ABSTRAK Kata kunci: Asas Kesederhanaan; Pajak Pertambahan Nilai; Perencanaan Pajak ABSTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ABSTRAK Kata kunci: Asas Kesederhanaan; Pajak Pertambahan Nilai; Perencanaan Pajak ABSTRACT"

Transkripsi

1 1 KEBIJAKAN PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BAHAN BAKU PAKAN TERNAK, UNGGAS DAN IKAN DARI BY PRODUCT GANDUM (STUDI KASUS PADA ASOSIASI PRODUSEN TEPUNG TERIGU INDONESIA (APTINDO)) Merissa Puspa Safira 1 dan Titi Muswati Putranti 2 1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia 2. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia merissa.puspa@gmail.com, titi.putranti@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini membahas kebijakan pembebasan PPN atas bahan baku pakan ternak, unggas dan ikan dari by product gandum karena adanya keberatan yang diajukan oleh APTINDO atas kebijakan ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi kebijakan pembebasan PPN atas by product gandum terhadap perusahaan anggota APTINDO, kebijakan pembebasan PPN atas by product gandum ditinjau dari asas simplicity perpajakan, dan upaya perencanaan pajak yang dapat dilakukan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Kebijakan pembebasan PPN atas by product gandum menyebabkan berkurangnya profit PT A, tingginya harga jual by product PT B dan kebijakan ini menyulitkan WP dari segi administrasi perpajakan. Dengan demikian perlu adanya upaya perencanaan pajak yang harus dilakukan oleh industri terigu. Kata kunci: Asas Kesederhanaan; Pajak Pertambahan Nilai; Perencanaan Pajak ABSTRACT This research focus on the policy of VAT exemption on raw material s animal feed from by product of wheat, because there was an objection about this policy from APTINDO. The purposes are to analyze the implication of VAT exemption on by product to the company members of APTINDO, this policy which is seen from the concept of simplicity on taxation, and tax planning which could be done. This research used a qualitative approach with the type of research is descriptive. This policy caused decreasing of profit on PT A, increasing of by product s sales price on PT B, and this policy was not simple from tax administration perspective by tax payers. It has to be a tax planning for wheat flour industry. Key words: Simplicity on Taxation; Tax Planning; Value Added Tax.

2 2 Pendahuluan Kebutuhan akan pangan memang menjadi kebutuhan primer manusia yang tidak terlepas dari hajat hidup orang banyak. Gandum sebagai salah satu bahan pangan, saat ini telah menjadi alternatif kebutuhan pokok selain beras yang banyak diminati di berbagai belahan dunia. Tingginya kandungan gizi yang terkandung di dalam gandum membuat bahan pangan ini dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan, baik berupa tepung terigu untuk konsumsi manusia maupun hasil samping (by product) untuk konsumsi pakan ternak, unggas dan ikan. Beragamnya produk yang dapat dihasilkan dari pengolahan gandum baik terigu untuk manusia maupun by product untuk pakan ternak, unggas, dan ikan, membuat bahan pangan ini diminati oleh masyarakat dunia termasuk Indonesia. Ketersediaannya yang melimpah di pasaran dunia, proteinnya yang tinggi, harganya yang relatif tidak mahal, dan pengolahannya yang praktis mudah, telah menjadikan makanan berbasis gandum merambah cepat di Indonesia. Terbukti konsumsi terigu nasional baik yang berasal dari produk domestik maupun produk impor terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sementara itu by product gandum tidak kalah penting bagi kebutuhan ternak, unggas dan ikan nasional. Berdasarkan data dari APTINDO kebutuhan terigu industri untuk aqua feed (tepung aquamarine) adalah sebesar ton/tahun. Sedangkan ampas gandum (bran dan pollard) mengisi 7% dari kebutuhan pakan ternak nasional atau sebesar MT/tahun (APTINDO, 2013). Namun demikian, besarnya kebutuhan gandum baik berupa tepung terigu untuk manusia maupun by product, tidak didukung oleh kapasitas produksi gandum di dalam negeri. Kondisi ini yang kemudian mendesak komoditi pangan di Indonesia untuk mengimpor gandum dari luar negeri. Perkembangan konsumsi gandum yang semakin meningkat dan impor gandum yang terus menerus dilakukan membuktikan bahwa besarnya peran serta industri terigu untuk memenuhi kebutuhan gandum yang telah menjadi komoditi vital di Indonesia. Besarnya kebutuhan gandum di dalam negeri telah menjadikan industri terigu sebagai industri strategis di Indonesia. Kehadiran industri terigu sebagai industri hulu sangat berpengaruh terhadap industri hilir berupa industri makanan dan industri pakan ternak berbasis terigu. Data dari APTINDO memperlihatkan bahwa sebesar 34% atau sebesar 200 perusahaan industri besar dan modern menyerap bangsa pasar terigu. Sementara itu 66% atau sebesar UKM diserap oleh industri menengah dan kecil.

3 3 Di antara industri terigu nasional yang ada, tidak sedikit industri yang mengimpor gandum sekaligus memproduksi tepung terigu untuk manusia dan by product untuk pakan ternak, unggas dan ikan. Menyoroti produk olahan gandum berupa by product, Pemerintah melalui kebijakan pajak telah memberikan insentif berupa pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (selanjutnya disebut PPN) atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak atas pakan ternak, unggas dan ikan dan bahan baku pakan ternak, unggas dan ikan. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Pemberian insentif ini dimaksudkan untuk mendorong peternak dan konsumen akhir dari penyerahan pakan ternak di dalam negeri. Seiring berjalannya waktu dengan semakin berkembangnya industri pengolahan bahan baku pakan di tanah air, muncul polemik baru yang bersumber dari industri terigu sebagai industri pengolahan bahan baku by product untuk pakan ternak, unggas dan ikan. Permasalahan ini dipicu dengan adanya Surat Permohonan Keberatan atas Pembebasan Produk Olahan Gandum untuk Pakan Ternak yang dikeluarkan oleh APTINDO. Surat ini dibuat pada tanggal 19 Februari 2013 dengan perihal: Permohonan untuk tidak ada diskriminasi antara Terigu pakan ternak domestik yang dibebani PPN 10% asal impor gandum sebagai bahan bakunya yang tidak dapat dikreditkan, sementara Terigu pakan ternak asal impor bebas PPN. Pengajuan surat permohonan ini bukan tanpa alasan. Pemberian insentif yang cukup lama nyatanya menimbulkan persoalan tersendiri di lingkungan industri terigu. Adanya kebijakan pembebasan PPN atas impor dan/ atau penyerahan by product gandum ini menimbulkan masalah, khususnya pada industri terigu yang mengimpor gandum sekaligus memproduksi tepung terigu untuk manusia dan by product untuk pakan ternak, unggas dan ikan. Ketika melakukan impor gandum, pengusaha tidak memperoleh fasilitas pembebasan PPN, atau dengan kata lain impor gandum yang dilakukan terutang PPN. Sesuai dengan Pasal 4A Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, impor terigu untuk kebutuhan manusia tidak termasuk ke dalam negative list jenis barang yang tidak dikenai PPN. Dengan demikian impor dan/ atau penyerahan tepung terigu terhutang PPN, sehingga Pajak Masukannya dapat dikreditkan..

4 4 Pemberian fasilitas pembebasan PPN ini membuat Pajak Masukan atas impor gandum untuk penyerahan by product yang telah dibayar tidak dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang telah dibayarkan tidak dapat dikurangkan dengan Pajak Keluaran pada saat melakukan penyerahan by product untuk pakan ternak. Data dari APTINDO menjelaskan bahwa adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan atas penjualan by product mengakibatkan ± 8,8% dari Pajak Masukan melalui importasi biji gandum tidak dapat dikreditkan dan membuat produk olahan gandum by product di dalam negeri kalah saing dengan by product impor. Bahkan tidak tertutup kemungkinan industri terigu domestik akan lebih melayani pasokan terigu ekspor karena mereka dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas ekspor by product (APTINDO, Surat Permohonan Keberatan atas Pembebasan Produk Olahan Gandum untuk Pakan Ternak, 2013). Mekanisme ini yang kemudian membuat industri terigu lebih sulit dalam melakukan pengadministrasian perpajakannya dibandingkan dengan industri lain yang tidak memperoleh fasilitas pembebasan PPN. Hal ini karena industri terigu harus menggunakan pedoman penghitungan mekanisme Pajak Masukan sebagaimana yang tertuang di dalam PMK Nomor 78/PMK.03/2010. Kebijakan ini menuntut industri terigu untuk melakukan berbagai perencanaan pajak terkait implementasi kebijakan pembebasan PPN atas pakan ternak yang timbul. Pada dasarnya pajak merupakan pungutan yang dapat dipaksakan kepada Wajib Pajak yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Otoritas pajak memiliki wewenang penuh dalam melakukan pemaksaan agar Wajib Pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya. Namun demikian dalam memungut suatu pajak, terdapat asas-asas yang harus dianut dalam sistem pemungutan tersebut. Salah satu asas yang harus diadopsi adalah asas simplicity perpajakan yang menyatakan bahwa dalam suatu undang-undang perpajakan harus diperhatikan juga asas kesederhanaannya. Berangkat dari latar belakang masalah tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi kebijakan pembebasan PPN atas by product gandum terhadap perusahaan anggota APTINDO, kebijakan pembebasan PPN atas by product gandum ditinjau dari asas simplicity perpajakan, dan upaya perencanaan pajak yang dapat dilakukan.

5 5 Tinjauan Teoritis Dalam penelitian ini, digunakan beberapa konsep dan teori perpajakan diantaranya teori administrasi perpajakan, asas simplicity perpajakan, teori pajak pertambahan nilai, dan teori perencanaan pajak. Konsep PPN yang digunakan adalah karakteristik (legal character) PPN, metode penghitungan PPN, pengkreditan Pajak Masukan dan fasilitas PPN. Legal character adalah ciri-ciri atau nature dari suatu jenis pajak (Rosdiana, Irianto, Putranti, 2011, p ). Legal character dari Pajak Pertambahan Nilai yang akan menjadi teori penunjang dalam penelitian ini adalah antara lain (Terra, 1988, p. 5-19): General Tax on Consumption, Indirect Tax dan Neutral. Dalam menganalisis penelitian ini, digunakan teori adminisitrasi perpajakan. Untuk menilai suatu administrasi perpajakan maka dibutuhkan pedoman atau prinsip dari administrasi pajak yang baik. Salah satu prinsip yang harus dianut dalam pembuatan kebijakan pajak dari segi ease of administration adala asas simplicity (kesederhanaan) perpajakan. Asas ini diadopsi oleh AICPA (American Institute of Certified Public Accountants) dalam Guiding Principle of Good Tax Policy yang menyatakan bahwa (AICPA, 2001, p. 10): The tax law should be simple so that taxpayers understand the rules and can comply with them correctly and in a cost-efficient manner. Kebijakan pajak sebaiknya sederhana sehingga Wajib Pajak dapat mengerti perundangundangan yang ada dan dapat menuruti peraturan tersebut secara benar dan dengan biaya yang seefisien mungkin. Dengan demikian terdapat dua indikator penting dalam menilai kesederhanaan sistem perpajakan, yaitu (Rosdianan dan Irianto, 2012, p. 178): 1) Mudah 2) Tidak berbelit-belit Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu suatu proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial, berdasarkan pada penciptaan gambaran holistik lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar ilmiah (Creswell, 1994, p. 15). Berdasarkan tujuannya, penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian deskriptif dengan manfaat penelitian murni untuk memperluas pengetahuan dasar yang digunakan di lingkungan akademik.

6 6 Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini tergolong penelitian cross sectional yang mana penelitian hanya dilakukan dalam satu waktu tertentu, yaitu dari bulan Februari sampai dengan Juni Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi lapangan dan studi kepustakaan dengan teknik analisis data kualitatif. Studi lapangan dilakukan dengan wawancara mendalam ke beberapa informan yang berada di lingkungan pembuat kebijakan yaitu Badan Kebijakan Fiskal (BKF), lingkungan implementasi kebijakan yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) sebagai asosiasi yang tergabung dari beberapa perusahaan terigu yang ada di Indonesia, Produsen tepung terigu sebagai pelaksana kebijakan dalam hal ini peneliti melakukan penelitian terhadap produsen terigu PT A dan PT B yang berada di wilayah Jakarta, lingkungan Praktisi, dan lingkungan Akademisi. Hasil Penelitian dan Pembahasan Analisis Implikasi Penerapan Kebijakan Pembebasan PPN atas By Product Gandum terhadap Perusahaan Anggota APTINDO Pemberian insentif pembebasan PPN atas by product gandum memberikan dampak yang positif terhadap keberlangsungan peternak di dalam negeri. Pemberian insentif pembebasan PPN atas impor dan/atau pakan ternak ini memberikan kemudahan bagi industri pakan ternak karena bagi industri pakan ternak tidak ada Pajak Masukan yang harus dibayar ke industri terigu dan tidak ada Pajak Keluaran yang dipungut kepada peternak. Sehingga para peternak tidak merasa terbebani karena tidak adanya tambahan biaya berupa PPN yang harus ditanggung oleh peternak. Namun pemberian insentif pembebasan PPN yang sudah berlangsung sejak tahun 1986 ini nyatanya menimbulkan persoalan tersendiri bagi industri terigu yang menghasilkan by product untuk pakan ternak dari hasil pengolahan gandum. Hal ini dipicu dengan dikeluarkannya Surat Permohonan Keberatan atas Pembebasan Produk Olahan Gandum untuk Pakan Ternak yang dikeluarkan oleh APTINDO. Surat ini dibuat pada tanggal 19 Februari 2013 dengan perihal: Permohonan untuk tidak ada diskriminasi antara Terigu pakan ternak domestik yang dibebani PPN 10% asal impor gandum sebagai bahan bakunya yang tidak dapat dikreditkan, sementara Terigu pakan ternak asal impor bebas PPN. Melalui surat permohonan APTINDO tersebut para pengusaha terigu mengeluhkan bahwa kurang lebih sebanyak 8,8% atas impor gandum tidak dapat dikreditkan untuk penyerahan pakan ternak yang dilakukan oleh industri terigu. Simulasi ini dilakukan terhadap 1 kg gandum yang

