BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK. daya semiotika bahasa berkampanye Partai Golkar di Kabupaten Labura.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK. daya semiotika bahasa berkampanye Partai Golkar di Kabupaten Labura."

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK Pada bab ini dibicarakan kajian pustaka, kerangka teoretis, kajian penelitian yang relevan, dan kerangka konseptual mengenai kesantunan dengan daya semiotika bahasa berkampanye Partai Golkar di Kabupaten Labura. 2.1 Kajian Pustaka Teori Kesantunan Kesantunan (politeness) merupakan kesopansantunan, etika, tatacara, adat, tatakrama, atau kebiasaan perilaku dalam tatacara berkomunikasi lewat tanda verbal atau tatacara berbahasayang ditetapkan dan disepakati oleh masyarakat menjadi prasyarat dalam perilaku sosial. Kesantunan terbagi tiga yaitu kesantunan berpakaian, berbuat, dan berbahasa. Kesantunan berpakaian merupakan etika berpakaian sesuai dengan budaya masyarakat, sedangkan kesantunan berbuat merupakan kesantunan perilaku terhadap orang lain. Namun kesantunan bahasa lebih berkenaan dengan substansi bahasanya yaitu perilaku atau tingkah laku di dalam bertutur (Chaer, 2010:4-5). Selanjutnya manusia menyatakan bahwa bahasa itu digunakan oleh para penutur untuk berkomunikasi atau berinteraksi dalam suatu tuturan. Bahasa bertutur tersebut merupakan kata (kosa kata), kalimat, ungkapan, majas, dan unsur-unsur suprasegmental sebagai berikut. Yang pertama, kata merupakan yang pertama disediakan oleh bahasa. Kata yang tersedia dalam bahasa bertujuan agar manusia dapat berinteraksi dalam

2 pertuturan. Kata-kata ini adalah lambang-lambang bunyi yang digunakan untuk melambangkan suatu maujud atau suatu keadaan. Konsep yang dilambangkan oleh suatu lambang bunyi itu lazim disebut dengan makna. Lambang bunyi disebut kata karena konsep yang dilambangkanya itu adalah makna. Dengan demikian, semua kata dapat dikatakan memiliki makna, misalnya kata mampus, mati, meninggal, berpulang, dan tutup usia. Kata mati lebih santun daripada kata mampus, kata meninggal lebih santun daripada kata mati, kata berpulang lebih santun daripada kata meninggal, dan kata tutup usia lebih santun daripada kata berpulang. Yang kedua, bahasa merupakan kalimat atau kalimat-kalimat. Secara tradisional lazimnya kalimat adalah satuan ujaran atau tuturan yang berisi pengertian yang lengkap. Artinya, di dalam kalimat ada bagian yang menyatakan tentang subjek, predikat, dan ada bagian-bagian lain yang melengkapi kedua bagian itu serta modus kalimat yaitu kalimat pernyataan (deklaratif) artinya kalimat yang diujarkan oleh seorang penutur hanya dengan maksud untuk menjadi perhatian saja bagi pendengar atau lawan tutur. Dalam hal ini pihak pendengar boleh memberi tanggapan atau komentar, tetapi boleh juga tidak memberi komentar apa-apa karena tidak ada kewajiban untuk memberi komentar itu. Kalimat pertanyaan (interogratif) artinya kalimat yang dianjurkan oleh seorang penutur dengan harapan agar pendengar atau lawan tutur memberi jawaban dalam bentuk ujaran juga. Dengan kata lain, jawaban diharapkan dalam bentuk lisan. Kalimat perintah (imperatif) artinya kalimat yang diujarkan oleh seorang penutur dengan harapan agar pendengar atau lawan tutur

3 memberi reaksi dalam bentuk tindakan secara fisik. Kalimat seruan (interjektif) artinya kalimat yang diujarkan oleh seorang penutur untuk menyatakan perasaan emosinya dan lawan tutur boleh menanggapi boleh juga tidak. Yang ketiga, bahasa merupakan ungkapan-ungkapan untuk digunakan dalam pertuturan agar pertuturan itu terasa lebih baik dan banyak ungkapan yang terasa lebih santun daripada sebuah kata yang memiliki konsep makna yang sama dengan makna ungkapan itu, misalnya ungkapan bunting, hamil, mengandung, dan berbadan dua. Artinya ungkapan hamil lebih santun daripada ungkapan bunting, ungkapan mengandung lebih santun daripada ungkapan hamil, dan ungkapan berbadan dua lebih santun daripada ungkapan mengandung. Selanjutnya, keempat yang disediakan manusia dalam bahasa merupakan majas atau gaya bahasa untuk digunakan dalam pertuturan. Dengan menggunakan majas pertuturan bisa lebih santun untuk mengefektifkan pertuturan. Yang kelima disediakan oleh bahasa merupakan unsur yang berupa bunyi suprasegmental. Unsur suprasegmental ini berupa tekanan kata atau tekanan kalimat. Nada artinya turun naiknya bunyi, jeda artinya mengenai adanya perhentian bunyi, dan durasi artinya mengenai panjang pendeknya bunyi. Oleh karena itu, di dalam pertuturan unsur suprasegmental sangat perlu diperhatikan karen sebuah kalimat bisa berbeda maknanya apabila intonasi yang berbeda. Kemudian dalam hal bertindak tutur bahwa pronomina juga merupakan salah satu cara dalam mencapai kesantunan bahasa. Keraf (1984:66) mengatakan pronomina merupakan segala kata yang dipakai untuk kata benda atau yang dibendakan. Artinya dalam bertindak tutur bahwa pronomina menentunkan

4 kesantunan bahasa terhadap mitra tutur. Pronomina terbagi atas enam jenis yaitu, pronomina orang (personalia), empunya (possessiva), penunjuk (demonstrative), penghubung (relativa), penanya (interrogativa), dan tak tentu (indeterminativa). Pronomina orang merupakan kata benda yang biasa digunakan untuk menggantikaan pronomina orang. Pronomina orang terbagi tiga kategori sebagai berikut. (1) Pronomina orang pertama tunggal, guna menyatakan kerendahan diri dipakai kata-kata: hamba, sahaya, patik, dan abdi. Sebaliknya untuk mengungkapkan sesuatu suasana yang agung atau mulia maka kata kami yang sebenarnya dipakai untuk orang pertama jamak dapat pula dipakai untuk menggantikan orang pertama tunggal. (2) Pronomina orang kedua tunggal yaitu paduka, tuan, yang mulia, paduka yang mulia, saudara, ibu, bapak, dan lain-lain. Semuanya ini digunakan untuk menyatakan bahwa orang yang kita hadapi jauh lebih tinggi kedudukannya daripada kita. Kata kamu yang sebenarnya adalah orang kedua jamak dipakai juga untuk menggantikan orang kedua tunggal. (3) Pronomina orang ketiga dipergunakan juga kata-kata: beliau, sedangkan bagian yang telah meninggal dipakai kata: mendiang, almarhum atau almarhuma. Selanjutnya, pronomina empunya merupakan segala kata yang menggantikan pronomina orang dalam kedudukan sebagai pemilik: -ku, -mu, - nya, kami, kamu, dan mereka. Kata pronomina empunya itu sama saja dengan

5 kata pronomina orang dalam fungsinya sebagai pemilik. Dalam fungsinya sebagai pemilik ini, kata-kata ini mengambil bentuk-bentuk ringkas dan dirangkaikan saja dibelakang kata-kata yang diterangkannya, misalnya kalimat bajuku berasal dari kalimat baju aku. Pronomina penunjuk merupakan kata-kata yang menunjuk di mana terdapat sesuatu benda. Pronomina penunjuk terbagi tiga jenis yaitu (1) menunjuk sesuatu ditempat pembicara, misalnya kata ini, (2) menunjuk sesuatu ditempat lawan-bicara, misalnya kata itu, dan (3) menunjuk sesuatu ditempat orang ketiga, misalnya kata ana. Pronomina penghubung merupakan kata yang menghubungkan anak kalimat dengan sesuatu kata benda yang terdapat dalam induk kalimat. Fungsi pronomina penghubung juga menggantikan kata benda yang terdapat dalam induk kalimat serta menghubungkan anak kalimat dengan induk kalimat, misalnya yang lumpuh diusung. Artinya penggunaan kata yang sebenarnya terjadi dari kata ia sebagai penunjuk. Pronomina penanya merupakan kata yang menanyakan tentang benda, orang, atau sesuatu keadaan, misalnya apa untuk menanyakan benda, siapa untuk menanyakan orang, dan sebagainya. Kemudian pronomina taktentu merupakan kata-kata yang menggantikan atau menunjukkan benda atau orang dalam keadaan yang tidak tentu atau umum, misalnya masing-masing, seseorang, sesuatu, dan sebagainya. Senada dengan Keraf, Bayyurt (2001:201) mengatakan bahwa penggunaan pronomina dapat menunjukkan keakraban sekaligus penghormatan. Artinya

6 penggunaan pronomina merupakan salah satu cara dalam mencapai kesantunan bahasa yang potensial digunakan dalam tindak tutur mengungkapkan pesan terhadap mitra tutur. Hal ini sajalan dengan temuan Muhlhausler dan Harre (1990:16) mengatakan bahwa penggunaan pronomina dapat mencerminkan bagaimana seseorang melihat dirinya dalam hubungan sosialnya dengan orang lain apakah simetris atau nonsimetris. Demikian juga Bowe dan Martin (2007:95) menyatakan bahwa pronomina merupakan penanda bagi identitas personal dalam hubungannya dengan identitas kelompok. Sejalan dengan uraian di atas, kesantunan bahasa dalam berkampanye mempunyai fungsi sebagai sarana berlangsungnya suatu interaksi jurkam dan caleg Partai Golkar dengan masyarakat dalam berkampanye. Interaksi berkampanye berkaitan erat dengan norma-norma sosial dan sistem budaya sehingga memperoleh tanggapan yang positif dari masyarakat Labura. Dengan demikian, peneliti mengkaji penelitian ini merujuk pada teori kesantunan yang dikemukakan oleh beberapa pakar linguistik seperti, Lakoff (1973), Fraser (1978), Brown dan Levinson (1978), Lecch (1983), Pranowo (2009), Austin (1962), dan Gries (1975) Robin Lakoff Lakoff (1973:64) mengatakan bahwa ada tiga ketentuan untuk dipenuhi dalam kesantunan bahasa bertutur. Ketiga ketentuan itu adalah (a) skala formalitas (formality scale) artinya jangan memaksa atau jangan angkuh (aloof), (b) skala ketidaktegasan (hesitency scale) artinya membuat lawan tutur atau lawan bicara kita dapat menentukan pilihan (option), dan (c) skala kesekawanan (equality

7 scale) artinya melakukan tindakan yang seolah-olah lawan tutur menjadi sama dengan penutur atau dengan kata lain serta lawan tutur merasa senang. Ketiga bentuk kesantunan bahasa bertutur yang dikemukakan oleh Lakoff dapat disimpulkan sebagai berikut. (a) Tuturan terdengar tidak memaksa atau angkuh. (b) Tuturan memberi pilihan tindakan kepada lawan tutur. (c) Lawan tutur itu menjadi senang. Hal ini dimanfaatkan oleh jurkam dan caleg Partai Golkar dalam berkampanye untuk menyapaikan visi dan misi Bruce Fraser Fraser (1978:137) mengatakan bahwa kesantunan bahasa merupakan kesantunan bukan atas dasar kaidah-kaidah, melainkan atas dasar strategi. Kesantunan bahasa berdasarkan strategi yang dikemukakan Fraser sebagai berikut. (a) Kesantunan tuturan merupakan pendapat pendengarlah yang menentukan apakah kesantunan itu terdapat pada sebuah tuturan, mungkin saja sebuah tuturan dimaksudkan sebagai tuturan yang santun oleh si penutur, tetapi di telinga lawan tutur, tuturan itu ternyata tidak terdengar santun begitu pula sebaliknya. (b) Kesantunan itu dikaitkan dengan hak dan kewajiban peserta pertuturan artinya, apakah sebuah tuturan terdengar santun atau tidak diukur berdasarkan: si penutur tidak melampaui haknya terhadap lawan tuturnya dan si penutur memenuhi kewajibannya kepada lawan tutur.

8 Artinya, jurkam caleg memainkan peranan dan fungsi bahasa santun dalam berkampanye berdasarkan kaidah-kaidah kesantunan berbahasa yang dapat mempengaruhi masyarakat untuk bersedia memilih caleg-celeg Partai Golkar Brown dan Levinson Brown dan Levinson (1978:60-63) mengatakan bahwakesantunan berbahasa itu berkisar atas nosi muka atau wajah (face), yakni citra diri yang bersifat umum dan selalu ingin dimiliki oleh setiap anggota masyarakat. Nosi muka yang dimaksud merupakan muka negatif dan muka positif. Muka negatif mengacu pada citra diri setiap orang yang berkeinginan agar dihargai dengan jalan membiarkannya bebas melakukan tindakannya atau membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu, sedangkan muka positif mengacu pada citra diri setiap orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya atau apa yang merupakan nilai-nilai yang diyakini diakui orang lain sebagai suatu hal yang baik, yang menyenangkan, dan patut dihargai. Kesantunan bahasa muka positif dan muka negatif dapat dilakukan penutur untuk menghindari ancaman nosi muka. Penutur harus memperhitungkanderajat keterancaman sebuah tindak tutur dengan mempertimbangkan didalam situasi yang biasa sebagai berikut. (1) Faktor jarak sosial diantara penutur dan lawan tutur. (2) Faktor besarnya perbedaan kekuasaan atau dominasi diantara keduanya. (3) Faktor status relatif jenis tindak tutur didalam kebudayaan yang bersangkutan. Artinya, kesantunan bahasa yang dikemukakan Brown dan Levinson dimanfaatkan oleh penutur dalam berinteraksi untuk menjaga jarak sosial

9 berkomunikasi dengan masyarakat untuk menghindari ancaman nosi muka, sehingga tujuan penutur menyampaikan pesan atau informasi Geoffrey Leech Leech(1983:161) dalam Chaer (2010: 56) mengatakan kesantunan berdasarkanprinsip (politeness principle)yang dijabarkan menjadi maksim (ketentuan, ajaran). Maksim dalam kesantunan bahasa terdiri dari enam jenis yaitu (1) kebijaksanaan (tact); (2) penerimaan (generocity); (3) kemurahan (approbation); (4) kerendahan hati(modesty); (5) kesetujuan (agreement); dan (6) kesimpatian (sympathy). Maksim-maksim tersebut dijabarkan sebagai berikut. a. Maksim kebijaksanaan (tact maxim) Maksim kebijaksanaan adalah meminimalkan kerugian orang lain atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Pengukuran kesantunan berbahasa pada maksim kebijaksanaan didasarkan pada penanda: (a) skala kerugian dan keuntungan diri sendiri yang sebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan, (b) dalam ilokusi komisif ditandai dengan verba berjanji, bersumpah, dan mengancam, (c) memakai modus imperatif, dan (d) ilokusi impositif ditandai dengan verba dapatkah. Misalnya: 1 Datang ke TPS tanggal 9 April 2014! 2. Silahkan datangke TPS tanggal 9 April 2014! 3. Sudihlahkiranya Anda berjanji datangke TPS tanggal 9 April 2014! 4. Dapatkah Anda datang ke TPS tanggal 9 April 2014! 5. Kalau tidak keberatan dapatkah datang ke TPS tanggal 9 April 2014!

10 Dari contoh diatas, dapat dikatakan bahwa kalimat kelima lebih santun daripada kalimat keempat, kalimat keempat lebih santun dari kalimat ketiga, kalimat ketiga lebih santun daripada kalimat kedua, dan kalimat kedua lebih santun dari kalimat pertama. Kalimat pertama merupakan skala kerugian dan keuntungan diri sendiri yang sebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan, kalimat kedua merupakan kalimat memakai modus imperatif, kalimat ketiga merupakan kalimat ilokusi komisif, dan kalimat empat dan lima merupakan kalimat ilokusi impositif. Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan: (a) semakin panjang tuturan seseorang semakin besar pula keinginan orang untuk bersikap santun kepada lawan tuturnya, (b) tuturan yang diutarakan secara tidak langsunglebih santun dibandingkan dengan tuturan yang diutarakan secara langsung, dan (c) memerintah dengan kalimat berita atau kalimat tanya dipandang lebih santun dibandingkan dengan kalimat perintah (imperatif). b. Maksim penerimaan(generocity maxim) Maksim penerimaanadalah menghendaki setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri sendiri. Pengukuran kesantunan berbahasa pada maksim penerimaandidasarkan pada penanda: (a) skala memaksimalkan keuntungan pihak lain dengan cara menambahkan beban bagi dirinya sendiri, (b) memakai modus imperatif, dan (c) dalam ilokusi komisif ditandai dengan verba berjanji, bersumpah, dan mengancam.

11 Misalnya: 6. Saya pinjami dana kampanye untuk Anda! 7. Saya bersedia akan meminjami Anda dana kampanye. 8. Ajaklah saya makan dirumah ketua partai! 9. Saya bersumpahmemenangkan Anda menjadi ketua partai. Kalimat enam dan tujuh merupakan penutur berusaha memaksimalkan kerugian diri sendiri, kalimat kedelapan merupakan kalimat memakai modus imperatif, dan kalimat kesembilan merupakan kalimat ilokusi komisifmemaksimalkan keuntungan untuk orang lain. c. Maksim kemurahan (approbation maxim) Maksim kemurahan adalah setiap peserta penutur untuk memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain dan meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain. Pengukuran kesantunan berbahasa pada maksim kemurahandidasarkan pada penanda: (a) bertutur selalu memberi penghargaan kepada orang lain, (b) dalam ilokusi asertifditandai dengan verba mengatakan, melaporkan, menyebutkan dan, (c) dalam ilokusi ekspresifditandai dengan verba memuji, mengucapkan terima kasih, mengritik, dan menyelak. Misalnya: 10. Caleg A: Pak, aku tadi sudah memulai kampanye perdana untuk Kecamatan Kualuh Hulu. Caleg B: Oya, tadi aku mendengar materi kampanyemu menarik dan jelas sekali dari sini.

12 11. Saya bangga pada bapak karena rakyat mengatakan kesiapan mereka mendukung bapak. 12. Selamat atas keberhasilan Bapak bergabung dengan kami. Pada kalimat kesepuluh merupakan pemberitahuan yang disampaikan caleg A terhadap rekannya caleg B pada contoh di atas, ditanggapi dengan sangat baik bahkan disertai dengan pujian atau penghargaan oleh caleg B. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di dalam pertuturan itu caleg B berperilaku santun terhadap caleg A, kalimat kesebelas merupakan kalimat ilokusi asertif, dan kalimat keduabelas merupakan kalimat ilokusi ekspresif. d. Maksim kerendahan hati (modesty maxim) Maksim kerendahan hatiadalah setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Pengukuran kesantunan berbahasa pada maksim kerendahan hati didasarkan pada penanda: (a) skala ketidaklangsungan, (b) peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri dengan ditandai permintaan maaf, dan (c) dalam ilokusi ekspresifditandai dengan verba memuji, mengucapkan terima kasih, mengritik, dan menyelak dan ilokusi asertifditandai dengan verba mengatakan, melaporkan, dan menyebutkan. Misalnya: 13. A: Caleg itu sangat dermawan pada masyarakat. B: Yah, memang sangat dermawan bukan?

13 Kalimat ketigabelas merupakan kalimat mematuhi prinsip kesantunan karena penutur (A )memuji kebaikan pihak lain atau kalimat ilokusi ekspresif dan ilokusi asertif karena mengatakan respon kepada lawan tutur (B) juga memuji orang yang dibicarakan. e. Maksim kesetujuan(agreement maxim) Maksim kesetujuanadalah setiap penutur dan lawan tutur memaksimalkan kesetujuan di antara mereka dan meminimalkan ketidaksetujuan di antara mereka. Pengukuran kesantunan berbahasa pada maksim kesetujuandidasarkan pada penanda: (a) peserta tutur saling membina kecocokan atau kesetujuan di dalam kegiatan bertutur dan ditandai dengan kalimat ucapan selamat, dan (b) dalam ilokusi asertif ditandai dengan verba mengatakan, melaporkan, dan menyebutkan. Misalnya: 12. A: Kericuhan dalam Sidang Umum DPR itu sangat memalukan. B: Ya, memang! 13. A: Kericuhan dalam Sidang Umum DPR itu sangat memalukan. B: Ah, tidak apa-apa. Itulah dinamikanya demokrasi. Tuturan (12 B) lebih santun dibandingkan (13 B) karena (13 B) memaksimalkan ketidaksetujuan dengan pernyataan A, namun, bukan berarti orang harus senantiasa setuju dengan pendapat atau pertanyaan lawan tuturnya, ia dapat membuat pernyataan yang mengandung ketidaksetujuan persial (partial agreement) seperti tampak pada pertuturan (14) dan (15) sebagai berikut: 14. A: Kericuhan dalam sidang Umum DPR itu sangat memalukan.

14 B: Memang tapi itu hanya melibatkan beberapa anggota DPR saja. 15. A: Semua partai memperjuangkan nasib rakyat luar biasa bukan? B: Ya, memang, tetapi rakyat yang mendukung partainya. Pertuturan (14) dan (15) terasa lebih santun dari pada pertuturan (13) karena ketidaksetujuan B tidak dinyatakan secara total, tetapi secara parsial sehingga tidak terkesan bahwa B adalah orang yang sombong. f. Maksim kesimpatian (sympathy maxim) Maksim kesimpatian adalah semua peserta pertuturan untuk memaksimalkan rasa simpati dan meminimalkan rasa antipati kepada lawan tuturnya. Jika lawan tutur memperoleh keberuntungan atau kebahagian, penutur wajib memberikan ucapan selamat. Jika lawan tutur mendapat kesulitan atau musibah, penutur sepantasnya menyampaikan rasa duka atau belasungkawa sebagai tanda kesimpatian. Pengukuran kesantunan berbahasa pada maksim kesetujuandidasarkan pada penanda: (a) memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya dan (b) dalam ilokusi asertif ditandai dengan verba mengatakan, melaporkan, dan menyebutkan. Misalnya: 16. A: Anak guru berjuang untuk rakyat. B: Selamat ya, Anda memang orang hebat. 17. A: Aku tidak terpilih jading anggota legislatif, padahal uangku sudah banyak keluar. B: Oh, aku ikut perihatin, tetapi bisa dicoba lagi dalam pemilu mendatang.

15 Pertuturan (16) dan (17) cukup santun karena si penutur mematuhi maksim kesimpatian, yakni memaksimalkan rasa simpati pada lawan tuturnya yang mendapat kebahagiaan, namun (17) rasa kedukaan.selanjutnya keenam maksim itu disusun dalan suatu bangan seperti di bawah ini. Gambar 2.1 Kesantunan bahasa dalam maksim Maksim Kebijaksanaan (meminimalkan kerugian orang lain atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain) Kemurahan (memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain atau meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain) Penerimaan (memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri atau meminimalkan keuntungan diri sendiri) Kerendahan Hati (memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri atau meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri) Kesetujuan (memaksimalkan kesetujuan di antara mereka atau meminimalkan ketidaksetujuan di antara mereka) Kesimpatian (memaksimalkan rasa simpati atau meminimalkan rasa antipasti kepada lawan tuturnya) Leech menjabarkan kesantunan berbahasa berdasarkan maksim kemudian Leech (1983: ) juga membagi lima skala pengukur kesantunan berbahasa yang didasarkan pada setiap maksim impersonalnya. Kelima skala itu dijabarkan sebagai berikut di bawah ini.

16 (a) Skala kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale) Skala kerugian dan keuntungan merujuk pada besar kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Kalau tuturan itu semakin merugikan penutur, maka dianggap semakin santunlah tuturan itu. Namun, kalau dilihat dari pihak lawan tutur, tuturan itu dianggap tidak santun. Sebaliknya, kalau tuturan itu semakin merugikan lawan tutur, maka tuturan itu dianggap santun. Skala ini digunakan untuk menghitung biaya dan keuntungan untuk melakukan tindakan (seperti yang ditunjukan oleh daya ilokusi tindak tutur) dalam kaitannya dengan penutur dan lawan tutur. Skala ini menjelaskan mengapa, walaupun sama-sama bermodus imperatif (intonasinya sama). Misalnya (1) bersihkan baleho saya! dan (2) mari kita dukung saudara kita! (b) Skala pilihan (optionality scale) Skala pilihan mengacu pada banyak atau sedikitnya pilihan (option) yang disampaikan penutur kepada lawan tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin banyak pilihan dan keleluasaan dalam petuturan itu, maka dianggap semakin santunlah penuturan itu. Sebaliknya kalau tuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan bagi si penutur dan lawan tutur, maka tuturan itu tidak santun. Misalnya (1) pindahkan kotak ini, (2) kalau tidak lelah pindahkan kotak ini, dan (3) kalau tidak lelah dan ada waktu, pindahkan kotak ini; itu kalau kamu mau dan tidak keberatan.

17 (c) Skala ketidaklangsungan (indirectness scale) Skala ketidaklangsungan merujuk kepada peringkat langsung atau tidak langsugnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Sebaliknya, semakin tidak langsung, maksud sebuah tuturan akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Misalnya (1) jelaskan persoalannya, (2) saya ingin Saudara menjelaskan persoalannya, dan (3) berkerberatankah Saudara lebih menjelaskan persoalannya. (d) Skala keotoritasan (anthority scale) Skala keotoritasan merujuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan lawan tutur yang terlibat dalam suatu pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dan lawan tutur maka tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat status sosial diantara keduanya, maka semakin berkurang peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam pertuturan itu. (e) Skala jarak sosial (social distance) Skala jarak sosial merujuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan lawan tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat hubungan sosial antara keduanya (penutur dan lawan tutur maka kurang santun), sebaliknya semakin jauh jarak peringkat sosial di antara penutur dengan lawan tutur, maka semakin santunlah tuturan yang digunakan dalam penutur itu. Dengan kata lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dan lawan tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan.

18 Pranowo Pranowo (2009:24) mengatakan tuturan terasa santun berkenaan dengan diksi berbahasa dan bukan suatu teori yakni menggunakan kata tolong, maaf, terima kasih, berkenan, dan kata sapaan. Artinya, dalam pertuturan terasa santun apabila caleg berkampanye pada masyarakat menggunakan kata pemarkah kesantunan kata tolong, mohon, dan terimaksih. (a) penggunaan kata tolong untuk tuturan yang akan menyinggung perasaan orang lain, (b) gunakan kata maaf untuk tuturan yang akan diperkirakan akan menyinggung perasaan orang lain, (c) gunakan kata terima kasih sebagai penghormatan atas kebaikan orang itu, (d) gunakan kata berkenan untuk meminta kesediaan orang lain melakukan sesuatu, (e) gunakan kata beliau untuk menyambut orang ketiga yang dihormati, dan (f) gunakan kata Bapak/Ibu untuk menyapa orang ketiga J.L. Austin Austi (1962:109) mengatakan bahwa tindak tutur yang dilakukan dalam bentuk kalimat performatif dirumuskan sebagai tiga buah tindakan yang berbeda yaitu (a) tindak tutur lokusi, (b) tindak tutur ilokusi, dan (c) tindak tutur perlokusi. (a) Tindak tutur lokusimerupakan tindak tutur yang menyatakan sesuatu sebagaimana adanya atau the act of saying somethingtindakan untuk mengatakan sesuatu. Artinya, tindak tutur mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna kata dan makna kalimat dengan kaidah sintaksisnya. Di sini maksud atau fungsi ujaran itu belum menjadi perhatian. Jadi, apabila seorang jurkam caleg berkata "Partai Golkar"

19 tetapi ia tidak melanjutkannya dengan berkampanye, maka tahap ini hanya berlangsung tindak tutur lokusi. (b) Tindak tutur ilokusimerupakan tindakan melakukan sesuatu dan menyatakan sesuatu. Oleh karena itu, tindak tutur ilokusi ini disebutthe act of doing something (tindakan melakukan sesuatu). Untuk memudahkan memahami tindak tutur ilokusi dalam kalimat adalah kalimat tersebut dilekati kata kerja melaporkan, mengumumkan, bertanya, dan menyarankan. Artinya, tindak tutur berbicara tentang maksud dan fungsi atau daya ujaran yang bersangkutan untuk apa ujaran itu dilakukan, maka Partai Golkar yang diujarkan oleh jurkam caleg dengan maksud memilih Partai Golkar adalah sebuah tindak ilokusi. (c) Tindak tutur perlokusimerupakan tindak tutur yang mempunyai pengaruh atau efek terhadap lawan tutur atau orang yang mendengar tuturan itu maka tindak tutur perlokusi sering disebut sebagai the act of affective someone (tindak yang memberi efek pada orang lain). Untuk memudahkan memahami tindak tutur ilokusi dalam kalimat adalah kalimat tersebut dilekati kata kerja membujuk, menipu, menjengkelkan, dan menakut-nakuti.artinya jurkam caleg melakukan tindak tutur bagi masyarakat, maka efek dari tindak tutur itu mampu mempengaruhi masyarakat. Misalnya, masyarakat mengatakan bersedia memilih Partai Golkar sebagai akibat dari tindak tutur itu maka dikatakan terjadi tindak perlokusi.

20 Senada juga dengan Austin, Searle (1975:132) mengatakan bahwa tindak tutur terdiri atas lima katagori, yaitu tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi. (a) Representatif (asertif) merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya. Verba penanda representatif (asertif) dalam tindak tutur adalah verba mengatakan, melaporkan, dan menyebutkan. (b) Direktif merupakan tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan itu. Verba penanda direktif dalam tindak tutur adalah verba menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. (c) Ekspresif merupakan tindak tutur yang dilakukan yang dimaksud agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi mengenai hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Verba penanda ekspresif dalam tindak tutur adalah verba memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, dan menyelak. (d) Komisif merupakan tindak tutur yang mengikat penuturannya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturnya. Verba penanda komisif dalam tindak tutur adalah verba berjanji, bersumpah, dan mengancam. (e) Deklarasi merupakan tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan maksud untuk menciptakan hal yang baru. Verba penanda deklarasidalam tindak tutur adalah verba memutuskan, membatalkan,

21 melarang, mengizinkan, dan memberi maaf. Dari teori tindak tutur yang dikemukakan Searle dapat disimpulkan bahwa satu bentuk ujaran dapat mempunyai lebih dari satu fungsi. Sebaliknya, satu fungsi dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk ujaran. Untuk itu, tindak tutur langsung sama dengan tindak tutur lokusi dan tindak tutur tidak langsung sama dengan tindak tutur ilokusi. Selain itu, sebuah tuturan bisa menjadi tindak tutur langsung Paul H. Gries Gries (1975:45-47) mengatakan bahwa penutur dan lawan tutur dalam pertuturan harus menaati prinsip-prinsip kerjasama. Dalam kajian pragmatik prinsip itu disebut maksim. Maksim merupakan pernyataan ringkas yang mengandung ajaran atau kebenaran. Maksim tersebut terdiri dari maksim kuantitas (maxim of Quantity) artinya maksim yang menghendaki setiap peserta tutur hanya memberikan kontribusi yang secukupnya saja atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawanya, maksim kualitas (maxim of quality)artinya maksim ini menghendaki agar peserta pertuturan itu mengatakan hal sebenarnya yang sesuai dengan data dan fakta, maksim relevansi (maxim of relevance)artinya maksim ini mengharuskan setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang relavan dengan masalah atau tajuk pertuturan, dan maksim cara (maxim of manner) artinya maksim ini mengharuskan penutur dan lawan tutur berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak ambigu, tidak berlebih-lebihan dan runtut.

22 Menurut Gries apabila keempat maksim ini dipatuhi dalam pertuturan maka pertuturan itu akan berjalan dengan baik. Sebaiknya apabila keempat maksim dilanggar maka pertuturan menjadi tidak baik. Namun, kalau keempat maksim itu dipatuhi kedalam pertuturan, maka akan memperoleh pertuturan yang baik, tetapi pertuturan itu berlangsung dengan tidak santun. Dengan kata lain,penutur menerapkan prinsip kesopanan (kesantunan) dari Leech (1983) maka perinsip kerja sama Gries itu yang harus dilanggar dan tidak ditaati. Berdasarkan uraian di atas, kesantunan bahasa jurkam dan caleg Partai Golkar berkampanye dalam penelitian ini terfokus pada teori kesantunan bahasa yang dikemukan Leech kerena tidak melanggar aturan dalam pertuturan berdasarkan maksim kesantunan dan skala pengukuran teori kesantunan bahasa Teori Semiotika Kata Semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion, yang berarti tanda atau seme, yang berarti penafsir tanda. Saragih (2012:12) mengatakan definisi semiotika itu bervariasi. Namun demikian, semua definisi semiotika terfokus pada tanda. Pengertian apapun yang diberikan pakar linguistik, bahwa definisi semiotika tetap berpijak pada konsep atau pengertian dasar, yakni semiotika merupakan kajian tanda. Peirce ( ) mengatakan bahwa semiotika a relationship a many sign, an object, and a meaning. Artinya suatu hubungan di antara tanda, objek, dan makna. Salah satu bentuk tanda adalah kata, sedangkan objectmerupakan sesuatu yang dirujuk tanda sementara interpretantmerupakan tanda yang ada dalam pikiran seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.

23 Gambar 2.2. Segitiga makna Pierce Sign Interpretant Object Istilah panah dua arah pada gambar di atas menekankan bahwa masingmasing istilah dapat dipahami hanya dalam relasinya dengan yang lain. Sebuah tanda mengacu kepada sesuatu di luar dirinya sendiri, objek dapat dipahami oleh seseorang serta memiliki efek dibenak penggunanya yaitu interpretant. Apabila ketiga elemen makna ini berinteraksi dalam benak seseorang maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Dengan demikian, teori segitiga makna merupakan persoalan bagaimana makna muncul dari suatu tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Senada juga dengan Peirce maka de Saussure ( ) mengatakan bahwa semiotikamerupakan ilmu tentang tanda. Ilmu tanda tersebut dibagi menjadi dua komponen, yaitu signifier (citra bunyi) dan signified (konsep) kemudian hubungan antara keduanya disebutarbitrer. Dalam konteks ini, daya semiotika bahasa berkampanye, para caleg memberi tanda dan petanda berbentuk jargon politik, lambang partai politik, dan juga nomor urut peserta caleg sehingga komunikasi dalam berkampanye dapat terealisasi dengan baik dan pesan yang ingin disampaikan mereka dipahami oleh masyarakat. Sobur (2003:15) mengatakan memaknai berarti objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga menginstruksikan sistem terstruktur dari tanda.

24 Artinya, bahwa kata, kalimat, dan gambar sebagai sarana menyampaikan informasi dan pesan. Hal seperti itulah yang yang diterapkan caleg untuk berkampanye melalui semiotik jargon politik kepada masyarakat. Artinya, caleg berkomunikasi dalam berkampanye kepada masyarakat tidak terlepas dari makna jargon politik yang disampaikan melalui semiotika caleg tersebut serta ujaranujaran bahasanya. Selaras dengan Sobur, Bertens (1993:180) mengatakan bahwa tanda merupakan kesatuan bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna. Artinya bahwa penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep aspek mental dari bahasa. Eco (1979:7) dan Chandler (2008:1) (dalam Saragih, 2012:23) mengatakan bahwa semiotika berkenaan dengan segala sesuatu yang dapat dipandang sebagai tanda. Definisi ini memberi pengertian bahwa sesuatu tanda bergantung pada pandangan individu. Artinya, caleg dapat memandang sesuatu sebagai tanda, yang lain mungkin tidak memandangnya sebagai tanda. Dengan kata lain, keberadaan tanda tergantung pada individu dalam memandang dan menafsirkannya. Misalnya, jargon partai politik suara golkar suara rakyat. Mungkin setiap orang pasti berbeda menafsirkan kalimat tersebut, seperti golkar adalah milik rakyat atau setiap suara rakyat adalah pasti suara golkar. Fawcett (1984:xiii) mengatakan bahwa semiotika merupakan kajian tentang sistem tanda dan penggunaannya. Definisi ini menempatkan bahwa tanda

25 sebagai sistem, yakni sesuatu yang mempunyai kaitan dengan yang lain dan definisi ini juga mencakupi pemakaian tanda. Lebih luas lagi, Lamb (1984:87) mengatakan semiotika sebagai kajian sistem tanda. Artinya, menempatkan tanda dalam hubungannya dengan yang lain atau dalam konteks sebagai sarana pesan. van Leeuwen (2005:285) juga mengatakan bahwa kajian semiotika sebagai kajian sumber daya semiotika dan penggunaannya. Sumber daya semiotika mencakupi perbuatan, materi, dan alat yang digunakan untuk membentuk tanda untuk tujuan komunikasi. Artinya bahwa sumber daya semiotika memiliki potensi makna berdasarkan kelaziman pemakaian dan penggunaannya. Hal ini, merupakan bagian sarana dan prasarana dalam kampanye yang dipergunakan setiap caleg. Caleg berkampanye melalui daya semiotika alat peraga yang berisi materi kampanye yang disampaikan kepada masyarakat dengan tujuan menarik simpati terhadapnya. Misalnya, Simpati sama Isma pas di hati jilid II, maksud dari jargon politik tersebut adalah kesimpatian masyarakat bersama Isma dan mendukung pencalegkan periode kedua. Halliday (2004:230) mengatakan semiotika bahasa merupakan semiotika sosial. Semiotika bahasa terdiri atas tiga unsur, yakni (a) arti, setara dengan petanda (signified), (b) bentuk, dan (c) ekspresi, setara dengan penanda (signifier). (a) arti dalam semiotika merujuk pada teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) merupakan fungsi ujaran. Fungsi ujaran itu merupakan ujaran dasar (disebut juga protoaksi dalam Saragih 2006). Fungsi ujaran itu

26 merupakaan arti dalam sistem semiotika yaitu pernyataan, pertanyaan, perintah, dan tawaran yang direalisasikan oleh bentuk atau tatabahasa, yang seterusnya dieksperesikan oleh bunyi, tulisan, atau isyarat. (b) Bentuk atau tatabahasa modus terjadi dari empat kelompok, yaitu modus deklaratif, interogatif, imperatif, dan tawaran. Secara rinci masing-masing fungsi ujaran direalisasikan oleh modus sebagai berikut: (1) fungsi ujaran pernyataan lazimnya direalisasikan oleh modus deklaratif, (2) fungsi ujaran pertanyaan lazimnya direalisasikan oleh modus interogatif, (3) fungsi ujaran perintah lazimnya direalisasikan oleh modus imperatif, dan (4) fungsi ujaran tawaran dapat direalisasikan oleh deklaratif, interogatif, dan imperatif. Dalam bahasa Indonesia modus ditandai secara prosodi dengan intonasi datar untuk modus deklaratif, naik untuk interogatif, dan turun untuk imperatif. Di samping itu dalam bahasa Indonesia tulisan, titik (.) merupakan penanda pernyataan, tanda tanya (?) merupakan penanda pertanyaan, dan tanda seru (!) merupakan penanda perintah. Di samping penanda prosidi, modus secara struktural ditandai dua unsur fungsi antarpesona, yaitu subject dan finite. Unsur tatabahasa yang digunakan untuk merealisasikan fungsi antarpesona adalah subject, finite, predicator, complement, dan andjuct. Subject dan finite membangun mood atau modus sedangkan predicator, complement, dan andjuct membentuk residue yang tidak berperan dalam pembentukan modus. (c) Klausa atau ekspresi berada pada posisi bebas secara gramatikal; merupakan unit yang tertinggi; klausa secara langsung merealisasikan unit

27 arti atau semantik. Satu unit pengalaman disebut klausa yang terdiri atas tiga unsur atau konfigurasi, yaitu (1) proses, yakni kegiatan, peristiwa, atau kejadian, (2) partisipan, yakni orang atau benda yang terlibat dalam proses, dan (3) sirkumstan, yakni lingkungan tempat terjadinya proses yang melibatkan pertisipan itu. Kesatuan ketiga unsur itu dalam satu unit pengalaman disebut klausa dan secara teknis realisasi penggambaran pengalaman itu dalam semiotika bahasa disebut transitif. Misalnya, pemburu itu mengejar harimau itu kemarin (pemburu itu adalah pertisipan, mengejar adalah proses, harimau itu adalah partisipan, dan kemarin adalah sirkumstan). Ketiga semiotika bahasa itu dengan sifat perulangan berlapis yang dikenal dengan istilah metaredundancy, unsur petanda dan bentuk menyatu sebagai petanda dalam satu tahap proses pemakai bahasa. Pada proses petanda diekspresikan oleh penanda yang berupa bunyi, huruf, atau isyarat. Dalam teori LFS, istilah arti diberi tanda kutip tunggal sebagai arti dan bentuk serta ekspresi tidak diberi tanda kutip. Secara teknis unsur arti, bentuk, dan ekspresi masing-masing mangacu ke semantik (semantics), dan tatabahasa (leksikogramar). Di dalam teori LFS dikatakan juga bahwa bahasa sebagai semiotika terdiri atas tiga unsur atau strata, yaitu strata semantik, leksikogramar, dan fonologi. Hubungan dengan kesantunan daya semiotika bahasa merupakan hubungan arti dan ekspresi tidak bersifat satu ke satu yang dikenal dengan istilah nonbiunique. Nonbiunique merupakan hubungan satu ke satu, yakni satu

28 arti direalisasikan oleh satu ekspresi atau satu ekspresi merealisasikan satu arti. Hubungan nonbiunique juga menyatakan hubungan satu ke banyak, yakni satu arti ke banyak ekspresi atau hubungan satu ke banyak, yakni satu arti ke banyak ekspresi atau hubungan satu ekspresi yang merupakan realisasi banyak arti. Bentuk kajian ini tidak hanya berlangsung dalam hubungan satu ke satu, yakni hubungan antara satu petanda dengan satu penanda atau antara satu arti dengan satu ekspresi tetapi juga potensial berlangsung dalam hubungan satu ke lebih dari satu atau satu kebanyak. Selanjutnya, tanda (sign)merupakan sesuatu yang mewakili atau menyatakan sesuatu yang lain. Dengan kata lain, tanda terjadi dari dua unsur yakni sesuatu yang disebut penanda (signifier)dan sesuatu yang lain diistilahkan sebagai petanda (signified) yang diwakili. Hubungan antara petanda dan penanda adalah hubungan realisasi, yakni petanda direalisasikan oleh penanda atau penanda merealisasikan petanda. Misalnya, merah sebagai penanda bahaya dengan pengertian bahaya sebagai petanda dan warna merahsebagai penanda. Hubungan sintagmatik antara petanda dan penanda adalah jika petanda di depan dan penanda di belakangnya keduanya dihubungkan oleh proses atau verba pasif: petanda direalisasikan oleh penanda ( bahaya dinyatakan oleh merah), sementara, jika penanda mengikuti petanda keduanya dihubungkan oleh verbal aktif: penanda merealisasikan petanda (merah menyatakan bahaya ). Di samping merealisasikan, verba lain dapat digunakan seperti menyatakan, menunjukkan, mengindikasikan, mengekspresikan, mengodekan,

29 menyimbolkan, berarti, bermakna, merepresentasikan, mengisyaratkan, merupakan, dan mewakili untuk menghubungkan petanda dan penanda atau dalam semiotika bahasa antara arti dan ekspresi. Misalnya: Petanda Ka bah Banteng Pohon Beringin Penanda 1. Partai Persatuan Pembangunan 2. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 3. Partai Golongan Karya Artinya, petanda Ka bah direalisasikan menjadi penanda Partai Persatuan Pembangunan, petanda Banteng direalisasikan menjadi penanda Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan petanda Pohon Beringi direalisasikan menjadi penanda Partai Golongan Karya Teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) LFS merupakan satu pradigma dalam kajian fungsional bahasa yang pendekatan, kajian, dan aplikasinya berdasarkan prinsip semiotika. Bahasa dikatakan sebagai semiotika sosial (Halliday, 2004:214). Dengan kata lain, tatabahasa fungsional sistemik adalah tatabahasa yang teori atau prinsip semiotika menjadi dasar utama dalam pengkajian penelitian ini. Konsep fungsional dalam LFS memiliki tiga pengertian yang saling berhubungan. Pertama, pengertian fungsional menurut LFS adalah bahasa terstruktur berdasarkan fungsi yang akan dimainkan oleh bahasa dalam kehidupan manusia atau tujuan yang akan dicapai dalam pemakaian bahasa. Pengertian ini disebut fungsional berdasarkan tujuan pemakaian bahasa.

30 Dengan kata lain, secara spesifik dikatakan bahwa bahasa atau teks terstruktur berdasarkan tujuan pemakaian atau penggunaan bahasa. Bahasa yang digunakan untuk suatu fungsi atau tujuan disebut teks (text). Dengan pengertian pertama ini, teks yang digunakan untuk menceritakan peristiwa (narasi) terstruktur berbeda dengan teks yang digunakan untuk melaporkan satu peristiwa. Dengan pengertian yang pertama ini kecenderungan tatabahasa dalam teks. Perbedaan ini terjadi karena fungsi dan tujuan dalam masing-masing teks berbeda. Dengan kata lain, penutur atau pemakai bahasa memiliki tujuan yang berbeda dengan teks yang lain. Perbedaan teks direalisasikan oleh perbedaan tatabahasa (lexicogramar) secara kualitatif dan kuantitatif. Yang dimaksud dengan perbedaan kualitatif adalah dalam dua teks yang berbeda tujuannya pemunculan suatu aspek tatabahasa itu tidak muncul atau tidak ada sama sekali. Perbedaan kualitatif menunjukkan bahwa tingkat kemungkinan, probabilitas, keseringan atau kekerapan pemunculan suatu aspek tatabahasa lebih tinggi dalam dalam suatu teks daripada teks yang satu lagi. Jadi dengan pandangan semiotika, pemunculan satu aspek tatabahasa atau probabilitas pemunculan satu aspek tatabahasa adalah penanda arti atau makna yang terdapat di dalam teks itu. Dengan pengertian fungsional yang pertama ini teks diinterpretasikan sebagai ditentukan oleh konteks sosial, yakni segala unsur yang terjadi di luar teks. Dengan kata lain, struktur teks ditentukan oleh unsur yang ada di luar teks, yakni tujuan pemakaian bahasa sebagai unsur konteks sosial.

31 Pengertian fungsional yang kedua adalah metafungsi bahasa, yakni fungsi bahasa dalam pemakaian bahasa. Berkaitan dengan pengertian fungsional pertama, LFS merumuskan bahwa dalam kehidupan manusia bahasa memiliki tiga kategori fungsi yaitu, (a) memaparkan atau memerikan pengalaman yang diistilahkan sebagai fungsi ideasional (ideational function), (b) mempertukarkan pengalaman yang diistilahkan sebagai fungsi antarpesona (interpersonal function), dan (c) merangkaikan pengalaman yang diistilahkan sebagai fungsi tekstual (textual function). Selanjutnya fungsi ideasional terbagi ke dalam dua subbagian, yakni fungsi eksperiensial (experiential function), yakni fungsi bahasa untuk menggambarkan pengalaman dan fungsi logis (logical function), yakni fungsi bahasa untuk menghubungkan pengalaman. Implikasi dari metafungsi bahasa ini adalah tatabahasa dipandang merupakan teori tentang pengalaman, yakni teori tentang bagaimana bahasa digunakan menggambarkan pengalaman, menghubungkan pengalaman, mempertukarkan pengalaman, dan merangkai pengalaman. Dengan mengikuti prinsip semiotika, masing-masing fungsi bahasa itu direalisasikan oleh struktur bahasa atau tatabahasa yang berbeda sifatnya dan tidak saling berhubungan. Realisasi makna atau fungsi antarpersona terjadi pada tingkat, strata, atau level semantik. Sebagai realisasi aksi pada strata tatabahasa, modus terdiri atas modus deklaratif, interogatif, dan imperatif. Aksi pernyataan, pertanyaan, dan perintah masing-masing direalisasikan oleh modus deklaratif, interogatif, dan imperatif, sedangkan tawaran tidak memiliki modus yang lazim (unmarked) sebagai realisasinya. Dengan demikian, tawaran dalam konteks sosial tentu

32 dapat direalisasikan oleh satu dari ketiga modus deklaratif, interogatif, dan imperatif. Realisasi aksi pada strata semantik dan tatabahasa bukanlah hubungan satu ke satu (biunique relation); artinya secara semantik pernyataan tidak selamanya direalisasikan oleh hanya modus deklaratif pernyataan oleh hanya interogatif, dan perintah oleh hanya imperatif. Hubungan aksi dalam kedua strata itu bersifat probabilitas yang memberikan dua pengertian, yaitu pertama, satu aksi ditingkat semantik dapat direalisasikan satu modus dan kedua, satu modus dapat merupakan realisasi lebih dari satu aksi. Sebagai contoh, aksi perintah dapat direalisasikan oleh modus imperatif, interogatif, dan deklaratif. Tabel 2.1. Realisasi fungsi ujar dalam modus imperatif, interogatif, dan deklaratif Semantik Perintah (agar memilih partai golkar) Perintah (menggunakan hak pilih) Tatabahasa (Modus) Imperatif Interogatif Deklaratif Imperatif Interogatif Deklaratif Klausa Ayo mendengar suara golkar, suara rakyat! Apakah suara golkar, suara rakyat? Suara golkar, suara rakyat. Pergilah ke TPS suaramu menentukan nasib bangsa! Siapa yang mau menggunakan hak pilihnya? Sebagai warga negara yang baik gunakan hak pilihmu pada pemilu ini. Hubungan realisasi fungsi ujaran dalam modus pada tabel di atas merupakan realisasi perintah di dalam tiga modus dan klausa dalam modus merupakan realisasi banyak arti. Semantik perintah agar memilih partai golkar direalisasikan pada modus imperatif, interogatif, dan deklaratif. Klausa dalam modus dapat direalisasikan banyak arti, yakni Ayo mendengar suara golkar, suara

33 rakyat! Apakah suara golkar, suara rakyat? Suara golkar, suara rakyat. Semantik perintah menggunakan hak pilih direalisasikan pada modus imperatif, interogatif, dan deklaratif. Klausa dalam modus dapat direalisasikan banyak arti, yakni Pergilah ke TPS suaramu menentukan nasib bangsa! Siapa yang mau menggunakan hak pilihnya? Sebagai warga negara yang baik gunakan hak pilihmu pada pemilu ini. Pengertian fungsional ketiga berkaitan dengan fungsi unit bahasa dalam unit yang lebih besar. Dalam LFS dikatakan bahwa setiap unit bahasa bersifat fungsional terhadap unit yang lebih besar, yang di dalam unit itu menjadi unsur. Ada empat unit bahasa dalam LFS, yakni klausa, grup atau frase, grup atau frase fungsional dalam klausa dan klausa menjadi unsur fungsional dalam klausa kompleks. Hubungan antarperingkat tatabahasa ini adalah hubungan konstituen dengan pengertian bahwa unit tatabahasa yang lebih tinggi peringkatnya dibangun dari unit yang berada di bawahnya. LFS sebagai bagian dari pendekatan linguistik fungsional melihat bahasa sebagai fenomena sosial hanya dapat dipahami dalam konteks sosial. Dalam LFS, kajian difokuskan pada teks. Dengan kata lain, unit kajian tertumpu pada teks. Teks adalah unit arti atau wujud sebagai hasil intraksi dalam konteks sosial.

34 Figura 2.3. Realisasi metafungsi dalam semiotika pemakaian bahasa Dalam pengodean semiotika bahasa berdasarkan gambar di atas merupakan pengodean berlapis. Ideologi direalisasikan oleh budaya; realisasi ideologi dalam budaya menjadi satu kesatuan dan direalisasikan oleh situasi; realisasi ideologi dalam budaya yang telah direalisasikan dan menyatu dalam situasi direalisasikan oleh semantik; realisasi ideologi dalam budaya dalam situasi yang telah menyatu dan direalisasikan semantik selanjutnya direalisasikan oleh leksikogramar diekspresikan dalam fonologi, grafologi, atau isyarat. Dari uraian-uraian pendapat para ahli mengenai semiotika bahasa, peneliti menyimpulkan semiotika merupakan ilmu tanda yang diekspresikan sesuai dengan keadaan dan situasi konteks dalam bentuk fonologi, grafologi, dan isyarat. 2.2 Kajian yang Relevan Pada tahapan ini, peneliti membahas kajian-kajian terdahulu mengenai kesantunan yang telah dilakukan peneliti-peneliti bahasa sebelumnya. Penelitian kesantunan yang dibahas berkaitan dengan kajian pendekatan pragmatik yang berhubungan dengan kajian pustaka, konsep, dan metode.

35 a. Hasil penelitian yang relevan Hasil penelitian yang dilakukan Elvita Yenni (2010) adalah berjudul Kesantunan Berbahasa dalam Acara Debat Kontroversi Surat Keputusan Bersama Ahmadiyah di TV One. Penelitian ini memakai teori kesantunan bahasa yang dikemukan Brown dan Levinson. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan teknik pengolahan data dengan menggunakan teknik observasi, dokumentasi, dan wawancara. Hasil penelitian ini mengenai strategi kesantunan positif dan negatif adalah meminimalkan jarak lebih dominan menciptakan strategi jarak dan segi budaya menselarakan budaya Eropa sementara jarak berakar pada budaya Asia termasuk Indonesia. Namun secara alamiah terdapat juga berbagai macam tuturan yang cendrung merupakan tindakan yang tidak menyenangkan yang berarti tindakan yang mengancam muka. Untuk mengurangi ancaman itulah kita didalam berkomunikasi perlu menggunakan sopan santun. Karena ada dua sisi muka yang terancam yaitu, muka negatif dan muka positif. Kesantunan ini dapat ditafsirkan sebagai upaya untuk menghindari konflik antara penutur dan lawan tuturnya di dalam proses berkomunikasi. Kontribusi penelitian Yenni terhadap penelitian ini adalah adanya keterkaitan permasalahan terhadap kesantunan bahasa dalam tindak tutur dan metode dalam teknik pengumpulan data sama dengan penelitian ini yaitu teknik observasi, dokumentasi, dan wawancara. Hasil penelitian yang dilakukan Yenny Puspita Saragih (2013) adalah berjudul Kearifan Lokal Kesantunan Berbahasa pada Masyarakat Pasisi Barus. Penelitian ini menggunakan pendekatan kajian antropolinguistik dan pragmatik.

KESANTUNAN DENGAN DAYA SEMIOTIKA BAHASA BERKAMPANYE CALON LEGISLATIF PARTAI GOLONGAN KARYA DI KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

KESANTUNAN DENGAN DAYA SEMIOTIKA BAHASA BERKAMPANYE CALON LEGISLATIF PARTAI GOLONGAN KARYA DI KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA Kajian Linguistik, Februari 2015, 15-34 Copyright 2015, Program Studi Linguistik FIB USU, ISSN 1693-4660 Tahun ke-12, No 1 KESANTUNAN DENGAN DAYA SEMIOTIKA BAHASA BERKAMPANYE CALON LEGISLATIF PARTAI GOLONGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu pengetahuan dan berbagai. Partai politik dalam pemilihan umum (pemilu) melakukan kampanye

PENDAHULUAN. memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu pengetahuan dan berbagai. Partai politik dalam pemilihan umum (pemilu) melakukan kampanye PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Bahasa Indonesia memegang peranan yang sangat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property

BAB II KAJIAN TEORI. Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property 7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kesopanan Berbahasa Kesopanan berbahasa sangat diperlukan bagi penutur dan petutur. Menurut Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property associated with

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang mengalami perubahan menuju era globalisasi. Setiap perubahan

BAB I PENDAHULUAN. sedang mengalami perubahan menuju era globalisasi. Setiap perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi. Berbahasa berkaitan dengan pemilihan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588). BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi BAB II KERANGKA TEORI Kerangka teori ini berisi tentang teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi tindak tutur;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangPenelitian Bahasa adalah hasil budaya suatu masyarakat berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks, karenaujarantersebutmengandung pemikiran-pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi yang paling utama bagi manusia. Chaer (2010:11) menyatakan bahasa adalah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seseorang ketika berbicara tidak lepas dari penggunaan bahasa. Pengertian bahasa menurut KBBI (2007:88) adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunkaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup, terutama bagi kehidupan manusia. Setiap manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup, terutama bagi kehidupan manusia. Setiap manusia akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan suatu hal yang mutlak dibutuhkan oleh semua makhluk hidup, terutama bagi kehidupan manusia. Setiap manusia akan melakukan komunikasi dengan sesamanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejatinya, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana berkomunikasi antarsesama. Akan tetapi, tidak jarang bahasa juga digunakan oleh manusia sebagai sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan berbicara menduduki posisi penting dalam kehidupan manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia melakukan percakapan untuk membentuk interaksi antarpesona

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Tindak Tutur Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin (1962) dengan mengemukakan pendapat bahwa pada dasarnya

Lebih terperinci

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto, Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia... 9 Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto Bahasa Indonesia-Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat untuk menunjukkan identitas masyarakat pemakai bahasa. Masyarakat tutur merupakan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya sangat penting untuk diungkapkan karena dapat dipakai sebagai sumber informasi dan bahan acuan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, perkawinan, tindak tutur, dan konteks situasi. Keempat konsep ini perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa berbahasa. Sebagian orang menggunakan bahasa lisan atau tulisan dengan menggunakan kata-kata yang jelas

Lebih terperinci

KESANTUNAN BERBAHASA POLITISI DALAM ACARA TALK SHOW

KESANTUNAN BERBAHASA POLITISI DALAM ACARA TALK SHOW KESANTUNAN BERBAHASA POLITISI DALAM ACARA TALK SHOW Syamsul Arif Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Kesantunan berbahasa merupakan hal yang penting dalam kegiatan berkomunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Simanjuntak:1987:157).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak tutur merupakan suatu bentuk tindakan dalam konteks situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari interaksi yang menggunakan sebuah media berupa bahasa. Bahasa menjadi alat komunikasi yang digunakan pada setiap ranah profesi.

Lebih terperinci

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Diajukan oleh: RIZKA RAHMA PRADANA A

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Diajukan oleh: RIZKA RAHMA PRADANA A KESANTUNAN BERBICARA PENYIAR RADIO SE-EKS KARESIDENAN SURAKARTA: KAJIAN PRAGMATIK Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, dan Batak Angkola Mandailing.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian kesantunan bertutur dialog tokoh dalam film Sang

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian kesantunan bertutur dialog tokoh dalam film Sang BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian kesantunan bertutur dialog tokoh dalam film Sang Kiai karya Rako Prijanto, ditemukan tuturan yang menaati maksim-maksim kesantunan bertutur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga pada pemilihan kata-kata dan kalimat-kalimat yang digunakan,

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga pada pemilihan kata-kata dan kalimat-kalimat yang digunakan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri individu yang beretika adalah individu tersebut santun berbahasa. Santun berbahasa adalah bagaimana bahasa menunjukkan jarak sosial diantara para

Lebih terperinci

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 3, Nomor 3, Desember 2015 PELANGGARAN PRINSIP-PRINSIP KESOPANAN PADA MEMO DINAS DI SALAH SATU PERGURUAN TINGGI DI BANTEN

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 3, Nomor 3, Desember 2015 PELANGGARAN PRINSIP-PRINSIP KESOPANAN PADA MEMO DINAS DI SALAH SATU PERGURUAN TINGGI DI BANTEN PELANGGARAN PRINSIP-PRINSIP KESOPANAN PADA MEMO DINAS DI SALAH SATU PERGURUAN TINGGI DI BANTEN Dhafid Wahyu Utomo 1 Bayu Permana Sukma 2 Abstrak Di ranah formal, seperti di perguruan tinggi, penggunaan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut. 1. Jenis tindak tutur dalam iklan kampanye

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis

BAB III METODE PENELITIAN. Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis BAB III METODE PENELITIAN Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis penelitian, data dan sumber data, pengembangan instrumen, prosedur pengumpulan data, dan prosedur pengolahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan penelitian ini,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan penelitian ini, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berikut beberapa penelitian yang dapat menjadi acuan dan perbandingan dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. seseorang menggunakan kata-kata kerja promise berjanji, apologize minta

BAB II LANDASAN TEORI. seseorang menggunakan kata-kata kerja promise berjanji, apologize minta BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tindak Tutur Austin dalam Nadar (2009: 10) menyatakan bahwa pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Pada waktu seseorang menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam berbahasa diperlukan kesantunan, karena tujuan berkomunkasi bukan hanya bertukar pesan melainkan menjalin hubungan sosial. Chaer (2010:15) mengatakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN. Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan

BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN. Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN 2.1. Pengertian Tindak Tutur Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan pengaruh yang besar di bidang filsafat dan lingustik. Gagasannya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi atau interaksi sosial. Sebagai alat komunikasi, bahasa dapat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian... 31

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian... 31 DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Penelitian... 1 B. Identifikasi Masalah...

Lebih terperinci

BAB 5. KESIMPULAN dan SARAN. pemakaiannya. Bahasa juga kerap dijadikan media dalam mengungkapkan

BAB 5. KESIMPULAN dan SARAN. pemakaiannya. Bahasa juga kerap dijadikan media dalam mengungkapkan 1 BAB 5 KESIMPULAN dan SARAN 5.1 Kesimpulan Bahasa merupakan produk budaya yang paling dinamis dalam pemakaiannya. Bahasa juga kerap dijadikan media dalam mengungkapkan pemikiran, permintaan, dan perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, harapan, pesan-pesan, dan sebagainya. Bahasa adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, harapan, pesan-pesan, dan sebagainya. Bahasa adalah salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya senantiasa melakukan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting karena dengan bahasa orang dapat menerima

Lebih terperinci

PRAGMATIK. Penjelasan. Sistem Bahasa. Dunia bunyi. Dunia makna. Untuk mengkaji pragmatik... Contoh-contoh sapaan tersebut...

PRAGMATIK. Penjelasan. Sistem Bahasa. Dunia bunyi. Dunia makna. Untuk mengkaji pragmatik... Contoh-contoh sapaan tersebut... PRAGMATIK Pengantar Linguistik Umum 10 Desember 2014 APAKAH PRAGMATIK ITU? Sistem Bahasa Penjelasan Pragmatik Dunia bunyi Pragmatik Struk tur baha sa* Dunia makna Pragmatik Di dalam dunia bunyi dan dunia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tindak tutur dapat dikatakan sebagai suatu tuturan saat seseorang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tindak tutur dapat dikatakan sebagai suatu tuturan saat seseorang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Tindak Tutur Tindak tutur dapat dikatakan sebagai suatu tuturan saat seseorang melakukan beberapa tindakan seperti melaporkan, menjanjikan, mengusulkan, menyarankan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa tidak hanya memberikan informasi kepada pembaca, gagasan, baik pada redaksi maupun masyarakat umum. Penyampaian gagasan

BAB I PENDAHULUAN. Media massa tidak hanya memberikan informasi kepada pembaca, gagasan, baik pada redaksi maupun masyarakat umum. Penyampaian gagasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa tidak hanya memberikan informasi kepada pembaca, melainkan juga memberikan sarana kepada pembaca untuk menyampaikan gagasan, baik pada redaksi maupun

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang

II. LANDASAN TEORI. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang II. LANDASAN TEORI 2.1 Pragmatik Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu salah satunya yaitu tentang pragmatik. Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari

Lebih terperinci

ANALISIS PRAGMATIK PELANGGARAN TINDAK TUTUR GURU DI SMA LENTERA

ANALISIS PRAGMATIK PELANGGARAN TINDAK TUTUR GURU DI SMA LENTERA Vol. 4 No.1 Juli 2014 ISSN 2089-3973 ANALISIS PRAGMATIK PELANGGARAN TINDAK TUTUR GURU DI SMA LENTERA Indah Rahmita Sari FKIP Universitas Jambi ABSTRACT This article is aimed to explain the disobedience

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Sofa,S.IP(2008) yang menulis tentang, Penggunaan Pendekatan Pragmatik dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara bagi Siswa SMPN 3 Tarakan Kalimantan

Lebih terperinci

Pelaksanaan Tindak Ujaran. Dwiyanti Nandang ( ) Meita Winda Lestari ( ) Pamela Yunita Sari ( ) Riza Indah Rosnita ( )

Pelaksanaan Tindak Ujaran. Dwiyanti Nandang ( ) Meita Winda Lestari ( ) Pamela Yunita Sari ( ) Riza Indah Rosnita ( ) Pelaksanaan Tindak Ujaran Dwiyanti Nandang ( 056174 ) Meita Winda Lestari ( 0608215 ) Pamela Yunita Sari ( 056089 ) Riza Indah Rosnita ( 056255 ) Ujaran Tujuan Lokusi ( saying something ) Tujuan dari ujaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat untuk menyampaikan pesan, ungkapan perasaan, dan emosi

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat untuk menyampaikan pesan, ungkapan perasaan, dan emosi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam hidupnya senantiasa berkomunikasi dengan manusia lain dalam masyarakat untuk menyampaikan pesan, ungkapan perasaan, dan emosi melalui media bahasa. Bahasa

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PRASASTI (Pragmatik: Sastra dan Linguistik)

SEMINAR NASIONAL PRASASTI (Pragmatik: Sastra dan Linguistik) IMPLEMENTASI KESANTUNAN LEECH TERHADAP KEHIDUPAN BERMASYARAKAT (Suatu Strategi untuk Menciptakan Kerukunan Hidup Bermasyarakat yang Damai dan Harmonis) Nisa Afifah S111308007 Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

KESANTUNAN BERBAHASA SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH: KAJIAN BERDASARKAN PRAGMATIK

KESANTUNAN BERBAHASA SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH: KAJIAN BERDASARKAN PRAGMATIK KESANTUNAN BERBAHASA SIDANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH: KAJIAN BERDASARKAN PRAGMATIK Dr.H.Muhammad Sukri,M.Hum., dan Siti Maryam, M.Pd. FKIP Universitas Mataram sukrimuhammad75@gmail.com Abstrak Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Chaer (2010:14)

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Chaer (2010:14) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasi untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungan masyarakat. Komunikasi dapat dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar BelakangPenelitian. Manusia dalam kesehariannya selalu menggunakan bahasa. Dengan bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar BelakangPenelitian. Manusia dalam kesehariannya selalu menggunakan bahasa. Dengan bahasa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPenelitian Manusia dalam kesehariannya selalu menggunakan bahasa. Dengan bahasa, manusia dapat saling menyapa dengan manusia lain serta mengungkapkan perasaan dan gagasannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan kajian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan kajian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan kajian penulisan. Hal ini dikarenakan hasil dari suatu karya ilmiah haruslah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan tindak tutur (speech act) dalam wacana pertuturan telah banyak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan tindak tutur (speech act) dalam wacana pertuturan telah banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persoalan tindak tutur (speech act) dalam wacana pertuturan telah banyak diteliti dan diamati orang. Namun, sejauh yang peneliti ketahui dalam konteks proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan media komunikasi yang paling canggih dan produktif. Kentjono (dalam Chaer, 2007: 32) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Austin (dalam Nadar, 2009: 11) pada dasarnya pada saat seseorang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Austin (dalam Nadar, 2009: 11) pada dasarnya pada saat seseorang 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tindak Tutur Menurut Austin (dalam Nadar, 2009: 11) pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Pada waktu seseorang menggunakan kata-kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 35 BAB III METODE PENELITIAN Dalam metode penelitian ini, diuraikan segala hal mengenai pendekatan penelitian yang digunakan, data dan sumber data, prosedur pengumpulan data, dan teknik pengolahan data.

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Tesis ini membahas tentang pelanggaran maksim-maksim prinsip

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Tesis ini membahas tentang pelanggaran maksim-maksim prinsip BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Tesis ini membahas tentang pelanggaran maksim-maksim prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan dalam drama seri House M.D. di mana tuturantuturan dokter Gregory House

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa lisan dan bahasa tulis salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa lisan dan bahasa tulis salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana, yaitu bahasa tulis dan bahasa

Lebih terperinci

Oleh: Wenny Setiyawan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhamadiyah Purworejo

Oleh: Wenny Setiyawan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhamadiyah Purworejo PENERAPAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA DALAM PERCAKAPAN FILM SANG PENCERAH SUTRADARA HANUNG BRAMANTYO, RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MENYIMAK DAN BERBICARA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 324 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Penelitian ini berjudul Strategi Tindak Tutur Direktif Guru dan Respons Warna Afektif Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. Kajian pragmatik dan implikasinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah dipertanggungjawabkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

BAB I PENDAHULUAN. identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan BAB I PENDAHULUAN Di dalam pendahuluan ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan beberapa definisi kata kunci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah, meminta

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah, meminta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana terpenting dalam segala jenis komunikasi yang terjadi di dalam kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari penelitian lapangan, baik dari buku-buku maupun skripsi yang sudah ada. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial, di dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial, di dalam dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial, di dalam dirinya terdapat hasrat untuk berkomunikasi, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain (Muryati

Lebih terperinci

WUJUD KESANTUNAN BERBAHASA DALAM BUKU AJAR BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR TINGKAT RENDAH KARANGAN MUHAMMAD JARUKI

WUJUD KESANTUNAN BERBAHASA DALAM BUKU AJAR BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR TINGKAT RENDAH KARANGAN MUHAMMAD JARUKI WUJUD KESANTUNAN BERBAHASA DALAM BUKU AJAR BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR TINGKAT RENDAH KARANGAN MUHAMMAD JARUKI Irfai Fathurohman Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu

Lebih terperinci

Prinsip Kerjasama Dan Kesantunan Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Dengan Pendekatan Saintifik

Prinsip Kerjasama Dan Kesantunan Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Dengan Pendekatan Saintifik Prinsip Kerjasama Dan Kesantunan Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Dengan Pendekatan Saintifik I Made Rai Arta 1 Abstrak Tulisan ini memuat kajian prinsip kerjasama dan kesantunan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap suku-suku pasti memiliki berbagai jenis upacara adat sebagai perwujudan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik sistemik fungsional berperan penting memberikan kontribusi dalam fungsi kebahasaan yang mencakup

Lebih terperinci

RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA

RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA Rosmawaty Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Bahasa merupakan fenomena sosial yang terwujud dalam konteks sosial. Konteks sosial menentukan bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat utama dalam komunikasi dan memiliki daya ekspresi dan informatif yang besar. Bahasa sangat dibutuhkan oleh manusia karena dengan bahasa manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38).

BAB 1 PENDAHULUAN. Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38). Komunikasi merupakan suatu hal penting dalam membangun relasi antarindividu. Dengan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyampaikan pikiran, perasaan kepada orang lain. demikian, bahasa juga mempunyai fungsi sebagai alat kekuasaan.

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyampaikan pikiran, perasaan kepada orang lain. demikian, bahasa juga mempunyai fungsi sebagai alat kekuasaan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi antarmanusia. Manusia berbahasa setiap hari untuk berkomunikasi. Berbahasa adalah suatu kebutuhan, artinya berbahasa merupakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. penelitian yang bersumber dari acara infotainment talkshow baru pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. penelitian yang bersumber dari acara infotainment talkshow baru pertama kali BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai prinsip kesantunan dan implikatur yang menggunakan pendekatan pragmatik sudah banyak dilakukan, akan tetapi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana,

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana, yaitu bahasa tulis dan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik. Tindak tutur (istilah Kridalaksana pertuturan speech act, speech event) adalah pengujaran kalimat untuk menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Suatu kenyataan bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana

I. PENDAHULUAN. Suatu kenyataan bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu kenyataan bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi. Bahasa adalah milik manusia dan merupakan satu ciri pembeda utama umat manusia dengan

Lebih terperinci

TUTURAN IKLAN KECANTIKAN PADA MAJALAH KARTINI DALAM KAJIAN PRAGMATIK

TUTURAN IKLAN KECANTIKAN PADA MAJALAH KARTINI DALAM KAJIAN PRAGMATIK TUTURAN IKLAN KECANTIKAN PADA MAJALAH 1. Pendahuluan KARTINI DALAM KAJIAN PRAGMATIK Ratna Zulyani Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Manusia membutuhkan bahasa sebagai alat komunikasi bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wacana merupakan komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Wacana merupakan komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana merupakan komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi dengan ide-ide atau gagasan-gagasan, dan konversasi atau percakapan (Tarigan, 2009:22). Wacana direalisasikan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada Bab 5 ini akan disajikan simpulan dan saran berdasarkan hasil temuan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada Bab 5 ini akan disajikan simpulan dan saran berdasarkan hasil temuan BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada Bab 5 ini akan disajikan simpulan dan saran berdasarkan hasil temuan dari dua pertanyaan penelitian dan pembahasan pada pada Bab 4. Bab ini diawali dengan simpulan dan ditutup

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada diluar bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada diluar bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada diluar bahasa yang digunakan untuk memahami hal-hal lain(kbbi, 2003:58). 2.1.1Implikatur

Lebih terperinci

BAB 2 IHWAL PRAGMATIK: PRINSIP KERJA SAMA, KESOPANAN DAN TINDAK TUTUR. Berbicara mengenai maksud tuturan dalam melakukan tugas dari petugas

BAB 2 IHWAL PRAGMATIK: PRINSIP KERJA SAMA, KESOPANAN DAN TINDAK TUTUR. Berbicara mengenai maksud tuturan dalam melakukan tugas dari petugas 8 BAB 2 IHWAL PRAGMATIK: PRINSIP KERJA SAMA, KESOPANAN DAN TINDAK TUTUR Berbicara mengenai maksud tuturan dalam melakukan tugas dari petugas koperasi saat melakukan transaksi dengan nasabah atau sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik memiliki berbagai cabang disiplin ilmu. Cabang-cabang

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik memiliki berbagai cabang disiplin ilmu. Cabang-cabang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik memiliki berbagai cabang disiplin ilmu. Cabang-cabang tersebut diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik dan sebagainya. Berbeda

Lebih terperinci

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa REALISASI TUTURAN DALAM WACANA PEMBUKA PROSES BELAJARMENGAJAR DI KALANGAN GURU BAHASA INDONESIA YANG BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal

I. PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal 1 I. PENDAHULUAN Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal yang menjadi latar belakang pemilihan topik penelitian, termasuk mensignifikasikan pemilihan topik penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi oleh penuturnya. Bahasa dipisahkan menjadi dua kelompok besar, yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Sebagaimana yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan proses interaksi manusia satu dengan yang lainnya. Komunikasi bertujuan memberikan informasi atau menyampaikan pesan kepada mitra tutur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, alat yang digunakan berkomunikasi tersebut adalah bahasa. Chaer

BAB I PENDAHULUAN. lain, alat yang digunakan berkomunikasi tersebut adalah bahasa. Chaer 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lain, alat yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti saat melakukan penelitian di Sekolah Dasar 5

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti saat melakukan penelitian di Sekolah Dasar 5 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab IV ini akan diberikan pemaparan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti saat melakukan penelitian di Sekolah Dasar 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi oleh alat ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi oleh sekelompok

Lebih terperinci

PELANGGARAN PRINSIP SOPAN SANTUN PADA DIALOG ACARA MATA NAJWA EPISODE MELIHAT KE TIMUR

PELANGGARAN PRINSIP SOPAN SANTUN PADA DIALOG ACARA MATA NAJWA EPISODE MELIHAT KE TIMUR PELANGGARAN PRINSIP SOPAN SANTUN PADA DIALOG ACARA MATA NAJWA EPISODE MELIHAT KE TIMUR Oleh: Nanang Maulana Email: abiemaulana7@gmail.com Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mathla ul Anwar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat paling penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan bahasa visual dipandang kurang penting, padahal banyak kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan bahasa visual dipandang kurang penting, padahal banyak kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa verbal (lisan dan tulis) memegang peranan penting dalam interaksi dan menjadi sarana interaksi yang paling utama, sedangkan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesopanan merupakan adat sopan santun, tingkah laku (tutur kata) yang baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesopanan merupakan adat sopan santun, tingkah laku (tutur kata) yang baik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesopanan merupakan adat sopan santun, tingkah laku (tutur kata) yang baik tata krama (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 1493). Kesopanan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sebelum melakukan penelitian, ada beberapa sumber kajian yang dijadikan acuan dari penelitian ini yaitu hasil penelitian sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kepentingan untuk menjalin hubungan interaksi sosial.

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kepentingan untuk menjalin hubungan interaksi sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah media komunikasi yang paling efektif bagi manusia dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya. Hal itu berarti bahwa fungsi utama bahasa adalah

Lebih terperinci