2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti 2.2 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti 2.2 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti"

Transkripsi

1 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk termasuk kedalam ordo Diptera. Ordo Diptera terdiri dari 80 spesies yang tergolong kedalam 140 famili. Ordo ini termasuk juga dalam fillum Arthropoda. Ordo Diptera mempunyai dua pasang sayap, Karena Diptera berasal dari kata di artinya dua dan pteron yang artinya sayap, tetapi pada sayap posterior telah berubah bentuk dan berfungsi sebagai alat keseimbangan yang disebut halter, mata majemuk (compound eyes) dan umumnya memiliki tiga mata tunggal (ocelli), bermetamorfosis lengkap atau sempurna, mulut berfungsi sebagai penusuk untuk menghisap darah inangnya. Tahapan perkembangan terdiri dari empat tahap (stadium) yaitu telur, larva, pupa dan dewasa (Freeman 1973). Ordo Diptera dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok subordo yaitu Nematocera, Brachycera dan Cylorrhapha (Freeman 1973). Pada subordo Nematocera yang mempunyai ciri utama yaitu : nyamuk dewasa bertubuh kecil, larva dan pupa hidup di air (akuatik), mempunyai antena berbentuk filiform (panjang antena melebihi ukuran panjang kepala dan toraks) terdiri dari 8 ruas dengan ukuran hampir sama, kecuali ruas pertama dan kedua yang dekat dengan kepala dan toraks, dan jumlah palpi maksila terdiri dari 4 sampai 5 ruas. 2.2 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti Menurut Service (1986) nyamuk Aedes aegypti dan diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Fillum : Invertebrata Kelas : Insecta Ordo : Diptera Sub ordo : Nematocera Famili : Culicidae Subfamili : Culicinae Genus : Aedes Spesies : Aedes aegypti

2 Nyamuk Aedes aegypti termasuk kedalam famili Culicidae. Famili Culicidae tersebar luas dari kutub sampai ke daerah tropika dan mempunyai 3 sub famili yang penting dalam bidang kesehatan yaitu : Toxorhynchitinae, Culicinae (misalnya : Aedes aegypti), Anophelinae. 2.3 Penyebaran Geografis Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di dunia, terutama di daerah yang terletak di antara 40 0 LU dan 40 0 LS dengan suhu udara antara 8 0 C C (Soedarta 1990). Aedes aegyti berasal dari Afrika dan telah menyebar ke berbagai penjuru dunia dengan mengikuti mobilitas manusia melalui kapal, kereta, pesawat ataupun mobil. Habitat utamanya yaitu di daerah tropik dan subtropik bersama dengan manusia dan setiap tahunnya dapat bermigrasi mengikuti pergerakan manusia (Chandler & Read 1961). 2.4 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti Secara umum, bentuk dan ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti memiliki kesamaan dengan Aedes albopictus (Gambar 1). Perbedaannya terletak jelas warna putih yang terdapat pada skutum, dimana pada nyamuk Aedes aegypti terdapat warna putih keperakan berupa garis melengkung pada kedua sisi skutumnya sedangkan pada Aedes albopictus warna keperakan terdapat di bagian tengah skutum (Yap & Chong 1995). Gambar 1 Nyamuk Aedes aegypti dari sisi lateral tubuh (Anonimus 1998) Nyamuk dari genus Aedes mempunyai ciri-ciri umum, badan berukuran kecil yaitu sekitar 3-4 mm tanpa panjang kaki (Anonimus 2000b) dengan warna

