TINJAUAN PUSTAKA Penambangan Batubara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Penambangan Batubara"

Transkripsi

1 4 TINJAUAN PUSTAKA Penambangan Batubara Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Proses penambangan merupakan salah satu mata rantai dari kegiatan penambangan yang berfungsi untuk menyediakan bahan baku. Agar penyediaan bahan baku tersebut dapat terjamin maka kegiatan penambangan harus ditangani secara baik dan sistematik. Lebih lanjut Bapedal (2001) mengemukakan bahwa kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan sebagai berikut: 1. Eksplorasi 2. Pembangunan infrastruktur, jalan akses dan sumber energi 3. Pembangunan kamp kerja dan kawasan pemukiman 4. Ekstraksi dan pembuangan limbah batuan 5. Pengolahan bijih dan operasional 6. Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya Sistem penambangan batubara di Indonesia pada umumnya adalah sistem tambang terbuka dengan metode konvensional yang merupakan kombinasi penggunaan excavator/shovel dan truk. Urutan kegiatan penambangan batubara dengan metode ini meliputi: 1. Pembukaan lahan 2. Pengupasan dan penimbunan tanah tertutup 3. Pengambilan dan pengangkatan batubara serta pengecilan ukuran tanpa proses pencucian batubara (Setyawan, 2004). Setyawan (2004) juga mengemukakan bahwa sistem penambangan ini belum memungkinkan untuk dilaksanakan pengisian lubang bekas tambang (back filling) sehingga tanah pucuk yang terkumpul segera disebarkan pada lahan yang sudah siap direklamasi (brech final). Apabila brech final belum tersedia, maka

2 5 tanah pucuk tersebut harus dikumpulkan keluar batas daerah penimbunan atau diamankan ke tempat kumpulan tanah pucuk. Kemudian lapisan tanah penutup ditimbun di luar areal tambang dengan sistem terasiring dan recountoring. Pada kaki daerah penimbunan (waste dump) dibuat kolam pengendapan (settling pond) untuk menangkap air permukaan dan mengendapkan lumpur yang terangkut. Lanskap Pascapenambangan Kegiatan pasca tambang merupakan kegiatan terencana, sistematis dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha penambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan (UU RI No.4 Tahun 2009). Kegiatan penambangan batubara akan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, terutama terhadap komponen lingkungan : 1. Penurunan kualitas air, bersumber dari adanya erosi tanah 2. Penurunan muka air tanah dangkal, karena dalamnya penggalian lubang tambang 3. Peningkatan pencemaran debu dan kebisingan, karena pengangkutan batubara; 4. Peningkatan erosi tanah, karena hilangnya vegetasi penutup 5. Kehilangan potensi dan struktur vegetasi; karena aktiivitas pembersihan lahan (land clearing) sebelum pertambangan dimulai 6. Kehilangan satwa liar, karena hilangnya habitat 7. Perubahan penggunaan lahan, karena adanya penempatan proyek 8. Peningkatan kesempatan berusaha, karena berkembangnya perekonomian lokal 9. Peningkatan potensi konflik sosial, karena adanya pertentangan kepentingan dan kecemburuan sosial Dampak terhadap komponen lingkungan fisik-kimia dan biologi tersebut tidak dapat dihindarkan namun dapat ditekan seminimal mungkin. Selain dampak negatif, proyek pertambangan batubara di wilayah Batulicin akan menimbulkan dampak positif terhadap lingkungan sosial dan ekonomi dalam bentuk terbukanya peluang kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat setempat, serta meningkatkan pendapatan daerah (PT Arutmin, 2003).

3 6 Reklamasi Lahan Pasca Penambangan Menurut KEPMEN Pertambangan dan Energi No K/008/M.PE/1995 yang dimaksud reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan umum, agar dapat berfungsi dan berdayaguna sesuai dengan peruntukkannya. Selanjutnya Feriansyah 2009 menyebutkan bahwa kegiatan reklamasi meliputi dua tahapan, yaitu : 1. Pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya. 2. Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk pemanfaatan selanjutnya. Tujuan akhir reklamasi lahan pasca penambangan adalah pilihan optimal dari berbagai keadaan dan kepentingan. Selain itu perlu diingat bahwa reklamasi merupakan kepentingan masyarakat banyak, sehingga tujuan reklamasi tidak boleh hanya ditentukan sendiri oleh perusahaan pertambangan yang bersangkutan. Penetapan tujuan reklamasi dipengaruhi oleh faktor- faktor sebagai berikut : 1. Jenis mineral yang ditambang. 2. Sistem penambangan yang digunakan. 3. Keadaan lingkungan setempat. 4. Keadaan dan kebutuhan sosial-ekonomis masyarakat setempat. 5. Keekonomian investasi mineral. 6. Perencanaan tata ruang yang telah ada. Tahapan kegiatan reklamasi berdasarkan RPT Arutmin 2008 diawali dengan proses pemindahan dan penimbunan tanah penutup (overburden) lalu diikuti dengan perataan atau regrading. Setelah perataan dilakukan sesuai dengan rencana, tanah pucuk kemudian ditaburkan pada permukaan yang telah diregrade dengan ketebalan minimal 0,5 meter. Penyebaran tanah pucuk kemudian diikuti dengan pengemburan sepanjang kontur atau kontur ripping, check dam bila diperlukan. Peletakan kontur ripping sepanjang kontur dimaksudkan agar air yang mengalir dapat terperangkap dan sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman pada usia dini.

