PENGARUH METODE PEMASAKAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL KERANG HIJAU (Perna viridis) MERLINDA KEMALA DEWI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH METODE PEMASAKAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL KERANG HIJAU (Perna viridis) MERLINDA KEMALA DEWI"

Transkripsi

1 PENGARUH METODE PEMASAKAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL KERANG HIJAU (Perna viridis) MERLINDA KEMALA DEWI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 RINGKASAN MERLINDA KEMALA DEWI. C Pengaruh Metode Pemasakan terhadap Kandungan Mineral Kerang Hijau (Perna viridis). Dibimbing oleh SRI PURWANINGSIH dan ELLA SALAMAH. Pemenuhan kebutuhan mineral pada manusia diperoleh dengan cara mengonsumsi bahan pangan baik yang berasal dari nabati maupun hewani. Pada makanan nabati jumlah ketersediaan mineral lebih sedikit, hal ini disebabkan adanya bahan pengikat mineral seperti serat dan asam fitat yang dapat mengganggu penyerapan mineral. Sumber mineral yang paling baik adalah makanan hewani yang umumnya berasal dari laut. Salah satu bahan makanan dari hewan yang dapat menyumbangkan ketersediaan mineral yaitu kerang hijau. Pada umumya kerang hijau dikonsumsi oleh masyarakat setelah mengalami proses pemasakan. Adanya pengaruh yang terjadi pada berbagai metode pemasakan terhadap kelarutan mineral sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh metode pemasakan (perebusan, penggorengan, dan pemanggangan) terhadap kelarutan mineral kerang hijau. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan jumlah mineral makro dan mikro pada kerang hijau, sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengetahui kelarutan beberapa mineral yang dibutuhkan oleh tubuh yaitu Ca, Fe, Zn, dan Se dari komoditas kerang hijau dengan berbagai metode pemasakan (perebusan, penggorengan, dan pemanggangan); serta merekomendasikan kepada masyarakat tentang cara pemasakan untuk memperoleh kandungan gizi mineral yang baik. Penelitian dilaksanakan dalam dua bagian, yaitu bagian pendahuluan dan lanjutan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisis proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat (by difference) serta total mineral makro dan mikro. Pada tahap penelitian lanjutan, sampel kerang hijau yang telah dilakukan proses pemasakan (perebusan pada suhu C selama 20 menit, penggorengan C selama 5 menit dan pemanggangan selama 15 menit) kemudian dianalisis kelarutan mineralnya. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Berdasarkan hasil penelitian kandungan mineral makro tertinggi dari kerang hijau adalah natrium sebesar 403,4564 mg/100 g bb. Kandungan mineral makro lain yang ditemukan pada kerang hijau adalah kalium 257,2207 mg/100 g bb, fosfor 96,7361 mg/100 g bb, magnesium 82,0531 mg/100 g bb, kalsium 29,7597 mg/100 g bb. Kandungan mineral mikro tertinggi dari kerang hijau adalah selenium 288,2553 mg/100 g bb, sedangakan kandungan mineral mikro yang lain dari kerang hijau adalah besi 4,8102 mg/100 g bb, seng 1,8252 mg/100 g bb, tembaga 0,2926 mg/100 g bb. Berdasarkan ketiga proses pemasakan yang memberikan penurunan mineral paling sedikit hingga penurunan paling besar berturut-turut yaitu dari metode pemasakan dengan cara direbus, dibakar dan digoreng. Hasil penelitian ini dapat memberikan rekomendasi kepada masyarakat bahwa untuk memperoleh kandungan gizi mineral yang baik, sebaiknya masyarakat mengolah kerang hijau dengan cara direbus.

3 PENGARUH METODE PEMASAKAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL KERANG HIJAU (Perna viridis) MERLINDA KEMALA DEWI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perikanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

4 Judul Skripsi Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : Pengaruh Metode Pemasakan Terhadap Kandungan Mineral Kerang Hijau (Perna viridis) : Merlinda Kemala Dewi : C : Teknologi Hasil Perairan Pembimbing I Disetujui Pembimbing II Dr. Ir Sri Purwaningsih, MSi NIP Dra.Ella Salamah, MSi NIP Diketahui Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP Tanggal Lulus :...

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segenap limpahan karunia yang tak terhitung banyaknya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW. Penyusunan skripsi yang berjudul Pengaruh Metode Pemasakan terhadap Kandungan Mineral Kerang Hijau (Perna viridis) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya kepada: 1) Dr. Sri Purwaningsih, M.Si dan Dra. Ella Salamah M.Si sebagai komisi pembimbing atas segala saran, kritik, arahan, perbaikan dan motivasi, serta semua ilmu yang telah diberikan. 2) Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji atas arahan dan perbaikan yang telah diberikan. 3) Drs. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 4) Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl. Biol selaku komisi pendidikan Departemen Teknologi hasil Perairan. 5) Kedua orang tua saya Ayahanda Djuanda dan Ibunda Suse Sumiarsih atas segala doa dan apapun yang telah diberikan kepadaku yang tak terhitung banyaknya. 6) Beny Satyahadi, Deki Irawan dan Feny Kristianti yang selalu memberikan semangat dan doanya. 7) Bu Ema, Mba Lastri, Mas Ipul, Mas Zaky, Bu Dian, Pak Toto dan seluruh staf TU THP, terimakasih atas bantuan dan bimbingan selama menjalankan penelitian.

6 8) Rekan-rekan THP 43, 41,42 dan 44 yang selalu memberikan bantuan tenaga, fikiran, motivasi dan doa untuk membantu penulis dari penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Januari 2011 Merlinda Kemala Dewi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi, 8 Maret 1988 sebagai anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Djuanda dan Suse Sumiarsih. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SDN Kayuringin Poncol 1 Bekasi (tahun ), selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya di SLTPN 7 Bekasi (tahun ). Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA PGRI 1 Bekasi dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Setelah satu tahun mengikuti tingkat persiapan bersama, penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, seperti Fisheries Procesing Club (FPC) pada tahun dan pada tahun Penulis juga aktif sebagai Asisten Luar Biasa mata kuliah Avertebrata Air pada tahun dan Asisten mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perairan pada tahun Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Metode Pemasakan terhadap Kandungan Mineral Kerang Hijau (Perna viridis) dibimbing oleh Dr. Ir. Sri Purwaningsih M.Si dan Dra. Ella Salamah, M.Si.

8 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Halaman 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kerang Hijau Komposisi Kimia Kerang Hijau Mineral dan Fungsinya Mineral makro Mineral mikro Kelarutan Mineral Pengaruh Pengolahan terhadap Kelarutan Mineral METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Tahap Penelitian Pengambilan dan preparasi sampel Pemasakan Analisis proksimat Pengujian total mineral Analisis mineral terlarut Rancangan percobaan dan analisis data HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rendemen Komposisi Kimia Kerang Hijau Komposisi Mineral Kehilangan Mineral Akibat Pengolahan ix x xi

9 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 43

10 DAFTAR TABEL No Teks Halaman 1. Persyaratan lingkungan kerang hijau Komposisi kimia kerang hijau dalam 100 gram bahan Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium Angka kecukupan rata-rata sehari untuk fosfor Angka kecukupan rata-rata sehari untuk magnesium Angka kecukupan rata-rata sehari untuk besi Angka kecukupan rata-rata sehari untuk seng Hasil analisis kimia kerang hijau dalam 100 g bahan segar Komposisi mineral makro dan mikro kerang hijau... 27

11 DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman 1. Kerang hijau (Perna viridis) Diagram alir penentuan total mineral dan kelarutannya Histogram rata-rata kelarutan mineral Grafik uji kenormalan galat kalsium Grafik uji kenormalan galat besi Grafik uji kenormalan galat seng Grafik uji kenormalan galat selenium... 46

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Pemenuhan rata-rata kecukupan gizi mineral berdasarkan AKG per 100 mg Grafik uji kenormalan galat Ca, Fe, Zn dan Se Analisis ragam Pemenuhan rata-rata kecukupan gizi mineral setelah pemasakan Uji lanjut Duncan mineral kalsium Uji lanjut Duncan mineral besi Uji lanjut Duncan mineral seng Uji lanjut Duncan mineral selenium

13 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerang merupakan salah satu komoditi perairan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Perairan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk produksi kerang. Volume produksi kerang-kerangan di Indonesia dari tahun 2003 sebesar ton, tahun 2004 sebesar ton dan tahun 2005 sebesar ton (DKP 2009). Konsumsi makanan yang berasal dari laut, salah satunya kerang-kerangan, semakin meningkat dikarenakan harganya yang sangat terjangkau untuk memenuhi sumber nutrien bagi kesehatan manusia. Menurut data pada tahun 2006, harga kerang hijau basah di tingkat nelayan Rp 600 per kg, sedangkan tahun 2007 Rp per kg. Kerang hijau, jika sudah dibersihkan dan direbus harganya bisa naik menjadi Rp per kg. Kerang hijau selain harganya terjangkau oleh masyarakat ternyata memiliki nilai gizi yang tinggi dibandingkan dengan daging sapi, kambing, ayam dan telur. Daging kerang hijau mengandung beberapa mineral seperti kalsium, fosfor, besi, iodium (Anonim 2008). Indonesia menghadapi masalah gizi kurang pada saat ini. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi (iodium). Keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan produksi pangan dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJP I) disertai dengan perbaikan distribusi pangan, perbaikan ekonomi, dan peningkatan daya beli masyarakat telah banyak memperbaiki keadaan gizi masyarakat, namun empat masalah gizi kurang yang dikenal sejak Pelita I hingga sekarang masih ada walaupun dalam taraf jauh berkurang. Salah satu dari ke empat masalah gizi erat kaitannya dengan kekurangan asupan mineral diantaranya, yaitu anemia gizi besi dan osteoporosis (Almatsier 2001). Pemenuhan kebutuhan mineral pada manusia diperoleh dengan cara mengkonsumsi bahan pangan baik yang berasal dari nabati maupun hewani.

14 Sumber mineral yang paling baik adalah makanan hewani yang umumnya berasal dari laut. Pada makanan nabati jumlah ketersediaan lebih sedikit, hal ini disebabkan adanya bahan pengikat mineral seperti serat dan asam fitat yang dapat mengganggu penyerapan mineral (Almatsier 2001). Kandungan mineral dalam bahan pangan hanyalah salah satu parameter awal untuk menilai kualitas bahan pangan tersebut, karena yang lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Bioavailabilitas adalah proporsi dari suatu komponen yang dapat digunakan untuk menjalankan dan memelihara metabolisme pada tubuh normal. Mineral bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable sehingga bentuk mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan dalam penyerapan mineral tersebut di dalam tubuh (Watzke 1998). Pengolahan bahan pangan akan menurunkan kandungan mineral karena zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan akan rusak pada sebagaian besar proses pengolahan disebabkan oleh ph, oksigen, sinar dan panas atau kombinasi (Sediaoetama 1993). Studi mengenai bioavailabilitas mineral dan komponen gizi lainnya pada manusia paling baik dilakukan secara in vivo menggunakan hewan percobaan, akan tetapi metode ini menghadapi beberapa kendala, seperti prosedur yang rumit, memerlukan biaya yang tinggi dan waktu yang lama serta hasil yang diperoleh mempunyai keragaman yang tinggi. Oleh karena itu langkah awal untuk mempelajari bioavailabilitas mineral adalah mengetahui kandungan mineral pada bahan pangan tersebut dan juga kelarutannya (Santoso et al. 2006). Pada umumya kerang hijau dikonsumsi oleh masyarakat setelah mengalami proses pemasakan. Ada dua bentuk pemasakan yaitu menggunakan panas kering misalnya pembakaran dan penggorengan; menggunakan panas basah misalnya perebusan (Muchtadi 2008). Adanya pengaruh yang terjadi pada berbagai metode pemasakan terhadap penurunan mineral sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh metode pemasakan (perebusan, penggorengan dan pemanggangan) terhadap penurunan mineral kerang hijau.

15 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan jumlah mineral makro dan mikro pada kerang hijau Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a) Mengetahui penurunan beberapa mineral yang dibutuhkan oleh tubuh, yaitu Ca, Fe, Zn, dan Se dari komoditas kerang hijau dengan berbagai metode pemasakan (perebusan, penggorengan dan pemanggangan). b) Merekomendasikan kepada masyarakat tentang cara pemasakan yang memberikan penurunan mineral paling sedikit.

16 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kerang Hijau Kerang hijau merupakan salah satu jenis kerang moluska (binatang lunak) bercangkang dua (bivalva) dengan insang berlapis-lapis (lamellibranchia), berkaki kapak (pelecypoda) dan umumnya hidup di laut. Kerang hijau memiliki warna cangkang bagian luar yang khas mulai dari hijau hingga cokelat. Cangkang bagian luar terdapat garis-garis lengkung yang bentuknya mengikuti pinggiran cangkang. Garis-garis lengkung ini disebut garis pertumbuhan atau garis umur (Asikin 1982). Kerang hijau dewasa memiliki ukuran panjang 4-6 cm dengan lebar yang biasanya setengah dari ukuran panjangnya. Sistematika kerang hijau menurut taksonominya dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Pratt 1935). Phylum : Mollusca Kelas : Pelecypoda Sub Kelas : Lamellibranchia Ordo : Anisomyaria Famili : Mytilidae Genus : Perna Spesies : Perna viridis Perna merupakan salah satu jenis Mytilinae, genus lain adalah Mytilus. Pada kerang dewasa antara Perna dan Mytilus dapat dibedakan pada bekas otot penghubung yang meninggalkan pola pada cangkang bagian dalam, selain itu selalu ada otot adductor anterior pada Mytilus juga pada individu yang masih muda, sedangkan pada Perna tidak ditemukan adanya otot tersebut (Vakily 1989). Bentuk kerang hijau dari Perna viridis dapat dilihat pada Gambar 1.

17 Gambar 1. Kerang hijau (Perna virdis) Sumber : Kerang hijau mempunyai bentuk tubuh agak pipih, cangkangnya padat, memanjang dan mempunyai umbo (puncak cangkang) yang mengarah pada tepi ventral. Pada daerah tropis, seperti Indonesia, kerang dapat berkembang biak dengan baik sepanjang tahun. Sekali perkembangbiak keturunan yang dihasilkan sebanyak individu (Suwigyo et al. 1997). Mekanisme makan kerang hijau, yaitu dengan cara memompakan air ke dalam tubuhnya dengan gerakan cilia dan menyaring partikel mikroskopis. Partikel-partikel ini dilewatkan melalui insang dan akhirnya memasuki perut. Proses ini meyebabkan terkumpulnya plankton, bakteri, senyawa kimia dan partikel-partikel kecil lainnya di dalam saluran pencernaan kerang (Broom 1985). Pertumbuhan kerang hijau membutuhkan suhu berkisar ±30 0C; ph berkisar 7,6-8,2; salinitas berkisar 29-3 dan kedalaman antara 5-5,6 m serta kecerahan berkisar antara cm. Kementerian Negara Lingkungan Hidup menyebutkan dalam laporan tahunan mengenai kondisi lingkungan lingkungan perairan untuk kehidupan yang baik bagi kerang hijau seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Persyaratan lingkungan kerang hijau Parameter jenis DO (mg/l) ph Salinitas ( ) Suhu (0C) Nitrat (mg/l) Fosfat (mg/l) Nilai 3-8 6, ,5-3 0,5-3 Sumber : Kantor Menteri Negara KLH dan LON LIPI (1984) diacu dalam Porsepwandi (1998).

18 2.2 Komposisi Kimia Kerang Hijau Kerang hijau merupakan salah satu hewan laut yang sudah lama dikenal sebagai sumber protein hewani yang harganya relatif terjangkau. Kerang ini merupakan hewan moluska yang sudah dikenal masyarakat, disamping kerang darah dan kerang bulu. Daging kerang hijau sangat lunak dan berair. Daging yang segar umumnya berwarna putih atau orange mengkilap. Daging kerang hijau juga mengandung mineral-mineral kalsium, fosfor, besi, iodium, dan tembaga serta dalam jumlah kecil thiamin, riboflavin, dan niasin (Anonim 2008). Persentase daging kerang hijau lebih besar dibandingkan dengan kekerang-kerangan yang lain, seperi kerang darah dan kerang bulu. Kandungan gizi kerang hijau terdapat dalam daging yang beratnya 30% dari berat keseluruhan, artinya dalam 10 gram berat keseluruhan kerang hijau terdapat 3 gram daging yang sangat potensial untuk dimanfaatkan (Porsepwandi 1998). Komposisi kimia kerang hijau dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi kimia kerang hijau dalam 100 gram bahan Komponen Jumlah Abu (%) 1,3-2,0 Air (%) 78 Lemak (%) 0,4-2,4 Protein (%) 7,1-16,7 Karbohidrat (%) 2,3-4,9 Kalsium (mg) 133 Fosfor (mg) 170 Sumber : Dore (1991). 2.3 Mineral dan Fungsinya Menurut Arifin (2008) unsur mineral adalah salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup di samping karbohidrat, lemak, protein dan vitamin, juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Berbagai unsur anorganik (mineral) terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak atau belum semua mineral tersebut terbukti esensial, sehingga ada mineral esensial dan nonesensial. Mineral esensial adalah mineral yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim atau pembentukan organ. Unsurunsur mineral esensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral

19 makro dan mineral mikro. Mineral makro diperlukan untuk membentuk komponen organ di dalam tubuh. Mineral mikro, yaitu mineral yang diperlukan dalam jumlah sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Mineral nonesensial adalah mineral yang peranannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui dan kandungannya dalam jaringan sangat kecil. Bila kandungannya tinggi dapat merusak organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan, disamping mengakibatkan keracunan, mineral juga dapat menyebabkan penyakit defisiensi Mineral makro Menurut Spears (1999) mineral makro merupakan mineral yang diperlukan atau terdapat dalam jumlah relatif besar meliputi kalsium, fosfor, kalium, natrium, sulfur, klor dan magnesium. Beberapa unsur mineral makro yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai berikut: a) Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Berdasarkan jumlah tersebut 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Peranan kalsium di dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf; kontraksi otot; penggumpalan darah; dan menjaga permeabilitas membran sel serta mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan, selain itu juga fungsi dari kalsium, yaitu pembentukan dan perkembangan tulang dan gigi (Almatsier 2001). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan kalsium adalah zat organik yang dapat bergabung dengan kalsium dan membentuk garam yang tidak larut, contoh dari senyawa tersebut adalah asam oksalat dan asam fitat. Kekurangan vitamin D dalam bentuk aktif juga dapat menghambat absorpsi kalsium, selain itu juga serat menurunkan absorpsi kalsium diduga karena serat menurunkan waktu transit makananan di dalam saluran cerna sehingga mengurangi kesempatan untuk absorpsi (Winarno 2008). Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua

20 orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun kehilangan kalsium dari tulangnya. Hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stress seharihari. Kekurangan kalsium juga dapat menyebabkan osteomalasia, yang dinamakan juga riketsia pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena kekurangan vitamin D dan ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor. Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal dan juga konstipasi (susah buang air besar) (Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) Bayi (0-12 bulan) Anak-anak (1-9 tahun) Laki-laki dan wanita (18-19 tahun) 1000 Usia tahun ke atas 800 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004). b) Fosfor Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh setelah kalsium, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan dan kekakuan pada tulang (Almatsier 2001). Fosfor di dalam tulang berada dalam perbandingan 1:2 dengan kalsium. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam sel otot dan di dalam cairan ekstraseluler. Peranan fosfor mirip dengan kalsium, yaitu pembentukan tulang dan gigi. Pada bahan pangan, fosfor terdapat dalam berbagai bahan organik dan anorganik. Sumber fosfor yang utama adalah makanan yang kaya akan protein. Bahan makanan yang dapat dijadikan sumber fosfor, yaitu daging, susu, telur dan ikan. Kekurangan fosfor juga menyebabkan kerusakan tulang, gejalanya adalah rasa lelah, kurang nafsu makan dan kerusakan tulang (Winarno 2008). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk fosfor bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

21 Tabel 4. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk fosfor Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) Bayi (0-12 bulan) Anak-anak (1-9 tahun) 400 Laki-laki dan wanita (10-18 tahun) 1000 Usia tahun ke atas 800 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). c) Natrium Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler, 35-40% natrium ada di dalam kerangka tubuh. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl. Absorpsi natrium tergantung pada air dan elektrolit yang dapat langsung diserap usus. Saluran pencernaan yang banyak berperan dalam mengadsorpsi natrium adalah usus kecil. Peran natrium sebagian besar mengatur tekanan osmotik yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel. Di dalam sel tekanan osmotik diatur oleh kalium guna menjaga cairan tidak keluar dari sel. Secara normal tubuh dapat menjaga keseimbangan antara natrium di luar sel dan kalium di dalam sel. Angka kecukupan gizi natrium pada orang dewasa yang dibutuhkan sehari-hari adalah sekitar mg. Daya absorpsi natrium oleh tubuh sebesar 95% bagi orang dewasa. Kebutuhan akan natrium didasarkan pada pertumbuhan, kehilangan natrium melalui keringat dan sekresi lain (Almatsier 2001). d) Kalium Kalium merupakan unsur logam yang termasuk dalam kelompok logam alkali dengan simbol K dan sebagian besar garamnya digunakan dalam pengobatan. Kalium memiliki nomor atom 19 dengan berat atom 39,102 dan berat jenis 0,87. Kalium merupakan kation utama dalam sebagian besar sel (cairan intraseluler) dan otot (Harjono et al. 1996). Peranan kalium mirip dengan natrium, yaitu kalium bersama-sama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Bedanya kalium menjaga tekanan osmotik dalam cairan intraseluler dan sebagian terikat dengan protein. Seperti halnya natrium, kalium mudah sekali diserap tubuh, diperkirakan 90% dari yang dicerna akan diserap dalam usus kecil. Kekurangan kalium jarang terjadi karena kalium banyak ditemukan dalam bahan

22 makanan baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Kebutuhan minimum akan kalium sebanyak 2000 mg sehari (Almatsier2001). e) Magnesium Magnesium memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus jenis sistem enzim di dalam tubuh. Magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologik termasuk reaksi-reaksi yang berkaitan dengan metabolisme, energi, karbohidrat, lipida dan protein. Peran magnesium dalam hal ini berlawanan dengan kalsium. Kalsium merangsang kontraksi otot, sedangkan magnesium mengendorkan otot. Kalsium mendorong penggumpalan darah, sedangkan magnesium mencegah penggumpalan darah. Magnesium mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam gigi. Magnesium terutama diabsorpsi di dalam usus halus, kemungkinan dengan bantuan alat angkut aktif dan secara difusi pasif. Pada konsumsi magnesium yang tinggi hanya sebanyak 30% magnesium diabsorpsi, sedangkan pada konsumsi rendah sebanyak 60%. Absorpsi magnesium dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama yang mempengaruhi absorpsi kalsium kecuali vitamin D tidak berpengaruh (Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk magnesium bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk magnesium Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) Bayi (0-12 bulan) Anak-anak (1-9 tahun) Laki-laki dan wanita (18-19 tahun) Usia tahun ke atas Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004). Menurut Schlingmann et al. (2004) beberapa penyakit yang berhubungan dengan kekurangan magnesium dapat ditemukan pada tubuh manusia. Radioterapi seperti kemoterapi yang merupakan penanganan khusus untuk kanker dengan menggunakan Cis-platium, telah diobervasi pada pasien hipomagnesaemia. Efek samping kemoterapi tersebut yaitu dapat menurunkan penggunaan supplemen magnesium. Stabilitas DNA bergantung pada konsentrasi magnesium. Secara klinis dan biologis konsekuensi tidak normalnya konsentrasi magnesium di dalam

23 tubuh berpengaruh pada pembelahan DNA, akibatnya dapat menimbulkan penyakit dan kanker Mineral mikro Menurut Inoue et al. (2002) mineral mikro merupakan mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Mineral mikro terdiri dari besi, tembaga, iodium, mangan, seng, kobalt, fluor dan selenium. Beberapa unsur mineral mikro yang dibutuhkan oleh tubuh adalah sebagai berikut: a) Besi (Fe) Menurut King (2006) zat besi dalam tubuh berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia, antara lain dalam memproduksi sel darah merah. Sel ini sangat diperlukan untuk mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Menurut Arifin (2008) besi di dalam tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), dari penyimpanan di dalam tubuh, dan hasil penyerapan pada saluran pencernaan. Sumber besi adalah makanan hewani, seperti daging, ayam dan ikan. Kandungan besi dari komoditas perairan sangat bervariasi. Udang dan ikan memiliki kandungan besi yang cenderung dibawah 1 mg/100 g. Kadar besi yang tinggi dari hasil perairan terdapat pada kerang-kerangan dan jenis rumput laut, yaitu lebih dari 10 mg/100 g (Okuzumi dan Fujii 2000). Menurut Beard et al. (1996) kandungan besi dalam tubuh hewan tergantung pada status kesehatan, nutrisi, umur, jenis kelamin, dan spesies. Defisiensi besi dikaitkan dengan anemia gizi besi. Anemia gizi merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia, sebagian anemia gizi ini adalah anemia gizi besi. Penyebab anemia gizi besi terutama karena makanan yang dimakan kurang mengandung besi, disamping itu pada wanita karena kehilangan darah saat haid maupun persalinan (Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk besi bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.

24 Tabel 6. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk besi Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) Bayi (0-12 bulan) 0,5-7 Anak-anak (1-9 tahun) 8-10 Laki-laki dan wanita (10-18 tahun) Usia tahun Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004). b) Tembaga (Cu) Tembaga dianggap sebagai zat gizi esensial pada tahun 1928, ketika ditemukan bahwa anemia hanya dapat dicegah bila tembaga dan besi keduanya ada di dalam tubuh dalam jumlah cukup. Tembaga memegang peranan dalam mencegah anemia dengan cara (a) membantu absorpsi besi; (b) merangsang sintesis hemoglobin; (c) melepas simpanan besi dari feritin dalam hati. Fungsi utama tembaga di dalam tubuh adalah sebagai bagian dari enzim. Enzim-enzim mengandung tembaga mempunyai berbagai macam peranan berkaitan dengan reaksi yang menggunakan oksigen atau radikal oksigen. Kekurangan tembaga jarang terjadi, oleh karena itu AKG untuk tembaga di Indonesia belum ditentukan. Amerika serikat menetapkan jumlah tembaga yang aman untuk dikonsumsi adalah sebanyak 1,5-3,0 mg sehari untuk dewasa. Kekurangan tembaga pernah dilihat pada anak-anak kekurangan protein dan menderita anemia kurang besi serta pada anak-anak yang mengalami diare. Kelebihan tembaga secara kronis menyebabkan penumpukan tembaga di dalam hati yang dapat menyebabkan nekrosis hati atau serosis hati. Konsumsi sebanyak mg tembaga sehari dapat menimbulkan muntah-muntah dan diare (Almatsier 2001). c) Seng (Zn) Seng memegang peran esensial dalam banyak fungsi tubuh. Sebagai bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus enzim, seng berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat. Seng juga berperan dalam pengembangan fungsi reproduksi laki-laki dan pembentukan sperma. Kekurangan seng pertama kali dilaporkan pada tahun 1960-an yaitu pada anak dan remaja laki-laki di Mesir, Iran, dan Turki dengan karakteristik tubuh pendek, dan keterlambatan pematangan seksual

25 (Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk seng bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk seng Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) Bayi (0-12 bulan) 1,3-7,5 Anak-anak (1-9 tahun) 8,2-11,2 Laki-laki dan wanita (10-18 tahun) 12,6-17,4 Usia tahun ke atas 9,3-13,4 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004). Sumber seng paling baik adalah sumber protein hewani, terutama daging, hati, kerang dan telur. Seng dalam protein nabati kurang tersedia dan lebih sulit digunakan oleh tubuh manusia dari pada seng yang terdapat dalam protein hewani, hal tersebut disebabkan oleh adanya asam fitat yang mampu mengikat ion-ion logam mineral (Winarno 2008). Sumber makanan penghasil seng yang baik adalah dari hasil perikanan. Kerang-kerangan memiliki kandungan seng lebih tinggi dari pada udang dan ikan (Okuzumi dan Fijii 2000). d) Selenium (Se) Selenium terdapat dalam tubuh sebanyak 3-30 mg, tergantung pada kandungan selenium dalam tanah dan konsumsi makanan. Selenium bekerja sama dengan vitamin E dalam peranannya sebagai antioksidan. Selenium berperan serta dalam sistem enzim yang mencegah terjadinya radikal bebas dengan menurunkan konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E menghalangi bekerjanya radikal bebas setelah terbentuk. Konsumsi selenium dalam jumlah cukup menghemat penggunaan vitamin E (Almatsier 2001). Kebutuhan selenium sehari untuk orang Indonesia diperkirakan sebanyak 70 µg sehari untuk laki-laki dewasa dan 55 µg untuk perempuan dewasa (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). 2.4 Kelarutan Mineral Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat tertentu untuk larut (solute) dalam suatu pelarut (solvent). Kandungan mineral dalam bahan pangan

26 hanyalah salah satu parameter awal untuk menilai kualitas bahan pangan tersebut, karena yang lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Bioavailabilitas adalah proporsi dari suatu komponen yang dapat digunakan untuk menjalankan dan memelihara metabolisme pada tubuh normal. Mineral bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable sehingga bentuk mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan dalam penyerapan mineral tersebut di dalam tubuh (Watzke 1998). Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan mineral terlarut antara lain interaksi mineral dengan mineral, interaksi vitamin dengan mineral dan interaksi serat dengan mineral (Almatsier 2001). Pengolahan bahan pangan akan menurunkan kandungan mineral karena zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan akan rusak pada sebagaian besar proses pengolahan disebabkan oleh ph, oksigen, sinar dan panas atau kombinasi (Sediaoetama 1993). Suzuki et al. (2000) mempelajari kelarutan mineral pada kerang dengan perebusan menggunakan air dan garam. Dilaporkan bahwa kelarutan Ca terkadang meningkat setelah perebusan pada media garam, sedangkan kelarutan Fe pada kerang mengalami penurunan setelah mengalami perebusan dengan media garam. Santoso et al. (2006) menyatakan bahwa mineral pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pemasakan atau akibat interaksi dengan bahan lain. Kelarutan mineral dapat meningkat atau menurun tergantung pada prosesnya. Lebih lanjut lagi Santoso (2003) dan Santoso et al. (2006) melaporkan bahwa ph dapat mempengaruhi kelarutan mineral. Penggunaan asam asetat dapat meningkatkan kelarutan mineral Ca dan Mg pada beberapa jenis rumput laut. Demikian juga menurut Yosie et al kelarutan mineral Fe pada ikan cod, remis dan udang juga meningkat seiring dengan meningkatnya derajat ph. 2.5 Pengaruh Pengolahan terhadap Penurunan Mineral Pengolahan pangan bertujuan untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Tujuan lain dari pengolahan yaitu agar

27 bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori (penampakan, aroma, rasa dan tekstur) (Apriyantono 2002). Kerusakan zat gizi berlangsung secara berangsur-angsur tergantung dari proses pengolahannya. Penggunaan peralatan masak dapat mempengaruhi keberadaan dari mineral, penggunaan perkakas besi dapat menaikkan kandungan besi dalam bahan pangan yang diolah dengan perkakas tersebut (Gaman dan Sherrington 1992). Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kerusakan pada pemasakan dengan panas adalah lama waktu dan suhu pemanasan (Soeparno 1994). Perebusan adalah cara memasak makanan dalam cairan yang sedang mendidih (100 0 C). Bahan pangan yang dimasak menggunakan air akan meningkatkan daya kelarutan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi pada molekulmolekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul dalam bahan pangan tersebut, oleh karena itu daya kelarutan mineral pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008). Pemanggangan merupakan proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga produknya dapat lebih diterima oleh konsumen (Muchtadi 2008). Menurut Latunda-Dada dan Neale (1986), kerusakan zat gizi dalam pemanggangan berkaitan dengan suhu dan lama pemanggangan serta ph. Kadar keseluruhan zat gizi tidak diharapkan berubah hanya karena proses pemanggangan, tetapi ketersediaan zat gizi mineral tertentu memang dapat berubah. Penggorengan merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas. Berdasarkan metode pindah panas yang terjadi selama penggorengan, terdapat dua metode penggorengan yang telah ditetapkan secara komersil, yaitu shallow/pan frying atau penggorengan dangkal dan deep-fat frying (Muchtadi 2008).

28 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil Perairan untuk preparasi sampel; Laboratorium Formulasi dan Diversifikasi Hasil Perairan untuk proses perebusan, penggorengan dan pembakaran kerang hijau; Laboratorium Biokimia Hasil Perairan untuk uji proksimat; dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan untuk proses homogenisasi, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Intitut Pertanian Bogor. Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah untuk analisis profil dan kelarutan mineral kerang hijau, Departemen Ilmu Nutrisi Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Laboratorium terpadu untuk proses sentrifus, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerang hijau (Perna viridis) yang diperoleh dari nelayan Muara Kamal, Jakarta. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam analisis antara lain: akuades; HCl 0,1 N; K 2 SO 4 ; H 2 SO 4 pekat; NaOH; H 3 BO 3 ; indikator metal merah; larutan heksana; kertas saring Whatman no. 42; HNO 3 ; HClO 4 ; Cl 3 La.7H 2 0 dan ammonium molibdat. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merek Shimadzu tipe AA 680 flame emission, sentrifus, homogenizer, gelas piala, labu takar, pisau, panci stainless stell, gelas ukur, oven, timbangan, pipet, cawan dan termometer. 3.3 Tahap Penelitian Penelitian dilaksanakan dalam dua bagian. Pada bagian pertama, meliputi pengambilan dan preparasi sampel, analisis proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat (by difference) (AOAC 1995) serta total mineral makro dan mikro (Reizt et al. 1987). Pada penelitian bagian ke dua yaitu proses pemasakan dan menghitung mineral yang terlarut (Santoso 2003 yang dimodifikasi).

29 3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel Pengambil sampel kerang hijau dilakukan di nelayan Muara Angke Jakarta, yang diambil dari Perairan Muara Kamal Jakarta. Kerang hijau tersebut kemudian dimasukkan dalam kotak sterofoam. Sampel setelah diperoleh, pertamatama dilakukan identifikasi, di uji kandungan logam berat berupa Pb dan Cd, ternyata kandungan Pb dan Cd tidak terdeteksi kemudian dilanjutkan dengan penentuan berat awal dari 30 ekor kerang hijau, setelah itu sampel dihitung rendemennya dengan rumus: Rendemen (%) = Bobot daging (g) X 100 % Bobot awal (g) Seluruh kerang hijau yang telah dikeluarkan dari cangkangnya, kemudian dicampur dan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama merupakan bagian yang akan diuji kadar air, lemak, protein, abu, karbohidrat (by difference) dan juga total mineral makro dan mikro, bagian ke dua merupakan bagian yang akan di uji kelarutan mineralnya Pemasakan Sampel yang akan diuji kelarutan mineralnya dilakukan proses pemasakan, yaitu perebusan pada suhu C selama 20 menit, penggorengan C selama 5 menit dan pemanggangan selama 15 menit. Persentase kelarutan kemudian dihitung dengan mengurangi kontrol (tanpa pemasakan) dengan pemasakan dibagi dengan kontrol (tanpa pemasakan). Diagram alir penelitian pengaruh berbagai metode pemasakan terhadap kelarutan mineral kerang hijau dapat dilihat pada Gambar 2.

30 Sampel 5 gram 100 gram Pengabuan basah Pengukuran mineral makro: Na, K, P, Mg, Ca mikro: Se, Fe, Zn, Cu *Kontrol Perebusan C, 20 menit Penggorengan C, 5 menit Pemanggangan 15 menit Total mineral makro dan mikro Mineral terlarut yang tersisa di produk Gambar 2. Diagram alir penentuan total mineral dan kelarutannya (Santoso 2003 yang dimodifikasi*). Keterangan : = Input/autput = Proses = Data Analisis proksimat Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk didalamnya analisis kadar air, lemak, protein, abu, dan karbohidrat (by difference). 1) Analisis kadar air (AOAC 1995) Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 o C selama 5 jam, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.

31 Perhitungan kadar air : % kadar air = (B1 B2) X 100% Keterangan: B= berat sampel (gram) B1= berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan B2= berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan 2) Analisis kadar abu (AOAC 1995) B Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 600 o C, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 o C selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus: Berat abu (g) = berat sampel dan cawan akhir (g) berat cawan kosong (g) Kadar abu (berat basah) = Berat abu (g) X 100 % Berat sampel awal (g) 3) Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Contoh seberat 5 gram (W 1 ) dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W 2 ) dan disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana), kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W 3 ).

32 Perhitungan kadar lemak: Keterangan : W 1 W 2 W 3 % Kadar lemak W W W 100 % = Berat sampel (gram) = Berat labu lemak kosong (gram) = Berat labu lemak dengan lemak (gram) 4) Analisis kadar protein (AOAC 1995) Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan satu butir kjeltab dan 3 ml H 2 SO 4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410 o C selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40 %, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100 o C. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat (H 3 BO 3 ) 2 % dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : % N = (ml HCl ml Blanko) x N HCl x 14 x Fp X 100 % mg contoh % kadar protein = % N x faktor konversi (6,25) Keterangan : Fp= Faktor pengenceran 5) Analisis kadar karbohidrat (AOAC 1995) Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100 % dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Analisis karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

33 % karbohidrat = 100% - (kadar air+kadar abu+kadar lemak+kadar protein) Pengujian total mineral 1) Pengujian total mineral Ca, Na, K, Mg, Fe, Zn, Se, Cu (Reitz et al. 1987) Sampel yang akan mengalami pengujian dilakukan proses pengabuan basah terlebih dahulu. Pada proses pengabuan basah, sampel ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml. Ke dalam labu ditambahkan 5 ml HNO 3 dan dibiarkan selama 1 jam. Labu ditempatkan di atas hot plate selama ± 4 jam dan ditambahkan 0,4 ml H 2 SO 4 pekat, campuran (HClO 4 dan HNO 3 ) sebanyak 3 tetes, 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl pekat. Larutan contoh kemudian diencerkan menjadi 100 ml dalam labu takar. Sejumlah larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang diinginkan. Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merek Shimadzu tipe AA 680 flame emission dengan panjang gelombang dari masing-masing jenis mineral, kemudian diukur absorbansi atau tinggi puncak standar, blanko dan contoh pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral dengan spektrofotometer, setelah diperoleh absorbansi standar, hubungkan antara konsentrasi standar (sebagai sumbu Y) dengan absorbansi standar (sebagai sumbu X) sehingga diperoleh kurva standar mineral dengan persamaan garis linier y = ax + b (dimana y: konsentrasi (ppm) ; a: kemiringan/gradien; x: absorban dan b: konstanta) yang digunakan untuk perhitungan konsentrasi larutan sampel. Konsentrasi larutan sampel dihitung dengan mengalikan a dengan absorbansi contoh. 2) Pengujian fosfor (Apriyantono et al. 1989) Sampel diperlakukan dengan asam nitrat untuk mengubah semua metafosfat dan pirofosfat menjadi ortofosfat. Kemudian sampel diperlakukan dengan asam molibdat dan asam vanadat sehingga ortofosfat yang ada dalam sampel akan bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut dan membentuk kompleks asam vanadimolibdifosfat yang berwarna biru dan intensitas warnanya diukur dengan panjang gelombang 660 nm.

34 Sebanyak 20 gram ammonium molibdat dilarutkan dalam 400 ml akuades hangat untuk pembuatan pereaksi vanadat molibdat. Timbang 1 gram ammonium vanadat untuk dilarutkan dalam 300 ml akuades dan didinginkan, secara perlahanlahan ditambahkan 140 ml asam nitrat pekat, setelah tercampur ditambahkan pereaksi larutan vanadat molibdat dan diencerkan sampai volume 1 liter dengan akuades. Pada pembuatan larutan standar sebanyak 4,394 gram KH 2 PO 4 dilarutkan dengan akuades sampai 1000 ml untuk mendapatkan konsentrasi fosfor 1000 ppm. Konsentrasi ini kemudian diencerkan dengan akuades untuk mendapatkan konsentrasi standar fosfor, yaitu 0, 2, 3, 4 dan 5 ppm. Larutan sampel hasil pengabuan basah diambil sebanyak 10 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sebanyak 25 ml pereaksi vanadat molibdat ditambahkan ke dalam sampel tersebut kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda tera. Selanjutnya sampel didiamkan selama 10 menit dan diukur absorbansi sampel pada panjang gelombang 660 nm Analisis mineral terlarut (Santoso 2003 yang dimodifikasi) Sampel yang telah di beri perlakuan pemasakan dan kontrol dihomogenkan terlebih dahulu lalu diambil 10 gram untuk dianalisis dan ditambahkan 40 ml air lalu homogenizer pada kecepatan rpm selama 2 menit untuk fraksi terlarut. Sampel di sentrifugasi dengan kecepatan rpm, 2 0 C selama 10 menit. Hasil dari sentrifugasi selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Whatman no 42. Supernatan diukur mineral terlarut yaitu kalsium, besi, seng dan selenium menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merek Shimadzu tipe AA 680 flame emission dan dihitung sebagai persentase terhadap total mineral yang dianalisis (kalsium, besi, seng dan selenium). Persentase kelarutan kemudian dihitung dengan mengurangi kontrol (tanpa pemasakan) dengan pemasakan dibagi dengan kontrol (tanpa pemasakan) Rancangan percobaan dan analisis data (Steel dan Torrie 1993)

35 Rancangan percobaan yang digunakan untuk menguji pengaruh metode pemasakan terhadap kelarutan mineral adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor dan 3 taraf (perebusan, penggorengan dan pembakaran). Data dianalisis dengan ANOVA (Analysis Of Variant) menggunakan uji F, sebelum dilakukan uji F terlebih dahulu di uji kenormalan galat/sisa. Uji kenormalan galat dengan mengunakan uji Kolmogrov Simirnov. Pengolahan data dilakukan menggunakan perangkat lunak Statistical Package for Social Science (SPSS). Model rancangannya adalah (Steel dan Torrie 1993): Y ij = µ + τ i + ε ij Keterangan: Y ij = Nilai pengamatan kelarutan mineral pada taraf ke-i dan ulangan ke-j (j=1,2,3) µ = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan τ i = Pengaruh metode pemasakan pada taraf ke-i (i=1,2,3) ε ijk = Galat atau sisa pengamatan taraf ke-i dengan ulangan ke-j Hipotesa terhadap data hasil uji kelarutan mineral pada berbagai metode pamasakan adalah sebagai berikut: H 0 = Metode pemasakan tidak memberikan pengaruh terhadap kelarutan mineral. H 1 = Metode pemasakan memberikan pengaruh terhadap kelarutan mineral. Jika uji F pada ANOVA memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelarutan mineral maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (Least significant different (LSD)), dengan rumus (Steel dan Torrie 1993): Keterangan : KTS = Kuadrat tengah sisa dbs = Derajat bebas sisa r = Banyaknya ulangan LSD = tα/2; dbs 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil Perairan untuk preparasi sampel; Laboratorium

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Mei 2011 bertempat di Laboratorium Biologi Mikro 1 untuk identifikasi keong ipong-ipong, Departemen

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 12 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 aktu dan Tempat Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kandungan Mineral Keong Matah merah (Cerithidea obtusa) dilaksanakan dari bulan Februari-Mei 2011

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 12 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel dari Balai Riset Pengembangan Budidaya Laut Lampung.

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2012. Karakterisasi limbah padat agar, pembuatan serta karakterisasi karbon aktif dilakukan di Laboratorium Karakterisasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 14 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 20 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium biokimia, Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 12 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Mei 2011. Preparasi bahan baku dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departeman

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

Lampiran 1 Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 1989)

Lampiran 1 Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 1989) 153 LAMPIRA 154 Lampiran 1 Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 1989) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 100 o C selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Ditimbang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Remis ( Corbicula javanica

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Remis ( Corbicula javanica 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Remis (Corbicula javanica). Remis (Corbicula javanica) merupakan sekelompok kerang-kerangan kecil yang hidup di dasar perairan. Remis (Corbicula javanica

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia 17 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei 2012. Sampel Salvinia molesta diambil dari Waduk Batu Tegi Tanggamus. Analisis sampel

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

Kadar air (basis kering) = b (c-a) x 100 % c-a

Kadar air (basis kering) = b (c-a) x 100 % c-a LAMPIRAN 48 49 Lampiran. Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 989) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 00 o C selama 5 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 0 menit. Ditimbang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur analisis fisik

Lampiran 1 Prosedur analisis fisik LAMPIRA 50 Lampiran 1 Prosedur analisis fisik 1. Analisis Tekstur (kekerasan dan kekenyalan) Kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan bentuk

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012 bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan (preparasi sampel dan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran segar adalah bahan pangan yang banyak mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh (Ayu, 2002). Di samping sebagai sumber gizi, vitamin dan mineral,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis ( Harpiosquilla raphidea

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis ( Harpiosquilla raphidea 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) merupakan jenis udang yang bersifat sebagai predator. Pemberian nama udang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2009. Pengujian proksimat bahan baku dilakukan di Laboratorium Biokimia, Pusat Antar Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga yang sehat merupakan kebahagian bagi kehidupan manusia. Hal ini memang menjadi tujuan pokok dalam kehidupan. Soal kesehatan ditentukan oleh makanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN 39 BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN 3.1. Alat-alat dan bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu - Lampu hallow katoda - PH indikator universal - Alat-alat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. III. MATERI METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen dan Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian pengaruh konsentrasi larutan tawas terhadap protein terlarut dan kandungan asam amino pada ikan tongkol adalah melalui eksperimen di bidang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 31 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pendugaan Umur simpan Tsukuda-ni Ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan Metode Akselerasi ini dilakukan pada bulan Februari-Juli 2009. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL

ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL OLEH KELOMPOK 8 1. NI WAYAN NIA ARISKA PURWANTI (P07134013010) 2. NI KADEK DWI ANJANI (P07134013021) 3. NI NYOMAN SRI KASIHANI (P07134013031) 4. GUSTYARI JADURANI GIRI (P07134013039)

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu, Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 SPESIFIKASI KALSIUM KARBONAT

LAMPIRAN 1 SPESIFIKASI KALSIUM KARBONAT LAMPIRAN 1 SPESIFIKASI KALSIUM KARBONAT Nama Produk : PURACAL QStable 140 Stabilized Calcium Carbonate 140 Kode Produksi : 090000004 Tanggal Produksi : 26 Juni 2009 Komposisi PURACAL Qstable 140, Stabilized

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemanfaatan Susu Sapi,Susu Kerbau Dan Kombinasinya Untuk Optimalisasi Kadar Air, Kadar Lemak Dan Tekstur Keju Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat 10 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan. Bahan penelitian berupa hasil samping produksi karagenan diperoleh dari PT. Araminta Sidhakarya, Tangerang. Fermentasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Laboratorium Nutrisi dan Kimia serta Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013) Penelitian deskriptif kuantitatif bertujuan

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013) Penelitian deskriptif kuantitatif bertujuan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif kuantitatif merupakan metode penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu mulai april 2011 sampai dengan juni 2011 di Kampus IPB Dramaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai 13 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai penjual di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang dan Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013 di III. MATERI DAN METODE 1.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Laboratorium Nutrisi dan Kimia serta Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan Protein Total Fodder Jagung Hidroponik pada Umur Panen Berbeda Secara In Vitro telah dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas daging ayam kampung super dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2015 sampai dengan 3 Maret 2016

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) LAMPIRAN 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) METODE PENGUJIAN Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Untuk pengujianan total oksalat ke dalam Erlenmeyer ditambahkan larutan

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan Penelitian

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2011. Tempat pelaksanaan penelitian di enam laboratorium, yaitu Laboratorium Terpadu IPB, Nutrisi Ikan IPB, Biokimia Giz,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut Asap dengan Kombinasi Bumbu dilakukan pada bulan Agustus 2009 Januari 2010 yang

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

METODOLOGI Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan Penelitian

METODOLOGI Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan Penelitian 107 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2011. Analisis kimia produk komersial susu ibu hamil dan bioavailabilitas kalsium dan zat besi dilakukan di

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 11 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai Agustus 2012 bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Laboratorium Bagian Industri Hasil Perairan, Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1 Analisis Sifat Fisik Keju Putih Rendah Lemak

Lampiran 1 Analisis Sifat Fisik Keju Putih Rendah Lemak LAMPIRA 49 Lampiran 1 Analisis Sifat Fisik Keju Putih Rendah Lemak 1. Analisis sifat fisik rendemen (Apriyantono et al. 1989) Rendemen dihitung dari berat keju putih rendah lemak yang dihasilkan (g) dibagi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci