10 Tahun yang Lalu Usmar Ismail Tutup Usia Oleh: H. Rosihan Anwar

Ukuran: px

Mulai penontonan dengan halaman:

Download "10 Tahun yang Lalu Usmar Ismail Tutup Usia Oleh: H. Rosihan Anwar"

Benny Susanto
7 tahun lalu
Tontonan:

Hasil ketik ulang dari dokumen asli (dokumen asli terlampir di bawah) : KOMPAS, 28 DESEMBER 1980 Hal. 1 10 Tahun yang Lalu Usmar Ismail Tutup Usia Oleh: H.

1 Hasil ketik ulang dari dokumen asli (dokumen asli terlampir di bawah) : KOMPAS, 28 DESEMBER 1980 Hal Tahun yang Lalu Usmar Ismail Tutup Usia Oleh: H. Rosihan Anwar Agaknya tidak banyak orang yang ingat lagi bahwa sepuluh tahun yang lalu Usmar Ismail, Bapak Perfilman Indonesia meninggal dunia di Jakarta dalam usia hampir 50 tahun. Ia tutup usia pada tanggal 2 Januari 1971 karena pendarahan dalam otak. Kepergiannya mengejutkan orang karena dari dia masih diharapkan hasil-hasil karya yang baik. Film terakhir yang dibuatnya ialah Ananda yang mengorbitkan bintang film Lenny Marlina. Memanglah, salah satu ciri khas Usmar ialah sebagai starmaker atau pencipta bintang-bintang film yang tenar. Sebutkanlah nama bintang yang terkemuka di zamannya seperti Mieke Widjaya, Suzanna, Nurbaini Jusuf, Citra Dewi dan sebagainya, mereka ialah penemuan Usmar. Ia juga pencipta kader-kader karyawan film apakah penulis scenario, editor film, sutradara. Baik dalam perusahaannya Perfini, maupun dalam Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI), Usmar berusaha menimbulkan kader baru. Baik sutradara seperti Teguh Karya, Syumandjaya, Nya Abas Acoup, maupun editor seperti Sumardjono, Cassim Abas, penulis scenario seperti H. Misbach Y. Biran atau aktor seperti Sukarno M. Noor dan banyak lagi yang lain, semua itu pernah dalam hidup mereka berasosiasi dekat dengan dan mendapat latihan dari Usmar Ismail. Tanggapan penonton TV-RI Ketika acara TV-RI Sepekan Film Indonesia disiarkan baru-baru ini terdapat tiga buah film Usmar Ismail di sana yaitu Bayangan di waktu fajar, Asrama Dara dan Lagi-lagi Krisis. Saya mendapat umpan-balik dari beberapa kalangan yang menonton film-film itu di layar TV-RI. Seorang pengusaha mengatakan: Ketika saya menonton film Usmar, saya sadari pesan-pesan yang disampaikannya masih tetap mempunyai relevansinya untuk zaman kita sekarang. Dahulu saya kurang dapat menempatkan Usmar pada tempatnya yang sebenarnya tetapi sekarang seolah-olah bertemu antara filmnya dengan kalbu saya. Saya menjadi bangga karena pernah mengenal Usmar secara pribadi. Seorang ibu rumahtangga menambahkan: Setelah menonton film-film lama Usmar Ismail saya menjadi merasa betapa dahulu itu saya seorang snob. Sesungguhnya, salah satu ciri film-film Usmar apakah ia menggunakan tema epos perjuangan dari zaman revolusi ataupun cerita hiburan, namun komitmen sosialnya dan sikap mesranya terhadap rakyat dan masyarakat dengan jelas memantul dari film-filmnya. Usmar Ismail ialah perintis perfilman nasional Indonesia. Setelah ia mendirikan perusahaan N.V. Perfini bersama teman-temannya seperti suryo Sumanto, Nazir Naib, Rosihan Anwar dan lain-lain, maka ia memproduksi Darah dan Doa (1950) yaitu kisah

2 perjuangan Long March Siliwangi. Berlainan dari kebiasaan waktu itu dia menggunakan tenaga-tenaga wajah baru sebagai pemain, sama sekali bukan actor-aktris professional. Zaman itu ialah sedang naiknya aliran neo realisme sineas Italia Vittoria de sicca, Roberto Rosellini. Maka Usmar pun menggunakan seorang pelajar SMA Taman Siswa Del Juzar (kini seorang pengacara) dan pelajar Awaluddin Djamin (kini Kapolri) sebagai pendukung filmnya. Film-film perjuangan lainnya ialah Enam Jam di Yogya yang mengisahkan S.O (Serangan Oemoem) yang dilancarkan oleh pasukan TNI di bawah pimpinan Letkol Suharti (kini Presiden RI) terhadap tentara Belanda di Yogya tanggal 1 Maret Dalam film Lewat Jam Malam ia menceritakan kisah seorang pejuang yang mengalami kesukaran mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat normal. Film Pejuang memperoleh hadiah dari Festival Film Moskow. Selain film-film bertema perjuangan, Usmar membuat film komedi dan hiburan. Sebuah filmnya yang sukses di box office ialah Krisis (1954) yang berhasil berminggu-minggu lamanya diputar di bioskop Megaria dan dengan demikian membuat film Indonesia akseptabel dan respektabel bagi kaum terpelajar Indonesia yang sebelum itu karena prasangka kurang dapat menghargai film Indonesia. Film-film hiburan sejenis menyusul seperti Tiga Dara, Asrama Dara, Delapan Penjuru Angin. Akan tetapi betapapun sifatnya dikatakan hiburan dan komersil toh senantiasa dapat dilihat disitu kritik-kritik sosial yang dilontarkan secara halus oleh Usmar. Film Tamu Agung misalnya yang dianggap sebagai satire yang dialamatkan kepada pejabat negara masa itu malahan pernah dilarang dipertunjukkan. Meskipun ada larangan itu hubungan Usmar dengan Presiden Sukarno tetap baik. Pendapat Presiden Sukarno Dalam buku harian (diary) saya dari tauhn 1962 terdapat sebuah catatan tentang pertemuan Usmar dengan Presiden Sukarno pada tanggal 28 Mei Saya kutip antara lain sebagai berikut: Usmar datang dengan bintang film Nurbaini Jusuf yang main dalam film yang kini sedang dibikinnya yakni Anak Perawan Di Sarang Penyamun berdasarkan sebuah novel Sutan Takdir Alisjahbana. Presiden sukarno menyatakan kepada Usmar Ismail tentang gejala inflatie regisseurs dewasa ini. Dengan ini dimaksudkannya bahwa orang menamakan diri dan menjadi regisseurs (sutradara) padahal hasil mereka itu tidak dapat diketengahkan. Sebaliknya dalam anggapan Presiden Sukarno: Bung Usmarlah satu-satunya regisseur Indonesia. Berbicara tentang jenis film Indonesia yang dikehendakinya, Sukarno mengatakan ia mau film yang bagus dan hebat. Ia mengemukakan sebagai contonh film seperti Two Women (yang diperankan oleh Sophia Loren) dan Never on Sunday yang dilarang oleh sensor). Demikianlah catatan saya dari tahun Tentu tidak semua pihak sependapat dengan Presiden Sukarno bahwa Usmar Ismail ialah satu-satunya regisseur Indonesia. Sebab di tahun ia mendapat serangan hebat dari golongan komunis yang berkumpul dalam LEKRA dan dari golongan PNI-ASU yang berkumpul dalam LKN. Ketika PAPFIAS atau Panitia Aksi Pemboikotan Film Imperialis Amerika Serikat melancarkan aksinya memboikot diputarnya film-film Amerika di negeri ini, maka sekaligus Usmar Ismail mendapat serangan dan kritik pula. Semua itu sudah termasuk sejarah.

3 Akan tetapi kini sudah tersedia cukup jarak guna menilai Usmar Ismail pada proporsi yang wajar dan sebenarnya. Tidak dapat disangkal ia Bapak Perfilman Indonesia. Kiranya tidalah salah apabila masyarakat perfilman, termasuk Dewan Film Nasional, sudi memperingati pula tanggal 2 Januari 1981 sebagai hari sepuluh tahun yang lalu H. Usmar Ismail berpulang ke rahmatullah.

dokumen-dokumen yang mirip

Hasil ketik ulang dari dokumen asli (dokumen asli terlampir di bawah) :

Hasil ketik ulang dari dokumen asli (dokumen asli terlampir di bawah) : MERDEKA, 30 Maret 1994 Menyongsong Hari Film Nasional, 30 Maret Rekontruksi Pemikiran Usmar Ismail UNTUK pertama kalinya Hari Film