BAB III PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA WARGA BINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK TANJUNG GUSTA MEDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA WARGA BINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK TANJUNG GUSTA MEDAN"

Transkripsi

1 BAB III PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA WARGA BINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK TANJUNG GUSTA MEDAN A.Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta dan Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan terletak di wilayah Propinsi Sumatera Utara dengan status Lembaga Pemasyarakatan Anak. Daya tampung Anak Tanjung Gusta Medan adalah 250 orang. Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan dibangun pada tahun 1980, merupakan bangunan baru dengan menempati areal kirakira M2. Apabila dari sistem pemasyarakatan, maka bentuk gedung Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan digolongkan dalam medium security. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M. 01.PR Tahun 1985 tanggal 26 Februari 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan; maka kedudukan Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan berdiri sendiri dan secara vertikal bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Sumatera Utara di Medan. 40 Peresmian Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan dilaksanakan tanggal 18 Oktober 1986 oleh Bapak Raja Harahap, SH, selaku Kepala Kantor Wilayah 40 Panjaitan, Petrus Irwan dan Pandapotan Simorangkir, 1995, Lembaga Pemasyarakatan, Penerbit Sinar Harapan, Jakarta, hal 13

2 Departemen Kehakiman Sumatera Utara, pada saat ini ditinjau oleh Bapak Ismail, SH, yang pada saat itu Bapak Menteri Kehakiman RI. Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan terletak pada perbatasan wilayah hukum Kotamadya Medan dengan wilayah hukum Daerah Tingkat II Deli Serdang tetapi mempunyai wilayah hukum Kota Medan, namun Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan ini tidaklah tertutup untuk wilayah hukum lain. Hal ini berarti Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan senantiasa terbuka untuk menampung atau menerima narapidana yang dipindahkan dari lembaga pemasyarakatan anak atau urutan yang ada di seluruh Wilayah RI. Mengenai pembangunan gedung yang dipakai Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan adalah permanen yang dikelilingi oleh tembok pengaman. Gedung tersebut terdiri dari beberapa ruangan. Fasilitas tersedia antara lain : 1. Satu unit mobil sel tahanan. 2. Bengkel, alat pertukaran, cukur atau pangkas. 3. Listrik / penerarangan. 4. Air yang terdiri dari sumur bor. 5. Tenaga pengajar. Di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan terdapat 3 blok yaitu Blok A, Blok B dan Blok C yaitu sel karantina yang digunakan untuk melaksanakan hukuman bagi narapidana atau tahanan yang melakukan pelanggaran tata tertib keamanan lembaga pemasyarakatan. Blok B untuk narapidana yang terdiri dari tujuh buah kamar yang dilengkapi dengan kamar mandi dan WC, daya tampung masingmasing kamar sekitar tujuh orang.

3 Di dalam tersebut terdapat pengelompokan narapidana seperti yang tertera dalam table di bawah ini : Tabel 1 : Jumlah Narapidana / Tahanan Berdasarkan Pengelompokan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan tanggal April 2009 GOLONGAN Bangsa Indonesia Bangsa Asing Jumlah Luar LP Dalam LP Luar LP Dalam LP B. I B. II a B. III B. IIIS Titipan Anak Sipil A. I A. II A. III A.IV A.IV Sumber : Sub Seksi Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan Keterangan Tabel : 1. Golongan B. I adalah narapidana yang menjalankan hukuman lebih dari satu tahun dalam satu vonis. 2. Golongan B. II adalah narapidana yang menjalankan hukuman tiga bulan satu hari sampai dengan satu tahun. 3. Golongan B. II b adalah narapidana yang menjalankan hukuman satu hari sampai dengan tiga bulan.

4 4. Golongan B. III adalah narapidana yang menjalankan pidana kurungan. 5. Golongan B.III S adalah narapidana yang menjalankan hukuman pidana pengganti denda. 6. Golongan A. I adalah golongan tahanan yang berada dalam tingkat pemeriksaan penyidik (tahanan polisi). 7. Golongan A.II adalah golongan tahanan yang berada dalam tingakt pemeriksaan atau penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (tahanan Jaksa). 8. Golongan A.III adalah golongan tahanan yang berada dalam tingkat pemeriksaan di Pengadilan Negeri (tahanan hakim). 9. Golongan A. IV adalah golongan tahanan yang berada dalam tingkat pemeriksaan di Pengadilan Tinggi / Banding (tahanan hakim). 10. Golongan A.V adalah golongan tahanan yang berada dalam tingkat pemeriksaan di Mahkamah Agung. Adapun Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan dikepalai oleh seorang kepala Lembaga Pemasyarakatan, dan dibantu oleh beberapa orang staf, seksiseksi, petugas keamanan, pegawai tata usaha, dan bagian lainnya. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak bertanggung jawab penuh, baik ke dalam maupun keluar terhadap kelangsungan dan kelancaran kegiatan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Seksi bagian tata usaha bertugas melakukan urusan tata usaha, urusan rumah tahanan Lembaga Pemasyarakatan Anak yang meliputi penyusunan rencana kerja umum, menyelenggarakan kegiatan tata usaha. Fungsinya adalah melakukan urusan surat

5 menyurat, perlengkapan dan rumah tangga Lembaga Pemasyarakatan Anak serta melakukan urusan kepegawaian dan keuangan Lembaga Pemasyarakatan Anak. Bagian tata usaha di bagi atas dua bagian yaitu urusan umum dan urusan kepegawaian yang seluruhnya bertanggung jawab kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak. Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP), melaksanakan tugas penjagaan dan pengawasan terhadap anak didik, melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban, melakukan penerimaan, penempatan, pengawal dan pengeluaran anak didik, melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran keamanan.kesatuan Pengamanan dikepalai oleh seorang kepala seksi yang langsung bertanggung jawab kepada penjagaan. Seksi bimbingan anak didik pemasyarakatan tugasnya adalah memberikan bimbingan kemasyarakatan kepada anak didik pemasyarakatan.seksi Bimbingan Anak Didik ini terdiri dari sub seksi registrasi dan sub seksi bimbingan pemasyarakatan dan perawatan. Kepala Seksi bimbingan anak Didik Pemasyarakatan juga bertanggung jawab langsung kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan anak. Seksi Kegiatan Kerja tugasnya melakukan dan memberikan bimbingan kerja, mempersiapkan sarana kerja dan megolah hasil. Seksi kegiatan kerja ini dibagi atas dua sub seksi yaitu Sub Keksi Kerja dan pengolahan hasil kerja serta Sub Seksi Cara Kerja. Kepala seksi kegiatan kerja bertanggung jawab langsung kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak. Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib, tugasnya adalah mengatur jadwal waktu, mengatur penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas keamanan, menerima laporan harian dan berita acara dari kesatuan keamanan yang bertugas serta menyusun

6 laporan berkala bidang keamanan. Seksi ini dibagi atas dua sub seksi yaitu Sub Keamanan dan Sub Seksi Pelaporan Tata Tertib. Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib bertanggung jawab langsung kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak. Susunan Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Anak Berdasarkan SK Menteri Kehakiman RI. No. MO PR Th PBR Kepala LP Sub Bagian Tata Usaha Urusan Umum Urusan Kepegawaian KPLP Seksi bimbingan napi Seksi Kegiatan Kerja Universitas Seksi Sumatera Administratif Utara Keamanan dan Tata Tertib

7 3. Tugas Lembaga Pemasyarakatan Anak Tidak ada hal yang lebih penting bagi berlangsungnya pelaksanaan yang baik dari suatu lembaga selain petugas lapas. Lembaga yang terbaru dan terbaik dengan peralatan modern terbaik dan tercanggih tidak dapat menggantikan kelemahan akibat petugas yang bukan yang terbaik. Kebalikannya, petugas yang sangat baik dapat tentunya menggantikan kelemahan akibat gedung penjara dan peralatan yang sudah tua. Lapas adalah seperti suatu masyarakat kecil. Orangorang yang berada dalam masyarakat ini saling tergantung. Meskipun jumlah narapidana lebih banyak dari petugas, tetapi petugaslah yang memegang tampuk kekuasaan. Ketidakseimbangan kekuasaan antara individu petugas dan individu narapidana mungkin merupakan ketidakseimbangan kekuasaan paling ekstrim yang perna ada dalam masyarakat hukum. Ada delapan faktor yang menentukan kualitas petugas di sebuah lapas: 1. Organisasi

8 2. Perekkrutan dan pelatihan dasar 3. Keterampilan dan perilaku profesional 4. Keadaan pelayanan dan status dalam masyarakat 5. Petugas ahli 6. Penggunaan kekerasan 7. Masalah jender 8. Kepemimpinan (Kelapas) Organisasi Semua lapas merupakan bagian dari suatu organisasi yang lebih besar. Organisasi ini harus memiliki peraturan dan kebijakan serta prosedur yang jelas yang mengatur kerja para petugas. Lapas harus memiliki pemimpin yang membuat kebijakan dan prosedur lokal untuk mengarahkan petugas. Fungsifungsi di lapas harus dijabarkan secara baik dengan tanggung jawab yang jelas bagi setiap petugas. Lapas tidak boleh dijalankan dan diatur secara militer. Selain itu hubungan pelaporan harus dijabarkan dengan jelas. Setiap petugas harus tahu kepada siapa mereka bertanggung jawab dan halhal apa saja yang mereka harus pertanggungjawabkan. 2. Perekrutan dan Pelatihan Dasar Seleksi awal petugas harus berdasarkan mutu dan kemampuan. Mereka yang terseleksi harus memenuhi standar pendidikan dan intelijensi. Setelah terseleksi, petugas harus dilatih sebelum mereka mulai bekerja di suatu lapas. Pelatihan itu harus sepesifik dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Pelatihan berkelanjutan harus hal., Mr Jeff Christian & Direktorat Jendral Pemasyarakatan & RWI Kantor Jakarta, Buku I, Op.cit,

9 disediakan untuk petugas setelah mereka mulai bekerja di lapas untuk menjaga agar ketrampilan mereka tidak berkurang. Petugas lapas membutuhkan kualitaskualitas khusus, seperti: 1. Kemampuan untuk tetap waspada dan cermat dalam melakukan pengamatan. 2. kemampuan menjalin hubungan yang baik dengan narapidana. 3. keterampilan yang terasah baik dalam berhubungan sosial, terutama, salah satunya dalam memecahkan masalah. 4. kemampuan untuk menghormati perbedaan orang. 5. kemampuan untuk tidak menghakimi. Bahan pelatihan harus mencakupi halhal seperti: 1. Hukum pengetahuan mengenai UndangUndang Dasar dan Hukum pidana, karena juga berlaku bagi narapidana dan lapas. 2. Hukum internasional untuk lapas dan narapidana. 3. Undangundang Hak Asasi Manusia untuk lapas dan narapidana. 4. Ketrampilan antar manusia terutama cara menangani narapidana yang terganggu maupun bermasalah. 5. bela diri. 6. psikologi mengerti implikasi psikologi akibat kurungan, dan pengetahuan umum lainnya mengenai penyakit jiwa yang biasanya ada di antara narapidana. 7. Kesehatan mengetahui tentang penyebab suatu penyakit, terutama bagaimana penyakit dapat menular dari satu orang ke orang lainnya; hal ini terutama penting berkaitan dengan penyakit yang membahayakan, seperti HIV/AIDS dan hepatitis.

10 8. Keragaman budaya banyak perbedaan kebudayaan diantara narapidana, yang dapat mengakibatkan konflik. Petugas yang mengerti perbedaan ini dapat membantu mengurangi konflik. 3. Keterampilan dan Perilaku Profesional Orangorang profesional membawa ke tempat kerja mereka rasa dedikasi untuk prinsipprinsip jarang ada pada pekerja lainnya. Bila prinsip ini dimengerti dan dihormati, lapas akan berjalan dengan baik. Sikap profesional sering dikaitkan dengan halhal sebagai berikut: 1. Standar perilaku saat bekerja, dan bila di tengah masyarakat untuk semua petugas setiap saat; memberi contoh kepada yang lainnya. 2. memiliki integritas tinggi dan kejujkuran dalam segala hal. 3. konsisten dan adil dalam pelaksanaan peraturan ketentuan. 4. kemampuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan profesional dengan narapidana, keluarga narapidana, rekan kerja dan atasan. 5. komitmen untuk mematuhi hukum yang berlaku. 4. Keadaan Pelayanan dan Status dalam Masyarakat Petugas bekerja tidak lebih dari 50 jam per minggu. Pendapatan petugas harus mencukupi kehidupan mereka tanpa perlu mencari pekerjaan tambahan. Kondisi kerja harus memuat ketersediaan perawatan kesehatan, dan pengakuan bahwa stres dalam pekerjaan di lapas dapat menimbulkan masalah kesehatan jiwa. Terutama, petugas harus diyakinkan bahwa mereka akan mendapat perawatan apabila cedera dalam bertugas. 5. Petugas Ahli

11 Petugas ahli seperti guru, pekerja sosial, dokter, dokter gigi, psikolog, psikiater, dan lainnya harus yang berkualifikasi sesuai standar nasional. Mempekerjakan petugas yang tidak berkualitas dalam menjalankan fungsi sebagai petugas spesialis adalah tidak benar. Meskipun begitu, menggunakan petugas yang tidak berkualifikasi untuk membantu dan mendukung pekerjaan seorang yang profesional adalah sepenuhnya benar. 6. Penggunaan Kekerasan Standar Perlakuan terhadap pidana dengan jelas menerangkan tentang penggunaan kekerasan fisik. Namun demikian, penting bagi petugas menyadari penuh bahwa mereka memiliki suatu hubungan kekuasaan dengan narapidana. Artinya, tidak akan pernah ada suatu diskusi yang setara yang melibatkan seorang anggota petugas dengan seorang narapidana. Suatu bentuk kekerasan digunakan anggota petugas setiap kali memberikan pengarahan kepada narapidana. Alasan ini benar karena begitu besar kekuasaan yang dimiliki petugas terhadap narapidana. Bahkan ketika hanya menggunakan katakata yang sopan, kekuasaan masih berada di tangan anggota petugas, dan karena itu kekerasan digunakan. Tidak satu pun anggota petugas yang dapat memastikan narapidana melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, perbedaan kekuasaan adalah sangat besar sehingga yang mungkin lebih sering terjadi adalah narapidana mematuhi perintah atau permintaan karena mereka tahu bahwa petugas lebih berkuasa. Petugas perlu menyadari dan memahami penggunaan kekerasan tidak selalu berarti melibatkan kontak fisik dengan narapidana. Hal ini karena penggunaan kekerasan yang tidak benar dan tidak wajar, meskipun hanya verbal (ucapan), akan menimbulkan

12 dendam, dan dapat berakibat pada pembalasan ekstrim oleh narapidana yang merasa tidak memiliki pilihan kecuali bereaksi dengan melakukan kekerasan. Adalah penting bagi lapas dan Direktorat Pemasyarakat yang menaunginya, memiliki perencanaan yang benarbenar terlatih dan teruji dalam penggunaan kekerasan bila dianggap perlu, dan mereka boleh secara resmi menggunakan kekerasan hanya bila dengan cara yang konsisten dengan hukum dan kebijakan yang ada. Secara khusus, senjata api harus tidak berada di tangan petugas yang berhubungan langsung dengan narapidana. Selain itu, petugas yang menggunakan senjata api harus secara berkala dilatih dan disertifikasi cara penggunaan yang benar. 7. Masalah Jender Lapas perempuan (atau blok yang diperuntukkan untuk narapidana perempuan) harus di bawah wewenang dan kontrol seorang Kepala lapas yang juga adalah perempuan. Kunci ke lapas perempuan harus selalu dalam kontrol seorang petugas perempuan yang diberi kuasa untuk itu. Tidak ada seorang pria yang diperbolehkan memasuki penjara perempuan, atau blok yang disediakan untuk perempuan, kecuali bila ia didampingi oleh petugas perempuan. Ini berlaku meskipun keadaan darurat, dimana sedikitnya, perempuan harus yang memegang komando dalam segala bentuk pertolongan darurat. Adalah tanggung jawab lembaga untuk menjamin adanya jumlah yang cukup dari petugas perempuan untuk selalu ada di tempat setiap saat agar dapat merespon dengan baik. Harus ada kebijakan yang jelas untuk mencegah petugas pria mengganggu petugas perempuan. Ini berarti harus ada cara yang menjunjung kerahasiaan dimana

13 petugas perempuan dapat merasa nyaman melakukan pengaduan tentang tindakan pelecehan dari petugas lainnya, termasuk petugas pengawasnya. 8. Kepemimpinan (Kelapas) Kepala lapas (Kalapas) memberikan kepemimpinan bagi petugas lapas. Merupakan tanggung jawab Kalapas untuk memberi contoh bagi petugas lainnya. Pada kenyataan, mereka memberi panutan melalui sikap dan tingkah laku mereka, dan lapas tersebut sering kali merupakan cerminan diri Kalapas tersebut. Apabila penjara kotor, itu karena Kalapas membiarkannya. Apabila petugas tidak sopan, itu karena Kalapas membiarkannya. Apabila ada korupsi di dalam lembaga, itu karena Kalapas membiarkannya. Apabila warga binaan pemasyarakatan dianiaya, itu karena Kalapas membiarkannya. Apabila petugas dianiaya oleh petugas lain, atau petugas lebih senior, itu karena Kalapas mentolerirnya. Tidak ada pihak lain manapun di lapas (selain Kalapas) yang memiliki otoritas untuk memberlakukan kebijakan, prosedur atau perubahan dalam pelaksanaan rutinitas. Kepemimpinan merupakan hal yang amat penting dalam bagaimana petugas lapas bertindak. Pada saat bersamaan, setiap anggota petugas harus memahami bahwa mereka juga merupakan pemimpin di mata narapidana, dan mereka juga memiliki tanggungjawab yang sama atas perilaku mereka. Salah satu tantangan yang paling besar bagi setiap sistem lapas adalah kebutuhan membuat narapidana sibuk dengan mengerjakan sesuatu yang positif, yang dapat membantu mereka hidup dengan mematuhi hukum dan mandiri setelah bebas dari lapas. Bagian signifikan dari tantangan ini adalah program berkualitas tinggi membutuhkan uang. Seringkali, pemerintah tidak akan menyediakan dana untuk program

14 seperti ini. Namun demikian, ada banyak contoh sistem lapas yang kurang dana yang menemukan caracara untuk menciptakan program. Ada pula contoh dari negara kaya yang tidak mengimplementasikan program yang dibutuhkan. Maka pendanaan bukanlah isu satusatunya. Kreatifitas, kejelian, kemauan dan keprihatinan pada kesejahteraan narapidana dapat mengatasi banyak hal. Program pendidikan, pekerjaan, spritual, dan rekreasi perlu diberlakukan di setiap lapas. Keempat elemen dasar ini dapat membekali narapidana yang paling miskin sekalipun dengan keterampilan yang dapat digunakan setelah bebas, dan perilaku yang mendukung gaya hidup mematuhi hukum. Program pelatihan keterampilan sangat diminati, juga karena hal ini memberikan narapidana ketrampilan yang sesuai pasar. Ini biasanya lebih sulit untuk dilakukan di lapas. Program pemulihan didisain dengan fokus pada kebutuhan khusus narapidana juga diperlukan. Bilamana terdapat banyak warga binaan pemasyarakatan yang kecanduan pada alkohol ataupun obatobatan, harus ada program yang didisain pertamatama adalah untuk melakukan detoksifikasi (membersihkan tubuh dari zatzat yang berbahaya bagi kesehatan), dan kedua memberikan informasi dan pemulihan khusus untuk mengurangi ketergantungan mereka pada alkohol ataupun obatobatan. a. Pendidikan Lembaga pendidikan lokal di luar lembaga harus memberikan pendidikan yang terlembaga. Lapas tentunya harus membayar pendidikan jasa ini, karena dengan begitu lapas tidak perlu merekrut tenaga pengajar. Program di lembaga harus sama dengan yang ada di luar lembaga. Oleh karena itu, apabila narapidana telah bebas sebelum ia menyelesaikan pendidikannya, ia dapat melanjutkannya di luar lembaga.

15 b. Kerja Lembaga harus memiliki program kerja narapidana yang didisain dengan baik. Idealnya setiap narapidana punya pekerjaan yang dilakukannya tiap hari. Pada umumnya lapas tidak bisa meraih keidealan ini, tetapi banyak yang sangat sukses dalam menciptakan lapangan kerja buat narapidana. Dalam sistem ini narapidana memperoleh sedikit uang untuk pekerjaan yang mereka lakukan. Ini memberi efek menciptakan situasi yang sama di dalam lapas dengan yang dianggap normal di luar lembaga. Minimalnya, narapidana harus dipekerjakan dalam pemeliharaan lembaga itu sendiri. Narapidana dapat melakukan pekerjaan intensif seperti mencuci, mengecat, pertukangan, dan perbaikan di bawah pengawasan dari petugas lapas. Dengan melakukan ini, mereka memperoleh harga diri, dan juga keterampilan yang dibutuhkan di masyarakat. Lebih penting lagi mereka punya sedikit waktu kosong. Bilamana memungkinkan, narapidana harus dibayar sedikit uang untuk pekerjaan yang mereka lakukan. Menggunakan perusahaan swasta adalah sesuai dengan standar, selama sumber eksternal tersebut tidak terlibat dalam proses yang korup untuk tujuan mendapatkan tenaga kerja murah. Proses kontrak apapun harus sangat transparan, dan tidak boleh melibatkan adanya narapidana yang dipekerjakan oleh petugas lapas. Tidak boleh ada transaksi antara narapidana dan petugas karena ini merupakan konflik kepentingan untuk petugas dan mengundang korupsi. c. Spritual Lembaga harus menyediakan layanan spritual untuk semua kepercayaan yang ada di lapas. Apabila tidak, maka ini merupakan tindak diskriminatif. Layanan spritual tidak

16 hanya mencakup layanan ritual, tetapi juga arahan spritual tersedia bagi narapidana yang menginginkannya. Bekerja dengan elemenelemen lainnya, layanan spritual dapat menjadi faktor penting perubahan sikap narapidana. Pada saat bersamaan, penting untuk memperhatikan bahwa fundamentalis radikal dalam bentuk apapun harus dicegah, dari kepercayaan mana pun. Ini dapat menjadi suatu peroblem khusus apabila narapidana dari suatu kepercayaan memutuskan untuk menyerang narapidana lainnya yang berbeda kepercayaan. d. Rekreasi Rekreasi merupakan bagian terpenting dalam kehidupan masyarakat. Juga sama pentingnya di dalam lembaga. Suatu program adalah lebih dari hanya sekedar menyediakan peralatan. Ini termasuk kegiatankegiatan yang diatur, dan upaya untuk menjamin semua narapidana mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi setiap harinya dalam berbagai bentuk olahraga. Mengadakan olahraga beregu merupakan cara yang sering digunakan untuk mendorong partisipasi maksimal. e. Program Ketrampilan Program ketrampilan memiliki komponen pendidikan dan kerja, yang menuju sertifikasi dalam suatu bidang ketrampilan yang dapat digunakan di masyarakat, seperti perledengan, pertukangan, perbengkelan dan seterusnya. Pelatihan ini harus diajarkan oleh instruktur berkualitas untuk dipertimbangkan sebagai suatu program. f. Program Pemulihan Program pemulihan dibentuk untuk berfokus pada kebutuhan tertentu narapidana. Ini dapat mencakup program kesehatan jiwa, program pengembangan kemampuan

17 membuat keputusan (Kognitif), program untuk mengatasi kecanduan, dan seterusnya. Program ini umumnya menuntut skill keahlian. Dengan menyadari bahwa pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan narapidana yang sering disebut therapeutic process. Proses tersebut dimaksudkan untuk membina narapidana yang pengertiannya sama dengan menyembuhkan seseorang yang sementara tersebut hidupnya karena ada kelemahankelemahan yang dimilikinya. Lembaga Pemasyarakatan Anak juga mempunyai tugas yang berat dalam rangka menyembuhkan si terpidana menjadi orang baik karena tujuan pemidanaan narapidana anak adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan ahklak para narapidana anak di dalam Lembaga Pemasyarakatan melalui sistem pembinaan. ini. 42 Salah satu cara untuk mengerti sistem di lapas bisa dilihat pada diagram dibawah hal., 3 42 Mr Jeff Christian & Direktorat Jendral Pemasyarakatan & RWI Kantor Jakarta, Buku I, Op.cit.,

18 Sistem Keamanan Statis adalah tembok, pagar, pembatas, kunci, sel, senjata dan peralatan lain yang digunakan untuk memastikan narapidana dapat dikontrol secara fisik. Sering kali hanya ini cara yang orang pikirkan bilamana membicarakan tentang keselamatan dan keamanan. Sistem Keamanan Dinamis adalah menciptakan hubungan yang benar antara petugas dan narapidana. Didasari pada penghormatan hak asasi manusia, hubungan ini mempunyai ciriciri terutama yaitu pengakuan dan pengertian akan ketidakseimbangan kekuatan antara petugas dan narapidana. Kedua ini tidak bisa menjadi sejajar, dan bagi mereka yang berpurapura bahwa mereka sejajar artinya tidak bersikap jujur. Hubungan ini tidak dapat juga seperti hubungan antara ayah dan anak. Hubungan ini harus berupa profesionalisme dengan didasari saling menghormati setiap orang sebagai makhluk hidup, tetapi memahami juga realitas kedudukan masingmasing orang. Hubungan ini harus menyeimbangkan berbagai hal yang berbeda. Merupakan kewajiban petugas dalam hubungan keamanan dinamis untuk menciptakan rasa menghormati hak asasi manusia. Petugas lapas harus menjadi pemimpin. Ini dilakukan dengan memperlakukan narapidana secara adil dalam segala hal, berkomunikasi dengan jujur dan terbuka dengan narapidana, berusaha sekonsisten mungkin, dan melalui kontak langsung yang kerap dengan narapidana. Hubungan

19 didasari prinsipprinsip yang benar mengajarkan narapidana bagaimana sebaiknya berprilaku. Perilaku selain itu dari petugas akan memperkuat sikap negatif dari narapidana. Contoh sederhana adalah ketika seorang petugas mengatakan kepada seorang narapidana bahwa ia akan melakukan sesuatu, petugas melakukannya, atau ia menjelaskan kepada narapidana mengapa tidak dilakukan. Dengan kata lain, petugas memahami bahwa narapidana tidak dapat melakukan hal ini dengan sendiri, dan oleh sebab itu ia tergantung pada bantuan dari anggota petugas. Petugas menerima tanggung jawab terhadap narapidana. Berpurapura membantu, dan kemudian tidak melakukannya tanpa alasan, adalah perbuatan yang kejam dan tidak profesional. Hal tersebut akan menyebabkan narapidana merasa tertipu, yang akan menumbuhkan kebencian terhadap petugas. Jika petugas lebih memeprlihatkan ketidak jujuran, perlakuan tidak adil, komunikasi yang berisikan kebohongan, narapidana juga diajarkan bagaimana berprilaku, sayangnya, perilaku negatiflah yang diajarkan, dan kecenderungan pada kriminilitas diperkuat. Jika hubungan yang benar dijalin, narapidana (minimal salah satu dari mereka) akan selalu memberitahukan petugas bilamana akan ada bahaya yang berkembang. Banyak narapidana tidak ingin ada masalah di dalam lapas. Jika terjalin hubungan keamanan dinamis yang baik, akan ada cara berbagai informasi penting dengan petugas yang tidak akan menimbulkan masalah bagi mereka dengan narapidana lain. Dilihat hanya dari perspektif keselamatan, hal ini saja cukup untuk menjadi alasan mengimplementasikan sistem keamanan dinamis yang kuat.

20 Rutinitas harian adalah hal yang terjadi tiap hari. Lapas dan narapidana menyukai konsistensi dalam rutinitas harian. Pada saat bersamaan, rutinitas ini sendiri dapat menjadi perlakuan yang kejam, yang menambah penderitaan narapidana. Sebagai contoh, rutinitas yang mengharuskan narapidana berada dalam jangka waktu yang lama di dalam sel yang penuh sesak, ketika ada kemungkinan pilihan lain, harus diubah. Rutinitas harian perlu diperiksa dari waktu ke waktu untuk memastikan bahwa hal ini yang terbaik yang bisa dilakukan. Cara petugas menjalankan rutinitas harian adalah untuk keselamatan di lapas. Ada cara yang aman dan tidak aman dalam melakukan berbagai hal. Petugas sering kembali melakukan praktek tidak aman karena hal tersebut lebih mudah. Hal ini tidak konsisten dengan penghormatan hak asasi manusia karena membahayakan semua orang. Selain itu, rutinitas cenderung memaksa, meskipun diperlukan. Maka penting bagi petugas untuk menunjukkan penghormatan hak asasi manusia dalam melakukan tugas ini. Contohnya dalam cara narapidana diperiksa, atau cara pengunjung diperiksa. Pemeriksaan memang diperlukan, tetapi dapat dilakukan dengan cara yang lebih menghormati tanpa mengurangi keefektifannya. Sistem Pendisplinan, harus berlaku untuk narapidana dan petugas. Narapidana harus mengetahui apa yang diharapkan dari mereka. Petugas harus mengetahui apa yang diharapkan dari mereka. Keduaduanya harus mengetahui proses apa yang akan digunakan untuk mereka pertanggungjawabkan. Proses tersebut harus adil dan sesuai hukum yang perlaku. Terakhir, narapidana dan petugas harus mengetahui konsekuensi apa yang akan diberikan jika mereka terbukti bersalah atas perilaku yang memerlukan pendisplinan.

21 Sistem pendisplinan ini harus menghormati hak asasi narapidana dan petugas. Harus adil dan sesuai hukum yang berlaku. Bukti bersalah harus harus tersedia, tidak cukup hanya percaya seseorang telah melakukan kesalahan. Harus ada bukti yang lebih dari sekedar pengakuan dari narapidana, kecuali apabila narapidana tersebut mengaku bersalah telah melakukan pelanggaran. Pihak manajemen lapas harus memastikan bahwa narapidana dan petugas bertanggung jawab untuk perbuatan mereka, tetapi pertanggungjawaban harus didasari bukti, bukan politik lembaga atau alasan lainnya. Jika setiap orang mengerti peraturan, dan semua diminta pertanggungjawaban dengan cara adil, menghormati hak asasi dan martabat mereka, sistem pendisplinan ini akan mendapat kepercayaan petugas dan narapidana. Integritas sistem seperti ini sangat penting bagi keselamatan lingkungan lapas. Jika ada peraturan khusus untuk sebagian orang, tetapi tidak untuk yang lain, sistem ini buruk/korup dan lembaga menjadi kurang aman, karena akan ada kemarahan dan pembalasan dari mereka yang diperlakukan tidak adil. Sistem Pengaduan harus juga dimiliki narapidana, karena harus ada cara bagi mereka untuk melaporkan kekerasan oleh petugas dan narapidana lain. Sistem pengaduan ini haruslah yang tidak memberi peluang bagipetugas untuk dapat menghentikan pengaduan tersebut. Ia juga harus juga yang memberi kesempatan narapidana membuat pengaduan tanpa harus melakukannya di depan petugas yang mungkin hendak mereka adukan (atau kawan dari petugas tersebut). Jika kotak pengaduan digunakan, sebagai contoh, kotak harus ditempatkan di lokasi yang tidak diawasi secara terus menerus oleh petugas, sehingga narapidana dapat membuat pengaduan tanpa diketahui identitasnya

22 apabila mereka merasa itu perlu. Sistem pengaduan yang benar adalah yang menjamin setiap pengaduan dikaji dan diperiksa apabila diperlukan. Tergantung administrasi lapas untuk meyakinkan narapidana bahwa pengaduan mereka ditanggapi dengan serius. Jika narapidana memiliki cara untuk menyuarakan pengaduan mereka sehingga pihak yang berwenang mendengar mereka, mereka cenderung tidak akan melakukan kekerasan untuk menarik perhatian seseorang mendengarkan mereka. Maka, sistem pengaduan yang efektif membuat lembaga lebih aman. Sistem Penempatan, menjamin narapidana ditempatkan pada tingkat keamanan yang sesuai di lembaga. Itu berarti narapidana dengan keamanan tinggi ditempatkan di lembaga dengan keamanan tinggi, dan narapidana dengan keamanan rendah dipindahkan ke lembaga dengan keamanan rendah. Tidak didasarkan pada opini, atau kefavoritan, tetapi lebih pada penilaian akan resiko mengenai narapidana akan melarikan diri, atau melukai diri sendiri atau orang lain. Sistem penempatan yang baik didasari penelitian, daripada hanya pengalaman atau opini. Sistem ini menjamin narapidana tidak diharuskan menghadapi pemaksaan keamanan tinggi bilamana tidak diperlukan, sehinga menghargai secara layak hak mereka akan privasi dan martabat diri pribadi. Jika narapidana ditempatkan sesuai dengan tingkat keamanannya, petugas dan narapidana lebih aman. Aktivitas dan program, untuk narapidana faktor penting keselamatan di lapas manapun. Narapidana yang tidak punya cukup kegiatan akan mencari nafkah. Dalam beberapa kasus, ini akan berakhir dengan kekerasan. Terbukti bahwa jika ada banyak aktivitas dan program, narapidana memiliki waktu dan keinginan yang berkurang untuk berperilaku buruk.

23 Program yang memberi kesempatan bagi narapidana untuk mengembangkan diri melalui pendidikan atau manajemen kepribadian mengurangi kecenderungan adanya pemberontakan dari narapidana tersebut. Program kerja yang memberi kesempatan narapidana untuk melakukan hal yang positif dengan waktu mereka, terutama yang memberi kesempatan narapidana untuk mendapatkan ketrampilan yang dapat digunakan setelah mereka bebas dari lapas, berkontribusi bagi keselamatan di lapas dengan menciptakan suasana yang baik. Lapas yang menggunakan narapidana untuk mengecat dan membersihkan lembaga, mencapai banyak kesuksesan di bagian ini. Narapidana memiliki ketrampilan dan kemampuan yang sering tidak digunakan oleh administrasi lapas. Sebagai contoh, hampir semua lapas adalah tempat yang buruk. Padahal dengan populasi di dalam lapas, banyak orang yang tahu bagaimana mengecet. Mengapa mereka tidak mengecat. Jika administrasi dan petugas lapas menunggu narapidana untuk secara sukarela melakukan pekerjaan tersebut, itu tidak akan terjadi. Kepemimpinan harus berasal dari yang berwenang. Narapidana, yang tinggal di lingkungan yang bersih, dan menyenangkan, akan selalu menikmati suasana yang lebih rileks daripada di lingkungan yang kotor, dan tidak nyaman. Narapidana akan bereaksi terhadap lingkungannya, sebagaimana orang lain. Reaksi yang positif meningkatkan keselamatan di lapas bagi semua orang. Hak Asasi Manusia dan Keselamatan berhubungan erat. Semua sistemsistem sebelumnya didukung oleh standard internasional hak asasi manusia dan peraturan minimum standar perlakuan terhadap narapidana.

24 B. Peraturan dan Tata Tertib di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah R.I nomor 27 Tahun 1983 bahwa Kepala Rumah Tahanan Negara atau Kepala Lembaga Pemasyarakatan diberikan wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri sepanjang tidak bertentangan dengan pedoman yang telah dibuat oleh Menteri Kehakiman. Menurut Bapak Bangsi Tarigan, Kepala Sub Seksi Bimbingan Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan bahwa tata tertib yang harus dilaksanakan setiap narapidana adalah : a. Tata tertib keamanan yaitu narapidana tidak dibenarkan berkelahi, minumminuman keras, mencuri, menyimpan bendabenda tajam atau bendabenda lain yang dapat membahayakan. b. Tata tertib kerohanian/agama berupa keharusan bagi setiap narapidana untuk mengikuti kebaktian atau ibadah menurut agama dan kepercayaan masingmasing serta harus saling menghormati antara penganut agama yang satu dengan penganut agama yang lainnya c. Tata tertib makan yaitu setiap narapidana tidak boleh saling berebut dan harus menunggu gilirannya masingmasing, nasi atau makanan lainnya tidak boleh dibagi sebelumnya jangka waktu yang ditetapkan. d. Tata tertib kesehatan yaitu bahwa setiap narapidana demi untuk menjaga kesehatannya diharuskan senam pada setiap pagi (kecuali hari minggu), untuk melaporkan orang yang sakit kepada petugas jaga, membersihkan kamar/ ruangan masingmasing.

25 e. Tata tertib untuk melakukan suatu pekerjaan bahwa setiap narapidana diharuskan untuk melakukan pekerjaan didalam dan diluar tembok Lembaga Pemasyarakatan, kecuali mereka yang tidak sehat badannya atau menurut Keputusan Hakim tidak diwajibkan bekerja. Ad. a. Tata tertib keamanan Dalam prakteknya setiap narapidana tidak dibenarkan berkelahi, minumminuman keras, mencuri, merokok, menyimpan bendabenda tajam atau bendabenda lain yang dapat membahayakan. Pelaksanaan tata tertib tersebut dimaksud untuk menjaga keamanan dan ketertiban didalam lembaga terserbut. Sanksi atau pelanggaran terhadap tata tertib keamanan adalah dengan memasukkan si narapidana yang melanggar ke sel karantina apabila kesalahan itu untuk ditolerir atau setidaktidaknya si pelanggar selalu mengulangi kesalahan dalam bidang tata tertib ini. Apabila kesalahan hanya dilaksanakan sekali saja hanya diberikan peringatan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan. Ad. b. Tata tertib kerohanian/agama Tata tertib sedemikian mengharuskan setiap narapidana untuk mengikuti kebaktian atau ibadah menurut agama dan kepercayaan masingmasing. Pada pelaksanaannya bagi setiap narapidana dapat mengikuti acara kerohanian yang diberikan oleh pimpinan jemaat atau ustad. Berdasarkan jadwal kegiatan tahun 2008/2009 dan tata tertib waktu dapat diketahui dari tabel pelaksanaan acara kerohanian sebagai berikut : Tabel 2 : Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Kerohanian di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan 2008/2009

26 No Hari Waktu Jam Kegiatan Pelaksanaan 1 Senin Penyuluhan Agama Kristen Penyuluhan Agama Islam Sholat Zhuhur Pembinaan Generasi Muda/ YPP II Drs. T. Dhali Munthe Bimpas STT. AS 2 Selasa Pendidikan Agama Kristen Penyuluhan Agama Kristen Penyuluhan Agama Islam Sholat Zhuhur 3 Rabu Pembinaan Generasi Muda/ Pendidikan Agama Islam Penyuluhan Agama Kristen Sholat Zhuhur 4 Kamis Penyuluhan Agama Kristen Penyuluhan Agama Islam Sholat Zhuhur 5 Jumat Penyuluhan Agama Kristen Penyuluhan Agama Islam 6 Sabtu Penyuluhan Agama Kristen Penyuluhan Agama Islam Sholat Zhuhur Penyuluhan Agama Kristen Kristen / Sabath 7 Minggu Kebaktian Agama Kristen Sholat Zhuhur Kebaktian Agama Kristen Soli Deo Gloria dan CCA PIA / Kota Medan Dra. Junaida Al. Ustad II. AR. Hasby Marwan Rangkuti Bimpas Bethsaida Syakban Lubis SH Bimpas Baitani Minggu I Chairul Anam GBKP H. Mhd Syukri Yusuf Bimpas Advent Minggu I Sola Gratia Minggu Ganjil ITA Banda baru Minggu Genap Bimpas KTJ. HKBP Minggu Ganjil Pentakosta Minggu Genap Sumber : Sub Seksi Bimpas dan Perawatan Anak Didik Berdasarkan tabel di atas, terdapat jadwal ibadah beragama Kristen dan Islam. Hal ini disebabkan karena sebagian besar warga binaan pemasyarakatan di Lembaga pemasyarakatan beragama Kristen dan Islam. Jika ada warga binaan pemasyarakatan yang beragama Budha dan Hindu, maka ibadah dilakukan seperti kebiasaan seharihari di dalam Lembaga Pemasyarakatan di tempat yang telah disediakan. Selain itu narapidana anak harus saling menghormati antara penganut agama yang satu dengan penganut agama yang lainnya. Hal ini sesuai dengan Penerapan dari sila I

27 Pancasila. Pemupukan rasa toleransi antar umat beragam sedemikian diperlukan untuk menggalang persatuan dan kesatuan antar para narapidana anak. Ad.c. Tata tertib makan Ketentuan mengenai tata tertib makan adalah bahwa setiap narapidana tidak boleh saling merebut dan harus menunggu gilirannya masingmasing. atau makanan lainnya tidak boleh di bagi sebelum jangka waktu yang ditetapkan. Pelaksanaan jadwal makanan adalah tiga kali satu hari. Makan pagi dilaksanakan pada jam WIB, maka siang pada pukul WIB dan makan sore pada pukul WIB. Ketentuan mengenai jam makan ini berlangsung setiap harinya, kecuali ada kunjungankunjungan dari pihak luar ke Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. Ad.d. Tata tertib kesehatan Pelaksanaannya dilakukan oleh setiap narapidana demi untuk menjaga kesehatannya diharuskan senam pada setiap pagi (kecuali hari minggu). Yang dilaksanakan pada pukul Wib setiap hari. Pemeriksaan kesehatan terhadap narapidana dilakukan setiap hari Selasa dan Kamis pukul WIB. Ad.e. Tata Tertib untuk melakukan suatu pekerjaan Setiap narapidana diharuskan untuk melakukan pekerjaan di dalam dan di luar tembok Lembaga Pemasyarakatan, kecuali mereka yang tidak sehat badannya atau menurut keputusan Hakim tidak diwajibkan bekerja. Dalam prakteknya di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan, narapidana anak tidak diperbolehkan bekerja dengan alasan bahwa narapidana anak belum mencapai umur untuk dapat melaksanakan pekerjaan sebagaimana layaknya dilaksanakan oleh orang dewasa.

28 C.Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Menurut penjelasan Bapak Bangsi Tarigan, Kepala Sub Seksi Pembinaan dan Perawatan Anak Didik Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan diketahui bahwa hakhak yang diperbolehkan anak dalam menjalani hukuman adalah : g. Berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. h. Berhak mendapat perawatan jasmani dan rohani. i. Berhak mendapat pendidikan dan pengajaran. j. Berhak mendapat pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. k. Berhak menyampaikan keluhan. l. Berhak untuk menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya. Hak Asasi yang dapat dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan terhadap warga binaan pemasyarakatan dikarenakan keterbatasan pembina dan dana yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pelaksanaan hakhak narapidana anak di lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan adalah sebagai berikut: Ad.a. Berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaaannya Dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan terhadap kesempatan bagi si anak untuk mendapatkan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Selain waktu pelaksanaan ibadah bagi narapidana anak, di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan terdapat fasilitas berupa mesjid dan gereja. Pelaksanaan ibadah bagi narapidana anak yang beragama Hindu dan Budha dilaksanakan di ruang pendidikan untuk melaksanakan ibadahnya.

29 Mengenai bukubuku kerohanian sebagai sarana penunjang pelaksanaan pendalaman rohani tersedia di perpustakaan lembaga pemasyarakatan yang dimaksud. Dalam pelaksanaan sarana tersebut belum dipergunakan oleh narapidana secara maksimal. Penyebab penggunaan sarana itu masih minim menurut Bangkit Tarigan dan pengakuan Freddy (narapidana anak) adalah kurangnya minat dan keinginan membaca dari para narapidana. Ad.b. Bentuk mendapat perawatan jasmani dan rohani Hak perawatan ini sebenarnya telah terlaksana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. Hal ini terbukti dengan adanya program wajib mengikuti senam kesegaran jasmani setiap hari dan pemeriksaan kesehatan setiap dua kali seminggu yang dilaksanakan oleh Bimpas. Ad.c. Berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan dilaksanakan melalui program Kejar Paket B. Realisasi pelaksanaan program ini adalah setiap hari Selasa, Rabu, Kamis dan Jumat pada jam Wib. Materi yang diajarkan pada Program Kejar Paket B disesuaikan dengan materi pendidikan Sekolah Menengah Lanjutan Pertama, apabila si narapidana telah menyelesaikan program tersebut, si terpidana berhak atas peroleh ijazah. Menurut Bapak Bangsi Tarigan, pelaksanaan program ini mengalami kendala yaitu apabila si terpidana tidak memiliki sama sekali ijazah setingkat sekolah dasar. Telah

30 diketahui bahwa Program Kerja Paket B hanya diberikan kepada narapidana yang telah menyelesaikan studi Sekolah Dasar. Jalan keluar yang diambil pihak Lembaga Pemasyarakatan adalah menyurati orang tua/wali si narapidana untuk mengurus ijazah Sekolah Dasar si narapidana supaya diperbolehkan mengikuti program yang dimaksud. Apabila tidak ada ijazah yang dimaksud, si narapidana diperbolehkan mengikuti program yang dimaksud tanpa memperoleh ijazah. Untuk pelaksanaan Program Kejar Paket B, pihak Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Tanjung Gusta Medan bekerja sama dengan Departemen Pendidikan onal Kota Medan. Ad.d. Berhak mendapat pelayanan kesehatan dan makanan yang layak Pelayanan kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan dilaksanakan di Poliklinik Lembaga Pemasyarakatan. Pelaksanaan operasional klinik ditangani oleh seorang dokter yang jaga setiap hari Selasa dan Kamis. Apabila seorang narapidana anak sakit saat dokter jaga tidak ada, maka si narapidana anak diperiksakan ke Puskesmas terdekat. Setiap narapidana yang memerlukan rawat inap, maka si narapidana di serahkan ke Rumah Sakit Umum Pringadi Medan sebagai mitra Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. Daftar menu makanan narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta

31 Medan disesuaikan dengan Keputusan Menteri Kehakiman R.I. Nomor M.02.OM.01.06, TAHUN Tabel 3 : Daftar Menu Makanan Seharihari di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II A Tanjung Gusta Medan Tahun Anggaran 2008/2009 Hari Senin Selasa Rabu Kamis Daftar Menu Bagi Narapidana Pagi Siang Sore Semur Daging Tempe Sayur Sup Sayur Air Kolak Tempe Tumis Toge/ osengoseng buncis Air Putih Ubi Masak Ikan Asin Tumis Air Putih Tempe Bacam Osengoseng Kerang Air Ikan Asin Urab Ikan Asin Sayur Lodeh Pisang Telur Sayur Kol Telur Sayur Kol Tempe Pecel Tempe Sup Buncis Tempe Sup

32 Jumat Sabtu Ubi Air Ikan Asin Bubur Kacang Ijo Air Ubi Tempe Pecel Telur Sayur Lodeh Tempe Sayur Sup Tumis Tempe Pisang Tempe Sayur Kari Buncis Tempe Sayur Ikan Asin Urab Minggu Tempe Tumis Kolak Air Ikan Asin Sayur Asem Sumber : Sub Seksi Pembinaan dan Perawatan Anak Didik Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan Berdasarkan Tabel di atas, makanan yang diberikan kepada warga binaan pemasyarakatan belum memenuhi gizi yang layak. Pelaksanaan disebabkan karena banyaknya warga binaan pemasyarakatan di dalam Lembaga Pemasyarakatan yang harus diberikan makanan sedangkan dana yang dikeluarkan oleh pemerintah terbatas. Ket : Makanan Alternatif bagi narapidana Pengaturan menu makanan itu dimaksud untuk tetap menjaga stamina dan daya tubuh kesehatan para narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Dalam pelaksanaannya tidak semua menu makanan tersebut dapat diberikan kepada narapidana dengan alasan keadaan keuangan yang dimiliki perekonomian negara ini sangat rumit atau krisis moneter. Ad.e. Berhak menyampaikan keluhan Dalam suasana kehidupan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak, para narapidana dapat menyampaikan keluhankeluhannya kepada petugas Lembaga Pemasyarakatan. Keluhankeluhannya yang kerap diberikan adalah mengenai persoalanpersoalan antara para narapidana di dalam lembaga dan keluhan mengenai kesehatan yang dialami oleh narapidana itu sendiri.

33 Menurut keterangan yang diperoleh, narapidana dalam mengajukan keluhan tidak selalu harus mengikuti prosedur tertentu. Hal terpenting dalam mengajukan keluhan tersebut adalah bahwa keluhan itu benar terjadi dan perlu mendapat perhatian secara khusus. Ad.f. Berhak untuk menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya. Setiap narapidana dapat menerima kunjungan dari para anggota keluarga sesuai dengan jam tamu yang diberikan oleh petugas lembaga. Jam bertamu ditentukan biasanya dilaksanakan pada saat jadwal kegiatan para narapidana kosong. Jam bertamu terhadap para penasehat hukum dan orang tertentu lainnya dapat dilaksanakan sewaktuwaktu yang dibutuhkan dengan persetujuan kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. Secara khusus jam bertamu terhadap para tahanan Jaksa yang berada di Blok C dilakukan dengan seizin Kepala Kejaksaan Negeri dan meminta ijin kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak tersebut. Proses jam bertamu terhadap para tahanan yang masih dalam proses pemeriksaan persidangan harus seijin Ketua Pengadilan Negeri dan Persetujuan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. 1. Hambatan yang dihadapi Para narapidana tidak diperbolehkan bekerja sehingga dengan demikian tidak mungkin seorang narapidana mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan bunyi Pasal 14 ayat (1) Butir (g) UndangUndang No. 12 tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan Anak

34 Hakhak anak sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat (1) butir (I,j,k,dan m) UndangUndang No. 12 tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan Anak, tidak dapat dilaksanakan dengan baik yaitu antara lain: a. hak untuk mendapatkan masa pemotongan pidana atau Remisi, b. hak untuk mendapatkan assimilasi, c. hak untuk mendapatkan pembebasan bersyarat. d. hak untuk mendapatkan cuti menjelang bebas. 2. Upaya untuk mengatasi hambatan a. Hak untuk mendapatkan masa pemotongan pidana atau remisi, assimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas. Hak yang sangat dinantikan oleh setiap narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta adalah mengenai pemotongan masa tahanan namun pada saat sekarang ini menjadi kendala yaitu disebabkan karena selain dari faktor narapidana yang berupa tingkah laku narapidana selama menjalani hukuman juga tidak dapat mendapat perhatian dari orang tua, yang dikenal sebagai syarat substantif. Disamping itu terdapat kendala dalam pemenuhan syarat administratif yang berupa tidak adanya kerjasama dengan instansi lain, misalnya dari kejaksaan yang menerangkan bahwa si anak tidak terlibat tindak pidana yang lain dan surat dari kepala desa/lurah yang menerangkan bahwa ada jaminan bagi si narapidana anak untuk mendapatkan hak tersebut. Hal ini dapat terlihat dari minimnya perolehan hak tersebut bagi narapidana anak yang terdapat dalam tabel berikut ini:

35 Tabel 4 : Memperoleh Hak Remisi, berassimilasi, pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas Tahun di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. Tahun NO Jenis Hak Jumlah Remisi Assimilasi/mengunjungi Keluarga Pembebasan Bersyarat Cuti Menjelang Bebas Sumber : Sub Seksi Pemasyarakatan dan perawatan Anak Didik Berdasarkan tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa penerimaan hak sebagaimana dimaksud adalah sangat sedikit yaitu 264 orang. Hal ini kurang proporsional bila dibandingkan jumlah narapidana yang saat ini di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak berjumlah 850 orang. Solusinya bahwa orang tua atau rekan kerabat si narapidana anak harus memberikan perhatian khususnya mengenai kunjungan kepada si anak tersebut dan juga memantau perilaku narapidana anak di dalam Lembaga Pemasyarakatan karena dengan napi berprilaku baik Lembaga Pemasyarakatan menilai bahwa narapidana tersebut dapat memperoleh remisi, pembebasan bersyarat, maupun cuti menjelang bebas. Syarat pemberian hak tersebut wewenang dari Lembaga Pemasyarakatan Anak yang kemudian dilaporkan ke Menteri Kehakiman. 2. Pendidikan Di Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas IIA Tanjung Gusta, mengenai pendidikan ini sangat mencemaskan karena dalam standar pendidikan secara umum harus mempunyai kriteria yaitu: a. Ruangan yang terang

36 b. Ventilasi sirkulasi udara c. Bukubuku sedangkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas IIA Tanjung Gusta tidak terlaksana terkhususnya disebabkan mengenai buku pelajaran, dimana tidak mungkin seorang napi anak untuk membeli buku pelajaran, sesuai dengan Standar Kurikulum Pendidikan onal, oleh sebab itu peran pemerintah sangat menonjol yaitu seperti: memberikan bantuan dana kepada Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas IIA Tanjung Gusta, Namun melihat situasi dari negara yang masih mengalami krisis moneter maka tidak dapat dimungkinkan bantuan dana tersebut, sehingga masalah pendidikan tetap menjadi hak asasi anak yang belum tercapai di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Tanjung Gusta Medan. Solusinya yaitu hubungan Lembaga Pemasyarakatan dengan masyarakat setempat harus lebih dipererat supaya masyarakat dapat berperan aktif dalam memberikan bantuan terkhususnya mengenai bantuan buku atau mengenai masalah pendidikan yang telah disebutkan diatas. 3. Kesehatan Masalah kesehatan yang menjadikan masalah pokok Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan yang disebutkan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan anak yaitu:bp. Siswanto Noto Suwarno adalah mengenai over kapasitas, yaitu kapasitas atau daya tampung ruangan atau sel penjara yang melebihi batas tampung suatu ruangan. Sehingga menimbulkan banyak resiko yang terutama yaitu didalam ruangan tersebut para napi anak yang semula ruangan hanya mampu menampung 8 orang menjadi 20

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KELAS II TANJUNG GUSTA MEDAN

BAB II GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KELAS II TANJUNG GUSTA MEDAN BAB II GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KELAS II TANJUNG GUSTA MEDAN 2.1 Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan merupakan tempat untuk menampung narapidana

Lebih terperinci

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 58 TAHUN 1999 (58/1999) Tanggal: 22 JUNI 1999 (JAKARTA)

Lebih terperinci

BAB IVGAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda

BAB IVGAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda BAB IVGAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda Lapas Kalianda awalnya merupakan Rumah Tahanan Politik (RTP), kemudian pada tahun 1976 ditingkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Pemasyarakatan lahir di Bandung dalam konferensi jawatan kepenjaraan para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini dicetuskan oleh DR.

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.01.PK.04-10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Profil Lembaga Pemasyarakatan Wanitan Kelas IIA Way Hui

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Profil Lembaga Pemasyarakatan Wanitan Kelas IIA Way Hui 52 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Lembaga Pemasyarakatan Wanitan Kelas IIA Way Hui 4.1.1 Lokasi Penelitian Gambar 1. Lapas Wanita Kelas IIA Way Hui Lokasi penelitian adalah Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi penopang bagi keberlangsungan bangsa tersebut. Untuk mewujudkan masa depan bangsa yang cerah, diperlukan pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP.05.02 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI

Lebih terperinci

2011, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas

2011, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas No.605, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Kode Etik. Pegawai Pemasyarakatan. Majelis Kehormatan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga BAB III Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasayarakatan Anak Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya perlakuan terhadap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam usahanya, Negara menjumpai banyak rintangan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua orang tentu saja sependapat bahwa hidup matinya suatu bangsa di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak amat memegang peranan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambon melalui peraturan tentang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambon melalui peraturan tentang BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dalam Bab terakhir ini penulis akan dipaparkan kesimpulan dan rekomendasi yang mengacu pada deskripsi dari hasil penelitian sebagaimana yang telah diuraikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Kualitas Pelayanan Kesehatan..., Keynes,FISIP UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Kualitas Pelayanan Kesehatan..., Keynes,FISIP UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dewasa ini seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka semakin beragam pula pola tindak pidana yang dilakukan. Hal ini dipengaruhi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum. Hal ini tercermin di dalam Pasal 1 ayat (3) dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara No.1352, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAKAMLA. Kode Etik Pegawai. PERATURAN KEPALA BADAN KEAMANAN LAUT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN KEAMANAN LAUT DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.832, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Remisi. Asimilasi. Syarat. Pembebasan Bersyarat. Cuti. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

1 dari 8 26/09/ :15

1 dari 8 26/09/ :15 1 dari 8 26/09/2011 10:15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dimana penanganan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dimana penanganan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apabila kita mencermati konsep pemasyarakatan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dimana penanganan terhadap narapidana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut. e. BAPAS dituntut sebagai konselor Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS tersebut dituntut untuk selalu siap dalam menerima segala keluhan yang terjadi pada diri Klien Pemasyarakatan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan Ketentuan Pasal 51 dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.282, 2018 KEMENKUMHAM. Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INOONESIA NOMOR M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN ASIMILASI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan menjadi subjek yang dihormati dan dihargai oleh sesamanya. Pada dasarnya yang harus diberantas ialah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu meningkatnya pengangguran dan sulitnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya, kesehatan merupakan hak setiap manusia. Hal tersebut sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1528, 2015 KEMENKUMHAM. Lembaga Pemasyarakatan. Rumah Tahanan Negara. Pengamanan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1094, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN. Kode Etik. Pegawai Negeri Sipil. Pembinaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.271, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Kode Etik. PNS. Kementerian. Hukum. HAM. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-07.KP.05.02

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original Tata Tertib Semua unit Misi KONE adalah untuk meningkatkan arus pergerakan kehidupan perkotaan. Visi kita adalah untuk Memberikan pengalaman terbaik arus pergerakan manusia, menyediakan kemudahan, efektivitas

Lebih terperinci

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1507, 2017 KEMENKUMHAM. Kode Etik. Kode Perilaku Pegawai. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG KODE

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 11 2013 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK DAN PERILAKU APARATUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2011, No Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal; 4. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Moda

2011, No Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal; 4. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Moda BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.513, 2011 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Kode Etik. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR : / 4078 / 2015

KEPUTUSAN KEPALA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR : / 4078 / 2015 PEMERINTAH DINAS Jalan Pahlawan No. 4, Telepon. (024) 8311708, 8311705, 8419826, 8417601, Fax. 8311707, 8451700 SEMARANG - 50241 KEPUTUSAN KEPALA DINAS NOMOR : 821.05 / 4078 / 2015 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : Tahun 2011 TENTANG

REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : Tahun 2011 TENTANG KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 800-376 Tahun 2011 TENTANG KODE ETIK KHUSUS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN DITJEN KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1981, didirikan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Karawang. Alasan didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal

Lebih terperinci

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TATA TERTIB LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN RUMAH TAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : WALIKOTA

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepot

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepot No.1733, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BEKRAF. Kode Etik. Penegakan. PERATURAN BADAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DAN TATA CARA PENEGAKAN KODE

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lem

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lem No.449, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Kode Etik. Prinsip. Sanksi. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.263, 2015 LIPI. Pegawai. Kode Etik. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2013, No Menetapkan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2013, No Menetapkan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.156, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTAHANAN. Kode Etik. Disiplin Kerja. PNS PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA, SERTA HAK JABATAN FUNGSIONAL JAKSA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi penegak hukum, merupakan muara dari peradilan pidana yang menjatuhkan pidana penjara kepada para

Lebih terperinci

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc.

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc. VESUVIUS plc Kebijakan Anti-Suap dan Korupsi PERILAKU BISNIS UNTUK MENCEGAH SUAP DAN KORUPSI Kebijakan: Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Tanggung Jawab Perusahaan Penasihat Umum Versi: 2.1 Terakhir diperbarui:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem penjara di Indonesia pada awalnya tidak jauh berbeda dengan negaranegara lain, yaitu sekedar penjeraan berupa penyiksaan, perampasan hak asasi manusia dan lebih

Lebih terperinci

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

Wajib Lapor Tindak KDRT 1 Wajib Lapor Tindak KDRT 1 Rita Serena Kolibonso. S.H., LL.M. Pengantar Dalam beberapa periode, pertanyaan tentang kewajiban lapor dugaan tindak pidana memang sering diangkat oleh kalangan profesi khususnya

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016 SALINAN WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MATARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 11 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 11 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 11 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berasaskan Pancasila. Dalam usaha-usahanya Negara menjumpai banyak rintangan dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SUMENEP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR TERPIDANA KASUS ASUSILA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MEDAENG SURABAYA

BAB III PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR TERPIDANA KASUS ASUSILA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MEDAENG SURABAYA 43 BAB III PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR TERPIDANA KASUS ASUSILA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MEDAENG SURABAYA A. Latar Belakang Lembaga Pemasyarakatan Medaeng Surabaya 1. Sejarah Lembaga

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In No.1421, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Kode Etik Pegawai. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci