Tempat

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu, dan Tempat 24 METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu pengambilan data dilakukan pada waktu yang bersamaan atau pada satu saat, baik variabel independen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan masyarakat Indonesia merupakan usaha yang dilakukan pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa dapat berhasil dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.35% per tahun, sehingga setiap tahun

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 1 N

METODE PENELITIAN 1 N 32 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini merupakan bagian dari data baseline pada kajian Studi Ketahanan Pangan dan Coping Mechanism Rumah Tangga di Daerah Kumuh yang dilakukan Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar 250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pendekatan cross sectional, yaitu pengukuran variabel-variabelnya

METODE PENELITIAN. pendekatan cross sectional, yaitu pengukuran variabel-variabelnya III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4. 1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain cross sectional karena pengambilan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak negara di dunia termasuk Indonesia. Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan salah satu masalah gizi

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian mengenai keragaan konsumsi pangan, status kesehatan, kondisi mental dan status gizi pada lansia peserta dan bukan peserta home care menggunakan disain cross

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah metode preexperimental karena berupa penelitian lapangan yang memberikan perlakuan atau tindakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan terhadap paparan dan outcome

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vision di dunia. Data dari VISION 2020, suatu program kerjasama antara

BAB I PENDAHULUAN. vision di dunia. Data dari VISION 2020, suatu program kerjasama antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi merupakan penyebab utama low vision di dunia. Data dari VISION 2020, suatu program kerjasama antara International Agency for

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain Case Study.Penelitian ini dilakukan di SDN Pasanggrahan 2, Desa Cilangohar, Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Purwakarta.Pengambilan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator derajat kesehatan masyarakat di Indonesia salah satunya di lihat dari angka kematian dan kesakitan balita. Masa balita merupakan kelompok yang rawan akan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional ~t~tdy dengan menggunakan metode survey. Penelitian dilakukan di SD Bina Insani Bogor, dengan pertimbangan

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subjek

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subjek 18 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan dengan mengolah data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian proyek intevensi cookies muli gizi IPB, data yang diambil adalah data baseline penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DALAM KAJIAN ASPEK PASAR BETAKAROTEN DAN TOKOFEROL UNTUK PRODUK FORTIFIKASI

PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DALAM KAJIAN ASPEK PASAR BETAKAROTEN DAN TOKOFEROL UNTUK PRODUK FORTIFIKASI PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DALAM KAJIAN ASPEK PASAR BETAKAROTEN DAN TOKOFEROL UNTUK PRODUK FORTIFIKASI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di kebun Malabar PTPN VIII Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanah Sareal, Kotamadya Bogor. Contoh diambil dari 11 kelurahan yang ada di Kecamatan Tanah Sareal, meliputi kelurahan Tanah Sareal,

Lebih terperinci

METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 35 METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah studi observasional cross sectional, yaitu studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi. distribusi.

Lebih terperinci

Bagan Kerangka Pemikiran "##

Bagan Kerangka Pemikiran ## KERANGKA PEMIKIRAN Olahraga pendakian gunung termasuk dalam kategori aktivitas yang sangat berat (Soerjodibroto 1984). Untuk itu diperlukan kesegaran jasmani, daya tahan tubuh yang prima, dan keseimbangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross-sectional study. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kebon Kopi 2 Bogor. Penentuan lokasi SDN Kebon Kopi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu peneliti mempelajari hubungan antara asupan energi, protein,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini merupakan explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan dua atau lebih variabel yang akan diteliti. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

Malang, Juni Penulis. iii

Malang, Juni Penulis. iii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul : Pengaruh Pemberian Makanan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Yayasan Yasmina Bogor (Purposive) N= 65. Kabupaten Bogor (N = 54) Populasi sumber (N=50) Contoh penelitian (n= 30)

METODE PENELITIAN. Yayasan Yasmina Bogor (Purposive) N= 65. Kabupaten Bogor (N = 54) Populasi sumber (N=50) Contoh penelitian (n= 30) 25 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah dengan cross sectional study. Pemilihan tempat tersebut dilakukan secara purposive, yaitu di Bogor pada peserta Program

Lebih terperinci

METODOLOGI. n = Z 2 (1-α/2) x σ 2 ε 2 x φ 2 n = x x n = 79 mahasiswi

METODOLOGI. n = Z 2 (1-α/2) x σ 2 ε 2 x φ 2 n = x x n = 79 mahasiswi METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Hubungan Persepsi tentang Kegemukan dengan Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama Institut

Lebih terperinci

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol 15 KERANGKA PEMIKIRAN Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Anemia hampir dialami oleh semua tingkatan umur dan salah satunya

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel 15 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini seluruhnya menggunakan data dasar hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Biokimia dan Geriatri.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Biokimia dan Geriatri. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Biokimia dan Geriatri. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n =

METODE PENELITIAN. n = 24 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study karena pengumpulan variabel independen dan dependen dilakukan pada satu waktu yang tidak

Lebih terperinci

Identifikasi Status Gizi pada Remaja di Kota Banda Aceh

Identifikasi Status Gizi pada Remaja di Kota Banda Aceh Statistika, Vol. 17 No. 2, 63 69 November 2017 Identifikasi Status Gizi pada Remaja di Kota Banda Aceh Program Studi Statistika, Fakultas MIPA, Universitas Jln. Syech Abdurrauf No.2 Kopelma Darussalam,

Lebih terperinci