BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sains termasuk didalamnya fisika pada hakikatnya adalah kumpulan pengetahuan, cara berpikir dan penyelidikan. Sebagai kumpulan pengetahuan sains dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori dan model. Sebagai cara berpikir merupakan aktivitas kognitif karena adanya rasa ingin tahu untuk memahami fenomena alam dan sebagai cara penyelidikan merupakan cara bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji dan divalidasi. Carin dan Sund (1993) mendefinisikan sains sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) yang berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Hakikat sains setidaknya mencakup empat unsur yaitu: 1) sikap, yaitu rasa ingin tahu tentang gejala atau fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru, 2) proses, yaitu bagaimana sains itu diperoleh melalui metode ilmiah, antara lain: penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; 3) produk, yaitu prinsip, teori, dan hukum yang diperoleh; 4) aplikasi: yaitu bagaimanakah sains dapat diterapkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan dalam kehidupan seharihari. Dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah, sains dikelompokan berdasarkan kajian dan karakteristiknya, satu diantaranya adalah ilmu fisika. Menurut Renner, et al (1987), Fisikamerupakan disiplin ilmu yang berupaya menjelaskan fenomena alam yang perlu diselidiki untuk perkembangan dan kesejahteraan kehidupan manusia. Tipler (1998) menyatakan bahwa fisika merupakan bagian dari sains yang berhubungan dengan materi dan energi, hukum-hukum yang mengatur gerakan partikel dan gelombang, interaksi antar

2 2 partikel, listrik dan magnet, optik, sifat-sifat molekul, atom dan inti atom, serta sistem berskala besar seperti gas, zat cair, dan zat padat. Banyak cara untuk memahami fisika, menurut Sugata (1997) dapat dilakukan dengan cara mengamati fenomena-fenomena atau peristiwa-peristiwa fisis yang terjadi di alam terbuka atau di ruang laboratorium, merumuskan fenomena alam tersebut secara kuantitatif dan akhirnya meramalkan hal-hal yang akan terjadi dan terkait dengan fenomena alam tersebut. Cara memahami fisika seperti ini sangat efektif karena langsung berinteraksi dengan obyek Fisika itu sendiri. Namun cara seperti ini tidak selalu dapat dilakukan untuk semua fenomena alam, karena ada beberapa fenomena alam yang tidak bisa diamati di ruang laboratorium biasa karena keterbatasan alat eksperimen dan tidak bisa diamati pula secara langsung di alam terbuka, misalnya fenomena alam yang terjadi di luar angkasa dan fenomena-fenomena mikroskpis seperti pergerakan elektron di dalam bahan penghantar. Untuk fenomena seperti ini diperlukan cara atau pendekatan yang lain untuk mempelajarinya. National Research Council (NRC) (1996), menjelaskan bahwa sesungguhnya hal terpenting dalam mempelajari fisikaadalah dapat mengembangkan kemampuan penalaran dan berpikir ilmiah sebagai alat untuk memecahkan masalah, sehingga mempelajari fisika beranjak dan berfokus pada pemahaman pembelajar, penggunaan pengetahuan ilmiah, dan melalui proses ilmiah (inkuiri). Inkuiri sains dapat berkembang melalui sejumlah kegiatan yang dikenal sebagai keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains merupakan keterampilan kognitif yang lazim melibatkan keterampilan penalaran dan fisik seseorang untuk mengkonstruksi suatu gagasan/pengetahuan baru atau untuk meyakinkan dan menyempurnakan suatu gagasan yang sudah terbentuk. Hal ini sejalan dengan pendapat Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP:2006) yang menyebutkan bahwa pembelajaran sains termasuk didalamnya pembelajaran fisika harus dilakukan secara inkuiri. Kegiatan inkuiri meliputi kegiatan mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun

3 3 hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan, mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide pada situasi baru, menggunakan peralatan sederhana serta mengkomunikasikan informasi dalam berbagai cara, yaitu dengan gambar, lisan, tulisan dan sebagainya dengan mengedepankan proses membangun konsepsi oleh pebelajar itu sendiri dengan bimbinganpembelajar. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP tingkat SMA:2006) dirumuskan bahwa Pendidikan fisika sebagai bagian dari sains diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian proses pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik memahami alam sekitar secara ilmiah. Dengan demikian pembelajaran sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat, sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Mengacu pendapat tersebut dapat disarikan bahwa fisika sebagai bagian dari sains dalam pembelajarannya tidak saja diorientasikan pada transfer pengetahuan tentang konsep dan atau hukum Fisika yang merupakan temuan saintis saja, tetapi yang lebih penting dari itu adalah pembiasaan perilaku saintis dalam mencari temuan ilmiah melalui pendekatan ilmiah, dan cara terbaik untuk belajar menggunakan pendekatan ilmiah adalah dengan menjadikan peubelajar sebagai saintis (Syam, dkk: 2007). Margono (2000) menyatakan bahwa kegiatan ilmiah mempunyai ciri diantaranya adalah melakukan penalaran disertai pengujian secara empirik. Menalar merupakan kegiatan mental dalam mengembangkan pikiran terhadap suatu fakta atau prinsip. Usaha mengembangkan pikiran tersebut dapat dalam bentuk menentukan hubungan sebab akibat atau korelasional, membuat suatu keputusan atau evaluasi berdasarkan landasan pemikiran tertentu, melakukan prediksi, membuat kesimpulan, memberikan alasan tentang penyebab

4 4 suatu kejadian, dan lain sebagainya. Hasil penalaran itu kemudian diuji secara empiris, dalam arti dicarikan bukti-bukti empiris yang menunjang hasil penalaran tersebut. Untuk mendapatkan bukti empirik dari suatu gagasan hasil penalaran diperlukan kegiatan praktikum. Woolnough (1983) menyatakan bahwa setidaknya terdapat empat alasan pentingnya kegiatan praktikum sains. Pertama, praktikum dapat membangkitkan motivasi belajar sains.pebelajar yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi, mahasiswa akan belajar bersungguh-sungguh dalam mempelajari sesuatu. Melalui kegiatan praktikum pebelajar akan memperoleh kesempatan untuk memenuhi dorongan rasa ingin tahu (motivasi), prinsip ini akan menunjang kegiatan praktikum dimana pebelajar mengembangkan pengetahuannya melalui eksplorasinya terhadap objek yang diamati. Kedua, praktikum dapat mengembangkanketerampilan dasar bereksperimen, seperti mengamati, mengestimasi, mengukur, dan memanipulasi variabel-variabel penyelidikan. Melalui kegiatan seperti inipebelajar dapat mengembangkan kemampuannya dalam hal mengobservasi, mengukur secara benar dan akurat dengan alat ukur yang sederhana maupun yang lebih canggih, menggunakan dan menangani alat secara aman, merancang, melakukan dan menginterpretasikan data eksperimen. Ketiga, praktikum sebagai wahana belajar menggunakan pendekatan ilmiah, melalui cara-cara ilmiah pebelajar dapat berinkuiri untuk mengungkap objek yang diobservasi.keempat, praktikum dapat menunjang penguasaan materi pelajaran yang dibahas dalam suatu pembelajaran. Dengan demikian melalui kegiatan praktikum seperti ini pebelajar akan memperoleh kesempatan yang seluasluasnya untuk mengembangkan penalaran dan kemampuan berpikirnya melalui kegiatan proses sains dalam mengkonstruksi atau menemukan konsep sebagaimana para ilmuwan terdahulu menemukan konsep, prinsip, hukum, azas dan teori fisika.

5 5 Menurut Carin (1997), dengan melaksanakan kegiatan praktikum, pebelajar akan memperoleh berbagai keterampilan, antara lain: (1) keterampilan memanipulasi bahan (manipulating materials), (2) keterampilan melakukan pengamatan (observing), (3) keterampilan dalam mengelompokan (classifying), (4) keterampilan melakukan pengukuran (measuring), (5) keterampilan dalam menggunakan bilangan (using numbers), (6) keterampilan dalam merekam, mencatat data (recording data), (7) keterampilan dalam menyalin dan mengulang (replicating), (8) keterampilan dalam mengidentifikasi variabel (identifying variables), (9) keterampilan dalam menginterpretasi data (interpreting data), (10) keterampilan dalam membuat perkiraan atau prediksi (predicting), (11) keterampilan dalam merumuskan hipotesis (formulating hypotheses), (12) keterampilan dalam menduga, berpendapat, menarik kesimpulan (inferring), (13) keterampilan dalam menarik generalisasi (generalizing), (14) keterampilan dalam membuat pemodelan (creating models), dan (15) keterampilan dalam membuat keputusan (making decisions). Begitu banyaknya kemampuan yang dapat dibekalkan melalui kegiatan praktikum maka sudah sangat tepat apabila dalam pembelajaran Fisika aktivitas praktikum banyak dilibatkan. Melalui pembelajaran yang menggunakan metode praktikum maka baik produk, proses maupun sikap dapat dibekalkan kepada peserta didik. Kegiatan praktikum sangat relevan dengan karakter ilmu fisika, karena sesungguhnya sebagaian besar ilmu fisikadibangun melalui proses bersifat empiris. Konsep, azas, hukum dan prinsip fisika sebagian besar dibangun (dikonstruksi) melalui serangkaian kegiatan penyelidikan. Pembelajaran fisika dengan metode praktikum berarti mengajak peserta didik untuk napak tilas mengikuti jejak para ilmuwan dalam mengkonstruksi dan membangun keilmuan fisika. Saat ini telah banyak pola atau desain praktikum yang dikembangkan untuk menunjang kegiatan praktikum fisika, beberapa diantaranya adalah desain praktikum verifikatif (cookbook), inquiry laboratory, problem solving laboratory,

6 6 conceptual laboratory dan lain sebagainya. Adanya berbagai desain ini memberi keleluasaan kepada para pengajar fisika untuk memilihnya sesuai dengan kompetensi yang akan dibangun atau dibekalkan dalam pembelajaran fisika yang dilaksanakan. Misalnya ketika pembelajaran diorientasikan pada peningkatan pemahaman konsep dan kemampuan problem solving, maka desain praktikum yang dapat dipilih adalah desainproblem solving laboratory. Dalam rangka menunjang penguasaan materi ajar fisika dan membekalkan kemampuan mengembangkan dan melaksanakan praktikum fisika, dalam beberapa perkuliahan fisika di tingkat Universitas diselenggarakan kegiatan praktikum fisika, salah satunya adalah praktikum Fisika Dasar. Hal ini dipandang amat strategis apalagi untuk mahasiswa calon guru fisika yang nantinya akan bertugas sebagai guru fisika yang tidak akan bisa terhindar dari kegiatan praktikum. Dalam kurikulum Program Studi Pendidikan fisikadi FKIP salah satu Universitas Negeri di Sumatera Selatan dinyatakan bahwa tujuan penyelenggaraan kegiatan praktikum Fisika Dasar antara lain adalah: (a) untuk menanamkan pemahaman konsep-konsep dasar fisika agar mahasiswa mempunyai kepahaman konsep yang baik dan ajeg untuk menunjang pemahaman materi ajar pada perkuliahan Fisika selanjutnya, (b) melatihkan menggunakan metode ilmiah, (c) melatihkan berbagai keterampilan hands-on minds-on seperti keterampilan proses sains, ketrampilan generik sains dan keterampilan berpikir kreatif dan kritis (FKIP Unsri: 2010). Pada pelaksanaannya kegiatan praktikum ini diselenggarakan di luar jam tatap muka perkuliahan bertempat di laboratorium fisika dasar dengan alokasi waktu selama 120 menit. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Hasil observasi terhadap proses dan hasil kegiatan praktikum yang dilakukan pada FKIP di salah satu Universitas Negeri di Sumatera Selatan mengindikasikan bahwa kegiatan praktikum yang dilaksanakan selama ini belum dapat berperan sebagaimana fungsinya yaitu memberikan dukungan yang optimal

7 7 terhadap pencapaian hasil perkuliahan Fisika Dasar sebagaimana tujuan diselenggarakannya praktikum Fisika Dasar. Praktikum Fisika Dasar yang dilaksanakan selama ini cenderung diorientasikan sebagai sarana pembuktian konsep, hukum atau prinsip yang sebelumnya telah diinformasikan dalam perkuliahan tatap muka di kelas. Desain yang digunakan adalah praktikum verifikatif (cookbooklab), hal ini tercermin dari hasil telaah terhadap modul praktikum atau lembar kerja mahasiswa (LKM) yang disusun dan digunakan selama ini, yang secara rinci memuat langkah-langkah praktis yang harus diikuti mahasiswa selama pelaksanaan praktikum, mahasiswa hanya berperan sebagai tukang ukur yang harus patuh mengikuti langkah demi langkah dan ketentuan demi ketentuan yang tertera dalam panduan praktikum dan tidak boleh berbeda sama sekali. Praktikum semacam ini tidak banyak mengembangkan kemampuan berpikir dan hanya sedikit melibatkan intelektual mahasiswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Wenning (2011) yang menyatakan bahwa cookbook labs memiliki ciri antara lain:are driven step-by step instructions requiring minimum intelectual involvement thereby promoting robotic, ruleconformng behaviors, assume student will learn the nature of the scientific process by experience or implicity, student execute imposed experimental design; tell which variables to hold constant, which to vary, which are independent, and which dependent. Praktikum yang bersifat verifikasi ini terkadang justru mendorong kecurangan mahasiswa untuk memanipulasi data pengukuran, karena sesungguhnya angka besaran yang akan dibuktikan dan persamaan yang digunakan untuk pembuktian sudah mereka ketahui, sehingga untuk mencapai angka yang tepat mereka dapat menyiapkannya bahkan sebelum mereka memasuki laboratorium. Tentu ini merupakan hal yang tidak diinginkan, karena dampak negatif yang justru tumbuh. Organisasi dan tata urut pelaksanaan tema-tema praktikum juga sering tidak selaras dengan materi ajar Fisika Dasar yang sedang dibahas dalam

8 8 perkuliahan. Ada beberapa tema atau judul praktikum yang harus dipraktikumkan terlebih dahulu sebelum materi ajar yang relevan dibahas dalam perkuliahan. Misalnya ketika pada perkuliahan masih membahas tentang dinamika partikel, beberapa kelompok praktikum ada yang sudah melaksakan praktikum osilasi pegas dan bahkan hukum Archimides. Hal ini bisa terjadi karena adanya keterbatasan jumlah setup alat percobaan. Jelas ini tidak sesuai dengan desain verifikasi yang mengharuskan materi ajar dibahas lebih dahulu dalam perkuliahan untuk kemudian diverifikasi, tentu kurang mendukung pada penguasaan materi ajar Fisika dasar yang sedang dibahas. Dalam proses praktikum yang selama ini dilakukan dosen dan mahasiswa sering kali mengalami kesulitan dalam pengukuran peristiwa dinamis seperti persoalan gerak benda, sulit sekali diperoleh data akurat untuk pengukuran posisi benda bergerak sebagai fungsi waktu dengan menggunakan alat ukur waktu seperti stopwatch. Data-data yang dikumpulkan banyak yang merupakan hasil perkiraan. Data yang terlalu banyak diperkirakan akan berakibat pada penyimpangan hasil pennyelidikan. Nilai besaran fisika yang diperoleh dari hasil praktikum akan menyimpang jauh dari nilai yang semestinya yang terdapat pada literatur, misalnya percepatan gravitasi Bumi di literatur nilainya sekitar 9,8 m/s 2, tetapi dari hasil praktikum hanya diperoleh sebesar 7,2 m/s 2. Tentu ini malah akan membingungkan mahasiswa itu sendiri, percaya yang mana? apakah yang mereka peroleh dari informasi pada perkuliahan atau yang mereka peroleh dari kegiatan praktikum? Hasil studi pengaruh kegiatan perkuliahan dan praktikum dengan model konvensional melalui pemberian tes pemahaman konsep (PK) dan tes keterampilan generik sains (KGS) terhadap 20 mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika FKIP salah satu Universitas Negeri di Sumatera Selatan yang pernah mengontrak mata kuliah Fisika Dasar menunjukkan bahwa rata-rata pemahaman konsep dan keterampilan generik sains mereka berada pada kategori

9 9 rendah. Hal ini diindikasikan oleh perolehan hasil tes pemahaman konsep dan keterampilan generik sains mahasiswa yang seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Hasil tes Pemahaman Konsep dan Keterampilan Generik Sains Mahasiswa pada Saat Studi pendahuluan Tes Pemahaman Konsep Tes Keterampilan Generik Sains Rentang skor Persentase jumlah mahasiswa Rentang skor Persentase jumlah mahasiswa % % % % >30 0 % % > 40 0 % Skor maks = 100 Skor maks = 100 Rekapitulasi data hasil tes PK dan KGS selengkapnya disajikan pada Lampiran A2. Rendahnya capaian tes kemampuan pemahaman konsep (PK) dan keterampilan generik sains (KGS) mahasiswa diduga erat hubungannya dengan pelaksanaan perkuliahan dan praktikum Fisika Dasar yang masih bersifat konvensional. Berdasarkan hasil penjaringan respon terhadap 25 mahasiswa terhadap pelaksanaan praktikum Fisika Dasar yang selama ini dilaksanakan, diperoleh hasil seperti berikut: 80% mahasiswa merasakan bahwa praktikum Fisika Dasar yang pernah dilakukan tidak menambah kepahaman mereka terhadap konsep-konsep Fisika Dasar, 68% mahasiswa menyatakan bahwa praktikum Fisika Dasar yang pernah dilakukan belum banyak memfasilitasi kegiatan berpikir dan penggunaan intelektual yang tinggi pada mahasiswa, 76% mahasiswa menyatakan bahwa praktikum yang pernah dilakukan kurang membangkitkan motivasi mereka untuk melaksanakan kegiatan praktikum dengan sungguhsungguh, 92% mahasiswa menyatakan bahwa mereka mengikuti kegiatan praktikum hanya karena memenuhi kewajiban dari perkuliahan Fisika Dasar yang mereka kontrak, dan 72% mahasiswa menyatakan bahwa praktikum Fisika Dasar yang pernah dilakukan tidak terlalu menunjang pada penguasaan materi ajar Fisika Dasar. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran A1.

10 10 Dari hasil beberapa temuan yang terkait dengan pelaksanaan praktikum Fisika Dasar di atas, tampak jelas bahwa pelaksanaan praktikum Fisika Dasar dengan desain konvensional, tidak banyak menguntungkan mahasiswa dalam pembekalan kompetensinya, hal ini sesuai dengan pendapat beberapa ahli seperti Heuvelen (2001) yang menyatakan bahwa model pelaksanaan praktikum konvensional (cookbook lab) tidak menguntungkan mahasiswa, terutama yang terkait dengan pembekalan keterampilan sains, hands-on bahkan keterampilan minds-on. Dermott et al. (2000) menyatakan bahwa kegiatan laboratorium yang bersifat konvensional tidak banyak membantu dalam mengembangkan kemampuan berpikir, sedangkan Syam, dkk (2007) menyatakan bahwa praktikum konvensional (cookbook lab) lebih diarahkan pada pembuktian teori yang telah diinformasikan kepada mereka sebelumnya, sehingga kurang menumbuhkan kreativitas mereka dalam bereksperimen. Berdasarkan paparan di atas, teridentifikasi berbagai persoalan (masalah) yang dihadapi dalam kegiatan praktikum Fisika Dasar serta faktor-faktor penyebabnya. Untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut maka perlu dilakukan inovasi dalam kegiatan praktikum Fisika Dasar agar peran dan fungsinya dalam menyokong proses dan hasil perkuliahan Fisika Dasar dapat ditingkatkan. Tentu dalam menginovasi kegiatan praktikum Fisika Dasar ini diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang matang dengan melandaskan diri pada keperluan dan teori belajar yang mapan dan relevan. Atas dasar masalah yang dihadapi maka perlu dipertimbangkan beberapa hal, Pertama, perubahan fokus praktikum yang semula berorientasi pada pembuktian (verifikasi atau cookbook lab) pengetahuan yang sudah diinformasikan menjadi berorientasi pada konstruksi konsep oleh mahasiswa. Perlu perubahan dari verifikasi menjadi inkuiri. Kedua, perlu ada tahapan dalam praktikum yang berorientasi pada proses memotivasi mahasiswa untuk melaksanakan kegiatan praktikum dengan sungguhsungguh. Untuk itu salah satu caranya adalah dengan mengaitkan konten yang dipelajari dengan fenomena atau peristiwa fisis dalam keseharian (fenomena

11 11 kontekstual). Ketiga, perlu ada peningkatan interaksi baik antar sesama mahasiswa dalam pelaksanaan kegiatan praktikum melalui optimalisasi kerja kelompok secara kooperatif dan kolaboratif, Keempat, perlu dipertimbangkan penggunaan alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur secara akurat variabel-variabel ukur yang terlibat dalam peristiwa dinamis seperti persoalan gerak benda, yang selama ini sulit dilakukan. Kelima, agar kegiatan praktikum benar-benar dirasakan menunjang pada penguasaan materi ajar Fisika Dasar, perlu dipertimbangkan organisasi penyajian tema-tema atau topik-topik yang dipraktikumkan harus selaras dengan konten atau materi ajar Fisika Dasar yang sedang dibahas, selain itu dapat pula dipertimbangkan kegian praktikum tersebut dibawa ke kelas dan dijadikan sebagai metode pembelajaran Fisika Dasar, tidak terpisah dari kegiatan perkuliahan seperti sekarang. Kelima hal yang dipertimbangkan tersebut, yaitu inkuiri, kerja kooperatif, aspek kontekstual, faham konstruktivisme, dan akurasi data merupakan bagian dari pendekatan CTL(contextual teaching and learning) yang telah kita kenal selama ini. Pendekatan CTL ini sangat relevan jika diangkat dan dipergunakan dalam kegiatan praktikum Fisika Dasar. Kegiatan praktikum fisika bisa diawali dengan penyajian fenomena fisis yang sering dijumpai dalam keseharian (real world problem) sebagai sarana penumbuhan motivasi, kemudian dilanjutkan dengan konstruksi pengetahuan dan keterampilan oleh mahasiswa itu sendiri melalui kegiatan inquiry laboratory dimana dalam pelaksanaannya dilakukan secara kelompok kooperatif. Untuk mengatasi persoalan pemerolehan data pengukuran yang akurat terutama untuk peristiwa dinamik (gerak benda) bisa digunakan alat bantu video based laboratory (VBL) yang dilengkapi kamera pencitra gerak dan program software tracker untuk pengolahan dan analisis data hasil pencitraan gerak benda. Douglas (2008) merekomendasikan untuk menganalisis jejak gerak benda, misalnya melacak posisi obyek tiap satuan waktu sehingga dapat ditentukan kecepatan dan percepatannya, energi kinetiknya, momentumnya dan lain-lain, dengan menggunakan VBL yang memiliki fungsi

12 12 ganda yaitu untuk merekam dan menganalisis gerak benda secara detil dan akurat. Keampuhan VBL telah dibuktikan oleh beberapa peneliti, diantaranya Fatkhulloh (2012) dalam penelitianya tentang Penentuan koefisien restitusi menggunakan video based laboratory dan logger 3.84, menyimpulkan bahwa video based laboratory (VBL) dapat membantu mahasiswa dalam menentukan koefisien restitusi secara tepat dan dapat membantu mahasiswa dalam menghubungkan representasi gejala fisis tumbukan yang abstrak dengan dunia nyata. Dari paparan di atas muncul gagasan untuk melakukan inovasi dalam kegiatan praktikum Fisika Dasar melalui pengembangan model praktikum Fisika Dasar yang dalam prosesnya mengadaptasi beberapa komponen pendekatan CTL seperti tersebut di atas. Program praktikum yang dikembangkan selanjutnya diberi nama atau istilah Model Praktikum Kontekstual atau disingkat MPK. Untuk mewujudkan gagasan tersebut maka telah dilakukan pengembangan MPK melalui serangkaian kegiatan riset. Diantara desain-desain praktikum fisika yang sudah tersedia, MPK memiliki kekhasan dalam hal tahapan penyajian dan penjelasan fenomena fisis relevan sebagai sarana pembangkit motivasi mahasiswa dalam bereksperimen dan melatih kemampuan mengaplikasikan konsep dalam persoalan dunia nyata, yang selama ini memang kurang mendapat perhatian. Unsur itulah yang diklaim sebagai unsur kebaruan dari penelitian ini. Untuk melihat potensi MPK dalam membekalkan pemahaman konsep (PK) dan keterampilan generik sains (KGS) mahasiswa, maka dalam penelitian ini dilakukan studi pengaruh dari implementasi MPK dalam praktikum Fisika Dasar terhadap peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains (KGS) melalui studi eksperimen. Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan tema penelitian ini antara lain: penelitian yang dilakukan oleh Dahniar (2006) tentang penggunaan model pembelajaran berbasis observasi gejala fisis, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dapat dijadikan alternatif pilihan model pembelajaran, karena dapat membantu siswa dalam

13 13 mempermudah memahami konsep Fisika. Penelitian yang dilakukan Kaniawati (2005) tentang pembelajaran fisika berbasis inkuiri, diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran fisika berbasis inkuiri dapat secara efektif meningkatkan kemampuan bahasa simbolik dan pemodelan matematika mahasiswa. Penelitian yang dilakukan oleh Usmedi (2012) tentang pembelajaran FisikaTeknik berbasis kegiatan laboratorium, diperoleh bahwa pembelajaran Fisika Teknik berbasis kegiatan laboratorium dapat meningkatkan keterampilan generik sains mahasiswa. Berdasarkan identifikasi masalah dan pemikiran-pemikiran solusi seperti yang dipaparkan di atas maka dirumuskan suatu permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu : Bagaimanakah mengembangkan model praktikum kontekstual (MPK) untuk keperluan praktikum Fisika Dasar di tingkat Universitas yang dapat meningkatkan pemahaman konsep (PK) dan keterampilan generik sains (KGS) mahasiswa. Agar penelitian ini terarah, maka rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah karakteristik MPK yang dikembangkan untuk praktikum FisikaDasar? 2. Bagaimanakah efektivitas penggunaan MPK yang dikembangkan dalam meningkatkan pemahaman konsep (PK) dibandingkan dengan program praktikum konvensional yang bersifat verifikatif? 3. Bagaimanakah efektivitas penggunaan MPK yang dikembangkan dalam meningkatkan keterampilan generik sains (KGS) dibandingkan dengan program praktikum konvensional yang bersifat verifikatif? 4. Bagaimanakah pengaruh penggunaan video based laboratory (VBL) dalam pelaksanaan MPK terhadap peningkatan pemahaman konsep (PK) dan keterampilan generik sains (KGS)? 5. Bagaimanakah tanggapan mahasiswa dan dosen terhadap penerapan MPK dalam praktikum Fisika Dasar?

14 14 6. Bagaimanakah kekuatan dan kelemahan MPK yang dikembangkan untuk praktikum Fisika Dasar dalam implementasinya? C. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan MPK untuk praktikum Fisika Dasar yang dapat lebih meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap konten Fisika Dasar dan dapat meningkatkan keterampilan generik sains. Secara rinci tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Membangun karakteristik MPK untuk praktikum Fisika Dasar yang dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains mahasiswa. 2. Mendapatkan gambaran tentang efektivitas penggunaan MPK dalam meningkatkan pemahaman konsep (PK) dibandingkan dengan penggunaan model praktikum konvensional yang bersifat konvensional (verifikatif). 3. Mendapatkan gambaran tentang efektivitas penggunaan MPK dalam meningkatkan keterampilan generik sains (KGS) dibandingkan dengan penggunaan program praktikum konvensional (PPK) yang bersifat verifikatif. 4. Mendapatkan gambaran tentang pengaruh penggunaan video based laboratory (VBL) dalam pelaksanaan MPK terhadap peningkatan pemahaman konsep (PK) dan keterampilan generik sains (KGS). 5. Mendapatkan gambaran tentang tanggapan mahasiswa dan dosen terhadap MPK dan penggunaannya dalam praktikum Fisika Dasar. 6. Mendapatkan gambaran tentang kekuatan dan kelemahan MPK yang dikembangkan untuk praktikum Fisika Dasar dalam implementasinya. D. Manfaat Penelitian Dari kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu desain praktikum Fisika Dasar yang nantinya benar-benar dapat dimanfaatkan dalam menunjang peningkatan kualitas proses dan hasil perkuliahan Fisika Dasar di

15 15 tingkat Universitas terutama dalam hal pemahaman konsep dan keterampilan generik sains. Lebih jauh lagi model praktikum kontekstual (MPK) yang dikembangkan diharapkan dapat memberi sumbangan (kontribusi) yang nyata baik dari sisi praktis maupun sisi teoritis dalam peningkatan peran dan fungsi kegiatan praktikum dalam pembelajaran (perkuliahan) fisika. 1. Manfaat Teoritis MPK yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah model kegiatan praktikum fisika yang inovatif yang karakteristiknya sesuai dengan karakter atau sifat ilmu fisika itu sendiri, sehingga dapat menambah alternatif pilihan desain praktikum fisika untuk kepentingan pembelajaran fisika di berbagai level pendidikan formal. Selain itu desain praktikum yang dihasilkan dapat juga digunakan sebagai pembanding, rujukan, dan pendukung dalam kegiatan pengembangan program-program atau desaindesain kegiatan praktikum fisika di masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis Dari sisi praktis, MPK yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat diterapkan (diimplementasikan) secara langsung khususnya dalam kegiatan praktikum Fisika Dasar di tingkat Universitas dan umumnya dalam kegiatan praktikum Fisika di berbagai level pendidikan formal, tentu diawali dengan peyesuaian-penyesuaian yang diperlukan. E. Definisi Operasional

16 16 Untuk menghindari kekeliruan pemahaman istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini diadakan pendefinisian secara operasioanal untuk istilahistilah yang digunakan sebagai berikut: 1. Model praktikum kontekstual yang disingkat MPK merupakan suatu model kegiatan praktikum Fisika Dasar yang tema dan konteksnya terkait dengan materi-materi ajar Fisika Dasar dan proses-prosesnya menggunakan beberapa komponen pendekatan CTL, diantaranya penyajian masalah kontekstual, menggunakan metode inquiry laboratory, prosesnya dilakukan secara kelompok kooperatif, menggunakan faham konstruktivisme, dan menggunakan perangkat VBL terutama untuk fenomena dinamis seperti gerak benda. 2. Pemahaman konsep (PK) didefinisikan sebagai suatu tingkat dimana seseorang tidak sekedar mengetahui konsep melainkan dapat memaknai dan mengungkap arti dari suatu konsep, yang ditunjukkan oleh kemampuannya dalam menginterpretasi, mencontohkan, menggeneralisasi, menginferensi, membandingkan dan menjelaskan sesuatu yang terkait dengan konsep fisika. Pemahaman konsep mahasiswa sebelum dan sesudah implementasi MPK dalam praktikum Fisika Dasar diukur dengan menggunakan tes pemahaman konsep. 3. Keterampilan generik sains (KGS) didefinisikan sebagai keterampilan dasar sains yang dapat dibangun saat peserta didik mempelajari sains, terdapat 9 jenis keterampilan generik yang dapat dikembangkan melalui pengajaran sains fisika, yaitu: (1) pengamatan langsung, (2) pengamatan tidak langsung, (3) kesadaran akan skala besaran, (4) bahasa simbolik, (5) kerangkan logika taat azas dari hukum alam, (6) inferensi logika, (7) hukum sebab akibat, (8) pemodelan matematik, dan (9) membangun konsep. KGS mahasiswa sebelum dan sesudah implementasi MPK diukur dengan menggunakan tes keterampilan generik sains.

17 17 F. Struktur Organisasi Disertasi Sajian isi disertasi ini ditulis dibagi kedalam lima bab, yaitu bab I sampai dengan bab V, ditambah dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran. Bab I tentang Pendahuluan, memaparkan tentang hal-ihwal atau atar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Bab II memaparkan tentang kajian pustaka dan kerangka pikir, referensi yang dirujuk dalam penelitian meliputi, hakekat fisika dan pembelajarannya, peranan praktikum dalam pembelajaran fisika, pendekatan CTL dalam pembelajaran fisika, Level-level inkuiri, pemahaman konsep, keterampilan generiksains dan video based laboratory (VBL) sebagai perangkan untuk praktikum fisika. Landasan teori untuk pengembangan MPK adalah pendekatan CTL, teori belajar konstruktivistik, teori eksperiensial dan teori Vygotsky tentang zone of proximal development (ZPD). Bab III memaparkan tentang metode penelitian yang meliputi desain penelitian, subjek dan lokasi uji coba, jenis instrumen, tahapan-tahapan penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data. Bab IV memaparkan hasil penelitian dan pembahasan meliputi karakter program yang dikembangkan, hasil-hasil validasi ahli dan ujicoba MPK, serta bab V memaparkan tentang kesimpulan, saran untuk penyempurnaan model dan rekomendasi untuk kegiatan di masa mendatang.

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI 161 BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil-hasil pengolahan dan analisis data penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut : 1) MPK yang dikembangkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan berupa fakta, konsep,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan oleh Conant (Pusat Kurikulum, 2007: 8) sebagai serangkaian konsep yang saling berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatkan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatkan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Meningkatkan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam pendidikan, termasuk dosen yang merupakan agen sentral pendidikan di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelajaran yang sulit dan tidak disukai, diketahui dari rata-rata nilai

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelajaran yang sulit dan tidak disukai, diketahui dari rata-rata nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah menjadi fenomena umum bahwa sains, terutama fisika, dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan tidak disukai, diketahui dari rata-rata nilai mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan besar yang dialami siswa dalam proses pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif dalam proses belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika masih menjadi pelajaran yang tidak disukai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika masih menjadi pelajaran yang tidak disukai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran fisika masih menjadi pelajaran yang tidak disukai oleh siswa di sekolah. Menurut Komala (2008:96), ternyata banyak siswa menyatakan bahwa pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang diarahkan pada perkembangan peserta didik. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara

Lebih terperinci

2016 PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARGUMENT-BASED SCIENCE INQUIRY (ABSI) TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN KEMAMPUAN BERARGUMENTASI SISWA SMA

2016 PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARGUMENT-BASED SCIENCE INQUIRY (ABSI) TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN KEMAMPUAN BERARGUMENTASI SISWA SMA 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Fisika merupakan bagian dari rumpun ilmu dalam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Mempelajari fisika sama halnya dengan mempelajari IPA dimana dalam mempelajarinya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis dan terus menerus terhadap suatu gejala alam sehingga menghasilkan produk tertentu.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap atau prosedur ilmiah (Trianto, 2012: 137). Pembelajaran Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan upaya sadar yang dilakukan sekolah dengan berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan kemampuan kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODUL PRAKTIKUM ELEKTRONIKA BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MAHASISWA

PENGEMBANGAN MODUL PRAKTIKUM ELEKTRONIKA BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MAHASISWA PENGEMBANGAN MODUL PRAKTIKUM ELEKTRONIKA BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MAHASISWA Muhammad Muslim, Syuhendri, Saparini *) *) Dosen Pend Fisika FKIP Unsri m_muslim7781@yahoo.co.id Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hasil akhir yang ingin dicapai dari suatu proses pembelajaran pada umumnya meliputi tiga jenis kompetensi, yaitu kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata pelajaran fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah laku bahkan pola pikir seseorang untuk lebih maju dari sebelum mendapatkan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia akan mampu mengembangkan potensi diri sehingga akan mampu mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung

BAB I PENDAHULUAN. guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran sains di sekolah sampai saat ini cenderung berpusat pada guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung jawab untuk menghapal

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjang kemajuan dari suatu bangsa karena bangsa yang maju dapat dilihat dari pendidikannya yang maju pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan IPA di sekolah dirumuskan dalam bentuk pengembangan individu-individu yang literate terhadap sains.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran dalam pendidikan sains seperti yang diungkapkan Millar (2004b) yaitu untuk membantu peserta didik mengembangkan pemahamannya tentang pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dan mutlak harus dipenuhi dalam rangka upaya peningkatan taraf hidup masyarakat. Dari pendidikan inilah diperoleh pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan pembelajaran yakni membentuk peserta didik sebagai pebelajar

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan pembelajaran yakni membentuk peserta didik sebagai pebelajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan paradigma pembelajaran menuntut langkah kreatif guru sebagai fasilitator pembelajaran. Esensi perubahan tersebut berorientasi pada usaha pencapaian tujuan

Lebih terperinci

DESAIN PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK BERBASIS MASALAH TERHADAP KETERAMPILAN SCIENTIFIC INQUIRY DAN KOGNISI MAHASISWA

DESAIN PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK BERBASIS MASALAH TERHADAP KETERAMPILAN SCIENTIFIC INQUIRY DAN KOGNISI MAHASISWA DESAIN PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK BERBASIS MASALAH TERHADAP KETERAMPILAN SCIENTIFIC INQUIRY DAN KOGNISI MAHASISWA Sehat Simatupang, Togi Tampubolon dan Erniwati Halawa Jurusan Fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak rintangan dalam masalah kualitas pendidikan, salah satunya dalam program pendidikan di Indonesia atau kurikulum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih lemahnya proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini prestasi belajar (achievement) sains siswa Indonesia secara internasional masih berada pada tingkatan yang rendah, hal tersebut dapat terindikasi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROGRAM PEMBELAJARAN FISIKA DASAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN FISIKA CALON GURU. Ida Kaniawati

PENGEMBANGAN PROGRAM PEMBELAJARAN FISIKA DASAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN FISIKA CALON GURU. Ida Kaniawati PENGEMBANGAN PROGRAM PEMBELAJARAN FISIKA DASAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN FISIKA CALON GURU Ida Kaniawati Latar Belakang Masalah Kualitas Pendidikan IPA (Fisika) di Sekolah 1. Nilai EBTANAS IPA lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum memiliki peranan penting dalam pendidikan. Istilah kurikulum menunjukkan beberapa dimensi pengertian, setiap dimensi tersebut memiliki keterkaitan satu dengan

Lebih terperinci

2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP

2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abad 21 merupakan abad kompetitif di berbagai bidang yang menuntut kemampuan dan keterampilan baru yang berbeda. Perubahan keterampilan pada abad 21 memerlukan perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. boleh dikatakan pondasi atau gerbang menuju pendidikan formal yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. boleh dikatakan pondasi atau gerbang menuju pendidikan formal yang lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah dasar (SD) merupakan salah satu pendidikan formal yang boleh dikatakan pondasi atau gerbang menuju pendidikan formal yang lebih tinggi. Di sekolah dasar inilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, yang sangat erat kaitannya

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, yang sangat erat kaitannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kimia merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ilmu kimia yang diperoleh siswa seharusnya tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah salah satu ilmu dalam rumpun IPA (sains) yang mempelajari tentang

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah salah satu ilmu dalam rumpun IPA (sains) yang mempelajari tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Ilmu kimia adalah salah satu ilmu dalam rumpun IPA (sains) yang mempelajari tentang zat, meliputi struktur, komposisi, sifat, dinamika, kinetika, dan energetika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran fisika dipandang penting dalam pembelajaran pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) karena fisika memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses dengan cara-cara tertentu agar seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Peradapan manusia yang terus berkembang menyebabkan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) juga terus mengalami kemajuan yang pesat. Dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) Model siklus belajar pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 dalam SCIS (Science Curriculum Improvement Study), suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dan tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan merupakan suatu hal yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Suprijono Contextual Teaching and Learning (CTL)

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PRAKTIKUM INKUIRI TERBIMBING PAD A TOPIK SEL ELEKTROLISIS

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PRAKTIKUM INKUIRI TERBIMBING PAD A TOPIK SEL ELEKTROLISIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu kimia merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga ilmu kimia bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesimpulan (Hohenberg, 2010). Langkah-langkah metode ilmiah ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. kesimpulan (Hohenberg, 2010). Langkah-langkah metode ilmiah ini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Penelitian Ilmuwan menemukan sains dengan menggunakan metode ilmiah (scientific method). Metode ini dimulai dari pengamatan terhadap suatu fenomena, merumuskan permasalahan,

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Pembelajaran Fisika seyogyanya dapat menumbuhkan rasa ingin tahu yang lebih besar untuk memahami suatu fenomena dan mengkaji fenomena tersebut dengan kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan kemampuan siswa SD dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat diperlukan untuk melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran sains memegang peranan yang sangat penting dalam membangun karakter peserta didik dalam pengembangan sains dan teknologi. Kondisi ini menuntut pembelajaran

Lebih terperinci

yang sesuai standar, serta target pembelajaran dan deadline terpenuhi.

yang sesuai standar, serta target pembelajaran dan deadline terpenuhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan kemampuan siswa dalam bidang Fisika merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan jaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara yuridis, pemenuhan Standar Nasional Pendidikan di Indonesia mengacu pada Undang-Undang, Permendiknas, serta Peraturan Pemerintah. Fisika sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa yang akan datang. IPA berkaitan dengan cara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan ilmu yang dipandang sebagai proses, produk, dan sikap. Untuk

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan ilmu yang dipandang sebagai proses, produk, dan sikap. Untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sains merupakan ilmu yang dipandang sebagai proses, produk, dan sikap. Untuk itu, pembelajaran kimia perlu dikembangkan berdasarkan pada hakikat kimia. Kimia merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, sosial maupun fisik yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan melalui metode ilmiah. Fisika merupakan salah satu dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurunnya peringkat pendidikan di Indonesia dari peringkat 65 pada tahun 2010 menjadi 69 pada tahun 2011 cukup menyesakkan dada. Pasalnya, peringkat pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa dan negara sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Setiap bangsa yang ingin berkualitas selalu berupaya untuk meningkatkan tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada. berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal

Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada. berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Hampir semua bidang pekerjaan di dunia telah dikendalikan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Hampir semua bidang pekerjaan di dunia telah dikendalikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia komputer telah mencapai perkembangan yang sangat pesat. Hampir semua bidang pekerjaan di dunia telah dikendalikan oleh komputer. Pekerjaan-pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang dengan sengaja diciptakan (Dimyati dan Mudjiono 2006). Seorang pengajar harus mampu menciptakan

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI

2015 PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan khususnya sains (IPA) dan teknologi, di satu sisi memang memberikan banyak manfaat bagi penyediaan beragam kebutuhan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan penting terutama dalam kehidupan manusia karena ilmu pengetahuan ini telah memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan ini, diuraikan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang disusun dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan sebagai tolok ukur dalam upaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan berbagai metode, sehingga peserta didik dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan berbagai metode, sehingga peserta didik dapat melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan setiap upaya yang dilakukan seseorang untuk menciptakan kegiatan belajar. Upaya-upaya tersebut meliputi penyampaian ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Proses pembelajaran merupakan salah satu tahap yang sangat menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah mutu menjadi sorotan utama dalam dunia pendidikan dalam beberapa tahun terakhir ini. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen (Carin dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI 175 BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Telah berhasil dikembangkan Program Perkuliahan Fisika Sekolah Berorientasi Kemampuan Berargumentasi (PPFS-BKB) melalui serangkaian kegiatan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan tempat berlangsungnya proses pendidikan secara formal. Di sekolah anak-anak mendapatkan pengetahuan yang dapat dijadikan sebagai bekal untuk masa depannya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi gerak, fluida, panas, suara, cahaya, listrik dan magnet, dan topik-topik

BAB I PENDAHULUAN. menjadi gerak, fluida, panas, suara, cahaya, listrik dan magnet, dan topik-topik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika adalah ilmu pengetahuan yang paling mendasar, karena berhubungan dengan perilaku dan struktur benda. Bidang fisika biasanya dibagi menjadi gerak, fluida,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan penelitian ilmu pendidikan mengisyaratkan bahwa proses

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan penelitian ilmu pendidikan mengisyaratkan bahwa proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan penelitian ilmu pendidikan mengisyaratkan bahwa proses pembelajaran bukan hanya sekedar proses transfer ilmu pengetahuan yang berlangsung secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk sekolah dasar merupakan tujuan utama pembangunan pendidikan pada saat ini dan pada waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga ilmu kimia bukan hanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Keterampilan Proses Sains a. Pengertian Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk menemukan dan mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran fisika di SMA secara umum adalah memberikan bekal. ilmu kepada siswa, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran fisika di SMA secara umum adalah memberikan bekal. ilmu kepada siswa, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembelajaran fisika di SMA secara umum adalah memberikan bekal ilmu kepada siswa, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembelajaran merupakan jantung dari keseluruhan proses pendidikan formal, karena melalui sebuah proses pembelajaran terjadi transfer ilmu dari guru ke siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika adalah ilmu pengetahuan yang paling mendasar karena berhubungan dengan perilaku dan struktur benda. Tujuan utama sains termasuk fisika umumnya dianggap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kumpulan elemen atau komponen yang saling terkait

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kumpulan elemen atau komponen yang saling terkait 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kumpulan elemen atau komponen yang saling terkait bertujuan menghasilkan Sumber Daya Manusia ( SDM ) Indonesia yang terdidik dan berkualitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memperoleh kompetensi atau berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu saja menyangkut berbagai hal tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penguasaan konsep adalah kemampuan siswa dalam memahami makna pembelajaran dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dahar (1996) menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum sekolah menengah atas/madrasah aliyah disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki milenium ketiga, lembaga pendidikan dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki milenium ketiga, lembaga pendidikan dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki milenium ketiga, lembaga pendidikan dihadapkan pada berbagai tantangan yang berkaitan dengan peningkatan mutu dan produk yang dihasilkannya. Di bidang sains,

Lebih terperinci