DOMINASI DALAM PERSPEKTIF TEORI KRITIS. I.Ginting Suka Jurusan Antropologi Fakultas Sastra Unud

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DOMINASI DALAM PERSPEKTIF TEORI KRITIS. I.Ginting Suka Jurusan Antropologi Fakultas Sastra Unud"

Transkripsi

1 DOMINASI DALAM PERSPEKTIF TEORI KRITIS Jurusan Antropologi Fakultas Sastra Unud Abstract The form of domination, according to social science, is esteemed to have a great influence on social structure. This opinion is supported by Karl Marx and Max Weber when they notice the various existence of domination in modern society as it is embodied in bureaucracy system, market law, assertive culture, technology and science, ideology, and even philosophy. This thought raises a special way of thinking called Frankfurt School. The meaning of domination, in critical theory perspective, is a power outside human body that is very influential in controlling all of human activities, behaviors, and ways of thinking. At the same time men accept it willingly and they are ignorant of the fact. The meaning of domination and its way out proposed by critical analysis perspective can be very helpful for Indonesian society to sharpen its norms of humanism. So that it becomes more dynamic and as far as this nation development leads to industrialization, this country cannot neglect the analysis of this Critical Theory. Keywords: domination, bureaucracy, emancipatory, transformation. 1. Pendahuluan Teori kritis adalah sebutan untuk orientasi teoretis tertentu yang bersumber dari Frederick Hegel dan Karl Marx, disistematisasi oleh Horkheimer dan sejawatnya di Institut Penelitian Sosial di Frankfurt, dan dikembangkan oleh Jurgen Habermas. Secara umum istilah ini merujuk pada elemen kritik dalam filsafat Jerman yang dimulai dengan pembacaan kritis W.F. Hegel terhadap Immanuel Kant. Secara lebih khusus, teori kritis terkait dengan orientasi tertentu terhadap filsafat yang dilahirkan di Frankfurt. Sekelompok orang yang kemudian dikenal sebagai anggota Mazhab Frankfurt adalah teoretisi yang mengembangkan analisis tentang perubahan dalam masyarakat kapitalis Barat, yang merupakan kelanjutan dari teori klasik Karl Marx. Beberapa tokoh teori kritis generasi pertama adalah Max Horkheimer, Theodor Wiesengrund Adorno (pakar musik, sastrawan, psikolog dan filosof), Friedrich Pollock (pakar ekonomi), Erich Fromm (pakar psikoanalisis Freud), Karl Wittfogel (sinolog), Leo Lowenthal (pakar sosiologi), Walter Benjamin (pakar kritik sastra), Herbert Marcuse (murid Heidegger yang mencoba menggabungkan fenomenologi dan marxisme, yang juga selanjutnya Marcuse menjadi nabi gerakan New Left di Amerika). Setelah berpindah ke Amerika Serikat karena dibubarkan oleh kaum Nazi, para anggota Mazhab Frankfurt menyaksikan secara langsung budaya media yang mencakup film, musik, radio, televisi, dan budaya massa lainnya. Pada saat itu, di 41

2 PUSTAKA Volume XII, No. 1 Februari 2012 Amerika produksi media hiburan dikontrol oleh korporasi-korporasi besar tanpa ada campur tangan negara. Hal ini memunculkan budaya massa komersial, yang merupakan ciri masyarakat kapitalis dan kemudian menjadi fokus studi budaya kritis. Horkheimer dan Adorno mengembangkan diskusi tentang apa yang disebut industri kebudayaan yang merupakan sebutan untuk industrialisasi dan komersialisasi budaya di bawah hubungan produksi kapitalis. Tokoh lain yang kemudian menjadi identik dengan teori kritis adalah Jurgen Habermas. Dia bergabung dengan Institut Penelitian Sosial di universitas Frankfurt, yang didirikan kembali oleh Horkheimer dan Adorno, pada dekade pasca perang dunia kedua. Ciri khas Teori Kritis ialah bahwa teori ini tidak sama dengan pemikiran filsafat dan sosiologi tradisional. Singkatnya, pendekatan teori ini tidak bersifat kontemplatif atau spektulatif murni. Pada titik tertentu, teori kritis memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx, sebagai teori yang menjadi emansipatoris. Selain itu, tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata tetapi juga teori kritis mau mengubah realitas sosial. Tujuan teori kritis adalah menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Teori ini menggunakan metode reflektif dengan cara mengkritik secara terus menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomi yang ada, yang cenderung tidak kondusif bagi pencapaian kebebasan, keadilan, dan persamaan. Maksud dan tujuan teori kritis ialah membebaskan manusia dari seluruh bentuk dominasi. Adalah kekhasan teori kritik modern bahwa teori tersebut bertolak dari ide dasar Karl Marx, tetapi sekaligus meninggalkan Marx, serta menghadapi masalah-masalah masyarakat industri maju secara baru, kreatif, untuk masa sekarang dan yang akan datang (Marcuse, 1964 : 257). Sementara itu, arti dan bentuk dominasi yang berkembang di masyarakat hadir dalam rupa yang sangat variatif. Dominasi dapat berupa sistem birokrasi, hukum pasar, bentuk-bentuk kebudayaan yang memaksakan, ilmu pengetahuan, ideologi, bahkan filsafat. Dominasi itu disadari atau tidak disadari telah melahirkan disorientasi nilai, penyimpangan eksistensi, alineasi, budaya tunggal yang mematikan budaya pluralisme, memusnahkan budaya minoritas. Singkatnya dominasi meletakkan manusia pada titik nadir terrendah dalam nilai-nilai kemanusian. Arti dominasi dalam prespektif teori kritis adalah suatu kekuasaan yang paling dominan, berasal dari luar diri manusia, sangat mempengaruhi dan turut mengatur seluruh aktivitas dan kegiatan berpikir serta tingkah laku manusia, sementara manusia menerimanya tanpa landasan kesadaran yang utuh. Pemahaman terhadap arti dominasi dan jalan keluar yang ditempuh dari perspektif aliran kritis dapat membantu masyarakat untuk mempertajam kaidah-kaidah kemanusiaannya yang lebih dinamis dan sejauh pembangunan di Indonesia menuju masyarakat industrial, 42

3 Dominasi dalam Perspektif Teori Kritis modern, maka selama itu pula teori kritis menjadi relevan untuk didiskursuskan di tataran ilmiah. Tujuan penulisan ini ialah pertama, ingin mendeskripsikan secara singkat arti dan bentuk-bentuk dominasi yang dianalisis oleh Karl Marx, Max Weber dan Herbert Marcuce serta Jurgen Habermas salah seorang perintis mazhab Frankfurt, tentu saja tanpa ada maksud mengesampingkan analisis-analisis mereka dalam lingkup kajian lainnya. Sesungguhnya ada semangat yang sama di antara tokoh-tokoh tersebut, yaitu pada pengembalian harkat dan martabat kemanusiaan yang selama ini jatuh ke titik nadir akibat dominasi. Para tokoh ingin melepaskan dominasi dan menggantikannya dengan bentuk semangat kritis, praksis kesadaran kemanusiaan yang utuh berpartisipasi sosial dan kebulatan tekat untuk emansipasi. Kedua, untuk melihat relevansi dominasi dari kacamata teori kritis atas persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan bangsa saat ini di era reformasi dan keterbukaan. 2. Karl Marx : Dominasi Kelas Karl Marx lahir di Jerman pada tahun 1818, dia adalah seorang keturunan Yahudi. Menurut analisis Marx, apa yang terjadi di masyarakat dan sejarah adalah para pekerja dengan peralatan kerjanya hanya untuk mengolah sumberdaya alam. Di dalam masyarakat maka peralatan, para pekerja, dan pengalaman kerja tersebut merupakan kekuatan produksi masyarakat, sedangkan hubungan antarpekerja dalam proses produksi merupakan hubungan produksi. Jika kekuatan produksi berubah, maka hubungan produksi juga berubah. Dalam praktik hubungan produksi inilah arti dan bentuk dominasi ditemukan dalam bentuk kekuasaan antara pemilik modal di satu pihak dan kaum buruh di pihak lain. Masing-masing cara produksi dicirikan oleh hubungan produksi yang esensinya bersifat eksploitatif, yakni antara para produsen surplus ekonomi dan kelompok pekerja. Surplus ekonomi tersebut menjadikan mereka kelompok borjuis dan kelompok pekerja proletar semakin terpojokkan. Demi untuk mengakumulasi keuntungan dan memenangkan persaingan pasar, maka pemilik modal memeras kelompok pekerja yang menggantungkan hidupnya dari bekerja. Pekerjaan kaum buruh di dalam pabrik pemilik modal sangatlah tidak manusiawi dan terjadi operesi. Ketika kaum buruh telah dimodifikasi para kapitalis yang membeli tenaga kerja mereka memandangnya secara instrumental saja. Buruh dipandang tidak lebih sekadar tangan ketimbang sebagai manusia utuh dan kontribusinya hanya dianggap sebagai faktor produksi kapitalisme (Marx, 1964: 2-15). Di Indonesia contohnya adalah buruh sistem kontrak yang membuat buruh tidak berdaya dan takut pada pemilik modal, sehingga kemanusiaannya menjadi padam. 43

4 PUSTAKA Volume XII, No. 1 Februari 2012 Dominasi kelas yang terjadi dalam masyarakat selanjutnya melahirkan bentuk dominasi baru berupa dominasi ideologi yang sengaja diciptakan oleh kelas dominan. Menurut pendapat Giddens (1986:50), Karl Marx mendeskripsikan bahwa ketika kelas-kelas dominan dalam masyarakat mengembangkan dan mengambil alih bentuk-bentuk ideologi yang mengabsahkan dominasinya, maka pada saat yang sama kelas dominan tersebut mempunyai kendali atas sarana produksi intelektual, sehingga secara umum, gagasan pihak yang tidak mempunyai sarana produksi intelektual menjadi terakomodasi oleh sarana tersebut. Akhirnya, kesadaran dalam masyarakat ditentukan oleh kelas dominan. Lebih lanjut Marx menilai bahwa kesadaran itu berakar dari praksis manusia yang pada gilirannya bersifat sosial. Inilah yang dikatakannya, bahwa bukan kesadaran yang menentukan eksistensi seseorang, tetapi kehidupan sosiallah yang menentukan kesadaran mereka. Pandangan ini banyak mendapat kritikan, tetapi yang mau dikatakan Marx adalah bahwa hakekat manusia adalah makhluk sosial. Selanjutnya dalam refleksinya Marx juga mengatakan bahwa selalu ada kecenderungan dalam sistem ekonomi kapitalis mengarah pada kehancuran, bukan lagi terfokus pada perjuangan kelas, tetapi dari segi hukum kenyataan ekonomi sistem kapitalis itu sendiri ( Giddens, 1986:67 dan Sindhunata, 1983:157). Dominasi bagi Marx harus dihapuskan secara total dengan bentuk praksis revolusioner yang dilakukan oleh kaum pekerja secara intelektual. 3. Max Weber: Dominasi Birokrasi Max Weber kelahiran Erfurt di Thuringia, Jerman pada tahun Ia mahaguru di universitas Berlin, Freiburg dan Heidelberg dalam bidang hukum dan ekonomi. Weber telah dicemaskan oleh proses rasionalisasi dan birokratisasi masyarakat modern, yang dikatakannya telah membelenggu otonomi masyarakat modern. Salah satu kontribusi Weber yang sangat terkenal terhadap ilmu sosial khususnya sosiologi, yaitu analisis klasiknya mengenai birokrasi modern sebagai salah satu bentuk organisasi sosial yang paling rasional, yang secara teknis dirancang sangat efisien. Namun, masyarakat modern yang dikendalikan birokrasi sering mengalami aspek paradoksal dalam birokrasi yang tidak rasional. Aspek paradoksal itu seperti monopoli informasi, kejahatan birokrasi dan tendensi (Weber 1974, ). Aspek tersebut mengakibatkan individu dalam posisi yang rendah dalam suatu organisasi birokrasi, yang menjadikan tidak sadar bagaimana kontribusinya apabila dihubungkan dengan ribuan orang lainnya, dalam suatu sistem kegiatan yang saling berkaitan dan sangat terorganisasi secara rasional. Akhirnya, birokrasi 44

5 Dominasi dalam Perspektif Teori Kritis menjadi bentuk dominasi baru dalam masyarakat, hal itu bermula dari kekuasaan yang berada dalam jalur birokrasi tersebut. Selanjutnya Weber mendefinisikan dominasi secara spesifik, yakni yang mengacu kepada kasus-kasus pemaksaan kekuasaan, tatkala seseorang pelaku menuruti perintah spesifik yang dikeluarkan orang lain. Menawarkan bentukbentuk hadiah, penghargaan, materiil, kehormatan sosial, merupakan bentuk paling meresap dari ikatan yang mengikat antara pengikut dan pinpinan. Ditambahkan bahwa telah terjadi dominaasi dalam organisasi birokrasi yang berskala besar. Weber memandang bahwa birokrasi sudah tidak lagi efisien, akan tetapi menghasilkan korban yang bersifat psikologis atau emosional. Ikatan kesetiaan pribadi yang memberi arti dan tujuan hidup di masa lampau dirusakkan oleh impersonalitas birokrasi. Kepuasan dan kesenangan mencetuskan perasaan secara spontan ditekan oleh tuntutan taat pada spesialisasi sempit, rasional dan sistematis dalam sebuah kantor birokrasi. Singkatnya, logika efesiensi telah menghancurkan perasaan dan emosi manusia secara sistematis (Weber, 1947: ). Suatu ciri yang utama dalam birokrasi adalah keteraturan. Setiap birokrasi harus menghasilkan sebuah sistem kategori yang dapat memberikan tempat pada segala sesuatu di dalam yuridiksi tertentu, serta dapat menjadi refrensi untuk menangani segala sesuatu. Karena administrasi birokrasi berlangsung kontinyu dalam jangka waktu tertentu, maka sistem kategori ini berkembang. Ada superioritas (superiority) birokrasi yang memandang kesemestaan persoalan sebagai hal kacau balau, tidak tersistematisasi, bisu menanti untuk diubah menjadi keadaan tertib, yang menembus berkat adanya administrasi. Akhirnya, birokrasi menghasilkan suatu gaya taksonomik (sifat tergolong-golong), yang memungkinkan terbawa atau menjalar secara berhasil ke dalam lingkungan kehidupan sosial lainnya. Selanjutnya, yang lebih fatal lagi adalah birokrasi kurang bersifat menstimulus timbulnya fantasi kreatif dan cenderung memfiksasi daripada menginovasi. Weber mengatakan bahwa kekuasaan yang baik ialah bersifat tradisionil, kharismatik, legal dan rasional, sebagai kemungkinan bahwa seorang pelaku akan mampu mewujudkan gagasannya sekalipun ditentang orang lain, dengan siapa pelaku itu berada dalam hubungan sosial. 4. Herbert Marcuse : Dominasi Teknokratis Herbert Marcus lahir di Berlin pada tahun 1898, adalah guru besar filsafat politik di kampus San Diego, Universitas California. Ia menjadi salah satu anggota Institut Sosial di Frankfurt, menjelang Hitler berkuasa (1932) Marcus meninggalkan Jerman lari ke California, Amerika Serikat. 45

6 PUSTAKA Volume XII, No. 1 Februari 2012 Herbert Marcus adalah orang yang paling vokal dalam menilai masyarakat modern sebagai suatu masyarakat yang tidak sehat. Situasi masyarakat industri maju dilukiskannya sebagai masyarakat berdimensi satu. Marcuse banyak dipuja oleh kaum muda mahasiswa dan menjadi nabi bagi kelompok The New Left. Kelompok ini bukan merupakan organisasi, melainkan suatu perasaan atau suasana yang simpati pada apa saja yang berbau kiri dan menentang establishment ( Magnis Suseno, 1983: xv). Di dalam tulisannya, Marcuse banyak mengkritik masyarakat industri maju dengan teknologisasi (teknokratisme) yang membawa dampak kepada problematika dehumanisasi. Manusia pada masyarakat modern tanpa sadar telah didominasi oleh teknologi modern yang menciptakan manusia menjadi pasif berkarya dan tidak kritis terhadap kondisi sosialnya serta reseptif atau menerima apa yang ada. Dominasi teknologi dalam masyarakat telah terpapar sedemikian rupa, sehingga tidak lagi dirasakan dan disadari sebagai sesuatu yang tidak wajar. Marcuse mengatakan: the industrial society which makes technology and science its own is organized for the ever-more-effective domination of man and nature, for the ever-more-effective of its resources (Marcuse, 1964:17). Bagi Marcuse masyarakat industri modern adalah masyarakat yang tidak sehat. Mengapa? Karena masyarakat tersebut merupakan masyarakat berdimensi satu, yakni segala segi kehidupannya diarahkan pada satu tujuan saja, yaitu keberlangsungan dan peningkatan sistem yang telah ada, tidak lain adalah sistem kapitalisme yang ditopang oleh sistem teknologi komunikasi dan informasi ( J. Sudarminta, 1982:123). Marcuse juga mengkritik masyarakat modern yang hanya bersifat One Dimensional dan hal ini tampak dalam semua aspek, yakni ilmu pengetahuan, seni, filsafat, pemikiran sehari-hari, sistem politik, ekonomi dan teknologi. Manusia modern kehilangan daya dan prinsip kritis. Masyarakat modern, baik manusia maupun benda direduksi menjadi sesuatu yang fungsional saja, terlepas dari substansi dan otonomi. Prinsip kritis tersebut diambil dari konsep-konsep filsafat yang memungkinkan orang memahami kebebasan, keindahan, akal budi, kegembiraan hidup dan lain sebagainya. Pada zaman masyarakat modern ini manusia perlu kembali kepada konsep kebenaran sebagai kenyataan itu sendiri. Konsep kebenaran yang dimaksud Marcuse bersifat normatif, mengatasi taraf empiris dan taraf logika formal dari Aristoteles (Marcuse, 1964: ). Menurut Marcuse dalam masyarakat zaman ini, manusia memang tidak lagi di dominasi atau dikuasai oleh manusia seperti yang terjadi di zaman Karl Marx, akan tetapi di zaman ini manusia di dominasi oleh sesuatu yang anonym, yakni sistem teknologi yang totalitas dan mencengkeram segenap kenyataan alamiah dan sosial 46

7 Dominasi dalam Perspektif Teori Kritis manusia. (Marcuse, 1964: ). Sebagaimana Adorno dan Horkheimer, maka Marcuse berbicara mengenai apa yang disebutnya rasionalitas teknologis, sebagai karakter rasionalitas zaman ini. Rasionalitas teknologis adalah karakter rasionalitas jaman ini, demikian diungkapkannya. Dalam analisis lain, maka Marcuse menggambarkan bagaimana kebebasan dapat menjadi alat dominasi. Dalam hal ini, Marcus berbicara mengenai toleransi represif, ketika oposisi dalam masyarakat diberi kekuasaan untuk melontarkan protes, tetapi karena masuk dalam sistem teknologis, maka akhirnya bentuk protes dari oposisi itu menjadi alat hiburan dan lelucon saja. Misalnya, kaum miskin memprotes pemerintah karena biaya pendidikan sangat mahal sehingga anaknya tidak dapat sekolah, maka protesnya menjadi hambar dan menjadi tontonan di media massa, karena sudah masuk ke dalam sistem teknologi informasi, yaitu media televisi yang acapkali dijadikan sarana hiburan saja. Kemiskinan dipertontonkan setiap hari sehingga masyarakat menjadi kebal, tidak peka dan menjadi hiburan penambah informasi saja tanpa berniat membantu mencari solusinya. Contoh lain, yaitu kekerasan yang selalu dipertontonkan di media massa, akhirnya kekerasan sebagai sumber informasi dan hiburan semata-mata bukan sebagai kejahatan kemanusiaan yang mengganggu kenyaman hidup manusia. Oposisi di dalam sistem dibiarkan saja sejauh tidak menjadi oposisi terhadap sistem teknologis tersebut. Lenyapnya negasi atau perlawanan terhadap dominasi sistem teknologis merupakan ciri dalam seluruh zaman sekarang yang meliputi bidang sosial, politik, budaya, kesenian, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Karena iitu, masyarakat menjadi satu dimensi, seluruh dimensi kehidupan mengarah ke satu tujuan saja, yaitu menjaga kelangsungan sistem teknologis yang telah menjadi penguasa tunggal dan total mendominasi. Untuk itu, Marcus menawarkan kepada kehidupan manusia modern untuk tidak menyerahkan kemanusiannya kepada sistem teknologi, yang membuat manusia sebagai budak teknologi tanpa ada usaha kreatif dan innovasi dari manusia. 5. Jugen Habernas : Dominasi Budaya Jurgen Habermas dilahirkan pada 18 Juni 1929 di Dusseldorf. Dia dibesarkan di lingkungan Protestan di mana kakeknya adalah direktur Seminari di Gummersbach. Belajar di universitas Gottingen dan Zurich, Habermas meraih gelar doktor di bidang filsafat dari universitas Bonn pada tahun 1954 dengan disertasi berjudul: Das Absolute und die Geschichte Von der Zwiespältigkeit in Schellings Denken (Yang Absolut dan Sejarah: Tentang Kontradiksi dalam Pemikiran Schelling). Pada tahun 1956, Habermas belajar filsafat dan sosiologi di bawah bimbingan teoritisi kritis 47

8 PUSTAKA Volume XII, No. 1 Februari 2012 Max Horkheimer dan Theodor Adorno di Institut Penelitian Sosial Frankfurt. Sesungguhnya istilah hegemoni budaya adalah konsep filosofis dan sosiologis, berasal oleh filsuf Marxis, yaitu Antonio Gramsci bahwa masyarakat budayaberagam dapat di kesampingkan atau didominasi oleh salah satu kelas sosial. Ini adalah dominasi dari satu kelompok sosial atas yang lain, misalnya kelas penguasa atas semua kelas lainnya. Teorinya mengklaim bahwa ide-ide kelas penguasa mulai dilihat sebagai norma, mereka dipandang sebagai ideologi universal, dianggap menguntungkan semua orang, namun sebenarnya hanya menguntungkan kelas penguasa. Sementara arti dan bentuk dominasi menurut Habermas dapat dijumpai dalam pandangannya mengenai proses saintifikasi (pengilmiahan). Habermas menjelaskan bahwa kebudayaan ilmiah masyarakat industri maju, riset, teknologi, produksi dan administrasi jalin menjalin menjadi sebuah sistem yang saling tergantung. Sistem tersebut kemudian menjadi basis kehidupan manusia modern dalam arti harafiah (Habermas, 1990: ). Hubungan manusia dengan sistem tersebut menjadi aneh. Hubungan itu bersifat intim sekaligus mengasingkan. Manusia modern hidup dalam jaringan organisasi dan rangkaian barang konsumsi, sistem teknologi dan administrasi menjadi kebutuhan hidup yang menentukan. Namun, di lain pihak, sistem tersebut tertutup bagi pengetahuan dan refleksi bagi manusia. Dalam hal ini, ada sebuah paradoks yang dilihat oleh Habernas, yakni semakin pertumbuhan masyarakat itu ditentukan oleh rasionalitas, semakin kurang berakar dalam pengetahuan dan kesadaran warganya (Habermas, 1975: 68-70). Habermas melihat bahwa muncul suatu dogmatisme baru, bukan berasal dari ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi bersumber dari pemutlakan dimensi teknis pada bidang sosial dan budaya lainnya. Apabila ditafsirkan, di sinilah arti dominasi dalam pandangan Hebermas, agaknya rasio tidak lagi dipahami sebagai kemampuan kognitif manusia untuk membebaskan diri dari dogmatisme, melainkan sebagai kemampuan kognitif memanipulasi alam secara teknis. Habermas sangat kritis terhadap masyarakat maju, karena di sini manusia tidak sepenuhnya memanfaatkan kemampuan belajar yang secara kultural tersedia bagi manusia, melainkan menyerah pada sebuah pertumbuhan kompleksitas yang tidak terkendali. Kompleksitas tersebut tidak hanya melampaui bentuk kehidupan tradisional, tetapi menyerang infrastruktur komunikatif dalam kehidupan yang telah dirasionalisasikan secara luas. Karena itu, teori kritis harus kritis terhadap pendekatan sosial-budaya ilmiah, yang tidak mampu menjelaskan paradoks rasionalisasi masyarakat, karena pendekatan itulah menjadikan sistem sosial-budaya yang kompleks sebagai objek, yang hanya dilihat dari satu sudut pandang abstrak, tanpa memperhitungkan historisitas bidang objek tersebut. Teori kritis menurutnya 48

9 Dominasi dalam Perspektif Teori Kritis dilakukan untuk mengarahkan perkembangan politik, ilmu pengetahuan, sosial dan budaya kepada sebuah cita-cita universal yang melandasi praksis sosial yaitu masyarakat komunikatif. 6. Relevansi Teori Kritis Bagi Pembangunan Bangsa Indonesia Bangsa Indonesia yang beragam agama, kepercayaan, dan budaya dapat saja dikerdilkan oleh konflik karena dorongan untuk mencapai dominasi, yang dilakukan oleh sebagian elite oportunis di negeri ini. Elite politik berebut kekuasaan politik yang dapat dicapai melalui konflik dan di fihak kelompok berbeda berusaha mempertahankannya. Pada saat ini, kecenderungan aliansi dalam politik domestik mirip dengan aliansi militer antarnegara. Politik bagi yang sedang berkonflik hanyalah soal bagaimana mendapatkan kekuasaan, tetapi tidak pernah memikirkan bagaimana kekuasaan itu dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Sifat yang tampak dari para politisi adalah kesombongan kelompok penguasa dan pamer kekayaan, keangkuhan teknologis, pemanfaatan birokrasi untuk mencari keuntungan finansial bahkan korupsi, mengarahkan masyarakat ke satu pintu tujuan kehidupan budaya tanpa mau mendengar dan melihat keberagaman nilai dalam masyarakat. Pada dasarnya kritik terhadap perilaku elite politik seperti tersebut di atas telah menjadi bahan kajian tajam oleh Marx dan Weber, yang juga menjadi perhatian serius oleh Marcus dan Habernas. Dalam mempelajari relevansi teori kritis dalam konteks Indonesia, perlu dicari kemungkinan aplikasinya yang dapat mengupas permasalahan pembangunan bangsa secara holistik. Sebagai contoh, masyarakat Indonesia sedang melakukan pembangunan menuju masyarakat madani (civil society), sangatlah tepat mengaplikasikan teori kritis dari ke empat tokoh yang telah diuraikan di atas. Teoriteori modernisasi yang cenderung pada pendekatan struktural-fungsionalistis berparadigma positivistis banyak dipakai di Indonesia, bahkan diterapkan dalam kebijakan pembangunan sosial ekonomi, acapkali dengan sikap ahistoris dan berpretensi objektivitis. Pendekatan yang cenderung memusatkan diri pada pemekaran dan intervensi sistem birokrasi dan ekonomi modern tersebut lepas dari kontrol aspek sosio-kultural yang sesungguhnya. Kekuasaan mengubah wajahnya secara lebih rasional dalam bentuk modal atau kapital dan birokrasi telah merambah jauh ke dalam sistem sosial budaya tanpa kendali, bahkan sudah sampai ke ranah komunikasi dan relasi antar masyarakat. Melalui pemikiran keempat tokoh tersebut ditemukan adanya suatu bentuk kesesuaian dari kritik mereka terhadap kehidupan sosial, yang dapat dipinjam untuk diarahkan sebagai pertanyaan mendasar bagi proses perjalanan bangsa. Kritik dalam 49

10 PUSTAKA Volume XII, No. 1 Februari 2012 hal ini meminjam istilah Habernas, berkaitan dengan proses pembentukan dan peningkatan diri manusia dan masyarakat menuju ke taraf kedewasaan. Selanjutnya, pertanyaan dan sikap ktiris terhadap dominasi dapat lebih menyadarkan kita bahwa kondisi opresif tersebut dapat mereduksi manusia menjadi benda dan objek semata-mata. Keadaan ini sangat tidak menguntungkan bagi pembangunan bangsa yang ingin membangun demokrasi, komunikasi, emansipasi dan kebebasan yang bertanggung jawab. 7. Simpulan Di dalam dunia keilmuan, khususnya ilmu sosial dan humaniora, dalam banyak hal sangat berhutang budi kepada keempat tokoh: Karl Marx, Marx Weber, Herbert Marcus dan Jurgen Habermas tokoh mazhab Frankfurt, yang mengambil suatu loncatan berpikir tentang bagaimana manusia keluar dari dominasi kelas, birokrasi, teknokrasi dan dominasi budaya. Para tokoh mazhab ini tidak ragu menyebutkan bahwa dalam semangat kritis harus tersimpul suatu praksis yaitu berbuat. Makna berbuat bagi mazhab ini tidak lain adalah mengukir suatu tujuan yaitu humanisasi dunia. Namun, harus diingat apabila teori kritis berubah menjadi teori yang mendominasi, maka pada saat itu juga mereka jatuh ke dalam jurang teori yang mereka gali sendiri. Perspektif tentang arti dominasi dan solusi yang ditawarkan aliran kritis dapat membantu masyarakat Indonesia mempertajam kaidahkaidah kemanusiaannya serta dapat dijadikan referensi untuk membentuk karakter kemanusiaan yang dinamis dan terlepas dari segala macam bentuk dominasi. Teori kritis memungkinkan kita membaca produksi budaya dan komunikasi dalam perspektif yang luas dan beragam. Teori kritis bertujuan untuk melakukan eksplorasi refleksif terhadap pengalaman dan cara kita mendefinisikan diri sendiri, budaya, dan dunia. Saat ini teori kritis menjadi salah satu instrumen epistemologis yang dibutuhkan dalam studi humaniora, seperti sastra, filsafat, ilmu budaya dan kajian budaya.[] Daftar Pustaka Berten, K., Filsafat Barat Abad XX Jilid II Francis. Jakarta: PT. Gramedia. Giddens, Anthony Capitalism and Modern Social Theory: an Analysis of Writing of Marx, Durkheim, and Max Weber, Shoeheba Kramadibrata (terj), Kapitalisme dan Teori Sosial Modern Suatu Analisis Karya Tulis Marx, Durkheim dan Max Weber. Jakarta: IU Press. 50

11 Dominasi dalam Perspektif Teori Kritis Habermas, Jurgen Theory and Practice. London: Heinemann Ltd. Habermas, Jurgen Legitimation Crisis, (translated by Thomas McCarthy). Boston: Beacon Press. Habermas, Jurgen, 1990, Modernity versus Postmodernity on Jeffrey C, Alexander and Steven Seidman (Eds) Culture and Society Contemporary Debate. Cambridge Iniversity Press. Magnis, Suseno Franz, Kata Pengantar dalam Sindhunata, Dilema Usaha manusia Rasional, Kritik Masyarakat Modern oleh Max Horkheimer dalam Rangka Sekolah Frankfurt. Jakarta: PT. Gramedia. Magnis, Suseno Franz Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: PT. Gramedia. Marcus, Herbert One Dimensional Man, Studies in the Ideology of Advanced Industrial Society. London: Routledge & Kegal Paul. Marcus, Herbert, From Consensual Order to Instrumental Control, on Jeffrey C. Alexander and Steven Siedman (Eds), Culture and Society Contemporary Debate. Cambridge University Press. Ridwan, Benny, Arti Dominasi Menurut Tokoh-tokoh Teori Kritis. Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Sastrapratedja, M, (eds) Manusia Multi Dimensional Sebuah Renungan Filsafat,. Jakarta: PT. Gramedia. Sindhunata, Dilema Usaha Manusia Rasional, Kritik Masyarakat Modern oleh Max Horkheimer dalam Rangka Sekolah Frankfurt. Jakarta: PT. Gramedia. Sugiarto, I. Bambang , Posmodernisme Tantangan Bagi Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Weber, Max, The Methodology of Social Science, Edward A. Shils (trans and eds). New York: Free Press. 51

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan manusia menjadi penunjang keberlangsungan hidup manusia. Manusia dengan akal budinya

Lebih terperinci

CRITICAL THEORIES Bagian II

CRITICAL THEORIES Bagian II CRITICAL THEORIES Bagian II 1 MARXISME Jalur Pengaruh Pemikiran Karl Mark & Teori Kritis Hegel Neo Marxisme Teori Kritis II Marks Muda Karl Mark Marks Tua Engels Kautsky Korsch Lukacs Gramsci Hokheimer

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI

DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Oktober 2011 PADA MULANYA...WEBER ZWECKRATIONALITÄT RASIONALITAS BERTUJUAN WERTRATIONALITÄT RASIONALITAS

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bila ditarik garis besarnya maka di dalam skripsi ini saya telah mencoba memaparkan sebuah teori tentang kemungkinan baru di dalam memunculkan sebuah ranah publik melalui hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER Manusia merupakan anggota masyarakat yang akan senantiasa berusaha agar selalu bisa bergaul dengan sesama. Sehingga setiap individu akan bertindak dan berusaha untuk

Lebih terperinci

Teori Konflik I: Marxis dan Neo Marxis

Teori Konflik I: Marxis dan Neo Marxis Teori Konflik I: Marxis dan Neo Marxis K U L I A H KE- 5: A M I K A W A R D A N A, P H. D A. W A R D A N A @ U N Y. A C. I D T E O R I S O S I O L O G I K O N T E M P O R E R Materi: Fungsionalisme Versus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Handout 4 Pendidikan PANCASILA SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PANCASILA sebagai Sistem Filsafat Kita simak Pengakuan Bung Karno tentang Pancasila Pancasila memuat nilai-nilai universal Nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sifat Penelitian Penelitian yang dipakai oleh peneliti adalah penelitian yang bersifat intepretatif. Metode semiotika kualitatif interpretatif (interpretation), yaitu

Lebih terperinci

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14 Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : 2008 Pertemuan 14 MASYARAKAT MATERI: Pengertian Masyarakat Hubungan Individu dengan Masyarakat Masyarakat Menurut Marx Masyarakat Menurut Max Weber

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato,

RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato, RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato, Aristoteles, thomas Aquinas muncullah Perenialisme.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan bahwa masyarakat modern merupakan masyarakat yang memiliki kompleksitas nilai dan kepentingan.

Lebih terperinci

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH Pokok Bahasan : Perkembangan teori sosiologi dan antropologi. Pertemuan ke- : 1 dan 2 Mahasiswa memiliki pemahaman dan wawasan mengenai perkembangan teori sosiologi dan antropologi. 1. Menjelaskan pengertian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan 138 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan Ideologi Posmarxisme Dalam Perkembangan Gerakan Anti Perang Masyarakat Global. Kesimpulan tersebut merujuk

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu cipta karya masyarakat, sedangkan masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam karya sastra. Keduanya merupakan totalitas

Lebih terperinci

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU RESENSI BUKU Judul : Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan Penulis : Mohammad Muslih Penerbit : Belukar Yogyakarta Cetakan : I, 2005 Tebal : XI + 269 halaman

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini,

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini, BAB V PENUTUP Pada bab V penulis menyimpulkan keseluruhan pembahasan dalam skripsi. Kesimpulan tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan penulis ajukan dalam pembatasan masalah. Disamping itu penulis

Lebih terperinci

Sosiologi Pembangunan

Sosiologi Pembangunan Slamet Widodo Pembangunan Pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terencana Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk

Lebih terperinci

JURGEN HABERMAS: TEORI KRITIS DENGAN PARADIGMA KOMUNIKASI

JURGEN HABERMAS: TEORI KRITIS DENGAN PARADIGMA KOMUNIKASI JURGEN HABERMAS: TEORI KRITIS DENGAN PARADIGMA KOMUNIKASI Oleh: Ajat Sudrajat Prodi Ilmu Sejarah FISE UNY A. Pendahuluan Jurgen Habermas adalah salah seorang tokoh dari Filsafat Kritis. Ciri khas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alasan rasional dan esensial yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini di antaranya berdasarkan pada dua hal utama, yaitu 1) Opini masyarakat

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. Bentuk dan gagasan pada tari kontemporer telah jauh. berkembang dibandingkan dengan pada awal terbentuknya.

BAB VII KESIMPULAN. Bentuk dan gagasan pada tari kontemporer telah jauh. berkembang dibandingkan dengan pada awal terbentuknya. BAB VII KESIMPULAN Bentuk dan gagasan pada tari kontemporer telah jauh berkembang dibandingkan dengan pada awal terbentuknya. Tari kontemporer kini memperlihatkan proses kreatif dan inovasi yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam perspektif ilmu-ilmu sosial terutama filsafat dan sosiologi, oposisi diantara subjektivisme dan objektivisme merupakan bagian yang selama ini tidak

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS 3.1 Teori Kritis Jurgen Habermas Habermas berasumsi bahwa modernitas merupakan sebuah proyek yang belum selesai. Ini artinya masih ada yang perlu untuk dikerjakan kembali.

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya Politik Nasional Berlandaskan Pekanbaru,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bila masa depan adalah kenyataan, apakah masa depan akan dialami oleh setiap orang? Jawabannya bisa iya bisa tidak. Tetapi yang paling terpenting adalah masa depan itu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian. Dimana dalam tinjauan pustaka akan dicari teori atau konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

CRITICAL THEORIES Bagian III

CRITICAL THEORIES Bagian III CRITICAL THEORIES Bagian III 1 Jurgen Habermas Jürgen Habermas (18 Juni, 1929, Düsseldorf) ialah seorang filsuf dan sosiolog yang berada di dalam tradisi Critical Theory dan pragmatisme Amerika. Dia paling

Lebih terperinci

Makalah. Filsafat Neo Marxisme

Makalah. Filsafat Neo Marxisme Makalah Filsafat Neo Marxisme Nama : Rustam Efendy NPM : Kelas Mata Kuliah Dosen Pembina : XIII / B : Filsafat Ilmu : Prof.Dr.H.M.Tauhid Noer SH.MH.MPd BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembahasan

Lebih terperinci

Modul ke: Pancasila. Pancasila sebagai Ideologi Negara. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU

Modul ke: Pancasila. Pancasila sebagai Ideologi Negara. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU Modul ke: Pancasila Pancasila sebagai Ideologi Negara Fakultas MKCU Finy F. Basarah, M.Si Program Studi MKCU Pancasila sebagai Ideologi Negara Pancasila Abstract: Pancasila sebagai Ideologi, dan ideologi

Lebih terperinci

PROPORSI PENILAIAN Tugas Mingguan 40% Diskusi Mingguan 20% Ujian Tengah Semester 20% Ujian Akhir Semester 20%

PROPORSI PENILAIAN Tugas Mingguan 40% Diskusi Mingguan 20% Ujian Tengah Semester 20% Ujian Akhir Semester 20% MATA KULIAH JUMLAH SKS DOSEN : SOSIOLOGI KRITIS : 2 SKS : TIM DESKRIPSI SINGKAT Sosiologi Kritis adalah sosiologi dari perspektif Kritis di mana materi yang terkandung di dalamnya dimaksudkan untuk membangkitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegelapan muncul temuan lampu sebagai penerang. Di saat manusia kepanasan

BAB I PENDAHULUAN. kegelapan muncul temuan lampu sebagai penerang. Di saat manusia kepanasan BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Teknologi merupakan bagian dari kehidupan manusia yang memiliki tempat dan peranan yang sangat penting. Teknologi bahkan membantu memecahkan persoalan manusia.

Lebih terperinci

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG

Lebih terperinci

Pendekatan Studi Perbandingan Pemerintah

Pendekatan Studi Perbandingan Pemerintah Pendekatan Studi Perbandingan Pemerintah Pendekatan Kelembagaan/Institusi onal/tradisional Pendekatan Behavioural/Tingkah Laku Pendekatan Paskabehavioural 1. Pendekatan Kelembagaan (1920an-1930an) Ditemukan

Lebih terperinci

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Sosiologi lahir manakala muncul perhatian terhadap masyarakat karena perubahan yang terjadi Terdapat peristiwa besar di

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA ABSTRAK Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa dampak yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.

Lebih terperinci

Dimensi Subjektif - Objektif

Dimensi Subjektif - Objektif Sociological Paradigms and Organisational Analysis [chapter 1-3] Gibson Burrell & Gareth Morgan Heinemann, London 1979 Empat Asumsi Tentang Sifat Ilmu Sosial (1) Ontology Asumsi yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA Modul ke: PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA BAHAN TAYANG MODUL 7 SEMESTER GASAL 2016 Fakultas FAKULTAS TEKNIK RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Program Studi Teknik SIPIL www.mercubuana.ac.id Dalam bahasa

Lebih terperinci

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI Oleh NIM : Boni Andika : 10/296364/SP/23830 Tulisan ini berbentuk critical review dari Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Filsafat, Teori dan Metodologi

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada hakikatnya, matematika merupakan induk dari ilmu pengetahuan lain dan sekaligus berperan untuk membantu perkembangan ilmu tersebut (Suherman, 2012).

Lebih terperinci

BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN

BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN Fakta-fakta dan analisis di dalam disertasi ini melahirkan satu kesimpulan umum yaitu bahwa keberadaan Jemaat Eli Salom Kele i adalah sebuah hasil konstruksi sosial dan

Lebih terperinci

Matakuliah : PANCASILA Oleh : Dewi Triwahyuni

Matakuliah : PANCASILA Oleh : Dewi Triwahyuni PERBANDINGAN IDEOLOGI Matakuliah : PANCASILA Oleh : Dewi Triwahyuni MAKNA IDEOLOGI KARL MARX Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat. HAROLD H. TITUS

Lebih terperinci

RADIKALISME AGAMA (Suatu Pendekatan Sosiologi) Oleh: Abu Hapsin, Ph.D.

RADIKALISME AGAMA (Suatu Pendekatan Sosiologi) Oleh: Abu Hapsin, Ph.D. RADIKALISME AGAMA (Suatu Pendekatan Sosiologi) Oleh: Abu Hapsin, Ph.D. Ilmu Sosial: agama sebagai fakta sosial yang memiliki banyak dimensi. Antropologi: banyak prilaku keagamaan yang berasal dari proses

Lebih terperinci

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA Fakultas Hukum Universitas Brawijaya BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI SPIRIT KONSTITUSI Pasal 36A UUD 1945 menyatakan

Lebih terperinci

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi SOSIOLOGI EKONOMI Persoalan Ekonomi dan Sosiologi Economics and sociology; Redefining their boundaries: Conversations with economists and sociology (Swedberg:1994) Tiga pembagian kerja ekonomi dengan sosiologi:

Lebih terperinci

MASYARAKAT INDUSTRI DAN PROSES DEHUMANISASI

MASYARAKAT INDUSTRI DAN PROSES DEHUMANISASI MASYARAKAT INDUSTRI DAN PROSES DEHUMANISASI MASYARAKAT INDUSTRI DAN PROSES DEHUMANISASI Oleh Nurcholish Madjid Sudah tentu kita menyadari bahwa Indonesia bukan atau belum merupakan negara industri. Indonesia

Lebih terperinci

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

BAB VI REFLEKSI PENDAMPINGAN (MEMBANGUN KESADARAN PENGRAJIN BATU MERAH TERHADAP BELENGGU JURAGAN) A. Melepas Belenggu Monopoli Modal Juragan

BAB VI REFLEKSI PENDAMPINGAN (MEMBANGUN KESADARAN PENGRAJIN BATU MERAH TERHADAP BELENGGU JURAGAN) A. Melepas Belenggu Monopoli Modal Juragan 95 BAB VI REFLEKSI PENDAMPINGAN (MEMBANGUN KESADARAN PENGRAJIN BATU MERAH TERHADAP BELENGGU JURAGAN) A. Melepas Belenggu Monopoli Modal Juragan Problem terbesar pengrajin batu merah Pelem adalah terbelenggunya

Lebih terperinci

Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #3 Y E S I M A R I N C E, M. S I

Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #3 Y E S I M A R I N C E, M. S I Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #3 Y E S I M A R I N C E, M. S I PERKEMBANGAN ILMU POLITIK CARA MEMANDANG ILMU POLITIK Ilmu yang masih muda jika kita memandang Ilmu Politik semata-mata sebagai salah

Lebih terperinci

TUJUAN NEGARA. Sesuai dengan tujuan bersama yang disepakati Tujuan negara sesuai dengan ideologi yang digunakan dalam negara

TUJUAN NEGARA. Sesuai dengan tujuan bersama yang disepakati Tujuan negara sesuai dengan ideologi yang digunakan dalam negara IDEOLOGI POLITIK TUJUAN NEGARA Sesuai dengan tujuan bersama yang disepakati Tujuan negara sesuai dengan ideologi yang digunakan dalam negara tersebut MINGGU DEPAN 1. Ideologi : Anarkisme dan Komunisme

Lebih terperinci

13Ilmu. Komunikasi Antar Budaya. Hegemoni Budaya dan Media. Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si. Komunikasi. Modul ke: Fakultas

13Ilmu. Komunikasi Antar Budaya. Hegemoni Budaya dan Media. Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si. Komunikasi. Modul ke: Fakultas Modul ke: Komunikasi Antar Budaya Hegemoni Budaya dan Media Fakultas 13Ilmu Komunikasi Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si Program Studi Periklanan Pembuka DUNIA saat ini seolah sudah tidak berbatas.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK 31 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36 PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK Fadhil Hikmawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada fadhil_hikmawan@rocketmail.com

Lebih terperinci

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,

Lebih terperinci

ASAS DEMOKRASI LIBERAL DAN KEMAJUAN AMERIKA: SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT PRAGMATISME AMERIKA (Charles Peirce, John Dewey dan William James)

ASAS DEMOKRASI LIBERAL DAN KEMAJUAN AMERIKA: SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT PRAGMATISME AMERIKA (Charles Peirce, John Dewey dan William James) ASAS DEMOKRASI LIBERAL DAN KEMAJUAN AMERIKA: SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT PRAGMATISME AMERIKA (Charles Peirce, John Dewey dan William James) Oleh: Muhammad Hasmi Yanuardi Dosen Jurusan Sejarah FIS UNJ Abstrak.

Lebih terperinci

Pendekatan Historis Struktural

Pendekatan Historis Struktural Teori modernisasi ternyata mempunyai banyak kelemahan sehingga timbul sebuah alternatif teori yang merupakan antitesis dari teori modernisasi. Kegagalan modernisasi membawa kenajuan bagi negara dunia ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama pemikiran marxisme. Pemikiran marxisme awal yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama pemikiran marxisme. Pemikiran marxisme awal yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ideologi marxisme pada saat ini telah meninggalkan pemahaman-pemahaman pertentangan antar kelas yang dikemukakan oleh Marx, dan menjadi landasan

Lebih terperinci

Sosialisme Indonesia

Sosialisme Indonesia Sosialisme Indonesia http://sinarharapan.co/news/read/140819049/sosialisme-indonesia 19 Agustus 2014 12:50 Ivan Hadar* OPINI Sosialisme-kerakyatan bisa diterapkan di Indonesia. Terpilihnya Jokowi sebagai

Lebih terperinci

PANCASILA PANCASILA DAN IDEOLOGI DUNIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi.

PANCASILA PANCASILA DAN IDEOLOGI DUNIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi. PANCASILA Modul ke: PANCASILA DAN IDEOLOGI DUNIA Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA ABSTRACT Menjelaskan ideologi

Lebih terperinci

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1 199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,

Lebih terperinci

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada KESIMPULAN UMUM 303 Setelah pembahasan dengan menggunakan metode tiga telaah, deskriptif-konseptual-normatif, pada bagian akhir ini, akan disampaikan kesimpulan akhir. Tujuannya adalah untuk menyajikan

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam BAB V BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Pemikiran-pemikiran Habermas merupakan sebuah ide pembaharuan atas kebuntuan berpikir yang dialami oleh para pendahulunya dalam Mazhab Frankfurt. Para tokoh

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI DEPENDENSI Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Latar Belakang Sejarah Teori Modernisasi

Lebih terperinci

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Antonio Pradjasto Tanpa hak asasi berbagai lembaga demokrasi kehilangan substansi. Demokrasi menjadi sekedar prosedural. Jika kita melihat dengan sudut

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Modul ke: PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Fakultas 10FEB Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si Program Studi MANAJEMEN PANCASILA SEBAGAI ETIKA BERNEGARA Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Sistem

Lebih terperinci

TEORI DAN METODOLOGI

TEORI DAN METODOLOGI TEORI DAN METODOLOGI MEMBANGUN PARADIGMA DALAM TEORI SOSIOLOGI 3 PARADIGMA FAKTA SOSIAL DEFINISI SOSIAL PERILAKU SOSIAL Sudut pandang sistem sosial sebagai keseluruhan Sudut pandang struktur sosial Tindakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 15 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, Penulis ingin menjabarkan usaha kekerasan negara dalam menyebarkan kebencian terhadap Lekra, yang selanjutnya akan menimbulkan stigmatisasi

Lebih terperinci

SAMSURI SEMESTER GASAL 2011/2012 YOGYAKARTA

SAMSURI SEMESTER GASAL 2011/2012 YOGYAKARTA PENDIDIKAN PANCASILA SAMSURI SEMESTER GASAL 2011/2012 YOGYAKARTA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA PENGERTIAN IDEOLOGI DAN IDEOLOGI TERBUKA IDEOLOGI-IDEOLOGI BESAR DI DUNIA: LIBERALISME-KAPITALISME, SOSIALISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengatur sebuah negara, tentu tidak terlepas dari sistem ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengatur sebuah negara, tentu tidak terlepas dari sistem ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan sosial masyarakat di Indonesia hingga saat ini mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Dengan berkembangnya berbagai hal diberbagai aspek, selalu

Lebih terperinci

2014 PEMIKIRAN MUBYARTO TENTANG EKONOMI INDONESIA

2014 PEMIKIRAN MUBYARTO TENTANG EKONOMI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Ekonomi disuatu Negara memang sudah menjadi sebuah keharusan yang tidak bisa ditinggalkan atau dikesampingkan karena pada hakikatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

TEORI SOSIOLOGI KLASIK MASRUKIN HENDRI RESTUADHI TYAS RETNO WULAN HANEMAN SAMUEL (UI)

TEORI SOSIOLOGI KLASIK MASRUKIN HENDRI RESTUADHI TYAS RETNO WULAN HANEMAN SAMUEL (UI) TEORI SOSIOLOGI KLASIK MASRUKIN HENDRI RESTUADHI TYAS RETNO WULAN HANEMAN SAMUEL (UI) TUJUAN MATA KULIAH Mata kuliah TEORI SOSIOLOGI KLASIK (TSK) mempelajari ide-ide yang menjadikan sosiologi sebagai disiplin

Lebih terperinci

KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN. Slamet Widodo

KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN. Slamet Widodo KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN Slamet Widodo Teori modernisasi ternyata mempunyai banyak kelemahan sehingga timbul sebuah alternatif teori yang merupakan antitesis dari teori modernisasi. Kegagalan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada

Lebih terperinci

Prof.DR.H.GUNARTO,SH.SE.Akt.M.Hum.

Prof.DR.H.GUNARTO,SH.SE.Akt.M.Hum. POLITIK HUKUM BAB I TENTANG PERSPEKTIF POLITIK HUKUM OLEH: Prof.DR.H.GUNARTO,SH.SE.Akt.M.Hum. Politik Hukum Secara filosofis, berbicara hukum, berarti berbicara tentang pengaturan keadilan, serta memastikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasisme dan diskriminasi rasial merupakan salah satu masalah besar yang sedang dihadapi oleh masyarakat dunia pada saat ini dalam skala yang begitu besar. Isu yang

Lebih terperinci

Apakah pancasila sebagai pembangunan sudah diterapkan di Indonesia atau belum?

Apakah pancasila sebagai pembangunan sudah diterapkan di Indonesia atau belum? PANCASILA SEBAGAI PEMBANGUNAN BANGSA TEORI Pengertian Paradigma Paradigma adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif),

Lebih terperinci

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER Silabus Semester Genap 2013-2014 Dosen : Amika Wardana, Ph.D. Email : a.wardana@uny.ac.id Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta S I

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Materi Kuliah. FALSAFAH PANCASILA (Pancasila Ideologi Bangsa dan negara) Modul 3

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Materi Kuliah. FALSAFAH PANCASILA (Pancasila Ideologi Bangsa dan negara) Modul 3 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Materi Kuliah FALSAFAH PANCASILA (Pancasila Ideologi Bangsa dan negara) Modul 3 21 1. Tujuan Pembelajaran Umum Mahasiswa mampu memahami nilai-nilai jati diri bangsa melalui pengkajian

Lebih terperinci

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada

Lebih terperinci

3. KENDALA BAGI HAK ASASI MANUSIA DAN KEBEBASAN PERS

3. KENDALA BAGI HAK ASASI MANUSIA DAN KEBEBASAN PERS 3. KENDALA BAGI HAK ASASI MANUSIA DAN KEBEBASAN PERS Profesi jurnalisme digerakkan dengan kode etik yang dianut oleh jurnalisnya. Tetapi profesi ini tidak berada di ruang hampa. Struktur sosial yang menjadi

Lebih terperinci

Modul ke: Masyarakat Madani. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

Modul ke: Masyarakat Madani. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi. Modul ke: Masyarakat Madani Fakultas Rusmulyadi, M.Si. Program Studi www.mercubuana.ac.id Pengertian Masyarakat Madani Masyarakat madani berasal dari bahasa Inggris, civil society. Kata civil society sebenarnya

Lebih terperinci

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan c Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan d Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan Oleh Tarmidzi Taher Tema Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan di Indonesia yang diberikan kepada saya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketenagakerjaan dan pelaksanaannya di dalam kehidupan nyata.

BAB I PENDAHULUAN. Ketenagakerjaan dan pelaksanaannya di dalam kehidupan nyata. 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Permasalahan praktek outsourcing yang saat ini yang terus terjadinya salah satunya adalah tidak dilaksanakannya ketentuan di mana pekerjaan yang boleh dioutsource-kan

Lebih terperinci

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi SOSIOLOGI EKONOMI Persoalan Ekonomi dan Sosiologi Economics and sociology; Redefining their boundaries: Conversations with economicts and sociology (Swedberg:1994) Tiga pembagian kerja ekonomi dengan sosiologi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aristoteles merupakan salah seorang filsuf klasik yang mengembangkan dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin bahwa politik

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. SIMPULAN

BAB V PENUTUP A. SIMPULAN 101 BAB V PENUTUP A. SIMPULAN Memperoleh pendidikan pada dasarnya merupakan suatu hak bagi tiap individu. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang ditakdirkan untuk memperoleh pendidikan. Perolehan pendidikan

Lebih terperinci

EKONOMI POLITIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 426 )

EKONOMI POLITIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 426 ) EKONOMI POLITIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 426 ) Dosen: 1. Dr. Ir. Aceng Hidiayat MT (Koordinator) 2. Dessy Rachmawatie SPt, MSi 3. Prima Gandhi SP, MSi KULIAH 3 : Teori Ekonomi Politik Marxian

Lebih terperinci