BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1) Kualitas fisis dan kimiawi habitat perairan serta kerapatan absolut vegetasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1) Kualitas fisis dan kimiawi habitat perairan serta kerapatan absolut vegetasi"

Transkripsi

1 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1) Kualitas fisis dan kimiawi habitat perairan serta kerapatan absolut vegetasi mangrove Sungai Donan, Cilacap secara umum sebagai berikut. Rata-rata suhu perairan (31,37±1,96 C), salinitas (22,64±1,26 ), dan ph air (7) masih dalam kisaran baku mutu yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun Sementara itu, rata-rata kandungan oksigen terlarut (3,89±1,10 mg/l), konsentrasi polutan Pb dalam air (0,007±0,01 mg/l) dan konsentrasi Cu dalam air (0,025±0,189 mg/l) sudah melebihi baku mutu yang ditetapkan. Konsentrasi polutan Pb dalam substrat (6,853± 2,72 mg/kg) dan Cu dalam substrat (12,594±4,30 mg/kg) masih di bawah level target baku mutu IADC/CEDA, ) Status mutu air kawasan perairan mangrove di tepi Sungai Donan, Cilacap dengan indeks pencemaran berkisar 1-5 adalah tercemar ringan dengan status kondisi mangrove baik sangat padat (kerapatan 1500 pohon/ha). 3) Peranan hutan mangrove sebagai biofilter dalam pengendalian polutan Pb dan Cu di perairan mangrove di tepi Sungai Donan, Cilacap dapat disimpulkan sebagai berikut: a) Hutan mangrove di tepi Sungai Donan berperan dalam mengurangi konsentrasi polutan Pb dalam air dan substrat dari sumber polutan ke 104

2 103 terutama kemampuan kawasan dalam mengurangi konsentrasi polutan Pb dalam substrat yang berkurang secara signifikan.

3 102 Tabel Hasil uji lanjut BNT untuk variabel polutan Pb dalam sedimen tiap zona pengamatan (I) Zona (J) Zona Perbedaan Rata-rata Standar galat Signifikansi Dalam -3, * 1, ,029* Tengah 0, , ,721 Kontrol Luar 0, , ,862 Kontrol 3, * 1, ,029* Tengah 4, * 1, ,015* Dalam Luar 4, * 1, ,021* Kontrol -0, , ,721 Dalam -4, * 1, ,015* Tengah Luar -0, , ,854 Kontrol -0, , ,862 Dalam -4, * 1, ,021* Luar Tengah 0, , ,854 *) Berbeda signifikan pada taraf uji 0,05 Hasil uji lanjut BNT (Tabel 4. 18) untuk perbedaan konsentrasi polutan Pb dalam zona menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada zona dalam terhadap zona tengah, zona luar, dan zona kontrol sedangkan zona tengah dan zona luar tidak memiliki perbedaan yang signifikan terhadap zona kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin menjauhi Kilang Minyak Pertamina konsentrasi polutan Pb-nya semakin mendekati nilai konsentrasi Pb di zona kontrol. Dengan kata lain, keberadaan mangrove di tepi Sungai Donan mampu mengurangi polutan Pb dalam substrat secara signifikan melalui mekanisme pengendapan logam berat dalam lumpur. Di sisi lain, berdasarkan Tabel 4. 17, dapat disimpulkan bahwa kawasan mangrove di tepi Sungai Donan, Cilacap mampu mengurangi konsentrasi polutan Pb dan Cu dalam kawasan tersebut mulai dari sumber pencemar hingga luaran,

4 101 sedangkan polutan Pb dalam substrat menunjukkan nilai signifikansi kurang dari 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang yang signifikan antar zona pengamatan untuk polutan Pb dalam substrat, sedangkan konsentrasi polutan Pb dalam air tidak berbeda signifikan. Nilai signifikansi dari variabel polutan Cu dalam air dan sedimen lebih dari 0,05, H 0 diterima, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan konsentrasi polutan Cu dalam air dan sedimen diantara keempat zona pengamatan. Selanjutnya, dilakukan analisis pembandingan ganda untuk melihat zona mana saja yang berbeda dan zona mana saja yang relatif sama dengan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) untuk variabel Pb dalam substrat. Uji lanjut BNT dipilih karena setiap variabel yang dianalisis telah memenuhi asumsi kesamaan variansi dimana sig. > 0,05 (terdapat variasi) serta jumlah data tiap variabel adalah sama.

5 100 vegetasi yang memiliki kemampuan dalam menyerap logam berat. Semakin rapat mangrove di suatu kawasan, semakin tinggi pula konsentrasi polutan yang tersimpan dalam kawasan tersebut sehingga semakin berkurang pula konsentrasi polutan yang keluar kawasan. 3. Kemampuan hutan mangrove sebagai biofilter dalam pengendalian polutan Pb dan Cu Kandungan logam berat yang diuji adalah logam berat timbal (Pb) dan tembaga (Cu) yang terdapat di air dan sedimen (substrat). Pengukuran polutan Pb dan Cu sama halnya dengan pengukuran kualitas fisis dan kimiawi habitat lainnya, yaitu pada empat zona berupa zona kontrol, zona dalam, zona tengah, dan zona luar. Untuk mengetahui peran hutan mangrove sebagai biofilter dalam pengendalian polutan Pb dan Cu, analisis sidik ragam dilakukan dengan hasil berikut ini (Lampiran 8). Tabel Analisis sidik ragam untuk variabel konsentrasi polutan Pb dan Cu dalam air serta sedimen pada tiap zona pengamatan Derajat Selang F Variabel Perlakuan Signifikansi Bebas Kepercayaan Hitung Konsentrasi Pb dalam air 15 0,007±0,009 1,333 0,310 Konsentrasi Pb dalam 15 6,85±2,72 3,598 0,046* substrat Antar Zona Konsentrasi Cu dalam air 15 0,025±0,189 1,173 0,361 Konsentrasi Cu dalam 15 12,59±4,30 0,849 0,493 substrat Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi (Sig.) masing-masing variabel polutan Pb dan Cu dalam air dan substrat. Pada variabel polutan Pb, nilai signifikansi untuk polutan Pb dalam air lebih dari 0,05 atau H 0 diterima,

6 99 yang terikat oleh akar mangrove. Jika kawasan tersebut tercemar oleh logam berat Pb atau Cu, dalam sedimen tersebut akan terkandung logam berat Pb atau Cu karena bentuk Pb dan Cu yang berupa partikel mempercepat logam tersebut terakumulasi dalam sedimen. Nybakken (1982) dalam Marasabessy dkk (2010) menjelaskan bahwa sekali mengendap sedimen tidak akan dialirkan lagi keluar. Hal ini menunjukkan bahwa sedimen (mengandung logam berat) yang terbawa aliran akan tertahan pada perakaran mangrove sehingga semakin lama sedimen yang terbawa aliran akan berkurang dari lokasi satu ke lokasi lain sepanjang aliran sungai. Berdasarkan hal tersebut, ekosistem mangrove terbukti mampu mengurangi konsentrasi polutan Pb dan Cu yang keluar dari kawasan tersebut. Pengaruh kerapatan absolut vegetasi mangrove terhadap konsentrasi Pb dan Cu dalam organ tumbuhan (akar dan daun) menunjukkan nilai koefisien yang positif artinya terjadi hubungan positif antara kerapatan absolut vegetasi mangrove dengan konsentrasi Pb dan Cu dalam organ tumbuhan, semakin rapat mangrove di suatu kawasan maka semakin meningkatkan konsentrasi Pb dan Cu dalam organ tumbuhan. Hal tersebut terkait dengan kemampuan mangrove dalam menyerap logam berat melalui akar yang kemudian didistribusikan ke bagian tubuh yang lain seperti cabang dan daun serta melalui stomata pada daun (Wittig, 1993 dalam Munawar dan Rina, 2010). Berdasarkan beberapa persamaan regresi di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan hutan mangrove memiliki peran dalam mengurangi polutan logam berat, baik dalam skala ekosistem (penahan sedimen dan air) maupun sebagai

7 98 konsentrasi logam berat dalam perairan. Sebagai contoh salah satu persamaan di bawah ini. Konsentrasi Pb dalam air = 1,079*10-6 kerapatan absolut vegetasi mangrove. Persamaan di atas memiliki arti pada tiap kenaikan 1 pohon/ha menyebabkan kenaikan konsentrasi Pb dalam air yang terperangkap dalam kawasan mangrove sebesar 1,079x10-6 mg/l. Hal tersebut terkait dengan keberadaan ekosistem mangrove di suatu kawasan, ekosistem mangrove selain mampu menahan sedimen juga mampu menahan air yang memasuki kawasannya. Semakin rapat kawasan mangrove semakin banyak pula air yang terperangkap dalam kawasan tersebut. Air yang terperangkap adalah air permukaan bagian bawah, bentuk logam berat yang berupa partikel meyebabkan logam berat berada pada bagian tersebut sehingga semakin rapat suatu kawasan, semakin banyak pula kandungan logam berat dalam air di kawasan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa mangrove di tepi Sungai Donan berperan dalam mengurangi konsentrasi logam berat dalam air yang keluar dari kawasan tersebut. Pengaruh kerapatan absolut vegetasi mangrove terhadap konsentrasi Pb dan Cu dalam sedimen juga menunjukkan nilai koefisien positif atau dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kerapatan absolut vegetasi mangrove semakin tinggi pula konsentrasi polutan Pb dan Cu dalam sedimen di kawasan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuan akar mangrove dalam mengikat sedimen. Jadi, semakin banyak individu dalam suatu kawasan semakin banyak pula sedimen

8 97 2. Pengaruh kerapatan absolut vegetasi terhadap konsentrasi logam berat Tabel Hasil analisis regresi untuk variabel kerapatan absolut vegetasi mangrove (Lampiran 7) Variabel Hasil Analisis Regresi Xi Kerapatan absolut vegetasi mangrove Kosentrasi Pb Kosentrasi Cu Yi Koefisien Determinasi Signifikansi Persamaan dalam air 0,615 0,002 Yi= 1,078*10-6 Xi dalam sedimen 0,847 0,000 Yi = 0,001 Xi dalam daun 0,476 0,013 Yi = 1,444 + Xi dalam akar 0,729 0,000 Yi = 1,419*10-5 Xi dalam air 0,798 0,000 Yi = 3,300*10-6 Xi dalam sedimen 0,843 0,000 Yi= 0,001 Xi dalam daun 0,899 0,000 Yi = Xi dalam akar 0,918 0,000 Yi = 2,023*10-5 Xi Tabel diatas memberikan informasi tentang model persamaan regresi yang diperoleh serta signifikansi dari koefisien regresi. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi yang diperoleh. Nilai signifikansi di atas menunjukkan nilai lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan yang terbentuk layak digunakan. Nilai koefisien determinasi menyatakan besarnya kontribusi variabel X (kerapatan absolut vegetasi mangrove) terhadap perubahan variabel Yi (Konsentrasi polutan Pb dan Cu). Nilai koefisien determinasi pada Tabel tidak ada yang menunjukkan nilai 1, berarti ada variabel lain selain kerapatan absolut vegetasi mangrove yang memengaruhi konsentrasi polutan Pb dan Cu di kawasan tersebut. Pengaruh kerapatan absolut vegetasi mangrove terhadap konsentrasi logam Pb dan Cu di perairan menunjukkan nilai koefisien positif. Hal tersebut berarti semakin tinggi nilai kerapatan absolut vegetasi mangrove semakin tinggi pula

9 96 asam-asam poliamino-polikarboksilik. Dengan kata lain, logam Pb lebih lambat ditranslokasikan ke tajuk dibandingkan dengan logam Cu. Hasil ini juga menunjukkan bahwa Rhizophora apiculata bukanlah tumbuhan hiperakumulator sebab untuk menjadi tumbuhan hiperakumulator, besar faktor translokasi harus lebih dari satu (TF > 1) (Lorestani et al., 2011 dalam Siahaan dkk., 2013). Tumbuhan hiperakumulator adalah tumbuhan yang dapat mengakumulasi logam dengan konsentrasi yang sangat tinggi pada jaringan permukaan (aboveground) di habitat alamiahnya (Baker dan Brooks, 1984). Nilai TF < 1 menunjukkan Rhizophora apiculata pada hutan mangrove di tepi Sungai Donan mengalami mekanisme fitostabilisasi. Fitostabilisasi adalah penghentian kontaminan di tanah melalui absorpsi dan akumulasi oleh akar. Fitostabilisasi sangat berguna untuk pengolahan timbal, arsenik, cadmium, kromium, tembaga, dan seng. Hal tersebut menunjukkan bahwa Rhizophora apiculata akan menghambat mobilitas logam dalam sedimen dan terbawa aliran air.

10 95 yang terdapat dalam ekosistem habitatnya. Perbedaan konsentrasi logam berat pada organ tumbuhan tertentu berkaitan dengan proses fisiologis tumbuhan tersebut. Menurut Rosmarkam dan Nasih (2002) bahwa ada tiga jalan yang dapat ditempuh oleh air dan ion-ion yang terlarut bergerak menuju sel-sel xilem dalam akar, yaitu (1) melalui dinding sel (apoplas) epidermis dan sel-sel korteks,(2) melalui sistem sitoplasma (simplas) yang bergerak dari sel ke sel, dan (3) melalui sel hidup pada akar, tempat sitosol dari setiap sel membentuk suatu jalur. Brooks (1997) dalam Hamzah dan Setiawan (2010) mengatakan akumulasi logam ke dalam akar tumbuhan melalui bantuan transpor molekul dalam membran akar kemudian akan membentuk transpor logam kompleks yang menembus xilem dan terus menuju sel daun. Setelah sampai di daun, logam akan melewati plasmalemma, sitoplasma, dan tonoplasma untuk memasuki vakuola. Di dalam vakuola transpor, molekul kompleks bereaksi dengan akseptor terminal molekul untuk membentuk akseptor kompleks logam kemudian transpor molekul dilepas dan akseptor kompleks logam terakumulasi dalam vakuola yang tidak akan berhubungan dengan proses fisiologi sel tumbuhan. Kapasitas transfer logam dari akar ke daun dihitung dengan menggunakan perhitungan faktor translokasi (Translocation Factor TF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TF Pb dan Cu dari akar ke daun bervariasi antara 0,09 0,91. Menurut sifatnya, logam berat Pb merupakan logam yang memiliki daya translokasi yang rendah (Hamzah dan Setiawan, 2010) sehingga nilai TF Pb lebih kecil dari Cu yang biasanya mengalami translokasi pembentukan khelat dengan

11 94 Tabel Nilai Faktor Biokonsentrasi (BCF) Pb dan Cu di keempat zona pengamatan Konsentrasi Pb Konsentrasi Cu Tumbuhan BCF Pb Tumbuhan BCF Cu Zona Air Air (Akar dan Daun) (l/kg) (Akar dan daun) (l/kg) (mg/l) (mg/l) (mg/kg) (mg/kg) Kontrol Dalam Tengah Luar Tabel Nilai Faktor Translokasi (TF) Pb dan Cu di keempat zona pengamatan Zona Pb dalam Daun (mg/kg) Pb dalam Akar (mg/kg) TF Pb Cu dalam Daun (mg/kg) Cu dalam Akar (mg/kg) TF Cu Kontrol Dalam Tengah Luar Berdasarkan hasil perhitungan nilai Faktor Biokonsentrasi (BCF) dalam air diketahui nilai BCF Cu zona kontrol sebesar 274,44 l/kg dan zona tengah sebesar 251, 21 l/kg dikategorikan memiliki kemampuan sedang sementara zona dalam dan zona luar termasuk dalam kategoti rendah karena nilai BCF Cu lebih kecil dari 250 l/kg. Sementara itu, nilai BCF Pb termasuk dalam kategori sedang untuk semua zona. Nilai BCF tertinggi sebesar 668,95 (Pb) dan terendah 198,29 (Cu) sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan Rhizophora apiculata dalam mengakumulasi logam berat dalam air berupa Pb lebih besar daripada logam Cu. Data BCF tersebut menunjukkan bahwa pohon Rhizophora apiculata mempunyai kecenderungan untuk menyerap dan mengakumulasi logam berat

12 93 B. Kemampuan Hutan Mangrove sebagai Biofilter dalam Pengendalian Polutan Pb dan Cu 1. Faktor biokonsentrasi (Bioconcentration Factor BCF) dan faktor translokasi (Translocation Factor TF) logam Pb dan Cu Akumulasi logam bisa dilihat dengan cara membandingkan konsentrasi antar organ tumbuhan mangrove. Baker dan Brooks (1989) dalam Hamzah dan Setiawan (2010) menyatakan bahwa tumbuhan mampu mengakumulasi logam berat hingga > 1000 mg/kg dan dikenal sebagai hiperakumulator. Bioconcentration Factors (BCF) dan Translocation Factors (TF) bisa digunakan untuk menduga tumbuhan yang bisa dijadikan sebagai fitoremediasi. Melalui hasil analisis konsentrasi polutan Pb dan Cu pada masing-masing zona maka dapat dihitung nilai BCF untuk melihat sejauh mana Rhizophora apiculata mampu mengakumulasi polutan tersebut dalam air dengan kata lain untuk mengetahui seberapa besar konsentrasi logam pada akar dan daun yang berasal dari lingkungan (MacFarlane et al., 2007), sedangkan dari nilai TF dapat diketahui proses yang dilakukan Rhizophora apiculata dalam mengurangi keberadaan logam merupakan proses fitoekstraksi atau fitostabilisasi.

13 92 kegiatan pembangunan dapat menimbulkan dampak terhadap kerusakan mangrove sehingga perlu dilakukan upaya pengendaliannya, salah satu upaya pengendalian untuk melindungi mangrove dari kerusakan adalah dengan mengetahui adanya tingkat kerusakan berdasarkan kriteria baku kerusakannya. Penentuan tingkat kerusakan mangrove di suatu kawasan didasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Tabel Status kondisi hutan mangrove di tepi Sungai Donan, Cilacap Zona Selang Kepercayaan Kerapatan Vegetasi mangrove (pohon/ha) Status Kontrol 7200±400 Baik sangat padat Dalam 10533±3055 Baik sangat padat Tengah 9876 ±1404 Baik sangat padat Luar 10267±1803 Baik sangat padat Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004, kerapatan absolut vegetasi mangrove di tepi Sungai Donan termasuk dalam kondisi baik sangat padat. Akan tetapi, secara fisiognomi banyak ditemukan tanaman mangrove yang mengalami kerusakan, baik itu mengalami defoliasi pada bagian daun maupun kekeringan. Selain itu, sebagai kawasan rehabilitasi yang ditanam pada tahun 1982 dan 1983, pertumbuhan tanaman cenderung terhambat akibat adanya masukan bahan pencemar ke habitat perairan mangrove.

14 91 Donan mampu berperan sebagai biofilter walaupun belum mampu meningkatkan status mutu air kawasan. Zona kontrol sebagai zona yang berada sebelum kawasan industri juga berada dalam status tercemar ringan sehingga perlu adanya perhatian yang lebih serius dari pihak yang terkait untuk menganggulangi masalah tersebut. Begitu pula dengan zona lainnya, perlu dilakukan adanya peninjauan ulang terhadap limbah yang dibuang oleh Kilang Minyak Cilacap serta pemantauan secara berkala terhadap kualitas perairan Sungai Donan untuk meminimalisir dampak yang timbul. Penurunan kualitas perairan di hutan mangrove Sungai Donan ini hendaknya menyadarkan kita bahwa jika pembangunan maupun aktivitas yang berdampak negatif terhadap hutan mangrove diteruskan dan mengakibatkan kerusakan bahkan berkurangnya areal mangrove, pada akhirnya yang diperlukan adalah teknologi pengolah limbah dimana secara biaya lebih tinggi. Selain itu, adanya akumulasi limbah terutama logam berat bisa saja menyebabkan daya toksisitasnya menjadi lebih tinggi. b. Penentuan status kondisi mangrove. Mangrove merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi antara lain, sebagai habitat tempat berkembang biak dan berlindung bagi sumber daya hayati laut, juga sebagai biofilter dalam pengendalian polutan dan harus tetap dipelihara kelestariannya. Semakin meningkatnya

15 90 dengan Kilang Minyak Cilacap sebesar 3,36. Walaupun zona dalam memiliki nilai indeks pencemaran tertinggi, tetapi zona ini masih termasuk dalam status tercemar ringan. Dari hasil pengukuran pada zona kontrol dan zona tengah, nilai parameter suhu air, salinitas, konsentrasi Pb, dan ph air sudah memenuhi baku mutu, tetapi nilai parameter kandungan oksigen terlarut serta konsentrasi Cu dalam air tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Untuk zona luar, zona yang paling dekat dengan muara, hanya nilai parameter salinitas, konsentrasi Pb, dan ph air saja yang memenuhi baku mutu, sedangkan parameter lain tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Nilai indeks pencemaran zona luar lebih tinggi daripada zona kontrol dan zona dalam karena banyak nilai parameternya yang melebihi baku mutu. Hal tersebut diduga karena lokasi zona luar dekat dengan muara yang digunakan sebagai tempat bongkar muat kapal. Hal ini memungkinkan zona luar mendapat pengaruh buangan dari bahan bakar kapal ke lokasi tersebut sehingga memengaruhi kualitas airnya. Jika dilihat dari indeks pencemaran (Tabel 4.12), nilai tertinggi terdapat pada zona dalam dan dapat dilihat bahwa terjadi penurunan indeks pencemaran dari zona dalam (sumber pencemar) hingga zona luar (luaran) sehingga dapat dikatakan bahwa hutan mangrove di tepi Sungai

16 89 4. Penentuan status mutu air dan kondisi mangrove a. Penentuan status mutu air. Status mutu air adalah tingkat cemar air yang diuji berdasarkan beberapa parameter air dibandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2003). Dalam studi ini, penghitungan status mutu air menggunakan beberapa parameter kualitas air, yaitu suhu air, salinitas, ph air, kandungan oksigen terlarut, serta konsentrasi logam berat Cu dan Pb dalam air yang dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk biota laut dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 (Lampiran 3). Hasil perhitungan Nilai Indeks Pencemaran sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air dapat dilihat pada Tabel (Lampiran 6). Tabel Status mutu air kawasan perairan mangrove di tepi Sungai Donan berdasarkan baku mutu air laut untuk biota laut No Zona Indeks Pencemaran Status Mutu Air 1 Kontrol Tercemar Ringan 2 Dalam Tercemar Ringan 3 Tengah Tercemar Ringan 4 Luar Tercemar Ringan Dari hasil analisis Status Mutu Air pada Tabel 4. 13, kondisi mutu air kawasan perairan mangrove Sungai Donan dapat dikategorikan sebagai tercemar ringan dengan nilai indeks pencemaran antara 1 5. Indeks pencemaran tertinggi ada pada zona dalam, yaitu lokasi yang paling dekat

17 88 Tabel Hasil uji lanjut BNT untuk variabel konsentrasi polutan Pb dalam daun pada tiap zona pengamatan (I) Zona Kontrol Dalam Tengah Luar (J) Zona Perbedaan Ratarata (I-J) Standar Galat Signifikansi Dalam 0, * 0, ,026* Tengah 0, * 0, ,004* Luar 0, * 0, ,004* Kontrol -0, * 0, ,026* Tengah 0, , ,223 Luar 0, , ,250 Kontrol -0, * 0, ,004* Dalam -0, , ,223 Luar -0, , ,938 Kontrol -0, * 0, ,004* Dalam -0, , ,250 Tengah 0, , ,938 *) Berbeda signifikan pada taraf uji 0,05 Hasil uji lanjut BNT pada Tabel menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara zona kontrol dengan ketiga zona lainnya. Namun, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara zona dalam dengan zona tengah dan Luar. Dengan demikian, walaupun pada analisis sidik ragam menunjukkan perbedaan yang signifikan, organ daun mangrove di tepi Sungai Donan belum mampu mengurangi konsentrasi polutan secara signifikan karena tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara zona paling dekat dengan Kilang Minyak Cilacap (sumber polutan) hingga yang paling jauh dari Kilang Minyak Cilacap (luaran). Begitu pula dengan kemampuan akar mangrove yang tidak cukup mampu mengurangi konsentrasi polutan Pb dan Cu secara signifikan.

18 87 kompleksasi dengan zat yang lain seperti fitokelatin (Baker dan Walker, 1990 dalam MacFarlane et al., 2003). Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan konsentrasi polutan Pb dan Cu dalam organ tumbuhan yang signifikan antar zona pengamatan maka dilakukan analisis statistik menggunakan analisis sidik ragam dengan hasil berikut ini. Tabel Analisis sidik ragam untuk variabel konsentrasi polutan Pb dan Cu dalam organ tumbuhan pada tiap zona pengamatan Variabel Perlakuan Derajat Selang F Signifikansi Bebas Kepercayaan Hitung Konsentrasi Pb dalam daun 11 0,39±0,35 7,146 0,012* Konsentrasi Cu dalam daun 11 2,70±1,08 0,890 0,487 Antar Zona Konsentrasi Pb dalam akar 11 0,13±0,94 0,702 0,577 Konsentrasi Cu dalam akar 11 0,19±0,70 1,774 0,230 *) Berbeda signifikan pada taraf uji 0,05 Hasil analisis sidik ragam di atas menunjukkan bahwa hutan mangrove di tepi Sungai Donan hanya mampu mengurangi konsentrasi polutan Pb secara signifikan melalui daunnya. Untuk menguji zona mana yang memiliki perbedaan yang signifikan atau tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan zona lainnya maka dilakukan uji lanjut perbandingan ganda BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan hasil seperti di bawah ini.

19 86 disebabkan spesies tumbuhan secara genetis mempunyai kemampuan yang sangat beragam untuk toleran atau tidak terhadap unsur seperti timbal, tembaga, perak, kadmium, dan nikel yang meracuninya. Pada beberapa spesies, unsur-unsur tersebut diserap dalam jumlah terbatas. Pada spesies lain, unsur tersebut ditimbun dalam akar dan dipindahkan sedikit ke tajuknya. Menurut Fitter dan Hay (1998), kelebihan logam berat yang diserap oleh tumbuhan akan berpengaruh pada kemampuan tumbuhan dalam memperoleh dan menggunakan sumberdaya. Kelebihan logam berat dapat menjadi sumber racun bagi tumbuhan tersebut, tetapi beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh pada tanah-tanah yang mengandung ion toksis mempunyai mekanisme penanggulangan (ameliorasi) terhadap ion tersebut. Proses ameliorasi dilakukan dengan empat pendekatan, yaitu lokalisasi, ekskresi, dilusi, dan inaktivasi. Lokalisasi dilakukan sebagai usaha ameliorasi terhadap ion toksik oleh tumbuhan di bagian akar yang menyebabkan konsentrasi ion toksik di bagian akar lebih tinggi dibandingkan bagian tumbuhan yang lain. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa tumbuhan mangrove di tepi Sungai Donan juga melakukan lokalisasi. Berdasarkan mekanisme fisiologis, mangrove secara aktif mengurangi penyerapan logam berat ketika konsentrasi logam berat dalam sedimen tinggi. Penyerapan tetap dilakukan tapi dalam jumlah yang terbatas dan terakumulasi di akar. Selain itu, terdapat sel endodermis pada akar yang menjadi penyaring dalam proses penyerapan logam berat. Dari akar, logam akan di translokasikan ke jaringan lainnya seperti batang dan daun serta mengalami proses

20 85 diperlukan tanaman, tetapi hanya sebagai akibat ukuran stomata daun yang cukup besar dan ukuran partikel timbal yang relatif kecil dibanding ukuran stomata (Widiriani, 1996 dalam Siregar, 2005). Faktor-faktor yang memengaruhi konsentrasi timbal dalam tanaman, yaitu jangka waktu tanaman kontak dengan timbal, konsentrasi timbal dalam tanah, morfologi dan fisiologi tanaman, umur tanaman, dan faktor yang memengaruhi areal seperti banyaknya tanaman penutup, serta jenis tanaman di sekeliling tanaman tersebut (Siregar, 2005). Oleh sebab itu, keberadaan logam berat dalam zona kontrol juga diduga berasal dari logam berat timbal yang secara alami terdapat di dalam batuan induk (Widowati dkk., 2008). Timbal adalah sebuah unsur yang biasanya ditemukan di dalam batu - batuan, tanah, tumbuhan, dan hewan. Konsentrasi Pb yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13 mg/kg. Khusus Pb yang tercampur dengan batu fosfat dan terdapat di dalam batu pasir konsentrasinya lebih besar, yaitu 100 mg/kg. Pb yang terdapat di tanah berkonsentrasi sekitar 5-25 mg/kg dan di air bawah tanah (ground water) berkisar antara 1-60 ppb. Secara alami Pb juga ditemukan di udara yang konsentrasinya berkisar antara 0,0001-0,001 μg/m3. Sementara itu, zona dalam mempunyai konsentrasi polutan Pb dan Cu dalam daun tertinggi karena polutan Pb dan Cu dalam akar pada zona dalam mempunyai konsentrasi tertinggi. Seperti yang dikatakan oleh Lahuddin (2007) bahwa polutan yang terserap oleh akar tanaman terdistribusi ke bagian tanaman yang lain seperti daun. Dari hasil analisis konsentrasi logam berat dengan SSA menunjukkan konsentrasi polutan Pb dan Cu dalam akar lebih tinggi dibanding daun. Hal ini

21 84 batang, cabang (ranting), dan daun (Lahuddin, 2007). Akumulasi logam berat terjadi pada akar dan dibawa ke jaringan lainnya dan proses ini bisa membatasi masuknya udara ke dalam jaringan tersebut (Silva et al., 1990; Chiu dan Chou, 1991 dalam MacFarlane et al., 2003). Hasil pengukuran kandungan logam berat Pb dan Cu dalam daun pada tiap zona (Gambar 4. 8) menunjukkan hasil untuk konsentrasi polutan Pb tertinggi terdapat pada zona dalam sebesar 0,85 mg/kg dan konsentrasi terendah sebesar 0,16 mg/kg di zona tengah. Sama halnya dengan polutan Pb, konsentrasi tertinggi polutan Cu juga terdapat pada zona dalam, sedangkan yang terendah pada zona kontrol sebesar 2,22 mg/kg. Konsentrasi polutan Pb pada zona kontrol lebih tinggi dibanding zona tengah dan zona luar dikarenakan lokasi zona kontrol yang dekat dengan daratan sehingga kemungkinan masuknya timbal dari udara akibat aktivitas lalu lintas lebih besar dibanding zona yang lain. Hasil pembakaran dari bahan tambahan Pb pada bahan bakar kendaraan bermotor menghasilkan emisi Pb. Logam berat Pb yang bercampur dengan bahan bakar tersebut akan bercampur dengan oli dan melalui proses di dalam mesin maka logam berat Pb akan keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya. Daun merupakan organ tumbuhan yang peka terhadap pencemar karena paling sering dan mudah terpapar oleh sumber pencemar udara (Nugroho, 2005). Menurut Siregar (2005), pencemaran timbal dalam tanaman terjadi karena timbal melekat pada permukaan daun atau masuk melalui stomata dan berikatan dengan kloroplas. Masuknya partikel timbal dalam jaringan daun bukan karena timbal

22 83 Konsentrasi Pb dan Cu tertinggi terdapat pada zona dalam karena konsentrasi logam berat Pb dan Cu dalam air dan substrat (sedimen) pada zona dalam juga menunjukkan nilai yang tertinggi. Semakin tinggi konsentrasi polutan Pb dan Cu dalam air dan sedimen dalam suatu tempat tumbuh semakin tinggi pula kemungkinan konsentrasi polutan yang akan terserap oleh akar mangrove. Menurut Priyanto dan Prayitno (2006) mekanisme penyerapan logam berat pada tanaman melalui akar dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung. Pertama adalah penyerapan logam berat oleh akar. Agar dapat menyerap logam, tanaman membentuk suatu enzim reduktase di membran akarnya. Reduktase ini berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut ke bagian tumbuhan lainnya melalui jaringan pengangkut, yaitu xilem dan floem. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh molekul kelat kemudian senyawasenyawa yang larut dalam air biasanya diserap oleh akar bersama air. Kedua, melalui translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain, yaitu setelah logam menembus endodermis akar, logam atau senyawa asing lain mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut (xilem) ke bagian tanaman lainnya. Ketiga, lokalisasi logam pada sel dan jaringan yang bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi, yaitu penimbunan logam di dalam organ tertentu seperti akar (Lahuddin, 2007). Konsentrasi polutan yang terserap oleh mangrove melalui akar selanjutnya terdistribusi ke bagian tanaman lainnya seperti

23 82 berlumpur > lumpur berpasir > berpasir. Hal tersebut berkaitan dengan jenis substrat dan ukurannya merupakan salah satu faktor ekologi yang memengaruhi bahan organik. Semakin halus tekstur substrat semakin besar kemampuannya dalam mengikat bahan organik (Nybakken, 1992 dalam Marasabessyi dkk., 2010). Berkaitan dengan sifat logam berat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga konsentrasi logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air (Hutagalung, 1991 dan Leiwakabessy, 2005). Logam berat yang terdapat di lingkungan tanah, air, dan udara dengan suatu mekanisme dapat masuk ke dalam tubuh tanaman melalui akar dan mulut daun (stomata) dalam bentuk partikulat (Charlena, 2004). Partikulat adalah bahan padatan atau likuid di udara dalam bentuk asap, debu, dan uap yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama. Umumnya tumbuhan akan menyerap unsur hara yang larut dalam air maupun tanah melalui akarnya (Fitter dan Hay, 1991). Jika logam berat memasuki lingkungan tanah, akan terjadi ketidakseimbangan dalam tanah sehingga logam berat akan terserap oleh tanaman melalui akar dan selanjutnya akan terdistribusi ke bagian tanaman lainnya seperti batang, cabang (ranting), dan daun (Lahuddin, 2007). Hasil pengukuran logam berat dalam organ tumbuhan mangrove pada tiap zona pengamatan menunjukkan bahwa zona dalam mempunyai konsentrasi polutan Pb dan Cu tertinggi dengan rata-rata konsentrasi polutan Pb dan Cu di dalam akar Rhizophora apiculata berturut-turut 3,49 mg/kg dan 4,38 mg/kg.

24 81 di Indonesia sehingga sebagai acuan digunakan baku mutu yang dikeluarkan oleh IADC/CEDA (1997) mengenai konsentrasi logam berat yang dapat ditoleransi keberadaannya dalam sedimen berdasarkan standar kualitas Belanda, seperti dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Baku mutu logam berat yang terdapat dalam substrat (mg/kg) Logam Berat Selang Kepercayaan Konsentrasi (mg/kg) Level Target Level Limit Level Tes Level Intervensi Level Bahaya Timbal (Pb) 6,85±2, Tembaga (Cu) 12,59±4, Sumber: IADC/CEDA (1997) Berdasarkan baku mutu IADC/CEDA di atas, selang kepercayaan konsentrasi Pb dalam substrat (sedimen) mangrove Sungai Donan masih di bawah level target (85 mg/kg) begitu pula dengan rata-rata konsentrasi Cu (35 mg/kg) maka substansi yang ada pada sedimen tidak terlalu berbahaya bagi lingkungan. Gambar 4. 8 menunjukkan bahwa konsentrasi Pb dan Cu dalam substrat lebih tinggi dibanding konsentrasi Pb dalam air. Hal tersebut dikarenakan kandungan logam Pb dan Cu dalam air, batuan, maupun bagian tumbuhan yang gugur akan mengalami pengendapan dan sedimentasi di dasar perairan. Selain itu, jenis sedimen yang ada dalam kawasan mangrove Sungai Donan berupa sedimen berlumpur juga ikut berpengaruh. Korzeniwski dan Newgebauer (1991) menyatakan bahwa tipe sedimen dapat memengaruhi kandungan logam berat sesuai kisaran yang dibuatnya, yaitu kandungan logam berat dalam sedimen

25 80 keberadaan polutan Pb dan Cu dalam air yang tinggi pada zona dalam. Keberadaan logam berat yang cenderung mengendap di dasar perairan akan berikatan dengan partikel-partikel sedimen kemudian terendap ke dalam sedimen. Selain itu, logam dalam air dan sedimen yang terserap oleh akar hingga ke dalam daun yang kemudian gugur dan terombak lagi masuk ke dalam sedimen menyebabkan nilai akumulasi logam berat dalam sedimen semakin tinggi. Hal itu terbukti dari nilai rata-rata konsentrasi Pb dan Cu tertinggi baik dalam air, substrat (sedimen), daun, dan akar yang terdapat pada zona dalam menduduki posisi teratas (Gambar 4. 8). Dari Gambar 4. 8 juga diketahui bahwa terjadi penurunan rata-rata konsentrasi Pb dan Cu dari zona dalam ke zona luar sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi mangrove sebagai biofilter dalam pengendalian polutan Pb dan Cu sudah terlihat. Walaupun zona luar memiliki konsentrasi Pb lebih tinggi dibandingkan dengan zona tengah, nilainya masih di bawah zona dalam. Tingginya konsentrasi Pb dan Cu dalam substrat pada zona luar dikarenakan lokasinya yang paling dekat dengan muara dimana terdapat aktivitas bongkar muat kapal yang membuang limbahnya ke perairan yang lama-kelamaan akan mengendap. Selain itu, muara juga tempat bertemunya beberapa aliran sungai yang juga membawa logam berat baik dari alam maupun perbuatan manusia. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa selang kepercayaan konsentrasi Pb yang ada dalam substrat hutan mangrove Sungai Donan 6,85±2,72 mg/kg dan konsentrasi Cu sebesar 12,59±4,30 mg/kg. Berkaitan dengan belum adanya ketetapan tentang baku mutu konsentrasi logam berat dalam substrat atau sedimen

26 79 mengakibatkan kematian fitoplankton. Kematian tersebut disebabkan daya racun Cu telah menghambat aktivitas enzim dalam pembelahan sel fitoplankton. Jenisjenis yang termasuk dalam famili Crustasea akan mengalami kematian dalam waktu 96 jam bila konsentrasi Cu berada dalam kisaran 0, mg/l. Dalam jangka waktu yang sama, biota yang tergolong ke dalam famili Moluska akan mengalami kematian bila konsentrasi Cu yang terlarut berkisar 0,16-0,5 mg/l. Konsentrasi Cu sebesar 2,5-3,0 mg/l dalam perairan dapat membunuh ikan-ikan (Jakickins et al., 1970; Bryan, 1976; Resch et al., 1979 dalam Palar, 1994). Keberadaan logam berat Cu yang melebihi ambang batas dalam perairan pada keempat zona terutama zona kontrol yang letaknya jauh dari Kilang Minyak Cilacap tentunya membutuhkan perhatian yang lebih serius dari pihak yang terkait untuk menanggulangi dan mencari penyebab keberadaan polutan tersebut demi keberlangsungan kehidupan mahluk hidup yang mendukung. Logam berat yang masuk ke dalam habitat perairan mangrove mengalami berbagai proses seperti pengenceran, adsorpsi oleh partikel, terakumulasi dalam biota, dan akhirnya mengendap dalam sedimen. Menurut Amin et al (2009), 90% logam berat yang mengontaminasi lingkungan perairan akan terendap di dalam sedimen. Konsentrasi polutan Pb dan Cu dalam sedimen menunjukkan nilai yang bervariasi pada tiap zona pengamatan. Berdasarkan hasil pengukuran rata-rata konsentrasi polutan dalam substrat (sedimen) di kawasan mangrove di tepi Sungai Donan, konsentrasi Pb dalam substrat tertinggi (9,975 mg/kg) dan konsentrasi Cu tertinggi (15,197 mg/kg) terdapat pada zona dalam. Hal tersebut disebabkan oleh

27 78 aktifitas katalis karena mampu menurunkan produk gasoline, menghasilkan banyak gas, dan pembentukkan coke. Limbah timbal yang dibuang ke perairan Sungai Donan pada zona dalam dan limbah tembaga dalam zona kontrol, zona dalam hingga zona luar sudah melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 terkait baku mutu air laut untuk biota laut, yaitu sebesar 0,008 mg/l tapi semakin menjauhi Kilang Minyak Cilacap, konsentrasi polutan semakin menurun. Zona luar memiliki konsentrasi Pb dan Cu yang lebih tinggi (0,007 mg/l untuk Pb dan 0,023 mg/l untuk Cu) dibandingkan dengan zona tengah (0,004 mg/l untuk Pb dan 0,022 mg/l untuk Cu) dikarenakan letak zona luar yang dekat dengan muara dimana terdapat aktivitas bongkar muat kapal yang mampu mempercepat peningkatan konsentrasi polutan dalam perairan (Palar, 1994). Konsentrasi logam berat Pb dalam air pada zona tengah, zona luar, dan zona kontrol masih di bawah baku mutu yang di tetapkan, sedangkan zona dalam sudah melebihi baku mutu yang ditetapkan. Sementara itu, konsentrasi polutan Cu dalam perairan sudah melebihi baku mutu untuk keempat zona. Secara alami unsur-unsur logam berat yang berada di perairan sudah ada dengan konsentrasi yang rendah, yaitu sekitar mg/l (Hutagalung, 1984) sehingga apabila kandungan logam berat di perairan melebihi nilai tersebut berarti ada masukan dari sumber lain termasuk buangan limbah produksi dari pabrik. Biota perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam badan perairan tempat hidupnya. Konsentrasi Cu terlarut dalam air laut sebesar 0,01 mg/l dapat

28 77 Keberadaan logam dalam perairan terutama muara dapat berasal dari sumber alamiah dan aktifitas manusia (Suhendrayatna, 2001 dalam Jovita dkk., 2003). Salah satunya dari buangan sisa industri dari Kilang Minyak Cilacap yang terletak di sebelah barat Sungai Donan, dimana logam berat ini mengalir ke sungai dan akhirnya sampai di muara dan mengendap dalam sedimen. Lumpur minyak yang kadang-kadang juga mengandung logam berat dengan konsentrasi yang tinggi yang terbuang sampai ke muara dan mengendap dalam sedimen serta pembakaran hidrokarbon yang melepaskan senyawa logam berat ke udara kemudian bercampur dengan air hujan dan mengalir melalui sungai yang pada akhirnya sampai di muara. Berdasarkan Gambar 4. 6 dan Gambar 4. 7, dapat dilihat bahwa zona dalam memiliki rata-rata konsentrasi Pb dalam air sebesar 0,015 mg/l dan Cu dalam air sebesar 0,040 mg/l, lebih tinggi dibanding dengan zona lainnya. zona dalam memiliki rata-rata konsentrasi Pb dan Cu dalam air tertinggi karena lokasinya yang berdekatan dengan lokasi pembuangan limbah Kilang Minyak Cilacap sementara limbah buangan hasil produksi Kilang Minyak diantaranya adalah Pb, Cu, Cd, Zn, Ni, Mn, Fe, dan Co (Syafriadiman, 2011). Timbal (Pb) berupa tetra ethyl lead dan tetra methyl lead banyak dipakai sebagai anti knock pada bahan bakar sehingga baik industri maupun bahan bakar yang dihasilkan merupakan sumber pencemaran Pb, sedangkan timbal sendiri merupakan bahan aditif untuk bensin yang mampu menambah nilai oktan bensin jenis premium (Laws, 1993). Sementara itu, tembaga berperan pada proses catalytic cracking memengaruhi

29 76 Gambar Rata-rata konsentrasi polutan Cu dalam air, substrat, dan organ tumbuhan Gambar Rata-rata konsentrasi polutan Pb dan Cu dalam air, substrat, dan organ tumbuhan mangrove

30 ). Menurut Wardhani (2011), Rhizophora apiculata adalah jenis yang mendominasi hutan mangrove di tepi Sungai Donan. Karena keterbatasan biaya, pengujian konsentrasi logam berat dalam organ tumbuhan hanya dilakukan pada jenis Rhizophora apiculata. Gambar Rata-rata polutan Pb dalam air, substrat, dan organ tumbuhan

31 74 2) Pasokan dari laut dalam yang meliputi logam yang dilepaskan gunung berapi di laut dalam dan dari partikel atau endapan oleh adanya proses kimiawi. 3) Pasokan yang berasal dari lingkungan dekat muara dan meliputi logam yang diangkat kedalam atmosfer sebagai partikel debu. Sementara itu, keberadaan logam-logam berat dalam muara yang disebabkan oleh aktifitas manusia dapat berasal dari: 1) Buangan rumah tangga 2) Buangan sisa industri, logam berat ini mengalir ke sungai dan akhirnya sampai di muara dan mengendap dalam sedimen 3) Lumpur minyak yang kadang-kadang juga mengandung logam berat dengan konsentrasi yang tinggi yang terbuang sampai ke muara dan mengendap dalam sedimen 4) Pembakaran hidrokarbon dan batu bara diantaranya ada yang melepaskan senyawa logam berat ke udara kemudian bercampur dengan air hujan dan mengalir melalui sungai yang pada akhirnya sampai di muara. Untuk mengetahui seberapa besar konsentrasi polutan logam berat yang telah memasuki perairan serta untuk melihat kemampuan mangrove dalam menyerap polutan yang memasuki kawasan dilakukan pengujian konsentrasi logam berat polutan Pb dan Cu dalam air, substrat, dan organ tumbuhan mangrove. Kemampuan akumulasi logam berat tersebut berbeda untuk tiap jenis. Jenis mangrove yang terdistribusi pada semua zona adalah Rhizophora apiculata (Tabel

32 73 3. Konsentrasi logam berat Salah satu masalah besar di dunia adalah pencemaran logam berat, terutama karena akumulasinya pada rantai makanan dan keberadaannya di alam serta peningkatan jumlahnya sehingga menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara, dan air. Logam berat sendiri termasuk dalam parameter kualitas kimiawi perairan. Menurut Darmono (1995), pencemaran suatu perairan oleh unsur-unsur logam berat selain mengganggu ekosistem secara langsung juga secara tidak langsung dapat mengganggu kehidupan manusia. Kawasan mangrove Sungai Donan yang terletak di dekat Kilang Minyak Cilacap menyebabkan kawasan tersebut rentan akan pencemaran logam berat yang berasal dari industri tersebut. Menurut Darmono (1995), faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam berat yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi. Logam berat yang digunakan dalam industri tersebut antara lain logam berat timbal (Pb) dan tembaga (Cu). Kedua polutan tersebut akan masuk ke dalam perairan Sungai Donan bersama limbah yang dibuang dan kemudian mengalir memasuki kawasan mangrove Sungai Donan dan berakhir di laut. Keberadaan logam berat dalam air terutama muara dapat berasal dari sumber alamiah dan aktifitas manusia (Suhendrayatna, 2001 dalam Jovita dkk., 2003). Masuknya logam berat kedalam muara secara alamiah dapat digolongkan sebagai berikut. 1) Pasokan dari daerah hulu sungai karena erosi yang disebabkan oleh gerakan gelombang air

33 72 zona pengamatan dengan nilai signifikansi 0,204 (> 0.05) sehingga hipotesis nol (H 0 ) ditolak. Dengan demikian, adanya masukan polutan tidak sampai berpengaruh pada kematian individu, ditunjukkan oleh jumlah pohon/ha dari keempat zona yang tidak berbeda signifikan. Berdasarkan Gambar 4. 5 terlihat bahwa zona dalam memiliki kerapatan absolut vegetasi mangrove tertinggi ( pohon/ha) dan kerapatan absolut vegetasi mangrove terendah adalah zona kontrol sebanyak pohon/ha. Zona tengah dan zona luar memiliki kerapatan absolut vegetasi yang lebih rendah dibanding dengan zona dalam karena pada lokasi tersebut sering terjadi pencurian kayu untuk bahan kayu bakar karena kayu mangrove memiliki bara yang bertahan lebih lama, sedangkan zona dalam sendiri terletak di depan Kilang Minyak Cilacap yang penjagaannya lebih ketat terhadap aktivitas manusia yang ada di sekitar kawasan tersebut. Pada dasarnya hutan mangrove di tepi Sungai Donan telah ditetapkan sebagai Kawasan Perlindungan Setempat (KPS) yang berarti pada kawasan tersebut tidak diperbolehkan adanya penebangan maupun aktivitas perusakan yang lain karena akan mengganggu fungsi dari mangrove itu sendiri. Adanya penebangan liar di kawasan tersebut tentunya menjadi catatan penting bagi pengelola agar perusakan tersebut tidak semakin parah. Perlunya kesadaran dari masyarakat akan pentingnya keberadaan mangrove pada kawasan tersebut juga perlu ditingkatkan.

34 71 Dalam tabel diatas ditampilkan distribusi jenis-jenis mangrove pada empat zona pengamatan. Terlihat bahwa Rhizophora apiculata mempunyai daerah distribusi pada semua zona pengamatan dan menjadi jenis dengan jumlah terbanyak di tiap zona. Sementara untuk jenis yang lain, yaitu Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Avicennia marina, dan Bruguiera gymnorrhiza juga ditemukan walaupun tidak sebanyak Rhizophora apiculata. Gambar Rata-rata kerapatan absolut vegetasi mangrove (pohon/ha) pada tiap zona pengamatan Tabel Analisis sidik ragam untuk variabel kerapatan absolut vegetasi mangrove pada tiap zona pengamatan Variabel Derajat Bebas Selang Kepercayaan F Hitung Signifikansi Kerapatan absolut 1,923 0, ,67±2146,17 vegetasi mangrove Kerapatan absolut tanaman menunjukkan jumlah tanaman per satuan luas sehingga dengan kerapatan absolut tanaman yang tinggi menunjukkan bahwa jumlah individu dalam luasan tersebut terdapat dalam jumlah yang banyak. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam di atas (Tabel 4. 8), diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari kerapatan absolut vegetasi mangrove pada

35 70 Uji lanjut dengan BNT diatas menunjukkan bahwa pada lokasi pengamatan antar zona ada beberapa zona yang menunjukkan perbedaan nyata dengan zona lain (Tabel 4. 9). Zona- zona yang memiliki perbedaan yang signifikan antara lain zona dalam dengan zona luar, zona tengah dengan zona luar, zona dalam dengan zona luar, serta zona kontrol dan zona dalam. 2. Kerapatan absolut vegetasi mangrove Di Cilacap, rehabilitasi mangrove pertama kali dilakukan pada tahun 1932 oleh Jong dengan menanam jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. Apabila di lapangan ditemukan jenis lain seperti Avicennia spp. maka jenis tersebut merupakan tanaman ikutan (Poedjirahajoe, 1995). Hutan mangrove di tepi Sungai Donan yang digunakan sebagai lokasi pengamatan merupakan kawasan mangrove yang ditanam pada tahun 1982 dan Dari hasil pengumpulan contoh dan identifikasi yang dilakukan, ditemukan lima jenis mangrove. Dari famili Avicenniaceace dijumpai adanya Avicennia marina, dari famili Rhizophoraceae ditemukan adanya Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, dan Bruguiera gymnorrhiza sedangkan dari famili Sonneratiaceae terdapat Sonneratia alba. Tabel Distribusi jenis mangrove pada tiap zona pengamatan No Spesies Zona Kontrol Dalam Tengah Luar 1 Rhizophora apiculata 2 Rhizophora mucronata 3 Sonneratia alba 4 Avicennia marina 5 Bruguiera gymnorrhiza Ditemukan dalam zona pengamatan

36 69 pada lokasi pengamatan berdasarkan hasil analisis statistik uji beda menggunakan analisis sidik ragam menunjukkan hasil sebagai berikut. Tabel Analisis sidik ragam untuk variabel ketebalan lumpur pengamatan Variabel Derajat Bebas Selang Kepercayaan F Hitung tiap zona Signifikansi Ketebalan lumpur 11 96,08±57, * *) Berbeda signifikan pada taraf uji 0,05 Tabel Analisis sidik ragam di atas menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Sig.) antar zona pengamatan sebesar 0,002, lebih kecil dari 0,05, H 0 ditolak. Karena ada H 0 yang ditolak, berarti terdapat perbedaan ketebalan lumpur yang signifikan dari keempat zona tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis pembandingan ganda untuk melihat zona mana saja yang berbeda dan zona mana saja yang dapat dikatakan relatif sama (Tabel 4. 6). Tabel Hasil uji lanjut BNT untuk variabel ketebalan lumpur tiap zona pengamatan (I) Zona (J) Zona Standar galat Signifikasi Kontrol Dalam Tengah Luar *) Berbeda signifikan pada taraf uji 0,05 Dalam 23, ,024* Tengah 23, ,013* Luar 23, ,071 Kontrol 23, ,024* Tengah 23, ,691 Luar 23, ,001* Kontrol 23, ,013* Dalam 23, ,691 Luar 23, ,001* Kontrol 23, ,071 Dalam 23, ,001* Tengah 23, ,001*

37 68 Rata-rata ketebalan lumpur pada perbedaan zona menunjukkan hasil bahwa zona tengah memiliki kedalaman lumpur yang paling dalam, yaitu sebesar 148 cm sedangkan nilai kedalaman lumpur yang paling kecil ada pada zona luar. Dari model linearitas yang terdapat pada Gambar 4. 4 di atas juga dapat dijelaskan bahwa semakin ke muara ketebalan lumpur (sedimen) semakin berkurang. Hal ini didukung oleh akar-akar mangrove yang berfungsi sebagai penahan sedimen. Menurut Nontji (1987) dalam Marasabessy dkk (2010), akar-akar hutan mangrove yang kokoh dapat meredam pengaruh gelombang dan mengendapkan lumpur sehingga mempercepat timbulnya lahan baru. Peranan akar mangrove menjadi sangat penting berkaitan dengan fungsi mangrove sebagai pelindung ekosistem pantai. Adanya sistem perakaran yang padat akan mengurangi gerakan air sehingga partikel yang sangat halus dapat mengendap di sekeliling akar mangrove dan membentuk lapisan sedimen. Nybakken (1982) dalam Marasabessy dkk (2010) menjelaskan bahwa sekali mengendap sedimen tidak akan dialirkan lagi keluar. Hal ini menunjukkan bahwa sedimen yang terbawa aliran akan tertahan pada perakaran mangrove sehingga semakin lama sedimen yang terbawa aliran akan berkurang dari lokasi satu ke lokasi lain sepanjang aliran sungai. Proses sedimentasi dipengaruhi oleh aliran air dalam ekosistem mangrove, lapisan sedimen akan terbentuk di sekitar perakaran ketika gerakan aliran terhambat oleh akar vegetasi mangrove. Kecilnya gerakan air ini berpengaruh terhadap partikel sedimen halus yang terbawa aliran untuk mengendap dan mengumpul di dasar perairan (Nybakken, 1982 dalam Marasabessy dkk., 2010). Ketebalan lumpur

38 67 yang telah ditetapkan. Selain itu, menurut Arsornkoae (1993), pertumbuhan tanaman mangrove akan menurun pada salinitas kurang dari 28. Selang kepercayaan salinitas hutan mangrove di tepi Sungai Donan (22,64 ± 1,26 ) yang berada di bawah 28 menyebabkan pertumbuhan mangrove terhambat ditandai dengan tingkat pertumbuhannya yang masih pancang walaupun sudah ditanam sejak tahun 1980-an dengan diameter dan tinggi pohon yang cenderung kecil. Menurut Well (1982) dalam Arsornkoae (1993), Avicennia officinalis dapat tumbuh pada salinitas maksimum 63, sedangkan salinitas maksimum untuk Ceriops tagal spp. adalah 72, Sonneratia spp. 44, Rhizophora mucronata 65, dan Rhizophora stylosa 74. Sementara itu, Xylocarpus granatum hanya dapat tumbuh pada kawasan yang salinitasnya tidak lebih dari 34, dan Bruguiera spp. tumbuh pada salinitas tidak lebih dari 37 (Arsornkoae, 1993). Gambar Rata-rata kedalaman lumpur pada tiap zona pengamatan

39 66 Gambar Rata-rata salinitas pada tiap zona pengamatan Berdasarkan hasil pengukuran rata-rata salinitas pada keempat zona, zona dalam memiliki rata-rata salinitas tertinggi (23,50 ), sedangkan salinitas terendah terdapat di zona kontrol (21,95 ). Zona dalam hingga zona luar memiliki nilai salinitas yang tidak berbeda signifikan dengan zona kontrol (21,95 ). Hal tersebut berdasarkan hasil analisis sidik ragam di bawah ini. Tabel Analisis sidik ragam untuk variabel salinitas tiap zona pengamatan Variabel Derajat Bebas Selang Kepercayaan F Hitung Signifikansi Salinitas 15 22,64± 1,26 1,426 0,283 *) Berbeda signifikan pada taraf uji 0,05 Kisaran salinitas pada hutan mangrove di tepi Sungai Donan, Cilacap adalah dan kisaran yang diizinkan dalam perairan mangrove untuk biota laut adalah sampai dengan 34 sehingga walaupun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara zona dalam hingga luar tidak berpengaruh terhadap biota dalam kawasan mangrove tersebut karena kisaran salinitas tidak melampaui baku mutu

40 65 air normal. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 terkait baku mutu air laut untuk biota laut dalam kawasan mangrove, yaitu sebesar 7 8,5. Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan produktivitas suatu perairan. Setiap organisme membutuhkan derajat keasaman (ph) yang optimum bagi kehidupannya. Pescod (1973) dalam Suriadarma (2011) mengatakan bahwa batas toleransi organisme terhadap ph air bervariasi bergantung pada faktor fisis, kimiawi, dan biologis. ph air yang ideal untuk kehidupan fitoplankton berkisar antara 6,5-8,0. Mahida (1993) menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah tangga dapat memengaruhi nilai ph perairan. Namun, limbah Kilang Minyak Cilacap baik logam berat Pb maupun Cu belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai ph air kawasan mangrove Sungai Donan karena pada setiap plot pengamatan menunjukkan nilai ph air yang sama, yaitu ph air 7 dan masih dalam baku mutu ph air yang diperbolehkan.

41 64 Suhu air yang tinggi dapat meningkatkan kecepatan metabolisme hewan air, meningkatkan respirasi ikan, dan dapat menurunkan jumlah oksigen yang terlarut dalam air sehingga dapat mengakibatkan matinya hewan air akibat kekurangan oksigen (Cahyani, 2001). Hal tersebut sesuai dengan grafik kandungan oksigen terlarut dan suhu air pada Gambar 4. 1 yang menunjukkan bahwa zona pengamatan dengan suhu air terendah memiliki kandungan oksigen terlarut tertinggi sedangkan zona pengamatan dengan suhu air tertinggi memiliki kandungan oksigen terlarut yang terendah. Gambar Rata-rata ph air pada tiap zona pengamatan Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata ph air tiap zona pengamatan menunjukkan nilai ph air yang sama, yaitu ph air 7. Nilai ph air pada kawasan mangrove di tepi Sungai Donan masih mampu mendukung kehidupan biota air (baik hewan maupun tumbuhan) kawasan tersebut karena masih dalam kisaran ph

42 63 keseimbangan osmotik, dan aktivitas lainnya. Jika persediaan oksigen terlarut di perairan sangat sedikit (melebihi mutu yang ditetapkan), perairan tersebut tidak baik bagi ikan dan makhluk hidup lainnya yang hidup di perairan karena akan memengaruhi kecepatan pertumbuhan organisme air tersebut. Menurut Lee et al (1978) dalam Selanno (2009), kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan, seperti terlihat pada Tabel 4. 3 di bawah ini. Tabel Status Kualitas Air Berdasarkan Kandungan Oksigen Terlarut No Kandungan Oksigen Terlarut (mg/l) Status Mutu Air 1 > 6.5 Tidak tercemar sampai tercemar ringan Tercemar ringan Tercemar sedang 4 <2.0 Tercemar berat Sumber: Lee et al (1978) dalam Selanno (2009) Berdasarkan status mutu air di atas, diketahui bahwa kawasan rehabilitasi mangrove di tepi Sungai Donan dengan selang kepercayaan kandungan oksigen 3,89+1,10 mg/l memiliki status mutu air yang tercemar sedang bila hanya dilihat dari parameter kandungan oksigen terlarutnya. Menurut Enviroment Canada (1992) dalam Desratriyanti (2009), kandungan oksigen terlarut yang terlampau tinggi merupakan tekanan bagi banyak organisme air. Selain itu, dinyatakan pula bahwa tekanan akibat oksigen rendah saling memengaruhi dengan beberapa tekanan yang berasal dari toksikan seperti toksisitas tembaga yang meningkat dengan menurunnya oksigen terlarut (Effendi, 2003).

43 62 Dari Gambar 4. 1 juga diketahui bahwa terjadi penurunan kandungan oksigen terlarut dari zona dalam hingga zona luar, sedangkan zona kontrol memiliki ratarata kandungan oksigen terlarut hanya sebesar 3,50 mg/l. zona dalam mempunyai kandungan oksigen terlarut tertinggi karena pada saat pengambilan data kondisi zona dalam memiliki suhu air yang terendah dibanding zona lain. Suhu perairan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen. Kenaikan suhu perairan akan menyebabkan laju metabolisme mahluk hidup meningkat dan selanjutnya menaikkan kebutuhan oksigen (Dahuri, 2001). zona kontrol memiliki rata-rata kandungan oksigen terlarut hanya sebesar 3,50 mg/l, di bawah baku mutu yang ditetapkan sebesar >5 mg/l, begitu juga dengan zona tengah dan luar. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kandungan oksigen terlarut yang signifikan antar tiap zona pengamatan, dilakukan analisis statistik sidik ragam (Tabel 4. 1) dengan nilai signifikansi (Sig.) pada pengamatan sebesar 0,072, lebih besar dari 0,05, dengan demikian hipotesis nol (H 0 ) ditolak. Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan kandungan oksigen terlarut yang signifikan pada tiap bagian zona pengamatan. Kandungan oksigen terlarut zona Kontrol yang jauh dari lokasi industri sudah tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Oleh karena itu, dibutuhkan perhatian yang lebih serius dari pihak yang terkait untuk mengetahui penyebab rendahnya kandungan oksigen terlarut pada kawasan tersebut, begitu pula dengan zona lainnya. Oksigen diperlukan oleh organisme air untuk menghasilkan energi yang sangat penting bagi pencernaan dan asimilasi makanan, pemeliharaan

44 61 dalam karena merupakan lokasi yang pertama kali diambil (Pukul WIB) dengan kata lain zona ini diambil saat intensitas radiasi matahari paling rendah dibanding ketiga zona yang lain sehingga jumlah radiasi yang berhasil diserap oleh permukaan perairan pada zona dalam lebih sedikit maka suhu (jumlah panas) yang dimiliki oleh perairan tersebut juga lebih rendah sedangkan suhu perairan tertinggi terdapat pada zona luar diakibatkan pengambilan data suhu air pada zona luar dilakukan pada pukul WIB saat intensitas radiasi matahari lebih tinggi dibanding ketiga zona lain. Kisaran suhu air pada keempat zona pengamatan tergolong tinggi, ditandai dengan munculnya ikan ke permukaan air yang terlihat di Sungai Donan (Hadianto, 1995 dalam Cahyani, 2001). Berdasarkan penelitian dari Martodigdo et al (1986) dalam Perdana (2006), pada tahun 1986 suhu air hutan mangrove Cilacap berkisar antara 27-29ºC, sedangkan berdasarkan penelitian Wardhani (2010), suhu air di lokasi pengamatan rata-rata berkisar antara 29,50-33,30 C. Berdasarkan kedua hasil penelitian sebelumnya, dapat dikatakan bahwa rata-rata suhu air kawasan mengalami kenaikan. Suhu perairan dapat memengaruhi kegiatan hewan air seperti migrasi, pemangsaan, kecepatan berenang, perkembangan embrio, dan kecepatan proses metabolisme (Hadianto, 1995 dalam Cahyani, 2001). Suhu air dapat memengaruhi fotosintesis dan respirasi tanaman mangrove. Namun, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap vegetasi mangrove karena vegetasi mangrove mampu menoleransi peningkatan temperatur air (Kusmana, 2003).

45 60 Tabel Hasil uji lanjut BNT untuk variabel suhu air tiap zona pengamatan (I) Zona (J) Zona Standar galat Signifikansi Dalam 0,924 0,019* Kontrol Tengah 0,924 0,791 Luar 0,924 0,083 Kontrol 0,924 0,019* Dalam Tengah 0,924 0,012* Luar 0,924 0,001* Kontrol 0,924 0,791 Tengah Dalam 0,924 0,012* Luar 0,924 0,131 Kontrol 0,924 0,083 Luar Dalam 0,924 0,001* Tengah 0,9242 0,131 *) Berbeda signifikan pada taraf uji 0,05 Gambar 4. 1 diatas menunjukkan bahwa rata-rata suhu air habitat mangrove di tepi Sungai Donan tiap zona sekitar C. Kementrian Lingkungan Hidup (2004) menetapkan suhu air yang baik untuk kawasan mangrove antara C. Dengan demikian, suhu air pada zona kontrol, zona dalam, dan zona tengah masih baik untuk kehidupan dan perkembangbiakan biota pada mangrove, sedangkan zona luar memiliki rata-rata suhu air diatas baku mutu yang ditetapkan. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 4. 1) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada tiap zona pengamatan, ditandai dengan nilai sig. < 0,05, yaitu sebesar 0,005. Untuk melihat zona mana yang berbeda dilakukan analisis pembandingan ganda dengan hasil seperti yang ditunjukkan oleh hasil uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) pada Tabel Perbedaan yang signifikan terdapat pada zona dalam dengan ketiga zona yang lain. Hal tersebut dikarenakan nilai selisih antara zona dalam dengan zona lainnya lebih kecil atau sama dengan nilai BNT. Rata-rata suhu perairan terendah sebesar 29 C terdapat pada zona

46 59 Gambar Rata-rata suhu air dan kandungan oksigen terlarut pada tiap zona pengamatan Berdasarkan hasil analisis statistik uji beda menggunakan analisis sidik ragam, rata-rata suhu air dan kandungan oksigen terlarut antar zona pengamatan menunjukkan hasil sebagai berikut: Tabel Analisis sidik ragam untuk variabel suhu air dan kandungan oksigen terlarut tiap zona pengamatan Variabel Derajat Bebas Selang Kepercayaan F Hitung Signifikansi Suhu air 15 31,37±1,96 7,268 0, 005* Oksigen terlarut 15 3,89±1,10 3,020 0,072 *) Berbeda signifikan pada taraf uji 0,05

47 58 1. Kualitas fisis dan kimiawi habitat perairan mangrove Hasil pengukuran kualitas fisis dan kimiawi habitat perairan mangrove di tepi Sungai Donan kemudian dibandingkan dengan Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 yang dijelaskan berikut ini. Radiasi cahaya matahari yang tiba pada permukaan perairan akan memberikan suatu panas pada badan perairan. Jika jumlah radiasi yang berhasil diserap oleh permukaan perairan berbeda, temperatur (jumlah panas) yang dimiliki oleh perairan tersebut juga akan berbeda. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran air, serta kedalaman badan air (Effendi, 2003). Suhu perairan akan memengaruhi aktivitas organisme yang akan berpengaruh terhadap kandungan oksigen terlarut. Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata suhu dan kandungan oksigen terlarut pada empat zona diperoleh hasil sebagai berikut:

48 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kualitas Fisis dan kimiawi Habitat Perairan Mangrove serta Kerapatan absolut vegetasi Mangrove di Tepi Sungai Donan, Cilacap Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kawasan rehabilitasi mangrove di tepi Sungai Donan yang terbagi menjadi empat zona pengamatan dengan tiga zona ditempatkan berdasarkan jarak dari kawasan industri (Kilang Minyak Cilacap) dengan jarak masing-masing satu km selanjutnya diberi keterangan sebagai zona dalam merupakan zona yang paling dekat dengan lokasi pembuangan limbah Kilang Minyak Cilacap, zona tengah, dan zona luar, yaitu zona yang paling dekat dengan muara, serta zona pengamatan yang berada pada lokasi sejauh tiga km sebelum lokasi pembuangan limbah Kilang Minyak Cilacap yang disebut dengan zona kontrol, diperoleh hasil pengukuran kualitas fisis dan kimiawi perairan serta hasil perhitungan kerapatan absolut vegetasi mangrove yang berbeda (Lampiran 1 dan 2). Kualitas fisis yang diukur dalam penelitian ini meliputi suhu air, salinitas, dan ketebalan lumpur, sedangkan kualitas kimiawi yang diukur meliputi kandungan oksigen terlarut dalam air, ph air, serta konsentrasi kandungan Pb dan Cu. 57

49 56 zona pengamatan, serta terpenuhinya uji normalitas dan uji kesamaan variansi (Lampiran 5). Untuk mengetahui secara lebih detail bagian yang berbeda, digunakan uji lanjut Least Significant Difference (LSD) atau disebut uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) karena asumsi kesamaan variansi telah terpenuhi dan jumlah sampel tiap variabel adalah sama.

50 55 3) Konsentrasi Polutan Pb dalam akar = β0+β1 Kerapatan absolut vegetasi mangrove 4) Konsentrasi Polutan Pb dalam daun = β0+β1 Kerapatan absolut vegetasi mangrove 5) Konsentrasi Polutan Cu dalam air = β0+β1 Kerapatan absolut vegetasi mangrove 6) Konsentrasi Polutan Cu dalam substrat = β0+β1 Kerapatan absolut vegetasi mangrove 7) Konsentrasi Polutan Cu dalam akar = β0+β1 Kerapatan absolut vegetasi mangrove 8) Konsentrasi Polutan Cu dalam daun = β0+β1 Kerapatan absolut vegetasi mangrove. c. Perbedaan konsentrasi polutan Pb dan Cu di keempat zona pengamatan. Data konsentrasi polutan Pb dan Cu dalam air dan substrat dengan jumlah sampel masing-masing 16 sampel (satu kali ulangan) dengan empat perlakuan berupa zona pengamatan dengan unit eksperimen berupa plot pengamatan kemudian dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji One way Anova (Analysis of Variance) atau analisis sidik ragam satu faktor untuk mengetahui perbedaan konsentrasi polutan Pb dan Cu pada tiap zona pengamatan. Analisis sidik ragam satu faktor digunakan karena hanya memperhitungkan satu faktor yang menimbulkan variansi, yaitu

51 54 menggunakan software SPSS (Stastistical Product and Service Solutions) 17.0 for Windows dengan jumlah sampel sebanyak 16 sampel. Karena uji normalitas, uji homogenitas, dan uji linieritas sebagai asumsi analisis regresi terpenuhi (Lampiran 4), serta dengan hanya memiliki satu variabel prediktor, maka analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear sederhana. Grafik analisis regresi terdapat pada Lampiran 4. Persamaan analisis regresi sederhana, yaitu Yi = β 0 +β 1 X dengan keterangan sebagai berikut. 1) Variabel respon (variable dependent), yaitu variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel lainnya dan dinotasikan dengan Yi. 2) Variabel prediktor (variable independent), yaitu variabel yang bebas tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya dan dinotasikan dengan X. 3) β 0, yaitu konstanta 4) β 1, yaitu koefisien regresi dengan masing-masing persamaan sebagai berikut. 1) Konsentrasi Polutan Pb dalam air = β0+β1 Kerapatan absolut vegetasi mangrove 2) Konsentrasi Polutan Pb dalam substrat = β0+β1 Kerapatan absolut vegetasi mangrove

52 53 menunjukkan kemampuan tanaman dalam memindahkan logam dari akar ke tajuk (Wei et al., 2008). Dari nilai BCF dapat diketahui kemampuan tumbuhan yang diteliti dalam mengakumulasi logam berat di lingkungannya, sedangkan dari nilai TF dapat diketahui proses yang dilakukan tanaman dalam mengurangi keberadaan logam merupakan proses fitoekstraksi atau fitostabilisasi. ( ) ( ) ( ) jika nilai BCF > 1000 = kemampuan tinggi 1000 > BCF > 250 = kemampuan sedang BCF < 250 = kemampuan rendah. ( ) ( ) Jika nilai TF < 1 TF > 1 = Mekanisme fitostabilisasi = Mekanisme fitoekstraksi. b. Pengaruh kerapatan absolut vegetasi mangrove terhadap konsentrasi polutan Pb dan Cu. Untuk mengetahui pengaruh kerapatan absolut vegetasi mangrove terhadap konsentrasi polutan Pb dan Cu dalam air, substrat, serta organ tumbuhan (akar dan daun), dilakukan delapan analisis regresi dengan

53 52 disebutkan di atas merupakan cara untuk menentukan status kondisi mangrove yang diklasifikasikan dalam kriteria baik (sangat padat), baik (sedang), serta rusak (jarang). Kriteria Baku Kerusakan Mangrove ditetapkan berdasarkan persentase luas tutupan dan kerapatan mangrove yang hidup sebagaimana dimaksud dalam Tabel 3. 1 di bawah ini. Karena perhitungan yang dilakukan hanya kerapatan mangrove, kriteria baku kerusakan mangrove di tepi Sungai Donan hanya ditetapkan berdasarkan nilai kerapatan mangrovenya. Tabel Kriteria baku kerusakan mangrove Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (pohon/ha) Sangat Padat Baik Sedang 50 - < < 1500 Rusak Jarang <50 < Peranan mangrove sebagai biofilter dalam pengendalian polutan Pb dan Cu a. Faktor biokonsentrasi (Bioconcentration Factor BCF) dan faktor translokasi (Translocation Factor TF). Setelah kandungan logam berat dalam air dan substrat serta organ tumbuhan diketahui, maka data tersebut digunakan untuk menghitung kemampuan Rhizophora apiculata dalam menyerap logam berat Pb dan Cu dari lingkungan melalui tingkat Bioconcentration Factor (BCF). Faktor terpenting kedua untuk melihat potensi tanaman sebagai fitoremidiator adalah nilai Translocation Factor (TF). Nilai TF

54 51 Apabila (Ci/Lij) M adalah nilai maksimum dari Ci/Lij dan(ci/lij) R adalah nilai rata-rata dari Ci/Lij, formula penghitungan indeks pencemaran dapat ditulis sebagai PIj =. Evaluasi terhadap nilai PIj adalah sebagai berikut. 1) Memenuhi baku mutu atau kondisi baik jika 0 PIj 1,0 2) Tercemar ringan jika 1,0 < PIj 5,0 3) Tercemar sedang jika 5,0 < PIj 10,0 4) Tercemar berat jika PIj > 10,0. b. Penentuan status kondisi mangrove. Data berupa kerapatan mangrove kemudian dibandingan dengan kerapatan mangrove yang tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Kriteria Baku Kerusakan Mangrove adalah ukuran batas perubahan fisik dan atau hayati mangrove yang dapat ditenggang sedangkan status kondisi mangrove adalah tingkatan kondisi mangrove pada suatu lokasi tertentu dalam waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan mangrove. Penetapan Kriteria Baku Kerusakan Mangrove ini diterapkan untuk sempadan pantai mangrove dan sempadan sungai mangrove di luar kawasan konservasi. Kriteria Baku Kerusakan Mangrove sebagaimana

55 50 2. Penentuan status mutu air dan status kondisi mangrove a. Penentuan status mutu air. Data berupa kualitas fisis dan kimiawi habitat perairan mangrove kemudian dibandingan dengan standar kandungan yang diperbolehkan dari masing-masing unsur fisis dan kimiawi perairan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Dalam pedoman tersebut dijelaskan antara lain mengenai penentuan status mutu air dengan metode Indeks Pencemaran (Pollution Index PI). Indeks Pencemaran (Pollution Index) digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan (Nemerow, 1974 dalam Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2003). Menurut definisinya PIj adalah indeks pencemaran bagi peruntukan j yang merupakan fungsi dari Ci/Lij, dimana Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air i dan Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air i yang dicantumkan dalam baku peruntukan air j. Dalam hal ini peruntukan yang digunakan adalah klasifikasi berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut pada habitat mangrove (Lampiran 3).

56 49 E. Metode Analisis Data 1. Kualitas fisis dan kimiawi habitat perairan mangrove serta kerapatan absolut vegetasi mangrove a. Kualitas fisis dan kimiawi habitat perairan mangrove serta jumlah individu dan jenis mangrove. Data kualitas fisis dan kimiawi habitat perairan mangrove serta data jumlah individu dan jenis mangrove (Lampiran 1 dan 2) yang diukur, dihitung, dan disajikan dalam bentuk grafik hubungan antara kualitas fisis dan kimiawi habitat perairan mangrove serta kerapatan absolut vegetasi mangrove dengan zona pengamatan sehingga dapat diketahui pola perbedaan data yang dianalisis antar zona pengamatan. Kualitas fisis dan kimiawi habitat perairan mangrove serta kerapatan absolut vegetasi mangrove sebagai sumbu y, sedangkan zona pengamatan sebagai sumbu x. Analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif dengan membandingkan data yang berada di dekat Kilang Minyak Cilacap dengan data yang berada jauh dari Kilang Minyak Cilacap sekaligus dibandingkan dengan Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut dalam Keputusan Metnteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004.

57 48 cetok sebanyak satu kg setiap sampel, sedangkan pengambilan sampel air sebanyak 1,5 liter menggunakan water sampler. Sampel air kemudian dianalisis di Laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL PPM) Yogyakarta, sedangkan sampel substrat dianalisis di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta untuk diukur konsentrasi polutan Pb dan Cu yang terkandung di dalamnya. Pengujian konsentrasi polutan Pb dan Cu dilakukan dengan menggunakan metode secara langsung spektrofotometer serapan atom (SSA) dengan satuan mg/l untuk konsentrasi polutan dalam air dan mg/kg untuk konsentrasi polutan dalam substrat. b. Pengambilan sampel akar dan daun mangrove. Sampel akar dan daun mangrove diambil dengan menggunakan gunting tanaman. Sampel akar yang diambil merupakan akar mangrove yang masuk ke dalam sedimen sedangkan daun mangrove yang diambil merupakan daun mangrove yang sehat. Sebanyak ± 30 daun diambil dari jenis Rhizophora apiculata yang merupakan jenis dominan di hutan mangrove di tepi Sungai Donan (Wardhani, 2011) dan ditemui di setiap plot pengamatan. Pengujian konsentrasi Pb dan Cu dilakukan dengan menggunakan metode secara langsung dengan alat spektrofotometer serapan atom (SSA) dengan satuan mg/kg.

58 47 e. Ketebalan lumpur. Ketebalan lumpur diukur dengan menggunakan galah bambu atau tongkat ukur yang ditancapkan dalam lumpur kemudian dilihat kedalamannya pada ukuran yang tertera pada alat tersebut. Pengukuran ini dilakukan di dalam petak ukur 5 x 5 m. 3. Pengambilan data vegetasi berupa jumlah individu dan jenis mangrove Pengambilan data vegetasi dilakukan dengan membuat kuadrat sampling dengan ukuran 10 x 10 meter untuk vegetasi tingkat pohon (diameter > 10 cm), 5 x 5 m untuk vegetasi tingkat pancang (diameter < 10 cm dan tinggi > 1,5 m) dan kuadrat ukuran 2 x 2 m untuk tingkat semai (tinggi < 1,5 meter). Karena tingkatan hidup yang ada dalam kawasan hanya tingkat pancang, petak ukur yang dibuat hanya berukuran 5 x 5 m. Rumus yang digunakan untuk perhitungan kerapatan absolut vegetasi mangrove adalah: Kerapatan absolut vegetasi mangrove = (pohon/ha). 4. Pengambilan sampel untuk mengetahui konsentrasi polutan Pb dan Cu a. Pengambilan sampel air dan substrat. Titik pengambilan substrat berada di tengah plot di dalam petak ukur 5 x 5 m. Pengambilan sampel substrat dilakukan dengan menggunakan

59 46 c. Salinitas air. Salinitas perairan diukur menggunakan Salinity Test Digital. Cara pengukurannya dengan mencelupkan ujung alat ke dalam air sebatas tanda yang tertera pada alat kemudian tombol bagian atas ditekan ke depan, maka angka salinitas akan muncul pada layar alat tersebut dengan satuan persen (%) yang kemudian diubah menjadi satuan permil ( ) dengan mengalikan hasil dengan nilai 10. Setelah digunakan, alat segera dibersihkan dengan akuades. Pengambilan sampel air dilakukan di dalam petak ukur 5 x 5 m. d. Kandungan oksigen terlarut dalam air. Alat yang digunakan untuk mengukur kandungan oksigen terlarut adalah Oxymeter. Pengukuran dilakukan dengan cara mencelupkan ujung sensoris oxymeter pada air sampai sebatas tanda yang tertera pada alat, tombol on ditekan, maka terbaca jumlah oksigen terlarut dalam air tersebut dengan satuan mg/l. Setelah alat ini selesai digunakan, tombol off ditekan kemudian alat dibersihkan dengan akuades. Pengambilan sampel air dilakukan di dalam petak ukur 5 x 5 m.

60 45 2. Pengambilan data kualitas fisis dan kimiawi habitat mangrove a. Derajat keasaman (ph air). Pengukuran ph air dilakukan menggunakan ph stick. Pengukuran dengan ph stick dilakukan dengan cara mencelupkan ph stick ke dalam perairan selama tiga menit kemudian mencocokkan warnanya dengan warna ph standar yang berada pada kotak ph. Pengukuran ini dilakukan di dalam petak ukur 5 x 5 m. b. Suhu air. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu perairan, yaitu thermometer stick yang ujungnya berlubang untuk mengaitkan tali. Thermometer stick dicelupkan sebatas cairan merah yang ada dalam stik kaca (tanda air raksa) dan termometer tidak dipegang dengan tangan melainkan digantung dengan tali. Suhu air terlihat pada skala termometer setelah dibiarkan konstan selama 5 menit tercelup air. Setelah digunakan, alat segera dibersihkan dengan menggunakan akuades. Satuan suhu air adalah derajat Celcius ( C). Pengukuran ini dilakukan di dalam petak ukur 5 x 5 m.

61 Gambar Lokasi Pengambilan Sampel 44

62 43 D. Metode Pengambilan Data 1. Penentuan Lokasi Sampel Lokasi penelitian terbagi menjadi empat zona pengamatan dengan tiga zona ditempatkan berdasarkan jarak dari lokasi pembuangan limbah Kilang Minyak Cilacap dengan jarak masing-masing 1 km (Gambar 3. 2). Selanjutnya diberi keterangan sebagai zona dalam, merupakan zona yang paling dekat dengan Kilang Minyak Cilacap, zona tengah, dan zona luar, yaitu zona yang paling dekat dengan muara. Selain ketiga zona diatas, juga ditempatkan zona pengamatan yang berada pada lokasi sejauh 3 km sebelum lokasi pembuangan limbah Kilang Minyak Cilacap yang disebut dengan zona kontrol. Pada tiap zona dibuat empat plot pengamatan, plot pertama terdapat di badan air (sungai) yang disebut Plot 1, sedangkan tiga plot lain ada dalam kawasan mangrove dengan nama Plot 2, 3, dan 4. Dalam setiap plot dibuat petak ukur 5 x 5 m untuk mengidentifikasi jumlah individu dan jenis mangrove (Plot 2 hingga 4) serta menjadi lokasi pengambilan sampel air, substrat, dan organ tumbuhan mangrove untuk analisis konsentrasi polutan Pb dan Cu (Plot 1 hingga 4).

63 42 2. Bahan penelitian Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian kali ini antara lain: 1) Kawasan mangrove sekitar Kilang Minyak Cilacap dan kawasan mangrove yang berada sebelum Kilang Minyak Cilacap. 2) Sampel air dan substrat dari lokasi penelitian. 3) Sampel akar dan daun mangrove. Bahan yang digunakan untuk analisis konsentrasi polutan pada air, substrat, akar, dan akar mangrove (analisis laboratorium) antara lain: 1) Larutan induk tembaga, Cu 1000 μg/ml; larutan induk timbal, Pb 1000 μg/ml 2) Asam nitrat, HNO 3 pekat (65%) 3) Air suling 4) Asam perklorat, HClO 4 pekat 5) Kertas saring kuantitatif dengan ukuran pori 8,0 μm.

64 41 Alat pengukuran konsentrasi polutan pada air, substrat, daun, dan akar mangrove (analisis laboratorium) antara lain: 1) Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 2) Timbangan analitik dengan ketelitian sampai dengan 0,0001 g 3) Cawan porselin 4) Desikator 5) Oven 6) Gelas ukur 100 ml 7) Pipet volumetri 2,0 ml; 5,0 ml; 10,0 ml; 15,0 ml; 20,0 ml; dan 10 ml 8) Pipet komagome 3 ml dan 5 ml 9) Gelas piala 100 ml 10) Penangas listrik (hot plate) 11) Corong 12) Kaca arloji 13) Batang pengaduk 14) Spatula 15) Erlenmeyer 250 ml 16) Mortar dan alu 17) Botol gelas atau polietilen bertutup 18) Labu ukur 50 ml; 100 ml dan 1000 ml 19) Pipet ukur 10 ml

65 40 C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian Alat penelitian yang digunakan untuk pengambilan data di lapangan antara lain: 1) Perahu sebagai alat transportasi untuk mencapai lokasi sampel 2) Cetok untuk mengambil sampel sedimen 3) Water sampler untuk mengambil sampel air 4) Salt meter untuk mengukur salinitas 5) Dissolved Oxygen meter untuk mengukur oksigen terlarut 6) Termometer untuk mengukur suhu air 7) ph stik untuk mengukur tingkat ph 8) Galah bambu untuk mengukur ketebalan lumpur 9) Roll meter sebagai alat bantu untuk mengukur plot sampel 10) Tally sheet untuk dokumentasi data lapangan 11) Tali tampar untuk membuat petak ukur 12) Alat tulis untuk mencatat data di lapangan 13) GPS untuk membantu navigasi.

66 39 Gambar Lokasi Pengambilan Data B. Waktu Penelitian Waktu pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 25 hingga 27 Maret Penentuan titik sampel dilakukan pada tanggal 25 Maret 2013, pengukuran kualitas fisis dan kimiawi habitat perairan mangrove serta pengambilan sampel air, substrat, dan organ tumbuhan mangrove dilakukan pada tanggal 26 Maret 2013 pada pukul hingga WIB saat kondisi surut, sedangkan pengambilan data jumlah individu dan jenis mangrove pada tanggal 27 Maret Analisis laboratorium untuk sampel air, substrat, dan organ tumbuhan mangrove dilaksanakan pada 28 Maret sampai 25 Mei 2013.

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang hidup pada peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh pergerakan ombak yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA

bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA II. TELAAH PUSTAKA Limbah cair tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dari tahap pengkanjian, penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaporkan sekitar 5,30 juta hektar jumlah hutan itu telah rusak (Gunarto, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. dilaporkan sekitar 5,30 juta hektar jumlah hutan itu telah rusak (Gunarto, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai hutan mangrove (hutan bakau) terbesar di dunia, yaitu mencapai 8,60 juta hektar, meskipun saat ini dilaporkan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan

PENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Batam sebagai salah satu daerah industri yang cukup strategis, membuat keberadaan industri berkembang cukup pesat. Perkembangan industri ini di dominasi oleh industri berat

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian DO Meter ph Meter Termometer Refraktometer Kertas Label Botol Sampel Lampiran 1. Lanjutan Pisau Cutter Plastik Sampel Pipa Paralon Lampiran 2. Pengukuran

Lebih terperinci

Fitoremediasi Air terkontaminasi Nikel dengan menggunakan tanaman Ki Ambang (Salvinia molesta)

Fitoremediasi Air terkontaminasi Nikel dengan menggunakan tanaman Ki Ambang (Salvinia molesta) SIDANG TUGAS AKHIR SB 091358 Fitoremediasi Air terkontaminasi Nikel dengan menggunakan tanaman Ki Ambang (Salvinia molesta) TEGUH WIDIARSO 1507 100 001 Dosen Pembimbing : Aunurohim, S.Si, DEA Tutik Nurhidayati,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya. Momentum pembangunan

I. PENDAHULUAN. berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya. Momentum pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang melaksanakan pembangunan di berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya. Momentum pembangunan dicapai dengan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan antara habitat-habitat yang bertentangan. Untuk menghadapi lingkungan yang unik ini maka makhluk

Lebih terperinci

BIOAKUMULASI LOGAM BERAT DALAM MANGROVE Rhizophora mucronata dan Avicennia marina DI MUARA ANGKE JAKARTA

BIOAKUMULASI LOGAM BERAT DALAM MANGROVE Rhizophora mucronata dan Avicennia marina DI MUARA ANGKE JAKARTA J.Tek.Ling Vol. 7 No. 3 Hal. 266-270 Jakarta, Sept. 2006 ISSN 1441 318X BIOAKUMULASI LOGAM BERAT DALAM MANGROVE Rhizophora mucronata dan Avicennia marina DI MUARA ANGKE JAKARTA Titin Handayani Peneliti

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan A. Hasil 1. Keanekaragaman vegetasi mangrove Berdasarkan hasil penelitian Flora Mangrove di pantai Sungai Gamta terdapat 10 jenis mangrove. Kesepuluh jenis mangrove tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik di darat, perairan maupun udara. Logam berat yang sering mencemari lingkungan terutama adalah merkuri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perindustrian kini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perindustrian kini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia perindustrian kini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Akan tetapi, perkembangan industri tersebut juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melebihi ambang batas normal (Widowati dkk, 2008). aktivitas manusia atau proses alam. Pencemaran terjadi karena adanya aktivitas

I. PENDAHULUAN. melebihi ambang batas normal (Widowati dkk, 2008). aktivitas manusia atau proses alam. Pencemaran terjadi karena adanya aktivitas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan industrialisasi di Indonesia menempati tempat utama dalam ekonomi Indonesia. Perkembangan industrialisasi secara tidak langsung menyumbang dampak negatif bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove merupakan kombinasi antara mangue (bahasa Portugis)

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove merupakan kombinasi antara mangue (bahasa Portugis) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Ekosistem Mangrove Kata mangrove merupakan kombinasi antara mangue (bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan dan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar atau hutan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lingkungan Penelitian Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove Leuweung Sancang dibagi ke dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Logam Logam Berat Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Logam Logam Berat Tanah TINJAUAN PUSTAKA Logam Logam Berat Tanah Larutan tanah mengandung berbagai zat terlarut berbentuk ion, baik kation maupun anion. Kation yang umum terdapat dalam larutan tanah ialah H +, Al 3+, Fe 3+ (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman gelagah (Phragmites karka) merupakan tanaman yang dapat tumbuh di berbagai lingkungan baik di daaerah tropis maupun non tropis. Gelagah dapat berkembang

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini II. TINJAIJAN PliSTAKA Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan hidup merupakan masalah yang penting karena memberikan pengaruh bagi kesehatan individu dan masyarakat. Faktor yang menyebabkan penurunan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang khas dimana dibentuk dari komunitas pasang surut yang terlindung dan berada di kawasan tropis sampai sub tropis.

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN 135 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Komposisi spesies mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi sebanyak 20 spesies mangrove sejati dan tersebar tidak merata antar pulau.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pengumpul hujan dan juga berbagai kehidupan manusia. Umumnya sungai

TINJAUAN PUSTAKA. pengumpul hujan dan juga berbagai kehidupan manusia. Umumnya sungai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan sumber air sangat penting untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sungai berfungsi sebagai transportasi sedimen dari darat ke laut, untuk pengumpul hujan dan juga berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari aktivitas industri merupakan masalah besar yang banyak dihadapi oleh negaranegara di seluruh dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air dan sumber-sumbernya merupakan salah satu kekayaan alam yang mutlak dibutuhkan oleh makhluk hidup guna menopang kelangsungan hidupnya dan berguna untuk memelihara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut 4 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Umum Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan dengan faktor fisik yang ekstrim, seperti habitat tergenang air dengan salinitas tinggi di pantai dan sungai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan akan menyebabkan kualitas lingkungan menurun karena tingginya aktivitas manusia. Perkembangan kota seringkali diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan sampel di lapangan Pengeringan Udara Sampel Lampiran 1. Lanjutan Sampel sebelum di oven Sampel setelah menjadi arang Lampiran 1. Lanjutan. Tanur (Alat yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Kadar Logam Berat Timbal (Pb) Pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) Setelah Perendaman dalam Larutan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle.) dan Belimbing Wuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pantai Bentar merupakan objek wisata yang berada di kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pantai Bentar merupakan objek wisata yang berada di kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai Bentar merupakan objek wisata yang berada di kabupaten Probolinggo, tepatnya di wilayah kecamatan Gending yang berjarak 7 km dari Kota Probolinggo. Pantai Bentar

Lebih terperinci

59 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

59 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes FITOREMEDIASI TUMBUHAN AVICENNIA MARINA JENIS RHIZOPHORA TERHADAP KONSENTRASI TIMBAL (Pb) PADA TANAH Fitri Rokhmalia Pratiwi Hermiyanti Hadi Suryono ABSTRAK Pencemaran tanah oleh Pb berasal dari aktivitas

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

1. Pengantar A. Latar Belakang

1. Pengantar A. Latar Belakang 1. Pengantar A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki sekitar 17.500 pulau dengan panjang sekitar 81.000, sehingga Negara kita memiliki potensi sumber daya wilayah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Mangrove Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama mangrove diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan termasuk industri tidak hanya mampu menyerap tenaga kerja, namun turut pula menyebabkan dampak negatif apabila tidak dikelola secara benar. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Logam Berat Cu dan Pb di Perairan, Sedimen dan Lamun Pada sub-bab ini, pembahasan hasil penelitian difokuskan pada analisa komparatif konsentrasi logam berat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut Ekosistem yaitu suatu lingkungan tempat berlangsungnya reaksi timbal balik antara makhluk dan faktor-faktor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi menimbulkan permasalahan bagi kelestarian lingkungan hidup. Aktivitas manusia dengan berbagai fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pencemaran udara adalah proses masuknya atau dimasukkannya zat pencemar ke udara oleh aktivitas manusia atau alam yang menyebabkan berubahnya tatanan udara sehingga

Lebih terperinci

KERUSAKAN LINGKUNGAN

KERUSAKAN LINGKUNGAN bab i KERUSAKAN LINGKUNGAN A. KONSEP KERUSAKAN LINGKUNGAN Kerusakan lingkungan sangat berdampak pada kehidupan manusia yang mendatangkan bencana saat ini maupun masa yang akan datang, bahkan sampai beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, akan tetapi pembangunan di bidang industri ini juga memberikan. berat dalam proses produksinya (Palar, 1994).

I. PENDAHULUAN. manusia, akan tetapi pembangunan di bidang industri ini juga memberikan. berat dalam proses produksinya (Palar, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan teknologi yang berhubungan dengan pembangunan di bidang industri banyak memberikan keuntungan bagi manusia, akan tetapi pembangunan di bidang

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses industrialisasi tidak dapat melepaskan diri dari efek negatif yang ditimbulkannya. Adanya bahan sisa industri baik yang berbentuk padat, cair, maupun gas dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang ekstrim yang disertai peningkatan temperatur dunia yang mengakibatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Logam berat itu dibagi ke dalam dua jenis, yaitu: efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain sebagainya.

TINJAUAN PUSTAKA. Logam berat itu dibagi ke dalam dua jenis, yaitu: efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain sebagainya. TINJAUAN PUSTAKA Logam Berat dalam Tanaman Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5 g/cm 3 dan logam dengan berat molekul tinggi, antara lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan masalah yang memerlukan perhatian khusus, terutama pada kota-kota besar. Pencemaran udara berasal dari berbagai sumber, antara lain asap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar bumi terdiri atas air karena luas daratan lebih kecil dibandingkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo yang terletak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik karena terdapat pada daerah peralihan (ekoton) antara ekosistem darat dan laut yang keduanya saling berkaitan erat. Selain

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

ANALISIS ION LOGAM Cu DAN Zn DALAM CONTOH SEDIMEN, AKAR, KULIT BATANG DAN DAUN TANAMAN MANGROVE Avicenia marina DENGAN SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM

ANALISIS ION LOGAM Cu DAN Zn DALAM CONTOH SEDIMEN, AKAR, KULIT BATANG DAN DAUN TANAMAN MANGROVE Avicenia marina DENGAN SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM ANALSS ON LOGAM Cu DAN Zn DALAM CONTOH SEDMEN, AKAR, KULT BATANG DAN DAUN TANAMAN MANGROVE Avicenia marina DENGAN SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM Fitriani, Syarifudding Liong dan Maming Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan lokal maupun Internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ini dijumpai pada tepi pantai sampai beberapa ratus meter ke darat.

TINJAUAN PUSTAKA. ini dijumpai pada tepi pantai sampai beberapa ratus meter ke darat. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ekosistem Mangrove Samingan (1975) mengatakan bahwa hutan mangrove adalah merupakan vegetasi yang agak seragam, selalu hijau dan berkembang dengan baik di daerah berlumpur yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Wardhana (2007), pencemaran air dapat disebabkan oleh pembuangan limbah sisa hasil produksi suatu industri yang dibuang langsung ke sungai bukan pada tempat penampungan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut

Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut LAMPIRAN 48 Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut No. Parameter Satuan Baku Mutu FISIKA 1 Kecerahan a m Coral: >5 Mangrove : - Lamun : >3 2 Kebauan - Alami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan industri adalah limbah bahan berbahaya dan beracun. Penanganan dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan industri adalah limbah bahan berbahaya dan beracun. Penanganan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari atau aktifitasnya akan selalu menghasilkan suatu bahan yang tidak diperlukan yang disebut sebagai buangan atau limbah.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan

BAB V PEMBAHASAN. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan BAB V PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan menggunakan gabungan metode elektrokoagulasi dan EAPR. Parameter yang digunakan yaitu logam berat Pb, Cu, COD dan ph.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang beraneka ragam, yang membentang di sepanjang Teluk Lampung dengan

Lebih terperinci