II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Kota Bogor

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Kota Bogor"

Transkripsi

1 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Kota Bogor Perkembangan tata ruang Kota Bogor dibagi dalam tiga fase, yaitu masa Pajajaran ( ), masa pemerintahan Belanda ( ), dan masa kemerdekaan (1945-sekarang). Pada masa Pajajaran adalah fase pertama perkembangan Kota Bogor, dimana posisi Pakuan sebagai pusat Kerajaan Pajajaran ditandai dengan benteng berupa tebing-tebing sungai yang terjal, berfungsi sebagai pertahanan dan batasan Pakuan (Sarilestari, 2009). Fase kedua sejarah perkembangan Kota Bogor yaitu masa pemerintahan Belanda. Perkembangan fisik Kota Bogor pada masa pemerintahan Belanda terdiri dari dua periode. Periode pertama ( ) dimulai sejak dibangunnya Bogor yang belum memiliki ciri dan sifat kekotaan. Periode kedua ( ) dimulai sejak Bogor sudah memiliki ciri dan sifat kekotaan. Pada periode pertama masa pemerintahan Belanda, tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1763, dikeluarkan akta resmi pembentukan Kabupaten Buitenzorg. Sekitar tahun 1770, Sukahati mulai dikenal dengan sebutan Empang, dan diresmikan pada tahun 1815 (Haan 1912, diacu dalam Sarilestari 2009). Pemindahan pusat pemerintahan membuat kawasan tersebut menjadi ramai, sehingga muncul pasar yang sekarang dikenal dengan nama Pasar Bogor. Sedangkan pada periode kedua masa pemerintahan Belanda yaitu tepatnya ketika masa pemerintahan Gubernur Jendral Inggris, Buitenzorg ditetapkan sebagai pusat administrasi keresidenan yang membawahi Kabupaten Buitenzorg, Cianjur, dan Sukabumi. Pada tahun 1941, Buitenzorg secara resmi terlepas dari Batavia dan mendapat otonominya sendiri (Sarilestari 2009). Pada fase ketiga yaitu pada Masa Kemerdekaan, pemerintahan di Kota Bogor (Gemeente Buitenzorg) setelah pengakuan Kedaulatan Negara Republik Indonesia, diubah namanya menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 16 Tahun Selanjutnya, pada tahun 1957 nama pemerintahan tersebut berubah menjadi Kota Praja Bogor sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 (Pemerintahan Kota Bogor 2008, diacu dalam Sarilestari 2009). Pada periode kedua Masa Kemerdekaan, Kotamadya Bogor dibagi terdiri atas 5 kecamatan

2 5 (Pemerintahan Daerah Tingkat II Kotamadya Bogor 1976, diacu dalam Sarilestari 2009), yaitu: 1. Kecamatan Bogor Utara Meliputi lingkungan Bantarjati, Babakan, dan Tanah Sareal. 2. Kecamatan Bogor Barat Meliputi lingkungan Ciwaringin, Panaragan, Menteng, dan Kebon Kelapa 3. Kecamatan Bogor Selatan Meliputi lingkungan Batutulis, Bondongan, dan Empang 4. Kecamatan Bogor Timur Meliputi lingkungan Sukasari, Babakan Pasar, dan Baranag Siang 5. Kecamatan Bogor Tengah Meliputi lingkungan Pabaton, Paledang, dan Gudang. Luas wilayah Kotamadya Bogor pada periode ini adalah Ha dan memiliki kawasan terbangun seluas 1.855,603 Ha. Kondisi perkotaan pada periode ketiga masa Kemerdekaan dimulai dari tahun sekarang. Sejak tahun 1995 Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor mengalami perluasan yang awalnya hanya Ha menjadi Ha. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, nama Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor diubah menjadi Kota Bogor. Kondisi Kota Bogor saat ini dibagi dalam 6 Kecamatan, yaitu Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Tengah, Bogor Selatan, Bogor Timur dan Tanah Sareal. 2.2 Konsep Garden City dalam Pembangunan Buitenzorg Garden city merupakan konsep yang dikembangkan oleh Ebenezer Howard pada tahun 1898 sebagai usulan pemecahan terhadap masalah-masalah perencanaan kota akibat Revolusi Industri. Ebenezer Howard ( ) dalam bukunya yang berjudul To-Morrow: A Peaceful Path to Real Reform (1989) mengemukakan mengenai konsep Garden City. Howard secara luas mempelajari dan berfikir dalam mengenai permasalahan sosial, sehingga menciptakan suatu kota baru dengan ukuran yang kecil, terencana, dan dikelilingi oleh permanent belt berupa lahan pertanian. Konsep Garden City berdasarkan Ebenezer Howard dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

3 6 Gambar 2 Konsep Garden City yang Dikemukakan oleh Ebenezer Howard (Sumber: Sarilestari, 2009) Gambar 3 Bagian dari Kota yang Mendeskripsikan Konsep Garden City Lebih Detail (Sumber: Sarilestari, 2009) Menurut Sarilestari (2009), berdasarkan kriteria Howard (1898), identifikasi Garden City di Buitenzorg menggunakan kriteria ukuran, struktur,

4 7 elemen, sistem ruang terbuka, system jalur hijau, dan Permanent Belt of Agriculture. Buitenzorg (Kota Bogor Masa Pemerintahan Belanda) seluas Ha memiliki konsep kota yang dikembangkan oleh Ebenezer Howard pada tahun Garden city tersebut berupa Paleis Gouverment Generaal/ Istana Bogor dan Slands Plantentuin/ Kebun Raya seluas 90 Ha dibangun di pusat Buitenzorg dan berpola radial (Groote weg/ Jalan Ir. H. Juanda) dengan 3 buah boulevard (Pabaton weg/ Jalan Jendral Sudirman/ Dantammer weg/ Jalan Kapten Muslihat, dan Handels straat weg/ Jalan Surya Kencana) dengan lebar 18 meter melintang kota. Menurut konsep Garden City, Buitenzorg terbagi ke dalam 5 zona, yaitu (Gambar 4): 1. Zona I sebagai pusat kota 2. Zona II sebagai zona pemukiman 3. Zona III sebagai zona fasilitas umum/ fasilitas publik 4. Zona IV sebagai sub urban 5. Zona V sebagai pertanian Zona tersebut terbentuk karena masing-masing memiliki peruntukan dan fungsi yang berbeda-beda. Hal tersebut dilakukan agar sistem pada kota tersebut menjadi lebih teratur dan mempermudah pengelolaan dan akses satu sama lain. Pada zona I sebagai pusat kota, terdiri dari ruang terbuka berupa taman seluas 90 Ha, yaitu Istana Bogor beserta halamannya dan Kebun Raya Bogor. Selain komplek istana beserta halamannya dan kebun raya, di pusat kota juga terdapat bangunan-bangunan publik besar, seperti balaikota, perkantoran, museum, hotel, bioskop, bangunan militer dan rumah sakit. Namun ada beberapa dari elemenelemen tersebut tidak berada di pusat kota. Hal tersebut dapat terjadi akibat dipengaruhi sistem politik Pemerintahan Belanda pada saat itu dan kondisi lingkungan yang dipengaruhi oleh sungai dan perbedaan topografi yang tinggi.

5 8 Gambar 4 Konsep Garden City Buitenzorg (Sumber: Sarilestari, 2009) Pada zona II yang merupakan kawasan permukiman pada masa itu. Zona ini terbentuk akibat adanya aturan mengenai permukiman, yaitu Wijkenstelsel. Aturan tersebut dibuat berdasarkan sebaran etnis dan kelas yang berada di Buitenzorg pada masa itu. Pada zona ini terdapat empat ragam permukiman yang

6 9 berbeda-beda, baik dari arsitekturnya maupun desainnya. Permukimanpermukiman tersebut, yaitu permukiman Eropa, permukiman Cina, permukiman Arab, dan permukiman Pribumi. Permukiman Eropa dihuni oleh orang Belanda, bangsa kulit putih sebagai warga utama dan terhormat. Mereka mendapat daerah kelas 1 yang memiliki pemandangan yang indah. Rumah Belanda bertipe besar dan luas untuk kaum elite banyak terdapat di tepi jalan utama, sedangkan rumah yang lebih kecil untuk tingkatan karyawan atau pengusaha biasanya tersebar di jalan sekunder (Sopandi 2003, diacu dalam Sarilestari 2009). Rumah-rumah tersebut masih ada yang kondisinya bertahan baik hingga saat ini, walau beberapa diantaranya sudah berubah fungsi menjadi bangunan komersial. Pada kawasan permukiman Cina dihuni oleh bangsa berkulit kuning (orang-orang Tionghoa). Menurut Sarilestari (2009), pecinan pada dasarnya terbentuk oleh dua faktor, yaitu faktor politik berupa aturan Pemerintah Belanda, yaitu Wijkenstelsel dan faktor sosial berupa keinginan masyarakat tionghoa sendiri untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan aman dan saling membantu. Dahulu kawasan pecinan ini bernama Handelstraat Weg atau Jalan Perniagaan, dimana kawasan ini merupakan sentra ekonomi kota. Adapun masyarakat Tionghoa tersebut menbagi hunian berdasarkan kelas sosial, yaitu (Sopandi 2003, diacu dalam Sarilestari 2009): 1. Golongan elit cenderung menghuni bagian selatan. Rumah mereka menggunakan ragam bentuk bangunan Belanda dan menghuni rumah tipe vila, mencirikan hidup yang kebarat-baratan. 2. Golongan pedagang berkumpul di sekitar Pasar Bogor. 3. Golongan bawah menghuni ruko sewa dan rumah petak di balik ruko. Keberadaan bangunan-bangunan yang berada di kawasan ini masih sesuai dengan bentuk penataan aslinya, namun kondisi bangunannya, baik yang berupa permukiman, maupun ruko-ruko banyak yang tidak terawat bahkan dibiarkan hingga hancur. Bentuk-bentuk bangunannya sudah banyak yang berubah menjadi bentuk modern sehingga karakter bentuk arsitektur pecinan sudah tidak asli. Hal tersebut akibat seiring perkembangan kebijakan pengembangan ruang kota.

7 10 Pada masa pemerintah kolonial Belanda, pada awal abad ke-19, imigran dari Hadralmaut berdatangan ke nusantara. Para imigran tersebut oleh pemerintah Belanda ditempatkan dalam perkampungan khusus. Perkampungan tersebut dikenal dengan Perkampungan Arab. Kampung tersebut berada di wilayah Empang dan merupakan kampung Arab satu-satunya dan dikhususkan bagi etnis keturunan Arab. Kawasan ini kemudian berkembang sebagai konsentrasi permukiman Arab dan pribumi. Kawasan ini tumbuh pesat sebagai kawasan komersial dan perdagangan yang unik (Sopandi 2003, diacu dalam Sarilestari 2009). Kaum pribumi sebagai kaum terendah pada masa itu, membuat Pemerintah Belanda menempatkan kaum pribumi sebagai bangsa kelas IV yang mendiami pelosok desa. Pola struktur ruang kaum pribumi tidak tertata dengan baik dan berada di daerah dekat aliran sungai. Bangunan-bangunan di kawasan ini memiliki arsitektur jawa. Zona III pada konsep Garden City di Kota Bogor ini merupakan zona fasilitas umum yang terdiri dari sekolah dan gereja. Zona ini tidak memiliki batasan yang jelas, sehingga elemen-elemen pembentuk zona ini berada di zona I dan zona II. Zona IV merupakan zona terluar kota yang terdiri dari pabrik, pasar, lahan kayu, dan perkebunan. Elemen-elemen pada zona ini berada di depan wilayah jalur kereta api yang mengelilingi seluruh kota. Zona terakhir, yaitu zona V merupakan bagian luar kota yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Konsep Garden City yang diduga merupakan konsep awal pembentukan Kota Bogor, lambat laun mulai berubah bila melihat kondisi Kota Bogor dari masa ke masa. Hal ini dapat dilihat dari berubahnya pusat kota dari masa ke masa. Pada awalnya, yaitu masa penjajahan kolonial, konsep ini memiliki pusat kota di Istana Bogor. Namun lambat laun sesuai perkembangan zaman, dimana Indonesia sudah merdeka, Kota Bogor mengalami penambahan luas wilayah dan menurut data dari Bappeda, pusat Kota Bogor berubah menjadi di Balaikota Bogor, sebagai pusat pemerintahan Kota Bogor. Pada bagian zona II yang merupakan zona permukiman sebagian besar penggunaannya masih bertahan hingga saat ini. Etnis-etnis tertentu, seperti Cina dan Arab masih mendiami wilayah-wilayah mereka masing-masing dari dulu hingga kini. Ketika Indonesia merdeka, wilayah-wilayah yang dulu didiami oleh

8 11 bangsa Eropa, telah didiami oleh bangsa pribumi hingga saat ini. Meskipun demikian, peninggalan-peninggalan Bangsa Eropa masih ada yang bertahan hingga saat ini, baik dalam kondisi yang baik maupun sudah dalam kondisi yang rusak atau mengalami sedikit perubahan, karena pengaruh zaman. Zona-zona lainnya seperti zona fasilitas, sub urban, dan pertanian, sebagian besar sudah berubah fungsi, terutama pada zona pertanian. Sebagian besar zona tersebut, saat ini berubah menjadi area-area permukiman dan komersial. 2.3 Kebun Raya Bogor Kebun Raya Bogor terletak di tengah-tengah Kota Bogor, tepatnya di Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah. Kebun Raya ini didirikan pada tanggal 18 Mei 1817 dengan nama s Land Plantentuin te Buitenzorg. Menurut Sarilestari (2009), Kebun Raya Bogor pada mulanya merupakan bagian dari samida (hutan buatan/ taman buatan) yang sudah ada sejak pemerintahan Sri Paduga Maharaja (Prabu Siliwangi, ) dari kerajaan Pajajaran. Fungsi dari KRB tersebut adalah untuk menjaga kelestarian lingkungan sebagai tempat benih kayu langka. Pada mulanya kebun tersebut hanya akan digunakan sebagai kebun percobaan bagi tanaman perkebunan yang akan diperkenalkan ke Hindia- Belanda (saat ini Indonesia). Namun pada perkembangannya juga digunakan sebagai wadah penelitian ilmuwan sejak tahun Kebun Raya Bogor ini merupakan cikal bakal dari lembaga-lembaga penelitian yang ada di Indonesia maupun di dunia internasional 1. Pada awalnya, Kebun Raya Bogor hanya merupakan suatu bagian dari halaman Istana Bogor, dimana pada masa itu, Istana Bogor merupakan bangunan pertama yang dibangun pada masa kolonial, sebagai tempat peristirahatan Gubernur Jendral Belanda (Gambar 5). Lambat laun, Kebun Raya Bogor mengalami perubahan luasan sedikit demi sedikit, dari hanya suatu bagian halaman istana menjadi suatu area penelitian yang sangat penting. 1) Hasil wawancara dengan Bapak M. Nashar pada tanggal 9 Juni 2011.

9 12 Gambar 5 Komplek Istana Bogor pada Tahun 1809 (Sumber: Johannes Widodo, 2012) Perkembangan Kebun Raya dimulai dari awal pembentukannya, yaitu pada tahun 1817 hingga tahun Pada awalnya, yaitu tahun 1817, Kebun Raya Bogor luasnya hanya sebatas Sungai Ciliwung, dapat dilihat pada Gambar 6, dimana Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor sebagai satu kesatuan.

10 13 Gambar 6 Bentuk Awal Kebun Raya Bogor (Sumber: Koleksi Bapak M.Nashar, Bogor 100, 2011) Saat ini Kebun Raya Bogor merupakan sebuah kebun penelitian besar yang luasnya mencapai 87 Ha. Namun karena perkembangan Kota Bogor dari masa ke masa, saat ini KRB memiliki luas 84 Ha, karena beberapa aset yang dilepas dari kepengurusan KRB. KRB dan Istana Bogor merupakan satu kesatuan lanskap walaupun kepengurusannya berbeda. KRB oleh LIPI dan Istana Bogor oleh Kesekertariatan Negara1. Berikut perkembangan Kebun Raya Bogor dapat dilihat pada Gambar 7. 1) Hasil wawancara dengan Bapak M. Nashar pada tanggal 9 Juni 2011.

11 14 Gambar 7 Perkembangan Kebun Raya Bogor (Sumber: Johannes Widodo, 2012) 2.4 Pelestarian Lanskap Sejarah Lanskap menurut Simonds dan Starke (2006), merupakan suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki manusia. Menurut Harris dan Dinnes (1998), lanskap sejarah (historical landscape), secara sederhana dapat dinyatakan sebagai bentukan lanskap tempo dulu (landscape of the past), merupakan bagian dari suatu lanskap budaya yang memiliki dimensi waktu di dalamnya. Lanskap sejarah ini dapat merupakan suatu bukti fisik dari keberadaan manusia di atas bumi. Sedangkan menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001), lanskap sejarah merupakan bagian dari suatu bentuk lanskap budaya

12 15 yang memiliki dimensi waktu. Waktu yang tertera atau tercemin dalam suatu lanskap sejarah, yang membedakan designed landscape lainnya adalah keterkaitan pembentukan essential character dari lanskap ini pada waktu/ periode yang lalu yang didasarkan pada system periodikal yang khusus (seperti sistem politik, ekonomi, dan sosial). Karena itu lanskap sejarah akan memainkan peranan penting dalam mendasari dan membentuk berbagai tradisi cultural/budaya, ideologikal dan etnikal satu kelompok masyarakat. Lanskap sejarah juga dapat dinyatakan sebagai suatu kawasan geografis yang merupakan obyek atau susunan (setting) atas suatu kejadian atau peristiwa interaksi yang bersejarah dalam keberadaan dan kehidupan manusia. Dalam kenyataan umum dijumpai, setiap lanskap dapat dinyatakan sebagai lanskap sejarah karena bentukan lanskap ini merefleksikan makna sejarah dari suatu periode atau waktu tertentu. Hal ini merefleksikan perbedaan dalam rasa, teknologi, dan berbagai kebutuhan masyarakat dalam periode yang berbeda di masa lampau termasuk perbedaan antar wilayah. Pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan yang negatif atau yang merusak keberadaannya atau nilai yang dimilikinya. Pelestarian suatu benda dan juga suatu kawasan yang bernilai budaya dan sejarah ini, pada hakekatnya bukan untuk melestarikannya tetapi terutama untuk menjadi alat dalam mengolah transformasi dan revitalisasi dari kawasan tersebut (Nurisjah dan Pramukanto 2001). Pelestarian lanskap sejarah dapat memberikan suatu kaitan simbolis antara peristiwa-peristiwa terdahulu dengan peristiwa-peristiwa yang ada sekarang dalam kehidupan (Attoe 1988). Secara spesifik, pelestarian yang dilakukan pada lanskap sejarah adalah suatu usaha untuk melindungi nilai-nilai warisan (heritage values) atau peninggalan budaya dan masa lampau terhadap berbagai perubahan, dampak negatif atau segala sesuatu yang membahayakan keberadaan dan kelestarian dalam suatu area dan lingkungan tertentu (Nurisjah dan Pramukanto 2001).

