PEMILIHANLOKASI UNTUK BUDIDAYA IKAN KERAPU DALAM KERAMBA JARING APUNG DI TELUK MALLASORO, KABUPATEN JENEPONTO,PROVINSI SULAWESI SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMILIHANLOKASI UNTUK BUDIDAYA IKAN KERAPU DALAM KERAMBA JARING APUNG DI TELUK MALLASORO, KABUPATEN JENEPONTO,PROVINSI SULAWESI SELATAN"

Transkripsi

1 407 Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu dalam... (Rezki Antoni Suhaimi) PEMILIHANLOKASI UNTUK BUDIDAYA IKAN KERAPU DALAM KERAMBA JARING APUNG DI TELUK MALLASORO, KABUPATEN JENEPONTO,PROVINSI SULAWESI SELATAN ABSTRAK Rezki Antoni Suhaimi, Hasnawi, dan Mat Fahrur Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Jalan Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan Kabupaten Jeneponto memiliki potensi lahan untuk pengembangan budidaya keramba jaring apung di laut, namun informasi mengenai hal tersebut masih termasuk kurang. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang diharapkan mampu mengidentifikasi parameter físika, kimia dan biologi perairan pada zona perairan Teluk Mallasoro, Jeneponto, menganalisis nilai kesesuaian perairan bagi pengembangan budidaya laut, serta menentukan daerah rekomendasi untuk budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung di Teluk Mallasoro.Metode survei diaplikasikan dalam penelitian ini. Hasil identifikasi perameter perairan Teluk Mallasoro, didapatkan nilai: kedalaman 10,0 sampai 18,8 m, dengan rata-rata sebesar 14,67± m; kecepatan arus <0,1sampai 0,3 m/dt dengan rata-rata sebesar 0,2±0,067 m/dt; kecerahan 6,0 m sampai 9,5 m dengan rata-rata sebesar 8,43±1,116 m; suhu 29,46 sampai 29,61ºC dengan rata-rata sebesar 29,54±0,0581ºC; salinitas 29,97 sampai 30,20 ppt dengan rata-rata sebesar 30,08±0.08 ppt; ph 7,87 sampai 8,45 dengan rata-rata sebesar 8,07±0,175; oksigen terlarut 6,21 sampai 7,02 dengan rata-rata sebesar 6,72±0,337 mg/l; NO 3 0,039 sampai 0,123 mg/l dengan rata-rata sebesar 0,061±0,0297 mg/l; NH 3 0,127 sampai 0,153 mg/l, dengan rata rata sebesar 0,140±0,0101 mg/l; PO 4 0,051 sampai 0,064 mg/ L dengan rata-rata 0,058±0,0039 mg/l; mutan padatan tersuspensi 0,0040 sampai 0,0025 mg/l dengan rata-rata sebesar 0,014±0,0078 mg/l. Sedimen dasar didominasi oleh pasir berlumpur. Hasil analisis kesesuaian lahan pada zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung di Teluk Mallasoro secara umum adalah berada pada kelas S1 (sangat sesuai) dan S2 (cukup sesuai), kecuali untuk titik pengamatan 4 dan 5 yang berada pada kelas N (tidak sesuai). KATA KUNCI: lokasi, budidaya laut, kerapu, Kabupaten Jeneponto PENDAHULUAN Secara geografis, Kawasan Timur Indonesia merupakan kawasan yang sebagian besar terdiri dari laut, yang perkembangan kelautannya pada abad XXI diproyeksikan akan menjadi penting (Agoes, 2001). Kabupaten Jeneponto terletak di ujung bagian Barat wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah ha atau 749,79 km 2 dan jarak tempuh dari ibukota Provinsi Sulawesi Selatan (Makassar) sepanjang 90 km. Panjang wilayah/zona pantai yang dimiliki Kabupaten Jeneponto adalah 114 km. Dengan adanya Undang-Undang Otonomi No. 22Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun1999, tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dandaerah, makakegiatan pengelolaan wilayah pesisir menjadi tanggung jawab daerah (Dahuri et al., 2004). Menurut Heemstra dan Randall (1993), ikan kerapu termasuk dalam subfamili Epineplhalinae dari famili Serranidae. Di dunia terdapat sekitar 115 spesies ikan kerapu dari 15 genera yang telah dikenal dewasa ini. Ikan kerapu tersebar luas dari perairan tropis hingga subtropis. Di alam ikan kerapu hidup di dekat dasar perairan, sebagian besar di perairan karang meskipun ada pula yang hidup di perairan estuaria dan sebagian lagi menyenangi habitat berpasir. Dalam ekosistem perairan karang, ikan kerapu dikenal sebagai predator yang memakan segala jenis ikan, krustase (jenis udang dan kepiting) dan sepalopoda (jenis cumi-cumi). Kerapu merupakan jenis ikan yang menyendiri (solitary fishes) dan pada umumnya tinggal dalam jangka waktu yang lama di karang. Tempat tinggal yang spesifik serta pertumbuhannya yang relatif lambat menyebabkan mudahnya terjadi tangkap lebih (over fishing). Pada saat pemijahan, sekumpulan ikan kerapu menyatu (spawning aggregation) dan sangat rentan pada operasi penangkapan.