7 7 diimpor dari luar negeri. Sesuai dengan rendemen yang dikeluarkan oleh industri terigu, sebanyak 1 kg gandum setelah dilakukan proses penggilingan akan menghasilkan tepung terigu sebesar 76% dan sisanya sebanyak 24% menghasilkan by product. Dari 24% pakan ternak yang dihasilkan 17% nya dijual di dalam negeri dan 7% nya diekspor ke luar negeri. a) Analisis Implikasi Penerapan Kebijakan Pembebasan PPN atas By Product Gandum terhadap PT A Pada PT A besarnya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan atas penyerahan by product gandum rata-rata adalah sebesar Rp setiap tahunnya. Artinya PT A mengalami kerugian sebanyak Rp karena Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan ini menjadi beban atau komponen biaya bagi industri terigu. Biaya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan ini menjadi pertimbangan bagi PT A untuk memilih apakah akan mengurangi profit perusahaan atau dijadikan sebagai komponen biaya produksi sehingga mempengaruhi harga jual by product. PT A memilih untuk membebankan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan ke profit perusahaan. Biaya atas Pajak Masukan ini mengurangi profit PT A sebesar rata-rata Rp setiap tahunnya. Keputusan ini didasarkan pada visi perusahaan yang bertujuan untuk membantu membentuk gizi bangsa. Tujuan tersebut membuat PT A tidak dapat membebankan Pajak Masukan untuk by product gandum terhadap biaya produksi perusahaan karena akan berdampak terhadap kenaikan harga jual by product. Kenaikan harga jual by product akan membebani industri pakan ternak sampai dengan ke konsumen akhir yang pada akhirnya dapat mengurangi konsumsi bahan pokok seperti daging, telur, dan susu. Hal ini tentu bertentangan dengan tujuan utama perusahaan yang ingin membantu membentuk gizi bangsa. b) Analisis Implikasi Penerapan Kebijakan Pembebasan PPN atas By Product Gandum terhadap PT B Penerapan kebijakan pembebasan PPN atas by product gandum telah memberikan implikasi terhadap bisnis proses yang dijalankan oleh PT B. Pada tahun terjadi peningkatan jumlah Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dari persantase penyerahan by product yang dilakukan. Berbeda dengan PT A, PT B melakukan pembebanan Pajak Masukan atas by product gandum ke harga pokok produksi. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan menjadi komponen biaya tambahan dalam harga pokok produksi. Penambahan biaya dalam harga pokok produksi menyebabkan harga jual by product gandum meningkat.

8 8 Hal ini terlihat pada Tabel 5.4 berikut dimana kenaikan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh PT B diikuti dengan kenaikan harga jual by product gandum: Tabel 1. Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan dan Harga Jual By Product Gandum oleh PT B, Tahun PM yang Tidak Dapat Harga Jual By Product/ kg Dikreditkan (Rp) (Rp) ,14 Sumber: Laporan Keuangan PT B, , diolah kembali oleh peneliti Kenaikan harga jual by product gandum untuk pakan ternak, unggas dan ikan menyebabkan harga by product gandum di dalam negeri kurang kompetitif dengan by product impor. Industri pakan ternak cenderung untuk melakukan impor by product karena keuntungan yang lebih dirasakan oleh industri pakan ternak dibandingkan dengan membeli by product di dalam negeri dari industri terigu. Harga jual by product domestik lebih mahal karena adanya komponen biaya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan atas gandum. Sementara by product yang diimpor harganya lebih murah karena tidak adanya Bea Masuk dan PPN yang harus dibayar karena atas impor bahan baku makanan ternak, unggas, dan ikan merupakan BKP strategis yang dibebaskan dari PPN. Selain itu by product impor lebih murah karena adanya subsidi dari pemerintah negara importir, khususnya negara Turki. Pemerintah Turki mensubsidi hasil pertaniannya yang low protein sehingga harga by product yang dijual ke luar negeri akan lebih murah. Sementara untuk hasil pertanian yang high protein diimpor ke negara Turki dengan Bea Masuk yang tinggi. Kerugian yang dirasakan oleh industri terigu ini pada dasarnya disebabkan karena legal character PPN yang merupakan indirect tax. Artinya PPN merupakan pajak tidak langsung yang pembebanan pajaknya dapat dialihkan kepada pihak lain baik dalam bentuk forward shifting maupun backward shifting. Dengan demikian Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan atas impor gandum untuk penyerahan by product, dapat dibebankan ke konsumen dalam harga pokok penjual atau dapat dipikul oleh industri sebagai komponen biaya sehingga dapat mengurangi profit perusahaan.

9 9 Pembebanan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan kepada industri terigu ini merupakan pengertian PPN sebagai pajak tidak langsung yang dilihat dari sudut pandang yuridis. Menurut sudut pandang yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak ke kas negara tidak berada di tangan pihak yang memikul beban pajak. Pemikul beban pajak (destinataris pajak) adalah pembeli barang kena pajak. Penanggung jawab atas pembayaran pajak ke Kas Negara berada pada pihak pengusaha kena pajak yang bertindak sebagai penjual barang kena pajak atau pengusaha jasa kena pajak. Analisis Pembebasan PPN atas By Product Ditinjau dari Asas Simplicity (Kesederhanaan) Industri terigu sebagai Wajib Pajak beranggapan bahwa pemberian fasilitas PPN atas by product gandum berdasarkan kebijakan PPN atas pakan ternak tidak sederhana dari segi administrasi yang dijalankan. Peraturan pelaksana mekanisme pengkreditan Pajak Masukan yang tertuang di dalam PMK No.78/PMK.03/2010, dinilai berbelit-belit dalam memperhitungkan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan terhadap pembelian BKP dengan masa manfaat lebih dari 1 tahun. Hal ini membuat industri terigu tidak menerapkan secara benar cara perhitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan peraturan yang ada. Selain itu penerapan kebijakan pembebasan PPN atas by product gandum menyebabkan adanya beban administrasi tersendiri yang dipikul oleh industri terigu. Beban administrasi ini disebabkan karena industri terigu harus melakukan perhitungan ulang terhadap Pajak Masukan yang benar-benar terutang untuk penyerahan tepung terigu padahal Pajak Masukan atas impor gandum dan perolehan BKP untuk keperluan proses produksi sudah dikreditkan di awal pada saat perolehan. Beban administrasi juga disebabkan karena industri terigu tetap harus mengikuti prosedur PPN secara normal walaupun by product gandum dibebaskan dari PPN. Sesuai dengan prosedur administrasi yang ditetapkan melalui PMK No. 31/PMK.03/2008 tentang Perubahan Keempat atas KMK Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan PPN yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis, Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas impor gandum dibubuhi cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007 oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

10 10 Selain itu dalam setiap melakukan transaksi atas penyerahan by product gandum, industri terigu wajib menerbitkan Faktur Pajak dengan membubuhkan cap yang sama yaitu: "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007." Kemudian industri terigu juga tetap harus melaporkan (Surat Pemberitahuan) SPT Masa PPN walaupun Pajak Keluarannya Nihil dan Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan. Beban administrasi tersebut disebabkan karena peraturan mekanisme pengkreditan dan peraturan teknis atas pakan ternak yang berbelit-belit, sehingga menyebabkan adanya tambahan kerja bagi staff pajak yang bertugas untuk menghitung ulang Pajak Masukan tersebut. Setelah berakhirnya tahun buku, staff pajak yang bertugas harus menghitung kembali Pajak Masukan yang benar-benar dapat dikreditkan atas impor gandum dan perolehan BKP atau JKP tersebut. Hal ini dinilai dapat menambah biaya administrasi untuk menghitung kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Dengan demikian implementasi kebijakan pembebasan PPN atas bahan baku pakan ternak, unggas dan ikan serta peraturan pedoman mekanisme pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan PMK No.78/PMK.03/2010 ini bagi industri terigu dinilai tidak sederhana dan berbelit-belit untuk diterapkan dari segi administrasinya. Akibatnya industri terigu tidak menerapkan dengan benar kebijakan yang ada dan tidak memahami dengan benar konsekuensi yang terjadi. Bertolak belakang dengan Wajib Pajak, dari sisi fiskus kebijakan pembebasan PPN atas pakan ternak ini dinilai sudah cukup mudah dan tidak berbelit-belit. Menurut DJP asas kesederhanaan adalah suatu peraturan pajak yang mudah dipahami dan dapat diadministrasikan dengan mudah baik bagi DJP maupun WP. Pada dasarnya peraturan PPN atas pakan ternak sudah cukup jelas diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Pada PP tersebut jelas diatur bahwa atas impor dan penyerahan makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan, dibebaskan dari pengenaan PPN. Pemberian fasilitas PPN ini sejalan dengan pasal 16B UU PPN No 42 Tahun 2009 yang mengatur bahwa untuk impor BKP tertentu dapat diberikan fasilitas berupa Pajak Terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, atau dibebaskan dari pengenaan PPN.

11 11 Pembebasan PPN ini memberikan kemudahan administrasi bagi industri terigu. Dalam pelaporan SPT Masa untuk penyerahan by product gandum, industri terigu cukup mengisi lampiran A2 yang berisi Pajak Keluaran yang dibebaskan dari PPN dan lampiran B4 yang berisi Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. Sementara untuk lampiran lainnya, industri terigu cukup menuliskan NIHIL. Selain itu untuk mendapatkan fasilitas pembebasan ini industri terigu tidak perlu membuat Surat Keterangan Bebas (SKB) PPN yang diajukan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Lebih lanjut untuk mempermudah pemahaman industri terigu dalam menerapkan kebijakaan pembebasan PPN atas pakan ternak terhadap by product gandum, Kementerian Keuangan telah mengatur secara teknis melalui PMK No. 78/PMK.03/2010 tentang pedoman penghitungan Pajak Masukan bagi PKP yang melakukan penyerahan yang terutang Pajak dan yang tidak terutang Pajak. Melalui peraturan tersebut industri terigu dapat menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk menghitung Pajak Masukan dapat dikreditkan atas impor gandum dan perolehan BKP/JKP tertentu yang digunakan untuk proses produksi tepung terigu, serta cara melakukan perhitungan kembali Pajak Masukan yang benar-benar dapat dikreditkan. Peraturan ini juga dilengkapi dengan lampiran yang berisi contoh perhitungan yang dapat dijadikan pedoman bagi industri terigu dalam perhitungan PPN nya. Di dalam PMK No. 78/PMK.03/2010 diatur bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari hasil penghitungan kembali dapat diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada satu Masa Pajak, paling lama pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku. DJP memberikan waktu yang cukup lama bagi industri terigu untuk dapat memperhitungkan kembali Pajak Masukannya yang benar-benar terutang untuk penyerahan tepung terigu. Hal ini menunjukkan bahwa DJP telah memberikan kemudahan administrasi kepada industri terigu dengan memberikan tenggang waktu yang cukup lama untuk melakukan perhitungan kembali Pajak Masukannya. Dengan demikian peraturan yang ada atas kebijakan pembebasan PPN untuk by product gandum sudah cukup memberikan kemudahan bagi WP dalam hal ini industri terigu. Dimulai dari UU PPN, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan sudah cukup mudah untuk dipahami bagi WP. Bahkan DJP juga telah memberikan Peraturan Teknis untuk pedoman penghitungan Pajak Masukan agar WP dapat memahami cara perhitungan atas Pajak Masukan

12 12 yang dapat dikreditkan dengan benar dan telah memberikan tenggang waktu yang cukup bagi WP untuk melakukan penghitungan kembali atas Pajak Masukan yang benar-benar dapat dikreditkan. Namun demikian peraturan teknis atas kebijakan pembebasan PPN untuk by product gandum dinilai berbelit-belit bagi WP. Industri terigu justru menggunakan cara lain dalam melakukan perhitungan ulang Pajak Masukannya. WP hanya memperhitungkan kembali Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan untuk masa pajak berikutnya dengan tidak membagi dengan masa manfaat BKP yang diperoleh. Bahkan WP merasa terbebani karena harus menghitung kembali Pajak Masukannya yang menambah beban administrasi bagi perusahaan. Permasalahan kesederhanaan pajak atas kebijakan pembebasan PPN by product gandum ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Jenkins dan Forlemu (1993, p. 9-10) bahwa kunci untuk meminimalkan biaya administrasi dan kepatuhan adalah dengan cara menyederhanakan struktur pajaknya. Penyederhanaan pajak dapat diperoleh dengan cara menyederhanakan sistem pajak (the tax system), perundang-undangan pajak (the tax legislation), dan implementasi peraturan pajaknya (the application of the tax rules). Struktur pajak yang sederhana akan memudahkan Wajib Pajak untuk membayar beban pajaknya sehingga mereka akan lebih mematuhi peraturan yang ada. Banyak biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak pada dasarnya diakibatkan oleh kompleksitas peraturan pajak. Penyederhanaan dalam peraturan pajak adalah alternatif yang baik untuk mengurangi biaya kepatuhan karena Wajib Pajak dapat memperoleh informasi kewajiban perpajakan dengan sedikit kesulitan. Kesederhanaan pajak juga dilakukan terhadap undang-undang yang dibentuk. Kesederhanaan dalam perundang-undangan pajak berarti kesederhanaan model dan pemahaman undang-undang dan mengurangi distorsi seperti pengecualian dan pembebasan. Kesederhanaan ini lebih dikhususkan pada penyederhanaan peraturan pajak melalui pengurangan pengecualian pajak, pembebasan pajak, atau keberatan pajak. Dengan demikian asas kesederhanaan dalam perpajakan akan terbentuk jika semakin sedikit pembebasan pajak yang diberlakukan. Pengadopsian asas kesederhanaan di dalam sistem dan peraturan perpajakan akan memberikan manfaat tertentu bagi pihak-pihak yang terlibat. ACCA (The Association of Chartered Certified Accountants) di dalam Simplicity in the tax system (ACCA, p. 6) mengungkapkan bahwa komitmen untuk menerapkan asas kesederhanaan di dalam sistem perpajakan akan memberikan beberapa manfaat berikut:

13 13 a) mengurangi biaya administrasi; b) akuntabilitas yang besar dalam kejelasan dan transparansi; c) peningkatan dalam stabilitas interaksi dan konsekuensi yang tidak diinginkan dan mengurangi keinginan untuk meniadakan pajak. Analisis Upaya Perencanaan Pajak yang Dapat Dijalankan oleh Industri Terigu terhadap Kebijakan Pembebasan PPN atas By Product Gandum Pada dasarnya kebijakan pembebasan PPN atas pakan ternak terhadap by product gandum merupakan jalan tengah bagi sektor-sektor yang terlibat. Pengenaan PPN yang bersifat multistage levies menyebabkan pilihan untuk mengenakan PPN atau diberikan fasilitas tertentu akan berdampak pada setiap rantai produksi yang dilalui. Walaupun pembebasan PPN atas pakan ternak terhadap by product gandum memberikan implikasi yang cukup besar bagi industri terigu, namun masih sangat sulit untuk mengubah kebijakan ini menjadi terutang PPN atau tidak dipungut PPN. Untuk dapat terutang PPN, tidak hanya by product gandum tetapi seluruh bahan baku pembuatan pakan ternak juga ikut terutang PPN. Selain itu pengenaan PPN justru akan merugikan peternak di dalam negeri karena tidak dapat memungut Pajak Keluaran kepada konsumen atas hasil ternak yang dijual. Peternak akan lebih bayar terus menerus yang pada akhirnya dapat mematikan peternak di dalam negeri. Begitu juga untuk tidak dipungut PPN juga terdapat kesulitan tersendiri. Jika tidak dipungut PPN maka Pajak Masukan atas penyerahan by product dapat dikreditkan. Namun demikian sistem restitusi di Indonesia di internal Kementerian Keuangan sendiri masih terdapat pro dan kontra terhadap sistem restitusi. Disamping penerimaan negara dari PPN berkurang, juga terdapat kerawanan-kerawanan faktur fiktif yang dilaporkan oleh pihak yang ingin restitusi. Dengan demikian industri terigu harus melakukan strategi tertentu untuk dapat bertahan dengan implikasi yang dirasakan terhadap kebijakan pembebasan PPN atas by product gandum. Strategi yang dapat dilakukan oleh industri terigu adalah dengan malakukan upaya perencanaan pajak (tax planning).

14 14 a) Upaya Perencanaan Pajak terhadap Penghitungan Kembali Pajak Masukan Proses produksi yang dijalankan oleh industri terigu untuk menghasilkan tepung terigu yang terutang PPN dan by product gandum yang dibebaskan dari PPN, mengharuskannya berhadapan dengan metode penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang tertuang di dalam PMK No. 78/PMK.03/2010. Peraturan teknis ini dinilai berbelit-belit dalam penerapannya. Jika mengikuti perhitungan pada peraturan teknis tersebut, Pajak Masukan atas BKP yang diperoleh untuk menghasilkan produk olahan gandum dihitung satu per satu sesuai dengan BKP yang dibeli. Untuk menghitung Pajak Masukan yang dapat dikreditkan ditentukan oleh jumlah penyerahan yang benar-benar terutang PPN. Kemudian untuk menghitung kembali Pajak Masukan yang dapat dikurangkan dengan Pajak Masukan pada Masa Pajak tertentu, harus dibagi dengan masa manfaat BKP yang diperoleh. Upaya perencanaan pajak yang dapat dilakukan oleh industri terigu untuk menerapkan kemudahan dalam administrasi pajak yang dijalankan dalam hal mekanisme pengkreditan Pajak Masukan ini adalah dengan menggabungkan semua Pajak Masukan atas perolehan BKP di awal baik Pajak Masukan atas impor gandum maupun Pajak Masukan atas BKP lainnya untuk kebutuhan produksi produk olahan gandum. Ketika akan melakukan perhitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, industri terigu tidak perlu membagi dengan masa manfaat BKP, sehingga Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tidak didistribusikan per tahun dalam perhitungan PPN nya. b) Upaya Perencanaan Pajak terhadap Pembebanan Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan Dalam melakukan pembebanan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan untuk penyerahan by product gandum terdapat 2 alternatif yang dapat dilakukan oleh industri terigu yaitu: 1) Membebankan ke Profit Perusahaan 2) Membebankan ke Harga Pokok Produksi Setelah dilakukan analisis upaya perencanaan pajak terhadap kedua alternatuf tersebut, maka diperoleh perbandingan besar Pajak Penghasilan yang harus dibayar sebagai berikut:

15 15 Tabel 2 Perbandingan Pajak Penghasilan atas Pembebanan Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan untuk Penyerahan By Product Keterangan Profit Normal tanpa PM (Rp) Dibebankan ke Profit (Rp) Dibebankan ke HPP (Rp) Profit Profit after PM PPh (25%) Sumber: Diolah oleh peneliti Dengan demikian upaya perencanaa pajak yang dapat dilakukan oleh industri terigu dalam melakukan pembebanan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan untuk penyerahan by product gandum adalah dengan membebankan ke profit perusahaan. Walaupun dari segi profit lebih sedikit yang diperoleh dibandingkan dengan membebankan ke harga pokok produksi, namun alternatif ini memberikan keuntungan bagi industri terigu dari segi PPh yang harus dibayar. Profit yang kecil membuat PPh yang disetor ke kas negara menjadi lebih kecil. Selain itu alternatif ini juga tidak akan merugikan rantai produksi berikutnya karena tidak terjadi peningkatan harga jual by product gandum sampai pada konsumen akhir. Sehingga kemungkinan untuk kurangnya permintaan by product kepada industri terigu juga semakin kecil. c) Upaya Perencanaan Pajak Lainnya Terkait Kebijakan Pembebasan PPN atas By Product Gandum Salah satu pertimbangan dalam melakukan upaya perencanaan pajak adalah dengan menentukan dengan siapa (pihak mana) akan melakukan transaksi. Upaya perencanaan pajak yang dapat dilakukan oleh industri terigu terkait penyerahan by product gandum adalah dengan melakukan penjualan by product kepada industri pakan ternak yang benar-benar sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Hal ini dilakukan untuk menghindari resiko kemungkinan penyalahgunaan by product sebagai bahan baku pakan ternak, unggas dan ikan tidak benar-benar digunakan untuk menghasilkan pakan ternak, unggas dan ikan. Penyalahgunaan ini dapat terjadi karena by product gandum adalah produk samping yang juga dapat digunakan untuk makanan manusia. Industri pakan ternak yang sudah PKP dapat dimintai pertanggungjawabannya apakah by product yang dijual benar-benar digunakan untuk menghasilkan pakan ternak, unggas dan ikan. Jika ternyata digunakan untuk makanan manusia tetapi pada saat membeli dikatakan untuk produksi pakan ternak, maka industri terigu akan dirugikan dari sisi PPN nya. Pajak

16 16 Masukan untuk penyerahan by product ini seharusnya dapat dikreditkan karena dikonsumsi untuk manusia. Namun akibat kecurangan industri pakan ternak yang tidak ingin dipungut PPN pada saat membeli, mengaku bahwa by product tersebut digunakan untuk produksi pakan ternak. Hal ini tentu harus dihindari oleh industri terigu dengan cara menunjuk pembeli dari industri pakan ternak yang PKP. Selain itu keuntungan lain yang dapat diperoleh oleh industri terigu dengan menunjuk PKP sebagi pembeli mereka adalah kemungkinan untuk menjual produk olahan gandum berupa by product menjadi lebih banyak. Industri pakan ternak yang sudah PKP berarti memiliki omset diatas Rp. 4,8 Milyar per tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa bahan baku pakan ternak yang mereka butuhkan dari by product gandum akan lebih banyak jika dibandingkan dengan yang belum PKP, sehingga penjualan industri terigu akan lebih banyak. Simpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan maka simpulan yang dapat diambil sesuai dengan pertanyaan penelitian antara lain: 1) Implikasi Kebijakan pembebasan PPN atas pakan ternak menyebabkan perusahaan anggota APTINDO tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan untuk penyerahan by product gandum. Bagi PT A kebijakan ini dapat mengurangi profit perusahaan setiap tahunnya. Sedangkan bagi PT B dapat menambah harga pokok produksi sehingga menambah harga jual by product gandum yang pada akhirnya membebankan industri pakan ternak, peternak, sampai kepada konsumen akhir. Implikasi yang dirasakan tergantung kepada visi perusahaan, kapasitas produksi, kualitas mesin dan kualitas gandum yang diimpor. 2) Peraturan mengenai pembebasan PPN atas by product gandum memberikan kemudahan bagi WP, dalam hal ini industri terigu. Namun, peraturan teknis kebijakan pembebasan PPN atas by product gandum melalui PMK No. 78/PMK.03/2010, dinilai berbelit-belit bagi WP. Industri terigu justru menggunakan cara lain dalam melakukan perhitungan ulang Pajak Masukannya. Bahkan WP merasa terbebani karena harus menghitung kembali Pajak Masukannya yang menambah beban administrasi bagi perusahaan. Oleh karena itu, kebijakan ini menyulitkan WP dari segi administrasi perpajakan. 3) Upaya perencanaan pajak yang dapat dilakukan oleh industri terigu dalam hal mekanisme pengkreditan Pajak Masukan adalah dengan menggabungkan semua Pajak Masukan atas

17 17 perolehan BKP di awal dan industri terigu tidak perlu membagi dengan masa manfaat BKP. Sedangkan upaya perencanaan pajak yang dapat dilakukan terhadap pembebanan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah dengan membebankan Pajak Masukan tersebut ke profit perusahaan karena selain dapat mengurangi kewajiban Pajak Penghasilan perusahaan juga dapat melindungi peternak dalam negeri karena tidak menambah harga jual by product gandum. Kemudian perencanaan pajak lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan menjual by product kepada industri pakan ternak yang benar-benar sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Hal ini dilakukan untuk menghindari resiko kemungkinan penyalahgunaan by product sebagai bahan baku pakan ternak dan kemungkinan untuk menjual produk olahan gandum berupa by product menjadi lebih banyak. Saran Berdasarkan simpulan yang dijabarkan, maka saran yang dapat diberikan diantaranya: 1) Dalam menerapkan suatu fasilitas perpajakan hendaknya pemerintah dan stakeholder yang terlibat harus menganalisis dengan mendalam implikasi dari diterapkannya fasilitas perpajakan pada semua rantai produksi sehingga sedapat mungkin tidak ada kerugian yang dirasakan oleh setiap rantai produksi yang terkait. 2) Sebaiknya peraturan teknis atas pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang tertuang di dalam PMK No. 78/PMK.03/2010 perlu dikaji ulang agar menerapkan asas simplicity perpajakan secara menyeluruh dengan cara tidak membagi dengan masa manfaat BKP, sehingga Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali didistribusikan sekaligus. 3) Industri terigu perlu melakukan upaya perencanaan pajak yang lebih baik untuk menghadapi kebijakan pajak yang mempengaruhi business process yang dijalankan sehingga tetap dapat bertahan dengan intervensi apapun yang diberikan oleh pemerintah.

18 18 DAFTAR REFERENSI Buku: Bird, Richard M. dan Milka Casanegra de Jantsher. Improving Tax Administrastion in Developing Countries. Washington DC: International Monetary Fund, Creswell, John W. Qualitative Inquiry and Research Design. USA: SAGE Publications, Inc, Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. California: SAGE Publication, Inc, Crumbley, Larry D, Jack P Friedman, and Susan B Anders. Dictionary of Tax Terms, Barron s Business Guides. New York, Hamid, Edi Suandi. Hukum Pajak, Edisi kedua (revisi). Jakarta. Salemba Empat, Liam, Ebrill Michael Keen, Jean-Paul Bodin and Victoria Summers. The Modern Value Added Tax. Washington DC: International Monetary Fund, Mansury. The Indonesia Income Tax: A Case Study in Tax Reform Rotterdam: Erasmus Universiteit, Panduan Konsep Utama Pajak Penghasilan Indonesia Jilid III. Jakarta: PT Bima Pariwara, Mulyono, Djoko. Pajak Pertambahan Nilai. Andi, Jakarta, Neuman, William Lawrence. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. New York: Pearson Education, Inc, Social Researh Methods: Qualitative and Quantitative Approaches 6th ed. New York: Pearson Education, Inc, 2006 Nurmantu, Safri. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit, Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Resmi, Siti. Perpajakan, Teori & Kasus: Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat, Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. Teori Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2012.

19 19 Rosdiana, Haula Edi Slamet Irianto, dan Titi M. Putranti. Teori Pajak Pertambahan Nilai. Bogor: Ghalia Indonesia, Sanford, Cedric Michael Godwin, dan Peter Hardwick. Administrative and Compliance Costs of Taxation. Great Britain: Redwood Burn Ltd., Schenk, Alan and Oliver Oldman. Value Added Tax: A Comparative Approach. USA: Cambridge University Press, Smith, Dan Throop and James B Webber, and Carol M Cerf. What You Should Know about VAT. Illinois: Dow Jones-Irwin, Inc, Spitz, Barry. International Tax Planning 2 nd Edition. London: Butterworth, Suandy, Erly. Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat, Sukardji, Untung. Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Tait, Alan A. Value Added Tax: International Practice and Problems. Washington DC: International Monetary Fund, Terra, Ben, Sales Taxation: The Case of Value Added Taxes in The European Community. Deventer-Boston: Kluwer Law and Taxation Publisher, Waluyo. Perpajakan Indonesia buku 1 edisi 10. Salemba Empat: Jakarta, Williams, David dan Victor Thuronyi editor. Value Added Tax: Tax Law Design and Drafting. Washington D.C:IMF, Jurnal Glenn P. Jenkins and Edwin N. Forlemu. Enhancing Voluntary Compliance Costs: A Taxpayer Service Approach. Cambridge: Research Associate, International Tax Program, Harvard University, AICPA. Guiding Principle of Good Tax Policy. New York: American Institute of Certified Public Accountants, Inc, ACCA. Simplicity in The Tax System. United Kingdom: The Association of Chartered Certified Accountans, 2013.

20 20 Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 69. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 168.

DAFTAR REFERENSI. Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, edisi 2, Granit, Jakarta, 2003.

DAFTAR REFERENSI. Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, edisi 2, Granit, Jakarta, 2003. DAFTAR REFERENSI BUKU Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, edisi 2, Granit, Jakarta, 2003. Sukardji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai, PT RajaGrafindo Persada, edisi revisi 2006, Jakarta. Brotodihardjo,

Lebih terperinci

Implikasi Ketentuan Penomoran Faktur Pajak Dalam Pelaksanaan Kewajiban Administrasi PPN Oleh PKP

Implikasi Ketentuan Penomoran Faktur Pajak Dalam Pelaksanaan Kewajiban Administrasi PPN Oleh PKP Implikasi Ketentuan Penomoran Faktur Pajak Dalam Pelaksanaan Kewajiban Administrasi PPN Oleh PKP Rahmanda Prawesta 1 dan Titi Muswati Putranti 2 1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. jawab atas kewajiban pembayaran pajak berada pada masyarakat sendiri untuk

BAB II TELAAH PUSTAKA. jawab atas kewajiban pembayaran pajak berada pada masyarakat sendiri untuk BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi juga merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Creswell, John W, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. California: Sage Publication. 1994

DAFTAR PUSTAKA. Creswell, John W, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. California: Sage Publication. 1994 DAFTAR PUSTAKA Buku: Creswell, John W, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. California: Sage Publication. 1994 Dwidjowijoto, Riant N. Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan pembangunan dan kelangsungan jalannya

Lebih terperinci

11/PMK.03/ PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001

11/PMK.03/ PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 11/PMK.03/2007 PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 11/PMK.03/2007 Ditetapkan tanggal 14 Februari 2007 PERUBAHAN KETIGA ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pada era globalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.03/2007 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.03/2007 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.03/2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Andriani yang telah diterjemahkan oleh Santoso Brotodiharjo (Waluyo,2003:3): Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut Rachmat Soemitro (1990 : 5) menyatakan Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Analisis mengenai penerapan e-faktur yang berkaitan dengan PPN dilakukan dengan memeriksa kesesuaian data sebelum melakukan penginputan di e-faktur serta menganalis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata secara partisipasi dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional. Adapun definisi pajak menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya dari sektor privat ke sektor publik. Sutedi (2013:1), memahami pengertian

BAB I PENDAHULUAN. daya dari sektor privat ke sektor publik. Sutedi (2013:1), memahami pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pajak dari perspektif ekonomi diartikan sebagai terjadinya transfer sumber daya dari sektor privat ke sektor publik. Sutedi (2013:1), memahami pengertian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pajak dan Fungsi Pajak 2.1.1 Definisi Pajak Menurut Adriani dalam kutipan Soemarso (2007:2), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang perpajakan No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah saatnya diletakkan suatu landasan yang dapat menjamin tersedianya dana

BAB I PENDAHULUAN. sudah saatnya diletakkan suatu landasan yang dapat menjamin tersedianya dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk melaksanakan pembangunan nasional dalam membiayai keperluannya, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pajak a. Pengertian Pajak Banyak definisi atau batasan yang telah dikemukakan oleh pakar yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar - dasar Perpajakan Indonesia II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Dibawah ini terdapat beberapa definisi-definisi dan unsur pajak yang terangkum tentang pajak yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

Lebih terperinci

ROFIUL HUDA 1 1 Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntasi. Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda.Kalimantan Timur

ROFIUL HUDA 1 1 Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntasi. Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda.Kalimantan Timur ANALISIS REGISTRASI ULANG PENGUSAHA KENA PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (STUDI KASUS KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SAMARINDA) ROFIUL HUDA 1 1 Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI OLEH BANK BUMN DITINJAU BERDASARKAN ASAS EASE OF ADMINISTRATION AND COMPLIANCE

PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI OLEH BANK BUMN DITINJAU BERDASARKAN ASAS EASE OF ADMINISTRATION AND COMPLIANCE PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI OLEH BANK BUMN DITINJAU BERDASARKAN ASAS EASE OF ADMINISTRATION AND COMPLIANCE Muhammad Rizky Avicenna 1 dan Wisamodro Jati 2 1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan Nilai (PPN) dengan dasar hukum berdasarkan pada undangundang. Nomor 8 Tahun 1983 yang ditetapkan sejak 1 April 1985

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan Nilai (PPN) dengan dasar hukum berdasarkan pada undangundang. Nomor 8 Tahun 1983 yang ditetapkan sejak 1 April 1985 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Pajak berasal dari iuran masyarakat dan dapat dipaksakan dengan tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan kontribusi yang diberikan oleh Wajib Pajak (WP) kepada negara yang berdasarkan undang-undang bersifat wajib dan memaksa tanpa ada kontraprestasi (imbalan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Dalam suatu pemerintahan di setiap Negara, tentu mempunyai tujuan yang sama salah satunya yaitu untuk mensejahterakan masyarakatnya. Demi mensejahterakan masyarakatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada CV X, berikut adalah beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian: 1. CV X telah melakukan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil tax review terhadap PT. G, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. PT. G sebagai wajib pajak badan telah melakukan kewajiban perpajakannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

Lebih terperinci

BAB III PAKAIAN BEKAS MENURUT UU NO. 42 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

BAB III PAKAIAN BEKAS MENURUT UU NO. 42 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai BAB III PAKAIAN BEKAS MENURUT UU NO. 42 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 3.1. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Sistem Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan

Lebih terperinci

BAB I PENAHULUAN. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB I PENAHULUAN. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tidak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI PT. DDT

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI PT. DDT ANALISIS PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI PT. DDT Meiga Purnama, Maya Safira Dewi Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27 Kebon Jeruk Jakarta Barat 11530 Phone (+6221) 53696969 Mei_meyoneste@rocketmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No.28 Tahun 2007 Pasal 1 Tentang Ketentuan Umum dan Perpajakan, pajak merupakan suatu konstribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh setiap orang maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat besar pengaruhnya terhadap pembangunan di segala bidang. Penerimaan negara dari sektor pajak

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Jurnal Ilmiah Buletin Ekonomi ISSN: 1410-3842 Volume 17 No.2 September 2013 EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Meta Evelin Samosir Rachmat Kurniawan Ganda Hutapea

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara Indonesia dan semakin bertambahnya jumlah penduduk bangsa Indonesia maka, harus diiringi dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis atas perhitungan pajak terhutang beserta sanksi atau denda yang dikenakan terhadap Wajib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalannya roda pemerintahan. Lembaga yang ditunjuk untuk mengelola pajak

BAB I PENDAHULUAN. jalannya roda pemerintahan. Lembaga yang ditunjuk untuk mengelola pajak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penerimaan pajak merupakan sumber utama pendapatan negara dalam pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Pajak bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan sektor pemasukan terbesar kas negara. Penerimaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan sektor pemasukan terbesar kas negara. Penerimaan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sektor pemasukan terbesar kas negara. Penerimaan negara dari sektor pajak memegang peranan yang sangat penting untuk kelangsungan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan mengenai perhitungan penyetoran dan pelaporan PPN sehubungan dengan kegiatan penjualan dan pembelian pada CV X selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mengalami permasalahan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor ekonomi. Inflasi yang cenderung mengalami peningkatan, naiknya harga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tepung terigu dari waktu ke waktu semakin menjadi komoditi pangan penting di Indonesia. Hal ini disebabkan karena tepung terigu semakin menguasai kebutuhan

Lebih terperinci

Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Neraca Pada CV. Kamdatu Palembang

Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Neraca Pada CV. Kamdatu Palembang Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Neraca Pada CV. Kamdatu Palembang Christina_Mahasiswa (fideliachristina@yahoo.com_mahasiswa) Lili Syafitri_Dosen (lili.syafitri@rocketmail.com_dosen)

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Barata Atep Adya, Menghitung Obyek dan Tata Cara Pengajuan Keberatan Pajak, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003.

DAFTAR PUSTAKA. Barata Atep Adya, Menghitung Obyek dan Tata Cara Pengajuan Keberatan Pajak, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003. DAFTAR PUSTAKA Asmara, Galang, Peradilan Pajak dan Lembaga Penyanderaan (Gijzeling) Dalam Hukum Pajak di Indonesia, Yogyakarta : Lask bang Presindo, 2006. Barata Atep Adya, Menghitung Obyek dan Tata Cara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO ABSTRAK Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor perusahaan ke sektor publik. Salah satu pajak yang sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya pengeluaran negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyat diikuti juga

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya pengeluaran negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyat diikuti juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara yang mempunyai peran penting dalam pengelolaan keuangan dalam Anggaran Pengeluaran Belanja Negara (APBN). Besarnya pengeluaran

Lebih terperinci

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Mardiasmo (2011:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam mengatur pemerintahan, setiap negara pasti membutuhkan dana untuk membiayai pengeluaran - pengeluarannya. Dana tersebut dipakai antara lain untuk membiayai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Adapun pengertian pajak menurut para ahli dalam Siti Resmi (2009:1) diantaranya: 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB III PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DALAM UNDANG-UDANG NO. 18 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG

BAB III PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DALAM UNDANG-UDANG NO. 18 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG BAB III PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DALAM UNDANG-UDANG NO. 18 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan sektor nonmigas. Dalam 5 (lima) tahun terakhir, peran penerimaan. tahun 2004 menjadi 74,9% pada tahun 2009.

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan sektor nonmigas. Dalam 5 (lima) tahun terakhir, peran penerimaan. tahun 2004 menjadi 74,9% pada tahun 2009. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang mendapatkan sumber terbesar dari penerimaan pajak. Komposisi pendapatan Negara lebih bertumpu pada sumber sumber penerimaan dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Pajak Pertambahan Nilai memiliki keunggulan dibandingkan dengan jenis pajak lain yaitu jumlah penerimaan Pajak Pertambahan Nilai akan meni

PENDAHULUAN Pajak Pertambahan Nilai memiliki keunggulan dibandingkan dengan jenis pajak lain yaitu jumlah penerimaan Pajak Pertambahan Nilai akan meni FAKTOR PENYEBAB PEMBETULAN SPT MASA PPN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PPN YANG HARUS DIBAYARKAN ( STUDI KASUS PT. FATH INDONESIA ) Ai Endang Ekonomi, Universitas Gunadarma Aina_aby@yahoo.co.id ABSTRAK Salah satu

Lebih terperinci

: Penyerahan air, air minum dalam kemasan, PPN

: Penyerahan air, air minum dalam kemasan, PPN IMPLEMANTASI PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PEMAKAIAN SENDIRI DAN PEMBERIAN CUMA-CUMA ATAS AIR MINUM DALAM KEMASAN (STUDI KASUS PADA PERUM JASA TIRTA II) Andi Yudistira Pranata, Titi M. Putranti

Lebih terperinci

Analisis Restitusi Pajak Pertambahan Nilai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palembang Ilir Barat

Analisis Restitusi Pajak Pertambahan Nilai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palembang Ilir Barat Analisis Restitusi Pajak Pertambahan Nilai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palembang Ilir Barat Metta Karina (cassi_metta@yahoo.co.id) Siti Khairani (siti.khairani@mdp.ac.id) Jurusan Akuntansi S1 STIE

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Definisi Pajak berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut : Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

Kartika Mahardhika Putri (Fakultas Hukum Universitas Indonesia) ABSTRAK

Kartika Mahardhika Putri (Fakultas Hukum Universitas Indonesia) ABSTRAK ASPEK HUKUM PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN PADA PERUSAHAAN TERPADU DI BIDANG INDUSTRI KELAPA SAWIT (ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN PAJAK No. put.36474/pp/m.xii/16/2012) Kartika Mahardhika Putri - 0906558243 (Fakultas

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Faktur Pajak merupakan bukti pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Salah satu sumber utama penghasilan negara adalah pajak. Pajak mempunyai kontribusi yang cukup tinggi dalam penerimaan Negara. Pada beberapa tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Mekanisme Pemungutan PPh Ps. 22, PPN, dan Bea Masuk Atas Impor BKP PT. Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Banyak para ahli perpajakan telah memberikan definisi mengenai pajak menurut versinya masing-masing. Tetapi walaupun demikian berbagai definisi

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Cabang Tanjung Priok)

ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Cabang Tanjung Priok) ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok) RIZKI WULANDARI Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan. Penerimaan Negara yang terdiri atas penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. didasarkan kepada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 A.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. didasarkan kepada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 A. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang pemungutannya didasarkan kepada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 A. Mengumpulkan dana pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 Suryanto Kanadi (Suryanto_Kanadi@yahoo.com) Lili Syafitri (Lili.Syafitri@rocketmail.com) Jurusan Akuntansi STIE MDP Abstrak Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merata baik dalam bidang ekonomi, kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. merata baik dalam bidang ekonomi, kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pada hakekatnya, pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan oleh negara Indonesia sebagai negara yang berkembang, merupakan pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) 3.1 Teori Tentang Pajak 3.1.1 Definisi Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai iuran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pajak merupakan alat bagi pemerintah didalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung dan tidak langsung dari masyarakat, guna membiayai pengeluaran

Lebih terperinci

Analisis Penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada CV. Kusuma Agung Mandiri Palembang

Analisis Penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada CV. Kusuma Agung Mandiri Palembang Analisis Penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Palembang Selviana (selvi.lie93@gmail.com) Rika Lidyah (rika_msi@yahoo.com) Jurusan Akuntansi STIE MDP Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ). Pada era gliobalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tahun 2009 (KUP) pasal 1 ayat 1 bahwa pajak adalah kontribusi wajib pajak

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tahun 2009 (KUP) pasal 1 ayat 1 bahwa pajak adalah kontribusi wajib pajak 8 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berada di wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta jiwa 1. Sedangkan usia produktif

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PENGAJUAN KEBERATAN DAN BANDING YANG DILAKUKAN OLEH PT. Z

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PENGAJUAN KEBERATAN DAN BANDING YANG DILAKUKAN OLEH PT. Z ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PENGAJUAN KEBERATAN DAN BANDING YANG DILAKUKAN OLEH PT. Z Oleh: Lilis Saryani ) Abstract The objective of this research was to provide a general overview

Lebih terperinci

Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu. dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut:

Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu. dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut: KEPATUHAN PAJAK DAN TAX EVASION Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut: Kepatuhan Wajib Pajak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam. kesadaran dan kepedulian untuk membayar pajak, salah satunya adalah Pajak

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam. kesadaran dan kepedulian untuk membayar pajak, salah satunya adalah Pajak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Kementrian Keuangan (2014)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Kementrian Keuangan (2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Perkembangan dan dinamika kebutuhan masyarakat yang kian meningkat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menuntut adanya ketersediaan anggaran yang

Lebih terperinci

ANALISIS KEPATUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM MENYAMPAIKAN SPT MASA PPN TAHUN 2010

ANALISIS KEPATUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM MENYAMPAIKAN SPT MASA PPN TAHUN 2010 JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 12 No. 1, April 2012 : 15-19 ANALISIS KEPATUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM MENYAMPAIKAN SPT MASA PPN TAHUN 2010 Oleh Annaria M Marpaung dan Enjang Tachyan B Dosen Tetap

Lebih terperinci

EVALUASI PEMENUHAN KEWAJIBAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA PT. IBH

EVALUASI PEMENUHAN KEWAJIBAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA PT. IBH EVALUASI PEMENUHAN KEWAJIBAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA PT. IBH Trehara Natayurisa Universitas Bina Nusantara Jalan. Kapuas 1 Blok H/5 Komp. BI Padang Harapan Bengkulu 38225 081298499762 taranatayurisa@yahoo.com

Lebih terperinci

PROSEDUR PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENCATATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PROSEDUR PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENCATATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI JURNAL BISNIS DAN AKUNTANSI ISSN: 1410-9875 Vol. 17, No. 1a, November 2015 http: //www.tsm.ac.id/jba PROSEDUR PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENCATATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI RIAN SUMARTA STIE

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (STUDI KASUS PADA PT. ANGGADA KARSA UTAMA) PERIODE TAHUN 2014 s/d 2015 E-Jurnal Dibuat Oleh: Muhamad Idrus 022112269 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi BAB 1 JENIS, FUNGSI, DAN KEWAJIBAN PEMBUATAN FAKTUR PAJAK Pendahuluan Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan pemungutan Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat melaksanakan pembangunan. Dalam melaksanakan pembangunan ini diperlukan strategi yang tepat agar dapat

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan implementasi tax planning pajak penghasilan (PPh) pasal 21 yang dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) untuk meminimalkan pajak penghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Self Assessment System yang diterapkan di Indonesia menempatkan administrasi perpajakan sebagai agen pemerintah yang menjalankan fungsi pembinaan, pelayanan, dan pengawasan

Lebih terperinci

ISSN Rudy. STIE Gentiaras Bandar Lampung

ISSN Rudy. STIE Gentiaras Bandar Lampung ISSN 2086-9592 ANALISIS PERBEDAAN ANTARA PENGGUNAAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DAN PEMBUKUAN DENGAN STATUS PKP DAN STATUS nonpkp TERHADAP PPh DAN PPN PENGUSAHA KECIL PADA TOKO REJEKI LAMPUNG Rudy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Jika kita membahas pengertian dari pajak, banyak ahli yang memiliki pengertian yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pajak Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO)

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) Nikhen Hendra Damayanti, Hery Gunawan Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No. 9, Kemanggisan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wujud pelayanan pemerintah kepada masyarakat. berasal dari iuran rakyat yang berdasarkan Undang Undang (dapat

BAB I PENDAHULUAN. wujud pelayanan pemerintah kepada masyarakat. berasal dari iuran rakyat yang berdasarkan Undang Undang (dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak adalah sumber utama pembiayaan Negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar sumber pembiayaan Negara berasal dari dari sektor pajak. Pengadaan dana merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang Pajak II.1.1 Definisi Pajak dan Ciri Ciri Pajak Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah

Lebih terperinci

Hartanti. Program Studi Manajemen Informatika AMIK BSI Jakarta ABSTRACT

Hartanti. Program Studi Manajemen Informatika AMIK BSI Jakarta ABSTRACT IMPLEMENTASI SURAT EDARAN DIREKTUR PAJAK NOMOR SE-24 /PJ/: PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG HASIL PERTANIAN (STUDI KASUS PT. EKAKARYA GRAHA FLORA) Hartanti Program Studi Manajemen Informatika AMIK BSI

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. 11 April 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 246/PJ.

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. 11 April 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 246/PJ. DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 11 April 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 246/PJ.52/2005 TENTANG PENJELASAN ATAS PEMBERLAKUAN PPN DAN PPn BM DI DAERAH INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) yang langsung dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci