PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 PEMANTAUAN DAN EVALUASI KONSERVASI SUMBER DAYA MINERAL PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN DI KABUPATEN LUWU TIMUR, PROVINSI SULAWESI SELATAN Oleh : R.Hutamadi, Umi Kuntjara, Hendro Fujiono S a r i Dalam rangka mendorong penerapan konservasi sumber daya mineral (bahan galian), pada Tahun Anggaran 2005 telah dilaksanakan pemantauan dan evaluasi konservasi pada penambangan di daerah Kabupaten Luwu Timur, Propinsi Sulawesi Selatan. Program ini dititikberatkan pada penambangan nikel laterit di wilayah Kontrak Karya PT.Internasional Nickel Indonesia (INCO) di Sorowako, Malili dan sekitarnya. PT. Internasional Nickel Indonesia (INCO) mulai menandatangani kontrak karya generasi 2 dan 6 pada 27 juli 1968 sampai operasional hingga saat ini seluas Ha. Cadangan Nikel sebesar 107,7 juta ton bijih berkadar rata-rata 1,83% Ni, setara dengan masa penambangan 18,9 tahun, dengan sistem penambangan terbuka (open pit) metode open cast, yang mampu memindahkan material sekitar 19,7 juta ton per tahun. Material terbuang tersebut termasuk overburden terdiri dari laterit yang mengandung Fe sampai 20%, bijih dengan kadar marginal, dan mineral ikutan besi sebagai produksi buangan (slag) dalam jumlah sangat signifikan. Hal inilah yang senantiasa menjadi bahan pembahasan terutama Pemerintah Daerah melalui dinas terkait, karena hingga saat ini pemanfaatannya masih terbatas untuk ballast atau urugan pengerasan jalan. Upaya evaluasi dan analisis untuk mengurangi losses perlu lebih serius dilakukan terutama slag yang berjumlah sangat besar. Penanganan bijih berkadar marjinal yang sudah dilakukan dengan menurunkan CoG, Akan tetapi perlu perhatian khusus untuk pengembangan teknologi pengolahan karena jumlah sumber daya di bawah CoG sangat besar. Pemerintah Daerah mengharapkan adanya kerjasama dengan PT INCO maupun lembaga penelitian terkait dalam mengupayakan optimalisasi pemanfaatan bahan galian kadar marjinal dan mineral ikutannya terutama slag yang berjumlah sangat besar, atau masih berpotensi ekonomis. PENDAHULUAN Latar Belakang Konservasi bahan galian merupakan kebijakan pengelolaan bahan galian yang mengutamakan pada optimalisasi manfaat dan mengupayakan sesedikit mungkin dampak negatif suatu usaha pertambangan, dengan menjaga kelestarian fungsi lingkungan. Disamping itu perlu perumusan konservasi untuk kepentingan penelitian, cagar alam geologi maupun laboratorium alam, serta cadangan bagi generasi yang akan datang. Upaya penerapan konservasi sebaiknya dilakukan mulai dari tahap awal sampai akhir usaha pertambangan, yaitu sejak eksplorasi sampai dengan pasca tambang. Sayangnya penerapan azas konservasi bahan galian belum sepenuhnya dilakukan oleh para pelaku usaha pertambangan baik yang berskala kecil maupun besar. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengawasan pemantauan, pendataan di lapangan dan evaluasi agar penerapan aspek konservasi ini betul-betul terwujud, sehingga tidak ada unsur pemborosan atau penyia-nyiaan bahan galian. Tulisan ini dibuat sebagai hasil pemantauan dan evaluasi konservasi di wilayah usaha pertambangan PT. INCO, Sorowako dan sekitarnya, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. Kegiatan yang dibiayai dari DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Tahun Anggaran 2005 ini berlangsung selama beberapa hari pada bulan Juni, dan bertujuan untuk mendorong penerapan azas konservasi pada wilayah pertambangan di Indonesia. Walaupun tidak ada sangsi apapun bagi pemegang IUP, akan tetapi hasil pemantauan dan evaluasi ini dapat menjadi masukan bagi perencanaan dan penentuan kebijakan dalam optimalisasi pemanfaatan bahan galian di daerah tersebut.

2 Lokasi dan Pencapaian Lokasi Kabupaten Luwu Timur, beribukota Malili, secara administratif masuk dalam Provinsi Sulawesi Selatan. PT INCO, menandatangani kontrak karya eksplorasi nikel pada 27 juli tahun 1968 berdasarkan kontrak karya generasi II dan VI pada tahap operasional hingga saat ini, seluas Ha, meliputi 118,387 Ha di wilayah Kabupaten Luwu Timur, 36,638 Ha di Provinsi Sulawesi Tengah dan 63,505 Ha termasuk Provinsi Sulawesi Tenggara Kegiatan penambangan berada di sekitar Sorowako dan Danau Matano, yang berjarak sekitar 240 km dari Makassar ibukota propinsi Sulawesi Selatan. Sorowako dapat dicapai dari Bandung dengan perjalanan darat ke Jakarta, dilanjutkan dengan pesawat udara Jakarta Makassar. Dari Makassar dapat dilanjutkan dengan kendaraan roda 4 ke Palopo Malili lokasi kegiatan. Atau dengan satu-satunya penerbangan langsung Makassar - Sorowako (Gambar 1). Pelaksanaan Pemantauan Konservasi Kegiatan ini dilakukan dengan pengumpulan data sekunder dan primer pada lokasi kegiatan penambangan yang sedang beroperasi, serta menginventarisasi bahan galian lain di sekitarnya. Percontoh dikumpulkan untuk analisis laboratorium sebagai bahan evaluasi. Pemantauan dan pendataan meliputi data hasil eksplorasi, sumber daya dan cadangan, penambangan, pengolahan dan produksi. Data sekunder dikumpulkan dari literatur dan diskusi langsung dengan pejabat kabupaten yang berwenang, yang lingkup tugasnya juga meliputi kehutanan dan lingkungan hidup. Data primer dikumpulkan dengan pengamatan lapangan dan pengambilan percontoh, baik dalam areal tambang aktif maupun yang telah selesai, waste dump, stockpile, instalasi pengolahan, tailing, dan tempat lainnya di lokasi bekas penambangan PT. INCO. Pengambilan percontoh batuan dan bahan galian lain dilakukan di daerah sekitar tambang untuk analisis laboratorium sebanyak 20 buah terdiri dari bijih, lumpur tailing, konsentrat nikel dan 2 buah perconto bahan galian lain. KEADAAN GEOLOGI DAN BAHAN GALIAN Geologi Secara fisiografis daerah Malili dan sekitarnya termasuk dalam Mandala Geologi Sulawesi Timur dan Sulawesi Barat dengan batas Sesar Palu Koro yang berarah hampir Utara Selatan. (Gambar 2). Batuan yang tersingkap adalah Formasi Latimojong, Formasi Matano, Batuan Ultramafik dan Komplek Pompangeo. Formasi Latimojong terdiri dari perselingan batusabak, filit, wacke, kuarsit, batugamping dan batulanau, sisipan konglomerat dan rijang, dan umumnya termalihkan lemah. Formasi Matano yang berumur Kapur Atas disusun oleh batugamping hablur dan kalsilutit, napal, serpih, sisipan rijang dan batusabak, formasi ini diendapkan di lingkungan laut dalam. Terakhir Batuan Ultramafik terdiri atas harzburgit, lherzolit, wehrlit, websterit, serpentin dan dunit. Batuan Ultramafik berbatasan sesar naik dengan Formasi Matano, dicirikan oleh suatu lajur batuan terserpentinkan dengan ketebalan mencapai puluhan meter.

3 Gambar 1. Peta Lokasi Wilayah IUP PT. INCO di Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan Gambar 2. Peta geologi regional daerah Kab.Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sumber : Dinas Pertambangan, Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kab. Luwu Timur) Bahan Galian di Kabupaten Luwu Timur Laterit Nikel Endapan nikel laterit terdapat pada sabuk ultrabasa yang potensial memanjang >120 km dan lebar >60 km. Batuan Ultramafik yang dianggap sebagai source merupakan akibat dari pergerakan tektonik lempeng pada zaman Kapur - Tersier ketika lempeng Pasifik bergerak menunjam ke bawah Lempeng Eurasia. Batuan tersebut terserpentinitkan oleh pelapukan tropis selama kurun waktu yang amat panjang, menghasilkan endapan laterit-nikel-kobalt. Nikel dan kobalt dalam mineral garnierite dan mangan oksida terkonsentrasi terutama pada lapisan saprolit. Lapisan endapan ini umumnya terdiri atas beberapa meter tanah pucuk, 5-15 m laterit dan m saprolit yang merupakan lapisan bijih nikel. Cadangan Nikel sebesar 107,7 juta ton bijih dengan kadar rata-rata 1,83% Ni, menurut rencana akan

4 ditambang selama 18,9 tahun dengan kapasitas produksi 200 juta pon nikel pertahun. PT. INCO juga masih menyimpan sumber daya nikel sebesar 408,7 juta ton total dengan kadar rata-rata 1,69% logam Nikel. Di wilayah IUP PT. INCO bijih laterit nikel dibedakan menjadi 2 tipe: Blok Barat yang dicirikan oleh lapisan limonit yang relatif tipis dan Blok Timur dengan lapisan limonit yang tebal seperti terlihat dalam Gambar 3. Lapisan limonit merupakan lapisan penutup (overburden) yang diperlakukan sebagai waste (material buangan). Karena kedua tipe bijih juga memiliki karakteristik fisik dan kimia yang berbeda, maka diperlakukan berbeda dalam sistem pengolahan, yaitu di stasion penyaring. Hal ini dilakukan agar proses peningkatan kadar bijih per ton dapat dioptimalkan. Disamping itu keduanya juga harus dicampurkan dalam komposisi tertentu dalam instalasi pengolahan untuk memperpanjang umur pemakaian tanur listrik. Wilayah konsesi PT INCO di Kabupaten Luwu Timur sebagian terletak di Sorowako Project Area (SPA) yang dikenal dengan Sorowako East & West block, dan sebagian di luar daerah Sorowako (Sorowako Outer Area). Bahan Galian Lain Bahan galian selain nikel yang terdapat di daerah kabupaten Luwu Timur cukup melimpah, yaitu pasir, batu kali, marmer. Marmer terletak di daerah Balambano, saat ini masih dalam tahap menunggu investor, untuk tahapan penyelidikan umum. WEST BLOCK UNSERPENTINISED DEPTH (m) 0 Iron cap EAST BLOCK SERPENTINISED 5 Limonite Overburden 10 Limonite ore 15 Saprolite Ore 20 Bedrock Gambar 3. Profil Stratigrafi Nikel Laterit (Sumber : PT INCO) Ijin usaha pertambangan ekploitasi untuk golongan C komoditas sirtu (pasir batu) dan batu kali telah diberikan sejak 2 tahun terakhir di daerah Kasintuwu, Kecamatan Mangkutana. PENAMBANGAN NIKEL OLEH PT. INCO Sistem Penambangan Kegiatan penambangan yang dilakukan diawali dengan kegiatan eksplorasi. Data hasil kegiatan eksplorasi tersebut digunakan dalam proses perencanaan tambang (mine planning) sebagai bahan masukan, pedoman atau acuan dalam pelaksanaan penambangan (mine operation). Alur data eksplorasi dalam proses penambangan dapat dilihat pada Gambar 5. Sedangkan Gambar 6 memperlihatkan alur kegiatan penambangannya. Sistem penambangan yang dilakukan oleh PT Inco adalah open cast, yaitu penambangan terbuka yang aktifitasnya meliputi mengupas, membongkar dan menggali bahan galian yang terdapat di permukaan. Secara umum tahapan kegiatan tersebut sebagai berikut : 1 Pengupasan lapisan tanah penutup dan limonit setebal meter ditimbun di tempat tertentu atau digunakan langsung untuk menutupi daerah bekas penambangan. 2 Penggalian lapisan tanah ketiga yang berkadar nikel tinggi (bijih nikel) setebal 7 10 meter diangkut ke stasiun penyaring. 3 Pemisahan bijih di stasiun penyaring berdasarkan ukurannya. Produk akhir hasil penyaringan bijih tipe

5 Blok Timur adalah 18/-6 mesh, sedangkan produk akhir hasil penyaringan bijih tipe Blok Barat adalah 4 mesh. 4 Penyimpanan bijih yang telah disaring ditimbun di tempat tertentu untuk pengeringan dan penyaringan ulang di pabrik. 5 Penghijauan (revegetasi) lahan-lahan daerah bekas tambang (purna tambang), mulai dari penimbunan material, pembuatan terasering dan penanaman kembali. Penambangan aktif dilakukan di Shelley, Harapan, Inalahi dan Watulabu, (Gambar 7.) Pada gambar tersebut terlihat bahwa disposal area letaknya tersebar karena sebagian digunakan untuk reklamasi. Jarak pengangkutan dari front penambangan ke tempat pengolahan ± 2,34 km. Untuk mendukung kegiatan penambangan PT. INCO memiliki 57 buah truk, 5 buah shovel dan 12 buah excavator. Gambar 4. Profil West Block dan East Block (Sumber : PT INCO) Gambar 5. Diagram Alir Data Eksplorasi (Sumber: PT INCO) Gambar 6. Diagram Alir Kegiatan Penambangan (Sumber : PT Inco) Tahun 2005 penambangan nikel ini dilakukan berdasarkan CoG sebesar 1,5% untuk top west block dan east block, untuk bottom, east block menggunakan patokan CoG sebesar 1,6% dan untuk west block sebesar 1,5%, dengan kadar rata-rata 1,87% Ni. ROM yang dihasilkan WMT (Wet Metric Ton), dengan stripping ratio sekitar 2,73 (berat/berat dalam satuan wet metric ton). Ketebalan laterit terlihat sangat tidak teratur (Gambar 4), merupakan salah satu aspek yang menyulitkan dalam penambangan, yang akan menyisakan sejumlah cadangan tertinggal. Untuk itu, perusahaan melakukan penggalian kembali, terutama pada lokasi lokasi yang kaya kandungan nikelnya.

6 Pengolahan Material ROM (Run of Mine) dimasukkan screening station (SS) menghasilkan screening station product (SSP) yang disimpan dalam stockpile dalam keadaan basah. SSP dikeringkan dalam Dryer Kiln menghasilkan Dryer Kiln Product (DKP) yang disimpan di Dried Ore Storage (DOS) untuk diolah menjadi produk akhir. Pabrik pengolahan mempunyai kapasitas produksi ± ton nikel setahun, berupa nikel matte yaitu produk dengan kadar nikel di atas 75%. Alur pengolahan bijih nikel dapat dilihat pada Gambar 8. Fasilitas yang digunakan dalam proses pengolahan dapat dilihat pada Tabel 1. Secara garis besar tahapan pengolahan adalah sebagai berikut : 1 Pengeringan dalam tanur pengering (dryer kiln), untuk menurunkan kadar air dalam bijih laterit dan memisahkan bijih yang berukuran + 25 mm dan 25 mm. 2 Kalsinasi dan reduksi dalam tanur pereduksi (reduction kiln), untuk menghilangkan kandungan air dari dalam bijih, mereduksi sebagian nikel oksida menjadi nikel logam dan sulfidasi. 3 Peleburan dalam tanur listrik (electric furnace), untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi sehingga terbentuk fasa lelehan matte dan terak. 4 Pengkayaan dalam tanur pemurni (converter), untuk meningkatkan kadar Ni dalam matte dari ±27% menjadi >75%. 5 Granulasi dan pengemasan, untuk mengubah bentuk matte cair menjadi butiran-butiran. Matte diangkut dengan ladel ke dalam tundish, dituang perlahan-lahan sambil disemprot dengan air bertekanan tinggi. 6 Nikel matte dingin yang berbentuk butiran-butiran halus ini, yang kemudian dikeringkan dengan tanur pengering, disaring dan siap dikemas dalam kantong dengan kapasitas 3 ton matte (Gambar 10). Kemasan siap dikapalkan. Recovery Penambangan Recovery (perolehan penambangan adalah satu hal yang penting dalam aspek konservasi, seperti tertera dalam Tabel 1. Untuk pengolahan, recovery secara umum dihitung dengan membandingkan produk akhir dengan DOS (Dried Ore Storage) tidak dirinci pada setiap tahapan pengolahan, misalnya dari driyer kiln ke reduction kiln, dari reduction kiln ke electric furnace, dan dari furnace ke converte, recovery yang dicapai adalah 88-90%. Gambar 7. Peta Lokasi Kegiatan Penambangan Saat Ini (Sumber : PT Inco)

7 Dust Wet Ore Stockpile Liquid Sulphur Hot Calcine (700 C) HSFO Air HSFO Air Dryer Kiln West Block (Reject) Reduction Kiln Rock DKP East Block (Crushed) M.C ESP Dried Ore Storage Stack E.L E.L E.L Scrubber M.C ESP 500 T BIN 100 T BIN Slag to Disposal area (1500 C) Dry Dust Electric Furnace Furnace Matte (1350 C) THICKENER Slurry Pugmill Dust Recycle to Dryer Silica Flux Scrap Product Dryer Air Fluid Bed Converter Matte Cast Water (Hi pressure) Granulated Matte Hot Gas Market Granulation Oversize (Recycle to Converter) Packing Gambar 8. Diagram Alir Pengolahan (Sumber : PT INCO) Tabel 1. Recovery penambangan PT INCO (Sumber : PT Inco) Produksi Recovery SSP / ROM o EB (east block) o WB (west block) 72% 78% 90% 60% DKP / ROM o EB (east block) o WB (west block) 34% 51% 60% 25% PEMBAHASAN KONSERVASI SUMBER DAYA MINERAL Kegiatan pemantauan dan evaluasi konservasi di kabupaten Luwu Timur, baik di wilayah PT Inco dan sekitarnya telah dilaksanakan dan hasilnya memperoleh beberapa persoalan menarik yang menyangkut penerapan aspek konservasi sumber daya mineral.

8 Foto 9. Hasil pengolahan dalam karung berkapasitas 3 ton siap dikapalkan. Estimasi sumber daya dan cadangan Estimasi sumber daya dan cadangan dilakukan berdasarkan klasifikasi dan penentuan jarak titik informasi, sepert pada Tabel 2, yang dalam hal ini berupa titik bor. Sedangkan estimasi cadangan terbukti diperoleh dari sumber daya terukur yang ditingkatkan statusnya dengan memperhitungkan aspek teknis dan ekonomis. Aspek teknis dan ekonomis diterjemahkan oleh perusahaan sebagai desain pit. Begitu pula dengan cadangan terkira yang didapat dari sumber daya tertunjuk. Tabel 2. Penentuan sumber daya Klasifikasi Jarak Titik Informasi Sumber Daya (x) Terukur X < 100 m Tertunjuk X= m Tereka 200 < X < 450 m Penghitungan sumber daya dan cadangan dilakukan dengan program Datamine, yang memakai variabel CoG (cut off grade), jarak titik informasi dan density. Setelah CoG ditetapkan dan luas area dihitung, maka volume dihitung dengan asumsi density dan kadar setiap area dari data pemboran. Kadar keseluruhan dihitung dengan melakukan pembobotan tonase. Estimasi cadangan dilakukan dengan metode blok, dengan memasukkan unsur desain tambang. Setiap blok berukuran 12,5m x 12,5m x 1m, tidak lebih besar, sehingga memungkinkan perencanaan tambang dengan banyak kemungkinan alternatif. Jumlah sumber daya dan cadangan Jumlah sumber daya dan cadangan PT Inco berdasarkan data perusahaan seperti tertera pada Tabel 3, dengan waktu penambangan 18.9 tahun (tingkat produksi 200 juta pon nikel pertahun). Sumber daya dan cadangan hanya di wilayah Kabupaten Luwu Timur dapat dilihat pada 5. Tabel 3. Jumlah total Cadangan dan Sumber Daya Nikel PT. INCO Tahun 2004 Cadangan Equivalen DMT % Ni Bijih : DKP Terbukti 88.3 juta 1,84 Terkira 19.4 juta + 1,81 Total juta 1,83 Di wilayah Sorowako Project Area (SPA), ±3000 Ha sudah selesai ditambang. Sedangkan di luar Sorowako Project Area (Sorowako Outer) belum ditambang meski beberapa telah diketahui sumber daya dan cadangannya. Hal ini disebabkan oleh instalasi pengolahan yang hanya terdapat di Sorowako. Penambangan Pada tahap pengupasan (stripping) lapisan tanah penutup yang mengandung besi (Fe) cukup signifikan, harus mendapat perhatian lebih serius. Diharapkan stripping dan dumping material ditata sedemikian rupa

9 sehingga material tersebut masih berpotensi untuk pemanfaatan Fe di masa depan. Penggalian dengan metode truck and shovel, dilakukan ore control secara kuantitas dan kualitas, agar sesuai dengan perencanaan tambang dan target produksi (Gambar 10). Sampler juga terdapat pada screening station, sebagai quality control dari material yang digali. Bijih nikel kadar marjinal mungkin ikut terambil saat menambang bagian atas medium grade (1,3-1,5% Ni). Bijih nikel kadar marginal yang tertambang diperkirakan mencapai ton per tahun. Gambar 10. Pengawasan di Lapangan untuk Pengendalian Mutu (PT. INCO) Upaya untuk menambang kembali lokasi bekas front penambangan yang kaya kandungan bijihnya yang sudah tertutup ballast, untuk meningkatkan recovery, sesuai tujuan konservasi agar pemanfaatan bahan galian lebih optimal. Recovery Penambangan Penghitungan recovery dilakukan oleh PT. INCO dengan perbandingan antara perolehan SSP (Screening Station Product) dan produksi dari front penambangan ROM (Run of Mine). Disamping itu juga perbandingan ROM terhadap model yang dimiliki. Proses ini dilakukan untuk dimensi area yang besar karena karakteristik endapan yang tidak beraturan sehingga jika dilakukan evaluasi secara detail akan kurang menguntungkan. Kajian mengenai model endapan terus dikembangkan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan menghasilkan evaluasi yang lebih tajam. Nilai recovery penambangan yang terbagi pada tahapan (SSP/ROM dan DOS/ROM) merupakan salah satu langkah yang baik untuk menganalisis kinerja. Walaupun hal ini tidak dapat menggambarkan secara detail kinerja perusahaan dalam setiap proses penambangan. Kajian secara detail di setiap proses penambangan akan lebih memudahkan evaluasi kinerja setiap proses, sehingga upaya yang dilakukan untuk meningkatkan recovery penambangan, pengolahan dapat dilakukan tepat sasaran. Gambar 13. Penggalian bijih pada bekas front penambangan, setelah tertutup ballast (PT INCO) Pengolahan Proses pengolahan dimulai dengan mengangkut SSP (screening station product) ke stockpile pengolahan. Dari pengamatan di lapangan dapat terjadi losses saat pengangkutan, tetapi data recovery tidak diperoleh, sehingga recovery pertahapan juga menjadi kurang akurat, diharapkan nantinya hal ini mendapat perhatian

10 dari perusahaan. Slurry hasil pengolahan yang ditampung dalam kolam pengendapan, secara berkala digali kembali dan dicampur dengan produk hasil penyaringan SSP dari stock pile pengolahan, lalu dimasukkan kembali ke dalam procces plant. Hal tersebut merupakan suatu upaya yang positif untuk mengoptimalkan perolehan atau meningkatkan recovery (Gambar 14). Dalam proses pengolahan ini, masalah recovery dalam tiap tahapan perlu dievaluasi, secara rinci belum ada data, tetapi telah dilakukan upaya kea rah itu. Misalnya slurry diolah dalam pugmill dan dimasukkan kembali ke dalam dryer untuk mendapatkan hasil yang optimal. Titik berat optimalisasi yang dilakukan oleh PT INCO adalah pada peningkatan kapasitas produksi. Hal ini cukup wajar dilakukan mengingat tingginya harga nikel dunia saat ini, meskipun International Nickel Study Group (INSG) di Amsterdam memperkirakan bahwa peningkatan produksi nikel akan meningkatkan jumlah pasokan yang juga diiringi substitusi nikel pada industri yang akan menyeimbangkan pasar nikel dunia pada tahun 2005 ini. Untuk menunjang peningkatan produksi yang lebih besar, dilakukan program peningkatan energi listrik. Tahap pertama adalah membuat bendungan baru di Sungai Larona dekat Desa Karebbe, untuk menambah kapasitas pembangkit listrik dari 275 MW menjadi 365 MW. Disamping itu, PT INCO juga menambah fasilitas pengolahan. Sasaran produksi nikel matte pada tahun 2005 adalah 170 juta lbs = ,448 ton dan sasaran penambangan seperti dalam Tabel 5. Jika asumsi recovery DKP/ROM untuk keseluruhan blok adalah 34%, maka jumlah produksi DOS (Dried Ore Storage) tahun 2005 adalah ton (34% dari target ROM WMT). Jika kadar Ni ±1,8 %, maka total kandungan nikel pada produk yang akan diolah sebesar ,46 ton. Gambar 14. Blending Slurry dan SSP di Stock pile (PT INCO) Losses pengolahan sulit diperkirakan, karena data recovery untuk setiap tahapan tidak ada. Misalnya asumsi recovery pengolahan adalah 99%, dengan produk akhir sebesar ,535 ton, maka jumlah nikel yang masih terkandung dalam sisa hasil proses sebesar ,46 ton ,535 ton = 933,925 ton Ni yang cukup signifikan, nilai kehilangan ini tentunya akan lebih besar lagi apabila recovery pengolahannya kurang dari 99 %. Kenyataannya di dalam proses pengolahan nikel selalu ada faktor kehilangan produksi, berupa debu, slurry dan slag baik yang dari furnace maupun converter dalam jumlah atau kuantitas yang tergantung pada metode, peralatan dan kapasitas produksi pengolahannya. Tabel 4. Sumber daya dan Cadangan PT INCO di Luwu Timur (PT INCO)

11 Area East Block West Block Petea Total Klasifikasi Sumber Daya Cadangan Jumlah (Mt) Kualitas (%Ni) Jumlah (Mt) Kualitas (%Ni) Jumlah (Mt) Kualitas (%Ni) Jumlah (Mt) Kualitas (%Ni) Tertunjuk 2,3 1,73 29,7 1, ,8 Terukur 0,9 1,72 0,3 1,66 1,2 1,71 Terkira 8 1,74 7,4 1,9 4 1,79 19,4 1,81 Terbukti 22,5 1,81 38,7 1,92 27,1 1,74 88,3 1,84 Sasaran Produksi Penambangan Tahun 2005 Target produksi Kalsin (ton per minggu) Rasio Cadangan (WT : ET) CoG: -70 West Block - top / bottom -71 East Block top / bottom Budget 2005: -72 WMT ROM -73 WMT total material -74 Ore exposed (WMT) -75 DMT DKP 85, : / / ,169,793 60,265,800 1,503,516 5,188, %NI Stripping Ratio 2.73 Dayly Rate (ton) 165,565 Haul Distance (KM) 2.34 Peralatan : -77 Truck -78 Shovels -79 Backhoe Recovery (perolehan): -80 SSP / ROM o EB o % 78% 90% 60% Tabel 5. WB -81 DKP / ROM o EB o 34% 51% 60% 25% WB Dalam tailing terdapat mineral ikutan terutama besi (Fe) dalam jumlah sangat signifikan, adalah sesuatu hal yang perlu dipikirkan, dan masalah ini senantiasa menjadi bahan pembahasan terutama pemerintah daerah melalui dinas terkait. Apalagi pemanfaatannya hingga saat ini masih terbatas untuk ballast atau urugan pengerasan jalan.

12 Hal tersebut terjadi terutama karena kondisi teknologi proses pengolahan dan permintaaan pasar saat ini. Oleh karena itu perlu adanya evaluasi, agar ada penerapan teknologi secara tepat, serta perlu dilakukan promosi untuk mengatasi hal tersebut, baik dari Pemerintah Pusat dan Daerah melalui dinas terkait, maupun dari perusahaan sendiri. Gambar 15. Latar Depan Slag sebagai ballast jalan tambang Bahan Galian Lain dan Mineral Ikutan Bahan galian lain ataupun mineral ikutan di wilayah pertambangan laterit nikel ini telah banyak dibahas diatas, cukup signifikan dan potensial, namun belum ditangani dengan baik. Hal ini juga disebabkan belum ada aturan yang jelas. Hal ini sebenarnya telah terdapat dalam rancangan peraturan perundangan mineral dan batubara yang masih belum disahkan. Yang dapat diharapkan hanyalah menempatkan disposal area sedemikian rupa, sehingga dapat dipetakan menurut jenis bahan galian dan kandungannya. Hal ini akan sangat mendukung pengelolaannya, jika suatu saat bahan galian tersebut diperlukan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1 Akurasi estimasi sumber daya dan cadangan didasarkan pada penggunaan jumlah titik informasi yang cukup. Kontrol model geologi juga dilakukan dengan memperpendek jarak titik informasi untuk meningkatkan tingkat kepercayaan. Hasil yang didapat belum maksimal karena karakteristik endapan nikel yang tidak teratur. Gambar 16. Latar Belakang revegetasi yang berhasil 2 Kontrol kualitas produksi telah sungguh-sungguh dilakukan oleh PT INCO, dengan melakukan sampling pada beberapa tahap pekerjaan, dianalisis laboratorium secara cepat untuk membuat kegiatan penambangan lebih terarah. 3 Upaya penanganan bijih kadar marjinal sudah dilakukan dengan menurunkan CoG, tetapi upaya pengembangan teknologi pengolahan perlu diperhatikan karena jumlah sumber daya di bawah CoG masih cukup besar.

13 4 Upaya evaluasi dan analisis untuk mengurangi losses perlu dilakukan lebih serius, terutama karena sisa hasil proses pengolahan seperti slag yang berjumlah sangat besar. 5 Slag dengan kandungan besi yang jumlahnya cukup besar, hanya dimanfaatkan untuk ballast atau urugan pengerasan jalan. 6 Penanganan OB yang mengandung Fe cukup tinggi hanya dimanfaatkan untuk menutup daerah bekas tambang atau sebagai material reklamasi. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai upaya menyimpan bahan galian lain/mineral ikutan di areal tertentu, walaupun masih memerlukan penanganan yang lebih baik agar dapat dipetakan. Saran 1 Menjalin kerjasama dengan dinas terkait ataupun lembaga penelitian dan melakukan promosi untuk mengupayakan optimalisasi pemanfaatan bijih Ni kadar marjinal dan mineral ikutannya, terutama slag yang sangat besar jumlahnya dan berpotensi ekonomis. 2 Sosialisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penerapan, pembinaan dan pengawasan konservasi harus lebih sering dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Luwu Timur sesuai dengan kewenangannya. DAFTAR PUSTAKA Bimbingan Teknis, 2001, Inventarisasi, Eksplorasi dan Evaluasi Sumber Daya Mineral dan batubara dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia di daerah, DIM, DJGSM. Endang S., Bambang N. Widi, dkk., 1998, Laporan Eksplorasi Mineral Logam Mulia & Logam Dasar di Daerah Wotu dan sekitarnya Kabupaten Luwu Propinsi Sulawesi Selatan, Direktorat Sumber Daya Mineral, Bandung. Hoppe, Richard, 1978, Operating Handbook of Mineral Surface Mining and Exploration, E-/MJ library of Operating Handbooks, Mc. Graw Hill, Inc., Avenue of The Americas New York, N.Y USA. Kepmen. No K/29/MEM/2000, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Konsep Pedoman Teknis, 2001, Tata Cara Penetapan dan Pengawasan Sumber Daya dan Cadangan, DIM, DJGSM. Konsep Pedoman Teknis, 2002, Tata Cara Pengawasan Recovery Penambangan dalam rangka Konservasi Bahan Galian, DIM. Operating Mines (CoW and KP, 1999); Asia journal Mining, Indonesia Mineral Exploration and Mining Directory 1999/2000. Simanjuntak, T.O., Rusmana, E., Surono dan Supanjono, J.B., 1991, Geologi Lembar Malili, Sulawesi, Puslitbang Geologi, Bandung Widhiyatna D., 1997, Laporan Eksplorasi Geokimia Regional Bersistem daerah Kabupaten Kendari, Luwu Propinsi Sulawesi Selatan, Direktorat Sumber Daya Mineral, Bandung.

BAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO

BAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO 11 BAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO 3.1. Letak Daerah Penelitian Sorowako merupakan daerah yang dikelilingi oleh tiga buah danau, yaitu Danau Matano, Danau Towuti dan Danau Mahalona. Sorowako terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah PT. International Nickel Indonesia (PT. INCO) merupakan sebuah perusahaan tambang nikel terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi sekitar 165

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang mempunyai sumber daya alam yang sangat besar, Indonesia mempunyai kesempatan untuk mengembangkan segala potensi yang ada yang seyogyanya

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Ketercapaiannya Lokasi penelitian terdapat dalam lokasi operasional penambangan PT INCO bagian west block pada daerah aliran Sungai Lamoare

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan bahan galian sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi penambangan batubara PT Milagro Indonesia Mining secara administratif terletak di Desa Merdeka Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara,

Lebih terperinci

KONSEP PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KONSERVASI BAHAN GALIAN

KONSEP PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KONSERVASI BAHAN GALIAN KONSEP PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KONSERVASI BAHAN GALIAN Oleh Teuku Ishlah dan Mangara P.Pohan Subdit Konservasi Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi. Perkembangan dan peningkatan teknologi cukup besar, baik dalam

Lebih terperinci

Benang Merah Industri Mineral (tambang), Industri Logam, dan Industri Manufaktur beberapa kasus

Benang Merah Industri Mineral (tambang), Industri Logam, dan Industri Manufaktur beberapa kasus Benang Merah Industri Mineral (tambang), Industri Logam, dan Industri Manufaktur beberapa kasus Henry Ako Tampubolon Department Engineering Design and Material (IPM) NTNU Scientific Meeting PPI Trondheim

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh: Armin Tampubolon P2K Sub Direktorat Mineral Logam SARI Pada tahun anggaran 2005, kegiatan inventarisasi mineral

Lebih terperinci

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka Tambang Terbuka I. Pengertian Tambang Terbuka Tambang Terbuka (open pit mine) adalah bukaan yang dibuat dipermukaan tanah, betujuan untuk mengambil bijih dan akan dibiarkan tetap terbuka (tidak ditimbun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat

Lebih terperinci

BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI

BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA (12 02 0034) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Anderson darling test, Fe discrepancy, dryer kiln product (DKP), screening station product (SSP), uji T-bepasangan.

ABSTRAK. Kata kunci : Anderson darling test, Fe discrepancy, dryer kiln product (DKP), screening station product (SSP), uji T-bepasangan. ABSTRAK Discrepancy adalah ketidaksesuian dua hal yang seharusnya sama. Discrepancy dalam penelitian ini membahas tentang adanya ketidaksesuaian antara kadar Fe pada mine production (SSP) terhadap kadar

Lebih terperinci

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT DENGAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTING (IDW) PADA PT. VALE INDONESIA, Tbk. KECAMATAN NUHA PROVINSI SULAWESI SELATAN Rima Mustika 1, Sri Widodo 2, Nurliah Jafar 1 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Kegiatan penambangan yang dilakukan menggunakan sistem. dilakukan dengan cara memotong bagian sisi bukit dari

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Kegiatan penambangan yang dilakukan menggunakan sistem. dilakukan dengan cara memotong bagian sisi bukit dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. INCO, Tbk merupakan salah satu perusahaan pertambangan nikel terbesar di Indonesia. Kegiatan penambangan yang dilakukan menggunakan sistem penambangan terbuka (open

Lebih terperinci

Tambang Terbuka (013)

Tambang Terbuka (013) Tambang Terbuka (013) Abdullah 13.31.1.350 Fakultas Teknik Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Pejuang Republik Indonesia Makassar 2013 Pendahuluan Aturan utama dari eksploitasi tambang adalah memilih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT I. PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang keterjadiannya disebabkan oleh proses proses geologi. Berdasarkan

Lebih terperinci

St. Hastuti Sabang*, Adi Maulana*, Ulva Ria Irvan* *) Teknik Geologi Universitas Hasanuddin

St. Hastuti Sabang*, Adi Maulana*, Ulva Ria Irvan* *) Teknik Geologi Universitas Hasanuddin ANALISIS PENGARUH TIPE BOULDER TERHADAP RECOVERY SCREENING STATION PRODUCT PT. VALE INDONESIA TBK SOROAKO St. Hastuti Sabang*, Adi Maulana*, Ulva Ria Irvan* *) Teknik Geologi Universitas Hasanuddin Sari:

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Cadangan, Perancangan dan Geometri Penambangan.

ABSTRAK. Kata Kunci : Cadangan, Perancangan dan Geometri Penambangan. RANCANGAN TAHAPAN (PUSHBACK) PENAMBANGAN ENDAPAN BIJIH NIKEL PADA PT. HENGJAYA MINERALINDO (HM) KECAMATAN BUNGKU PESISIR KABUPATEN MOROWALI PROVINSI SULAWESI TENGAH Sahrul 1, Musnajam 1, Asnun 2 Teknik

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI

STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI Sri Widodo 1, Anshariah 2, Fajar Astaman Masulili 2 1. P ro

Lebih terperinci

Penambangan Bijih Nikel di Pomalaa

Penambangan Bijih Nikel di Pomalaa Penambangan Bijih Nikel di Pomalaa Segmen usaha nikel ANTAM terdiri dari komoditas feronikel dan bijih nikel, yang dihasilkan dari tambang-tambang nikel di Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara serta pabrikpabrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlimpah. Didalamnya terkandung kekayaan migas dan non-migas.

BAB I PENDAHULUAN. yang berlimpah. Didalamnya terkandung kekayaan migas dan non-migas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang memliki sumber daya alam yang berlimpah. Didalamnya terkandung kekayaan migas dan non-migas. Sumberdaya non-migas sendiri

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Pulau Sebuku terletak pada koordinat 116,3384 o 116,3640 o BT dan 03,5209 o 03,5771 o LS (Bakosurtanal) di selatan garis ekuator, sebelah tenggara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG DISUSUN OLEH : BAGIAN HUKUM SETDA KOLAKA UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

Lebih terperinci

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan Cadangan Batubara yang terdapat dalam daerah penambangan Sangasanga mempunyai kemiringan umum sekitar 10-15 dan dengan cropline yang berada di sisi barat daerah

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengusahaan mineral

Lebih terperinci

BAB V DASAR-DASAR PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

BAB V DASAR-DASAR PENGOLAHAN BAHAN GALIAN BAB V DASAR-DASAR PENGOLAHAN BAHAN GALIAN 5.1. Pengolahan Bahan Galian Pengolahan Bahan Galian (Mineral dressing) adalah pengolahan mineral dengan tujuan untuk memisahkan mineral berharga dan gangue-nya

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2017 KEMEN-ESDM. Nilai Tambah Mineral. Peningkatan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2017 TENTANG PENINGKATAN

Lebih terperinci

Artikel Pendidikan 23

Artikel Pendidikan 23 Artikel Pendidikan 23 RANCANGAN DESAIN TAMBANG BATUBARA DI PT. BUMI BARA KENCANA DI DESA MASAHA KEC. KAPUAS HULU KAB. KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh : Alpiana Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Mataram

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara geografis, pulau Sebuku terletak pada koordinat 116,3384 o 116,3640 o BT dan 03,5209 o 03,5771 o LS (Bakosurtanal). Panjang pulau sekitar 35

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dengan penambangan bawah tanah yang meliputi kegiatan berupa

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dengan penambangan bawah tanah yang meliputi kegiatan berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penambangan emas di PT Cibaliung Sumberdaya (PT CSD) dilakukan dengan penambangan bawah tanah yang meliputi kegiatan berupa pemberaian, pemuatan, dan pengangkutan

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai keadaan umum perusahaan sebagai tempat penelitian dan sumber data, yang meliputi gambaran umum perusahaan, potensi bahan galian, visi

Lebih terperinci

Metode Perhitungan Cadangan. Konsep Dasar

Metode Perhitungan Cadangan. Konsep Dasar Metode Perhitungan Cadangan Konsep Dasar Konversi Unit 1 inch = 2,54 cm 1 karat = 200 mgram 1 m = 3,281 feet 1 mile = 1.609 km 1 ha = 10.000 m 2 1 acre = 0,404686 ha 1 cc = 0,061 cinch 1 kg = 2,2046 pound

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Endapan nikel laterit di Pulau Gee terbentuk akibat dari proses pelindian pada batuan ultrabasa. Air hujan yang mengandung CO 2 dari udara meresap ke bawah sampai ke

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.35, 2014 KEMENESDM. Peningkatan. Nilai Tambah. Mineral. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENINGKATAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertambangan Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan manusia. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa pada umumnya setelah manusia berhasil menguasai sebidang

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI KONSERVASI SUMBER DAYA MINERAL DAERAH KABUPATEN KOTABARU, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMANTAUAN DAN EVALUASI KONSERVASI SUMBER DAYA MINERAL DAERAH KABUPATEN KOTABARU, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI KONSERVASI SUMBER DAYA MINERAL DAERAH KABUPATEN KOTABARU, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Oleh : R.Hutamadi dan Edie Kurnia Djunaedi SARI Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Konservasi

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN STUDI KELAYAKAN, EKSPLOITASI DAN PRODUKSI

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN STUDI KELAYAKAN, EKSPLOITASI DAN PRODUKSI LAMPIRAN XIII b KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR :1453 K/29/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN STUDI KELAYAKAN, EKSPLOITASI DAN PRODUKSI A. FORMAT LAPORAN

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Judul Penelitian Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan Bijih Besi di Daerah Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. 1.2. Latar

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa Jawa Barat memiliki endapan pasir besi yang berpotensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan suatu daerah yang sebagian wilayahnya merupakan lokasi kegiatan beberapa perusahaan skala nasional dan

Lebih terperinci

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN 6.1. Kondisi dan Penyebaran Singkapan. Geomorfologi daerah penelitian berupa perbukitan dan dataran. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap sebaran singkapan

Lebih terperinci

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA. - 2 - Perubahan Kelima atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Wahyu Widodo dan Bambang Pardiarto (Kelompok Kerja Penelitian Mineral) Sari Kegiatan eksplorasi umum endapan besi

Lebih terperinci

Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta R. Andy Erwin Wijaya 1, Dianto Isnawan 2 1 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay BAB V PEMBAHASAN 5.1 Penyusunan Basis Data Assay Basis data Assay dan data informasi geologi adalah data data dasar di dalam proses permodelan dan estimasi sumberdaya bijih. Prosedur awal setelah data

Lebih terperinci

Proposal Kerja Praktek Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo

Proposal Kerja Praktek Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya alam khususnya sumber daya mineral. Dalam pekembangannya, telah berbagai macam teknik dan teknologi yang dipergunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Keadaan Umum 2.1.1 Lokasi Kesampaian Daerah Lokasi CV JBP secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak. Provinsi Banten. Secara geografis lokasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1453 K/29/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1453 K/29/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 LAMPIRAN IX KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1453 K/29/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN TATA CARA PENGAWASAN LINGKUNGAN SERTA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA BIDANG PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH O l e h : Ssiti Sumilah Rita SS Subdit Batubara, DIM S A R I Eksploitasi batubara di Indonesia saat ini

Lebih terperinci

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA Antung Deddy Asdep Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Kerusakan Lahan Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bayat merupakan salah satu daerah yang menarik sebagai obyek penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bayat merupakan salah satu daerah yang menarik sebagai obyek penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bayat merupakan salah satu daerah yang menarik sebagai obyek penelitian geologi karena pada daerah ini banyak terdapat singkapan batuan yang terdiri atas berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif PT BJA berlokasi di Desa Sungai Payang, Dusun Beruak, Kecamatan Loakulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur,

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi Latar Belakang Besi. merupakan bahan logam penting yang banyak memberikan sumbangan pada perkembangan peradaban

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Mengingat : a. bahwa mineral dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI SARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI SARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI SARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... v vi vii x xiv DAFTAR TABEL... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 07 SUMBERDAYA MINERAL Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan p batuan (tanah). Berdasarkan

Lebih terperinci

Rencana Penataan Lahan Bekas Kolam Pengendapan Timah Di Pit Tb 1.42 Pemali PT.Timah (Persero) Tbk, Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Rencana Penataan Lahan Bekas Kolam Pengendapan Timah Di Pit Tb 1.42 Pemali PT.Timah (Persero) Tbk, Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Rencana Penataan Lahan Bekas Kolam Pengendapan Timah Di Pit Tb 1.42 Pemali PT.Timah (Persero) Tbk, Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Ika Tri Novianti Siregar, Riko Suryanata, Indri Febriyanti,

Lebih terperinci

TERHADAP RANCANGAN PUSH BACK

TERHADAP RANCANGAN PUSH BACK PENGARUH LOSSES TERHADAP RANCANGAN PUSH BACK 3 BULAN DI FRONT SUWOTA SITE TANJUNGBULI PT. ANEKA TAMBANG UBP NIKEL MALUKU UTARA KABUPATEN HALMAHERA TIMUR PROVINSI MALUKU UTARA Oleh : Recky Fernando L. Tobing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

EKSPLORASI AWAL NIKEL LATERIT DI DESA LAMONTOLI DAN LALEMO, KECAMATAN BUNGKU SELATAN, KABUPATEN MOROWALI, PROPINSI SULAWESI TENGAH

EKSPLORASI AWAL NIKEL LATERIT DI DESA LAMONTOLI DAN LALEMO, KECAMATAN BUNGKU SELATAN, KABUPATEN MOROWALI, PROPINSI SULAWESI TENGAH EKSPLORASI AWAL NIKEL LATERIT DI DESA LAMONTOLI DAN LALEMO, KECAMATAN BUNGKU SELATAN, KABUPATEN MOROWALI, PROPINSI SULAWESI TENGAH Sri Ayu Ningsih Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

Lebih terperinci

DATA SUMBER DAYA SEBAGAI DASAR PENERAPAN DAN PERENCANAAN KONSERVASI

DATA SUMBER DAYA SEBAGAI DASAR PENERAPAN DAN PERENCANAAN KONSERVASI DATA SUMBER DAYA SEBAGAI DASAR PENERAPAN DAN PERENCANAAN KONSERVASI Sabtanto Joko Suprapto 1 1 Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Konservasi sumber daya mineral merupakan upaya untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Sustainable Development at Bintan Island

Sustainable Development at Bintan Island Sustainable Development at Bintan Island Vitrisia Klastika Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Abstract Indonesia has a great potential in the natural resources, especially Titan Mining

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN TANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN EVALUASI MINERAL NON LOGAM DI KABUPATEN LUWU UTARA DAN LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN

INVENTARISASI DAN EVALUASI MINERAL NON LOGAM DI KABUPATEN LUWU UTARA DAN LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN INVENTARISASI DAN EVALUASI MINERAL NON LOGAM DI KABUPATEN LUWU UTARA DAN LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nazly Bahar, Maryun Supardan, Sodik Kaelani, Corry Karangan SubDit Mineral Non Logam

Lebih terperinci

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT Oleh Eddy Winarno; Wawong Dwi Ratminah Program Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta Abstrak Optimalisasi Keberhasilanan Penambangan Terbuka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR

SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR Roswita, Lantu a, Syamsuddin b Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit, bijih besi dan pasir besi serta mangan) sebagian besar dijual ke luar

Lebih terperinci

Metode Tambang Batubara

Metode Tambang Batubara Metode Tambang Batubara Sistem Penambangan Batubara Sistem penambangan batubara ada 3, yaitu: - Penambangan Terbuka (Open Pit Mining) - Penambangan Bawah Tanah (Underground Mining) - Penambangan dengan

Lebih terperinci

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang Peraturan Reklamasi dan Pascatambang Ir. Bambang Susigit, MT KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA Contents

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/

BAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem porfiri merupakan suatu endapan hipotermal yang dicirikan oleh stockwork yang tersebar (disseminated) dalam massa batuan yang besar yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar kesarjanaan di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Mineral, Universitas Trisakti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil dewasa ini masih menjadi primadona sebagai energi terbesar di dunia, namun minyak dan gas bumi (migas) masih menjadi incaran utama bagi para investor

Lebih terperinci

Laporan Bulanan Kegiatan Eksplorasi PT Toba Bara Sejahtra Tbk

Laporan Bulanan Kegiatan Eksplorasi PT Toba Bara Sejahtra Tbk Laporan Bulanan Kegiatan Eksplorasi PT Toba Bara Sejahtra Tbk April 2018 KATA PENGANTAR PT Toba Bara Sejahtra Tbk adalah perusahaan pertambangan batubara yang melakukan kegiatan penambangan di daerah Sangasanga,

Lebih terperinci

CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN

CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN keberadaan UU No.32 Tahun 2009 KHLS (Kajian Lingkungan hidup Strategis) Tata ruang Baku mutu lingkungan Kreteria baku kerusakan lingkungan Amdal UKL-UPL Perizinan

Lebih terperinci

Bab IV Pengolahan dan Analisis Data

Bab IV Pengolahan dan Analisis Data BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas dua data, yaitu data primer yang meliputi data mentah sebagai data utama dalam pengolahan data, sedangkan data

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri dan Hadiyanto Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut SARI Daerah

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa dengan adanya perubahan kewenangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB vi vii ix xi xiii I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.... 1 1.2 Perumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

PENENTUAN BESAR BOULDER UNTUK MENCAPAI NILAI CUT-OFF GRADE PADA OPERASI PENAMBANGAN NIKEL LATERIT DI TANJUNG BULI, HALMAHERA TIMUR, MALUKU UTARA

PENENTUAN BESAR BOULDER UNTUK MENCAPAI NILAI CUT-OFF GRADE PADA OPERASI PENAMBANGAN NIKEL LATERIT DI TANJUNG BULI, HALMAHERA TIMUR, MALUKU UTARA PENENTUAN BESAR BOULDER UNTUK MENCAPAI NILAI CUT-OFF GRADE PADA OPERASI PENAMBANGAN NIKEL LATERIT DI TANJUNG BULI, HALMAHERA TIMUR, MALUKU UTARA TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi

Lebih terperinci

BIMBINGAN TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA MINERAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BIMBINGAN TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA MINERAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BIMBINGAN TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA MINERAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Oleh: E.Kurnia Djunaedi, Harmanto,Umi Kuntjara, Herudiyanto, Zamri Ta in SARI Dalam pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi di bidang pertambangan memerlukan jumlah dana yang sangat besar agar investasi yang akan dikeluarkan tersebut menguntungkan. Komoditas endapan mineral yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam bahan galian, yang kemudian bahan galian tersebut dimanfaatkan oleh industry pertambangan untuk memnuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan hidup manusia. Jumlah semua komponen material dan lingkungan

PENDAHULUAN. kebutuhan hidup manusia. Jumlah semua komponen material dan lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya adalah semua potensi dan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia. Jumlah semua komponen material dan lingkungan yang meliputi massa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batubara merupakan salah satu tambang yang berpotensi untuk. dimanfaatkan lebih lanjut oleh pemerintah selain minyak dan gas bumi.

BAB I PENDAHULUAN. Batubara merupakan salah satu tambang yang berpotensi untuk. dimanfaatkan lebih lanjut oleh pemerintah selain minyak dan gas bumi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Batubara merupakan salah satu tambang yang berpotensi untuk dimanfaatkan lebih lanjut oleh pemerintah selain minyak dan gas bumi. Berdasarkan perhitungan cadangan

Lebih terperinci

Integrasi SIG dan citra ASTER BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Integrasi SIG dan citra ASTER BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik tersingkap

Lebih terperinci

Geologi dan Endapan Batubara Daerah Pasuang-Lunai dan Sekitarnya Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan BAB I PENDAHULUAN

Geologi dan Endapan Batubara Daerah Pasuang-Lunai dan Sekitarnya Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menunjang pembangunan di Indonesia, dibutuhkan sumber energi yang memadai, hal ini harus didukung dengan ketersediaan sumber daya alam yang cukup. Indonesia merupakan

Lebih terperinci