BAB III METODE PENELITIAN. Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODE PENELITIAN. Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia."

Transkripsi

1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian survei ini bersifat deskriptif yaitu mengetahui gambaran proses pembuatan tahu dan hasil analisis bahaya fisik, bahaya kimia dan bahaya biologis pada Tahu Cina dan Tahu Sumedang yang di produksi di industri rumah tangga di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua industri rumah tangga yang memproduksi Tahu Cina dan yang memproduksi Tahu Sumedang di Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia. Di Kelurahan Sari Rejo sendiri terdapat beberapa industri rumah tangga pembuatan tahu baik yang masih menggunakan peralatan sederhana maupun yang sudah menggunakan teknologi mesin. Alasan pemilihan lokasi ini karena kedua industri rumah tangga inilah yang sudah menggunakan teknologi mesin dan wilayah pemasaran produknya yang sudah luas dibandingkan industri rumah tangga lain yang ada di Kelurahan Sari Rejo. Sampel dari lokasi penelitian kemudian dibawa ke laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan (BARISTAND) untuk diperiksa bahaya mikrobiologis dan kimianya. Untuk pemeriksaan bahaya fisik dilakukan di laboratorium Gizi FKM USU.

2 3.2.2 Waktu Penelitian Penelitian dilakukan mulai Oktober-November Objek Penelitian Objek penelitian adalah Tahu Cina dan Tahu Sumedang yang diproduksi di Kelurahan Sari Rejo. 3.4 Metode Pengumpulan Data Data Primer Untuk mengetahui di tahap mana saja akan ditemukan titik kritis maka pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung dan dokumentasi proses pembuatan Tahu Cina dan proses pembuatan Tahu Sumedang. Pada setiap tahapan proses pembuatan tahu akan digunakan form pohon keputusan (decision tree). Sampel untuk pemeriksaan bahaya mikrobiologis, bahaya kimia dan bahaya fisik yaitu beberapa potongan tahu yang diambil dari satu baki pencetakan. Untuk pengambilan sampel perlu disiapkan alat seperti termos, plastik putih, botol air mineral, sarung tangan, dan alkohol 96%. Proses pengambilan sampel dilakukan secara hati-hati untuk mencegah adanya kontaminasi dari peneliti maupun dari lingkungan. Prosedur pengambilan sampel untuk air pencucian dan perendaman kedelai adalah sebagai berikut: (1) Siapkan termos yang sudah disterilkan dengan membilasnya menggunakan alkohol. (2) Siapkan dua buah botol yang sudah diberi tanda untuk wadah pengambilan air pencucian dan perendaman kedelai, bilas kedua botol dengan alkohol.

3 (3) Gunakan sarung tangan lalu semprot dengan alkohol (4) Masukkan botol ke dalam drum pencucian kedelai. Setelah sampel kira-kira sudah cukup botol kemudian ditutup (5) Semprotkan udara sekitar dengan alkohol lalu masukkan sampel ke dalam termos (6) Untuk pengambilan air perendaman, masukkan botol ke dalam drum perendaman kedelai. Setelah sampel kira-kira sudah cukup botol kemudian ditutup (7) Semprotkan udara sekitar dengan alkohol lalu masukkan sampel ke dalam termos (8) Tutup termos dengan rapat lalu diikat dengan lakban (9) Sampel dibawa ke laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan (BARISTAND) untuk diperiksa bahaya mikrobiologis dan kimianya Pengambilan sampel tahu dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: (1) Ambil plastik putih, bilas dengan alkohol (2) Gunakan sarung tangan lalu semprot dengan alkohol (3) Ambil beberapa potongan tahu lalu masukkan ke dalam plastik (4) Semprotkan udara sekitar dengan alkohol lalu masukkan sampel ke dalam termos (5) Tutup termos dengan rapat lalu diikat dengan lakban (6) Sampel dibawa ke laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan (BARISTAND) untuk diperiksa bahaya mikrobiologis dan kimianya

4 Untuk pemeriksaan bahaya fisik, prosedur kerjanya sebagai berikut: (1) Dengan menggunakan sarung tangan steril, ambil beberapa potongan tahu dari baki pencetakan yang sama untuk sampel mikrobiologis dan kimia. Masukkan ke dalam plastik putih yang sudah disterilkan dengan alkohol (2) Tahu kemudian dibawa ke laboratorium Gizi FKM USU (3) Tahu digerus diatas gelas objek secara perlahan dengan menggunakan spatula (4) Isi gelas beaker dengan air secukupnya lalu masukkan tahu yang sudah digerus (5) Amati apakah ada cemaran, baik yang mengapung seperti serpihan kayu maupun cemaran yang tenggelam mis. butiran pasir Data Sekunder Meliputi gambaran umum wilayah Kelurahan Sari Rejo dan informasi yang relevan dengan penelitian ini. 3.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian menggunakan form identifikasi bahaya dan form pohon keputusan (decision tree) titik kritis. 3.6 Defenisi Operasional 1. Analisis bahaya adalah proses pengumpulan dan penilaian informasi mengenai bahaya yang berdampak pada keamanan pangan dalam proses pembuatan tahu. 2. Identifikasi titik kritis adalah penentuan suatu titik atau tahap yang dianggap rawan dan harus dikendalikan dengan melihat secara langsung proses pembuatan tahu dengan menggunakan form pohon keputusan (decision tree).

5 3. Tahu Cina adalah tahu yang diperoleh dari Industri Rumah Tangga pembuatan tahu di Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia. 4. Tahu Sumedang adalah tahu yang diperoleh dari Industri Rumah Tangga pembuatan tahu di Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia. 5. Bahaya fisik adalah adanya benda asing seperti pasir, kerikil, potongan kayu, rambut, atau cemaran lainnya yang ditemukan pada produk tahu. 6. Formalin adalah bahan tambahan kimia yang berfungsi sebagai desinfektan dan pengawet mayat. 7. Mikroba adalah mikroorganisme atau organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan. 8. Logam berat adalah adanya kandungan timbal, tembaga, dan arsen pada produk tahu yang yang berasal dari bahan maupun peralatan yang digunakan pada proses pembuatan tahu. 3.7 Alat dan Bahan Penentuan Adanya Formalin dengan Metode Destilasi a. Peralatan Berikut ini adalah peralatan yang digunakan untuk uji formalin: 1) Neraca analitik 2) Erlenmeyer 3) Seperangkat alat destilasi 4) Tabung reaksi 5) Penangas air

6 b. Bahan 1) Tahu Cina 2) Tahu Sumedang 3) Aquadest 4) Asam phospat 85% 5) Larutan AgNo3 6) Asam kromatoprat 0,5% dalam H2SO4 60% c. Cara Kerja 1. Timbang 50 gr sampel masukkan ke dalam labu destilasi 2. Tambahkan 100 ml aqaduest dan 5 ml Asam phospat 85% 3. Pasang alat destilasi, lakukan destilasi sampai diperoleh destilat 50 ml yang ditampung di dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml aquadest (ujung pendingin harus tercelup ke dalam aquadest) 4. Sebagian di destilat masukkan ke dalam tabung reaksi + Asam kromatoprat 0,5% dalam H2SO4 60%, panaskan dalam water bath sampai menjadi warna ungu (Cahyo dan Diana, 2006) Penentuan Angka Lempeng Total a. Peralatan 1) Timbangan dengan ketelitian 0,0001 g 2) Alat hitung koloni 3) Autoclave 4) Stomaker

7 5) Inkubator 35 ± 1 C 6) Anaerobic jar 7) Cawan petri 15 mm x 90 mm 8) Botol pengencer 9) Batang gelas bengkok dengan diameter 3-4mm, panjang tangkai 15-20mm 10) Pipet gelas: 0,1 ml; 1 ml; 5 ml dan 10 ml b. Bahan 1) Tahu Cina 2) Tahu Sumedang c. Media dan pengencer 1) Plate Count Agar (PCA) 2) Larutan Butterfield sphosphate Buffered 3) Gas pack dan indikator air anaerob d. Cara Kerja 1. Masing-masing sampel ditimbang 25 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian ditambahkan larutan buffer phosphat ph.7.0 hingga mencapai volume 100 ml, kemudian dikocok sampai homogen 2. Dengan menggunakan pipet steril, pindahkan 1 ml suspensi di atas ke dalam larutan buffer Phosfat. Lakukan pengenceran sampai di dapat pengenceran 10-1, kemudian sebanyak 1 ml dari tiap pengenceran tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam 9 ml buffer phosphat (pengenceran 10-2 ).

8 Pengenceran dilanjutkan hingga terbentuk suspensi akhir dengan pengenceran Dengan menggunakan pipet ambil 1 ml dari setiap pengenceran 10-1, 10-2 dst masukkan ke dalam cawan petri steril. Lakukan secara duplo untuk setiap pengenceran. 4. Ke dalam cawan petri tuang 12 ml 15 ml PCA, cawan petri digoyang hingga suspensi tersebar merata 5. Setelah agar menjadi padat, cawan diinkubasi pada suhu 22 C ± 1 C selama 48 jam ± 2 jam dalam posisi dibalik 6. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung (Harmita dan Maksum, 2006) Uji Kandungan Logam Berat dengan Metode Atomic Absorption Spectrometry (AAS) a. Peralatan 1) Perangkat AAS 2) Tanur 3) Hot plate 4) Batang pengaduk 5) Kertas saring 6) Timbangan b. Bahan 1) Tahu Cina dan Tahu Sumedang 2) Larutan HNO3 6,5%

9 3) Aquadest c. Prosedur 1. Timbang sampel sebanyak 5 gram, ditanur selama jam pada suhu tanur 300 C 2. Sampel yang sudah ditanur didiamkan hingga dingin 3. Larutan HNO3 6,5% sebanyak 10 ml di masukan ke dalam sampel yang telah di tanur. 4. Sampel di panaskan pada hot plate selama 5 menit 5. Sampel diaduk menggunakan batang pengaduk agar tercampur dengan larutan 6. Sampel disaring menggunakan kertas saring lalu campurkan aquadest sampai larutan mencapai 50ml 7. Menyiapkan alat AAS yang telah tersambung dengan komputer yang akan mencatat hasil analisis (Darmono, 1995). 3.8 Analisis Data Data yang diperoleh di lapangan beserta hasil pemeriksaan laboratorium diolah secara manual, disajikan dalam bentuk tabel dan dinarasikan.

10 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Sari Rejo adalah satu dari lima kelurahan di Kecamatan Medan Polonia. Di daerah ini terdapat 12 Industri Rumah Tangga pembuatan tahu dimana 11 industri yang memroduksi Tahu Sumedang berada di daerah Jalan Ayahanda dan 1 industri yang memproduksi Tahu Cina berada di Jalan Langgar. Industri rumah tangga pembuatan tahu yang menjadi lokasi penelitian yaitu 1 industri yang berada di Jalan Ayahanda dan 1 indutri Tahu Cina yang berada di Jalan Langgar. Daerah ini lumayan strategis menjadi tempat pembuatan tahu karena bahan baku kedelai berupa kedelai impor mudah diperoleh yang dipasok dari daerah Helvetia juga adanya lahan yang tersedia sebagai tempat berdirinya industri rumah tangga. Industri rumah tangga pembuatan Tahu Cina mempunyai luas kira-kira 9x6 meter, dengan bentuk huruf L. Industri ini memiliki halaman yang cukup luas yang digunakan sebagai tempat parkir truk pengangkut kedelai dan tahu. Industri ini menggunakan 3 mesin penggiling kedelai dan 3 mesin perebusan bubur kedelai yang digunakan secara bersamaan setiap hari untuk menghemat waktu kerja, dan 1 alat penyaring. Di sebelah ruangan produksi terdapat satu tungku berukuran besar yang digunakan untuk memanaskan air dalam pipa dan uap yang nantinya keluar dari pipa akan digunakan untuk merebus/mendidihkan bubur kedelai.

11 Gambar 4.1 Penggilingan Kedelai Gambar 4.2 Pemindahan Bubur Kedelai Hasil Penyaringan ke Wadah Penggumpalan Dari gambar 4.1 dan 4.2 di atas, peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan Tahu Cina tidak terawat, terlihat dari mesin yang sudah usang dan berkarat. Begitu juga dengan drum yang digunakan untuk memindahkan bubur kedelai hasil saringan ke wadah penggumpalan terlihat berwarna coklat dan kotor. Peralatan yang tidak bersih seperti ini bisa mencemari produk karena terlepasnya kotoran atau cemaran dari peralatan yang digunakan.

12 Tidak berbeda jauh dengan industri pembuatan Tahu Cina, industri pembuatan Tahu Sumedang juga menggunakan tungku untuk menyalurkan uap yang dibutuhkan untuk proses perebusan bubur kedelai. Dengan luas bangunan kira-kira 7x7 meter, disinilah diproduksi Tahu Sumedang setiap hari dengan menggunakan satu alat penggiling kedelai, dua kuali perebusan dan dua alat penyaring. Sisi kanan dan kiri industri digunakan sebagai area pencetakan tahu dengan meletakkan baki-baki pencetakan dalam posisi berjajar. Gambar 4.3 Proses Pembuatan Tahu Sumedang Dari gambar terlihat ada dua buah bak penampungan air, yang satu berlumut dan bak yang lain berwarna cokelat. Bak ini digunakan untuk menampung air yang akan digunakan untuk proses pembuatan tahu seperti pada perendaman kedelai,

13 penggilingan dan perendaman tahu yang sudah jadi. Terlihat juga jeregen-jeregen perendaman kedelai yang kotor. Bak dan jeregen yang tidak dibersihkan akan memicu produk yang dihasilkan kurang baik seperti adanya cemaran yang akan mengotori produk. 4.2 Hasil Pemeriksaan Bahaya Fisik, Kimia dan Mikrobiologis Pemeriksaan fisik pada tahu dilakukan setelah tahap pencetakan. Pemeriksaan cemaran fisik pada tahu dilakukan untuk melihat adanya benda asing yang mungkin terikut ke produk saat proses produksi. Tabel dibawah ini menunjukkan hasil pemeriksaan bahaya fisik pada sampel Tahu Cina dan Tahu Sumedang. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahaya Fisik pada Tahu Produk Bahaya fisik Tahu Cina Kedelai hitam, pasir Tahu Sumedang Kedelai hitam Dari tabel 4.1 diatas terlihat bahwa kedua jenis tahu tercemar oleh kedelai hitam, pasir, yang menyebabkan produk menjadi kelihatan kotor, tidak putih bersih seperti idealnya tahu. Hal ini disebabkan karena baik pada proses pembuatan Tahu Cina maupun Tahu Sumedang tidak dilakukan tahap sortasi pada kedelai yaitu memisahkan kedelai yang bagus dan kurang bagus. Selain itu juga tidak ada pencucian kedelai sebelum diproses sehingga didapati pasir pada produk.

14 Pemeriksaan bahaya kimia pada tahu dilakukan untuk mengetahui kadar bahan penggumpal (CaSO4) pada Tahu Cina, adanya formalin pada kedua jenis tahu dan kandungan logam berat ( timbal, tembaga, arsen) pada kedua jenis tahu. Dari hasil pemeriksaan di laboratorium, diperoleh hasil kadar kalsium sulfat sebesar 1,02% b/b (1,02 gram kalsium sulfat dalam 100 gram larutan sari kedelai), sedangkan baku mutu yang ditetapkan hanya 0,1 % b/b (0,1 gram kalsium sulfat dalam 100 gram larutan sari kedelai). Angka ini menunjukkan bahwa kadar kalsium sulfat sebagai bahan penggumpal untuk pembuatan Tahu Cina melebihi standar yang ditetapkan. Hal ini disebabkan penggunaan kalsium sulfat tidak menggunakan takaran, atau hanya diperkirakan seadanya saja oleh pekerja. Tabel 4.2 Pemeriksaan Formalin pada Tahu Produk Hasil Tahu Cina Positif Tahu Sumedang Positif Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa kedua jenis tahu yang menjadi sampel positif mengandung formalin. Formalin berfungsi sebagai pengawet supaya tahan beberapa hari karena tahu yang tidak diberi pengawet hanya akan bertahan satu hari. Pada kenyataannya, formalin sebagai bahan pengawet dilarang ditambahkan pada makanan karena sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

15 Tabel 4.3 Pemeriksaan Logam Berat pada Tahu (mg/kg) Produk Baku mutu Hasil Baku mutu Hasil Baku mutu Hasil Timbal uji Tembaga uji Arsen uji T.Cina Maks. <0,02 Maks. 2,41 Maks. 0,03 T.Sumedang 2,0 <0, ,23 1,0 0,03 Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa cemaran logam berat yaitu timbal, tembaga dan arsen pada kedua jenis tahu belum melewati baku mutu yang sudah ditetapkan. Pemeriksaan bahaya mikrobiologi dilakukan pada air perendaman kedelai dan pada tahu yang sudah jadi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan dan jumlah bakteri E.coli maupun Salmonella. Tabel 4.4 Pemeriksaan Mikrobiologi pada Air Perendaman Kedelai E.coli Salmonella Sampel Baku Satuan Hasil uji Baku Satuan Hasil uji mutu mutu 1. 10/ MPN/ Col/ml 0 100ml 100ml 2. 10/ 100ml MPN/ 100ml Col/ml 0 Keterangan. 1: air perendaman kedelai Tahu Cina 2: air perendaman kedelai Tahu Sumedang Satuan yang digunakan untuk pemeriksaan E.coli yaitu Most Probable Number dalam 100 mililiter sampel air perendaman kedelai (MPN/100ml) atau Angka Paling Mungkin/100mililiter (APM/100ml). Sedangkan untuk pemeriksaan Salmonella digunakan satuan koloni/mililiter sampel (col/ml).

16 Dari tabel di atas kedua air perendaman kedelai negatif untuk pemeriksaan Salmonella. Sedangkan untuk keberadaan E.coli kedua air perendaman sama-sama mengandung E.coli dengan jumlah 16000/100ml. Hal ini menunjukkan bahwa air yang digunakan sangat tercemar. Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Mikrobiologis pada Tahu. E.coli Salmonella Sampel Baku mutu Satuan Hasil Uji Baku mutu Satuan Hasil uji T.Cina 0 MPN/100ml 0 Negatif Col/25 gr Negatif T.Sumedang 0 MPN/100ml 0 Negatif Col/25 gr Negatif Tabel 4.5 di atas menunjukkan tidak ada pertumbuhan E.coli untuk kedua jenis tahu, juga hasil pemeriksaan negatif untuk Salmonella. E.coli yang terdapat pada air perendaman mati saat proses perebusan dengan suhu yang tinggi sehingga tidak ditemukan lagi pada produk.

17 Tabel 4.6 Hasil Analisis Bahaya pada Proses Pembuatan Tahu Cina di Industri Rumah Tangga Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Proses pembuatan Tahu Perendaman Bahaya M/K/F F M Jenis bahaya Ranting, lumut E.coli Sumber bahaya Terikut dari kedelai, dari bak perendaman Air Cara pencegahan Melakukan sortasi, membersihkan bak Memakai air bersih Penggilingan K Logam berat Perebusan K Logam berat Mesin penggiling Pipa untuk menyalurkan uap Membersihkan alat penggiling Mengganti pipa secara rutin Penyaringan Penggumpalan K CaSO4 Bahan penggumpal Penggunaan bahan penggumpal sesuai takaran Pencetakan M Keringat pekerja, Pekerja Pekerja memakai pakaian Keterangan.: M= mikrobiologi ; K = kimia ; F = fisik Tabel 4.7 Analisis Resiko Bahaya Produk Kelompok bahaya Kategori resiko A B C D E F Tahu Cina 4 Tahu Sumedang 4 Keterangan Bahaya A: bahaya yang dapat menyebabkan produk yang ditujukan untuk kelompok beresiko menjadi tidak steril. Bahaya B: produk mengandung bahan yang sensitif terhadap bahaya mikro biologi

18 Bahaya C: proses yang tidak diikuti dengan langkah pengendalian terhadap mikroba berbahaya Bahaya D: produk terkontaminasi ulang setelah pengolahan dan sebelum pengepakan Bahaya E: bahaya pada penanganan saat distribusi atau penanganan oleh konsumen sehingga menyebabkan produk menjadi berbahaya apabila dikonsumsi Bahaya F: yaitu bahaya yang timbul karena tidak adanya proses pemanasan akhir setelah proses pengepakan atau ketika dimasak di rumah Kategori 0: Jika bahan pangan mengandung bahaya A atau ditambah dengan bahaya yang lain Kategori 1: Jika bahan pangan mengandung lima karakteristik bahaya (B,C,D,E,F) Kategori 2: Jika bahan pangan mengandung empat karakteristik bahaya (antara B-F) Kategori 3: Jika bahan pangan mengandung tiga karakteristik bahaya (antara B F) Kategori 4: Jika bahan pangan mengandung dua karakteristik bahaya (antara B F) Kategori 5: Jika bahan pangan mengandung satu karakteristik bahaya (antara B -F) Kategori 6: Jika tidak terdapat bahaya Dari tabel analisis resiko bahaya di atas, kedua tahu berada pada kelompok bahaya B yaitu produk mengandung bahan yang sensitif terhadap bahaya mikro biologi. Tahu menjadi sensitif terhadap bahaya mikrobiologi karena tahu mengandung air sehingga menjadi rentan sebagai tempat bertumbuhnya jamur maupun bakteri. Bahaya E yaitu bahaya yang potensial pada penanganan saat distribusi atau penanganan oleh konsumen sehingga menyebabkan produk menjadi berbahaya apabila dikonsumsi. Bahaya yang potensial pada penanganan saat distribusi yaitu penjual kemungkinan menjual tahu yang sudah basi atau lama sehingga bisa membahayakan konsumen seperti menyebabkan diare. Berdasarkan tingkat bahaya, tahu berada pada kategori 4 yaitu bahan pangan mengandung dua karakteristik bahaya (antara B-F).

19 4.3 Pohon keputusan penentuan Titik Kritis pada Tiap Tahap Proses Pembuatan Tahu Cina 1) Tahap perendaman kedelai P1 Apakah tahap perendaman khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman? Tidak ya TKK Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas? P2 Ya Tidak Bukan TK P3 Apakah tahap berikutnya ( penggilingan) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman? Ya Bukan TK Tidak Titik Kritis (TK) Gambar 4.4 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Perendaman Keterangan: P1= pertanyaan 1; P2= pertanyaan 2; P3= pertanyaan 3 Dari gambar pohon keputusan di atas bahwa tahap perendaman menjadi titik kritis karena pada tahap perendaman kedelai untuk pembuatan Tahu Cina digunakan air yang tercemar E.coli juga terdapat cemaran fisik yaitu lumut pada bak

20 perendaman. Tahap selanjutnya yaitu penggilingan tidak bisa mengurangi cemaran fisik maupun bahaya E.coli yang ditemukan pada tahap perendaman. 2) Tahap penggilingan kedelai P1 Apakah tahap penggilingan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman? Tidak Ya TKK P2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas? Ya Tidak Bukan TK P3 Apakah tahap berikutnya (perebusan) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman? Ya Tidak Titik Kritis (TK) Bukan TK Gambar 4.5 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penggilingan Tahap penggilingan pada proses pembuatan Tahu Cina bukan merupakan titik kritis karena pada tahap selanjutnya bakteri E.coli yang ditemukan pada air perendaman akan mati.

21 3) Tahap perebusan bubur kedelai P1 Apakah tahap perebusan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman? Tidak Ya TKK Gambar 4.6 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Perebusan Tahap perebusan merupakan titik kendali kritis yang ada pada proses pembuatan Tahu Cina karena tahap ini merupakan proses memasak bubur kedelai dengan suhu yang tinggi sehingga bakteri mati. 4) Tahap penyaringan bubur kedelai P1 Apakah tahap penyaringan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman? Tidak Ya TKK Gambar 4.7 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penyaringan Tahap penyaringan merupakan titik kendali kritis pada proses pembuatan tahu karena pada tahap ini cemaran fisik akan disaring dan tidak akan terikut ke bubur kedelai yang akan dibuat menjadi tahu.

22 5) Penggumpalan bubur kedelai P1 Apakah tahap penggumpalan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman? Tidak Ya TKK P2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/ meningkat sampai melebihi batas? Ya Tidak Bukan TK P3 Apakah tahap berikutnya (pencetakan) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman? Ya Bukan TK Tidak Titik Kritis (TK) Gambar 4.8 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penggumpalan Dari gambar 4.8 di atas, tahap penggumpalan merupakan titik kritis karena pada tahap ini penggunaan bahan penggumpal kalsium sulfat melebihi batas yang ditetapkan dan bisa membahayakan kesehatan. Selain itu, wadah penggumpal berupa drum plastik saat proses pengumpalan bubur kedelai dalam keadaan panas bisa membuat terlepasnya plastik dari drum ke produk.

23 6) Pencetakan tahu P1 Apakah tahap pencetakan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman? Tidak Ya TKK P2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas? Ya TK Tidak Bukan TK Gambar 4.9 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Pencetakan Tahap pencetakan merupakan titik kritis karena pada tahap ini pekerja tidak memakai pakaian dan dalam kondisi berkeringat oleh karena suhu lingkungan kerja yang panas. Keringat bisa mengenai tahu dan menjadi tempat bertumbuhnya jamur. Selain itu kotak pencetakan yang terbuat dari kayu setiap hari bersentuhan dengan tahu yang mengandung air sehingga bisa menyebabkan kotak menjadi busuk dan bisa terkelupas terikut ke produk.

24 Tabel 4.8 Hasil Analisis Bahaya pada Proses Pembuatan Tahu Sumedang di Industri Rumah Tangga Kelurahan Sari Rejo Proses pembuatan Tahu Perendaman Bahaya M/K/F F M Jenis Bahaya Ranting, lumut E.coli Sumber bahaya Terikut dari kedelai, dari ember perendaman Air Cara pencegahan Melakukan sortasi, membersihkan ember Menggunakan kaporit pada air Penggilingan M E.coli Air Menggunakan kaporit pada air K Logam berat Mesin penggiling Mengganti alat penggiling Perebusan K Logam berat Wadah perebusan dan pipa penyaluran uap Penggantian pipa secara rutin Penyaringan F Butiran kecoklatan Penggumpalan F Lumut Pencetakan Kedelai Dari wadah tempat bahan penggumpal Melakukan sortasi kedelai, Penggunaan kain saring berpori-pori rapat Membersihkan tabung penggumpalan Pemotongan M Keringat Pekerja Memakai pakaian berlengan Perendaman Keteranga:. M= mikrobiologi ; K = kimia ; F = fisik

25 4.4 Pohon keputusan Identifikasi Titik Kritis pada Tiap Tahap Pembuatan Tahu Sumedang 1) Tahap perendaman kedelai P1 Apakah tahap perendaman khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman? Tidak ya TKK P2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas? Ya Tidak Bukan TK P3 Apakah tahap berikutnya ( penggilingan) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman? Ya Bukan TK Tidak Titik Kritis (TK) Gambar 4.10 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Perendaman Kedelai Dari gambar 4.10 di atas bahwa tahap perendaman menjadi titik kritis pada pembuatan Tahu Sumedang karena digunakan air yang tercemar E.coli yang tidak sesuai dengan syarat air bersih yang kontak langsung dengan pengolahan pangan.

26 Wadah perendaman berupa drum plastik terlihat kotor dan berlumut bisa menimbulkan timbulnya cemaran fisik pada produk nantinya. 2) Tahap penggilingan kedelai P1 Apakah tahap penggilingan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman? Tidak ya TKK P2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas? Ya Tidak Bukan TK P3 Apakah tahap berikutnya (perebusan) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman? Ya Bukan TK Tidak Titik Kritis (TK) Gambar 4.11 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penggilingan Kedelai Tahap penggilingan bukan merupakan titik kritis karena tahap perebusan yang merupakan tahap berikutnya dapat mengurangi bahaya yang ditemukan seperti E.coli.

27 3) Tahap perebusan bubur kedelai P1 Apakah tahap perebusan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman? Tidak Ya TKK Gambar 4.12 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Perebusan Bubur Kedelai Tahap perebusan merupakan titik kendali kritis karena tahap ini merupakan proses memasak bubur kedelai dengan suhu yang tinggi sehingga bakteri yang ditemukan pada proses sebelumnya seperti E.coli akan mati. 4) Tahap penyaringan bubur kedelai P1 Apakah tahap penyaringan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman? Tidak Ya TKK P2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas? Ya TK Tidak Bukan TK Gambar 4.13 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penyaringan Bubur Kedelai

28 Tahap penyaringan merupakan titik kendali kritis karena pada tahap ini benda-benda asing akan disaring dan dibuang sehingga tidak terikut ke produk. 5) Tahap penggumpalan bubur kedelai P1 Apakah tahap penggumpalan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman? Tidak Ya TKK P2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas? Ya TK Tidak Bukan TK Gambar 4.14 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penggumpalan Bubur Kedelai Tahap penggumpalan pada pembuatan Tahu Sumedang bukan merupakan titik kritis karena bahan penggumpal berupa whey (cairan sisa) yang digunakan tidak membahayakan kesehatan.

29 6) Tahap pencetakan tahu P1 Apakah tahap pencetakan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman? Tidak Ya TKK P2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas? Ya Tidak Bukan TK TK Gambar 4.15 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Pencetakan Tahu Tahap pencetakan tahu pada pembuatan Tahu Sumedang bukan merupakan titik kritis karena pada tahap ini tidak ada penambahan zat kimia atau penggunaan air yang tercemar bakteri. Tahap pencetakan hanya mencetak tahu dengan bantuan alat pemberat saja.

30 7) Tahap pemotongan tahu P1 Apakah tahap pemotongan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman? Tidak Ya TKK P2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/ meningkat sampai melebihi batas? Ya Tidak Bukan TK P3 Apakah tahap berikutnya ( perendaman tahu) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman? Ya Bukan TK Tidak Titik Kritis (TK) Gambar 4.16 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Pemotongan Tahu Tahap pemotongan pada pembuatan Tahu Sumedang adalah titik kritis karena pada tahap ini digunakan alat pemotong yang kurang bersih, juga petugas pemotong tahu yang mengenakan pakaian tanpa lengan berpotensi membuat jatuhnya keringat ke produk.

31 8) Tahap perendaman tahu P1 Apakah tahap perendaman khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman? Tidak Ya TKK Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas? P2 Ya TK Tidak Bukan TK Gambar 4.17 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Perendaman Tahu Tahap perendaman merupakan titik kritis karena pada tahap ini bakteri bisa secara cepat tumbuh pada air perendaman. Juga tahu yang telah siap dipotong dipindahkan ke ember perendaman oleh pekerja tanpa menggunakan sarung tangan sehingga bisa terjadi kontaminasi.

32 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Bahaya Bahaya Fisik Hasil pemeriksaan pada Tahu Cina yang diproduksi di Industr i Rumah Tangga di Kelurahan Sari Rejo menunjukkan adanya bahayafisik yaitu pasir dan cemaran kedelai hitam. Pada saat pemeriksaan sebagian cemaran terdapat di dalam dan dipermukaan tahu. Pemeriksaan pada Tahu Sumedang menunjukkan adanya sedikit cemaran berwarna kecoklatan yaitu kedelai busuk. Bahaya fisik berupa pasir tidak bisa hilang pada proses pemasakan, dan bisa melukai mulut saat mengonsumsi tahu, sedangkan cemaran berupa kedelai hitam membuat produk terlihat tidak bersih. Hal ini jelas menunjukkan bahwa proses sortasi perlu dilakukan sebelum proses pembuatan tahu untuk memisahkan biji kedelai yang bagus dengan biji kedelai yang rusak. Selain proses sortasi, tindakan pencegahan yang bisa dilakukan yaitu pada tahap penyaringan. Adanya cemaran fisik diakibatkan oleh proses penyaringan yang kurang benar oleh pekerja juga pori-pori kain saring yang terlalu besar. Untuk itu pekerja harus berhati-hati saat menyaring sari kedelai, juga penggantian karing saring dengan pori-pori yang lebih kecil. Bak perendaman kedelai untuk pembuatan Tahu Cina juga perlu dibersihkan mengingat dinding bak dipenuhi lumut yang bisa

33 mencemari produk nantinya. Begitu juga dengan jeregen-jeregen perendaman kedelai untuk pembuatan Tahu Sumedang juga harus diperhatikan kebersihannya dengan mencuci atau mengganti dengan jeregen yang baru. Bahaya fisik juga bisa berasal dari debu atau kotoran yang menempel di langit-langit, karena dari hasil pengamatan langit-langit kedua industri terlihat kotor. Sarang laba-laba maupun debu yang menempel bisa jatuh kapan saja selama proses produksi. Debu dari sekitar lokasi juga bisa mengotori proses maupun tahu yang sudah jadi Bahaya Kimia 1. Formalin Hasil pemeriksaan di laboratorium menunjukkan bahwa kedua jenis tahu yaitu Tahu Cina dan Tahu Sumedang positif mengandung formalin. Dari hasil pengamatan, Tahu Cina dan Tahu Sumedang tahan selama 3 hari dalam kulkas dan masih terlihat segar, sedangkan dalam wadah terbuka Tahu Cina tahan lebih dari sehari dan tahu Sumedang hampir dua hari. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nungki Nurul pada tahun 2006 di Industri Rumah Tangga pembuatan tahu di Plamongansari, Semarang menunjukkan hasil negatif untuk formalin. Penentuan adanya bahaya berdasarkan tiga pendekatan yaitu keamanan pangan, sanitasi, dan penyimpangan secara ekonomi. Penggunaan formalin pada tahu sebagai bahan yang tidak dibenarkan merupakan penyimpangan secara ekonomi yaitu

34 supaya produk tahan lama dan tidak membuat rugi produsen jika tahu tidak habis terjual dalam satu hari. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 711/MenKes/Per/IX/1988 bahwa salah satu pengawet yang dilarang ditambahkan ke dalam makanan yaitu formalin. Formalin merupakan larutan yang digunakan sebagai desinfektan. Selain itu juga digunakan pada industri tekstil untuk mencegah bahan menjadi kusut dan meningkatkan ketahanan bahan tenunan. Dalam bidang farmasi formalin digunakan sebagai obat penyakit kutil karena kemampuan formalin yang dapat merusak protein. Formalin dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan rasa sakit disertai radang. Hal ini karena sifatnya yang merupakan iritan kuat. Formalin juga dapat menyebabkan muntah dan diare. 2. Batu Tahu ( Kalsium Sulfat) Dari hasil pemeriksaan di laboratorium menunjukkan terdapat 1,02 gr b/b kalsium sulfat atau jika dikonversi terdapat 1,02 gram kalsium sulfat dalam 100 gram larutan bubur kedelai. Pada dasarnya dosis batu tahu (kalsium sulfat) yang diperbolehkan yaitu 1 gram per 1 liter sari kedelai atau setara dengan 1 gram per 1000 gram larutan ( 0,1 gram per 100 gram larutan bubur kedelai). Hal ini menunjukkan penggunaan bahan penggumpal yang berlebihan dalam proses penggumpalan tahu, bahkan 10 kali lipat dari takaran yang dianjurkan.

35 Kalsium sulfat merupakan salah satu bahan pengeras makanan. BTP pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan. Ada dua jenis bahan pengeras makanan yang umum digunakan yaitu bahan aluminium sulfat beserta turunan kimianya (aluminium ammonium sulfat ataupun aluminium natrium sulfat) dan segala jenis turunan kimia dari garam kalsium seperti kalsium karbonat, kalsium sulfat, kalsium laktat dan kalsium klorida. Garam kalsium dinilai memiliki banyak kadar kalsium yang secara langsung akan menyebabkan menumpuknya kalsium dalam darah yang menyebabkan fungsi saraf memburuk, kinerja tubuh menurun, kerusakan ginjal dan terjadinya penggumpalan pada aliran darah dan cairan dalam tubuh. Untuk menghindari dampak buruk seperti yang diungkapkan di atas, maka produsen perlu memahami takaran penggunaan bahan penggumpal. Setelah itu, produsen memakai alat takar seperti sendok atau cangkir yang pas untuk menambahkan bubuk kalsium sulfat ke dalam bubur tahu. 3. Logam berat Jenis logam berat yang diperiksa pada tahu yaitu timbal (Pb), tembaga (Cu) dan Arsen (As). Dari hasil penelitian di laboratorium kadar timbal pada kedua jenis tahu yaitu <0,02 mg/kg dengan baku mutu maksimal 2,0 mg/kg. Timbal (Pb) merupakan salah satu formulasi penyambung pipa yang mengakibatkan air untuk rumah tangga mempunyai banyak kemungkinan kontak

36 dengan Pb. Keberadaan timbal pada tahu kemungkinan berasal dari pipa yang digunakan untuk menyalurkan. Uap dipakai untuk memasak bubur kedelai pada proses perebusan. Logam Pb dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan (15%), makanan (65%), dan minuman (20%). Logam Pb tidak memiliki fungsi apapun dalam tubuh manusia, sehingga bila makanan tercemar oleh logam tersebut, tubuh akan mengeluarkannya sebagian. Sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Kadar tembaga untuk Tahu Cina sebesar 2,41 mg/kg sedangkan Tahu Sumedang 3,23 mg/kg dengan baku mutu yaitu maksimal 30 mg/kg. Tembaga (Cu) merupakan mikroelemen penting untuk semua tanaman dan hewan, juga manusia. Logam Cu diperlukan oleh berbagai sistem enzim di dalam tubuh manusia, oleh karena itu Cu harus selalu ada di dalam makanan. Namun, jumlah asupan terlalu besar akan menyebabkan masalah kesehatan. Keberadaan tembaga pada tahu bisa saja berasal dari tanah yang mengandung tembaga saat kedelai ditanam. Juga bisa berasal dari pestisida yang berlebihan yang digunakan saat di lahan pertanian. Selain itu tembaga juga dipakai pada proses pembuatan pipa ledeng sama seperti timbal. Jadi saat proses perebusan, pipa uap yang dipakai dan setiap hari kontak dengan bubur kedelai menyebakan menumpuknya sisasisa bubur kedelai pada pipa sehingga menimbulkan karat dan mencemari produk.

37 Cemaran tembaga juga bisa berasal dari proses penggilingan, dimana alat penggiling yang digunakan sudah rusak. Kadar arsen pada kedua jenis tahu sebesar 0,03 mg/kg dengan batas maksimal 1,0 mg/kg. Arsen banyak ditemukan di dalam air tanah. Hal ini disebabkan arsen merupakan salah satu mineral yang memang terkandung dalam susunan batuan bumi. Arsen dalam tanah akan diserap oleh akar tumbuhan dan masuk ke dalam bagianbagian tumbuhan sehingga tumbuhan mengandung arsen. Arsen juga dapat ditemukan di industri seperti industri pestisida, proses pelapisan logam.. Bahan kimia arsen dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan makanan, saluran pernafasan serta melalui kulit walaupun jumlahnya sangat terbatas. Arsen yang masuk ke dalam peredaran darah dapat ditimbun dalam organ seperti hati, ginjal, otot, tulang, kulit dan rambut Bahaya Mikrobiologis Pada umumnya, bakteri E.coli dapat ditemukan dalam usus besar manusia karena merupakan flora normal. E.coli dapat menguntungkan manusia dengan mencegah bakteri lain di dalam usus. E.coli menjadi patogen jika berada di luar usus yaitu yang keluar bersama tinja. Bakteri ini bisa mencemari makanan, minuman maupun sumber air, yang bilamana masuk ke dalam tubuh akan membahayakan kesehatan.

38 Hasil pemeriksaan mikrobiologi pada air perendaman kedelai untuk pembuatan Tahu Cina dan air perendaman kedelai untuk pembuatan Tahu Sumedang menunjukkan hasil positif untuk keberadaan bakteri E.coli dan hasil negatif untuk keberadaan Salmonella pada kedua air perendaman. Air yang kontak langsung dengan pangan sebelum diproses harus memenuhi persyaratan air bersih yaitu keberadaan E.coli maksimal 10/100 ml air. Dari hasil analisa, kedua air perendaman mengandung E.coli sebanyak 16000/100 ml air. Menurut Depkes RI 2001 berdasarkan standar mutu bakteriologis air, jumlah bakteri (MPN/100 ml) merupakan kategori polusi berat yang memerlukan penanganan khusus. Sumber air yang digunakan untuk proses produksi Tahu Cina dan Tahu Sumedang sama-sama menggunakan air sumur. Tingginya cemaran E.coli kemungkinan besar disebabkan terkontaminasinya sumber air oleh kotoran manusia/ tinja melalui septic tank yang jaraknya berdekatan dengan sumber air (sumur) sehingga menyebabkan merembesnya kotoran. Selain itu kebersihan pekerja, ember yang kurang bersih yang digunakan juga bisa menjadi penyebab keberadaan e.coli. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu melakukan strerilisasi air untuk mengurangi bakteri seperti penaburan kaporit pada air sumur. Kaporit menjadi salah satu alternatif desinfektan yang dapat digunakan karena murah, mudah didapatkan, serta mudah cara penggunaannya. Kaporit bekerja dengan cara melepaskan zat klorin yang mampu mengurangi pertumbuhan mikroorganisme. Ember yang digunakan saat kegiatan produksi jangan diletakkan sembarangan di

39 tanah atau di tempat kotor. Selain itu, pekerja juga harus membersihkan tangan dengan sabun setelah dari kamar mandi untuk mengurangi kontaminasi E.coli terhadap air yang digunakan. Jika memungkinkan mengganti sumber air dengan membuat sumur baru dengan memperhatikan jarak kira-kira 10 meter dari septic tank. Hasil pemeriksaan mikrobiologi untuk Tahu Cina dan Tahu Sumedang menunjukkan hasil negatif untuk keberadaan bakteri E. coli dan Salmonella. E.coli yang ditemukan pada air rendaman kedelai, saat proses perebusan dengan suhu yang tinggi mengakibatkan E.coli mati. Lokasi industri yang kurang bersih, seperti banyaknya sampah berserakan maupun tumpukan kayu bisa memicu lalat beterbangan dan memindahkan kuman penyakit. Hal ini bisa dikendalikan dengan membersihkan lingkungan sekitar pabrik, membuat tempat sampah sehingga sampah bisa dikumpul di satu tempat, juga tidak membuang sampah sembarangan. Bahaya mikrobiologis lain yang mungkin yaitu berasal dari keringat pekerja saat mencetak dan memotong tahu. Di dalam keringat terkandung berbagai macam zat sisa sekresi, bahkan dapat berpotensi sebagai migrasi virus ke produk. Keringat dapat menciptakan lingkungan yang tepat untuk tumbuhnya beberapa mikroorganisme berbahaya seperti jamur. Kulit berfungsi mengatur pengeluaran keringat, minyak dan sel-sel yang mati ke bagian permukaan. Jika bahan-bahan tersebut bercampur dengan bahan-bahan dari lingkungan sekitarnya, seperti debu, kotoran dan lemak, maka akan membentuk suatu lingkungan yang ideal untuk

40 pertumbuhan bakteri. Sejalan dengan peningkatan sekresi maka bakteri akan terus tumbuh. Penjamah makanan akan memindahkan bakteri-bakteri tersebut ke makanan. Cuci tangan yang tidak benar dan mandi yang jarang akan meningkatkan jumlah mikroorganisme yang bercampur dengan sel-sel mati pada permukaan kulit. 5.2 Identifikasi Titik Kritis Titik Kritis pada Pembuatan Tahu Cina Proses pembuatan Tahu Cina diawali dengan merendam biji kedelai selama lima jam untuk melunakkan biji kedelai agar lebih mudah digiling, kemudian air pada bak perendaman dikeluarkan. Kedelai kemudian digiling sambil terus mengucur air agar proses penggilingan lebih mudah. Selanjutnya bubur kedelai dimasukkan ke dalam tabung perebusan. Tahap perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas dalam pipa yang dipanasi dengan tungku, pipa kemudian disambungkan ke dalam tabung perebusan kira-kira 20 menit hingga bubur kedelai mendidih lalu disaring. Hasil saringan ditampung ke dalam panci berukuran besar, lalu dipindahkan ke drum penggumpalan. Bahan penggumpal kalsium sulfat kemudian ditambahkan sambil mengaduk-aduk bubur kedelai hingga berbentuk seperti agar-agar. Kemudian bubur tahu dipindahkan ke kotak pencetakan yang sudah dialasi dengan kain. Setelah kotak pencetakan penuh kemudian ditutup dengan sisa kain dan papan penutup, tahu kemudian ditekan dengan alat pemberat berupa batu untuk mencetak dan mengurangi kadar air dalam tahu. Beberapa menit kemudian alat pemberat dan papan penutup diangkat, kemudian terbentuklah tahu yang sudah siap untuk dijual.

41 Dari hasil pemeriksaan laboratorium dan pengamatan di lokasi penelitian, yang menjadi titik kritis untuk proses pembuatan Tahu Cina adalah pada tahap perendaman kedelai, penggumpalan dan pencetakan. 1) Tahap perendaman kedelai Tahap perendaman menjadi titik kritis karena dari hasil pemeriksaan di laboratorium air perendaman kedelai mengandung E.coli dalam jumlah yang tidak sedikit. Selain itu lumut dari bak perendaman kedelai bisa saja terikut saat kedelai diambil untuk digiling. Dinding bak perendaman kedelai yang tidak diplester juga bisa menjadi sumber terikutnya pasir ke produk yang dihasilkan. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu membersihkan bak untuk mengurangi cemaran fisik. 2) Tahap penggumpalan Tahap penggumpalan menjadi titik kritis pada proses pembuatan Tahu Cina karena bahan penggumpal yang digunakan sebanyak 1,02 gram per 100 gram bubur kedelai tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan yaitu hanya 0,1 gram per 100 gram bubur kedelai. Kalsium sulfat yang berlebihan akan menumpuk di dalam darah dan menyebabkan kerusakan syaraf dan kerusakan ginjal. Bahan penggumpal yang kurang dari takaran juga bisa menyebabkan tidak terbentuknya gumpalan tahu, sehingga produk menjadi lunak dan tidak bisa dicetak menjadi tahu dengan bentuk yang bagus. Untuk itu perlunya penggunaan takaran pas untuk kesehatan konsumen maupun untuk keperluan produsen.

42 Penggunaan drum plastik sebagai wadah pengumpal juga berbahaya karena proses penggumpalan dilakukan saat bubur kedelai dalam keadaan panas. Drum plastik dalam keadaan panas bisa terkikis atau lepas dan terikut ke bubur tahu. 3) Pencetakan tahu Tahap pencetakan pada Tahu Cina menjadi titik kritis karena pada tahap ini pekerja tidak memakai pakaian dan dalam kondisi berkeringat oleh karena suhu lingkungan kerja yang panas, juga tangan pekerja yang kontak langsung dengan pangan tanpa menggunaan sarung. Keringat bisa mengenai tahu dan menjadi tempat bertumbuhnya jamur maupun bakteri. Karyawan seharusnya mengenakan pakaian kerja/celemek lengkap dengan penutup kepala, sarung tangan untuk menghindari kontaminasi dari pekerja Titik Kritis pada Pembuatan Tahu Sumedang Tahap pertama pada industri ini yaitu merendam kedelai pada drum-drum plastik selama setengah jam, kemudian digiling lalu bubur kedelai direbus pada kuali perebusan dengan menggunakan uap panas seperti pada pembuatan Tahu Cina. Setelah masak, bubur kedelai dipindahkan ke kain saring untuk memisahkan ampas dan protein kedelai. Hasil penyaringan yang ditampung di dalam drum besi kemudian ditambahkan cairan sisa (whey) untuk menggumpalkan protein kedelai. Setelah beberapa lama bubur kedelai akan mengendap dan membentuk gumpalan dan akan ada cairan bening di atas yaitu whey yang akan dipisah untuk

43 digunakan sebagai bahan penggumpal keesokan harinya. Gumpalan kemudian dipindahkan ke kotak pencetakan, dikempa dengan pemberat lalu terbentuklah tahu. Tahu ini kemudian dipotong-potong, lalu direndam di dalam ember dan siap untuk didistribusikan. Dari hasil pemeriksaan laboratorium dan pengamatan di lokasi penelitian, yang menjadi titik kritis untuk proses pembuatan Tahu Sumedang adalah pada tahap perendaman kedelai, pemotongan tahu dan perendaman tahu yang sudah jadi. 1) Tahap perendaman kedelai Tahap perendaman kedelai pembuatan Tahu Sumedang menjadi titik kritis karena dari hasil pemeriksaan di laboratorium air perendaman kedelai mengandung bakteri E.coli. jeregen-jeregen perendaman yang digunakan untuk perendaman juga dipenuhi lumut dan kondisi jeregen yang berwarna kekuningan akibat sudah usang juga menjadi penyebab timbulnya bahaya. Pencegahan yang dapat dilakukan misalnya mencuci jeregen dengan menggunakan sabuk pembersih dan jangan hanya disiram saja. 2) Tahap pemotongan tahu Tahap pemotongan pada pembuatan Tahu Sumedang menjadi titik kritis karena pada tahap ini digunakan alat pemotong yang kurang bersih, tangan pekerja yang tidak memakai pelindung bersentuhan langsung dengan tahu kemungkinan bisa mencemari produk. Petugas pemotong tahu yang mengenakan pakaian tanpa lengan berpotensi membuat jatuhnya keringat ke produk. Pencegahan yang bisa dilakukan

44 yaitu membersihkan dan mengeringkan alat pemotong setelah selesai digunakan, pekerja supaya memakai pakaian berlengan /celemek yang bisa menghindari jatuhnya keringat pada tahu yang sedang dipotong. 3) Tahap perendaman tahu yang sudah jadi Tahap perendaman merupakan titik kritis karena pada tahap ini bakteri bisa secara cepat tumbuh pada air perendaman. Juga tahu yang telah siap dipotong dipindahkan ke ember perendaman oleh pekerja tanpa menggunakan sarung tangan sehingga bisa terjadi kontaminasi. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu petugas pemotong tahu menggunakan sarung tangan untuk memindahkan tahu ke dalam ember perendaman Titik Kendali Kritis Titik kendali kritis adalah suatu langkah pengendalian untuk mencegah atau mengurangi bahaya sampai pada tingkat aman. Pada proses pembuatan Tahu Cina dan Tahu Sumedang titik kendali kritis yang ada yaitu pada tahap perebusan dan penyaringan. 1. Tahap perebusan Tahap perebusan pada proses pembuatan tahu bertujuan untuk mengurangi bau langu pada susu kedelai, menambah keawetan produk akhir dan merubah sifat protein kedelai sehingga mudah dikoagulasikan. Pada tahap ini juga bakteri E.coli yang ditemukan pada air yang digunakan pada proses sebelumnya mati karena proses perebusan dengan suhu tinggi.

45 2. Tahap penyaringan Tahap penyaringan berfungsi untuk memisahkan ampas dari sari kedelai yang akan digumpalkan. Selain itu, tahap ini berfungsi untuk menyaring cemaran fisik yang terikut pada proses pengolahan. Namun pada produk Tahu Cina masih ditemukan cemaran fisik yang menunjukkan bahwa proses penyaringan masih kurang bagus. Hal ini dapat dicegah dengan cara mengganti kain saring dengan pori-pori yang lebih kecil.

46 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Titik kritis pada pembuatan Tahu Cina adalah pada tahap perendaman kedelai, tahap penggumpalan, dan tahap pencetakan tahu. Pada pembuatan Tahu Sumedang titik kritis yaitu pada tahap perendaman kedelai, pemotongan tahu dan perendaman tahu yang sudah jadi. 2. Bahaya kimia yang ditemukan yaitu formalin pada Tahu Cina dan Tahu Sumedang. Kandungan logam berat (timbal, tembaga, arsen) masih di bawah batas aman untuk kedua jenis tahu. 3. Bahaya mikrobiologis yang ditemukan pada kedua air perendaman kedelai yaitu bakteri E.coli, sedangkan pada produk tidak ditemukan bakteri E.coli maupun Salmonella. 4. Bahaya fisik yang ditemukan yaitu pada Tahu Cina berupa pasir dan kedelai hitam, sedangkan pada Tahu Sumedang yaitu kedelai hitam. 6.2 Saran 1. Diharapkan kepada produsen Tahu Cina dan Tahu Sumedang untuk tidak menggunakan bahan kimia berbahaya dan produsen Tahu Cina supaya menggunakan bahan penggumpal sesuai takaran.

47 2. Produsen menggunakan air bersih untuk proses pembuatan Tahu agar tidak membahayakan konsumen. 3. Agar produsen memperhatikan kebersihan peralatan dan jangka waktu penggunaan mesin-mesin produksi. 4. Diharapkan kepada pihak Dinas Kesehatan Kota Medan agar lebih menggiatkan pembinaan terhadap industri rumah tangga dalam hal penggunaan formalin.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci

Rosalyn Sitinjak¹, Albiner Siagian², Jumirah³

Rosalyn Sitinjak¹, Albiner Siagian², Jumirah³ ANALISIS BAHAYA DAN IDENTIFIKASI TITIK KRITIS PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PEMBUATAN TAHU CINA DAN TAHU SUMEDANG DI KELURAHAN SARI REJO KECAMATAN MEDAN POLONIA Rosalyn Sitinjak¹, Albiner Siagian², Jumirah³

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013. Ikan teri (Stolephorus sp) asin kering yang dijadikan sampel berasal dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk 94 Lampiran 1 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Tahu Pada Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016 (Sumber : Keputusan Menteri

Lebih terperinci

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Febriyani Bobihu, 811408025 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017 untuk pengujian TPC di Laboratorium Mikrobiologi PPOMN (Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional), Badan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sampai Desember Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan

BAB III METODE PENELITIAN. sampai Desember Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ± 3 bulan dimulai bulan Oktober sampai Desember 2013. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka. B. Tempat dan waktu penelitian 1. Tempat penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian. BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian tentang perbandingan gizi tahu dari kedelai dan tahu biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana jenis

Lebih terperinci

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Tuladenggi adalah salah satu Kelurahan dari lima Kelurahan yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan

Lebih terperinci

PENGAMBILAN SAMPEL MAKANAN UNTUK PARAMETER MIKROBIOLOGI, PENGIRIMAN, PEMERIKSAAN DAN INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN SAKRIANI

PENGAMBILAN SAMPEL MAKANAN UNTUK PARAMETER MIKROBIOLOGI, PENGIRIMAN, PEMERIKSAAN DAN INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN SAKRIANI PENGAMBILAN SAMPEL MAKANAN UNTUK PARAMETER MIKROBIOLOGI, PENGIRIMAN, PEMERIKSAAN DAN INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN SAKRIANI Penularan Penyakit Melalui Makanan Sumber Kontaminasi:penjamah makanan Bakteri

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU Oleh: Gusti Setiavani, S.TP, M.P Staff Pengajar di STPP Medan Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tahu Tahu adalah salah satu jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok kedelai dengan jalan memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui proses pengendapan protein dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. observasi kandungan mikroorganisme Coliform dan angka kuman total pada susu

BAB III METODE PENELITIAN. observasi kandungan mikroorganisme Coliform dan angka kuman total pada susu BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian deskripsi dengan metode observasi. Penelitian dilakukan dengan melakukan observasi kandungan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di Laboratorium Teknologi Pascapanen dan Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam penyehatan makanan dan minuman, kebersihan alat makan merupakan bagian yang sangat penting dan berpengaruh terhadap kualitas makanan dan minuman. Alat makan yang

Lebih terperinci

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd NATA putri Anjarsari, S.Si., M.Pd putri_anjarsari@uny.ac.id Nata adalah kumpulan sel bakteri (selulosa) yang mempunyai tekstur kenyal, putih, menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan cairan (nata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

UJI MPN BAKTERI ESCHERICHIA COLI PADA AIR SUMUR BERDASARKAN PERBEDAAN KONSTRUKSI SUMUR DI WILAYAH NAGRAK KABUPATEN CIAMIS

UJI MPN BAKTERI ESCHERICHIA COLI PADA AIR SUMUR BERDASARKAN PERBEDAAN KONSTRUKSI SUMUR DI WILAYAH NAGRAK KABUPATEN CIAMIS UJI MPN BAKTERI ESCHERICHIA COLI PADA AIR SUMUR BERDASARKAN PERBEDAAN KONSTRUKSI SUMUR DI WILAYAH NAGRAK KABUPATEN CIAMIS Anna Yuliana Program Studi S1Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu (uji kimia dan mikrobiologi) dan di bagian Teknologi Hasil Ternak (uji organoleptik), Departemen Ilmu Produksi dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum. NATA DE SOYA 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media cair

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Lada hitam. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Lada hitam. Badan Standardisasi Nasional ICS SNI 01-0005-1995 Standar Nasional Indonesia Lada hitam ICS Badan Standardisasi Nasional i SNI 01 0005-1995 Daftar Isi 1. Ruang lingkup... 2 2. Acuan Normatif... 2 3. Istilah dan definisi... 2 4. Klasifikasi/penggolongan...

Lebih terperinci

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 1 Summary STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 TRI ASTUTI NIM 811408115 Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menekankan tentang tantangan dan peluang terkait Keamanan Pangan. Keamanan pangan sangat penting karena keterkaitannya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada pellet calf starter dengan penambahan bakteri asam laktat dari limbah kubis terfermentasi telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan antara lain : oven, autoklap, ph meter, spatula, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Feses sapi potong segar sebanyak 5 gram/sampel. 2. Sludge biogas sebanyak 5 gram/sampel.

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Feses sapi potong segar sebanyak 5 gram/sampel. 2. Sludge biogas sebanyak 5 gram/sampel. 24 III MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Materi Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian 1. Feses sapi potong segar sebanyak 5 gram/sampel. 2. Sludge biogas sebanyak 5 gram/sampel. 3. Bahan yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 32 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015 di Laboratorium Teknologi Pakan dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 26 BAB 3 METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah metodologi dengan pendekatan kualitatif melalui teknik pengumpulan data dan informasi yang hasilnya dianalisis dengan memakai kerangka teori yang

Lebih terperinci

Tidak (b) Universitas Sumatera Utara

Tidak (b) Universitas Sumatera Utara Lembar Observasi Hygiene Sanitasi Pada Pembuat/Penjual Sop Buah di Pasar Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2011 Nama : Jenis Kelamin : Umur : Pendidikan : Lama berjualan : Merupakan jawaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah eksplanatori research adalah menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan melalui

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS TAHU KEDELAI DISUSUN OLEH GUNTUR OCTOSA YUDHA WIJAYA

TUGAS AKHIR MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS TAHU KEDELAI DISUSUN OLEH GUNTUR OCTOSA YUDHA WIJAYA TUGAS AKHIR MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS TAHU KEDELAI DISUSUN OLEH GUNTUR OCTOSA YUDHA WIJAYA 11.02.8080 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 ABSTRAK Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada penjual minuman olahan yang berada di pasar

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada penjual minuman olahan yang berada di pasar BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada penjual minuman olahan yang berada di pasar Sentral Kota Gorontalo. Dari keseluruhan penjual

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota Medan, pada tahun 2010 terdapat 28.501 TPUM (Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan), salah satunya adalah pusat makanan jajanan.

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan Laboratorium Kimia Universitas

Lebih terperinci

V. PROFIL INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU. pemilik usaha industri tahu yang ada di Desa Karanganyar Kecamatan Weru

V. PROFIL INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU. pemilik usaha industri tahu yang ada di Desa Karanganyar Kecamatan Weru V. PROFIL INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU A. Identitas Pengrajin Identitas pengrajin merupakan gambaran umum tentang keadaan dan latar belakang pengrajin yang berkaitan dan berpengaruh terhadap kegiatan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahan hidup tanpa air. Sebanyak 50 80% di dalam tubuh manusia terdiri

BAB I PENDAHULUAN. bertahan hidup tanpa air. Sebanyak 50 80% di dalam tubuh manusia terdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air adalah unsur penting bagi makhluk hidup. Manusia dapat bertahan hidup tanpa makan selama 3 sampai 6 bulan namun tidak akan mampu bertahan hidup tanpa air. Sebanyak

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1 IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Berdirinya UD. Ponimin pada tahun 1998, UD. Ponimin merupakan industri rumah tangga yang memproduksi tahu. UD. Ponimin ini milik Bapak Ponimin. Awalnya

Lebih terperinci

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE Disusun Oleh: Mukaromah K3310058 Nuryanto K3310060 Sita Untari K3310079 Uswatun Hasanah K3310081 Pendidikan Kimia A PROGAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Berikut ini adalah deskripsi lokasi penelitian yang dilihat atas dua aspek, yaitu Geografi dan Demografi : 1.1.1 Keadaan Geografis Pasar jajan

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN TAHU SKALA RUMAH TANGGA Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. Widyaiswara BPP Jambi

TEKNOLOGI PEMBUATAN TAHU SKALA RUMAH TANGGA Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. Widyaiswara BPP Jambi TEKNOLOGI PEMBUATAN TAHU SKALA RUMAH TANGGA Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. Widyaiswara BPP Jambi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu bukan asli dari Indonesia, tetapi masyarakat Indonesia sudah sejak zaman

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

BAB IX SANITASI PABRIK

BAB IX SANITASI PABRIK BAB IX SANITASI PABRIK Sanitasi merupakan suatu kegiatan yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan kebersihan, kesehatan, kesejahteraan pekerja, mencegah terjadinya pencemaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di bulan april - mei tahun 2012, lokasi dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di bulan april - mei tahun 2012, lokasi dalam 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di bulan april - mei tahun 2012, lokasi dalam penelitian ini adalah kompleks pasar sentral Kota Gorontalo. 3.2 Desain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu isi dari dasar-dasar pembangunan kesehatan di Indonesia adalah adil dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 RANCANGAN PENELITAN Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan dengan 3

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Limba U I Kec. Kota Selatan Kota Gorontalo. Pasar sental Kota Gorontalo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Limba U I Kec. Kota Selatan Kota Gorontalo. Pasar sental Kota Gorontalo 44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pasar sentral kota Gorontalo berlokasi di jalan Setia Budi. I kelurahan Limba U I Kec. Kota Selatan Kota Gorontalo. Pasar sental Kota

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD. Ponimin merupakan sebuah industri kecil yang bergerak dalam bidang produksi tahu. UD. Ponimin ini didirikan oleh Bapak Ponimin pada tahun 1998.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 :

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 : BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 : a) Proses Fermentasi di Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

CABE GILING DALAM KEMASAN

CABE GILING DALAM KEMASAN CABE GILING DALAM KEMASAN 1. PENDAHULUAN Cabe giling adalah hasil penggilingan cabe segar, dengan atau tanpa bahan pengawet. Umumnya cabe giling diberi garam sampai konsentrasi 20 %, bahkan ada mencapai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lay out penelitian I

Lampiran 1 Lay out penelitian I LAMPIRAN 65 Lampiran 1 Lay out penelitian I 66 Lampiran 2 B. humidicola tanpa N (A), B. humidicola dengann (B), P. notatum tanpa N (C), P. notatum dengan N (D), A. compressus tanpa N (E), A.compressus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan survei serta rancangan deskriptif dan eksploratif. B. Waktu dan Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lapangan dan di laboratoirum. Pengambilan sampel ikan bertempat di DAS Citarum bagian hulu dengan 4 stasiun yang telah ditentukan.

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 di. Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro, Semarang.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 di. Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro, Semarang. 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian, dan Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coliform 1. Pengertian Coliform Coliform merupakan golongan bakteri intestinal yang hidup dalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c.

BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c. BAB 3 METODE PERCOBAAN Pada analisis yang dilakukan terhadap penentuan kadar dari beberapa parameter pada limbah cair pengolahan kelapa sawit menggunakan beberapa perbedaan alat dan metode, adapun beberapa

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN PEMUSNAHAN LIMBAH LABORATORIUM

PENGOLAHAN DAN PEMUSNAHAN LIMBAH LABORATORIUM UPT. PUSKESMAS PENANAE PENGOLAHAN DAN PEMUSNAHAN LIMBAH LABORATORIUM No. Dokumen : No Revisi : SOP Tanggal terbit: Halaman: Ttd.Ka.Puskesmas : N u r a h d i a h Nip.: 196612311986032087 1. PENGERTIAN Limbah

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013. Lokasi pengambilan sampel rumput laut merah (Eucheuma cottonii) bertempat di Perairan Simpenan,

Lebih terperinci

PEMBUATAN REAGEN KIMIA

PEMBUATAN REAGEN KIMIA PEMBUATAN REAGEN KIMIA 1. Larutan indikator Phenol Pthalein (PP) 0,05 % 0,05 % = 0,100 gram Ditimbang phenol pthalein sebanyak 100 mg dengan neraca kasar, kemudian dilarutkan dengan etanol 96 % 100 ml,

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dianalisis menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 Tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, pada pasal 1 menyebutkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3 perlakuan, sedangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu, air dan peralatan berasal dari tujuh peternak dari Kawasan Usaha Peternakan Rakyat (Kunak), yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Total sampel susu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu Erlenmeyer, 1.2. Bahan beaker glass, tabung

Lebih terperinci

ANALISIS CEMARAN MIKROBA PADA KUE BASAH DI PASAR BESAR KOTA PALANGKA RAYA. Susi Novaryatiin, 1 Dewi Sari Mulia

ANALISIS CEMARAN MIKROBA PADA KUE BASAH DI PASAR BESAR KOTA PALANGKA RAYA. Susi Novaryatiin, 1 Dewi Sari Mulia ARTIKEL PENELITIAN ANALISIS CEMARAN MIKROBA PADA KUE BASAH DI PASAR BESAR KOTA PALANGKA RAYA 1 Susi Novaryatiin, 1 Dewi Sari Mulia 1 Dosen Pengajar Program Studi D-III Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari Setelah mempelajari dan memahami konsep atom, ion, dan molekul, kini saatnya mempelajari ketiganya dalam bahan kimia sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah dapat melihat atom, ion,

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Pengolahan dan Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian. Waktu penelitian direncanakan berlangsung selama 2

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan  Metode Penelitian Sampel 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2012 di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci