ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL"

Transkripsi

1 ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL SKRIPSI MARK MAJUS RAJAGUKGUK H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL SKRIPSI MARK MAJUS RAJAGUKGUK H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

3 RINGKASAN MARK MAJUS RAJAGUKGUK. H Analisis Daya Saing Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan SUHARNO) Indonesia memiliki potensi sebagai eksportir rumput laut terbesar di dunia. Potensi perikanan Indonesia yang cukup besar, dimana kurang lebih dua juta hektar luas laut sangat cocok digunakan untuk pengembangan rumput laut. Jenis rumput laut yang banyak diminati pasar adalah jenis Euchema cottonii dan Glacillaria sp. Berdasarkan data FAO, Indonesia adalah negara terbesar ketiga sebagai produsen rumput laut, setelah China dan Philippines. Tahun 2007, Indonesia mampu memproduksi 1,733,705 ton rumput laut atau setara dengan persen produksi rumput laut dunia. Dari sisi volume ekspor, Indonesia menempati posisi kedua setelah China dimana sejak tahun 1999 hingga 2006, Indonesia telah mengekspor 332,666 ton rumput laut dunia. Tetapi, apabila dilihat dari sisi nilai ekspor, Indonesia masih kalah tertinggal dari negara-negara dengan volume ekspor lebih rendah. Berdasarkan nilai ekspor, Indonesia hanya menempati posisi ke-lima, dimana sejak tahun 1999 hingga 2006 nilai ekspor Indonesia hanya 195,919 ribu US $. Kemudian, apabila ditinjau dari sisi harga ekspor, posisi Indonesia relatif masih kalah dibandingkan dengan negara lain. Pada tahun 2006, harga ekspor rumput laut Indonesia hanya US $ per ton dan menjadikan Indonesia hanya berada pada posisi ke tujuh, kalah eksportir lain seperti Chile. Beragam permasalahan yang terjadi dengan produksi dan kondisi ekspor rumput laut Indonesia. Informasi-informasi tersebut diatas menjadi sebuah pertanyaan dan berbeda dengan seharusnya mengingat potensi Indonesia yang sangat besar dalam bidang perikanan dan kelautan. Informasi-informasi tersebut sekaligus dapat menunjukkan bahwa Indonesia masih belum memiliki daya saing untuk komoditi rumput laut di pasar internasional. Daya saing ekspor suatu komoditi di pasar internasional menggambarkan tingkat daya saing ekspor di pasar internasional dengan melihat besarnya pangsa pasar di dunia. Oleh karena itu daya saing dapat diukur dari persentase penguasaan pangsa pasar di negara-negara tujuan ekspor, dimana hubungan keduanya adalah positif. Artinya, jika pangsa pasar semakin besar, maka dapat dikatakan bahwa daya saing ekspor komoditi tersebut juga semakin besar. Merujuk kepada pernyatan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di pasar internasional, dimana akan dianalisis menurut negara tujuan ekspor yang diurutkan berdasarkan nilai ekspor terbesar. Dalam penelitian ini juga akan diketahui apa faktor-faktor yang diduga mempengaruhi perubahan penguasaan pangsa pasar ekspor di negara tujuan serta pengaruhnya terhadap pangsa pasar ekspor rumput laut di negara tujuan ekspor. Kemudian, dari hasil yang diperoleh akan dianalisis posisi daya siang ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor, dimana apabila pangsa pasar lebih besar atau sama dengan 20 persen, maka dapat dikatakan

4 bahwa rumput laut Indonesia memiliki daya saing di negara bersangkutan. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan suatu penelitian mengenai faktor-faktor apa yang mempengaruhi perubahan pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia, serta pengaruhnya. Informasi ini penting untuk diketahui untuk dapat menentukan posisi daya saing serta strategi yang dapat dilakukan oleh para pengambil kebijakan dari hasil penelitian. Faktor-faktor yang diduga sebagai variabel yang mempengaruhi pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor adalah volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan ekspor (Q), harga ekspor rumput laut Indonesia (PX), nilai tukar (NT), GDP per kapita negara tujuan ekspor (GDP), serta produksi nasional rumput laut Indonesia (PR). Penelitian dilakukan dengan menggunakan data-data sekunder yang diperoleh dari badan-badan yang kompeten seperti DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) Republik Indonesia, FAO (Food and Agricultural Organization), UN Comtrade (United Nations Commodity of Trade), FED (Federal Reserved), Departemen Perdagangan RI, Badan Pusat Statistik, serta lembaga-lembaga lain yang diperlukan untuk penelitian. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor dilakukan dengan regresi data panel, yakni dengan melakukan metode Pooled OLS, metode Fixed effect, dan metode Random effect. Penggunaan dan penjelasan ketiga metode ini akan dijelaskan kemudian dalam skripsi. Metode terbaik yang digunakan berdasarkan uji yang telah dilakukan adalah metode Fixed effect. Pada model yang dihasilkan, ternyata tidak semua variabel yang dinyatakan berpengaruh nyata secara statistik terhadap pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia. Variabel yang dinyatakan berpengaruh nyata secara statistik terhadap pangsa pasar adalah volume ekspor ke negara tujuan (Q), nilai tukar (NT), dan GDP per kapita negara tujuan (GDP). Sedangkan variabel harga ekspor (PX), dan produksi rumput laut nasional (PR) adalah variabel yang tidak berpengaruh nyata secara statistik. Model pangsa pasar yang telah dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui posisi daya saing ekspor rumput laut di negara tujuan ekspor pada tahun-tahun tertentu. Dari hasil analisis yang dilakukan, Indonesia memiliki daya saing di negara Hongkong, Philippina, Spain, dan Denmark. Hal berbeda ditemukan pada negara China dimana pada negara tersebut Indonesia baru berdaya saing setelah tahun Sedangkan untuk negara USA, Indonesia baru mempunyai daya saing pada tahun 2006, demikian juga dengan di Korea Selatan baru pada tahun Sedangkan di negara Jepang, United Kingdom, dan France, Indonesai sama sekali tidak memiliki daya saing. Hal ini terjadi karena beberapa permasalahan seperti mutu dan kualitas produk Indonesia yang masih rendah. Indonesia sebaiknya mulai untuk melakukan ekspor dalam bentuk olahan, bukan hanya dalam bentuk bahan baku (raw seeweds). Hal ini akan menambah nilai ekspor yang berdampak pada peningkatan harga ekspor. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah peningkatan mutu rumput laut ekspor. Peningkatan mutu dan adanya kerjasama dari berbagai pihak dapat menjadi dorongan modal baru bagi peningkatan posisi daya saing ekspor rumput laut di pasar intrnasional

5 ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL MARK MAJUS RAJAGUKGUK H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

6 Judul Skripsi Nama : Analisis Daya Saing Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional : Mark Majus Rajagukguk NRP : H Disetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Suharno, M. Adev NIP Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus :

7 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Daya Saing Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2009 Mark Majus Rajagukguk H

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di RSU Balige pada tanggal 14 Agustus Penulis merupakan anak ke-sembilan dari sembilan bersaudara kandung dari pasangan Hotman Rajagukguk (alm) dan Rayani Siregar. Penulis berkesempatan untuk menempuh pendidikan formal di SD Negeri No Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara ( ), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara ( ) dan Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara ( ). Pada tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada Program Studi Diploma III Teknologi Informasi Kelautan (TEK) Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Setelah menyelesaikan Studi di Diploma III, Penulis langsung melanjutkan studi di Program Sarjana Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan kasih karunia-nya begitu besar dan luar biasa, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Skripsi yang disusun oleh Penulis berjudul Analisis Daya Saing Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional dengan menggunakan alat analisis Data Panel. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih harus terus diperbaharui dan disempurnakan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan arahan yang membangun untuk Penulis dalam melengkapi dan memberikan hasil yang terbaik dalam penelitian ini. Sehingga penelitian ini dapat berguna buat bangsa dan negara, pihak terkait, dan menjadi sebuah kebanggaan buat Institusi, juga secara khusus bagi Penulis. Bogor, Juni 2009 Mark Majus Rajagukguk

10 UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Suharno, M. Adev selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, kesempatan, kesabaran, dan ilmu yang telah diberikan kepada Penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Rita Nurmalina, MS selaku dosen evaluator proposal penelitian. Terimakasih atas saran dan masukan yang sangat membantu Penulis dalam melakukan dan menyusun skripsi ini. 3. M. Firdaus, PhD selaku dosen penguji utama dalam sidang penelitian saya. Terimakasih atas saran dan bimbingannya. 4. Ir. Harmini, MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan. Terimakasih atas saran dan bimbingannya. 5. Pihak sekretariat AGB Ekstensi, atas bantuannya dalam urusan administrasi Penulis selama mahasiswa hingga penyelesaian pendidikan di IPB 6. Tiur Mariani Sihaloho, Amd selaku pembahas pada seminar hasil penelitian. Terimakasih atas waktu, saran serta informasi tambahan untuk perbaikan skripsi. 7. Orang tua dan keluarga atas doa, harapan, dukungan, serta kasih sayang yang telah diberikan selama kuliah, dan terutama saat melakukan penyusunan penelitian ini. 8. Hotnauli Br Silalahi,S.E. Terimakasih atas doa, semangat dan dukungan, diskusi, saran, waktu serta doa yang telah diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skipsi ini. 9. Teman-teman AGB, dari semua angkatan atas diskusi, kebersaman, dan pengetahuan yang semakin berkembang dan bermanfaat dalam penyusunan skipsi ini. 10. Teman-teman dari KMKE (Komunitas Mahasiswa Kristen Ekstensi-IPB), atas doa dan semangatnya. Tetap berkarya dalam Tuhan.

11 11. Teman perantauan dari Muara Nauli (B Halasson, B Achis, B Lister, Lilis, Berta, Hartip, Adi dan lain-lain) Abang serta adek-adek atas dukungan dan doanya. 12. Pemilik Wisma Borobudur (Bapak Parulian), serta teman-teman di Kos Borobudur (B Wira, B Jhony, B Reynold, B David, Jhon Raphael, Juli, Erick Se Has, B Budi, dan lain-lain) serta pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. 13. Teman-teman dari kos Wisma Belitung 21 (Rida Murni, Liani, Christin). Terimakasih atas dukungannya. 14. Serta semua pihak yang belum disebutkan satu-persatu, Terimakasih atas dukungan dan doanya.

12 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iv v vi vii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup dan Batas Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Rumput Laut Budidaya Rumput Laut Tinjauan Penelitian Terdahulu Kajian tentang Rumput Laut Kajian tentang Daya Saing III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Perdagangan Internasional Ekspor dan Impor Pengertian Ekspor Pengertian Impor Pasar dan Pangsa Pasar Konsep Daya Saing Teknik Estimasi Menggunakan Regresi Data Panel Metode Pooled OLS Metode Fixed Effect Metode Random Effect Hipotesis Penelitian Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Perumusan Model Pengujian terhadap Model Penduga yang Lebih Tepat Chow Test Hausman Test Pengujian Model... 44

13 4.6 Elastisitas Asumsi dalam Penelitian Defenisi Operasional V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI RUMPUT LAUT INDONESIA 48 VI. ANALISIS DAYA SAING BERDASARKAN MODEL PANGSA PASAR DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PANGSA PASAR RUMPUT LAUT INDONESIA Perkembangan Pangsa Pasar Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional Analisis Hasil Estimasi menggunakan Data Panel Pemilihan Model Terbaik Interpretasi Model Terbaik Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pangsa Pasar dengan Metode Fixed Effect Posisi Daya Saing Indonesia berdasarkan Perhitungan dengan Menggunakan Model Fixed Effect KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 69

14 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Perkembangan Ekspor-Impor Rumput Laut Indonesia Negara Tujuan Ekspor Rumput Laut Indonesia berdasarkan Volume Ekspor Terbesar Negara Tujuan Ekspor Rumput Laut Indonesia berdasarkan Nilai Ekspor Terbesar Eksportir Rumput Laut Dunia, Jenis Rumput Laut yang Memiliki Nilai Ekonomis Tinggi Kebutuhan Dunia terhadap Spesies Euchema sp Perkiraan Kebutuhan Dunia terhadap Produk Olahan Rumput Laut (dalam ton) Perkembangan Produksi dan Ekspor Rumput Laut Indonesia dan Dunia, Tahun Pangsa Pasar Ekspor Rumput Laut Indonesia dibandingkan Produsen Dan Eksportir Utama Rumput Laut Dunia, Tahun Pangsa Pasar Rumput Laut Indonesia di Negara Tujuan Ekspor Perbandingan Hasil Estimasi Berdasarkan Metode Analisis Hasil Pendugaan Persamaan Pangsa Pasar dengan Metode Fixed Effect Posisi Daya Saing Indonesia berdasarkan Negara Tujuan... 63

15 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Harga Komoditas Relatif Ekuilibrium setelah Perdagangan Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Pengujian Model dalam Pengolahan Data Panel Tren Pangsa Pasar Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional... 53

16 DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Importir Utama Rumput Laut Dunia berdasarkan Volume Impor Terbesar Produsen Utama Rumput Laut Dunia Berdasarkan Volume Produksi Eksportir Utama Rumput Laut Dunia berdasarkan Volume Ekspor Terbesar Eksportir Utama Rumput Laut Dunia berdasarkan Nilai Ekspor Terbesar Daerah Penyebaran Rumput Laut di Indonesia Output Eviews dengan Menggunakan Metode Pooled OLS Output Eviews dengan Menggunakan Metode Fixed Effect Output Eviews dengan Menggunakan Metode Random Effect Data Panel Posisi Daya Saing Ekspor Rumput Laut Indonesia Hasil Perhitungan Uji CHOW Uji Hausman... 83

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17,504 buah dan panjang pantai yang mencapai 81,000 km, Indonesia memiliki peluang dan potensi budidaya komoditi laut yang sangat besar untuk dikembangkan. Luas potensi budidaya laut diperkirakan mencapai 26 juta ha, dan kurang lebih dua juta ha diantaranya sangat potensial untuk pengembangan rumput laut dengan potensi produksi rumput laut kering rata-rata 16 ton per Ha. Berdasarkan data DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) RI tahun 2008, apabila seluruh lahan dapat dimanfaatkan maka akan diperoleh kurang lebih 32 juta ton per tahun. Apabila harga rumput laut sebesar Rp 4.5 juta per ton, maka penerimaan yang diperoleh berkisar Rp 144 triliun per tahun. Potensi rumput laut Indonesia dapat menjadi salah satu sumber pemasukan bagi devisa negara, dan juga mampu menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor rumput laut kering terbesar dunia. Saat ini terdapat sekitar 782 jenis rumput laut yang hidup di perairan Indonesia. Jumlah tersebut terdiri dari 196 algae hijau, 134 algae coklat, dan 452 algae merah. Sebagai penyedia bahan baku industri, rumput laut memiliki turunan yang sangat beragam seperti untuk bahan makanan (dodol, minuman, kembang gula, dan lain-lain), kosmetik, dan juga untuk bahan obat-obatan. Jenis yang banyak dikembangkan dan banyak diminati pasar adalah jenis Euchema spinosum, Euchema cottonii dan Gracilaria sp. Rumput laut menjadi salah satu komoditas unggulan dalam program revitalisasi perikanan disamping udang dan tuna. Ada beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan dan juga keunggulannya, diantaranya : peluang pasar ekspor yang terbuka luas, harga relatif stabil, juga belum ada batasan atau kuota perdagangan bagi rumput laut; teknologi pembudidayaannya sederhana, sehingga mudah dikuasai; siklus pembudidayaannya relatif singkat, sehingga cepat memberikan keuntungan; kebutuhan modal relatif kecil; merupakan komoditas yang tidak tergantikan, karena tidak ada produk sintetisnya; usaha pembudidayaan rumput laut tergolong usaha yang padat karya, sehingga mampu menyerap tenaga kerja.

18 Permintaan rumput laut meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan industri berbasis rumput laut, serta kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali kepada produk-produk hasil alam. Diperkirakan, dalam kurun waktu lima tahun kedepan kebutuhan produk olahan rumput laut terus meningkat. Berdasarkan kecenderungan ekspor dan impor produk olahan rumput laut selama periode Anggadiredja et. al (2006) memperkirakan pasar dunia produk olahan rumput laut meningkat sekitar 10 persen setiap tahun untuk karaginan semirefine (SRC), agar, dan alginat untuk industri (industrial grade). Adapun alginat untuk makanan (food grade) meningkat sebesar 7.5 persen dan karaginan refine sebesar lima persen. Selain itu, Anggadiredja et. al (2006) juga mengestimasi kebutuhan bahan baku rumput laut penghasil karaginan pada tahun 2010 sebesar ton yang terdiri dari Euchema sp. sebesar ton dan jenis selain Eucheuma sp. sebesar ton. Asumsi yang digunakan untuk mengestimasi kebutuhan pasar tersebut adalah 25 persen karaginan diekstrak dari bahan baku Eucheuma sp dalam skala industri dan 15 persen dari kebutuhan bahan baku karaginan diperoleh dari jenis rumput laut selain Eucheuma sp. Selain itu, asumsi yang digunakan juga berdasarkan perkiraan kebutuhan pasar dunia produk olahan rumput laut, khususnya karaginan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pasar rumput laut dunia masih sangat besar, baik untuk pasar bahan baku mentah (raw seaweeds) ataupun untuk produk olahannya. Indonesia dengan potensi besar seharusnya dapat memanfaatkan peluang tersebut untuk peningkatan penerimaan dan devisa negara yang lebih besar. Peningkatan permintaan rumput laut dunia juga dapat dilihat dari peningkatan volume impor yang dilakukan oleh negara-negara importir. Jepang merupakan negara importir terbesar rumput laut dunia, diikuti oleh China pada posisi ke-dua, dan United States of America (USA) pada posisi ke-tiga. Selama kurun waktu 1999 hingga 2006, ketiga negara tersebut mengimpor persen dari seluruh impor dunia, sesuai dengan data yang diperoleh dari FAO (Food and Agriculture Organization). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ketiga negara tersebut memiliki posisi penting bagi setiap eksportir dunia. Apabila suatu negara memiliki pangsa pasar yang baik di negara importir utama, maka dapat dikatakan

19 bahwa negara tersebut memiliki daya saing di pasar internasional rumput laut. Selengkapnya data importir terbesar dunia dapat dilihat pada Lampiran 1. Seiring dengan peningkatan permintaan dunia yang semakin besar, produksi rumput laut dunia juga mengalami peningkatan yang cukup baik setiap tahunnya. Beberapa negara produsen mulai bersaing untuk dapat memproduksi rumput laut dengan kuantitas yang besar dan kualitas terbaik pula. Berdasarkan data tahun 1999 hingga 2007 yang diperoleh dari FAO (Food and Agriculture Organization), China memproduksi rata-rata persen produksi rumput laut dunia, sekaligus menjadikan China sebagai produsen utama rumput laut dunia. Kemudian diikuti oleh Philippina dengan rata-rata produksi persen. Indonesia berada pada posisi ketiga dengan rata-rata produksi 5.43 persen dibandingkan dengan produksi rumput laut dunia. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 yang disusun berdasarkan volume produksi dalam satuan ton. Pada Lampiran 2 dapat diperhatikan bahwa produksi rumput laut Indonesia pada tahun 2006 telah mencapai 1,174,996 ton, dan meningkat menjadi 1,733,705 ton pada tahun Peningkatan produksi tersebut memberikan kontribusi yang besar dalam perbaikan posisi Indonesia dalam perdagangan internasional rumput laut. Hal ini juga menjadi salah satu indikator adanya perbaikan pola produksi rumput laut dalam negeri melalui program revitalisasi perikanan yang dicanangkan oleh pemerintah. Pemerintah juga menargetkan pencapaian 1,900,000 ton produksi rumput laut pada tahun 2009 yang akan ditempuh dengan pola pengembangan kawasan dengan komoditas Euchema sp. dan Gracilaria sp. Luas lahan pengembangan yang diperlukan sampai tahun 2009 adalah sekitar 25,000 ha, yakni 10,000 ha untuk Gracilaria sp. dan 15,000 ha untuk Euchema sp. Sejak tahun 2002 hingga tahun 2007, produksi rata-rata rumput laut Indonesia mengalami peningkatan persen. Melihat potensi ini, Indonesia melalui DKP mempunyai misi untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen terbesar (utama) rumput laut dunia mulai tahun Pada sisi ekspor, Indonesia menjadi eksportir kedua terbesar setelah China apabila diurutkan berdasarkan volume ekspor tahun , sesuai dengan data yang diperoleh dari FAO. Akan tetapi sebagian besar ekspor rumput laut Indonesia dalam bentuk gelondongan kering (raw seaweeds), sedangkan bentuk

20 produk olahan seperti agar-agar, karaginan dan alinate masih harus diimpor. Sehingga nilai tambah dari pengolahan rumput laut tidak diperoleh, melainkan menjadi perolehan yang cukup besar bagi negara tujuan ekspor rumput laut kering tersebut. Kondisi tersebut sekaligus menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu bersaing dalam industri pengolahan rumput laut. Selengkapnya data volume ekspor dan impor dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Ekspor-Impor Rumput Laut Indonesia (dalam ton) Tahun Ekspor (X) % Δ Impor (M) % Δ Rasio M/X (%) , , , , , , , , Sumber : FAO, 2008 Δ = Perubahan dengan tahun sebelumnya (dalam persen) Pada Tabel 1 di atas diketahui bahwa dalam kurun waktu 1999 hingga 2006, ekspor Indonesia cenderung meningkat dengan rata-rata peningkatan persen per tahun, walau pada tahun 2000 sempat mengalami penurunan ekspor sebesar 2,010 ton. Perkembangan volume ekspor rumput laut yang demikian tinggi mencerminkan adanya peluang dan demand yang semakin besar di pasar internasional terhadap rumput laut Indonesia. Kondisi ini seharusnya dapat menunjukkan bahwa Indonesia memiliki daya saing yang semakin kompetitif di pasar internasional. Indonesia masih belum berkembang pada industri pengolahan rumput laut. Oleh karena itu, impor umumnya dilakukan dalam bentuk olahan rumput laut, dan ada juga impor untuk jenis rumput laut yang tidak ditemukan di perairan. Volume impor rumput laut mengalami fluktuatif dan cenderung mengalami penurunan volume. Apabila dibandingkan dengan volume ekspor, rasio impor terhadap ekspor relatif menurun, artinya dalam perkembangannya impor tidak terlalu berpengaruh besar terhadap ekspor Indonesia. Hal tersebut juga dapat

21 menunjukkan Indonesia sudah mulai memenuhi permintaan dalam negeri dalam bentuk olahan rumput laut. Indonesia dengan potensi perikanan yang sangat besar khususnya untuk komoditas rumput laut berpeluang menjadi salah satu yang terbesar sebagai produsen rumput laut, akan tetapi Indonesia juga harus mempunyai kemampuan dalam bersaing baik dari segi harga, kualitas, dan juga kebijakan-kebijakan perdagangan, dan kemampuan dalam manajemen produksi rumput laut nasional. Dari argumentasi tersebut, dapat dilihat bahwa kebutuhan untuk meningkatkan bisnis rumput laut masih sangat terbuka dan potensial, selain dari produksi nasional yang semakin baik juga permintaan yang semakin besar. Globalisasi ekonomi memberikan pengaruh dan tantangan yang semakin besar terhadap pertanian atau agribisnis di seluruh dunia. Dewasa ini, agribisnis tidak hanya membutuhkan kemampuan untuk dapat bersaing di pasar lokal, tetapi juga harus mampu berkompetisi di pasar luar, juga memerlukan pengembangan strategi baru untuk dapat mempengaruhi konsumen baru di pasar yan baru pula. Informasi dan pengetahuan mengenai kemampuan bersaing atau daya saing, serta keunggulan komparatif juga semakin diperlukan, baik oleh manager agribisnis, perencana strategi (strategic planners), pemerintah, pembuat keputusan, dan sebagainya. Informasi tersebut juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi masyarakat serta bisnis atau usahanya dalam agribisnis. Pada sisi perusahan, juga sangat perlu dan harus memperhatikan hal tersebut. Oleh karena itu, sangatlah diperlukan suatu kajian ataupun penelitian yang dapat membantu untuk mengetahui posisi daya saing suatu komoditi ekspor, termasuk juga rumput laut di pasar internasional. Perdagangan internasional mengharuskan setiap negara memiliki spesialisasi dan juga kemampuan untuk dapat bersaing memperebutkan pasar yang ada. Penguasaan pasar oleh suatu negara dapat menjadi suatu ukuran kemampuan bersaing suatu negara untuk komoditi tertentu. Berdasarkan data-data dan informasi yang telah dipaparkan, sangatlah diperlukan sebuah penelitian mengenai besar penguasaan pasar yang dimiliki oleh Indonesia di negara tujuan ekspor. Penguasaan pangsa pasar akan menentukan posisi daya saing ekspor rumput laut Indonesia di pasar internasional. Oleh karena itu, suatu negara akan

22 sangat memerlukan suatu informasi yang dapat menunjukkan posisi daya saing suatu komoditas ekspor tertentu, dan juga dapat mengetahui faktor-faktor apa yang mungkin mempengaruhinya. Untuk itulah penelitian ini disusun supaya dapat menjadi informasi yang penting bagi input penyusunan kebijakan dalam industri rumput laut Indonesia. 1.2 Perumusan Masalah Indonesia menargetkan menjadi penghasil rumput laut terbesar dunia mulai tahun Hal ini merupakan sebuah tujuan logis mengingat Indonesia memiliki keunggulan dalam produksi rumput laut dunia. Produksi rumput laut Indonesia memiliki keunggulan wilayah tropis sebagai penghasil rumput laut. Apabila dimanfaatkan dengan baik, dan dengan dukungan pemerintah yang semakin membangun, rumput laut dapat menjadi salah satu alternatif pemasukan pendapatan yang sangat besar bagi negara. Akan tetapi, upaya tersebut masih terkendala daya saing yang rendah dibandingkan negara produsen lain. Uraian berikut akan menjelaskan lebih lanjut mengenai hal di atas. Potensi perikanan Indonesia seharusnya menjadikan Indonesia salah satu eksportir terbesar di dunia untuk komoditi rumput laut. Berdasarkan data tahun 1999 hingga 2006 yang diperoleh dari FAO, Indonesia telah menjadi eksportir kedua dunia dibawah China dengan total volume ekspor 360,577 ton. Peningkatan volume ekspor rumput laut Indonesia menunjukkan posisi dagang Indonesia di dunia semakin baik. Selengkapnya data eksportir dunia berdasarkan volume ekspor disusun pada Lampiran 3. Peningkatan volume ekspor Indonesia tidak diikuti dengan penerimaan dari nilai ekspornya. Berdasarkan data FAO, Indonesia berada pada posisi kelima sebagai eksportir apabila diurutkan berdasarkan nilai ekspornya. Ini merupakan indikasi bahwa daya saing ekspor rumput laut Indonesia dalam perdagangan internasional masih lemah. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Berkaitan dengan negara tujuan ekspor, Indonesia memiliki pasar ekspor bervariasi di setiap negara. Seperti misalnya di Jepang sebagai importir terbesar rumput laut dunia, ternyata negara tersebut menjadi negara ke-13 sebagai tujuan ekspor apabila dilihat dari volume ekspor Indonesia ke negara tujuan. Amerika sebagai importir terbesar ke-tiga dunia, hanya menjadi negara tujuan ke-enam

23 Indonesia. Demikian juga dengan Francis, sebagai importir ke-empat hanya menempati posisi ke-delapan sebagai negara tujuan ekspor berdasarkan volume ekspornya. Berdasarkan volume ekspor, Indonesia lebih banyak mengekspor rumput laut ke China, Hongkong, Philippines (Philippina), Spain (Spanyol), Denmark, USA, South Korea (Korea Selatan), France (Francis), dan United Kingdom (Inggris). Selengkapnya negara tujuan eskpor Indonesia berdasarkan volume ekspor dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Negara Tujuan Ekspor Rumput Laut Indonesia diurutkan berdasarkan Volume Ekspor Terbesar Negara Tujuan Volume Ekspor per Tahun (dalam Ton) China 806 1,212 1,603 4,187 9,337 13,785 24,926 35,834 91,690 Hongkong 6,857 9,157 7,809 7,164 7,867 9,214 8,385 15,674 72,127 Philippines 1, ,523 1,472 4,574 5,302 8,060 11,145 33,421 Spain 3,451 3,838 4,359 4,700 3,364 4,716 4,736 4,431 33,595 Denmark 3,148 2,574 3,954 3,948 4,499 6,294 3,754 2,125 30,296 USA 2, ,662 1,804 2,128 1,750 1,065 5,751 17,439 South Korea 1, ,510 1,152 5,143 3,843 14,456 France 3,572 1,217 1,617 1,833 1,355 1,575 2, ,692 UK (Inggris) ,864 Taiwan ,428 Negara lain 1,331 1,890 3,549 2,316 4,706 6,078 8,901 14,798 43,569 Total Ekspor Ind 25,084 23,074 27,874 28,559 40,162 51,010 69,226 95, ,577 Rasio* Sumber : DKP, 2008 (diolah) Total Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata persen ekspor rumput laut Indonesia ditujukan untuk negara-negara tersebut. Artinya negaranegara tersebut di atas menjadi konsumen yang sangat penting bagi industri dan ekspor rumput laut Indonesia. Data pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa Indonesia memiliki prioritas negara tujuan ekspor yang berbeda dengan negara tujuan ekspor (importir) dunia seperti telah dijelaskan di atas. Hal ini menjadi sebuah indikator bahwa pangsa pasar rumput laut Indonesia di pasar dunia masih relatif rendah yang berdampak pada daya saing yang lemah. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih jauh mengenai pangsa pasar Indonesia di pasar dunia, khususnya di negara tujuan ekspor Indonesia.

24 Kondisi yang berbeda ditemukan juga pada data negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia apabila dilihat dari nilai ekspornya berdasarkan data yang diperoleh dari DKP (2008). Seperti misalnya Jepang, berdasarkan volume ekspor Jepang bukanlah termasuk 10 negara tujuan ekspor utama karena hanya menempati posisi ke-13 sebagai negara tujuan ekspor. Tetapi, Jepang memberikan nilai ekspor yang lebih besar dibandingkan dengan negara lain yang mengimpor lebih banyak. Demikian juga dengan negara lain, seperti Taiwan. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa besarnya volume ekspor ternyata tidak secara langsung dapat memberikan nilai ekspor yang besar pula. Hal ini sangat terkait dengan posisi tawar yang lemah di negara tujuan ekspor seperti Jepang. Secara lengkap, data negara tujuan ekspor berdasarkan nilai ekspor terbesar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Negara Tujuan Ekspor Rumput Laut Inonesia berdasarkan Nilai Ekspor Terbesar Negara Tujuan Eks Nilai Eks per Tahun (dalam Ribu US$) China ,553 3,139 4,010 7,613 12,876 11,180 Hongkong 2,594 3,272 3,451 2,103 3,052 2,659 2,261 4,606 8,037 Philippines , ,447 3,370 4,292 6,052 7,080 Japan 3,530 3,014 2,697 2,005 2,258 1,945 2,305 3,617 4,090 Spain 2,387 2,400 1,618 2,351 1,768 2,404 2,207 1,749 2,242 Denmark 1,868 1,619 2,007 2,132 2,644 4,208 2, USA 1, ,077 1,083 1,398 1,296 3,843 3,017 South Korea 1, ,930 2,281 3,404 UK (Inggris) 538 1,379 1, ,851 2,416 2,025 France ,243 Negara lain 1,163 2,064 3,268 1,553 2,254 3,944 7,296 10,763 14,419 Nilai Ekspor Ind 16,284 15,671 17,230 15,786 20,511 25,296 35,555 49,586 57,524 Sumber : DKP, 2008 Pada Tabel 3 dapat diperhatikan bahwa negara tujuan ekspor prioritas berbeda dengan data sebelumnya. Berdasarkan nilai ekspor terbesar, China masih tetap menjadi negara tujuan ekspor utama Indonesia dengan total nilai ekspor mencapai 42,59,000 US $ selama kurun waktu 1999 hingga Penerimaan Indonesia melalui nilai ekspor rumput laut ke negara tujuan ekspor menunjukkan trend positif, dan hal ini sekaligus menjadi indikator yang menunjukkan peluang peningkatan penerimaan yang semakin besar.

25 Analisis tentang posisi daya saing dapat ditunjukkan dengan menilai menurut volume ekspor, perkembangan hasil dan jumlah yang diekspor, serta share atau sumbangan ekspor rumput laut Indonesia terhadap total ekspor rumput laut dunia. Berdasarkan data dari FAO tahun 2008, China masih menjadi pemasok (eksportir) terbesar rumput laut dunia. Selang tahun 1999 sampai 2006, China mampu menyumbang persen terhadap ekspor rumput laut dunia. Diikuti oleh Indonesia sebesar persen. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Eksportir Rumput Laut Dunia tahun 2006 Eksportir Nilai Ekspor 2006 (Ribu US$) Volume Ekspor 2006 (Ton) Harga per Ton (Ribu US $) Δ Nilai Ekspor (%) Δ Jumlah Ekspor (%) Rata-rata Sumbangan terhadap Total Ekspor (%) China 119,545 46, Indonesia 49,586 95, Chile 33,604 41, Philippines 25,327 19, Korea, Republic of 88,486 19, Mexico Tanzania, United 1,577 7, Rep. of Morocco 18,607 6, Ireland 5,909 12, Australia 3,471 8, Sumber : FAO (2008), diolah Δ = Perubahan dengan tahun sebelumnya (dalam persen) Data pada Tabel 4 menunjukkan apabila diukur dari volume ekspor (tahun 2006), Indonesia berada pada posisi pertama sebagai eksportir rumput laut dengan menyumbang 95,588 ton rumput laut. Hal ini terjadi karena Indonesia pada tahun 2006 telah menjadi pemasok terbesar untuk jenis Euchema. Tetapi, apabila diukur berdasarkan nilai ekspor rumput laut, Indonesia pada tahun 2006 hanya menempati urutan ke-tiga. Jika dilihat dari sisi harga, Indonesia hanya berada pada posisi ke-tujuh, dimana pada tahun 2006 harga rumput laut ekspor Indonesia hanya 520 US $ per ton. Kesimpulannya adalah bahwa ternyata penerimaan atas ekspor rumput laut Indonesia lebih kecil dari penerimaan negara pesaing, walaupun volume ekspor Indonesia lebih besar. Hal ini menjadi indikator yang perlu dikaji terkait dengan permasalahan daya saing di pasar internasional.

26 Berkaitan dengan informasi tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia cukup memiliki kemampuan dalam memperebutkan pangsa pasar rumput laut dunia. Tetapi, terkait dengan harga ekspor dapat dikatakan bahwa posisi tawar Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan produsen lain. Dan hal ini sangat berkaitan dengan daya saing Indonesia di pasar internasional. Dengan demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing ekspor rumput laut Indonesia ke negara-negara tujuan, baik faktor internal maupun faktor eksternal, dan bagaimana pengaruhnya perlu diketahui dengan baik. Beragam permasalahan masih meliputi kemampuan Indonesia dalam mengekspor dan bersaing dalam perebutan pangsa pasar dunia untuk pemenuhan kebutuhan rumput laut dunia baik masalah produksi, harga, dan juga kualitas, serta faktor lainnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dirumuskan beberapa permasalahan yang ingin dipecahkan terkait dengan posisi daya saing rumput laut Indonesia di pasar internasional berdasarkan pendekatan pangsa pasar. Secara lebih eksplisit, pertanyaan-pertanyaan yang bisa membantu dalam penelitian dan perbaikan daya saing Indonesia dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana pola perkembangan pangsa pasar rumput laut Indonesia di pasar internasional. 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi besaran pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia ke negara-negara tujuan serta pengaruhnya terhadap ekspor rumput laut Indonesia. 3. Bagaimana posisi daya saing ekspor rumput laut Indonesia di pasar ekspor rumput laut dunia berdasarkan pendekatan pangsa pasar ekpor rumput laut Indonesia 1.3 Tujuan Penelitian Terkait dengan permasalahan yang telah dirumuskan, penelitian ini dilakukan untuk : 1. Mengidentifikasi pola perkembangan pangsa pasar rumput laut Indonesia di pasar internasional. 2. Menganalisis dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pangsa pasar rumput laut Indonesia di negara-negara tujuan ekspor serta pengaruhnya terhadap ekspor rumput laut Indonesia

27 3. Menganalisis posisi daya saing ekspor rumput laut berdasarkan pendekatan model pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi para manager atau pengusaha agribisnis, khususnya komoditi rumput laut, perencana strategi perusahaan dalam bisnis rumput laut, pemerintah dan pengambil kebijakan (policy maker), serta produsen ataupun eksportir dalam meningkatkan daya saing ekspor rumput laut Indonesia di pasar internasional. Penelitian juga dapat bermanfaat sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Sehubungan dengan keterbatasan waktu, ketersediaan data serta kemampuan dalam melakukan penelitian, maka perlu dijelaskan bahwa ruang lingkup penelitian ini meliputi : 1. Daya saing dalam penelitian ini dilakukan dengan menganalisis pangsa pasar rumput laut Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama Indonesia, ditentukan berdasarkan nilai ekspor terbesar. 2. Penelitian daya saing ini dilakukan dengan menggunakan pangsa pasar digunakan sebagai ukuran daya saing yang dijelaskan kemudian. 3. Penelitian menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor dengan menggunakan variabel volume ekspor, harga ekspor, nilai tukar, GDP negara tujuan, dan produksi rumput laut Indonesia sebagai faktor dugaan. 4. Dalam analisis daya saing rumput laut, komoditi rumput laut dipilih karena merupakan salah satu komoditi unggulan, dan juga termasuk dalam program revitalisasi perikanan yang dicanangkan pemerintah. 5. Tahun analisis yang diambil adalah delapan tahun, yakni dari tahun 1999 hingga 2006, didasarkan pada kelengkapan data untuk kebutuhan analisis.

28 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut atau seaweeds sangat populer dalam dunia perdagangan, dalam ilmu pengetahuan dikenal sebagai algae. Algae atau ganggang terdiri dari empat kelas, yaitu Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang coklat), Cholorophyceae (ganggang hijau), dan Cyanophyceae (ganggang hijaubiru). Bila dilihat dari ukurannya, ganggang terdiri dari mikroskopik dan makroskopik. Ganggang makroskopik inilah yang kita kenal sebagai rumput laut. Rumput laut dikenal pertama kali di China kira-kira 2700 SM. Pada masa tersebut, rumput laut digunakan untuk obat-obatan dan sayuran. Tahun 65 SM bangsa Romawi menggunakan rumput laut sebagai bahan baku kosmetik, namun dari waktu ke waktu pengetahuan tentang rumput laut semakin berkembang. Spanyol, Perancis, dan Inggris menjadikan rumput laut sebagai bahan baku pembuatan gelas (DKP, 2007) Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat tergantung dari faktorfaktor oseanografi (fisika, kimia, dan dinamika air laut) serta jenis substratnya. Rumput laut banyak dijumpai pada daerah perairan yang dangkal (intertidal dan sublitorral) dengan kondisi perairan berpasir, sedikit lumpur, atau campuran keduanya. Kandungan rumput laut umumnya adalah mineral esensial (besi, iodin, alluminium, mangan, calsium, nitrogen terlarut, fosfor, sulfur, chlor silicon, rubidium, strontium, barium, titanium, cobalt, boron, copper, kalium, dan unsurunsur lainnya yang dapat dilacak), protein, tepung, gula, vitamin A, D, dan C. Presentase keberadaan bahan-bahan ini bervariasi, tergantung dari jenisnya. Pemanfaatan rumput laut dewasa ini semakin luas dan beragam, karena peningkatan pengetahuan akan komoditi ini. Umumnya rumput laut banyak digunakan sebagai bahan makanan bagi manusia, sebagai bahan obat-obatan (anticoagulant, antibiotics, antimehmetes, antihypertensive agent, pengurang kolesterol, dilatory agent, dan insektisida). Rumput laut juga banyak digunakan sebagai bahan pakan organisme di laut, sebagai pupuk tanaman dan penyubur tanah, sebagai pengemas transportasi yang sangat baik untuk lobster dan clam

29 hidup (khususnya dari jenis Ascophyllum dan focus), sebagai stabilizer larutan, dan juga kegunaan lainnya. Perkembangan produk turunan dewasa ini juga sudah banyak diolah menjadi kertas, cat, bahan kosmetik, bahan laboratorium, pasta gigi, es krim, dan lain-lain (Indriani dan Suminarsih, 1999). Tumbuhan ini bernilai ekonomis tinggi karena penggunaannya yang sangat luas dalam industri kembang gula, kosmetik, es krim, media cita rasa, roti, susu, sutera, pengalengan ikan/daging, obat-obatan dan batang besi untuk solder atau las. Jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jenis Rumput Laut yang Memiliki Nilai Ekonomis Tinggi Produk Agar-agar Karaginan Alginat Furcelaran Acantthopeltia Chondrus Ascophyllum Furcellaria Gracilaria Euchema Durvillea Jenis Gelidella Gigartina Ecklonia Rumput Gelidium Hypnea Turbinaria Laut Iriclaea Pterrocclaidia Phyllophora Sumber : Eka (2006) Agar-agar digunakan sebagai bahan pemantap, bahan penolong atau pembuat emulsi, bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan pembuat gel. Karaginan merupakan senyawa polisakarida yang memiliki kegunaan hampir sama dengan agar-agar, antara lain sebagai pengatur keseimbangan, bahan pengental, pembentuk gel dan pembuat emulsi. Sedangkan algin, merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linier panjang. Kegunaannya adalah sebagai bahan pengental, pengatur keseimbangan, pengemulsi dan pembentuk lapisan tahan terhadap minyak. Perdagangan internasional menggunakan kode dagang sebagai tanda pengenal (id) untuk mewakili komoditas dagang tertentu, dinamakan kode HS (Harmonized system). Berdasarkan kode HS, komoditas rumput laut termasuk dalam kategori hs , seaweeds and other alga, fresh and dried whether or not ground (ganggang laut dan ganggang lainnya).

30 2.2 Budidaya Rumput Laut Seiring kebutuhan rumput laut yang semakin meningkat, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri, sekaligus memperbesar devisa negara dari sektor non-migas, maka cara terbaik untuk tidak selalu menggantungkan persediaan dari alam adalah dengan melakukan budidaya rumput laut. Hingga saat ini, produksi rumput laut sangat besar didukung oleh budidaya. Berdasarkan data DKP, persen produksi Indonesia adalah dari hasil budidaya. Hal tersebut dapat terjadi karena potensi alam Indonesia yang sangat mendukung dan hampir dapat dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Secara umum, budidaya rumput laut Indonesia masih dilakukan dengan sederhana. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya rumput laut, yang juga dapat menentukan keberhasilan budidaya itu sendiri. Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Pemilihan lokasi yang memenuhi persyaratan bagi jenis rumput laut yang akan dibudidayakan. Hal ini perlu dilakukan karena ada perlakukan yang berbeda untuk tiap jenis rumput laut 2. Pemilihan atau seleksi bibit yang baik, penyediaan bibit dan cara pembibitan yang tepat. 3. Metode budidaya yang tepat 4. Pemeliharaan tanaman 5. Metode panen dan perlakuan pasca panen yang benar 6. Pembinaan dan pendampingan secara kontinyu kepada petani. Budidaya rumput laut dewasa ini semakin digalakkan, baik secara intensif maupun ekstensif dengan memanfaatkan lahan yang ada. Kini, budidaya rumput laut tidak hanya dilakukan di perairan pantai (laut) tetapi juga sudah mulai digalakkan pengembangannya di perairan payau (tambak). Budidaya rumput laut di perairan pantai amat cocok diterapkan pada daerah yang memiliki lahan tanah sedikit (sempit) serta berpenduduk padat, sehingga diharapkan pembukaan lahan budidaya rumput laut diperairan dapat menjadi salah satu alternatif untuk membantu mengatasi lapangan kerja yang semakin kecil. Menurut Indriani dan Suminarsih (1999), terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk budidaya rumput laut di perairan pantai, yaitu :

31 1. Pemilihan Lokasi Beberapa persyaratan yang diperhatikan terkait dengan lokasi yakni : perairan cukup tenang, terlindung dari pengaruh angin dan ombak; tersedianya sediaan rumput alami setempat (indikator); juga dengan kedalaman yang tidak boleh kurang dari dua kaki (sekitar 60 cm) pada saat surut terendah dan tidak boleh lebih dari tujuh kaki (sekitar 210 cm) pada saat pasang tertinggi. Selain itu juga harus didukung dasar perairan (tipe dan sifat substratum) yang digunakan. Faktor lain yang juga perlu diperhatikan adalah kualitas air, akses tenaga kerja, perizinan, dan sebagainya. 2. Melakukan uji penanaman Setelah menemukan lokasi yang secara umum sudah baik, perlu dilakukan uji penanaman untuk mengetahui apakah daerah tersebut memberikan pertumbuhan yang baik atau tidak. Pengujian dilakukan dengan metode tali dan metode jaring. Pada metode tali digunakan tali monofilament atau polyethilene yang diikatkan pada dua tiang pancang yang dipasang dengan jarak sekitar 12 meter. Sedangkan pada metode jaring dapat menggunakan jaring monofilament atau polyethilene dengan ukuran 5 x 2.5 m yang diikatkan pada tiang pancang. 3. Menyiapkan areal budidaya Setelah lokasi sudah dipastikan cukup baik, maka dilakukan persiapan lahan sebagai berikut : a. Bersihkan dasar perairan lokasi budidaya dari rumput-rumput laut liar dan tanaman pengganggu lain yang biasa tumbuh subur. b. Bersihkan calon lokasi dari karang, batu, bintang laut, bulu babi, maupun hewan predator lainnya. c. Menyiapkan tempat penampungan benih (seed bin), bisa terbuat dari kerangka besi dan berjaring kawat atau dari rotan, bambu, ukurannya bervariasi 2 x 2 x 1.5 meter atau 2 x 2 x meter. 4. Memilih metode budidaya yang akan digunakan Membudidayakan rumput laut di lapangan (field culture) dapat dilakukan dengan tiga macam metode berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan, yakni metode dasar, metode lepas dasar, dan metode apung.

32 a. Metode dasar (bottom method) Metode dasar adalah metode pembudidayaan rumput laut menggunakan benih bibit tertentu, yang telah diikat, kemudian ditebarkan ke dasar perairan, atau sebelum ditebarkan benih di ikat dengan batu karang. Metode ini juga terbagi atas dua yaitu : metode sebaran (broadcast) dan juga metode budidaya dasar laut (bottom farm method). b. Metode lepas dasar (Off-bottom method) Metode ini dilakukan dengan mengikatkan benih rumput laut (yang diikat dengan tali rafia) pada rentangan tali nilon atau jaring di atas dasar perairan dengan menggunakan pancang-pancang kayu. Metode ini terbagi atas : metode tunggal lepas dasar (Off-bottom monoline method), metode jaring lepas dasar (Off-bottom-net method), dan metode jaring lepas dasar berbentuk tabung (Off-bottom-tabular-net method). c. Metode apung (floating method) Metode ini merupakan rekayasa bentuk dari metode lepas dasar. Pada metode ini tidak lagi digunakan kayu pancang, tetapi diganti dengan pelampung. Metode ini terbagi menjadi : metode tali tunggal apung (Floating-monoline method), dan metode jaring apung (Floating net method). 5. Penyediaan bibit Setelah dipilih metode budidaya yang akan dilakukan, langkah selanjutnya adalah penyediaan bibit. Bibit dikumpulkan dari pembibitan langsung, dilakukan dengan beberapa metode pengumpulan benih, yaitu : a. Metode penyebaran secara spontan Potongan-potongan (fragmen tetrasporotphyte) diletakkan pada jaringjaring benih (seed nets) dan dapat pula diletakkan pada potonganpotongan batu di dalam tangki pengumpul yang telah diisi air laut. Setelah itu dibiarkan hingga tetraspora menyebar secara spontan. b. Metode kering Tetrasporotphyte dikeringkan dibawah sinar matahari selama tiga jam, kemudian ditempatkan dalam tangki seperti motode a di atas. Prosedur berikutnya sama dengan metode a.

33 c. Metode kejutan osmotic Tetrasporotphyte direndam dalam air laut berkonsentrasi 1,030 g/cm 3 selama 25 menit, kemudian direndam ke dalam air laut berkonsentrasi normal sambil diaduk dan akhirnya suspensi spora dapat diperoleh. 6. Penanaman bibit Bibit yang akan ditanam adalah thallus yang masih muda dan berasal dari ujung thallus tersebut. Saat yang baik untuk penebaran maupun penanaman benih adalah pada saat cuaca teduh (tidak mendung) dan yang paling baik adalah pagi hari atau sore hari menjelang malam. 7. Perawatan selama pemeliharaan Seminggu setelah penanaman, bibit yang ditanam harus diperiksa dan dipelihara dengan baik melalui pengawasan yang teratur dan kontinyu. Bila kondisi perairan kurang baik, seperti ombak yang keras, angin serta suasana perairan yang banyak dipengaruhi kondisi musim (hujan/kemarau), perlu pengawasan 2-3 hari sekali. 8. Pemanenan Pemanenan dapat dilakukan bila rumput laut telah mencapai berat tertentu, yakni sekitar empat kali berat awal (waktu pemeliharaan bulan). Cepat tidaknya pemanenan tergantung metode dan perawatan yang dilakukan setelah bibit ditanam. 9. Pengeringan hasil panen Penanganan pasca panen, termasuk pengeringan yang tepat sangat perlu, mengingat pengaruh langsungnya terhadap mutu dan harga penjualan di pasar. Budidaya rumput laut di tambak merupakan salah satu cara pemanfaatan lahan untuk memenuhi permintaan rumput laut yang semakin meningkat, terutama untuk rumput laut jenis Gracillaria sp. Budidaya rumput laut di tambak memiliki lebih banyak keunggulan daripada budidaya di perairan pantai (laut). Keuntungan itu antara lain : tanaman rumput laut agak terlindungi dari pengaruh lingkungan yang kurang sesuai, serta juga memungkinkan untuk dilakukan pemupukan, termasuk kemudian mengontrol kualitas air, khususnya salinitas.

ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL SKRIPSI MARK MAJUS RAJAGUKGUK H34066078 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam ilmu pengetahuan dikenal sebagai algae. Algae atau ganggang terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam ilmu pengetahuan dikenal sebagai algae. Algae atau ganggang terdiri 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut atau seaweeds sangat populer dalam dunia perdagangan, dalam ilmu pengetahuan dikenal sebagai algae. Algae atau ganggang terdiri dari empat kelas,

Lebih terperinci

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c.

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 104.000 km serta memiliki 17.504 pulau. Wilayah laut Indonesia membentang luas

Lebih terperinci

BUDIDAYA RUMPUT LAUT DALAM UPAYA PENINGKATAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN

BUDIDAYA RUMPUT LAUT DALAM UPAYA PENINGKATAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN Budidaya rumput laut dalam upaya peningkatan industrialisasi perikanan (Bambang Priono) BUDIDAYA RUMPUT LAUT DALAM UPAYA PENINGKATAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN Bambang Priono Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia 41 V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT 5.1. Perkembangan Produksi dan Ekspor Rumput Laut Dunia 5.1.1. Produksi Rumput Laut Dunia Indonesia dengan potensi rumput laut yang sangat besar berpeluang menjadi salah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar

Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar Komoditas unggulan Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik diperkirakan terdapat 555 species rumput laut total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar luas area budidaya rumput laut 1.110.900

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk di dalamnya agribisnis. Kesepakatan-kesepakatan pada organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara di dalam perdagangan internasional. Dalam era perdagangan bebas saat ini, daya

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA SKRIPSI TIUR MARIANI SIHALOHO H34076150 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, termasuk salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu 95.181 km dan memiliki keanekaragaman hayati laut berupa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut mencapai 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km, serta jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau (KKP 2009).

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut 1 1. PENDAHULUAN Rumput laut atau yang biasa disebut seaweed tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Sargassum talusnya berwarna coklat, berukuran besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT DISUSUN OLEH : NAMA : ANANG SETYA WIBOWO NIM : 11.01.2938 KELAS : D3 TI-02 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012/2013 TEKNOLOGI BUDIDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004),

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya hayati sangat besar dan beragam, salah satunya adalah rumput

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A 14105524 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Oleh : MAYA ANDINI KARTIKASARI NRP. A14105684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp) adalah salah satu satu komoditas perikanan yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan komoditas unggulan. Dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Oleh : AYU LESTARI A14102659 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara maritim, dua pertiga wilayahnya merupakan lautan dan luas perairan lautnya mencapai 5.8 juta km 2 termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi yang besar di sektor perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan memiliki

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati yang sangat besar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO Pendahuluan Perkembangan perekonomian NTT tidak dapat hanya digerakkan oleh kegiatan perekonomian di Kota Kupang saja. Hal tersebut mengindikasikan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA

V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA 5.1. Perdagangan Internasional Hasil Perikanan Selama lebih dari beberapa dekade ini, sektor perikanan dunia telah banyak mengalami perkembangan dan perubahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) a. www.aquaportail.com b. Dok. Pribadi c. Mandegani et.al (2016) Rumput laut

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H i ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H14053157 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, dengan garis pantai sekitar 81.000 km. Wilayah lautannya meliputi 5,8 juta km2 atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan luas perairan 5,8 juta kilometer persegi dan garis pantai 50 ribu mil kedua

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan luas perairan 5,8 juta kilometer persegi dan garis pantai 50 ribu mil kedua 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dengan luas perairan 5,8 juta kilometer persegi dan garis pantai 50 ribu mil kedua terpanjang di dunia, Indonesia merupakan lahan subur bagi rumput laut. Di perairan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI NOPE GROMIKORA H34076111 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN NOPE

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumput laut merupakan salah satu komoditas yang paling potensial dikembangkan di Indonesia dan juga merupakan salah satu produk unggulan pemerintah dalam mencapai visi pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilakan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Secara sempit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selain peran geopolitik, laut juga memiliki peran geoekonomi (Mulyadi, 2007). Rumput laut merupakan salah satu jenis komoditas unggulan budi daya perairan dengan nilai

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK SKRIPSI MARUDUT HUTABALIAN A14105571 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS)

REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) BALAI BESAR BADAN LITBANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2014 PENETAPAN HARGA DASAR RUMPUT LAUT NASIONAL

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian. Ekspor negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian, salah satunya hortikultura

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Oleh: NORTHA IDAMAN A 14105583 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut atau sea weeds secara ilmiah dikenal dengan istilah alga atau ganggang. Rumput laut termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO

ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO SKRIPSI ARDIAN SURBAKTI H34076024 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA

KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA DISUSUN OLEH : Yosua 125100601111007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Rumput Laut Rumput laut adalah makroalga yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk I. PENDAHULUAN Eucheuma cottonii merupakan salah satunya jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena mengandung karaginan yang berupa fraksi Kappa-karaginan. Rumput

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK (Kasus : Rumah Makan di Kota Bogor) EKO SUPRIYANA A.14101630 PROGRAM STUDI EKSTENSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas yang diunggulkan di sektor kelautan dan perikanan.. Tujuan

I. PENDAHULUAN. komoditas yang diunggulkan di sektor kelautan dan perikanan.. Tujuan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi pasar dan liberalisasi investasi, peran sektor pertanian menjadi semakin penting dan strategis sebagai andalan bagi pertumbuhan ekonomi. Salah satu pusat

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan masalah kemiskinan dan tantangan dampak krisis ekonomi yang ditandai dengan tingginya tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dengan semakin berkembangnya industri-industri makanan dan minuman di

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dengan semakin berkembangnya industri-industri makanan dan minuman di BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dengan semakin berkembangnya industri-industri makanan dan minuman di Indonesia, maka jenis makanan dan minuman yang dipasarkan pun bermacam-macam. Akan tetapi kebanyakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN SELATAN BULAN JUNI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN SELATAN BULAN JUNI 2011 No. 41/08/63/Th.XV, 01 Agustus 2011 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN SELATAN BULAN JUNI 2011 Nilai ekspor Kalimantan Selatan bulan Juni 2011 mencapai US$907,74 juta atau naik 17,81 persen dibanding

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan berbagai jenis tanaman rempah rempah dan menjadi negara pengekspor rempah rempah terbesar di dunia. Jenis rempah rempah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil dikumpulkan melalui sektor pertekstilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR SKRIPSI OOM ROHMAWATI H34076115 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 143 V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 1989-2008 Tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui posisi daya saing Indonesia dan Thailand dalam mengekspor udang ketiga pasar utama akan dilakukan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seperti China Asia Free Trade Area (CAFTA) dapat memperparah keadaan krisis

I. PENDAHULUAN. seperti China Asia Free Trade Area (CAFTA) dapat memperparah keadaan krisis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan masalah kemiskinan dan tantangan dampak krisis ekonomi yang ditandai dengan tingginya tingkat

Lebih terperinci

PROYEKSI PENAWARAN TEBU INDONESIA TAHUN 2025 : ANALISIS RESPON PENAWARAN OLEH I MADE SANJAYA H

PROYEKSI PENAWARAN TEBU INDONESIA TAHUN 2025 : ANALISIS RESPON PENAWARAN OLEH I MADE SANJAYA H PROYEKSI PENAWARAN TEBU INDONES SIA TAHUN 2025 : ANALISIS RESPON PENAWA ARAN OLEH I MADE SANJAYA H14053726 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMENN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PROYEKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan Internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang disampaikan Salvatore

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serat kapas yang berasal dari tanaman kapas (Gossypium hirsutum L.) merupakan salah satu bahan baku penting untuk mendukung perkembangan industri Tekstil dan Produk Tekstil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia merupakan negara produsen

Lebih terperinci