BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai yang menjadi sumbernya sudah tercemar berbagai macam limbah, mulai dari buangan sampah organik rumah tangga hingga limbah beracun dari industri. Air tanah pun sudah tidak aman dijadikan bahan air minum karena telah terkontaminasi rembesan dari tangki sepitank maupun air permukaan yang tercemar. Namun sebagaimana kita ketahui kebutuhan akan tersedianya air bersih bagi masyarakat merupakan harga mati, maka tidak mengherankan jika akhirakhir ini usaha air minum dalam kemasan (AMDK) yang menggunakan mata air dari pegunungan banyak dikonsumsi, namun harga AMDK dari berbagai merek yang terus meningkat membuat konsumen mencari alternatif baru yang murah. Solusi yang sering digunakan oleh konsumen ialah dengan memanfaatkan air minum isi ulang. Air minum isi ulang bisa diperoleh dari depot-depot air minum dengan harga sepertiga dari produk air minum dalam kemasan yang bermerek, maka tidak mengherankan jika banyak konsumen beralih pada layanan ini. Kabupaten Sleman semenjak tahun 2002 sampai saat ini terdapat 30 depot air minum isi ulang sebagian besar berada di wilayah Depok. Pada awal perkembangannya, depot air minum isi ulang di wilayah Kabupaten Sleman hanya menggunakan izin gangguan usaha (HO). Sementara di beberapa depot air minum menyertakan juga hasil pemeriksaan air baku dari Laboratorium 1

2 2 Pengawasan Air Dinas Kesehatan pada awal pendirian usahanya. Kualitas air minum isi ulang mulai dipertanyakan setelah Badan POM melakukan pemeriksaan terhadap beberapa depot air minum isi ulang di 5 kota besar pada tahun 2005 salah satu kota yang diteliti adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil pemeriksaan tersebut cukup mencengangkan karena ditemukan kandungan bakteri Colliform pada air hasil produksi depot air minum isi ulang. Bakteri Colliform yang terdapat dalam air minum isi ulang tidak menimbulkan reaksi dalam waktu yang singkat, tetapi dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan sejumlah penyakit, seperti diare. Terdapatnya kandungan bakteri colliform dalam air minum isi ulang disebabkan oleh faktor ketidaksempurnaan higienitas produksi air minum isi ulang, sanitasi yang rendah, dan sumber air baku yang tercemar. Kualitas air minum isi ulang yang tercemar sebagaimana terurai di atas seharusnya bisa dicegah ataupun diminimalis jika pelaku usaha dalam hal ini pemilik depot air minum mentaati ketentuan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan no 651 tahun 2004 tentang persyaratan teknis depot air minum dan perdagangannya yang didalam lampirannya diatur mengenai alat, bahan baku, serta prosedur yang benar untuk mengolah air baku menjadi air minum. Selain itu dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 907 tahun 2002 tentang syarat-syarat dan kualitas air minum dalam Pasal 2 ayat (2) disebutkan mengenai syarat yang harus dipenuhi untuk kesehatan air minum yaitu : syarat bekteorologis, kimia,radioaktif dan fisik. Pelaku usaha wajib memperhatikan kedua peraturan sebagaimana tersebut diatas agar proses pengolahan air baku

3 3 menjadi air minum isi ulang sesuai dengan prosedur atau dapat dikatakan telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan, sehingga tidak menimbulkan adanya bakteri pathogen yang merugikan konsumen. Tetapi pada kenyataannya pada Kabupaten Sleman terdapat beberapa depot air minum yang standar pengolahan air baku menjadi air minum tidak sesuai dengan ketentuan. Air minum yang dihasilkan mengandung bakteri pathogen dan jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama akan menjadi penyebab munculnya berbagai penyakit, salah satu penyakit yang paling sering muncul adalah diare. Penyakit yang diderita oleh konsumen merupakan kerugian konsumen, akan tetapi kerugian ini tidak berbanding lurus dengan perlindungan hukum yang maksimal terhadap konsumen. Hal ini terjadi karena kurangnya kepedulian pemilik depot ataupun pelaku usaha terhadap kualitas air minum isi ulang yang dihasilkan, pelaku usaha cenderung hanya memperhatikan keuntungan dengan mengabaikan kesehatan dari konsumen. Sementara di lain pihak konsumen juga kurang memahami ataupun kurang pengetahuan mengenai payung hukum dan lembaga yang dapat membantu untuk mejaga agar hak-haknya selaku konsumen dapat terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen air minum isi ulang pada Kabupaten Sleman masih belum maksimal ataupan dapat dikatakan perlindungan hukum terhadap konsumen masih berupa idealita. Pelaku usaha (pemilik depot air minum isi ulang) dalam prakteknya ketika menjalankan usahanya tidak memberikan informasi yang jujur kepada konsumen terkait produk air minum isi ulang yang diproduksi, biasanya tentang sumber air baku dan proses pengolahannya. Hal ini jelas-jelas bertentang dengan ketentuan

4 4 UU No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Pasal-pasal dalam UU Perlindungan Konsumen yang patut diduga dilanggar oleh pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usahanya, yaitu : Pasal 8 ayat (1) huruf a Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang : tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangundangan; Pasal 9 ayat (1) huruf a Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah : barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu. Pasal 10 huruf e Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: bahaya penggunaan barang dan/atau jasa. Selain permasalahan sebagaimana terurai diatas, terkait dengan perlindungan hukum konsumen air minum isi ulang terdapat satu permasalahan yang menarik untuk dikaji yaitu mengenai Balai Besar POM Yogyakarta. Sebagaimana kita ketahui bahwa kualitas air minum isi ulang terkait standarisasinya perlu

5 5 mendapatkankan perhatian, hal ini karena terdapat pelaku usaha yang mengesampingkan kualitas demi keuntungan yang besar. Akibatnya terdapat depot air minum yang kualitas air minumnya tidak sesuai standar sehingga air yang dihasilkan mengandung bakteri pathogen yang bermuara pada kerugian terhadap konsumen. Permasalahan menjadi semakin rumit jika ternyata konsumen yang mengkonsumsi air yang mengandung bakteri pathogen tersebut sakit setelah mengkonsumsi air minum isi ulang. Sehingga dalam hal ini patut dipertanyakan bagaimana kemungkinan Balai Besar POM Yogyakarta dipertanggugatkan, jika muncul permasalahan konsumen mengadu pada Balai Besar POM Yogyakarta atas kualitas air minum isi ulang yang tidak sesuai standar dan membuat konsumen dirugikan karena sakit setelah mengkonsumsi air minum isi ulang tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka perlu diadakan suatu penelitian untuk mengetahui lebih mendalam tentang bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi konsumen air minum isi ulang di Kabupaten Sleman. Serta kemungkinan Balai Besar POM Yogyakarta dipertanggunggugatkan atas pengaduan konsumen yang mengalami kerugian setelah mengkonsumsi air minum isi ulang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen air minum isi ulang di Kabupaten Sleman?

6 6 2. Apakah Balai Besar POM Yogyakarta dapat dipertanggunggugatkan terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi air minum isi ulang yang tidak sesuai standar? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan dari permasalahan tersebut di atas maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi konsumen air minum isi ulang di Kabupaten Sleman. 2 Untuk mengetahui kemungkinan Balai Besar POM Yogyakarta dipertanggunggugatkan terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi air minum isi ulang yang tidak sesuai standar. D. Tinjauan Pustaka Konsumen dalam berbagai kondisi sering kali ditempatkan pada posisi yang lemah, bila dibandingkan dengan produsen. Hal tersebut menyebabkan hukum perlindungan konsumen dianggap penting keberadaannya, disamping disebabkan faktor lain seperti semakin beragamnya jumlah produk yang beredar di pasar. Kemajuan teknologi sering kali memunculkan beragam produk-produk baru yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Salah satunya adalah produk air minum isi ulang. Produk ini disambut baik oleh konsumen sebagai salah satu alternatif solusi dari sulitnya mendapatkan air yang layak dikonsumsi. Harga yang ditawarkan produsen air minum isi ulang jauh lebih murah jika dibandingkan

7 7 dengan air minum dalam kemasan pada volume yang sama. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 651 tahun 2004 tentang persyaratan tekhnis depot air minum dan perdagangannya, dapat disimpulkan mengenai pengertian air minum isi ulang yaitu air baku yang telah diproses oleh depot air minum sehingga aman untuk diminum. Air minum isi ulang belum ada standar nasional seperti air minum dalam kemasan, yang ada hanya pedoman untuk depot air minum agar menghasilkan air isi ulang yang baik yang terdapat dalam lampiran Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 651 tahun 2004 dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 907 tahun 2002 tentang syarat-syarat pengawasan dan kualitas air minum. Dalam KUH Perdata yang paling banyak digunakan atau berkaitan dengan asas-asas hukum mengenai hubungan dan masalah konsumen adalah buku ketiga yang memuat berbagai hubungan hukum konsumen, yaitu perikatan yang terjadi baik berdasarkan undang-undang maupun persetujuan (Pasal 1233 KUH Perdata), dan buku keempat tentang pembuktian dan kadaluawarsa. Dalam KUH Perdata Pasal 1313 dijelaskan tentang pengertian perjanjian yaitu, suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Sedangkan menurut Prof. Subekti,S.H. suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 1 1 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2002, hlm.1

8 8 Perjanjian yang akan dikupas dalam penelitian ini adalah perjanjian jual beli hal ini karena hubungan hukum awal yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha dalam hal ini adalah pemilik depot air minum adalah berupa perjanjian jualbeli dengan obyeknya berupa air minum isi ulang. Perjanjian jual beli merupakan perjanjian yang paling lazim diadakan diantara masyarakat. Sedang dalam perekonomian, seorang penjual melepaskan hak miliknya atas suatu barang oleh karena dianggap kurang perlu untuk memenuhi kebutuhan perekonomiannya secara mendapat hak milik atas barang itu. Maka adalah layak apabila dianggap bahwa tujuan perekonomian adalah memindahkan hak milik atas suatu barang dari seorang tertentu kepada orang lain. 2 Jual beli merupakan suatu perjanjian timbal balik, dimana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan atas perolehan atas hak milik tersebut 3 Dari pengertian jual beli tersebut, perjanjian jual beli membebankan 2 kewajiban, yaitu 4 : 1. Kewajiban pihak penjual, menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli 2. Kewajiban pihak pembeli, membayar harga barang yang dibeli kepada penjual. 2 Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur Bandung, Jakarta, 197, hlm Subekti, Aneka Perjanjian, Ctk. Kesembilan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hlm. 1 4 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Ctk. Kedua, Penerbit Alumni, Bandung, 1986, hlm. 18.

9 9 Jual beli dalam konteks perjanjian dinyatakan bersifat konsensual, artinya perjanjian dianggap telah terjadi jika sudah ada kesepakatan. Pendapat ini diperkuat lagi dengan melihat ketentuan Pasal 1458 KUH Perdata yang menyatakan : jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya meskipun kebendaan tersebut belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar. Perjanjian jual beli juga bersifat obligatoir, dimana pihak-pihak sepakat untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 1459 KUH Perdata, hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613 dan 616. Selain kedua sifat tersebut diatas, dalam perjanjian terdapat beberapa asas yang terdapat di dalamnya diantaranya asas kebebasan berkontrak, asas pacta sund servanda atau mengikat seperti undang-undang, dan asas iktikad baik. Pengertian perlindungan konsumen terwujud dalam ketentuan Pasal 1 ayat(1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Kalimat yang menyatakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya

10 10 demi untuk kepentingan perlindungan konsumen. 5 Pengertian tersebut kemudian diparalelkan dengan definisi konsumen yang diatur dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pernyataan tidak untuk diperdagangkan yang dinyatakan dalam definisi dari konsumen ini ternyata memang dibuat sejalan dengan pengertian pelaku usaha yang diberikan oleh Undang-Undang, di mana dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah : 6 Setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Baik konsumen dan pelaku usaha, selain mempunyai hak, mereka juga mempunyai kewajiban baik yang timbul karena perjanjian antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan hukum tersebut maupun yang lahir karena undangundang. UU Perlindungan Konsumen mengatur tentang hak konsumen yang terdapat pada Pasal 4, yaitu: a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; 5 Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Kesatu, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2004, hlm Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Cetakan Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm. 5

11 11 b. hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. hak untuk diperlakukakan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu: a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan; b. beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

12 12 d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. hak pelaku usaha menurut Pasal 6 Undang-Undang No.8 Tahun 1999, yaitu: a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beriktikad tidak baik; c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Selain hak-hak tersebut dibebankan pula atas kewajiban-kewajiban pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, yaitu: a. beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jaa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan; c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

13 13 d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan atau di perdagangkan; f. memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Untuk diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban masing-masing pihak tersebut diperlukan adanya pembinaan serta pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen. Salah satu badan non departemen yang melakukan pengawasan agar produk yang tersedia di pasaran sesuai dengan standar adalah Badan POM. Badan POM ini pada awalanya berada di bawah Dinas Kesehatan, namun sejak tahun 2001 tidak lagi di bawah Dinas Kesehatan, Badan POM merupakan lembaga non departemen yang independen. Badan POM mempuyai Tugas dan Wewenang : 1. Pengaturan, regulasi, dan standardisasi; 2. Lisensi dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan Cara-cara Produksi yang baik; 3. Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar ; 4. Post marketing vigilance termasuk sampling dan pengujian laboratorium; pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan dan penegakan

14 14 hukum; 5. Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk; 6. Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan, dan; 7. Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik. Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam menjalankan fungsinya sebagaimana E. Metode Penelitian 1. Obyek Penelitian Perlindungan hukum bagi konsumen Air Minumt Isi Ulang di Kabupaten Sleman 2. Subyek Penelitian a. Lembaga Konsumen Yogyakarta b. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Yogyakarta c. Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Sleman d. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman d. Konsumen air minum depot isi ulang di wilayah Kabupaten Sleman e. Pengelola depot isi ulang air minum di wilayah Kabupaten Sleman 3. Sumber Data Penelitian a. Data Primer Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari responden penelitian.

15 15 b. Data Sekunder Data sekunder ini terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yaitu : 1) Bahan hukum primer Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, meliputi : a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; b. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; c. Keputusan Menteri Kesehatan No. 907/MenKes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum; d. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 651/MPP/Kep/10/2004 tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum dan Perdagangannya; e. Peraturan Derah Kabupaten Tingkat II Sleman No.16 Tahun 2003 Tentang Izin Di Bidang Industri,dan; f. Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II Sleman No.18 Tahun 1996 Tentang Pengawasan Kualitas Air. 2) Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, meliputi : buku-buku hasil-hasil penelitian, dan makalah-makalah yang terkait dengan

16 16 masalah perlindungan hukum bagi konsumen produk air minum depot isi ulang. 3) Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, meliputi : a. Kamus Hukum; b. Kamus Bahasa Indonesia. 4. Tekhnik Pengumpulan Data a. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut : 1) Wawancara dengan mengadakan tanya-jawab secara langsung kepada responden mengenai hal-hal yang terkait dengan obyek penelitian. 2) Kuesioner dengan menggunakan model kuesinor gabungan yaitu pertanyaan telah tersusun rapi sementara jawaban telah tersedia tinggal dipilh oleh responden tetapi masih tetap member kesempatan pada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri. b. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut : Studi Pustaka dengan mengkaji berbagai peraturan perundangundangan dan literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian.

17 17 5. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan adalah Yuridis-Normatif, yaitu cara pandang dengan melihat ketentuan atau peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan permasalahan yang ada, dimana dalam hal ini adalah perlindungan hukum konsumen air minum depot isi ulang. 6. Analisa Data Data yang diperoleh penulis dari studi pustaka maupun studi lapangan kemudian dianalisis secara diskriptif kualitatif yaitu dengan mengolah data yang langsung dinyatakan oleh subyek penelitian baik secara tertulis maupun secara lisan yang dituangkan dalam bentuk uraian kalimat sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang dapat menjawab permasalahan yang ada. F. Sistematika Untuk memudahkan memahami materi penelitian ini, maka sistematika dibuat sebagai berikut : Bab I adalah bab pendahuluan yang mengemukakan secara singkat keseluruhan pokok isi tulisan yang didalamnya mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian,dan sistematika. Bab II membahas tentang Perjanjian pada umumnya, perjanjian jual-beli, dan hukum perlindungan konsumen.

18 18 Bab III membahas mengenai gambaran umum industri air minum isi ulang di Kabupaten Sleman, serta bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen air minum isi ulang di Kabupaten Sleman dan kemungkinan Balai Besar POM Yogyakarta dipertanggunggugatkan terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi air minum isi ulang yang tidak sesuai standar. Bab IV penutup yang berisi kesimpulan yang berhasil diperoleh setelah mengadakan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan beberapa saran yang semoga ada manfaatnya untuk dikaji.

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai informasi yang jelas pada kemasan produknya. Pada kemasan produk makanan import biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya

BAB I PENDAHULUAN. modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan pertumbuhan industri barang dan jasa yang semakin modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya kebutuhan dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai

Lebih terperinci

BAB I. Air merupakan materi esensial di dalam kehidupan. Keperluan seharihari

BAB I. Air merupakan materi esensial di dalam kehidupan. Keperluan seharihari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan materi esensial di dalam kehidupan. Keperluan seharihari terhadap air, berbeda untuk tiap tempat dan untuk tiap tingkatan kehidupan. Yang jelas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Pengertian Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang

Lebih terperinci

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Wahyu Simon Tampubolon, SH, MH Dosen Tetap STIH Labuhanbatu e-mail : Wahyu.tampubolon@yahoo.com ABSTRAK Konsumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA Bab ini merupakan inti dalam tulisan ini yang menengahkan tentang upaya perlindungan hukum bagi konsumen rumah makan kamang jaya, pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah dan instansi terkait terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA A. Hak Dan Kewajiban Konsumen 1. Hak-Hak Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah : 1. Hak atas kenyamanan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia serta pengakuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Hukum Perlindungan Konsumen 2.1.1 Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen Ada dua istilah mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen,

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis Perlindungan Konsumen Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 8 Pengertian & Dasar Hukum Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan. Konsumen memerlukan barang dan jasa dari pelaku usaha guna memenuhi keperluannya. Sementara

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 PERLINDUNGAN KONSUMEN setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia. Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 ABSTRAK Setiap perbuatan yang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam 21 BAB III TINJAUAN UMUM A. Tinjuan Umum Terhadap Hukum Perlindungan Konsumen 1. Latar belakang Perlindungan Konsumen Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE Oleh Made Indah Puspita Adiwati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This paper, entitled 'Rights and Obligations

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN I. UMUM Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan

Lebih terperinci

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan aktivitas masyarakat banyak menyebabkan perubahan dalam berbagai bidang di antaranya ekonomi, sosial, pembangunan, dan lain-lain. Kondisi ini menuntut

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hak dan Kewajiban Konsumen 1. Pengertian Konsumen Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer itu

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan karena wilayahnya meliputi ribuan pulau. Kondisi geografis wilayah nusantara tersebut menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 mulai bermunculan

BAB I PENDAHULUAN Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 mulai bermunculan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, transaksi melalui internet sudah dikenal sejak tahun 1996. Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 mulai bermunculan berbagai situs yang melakukan

Lebih terperinci

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT) Department of Food Science and Technology Bogor Agricultural University http://itp.fateta.ipb.ac.id COURSE 4: Major national food regulation: Food Act (7/1996) Consumer Protection Act (8/1999) Food Labeling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

persaingan ketat dan bervariasinya produk yang ditawarkan, akhirnya menempatkan konsumen sebagai subyek yang memiliki banyak pilihan. Menghadapi reali

persaingan ketat dan bervariasinya produk yang ditawarkan, akhirnya menempatkan konsumen sebagai subyek yang memiliki banyak pilihan. Menghadapi reali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat dan kemajuan teknologi telah menimbulkan perubahan cepat pada produk-produk kosmetik, sehingga banyak berdiri industri-industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah bidang industri. Hal ini didukung dengan tumbuhnya sektor

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah bidang industri. Hal ini didukung dengan tumbuhnya sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern dewasa ini telah banyak memberikan berbagai kemajuan dalam pembangunan. Salah satunya adalah bidang industri.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 178 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum. Karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum. Karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen memiliki resiko yang lebih besar dari pada pelaku usaha, hal ini disebabkan posisi tawar konsumen yang lemah. Konsumen harus dilindungi oleh hukum. Karena salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi dapat memperluas ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi dapat memperluas ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin pesatnya pembangunan dan perkembangan perekonomian nasional yang menghasilkan berbagai variasi produk barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi dapat memperluas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI M, SE., MM.

KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI M, SE., MM. KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI. Pengertian Produksi ETBIS-ANDRI HELMI 1. Produksi yang menghasilkan barang dan jasa baru sehingga dapat menambah jumlah, mengubah bentuk, atau memperbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam seiring dengan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam seiring dengan peningkatan kesejahteraannya. Beberapa kebutuhan manusia antara lain, kebutuhan primer dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pesat dan majunya teknologi internet mempermudah untuk mengakses informasi apapun yang dibutuhkan, termasuk di dalamnya informasi produk. Adanya kemudahan

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen 1. Pengertian Konsumen Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). 15 Pengertian tersebut secara

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Al-Qishthu Volume 13, Nomor 2 2015 185 ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Pitriani Dosen Jurusan Syari ah

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN MELALUI KONTEN LABEL PRODUK ROKOK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 109 TAHUN 2012

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN MELALUI KONTEN LABEL PRODUK ROKOK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 109 TAHUN 2012 BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN MELALUI KONTEN LABEL PRODUK ROKOK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 109 TAHUN 2012 2.1 Arti Penting Pelabelan Pada Produk Rokok Pencantuman label dalam suatu produk sangatlah

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS. orang yang memiliki hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen.

BAB III KERANGKA TEORITIS. orang yang memiliki hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen. BAB III KERANGKA TEORITIS A. Pengertian Konsumen Kata konsumen merupakan istilah yang biasa digunakan masyarakat untuk orang yang mengonsumsi atau memanfaatkan suatu barang atau jasa. Selain itu sebagian

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

Regulasi Pangan di Indonesia

Regulasi Pangan di Indonesia Regulasi Pangan di Indonesia TPPHP Mas ud Effendi Pendahuluan (1) Pangan adalah hak asasi setiap rakyat Indonesia karena pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting, hal ini karena adanya aspek ekonomi yang melekat pada merekmerek

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting, hal ini karena adanya aspek ekonomi yang melekat pada merekmerek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menghadapi perdagangan bebas, merek dagang merupakan objek yang sangat penting, hal ini karena adanya aspek ekonomi yang melekat pada merekmerek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan membeli air isi ulang di agen-agen resmi perusahaan air

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan membeli air isi ulang di agen-agen resmi perusahaan air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini di masyarakat banyak terdapat depot air minum isi ulang yang menawarkan jasa pada konsumen untuk mengisi air mineral dalam galon. Harga yang ditawarkan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa. Kebutuhan akan barang dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Perdagangan bebas berakibat meluasnya peredaran barang dan/ jasa yang dapat

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi makhluk hidup di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi makhluk hidup di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi makhluk hidup di samping udara, tanah dan cahaya. Makhluk hidup khususnya manusia tidak akan mampu bertahan tanpa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen Pengertian konsumen menurut Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen sebelum berlakunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Rumah Tangga Usaha rumah tangga dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. Usaha rumah tangga adalah usaha yang melakukan kegiatan mengolah barang dasar menjadi barang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DASAR HUKUM 1. UU NO.8/99 Ttg Perlindungan Konsumen 2. UU NO.2/81 Ttg Metrologi Legal 3. UU NO.2/66 Ttg Hygiene 4. UU NO.23/92 Ttg Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sebagai akibat dari berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sebagai akibat dari berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan peradaban suatu bangsa terus berkembang mengikuti arus perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sebagai akibat dari berkembangnya pola pikir, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dewasa ini membuat masyarakat menginginkan segala sesuatu secara praktis, dalam arti globalisasi telah mempengaruhi gaya hidup dan kepribadian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis hukum terhadap perjanjian kredit yang dibakukan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis hukum terhadap perjanjian kredit yang dibakukan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis hukum terhadap perjanjian kredit yang dibakukan oleh Bank Panin Cabang Gejayan masih menggunakan klausula baku dalam penetapan dan perhitungan dengan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana hukum Oleh : SETIA PURNAMA

Lebih terperinci

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama Agustin Widjiastuti SH., M.Hum. Program Studi Ilmu Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi yang semakin maju harus menjamin perlindungan dalam dunia usaha. Perkembangan tersebut memunculkan berbagai usaha yang terus berkembang di segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan, untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. keadilan, untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia dihadapkan pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah pembangunan manusia yang seutuhnya. Seluruh rakyat Indonesia berhak memperoleh kesejahteraan dan keadilan, untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat, dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut : BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, serta analisis yang telah penulis lakukan, berikut disajikan kesimpulan

Lebih terperinci

Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam Dalam Jual Beli

Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam Dalam Jual Beli Prosiding Peradilan Agama ISSN: 2460-6391 Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam Dalam Jual Beli 1 Deska Nur Finnisa, 2 M. Roji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dapat dikatakan bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di rumah tangga

Lebih terperinci

BAB III. A. Jual Beli Fashion Hijab Secara Online di Instagram #tashaproject Jual beli telah dipraktekkan oleh masyarakat primitif ketika uang

BAB III. A. Jual Beli Fashion Hijab Secara Online di Instagram #tashaproject Jual beli telah dipraktekkan oleh masyarakat primitif ketika uang 1 BAB III HAK KHIYA>R KONSUMEN TERHADAP SISTEM RETUR DALAM JUAL BELI FASHION HIJAB SECARA ONLINE DI INSTAGRAM #tashaproject A. Jual Beli Fashion Hijab Secara Online di Instagram #tashaproject Jual beli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai

I. PENDAHULUAN. dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL Suluh Setiawan Sutarman Yodo Ratu Ratna Korompot ABSTRAK Jurnal ini berjudul Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap

Lebih terperinci

PENERAPAN STANDAR MUTU AIR MINUM ISI ULANG DALAM KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

PENERAPAN STANDAR MUTU AIR MINUM ISI ULANG DALAM KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI PENERAPAN STANDAR MUTU AIR MINUM ISI ULANG DALAM KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: FATIMAH

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas penulis akan memberikan kesimpulan dari

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas penulis akan memberikan kesimpulan dari BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan analisis di atas penulis akan memberikan kesimpulan dari identifikasi masalah dalam sub sub bab sebelumnya, dijelaskan sebagai berikut: 1. Perkembangan transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dari rokok yang disebut rokok elektrik atau nama lainnya adalah vapor yang

BAB I PENDAHULUAN. baru dari rokok yang disebut rokok elektrik atau nama lainnya adalah vapor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terutama di Kota Yogyakarta rokok bukan lagi berupa benda asing untuk dikonsumsi, melainkan telah menjadi suatu kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsinya.

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA Oleh Gek Ega Prabandini I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This study, entitled "Effects Against

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan ekonomi yang semakin cepat memberikan hasil produksi yang sangat bervariatif, dari produksi barang maupun jasa yang dapat dikonsumsi oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Dwi Afni Maileni Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Batam Abstrak Perlindungan konsumen

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PADA PRODUK AIR MINUM ISI ULANG DI KAWASAN UMBULHARJO YOGYAKARTA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PADA PRODUK AIR MINUM ISI ULANG DI KAWASAN UMBULHARJO YOGYAKARTA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PADA PRODUK AIR MINUM ISI ULANG DI KAWASAN UMBULHARJO YOGYAKARTA A. Latar Belakang Masalah Tidak ada kehidupan di dunia, tanpa adanya air. Air digunakan dalam setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernafas, air untuk minum juga membutuhkan makanan sebagai kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. bernafas, air untuk minum juga membutuhkan makanan sebagai kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk hidup selain membutuhkan udara untuk bernafas, air untuk minum juga membutuhkan makanan sebagai kebutuhan untuk hidup. Makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. secara material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia merupakan paradigma pembangunan yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik secara material maupun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian dilakukan dalam usaha memperoleh data yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, penelitian hukum merupakan kegiatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penampilan menarik dan cantik selalu diidam-idamkan oleh semua kalangan

I. PENDAHULUAN. Penampilan menarik dan cantik selalu diidam-idamkan oleh semua kalangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penampilan menarik dan cantik selalu diidam-idamkan oleh semua kalangan wanita. Oleh karena itu maka setiap kosmetik yang ada di pasaran pasti akan diminati sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut ini disajikan kesimpulan

BAB III PENUTUP. telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut ini disajikan kesimpulan 53 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maupun pembahasan, serta analisis yang telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut ini disajikan kesimpulan yang merupakan jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Pasal 1600 KUH Perdata. Sewa-menyewa dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Pasal 1600 KUH Perdata. Sewa-menyewa dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian sewa-menyewa diatur di dalam bab VII Buku III KUH Perdata yang berjudul Tentang Sewa-Menyewa yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600 KUH

Lebih terperinci