Keragaman Karakter Morfologis Garut (Marantha arundinaceae L.)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Keragaman Karakter Morfologis Garut (Marantha arundinaceae L.)"

Transkripsi

1 Keragaman Karakter Morfologis Garut (Marantha arundinaceae L.) Tintin Suhartini* dan Hadiatmi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor Telp. (0251) ; Faks. (0251) ; * Diajukan: 6 Oktober 2010; Diterima: 26 April 2011 ABSTRACT Morphological Characteristics Variability of Arrowroot (Marantha arundinaceae L.). The arrowroot has been recognized by most society member of Indonesia as a source of potential foodstuf. The arrowroot has low glicemic index, and high carbohydrate content, high quality of flour and can replace position of wheat flour as food material and industry. Evaluation and characterization are needed to get informations of superior characteristic of arrowroot as source of genetic variability to develop promising new arrowroot varieties. The result showed that the morphological characteristic of 20 arrowroot accecions were not different on the qualitative characteristics. The characteristics of leaf colour, stem and stalk leaf colour, and white colour of tuber were not different among arrowroot accecions. The quantitative characteristics of tuber or rhizomes type (tuber length and tuber circle), plant height, number of tiller/hill, total leaf/main stem, leaf length and leaf width among accecions had low variability. The tuber weight per hill had positive correlation with plant height, number of leaf, tuber length and tuber circle and negative correlation with leaf length, leaf width and stalk length leaf. Keywords: Variability, morphological, arrowroot ABSTRAK Garut (Marantha arundinaceae L.) merupakan sumber pangan yang potensial bagi sebagian masyarakat di Indonesia. Garut memiliki indeks glikemik rendah dan kandungan karbohidrat tinggi. Tepung garut dapat menggantikan terigu sebagai bahan makanan dan industri. Evaluasi dan karakterisasi garut perlu dilakukan untuk memperoleh informasi sifat-sifat unggul untuk dapat digunakan dalam perakitan varietas unggul. Hasil evaluasi 20 aksesi garut yang dikarakterisasi menunjukan tidak ada perbedaan morfologis sifat kualitatif. Warna daun, pelepah dan tangkai daun, bentuk daun, bentuk dan warna umbi memiliki kesamaan antaraksesi. Karakter kuantitatif pada bentuk umbi (panjang dan lingkar umbi), tinggi tanaman, jumlah anakan/rumpun, jumlah daun pada batang utama, panjang dan lebar daun antar aksesi plasma nutfah garut memiliki keragaman yang sempit. Hasil analisis menunjukkan bahwa bobot umbi per rumpun berkorelasi positif dengan tinggi tanaman, jumlah daun, panjang, lingkar umbi, dan berkorelasi negatif dengan panjang daun, lebar daun, dan panjang tangkai daun. Kata kunci: Keragaman, morfologis, garut. PENDAHULUAN Garut merupakan salah satu bahan pangan lokal, memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, dan berpotensi sebagai sumber pangan alternatif. Tanaman ini termasuk dalam family Marantaceae, genus Maranta, spesies Marantha arundinaceae L. dan dikelompokkan pada ubi-ubian minor. Nama lokal garut beragam, di Jawa Barat disebut patat sagu, irut, arut, dan jelarut; di Madura selarut atau laru; di Gorontalo labia walanta; di Ternate huda sula, di Halmahera peda sula; di Amerika arrowroot (Suswadi, 2004). Tanaman garut berasal dari Amerika khususnya daerah tropik, kemudian menyebar ke negara-negara tropik lainnya (Titiek et al., 2010). Tanaman garut berbentuk herba yang berumpun dengan perakaran dangkal. Umbinya merupakan rhizoma yang membesar dengan bentuk selinder, bentuk daun oval memanjang dengan pelepah daun melingkar batang (Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2002; Sastrapraja et al., 1977). Garut termasuk tanaman tahunan yang dapat tumbuh pada ketinggian m dpl dan tumbuh baik pada ketinggian m dpl. Tanah yang lembab dan tempat-tempat yang terlindung merupakan habitat yang baik bagi tanaman garut (Sastra, 2003). Garut biasa ditanam sebagai tanaman sela (Sudiarto dan Rosita, 1998). Saat ini garut dikembangkan secara luas di beberapa di daerah Jawa Tengah dengan luas areal ha dan di Jawa Timur mencapai ha (Titiek et al., 2010). Umbi garut memiliki kandungan gizi tinggi, kandungan karbohidrat 25-30%, kandungan pati 12

2 +20% (Widowati, 1998), tepungnya dapat digunakan sebagai bahan baku pengganti terigu (Djaafar dan Rahayu, 2006). Umbi garut memiliki manfaat kesehatan karena indeks glikemiknya rendah (14), lebih rendah dari beras, terigu, kentang, dan ubi kayu masing-masing sebesar 96, 100, 90, dan 54 (Anonim, 2009). Indeks glikemik umbi-umbian lainnya, seperti gembili, kimpul, ganyong, dan ubi jalar masing-masing 90, 95, 105, 179 (Marsono, 2002). Indeks glikemik merupakan ukuran yang menyatakan kenaikan kadar gula darah seseorang setelah mengkonsumsi makanan yang bersangkutan. Makin tinggi indeks glikemik, makin tidak baik dikonsumsi penderita diabetes. Garut aman dan baik dikonsumsi dan perlu disosialisasikan, terutama bagi masyarakat yang kurang pangan di pedesaan maupun di perkotaan. Keragaman genetik plasma nutfah garut yang luas berperan penting menunjang perbaikan varietas unggul garut, terutama karakter yang terkait dengan kandungan pati dan hasil tinggi (Sastra, 2003). Pengamatan Sarjiman dan Djaafar (2007) terhadap beberapa tanaman garut asal Malang, Bogor, dan Bantul menunjukan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada karakter morfologisnya. Hasil analisis keragaman genetik 19 aksesi garut Indonesia yang dilakukan Sastra (2003) melalui penanda molekuler RAPD menunjukkan tidak berbeda secara genetik. Dengan demikian, terbatasnya penyediaan genotipe unggul garut dari plasma nutfah yang ada merupakan salah satu faktor pembatas dalam program pemuliaan tanaman garut. Genus Maranta meliputi 23 spesies (Fillamajor dan Jukema, 1996). Spesies garut yang ada di Indonesia pada umumnya M. arundinacea L. Spesies-spesies lainnya tampaknya belum banyak diteliti di Indonesia. Berdasarkan bentuk umbi atau rhizoma, garut dapat dibedakan jadi dua jenis, yaitu creole dan banana (Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2002). Jenis creole berukuran panjang, kurus, dan tumbuh menembus ke dalam tanah dan sering disebut akar cerutu, sedangkan jenis banana berukuran pendek, gemuk, dan tumbuh lebih dekat ke permukaan tanah. Kedua jenis umbi garut tersebut berbeda dalam kadar pati dan lama penyimpanan hasil panennya. Jenis creole lebih tahan disimpan dan kadar pati lebih tinggi, sedang jenis banana sebaliknya. Selain M. arundinaceae, di Indonesia terdapat spesies lain, yaitu Marantha linearis yang memiliki daun bergaris-garis hijau dan putih (Titiek et al., 2010). Garut merupakan tanaman monokotil, perbanyakan tanaman berlangsung secara vegetatif. Persilangan antar genotipe dapat terjadi karena tanaman garut menghasilkan bunga. Persilangan dapat meningkatkan keragaman genetik. Keragaman juga dapat terjadi karena mutasi dan pengaruh lingkungan. Untuk itu, perlu dilakukan karakterisasi sifat morfologis maupun fisiologis terhadap spesies garut yang ada di Indonesia agar dapat dideskripsikan dan dimanfaatkan sebagai sumber genetik dalam program pengembangan garut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi sifat morfologis tanaman garut yang ada di koleksi plasma nutfah Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) dalam rangka pelestarian plasma nutfah garut. BAHAN DAN METODE Sejumlah 20 aksesi tanaman garut koleksi plasma nutfah BB-Biogen ditanam di IP Cikeumeuh pada bulan Januari-Desember Koleksi tersebut berasal dari beberapa wilayah di Indonesia, yaitu Jawa Barat (Tasikmalaya, Sukabumi, Garut, Subang, Bogor, Karawang, Lebak), Jawa Tengah (Wonosari, Banyumas, Purworejo, Banjarnegara, Brebes, Cilacap, Kulonprogo), dan Tana Toraja Sulawesi Selatan. Setiap aksesi ditanam sebanyak 10 tanaman (satu baris) melalui stek umbi atau rimpang dengan jarak tanam 1 m x 0,5 m, luas petak 1 m x 5 m. Pemupukan meliputi 130 kg urea, 50 kg SP36 dan 150 kg KCl/ha, pada saat tanam sebanyak 1/3 bagian urea dan KCl serta seluruh bagian SP36. Setelah umur 3,5 bulan diberikan 2/3 bagian urea dan KCl. Pupuk kandang diberikan 2 t/ha pada saat tanam. Pengamatan terhadap tanaman meliputi karakter kualitatif, yaitu warna daun, warna pelepah daun, warna tangkai daun, warna tulang daun pada umur 3 bulan hingga menjelang panen. Karakter kuantitatif yang diamati meliputi tinggi tanam, jumlah anakan per rumpun, panjang daun, lebar daun, 13

3 panjang tangkai daun, dan jumlah daun pada batang utama menjelang panen (10 bulan). Untuk karakter umbi (bobot umbi per rumpun, jumlah umbi per rumpun, panjang umbi, lingkar umbi, warna umbi) dilakukan setelah panen. Analisis data dilakukan dengan metode statistik deskriptif meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien keragaman, dan korelasi antar karakter kuantitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Karakter Kualitatif Garut Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada perbedaan karakter morfologi daun, bentuk, dan warna umbi dari 20 aksesi garut, kecuali pada warna daun (daun belang hijau dan putih), yaitu pada aksesi No. 575 (lokal lebak) asal Jawa Barat. Warna helai daun umumnya hijau. Daun memiliki tulang yang menyirip berwarna hijau muda. Bentuk daun memanjang, ujung daun meruncing, dan pangkal daun melengkung setengah lingkaran bulat telur dengan perbandingan lebar dan panjang 7/19-9/29 cm. Panjang tangkai daun berkisar antara 14,2-21,8 cm, terdiri atas dua bagian, yaitu pelepah daun terletak di bagian bawah membungkus sebagian batang, berwarna hijau, dan tangkai bagian atas (dekat daun) berukuran lebih pendek dengan warna hijau atau ungu pada bagian paling dekat dengan daun. Pada batang utama terdapat daun dengan jumlah bervariasi antara 6,1-12,0 helai. Batang utama berbentuk agak pipih dan berwarna hijau. Bunga pada tanaman garut adalah bunga majemuk berbentuk tandan dengan kelopak bunga berwarna hijau, sedang mahkotanya berwarna putih. Tanaman garut mulai berbunga pada umur 97 hari sejak tanam, dan tidak ada perbedaan umur berbunga antaraksesi. Tanaman garut membentuk umbi yang berasal dari rhizoma yang membesar dan menembus ke dalam tanah. Umbi ditutupi oleh sisik yang berwarna coklat muda. Umbi atau rimpang berbentuk silinder, panjang agak kurus, dan daging umbinya berwarna putih. Semua aksesi garut mempunyai persamaan bentuk dan warna umbi. Hasil pengamatan karakter kualitatif terhadap 20 aksesi garut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data karakter morfologis sifat kualitatif ubi minor garut (M. arundinacea) koleksi plasma nutfah BB-Biogen, Cikeumeuh, Bogor, No. aksesi Kultivar Asal provinsi WDM WDT WPD WTiD WTlD WDgU 27 Lokal (L) Tasikmalaya Jawa Barat hm h h u hm p 28 L. Wonosari Yogya hm h h u hm p 29 L. Garut Jawa Barat hm h h u hm p 58 L. Karawang Jawa Barat hm h h u hm p 59 L. Banyumas 1 Jawa Tengah hm h h u hm p 380 L. Purworejo Jawa Tengah hm h h u hm p 387 L. Banjarnegara Jawa Tengah hm h h u hm p 403 L. Banyumas 2 Jawa Tengah hm h h u hm p 421 L. Subang Jawa Barat hm h h u hm p 439 L. Banyumas 3 Jawa Tengah hm h h u hm p 478 L. Brebes Jawa Tengah hm h h u hm p 504 L. Tanatoraja Sulawesi Selatan hm h h u hm p 563 L. Bogor Jawa Barat hm h h u hm p 575 L. Lebak Jawa Barat hp hp p um hm p 625 L. Cilacap 1 Jawa Tengah hm h h u hm p 626 L. Cilacap 2 Jawa Tengah hm h h u hm p 667 Garut Balitkabi Malang hm h h u hm p 705 L. Kulonprogo 1 Yogya hm h h u hm p 705a L. Kulonprogo 2 Yogya hm h h u hm p 725 L. Sukabumi Jawa Barat hm h h u hm p L = Lokal, WDM = warna daun muda, BUR = bobot umbi per rumpun, Hm = hijau muda, WDT = warna daun tua, JUR = jumlah umbi (rimpang) per rumpun, H = hijau, WPD = warna pelepah daun, PU = panjang umbi, Hp = belang hijau dan putih, WTiD = warna tangkai daun (dekat dengan daun), LU = lingkar umbi, U = ungu (Purple), WTiD = warna tulang daun atas, PD = panjang daun, Um = ungu muda, WDgU = Warna daging umbi, LD = lebar daun, p = putih, TT = tinggi tanaman, PTiD = panjang tangkai daun (termasuk pelepah daun), JAR = jumlah anakan per rumpun, JD = jumlah daun pada batang utama. 14

4 Keragaman Karakter Kuantitatif Garut Hasil analisis menunjukkan keragaman karakter kuantitatif tanaman garut sempit dengan kisaran nilai koefisien keragaman 7-25,5%. Bobot dan jumlah umbi bervariasi paling besar, ditunjukkan oleh nilai koefisien keragaman 21,4-25,5% (Tabel 2). Keragaman yang kecil terdapat pada karakter morfologis daun (panjang dan lebar daun), ukuran umbi (panjang dan lingkar umbi) dan jumlah anakan dengan nilai koefisien keragaman 7-12%. Bentuk daun umumnya bulat telur pada pangkal daun dengan kisaran panjang 19,4-26,3 cm dan lebar 7,1-9,2 cm. Keragaman jumlah daun pada batang utama tergolong kecil (17%) dengan kisaran 6-12 helai, pada panjang tangkai daun 11% dengan kisaran cm. Tinggi tanaman dan jumlah anakan memiliki keragaman kecil, 12,6% pada tinggi tanaman dan 8,4% pada jumlah anakan. Tinggi tanaman berkisar antara 55,1-93,9 cm dan jumlah anakan 7,3-10,1 per rumpun (Tabel 2 dan 3). Panjang umbi dan lingkar umbi memiliki keragaman yang kecil dengan koefisien keragaman 12% dan 8%. Panjang umbi berkisar antara cm dan lingkar umbi 7-9 cm, ukuran umbi tergolong sedang. Suhertini dan Lukman (2003) mengelompokkan panjang umbi garut sebagai berikut: pendek (10-15 cm), sedang (16-40 cm), dan panjang (>40 cm). Ukuran umbi garut koleksi BB- Biogen termasuk sedang. Namun ukuran ini tidak mutlak, karena ukuran dan bobot umbi dipengaruhi faktor lingkungan. Tanah yang kurang subur dapat memperkecil ukuran dan bobot umbi, dan sebaliknya pada lahan yang subur. Bobot umbi per rumpun umumnya kurang dari g, hanya satu aksesi yang memiliki bobot umbi/rumpun mendekati g, yaitu lokal Tana Toraja (938 g). Hasil umbi yang kecil terdapat pada lokal Lebak dan lokal Banyumas 2 dengan bobot <500 g umbi/rumpun (Tabel 3). Bobot umbi dan jumlah umbi per rumpun memiliki keragaman yang paling besar (21,4-25,5%). Keadaan ini menunjukkan terdapat perbedaan hasil 20 aksesi yang di amati (Tabel 2). Namun hasil umbi dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kesuburan tanah. Hasil penelitian Sarjiman et al. (2006) menunjukkan, pemberian kompos 5 t/ha dapat meningkatkan hasil umbi 35% lebih tinggi dibanding pemberian pupuk kimia (urea, KCl, SP36, masingmasing 50 kg/ha) tanpa kompos. Hasil umbi meningkat +30% lebih tinggi pada lahan 70% ternaungi dibanding lahan 30% ternaungi. Penelitian Sastra (2000) terhadap lima klon garut asal Jawa Barat memberikan hasil umbi yang tidak berbeda nyata antara perlakuan tanpa naungan dan 55% naungan, walaupun rata-rata hasil umbi lebih tinggi pada tanpa naungan. Yusron et al. (2003) memperoleh hasil umbi garut tiga kali lebih tinggi pada lahan ternaungi 30% dibanding pada lahan ternaungi 70%. Perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan asal bibit yang digunakan. Bobot umbi per rumpun berkorelasi positif dengan tinggi tanaman, jumlah daun, dan bentuk umbi (panjang dan lingkar umbi) dan berkorelasi negatif dengan bentuk daun (panjang dan lebar daun) dan panjang tangkai daun. Bobot umbi akan meningkat dengan menurunnya ukuran daun. Tanaman garut dengan ukuran daun besar dan tangkai daun yang lebih panjang memiliki bobot umbi/ rumpun yang lebih rendah (Tabel 4), namun asumsi ini perlu diteliti lebih lanjut. Tabel 2. Nilai rata-rata, kisaran, ragam, dan koefisien keragaman 20 aksesi plasma nutfah garut. MT Karakter Maks. Min Rata-rata Ragam (σ) Koef. keragaman (%) Tinggi tanaman (cm) 93,9 55,1 79,4 9,6 12,6 Jumlah anakan/rumpun 10,1 7,3 8,7 0,7 8,4 Bobot umbi/rumpun (g) ,6 21,4 Jumlah umbi/rumpun 22,8 10,6 15,3 3,9 25,5 Panjang umbi (cm) 24,9 15,5 18,7 2,2 12 Lingkar umbi (cm) 9,4 7,2 8,1 0,6 8 Panjang daun (cm) 26,3 19,4 22,0 2,3 10 Lebar daun (cm) 9,2 7,1 7,8 0,5 7 Panjang tangkai daun (cm) 21,8 14,2 17,5 1,8 11 Jumlah daun pada batang utama 12 6,1 8,5 1,

5 Tabel 3. Karakter morfologis sifat kuantitatif ubi minor garut koleksi plasma nutfah BB-Biogen. Cikeumeuh, Bogor, No. aksesi Kultivar TT (cm) JAR BUR (g) JUR PU (cm) LU (cm) PD (cm) LD (cm) PTiD (cm) JD 27 Lokal (L) Tasikmalaya 68,1 7, ,2 20,4 8,7 23,9 9,2 18,4 7,3 28 L. Wonosari 74,4 7, ,8 22,4 9 24,4 8,6 19,8 7,6 29 L. Garut 75,8 8, ,6 16,9 8 23,9 9 17,5 9,1 58 L. Karawang 79 7, ,4 22 8,8 22,6 8,2 19,6 9,4 59 L. Banyumas 1 80,9 7, ,2 20,1 8,7 24,4 8,7 18,9 7,8 380 L. Purworejo 76, ,8 18,2 7,9 22,2 8,3 17,3 8,4 387 L. Banjarnegara 79,5 9, ,7 8,2 26,3 8,8 21,8 7,1 403 L. Banyumas 2 83,5 9, ,4 16,7 8,3 24,4 8,3 18,9 7,6 421 L. Subang 87, ,5 8,4 21,9 7,7 16,9 10,1 439 L. Banyumas 3 80,9 7, ,8 20,8 8,8 25,6 8,4 20,1 9,6 478 L. Brebes 86,9 8, ,8 15,5 7,2 19,4 7,7 16, L. Tanatoraja 81, ,6 18,4 9,4 23,1 8,1 17,4 8,6 563 L. Bogor ,2 17,9 8,3 22,9 7,8 19 6,1 575 L. Lebak 55,1 10, ,6 17,8 8 25,9 8,6 18,9 8,8 625 L. Cilacap 1 77, ,8 17,1 8,1 20 7,2 19, L. Cilacap 2 82,6 9, ,4 20,5 8,9 21,1 7,3 14,2 10,2 667 Garut 71,1 9, ,8 20,2 8,9 21,3 8 16,6 10,3 705 L. Kulonprogo 1 87,8 8, ,3 7,2 20,8 7,1 18 8,9 705a L. Kulonprogo 2 93,9 9, ,6 24,9 9,2 24, ,4 725 L. Sukabumi 92, ,5 8 19,7 8,7 16,5 8,7 L = Lokal, WDM = warna daun muda, BUR = bobot umbi per rumpun, Hm = hijau muda, WDT = warna daun tua, JUR = jumlah umbi (rimpang) per rumpun, H = hijau, WPD = warna pelepah daun, PU = panjang umbi, Hp = belang hijau dan putih, WTiD = warna tangkai daun (dekat dengan daun), LU = lingkar umbi. Tabel. 4. Korelasi antar karakter morfologi 20 aksesi garut, Cikeumeuh, Bogor, Karakter ,00 2-0,11 1,00 3 0,50** -0,11 1,00 4 0,05 0,07 0,13* 1,00 5 0,20* -0,35** 0,16** -0,10 1,00 6-0,05-0,21 0,36** -0,19 0,61** 1,00 7-0,41** 0,00-0,44** -0,37** 0,22* 0,38** 1,00 8-0,36** -0,18-0,47** -0,56** 0,06 0,20 0,63** 1,00 9-0,26** -0,12-0,39** -0,01 0,08 0,05 0,63** 0,35 1, ,15-0,03 0,25** 0,25** -0,13-0,11-0,56** -0,54** -0,37** ** dan * nyata pada taraf uji 1% dan 5%. 1 = tinggi tanaman, 2 = jumlah anakan/rumpun, 3 = bobot umbi/rumpun, 4 = jumlah umbi/rumpun, 5 = panjang umbi/rumpun, 6 = lebar umbi/rumpun, 7 = panjang daun, 8 = lebar daun, 9 = panjang tangkai daun, 10 = jumlah daun/rumpun. Aksesi garut yang diteliti termasuk bertipe umbi creole, karena kisaran panjang umbi cm dan kisaran lingkar umbi 7-9 cm, tergolong tidak gemuk. Selain itu, arah tumbuh umbi ke dalam tanah atau tidak di permukaan tanah seperti karakter tipe creole. Karakter morfologi garut yang ada di koleksi plasma nutfah BB-Biogen menunjukkan keragaman yang sempit pada karakter kuantitatif maupun kualitatif. Keadaan ini diduga klon garut yang ada di Indonesia berasal dari induk yang sama. Hal ini didukung oleh hasil analisis keragaman genetik tanaman garut yang dilakukan oleh Sastra (2003) terhadap 19 aksesi garut Indonesia melalui penanda molekuler RAPD. Hasil analisis menunjukkan, ke- 19 aksesi garut tersebut tidak berbeda secara genetik. Dengan demikian diketahui bahwa rendahnya keragaman genetik klon garut akan sulit melakukan seleksi tanaman untuk memperoleh klon unggul. Keragaman genetik pada garut dapat ditingkatkan antara lain melalui persilangan antarspesies, dan melalui mutasi induksi secara fisik maupun 16

6 kimia. Saat ini peluang untuk meningkatkan keragaman genetik garut melalui persilangan masih sulit, karena spesies garut sangat terbatas. Mutasi induksi merupakan metode pemuliaan yang sesuai, khususnya bagi tanaman yang berbiak secara vegetatif (Suhertini, 2003). Mutasi induksi dapat menyebabkan keragaman genetik, karena terjadi perubahan materi genetik pada tingkat genom, kromosom, dan DNA atau gen (Soeranto, 2003). Melalui pemuliaan mutasi akan dihasilkan sejumlah mutan garut yang lebih baik dari plasma nutfah asal. Usaha lain untuk peningkatan mutu dan produk klon garut dapat dilakukan melalui budi daya tanaman yang lebih baik. Tanaman garut tahan terhadap penyakit dengan potensi hasil yang tinggi, berkisar antara 7-47 t/ha (Sastra, 2000). KESIMPULAN Keragaman karakter kualitatif 20 aksesi garut koleksi plasma nutfah BB-Biogen sangat sempit. Karakter morfologi daun didominasi oleh warna hijau dan warna daging umbi putih. Terdapat satu aksesi yang berbeda warna daun, yaitu warna belang hijau dengan putih sebagian dan warna pelepah daun putih, yaitu lokal Lebak (aksesi No. 575). Keragaman karakter kuantitatif 20 aksesi garut relatif sempit dengan kisaran koefisien keragaman 7-25%. Jenis garut yang terdapat pada koleksi plasma nutfah BB-Biogen umumnya creole dengan ciri tumbuhnya umbi menembus ke arah dalam tanah dengan ukuran lingkar umbi relatif kecil dan panjang umbi sedang. Untuk membuktikan adanya kesamaan genetik pada 20 aksesi garut dapat dilakukan melalui karakterisasi secara morfologis dan analisis keragaman genetik dengan penanda molekuler. Usaha meningkatkan keragaman genetik yang sempit pada tanaman garut, perlu dilakukan melalui teknik mutasi induksi. Teknik mutasi merupakan metode pemuliaan yang sesuai bagi tanaman yang berbiak secara vegetatif. Melalui pemuliaan mutasi diharapkan dapat dihasilkan sejumlah mutan garut yang lebih baik dari plasma nutfah asal. PUSTAKA Anonim Nilai Tambah dari Umbi Garut. Dalam Agrina Tabloid Agribisnis Dwi Mingguan. 5: online.com/show_article.php. [15 September 2009]. Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Pengenalan budidaya talas, garut, ganyong, gembili, ubi kelapa, iles-iles, suweg/acung. Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. Jakarta. 85 hlm. Djaafar, T.F. dan S. Rahayu Teknologi Pemanfaatan Umbi Garut, Pangan Sumber Karbohidrat. Badan Ketahanan Pangan bekerja sama dengan Pusat Kajian Makanan Tradisional Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 27 hlm. Fillamajor, F.C. and J. Jukema Marantha arundinacea L. Plant Resources of South-East Asia. Plant yielding non-seed carbohydrates. Prosea, Bogor. Marsono, Y Indeks glisemik umbi-umbian. Agritech 22(1): Sastra, D.R Identifikasi keragaman genetik tanaman garut (Marantha arundinacea L.) berdasarkan marka morfologi. pustaka_pangan/ pdf/seminar.../pdf.../garut.pdf. [ ]. Sastra, D.R Analisis keragaman genetik Marantha arundinacea L. berdasarkan penanda molekuler RAPD. J. Sains dan Teknologi Indonesia 5(5): Sarjiman dan T.F. Djaafar Pemupukan garut pada lahan pekarangan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di lahan marginal. hlm Sarjiman, T.F. Djaafar, dan S. Rahayu Paket pemupukan tanaman garut untuk memanfaatkan lahan naungan. hlm Dalam Mudjisihono dan L.Z. Udin (eds.) Prosiding Seminar Nasional Iptek Solusi Kemadirian Bangsa. Jogyakarta, 2-3 Agustus Sastrapraja, S., W.S. Niniek, D. Sarkat, dan S. Rukmini Ubi-ubian. Lembaga Biologi Nasional. LIPI. PN Balai Pustaka. 113 hlm. Soeranto, H Peran iptek nuklir dalam pemuliaan tanaman untuk mendukung industri pertanian. Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta. Sudiarto dan Rosita Budidaya dan Pengolahan Pati Garut. Leaflet Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor hlm. Suswadi Umbi Garut dan usaha Rumah Tangga. Majalah Salam [15 September 2009]. Titiek, F.D., Sarjiman, dan A.B. Pustika Pengembangan budidaya tanaman garut dan teknologi 17

7 pengolahannya untuk mendukung ketahanan pangan. J. Litbang Pertanian 29(1): Widowati Budidaya dan pengolahan garut. Makalah pada Semiloka Agroindustri Kerakyatan. Ikatan Alumni ITB. Jakarta, 7 Oktober Yusron, M., Gusmaini, dan H. Nurhayati Pemupukan N dan K pada garut (Marantha arundinaceae) di bawah tegakan tanaman perkebunan. Jurnal Ilmiah Pertanian. Gakuryoku IX(2):

Keragaman Sifat Agronomi dan Kandungan Pati 20 Aksesi Tanaman Garut (Maranta arundinaceae L)

Keragaman Sifat Agronomi dan Kandungan Pati 20 Aksesi Tanaman Garut (Maranta arundinaceae L) Keragaman Sifat Agronomi dan Kandungan Pati 20 Aksesi Tanaman Garut (Maranta arundinaceae L) Fitrahtunnisa 1, Eka Widiastuti 1 dan Lelya Pramudyani 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB 2

Lebih terperinci

Penyediaan Bibit untuk Budi Daya Tanaman Garut (Maranta arundinacea L.)

Penyediaan Bibit untuk Budi Daya Tanaman Garut (Maranta arundinacea L.) Penyediaan Bibit untuk Budi Daya Tanaman Garut (Maranta arundinacea L.) Tanaman garut (sering pula disebut irut atau patat merupakan tanaman yang menghasilkan umbi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber

Lebih terperinci

Perbanyakan Bibit Stek Umbi dan Uji Adaptabilitas Plasma Nutfah Garut (Marantha arundinaceae L.)

Perbanyakan Bibit Stek Umbi dan Uji Adaptabilitas Plasma Nutfah Garut (Marantha arundinaceae L.) Perbanyakan Bibit Stek Umbi dan Uji Adaptabilitas Plasma Nutfah Garut (Marantha arundinaceae L.) Sutoro* dan Hadiatmi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

Keragaman Karakter Morfologi Tanaman Ganyong

Keragaman Karakter Morfologi Tanaman Ganyong Keragaman Karakter Morfologi Tanaman Ganyong Tintin Suhartini* dan Hadiatmi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111

Lebih terperinci

Karakterisasi Morfologi dan Kandungan Gula Beberapa Plasma Nutfah Ubi Jalar Lokal Lampung

Karakterisasi Morfologi dan Kandungan Gula Beberapa Plasma Nutfah Ubi Jalar Lokal Lampung Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Politeknik Negeri Lampung 29 April 2015 ISBN 978-602-70530-2-1 halaman 117-124 Karakterisasi Morfologi dan Kandungan Gula Beberapa Plasma Nutfah Ubi Jalar Lokal

Lebih terperinci

Kata kunci : rimpang garut, pati garut, umur panen, industri pangan

Kata kunci : rimpang garut, pati garut, umur panen, industri pangan Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi KARAKTERISASI FISIK DAN KIMIA RIMPANG DAN PATI GARUT (Marantha arundinacea L.) PADA BERBAGAI UMUR PANEN (Physicochemical characterization of arrowroot rhizome

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN PUPUK HAYATI BIOTAMAX TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN GARUT

PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN PUPUK HAYATI BIOTAMAX TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN GARUT PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN PUPUK HAYATI BIOTAMAX TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN GARUT (Maranta arundinaceae L) THE EFFECT OF DOSAGE OF UREA AND BIOFERTILIZER BIOTAMAX ON THE GROWTH AND YIELD

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan daerah tropis. Ubi kayu menjadi tanaman pangan pokok ketiga setelah padi dan jagung.

Lebih terperinci

II. PLASMA NUTFAH. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 3

II. PLASMA NUTFAH. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 3 II. PLASMA NUTFAH Sumber daya genetik (SDG) atau bahan genetik tanaman yang beragam untuk sifat-sifat penting, hidup dan teridentifikasi dengan baik dapat dipandang sebagai cadangan varietas yang memiliki

Lebih terperinci

MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING

MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING Agung Mahardhika, SP ( PBT Ahli Pertama ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan I. Pendahuluan Kumis kucing (Orthosiphon aristatus

Lebih terperinci

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41 VI. UBI KAYU 6.1. Perbaikan Genetik Sejatinya komoditas ubi kayu memiliki peran cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Pada level harga ubi kayu Rp750/kg, maka dengan produksi 25,5 juta ton (tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan hidupnya dan bermata pencaharian dari hutan (Pratiwi, 2010 :

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan hidupnya dan bermata pencaharian dari hutan (Pratiwi, 2010 : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang memegang peranan penting dalam kehidupan. Hutan memberikan

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

IV. PLASMA NUTFAH KEDELAI

IV. PLASMA NUTFAH KEDELAI 11 IV. PLASMA NUTFAH Balitkabi memiliki SDG aneka kacang (kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang nasi, kacang gude, kacang tunggak, dan koro-koroan) sebanyak 2.551 aksesi serta aneka umbi (ubi kayu,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani ubikayu: taksonomi dan morfologi Dalam sistematika tumbuhan, ubikayu termasuk ke dalam kelas Dicotyledoneae. Ubikayu berada dalam famili Euphorbiaceae yang mempunyai sekitar

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Peningkatan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI OLEH DIKA YULANDA BP. 07117007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka A. Garut (Marantha arundinaceae) Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Zingerbales Suku :

II. Tinjauan Pustaka A. Garut (Marantha arundinaceae) Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Zingerbales Suku : 4 II. Tinjauan Pustaka A. Garut (Marantha arundinaceae) Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Zingerbales Suku : Maranthaceae Marga : Marantha Jenis :Marantha arundinacea

Lebih terperinci

VI. UBIKAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 23

VI. UBIKAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 23 VI. UBIKAYU 6.1. Perbaikan Genetik Kebutuhan ubikayu semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya berbagai industri berbahan baku ubikayu, sehingga diperlukan teknologi

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK TANAM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN GARUT (Marantha arundinaceae L.)

PENGARUH JARAK TANAM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN GARUT (Marantha arundinaceae L.) PENGARUH JARAK TANAM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN GARUT (Marantha arundinaceae L.) INFLUENCE OF PLANT SPACING AND PILLED FREQUENCY ON GROWTH AND YIELD OF ARROWROOT PLANT

Lebih terperinci

Medan, November 2010 Ketua peneliti, Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP, MSc, PhD

Medan, November 2010 Ketua peneliti, Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP, MSc, PhD PRAKATA Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia sejak tahun 1968. Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Irian Jaya, dan Sumatera Utara.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Perhitungan. Dosis Pupuk Ureaa tanaman tomat 125 kg/ha. Perhitungan kebutuhan pupuk per tanaman sebagai berikut:

LAMPIRAN. Lampiran 1. Perhitungan. Dosis Pupuk Ureaa tanaman tomat 125 kg/ha. Perhitungan kebutuhan pupuk per tanaman sebagai berikut: LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Dosis Pupuk Ureaa tanaman tomat 125 kg/ha Perhitungan kebutuhan pupuk per tanaman sebagai berikut: Jarak tanam = 60 cm x 50 cm = 3.000 cm 2 Luas 1 ha =.000.000 cm 2 Jumlah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun Balai Benih Induk Hortikultura Provinsi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun Balai Benih Induk Hortikultura Provinsi 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun Balai Benih Induk Hortikultura Provinsi Lampung, desa Sekincau, Lampung Barat mulai dari bulan April 2012 sampai

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

KERAGAMAN KARAKTER AGRONOMI KLON-KLON F1 UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz) KETURUNAN TETUA BETINA UJ-3, CMM 25-27, DAN MENTIK URANG

KERAGAMAN KARAKTER AGRONOMI KLON-KLON F1 UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz) KETURUNAN TETUA BETINA UJ-3, CMM 25-27, DAN MENTIK URANG J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Putri et al.: Keragaman Karakter Agronomi Klon-klon Ubikayu 1 Vol. 1, No. 1: 1 7, Januari 2013 KERAGAMAN KARAKTER AGRONOMI KLON-KLON F1 UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Penelitian P1(a) P4 (2) P3 (a) P1 (b) P5 (a) P4 (b) P3 (1) P3 (a) P5 (a) P4 (1) P2 (2) P3 (2) P1 (a) P4 (a) P2 (1) P4 (a) P1 (2) P3 (1) P4 (1) P3 (2) P4 (b) P2 (b) P4 (2) P2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Garut (Marantha arundinacea)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Garut (Marantha arundinacea) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Garut (Marantha arundinacea) Garut merupakan tanaman umbi-umbian yang dapat menghasilkan karbohidrat dengan jumlah yang cukup tinggi. Tanaman ini memiliki potensi pasar internasional,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi (Varietas Ciherang) Padi merupakan kebutuhan vital bagi manusia Indonesia sehari-hari, disebabkan setiap hari orang mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Untuk menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2010 mengimpor terigu sebesar kg, untuk tahun

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2010 mengimpor terigu sebesar kg, untuk tahun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi tepung terigu cukup tinggi. Berbagai produk pangan yang diolah, sebagian besar menggunakan tepung terigu.

Lebih terperinci

Karakteristik Umbi Plasma Nutfah Tanaman Talas (Colocasia esculenta)

Karakteristik Umbi Plasma Nutfah Tanaman Talas (Colocasia esculenta) Karakteristik Umbi Plasma Nutfah Tanaman Talas (Colocasia esculenta) Mamik Setyowati, Ida Hanarida, dan Sutoro Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Muji Mulyo, Desa Muara Putih, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Muji Mulyo, Desa Muara Putih, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Muji Mulyo, Desa Muara Putih, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, dimulai November 2010 sampai September 2011. 3.2

Lebih terperinci

PERAKITAN VARIETAS SALAK :

PERAKITAN VARIETAS SALAK : PERAKITAN VARIETAS SALAK : SARI INTAN 48 : SK Mentan No.3510/Kpts/SR.120/10/2009 SARI INTAN 541 : SK Mentan No.3511/Kpts/SR.120/10/2009 SARI INTAN 295 : SK Mentan No.2082/Kpts/SR.120/5/2010 KERJASAMA ANTARA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales,

Lebih terperinci

Kentang (Solanum tuberosum) merupakan sumber kalori

Kentang (Solanum tuberosum) merupakan sumber kalori TEKNIK PENGAMATAN PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK MAJEMUK DAN TUNGGAL PADA BEBERAPA VARIETAS KENTANG Engkos Koswara 1 Kentang (Solanum tuberosum) merupakan sumber kalori dan mineral yang penting bagi pemenuhan

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM

BAB VII PEMBAHASAN UMUM BAB VII PEMBAHASAN UMUM Kajian tentang potensi jarak pagar sebagai penghasil bahan bakar nabati telah banyak dilakukan. Sebagai penghasil bahan bakar nabati, secara teknis banyak nilai positif yang dimiliki

Lebih terperinci

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L.

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L. B. Pembahasan Pencandraan adalah teknik penggambaran sifat-sifat tanaman dalam tulisan verbal yang dapat dilengkapi dengan gambar, data penyebaran, habitat, asal-usul, dan manfaat dari golongan tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

IV. PLASMA NUTFAH KEDELAI Rejuvenasi SDG Kedelai Evaluasi Ketahanan SDG Kedelai terhadap Cekaman Salinitas

IV. PLASMA NUTFAH KEDELAI Rejuvenasi SDG Kedelai Evaluasi Ketahanan SDG Kedelai terhadap Cekaman Salinitas Balitkabi memiliki SDG aneka kacang (kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang nasi, kacang gude, kacang tunggak, dan koro-koroan) sebanyak 2.551 aksesi serta aneka umbi (ubi kayu, ubi jalar, suweg,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

Eksplorasi Plasma Nutfah Tanaman Pangan

Eksplorasi Plasma Nutfah Tanaman Pangan Eksplorasi Plasma Nutfah Tanaman Pangan Hadiatmi, Tiur S. Silitonga, Sri G. Budiarti, dan Buang Abdullah Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian ABSTRAK Lahan pertanian di Jawa Tengah,

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Talas (Colocasia sp) merupakan tanaman pangan dari umbi-umbian yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Talas termasuk dalam suku talas-talasan (Araceae), berwatakan

Lebih terperinci

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana)

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana) SNI 01-7158-2006 Standar Nasional Indonesia Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia sejak tahun 1968. Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Irian Jaya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Kebutuhan Pupuk anorganik. : / 0,25 m. : tanaman. : g / tan.

Lampiran 1. Perhitungan Kebutuhan Pupuk anorganik. : / 0,25 m. : tanaman. : g / tan. Lampiran 1. Perhitungan Kebutuhan Pupuk anorganik Jarak antar larikan : 25 cm Populasi : Luas Lahan / Jarak tanam : 10.000 / 0,25 m : 40.000 tanaman Kebutuhan Pupuk K1 Urea 100 kg /Ha : Dosis / Populasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Lay Out Penelitian Rancangan Acak Lengkap

LAMPIRAN. Lampiran 1. Lay Out Penelitian Rancangan Acak Lengkap LAMPIRAN Lampiran 1. Lay Out Penelitian Rancangan Acak Lengkap P2.1 P2.1 P2.1 P2.1 P0.2 P0.2 P0.2 P0.2 P3.2 P3.2 P3.2 P3.2 P1.3 P1.3 P1.3 P1.3 P0.1 P0.1 P0.1 P0.1 P4.1 P4.1 P4.1 P4.1 P4.3 P4.3 P4.3 P4.3

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG PATI GARUT (Maranta Arundinacea L) PADA DAYA KEMBANG DAN DAYA TERIMA DONAT NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG PATI GARUT (Maranta Arundinacea L) PADA DAYA KEMBANG DAN DAYA TERIMA DONAT NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG PATI GARUT (Maranta Arundinacea L) PADA DAYA KEMBANG DAN DAYA TERIMA DONAT NASKAH PUBLIKASI Oleh : DENNY FITRIA APRIYANI J 300 101 003 PROGRAM STUDI D III

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PISANG LOKAL MAS JARUM DAN GOROHO DI KEBUN KOLEKSI SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN SULAWESI UTARA

KARAKTERISASI PISANG LOKAL MAS JARUM DAN GOROHO DI KEBUN KOLEKSI SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN SULAWESI UTARA KARAKTERISASI PISANG LOKAL MAS JARUM DAN GOROHO DI KEBUN KOLEKSI SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN SULAWESI UTARA Janne H.W. Rembang dan Joula O.M. Sondakh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL

TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL Bagi Indonesia, ubi kayu merupakan komoditas pangan penting, dan ke depan komoditas ini akan semakin srategis peranannya bagi kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN KOMODITAS GARUT DALAM MENDUKUNG PROGRAM KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SLEMAN

POTENSI PENGEMBANGAN KOMODITAS GARUT DALAM MENDUKUNG PROGRAM KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SLEMAN POTENSI PENGEMBANGAN KOMODITAS GARUT DALAM MENDUKUNG PROGRAM KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SLEMAN Tri Joko Siswanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta Jl. Stadion Maguwoharjo No. 22 Sleman

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. optimal, dan yang tidak dipupuk

DAFTAR GAMBAR. optimal, dan yang tidak dipupuk DAFTAR ISI DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL.... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN.... ix PRAKATA... xi KATA PENGANTAR... xiii I. PENDAHULUAN... 1 II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI... 5 Iklim... 5

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

UBI JALAR. Seleksi Gulud Tunggal Klon-klon Ubi jalar. Berkadar Betakarotin Tinggi

UBI JALAR. Seleksi Gulud Tunggal Klon-klon Ubi jalar. Berkadar Betakarotin Tinggi UBI JALAR Ubi jalar memiliki prospek dan peluang besar untuk bahan pangan dan bahan baku industri. Sebagai bahan pangan, ubi jalar mempunyai beberapa keunggulan, antara lain relatif memiliki nilai gizi

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Ubi kayu dapat ditanam sebagai tanaman tunggal (monokultur), sebagai tanaman pagar, maupun bersama dengan tanaman lain (tumpangsari atau

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gladiol Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan pada bentuk daunnya yang sempit dan panjang seperti pedang. Genus gladiolus terdiri

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Komoditi Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosa. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

Lebih terperinci

DAYA HASIL GALUR-GALUR MUTAN KACANG HIJAU

DAYA HASIL GALUR-GALUR MUTAN KACANG HIJAU DAYA HASIL GALUR-GALUR MUTAN KACANG HIJAU Apri Sulistyo 1* Yuliasti 2 1 Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Raya Kendalpayak Km 8, Kotak Pos 66, Malang 65101 2 Pusat Aplikasi Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada abad modern ini, filosofi makan telah banyak mengalami pergeseran. Makan

I. PENDAHULUAN. Pada abad modern ini, filosofi makan telah banyak mengalami pergeseran. Makan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pada abad modern ini, filosofi makan telah banyak mengalami pergeseran. Makan bukanlah sekedar untuk kenyang, tetapi yang lebih utama adalah manfaat makanan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Kabupaten Simalungun

Lampiran 1. Peta Lokasi Kabupaten Simalungun Lampiran 1. Peta Lokasi Kabupaten Simalungun Lampiran 2. Analisis Data Umum Kuisioner Desa Dalig Raya KUISIONER I. Lokasi a. Kabupaten : Simalungun b. Kecamatan : Raya c. Desa : Dalig Raya d. Dusun : Tumbukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

Karakterisasi dan Seleksi 139 Galur Kentang

Karakterisasi dan Seleksi 139 Galur Kentang Karakterisasi dan Seleksi 139 Galur Kentang Redy Gaswanto dan Kusmana Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang ABSTRACT Characterization and Selection of 139 Potato Lines. One of the ways of increasing

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

V. VARIETAS UNGGUL UBI KAYU

V. VARIETAS UNGGUL UBI KAYU V. VARIETAS UNGGUL UBI KAYU Pemilihan varietas yang akan ditanam tergantung tujuan. Ubi kayu dengan rasa enak (tidak pahit, HCN 40 mg/kg umbi segar) dan tekstur daging umbi lembut sangat sesuai untuk pangan

Lebih terperinci

Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica)

Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica) Standar Nasional Indonesia Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Terhadap Pemberian Pupuk Bokashi dan Frekuensi Pembumbunan

Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Terhadap Pemberian Pupuk Bokashi dan Frekuensi Pembumbunan Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Terhadap Pemberian Pupuk Bokashi dan Frekuensi Pembumbunan Response in growth and production of sweet potato (Ipomoea batatas L.)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Gladiol 2.1.1 Taksonomi Tanaman Gladiol Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut : Divisi : Tracheophyta Subdivisi : Pteropsida

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Pisang ( Musa spp.) 2.2. Tanaman Pisang ( Musa spp.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Pisang ( Musa spp.) 2.2. Tanaman Pisang ( Musa spp.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Pisang (Musa spp.) Indonesia pisang merupakan tanaman yang sangat penting karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Pisang adalah tanaman herba yang berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015).

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap komoditas beras sebagai bahan pangan utama cenderung terus meningkat setiap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA Latar Belakang IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA MELALUI IRADIASI TUNGGAL PADA STEK PUCUK ANYELIR (Dianthus caryophyllus) DAN UJI STABILITAS MUTANNYA SAMPAI GENERASI MV3 Pendahuluan Perbaikan sifat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27 J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 50 Jurnal Agrotek Tropika 1(1):50-54, 2013 Vol. 1, No. 1: 50 54, Januari 2013 PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah pengidap diabetes melitus (diabetesi) di dunia saat ini terus

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah pengidap diabetes melitus (diabetesi) di dunia saat ini terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah pengidap diabetes melitus (diabetesi) di dunia saat ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan sejak tahun 1990, diabetes melitus termasuk 29 penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan komoditas andalan Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan komoditas andalan Indonesia, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan komoditas andalan Indonesia, khususnya Provinsi Lampung. Indonesia termasuk sebagai negara penghasil ubi kayu

Lebih terperinci

METODA BAKU UJI ADAPTASI DAN UJI OBSERVASI

METODA BAKU UJI ADAPTASI DAN UJI OBSERVASI LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011 METODA BAKU UJI ADAPTASI DAN UJI OBSERVASI I. UMUM. A. Latar belakang Dalam rangka pelepasan suatu varietas

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

Karakterisasi Beberapa Sifat Kuantitatif Plasma Nutfah Gandum (Triticum aestivum. L)

Karakterisasi Beberapa Sifat Kuantitatif Plasma Nutfah Gandum (Triticum aestivum. L) Karakterisasi Beberapa Sifat Kuantitatif Plasma Nutfah Gandum (Triticum aestivum. L) Sri Gajatri Budiarti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas pangan kedua setelah padi di Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan sebagai pakan ternak.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Menurut Cock (1985), ubikayu merupakan salah satu tanaman penghasil

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Menurut Cock (1985), ubikayu merupakan salah satu tanaman penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Cock (1985), ubikayu merupakan salah satu tanaman penghasil kalori penting di daerah tropik. Tanaman ubikayu ini dapat membentuk karbohidrat dengan efisien. Dalam Widodo

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian dasar dengan metode deskriptif. B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kultivar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

Karakterisasi dan Deskripsi Plasma Nutfah Kacang Panjang

Karakterisasi dan Deskripsi Plasma Nutfah Kacang Panjang Karakterisasi dan Deskripsi Plasma Nutfah Kacang Panjang Suryadi, Luthfy, Yenni Kusandriani, dan Gunawan Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang ABSTRACT To increase the variability of yard-long bean

Lebih terperinci

KERAGAMAN KARAKTER MORFOLOGIS DAN AGRONOMIS UBI KAYU VARIETAS LOKAL MALUKU

KERAGAMAN KARAKTER MORFOLOGIS DAN AGRONOMIS UBI KAYU VARIETAS LOKAL MALUKU KERAGAMAN KARAKTER MORFOLOGIS DAN AGRONOMIS UBI KAYU VARIETAS LOKAL MALUKU Janes Berthy Alfons dan Demas Wamaer Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Jl. Chr. Soplanit Tumah Tiga-Ambon E-mail: janesalfons@co.id

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MORFOLOGI GARUT (Maranta arundinacea L) DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAN KULON PROGO D.I YOGYAKARTA

KARAKTERISASI MORFOLOGI GARUT (Maranta arundinacea L) DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAN KULON PROGO D.I YOGYAKARTA KARAKTERISASI MORFOLOGI GARUT (Maranta arundinacea L) DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAN KULON PROGO D.I YOGYAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 pada Program Studi

Lebih terperinci

KAJIAN KERAGAAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN PENAMPILAN BUNGA BEBERAPA VARIETAS DAN GENOTIP SEDAP MALAM DI DATARAN MEDIUM

KAJIAN KERAGAAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN PENAMPILAN BUNGA BEBERAPA VARIETAS DAN GENOTIP SEDAP MALAM DI DATARAN MEDIUM KAJIAN KERAGAAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN PENAMPILAN BUNGA BEBERAPA VARIETAS DAN GENOTIP SEDAP MALAM DI DATARAN MEDIUM Donald Sihombing, Wahyu Handayati dan R.D. Indriana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit Bagal Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP2 dan GMP3

Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit Bagal Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP2 dan GMP3 Oktami: Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit... Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit Bagal Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP2 dan GMP3 (Bud Number Growth Comparison from

Lebih terperinci