4 7 Menurut Suprapto (2008), secara umum yang harus diperhatikan dan dilakukan dalam merehabilitasi/reklamasi lahan bekas tambang adalah : 1. Dampak perubahan dari kegiatan pertambangan. Kegiatan pertambangan dapat mengakibatkan perubahan kondisi lingkungan. Hal ini dapat dilihat dengan hilangnya fungsi proteksi terhadap tanah, yang juga berakibat pada terganggunya fungsi-fungsi lainnya. 2. Rekonstruksi tanah. Untuk mencapai tujuan restorasi perlu dilakukan upaya seperti rekonstruksi lahan dan pengelolaan tanah pucuk. 3. Revegetasi. Secara ekologi, spesies tanaman lokal dapat beradaptasi dengan iklim setempat tetapi tidak untuk kondisi tanah. Untuk itu diperlukan pemilihan spesies yang cocok dengan kondisi setempat, terutama untuk jenis-jenis yang cepat tumbuh. 4. Pencegahan air asam tambang. Pembentukan air asam cenderung intensif terjadi pada daerah penambangan, hal ini dapat dicegah dengan menghindari terpaparnya bahan yang mengandung sulfida pada udara bebas. 5. Pengaturan drainase. Drainase pada lingkungan pasca tambang dikelola secara seksama untuk menghindari efek pelarutan sulfida logam dan bencana banjir. 6. Tata guna lahan pasca tambang Lahan bekas tambang tidak selalu dekembalikan ke peruntukan semula. Hal ini tertgantung pada penetapan tata guna lahan wilayah tersebut. Rekreasi Gold (1980) mendefinisikan bahwa rekreasi adalah melakukan berbagai aktivitas pada waktu luang yang bertujuan untuk mencapai kepuasan pribadi dan untuk mendapatkan pengalaman pribadi. Sumber daya untuk rekreasi adalah tempat tujuan bagi orang untuk melakukan aktivitas rekreasi. Ketersediaan sumber daya untuk rekreasi merupakan jumlah dan kualitas dari sumber daya yang tersedia di tempat rekreasi yang dapat digunakan pada waktu tertentu.

5 8 Permintaan rekreasi dapat dijadikan sebagai suatu ukuran dalam menentukan tapak yang terbaik dan tipe yang paling cocok dengan sumber daya, fasilitas, dan program rencana. Gold (1980) juga menekankan bahwa sangat mendasar untuk memahami berbagai teknik pendekatan dalam merencanakan rekreasi. Hal ini menghindari konflik yang muncul akibat perbedaan dalam teknik pendekatan. Beberapa pendekatan yang dipakai adalah : 1. Pendekatan sumberdaya, penentuan tipe-tipe serta kemungkinan-kemungkinan rekreasi dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi sumber dayanya. 2. Pendekatan aktivitas, dilakukan dengan menyeleksi aktivitas pada masa lalu untuk menentukan kemungkinan-kemungkinan apa saja yang dapat disediakan pada masa yang akan datang. 3. Pendekatan ekonomi, dasar ekonomi atau sumber fiskal dari masyarakat digunakan untuk menetukan jumlah, tipe dan kemungkinan-kemungkinan rekreasi 4. Pendekatan perilaku, perilaku manusia dan kejadian-kejadian di waktu luang mempengaruhi pemilihan tentang bagaimana, dimana dan kapan orang-orang menggunakan waktu luangnya. Selanjutnya menurut Gold (1980), jenis-jenis rekreasi luar lapangan adalah sebagai berikut : 1. Mengendarai mobil untuk bersenang-senang 2. Berenang 3. Berjalan untuk bersenang-senang 4. Bermain (olahraga) 5. Melihat pemandangan 6. Piknik 7. Memancing 8. Bersepeda 9. Menonton pertandingan olahraga 10. Berperahu 11. Lintas alam

6 9 12. Berburu 13. Berkemah 14. Berkuda 15. Bermain ski air 16. Gerak jalan 17. Menonton konser atau drama Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan rekreasi adalah distribusi musiman, periode waktu luang atau jumlah waktu yang dimiliki seseorang, distribusi penggunaan sumber daya, dan partisipasi masyarakat terhadap aktivitas tertentu. Selain faktor yang berkaitan dengan pengguna, faktor yang berhubungan dengan tempat rekreasi juga mempengaruhi permintaan terhadap rekreasi. Faktorfaktor tersebut adalah daya tarik yang diinginkan pengunjung, tingkat pengelolaan tempat rekreasi tersebut, keberadaan tempat rekreasi lain di sekitarnya, daya dukung dan iklim mikro daerah rekreasi, serta karakteristik fisik dan karakter alami tempat rekreasi tersebut. Perencanaan Lanskap Perencanaan adalah suatu alat yang sistematis dan dapat digunakan untuk menentukan awal suatu keadaan, dan merupakan cara terbaik untuk mencapai keadaan tersebut (Gold, 1980) sedangkan Chiara dan Koppelman (1989) mengemukakan bahwa proses perancangan tapak dimulai dengan pengumpulan data dasar yang berkaitan secara khusus dengan tapak tersebut dan daerah sekitarnya. Data ini harus meliputi hal-hal seperti rencana induk dan penelaahannya, peraturan penzonaan, peta dasar dan udara, survey, data topografi, informasi geologi, hidrologi dari daerah tersebut, tipe tanah, vegetasi dan ruang terbuka yang ada. Menurut Laurie (1986), perencanaan tapak dapat dipikirkan sebagai suatu kompromi antara penyesuaian pada tapak untuk mencocokkan dengan program dan adaptasi pada program dikarenakan tapaknya. Program dengan tapak dipikirkan sebagai dua kumpulan pengaruh: satu, yaitu tapaknya, yang berusaha keras mencerminkan wujudnya, kekhasannya; lainnya, yaitu kegunaan yang

7 10 terkandung dalam program, yang juga mempunyai suatu proses pemberian bentuk umumnya sendiri. Proses perencanaan lanskap kawasan rekreasi menurut Gold (1980) terdiri dari persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan. Persiapan merupakan tahap perumusan tujuan dan program serta informasi lain tentang berbagai keinginan yang dilanjutkan dengan membuat persetujuan kerja sama antara perencana dan pemberi tugas. Inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data keadaan awal tapak yang diperoleh dari survei lapang, wawancara, pengamatan, dan sebagainya. Analisis merupakan tahap untuk mengetahui masalah, kendala, potensi dan kemungkinan pengembangan lain dari tapak. Pada tahap ini dibuat program pengembangan yang menyeluruh dengan menyusun tujuan, metode, daftar kebutuhan, deskripsi proyek, dan hubungan antar komponen tersebut. Sintesis merupakan tahap pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi dari suatu tapak yang disesuaikan dengan tujuan perencanaan. Setelah dilakukan pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi akan diperoleh alternatif-alternatif perencanaan (Gold, 1980). Lanskap Area Rekreasi Menurut Simonds (1983), bentukan-bentukan penampakan dan kekuatan lanskap alam yang dominan, sangat sedikit yang dapat diubah. Beberapa elemen lanskap alami yang tidak dapat diubah adalah bentukan topografi seperti pegunungan, lembah, danau, sungai, pantai, penampakan presipitasi, embun, dan kabut. Selanjutnya Simonds (1983) menyatakan bahwa lanskap alami memiliki hubungan dengan bentukan-bentukan lain secara tersendiri, karena lanskap alami mempunyai sesuatu yang harmonis, dengan setiap bentuk merupakan pernyataan dari topografi, iklim, pertumbuhan, dan energi alami. Kawasan area rekreasi merupakan ruang terbuka yang menyediakan sarana wisata atau rekreasi yang sangat penting bagi kesenangan, kesehatan, dan kebahagiaan manusia. Suatu area rekreasi harus mempunyai ciri khas keunikan tertentu, yakni mempunyai karakteristik yang khusus sesuai keinginan masyarakat di sekitar kawasan tersebut.

8 11 Salah satu yang perlu dipertimbangkan dalam lanskap area rekreasi adalah fasilitas rekreasi, yaitu segala sesuatu yang sengaja dibuat atau disediakan pada suatu kawasan rekreasi untuk menjalankan fungsi kawasan sebagai kawasan rekreasi, dimana setiap orang harus memiliki akses untuk memiliki akses untuk menikmati fasilitas tersebut (Gold, 1980). Fasilitas ini dapat digunakan sebagai salah satu standar dalam proses perencanaan yang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Perbedaan ini dipengaruhi oleh : 1. Orientasi manusia, terutama pengguna 2. Dapat diterapkan di masyarakat dan sesuai dengan waktu dan biaya perencanaan yang ada 3. Kemudahan pengaplikasian 4. Relevansi Beberapa sumberdaya alam menjadi unsur penting bagi lanskap area rekreasi. Chiara dan Koppelman (1989) mengemukakan bahwa jenis dan pola vegetasi merupakan sumberdaya rekreasi, visual dan ekologi yang penting. Pada unsur hidrologi dikemukakan bahwa jenis dan kualitas air pada suatu tapak merupakan sumberdaya visual dan rekreasi yang penting. Selanjutnya Chiara dan Koppelman (1989) juga mengemukakan bahwa bentuk dasar permukaan tanah atau struktur topografi suatu tapak merupakan sumberdaya visual dan estetika yang sangat mempengaruhi lokasi dari berbagai tataguna tanah serta fungsi rekreasi. Hal ini sangat penting apabila segi visual dari tapak akan dipertimbangkan. Teori rekreasi berkaitan erat dengan destinasi. Menurut Lewwis dan Chambers 1990, destinasi terdiri dari berbagai elemen. Dalam membuat strategi terhadap sebuah destinasi terdapat beberapa faktor yang harus dianalisis terlebih dahulu di dalam pasar. Faktor-faktor tersebut antara lain : 1. Sumber daya alam di suatu destinasi antara lain adalah iklim, tanah, vegetasi, kehidupan binatang, air, pantai, ketersediaan air minum, sumber daya energi dan keindahan alam sekitar destinasi. 2. Infrastruktur yang masuk ke dalamnya antara lain water supply, sistem pembuangan, listrik dan gas, sistem komunikasi, jalan, bandar udara, terminal, stasiun kereta api, tempat parkir dan transportasi publik.

9 12 3. Sarana suprastruktur terdiri dari fasilitas-fasilitas seperti hotel/motel, restoran/rumah makan, toko-toko, tempat-tempat hiburan, dan sektor bisnis lainnya yang menyediakan barang dan jasa kepada konsumen. 4. Sarana transportasi yang tersedia bagi pengunjung ketika berkunjung ke tapak seperti mobil, pesawat udara, kereta api, bus dan kapal laut. 5. Masyarakat lokal mempunyai keinginan dalam memberikan jasanya kepada pengunjung yang datang ke daerah mereka. Keinginan tersebut tidak hanya meliputi keinginan di dalam pelayanan namun masyarakat lokal juga harus dapat menerima budaya dan motivasi yang dibawa oleh pengunjung ke daerah mereka. Intinya adalah penyesuaian antara budaya masyarakat lokal dengan budaya pendatang yang berasal dari pengunjung. 6. Memperhatikan apakah destinasi yang akan dipasarkan tersebut mempunyai pesaing lain yang potensi produk sejarah dan budayanya sama dengan yang dipasarkan destinasi tersebut kepada konsumen. 7. Menentukan jenis pengunjung yang datang ke suatu destinasi yang dapat memberikan nilai wawasan yang nantinya akan masuk ke dalam daur hidup produk. Apakah pengunjung yang datang menyukai jenis rekreasi petualangan atau jenis lainnya. 8. Keterlibatan pemerintah terhadap rekreasi yang berkembang pada suatu destinasi. Keterlibatan tersebut bisa dalam bentuk tindakan langsung dari pemerintah pada perkembangan rekreasi atau pemerintah yang ada di destinasi tersebut hanya sebagai fasilitator dan pemberi kebijakan saja. Keterlibatan lain yang dapat dilakukan pemerintah di dalam pengembangan rekreasi di suatu destinasi dapat dilakukan dengan melakukan promosi yang akan meningkatkan jumlah kunjungan ke suatu destinasi.

10 13 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, tepatnya di Desa Mangkalapi, Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian dilakukan selama empat bulan, dimulai pada Mei sampai dengan Agustus 2010 dan penyusunan skripsi hingga Maret Gambar 1. Peta lokasi penelitian Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi hingga tahap perencanaan tapak dan diwujudkan berupa gambar site plan dan beberapa gambar penunjang lain.

11 14 Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode survei dengan mengikuti proses perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980). Perencanaan pada penelitian ini menggunakan pendekatan kekhasan tambang. Tahapan perencanaan meliputi kegiatan persiapan, pengumpulan data, analisis dan sintesis, konsep dan perencanan lanskap. Gambar 2. Tahapan perencanaan lanskap (Gold, 1980) Tahapan Perencanaan Lanskap Proses perencanaan lanskap area rekreasi pada lahan pasca tambang batubara di Pit 1 Mangkalapi PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Pada tahap ini dilakukan perumusan masalah dan tujuan penelitian sebagai tahap awal untuk melakukan perencanaan lanskap pasca tambang Pit 1 Mangkalapi sebagai kawasan rekreasi. Kemudian dilakukan pengumpulan informasi awal mengenai lokasi dan topik penelitian. Pada tahap ini dihasilkan proposal penelitian. 2. Pengumpulan Data Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data keadaan awal dan penghayatan tapak. Pengambilan data meliputi data primer yang diperoleh

12 15 dengan pengamatan langsung di lapang, baik berupa survei maupun wawancara dan data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka. Data yang digunakan terdiri dari data fisik (lokasi dan aksesibilitas tapak, tata guna lahan, topografi, iklim, kualitas visual lanskap) dan biofisik (tanah, hidrologi, vegetasi) serta data sosial (demografi dan perilaku serta keinginan penduduk). Pengumpulan data ini dilakukan untuk menentukan potensi dan kendala pada tapak lokasi penelitian. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara survei lapang dan studi pustaka (Tabel 1). Survei lapang dilakukan untuk dapat lebih memahami kondisi tapak yang sebenarnya dilakukan dengan cara observasi langsung ke tapak dengan mengambil data-data yang diperlukan dalam penelitian. Peralatan yang digunakan dalam pengumpulan data seperti alat tulis, GPS, meteran, papan jalan, Horiba (alat untuk mengukur ph dan tingkat kekeruhan). Studi pustaka diperlukan untuk mendapatkan data standar perencanaan lanskap yang diperlukan, seperti fasilitas yang direncanakan. Studi pustaka ini diperoleh dari buku acuan, laporan-laporan pendahuluan, dan bacaan lain yang berhubungan dan mendukung pelaksanaan studi. Hasil dari tahap ini berupa peta eksisting. Tabel 1. Jenis, sumber dan cara pengambilan data No. Jenis Data Sumber Data Cara Pengambilan Data 1. Aspek Fisik dan Biofisik a. Lokasi dan Aksesibilitas Tapak PT Arutmin dan Survei Lapang Studi Pustaka dan Survei b. Tata Guna Lahan PT Arutmin dan Survei Studi Pustaka dan Survei Lapang c. Tanah PT Arutmin dan Survei Studi Pustaka dan Survei Lapang d. Topografi PT Arutmin dan Survei Studi Pustaka dan Survei Lapang e. Hidrologi PT Arutmin dan Survei Studi Pustaka dan Survei Lapang f. Iklim BMKG, PT Arutmin Studi Pustaka dan Survei g. Kualitas Visual Lanskap Seurvei Lapang Survei h. Vegetasi & Satwa PT Arutmin dan Survei Lapang Studi Pustaka dan Survei 2. Aspek Sosial a. Demografi b. Perilaku dan Keinginan Penduduk PT Arutmin Survei Lapang Studi Pustaka Wawancara dan Kuisioner

13 16 3. Analisis Tahap analisis dilakukan setelah data dan informasi yang dibutuhkan terkumpul. Kegiatan analisis dilakukan untuk menentukan potensi dan kendala serta pemecahan masalah pada tapak. Kegiatan analisis juga dikaitkan dengan mempelajari berbagai kebijakan dan peraturan pemerintah yang berhubungan dengan sumber daya dan penggunaannya yang dapat dijadikan pertimbangan dalam perencanaan lanskap. Data dan informasi yang diperoleh dianalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif untuk menentukan pengembangan program yang akan digunakan sebagai acuan dalam konsep pengembangan tapak. Hasil dari tahap analisis data ini berupa peta tematik, peta analisis tata guna lahan, peta analisis topografi dan kemiringan lahan dan peta analisis hidrologi. 4. Sintesis Tahap sintesis merupakan tahap pemecahan masalah dan pengembangan potensi dari suatu tapak yang akan dikembangkan sesuai dengan tujuan perencanaan. Pada tahap ini peta tematik dioverlay untuk mendapatkan program ruang yang sesuai dengan tapak. Pada tahap sintesis ditetapkan konsep perencanaan tapak yang merupakan kebijakan yang akan dihadirkan pada tapak. Konsep dituangkan dalam konsep dasar, dilanjutkan dengan konsep ruang, sirkulasi, vegetasi, aktivitas dan fasilitas. Hasil dari tahap ini berupa peta-peta konsep. 5. Perencanaan Lanskap Pada tahap ini, konsep yang telah ditetapkan dikembangkan dalam bentuk perencanaan lanskap yang menggambarkan fasilitas yang dapat dikembangkan untuk mendukung aktivitas, tata letaknya dan elemen lanskap yang mendukung keberadaan obyek (danau, high wall dan area tanaman reklamasi) sesuai dengan tujuan yang diinginkan, yaitu mewujudkan kawasan pasca tambang sebagai area rekreasi. Hasil dari tahap ini berupa siteplan.

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara 4 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan

Lebih terperinci

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN PENDAHULUAN Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi berdampak terhadap air tanah dan air permukaan. Perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batu Bara Kegiatan penambangan merupakan proses ekstraksi bahan mineral yang bernilai ekonomis dari lapisan bumi demi memenuhi kebutuhan manusia (Gregory, 1983 disitasi

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PERTAMBANGAN TERHADAP LAHAN BEKAS TAMBANG

BAB III TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PERTAMBANGAN TERHADAP LAHAN BEKAS TAMBANG BAB III TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PERTAMBANGAN TERHADAP LAHAN BEKAS TAMBANG A. Kondisi Lahan Bekas Tambang Batu bara merupakan salah satu sumber energi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Batu

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Kelapa Rapat (Klara) Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, dengan luas area ± 5.6 Ha (Gambar 2). Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA Antung Deddy Asdep Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Kerusakan Lahan Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG DISAMPAIKAN PADA BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan Lanskap Menurut Marsh (2005) perencanaan lanskap perkotaan merupakan cakupan besar yang fokus terhadap seluruh area metropolitan. Kebanyakan aktivitas dalam merencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar

Lebih terperinci

PIL (Penyajian Informasi Lingkungan)

PIL (Penyajian Informasi Lingkungan) PIL (Penyajian Informasi Lingkungan) PIL adalah suatu telaah secara garis besar tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan atau diusulkan yang kemungkinan menimbulkan dampak lingkungan dari kegiatan

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.138, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Reklamasi. Pasca Tambang. Prosedur. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu. Keterangan Jl. KH. Rd. Abdullah Bin Nuh. Jl. H. Soleh Iskandar

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu. Keterangan Jl. KH. Rd. Abdullah Bin Nuh. Jl. H. Soleh Iskandar 20 METODOLOGI dan Waktu Studi dilakukan di kawasan Jalan Lingkar Luar Kota Bogor, Jawa Barat dengan mengambil tapak di kawasan lanskap Jalan KH. Rd. Abdullah bin Nuh dan Jalan H. Soleh Iskandar. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem tambang terbuka (open pit mining) dengan teknik back filling. Sistem ini merupakan metode konvensional

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

MATA KULIAH PERENCANAAN TAPAK

MATA KULIAH PERENCANAAN TAPAK HANDOUT PERKULIAHAN MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU PROF. Dr. H. MAMAN HILMAN, MPd, MT. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Lebih terperinci

[ TEKNIK PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN]

[ TEKNIK PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN] [ TEKNIK PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN] AY 11 LOGO Pendahuluan Perencanaan Tata Guna lahan pada hakekatnya adalah Pemanfaatan lahan yang ditujukan untuk suatu permukaan tertentu. Permasalahan yang mungkin

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan,

BAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan, BAB III METODE PERANCANGAN Metode pada dasarnya diartikan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Penelitian adalah suatu penyelidikan dengan prosedur ilmiah untuk mengetahui dan mendalami suatu

Lebih terperinci

MENAMBANG TANPA MERUSAK LINGKUNGAN Oleh : Adang P. Kusuma (Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral)

MENAMBANG TANPA MERUSAK LINGKUNGAN Oleh : Adang P. Kusuma (Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral) MENAMBANG TANPA MERUSAK LINGKUNGAN Oleh : Adang P. Kusuma (Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral) SARI Indonesia memiliki deposit berbagai jenis bahan tambang yang cukup melimpah yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata Secara etimologi kata rekreasi berasal dari bahasa Inggris yaitu recreation yang merupakan gabungan dari kata re yang berarti kembali dan creation yang berarti

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Jawa Barat. Peta Purwakarta Peta Grama Tirta Jatiluhur. Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur

METODOLOGI. Peta Jawa Barat. Peta Purwakarta Peta Grama Tirta Jatiluhur. Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur 16 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kawasan Grama Tirta Jatiluhur, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat (Gambar 2 dan 3). Penelitian berlangsung

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan Februari 2011 hingga bulan Juni 2011 di Sentra Produksi Rambutan Gedongjetis, Tulung, Klaten (Gambar

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan

IV. METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan IV. METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Tapak secara geografis terletak di 3 o 16 32-3 o 22 43 Lintang Selatan dan 114 o 3 02 114 o 35 24 Bujur Timur administratif termasuk ke dalam Kelurahan Kertak

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

REHABILITASI KERUSAKAN LAHAN AKIBAT KEGIATAN PERTAMBANGAN 1. Iskandar

REHABILITASI KERUSAKAN LAHAN AKIBAT KEGIATAN PERTAMBANGAN 1. Iskandar REHABILITASI KERUSAKAN LAHAN AKIBAT KEGIATAN PERTAMBANGAN 1 Iskandar Staf pengajar Dept. Ilmu Tanah & Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, dan Peneliti pada Pusat Studi Reklamasi Tambang, LPPM IPB

Lebih terperinci

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI,

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI, Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi No. 1211 k Tahun 1995 Tentang : Pencegahan Dan Penaggulangan Perusakan Dan Pencemaran Lingkungan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum MENTERI PERTAMBANGAN DAN

Lebih terperinci

CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN

CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN keberadaan UU No.32 Tahun 2009 KHLS (Kajian Lingkungan hidup Strategis) Tata ruang Baku mutu lingkungan Kreteria baku kerusakan lingkungan Amdal UKL-UPL Perizinan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi 10 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi Penelitian mengenai perencanaan lanskap ini dilakukan di kawasan bersejarah Komplek Candi Gedong Songo,, Kecamatan Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah. Peta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan alam, struktur historik, adat budaya, dan sumber daya lain yang terkait dengan wisata.

Lebih terperinci

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah 1. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1994, membagi kriteria pemilhan loasi TPA sampah menjadi tiga, yaitu: a. Kelayakan regional Kriteria yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

Prosedur Pelaksanaan ANDAL

Prosedur Pelaksanaan ANDAL Prosedur Pelaksanaan ANDAL Canter (1977) membagi langkah-langkah dalam melakukan pelaksanaan ANDAL; o Dasar (Basic) o Rona Lingkungan (Description of Environmental Setting) o Pendugaan Dampak (Impact assesment)

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu daerah penghasil sumber daya alam khususnya tambang. Kegiatan penambangan hampir seluruhnya meninggalkan lahan-lahan terbuka

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode Survey Deskriptif Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey deskriptif. Metode survey deskriptif merupakan metode untuk

Lebih terperinci

Proses Desain (1) 10/18/2016. Proses perencanaan (Simonds & Starke, 2006) (ARL 200) PRAKTIKUM MINGGU 10

Proses Desain (1) 10/18/2016. Proses perencanaan (Simonds & Starke, 2006) (ARL 200) PRAKTIKUM MINGGU 10 MK. DASAR DASAR ARSITEKTUR LANSKAP (ARL 200) Perencanaan Perencanaan merupakan suatu alat sistematik yang digunakan untuk menentukan kondisi yang diharapkan dari suatu tapak serta cara untuk mencapai kondisi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A

PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A34204040 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

TINJAUAN PUSTAKA Estetika 4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mendayagunakan sumberdaya alam dan diharapkan dapat. menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Sumberdaya alam yang tidak

I. PENDAHULUAN. yang mendayagunakan sumberdaya alam dan diharapkan dapat. menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Sumberdaya alam yang tidak I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan adalah bagian dari kegiatan pembangunan ekonomi yang mendayagunakan sumberdaya alam dan diharapkan dapat menjamin kehidupan di masa yang akan datang.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertambangan Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan manusia. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa pada umumnya setelah manusia berhasil menguasai sebidang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

Perencanaan DESAIN/PERANCANGAN 16/09/2015. Proses perencanaan (Simonds & Starke, 2006)

Perencanaan DESAIN/PERANCANGAN 16/09/2015. Proses perencanaan (Simonds & Starke, 2006) Perencanaan MK. DASAR-DASAR ARSITEKTUR LANSKAP (ARL 200) Perencanaan merupakan suatu alat sistematik yang digunakan untuk menentukan kondisi yang diharapkan dari suatu tapak serta cara untuk mencapai kondisi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan, dan konsep perancangan. Metode perancangan yang digunakan

BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan, dan konsep perancangan. Metode perancangan yang digunakan BAB III METODE PERANCANGAN Metode perancangan dalam perancangan Taman Wisata Alam di Mlalo adalah mencangkup semua aspek yang berhubungan dengan ide perancangan, identifikasi masalah, teknik pengumpulan

Lebih terperinci

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT SALINAN Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : Mengingat : a. bahwa kawasan kars yang merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG DISUSUN OLEH : BAGIAN HUKUM SETDA KOLAKA UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. teori-teori dan data-data yang di dapat dari studi literatur maupun studi lapangan, sehingga dari

BAB III METODE PERANCANGAN. teori-teori dan data-data yang di dapat dari studi literatur maupun studi lapangan, sehingga dari BAB III METODE PERANCANGAN Kajian perancangan ini adalah berupa penjelasan dari proses merancang, yang disertai dengan teori-teori dan data-data yang di dapat dari studi literatur maupun studi lapangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

3. Pelayanan terhadap wisatawan yang berkunjung (Homestay/Resort Wisata), dengan kriteria desain : a) Lokasi Homestay pada umumnya terpisah dari

3. Pelayanan terhadap wisatawan yang berkunjung (Homestay/Resort Wisata), dengan kriteria desain : a) Lokasi Homestay pada umumnya terpisah dari BAB 5 KESIMPULAN 5.1. Kriteria desain arsitektur yang sesuai untuk masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan Setelah mengkaji desa labang secara keseluruhan dan melihat teori -teori pengembangan tentang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tambang batubara merupakan salah satu penggerak roda perekonomian dan pembangunan nasional Indonesia baik sebagai sumber energi maupun sumber devisa negara. Deposit batubara

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Desa Ketep. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian. Tanpa Skala

III METODOLOGI. Desa Ketep. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian. Tanpa Skala 14 III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian berada di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan yang merupakan bagian dari Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu, Kabupaten Magelang, Provinsi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1 Peta lokasi penelitian

III. METODOLOGI. Gambar 1 Peta lokasi penelitian 16 III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Studi mengenai Perencanaan Jalur Hijau Jalan sebagai Identitas Kota Banjarnegara dilakukan di jalan utama Kota Banjarnegara yang terdiri dari empat segmen,

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP DALAM PEMBUKAAN TAMBANG

PERENCANAAN LANSKAP DALAM PEMBUKAAN TAMBANG PERENCANAAN LANSKAP DALAM PEMBUKAAN TAMBANG Oleh : Handoko Setiadji, S.T. Abstrak Berakhirnya sebuah tambang bukan merupakan berakhirnya suatu alur kegiatan pertambangan. Justru pada saat penutupan tambang

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

Pokok Bahasan Pemilihan Tapak. Subject Matter Expert Ir. Irina Mildawani, MT. Agus Suparman, ST., MT.

Pokok Bahasan Pemilihan Tapak. Subject Matter Expert Ir. Irina Mildawani, MT. Agus Suparman, ST., MT. Pokok Bahasan Pemilihan Tapak Subject Matter Expert Ir. Irina Mildawani, MT. Agus Suparman, ST., MT. Instructional Designer Rehulina A., ST., MT. Lia Rosmala S., ST.,MT. Multimedia Designer Edi M. Pribadi,

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS. Aspek Fisik dan Biofisik. Lokasi dan Aksesibilitas

ANALISIS DAN SINTESIS. Aspek Fisik dan Biofisik. Lokasi dan Aksesibilitas 39 ANALISIS DAN SINTESIS Aspek Fisik dan Biofisik Lokasi dan Aksesibilitas Kegiatan penambangan di Tambang Mangkalapi mulai berlangsung sejak dikeluarkan izin melaksanakan proyek tambang dari Bapedalda

Lebih terperinci

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang sebagai sebuah kota yang terletak pada kawasan pantai utara Jawa memiliki berbagai potensi yang belum sepenuhnya dikembangkan. Sesuai dengan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

Gambar 1 Lokasi penelitian.

Gambar 1 Lokasi penelitian. 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan tapak ini dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012. Gambar

Lebih terperinci

INVENTARISASI Lokasi dan Aksesibilitas

INVENTARISASI Lokasi dan Aksesibilitas 7 INVENTARISASI Lokasi dan Aksesibilitas Tambang Mangkalapi terletak di Desa Mangkalapi, Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan yang terletak pada 5 35'28.80" - 6 05'0.00"

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan TINJAUAN PUSTAKA Danau Perairan pedalaman (inland water) diistilahkan untuk semua badan air (water body) yang ada di daratan. Air pada perairan pedalaman umumnya tawar meskipun ada beberapa badan air yang

Lebih terperinci

Restorasi Organik Lahan. Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri.

Restorasi Organik Lahan. Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri. Restorasi Organik Lahan Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri Ex-Tambang Restorasi Perubahan fungsi lahan pada suatu daerah untuk pertambangan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. Metode tersebut berisi tentang penjelasan atas fenomena-fenomena yang terjadi dan

BAB III METODE PERANCANGAN. Metode tersebut berisi tentang penjelasan atas fenomena-fenomena yang terjadi dan BAB III METODE PERANCANGAN Sebuah Perancangan Pusat Rehabiltasi Pengguna Narkoba membutuhkan sebuah metode agar ide sebuah perancangan dapat diaplikasikan dengan baik. Berbagai sumber yang didapatkan akan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang BAB IV ANALISIS 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang Skema 1 : Organisasi ruang museum Keterkaitan atau hubungan ruang-ruang yang berada dalam perancangan museum kereta api Soreang dapat dilihat

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian.

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian. IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada jalur pendakian Gunung Tambora wilayah Kabupaten Bima dan Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan bahan galian sebagai sumber

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak 12 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi ini dilaksanakan pada wilayah pemakaman Tanah Kusir di jalan Bintaro Raya Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Tapak yang berada di sebelah timur Kali Pesanggrahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tambang merupakan salah satu kekayaan alam yang sangat potensial. Penambangan telah menjadi kontributor terbesar dalam pembangunan ekonomi Indonesia selama lebih

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata Pada dasarnya pengembangan pariwisata adalah suatu proses yang berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia. Deposit batubara di Kalimantan Timur mencapai sekitar 19,5 miliar ton

Lebih terperinci

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: -2-4. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172); Dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci