ANALISIS SKALA USAHA MINIMUM UNTUK PERKEBUNAN SAWIT RAKYAT DI KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SKALA USAHA MINIMUM UNTUK PERKEBUNAN SAWIT RAKYAT DI KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA"

Transkripsi

1 ANALISIS SKALA USAHA MINIMUM UNTUK PERKEBUNAN SAWIT RAKYAT DI KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA (Studi Kasus: Desa Meranti Omas, Kecamatan Na IX-X, Kabupaten Labuhan Batu Utara) Putri Handayani Sirait, Diana Chalil, Tavi Supriana Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU ABSTRAK Sejak tahun 2010, usaha perkebunan sawit rakyat berkembang pesat hampir mencapai 40% dari total luas perkebunan sawit Indonesia. Namun secara individu umumnya perkebunan rakyat masih banyak yang luasnya kurang dari 2 ha.diduga luas tersebut belum mencapai skala minimum yang diperlukan dalam usaha perkebunan sawit. Penelitian ini dilakukan untuk menguji dugaan tersebut. Data yang digunakan adalah data dari 43 petani sampel yang ditetapkan dengan metode Stratified Sampling dan diuji dengan metodeuji beda rata-rata Anova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan biaya rata-rata pada berbagai strata skala usaha, dengan nilai terendah pada skala usaha 2-4 ha. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa luas perkebunan 2-4 ha adalah skala usaha minimum untuk perkebunan sawit rakyat di Labuhan Batu Utara. Kata Kunci: perkebunan sawit rakyat, skala usaha minimum, biaya rata-rata. ABSTRACT Since 2010, the smallholder plantations of oil palm are growth quickly almost reach 40% of the Indonesian total area of oil palm plantations.on the other hand individually, many of the plantations still have less than 2 hectares. Thus not reached the minimum required scale in palm plantation enterprise. This research is conducted to analyze the hypothesis. The data are collected from 43 sample farmers, which are chosen by using Stratified Sampling Method and analyzed with Anova mean difference test. The research confirms the average cost and the average revenue are significantly different among stratum with the minimum value in the 2-4 hectares. Therefore, 2-4 hectares is the concluded as the minimum efficient scale for the smallholder plantations of oil palm in North Labuhan Batu. Keywords: smallholder plantations of oil palm, minimum efficient scale, average cost

2 2 PENDAHULUAN Kelapa sawit adalah salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, karena memiliki produksi tertinggi dibandingkan komoditas perkebunan lainnya. Menurut data dinas perkebunan tahun 2010, produksi kelapa sawit perkebunan rakyat mencapai ,70 ton. Di samping itu, perkebunan, kelapa sawit menyerap tenaga kerja yang banyak. Rata-rata kebutuhan tenaga kerja untuk perkebunan kelapa sawit adalah 1 orang per Ha. Data statistik kelapa sawit Indonesia tahun 2010 menunjukkan luas perkebunan sawit rakyat mencapai 3,08 juta Ha. Jika setiap petani memiliki jumlah tanggungan rata-rata 3 orang per kepala keluarga, maka dapat diperkirakan ada sekitar 14 juta jiwa yang menggantungkan diri untuk memenuhi kebutuhannya pada sektor ini. Secara umum, perkebunan sawit tersebut dapat dikelompokkan atas perkebunan swasta, pemerintah, dan rakyat. Kebanyakan perkebunan swasta dan pemerintah dikelola oleh perusahaan yang relatif besar dengan luas perkebunan yang juga besar. Namun untuk perkebunan kelapa sawit rakyat sangat luasnya sangat beragam. Ada petani yang mengelola kebun kelapa sawit dengan luas lahan lebih dari 5 Ha, di sisi lain tidak sedikit petani yang hanya mengelola kebun dengan lahan kurang dari 0,5 Ha. Menurut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1986 Tanggal 3 Maret 1986, luas lahan yang disarankan untuk masingmasing petani adalah 2 Ha. Hal ini dapat dilihat dalam pedoman pengembangan perkebunan pola perusahaan inti rakyat (PIR) yang dikaitkan dengan program transmigrasi. Namun, biaya produksi kelapa sawit yang tinggi, menjadi kendala untuk melakukan perluasan skala usaha. Secara umum, tingkat produktivitas untuk luas lahan yang sempit lebih rendah di bandingkan dengan yang luas. Namun, penelitian mengenai luas lahan tanaman sawit yang optimal masih sangat terbatas, padahal luas lahan tersebut ikut menentukan tingkat produktivitas dan kemampuan petani untuk membiayai usahanya sebagaimana yang disebutkan di atas. Sementara, masing-masing umur tanaman membutuhkan biaya produksi yang berbeda-beda yaitu tanaman tahun permulaan mencapai sekitar Rp 9 juta per Ha, tanaman tahun pertama Rp 2,3 juta per Ha, tanaman tahun kedua Rp 2,1 juta per Ha, tanaman tahun ketiga Rp 2,8 juta per Ha, biaya pemeliharaan tanaman muda (umur 4-7 tahun) sekitar Rp 2,6

3 3 juta per Ha dan biaya pemeliharaan tanaman remaja (7-14 tahun) sekitar 2,2 juta per Ha (Pahan, 2006). Daroni (2005) dalam disertasinya yang berjudul Analisis Skala Usaha Perkebunan Plasma Kelapa Sawit PIR Swadaya di Provinsi Kalimantan Timur, menunjukkan bahwa biaya produksi pada luas lahan usahatani 1 Ha lebih tinggi dibandingkan dengan luas lahan usahatani 1-2 Ha dan > 2 Ha. Pada luas usahatani 1 Ha, lahan yang dikelola terlalu sempit, sedangkan sumberdaya yang dimiliki seperti tenaga kerja keluarga dicurahkan dengan rasio berlebihan, hal tersebut menyebabkan biaya produksi sangat tinggi. Luas lahan usahatani 1-2 Ha yang didominasi oleh 62,10 persen petani dari 350 sampel, tidak menunjukkan adanya perbedaan biaya produksi dengan skala usaha lainnya. Hasil estimasi fungsi biaya menunjukkan luas lahan usahatani > 2 Ha memiliki biaya produksi terendah. Penelitian lainnya tentang skala usaha diteliti oleh Wijayanti (2012) dengan judul Analisis Keuntungan dan Skala Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Gerbang Serasaan hasilnya adalah biaya pupuk NPK, biaya pupuk urea, dan jumlah pohon produktif berpengaruh positif secara signifikan terhadap keuntungan usaha dengan kondisi skala usaha yang terbentuk yaitu Increasing Return to Scale (IRS). Dengan indikasi, pada kondisi ini skala usaha berada pada Economies of Scale dimana peningkatan skala usaha mengakibatkan peningkatan produksi dan penurunan biaya rata-rata. Karena itu, penelitian ini ditujukan untuk menganalisis skala usaha minimum perkebunan sawit rakyat yang dapat meningkatkan kelayakan hidup petani di masa sekarang dan yang akan datang. METODE PENELITIAN Daerah penelitian ditetapkan secara purposive di Kabupaten Labuhan Batu Utara, karena memiliki tanaman perkebunan sawit rakyat yang luas dan produksi yang cukup tinggi di Provinsi Sumatera Utara. Populasi penelitian merupakan petani yang memiliki tanaman kelapa sawit dengan kriteria lahan yang telah menghasilkan, bibit tanaman yang sama, dan umur tanaman 7-15 tahun.. Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan metode stratified sampling berdasarkan luas lahan dengan rincian sebagai berikut:

4 4 Tabel 1. Pengambilan Sampel berdasarkan Strata Luas Lahan No Strata Luas Lahan (Ha) Populasi (KK) Sampel (KK) 1 < /115x43 = /115x43 = 21 3 > /115x43 = 14 Jumlah Sumber: Data Primer Sekretaris Desa Meranti Omas Untuk menganalisis penggunaan input produksi dan produktivitas pada masing-masing strata skala usaha, digunakan analisis deskriptif dengan melihat jumlah pemakaian input produksi dan tingkat produktivitas pada masing-masing strata. Untuk menganalisis perbedaan biaya rata-rata, penerimaan rata-rata dan pendapatan rata-rata petani pada masing masing strata skala usaha digunakan analisis uji beda rata-rata yaitu melalui uji homogenitas varians (Test of Homogeneity of Variances). Hipotesis nol yang digunakan adalah tidak ada perbedaan biaya rata-rata, penerimaan rata-rata dan pendapatan rata-rata petani pada strata skala usaha. Untuk mengetahui kelompok strata mana yang berbeda dilakukan uji banding ganda (Post Hoc Test). Nilai perbedaan masing-masing strata dapat dilihat dari nilai signifikansi dengan menggunakan α = Untuk mengetahui skala usaha minimum perkebunan sawit rakyat, digunakan metode analisis skala ekonomi dengan menggunakan pendekatan analisis Minimum Efficient Scale (MES) yang menentukan tingkat skala usaha yang memberikan kemungkinan biaya rata-rata terendah melalui kurva Long Run Average Cost (LRAC). Jika kurva LRAC menurun, berarti skala usaha memperoleh economic of scale, jika kurva LRAC berada pada bagian terendah, berarti skala usaha mencapai minimum efficient scale (MES), dan jika kurva LRAC mengalami kenaikan, berarti skala usaha mengalami diseconomies of scale.

5 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian diperoleh penggunaan input produksi pada masingmasing strata: Tabel 2. Penggunaan Input Produksi Pada Berbagai Strata Skala Usaha Skala Usaha Skala Usaha Penggunaan Input < 2 Ha 2-4Ha > 4 Ha per Ha Jumlah Harga (Rp) Jumlah Harga (Rp) Jumlah Harga (Rp) Pupuk - Urea 200 Kg 2.200/Kg 150Kg 2.200/Kg 300Kg 2.200/Kg - TSP 200 Kg 5.800/Kg 150Kg 5.800/Kg 250Kg 5.800/Kg - NPK 100 Kg 7.200/Kg 100Kg 7.200/Kg 400Kg 7.200/Kg - ZA Kg 3.300/Kg - Kisrit Kg 3.400/Kg - MOP Kg 3.400/Kg 100Kg 3.400/Kg - Phonska Kg 4.000/Kg /Kg Herbisida liter /Ltr 200 liter /Ltr Tenaga Kerja - Pemupukan 1 orang /sack 1 orang /sack 1 orang /sack - Penyiangan 1 orang 1.500/pohon 1 orang 2.000/pohon 1 orang 2.000/pohon - Penyemprotan orang 3.000/Ltr 1 orang 3.000/Ltr - Panen 1 orang 130/Kg 1 orang 150/Kg 1 orang 150/Kg Tabel 2 menunjukkan bahwa penggunaan input produksi petani per Ha pada masing-masing strata tidak memiliki perbedaan yang tinggi dari segi jumlahnya. Untuk penggunaan pupuk, pada Skala Usaha >4 ha, alokasi penggunaan pupuk lebih tinggi dibandingkan dengan Skala Usaha <2 ha dan Skala Usaha 2-4 ha. Jika dibandingkan dengan rekomendasi pemupukan pada, alokasi penggunaan pupuk pada masing-masing strata masih dalam dosis normal yang direkomendasikan dan perbedaan jumlahnya tidak terlalu tinggi. Namun, dilihat dari jenis pupuk yang digunakan, Skala Usaha > 4 Ha lebih lengkap penggunaan pupuknya. Hasil Uji Beda Rata-Rata pada ketiga strata dapat dilihat pada Tabel 3: Tabel 3. Uji Beda Rata-Rata (Uji Anova atau Uji-F) untuk Biaya Rata-Rata Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 2,0E ,013E Within Groups 2,6E ,604E+0,14 Total 4,7E Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa F hitung 15,333 dengan probabilitas 0.00 < 0.05 atau F (2,40) = 15,333, p =.000, maka tolak Ho terima H1 artinya ada perbedaan biaya rata-rata pada ketiga strata skala usaha. Untuk mengetahui kelompok strata mana yang berbeda, apakah antara Strata Skala Usaha I dan II,

6 6 Strata Skala Usaha I dan III, atau Strata Skala Usaha II dan III, dapat dilihat dari hasil Uji Banding Ganda (Post Hoc Test) pada Tabel 4: Tabel 4. Uji Banding Ganda (Post Hoc Test) Biaya Rata-Rata (I) (J) Strata Skala Strata Skala Mean Difference Std. Error Usaha Usaha (I-J) Sig. < 2 Ha 2-4 Ha , , > 4 Ha , , Ha < 2 Ha , , > 4 Ha , , > 4 Ha < 2 Ha , , Ha , , Dari Tabel 4 dapat dilihat strata skala usaha yang memiliki perbedaan yang nyata. Untuk Skala Usaha < 2 Ha dan 2-4 Ha perbedaan biaya rata-ratanya Rp ,38/Ha dengan nilai signifikansi > 0.05, untuk Skala Usaha < 2 Ha dan > 4 Ha perbedaan biaya rata-ratanya Rp ,03/Ha dengan nilai signifikansi < 0.05 dan untuk Skala Usaha 2-4 Ha dan > 4 Ha perbedaan biaya rata-ratanya Rp ,65/Ha dengan nilai signifikansi < Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa perbedaan biaya rata-rata yang nyata terjadi antara Strata Skala Usaha < 2 Ha dan 2-4 Ha dan Strata Skala Usaha 2-4 Ha dan > 4 Ha. Dalam penelitian ini, biaya yang dianalisis meliputi biaya pemupukan, biaya pemberantasan hama dan penyakit, biaya tenaga kerja, biaya peralatan dan biaya sewa lahan (PBB). Biaya yang dikeluarkan masing-masing petani dihitung sesuai dengan data yang diberikan oleh petani sampel. Berikut hasil perhitungan biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh petani selama satu tahun per strata skala usaha. Tabel 5. Biaya Rata-Rata pada Masing-Masing Strata Skala Usaha Skala Usaha Biaya Rata-Rata (Rp/Ha) Biaya Rata-Rata (Rp/Kg) < 2 Ha ,0 2-4 Ha ,1 > 4 Ha ,5

7 7 Dari Tabel 5, dapat diketahui biaya rata-rata untuk masing-masing strata skala usaha usahatani kelapa sawit di daerah penelitian. Untuk Strata Skala Usaha I <2 Ha, biaya rata-rata yang dikeluarkan petani adalah Rp 481,0/Kg dan Rp /Ha per tahun. Untuk Strata Skala Usaha II 2-4 Ha, biaya rata-rata yang dikeluarkan petani adalah Rp 225,1/Kg dan Rp /Ha per tahun. Untuk Strata Skala Usaha III >4 Ha, biaya rata-rata yang dikeluarkan petani adalah Rp 394,5/Kg dan Rp /Ha per tahun. Biaya rata-rata terendah per kg berada pada Skala Usaha 2-4 Ha yaitu sebesar Rp 225,1/Kg, sedangkan biaya rata-rata tertinggi berada pada Skala Usaha < 2 Ha yaitu sebesar Rp 481,0/Kg. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Daroni (2005) yang menunjukkan bahwa luas lahan usahatani kelapa sawit > 2 Ha berada pada biaya produksi terendah. Untuk biaya rata-rata per Ha, nilai terendah berada pada Skala Usaha I <2 Ha yaitu sebesar Rp /Ha, sedangkan biaya ratarata tertinggi berada pada Skala Usaha > 4 Ha yaitu sebesar Rp /Ha. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya biaya rata-rata dapat ditentukan oleh skala luas lahannya. Jika dikaitkan dengan produktivitas masing-masing strata, dapat dianalisis bahwa biaya rata-rata per kg yang tinggi tidak disertai dengan produktivitas yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada Skala Usaha < 2 Ha yang memiliki biaya rata-rata tertinggi namun untuk produktivitas berada pada nilai terendah. Dibandingkan dengan literatur Pahan (2006) yang menyatakan bahwa biaya rata-rata untuk pemeliharaan tanaman menghasilkan adalah Rp 2,2 juta per Ha, hasil yang diperoleh di daerah penelitian tidak sesuai dengan literatur. Dari hasil perhitungan biaya rata-rata untuk pemeliharaan yang ada di daerah penelitian yang mencapai Rp 2,9-7,9 juta per Ha. Selain itu, dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa ada perbedaan produktivitas pada ketiga strata skala usaha. Perbedaan produktivitas dan biaya rata-rata ini akibat dari pemeliharaan yang tidak sama, baik dari segi pemberian pupuk, penyiangan dan pemanenan. Dari segi pemberian pupuk, ada petani yang memakai pupuk bersubsidi dan pupuk non subsidi, dimana harga pupuk non subsidi 150% lebih mahal dibandingkan dengan pupuk subsidi. Perbedaan harga pupuk yang cukup tinggi ini, mengakibatkan tingginya biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani. Selain itu, sistem pemupukan yang tidak intensif dan

8 8 tidak tepat waktu juga mengakibatkan rendahnya produktivitas lahan yang dikelola oleh petani. Hal ini sesuai dengan literatur Yan Fauzi (2002) yang menyatakan bahwa salah satu tindakan perawatan tanaman yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman adalah pemupukan, karena pemupukan dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Perbedaan penerimaan rata-rata pada strata skala usaha juga diuji dengan menggunakan uji-anova atau uji-f. Analisis ini digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan penerimaan rata-rata pada tiga strata skala yang ada yaitu Skala Usaha Strata I (< 2 Ha), Skala Usaha Strata II (2-4 Ha) dan Skala Usaha Strata III (> 4 Ha). Hasil Uji Beda Rata-Rata (Uji Anova atau Uji-F) pada strata skala usaha disajikan pada tabel berikut: Tabel 6. Uji Beda Rata-Rata (Uji Anova atau Uji-F) untuk Penerimaan Rata- Rata Petani Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 1,3E+0,18 2 6,6E Within Groups 5,8E+0, ,4E+0,17 Total 7,1E+0,18 42 Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa F hitung dengan probabilitas < 0.05 atau F (2,40) = 4.593, p =.016, maka tolak Ho terima H1 artinya ada perbedaan penerimaan rata-rata pada ketiga strata skala usaha. Untuk mengetahui kelompok strata mana yang berbeda, apakah antara Strata Skala Usaha I dan II, Strata Skala Usaha I dan III, atau Strata Skala Usaha II dan III, dapat dilihat dari hasil Uji Banding Ganda (Post Hoc Test) pada tabel berikut: Tabel 7. Uji Banding Ganda (Post Hoc Test) Penerimaan Rata-Rata (J) Mean (I) Strata Skala Difference Strata Skala Usaha Usaha (I-J) Std. Error Sig. < 2 Ha 2-4 Ha , , > 4 Ha , , Ha < 2 Ha , , > 4 Ha , , > 4 Ha < 2 Ha , , Ha , , Dari Tabel 7 dapat dilihat strata skala usaha yang memiliki perbedaan yang nyata. Untuk Skala Usaha < 2 Ha dan 2-4 Ha perbedaan penerimaan rataratanya Rp ,71/Ha dengan nilai signifikansi > 0.05, untuk Skala

9 9 Usaha < 2 Ha dan > 4 Ha perbedaan penerimaan rata-ratanya Rp ,14/Ha dengan nilai signifikansi > 0.05 dan untuk Skala Usaha 2-4 Ha dan > 4 Ha perbedaan penerimaan rata-ratanya Rp ,42/Ha dengan nilai signifikansi < Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa perbedaan penerimaan rata-rata yang nyata terjadi antara Skala Usaha 2-4 Ha dan > 4 Ha. Perbedaan penerimaan petani pada masing-masing skala usaha karena adanya perbedaan harga yang dieterima oleh petani seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Harga TBS yang diterima petani pada tiap skala usaha berbeda sekitar Rp20-100/Kg. Perbedaan ini terjadi karena ada beberapa petani yang menjual ke agen dan ada yang langsung menjual ke PKS. Perbedaan pendapatan rata-rata pada strata skala usaha diuji dengan menggunakan uji-anova atau uji-f. Analisis ini digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan pendapatan rata-rata pada tiga strata skala yang ada yaitu Skala Usaha Strata I (< 2 Ha), Skala Usaha Strata II (2-4 Ha) dan Skala Usaha Strata III (> 4 Ha). Hasil Uji Beda Rata-Rata (Uji Anova atau Uji-F) pada strata skala usaha disajikan pada tabel berikut: Tabel 8. Uji Beda Rata-Rata (Uji Anova atau Uji-F) untuk Pendapatan Rata-Rata Petani Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 7,6E+0,17 2 3,7E+0, Within Groups 5,0E+0, ,2E+0,17 Total 5,7E+0,18 42 Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa F hitung dengan probabilitas > 0.05 atau F (2, 40) = 3.054, p =.058, maka terima Ho tolak H1 artinya tidak ada perbedaan pendapatan rata-rata pada ketiga strata skala usaha. Secara agregat pendapatan rumah tangga petani sawit diperoleh dari dua sumber pendapatan, yaitu sumber pendapatan dari sektor pertanian dan non pertanian. Dari hasil penelitian, untuk petani yang memiliki lahan yang lebih luas memiliki pendapatn dari sektor lain, yaitu sebagai agen pengumpul kelapa sawit, distributor pupuk dan jasa pengangkutan hasil panen kelapa sawit. Pendapatan dari sektor non pertanian tersebut juga digunakan sebagai modal untuk perkebunan sawitnya. Pendapatan usahatani petani yang dianalisis dalam

10 10 penelitian ini adalah pendapatan petani yang diperoleh dari hasil usahatani kelapa sawit. Rata-rata pendapatan petani selama satu tahun dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rata-Rata Pendapatan Petani per Ha Skala Usaha Pendapatan < 2 Ha 4,023, Ha 11,356,187 > 4 Ha 14,566,998 Dari tabel di atas dapat dilihat perbandingan jumlah pandapatan rata-rata petani skala usaha yang sempit (< 2 Ha) dengan skala usaha yang luas (> 4 Ha) sangat besar. Hal ini menunjukkan bahwa, pendapatan rata-rata petani dengan skala usaha yang sempit lebih kecil dibandingkan dengan skala usaha yang luas. Perbedaan pendapatan rata-rata yang diperoleh petani dipengaruhi oleh produktivitas pada masing-masing skala usaha. Petani yang memiliki skala usaha >4 ha, memiliki produktivitas yang tinggi yang dipengaruhi oleh penggunaan input produksi (pupuk) yang lebih intensif dibandingkan dengan petani yang berlahan sempit. Biaya rata-rata yang dikeluarkan pun cenderung lebih kecil. Selain itu, terdapat perbedaan harga jual untuk petani dengan lahan <2 ha, sekitar Rp20-100/kg, seperti penjelasan di atas. Untuk mengestimasi skala usaha minimum perkebunan sawit rakyat di daerah penelitian, dilihat dari kurva biaya rata-rata jangka pendek dan penurunan kurva biaya rata-rata jangka panjang, dengan metode Minimum Efficient Scale. Penurunan kurva SRAC dilihat dari kurva pendapatan rata-rata yang diperoleh dari hasil perhitungan usahatani dari data yang diperoleh. Untuk hasil perhitungan biaya rata-rata dan total produksi masing-masing skala usaha dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 10. Total Produksi dan Biaya Rata-Rata Masing-Masing Skala Usaha Skala Usaha (Ha) Total Produksi (Kg/Tahun) Biaya Rata-Rata (Rp/Ha) >

11 11 Dari tabel dapat dihasilkan titik-titik total produksi dengan biaya rata-rata yang akan membentuk kurva SRAC. Skala usaha minimum dapat kita lihat melalui pembentukan kurva LRAC dari hasil penurunan kurva SRAC. Hasil estimasi skala usaha minimum dapat kita lihat pada gambar berikut: 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000, Gambar 1. Penurunan Kurva SRAC dan LRAC, Minimum Eficien Scale Dari gambar kurva, dapat dilihat perbedaan skala usaha mengakibatkan adanya perbedaan pendapatan yang dikeluarkan oleh petani dalam usahataninya. Titik terendah berada pada skala usaha 1 ha dan titik tertinggi berada pada skala usaha >10 ha. Selain itu, jika dilihat dari gambar, terdapat kecenderungan semakin luas skala usaha yang diusahakan petani tidak secara langsung meningkatkan besar biaya rata-rata usahatani kelapa sawit. Dari Gambar 1 dan interpretasi kurva, dapat kita estimasi bahwa skala usaha pada Strata I (< 2 ha) berada pada economic of scale. Skala usaha pada strata III (> 4 ha) berada pada diseconomies of scale. Dan minimum efficient scale atau skala usaha minimum dicapai pada titik terendah kurva LRAC yaitu pada Strata II (2-4 ha), dimana petani akan mengeluarkan biaya rata-rata yang lebih efisien dan menguntungkan kepada petani. Artinya bahwa pada skala usaha 2-4Ha, petani akan mengeluarkan biaya rata-rata yang menghasilkan produksi yang lebih tinggi, sehingga pendapatan petani meningkat karena hasil yang diterima lebih tinggi. Biaya total yang dikeluarkan oleh skala usaha yang tinggi lebih besar,

12 12 tetapi menghasilkan produksi yang lebih tinggi, sehingga biaya rata-rata menjadi lebih rendah. Produki yang lebih tinggi tersebut didapatkan olehe petani karena penggunaan input produksi dalam hal ini adalah pupuk, sudah sesuai baik secara kuantitas pemakaian, ketepatan waktu dan kualitasnya. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: penggunaan input produksi dalam pemupukan, pemeliharaan dan pengalokasian tenaga kerja pada masing-masing strata skala usaha menghasilkan produktivitas yang berbeda-beda, ada perbedaan pendapatan rata-rata dan pendapatan rata-rata yang nyata antara salah satu strata skala usaha dengan strata skala usaha lainnya, sedangkan untuk perbedaan pendapatan rata-rata tidak nyata, dan skala usaha minimum untuk perkebunana sawit rakyat berada pada skala usaha 2-4Ha, dimana biaya total yang dikeluarkan oleh skala usaha yang tinggi lebih besar, tetapi menghasilkan produksi yang lebih tinggi, sehingga biaya rata-rata menjadi lebih rendah. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan dilakukan penyuluhan mengenai pentingnya memperhatikan penggunaan input produksi terutama pemupukan untuk lebih intensif dan memperhatikan waktu pelaksanaannya, penelitian lanjutan tentang Minimum Efficient Scale yang dikaitkan dengan sumber pendapatan yang lain dan jumlah tanggungan petani.

13 13 DAFTAR PUSTAKA Ambar, K., dkk Profil Industri Kelapa Sawit Indonesia. Pusat Penelitian Kelapa Sawit: Medan. Basyar, H. A Perkebunan Besar Kelapa Sawit (Blunder Ketiga Kebijakan Sektor Kehutanan), E-Law (Environmental Law Alliance Worldwide) dan CePAS (Center for Environment and Natural Recources Policy Analysis), Pustaka Pelajar Offset. Jakarta BPS Sumatera Utara Sumatera Utara dalam Angka Medan: BPS Daroni, Analisis Skala Usaha Perkebunan Plasma Kelapa Sawit PIR Swadaya di Provinsi Kalimantan Timur. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Daulay, P Konversi Lahan Komoditi Karet Menjadi Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus di Desa Batu Tunggal Kecamatan Na.IX-X Labuhan Batu. e-usu Repository, Universitas Sumatera Utara: Medan. Hartono. J., Teori Ekonomi Mikro. Analisis Matematis. Penerbit Andi Yogyakarta: Halaman 383. Heriawan, R Statistik Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta: CV. Puma Indorya Koutsoyiannis, A Modern Microeconomic. The Macmillan Press. Ltd. London. Mangoensoekarjo, S dan H, Samangun Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. UGM Press: Yogyakarta Mubyarto Masalah dan Prospek Agrinisnis Komoditi Perkebunan. UGM Press: Yogyakarta Pahan, I Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya. Soekartawi Analisis Usahatani. UI-Press: Jakarta. Suhartati, T., dan Fathorrozi, M Teori Ekonomi Mikro: Dilengkapi Beberapa Bentok Fungsi Produksi. Bandung: Penerbit Salemba Empat Sumahadi, Prosedur Pelepasan Kawasan Hutan Dalam rangka Pengembangan Perkebunan, Prosiding Seminar Nasional, Peluang dan Tantangan Industri Kelapa sawit Menyongsong Abad XXI. Medan. Tohap, B Analisis Elastisitas Transmisi Harga CPO (Crude Palm Oil) Domestik terhadap Harga TBS (Tandan Buah Segar) di Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara: Medan.

ANALISIS PENGARUH BIAYA INPUT DAN TENAGA KERJA TERHADAP KONVERSI LUAS LAHAN KARET MENJADI LAHAN KELAPA SAWIT

ANALISIS PENGARUH BIAYA INPUT DAN TENAGA KERJA TERHADAP KONVERSI LUAS LAHAN KARET MENJADI LAHAN KELAPA SAWIT ANALISIS PENGARUH BIAYA INPUT DAN TENAGA KERJA TERHADAP KONVERSI LUAS LAHAN KARET MENJADI LAHAN KELAPA SAWIT ( Studi Kasus : Desa Kampung Dalam, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu ) Cindi Melani

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT PENDAPATAN PETANI KARET RAKYAT BERDASARKAN SKALA USAHA MINIMUM (Studi Kasus: Desa Naman Jahe, Kecamatan Salapian, Kabupaten Langkat)

ANALISIS TINGKAT PENDAPATAN PETANI KARET RAKYAT BERDASARKAN SKALA USAHA MINIMUM (Studi Kasus: Desa Naman Jahe, Kecamatan Salapian, Kabupaten Langkat) ANALISIS TINGKAT PENDAPATAN PETANI KARET RAKYAT BERDASARKAN SKALA USAHA MINIMUM (Studi Kasus: Desa Naman Jahe, Kecamatan Salapian, Kabupaten Langkat) Murni Artha Christy Tampubolon*), Dr. Ir. Tavi Supriana,

Lebih terperinci

226 ZIRAA AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman ISSN

226 ZIRAA AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman ISSN 226 ANALISIS USAHA TANI KELAPA SAWIT DI DESA HAMPALIT KECAMATAN KATINGAN HILIR KABUPATEN KATINGAN (Analysis of oil palm farming in Hampalit Village, Katingan Hilir Sub district, Katingan District) Asro

Lebih terperinci

Kata Kunci : biaya, pendapatan, karet rakyat, kelapa sawit rakyat

Kata Kunci : biaya, pendapatan, karet rakyat, kelapa sawit rakyat ANALISIS KOMPARASI TINGKAT PENDAPATAN USAHA TANI KARET RAKYAT DENGAN USAHA TANI KELAPA SAWIT RAKYAT DI DESA BUNTU BAYU KECAMATAN HATONDUHAN KABUPATEN SIMALUNGUN Selly Natalia 1), Salmiah 2) dan Sinar Indra

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT DENGAN POLA INTENSIF DAN NON INTENSIF DI DESA BUKIT HARAPAN KECAMATAN MERSAM

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT DENGAN POLA INTENSIF DAN NON INTENSIF DI DESA BUKIT HARAPAN KECAMATAN MERSAM ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT DENGAN POLA INTENSIF DAN NON INTENSIF DI DESA BUKIT HARAPAN KECAMATAN MERSAM TRIONO HERMANSYAH NPM. 0710 4830 0671 ABSTRAK Berbedanya kemampuan petani

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI KAKAO PERKEBUNAN RAKYAT DI PROVINSI ACEH

ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI KAKAO PERKEBUNAN RAKYAT DI PROVINSI ACEH ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI KAKAO PERKEBUNAN RAKYAT DI PROVINSI ACEH 56 Intan Alkamalia 1, Mawardati 2, dan Setia Budi 2 email: kamallia91@gmail.com ABSTRAK Perkebunan

Lebih terperinci

DAMPAK PENGGUNAAN PUPUK KOMPOS TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG

DAMPAK PENGGUNAAN PUPUK KOMPOS TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DAMPAK PENGGUNAAN PUPUK KOMPOS TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG (Kasus : Desa Bangun Panei, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun) Sri Astuti*), Diana Chalil**), Rahmanta Ginting**) *) Alumni

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KELAPA SAWIT RAKYAT

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KELAPA SAWIT RAKYAT ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KELAPA SAWIT RAKYAT (Studi Kasus: Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau) Dionica Putri 1), H M Mozart B Darus M.Sc 2), Ir. Luhut Sihombing, MP 3) Program

Lebih terperinci

Kata Kunci : Status Lahan, Pengelolaan, Biaya Produksi, Produktivitas.

Kata Kunci : Status Lahan, Pengelolaan, Biaya Produksi, Produktivitas. ANALISIS PENGELOLAAN USAHA PADI SAWAH BERDASARKAN KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus: Desa Sukamandi Hilir Kec. Pagar Merbau Kab. Deli Serdang) Ajuan Ritonga*, Diana Chalil**, Luhut Sihombing** *) Alumni Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

PENGARUH SKALA USAHA TERHADAP PENDAPATAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN (Kasus: Desa Hajoran, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah)

PENGARUH SKALA USAHA TERHADAP PENDAPATAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN (Kasus: Desa Hajoran, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah) PENGARUH SKALA USAHA TERHADAP PENDAPATAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN (Kasus: Desa Hajoran, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah) Line O. R Hutabarat, Kelin Tarigan dan Sri Fajar Ayu Program Studi

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN ANALISIS USAHATANI JERUK SIAM (Citrus Nobilis Lour Var. Microcarpa Hassk) BARU MENGHASILKAN DAN SUDAH LAMA MENGHASILKAN ABSTRAK

KELAYAKAN DAN ANALISIS USAHATANI JERUK SIAM (Citrus Nobilis Lour Var. Microcarpa Hassk) BARU MENGHASILKAN DAN SUDAH LAMA MENGHASILKAN ABSTRAK KELAYAKAN DAN ANALISIS USAHATANI JERUK SIAM (Citrus Nobilis Lour Var. Microcarpa Hassk) BARU MENGHASILKAN DAN SUDAH LAMA MENGHASILKAN (Studi Kasus : Desa Kubu Simbelang, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten

Lebih terperinci

Elista K. Gurning 1), Yusmini 2), Susy Edwina 2) Hp: ;

Elista K. Gurning 1), Yusmini 2), Susy Edwina 2) Hp: ; STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI KELAPA SAWIT POLA SWADAYA DESA KOTA TENGAH KECAMATAN DOLOK MASIHUL KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA THE STRUCTURE AND DISTRIBUTION OF HOUSEHOLD

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PENDAPATAN USAHATANI POLA DIVERSIFIKASI DENGAN MONOKULTUR PADA LAHAN SEMPIT

ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PENDAPATAN USAHATANI POLA DIVERSIFIKASI DENGAN MONOKULTUR PADA LAHAN SEMPIT ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PENDAPATAN USAHATANI POLA DIVERSIFIKASI DENGAN MONOKULTUR PADA LAHAN SEMPIT (Kasus : Desa Sei Mencirim, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang) COMPARISON ANALYSIS OF THE

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA e-j. Agrotekbis 4 (4) : 456-460, Agustus 2016 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA Income Analysis of Corn Farming Systemin Labuan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KELAYAKAN USAHATANI CABAI MERAH

ANALISIS PERBANDINGAN KELAYAKAN USAHATANI CABAI MERAH ANALISIS PERBANDINGAN KELAYAKAN USAHATANI CABAI MERAH (Capsiccum Annum L.) DENGAN CABAI RAWIT (Capsiccum Frutescens L.) (Studi Kasus : Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun) Agri Mandasari

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET POLA SWADAYA DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS KABUPATEN PELALAWAN

ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET POLA SWADAYA DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS KABUPATEN PELALAWAN ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET POLA SWADAYA DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS KABUPATEN PELALAWAN THE ANALYSE OF INCOME SWADAYA FARMERS PATTERN IN PANGKALAN KURAS SUB-DISTRICT PELALAWAN REGENCY Masrayani

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI SKRIPSI YAN FITRI SIRINGORINGO JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INPUT PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU DI DESA SUKASARI KECAMATAN PEGAJAHAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ANALISIS PENGARUH INPUT PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU DI DESA SUKASARI KECAMATAN PEGAJAHAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ANALISIS PENGARUH INPUT PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU DI DESA SUKASARI KECAMATAN PEGAJAHAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ANALYSIS EFFECT OF INPUT PRODUCTION FOR CASSAVA FARMING IN SUKASARI

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT POLA SWADAYA DI DESA PEMATANG SIKEK KECAMATAN RIMBA MELINTANG KABUPATEN ROKAN HILIR

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT POLA SWADAYA DI DESA PEMATANG SIKEK KECAMATAN RIMBA MELINTANG KABUPATEN ROKAN HILIR 1 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT POLA SWADAYA DI DESA PEMATANG SIKEK KECAMATAN RIMBA MELINTANG KABUPATEN ROKAN HILIR Sudasmiati, Jum atri Yusri, Susy Edwina Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI TERHADAP PRODUKSI USAHATANI SAWI (Kasus: Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan) JURNAL ILMIAH

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI TERHADAP PRODUKSI USAHATANI SAWI (Kasus: Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan) JURNAL ILMIAH 1 PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI TERHADAP PRODUKSI USAHATANI SAWI (Kasus: Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan) JURNAL ILMIAH Oleh: TOTA TOTOR NAIBAHO 080309016 / AGRIBISNIS PROGRAM

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004). PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha) 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di sektor pertanian khususnya di sektor perkebunan. Sektor perkebunan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PEMANEN SAWIT PADA PT. BIO NUSANTARA TEKNOLOGI, BENGKULU

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PEMANEN SAWIT PADA PT. BIO NUSANTARA TEKNOLOGI, BENGKULU FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PEMANEN SAWIT PADA PT. BIO NUSANTARA TEKNOLOGI, BENGKULU (FACTORS - FACTORS AFFECTING PALM HARVESTERS PRODUCTIVITY IN PT BIO NUSANTARA TECHNOLOGY,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI PINANG KECAMATAN SAWANG KABUPATEN ACEH UTARA. Mawardati*

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI PINANG KECAMATAN SAWANG KABUPATEN ACEH UTARA. Mawardati* ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI PINANG KECAMATAN SAWANG KABUPATEN ACEH UTARA Mawardati* ABSTRACT This research was conducted at the betel palm farming in Sawang subdistrict,

Lebih terperinci

SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 9 13 ISSN : ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN SUKOHARJO

SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 9 13 ISSN : ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN SUKOHARJO SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 9 13 ISSN : 1829-9946 ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN SUKOHARJO UMI BAROKAH Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

ANALISIS KAPABILITAS PETANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI DALAM USAHATANI PADI SAWAH

ANALISIS KAPABILITAS PETANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI DALAM USAHATANI PADI SAWAH ANALISIS KAPABILITAS PETANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI DALAM USAHATANI PADI SAWAH (Studi Kasus di Desa Bugel Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya) Oleh: Husni Khamdan Fariz 1, Dedi Herdiansah S

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar yang memberikan kontribusi sebesar 22,74 persen dibandingkan sektor-sektor lainnya, walaupun terjadi sedikit penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlimpah. Dimana sebagian besar penduduknya. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hal ini sebenarnya tidak terlalu

BAB I PENDAHULUAN. yang berlimpah. Dimana sebagian besar penduduknya. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hal ini sebenarnya tidak terlalu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Dimana sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama Indonesia. Tanaman yang produk utamanya terdiri dari minyak sawit (CPO) dan

Lebih terperinci

Sakti Hutabarat Staf pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Riau

Sakti Hutabarat Staf pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Riau Evaluasi Investasi Perkebunan Kelapa Sawit Pola PIR di Desa Gading Sari Kec. Tapung Kab. Kampar (Sakti Hutabarat) EVALUASI INVESTASI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT POLA PIR DI DESA GADING SARI KECAMATAN TAPUNG

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan

III. METODE PENELITIAN. melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriptif analisis yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN SKALA USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT GERBANG SERASAN (Studi di Kecamatan Gunung Megang Kabupaten Muara Enim)

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN SKALA USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT GERBANG SERASAN (Studi di Kecamatan Gunung Megang Kabupaten Muara Enim) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1-7 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/economics ANALISIS KEUNTUNGAN DAN SKALA USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT GERBANG SERASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN David Hismanta Depari *), Salmiah **) dan Sinar Indra Kesuma **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

Betharia W.M. Pangaribuan 1), Kelin Tarigan 2), dan Yusak Maryunianta 3) 1) Mahasiswa Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU 2)

Betharia W.M. Pangaribuan 1), Kelin Tarigan 2), dan Yusak Maryunianta 3) 1) Mahasiswa Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU 2) ANALISIS EFISIENSI DAN PENGARUH PENGGUNAAN BEBERAPA INPUT TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) (Kasus: PT Socfindo Kebun Aek Loba Kec. Aek Kuasan, Kab. Asahan) Betharia W.M. Pangaribuan

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung (Studi Kasus : Tanjung Jati, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat) ABSTRAK

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung (Studi Kasus : Tanjung Jati, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat) ABSTRAK Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Jagung (Studi Kasus : Tanjung Jati, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat) Adinda Soraya Nasution *), Iskandarini **) dan Satia NegaraLubis

Lebih terperinci

DAFTAR KUISIONER Komoditi: Kelapa sawit

DAFTAR KUISIONER Komoditi: Kelapa sawit Lampiran 1. Kuisioner Penelitian DAFTAR KUISIONER Komoditi: Kelapa sawit A. KARAKTERISTIK PETANI 1. Nama :... 2. Umur :... Tahun 3. Alamat :... 4. Pendidikan Terakhir :... 5. Pelatihan yang telah diikuti

Lebih terperinci

Dika Ardilla Sangi, Evy Maharani, Susy Edwina (Fakultas Pertanian Universitas Riau)

Dika Ardilla Sangi, Evy Maharani, Susy Edwina (Fakultas Pertanian Universitas Riau) ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PETANI KARET POLA EX SRDP DENGAN PETANI KARET POLA SWADAYA DI KELURAHAN MUARA LEMBU KECAMATAN SINGINGI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Dika Ardilla Sangi, Evy Maharani, Susy

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT RAKYAT DI KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK

ANALISIS PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT RAKYAT DI KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK ANALISIS PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT RAKYAT DI KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK ANALYSIS ON OIL PALM SMALL HOLDERS INCOME IN SUNGAI APIT SUB-DISTRICT SIAK REGENCY Mega Oktovianti 1), Yusmini 2),

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI SAYURAN

ANALISIS USAHATANI SAYURAN ANALISIS USAHATANI SAYURAN Meta Sianturi, Diana Chalil, Thomson Sebayang Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jl. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan Hp. 085275910600, E-Mail: metasianturi@yahoo.com

Lebih terperinci

Sartika Krisna Panggabean* ), Satia Negara Lubis** ) dan Thomson Sebayang** ) Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Unversitas

Sartika Krisna Panggabean* ), Satia Negara Lubis** ) dan Thomson Sebayang** ) Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Unversitas KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA REFERENSI DAERAH (HRD) JAGUNG SUMATERA UTARA DAN DAMPAKNYA TERHADAP HARGA JUAL DAN PENDAPATAN PETANI DI KABUPATEN DAIRI (Studi Kasus: Desa Lau Mil Kecamatan Tigalingga Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

dan 3) Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU

dan 3) Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU ANALISIS HARGA POKOK TANDAN BUAH SEGAR(TBS), CPO DAN INTI SAWIT DI KEBUN GUNUNG BAYU PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV KABUPATEN SIMALUNGUN M. Zainul Arifin SPY 1), Salmiah 2) dan Emalisa 3) 1) Alumni Fakultas

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

KAJIAN USAHATANI TANAMAN TOMAT TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI,

KAJIAN USAHATANI TANAMAN TOMAT TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI, KAJIAN USAHATANI TANAMAN TOMAT TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI, (Studi Kasus di Desa Golago Kusuma, Kecamatan Jailolo Timur, Kabupaten Halmahera Barat) Arman Drakel Staf Pengajar FAPERTA UMMU-Ternate,

Lebih terperinci

MANAJEMEN PRODUKSI DAN PEMELIHARAAN KEBUN KELAPA SAWIT RAKYAT

MANAJEMEN PRODUKSI DAN PEMELIHARAAN KEBUN KELAPA SAWIT RAKYAT MANAJEMEN PRODUKSI DAN PEMELIHARAAN KEBUN KELAPA SAWIT RAKYAT Latifa Siswati 1 Resolinda Harly 2, Afrijon³ 1).Universitas Lancang Kuning Pekanbaru 2)Sekolah Tinggi Pertanian Haji Agus Salim Bukittinggi

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2013

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2013 ANALISIS EFISIENSI USAHATANI KUBIS (Brassica oleracea) DI DESA SUKOMAKMUR KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG Rini Utami Sari, Istiko Agus Wicaksono dan Dyah Panuntun Utami Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Definisi Konversi Lestari (2009) dalam Irsalina (2009) mendefinisikan bahwa alih fungsi lahan atau lazimnya disebut konversi lahan adalah perubahan fungsi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PADI SAWAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETANI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PADI SAWAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETANI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PADI SAWAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus: Desa Suka Maju Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat) Ade Rezkika Nasution*),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

ANALISIS TITIK IMPAS (Break Event Point) dan FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KELAPA SAWIT PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV UNIT USAHA TINJOWAN

ANALISIS TITIK IMPAS (Break Event Point) dan FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KELAPA SAWIT PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV UNIT USAHA TINJOWAN ANALISIS TITIK IMPAS (Break Event Point) dan FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KELAPA SAWIT PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV UNIT USAHA TINJOWAN JURNAL GABRIEL N SIMANJUNTAK 120304126 AGRIBISNIS PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK BERSUBSIDI PADA TANAMAN PADI SAWAH. (Studi Kasus: Desa Melati II, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK BERSUBSIDI PADA TANAMAN PADI SAWAH. (Studi Kasus: Desa Melati II, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai) ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK BERSUBSIDI PADA TANAMAN PADI SAWAH (Studi Kasus: Desa Melati II, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai) Joan Octrani Siallagan, Diana Chalil, M. Jufri Program

Lebih terperinci

Program Studi PendidikanEkonomi Fakultas Keguruan danilmu Pendidikan Universitas Riau

Program Studi PendidikanEkonomi Fakultas Keguruan danilmu Pendidikan Universitas Riau 1 ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN KARET MENJADI LAHAN SAWIT PADA ANGGOTA KUD LANGGENG KECAMATAN LOGAS TANAH DARAT KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Miming Novita Sari 1, Sri Kartikowati 2,

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH Jones T. Simatupang Dosen Kopertis Wilayah I dpk Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI MELON

ANALISIS EKONOMI USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI MELON ABSTRAK ANALISIS EKONOMI USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI MELON Jones T. Simatupang Dosen Kopertis Wilayah I dpk Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

1.000 ha Kelapa Sawit. Karet. tahun

1.000 ha Kelapa Sawit. Karet. tahun 1.500 1.200 900 600 300 1.000 ha Karet Kelapa Sawit 0 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 tahun Kebun Masyarakat* TBS PKS Keterangan Inti TBS * Perkebunan Rakyat Pengangkutan TBS (yang diprogramkan) Pengangkutan

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPARASI USAHATANI UDANG WINDU ORGANIK DAN NONORGANIK (STUDI KASUS: BATANG KILAT KOTA MEDAN PROPINSI SUMATERA UTARA)

ANALISIS KOMPARASI USAHATANI UDANG WINDU ORGANIK DAN NONORGANIK (STUDI KASUS: BATANG KILAT KOTA MEDAN PROPINSI SUMATERA UTARA) Zakwan ANALISIS KOMPARASI USAHATANI UDANG WINDU ORGANIK DAN NONORGANIK (STUDI KASUS: BATANG KILAT KOTA MEDAN PROPINSI SUMATERA UTARA) Zakwan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan, Medan ABSTRAK

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN PETANI JAGUNG DI SEKITAR WADUK KEDUNG OMBO KECAMATAN SUMBERLAWANG KABUPATEN SRAGEN

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN PETANI JAGUNG DI SEKITAR WADUK KEDUNG OMBO KECAMATAN SUMBERLAWANG KABUPATEN SRAGEN ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN PETANI JAGUNG DI SEKITAR WADUK KEDUNG OMBO KECAMATAN SUMBERLAWANG KABUPATEN SRAGEN Fitri Dian Purnamasari, Sutarto, Agung Wibowo Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Nelfita Rizka*), Salmiah**), Aspan Sofian**)

Nelfita Rizka*), Salmiah**), Aspan Sofian**) ANALISIS DAMPAK PENGGUNAAN DANA BANTUAN PROGRAM OPTIMASI LAHAN DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH (Studi Kasus : Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai) Nelfita Rizka*), Salmiah**), Aspan Sofian**)

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI USAHATANI CABAI (Kasus Kelurahan Tiga Runggu Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun)

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI USAHATANI CABAI (Kasus Kelurahan Tiga Runggu Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun) ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI USAHATANI CABAI (Kasus Kelurahan Tiga Runggu Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun) Monika M.S.Hutagalung 1), Luhut Sihombing 2) dan Thomson Sebayang 3) 1) Alumni Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI ALPUKAT PADA KELOMPOK TANI DI KABUPATEN SEMARANG

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI ALPUKAT PADA KELOMPOK TANI DI KABUPATEN SEMARANG ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI ALPUKAT PADA KELOMPOK TANI DI KABUPATEN SEMARANG Oleh: Dytanti Ilmiansi Tamalia*, Siswanto Imam Santoso, dan Kustopo Budiraharjo Program Studi S1-Agribisnis Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang pada saat ini telah menjadi komoditas pertanian unggulan di negara Indonesia. Tanaman kelapa sawit dewasa ini

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU 30 ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU (Manihot esculenta) DI DESA PUNGGELAN KECAMATAN PUNGGELAN KABUPATEN BANJARNEGARA Supriyatno 1), Pujiharto 2), dan Sulistyani

Lebih terperinci

PERBEDAAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH SISTEM IRIGASI TEKNIS DENGAN SISTEM POMPANISASI

PERBEDAAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH SISTEM IRIGASI TEKNIS DENGAN SISTEM POMPANISASI PERBEDAAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH SISTEM IRIGASI TEKNIS DENGAN SISTEM POMPANISASI (Studi Kasus: Desa Makmur, Kec. Teluk Mengkudu, Kab. Serdang Bedagai, dan di Desa Sei Rejo, Kec. Sei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat menjanjikan. Pada masa depan, minyak sawit diyakini tidak hanya mampu menghasilkan berbagai hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penetapan Harga Pada dasarnya, ada 2 kekuatan besar yang berpengaruh pada pembentukan

Lebih terperinci

Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill

Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill Petunjuk Sitasi: Pasaribu, M. F., & Puspita, R. (2017). Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill. Prosiding SNTI

Lebih terperinci

Lampiran I: Karakteristik Karyawan Sampel Pemanen di PTP Nusantara IV Kebun Sawit Langkat

Lampiran I: Karakteristik Karyawan Sampel Pemanen di PTP Nusantara IV Kebun Sawit Langkat Lampiran I: Karakteristik Karyawan Sampel Pemanen di PTP Nusantara IV Kebun Sawit Langkat Gol Tingkat Pengalaman Jumlah Gaji Umur Pendidikan Bekerja Tanggungan Pokok No. (tahun) (tahun) (tahun) (jiwa)

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara I.PENDAHULUAN 1.1 LATARBELAKANG Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara untuk membiayai pembangunan adalah ekspor nonmigas, yang mulai diarahkan untuk menggantikan pemasukan dari

Lebih terperinci

ABSTRACT. 1. Dosen Program Studi Agribisnis FP-UTP 2. Mahasiswa Program Studi Agribisnis FP-UTP ABSTRAK

ABSTRACT. 1. Dosen Program Studi Agribisnis FP-UTP 2. Mahasiswa Program Studi Agribisnis FP-UTP ABSTRAK ANALISIS PENDAPATAN DAN PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHATANI KARET PETANI YANG MENJUAL BOKAR DI PASAR LELANG DAN LUAR PASAR LELANG (STUDI KASUS : KUD MANUNGGAL JAYA KELURAHAN KARANG JAYA KECAMATAN PRABUMULIH

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA GULA AREN STUDI KASUS: DESA MANCANG, KEC. SELESAI, KAB. LANGKAT ABSTRAK

ANALISIS KELAYAKAN USAHA GULA AREN STUDI KASUS: DESA MANCANG, KEC. SELESAI, KAB. LANGKAT ABSTRAK ANALISIS KELAYAKAN USAHA GULA AREN STUDI KASUS: DESA MANCANG, KEC. SELESAI, KAB. LANGKAT Karina Shafira*), Lily Fauzia **), Iskandarini ***) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPARASI PENDAPATAN USAHATANI KAKAO DAN USAHATANI LADA DI DESA LAMONG JAYA KECAMATAN LAEYA KABUPATEN KONAWE SELATAN

ANALISIS KOMPARASI PENDAPATAN USAHATANI KAKAO DAN USAHATANI LADA DI DESA LAMONG JAYA KECAMATAN LAEYA KABUPATEN KONAWE SELATAN ANALISIS KOMPARASI PENDAPATAN USAHATANI KAKAO DAN USAHATANI LADA DI DESA LAMONG JAYA KECAMATAN LAEYA KABUPATEN KONAWE SELATAN Siti Aisah Azhar Bafadal Yusna Indarsyih Jurusan/Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO Purwanto 1) dan Dyah Panuntun Utami 2) 1)Alumnus Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian 2) Dosen Program

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI SAWI

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI SAWI ANALISIS FINANSIAL USAHATANI SAWI (Studi Kasus: Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan) WANDA ARUAN, ISKANDARINI, MOZART Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara e-mail

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI BIAYA USAHATANI TEMBAKAU MAESAN 2 DI KABUPATEN BONDOWOSO

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI BIAYA USAHATANI TEMBAKAU MAESAN 2 DI KABUPATEN BONDOWOSO ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI BIAYA USAHATANI TEMBAKAU MAESAN 2 DI KABUPATEN BONDOWOSO 1 Erryka Aprilia Putri, 2 Anik Suwandari & 2 Julian Adam Ridjal 1 Mahasiswa,Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk besar dan laju pertumbuhan tinggi. Pada SENSUS Penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia adalah 237,6

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

EPP. Vol. 10 No :

EPP. Vol. 10 No : EPP. Vol. 10 No.1. 2013 : 20 27 20 PENGARUH BIAYA PRODUKSI TERHADAP PENDAPATAN USAHA PEKEBUNAN KELAPA SAWIT(Elaeis guineensis Jacq) DI DESA BUKIT RAYA KECAMATAN SEPAKU KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA (Influenced

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA

DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA 233 IX. DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA Secara teoritis kinerja ekonomi rumahtangga petani dipengaruhi oleh perilaku rumahtangga dalam kegiatan produksi,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI TERHADAP LUAS TANAM BAWANG MERAH DI BERDASARKAN PENDAPAT PETANI DI KABUPATEN DAIRI

ANALISIS PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI TERHADAP LUAS TANAM BAWANG MERAH DI BERDASARKAN PENDAPAT PETANI DI KABUPATEN DAIRI ANALISIS PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI TERHADAP LUAS TANAM BAWANG MERAH DI BERDASARKAN PENDAPAT PETANI DI KABUPATEN DAIRI Meidianta Ginting*), Thomson Sebayang**), Iskandarini**) *)Alumni Fakultas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana BAB I. PENDAHULUAN 1.2. Latar Belakang Pembangunan pedesaan merupakan pembangunan yang berbasis desa dengan mengedepankan seluruh aspek yang terdapat di desa termasuk juga pola kegiatan pertanian yang

Lebih terperinci