13 16 Menurut Goodchild (1990), tindakan pelestarian yang dapat diterapkan pada suatu kawasan atau bagiannya, terdiri dari satu atau campuran dari beberapa tindakan dengan kombinasi yang berbeda. Beberapa tindakan pelestarian tersebut antara lain : 1. Rekontruksi, yaitu mengembalikan keadaan suatu obyek atau tempat yan pernah ada, tetapi sebagian besar telah hilang atau sama sekali hilang. 2. Preservasi, yaitu menjaga suatu obyek pada kondisi yang ada, dengan mencegah kerusakan dan perubahan. 3. Pemberian informasi, sebagai pedoman atau saran kepada pengelola, penghuni, dan pihak yang terkait, seperti pemerintah. 4. Meningkatkan pengelolaan dan perawatan pada tapak. 5. Perbaikan obyek, yaitu memperbaiki obyek yang telah rusak atau keadaannya telah memburuk dengan tidak merubah karakter atau keutuhan obyek. 6. Meningkatkan karakter sejarah pada tapak melalui tindakan perbaikan, rekonstruksi, atau pembuatan desain baru berdasarkan nilai sejarah. 7. Stabilitas dan konsolidasi, yaitu memperbaiki dan menyelamatkan obyek dari segi struktur tanpa mengubah atau dengan perubahan yang minimal pada penampakan dan keutuhan sejarahnya. 8. Memperbaiki karakter estetis dari tapak melalui tindakan perbaikan, pembaharuan, rekonstruksi, atau desain baru berdasarkan nilai sejarah. 9. Adaptasi atau revitalisasi, yaitu menyesuaikan suatu obyek pada suatu kawasan untuk keadaan atau penggunaan baru yang sesuai, yang dilakukan dengan pemahaman yang mendalam terhadap karakter sejarah yang dimiliki obyek, sehingga karakter dan keutuhan kawasan asli dapat tetap terpelihara.

14 17 Lalu Harris dan Dines (1988) mengemukakan beberapa bentuk tindakan pelestarian lanskap sejarah yang umum, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Tindakan Pelestarian Kawasan Bersejarah (Harris dan Dinnes 1988) No Pendekatan Definisi Implikasi 1 Preservasi Mempertahankan tapak seperti kondisi awal tanpa melakukan penambahan maupun merusaknya 2 Konservasi Mencegah bertambahnya kerusakan pada tapak atau elemen tapak 3 Rehabilitasi Meningkatkan standar modern dengan tetap memperkenalkan dan mempertahankan karakter sejarah 4 Restorasi Mengembalikan seperti kondisi awal (tempo dulu) sebisa mungkin 5 Rekonstruksi Menciptakan kembali seperti kondisi awal, dimana tapak (eksisting) sudah tidak lagi bertahan 6 Rekonstitusi Menempatkan atau mengembalikan periode (waktu), skala, penggunaan, dan lainnya yang sesuai Intervensi (campur tangan) rendah, melindungi lanskap sejarah tanpa perusakan Tanpa membedakan perkembangan tapak Melindungi lanskap bersejarah, terkadang melibatkan sedikit penambahan atau pergantian Pemakaian teknologi dan adanya pengujian secara keilmuan Terbatasnya penelitian mengenai sejarah untuk mengetahui elemen yang sesuai Adanya kesatuan antara elemen sejarah dan modern Melibatkan tingginya tingkat intervensi, sehingga semakin menghilangkan lanskap sejarah Mengembangkan penelitian kesejarahan secara luas dan tepat Pada umumnya melibatkan tingkat intervensi yang tinggi Penggantian konstruksi dan desain Melakukan penelitian mengenai sejarah dan arkeologi untuk memperoleh ketepatan Mengembangkan desain, elemen, dan artifak apabila diperlukan Mempertimbangkan tapak museum yang sesuai Memperluas penelitian kesejarahan untuk mempertahankan karakter dan pola yang akan dikembangkan

15 18 Pelestarian pada elemen-elemen sejarah, terutama pada bangunanbangunan arsitekturnya, memiliki kriteria wajah bangunannya masing-masing. Berikut ini merupakan elemen-elemen yang biasanya terdapat di bangunanbangunan kolonial. Elemen-elemen penting dalam suatu bangunan secara umum adalah pintu, jendela, dinding, atap, dan sun shading/luifel. Adapula elemen lainnya sebagai pendukung bangunan berasitektural kolonial (Kier 2001, diacu dalam Antariksa 2010), yaitu 1. Gable/gavel, berada pada bagian tampak bangunan, biasanya berbentuk segitiga yang mengikuti bentuk atap. Berikut contoh-contoh bentuk gable bergaya kolonial dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Variasi Bentuk Gable (Sumber: Handinoto 1996 diacu dalam Samsudi 2000) 2. Menara/tower, variasi bentuknya beragam, mulai dari bulat, kotak atau segi empat ramping, segi enam, atau bentuk-bentuk geometris lainnya, dan ada juga yang dipadukan dengan gevel. 3. Dormer, berfungsi untuk penghawaan dan pencahayaan (Gambar 9). Gambar 9 Ragam Bentuk Dormer yang Biasa Digunakan dalam Arsitektur Kolonial (Sumber: Handinoto 1996 diacu dalam Samsudi 2000)

16 19 4. Tympannon/Tadah angin, merupakan lambang masa prakristen yang diwujudkan dalam bentuk pohon hayat, kepala kuda, atau roda matahari. Lambang masa kristen diwujudkan pada penggunaan bentukan-bentukan salib dan hati. 5. Ballustrade, merupakan pagar yang biasanya terbuat dari beton cor yang digunakan sebagai pagar pembatas balkon, atau dek bangunan. 6. Bouvenlicht/Lubang ventilasi, berfungsi untuk mengalirkan udara dari luar ke dalam bangunan, dan sebaliknya. 7. Penunjuk angin, merupakan ornamen yang diletakkan di atas nok atap. Ornamen ini berfungsi sebagai penunjuk arah angin. 8. Nok Acroterie (hiasan puncak atap), terletak di bagian puncak atap. Di Indonesia, ornamen ini dibuat dari bahan beton atau semen. 9. Geveltoppen (hiasan puncak atap depan) Voorschot, berbentuk segitiga dan terletak di bagian depan rumah. Biasanya dihias dengan papan kayu yang dipasang vertikal, dan memiliki makna simbolik. Oelebord/oelenbret, berupa papan kayu berukir, digambarkan sebagai dua angsa yang bertolak belakang yang bermakna pembawa sinar terang atau pemilik wilayah. Selain angsa, pada bangunan indis seringkali simbol angsa digantikan bentuk pohon kalpa; Makelaar, papan kayu berukir yang ditempel secara vertikal, dan diwujudkan seperti pohon palem atau manusia. 10. Ragam hias pada tubuh bangunan, biasanya berupa: Hiasan/ornamen ikal sulur tumbuhan yang berujung tanduk kambing; Hiasan pada lubang angin diatas pintu dan jendela; Hiasan pada kolom,ada tiga jenis kolom yang terkenal pada bangunan kolonial, yaitu kolom doric, ionic, dan cornithian. Kolom-kolom ini banyak ditemukan pada bangunan kolonial klasik dengan gaya Yunani atau Romawi. Kolom biasanya diekspose sedemikian rupa, terutama pada bagian serambi bangunan kolonial.

17 20 Selain daripada diatas, arsitektur kolonial juga khas dengan menggunakan konsol (penyangga atap tritisan). Berikut bentuk beberapa elemen vernakular pada bangunan arsitektur Belanda dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 Beberapa Macam Elemen Arsitektur Vernakular Pada Bangunan Arsitektur Kolonial (Sumber: Handinoto 1996 diacu dalam Samsudi 2000) 2.5 Pentingnya Zona Penyangga Zona penyangga (Buffer Zone) merupakan alat penting untuk megkonservasi suatu tapak dari pengaruh yang ada. Perlindungan dari lingkungan sekitar merupakan strategi penting dari sebuah konservasi. Suatu zona penyangga dimaksudkan untuk melindungi suatu situs atau tapak dari pengaruh negatif. Dengan kata lain zona penyangga ini mungkin secara universal tidak memiliki nilai tertentu. Namun dapat memberi pengaruh pada tapak atau warisan dunia tersebut. Hal penting dari suatu lingkungan terhadap objek tersebut harus benar-benar dipahami agar mendapatkan suatu parameter yang cocok serta langkah-langkahnya sehingga dapat menentukan suatu zona penyangga (UNESCO, 2009). Menurut Goodchild (1990), konservasi merupakan suatu tindakan manajemen yang bertanggung jawab, informatif, dan merawat sumber daya yang berharga. Tujuan dasar dibalik konservasi warisan budaya adalah untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan sumber daya budaya. Pada tahun 1972, UNESCO mengumumkan bahwa dikenal ada dua macam warisan dunia, yaitu warisan alami dan warisan budaya. Oleh karena itu lanskap sejarah dianggap sebagai suatu bagian dari warisan budaya. Namun tidak terdapat alasan yang jelas mengapa lanskap sejarah masuk ke dalam bagian warisan budaya (Goodchild, 1990).

18 21 Menurut Goodchild (1990), ada beberapa alasan mengapa suatu lanskap sejarah harus dikonservasi, hal tersebut dikarenakan: 1. Lanskap sejarah merupakan bagian dan kesatuan dari suatu warisan budaya. Keberadaannya membantu dalam menentukan suatu asal usul warisan budaya. Hal tersebut dapat menjadi poin referensi untuk dipahami dan memberikan suatu pengalaman yang signifikan dan aktual bahkan ketika kondisi lanskap sejarah tersebut tidak dalam kondisi yang prima. 2. Lanskap sejarah memberikan suatu bukti fisik dan arkeologi dari sejarah suatu warisan budaya. 3. Berkontribusi dalam keberlanjutan perkembangan kehidupan budaya karena lanskap tersebut ada dan dapat dikunjungi, didiskusikan, dan dipelajari. Lanskap tersebut merupakan suatu unsur aktif bagi kehidupan saat ini dan masa yang akan datang. 4. Berkontribusi terhadap keberagaman suatu ketersediaan pengalaman. 5. Memberikan kemusahan publik, tempat dimana orang-orang dapat santai, mengembalikan semangat, dan menenangkan diri mereka atau mencari suatu insprirasi. 6. Mereka dapat menjadi aspek pentik bagi perekonomian sebagai suatu fasilitas umum karena dapat menghasilkan dan mendukung pariwisata. Dalam Brazil (2005), tujuan utama dari zona penyangga adalah untuk melindungi keadaan visual dari sebuah situs warisan dunia, khususnya dengan memberikan pertimbangan khusus untuk aplikasi perencanaan yang diajukan untuk pengembangan di dalamnya. Adapun prinsip yang dapat menjadi panduan dalam menentukan suatu zona penyangga menurut Brazil (2005), yaitu: 1. Zona penyangga tersebut dapat melindungi view dari dalam dan luar tapak, 2. Zona tersebut dapat melindungi hubungan aspek kesejarahan dan fisik dengan tapaknya dari dampak, 3. Pertimbangan yang sesuai sehingga memberikan dampak positif bagi keberadaan dan karakter tapak tersebut dengan nilai-nilai yang ada.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki manusia (Simonds

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13). 28 IV. KONDISI UMUM 4.1 Wilayah Kota Kota merupakan salah satu wilayah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Kota memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan.

Lebih terperinci

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Yogyakarta memiliki peninggalan-peninggalan karya arsitektur yang bernilai tinggi dari segi kesejarahan maupun arsitekturalnya, terutama

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter lanskap tersebut menyatu secara

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Studi ini dilakukan di Kecamatan Kebayoran Baru, Kotamadya Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Survei pendahuluan tapak dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. 88 Universitas Indonesia. Gereja Koinonia..., Rinno Widianto, FIB UI, 2009

BAB 5 KESIMPULAN. 88 Universitas Indonesia. Gereja Koinonia..., Rinno Widianto, FIB UI, 2009 BAB 5 KESIMPULAN Bangunan Gereja Koinonia merupakan bangunan tinggalan kolonial pada awal abad 20 jika dilihat dari tahun berdirinya. Perkembangan gaya seni arsitektur di Indonesia tidak lepas dari pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Perancangan Konsep dasar yang digunakan dalam Revitalisasi Kawasan Pabrik Gula Krebet Malang ini mencangkup empat aspek yaitu: Standar Perancangan Objek Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan

Lebih terperinci

Gambar 11 Lokasi Penelitian

Gambar 11 Lokasi Penelitian 22 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan penelitian ini dilakukan di kawasan sekitar Kebun Raya Bogor, Kota Bogor. Kebun Raya Bogor itu sendiri terletak di Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli

BAB I PENDAHULUAN. besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 terjadi gelombang migrasi besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli kontrak akibat

Lebih terperinci

-:: ~ -: =~- ~-=~ Media

-:: ~ -: =~- ~-=~ Media ..p '' : ::.... ~ : =~ ~=~.. ste OLEH: SETAD SOPAND DAE pedajaman di ndonc ia tclah memancarkan pesona sejak dulu kala khususnya sejak bangsa Eropa sedang giat menjelajah bumi Nusantara dan. hasil aja

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: KHAIRINRAHMAT L2D 605 197 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Rencana Tapak Seluruh Kompleks Istana Kepresidenan Bogor. Sumber: Bag. Teknik Istana Bogor, 2012

LAMPIRAN. Lampiran 1. Rencana Tapak Seluruh Kompleks Istana Kepresidenan Bogor. Sumber: Bag. Teknik Istana Bogor, 2012 LAMPIRAN Lampiran 1. Rencana Tapak Seluruh Kompleks Istana Kepresidenan Bogor. Sumber: Bag. Teknik Istana Bogor, 2012 Lampiran 2. Rencana Tapak Area Utama Istana Kepresidenan Bogor. 101 Lampiran 3. Denah

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP UNTUK PELESTARIAN PERMUKIMAN TIPE KOLONIAL DI KAWASAN TAMAN KENCANA, KOTA BOGOR TANIA HERLIANI

PERENCANAAN LANSKAP UNTUK PELESTARIAN PERMUKIMAN TIPE KOLONIAL DI KAWASAN TAMAN KENCANA, KOTA BOGOR TANIA HERLIANI PERENCANAAN LANSKAP UNTUK PELESTARIAN PERMUKIMAN TIPE KOLONIAL DI KAWASAN TAMAN KENCANA, KOTA BOGOR TANIA HERLIANI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 RINGKASAN

Lebih terperinci

LINDETEVES: SI KEMBAR DARI BELANDA

LINDETEVES: SI KEMBAR DARI BELANDA Oscar Ryo Liaunardy/e-Jurnal Eco-Teknologi UWIKA (ejetu). ISSN: 2301-850X. Vol. I, Issue 2, Oktober 2013 pp. 37-42 LINDETEVES: SI KEMBAR DARI BELANDA Oscar Ryo Liaunardy 1 1) Arsitektur Universitas Widya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Perumusan Masalah 1. Latar belakang dan pertanyaan penelitian Berkembangnya arsitektur jaman kolonial Belanda seiring dengan dibangunnya pemukiman bagi orang-orang eropa yang tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada abad ke 14, bangsa Tionghoa mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Proyek yang direncanakan dalam Studio Konsep Perancangan Arsitektur (SKPA) berjudul Boyolali Historical Park sebagai Pengembangan Taman Sonokridanggo. Maksud dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

ASSESSMENT LANSKAP SEJARAH KAWASAN EMPANG UNTUK MENDUKUNG PERENCANAAN TATA RUANG KOTA BOGOR RANI ANGGRAENI

ASSESSMENT LANSKAP SEJARAH KAWASAN EMPANG UNTUK MENDUKUNG PERENCANAAN TATA RUANG KOTA BOGOR RANI ANGGRAENI i ASSESSMENT LANSKAP SEJARAH KAWASAN EMPANG UNTUK MENDUKUNG PERENCANAAN TATA RUANG KOTA BOGOR RANI ANGGRAENI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ii PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai beragam kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan tersebut mempunyai unsur yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan Rossler, 1995). Lanskap budaya pada beberapa negara di dunia

Lebih terperinci

Lampiran 1 Deskripsi Benda Cagar Budaya Berikut merupakan deskripsi dari Benda Cagar Budaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah: a.

Lampiran 1 Deskripsi Benda Cagar Budaya Berikut merupakan deskripsi dari Benda Cagar Budaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah: a. LAMPIRAN 94 95 Lampiran 1 Deskripsi Benda Cagar Budaya Berikut merupakan deskripsi dari Benda Cagar Budaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah: a. Balaikota Bogor Bangunan pemerintahan periode kolonial

Lebih terperinci

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang Safira safiraulangi@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN HOTEL INNA DIBYA PURI SEBAGAI CITY HOTEL DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN HOTEL INNA DIBYA PURI SEBAGAI CITY HOTEL DI SEMARANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang direncanakan menjadi pusat perdagangan dan industri yang berskala regional, nasional dan internasional. Kawasan Johar merupakan salah satu pusat perniagaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT

PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT Dion Farhan Harun, Antariksa, Abraham Mohammad Ridjal Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167, Malang

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok,

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, BAB 5 PENUTUP 5.1 Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, yaitu untuk menjawab pertanyaan mengenai sejak kapan permukiman di Depok telah ada, juga bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap sejarah (historical landscape) menurut Harris dan Dines (1988), secara sederhana dapat dinyatakan sebagai bentukan lanskap tempo dulu (landscape of

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Budaya

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Budaya 21 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Budaya Simonds (1983) mendefinisikan lanskap sebagai suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut

Lebih terperinci

MAKASSAR merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan pesat dalam berbagai bidang. meningkatkan jumlah pengunjung/wisatawan

MAKASSAR merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan pesat dalam berbagai bidang. meningkatkan jumlah pengunjung/wisatawan MAKASSAR merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan pesat dalam berbagai bidang EKONOMI SOSIAL POLITIK INDUSTRI PARIWISATA BUDAYA mengalami perkembangan mengikuti kemajuan zaman meningkatkan

Lebih terperinci

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI

BAB I PENDAHULUAN. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI BAB I PENDAHULUAN Masyarakat kota Yogyakarta pasti mengenal Kawasan JL. KHA. Dahlan. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI yang terkenal dengan tokohnya KHA. Dahlan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. simbolisme dari kalimat Minazh zhulumati ilan nur pada surat Al Baqarah 257.

BAB VI HASIL PERANCANGAN. simbolisme dari kalimat Minazh zhulumati ilan nur pada surat Al Baqarah 257. BAB VI HASIL PERANCANGAN Revitalisasi kawasan wisata makam Kartini ini berlandaskan pada konsep simbolisme dari kalimat Minazh zhulumati ilan nur pada surat Al Baqarah 257. Nilai-nilai Islam yang terkandung

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota pada perkembangannya memiliki dinamika yang tinggi sebagai akibat dari proses terjadinya pertemuan antara pelaku dan kepentingan dalam proses pembangunan. Untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arsitek Indonesia masih berkiblat pada arsitektur kolonial tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. arsitek Indonesia masih berkiblat pada arsitektur kolonial tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Arsitektur kolonial yang ada di Indonesia, tersebar di berbagai wilayah kota-kota besar termasuk di kota Medan. Tidak semua arsitektur kolonial dibangun oleh arsitektur

Lebih terperinci

POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN KAWASAN SURYAKENCANA SEBAGAI KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTA BOGOR

POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN KAWASAN SURYAKENCANA SEBAGAI KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTA BOGOR POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN KAWASAN SURYAKENCANA SEBAGAI KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTA BOGOR Putri Ariyani, Ichwan Arif *), Janthy Trilusianthy Hidayat **) e-mail: putrypaanda@gmail.com ABSTRAK Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL

KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL Konsep Lanskap Total Konsep total dari perancanaan ini adalah menata apa yang ada saat ini dan mengendalikan tapak sedemikian rupa untuk mencegah penggunaan

Lebih terperinci

SUMBU POLA RUANG DALAM RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PECINAN KOTA BATU

SUMBU POLA RUANG DALAM RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PECINAN KOTA BATU SUMBU POLA RUANG DALAM RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PECINAN KOTA BATU Maharani Puspitasari 1, Antariksa 2, Wulan Astrini 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KARAKTER SPASIAL BANGUNAN KOLONIAL RUMAH DINAS BAKORWIL KOTA MADIUN

KARAKTER SPASIAL BANGUNAN KOLONIAL RUMAH DINAS BAKORWIL KOTA MADIUN KARAKTER SPASIAL BANGUNAN KOLONIAL RUMAH DINAS BAKORWIL KOTA MADIUN Jurnal Ilmiah Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun oleh: PIPIET GAYATRI SUKARNO 0910651009 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam

BAB VI KESIMPULAN. Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam BAB VI KESIMPULAN 6.1. Karakteristik Bangunan Asli (Periode 1) Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam permukiman warga Cina (Chinese Kamp) di depan Benteng Marlborough mempunyai dua

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki sekitar 500 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, yang dipengaruhi oleh kebudayaan India,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang juga dikenal sebagai Undang-Undang Otonomi Daerah mendorong setiap daerah untuk menggali

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang BAB 5 KONSEP PERANCANGAN Konsep perancangan pada redesain kawasan wisata Gua Lowo di Kabupaten Trenggalek menggunakan tema Organik yang merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan terkadang diikuti perubahan fisik bangunan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pemilik bangunan.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan

Lebih terperinci

Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan

Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan Rihan Rizaldy Wibowo rihanrw @gmail.com Mahasisw a Jurusan A rsitektur, Sekolah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia, JABODETABEK adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia, JABODETABEK adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, JABODETABEK adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan beberapa wilayah lainnya di Pulau Jawa. Tingkat kehidupan Jakarta dan sekitarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Brosur resmi Istana Kepresidenan Bogor, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Brosur resmi Istana Kepresidenan Bogor, 2012. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Istana Kepresidenan Bogor terletak di Jalan Ir. H. Juanda No.1,Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat, sekitar 60 Kilometer dari kota Jakarta dengan luas sekitar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat 112 BAB V KESIMPULAN Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat perdagangan di Kota Surakarta berawal dari migrasi orang-orang Cina ke pesisir utara pulau Jawa pada abad XIV. Setelah

Lebih terperinci

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development BAB II FIRST LINE Sesuai dengan proses perancangan, pengetahuan dan pengalaman ruang sangat dibutuhkan untuk melengkapi dan mendapatkan data-data yang berkaitan dengan kasus yang ditangani. Karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengingat sejak zaman Kerajaan Padjajaran sesuai dengan bukti-bukti yang

BAB I PENDAHULUAN. mengingat sejak zaman Kerajaan Padjajaran sesuai dengan bukti-bukti yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Pemerintahan Kota Bogor Kota Bogor mempunyai sejarah yang panjang dalam Pemerintahan, mengingat sejak zaman Kerajaan Padjajaran sesuai dengan bukti-bukti yang ada seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak berabad-abad silam dan beberapa diantaranya sekarang sudah menjadi aset

BAB I PENDAHULUAN. sejak berabad-abad silam dan beberapa diantaranya sekarang sudah menjadi aset BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Gereja merupakan bangunan ibadat umat kristiani yang mewadahi kegiatan spiritual bagi jemaatnya. Berbagai bentuk desain gereja telah tercipta sejak berabad-abad silam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 16 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Empang yang secara administratif masuk dalam wilayah Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa

Lebih terperinci

Karakter Visual Bangunan Rumah Dinas Kolonial Belanda Pabrik Gula Jatiroto Lumajang

Karakter Visual Bangunan Rumah Dinas Kolonial Belanda Pabrik Gula Jatiroto Lumajang Karakter Visual Bangunan Rumah Dinas Kolonial Belanda Pabrik Gula Jatiroto Lumajang Gevi Vembrista Nirwana Permai Permadi dan Antariksa Sudikno Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian kemajuan kebudayaan suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari peninggalan budaya dan sejarah bangsa sehingga mampu menjadi simbol identitas keberadaban. Pengalihan

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Sumber: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Olahraga dapat menjadi batu loncatan sebagai pemersatu bangsa, daerah dan negara lainnya, baik di dalam skala nasional maupun internasional. Dalam setiap skala, negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan hidup sebuah bangsa dan menyimpan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang mencerminkan kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang :

Lebih terperinci

lib.archiplan.ugm.ac.id

lib.archiplan.ugm.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan kota dewasa ini telah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang sangat cepat. Tingkat pertumbuhan itu dapat dilihat dari makin bertambahnya bangunan-bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah Lanskap sejarah (historical landscape) menurut Harris dan Dines (1988), dapat dinyatakan sebagai suatu bentukan lanskap pada masa lalu yang terdiri dari bukti-bukti

Lebih terperinci

Gambar 1 Kerangka pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap Sejarah

Gambar 1 Kerangka pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap Sejarah 4 Gambar 1 Kerangka pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sejarah Lanskap merupakan bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu dan keberadaannya dinikmati oleh panca indera manusia (Simonds dan Starke

Lebih terperinci

BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE

BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE Pemograman merupakan bagian awal dari perencanaan yang terdiri dari kegiatan analisis dalam kaitan upaya pemecahan masalah desain. Pemograman dimulai

Lebih terperinci

Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe

Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe Cut Azmah Fithri (1), Sisca Olivia (1), Nurhaiza (1) cutazmah@unimal.ac.id (1) Dosen Tetap Program Studi Arsitektur

Lebih terperinci

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997). Oleh: Zaflis Zaim * Disampaikan dalam acara Sosialisasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Hotel Sapadia Pasir Pengaraian, 21 Desember 2011. (*) Dosen Teknik Planologi, Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peninggalan sejarah dan cagar budaya mempunyai peranan penting dalam perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah dan cagar budaya banyak

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. terdapat pada Bab IV dan Bab V yaitu, manusia sebagai pelaku, Stadion Raya

BAB VI HASIL RANCANGAN. terdapat pada Bab IV dan Bab V yaitu, manusia sebagai pelaku, Stadion Raya 165 BAB VI HASIL RANCANGAN 6.1. Dasar Rancangan Hasil perancangan diambil dari dasar penggambaran konsep dan analisa yang terdapat pada Bab IV dan Bab V yaitu, manusia sebagai pelaku, Stadion Raya sebagai

Lebih terperinci

Lalu, Ada Makam Hoo Tjien Siong

Lalu, Ada Makam Hoo Tjien Siong Selain peninggalan situs kuno berupa lingga yoni, ternyata di wilayah banyak ditemukan situs Arca Megalit. Untuk batu berbentuk arca ini ditemukan di Dusun Kaum, Desa Pangayan, Kecamatan Doro. Situs tersebut

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN. Kata kunci: Kata kunci: Bangunan Kuno dan Kawasan Bersejarah, Konservasi Pusat Kota Lama Manado, Heritage Bulding.

HASIL PENELITIAN. Kata kunci: Kata kunci: Bangunan Kuno dan Kawasan Bersejarah, Konservasi Pusat Kota Lama Manado, Heritage Bulding. HASIL PENELITIAN KAJIAN KONSERVASI BANGUNAN KUNO DAN KAWASAN BERSEJARAH DI PUSAT KOTA LAMA MANADO Yenie Naftalia Tonapa 1, Dwight M. Rondonuwu, ST. MT 2, Dr. Aristotulus E. Tungka, ST.MT 3 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

163 Universitas Indonesia

163 Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP Pada bab ini dijelaskan mengenai kesimpulan semua pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya dan saran. Kesimpulan ini juga menjawab pertanyaan permasalahan yang dibuat pada

Lebih terperinci

Desain Fasad Depan dan Ornamen pada Societeit Voor Officieren dan Stasiun KAI di Kota Cimahi

Desain Fasad Depan dan Ornamen pada Societeit Voor Officieren dan Stasiun KAI di Kota Cimahi SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Desain Fasad Depan dan Ornamen pada Societeit Voor Officieren dan Stasiun KAI di Kota Cimahi Jeremy Meldika jeremy meldika@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah

Lebih terperinci

GEVEL SEBAGAI KARAKTER BANGUNAN KOLONIAL DENGAN FUNGSI RUMAH TINGGAL DI KOTA TEGAL (STUDI KASUS JALAN GAJAH MADA KOTA TEGAL)

GEVEL SEBAGAI KARAKTER BANGUNAN KOLONIAL DENGAN FUNGSI RUMAH TINGGAL DI KOTA TEGAL (STUDI KASUS JALAN GAJAH MADA KOTA TEGAL) Available online through http://ejournal.undip.ac.id/index.php/modul Gevel Sebagai Karakter Bangunan Kolonial Dengan Fungsi Di GEEL SEBAGAI KARAKTER BANGUNAN KOLONIAL DENGAN FUNGSI RUMAH TINGGAL DI KOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ARSITEKTUR KONTEKSTUAL 2.1.1 Definisi Arsitektur Kontekstual Brent C. Brolin (1980) dalam Firgus (2010) melalui bukunya Architecture in Context memberikan pengertian suatu perencanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch. Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch. Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang dilakukan di kawasan Petak Sembilan, masih banyak yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kota pastinya memiliki nilai sejarah tersendiri, dimana nilai sejarah ini yang menjadi kebanggaan dari kota tersebut. Peristiwa peristiwa yang telah terjadi

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) 5.1 Sirkulasi Kendaraan Pribadi Pembuatan akses baru menuju jalan yang selama ini belum berfungsi secara optimal, bertujuan untuk mengurangi kepadatan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN

BAB VI HASIL PERANCANGAN BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar perancangan Pusat Studi dan Budidaya Tanaman Hidroponik ini adalah Arsitektur Ekologis. Adapun beberapa nilai-nilai Arsitektur Ekologis

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kuin adalah wilayah sepanjang daerah aliran Sungai Kuin yang terletak di kota Banjarmasin.

Lebih terperinci