BAB I PENDAHULUAN. secara material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. secara material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia merupakan paradigma pembangunan yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik secara material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Untuk mencapai tujuan tersebut, maka salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan melaksanakan pembangunan di berbagai bidang kehidupan. Salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional adalah sektor ketenagalistrikan. Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkut persediaan dan pemanfaatan tenaga listrik serta usaha penunjang tenaga listrik. Pembangunan sektor ketenagalistrikan bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Kini listrik merupakan sarana vital yang dibutuhkan oleh masyarakat, sebab sebagian besar aktivitas kehidupan yang dilakukan berhubungan dengan listrik. Kebutuhan akan listrik tidak hanya dalam kegiatan rumah tangga, melainkan meluas hingga kegiatan industri dan perekonomian. Sehingga dapat dikatakan bahwa listrik kini menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan masyarakat. 1

2 Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (selanjutnya disebut UU Ketenagalistrikan), yang dimaksud dengan tenaga listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, tetapi tidak meliputi listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau isyarat. Tenaga listrik mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional maka usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara dan penyediaannya perlu terus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan pembangunan agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, merata, dan bermutu. Tenaga listrik mempunyai arti penting bagi negara dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat sehingga penyediaan tenaga listrik harus mendapat perhatian dari semua pihak yang berkompeten. Pihak-pihak tersebut adalah pemerintah, badan usaha yang melaksanakan penyediaan tenaga listrik dan konsumen. Berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 4 UU Ketenagalistrikan, pemerintah sebagai penyelenggara usaha penyediaan tenaga listrik memberikan kewenangannya kepada badan usaha milik negara (BUMN) untuk melaksanakan penyediaan tenaga listrik. Pemerintah mempunyai kewenangan dalam menetapkan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik. BUMN yang melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik di Indonesia adalah perusahaan listrik negara atau PT. PLN (Persero). PT. PLN (Persero) adalah BUMN dengan badan hukum berbentuk persero yang bergerak dalam 2

3 bidang usaha penyediaan tenaga listrik baik untuk industri maupun rumah tangga. Maksud dan tujuan PT. PLN (Persero) adalah untuk menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum dalam jumlah dan mutu yang memadai, serta memupuk keuntungan dan melaksanakan penugasan pemerintah di bidang ketenagalistrikan dalam rangka menunjang pembangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN), Persero atau perusahaan perseroan adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Persero atau perusahaan perseroan dalam badan usaha milik negara (BUMN) pada prinsipnya sama dengan perseroan terbatas sebagaimana yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 1 Dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan Pasal 12 UU BUMN ditegaskan bahwa PT. PLN (Persero) sebagai BUMN yang berbentuk persero bertujuan untuk mengejar keuntungan. Hal ini sesuai dengan hakikat perseroan menurut Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU Perseroan Terbatas) juga untuk mengejar keuntungan (profit oriented). Mengingat persero pada dasarnya merupakan perseroan terbatas, semua ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas, termasuk pula segala peraturan Jakarta, h Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno, 2012, Hukum Perusahaan dan Kepailitan, Erlangga, 3

4 pelaksanaannya berlaku pula bagi persero. 2 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa PT. PLN (Persero) tunduk dengan UU Perseroan Terbatas. Usaha penyediaan tenaga listrik merupakan pengadaan tenaga listrik yang meliputi pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, distribusi tenaga listrik, dan penjualan tenaga listrik. Penjualan tenaga listrik adalah kegiatan usaha penjualan tenaga listrik kepada konsumen. Dalam penjualan tenaga listrik kepada konsumen terjadi transaksi jual beli tenaga listrik antara PT. PLN (Persero) dengan konsumen. Jual beli merupakan suatu perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain membayar harga yang telah dijanjikan. Dalam rangka pelaksanaan jual beli tenaga listrik tersebut, maka akan terjadi suatu hubungan hukum antara konsumen dengan PT. PLN (Persero). Hubungan hukum merupakan hubungan yang diatur oleh hukum dan didalamnya melekat hak dan kewajiban para pihak. Hubungan kewajiban dan hak adalah keterikatan penjual untuk menyerahkan benda dan memperoleh pembayaran, keterikatan pembeli untuk membayar harga dan memperoleh benda. 3 Oleh karena itu perlu diadakan suatu perjanjian untuk mengatur hak dan kewajiban para pihak yang disebut dengan Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL) yang harus ditandatangani oleh kedua belah pihak yaitu pihak PT. PLN (Persero) dan konsumen. 2 Mulhadi, 2010, Hukum Perusahaan, Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, h Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h

5 SPJBTL telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh pihak PT. PLN (Persero). Isi dari perjanjian yang berupa hak dan kewajiban para pihak ditentukan secara sepihak oleh PT. PLN (Persero). Perjanjian yang diterapkan oleh PT. PLN (Persero) tersebut termasuk dalam perjanjian baku. Hal ini dimaksudkan untuk membantu kelancaran dalam pelayanan kepada konsumen. Perjanjian baku merupakan suatu perjanjian yang bentuk dan isinya ditentukan oleh salah satu pihak. Tumbuh dan berkembangnya perjanjian baku di masyarakat didasarkan atas efisiensi, baik dari segi waktu maupun biaya, sebab suatu transasksi bisnis dengan menggunakan perjanjian baku biasanya dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus. Oleh karena perjanjian tersebut telah ditetapkan oleh PT. PLN (Persero) maka konsumen hanya dapat menandatangani saja tanpa harus keberatan dengan isi perjanjian tersebut. Dengan melakukan penandatangan perjanjian tersebut maka dapat dikatakan bahwa konsumen telah setuju dengan isi perjanjian. Sehingga dengan demikian sudah seharusnya konsumen berkewajiban membaca isi perjanjian atau kontrak tersebut terlebih dahulu sebelum menandatanganinya. Konsekuensi yuridis dari adanya kewajiban membaca kontrak adalah bahwa pada prinsipnya para pihak tidak bisa di kemudian hari mengelak untuk melaksanakan kontrak dengan alasan bahwa dia sebenarnya tidak membaca klausula kontrak tersebut, atau terjebak dengan klausula kontrak yang bersangkutan. 4 Namun kenyataannya, konsumen tidak mengetahui adanya kewajiban dan konsekuensi 4 Munir Fuady, 2003, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h

6 tersebut sehingga mereka tanpa berpikir panjang langsung saja menandatangani perjanjian tersebut. Dengan adanya perjanjian baku tersebut, pihak PT. PLN (Persero) dapat mencantumkan ketentuan-ketentuan perjanjian sesuai dengan kemauannya. Sehingga tidak tertutup kemungkinan dalam perjanjian baku tersebut lebih mencerminkan kepentingan PT. PLN (Persero) dan mengandung ketentuanketentuan yang memberatkan pihak konsumen, dalam arti kewajiban yang dipikul konsumen lebih berat jika dibandingkan dengan haknya. Konsumen yang tanpa berpikir panjang dan langsung menandatangani perjanjian tersebut tentunya tidak mengetahui mengenai hal tersebut. Hal seperti inilah yang sering menimbulkan adanya perselisihan di kemudian hari antara PT. konsumen yang telah terikat perjanjian baku dengan PT. PLN (Persero). Salah satu perselisihan yang terjadi antara konsumen dengan PT. PLN (Persero) dalam jual beli tenaga listrik adalah berkaitan dengan pelanggaran pemakaian tenaga listrik yang dilakukan oleh konsumen. Apabila terjadi kelainan atau pelanggaran dalam pemakaian tenaga listrik yaitu adanya ketidaksesuaian dalam penggunaan daya sehingga menyebabkan pembayaran listrik tidak menentu setiap bulannya, maka PT. PLN (Persero) akan mengirimkan petugasnya untuk melakukan pemeriksaan di tempat konsumen. Kelainan dalam pemakaian tenaga listrik dapat dikarenakan adanya kesengajaan dari pihak konsumen atau adanya gangguan pada meter PLN yang berada di tempat konsumen. 6

7 Adanya gangguan pada meter PLN mengakibatkan kekurangan pada beban tagihan listrik yang digunakan sehingga pembayaran listrik yang dilakukan konsumen tidak sesuai dengan tenaga listrik yang digunakan. Kekurangan beban tagihan listrik ini akhirnya dibebankan kepada konsumen dengan cara membayar tagihan susulan sesuai dengan perjanjian. Dalam perjanjian, besarnya tagihan susulan ditetapkan sesuai dengan besarnya kekurangan tagihan maksimum 6 bulan pemakaian. Namun di sisi lain, PT. PLN (Persero) justru menagih tagihan susulan kepada konsumen tidak sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian, melainkan mengacu pada kebijakan dalam keputusan direksi PT. PLN (Persero) yang baru ada setelah perjanjian tersebut diadakan. Dalam kebijakan tersebut, tagihan susulan ditagih sepenuhnya sesuai dengan kekurangan tagihan yang tercatat oleh PT. PLN (Persero). Pengenaan tagihan susulan dalam kebijakan tersebut lebih memberatkan dan merugikan konsumen, apalagi jika konsumen tersebut menggunakan energi listrik dengan jumlah yang besar dan kelainan tersebut telah berlangsung lebih dari 6 bulan. Dengan demikian diperlukan cara penyelesaian yang tepat untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara konsumen dengan PT. PLN (Persero). Di samping itu, perlu juga untuk dibahas lebih dalam mengenai kedudukan konsumen dan PT. PLN (Persero) dalam perjanjian jual beli tenaga listrik. Berdasarkan permasalahan tersebut maka disusunlah skripsi dengan judul: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM 7

8 PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK DENGAN PT. PLN (PERSERO). 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut diatas dapat dikemukakan rumusan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kedudukan konsumen dan PT. PLN (Persero) dalam perjanjian jual beli tenaga listrik? 2. Bagaimanakah penyelesaian perselisihan antara konsumen dengan PT. PLN (Persero) berkaitan dengan jual beli tenaga listrik? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Untuk menghindari terjadinya penyimpangan pembahasan penelitian ini, maka ruang pembahasannya disesuaikan dengan rumusan masalah seperti yang telah diuraikan diatas. Hal yang akan dibahas adalah sebatas kedudukan konsumen dan PT. PLN (Persero) dalam perjanjian jual beli tenaga listrik dan penyelesaian perselisihan antara konsumen dan PT. PLN (Persero) berkaitan dengan jual beli tenaga listrik. Dalam pembahasan pertama akan membahas mengenai kedudukan konsumen dan PT. PLN (Persero) dalam perjanjian jual beli tenaga listrik. Selanjutnya pembahasan kedua membahas mengenai cara penyelesaian perselisihan antara konsumen dengan PT. PLN (Persero) berkaitan dengan jual beli tenaga listrik. Pembahasan kedua ini mengacu pada perselisihan yang pernah terjadi di PT. PLN (Persero) dan penyelesaian yang digunakan PT. PLN dalam menyelesaikan perselisihan tersebut. 8

9 1.4 Orisinalitas Penelitian Sepanjang yang diketahui belum ada penelitian sejenis yang meneliti mengenai masalah sebagaimana dicantumkan dalam rumusan masalah yang diangkat. Untuk penelitian sejenis yang serupa dengan penelitian yang diajukan dijabarkan dalam tabel berikut ini : NO. SKRIPSI JUDUL RUMUSAN MASALAH 1. Komang Ayu Perlindungan 1. Siapakah yang Diah Mega Hukum Bagi harus bertanggung Lena, 2011, Konsumen Atas jawab atas Universitas Pembelian Pulsa Isi ketidaksampaian Udayana, Ulang Elektronik pulsa kepada Denpasar telpon seluler konsumen sebagai pengguna jasa? 2. Upaya apa yang dapat oleh dilakukan konsumen atas kerugian yang timbul akibat ketidaksampaian pulsa telpon kepada seluler konsumen? 9

10 2. I Wayan Adi Perlindungan 1. Upaya apakah Sumiarta, 2012, Hukum Terhadap yang dapat Universitas Konsumen Kartu dilakukan oleh Udayana, Halo Dalam konsumen Denpasar Perjanjian Baku pelanggan kartu Berlangganan Jasa halo apabila Telekomunikasi mengalami Seluler Pasca Bayar kerugian dalam berlangganan jasa telekomunikasi seluler pasca bayar? 2. Bagaimanakah tanggung jawab pelaku usaha jasa telekomunikasi seluler pasca bayar kartu halo terhadap kerugian konsumen dengan adanya perjanjian baku? 10

11 Perbedaan penelitian ini dengan kedua penelitian di atas terletak pada lokasi penelitian. Pada penelitian ini dilakukan di PT. PLN (Persero) berbeda dengan kedua penelitian diatas. Selain itu, perbedaan lainnya terletak pada permasalahan yang diangkat. Dalam penelitian pertama mengangkat permasalahan mengenai ketidaksampaian pulsa dalam pembelian pulsa isi ulang elektronik dan penelitian kedua mengangkat permasalahan mengenai perjanjian baku berlangganan jasa telekomunikasi seluler pasca bayar. Sedangkan penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai kedudukan konsumen dan PT. PLN (Persero) dalam perjanjian jual beli tenaga listrik dan cara penyelesaian perselisihan antara konsumen dengan PT. PLN (Persero) dalam jual beli tenaga listrik. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini meliputi tujuan yang bersifat umum dan tujuan yang bersifat khusus, yaitu : Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari disusunnya penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kedudukan konsumen dan PT. PLN (Persero) dalam perjanjian jual beli tenaga listrik. 2. Untuk mengetahui cara penyelesaian perselisihan antara konsumen dengan PT. PLN (Persero) berkaitan dengan jual beli tenaga listrik. 11

12 1.5.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu : 1. Untuk memahami kedudukan konsumen dan PT. PLN (Persero) dalam perjanjian jual beli tenaga listrik. 2. Untuk memahami cara penyelesaian perselisihan antara konsumen dengan PT. PLN (Persero) berkaitan dengan jual beli tenaga listrik. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau ide dan manfaat positif bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya dalam hukum perlindungan konsumen dan hukum perikatan Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa masukan bagi PT. PLN (Persero) dan pelanggan PT. PLN (Persero) yang dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan di saat adanya perselisihan yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini yakni mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian jual beli tenaga listrik dengan PT. PLN (Persero). Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat dijadikan bahan atau sumber bagi penelitian berikutnya yang mengangkat permasalahan serupa dengan penelitian ini. 12

13 1.7 Landasan Teori Konsumen merupakan pemakai atau pengguna suatu barang atau jasa baik bagi kepentingan sendiri maupun bagi kepentingan orang lain. Secara yuridis formal pengertian konsumen dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 2 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen) yang menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang, pemakai barang dan/atau jasa, yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan. Selain dalam UU Perlindungan Konsumen, pengertian konsumen juga dimuat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya dissebut UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat), yaitu pada ketentuan Pasal 1 huruf o yang menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap pemakai dan/atau pengguna barang dan/atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain. Sedangkan pengertian pelaku usaha dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 3 UU Perlindungan Konsumen, yaitu pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 13

14 Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Aspek perlindungan terhadap konsumen menitik beratkan pada cara mempertahankan hak-hak konsumen dari gangguan pihak lain. Dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen terdapat sembilan hak yang dimiliki konsumen, yaitu : a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang undangan lainnya. Dari sembilan hak konsumen tersebut, masalah kenyamanan, keamanan dan keselamatan merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen. 5 5 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h

15 Disamping itu, sebagai konsekuensi dari hak konsumen, maka kepada pelaku usaha dibebankan kewajiban-kewajiban untuk memenuhi hak-hak konsumen tersebut. Kewajiban-kewajiban tersebut termuat dalam Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen, yaitu : a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur, serta tidak diskriminatif; d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barangdan/atau jasa yang berlaku; e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan; f. memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Dalam konsumen dan pelaku usaha melakukan hubungan hukum yang bersifat keperdataan tidak terlepas dari adanya perjanjian. Berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata), perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Perjanjian dapat dilakukan secara lisan dan dapat dilakukan secara tertulis. 6 Setiap perjanjian yang dibuat secara sah akan mengakibatkan akibat hukum berupa hak dan kewajiban. 6 I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi Ketentuan- Ketentuan Hukum Perjanjian kedalam Perancangan Kontrak, Udayana Univesity Press, Denpasar, h

16 Terdapat asas perjanjian yang digunakan sebagai dasar dan acuan dalam mengadakan suatu perjanjian. Salah satunya adalah asas keseimbangan para pihak dalam perjanjian. Asas keseimbangan mengacu pada kedudukan para pihak yang sama atau setara. Dengan adanya keseimbangan kedudukan, maka para pihak dapat menentukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kepentingan masingmasing pihak. Ahmadi Miru dalam disertasinya yang berjudul Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia, menyatakan bahwa keseimbangan antara konsumen-produsen dapat dicapai dengan meningkatkan perlindungan terhadap konsumen karena posisi konsumen lebih kuat dibandingkan konsumen. 7 Hubungan antara konsumen dan pelaku usaha pada dasarnya merupakan hubungan hukum yang berbentuk perjanjian timbal balik, seperti perjanjian jual beli. Jual beli adalah suatu perjanjian, dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk membayar harga benda yang telah diperjanjikan. 8 Dalam prakteknya, bentuk dari perjanjian jual beli sering dibakukan oleh pelaku usaha dalam mengadakan hubungan jual beli dengan konsumen. Perjanjian tersebut diistilahkan sebagai perjanjian baku (standart contract) dan perjanjian tersebut belum diatur dalam KUH Perdata. Pengertian perjanjian baku menurut Mariam Darus Badrulzaman adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Sutan Remi Sjahdeini mengartikan perjanjian baku sebagai perjanjian yang hampir 7 Agus Yudha Hernoko, 2013, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, h Abdulkadir Muhammad, op.cit, h

17 seluruh klausul-klausulnya dibakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. 9 Perjanjian baku lahir dari kebutuhan akan efisiensi dan efektivitas kerja. Tujuan dibuatnya perjanjian baku untuk memberikan kemudahan (kepraktisan) bagi para pihak yang bersangkutan. 10 Dalam perjanjian baku terdapat klausula-klausula yang telah ditetapkan oleh salah satu pihak tanpa melalui perundingan dengan pihak-pihak lainnya. Berdasarkan Pasal 1 angka 10 UU Perlindungan Konsumen yang dimaksud dengan klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. 1.8 Metode Penelitian Dalam penulisan karya tulis yang bersifat ilmiah ini tidak akan melepaskan diri dari suatu metode penelitian. Hal ini dimaksudkan agar karya tulis tersebut dapat memenuhi syarat-syarat dari suatu karya ilmiah. Adapun metode penelitian yang akan digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah: Jenis Penelitian Penelitian hukum dibedakan dalam dua macam yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris. Jenis penelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian 9 Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, h Ibid, h

18 perbandingan antara ideal hukum, das sollen dengan realitas hukum, das sein. 11 Penelitian hukum empiris merupakan penelitian hukum yang merumuskan fenomena hukum mengenai adanya kesenjangan antara norma dengan perilaku masyarakat. Dalam penelitian hukum empiris, hukum dikonsepkan sebagai gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata. Penelitian hukum empiris dilakukan dengan meneliti hukum baik mengenai prosesnya, interaksinya, penerapannya ataupun pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Jenis Pendekatan Dalam penelitian ini akan menggunakan beberapa jenis pendekatan, yaitu: a. Pendekatan fakta (The Fact Approach) b. Pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach) Pendekatan fakta didasarkan atas fakta-fakta yang diperoleh dari data-data di lapangan yang berkaitan dengan permasalahan. Pendekatan perundangundangan adalah pendekatan yang didasarkan pada hukum positif di Indonesia, yakni berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yakni menggambarkan suatu keadaan atau gejala tertentu dan menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya dimasyarakat. Dalam penelitian ini akan menggambarkan perlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian jual beli tenaga listrik dengan PT. PLN (Persero). 11 Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok Metodologi Peneltian Hukum Empiris Murni Sebuah Alternatif, Universitas Trisakti, Jakarta, h

19 1.8.4 Data dan Sumber Data Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. 12 Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dengan melakukan penelitian secara langsung di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali Area Bali Selatan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. 13 Data sekunder dapat dibagi menjadi : 1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang memiliki kekuatan hukum mengikat. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : a. Undang-Undang Dasar 1945; b. Kitab Undang-Undang Hukum; c. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan; d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; e. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; f. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; g. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara; 12 Zainudin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h

20 h. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; i. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 2. Bahan hukum sekunder; yakni bahan hukum yang menjelaskan mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian hukum, hasil karya ilmiah, literature-literatur yang ditulis para ahli yang relevan dengan rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. 3. Bahan hukum tertier; yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia, kamus hukum, bahan dari internet Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik studi dokumen dan teknik wawancara. Teknik studi dokumen menggunakan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian yakni perlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian jual beli tenaga listrik dengan PT. PLN (Persero). Sedangkan teknik wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan yang telah dirancang sebelumnya kepada responden dan/atau informan untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan permasalahan Teknik Penentuan Sampel Penelitian Dalam penelitian ini, digunakan teknik penentuan sampel penelitian nonprobabilitas atau non-random sampling. Teknik non-probabilitas tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel harus diambil agar dapat mewakili 20

21 populasinya. Dalam hal penentuan sample ini, untuk menentukan sampel akan digunakan bentuk Purposive Sampling yakni menarik sampel berdasarkan tujuan tertentu yang mana sampel yang dipilih dikarenakan telah memenuhi kriteria dan sifat populasinya, yang dalam penelitian ini mampu memberikan data terkait tulisan Pengolahan dan Analisis Data Dalam penelitian ini pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif. Dalam pengolahan dan analisis data secara kualitatif yaitu dengan menghubungkan antara data yang diperoleh di lapangan dengan permasalahan terkait. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif maka data yang diperoleh akan disajikan dengan secara deskriptif kualitatif dan sistematis. Hal tersebut dimaksudkan dengan menganalisis data yang didapat dikaitkan dengan teori-teori dalam landasan teoritis kemudian disajikan secara mendetail dan tersusun untuk merampungkan tulisan ini. 21

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dapat dikatakan bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di rumah tangga

Lebih terperinci

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana hukum Oleh : SETIA PURNAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia semakin berubah, dalam beberapa tahun terakhir perkembangan sistem telekomunikasi di Indonesia sudah demikian pesatnya memberikan dampak yang menyentuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia serta pengakuan

Lebih terperinci

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Oleh: Firya Oktaviarni 1 ABSTRAK Pembiayaan konsumen merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka pelaksanaan pembangunan nasional harus lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard contract. Perjanjian baku merupakan perjanjian yang ditentukan dan telah dituangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan. Konsumen memerlukan barang dan jasa dari pelaku usaha guna memenuhi keperluannya. Sementara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Pengertian Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan informasi menyebabkan arus transaksi barang dan/atau jasa telah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan informasi menyebabkan arus transaksi barang dan/atau jasa telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia yang kian pesat saat ini, telah menghasilkan beragam jenis dan variasi barang dan/atau jasa. Adanya dukungan teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera, yang merata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya memiliki berbagai macam kebutuhan, apabila melihat dari

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya memiliki berbagai macam kebutuhan, apabila melihat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan daripada pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia, hal ini diwujudkan baik dalam materiil maupun spritual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya

BAB I PENDAHULUAN. modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan pertumbuhan industri barang dan jasa yang semakin modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya kebutuhan dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu profesi pendukung kegiatan dunia usaha, kebutuhan pengguna jasa akuntan publik semakin meningkat terutama kebutuhan atas kualitas informasi

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Al-Qishthu Volume 13, Nomor 2 2015 185 ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Pitriani Dosen Jurusan Syari ah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA LAYANAN JASA SPEEDY PADA PT TELKOM, Tbk CABANG PADANG SKRIPSI

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA LAYANAN JASA SPEEDY PADA PT TELKOM, Tbk CABANG PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA LAYANAN JASA SPEEDY PADA PT TELKOM, Tbk CABANG PADANG SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perkembangan dunia dewasa ini ditandai arus globalisasi disegala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. perjanjian konsinyasi dalam penjualan anjing ras di Pet Gallery Sagan

BAB III PENUTUP. perjanjian konsinyasi dalam penjualan anjing ras di Pet Gallery Sagan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian di lapangan, berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian konsinyasi dalam penjualan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita dapat melakukan segala macam kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, tangga, sekolah, rumah sakit, dan industri-industri.

BAB I PENDAHULUAN. kita dapat melakukan segala macam kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, tangga, sekolah, rumah sakit, dan industri-industri. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehadiran tenaga listrik di zaman modern ini merupakan hal yang sangat penting dan berguna sebagai sumber tenaga. Karena dengan adanya listrik kita dapat melakukan segala

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hak dan Kewajiban Konsumen 1. Pengertian Konsumen Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan dari Negara Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 salah satunya adalah memajukan kesejahteraan umum.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN 2.1 Pengertian Perjanjian Buku III KUHPerdata Indonesia mengatur tentang Perikatan, terdiri dari dua bagian yaitu peraturan-peraturan umum

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis Perlindungan Konsumen Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 8 Pengertian & Dasar Hukum Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA LAUNDRY DI KELURAHAN KADIPIRO KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA LAUNDRY DI KELURAHAN KADIPIRO KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA LAUNDRY DI KELURAHAN KADIPIRO KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA Oleh : LINDA PRATIWI NIM: 12100091 ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Wahyu Simon Tampubolon, SH, MH Dosen Tetap STIH Labuhanbatu e-mail : Wahyu.tampubolon@yahoo.com ABSTRAK Konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat, dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dewasa ini membuat masyarakat menginginkan segala sesuatu secara praktis, dalam arti globalisasi telah mempengaruhi gaya hidup dan kepribadian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dengan menggunakan dua macam pendekatan yaitu : Pendekatan secara yuridis normatif adalah penelitian hukum yang

III. METODE PENELITIAN. dengan menggunakan dua macam pendekatan yaitu : Pendekatan secara yuridis normatif adalah penelitian hukum yang III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab penelitian skripsi ini adalah dengan menggunakan dua macam pendekatan yaitu : 1. Pendekatan secara Yuridis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kesepakatan. Melalui perjanjian perbedaan tersebut diakomodir dan selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank Pembangunan Daerah dengan fungsinya meningkatkan pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah, sebagai perantara pihakpihak yang memiliki kelebihan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanggung Jawab Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata responsibility atau liability, sedangkan dalam bahasa Belanda, yaitu vereentwoodelijk atau

Lebih terperinci

S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : KONTRAK PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN STATUS MATA KULIAH : KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2

S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : KONTRAK PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN STATUS MATA KULIAH : KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : KONTRAK PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN STATUS MATA KULIAH : KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 B. DESKRIPSI MATA KULIAH Mata kuliah ini mempelajari berbagai

Lebih terperinci

KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI M, SE., MM.

KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI M, SE., MM. KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI. Pengertian Produksi ETBIS-ANDRI HELMI 1. Produksi yang menghasilkan barang dan jasa baru sehingga dapat menambah jumlah, mengubah bentuk, atau memperbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Jasa Kelistrikan Atas Kenaikan Tarif Dasar Listrik Secara Sepihak Tanpa Persetujuan Dpr Dan Masyarakat

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Jasa Kelistrikan Atas Kenaikan Tarif Dasar Listrik Secara Sepihak Tanpa Persetujuan Dpr Dan Masyarakat DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Jasa Kelistrikan Atas Kenaikan Tarif Dasar Listrik Secara

Lebih terperinci

BAB I. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,

BAB I. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, BAB I A. Latar Belakang Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, kemandirian serta menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya adalah usaha jasa pencucian pakaian atau yang lebih dikenal dengan jasa laundry. Usaha ini banyak

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa pengaruh cukup besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia.

Lebih terperinci

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA Bab ini merupakan inti dalam tulisan ini yang menengahkan tentang upaya perlindungan hukum bagi konsumen rumah makan kamang jaya, pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah dan instansi terkait terhadap

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C

SKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG (STUDI DI WARUNG MAKAN BEBEK GORENG H. SLAMET DI KARTOSURO SUKOHARJO) SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memang harus diperhatikan agar tidak mengalami kerugian. berkaitan satu dengan yang lain dengan demikian tujuan mensejahterakan

BAB I PENDAHULUAN. memang harus diperhatikan agar tidak mengalami kerugian. berkaitan satu dengan yang lain dengan demikian tujuan mensejahterakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia bisnis saat ini memang penuh dengan persaingan dan dengan jenis yang bermacam-macam. Tentunya berhubungan dengan konsumen selaku pemakai atau pengguna

Lebih terperinci

TESIS. (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan)

TESIS. (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan) TESIS PENERTIBAN PEMAKAIAN TENAGA LISTRIK (P2TL) DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT. PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode, III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisanya. Selain itu juga, diadakan pemeriksaan yang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PADAMNYA LISTRIK AKIBAT KEADAAN MEMAKSA (FOURCE MAJEURE) DI WILAYAH AREA BALI SELATAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PADAMNYA LISTRIK AKIBAT KEADAAN MEMAKSA (FOURCE MAJEURE) DI WILAYAH AREA BALI SELATAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PADAMNYA LISTRIK AKIBAT KEADAAN MEMAKSA (FOURCE MAJEURE) DI WILAYAH AREA BALI SELATAN Oleh: Riri Safitri I Ketut Westra Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin pesatnya perkembangan dunia bisnis. Tentunya proses yang berjalan

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin pesatnya perkembangan dunia bisnis. Tentunya proses yang berjalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian di Indonesia saat ini didukung oleh perkembangan globalisai yang semakin maju. Perkembangan globalisasi tersebut berpengaruh terhadap semakin pesatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia merupakan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia merupakan pembangunan yang 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pembangunan nasional Indonesia merupakan pembangunan yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik secara material maupun spiritual

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut : BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, serta analisis yang telah penulis lakukan, berikut disajikan kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini terjadi perkembangan perekonomian yang sangat pesat dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asasasas atau kaidah kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi. dengan memperdayakan secara maksimal sumber-sumber dana yang

BAB I PENDAHULUAN. dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi. dengan memperdayakan secara maksimal sumber-sumber dana yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam rangka pembangunan ekonomi suatu negara dibutuhkan dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi dengan memperdayakan secara maksimal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang meliputi berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang meliputi berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang meliputi berbagai aspek dalam kehidupan di dalam masyarakat. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanpa orang lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri

BAB I PENDAHULUAN. tanpa orang lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah menjadi kodrat manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri manusia

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 KAJIAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN BAKU ANTARA KREDITUR DAN DEBITUR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh : Glen Wowor 2 ABSTRAK Penelitian ini dialkukan bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja Pengertian Tenaga Kerja dapat di tinjau dari 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Perkembangan asuransi di Indonesia tentunya tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dan teknologi dalam

Lebih terperinci

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama Agustin Widjiastuti SH., M.Hum. Program Studi Ilmu Hukum Universitas

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP MIRAS TIDAK BERLABEL DI LIHAT DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP MIRAS TIDAK BERLABEL DI LIHAT DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP MIRAS TIDAK BERLABEL DI LIHAT DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh Anak Agung Gede Adinanta Anak Agung Istri Ari Atu Dewi Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai

BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai yang menjadi sumbernya sudah tercemar berbagai macam limbah, mulai dari buangan sampah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL Suluh Setiawan Sutarman Yodo Ratu Ratna Korompot ABSTRAK Jurnal ini berjudul Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi ekonomi tersebut berpengaruh terhadap perkembangan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi ekonomi tersebut berpengaruh terhadap perkembangan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi telah memperluas jangkauan kegiatan ekonomi, sehingga tidak hanya terbatas pada satu negara saja. Konsekuensi dari proses globalisasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang sangat pesat. Banyaknya produk barang dan/atau jasa yang ditawarkan para pelaku usaha kepada masyarakat sama-sama

Lebih terperinci

KONTRAK SEBAGAI KERANGKA DASAR DALAM KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA

KONTRAK SEBAGAI KERANGKA DASAR DALAM KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA KONTRAK SEBAGAI KERANGKA DASAR DALAM KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA Oleh Anak Agung Ayu Pradnyani Marwanto Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT In business activities in Indonesia,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG Oleh : Dewa Ayu Ariesta Dwicahyani Putri I Dewa Nyoman Sekar Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat perjanjian sering digunakan oleh individu dalam aspek kehidupan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini sedang giatnya melakukan pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana diberbagai sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kegiatan usaha yang banyak bermunculan. Kegiatan usaha terbagi menjadi

I. PENDAHULUAN. kegiatan usaha yang banyak bermunculan. Kegiatan usaha terbagi menjadi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian saat ini semakin pesat, hal ini diakibatkan oleh kegiatan usaha yang banyak bermunculan. Kegiatan usaha terbagi menjadi beberapa bidang, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terus menerus dengan melakukan perbaikan-perbaikan serta peningkatan menuju

BAB I PENDAHULUAN. yang terus menerus dengan melakukan perbaikan-perbaikan serta peningkatan menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada hakekatnya adalah merupakan suatu proses perubahan yang terus menerus dengan melakukan perbaikan-perbaikan serta peningkatan menuju kearah cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya, dengan

BAB I PENDAHULUAN. komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya, dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan aktivitas masyarakat banyak menyebabkan perubahan dalam berbagai bidang di antaranya ekonomi, sosial, pembangunan, dan lain-lain. Kondisi ini menuntut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode 32 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan hal yang ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode penelitian hukum merupakan suatu

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang dan cabang hukum itu senantiasa

Lebih terperinci