3 dasar hitam dan khas ditandai belang putih keperakan. Probosis bersisik hitam, palpi pendek dengan ujung hitam bersisik perak. Oksiput bersisik lebar dan berwarna putih terletak memanjang. Femur bersisik putih pada permukaan posterior dan setengah basal sedangkan pada anterior dan tengah bersisik putih memanjang. Tibia seluruhnya berwarna hitam. Tarsi belakang mempunyai lingkaran berwarna putih pada segmen basal kesatu sampai keempat dan segmen kelima berwarna putih. Sayap terlihat sempit dan berwarna hitam kecuali pada bagian dasar dari sayap (Service 1971). Kepala Aedes agak membulat, hampir seluruhnya diliputi oleh sepasang mata majemuk. Antara nyamuk jantan dan nyamuk betina dapat dibedakan dari bentuk antena dan panjang probosis. Antena pada nyamuk jantan memiliki bulu yang disebut antena plumose dan palpusnya sama panjangnya dengan probosis. Antena pada nyamuk betina mempunyai sedikit bulu yang disebut antena pilose dengan panjang palpus seperempat dari panjang probosisnya (Soulsby 1968; Noble & Noble 1976). Pada nyamuk betina, bagian probosis lebih panjang dan kokoh, hal ini disesuaikan dengan kegunaanya untuk menusuk dan menghisap darah sedangkan pada jantan probosis lebih pendek, karena pada nyamuk jantan tidak menghisap darah. Bila dilihat dari ukurannya maka dapat terlihat bahwa nyamuk jantan berukuran lebih kecil dan ramping dibandingkan nyamuk betina. Telur biasanya diletakkan dalam air atau didekat air, baik itu air hujan, air kolam atau berbagai benda yang dapat menjadi tempat penampung air terutama air hujan. Faktor yang menentukan menetas atau tidaknya telur dipengaruhi oleh temperatur air, sifat alami mikroflora di dalamnya, ada tidaknya zat pembusuk dalam air dan kadar keasaman atau kebasaan air (Soulsby 1968). Nyamuk Aedes aegypti mempunyai siklus bertelur yang teratur yaitu pada sore hari. Cahaya menjadi faktor kontrol yang utama, tetapi apabila keadaan cahaya yang tidak konstan menyebabkan siklus oviposisi menjadi tidak teratur (Wigglesworth 1972). Pada beberapa kasus, telur dapat bertahan hidup selama kurang lebih 3 bulan pada kondisi lingkungan yang kering, namun jika ada air maka sebagian besar dari telur akan segera menetas tetapi beberapa dari telur akan tetap dorman dan menetas jika 2 sampai 3 kali sudah terkena air (Kettle 1984).

4 Pada keadaan lingkungan yang normal telur akan menetas setelah 1,26 hari menjadi larva (Reiter 1980). Reaksi telur menetas disebabkan karena rangsangan dan central nervous system dari larva didalam telur. Penetasan mungkin juga disebabkan oleh telur yang mengumpul berdesak - desakan (Wigglesworth 1972). Stadium larva dari nyamuk Aedes aegypti terdapat di dalam berbagai tempat aquatik yang mengandung air jernih seperti dalam bak mandi. Larva menjadi sangat aktif, yaitu membuat gerakan ke atas dan ke bawah, jika air terguncang. Jika sedang istirahat larva akan diam dan tubuhnya membentuk sudut terhadap permukaan air (Soedarta 1990). Larva mempunyai kepala yang terbentuk dengan baik dan abdomen yang terdiri dari 8 segmen serta rongga dada yang terpisah (Gambar 2 A dan B). Kepala mempunyai sepasang mata majemuk, antena berambut, beberapa buah rambut dengan mulut terdiri dari masticatory (mandibula) yang dikelilingi oleh bagian yang berbentuk seperti sikat yang berfungsi untuk menghasilkan aliran air sehingga dapat membawa makanan ke dalam mulut (Soulsby 1968). (A) Gambar 2 A : Larva Aedes aegypti (Anonimus 2000a), B : Pupa Aedes aegypti yang sedang Ekslosi (Anonimus 2000b) Larva nyamuk Aedes aegypti membutuhkan waktu 3-20 hari untuk melewati empat tahapan instar tergantung pada temperatur dan kondisi lingkungan yang lain (Williams 1978). Pada stadium larva banyak dipengaruhi oleh suhu dan makanan. Menurut De Meillon et al. (1989) stadium larva berkisar antara 4-8 hari pada suhu 28 0 C bagi larva yang dipelihara dengan diberi pakan ekstrak hati, ragi dan vitamin B komplek. Sedangkan menurut French et al. (1984) stadium larva berkisar 7 hari pada suhu 27 0 C. Larva Aedes aegypti yang dibiakkan pada suhu diatas 30 0 C akan mati bila suhu turun menjadi dibawah -0,5 0 C dalam waktu (B)

5 17 jam namun larva akan bertahap hidup jika suhu 24 jam sebelumnya antara C (Bursell 1964 dalam Romoser 1970). Stadium pupa adalah stadium lanjutan dari stadium larva yang merupakan stadium yang terakhir di dalam air. Selama fase ini pupa tidak makan (puasa) dan biasannya dijumpai pada permukaan air (Gambar 3). Bentuk tubuh pupa bengkok dengan kepala yang besar (Bahang 1978). Pupa bernafas pada permukaan air dengan melalui sepasang struktur seperti terompet yang kecil pada toraks (Borror et al. 1971). Gambar 3. Pupa dan Larva Aedes aegypti (Anonimus 2000c) 2.5 Siklus Hidup Aedes aegypti Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna yang terdiri dari empat tahap (stadium), (Gambar 4), yaitu : telur - larva (larva instar1, 2, 3 dan 4) - pupa - dewasa (imago) (Mattingly 1973). Nyamuk betina dapat bertelur sampai sekitar butir dalam satu kali bertelur setelah 3 hari menghisap darah. Menurut Rahmawati (2004) Aedes aegypti mampu bertelur sebanyak 86 butir setelah 2 hari menghisap darah. Pada kondisi normal setelah menghisap darah nyamuk betina akan menghisap darah lagi sampai selesai meletakkan satu kelompok telur. Pada beberapa jenis Aedes bersifat univoltine yaitu hanya mampu menghasilkan satu generasi tiap tahun (Williams et al. 1978). Di daerah tropis, telur akan menetas dua sampai empat hari setelah oviposisi. Menurut Bahang (1978) telur akan menetas dalam waktu 1-48 jam pada suhu C. Telur nyamuk Aedes aegypti memerlukan beberapa hari untuk berkembang embrio yaitu sekitar 2-3 hari dan kemudian menetas beberapa menit setelah diletakkan di

6 bawah permukaan air (Chandler & Read 1961). Namun pada daerah bersuhu dingin, telur tersebut akan menetas tidak sampai satu atau dua minggu. Menurut Chanon & Potnam (1934) dalam Christopher (1960) pada kodisi optimum telur tersebut dapat disimpan selama enam bulan dengan angka kematian yang rendah sedangkan bila disimpan selama satu tahun atau lebih maka daya tetas telur akan berkurang hingga mencapai 5 %. Telur sangat sensitif terhadap temperatur yang rendah dan sering tidak dapat hidup jika dipelihara di bawah suhu 10 0 C, tetapi sangat rentan terhadap kekeringan (Cheng 1974). Gambar 4 Siklus hidup Aedes aegypti (Anonimus 1998) Pada suhu yang panas di daerah tropis, perkembangan telur menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu sekitar 7-10 hari, sedangkan perkembangan larva (L1 L2 L3 L4) membutuhkan waktu sekitar 4-5 hari. Namun, pada umumnya perkembangan larva secara lengkap membutuhkan waktu selama hari (Service 1986). Larva telah dilengkapi dengan insang dan bernafas ke permukaan air. Larva bernafas ke permukaan air dengan menggunakan suatu tabung udara yang disebut sifon (Baerg 1974). Sifon pada Aedes biasanya khas karena berukuran pendek (Kettle 1984). Sifon berasal dari bagian dorsal segmen

7 abdominal kedelapan dan mengelilingi stigmata (Soulsby 1968). Menurut Bahang (1978) di Kuala Lumpur, stadium larva Aedes aegypti dapat membutuhkan waktu sekitar 6-8 hari. Stadium pupa berlangsung singkat yaitu selama jam (Bahang 1978). Stadium pupa yang berlangsung pada daerah tropis hanya memerlukan waktu sekitar 2-3 hari sedangkan di daerah yang bersuhu lebih rendah (di bawah 10 0 C) maka lamanya stadium pupa dapat diperpanjang sampai 10 hari (Service 1986). Menurut Rahmawati (2004) pupa yang berukuran besar memiliki panjang 4,1500 ± 0,2415 mm dengan diameter kepala 1,4500 ± 0,3869 mm dan pupa kecil dengan panjang 3,3000 ± 0,2582 mm dan diameter 1,0300 ± 0,1767 mm. Sebanyak 92 % pupa yang berukuran besar kemudian akan menjadi nyamuk betina dewasa dan 92 % pupa berukuran kecil menjadi nyamuk jantan dewasa. Pada waktu menetas kulit pupa akan tersobek (ekslosi) oleh gelembung udara dan oleh kegiatan bentuk dewasa yang berusaha untuk membebaskan diri. Setelah jam muncul lebih dahulu meskipun demikian pada akhirnya perbandingan jantan dan betina yang keluar akan sama yaitu 1 : 1 (Afandi 2001). Pertumbuhan nyamuk Aedes aegypti sangat terpengaruh oleh lingkungan sekitar sehingga semakin tinggi suhu lingkungan maka populasi nyamuk akan meningkat pula. Suhu optimum yang baik dan efektif untuk pertumbuhan nyamuk Aedes aegypti berkisar C (Harwoord & James 1979). Nyamuk dewasa jantan pada umumnya mampu bertahan hidup selama 6 sampai 7 hari sedangkan yang betina dapat mencapai 2 minggu di alam (Freeman 1973). 2.6 Habitat dan Perilaku Hidup Habitat yang baik untuk perkembangan nyamuk Aedes aegypti, misalnya pada air yang menggenang, empang, kolam, bak mandi, parit, kubangan (Horsfall 1955). Mewabahnya demam berdarah berkait erat dengan dengan meledaknya populasi nyamuk setelah turun hujan, sebab tingkat curah hujan yang tinggi turut memicu bertambahnya tempat perindukan nyamuk. Karakter nyamuk Aedes yang menyukai bertelur di air bersih dan tergenang memang menjadi salah satu pemicu. Semula, Aedes aegypti biasanya hanya bertelur di bak - bak mandi (dimana ada air bersih yang lama tidak dikuras), namun ketika hujan tiba, tempat bersarang mereka bisa berpindah ke tempat - tempat saluran air (got) yang airnya telah

8 berganti akibat siraman hujan atau cekungan yang menampung air bersih (Depkes 2006). Oleh karena itu ahli lingkungan menyimpulkan, perubahan iklim ternyata ikut menimbulkan peningkatan penyakit menular. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH 2002) mensinyalir laporan Asian Development Bank (ADB) bahwa perubahan iklim akan meningkatkan penderita demam berdarah. Nyamuk Aedes aegypti tidak menyukai pancaran sinar matahari sehingga lebih suka bersembunyi di tempat gelap di dalam rumah ataupun di sela - sela pakaian manusia. Dalam kondisi seperti inilah nyamuk ini bertelur. Genangan dari air hujan dan potongan bambu juga dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk (Service 1986). Stadium larva juga banyak dijumpai di tempat - tempat penyimpanan air bersih seperti drum, tempayan, gentong ataupun bak mandi yang terdapat di dalam atau di luar rumah. Akibat konsentrasi karbon yang tinggi di atmosfer pada kasus demam berdarah meningkat empat kali lipat, dari enam jiwa menjadi 26 per orang. Perubahan iklim global terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) terutama karbon dioksida (CO 2 ), metan (CH 4 ), dan nitrous oksida (N 2 O), akibat pembakaran bahan bakar dari fosil, penggundulan hutan dan praktik pertanian. Perubahan iklim ini biasaya ditandai dengan melimpahnya hujan di atas rata - rata pada saat musim hujan dan kering yang berkepanjangan pada musim kemarau (KLH 2002). Penelitian yang pernah dilakukan di kawasan iklim sedang (temperate), pemanasan global bukan saja meningkatkan sebaran nyamuk, tapi juga mereduksi ukuran larva dan ukuran dewasanya, akibatnya nyamuk dengan perawakan dewasa yang kecil akan menggigit lebih sering untuk mengembangkan telurnya. Selain itu temperatur yang hangat dapat membangkitkan pemakanan dua kali (double feeding) yang dapat meningkatkan kesempatan penularan yang lebih banyak (KLH 2002). 2.7 Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue Penyakit demam berdarah dengue atau sering disingkat DBD, merupakan penyakit infeksi oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk vektor Aedes. Virus ini termasuk kelompok Arthropoda Borne Viruses (Arbovirosis), yang termasuk ke dalam famili Flaviviridae, dengan genusnya adalah flavivirus. Virus

9 ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe virus dengue. Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan diberbagai daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di Indonesia menunjukkan dengue tipe 3 merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat (Satler et al. 1994). Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah, berulang kali menusukkan probosisnya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar (Baerg 1974). Wabah DBD pertama kali terjadi pada tahun 1780-an secara bersamaan di Asia, Afrika dan Amerika utara, penyakit ini kemudian terkenal dan dinamai pada Wabah besar global dimulai di Asia Tenggara pada 1950-an dan hingga 1975 demam berdarah ini telah menjadi penyebab kematian utama di antaranya yang terjadi pada anak - anak di daerah tersebut (Womack 1993). Vektor utama penular penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti yang berkembangbiak di lingkungan permukiman di perkotaan. Vektor keduanya adalah Aedes albopictus, yang juga berkembangbiak di lingkungan permukiman, tetapi banyak ditemukan di daerah semi urban (Soulsby 1968). Nyamuk Aedes aegypti menjadi infektif jika di dalam tubuhnya telah membawa virus dengue. Penyakit demam berdarah dengue merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DBD karena vektor dari virus tersebut tersebar luas baik di rumah maupun tempat - tempat umum, kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Pada saat ini seluruh propinsi di Indonesia sudah terjangkit penyakit ini baik di kota maupun desa terutama yang padat penduduknya dan arus transportasinya lancar (Depkes 2003).

10 2.8 Teori Suhu Dasar dan Satuan Panas (Heat Unit) Perubahan iklim yang terjadi sekarang ini dapat diproyeksikan sebagai model perubahan secara global atau menyeluruh. Menurut Epstein (1998) keterkaitan antara perubahan iklim dengan kecepatan penyebaran penyakit saat ini, terutama penyakit yang disebarkan oleh vektor nyamuk, misalnya demam berdarah dengue (DBD). Dari berbagai literatur menyebutkan bahwa meskipun perubahan iklim global dapat mempengaruhi dinamika transmisi penyakit, tetapi faktor iklim tidak berpengaruh secara linear (Focks et al. 1993). Ini berarti iklim bukan faktor utama dari kejadian penyakit demam berdarah. Adanya kecenderungan semakin meningkatnya tingkat kejadian penyakit DBD, telah menarik perhatian banyak pihak untuk segera menangani dan mengantisipasi masalah ini. Dalam sistem ini informasi prakiraan cuaca atau iklim dijadikan sebagai salah satu masukan (input) untuk menduga tingkat resiko kejadian penyakit DBD pada suatu musim. Upaya ini diperkirakan akan efektif karena ditemui adanya keeratan hubungan antara kejadian penyakit DBD dengan keadaan cuaca beberapa periode sebelum periode kejadian (Epstein 1998). Transmisi penyakit DBD sangat dipengaruhi oleh populasi dari vektor utamanya, yaitu Ae. aegypti. Oleh karena itu perhitungan satuan panas (degree days) dan suhu dasar dari vektor tersebut sangat penting. Derajat hari (degree days) sering juga disebut satuan atau indeks panas (heat unit atau heat index) menghubungkan perkembangan tanaman, serangga dan organisme penyakit dengan suhu udara lingkungan. Suhu dasar didefinisikan sebagai titik kritis (suhu minimum) suatu mahluk hidup masih dapat tumbuh pada tahap perkembangan (Christopher 1960). Suhu dasar tergantung dari spesies. Derajat Hari (DH) dihitung dengan cara mengurangkan suhu dasar dari suhu rataan harian. Penjumlahan DH dalam satu periode dapat dihubungkan dengan penyelesaian satu tahapan perkembangan tanaman, serangga dan organisme penyakit. Di bawah suhu dasar perkembangan akan berkurang atau berhenti. Sebagai contoh, tanaman-tanaman musim dingin mempunyai suhu dasar 5 0 C, tanaman-tanaman musim hangat (jagung manis, kacang hijau) mempunyai suhu dasar 10 0 C, dan tanaman-tanaman musim panas (kapas, okra) mempunyai suhu dasar 15 0 C (WMO 2006).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. , 5 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. Nyamuk masuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dengan tiga subfamili yaitu Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SATUAN PANAS (HEAT UNIT) DAN SUHU DASAR PADA SETIAP TAHAPAN KEHIDUPAN Aedes aegypti (DIPTERA : CULICIDAE) Moh. Anwarul Fu ad B

IDENTIFIKASI SATUAN PANAS (HEAT UNIT) DAN SUHU DASAR PADA SETIAP TAHAPAN KEHIDUPAN Aedes aegypti (DIPTERA : CULICIDAE) Moh. Anwarul Fu ad B IDENTIFIKASI SATUAN PANAS (HEAT UNIT) DAN SUHU DASAR PADA SETIAP TAHAPAN KEHIDUPAN Aedes aegypti (DIPTERA : CULICIDAE) Moh. Anwarul Fu ad B04104100 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk Nyamuk merupakan serangga yang memiliki tubuh berukuran kecil, halus, langsing, kaki-kaki atau tungkainya panjang langsing, dan mempunyai bagian

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Aedes aegypti Nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dan masuk ke dalam subordo Nematocera. Menurut Sembel (2009) Ae. aegypti dan Ae. albopictus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 2.1 Aedes aegypti Mengetahui sifat dan perilaku dari faktor utama penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yakni Aedes aegypti,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes sp 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes sp Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi (Womack, 1993), sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Upagenus

Lebih terperinci

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Sebagai Vektor Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta. Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing dan enam kaki panjang. Antar

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM 4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM 4.1. PENDAHULUAN 4.1.1. Latar Belakang DBD termasuk salah satu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus sebagai patogen dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia. Iklim tropis menyebabkan adanya berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk seperti malaria

Lebih terperinci

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK Balai Litbang P2B2 Banjarnegara Morfologi Telur Anopheles Culex Aedes Berbentuk perahu dengan pelampung di kedua sisinya Lonjong seperti peluru senapan Lonjong seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi yang dilakukan dalam penelitian serta sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Sampai saat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sirih (Piper bettle L.) 1. Klasifikasi Sirih (Piper bettle L.) Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah sebagai berikut : Regnum Divisio Sub Divisio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae yang mempunyai empat serotipe,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi DBD adalah demam virus akut yang disebabkan oleh nyamuk Aedes, tidak menular langsung dari orang ke orang dan gejala berkisar

Lebih terperinci

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian 2 penciuman, dan alat indera yang sensitif untuk memilih air yang disukainya (Gunandini dan Gionar 1999). Selain air bersih ternyata air tercemar juga dapat menjadi tempat perindukan dan berkembang biak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Nyamuk Dalam daur kehidupan nyamuk mengalami proses metamorfosis sempurna, yaitu perubahan bentuk tubuh yang melewati tahap telur, larva, pupa, dan imago atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aedes sp Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Super Class Class Sub Class Ordo Sub Ordo Family Sub

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Larva Aedes aegypti 1. Klasifikasi Aedes aegypti Klasifikasi nyamuk Ae. aegypti adalah sebagai berikut (Srisasi Gandahusada, dkk, 2000:217): Divisi : Arthropoda Classis : Insecta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE 2.1 Sejarah Demam Berdarah Dengue Penyakit demam berdarah dengue pertama kali di temukan di Filiphina pada tahun 1953 dan menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia

Lebih terperinci

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD 8 II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD 3.1 Penyebaran Virus DBD DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Penyebaran virus demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk. Nyamuk Aedes

Lebih terperinci

6. KEBUTUHAN SATUAN PANAS UNTUK FASE PERKEMBANGAN PADA NYAMUK Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) DAN PERIODE INKUBASI EKSTRINSIK VIRUS DENGUE

6. KEBUTUHAN SATUAN PANAS UNTUK FASE PERKEMBANGAN PADA NYAMUK Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) DAN PERIODE INKUBASI EKSTRINSIK VIRUS DENGUE 6. KEBUTUHAN SATUAN PANAS UNTUK FASE PERKEMBANGAN PADA NYAMUK Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) DAN PERIODE INKUBASI EKSTRINSIK VIRUS DENGUE 6.1. PENDAHULUAN Sebelum menularkan virus Dengue, nyamuk Aedes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aedes sp Nyamuk Aedes sp tersebar di seluruh dunia dan diperkirakan mencapai 950 spesies. Nyamuk ini dapat menyebabkan gangguan gigitan yang serius terhadap manusia dan binatang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat BAB II TINJAUAN PUSAKA A. Mahoni (Swietenia mahagoni jacg) Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai, atau di tanam di tepi jalan sebagai pohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. DBD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue, gejalanya adalah demam tinggi, disertai sakit kepala, mual, muntah,

Lebih terperinci

Global Warming. Kelompok 10

Global Warming. Kelompok 10 Global Warming Kelompok 10 Apa itu Global Warming Global warming adalah fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (green house effect) yang disebabkan

Lebih terperinci

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue menjadi masalah kesehatan yang sangat serius di Indonesia. Kejadian demam berdarah tidak kunjung berhenti walaupun telah banyak program dilakukan

Lebih terperinci

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id Parasitologi Kesehatan Masyarakat KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit Mapping KBM 8 2 Tujuan Pembelajaran Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa mampu menggunakan pemahaman tentang parasit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Anopheles 1. Morfologi dan Klasifikasi Nyamuk Anopheles a. Morfologi nyamuk Anopheles sp. Morfologi nyamuk menurut Horsfall (1995) : Gambar 1. Struktur morfologi nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk 1. Nyamuk sebagai vektor Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae dan Anophelinae.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering terjadi di berbagai daerah. Hal ini dikarenakan nyamuk penular dan virus penyebab penyakit ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

TINJAUAN PUSTAKA. Capung TINJAUAN PUSTAKA Capung Klasifikasi Capung termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, klas Insecta, dan ordo Odonata. Ordo Odonata dibagi ke dalam dua subordo yaitu Zygoptera dan Anisoptera. Kedua

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA

BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA Untuk melengkapi pembahasan mengenai metode semi-parametrik, pada bab ini akan membahas contoh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Klasifikasi Pandan Wangi (P. amaryllifolius) menurut Van Steenis (1997)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat jumlah penderita dan semakin luas daerah penyebarannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering muncul pada musim hujan ini antara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 21 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1.1 Definisi Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di

Lebih terperinci

3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Nyamuk Uji 3.3 Metode Penelitian

3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Nyamuk Uji 3.3 Metode Penelitian 3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Insektarium, Laboratorium Entomologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti 1. Klasifikasi Aedes aegypti Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Philum : Arthropoda Sub Philum : Mandibulata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini berbagai macam penyakit tropis ditularkan oleh nyamuk. Penyakit itu misalnya penyakit malaria dan penyakit demam berdarah (Suirta et al., 2007). Di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue

I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue ditularkan melalui gigitan serangga. Penyebab penularannya (vektor) virus dengue ke manusia adalah nyamuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI AEDES AEGYPTI

BAB II TINJAUAN MENGENAI AEDES AEGYPTI BAB II TINJAUAN MENGENAI AEDES AEGYPTI Bab 2 menguraikan beberapa konsep dasar berupa teori maupun metode yang menjadi acuan dalam penelitian, seperti: nyamuk aedes aegypty, siklus hidup nyamuk, morfologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Epidemiologi DBD Infeksi virus Dengue di Indonesia sejak abad ke- 18. Infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai demam lima hari (vijfdaagse koorts), atau

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Tahun

1. PENDAHULUAN Tahun IR per 100000 pddk Kab/Kota Terjangkit 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit deman berdarah (DBD) berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius di dunia, terutama di Indonesia. Di Indonesia dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Nyamuk Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit. Menurut klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi menjadi 109

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Dicotyledoneae. perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh

TINJAUAN PUSTAKA. : Dicotyledoneae. perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Cengkeh Menurut Bulan (2004) klasifikasi dari tanaman cengkeh adalah sebagai berikut : Divisio Sub-Divisio Kelas Sub-Kelas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen) Kedudukan taksonomi cabai rawit dalam tatanama atau sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut (Rukmana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Diantara kota di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah satunya adalah musim penghujan. Pada setiap musim penghujan datang akan mengakibatkan banyak genangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelas tahun terakhir merupakan tahun-tahun terhangat dalam temperatur permukaan global sejak 1850. Tingkat pemanasan rata-rata selama lima puluh tahun terakhir hampir

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA kaki) 6) Arthropoda dibagi menjadi 4 klas, dari klas klas tersebut terdapat klas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Nyamuk Arthropoda adalah binatang invertebrata; bersel banyak; bersegmen segmen;

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, sering muncul sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Nyamuk sebagai vektor penyakit 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD atau DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditransmisikan melalui cucukan nyamuk dari genus Aedes,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh vektor masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam Berdarah Dengue

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Malaria dan demam berdarah merupakan penyakit tropis dan menimbulkan epidemi yang luas dan cepat (Lailatul et al., 2010). Nyamuk adalah ancaman utama bagi 2

Lebih terperinci

sarana dan prasarana dapat dipersiapkan pada setiap musim. BAB I. PENDAHULUAN

sarana dan prasarana dapat dipersiapkan pada setiap musim. BAB I. PENDAHULUAN 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan salah satu penyakit infeksi virus yang penyebarannya dilakukan oleh nyamuk Aedes sp. yang dapat menimbulkan kematian (Siregar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah sub tropis dan tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vektor Aedes aegypti merupakan vektor utama Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia sedangkan Aedes albopictus adalah vektor sekunder. Aedes sp. berwarna hitam dan belang-belang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Culex sp Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Sumba ongole dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengeu Hemorragic Fever (DHF) saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung jumlah

Lebih terperinci

Universitas Diponegoro Koresponden :

Universitas Diponegoro Koresponden : PAP Prevent Aedes Pump Sebagai Alat Untuk Memutus Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti Dan Meningkatkan Efisiensi Pembersihan Air Di Bak Mandi Skala Rumahan Yulhaimi Febriantoro *), Lidya Alvira *), Abdul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular disebabkab oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan Aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama. Jumlah penderita maupun luas daerah penyebarannya semakin bertambah

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Virus dengue merupakan Anthropode-Borne Virus (Arbovirus) keluarga Flaviviridae 1, virus ini dapat menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yang dapat berakibat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005).

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan UKDW. data dari World Health Organization (WHO) bahwa dalam 50 tahun terakhir ini

BAB I. Pendahuluan UKDW. data dari World Health Organization (WHO) bahwa dalam 50 tahun terakhir ini BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan utama di negara - negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Hal ini diperkuat dengan data dari World Health

Lebih terperinci