2 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur Pemilihan lokasi yang tepat merupakan faktor yang penting dalam menentukan kelayakan usaha budidaya (Milne, 1979), demi keberhasilan budidaya, ada beberapa pertimbangan yang yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi adalah kondisi teknis yang terdiri atas parameter fisik, kimia dan biologi dan non-teknis yang berupa pangsa pasar, keamanan dan sumberdaya manusia (Pillay, 1990). Salah satu kesalahan dalam pengembangan budidaya adalah lingkungan perairan yang tidak sesuai. Kenyataan bahwa, penentuan lokasi pengembangan budidaya, lebih berdasarkan feeling atau trial and error (Hartoko & Helmi, 2004). Pengelolaan sumberdaya perairan yang tepat, mengharapkan kesesuaian yang cocok untuk setiap tujuan penggunaan sumberdaya tersebut, karena itu pengemasan dan pengaturan perlu dilakukan (Zonneveld et al., 1991). Data atau informasi tentang kelayakan lahan sangatlah diperlukan untuk memecahkan dalam kompetisi pemanfaatan pesisir (Radiarta et al., 2005). Persoalan ini, dapat menyebabkan kegiatan pemanfaatan ruang, pada zona tersebut menjadi tidak tepat. Berkembangan teknologi pemetaan merupakan salah satu pilihan dalam penentuan lokasi budidaya (Budiyanto, 2005). Aplikasi teknologi ini, dipergunakan untuk menggambarkan lokasi bagi pengembangan budidaya laut yang dipadukan dengan parameter ekosistem perairan. Permasalahan yang dihadapi oleh aquafarmers (pembudidaya) adalah, belum adanya nilai ataupun spasial yang menggambarkan tingkat kesesuaian atau lokasi yang tepat dari perairan tersebut, bagi pengembangan budidaya. Kondisi permasalahan di atas, menimbulkan pertanyaan: Bagaimana daya dukung lingkungan perairan tersebut dari parameter fisika, kimia dan biologi, sehingga dapat mempertegas teknologi yang akanditerapkan. Berdasarkan pernyataan di atas, maka diperlukan suatu analisis penentuan lokasi pengembangan budidaya berdasarkan parameter fisika, kimia dan biologi pada zona pemanfaatan umum di Teluk Mallasoro Jeneponto, sehingga adanya kejelasan mengenai peruntukan lahan perairan yang nantinya dipakai sebagai tempat budidaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi parameter físika, kimia dan biologi perairan pada zona perairan Teluk Jeneponto, menganalisis nilai kesesuaian perairan dari parameter fisika, kimia dan biologi bagi pengembangan budidaya laut serta penentuan daerah rekomendasi untuk budidaya Ikan Kerapu dalam keramba jaring apung di Teluk Mallasoro, Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawes Selatan. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Teluk Malassaro, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto. Peta Rupabumi Indonesia dengan nomor Indeks (Jeneponto) yang digunakan dalam penelitian ini, telah dipindai dan didijitasi. Selanjutnya dilakukan anlisis spasial dengan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). Peta awal berupa Peta Penutupan/Penggunaan Lahan diperoleh dari hasil klasifikasi tidak terbimbing Citra ALOS (Advance Land Observing Satellite) ANVIR-2 (The Advance Visible and Near Infrared Radio Meter Type 2) akuisisi 28 Juli 2009 dengan Program ER Mapper 7.1 yang diintegrasikan dengan peta dasar dari peta Rupabumi Indonesia. Data dan referensi yang diperoleh dari lapangan digunakan untuk melakukan re-interpretasi citra hasil klarifikasi dan peta awal. Pengambilan sampel parameter fisika, kimia dan biologi perairan dilakukan pada pukul Wita sampai pukul WITA.Sampel yang dapat diukur secara in situ dilakukan pengukuran secara in situ dan sampel yang perlu dianalisis lebih lanjut, dibawa ke laboratorium Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros.Jumlah titik pengambilan sampel adalah sebanyak 8 titik (Gambar 1). Metode penelitian merupakan pendekatan spasial dengan melakukan pengukuran langsung parameter fisika, kimia dan biologi di lapangan. Pengukuran parameter secara in situ seperti suhu, oksigen terlarut, salinitas dan ph dengan menggunakan DO meter YSI 650. Untuk kedalaman perairan dilakukan dengan menggunakan GPSMap 178C Sounder, data yang didapat kemudian dikoreksi dengan data pasang surut ada saat pengukuran untuk mendapatkan nilai kedalaman perairan.kecerahan ditentukan dengan menggunakan secchi disk dan kecepatan arus menggunakan alat ukur arus (Flow meter). Selanjutnya beberapa parameter lain dianalisis di laboratorium, seperti, material dasar perairan diambil dengan menggunakan grab sampler dan dianalisis dengan metode pengayakan sederhana. Untuk muatan padatan tersuspensi menggunakan penyaring milipora sedangkan fosfat,nitrat, klorofila menggunakan metode spektrofotometer.

3 409 Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu dalam... (Rezki Antoni Suhaimi) Tahapan selanjutnya adalah analisis kesesuaian perairan dengan pembuatan matriks kesesuaian untuk parameter fisik, kimia dan biologi (Tabel 1). Penyusunan matriks kesesuaian merupakan dasar dari analisis keruangan melalui skoring dan faktor pembobot (Bakosurtanal, 1996). Tingkat kesesuaian dibagi atas empat kelas yaitu : Kelas S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable), Kelas S2 : Cukup Sesuai (Moderately Suitable), Kelas S3 : Sesuai Marginal (Marginally Suitable), dan Kelas N : Tidak Sesuai (Not Suitable). Evaluasi kelas kesesuaian didasari pada petunjuk DKP (2002) yaitu S1 (85 100%), S2 (75 84%), S3 (65-74%) dan N (< 65%). Pengembangan budidaya laut yang direncanakan nantinya adalah ikan kerapu dengan sistem keramba jaring apung. Tabel 1. Matrik kesesuaian untuk lokasi budidaya keramba jaring apung Parameter Satuan Bobot Nilai Keterlindungan - 3 Terlindung Cukup Terlindung Terbuka Arus m/dt 3 0,2-0,5 0,1-0,2 < 0,1 & > 0,5 MPT mg/l 3 < > 50 Kedalaman m < 5 & >15 Sedimen Dasar - 2 Pasir Pasir Berlumpur Lumpur DO mg/l 2 > < 4 Kecerahan m 2 > < 3 Suhu C < 25 & > 27 Salinitas ppt < 20 & > 30 ph - 1 6,5-8,5 4-6,4 & 8,5-9,4 < 4 & > 9,5 PO 4 mg/l 1 0,2-0,5 0,6-0,7 < 0,2 & > 0,8 NO 3 mg/l 1 0,9-3,2 0,7-0,8 & 3,3-3,4 < 0,7 & > 3,4 Keterangan : 1. Sumber : Radiarta et al. (2003), DKP (2002), SK Meneg LH (2004), Romimohtarto (2003), Basmi (2000) dalam Haumau (2005) 2. Angka Penilaian berdasarkan petunjuk DKP (2002) yaitu 5 : Baik; 3 : Sedang; 1 : Kurang 3. Bobot berdasarkan pertimbangan pengaruh parameter dominan. 4. Skor adalah? A x B Untuk mendapatkan gambaran lokasi pengembangan budidaya dilakukan proses griding terhadap nilai skor dari keseluruhan variabel parameter fisika, kimia dan biologi pada setiap koordinat. Proses ini disusun berdasarkan gabungan kelas kesesuaian yang setingkat. HASIL DAN BAHASAN Keadaan Umum Wilayah Secara administratif, Teluk Mallasoro terletak di Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto. Wilayah pesisir Teluk Mallasoro agak tertutup dan terlindung dari ombak besar karena terhalang oleh Pulau Libukang. Kondisi umum masyarakat, sebagian besar adalah nelayan dan pembudidaya tambak. Kehidupan penduduk sangat tergantung oleh hasil perikanan dan kelautan yang berasal dari Teluk Mallasoro dan sekitarnya. Dari pusat Kabupaten Jeneponto menuju Teluk Mallasoro harus menempuh perjalanan sekitar 20 km. Pendukung aksesibilitas berupa jalan penghubung, tersedia dengan kondisi yang cukup memadai. Jalan tersebut menghubungkan Ibukota Kabupaten Jeneponto (Bonto Sunggu) dan Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan (Makassar). Saat ini di perairan teluk terdapat kegiatan budidaya rumput laut yang dilakukan oleh masyarakat pesisir. Menurut Utojo et al. (2007), Teluk Mallasoro merupakan bentuk pantai yang memiliki cekungan

4 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur agak dalam, dan terdapat Pulau Libukang yang terletak disebelah barat sekitar mulut teluk serta didepannya terbentang terumbu karang yang luas, yang sangat berguna dalam manghalang gelombang, sehingga Teluk Mallasoro relatif tenang dan terlindung dari ombak. Pola pergerakan arus permukaan di perairan Teluk Mallasoro dipengaruhi oleh angin dan pola arus yang terjadi dari pecahan ombak dari Laut Flores yang menuju teluk. Pasang surut dianggap cukup mempengaruhi kondisi arus di perairan teluk. Kondisi pasang surut di sekitar Teluk Mallasoro mempunyai tipe diurnal yaitu terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam sehari, dengan tunggang pasang 144 cm (Utojo et al., 2007). Kondisi Oseanografi Teluk Mallasoro Pengambilan data parameter fisika, kimia dan biologi dilakukan bulan Maret tahun 2011, pada saat wilayah Jeneponto berada dalam musim timur. Lokasi pengambilan sampel sebanyak 8 titik. Sebaran titik pengambilan contoh dari parameter fisika, kimia dan biologi diperlihatkan pada Gambar 1 dan Tabel 2. Berdasarkan hasil survei kondisi perairan Teluk Mallasoro pada 8 titik pengamatan, terlihat bahwa secara umum daerah Teluk Mallasoro memiliki kelayakan dalam hal budidaya laut terutama keramba jaring apung.menurut Ahmad et al. (1996) pengembangan usaha budidaya perikanan pesisir berbasis budidaya laut dapat dilakukan pada kawasan pesisir seperti selat, teluk, laguna, dan muara sungai yang terlindung dari, pengaruh arus yang kuat, gelombang yang besar angin yang kencang serta bebas cemaran. Kedalaman perairan pada titik pengamatan di zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Teluk Mallasoro berkisar antara 10,0 m sampai 18,8 m, dengan rata-rata sebesar 14,67 ± 2,8268 m. Titik pengamatan terdalam terdapat pada titik pengamatan 4, sedangkan yang dangkal berada pada titik pengamatan 7. Kedalaman perairan di atas memperlihatkan kisaran nilai yang Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel air diperairan Teluk Mallasoro, Jeneponto, Sulawesi Selatan

5 411 Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu dalam... (Rezki Antoni Suhaimi) Tabel 2. Rata-rata hasil pengamatan dan pengukuran kondisi perairan Teluk Mallasoro

6 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur cukup mendukung mendukung bagi kegiatan budidaya laut, terutama bagi keramba jaring apung untuk budidaya ikan kerapu. Kecepatan arus di zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Teluk Mallasoro bervariasi antara <0,1 m/dt sampai 0,3 m/dt dengan rata-rata sebesar 0,2 ± 0,067 m/dt. Dikarenakan ketelitian alat, untuk hasil data pengukuran arus didapat nilai 0,3 m/dtk untuk titik pengamatan 1, 2, 3, 8 dan nilai kecepatan arus <0,1 untuk titik pengamatan 4, 5, 6, 7. Perbedaan kecepatan arus didugadisebabkan oleh letak lokasi titik pengamatan dan kondisi pasang surut saat dilakukan pengukuran. Pada saat yang lain adanya turbulensi dan perairan yang cukup terbuka merupakan pendugaan lain terjadi perbedaan kuat arus. Hasil pengukuran rara-rata kecepatan arus di perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Teluk Mallasoro masih berada pada nilai yang dianjurkan, walaupun bukan pada kisaran yang ideal. Arus air sangat mempengaruhi pertukaran air dalam keramba, dan dapat juga berfungsi dalam pembersihan sisa metabolisme ikan. Selain itu arus juga berguna dalam membawa oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh ikan. Namun, arus yang terlalu besar dapat membuat kerusakan pada infrastruktur keramba jaring apung. Selain itu, dapat juga membuat ikan menjadi stress karena ikan akan mengeluarkan banyak energi untuk tetap bertahan pada keramba, dan diduga nantinya dapat membuat selera makan ikan berkurang. Kecerahan perairan di zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Teluk Mallasoro berkisar antara 6,0 m hingga 9,5 mdengan rata-rata 8,43±1,116 m.sebaran kecerahan tertinggi terdapat pada titik pengamatan 1. Sedangkan pada pada titik pengamatan 2, memperlihatkan tingkat kecerahan yang terendah. Perairan yang memiliki kecerahan yang bagus menyebabkan sinar matahari dapat menembus jauh ke dalam perairan. Artinya nilai kecerahan adalah indikator terhadap kejernihan sebuah perairan dan sangat baik untuk digunakan sebagai lokasi pembesaran. Suhu perairan di zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Teluk Mallasoro mempunyai kisaran antara 29,46 sampai 29,61ºC dengan rata-rata sebesar 29,54±0,058172ºC. Nilai suhu terendah terdapat pada titik pengamatan 2, sedangkan tertinggi terdapat pada titik pengamatan 6. Dari hasil pengukuran in situ di lokasi, dapat dilihat bahwa kondisi suhu sangat optimal untuk budidaya keramba jaring apung ikan kerapu pada daerah Teluk Mallasaro, karena suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme. Gambar 2. Peta kedalaman perairan Teluk Mallasoro, Jeneponto, Sulawesi Selatan

7 413 Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu dalam... (Rezki Antoni Suhaimi) Salinitas berpengaruh terhadap tekanan osmotik media (Anggoro, 1990 dalam Kangkan et al., 2007) sehingga, penting dijaga keseimbangan osmolaritas cairan internal dan eksternal. Fluktuasi salinitas yang besar menyebabkan ginjal dan insang ikan tidak mampu mengatur osmosis cairan tubuh. Secara umum nilai salinitas pada zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Teluk Mallasoro memperlihatkan kisaran yang mendukung kegiatan budidaya laut. Salinitas perairan di zona pemanfaatan umum Teluk Mallasoro mempunyai kisaran 29,97 ppt pada titik pengamatan 2 sampai 30,20 ppt pada titik pengamatan 2 dengan rata-rata sebesar 30,08±0,08 ppt. Nilai salinitas yang didapat pada saat pengukuran in situ di lokasi dianggap optimal untuk budidaya keramba jaring apung yang berkisar antara ppt (Radiarta et al., 2003). Pengukuran in situ terhadap parameter ph perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Teluk Mallasoro memperlihatkan kisaran nilai sebesar 7,87 sampai 8,45, dengan ratarata 8,07±0,175.Nilai ph terendah terdapat pada titik pengamatan 4 dan nilai tertinggi ada pada titik pengamatan 7. Perbedaan nilai ph dalam perairan diduga, disebabkan oleh adanya perbedaan waktu pengukuran. Perubahan nilai ph dalam perairan mempunyai siklus harian. Siklus ini merupakan fungsi dari karbondioksida. Effendi (2003) mengatakan bahwa, jika perairan mengandung karbondioksida bebas dan ion karbonat maka ph cenderung asam, dan ph akan kembali meningkat jika CO 2 dan HCO 3 mulai berkurang. ph perairan dapat mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Hal ini senada dengan Kordi (2005) yang menyatakan ph rendah maka konsentrasi oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernafasan naik dan selera makan menurun. Budidaya keramba jaring apung untuk ikan kerapu sangat cocok pada rentang ph 6,5-8,5 (Romimohtarto, 2003). Parameter kualitas air lainnya pada perairan Teluk Mallasoro Jeneponto, didapat nilai oksigen terlarut tertinggi 7,02 mg/l pada titik pengamatan 3 dan terendah sebesar 6.21 mg/l untuk titik pengamatan 8 dengan nilai rata-rata sebesar 6,72 ± 0,337 mg/l. Besarnya nilai oksigen terlarut diduga karena adanya siklus harian perairan serta pergerakan masa perairan. Konsentrasi oksigen terlarut dalam air dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan rasio konversi pakan. Konsentrasi oksigen terlarut berpengaruh terhadap jumlah dan menjadi batasan terhadap ikan yang dibudidayakan. Akbar & Sudaryanto (2001) menambahkan bahwa Ikan kerapu dapat hidup optimal pada konsentrasi oksigen terlarut lebih dari 5 mg/l. Hasil pengukuran terhadap parameterl nitrat (NO 3 ) memperlihatkan nilai yang bervariasi antara 0,039 sampai 0,123 mg/l dengan nilai rata-rata sebesar 0,061±0,0297 mg/l. Nitrat terendah terdapat pada titik pengamatan 2 dan tertinggi terdapat pada titik pengamatan 8. Hutabarat (2000) menyatakan bahwa konsentrasi nitrat akan semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Secara normatif keberadaan nitrat dalam perairan ditunjang pada transpor nitrat ke daerah tersebut, oksidasi amoniak oleh mikroorganisme dan kebutuhan produktivitas primer. Sedangkan untuk nitrit (NO 2 ) menunjukkan variasi nilai yaitu antara 0,0038 mg/l (titik pengamatan 2) sampai 0,0215 mg/l (titik pengamatan 5) dengan rata-rata nitrit untuk keseluruhan titik pengamatan sebesar 0,0080±0,0058 mg/l. Secara umum nilai nitrit yang ada di perairan berbanding lurus dengan nilai nitrat. Sementara itu, untuk konsentrasi amoniak (NH 3 ) pada titik pengukuran berkisar antara 0,127 sampai 0,153, denga rata rata sebesar 0,140±0,0101 mg/l. Konsentrasi amoniak tertinggi terdapat pada titik pengamatan 1 dan terendah ditemukan pada titik pengamatan 7. Nitrat merupakan bentuk nitrogen yang berperan sebagai nutrien bagi pertumbuhan alga dan fitoplankton dan sifatnya cenderung stabil. Walaupun sangat berperan terhadap kadar nitrogen dalam suatu perairan, beberapa fitoplankton cenderung lebih menyukai amoniak untuk digunakan dalam proses pertumbuhan. Sedangkan Nitrit adalah benruk peralihan antara amoniak dan nitrat (Odum, 1979). Besarnya kadar amoniak, nitrat dan nitrit dapat dipengaruhi oleh alam (batu dan tanah) atau bisa juga berasal dari limbah organik (tinja dan urin). Konsentrasi fosfat dalam perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung di Teluk Mallasoro mempunyai nilai yang bervariasi antara 0,051 sampai 0,064 mg/l, dengan nilai rata-rata 0,058±0,0039 mg/l.konsentrasi fosfat terendah terdapat pada titik pengamatan 4 dan tertinggi berada pada titik pengamatan 3.

8 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur Menurut Effendi (2003) dan Supriharyono (2000), sebagian besar fosfat berasal dari masukan bahan organik melalui darat berupa limbah industri maupun domestik (detergen). Ditambahkan oleh Brotowidjoyo et al. (1995) dan Hutabarat (2000), bahwa sumber fosfat di perairan juga berasal dari proses pengikisan batuan dipantai. Konsentrasi fosfat di perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung di Teluk Mallasoro memperlihatkan kisaran yang masih mendukung kegiatan budidaya, walaupun tidak berada dalam nilai yang ideal. Amoniak, nitrat, nitrit, dan fosfat sendiri dalam perairan berperan sebagai sebagai nutrien. Akan tetapi tingginya konsentrasi zat kimia tersebut di perairan dapat berdampak pada peledakan plankton. Konsentrasidan komposisi muatan padatan tersuspensi (MPT) bervariasi secara temporal dan spasial tergantung pada faktor-faktor fisik yang mempengaruhi distribusi MPT terutama adalah pola sirkulasi air, pengendapan gravitional, deposisi dan resuspensi sedimen. Faktor yang paling dominan dalah sirkulasi air (Chester, 1990 dalam Satriadi & Widada, 2004). Pergerakan air berupa arus pasang akan mampu mengaduk sedimen yang ada (Satriadi & Widada, 2004). Hasil pengukuran terhadap peubah MPT di perairan perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung di Teluk Mallasoro, memperlihatkan nilai sebesar 0,004 sampai 0,0025 mg/l dengan nilai rata-rata sebesar 0,014±0,0078 mg/l. Muatan padatan tersuspensi terendah terdapat pada lokasi titik pengamatan 7 dan tertinggi terdapat pada lokasi titik pengamatan 3. Perbedaan padatan tersuspensi tersebut diduga disebabkan oleh komposisi material dasar perairan dan pergerakan masa air termasuk aktivitas pasut. Padatan terlarut dalam kondisi tertentu dapat menggangu biota terutama organ respirasi. Karakteristik ukuran butir pada sedimen dasar sangat berpengaruh terhadap daya cengkram jangkar yang nantinya akan dipasang pada keramba jaring apung. Sehingga nantinya diharapkan dengan semakin kuat jangkar tertancap, maka kestabilan keramba jaring apung terhadap dinamika arus, gelombang, pasut, angin akan tercipta. Dari hasil analisa ukuran butir di Laboratorium Tanah BRPBAP Maros untuk sampel sedimen dasar pada tiap lokasi titik pengamatan di perairan Teluk Mallasoro Jeneponto, didapatkan bahwa jenis sedimen cenderung dominan pasir berlumpur. Hal ini membuktikan bahwa dasar perairan Teluk Mallasoro dianggap cukup cocok untuk tempat keramba jaring apung. Pemilihan Lokasi Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung Pemilihan daerah kesesuaian budidaya laut, mengacu pada matriks kesesuaian perairan yang disusun berdasarkan parameter primer, parameter sekunder dan parame tertersier. Ketiga parameter penyusun matriks kesesuaian tersebut merupakan parameter syarat, yang terdiri atas komponen parameter-parameter físika, kimia dan biologi. Keterkaitan beberapa komponen parameter dalam fisika, kimia dan biologi dengan parameter primer, sekunder dan tersier dalam penyusunan matriks kesesuaian, dapat dilihat dari besarnya nilai koofisien korelasi yang dibentuk. Parameter primer meliputi keterlindungan, arus, MPT, dan kedalaman.parameter sekunder terdiri atas sedimen dasar, oksigen terlarut, kecerahan, suhu dan salinitas. Sementara itu untuk parameter tersier meliputi ph, PO 4, dan NO 3. Perairan pantai yang tenang merupakan alternatif yang baik untuk dimanfaatkan sebagai lokasi untuk budidaya. Keterlindungan lokasi baik dari pengaruh angin maupun gelombang besar sangat tergantung dengan kondisi geografis kawasan pantai. Secara umum, daerah Teluk Mallasoro mempunyai keterlindungan baik. Hal ini, sejalan dengan Putro et al. (1999) yang menyatakan bahwa lokasi yang terlindung biasanya terletak di daerah teluk ataupun kawasan yang terletak di antara pulau pulau, sehingga pengaruh angin dan gelombang relatif kecil. Dari hasil matriks pembobotan tingkat kesesuaian untuk delapan titik pengamatan di Teluk Mallasoro, dapat dilihat bahwa untuk titik pengamatan 1 dan 2 memiliki tingkat kesesuaian S1 (sangat sesuai), sementara itu untuk titik pengamatan 3, 6, 7, 8 memiliki tingkat kesesuaian S2 (cukup sesuai) dan untuk titik pengamatan 4 dan 5 memiliki tingkat kesesuaian N (tidak Sesuai). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.

9 415 Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu dalam... (Rezki Antoni Suhaimi) Tabel 3. Total nilai skor matrikskesesuaian bagi penentuan lokasi budidayadi perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apungdi Teluk Mallasoro Parameter perairan Nilai Bobot Stasiun Pengukuran I II III IV V VI VII VIII Keterlindungan Arus MPT Kedalaman Sedimen dasar Oksigen terlarut Kecerahan Suhu Salinitas ph PO NO Total Persentase Kesesuaian 90,40% 90,40% 80,80% 58,40% 61,60% 80,80% 80,80% 80,80% Tingkat Kesesuaian S1 S1 S2 N N S2 S2 S2 Setalah dilakukan interpolasi dan analisis spasial, diperoleh luasan daerah untuk budidaya Ikan kerapu dalam Keramba Jaring Apung di Teluk Mallasoro, Kabupaten Jeneponto yaitu: S1 (Kesesuaian Tinggi) : 105,8 ha ; S2 (Kesesuaian Sedang): 49,7 ha : S3 (Kesesuaian Rendah): 0 ha. Gambar 3. Peta Pemilihan lokasi yang sesuaiuntuk budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung perairan Teluk Mallasoro, Jeneponto, Sulawesi Selatan

10 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur Nilai tingkat kesesuaian yang didapat sangat dipengaruhi oleh parameter primer dalam matriks pembobotan, hal ini dikarenakan parameter primer merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam usaha pengembangan budidaya baik sintasan maupun keberlangsungan usaha. Jika syarat ini tidak terpenuhi dapat menyebabkan kegagalan dari usaha budidaya yang diinginkan. Kalau dirinci lagi terhadap parameter primer maka akan diketahui seberapa besar pengaruhnya bagi budidaya keramba jaring apung: Keterlindungan; parameter ini dianggap penting karena berpengaruh nantinya terhadap konstruksi keramba jaring apung yang akan dipakai. Kecepatan arus; parameter ini dianggap penting karena berkaitan dengan proses pertukaranoksigen dan sisa metabolisme, penyebaran plankton, dan transpor sedimen. Kecepatan arus juga berdampak langsung pada penempelan biofouling pada jaring dan rusaknya instalasi budidaya bahkan dapat menghanyutkannya. Muatan padatan tersuspensi; parameter ini dianggap penting karena berada dalam badan air dan dapat mengganggu kegiatan budidaya dengan beberapa cara, seperti, perairan menjadi keruh yang berakibat pada rendahnya penetrasi cahaya, ikan lebih mudah terserang parasit dan penyakit, maupun kerusakan fisik (insang) ikan. Kedalaman perairan; parameter ini dianggap penting karena berkaitan dengan penetrasi cahaya, akumulasi sisa pakan dan kerusakan jaring. Kedalaman juga memberikan ruang cukup bagi penempatan instalasi budidaya baik terhadap jaring maupun penguraian sisa pakan dan hasil metabolisme. Sedangkan untuk parameter sekunder dan tersier tetap tidak bisa dianggap tidak penting karena berdampak dalam pertumbuhan biota nantinya. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil identifikasi perameter perairan Teluk Mallasoro, Kabupaten Jeneponto didapat nilai: kedalaman 10,0 m sampai 18,8 m, kecepatan arus <0,1 sampai 0,3 m/dt, kecerahan 6,00 sampai 9,5 m, suhu 29,46 sampai 29,61ºC, salinitas 29,97 sampai 30,20 ppt, ph 7,87 sampai 8,45 oksigen terlarut 6,21 sampai 7,02 mg/l, NO 3 0,039 sampai 0,123 mg/l, NH 3 0,127 sampai 0,153 mg/l, PO 4 0,051 sampai 0,064 mg/l, muatan padatan tersuspensi 0,004 sampai 0,0025 mg/l. Sedimen dasar dominan pasir berlumpur. Hasil analisis kesesuaian lahan pada zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung di Teluk Mallasoro secara umum adalah berada pada kelas S1 (sangat sesuai) dan S2 (cukup sesuai), kecuali untuk titik pengamatan 4 dan 5 yang berada pada kelas N (tidak sesuai). Mengingat kelas kesesuaian untuk budidaya ikan kerapu dengan sistem keramba jaring apung di perairan Teluk Mallasoro berada pada taraf sangat sesuai dan cukup sesuai, maka direkomendasikan untuk dikembangkan secara optimal. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan kondisi musim yang berbeda, agar didapat data yang bisa mewakili. DAFTAR ACUAN Ahmad, T., A. Mustafa dan A. Hanafi Konsep Pengembangan Desa Pantai Mendukung Keberlanjutan Produksi Perikanan Pesisir. Dalam Poernomo, A., H.E. Irianto, S. Nurhakim, Murniyati, dan E. Pratiwi (Eds.). Prosiding Rapat Kerja Teknis Peningkatan Visi Sumberdaya Manusia Peneliti Perikanan Menyongsong Globalisasi IPTEK, Serpong, November Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Perikanan, Jakarta. Agoes. E. R Desentralisasi Pengelolaan Wilayah Laut Perspektif Hukum Laut. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Akbar, S dan Sudaryanto Pembenihan dan Pembesaran Kerapu Bebek. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. Bakosurtanal Pengembangan Prototipe Wilayah Pesisir dan Marin Kupang-Nusa Tenggara Timur.Pusat Bina Aplikasi Inderaja dan Sistem Informasi Geografis, Cibinong.

11 417 Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu dalam... (Rezki Antoni Suhaimi) Basmi, J Planktonologi :Plankton Sebagai Bioindikator KualitasPerairan. Makalah, Fakultas Perikanan Instistut Pertanian Bogor, Bogor. Brotowijoyo, M. D., Dj. Tribawono., E. Mulbyantoro Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Penerbit Liberty, Yogyakarta. Budiyanto. E Pemetaan Kontur dan Pemodelan Spatial 3 Dimensi Surfer. Penerbit Andi, Yogyakarta. Dahuri, R., J. Rais., S. P. Ginting., M. J. Sitepu Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu.Edisi revisi.pt. Pradnya Paramita.Jakarta.328 pp. Departemen Kelautan dan Perikanan.2002.Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan Ruang, Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Jakarta. Effendi. H Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Ghufron.M, dan H. Kordi.2005.Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.336 pp. Hartoko, A dan M. Helmi Development of Digital Multilayer Ecological Model for Padang Coastal Water (West Sumatera). Journal of Coastal Development. 7 (3): Heemstra, P.C, and Randll, JE FAO Species Catalog Vol. 16 : Groupers of The Word (Family Serranidae, Subfamily Epinephelus). Rome,Food and Agriculture Organization of The United Nation. Haumau, S Distribusi Spatial Fitoplankton di Perairan Teluk Haria Saparua, Maluku Tengah. Ilmu Kelautan Indonesian Journal of Marine Science, UNDIP. 10 (3): Hutabarat, S Peranan Kondisi Oceanografi terhadap Perubahan Iklim, Produktivitas dan Distribusi Biota Laut. UNDIP, Semarang. Kangkan, Alexander L., Hartoko A. Dan Suminto Studi Penentuan Lokasi Ntuk Pengembangan Budidaya Laut Berdasarkan Parameter Fisika, Kimia Dan Biologi Di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Pasir Laut, Vol.3. Jakarta Menteri Negara Lingkungan Hidup Baku Mutu Air Laut. Keputusan Meneg. KLH No 51 tahun 2004, tanggal 8 April 2004, Jakarta. Milne, P. H Fish and Shellfish Farming in Coastal Waters. Fishing News Book Ltd, Farnham Surrey. Odum, E.P Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press.Oreginal English Edition.Fundamental of Ecology Thurd Edition, Yokyakarta. Pillay, T. V. R Quality Criteria for Water.US Enviromental Protection Agency, Washington DC. Radiarta, N. Adang Saputra, dan Ofri Johan, Penentuan Kelayakan Lahan untuk Mengembangkan Usaha Budidaya Laut dengan Aplikasi Inderaja dan Sistem Informasi Geografis di Perairan Lemito Provinsi Gorontalo. Romimohtarto, K Kualitas Air dalam Budidaya Laut. Satriadi, A dan S. Widada Distribusi Muatan Padatan Tersuspensi di Muara Sungai Bodri, Kabupaten Kendal. Jurnal Ilmu Kelautan UNDIP. 9 (2) hal: Supriharyono Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.246 pp. Utojo, A. Mansyur., Tarunamulia., B. Pantjara dan Hasnawai Identifikasi Kelayakan Lokasi Budidaya Laut di Perairan Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur.Journal Penelitian Perikanan Indonesia. II (5): Zonneveld.N., E. A. Huisma dan J. H. Boon Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

12 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini III METODE PENELITIAN.. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lokasi dan Data Spasial Budidaya Laut berdasarkan Parameter Kualitas Perairan di Teluk Lasongko Kabupaten Buton Tengah

Analisis Kesesuaian Lokasi dan Data Spasial Budidaya Laut berdasarkan Parameter Kualitas Perairan di Teluk Lasongko Kabupaten Buton Tengah TEKNOLOGI DI INDUSTRI (SENIATI) 206 ISSN : 208-428 Analisis Kesesuaian Lokasi dan Data Spasial Budidaya Laut berdasarkan Parameter Kualitas Perairan di Teluk Lasongko Kabupaten Buton Tengah La Ode Muhammad

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi,

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Analisis parameter kimia air laut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2014. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari peninjauan lokasi penelitian pada

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI TELUK CIKUNYINYI UNTUK BUDIDAYA KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) ABSTRAK

ANALISIS EKOLOGI TELUK CIKUNYINYI UNTUK BUDIDAYA KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No Oktober 204 ISSN: 202-600 ANALISIS EKOLOGI TELUK CIKUNYINYI UNTUK BUDIDAYA KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) Dwi Saka Randy *, Qadar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Biawak merupakan suatu daerah yang memiliki ciri topografi berupa daerah dataran yang luas yang sekitar perairannya di kelilingi oleh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kecamatan

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kecamatan III METODE PENELITIAN.. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA KERANG ABALON, Haliotis Asinina sp. DITELUK MALLASORO, KABUPATEN JENEPONTO, PROVINSI SULAWESI SELATAN RB-11 Rezki A. Suhaimi*, Makmur, dan Ruzkiah Asaf Peneliti

Lebih terperinci

FORMASI SPASIAL PERAIRAN PULAU 3S (SALEMO, SAGARA, SABANGKO) KABUPATEN PANGKEP UNTUK BUDIDAYA LAUT Fathuddin dan Fadly Angriawan ABSTRAK

FORMASI SPASIAL PERAIRAN PULAU 3S (SALEMO, SAGARA, SABANGKO) KABUPATEN PANGKEP UNTUK BUDIDAYA LAUT Fathuddin dan Fadly Angriawan ABSTRAK FORMASI SPASIAL PERAIRAN PULAU 3S (SALEMO, SAGARA, SABANGKO) KABUPATEN PANGKEP UNTUK BUDIDAYA LAUT Fathuddin dan Fadly Angriawan Ilmu Kelautan, Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik Diwa Makassar

Lebih terperinci

Journal Of Aquaculture Management and Technology Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman

Journal Of Aquaculture Management and Technology Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman STUDI KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA IKAN KERAPU DALAM KARAMBA JARING APUNG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TELUK RAYA PULAU SINGKEP, KEPULAUAN RIAU Hasnawiya *) Program Studi Budidaya Perairan,

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO 827 Evaluasi kesesuaian lahan untuk budidaya... (Rezki Antoni Suhaimi) EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan Indonesia termasuk dalam kategori terbesar di dunia karena memiliki wilayah yang sebagian besar berupa perairan. Indonesia memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tabel 3. Alat-alat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Tabel 3. Alat-alat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 0 sampai dengan bulan Februari 0. Penelitian terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan survei di lapangan

Lebih terperinci

Kondisi perairan keramba jaring apung ikan kerapu di perairan Pulau Semujur Kabupaten Bangka Tengah

Kondisi perairan keramba jaring apung ikan kerapu di perairan Pulau Semujur Kabupaten Bangka Tengah Kondisi perairan keramba jaring apung ikan kerapu di perairan Pulau Semujur Kabupaten Bangka Tengah Imam Soehadi 1, Sulistiono 2, Bambang Widigdo 2 1) Program Studi Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran, III. METODOLOGI PENELITIAN.. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran, Lampung. Penelitian ini secara umum mencakup tahapan yaitu survei lapangan,

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di daerah Teluk Hurun, Lampung. Teluk Hurun merupakan bagian dari Teluk Lampung yang terletak di Desa Hanura Kec. Padang Cermin Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. kerapu macan ini berada di perairan sekitar Pulau Maitam, Kabupaten Pesawaran,

III. METODE PENELITIAN. kerapu macan ini berada di perairan sekitar Pulau Maitam, Kabupaten Pesawaran, III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk Budidaya kerapu macan ini berada di perairan sekitar Pulau Maitam, Kabupaten Pesawaran,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci :Kesesuaian Perairan, Sistem Informasi Geografis (SIG), Keramba Jaring Apung KJA), Ikan Kerapu

ABSTRAK. Kata Kunci :Kesesuaian Perairan, Sistem Informasi Geografis (SIG), Keramba Jaring Apung KJA), Ikan Kerapu PENENTUAN KESESUAIAN LOKASI KERAMBA JARING APUNG KERAPU (Epinephelus Spp) MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI PULAU SAUGI KABUPATEN PANGKEP PROVINSI SULAWESI SELATAN Heriansahdan Fadly Anggriawan Dosen

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem Tabel Parameter Klasifikasi Basis Data SIG Untuk Pemanfaatan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Kelautan No Parameter Satuan 1 Parameter Fisika Suhu ºC Kecerahan M Kedalaman M Kecepatan Arus m/det Tekstur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk

III. METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk mengetahui kondisi awal daerah penelitian dan mempersiapkan perlengkapan untuk pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG

KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG F1 08 Nurul Latifah 1)*), Sigit Febrianto 1), Churun Ain 1) dan Bogi Budi Jayanto 2) 1) Program Studi

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEDALAMAN PERAIRAN DENGAN KONSENTRASI FOSFAT (PO 4 ) PADA SEDIMEN DASAR PERAIRAN DI TELUK GAYUN KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG

HUBUNGAN KEDALAMAN PERAIRAN DENGAN KONSENTRASI FOSFAT (PO 4 ) PADA SEDIMEN DASAR PERAIRAN DI TELUK GAYUN KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG 493 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 HUBUNGAN KEDALAMAN PERAIRAN DENGAN KONSENTRASI FOSFAT ( ) PADA SEDIMEN DASAR PERAIRAN DI TELUK GAYUN KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG ABSTRAK Rezki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Penentuan carrying capacity dalam lingkungan dapat didekati secara biologi dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan konsep ekologi

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

PEMETAAN SEBARAN SPASIAL KUALITAS AIR UNSUR HARA PERAIRAN TELUK LAMPUNG

PEMETAAN SEBARAN SPASIAL KUALITAS AIR UNSUR HARA PERAIRAN TELUK LAMPUNG AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) PEMETAAN SEBARAN SPASIAL KUALITAS AIR UNSUR HARA PERAIRAN TELUK LAMPUNG Herman Yulianto 1 Ringkasan Lampung Bay plays an important role for the

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jatinangor, 22 Juli Haris Pramana. iii

KATA PENGANTAR. Jatinangor, 22 Juli Haris Pramana. iii KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala Berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN LOKASI UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT BERDASARKAN PARAMETER FISIKA, KIMIA DAN BIOLOGI DI TELUK KUPANG, NUSA TENGGARA TIMUR

STUDI PENENTUAN LOKASI UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT BERDASARKAN PARAMETER FISIKA, KIMIA DAN BIOLOGI DI TELUK KUPANG, NUSA TENGGARA TIMUR STUDI PENENTUAN LOKASI UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT BERDASARKAN PARAMETER FISIKA, KIMIA DAN BIOLOGI DI TELUK KUPANG, NUSA TENGGARA TIMUR STUDY ON SITE SELECTION FOR THE DEVELOPMENT OF MARICULTURE BASED

Lebih terperinci

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto)

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto) Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto) KADAR SALINITAS, OKSIGEN TERLARUT, DAN SUHU AIR DI UNIT TERUMBU KARANG BUATAN (TKB) PULAU KOTOK KECIL

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor.

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor. DAFTAR PUSTAKA 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut. 2006. Buku Tahunan. Bogor. 2. Dahuri, Rokhmin. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Muh. Farid Samawi *, Ahmad Faisal, Chair Rani Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis

Lebih terperinci

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Jl. Prof Soedarto, SH, tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50275, Telp/Fax.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Jl. Prof Soedarto, SH, tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50275, Telp/Fax. ANALISA KESESUAIAN LAHAN PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU SEBAGAI LAHAN BUDIDAYA IKAN KERAPU (Epinephelus sp.) PADA KERAMBA JARING APUNG DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI SIG Analysis of Land Suitability

Lebih terperinci

KESESUAIAN KUALITAS AIR KERAMBA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI DANAU SENTANI DISTRIK SENTANI TIMUR KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA

KESESUAIAN KUALITAS AIR KERAMBA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI DANAU SENTANI DISTRIK SENTANI TIMUR KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA The Journal of Fisheries Development, Januari 2015 Volume 1, Nomor 2 Hal : 45-58 KESESUAIAN KUALITAS AIR KERAMBA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI DANAU SENTANI DISTRIK SENTANI TIMUR KABUPATEN JAYAPURA

Lebih terperinci

Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan 2)

Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan 2) Volume 4, Nomor 2, Tahun 20, Halaman 00-08 ANALISA KESESUAIAN PERAIRAN PULAU PARI SEBAGAI LAHAN BUDIDAYA TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima) DENGAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH Rezha Setyawan 1, Dr. Ir. Achmad Rusdiansyah, MT 2, dan Hafiizh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji 13 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitiaan telah dilaksanakan di perairan Teluk Gerupuk, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Jangka waktu pelaksanaan penelitian terdiri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN karena sungai-sungai banyak bermuara di wilayah ini. Limbah itu banyak dihasilkan dari

PENDAHULUAN karena sungai-sungai banyak bermuara di wilayah ini. Limbah itu banyak dihasilkan dari PENENTUAN PARAMETER PALING DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN POPULASI FITOPLANKTON PADA MUSIM KEMARAU DI PERAIRAN PESISIR MAROS SULAWESI SELATAN 1 Rahmadi Tambaru 1, Enan M. Adiwilaga 2, Ismudi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika Perairan 4.1.1 Suhu Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme

Lebih terperinci

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN xi xv

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

PENENTUAN POTENSI LAHAN DAN PROFIL BUDIDAYA TAMBAK DI KABUPATEN GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

PENENTUAN POTENSI LAHAN DAN PROFIL BUDIDAYA TAMBAK DI KABUPATEN GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR 965 Penentuan lokasi lahan dan profil... (Mudian Paena) PENENTUAN POTENSI LAHAN DAN PROFIL BUDIDAYA TAMBAK DI KABUPATEN GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR ABSTRAK Mudian Paena, Utojo, dan Erna Ratnawati Balai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta

Lebih terperinci

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN Jalil 1, Jurniati 2 1 FMIPA Universitas Terbuka, Makassar 2 Fakultas Perikanan Universitas Andi Djemma,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 - Agustus 2006 dengan lokasi penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta. Pengambilan contoh air dan

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Lokasi Penelitian Kabupaten Bima sebagai bagian dari Propinsi Nusa Tenggara Barat yang terletak di ujung Timur Pulau Sumbawa secara geografis terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

KADAR SALINITAS DI BEBERAPA SUNGAI YANG BERMUARA DI TELUK CEMPI, KABUPATEN DOMPU-PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KADAR SALINITAS DI BEBERAPA SUNGAI YANG BERMUARA DI TELUK CEMPI, KABUPATEN DOMPU-PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Kadar Salinitas di Beberapa... Dompu-Provinsi Nusa Tenggara Barat (Sumarno, D & Aswar R.) KADAR SALINITAS DI BEBERAPA SUNGAI YANG BERMUARA DI TELUK CEMPI, KABUPATEN DOMPU-PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Dedi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan KAJIAN KONSENTRASI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS PERAIRAN DALAM UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN PESISIR DI KABUPATEN BANGKALAN Aries Dwi Siswanto dan Wahyu Andy Nugraha Jurusan

Lebih terperinci

UPAYA PENGEMBANGAN USAHA ALTERNATIF MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN POTENSI PULAU DI KABUPATEN PANGKEP PROVINSI SULAWESI SELATAN

UPAYA PENGEMBANGAN USAHA ALTERNATIF MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN POTENSI PULAU DI KABUPATEN PANGKEP PROVINSI SULAWESI SELATAN UPAYA PENGEMBANGAN USAHA ALTERNATIF MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN POTENSI PULAU DI KABUPATEN PANGKEP PROVINSI SULAWESI SELATAN Heriansah dan Fathuddin Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik Diwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran Lamun Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi tersebut

Lebih terperinci

POTENSI KEBERADAAN TEKNOLOGI TAMBAK INTENSIF DI KECAMATAN GANTARANG KABUPATEN BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN: STUDI KASUS PT.

POTENSI KEBERADAAN TEKNOLOGI TAMBAK INTENSIF DI KECAMATAN GANTARANG KABUPATEN BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN: STUDI KASUS PT. 337 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 POTENSI KEBERADAAN TEKNOLOGI TAMBAK INTENSIF DI KECAMATAN GANTARANG KABUPATEN BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN: STUDI KASUS PT. Gosyen Global Aquaculture

Lebih terperinci

MASPARI JOURNAL Juli 2017, 9(2):85-94

MASPARI JOURNAL Juli 2017, 9(2):85-94 MASPARI JOURNAL Juli 2017, 9(2):85-94 APLIKASI SIG UNTUK IDENTIFIKASI KESESUAIAN LOKASI KERAMBA JARING APUNG BERDASARKAN KUALITAS PERAIRAN DI MUARA SUNGAI BANYUASIN KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. empat genus anggota famili Serranidae yaitu Epinephelus, Variola, Plectropomus

II. TINJAUAN PUSTAKA. empat genus anggota famili Serranidae yaitu Epinephelus, Variola, Plectropomus II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) Ikan kerapu tergolong dalam famili Serranidae, tubuhnya tertutup oleh sisik-sisik kecil. Menurut Nontji (2005) nama kerapu biasanya digunakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, ABSTRAK

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha,   ABSTRAK ANALISIS PARAMETER OSEANOGRAFI MELALUI PENDEKATAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN BERBASIS WEB (Sebaran Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a dan Tinggi Permukaan Laut) Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, e-mail

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci