4.1 Model Transport Sedimen Sejajar Pantai - GENESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4.1 Model Transport Sedimen Sejajar Pantai - GENESIS"

Transkripsi

1 Bab 4 4 Pemodelan Untuk mensimulasikan permasalahan yang terjadi di lokasi studi, digunakan perangkat lunak GENESIS dan SMS 8.1. Perangkat lunak GENESIS digunakan untuk memperlihatkan besar transport sedimen sejajar pantai di lokasi kajian, sedangkan SMS 8.1 digunakan untuk mensimulasikan pola sedimentasi yang terjadi. Dalam bab ini akan dibahas pemodelan yang dilakukan dan analisis terhadap hasil pemodelan yang diperoleh. 4.1 Model Transport Sedimen Sejajar Pantai - GENESIS Sedimentasi yang terjadi di sekitar alur masuk Pelabuhan Pulau Baai disebabkan oleh adanya transport sedimen sejajar pantai. Besar transport sedimen yang terjadi di lokasi tinjauan diperkirakan dengan melakukan simulasi numerik menggunakan paket program GENESIS (GENEralized Model for SImulating Shoreline Change). GENESIS merupakan bagian dari sebuah system pemodelan terstruktur SMS (Shoreline Modelling System) yang dikembangkan oleh Mark B. Gravens, Nicholas C. Kraus dari CERC (Coastal Engineering Reserch Center), dan Hans Hanson dari University of Lund, Sweden (Gravens et al., 1991, hal1). GENESIS adalah perangkat lunak yang dikembangkan untuk memodelkan perubahan garis pantai dan transpor sedimen sejajar garis pantai yang disebabkan oleh mekanisme gelombang pecah. Dalam tugas akhir ini, pemodelan GENESIS digunakan untuk memperlihatkan transport sedimen yang terjadi di lokasi tinjauan. Gambar 4.1 memperlihatkan ilustrasi mengenai transport sedimen sejajar pantai. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

2 Q in Q out Garis Pantai Δ x Q in > Q out Q in < Q out Pantai terdeposisi Pantai tererosi Gambar 4.1 Ilustrasi transpor sedimen sejajar pantai Adapun beberapa asumsi dasar pada one line model GENESIS yaitu: 1. Transpor sedimen hanya terjadi di surf zone 2. Transpor sedimen sejajar pantai terjadi akibat aksi gelombang pecah 3. Detail struktur terinci di seputar pantai dapat diabaikan 4. Evolusi garis pantai menggunakan kecenderungan jangka panjang Input Data GENESIS Data masukan yang dibutuhkan untuk simulasi perubahan garis pantai adalah: 1. Peta acuan garis pantai lokasi studi, dalam bentuk diskritisasi bentangan garis pantai untuk menentukan grid numerik. Posisi garis pantai dinyatakan sebagai jarak dalam arah laut lepas pantai (offshore) pada setiap grid numerik yang diukur dari base line. Base line ditentukan dalam arah yang paling mendekati memanjang pantai dan sedapat mungkin tidak memeotong garis pantai. Lokasi kondisi batas lepas pantai (offshore Boundary condition) sebagai titik awal transformasi gelombnag dipilih di perairan dalam dimana dinamika gelombang tidak menyebabkan transpor sedimen. 2. Seri-waktu data iklim gelombang hasil hindcasting atau peramalan gelombang. 3. Data posisi struktur yang ada atau akan direncanakan seperti seawall, groin, breakwater dan bila ada beach fill ataupun pengerukan. 4. Data ukuran butiran sedimen (D 50 ) Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

3 A. Diskritisasi Garis Pantai Dalam menentukan diskritisasi garis pantai, diperlukan beberapa pertimbangan. Hal yang paling penting salah satunya adalah arah datang gelombang dominan. Daerah sudut datang gelombang yang akan diperhitungkan oleh GENESIS hanya dalam kisaran hingga 90 0, dimana garis yang tegak lurus base line adalah sudut 0 0 yang dapat dilihat pada Gambar 4.2. Gambar 4.2 Arah datang gelombang dalam GENESIS. Hal ini menyebabkan perlunya kesesuaian antara arah garis pantai dengan sudut gelombang datang sebenarnya. Data gelombang hasil hindcasting yang akan diperhitungkan dalam pemodelan adalah data gelombang dengan arah sudut datang yang sesuai dalam koordinat lokal GENESIS. Selain itu, hasil hindcasting yang berasal dari data angin menyebabkan adanya gelombang yang seolah berasal dari daratan. Dalam GENESIS, data gelombang dengan arah datang seperti ini diabaikan dalam perhitungan. Pembuatan diskritisasi garis pantai dan kaitannya dengan arah datang gelombang pada koordinat lokal GENESIS dalam pemodelan ini dilakukan dengan menggunakan ukuran baseline yang relatif sangat panjang (24 km, jarak antar grid 120 m). Hal ini dikarenakan orientasi garis pantai Pulau Baai yang tidak memungkinkan untuk pembuatan grid dalam ukuran kecil yang lebih detail. Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 memperlihatkan diskritisasi garis pantai dalam ukuran baseline yang kecil (panjang 3 km, jarak antar grid 10 m). Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

4 10% 0% Gambar 4.3 Diskritisasi garis pantai Pulau Baai. BL U 40% B T 30% 20% TL BD S TG y X Gambar 4.4 Orientasi model garis pantai Pulau Baai. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

5 Pada gambar diatas, diskritisasi garis pantai Pulau Baai dimodelkan dengan sudut baseline terhadap arah utara sebesar 315 o. Data gelombang hasil hindcasting pada bab 3 yang dijadikan sebagai input GENESIS selanjutnya disesuaikan arahnya dengan orientasi lokal GENESIS. Hal ini menyebabkan data gelombang yang seolah datang dari arah darat tidak dapa diperhitungkan dalam model. Dalam kasus ini, data-data tersebut adalah data gelombang dengan arah 60 o o. Untuk lebih jelasnya, simak Gambar 4.5 dan Tabel 4.1. Baseline Data gelombang dengan arah yang tidak dapat diperhitungkan dalam model (a). Gelombang dengan arah seolah dari darat. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

6 0 o 90 o -90 o Baseline Data gelombang dengan arah yang dapat diperhitungkan dalam model (b). Gelombang dengan arah yang dapat diperhitungkan. Gambar 4.5 Data gelombang hasil hincasting dan kaitannya dengan posisi baseline. Tabel 4.1 Hasil Penyesuaian Arah Datang Gelombang Tanggal Jam H (m) Perioda (s) Global Arah Lokal ,00 0,00 0,00-30, ,00 0,00 0,00-30, ,00 0,00 0,00-30, ,33 2,43 340,00-10, ,33 2,43 340,00-10, ,08 1,22 260,00 70, ,12 1,40 310,00 20, ,44 2,98 240,00 90, ,44 2,98 220,00 999, ,44 2,98 220,00 999,00 : : : : : : ,00 0,00 0,00-30, ,00 0,00 0,00-30, ,00 0,00 0,00-30,00 Keterangan: Nilai 999 pada arah lokal menunjukan data gelombang yang tidak dapat diperhitungkan. Sumber: Hasil perhitungan. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

7 Dari hasil hindcasting diketahui bahwa arah datang gelombang dominan dari arah selatan atau arah 180 o (pada koordinat global), dengan deminkian dapat diperkirakan bahwa pemodelan dengan menggunakan konfigurasi baseline pada gambar Gambar 4.3 tidak akan dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya, karena tidak memperhitungkan data gelombang yang paling dominan, sehingga dillakukan perubahan pada diskritisasi garis pantai. Diskritisasi garis pantai selatan Bengkulu, meliputi garis pantai Pulau Baai pada laporan ini selanjutnya dibuat dengan kriteria sebagai berikut: Jarak antar grid (Δx) sepanjang 120 meter. Jumlah grid sebanyak 200 buah, panjang baseline keseluruhan mencapai 24 km. Baseline membentuk sudut 45 o terhadap arah utara (135 o terhadap sumbu x positif). Lokasi studi dan diskritisasi garis pantai untuk pemodelan dapat dilihat pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7. Gambar 4.6 Grid Pemodelan GENESIS Pulau Baai, Selatan Bengkulu. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

8 Arah penomoran grid Grid no.1 Grid no.200 Gambar 4.7 Grid Pemodelan Pantai Selatan Bengkulu. Grid simulasi melingkupi garis pantai serta perairan dimana gelombang akan merambat. Transpor sedimen, posisi struktur, dan batasan garis pantai terletak pada dinding sel, sedangkan titik posisi garis pantai berada di tengah-tengah sel. Grid disepanjang model garis pantai adalah sama, yaitu Δx = 120m. Semua garis pantai dipindahkan ke dalam sistem koordinat grid ini dengan tidak memperbolehkan dua garis pantai pada satu grid. Struktur eksisting sepanjang garis pantai dalam kasus ini tidak turut diperhitungkan karena faktor dimensi yang tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan ukuran garis pantai yang dimodelkan. B. Syarat Batas (Boundary condition) Garis Pantai Data posisi awal garis pantai berupa koordinat (x,y). Fixed boundaries dari garis pantai yang akan ditinjau adalah posisi dimana perubahan garis pantai tersebut dapat dianggap tidak signifikan terhadap hasil simulasi. Batasan ini disebut sebagai pinned-beach boundary yang umumnya diletakkan pada titik yang jauh dari lokasi simulasi, dalam hal ini Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

9 diletakan pada kedua ujung baseline. Jenis syarat batas ini digunakan dalam pemodelan pada laporan tugas akhir ini. C. Input Time-Series Gelombang Seri waktu data gelombang yang digunakan adalah data hasil hindcasting, yaitu gelombang laut dalam yang mencakup perioda, tinggi, dan arah rambat gelombang terhadap garis normal pantai untuk selang waktu 10 tahun ( ). Pantai diasumsikan memiliki kontur batimetri yang sejajar pantai, transformasi gelombang (refraksi dan difraksi) dihitung secara internal di dalam Program GENESIS. Tampilan data yang telah disesuaikan arahnya dengan orientasi lokal GENESIS disajikan dalam Gambar 4.8 berikut ini. Gambar 4.8 Input gelombang GENESIS. D. Ukuran Butiran Berdasarkan hasil penelitian laboratorium, ukuran butiran yang dinyatakan dalam D 50 mempunyai range nilai tertentu. Pantai dengan kemiringan yang lebih landai umumnya memiliki ukuran pasir yang lebih kecil. Kondisi ini mengakibatkan gelombang pecah lebih cepat pada lokasi yang lebih jauh dari garis pantai. Simulasi dengan program GENESIS, memerlukan ukuran butiran tunggal dalam satuan Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

10 milimeter. Ukuran butiran tersebut dianggap cukup mewakili kondisi butiran di lapangan yang bervariasi. Berdasarkan referensi dari buku (State of the Art Practice in Coastal Engineering, Wiliam G. Mc Dougal), nilai dari D 50 dapat didekati dengan persamaan: m = gt D Dimana : H b H b m D 50 Hb g = kemiringan pantai = Diameter butiran = Tinggi gelombang pecah = Pecepatan gravitasi Dalam pemodelan ini, kawasan yang dimodelkan sangat luas sehingga nilai D 50 tidak dimungkinkan untuk dihitung dengan persamaan diatas. Maka dalam studi ini digunakan nilai D 50 global sebesar 0,4 mm. E. Depth of closure Parameter depth of closure ini menyatakan suatu kedalaman dimana pada sudah tidak terjadi perubahan batimetri. Berdasarkan referensi dari buku (State of the Art Practice in Coastal Engineering, W.G.. Mc Dougal), nilai dari deptclosure dapat didekati dengan rumus : d = c H e Dc He = depth of closure = tinggi gelombang Dalam pemodelan ini digunakan He adalah gelombang signifikan untuk periode 100 tahun, yaitu sebesar 5.75 m Dari perhitungan didapatkan nilai dari depth of closure untuk pantai Pulau Baai adalah 9,03 m. F. Nilai K 1 dan K 2 Nilai K 1 dan K 2 adalah parameter yang dapat diubah-ubah nilainya. Menurut program GENESIS nilai K 1 dan K 2 menjadi parameter kalibrasi karena nilai tersebut berbeda-beda pada setiap studi kasus dan memerlukan penelitian tambahan untuk mendapatkannya, Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

11 dalam model ini ini digunakan nilai K 1 dan K 2 = 0.3 dan Hasil Pemodelan Transport Sedimen dengan GENESIS Secara keseluruhan, hasil dari simulasi program GENESIS adalah sebagai berikut: 1. Posisi garis pantai awal dan posisi garis pantai setelah beberapa waktu tertentu (tergantung waktu simulasi yang diinginkan). 2. Besarnya perubahan garis pantai yang terjadi setelah beberapa waktu tertentu (tergantung waktu simulasi yang diinginkan) 3. Debit sedimen transpor (m 3 /tahun) yang terjadi setelah beberapa waktu tertentu (tergantung waktu simulasi yang diinginkan), termasuk didalamnya debit transpor sedimen ke arah kanan, debit transpor sedimen ke arah kiri, debit transpor sedimen bersih (net), maupun debit transpor sedimen kotor (gross) 4. Posisi garis pantai pada akhir simulasi Dalam pemodelan ini, hasil yang akan dianalisis hanya transport sejajar pantai yang digunakan untuk memperlihatkan besarnya volume transport sedimen dan arahnya dalam daerah yang dimodelkan. Hasil yang bernilai positif (+) menandakan arah pergerekan sedimen kearah sumbu x (baseline) positif sedangkan nilai negatif (-) menunjukkan arah transpor sedimen sebaliknya, yaitu kearah sumbu x negatif. Gambar 4.9 Gambar 4.18 memperlihatkan besar volume sedimen transpor setiap tahun selama 10 tahun pemodelan. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

12 Transport Sedimen (m3/ tahun) Net Baseline (m) Gambar 4.9 Transport Sedimen Transport Sedimen (m3/ tahun) Net Baseline (m) Gambar 4.10 Transport Sedimen Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

13 Transport Sedimen (m3/ tahun) Net Baseline (m) Gambar 4.11 Transport Sedimen Transport Sedimen (m3/ tahun) Net Baseline (m) Gambar 4.12 Transport Sedimen Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

14 Transport Sedimen (m3/ tahun) Net Baseline (m) Gambar 4.13 Transport Sedimen Transport Sedimen (m3/ tahun) Net Baseline (m) Gambar 4.14 Transport Sedimen Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

15 Transport Sedimen (m3/ tahun) Net Baseline (m) Gambar 4.15 Transport Sedimen Transport Sedimen (m3/ tahun) Net Baseline (m) Gambar 4.16 Transport Sedimen Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

16 Transport Sedimen (m3/ tahun) Net Baseline (m) Gambar 4.17 Transport Sedimen Transport Sedimen (m3/ tahun) Net Baseline (m) Gambar 4.18 Transport Sedimen 2005 (Januari-Desember). Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

17 Dari hasil pemodelan yang ditampilkan dalam grafik diatas dapat dilihat adanya pergerakan sedimen dalam volume yang relatif sangat besar tiap tahunnya sepanjang pesisir selatan Sumatera, melintasi kawasan Pelabuhan Pulau Baai. Besar volume transport sedimen tahunan selama sepuluh tahun pemodelan berkisar antara m 3 hingga m 3. Transport sedimen yang dibangkitkan oleh arus sejajar pantai akibat gelombang ini diperkirakan menjadi penyebab utama permasalahan sedimentasi di sekitar alur masuk Pelabuhan Pulau Baai yang selanjutnya akan dimodelkan dengan menggunakan perangkat lunak SMS Pemodelan Sedimentasi dengan SMS 8.1 Perangkat lunak SMS 8.1 digunakan untuk mensimulasikan pola sedimentasi yang terjadi di lokasi studi. Modul SMS yang akan digunakan dalam hal ini adalah Modul RMA2 dan Modul SED2D. Modul RMA2 digunakan untuk mensimulasikan hidrodinamika di lokasi studi, sedangkan SED2D digunakan untuk mensimulasikan pola sedimentasi dengan menggunakan kondisi hidrodinamika hasil simulasi RMA2 sebagai dasar dari pembangkitan transpor sedimen dan pola sedimentasi yang terjadi. Dengan demikian, simulasi yang dilakukan adalah simulasi bertahap dimulai dari simulasi hidrodinamika lokasi studi dengan RMA2 dan kemudian simulasi sedimentasi dengan SED2D. Pemodelan akan dilakukan untuk tiga skenario. 1. Skenario I, kondisi eksisting kedalaman alur awal -10 m LLWS, 2. Skenario II, penambahan struktur, yaitu breakwater/jetty sepanjang 415 m di sebelah selatan dan 280 m di sebelah utara, dengan kedalaman alur -10 m LLWS. 3. Skenario III, kondisi geometri dan batimetri sama dengan Skenario I, ada penambahan komponen outflow untuk memodelkan sand bypassing dengan debit 5 m 3 /s dan komponen kecepatan arus 0,22 m/s ke arah luar domain pemodelan Pengenalan SMS 8.1 Surface-Water Modeling System (SMS) adalah perangkat lunak yang memiliki kemampuan sebagai pemroses awal dan akhir (pre-processor and post-processor) untuk pemodelan muka air. Yang dimaksud proses awal (pre-process) pemodelan adalah kegiatan melakukan diskritisasi terhadap sebuah fungsi atau persamaan. Diskritisasi tersebut dilakukan dengan membangun mesh pada daerah yang akan dimodelkan. Proses akhir (post-process) pemodelan adalah kegiatan menyajikan data hasil pemodelan Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

18 yang dilakukan. Tahapan pemodelan dengan menggunakan SMS 8.1 dimulai dengan menyiapkan data input, membangun model, menjalankan simulasi, kalibrasi dan pengolahan hasil simulasi. Diagram alir pemodelan dengan menggunakan SMS 8.1 secara sederhana adalah sebagai berikut. Mulai Data Input Membangun Model Menjalankan Model Kalibrasi Hasil Model Diterima Tidak Ya Selesai Gambar 4.19 Diagram Alir Pemodelan SMS. A. Perangkat Pre-processor SMS 8.1 Perangkat-perangkat pre-processor yang disediakan oleh SMS berguna untuk mengatur, mengedit, dan memvisualisasikan data geometri dan data hidrolis dalam sebuah mesh. Untuk diskritisasi, SMS juga menyediakan perangkat untuk membangun, mengedit, dan memformat mesh yang akan digunakan dalam pemodelan numerik. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

19 Tahap-tahap yang dilakukan untuk membangun mesh dengan menggunakan SMS adalah : 1. Mengimport peta digital dengan ekstensi DXF. Peta ekstensi DXF biasanya sudah berisi informasi geometri lokasi pemodelan, seperti data batimetri dan skala peta yang benar. SMS dapat menyesuaikan secara otomatis skala pemodelan dengan skala peta DXF. Peta extensi DXF dapat diperoleh dengan men-save as (untuk Autocad 2000) atau mengekspor (untuk Autocad R12 sampai R14) peta digital berekstensi DWG. 2. Membangun mesh domain model. Membangun mesh model dapat dilakukan dengan membangun elemen-elemen pada daerah yang telah ditetapkan sebagai domain model. Ada dua macam cara yang dapat digunakan untuk membangun mesh. Pertama, pada Mesh Module, pembangunan dibangun dengan meng-klik tombol Create Mesh Node untuk menyusun node-node secara manual diseluruh lokasi pemodelan, kemudian menghubungkan node-node tersebut menjadi elemen-elemen diseluruh domain model. Cara kedua adalah pada Map Module, dengan membangun poligon yang mengelilingi domain model, kemudian pada menu Feature Object, menggunakan pilihan 2D Mesh untuk membangun mesh 2D secara otomatis. Poligon yang dibangun merupakan arc group. Arc (sederetan segmen-segmen garis yang saling berhubungan, polyline) tersebut dibangun dengan memilih tool Create Feature Arc. 3. Memasukkan data batimetri. Nilai batimetri dimasukkan pada setiap node pada elemen. Setidaknya ada dua cara untuk memasukan data batimetri kedalam mesh yang dibangun. Cara yang pertama dengan memasukan nilai batimetri pada tiap node secara manual. Cara kedua dilakukan dengan membuka file data batimetri yang berupa seri data koordinat XYZ dari lokasi yang dimodelkan dan melakukan interpolasi data batimetri untuk keseluruhan node dalam domain. Untuk elemen kuadratik harga node tengah sisi elemen secara otomatis diinterpolasi dari harga dua node diujung-ujung elemen. B. Perangkat Post-Processor SMS 8.1 Perangkat post-processor yang disediakan oleh SMS antara lain berupa penyajian hasil model secara grafik dan visualisasi data hasil pemodelan pada setiap node di dalam domain model. Penyajian secara visual lainnya adalah dengan membuat animasi (filmloop) untuk simulasi dinamik. Proses penghitungan pemodelan, yaitu proses diantara pre-process dan post-process, Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

20 adalah kegiatan untuk menyelesaikan persamaan matriks untuk mendapatkan solusi pada setiap node. Proses penghitungan ini dilakukan oleh model-model numerik yang merupakan modul-modul dari SMS. Model-model numerik yang di-support meliputi model dari United States Army Corps of Engineer-Waterways Experiment Station (USACE- WES), antara lain TABS-MD (GFGEN, RMA2, RMA4, SED2D), ADCIRC, CGWAVE, STWAVE, dan HIVEL2D, model dari U.S. Federal Higway Administration (FHWA), antara lain FESWMS dan WSPRO, dan beberapa model komersil lainnya. Dalam hal ini, modul yang akan digunakan adalah TABS-MD, yaitu GFGEN, RMA2, dan SED2D. Secara umum tiap-tiap model numerik digunakan untuk menyelesaikan kasus yang spesifik. Beberapa model digunakan untuk menghitung elevasi muka air dan kecepatan aliran, model lain digunakan untuk menghitung pergerakan kontaminan atau transpor sedimen. Beberapa model numerik mendukung untuk simulasi dinamik, sementara yang lain hanya bisa digunakan untuk simulasi keadaan langgeng (steady). SMS memiliki interface yang spesifik untuk setiap pemakaian model numerik yang di-support. C. Geometry File Generation (GFGEN) Geometry File Generation (GFGEN) adalah program yang digunakan untuk konversi file geometri dari format ASCII ke dalam format biner yang digunakan sebagai input program RMA2. a. Kemampuan GFGEN Kemampuan GFGEN adalah sebagai berikut: Membaca data node dan elemen hingga yang berisi informasi mesh dalam bentuk geometri, kemudian merubahnya kedalam bentuk biner agar dapat digunakan sebagai input RMA2. Mengindentifikasi kesalahan dalam pembangunan mesh. Penomoran kembali (renumbering) mesh dan mengabaikan node dan elemen yang tidak terpakai. Mengijinkan pemakaian elemen sisi lengkung pada batas badan air untuk menyesuaikan mesh dengan kondisi riil lapangan. Memungkinkan penggunaan berbagai jenis elemen dalam satu pemodelan. Menyediakan informasi statistik node. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

21 b. Karakteristik Mesh GFGEN mempunyai kemampuan untuk menangani berbagai jenis elemen yang berbeda dalam satu pekerjaan pemodelan. Jenis-jenis elemen tersebut antara lain: Elemen satu dimensi (1D) yaitu elemen yang terdiri dari dua node sudut dan satu node tengah. Kedalaman pada suatu lokasi dan elemen satu dimensional diperoleh dengan interpolasi antara dua node sudut. Contoh elemen satu dimensi terdapat pada Gambar Gambar 4.20 Elemen 1D Elemen dua dimensi (2D) yaitu jenis elemen yang dapat terdiri dari tiga sisi dengan enam node atau empat sisi dengan delapan node, seperti pada Gambar 4.21 berikut. Gambar 4.21 Elemen 2D sisi lurus. Jenis elemen diatas disebut elemen kuadratik, sedangkan elemen tiga sisi dengan tiga node atau elemen empat sisi dengan empat node disebut sebagai elemen 2D linier. Pemakaian tipe elemen bergantung kepada spesifikasi yang diperlukan oleh tiap model numerik. RMA2 menggunakan jenis elemen kuadratik, sedangkan ADCIRC menggunakan elemen linier. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

22 Elemen Spesial (Transisi, penghubung, dan elemen struktur kontrol) Elemen dapat memiliki sisi yang melengkung atau lurus. Sisi lengkung elemen biasanya digunakan berdasarkan pertimbangan estetik, misalnya untuk menyesuaikan model dengan batas badan air. Elemen lengkung sangat berguna untuk jenis elemen satu dimensi yang biasanya digunakan untuk menimbulkan efek berkelok pada sungai. c. Masalah Bentuk Elemen Beberapa hal yang dapat mengakibatkan error dalam proses pemodelan berkaitan dengan bentuk elemen antara lain : Aspek rasio antara panjang dan lebar yang buruk. Koneksi elemen yang mengandung error Node sisi tengah sisi yang melanggar middle third rule Error pada aturan slope Sudut yang seperti jarum Elemen dengan sisi yang overlaping Middle third rule adalah aturan dalam penggunaan elemen sisi lengkung, titik dengan radius terkecil pada sisi lengkung harus terletak diantara dua per tiga jarak antara dua node ujung pada sisi elemen. Gambar 4.22 menunjukan bentuk-bentuk elemen yang dapat menimbulkan masalah saat menjalankan model. (a). Aspek rasio yang buruk. (b). Segitiga yang dibentuk dari empat sisi. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

23 (c). Elemen overlapping. Gambar 4.22 Elemen-elemen yang berpotensi menimbulkan error. D. RMA2 RMA2 adalah model numerik elemen hingga dua dimensi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah hidrodinamika pada suatu lokasi perairan dengan asumsi ratarata kedalaman. RMA2 bekerja dalam range aliran sub-kritis. RMA2 digunakan untuk menghitung elevasi muka air dan kecepatan aliran arah horizontal pada setiap node didalam domain model. RMA menghitung solusi elemen hingga bentuk Reynolds dalam persamaan Navier- Stokes untuk aliran turbulen. Gesekan dihitung dengan menggunakan persamaan Manning dan koefesien kekentalan eddy digunakan untuk mendefinisikan karakteristik turbulen. RMA2 menyelesaikan baik permasalahan langgeng maupun dinamik. Secara umum RMA2 dapat memodelkan muka air dan distribusi kecepatan pada daerah sekeliling sebuah pulau, pola aliran badan sungai, aliran dibawah jembatan, pertemuan dua sungai atau lebih, dan berbagai pemodelan umum elevasi muka air dan pola aliran pada sungai, reservoir, dan muara. a. Kemampuan RMA2 RMA2 memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Mengindentifikasi error dalam model. 2. Dapat diterapkan dalam satuan SI maupun Inggris. 3. Dapat melakukan hotstart, yaitu melanjutkan simulasi dengan kondisi awal dari hasil run program sebelumnya. 4. Mensimulasikan kondisi basah-kering (weeting and drying) dari suatu perairan. 5. Memperhitungkan efek rotasi bumi. 6. Mengaplikasikan tegangan besar akibat angin yang melibatkan jalur badai Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

24 7. Penentuan besaran-besaran, seperti koefesien perubahan turbulen, koefesien Manning, temperatur air, dan sebagainya, secara bebas oleh pengguna (userdefined) 8. Memodelkan hingga 5 tipe struktur kontrol aliran yang berbeda 9. Menghitung aliran yang melintasi garis pemeriksaan kontinu (continuity check lines). 10. Memberikan keleluasaan bagi pengguna dalam menentukan parameter basahkering. Iterasi, maupun revisi pada langkah perhitungan (time step). 11. Mampu menerima berbagai jenis kondisi batas, antara lain: sudut/besar kecepatan, elevasi muka air, radiasi pasang surut, debit aliran, dan arah dan kecepatan angin. b. Keterbatasan RMA2 Beberapa kelemahan dari modul RMA2 adalah sebagai berikut: 1. RMA2 bekerja dengan asumsi hidrostatis, yang berarti percepatan dalam arah vertikal diabaikan. 2. RMA2 tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan seperti vortices, getaran, atau percepatan arah vertikal. 3. RMA2 tidak dapat digunakan untuk memodelkan aliran super-kritis. 4. Untuk permasalahan aliran yang lebih kompleks, seperti parameter-parameter yang bervariasi pada sumbu vertikal, harus menggunakan model tiga dimensi seperti RMA10. c. Persamaan Pengatur RMA2 Model numerik RMA2 menyelesaikan persamaan kekekalan massa dan momentum air yang diintegrasikan terhadap kedalaman (depth-averaged) pada dua dimensi horizontal. Percepatan arah vertikal, diabaikan, sehingga vektor kecepatan memiliki besar dan arah yang sama sepanjang kolom air. Kecepatan aliran kedalaman rata-rata u yang digunakan oleh RMA2 dinyatakan dalam persamaan berikut: U = 1 h h o u( z) dz Keterangan : Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

25 U = Kecepatan arus kedalaman rata-rata (dalam arah x) h u(z) z = kedalaman perairan elemental = kecepatan aliran sebagai fungsi arah vertikal = koordinat vertikal Bentuk persamaan pengatur RMA2 yang telah diselesaikan adalah U h t + hu U x + hv U y h E ρ xx 2 x U 2 + E xy 2 U 2 y a ah g. U. n + + x ax (1.486h gh ( ) 1/ 2 2 ς a 2 1/ 6 - V cosψ - 2hϖV sin φ = 0 ) 2 + U + V V h t V + hu x + hv V y h E ρ yx 2 x V 2 + E yy 2 U 2 y a ah g. V. n + + y ay (1.486h gh ( ) 1/ 2 2 ς a 2 1/ 6 - V cosψ - 2hϖU sin φ = 0 ) 2 + U + V h U + h t x V + y h + U + V x h = 0 y Keterangan : h = kedalaman elemental u, v = kecepatan aliran dalam arah x, y U, V = kecepatan aliran depth averaged x, y, t = koordinat kartesius dan waktu ρ = koefisien kekentalan eddy Indeks xx menyatakan arah normal terhadap x Indeks yy menyatakan arah normal terhadap y untuk xy dan yx = arah geser pada setiap permukaan g = percepatan gravitasi Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

26 a n = elevasi dasar perairan = koefesien kekasaran Manning = konversi dari satuan SI ke satuan Inggris ξ = koefesien geser angin empiris V a ψ ω φ = kecepatan angin = arah angin = kecepatan rotasi bumi = posisi lintang geografis Persamaan momentum air yang digunakan disini hanya menghitung elevasi muka air akibat pasang surut. Elevasi muka air akibat pengaruh gelombang (termasuk setup*) sama sekali tidak tercakup disini. Persamaan-persamaan diatas diselesaikan dengan metoda elemen hingga menggunakan metoda Galerkin (weighted residual). Elemen yang digunakan adalah elemen satu dimensi maupun dua dimensi segi tiga (triangles) dan segi empat (quadrilateral). Fungsi bentuk (shape function) adalah kuadratik untuk kecepatan dan linier untuk kedalaman. Teknik integrasi menggunakan integrasi Gaussian. d. Konvergensi dan Divergensi RMA2 melakukan iterasi untuk memperoleh solusi pada setiap node. Secara umum proses iterasi dilakukan dengan membuat dugaan awal (initial guess) untuk sebuah nilai dari satu variabel dalam persamaan yang hendak diselesaikan, menhitung solusi, mengembalikan solusi yang diperoleh ke dalam persamaan, dan mengulang perhitungan serupa. Apabila selisih antara dua hasil perhitungan yang dilakukan berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai tertentu, disebut kriteria konvergensi, maka solusi dikatakan konvergen dan masalah telah diselesaikan. Dalam melakukan iterasi, RMA2 menggunakan skema konvergensi Newton-Raphson, seperti yang terlihat pada Gambar Pada sumbu x, x1 adalah dugaan awal. Solusi dari x1 ditandai sebagai solusi awal (initial solution). Dugaan kedua diperoleh dengan menarik garis tangen pada solusi x1 hingga memotong sumbu x. Nilai x di tempat perpotongan dengan garis tangen tersebut adalah x2, yang menjadi dugaan kedua (second guess). Solusi baru diperoleh dari x2, sehingga garis tangen berikutnya diperoleh. Nilai tempat perpotongan garis tangen2 dengan sumbu x menjadi nilai duga Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

27 berikutnya, x3. Demikian seterusnya, sampai beda antara nilai sepanjang sumbu x, antara dua solusi berturut-turut kurang dari harga kriteria konvergensi. Gambar 4.23 Skema Newton-Rhapson. Dalam menjalankan RMA2, baik jumlah iterasi maupun kriteria konvergensi, ditentukan sendiri oleh pemodel. Kriteria konvergensi untuk simulasi langgeng berkisar antara , sedangkan untuk simulasi dinamik antara Apabila estimasi awal sangat jauh dari nilai solusi yang diharapkan, maka proses iterasi dikatakan divergen, sehingga solusi tidak dapat diperoleh. Mengenali jenis divergensi yang terjadi saat menjalankan model berguna untuk melakukan trouble-shooting. Ada dua jenis permasalahan konvergensi yang sering ditemukan dalam menjalankan RMA2, yaitu divergensi secara perlahan-lahan (slow divergence) dan divergensi secara tiba-tiba (sudden divergence). Slow divergence biasanya mengindikasikan permasalahan pada parameter pemodelannya, sedangkan sudden divergence mengindikasikan adanya error pada kondisi batas, permasalahan kondisi basah-kering, atau aliran super kritis. E. SED2D SED2D merupakan penyempurnaan dari program STUDH versi 3.3 yang dikembangkan WES (Waterways Experiment Solution) dan Dr. Ariathurai. SED2D dapat diaplikasikan untuk sedimen dasar perairan yang terdiri dari pasir maupun lempung dimana kecepatan aliran bisa dipertimbangkan sebagai dua dimensi dalam bidang horizontal. Ini berguna untuk pembelajaran, baik itu mengenai pengendapan sedimen maupun erosi sedimen. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

28 Program ini mengklasifikasikan dalam dua kategori sedimen yaitu kohesif (lempung) dan non-kohesif (pasir). Pengertian dasar: 1. Air yang bergerak berpotensi menggerakkan sedimen. 2. Sedimen yang berada di dasar perairan akan tetap tak berubah sepanjang energi dalam medan aliran lebih kecil daripada batas critical shear stress untuk erosi. 3. Perubahan dasar perairan disebabkan adanya laju sedimentasi dan atau erosi. Net change hanya akan ada jika laju erosi dan sedimentasi yang terjadi berbeda. Kemampuan SED2D diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Dapat menganalisis sedimentasi berdasarkan aliran langgeng dan dinamik 2. Pertukaran material dari dasar perairan dapat diperhitungkan 3. Shear stress dari kombinasi arus dan gelombang akibat angin dapat diperhitungkan Di sisi lain, kelemahan dari program SED2D adalah: 1. Ukuran partikel sedimen diasumsikan seragam 2. Tidak mampu memodelkan perubahan pola dan kecepatan arus akibat perubahan elevasi dasar perairan yang terjadi, sehingga untuk kondisi erosi dan sedimentasi yang besar harus dilakukan pemodelan berulang dengan pola RMA2-SED2D- RMA2-SED2D dan seterusnya, sehingga memakan waktu yang panjang untuk pemodelan. Perubahan elevasi dasar perairan lebih kecil dari 25% dianggap tidak mempengaruhi pola dan kecepatan aliran, sedangkan perubahan elevasi dasar perairan lebih dari 25% menyebabkan error karena medan aliran awal dianggap sudah dianggap mengalami perubahan. F. Tahapan Pemodelan Tahapan pemodelan dilakukan berdasarkan diagram alir pada Gambar Tahapan utama dari pemodelan ini terdiri dari tiga bagian yang dilakukan berulang, yaitu: 1. Menjalankan program GFGEN untuk mendapatkan input yang kompatibel bagi RMA2 2. Menjalankan program RMA2 untuk medapatkan medan alir atau kondisi hidrodinamika yang akan digunakan dalam pemodelan sedimentasi dengan SED2D Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

29 3. Menjalankan program SED2D berdasarkan hasil RMA2 untuk kemudian menghasilkan keluaran berupa data batimetri yang baru. Data batimetri yang baru ini selanjutnya dijadikan input bagi program GFGEN Tiga tahap diatas dilakukan berulang hingga waktu pemodelan yang diinginkan. Dalam hal ini, waktu pemodelan total adalah 1 tahun dengan interval pemodelan tiap 1 bulan. Gambar 4.24 Diagram alir proses pemodelan. Selama menjalankan simulasi, GFGEN, RMA2 dan SED2D membaca dan menulis serangkaian file. Jumlah dan tipe file-nya tergantung kepada jenis simulasi yang dan tampilan hasil yang diinginkan oleh pengguna. Beberapa jenis file yang digunakan dan dihasilkan dalam pemodelan ini adalah: Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

30 File geometri RMA2 membaca file geometri dalam bentuk biner. File ini merupakan keluaran program GFGEN dari file geometri mesh dalam bentuk ASCII yang dibuat melalui interface SMS pada proses awal pemodelan. File daftar hasil simulasi File ini berisi daftar dari hasil simulasi yang dijalankan oleh RMA2. Apabila RMA2 menjalankan simulasi dinamik, daftar yang dihasilkan berupa hasil simulasi pada setiap time-step. RMA2 menyediakan dua jenis file daftar hasil, yaitu full result listing dan summary result listing. Full result listing adalah daftar yang berisi solusi, yang berupa komponen arah dan besar kecepatan, kedalaman, elevasi muka air, pada node tertentu yang didefinisikan oleh pengguna. Kedua daftar hasil tersebut berlaku untuk simulasi langgeng maupun dinamik. File solusi dalam bentuk biner File ini menyediakan informasi hasil perhitungan, baik simulasi langgeng maupun dinamik, berupa elevasi muka air, arah dan besar kecepatan, dan kedalaman di setiap node pada model yang dibangun. Informasi yang terdapat dalam file ini dapat dilihat melalui interface SMS yang merupakan kegiatan post-processing pemodelan. File hotstart Hotstart adalah suatu proses menyediakan kondisi awal yang diperoleh dari hasil simulasi sebelumnya pada sebuah pemodelan numerik. Hotstart dibutuhkan apabila pengguna memiliki keterbatasan waktu dalam menjalankan simulasi atau hanya menginginkan solusi dalam interval tertentu. File hotstart digunakan untuk menyimpan informasi pada akhir sebuah simulasi yang akan dilanjutkan pada simulasi selanjutnya. File hotstart dapat berupa file input maupun output. Hotstart output dari simulasi pertama digunakan sebagai hotstart input pada simulasi kedua. G. Kontrol Model Dalam menjalankan kegiatan simulasi banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk mendapatkan hasil yang dapat mewakili fenomena yang terjadi di lapangan. Hal-hal yang menjadi kontrol model tersebut antara lain adalah geometri, kondisi batas, kekasaran, viskositas eddy, dan nomor peclet. a. Geometri Permasalahan geometri adalah bukan sekedar membangun node dan elemen. Pemodel Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

31 harus memperhatikan pembangunan mesh dengan domain model, apakah model yang dibangun benar-benar mewakili kondisi riil lapangan atau tidak. Berikut ini beberapa permasalahan yang berpengaruh pada hasil pemodelan. Bentuk Elemen Cek bentuk elemen, apakah sesuai dengan kriteria yang telah dijelaskan pada subbab GFGEN. Lokasi kondisi batas Kondisi batas harus diletakkan jauh dari lokasi studi. Pada model jarak kondisi batas minimal 20 elemen dari lokasi yang ditinjau. Kondisi basah-kering Simulasi basah-kering yang tidak tepat akan menyebabkan model menjadi tidak stabil. Penyimpanan air (water storage) Pemberian kondisi batas yang tidak tepat dapat menimbulkan penyimpanan air pada suatu daerah tertentu dan kekurangan air pada daerah yang lain. Keadaan ini selain membuat model menjadi tidak stabil juga menghasilkan solusi yang error. Batimetri Pastikan nilai batimetri pada mesh sesuai dengan daerah yang dimodelkan. RMA2 bekerja berdasarkan asumsi kemiringan landai. Resolusi Resolusi atau kepadatan mesh harus dipertimbangkan dengan lokasi pemodelan. Misal untuk lokasi selat yang sempit, pengguna bisa menambah resolusi sedangkan untuk daerah laut lepas, elemen yang dibangun dapat lebih lebar. b. Kondisi Batas Pilih jenis kondisi batas yang tepat untuk ditempatkan pada lokasi yang sesuai. Jenis kondisi batas untuk RMA2 antara lain elevasi muka air, debit, kecepatan angin berikut arahnya, arus berikut arahnya, dan absorbsi/refleksi pasang surut, sedangkan jenis kondisi batas untuk SED2D adalah nilai konsentrasi sedimen. Lakukan pemeriksaan kondisi batas, apakah mengandung error, seperti sudut aliran yang tak sesuai atau nilai yang sporadis pada sinyal input, dan lain-lain. Jenis kondisi batas yang digunakan dalam pemodelan RMA2 dalam studi ini adalah elevasi muka air, debit, arus, sedangkan untuk SED2D digunakan kondisi batas konsentrasi sedimen. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

32 c. Kekasaran Kekasaran berpengaruh kepada profil muka air dan kecepatan aliran (untuk simulasi langgeng pada sungai). Untuk elemen-elemen yang kedalamannya relatif dangkal nilai kekasaran yang digunakan semakin besar. d. Viskositas Eddy Variabel viskositas yang dimasukkan dalam persamaan pengatur akan menimbulkan dampak pada distribusi kecepatan. Hal ini sangat berpengaruh baik kepada amplitudo maupun fase muka air dan pola aliran yang terjadi di dalam model. Viskositas eddy merupakan salah satu variabel yang dapat diatur untuk mendapatkan hasil pemodelan yang sesuai dengan kondisi lapangan dalam proses kalibrasi. Apabila harga viskositas eddy terlalu besar maka kecepatan aliran akan terlihat seragam melintang saluran. Putaran-putaran fluida atau vorteks tidak akan terjadi di sini. Sedangkan apabila harga viskositas eddy terlalu kecil, kontur kecepatan akan terlihat tak beraturan (erratic). Kemungkinan besar dapat terjadi pola kontur muka air yang tinggirendah-tinggi-rendah. e. Nomor Peclet Salah satu metode dalam menentukan koefesien viskositas eddy adalah dengan membiarkan model secara otomatis menentukan nilai E pada setiap iterasi berdasarkan nomor Peclet yang diberikan. Nomor Peclet sendiri mendefinisikan hubungan antara kecepatan, dimensi tiap elemen, densitas fluida, dan viskositas eddy. Hubungan tersebut dapat dilihat pada persamaan. P = ρudx E Keterangan: P : Nomor peclet ρ : densitas fluida (kg/m 3 ) u dx E : kecepatan elemen rata-rata (m/sec) : panjang elemen dalam aliran (m) : viskositas eddy (Pa-sec) Dalam menjalankan RMA2, menggunakan nomor Peclet dapat menghasilkan model yang lebih stabil. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

33 4.2.2 Pemodelan Skenario I A. Asumsi Umum Kondisi hidrodinamika di lokasi studi untuk Skenario I dimodelkan dengan beberapa asumsi sebagai berikut: 1. Arus sejajar pantai akibat proses gelombang pecah dimodelkan sebagai komponen kecepatan arus konstan sebesar 0,5 m/s pada kondisi batas yang diletakan agak jauh dari perairan pelabuhan. Hal ini dilakukan untuk menjaga rusaknya pola arus pasang surut asli yang ada. 2. Debit sungai Jenggalu diambil sebesar konstan sebesar 22 m 3 /s yang merupakan angka rata-rata debit pada bulan Januari. Fluktuasi debit Sungai Jenggalu yang tidak terlalu besar tidak memberikan pengaruh yang terlalu besar terhadap bentukan pola arus di lokasi studi. B. Pemodelan RMA2 Proses simulasi RMA2 dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Membuat mesh dan domain pemodelan Pada prinsipnya pembangunan mesh adalah mendiskrit lokasi pemodelan. Pembangunan mesh dapat dilakukan dengan membagi domain model kedalam elemen-elemen baik secara acak (arbitrary) maupun beraturan. Karena SMS mensuport jenis elemen yang acak maka letak dan keseragaman dimensi elemen tidak terlalu menjadi masalah. Jenis elemen yang dapat digunakan dalam pemodelan RMA2 antara lain elemen triangular (segitiga) dan quadriteral (segi empat). Kedua jenis elemen tersebut digunakan dalam pemodelan ini. Mesh yang dibangun pada domain model untuk skenario I dapat dilihat pada Gambar Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

34 SUMATERA Bengkulu SAMUDERA HINDIA (a). Diskritisasi domain pemodelan. (b). Detail elemen di perairan sekitar Pulau Baai. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

35 (c). Detail elemen di alur masuk pelabuhan. Gambar 4.25 Mesh dan domain pemodelan Skenario I. Informasi mengenai mesh yang dibangun disajikan dalam Tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Spesifikasi Mesh pada Domain Pemodelan Skenario I No. Informasi Mesh 1 Tipe elemen kuadratik 2 Jumlah elemen segitiga Jumlah elemen segiempat Jumlah elemen total Jumlah node Elevasi Z minimum Elevasi Z maksimum Sumber: Pemodelan Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa elemen yang dibangun menjadi semakin detail pada lokasi tinjauan utama yaitu alur masuk Pelabuhan Pulau baai. 2. Memasukan data batimetri Data batimetri yang digunakan diperoleh dari Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL tahun 2004 yaitu peta batimetri Sumatera-Pantai Barat, Ketahun hingga Teluk Sambat dan Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

36 Pulau Mega (Peta No.243). Data batimetri detail untuk perairan untuk lokasi tinjauan diperoleh dari hasil survei batimetri di alur masuk, kolam pelabuhan dan perairan sekitar alur masuk Pelabuhan Pulau Baai. Dalam pemodelan ini, data batimetri untuk alur masuk pelabuhan dimodifikasi hingga kedalaman -10 m LLWS yang merupakan kedalaman rencana alur masuk pelabuhan. Data batimetri yang tersedia merupakan data yang diukur terhadap muka air terendah (LLWS), sementara data elevasi muka air pasang surut yang ada diukur terhadap MSL. Oleh karena itu dilakukan penyamaan elevasi acuan pada data batimetri dengan menambahkan kedalaman sebesar selisih antara MSL dengan LLWS, yaitu sebesar 0,73 m. Elevasi-elevasi acuan ini telah dibahas sebelumnya pada Bab 3. Mesh yang telah memiliki data kedalaman diperlihatkan pada Gambar SUMATERA Bengkulu SAMUDERA HINDIA (a). Batimetri domain pemodelan. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

37 (b). Batimetri perairan Pelabuhan Pulau Baai. Gambar 4.26 Batimetri lokasi kajian. 3. Menentukan Kontrol Model Kontrol model RMA2 diantaranya meliputi hal-hal berikut ini: Judul simulasi yang dilakukan Mengatur file input yang akan digunakan dalam pemodelan, misalnya file hotstart Mengatur jumlah iterasi yang akan dilakukan dalam pemodelan Mengatur waktu simulasi/pemodelan Mengatur tipe simulasi, langgeng atau dinamik Mengatur penulisan file keluaran yang diinginkan Mengatur opsi lain, seperti mendefinisikan temperatur air, masa jenis air, identifikasi jenis mesin yang digunakan dalam menjalankan model, menentukan batas elemen basah-kering, mendefinisikan default kekasaran, dan mengaktifkan kontrol peclet. Dalam pemodelan ini, kontrol model yang digunakan adalah sebagai berikut: Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

38 Temperatur air 20 o C Massa jenis air 1024 kg/m 3 Kriteria konvergensi untuk simulasi langgeng sebesar 0,0001 dan untuk simulasi dinamik sebesar 0,001. Tipe simulasi yang dipilih adalah simulasi dinamik. Elevasi muka air mula-mula pada 0,0 m Mesin yang digunakan untuk menjalankan pemodelan adalah microprocessor (PC) Jumlah iterasi yang dilakukan adalah 6 kali untuk solusi awal dan 4 kali untuk tiap time-step. Panjang time-step yang digunakan adalah 1 jam, dengan jumlah time-step ratarata 720 hari untuk masing-masing bulan pemodelan (12 bulan). Default kekasaran diambil sebesar 0,025 Nomor peclet 20 Solusi RMA2 dituli dalam file output tiap 1 time-step. 4. Pembagian Jenis Material Untuk mendapatkan model yang representatif diperlukan juga sifat material di domain model. Untuk lokasi pemodelan yang luas, material dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Salah satu pertimbangan dalam pembagian material adalah kedalaman perairan. Dalam pemodelan ini, domain dibagi menjadi empat jenis material. Material 1 meliputi elemen-elemen dalam kolan dan alur pelayaran Pelabuhan Pulau Baai, material 2 meliputi daerah perairan di sekitar muka alur Pelabuhan Pulau Baai pada kedalaman yang tidak terlalu dalam, material 3 meliputi elemen-elemen yang berada di perairan lepas/laut lepas, material 4 meliputi elemen elemen yang berada di sekitar pesisir pantai lokasi pemodelan, yaitu pada perairan yang dangkal. Perbedaan konfigurasi dan jumlah pembagian material akan mempengaruhi fase dan amplitudo elevasi muka air yang dihasilkan, sehingga menimbulkan efek yang berbeda pada keluaran model. Yang harus dilakukan adalah mengatur konfigurasi material dan properti-properti didalamnya agar menghasilkan model yang representatif. Pembagian material dalam domain pemodelan dapat dilihat pada Gambar 4.27, sedangkan nilai parameter-parameter tiap jenis material disajikan dalam Tabel 4.3. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

39 Gambar 4.27 Pembagian jenis material dalam domain. Tabel 4.3 Jenis Material pada Mesh Skenario I No. Jenis Material Exx Ratio* Kekasaran 1 Material ,03 2 Material ,025 3 Material ,015 4 Material ,035 Keterangan: *) Exx = Exy = Eyx = Eyy (Isotropik) 5. Memasukan Kondisi Batas Kondisi batas yang digunakan dalam pemodelan adalah sebagai berikut: Elevasi muka air Debit Sungai Jenggalu Komponen arus sejajar pantai Kondisi batas harus berada di lokasi yang berjauhan dari lokasi yang ditinjau atau dikalibrasi. Secara fisik, lokasi tersebut dapat berjarak puluhan kilometer, namun pada domain pemodelan berjarak minimal dua puluh elemen. Penempatan lokasi batas pada domain pemodelan dapat dilihat Gambar Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

40 SUMATERA EMA Bengkulu Debit S. Jenggalu Arus fiktif 0.5m/s EMA SAMUDERA HINDIA EMA EMA EMA = Elevasi Muka Air Gambar 4.28 Kondisi batas pemodelan. Data elevasi muka air dan kontur batimetri diikat terhadap muka air rata-rata (MSL). Pada saat menjalankan RMA2, muka air awal (initial water surface elevation), pada time-step ke-0, diatur menjadi nol. Barulah pada time step berikutnya muka air akan berosilasi sesuai dengan data kondisi batas. Grafik elevasi muka air pada tiap-tiap lokasi kondisi batas dapat dilihat pada Lampiran. Grafik yang ditampilkan adalah data elevasi muka air selama 31 hari pada Bulan Januari tahun Arus fiktif sejajar pantai pada kondisi batas digunakan untuk memodelkan arus sejajar pantai akibat fenomena gelombang pecah yang terjadi di lokasi studi. Besar kecepatan arus yang digunakan adalah 0,5 m/s untuk arah x dan -0,2 m/s untuk arah y, sehingga resultan arus yang dihasilkan pada node kondisi batas tersebut adalah sebesar 0,54 m/s. Data debit sungai jenggalu yang digunakan dalam pemodelan diambil sebesar 22 m3/s, yaitu rata-rata debit Sungai Jenggalu pada bulan Januari ( ) seperti tampak pada Tabel 4.4 berikut ini. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95.

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95. Tabel 4.4 Debit Bulanan Sungai Jenggalu Year/Month Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1995 3.57 3.92 58.51 25.35 11.83 18.51 35.48 1.78 13.1 6.5 25.4 18.75 1996 19.19 25.16 13.42 13.21 7.13

Lebih terperinci

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan BAB IV PEMODELAN MATEMATIKA PERILAKU SEDIMENTASI 4.1 UMUM Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan matematika dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SMS versi

Lebih terperinci

PEMODELAN GENESIS. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 5. Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara

PEMODELAN GENESIS. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 5. Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara Bab 5 PEMODELAN GENESIS Bab 5 PEMODELAN GENESIS Desain Pengamanan Pantai Pulau Karakelang Kabupaten Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam perkembangan teknologi perangkat keras yang semakin maju, saat ini sudah mampu mensimulasikan fenomena alam dan membuat prediksinya. Beberapa tahun terakhir sudah

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR SIMULASI 2-DIMENSI TRANSPOR SEDIMEN DI SUNGAI MESUJI PROVINSI LAMPUNG

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR SIMULASI 2-DIMENSI TRANSPOR SEDIMEN DI SUNGAI MESUJI PROVINSI LAMPUNG NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR SIMULASI 2-DIMENSI TRANSPOR SEDIMEN DI SUNGAI MESUJI PROVINSI LAMPUNG Disusun oleh : SIGIT NURHADY 04/176561/TK/29421 JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 79 BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 5.1 Penggunaan Program GENESIS Model yang digunakan untuk mengevaluasi perubahan morfologi pantai adalah program GENESIS (Generalized Model for Simulating Shoreline

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 80 BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 5.1 Tinjauan Umum Bagian hilir muara Kali Silandak mengalami relokasi dan menjadi satu dengan Kali Jumbleng yang menyebabkan debit hilirnya menjadi lebih besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1 BAB I PENDAHULUAN Pantai merupakan suatu sistem yang sangat dinamis dimana morfologi pantai berubah-ubah dalam skala ruang dan waktu baik secara lateral maupun vertikal yang dapat dilihat dari proses akresi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil simulasi model penjalaran gelombang ST-Wave berupa gradien stress radiasi yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan parameter gelombang yang menjalar memasuki perairan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi studi ini adalah pcrairan di sckilar pcrairan muara Sungai Dumai scpcrti dilunjukan pada Gambar 3-1. Gambar 3-1. Lokasi Studi Penelitian

Lebih terperinci

BAB V Analisa Peramalan Garis Pantai

BAB V Analisa Peramalan Garis Pantai 155 BAB V ANALISA PERAMALAN GARIS PANTAI. 5.1 Bentuk Pantai. Pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian sehingga mampu menghancurkan energi gelombang yang datang. Penyesuaian bentuk tersebut

Lebih terperinci

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG Fathu Rofi 1 dan Dr.Ir. Syawaluddin Hutahaean, MT. 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI Transpor sedimen pada bagian ini dipelajari dengan menggunakan model transpor sedimen tersuspensi dua dimensi horizontal. Dimana sedimen yang dimodelkan pada penelitian

Lebih terperinci

SEDIMENTASI AKIBAT PEMBANGUNAN SHEET PILE BREAKWATER TELUK BINTUNI, PAPUA BARAT

SEDIMENTASI AKIBAT PEMBANGUNAN SHEET PILE BREAKWATER TELUK BINTUNI, PAPUA BARAT SEDIMENTASI AKIBAT PEMBANGUNAN SHEET PILE BREAKWATER TELUK BINTUNI, PAPUA BARAT Jundana Akhyar 1 dan Muslim Muin 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Studi Perencanaan Alur Pelayaran Optimal Berdasarkan Hasil Pemodelan Software SMS-8.1 di Kolong Bandoeng, Belitung Timur

Studi Perencanaan Alur Pelayaran Optimal Berdasarkan Hasil Pemodelan Software SMS-8.1 di Kolong Bandoeng, Belitung Timur Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 3 No. 1 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Maret 2017 Studi Perencanaan Alur Pelayaran Optimal Berdasarkan Hasil Pemodelan Software SMS-8.1 di Kolong

Lebih terperinci

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan...

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... ii PERNYATAAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20 Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-2 IV.7 Gelombang Menabrak Suatu Struktur Vertikal Pemodelan dilakukan untuk melihat perilaku gelombang ketika menabrak suatu struktur vertikal. Suatu saluran

Lebih terperinci

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b a Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa G174 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA Irnovia Berliana Pakpahan 1) 1) Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS Pemodelan dilakukan dengan menggunakan kontur eksperimen yang sudah ada, artificial dan studi kasus Aceh. Skenario dan persamaan pengatur yang digunakan adalah: Eksperimental

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *)

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *) SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI Dian Savitri *) Abstrak Gerakan air di daerah pesisir pantai merupakan kombinasi dari gelombang

Lebih terperinci

PERMODELAN MATEMATIS ALIRAN DI MUARA SUNGAI KALI LAMONG

PERMODELAN MATEMATIS ALIRAN DI MUARA SUNGAI KALI LAMONG PERMODELAN MATEMATIS ALIRAN DI MUARA SUNGAI KALI LAMONG Butyliastri Sulistyaningsih 1 dan Umboro Lasminto 1 Mahasiswa Pascasarjana Konsentrasi Hidroinformatika Bidang MRSA Jurusan Teknik Sipil, Institut

Lebih terperinci

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Bab 3 3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Sebelum pemodelan dilakukan, diperlukan data-data rinci mengenai kondisi fisik dari lokasi yang akan dimodelkan. Ketersediaan dan keakuratan data fisik yang digunakan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1)

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) DAFTAR NOTASI A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) a c a m1 / 3 a m /k s B : Koefisien-koefisien yang membentuk elemen matrik tridiagonal dan dapat diselesaikan dengan metode eliminasi Gauss : amplitudo

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada diagram alir berikut: 74 dengan SMS Gambar 3.1 Diagram

Lebih terperinci

BAB II TEORI TERKAIT

BAB II TEORI TERKAIT II. TEORI TERKAIT BAB II TEORI TERKAIT 2.1 Pemodelan Penjalaran dan Transformasi Gelombang 2.1.1 Persamaan Pengatur Berkenaan dengan persamaan dasar yang digunakan model MIKE, baik deskripsi dari suku-suku

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi penyusunan basis data, pemodelan dan simulasi pola sebaran suhu air buangan

Lebih terperinci

Hasil dan Analisis. Simulasi Banjir Akibat Dam Break

Hasil dan Analisis. Simulasi Banjir Akibat Dam Break Bab IV Hasil dan Analisis IV. Simulasi Banjir Akibat Dam Break IV.. Skenario Model yang dikembangkan dikalibrasikan dengan model yang ada pada jurnal Computation of The Isolated Building Test Case and

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Model ADCIRC Model ADCIRC ialah model elemen hingga dua dan tiga dimensi yang digunakan pada permasalahan sirkulasi hidrodinamika. ADCIRC didasarkan pada kode elemen hingga

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI DAFTAR ISI ALAMAN JUDUL... i ALAMAN PENGESAAN... ii PERSEMBAAN... iii ALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMBANG... xiii INTISARI...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

Studi Simulasi Sedimentasi Akibat Pengembangan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya

Studi Simulasi Sedimentasi Akibat Pengembangan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya JURNAL TEKNOLOGI KELAUTAN Vol. 8, No., Juli 004: 74-85 Studi Simulasi Sedimentasi Akibat Pengembangan Tanjung Perak Surabaya Wahyudi 1 dan Dikor Jupantara 1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Kelautan, FTK-ITS,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Peta lokasi penelitian di perairan Teluk Bone, Perairan Sulawesi dan sekitarnya, Indonesia (Gambar 6). Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian Teluk Bone,

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan BAB 2 DATA LINGKUNGAN 2.1 Batimetri Data batimetri adalah representasi dari kedalaman suatu perairan. Data ini diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan suatu proses yang disebut

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 1 PENDAHULUAN Bab PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari 1

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN DENGAN SURFACE WATER MODELLING SYSTEM (SMS)

BAB 3 PEMODELAN DENGAN SURFACE WATER MODELLING SYSTEM (SMS) BAB 3 PEMODELAN DENGAN SURFACE WATER MODELLING SYSTEM (SMS) 3.1 Perangkat Lunak Surface water Modelling System (SMS) Pada sub-bab ini dijabarkan prinsip-prinsip pemodelan numerik secara umum dengan menggunakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Oseanografi Perairan Teluk Bone Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah Barat dan Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara di

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6 No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-172 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Sumber referensi yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini berasal dari jurnal-jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian. Jurnal-jurnal yang berkaitan

Lebih terperinci

Laju Sedimentasi pada Tampungan Bendungan Tugu Trenggalek

Laju Sedimentasi pada Tampungan Bendungan Tugu Trenggalek D125 Laju Sedimentasi pada Tampungan Bendungan Tugu Trenggalek Faradilla Ayu Rizki Shiami, Umboro Lasminto, dan Wasis Wardoyo Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Transformasi Gelombang pada Batimetri Ekstrim dengan Model Numerik SWASH Studi Kasus: Teluk Pelabuhan Ratu, Sukabumi

Transformasi Gelombang pada Batimetri Ekstrim dengan Model Numerik SWASH Studi Kasus: Teluk Pelabuhan Ratu, Sukabumi Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Vol. 3 No.1 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Maret 2017 Transformasi Gelombang pada Batimetri Ekstrim dengan Model Numerik SWASH Studi Kasus: Teluk Pelabuhan Ratu,

Lebih terperinci

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK 96 BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK 6.1 Perlindungan Muara Pantai Secara alami pantai telah mempunyai perlindungan alami, tetapi seiring perkembangan waktu garis pantai

Lebih terperinci

HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA

HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA PENGUSUL Dr. Eng. NI NYOMAN PUJIANIKI, ST. MT. MEng Ir. I

Lebih terperinci

Oleh: Darius Arkwright. Abstrak

Oleh: Darius Arkwright. Abstrak STUDI KOMPARATIF METODE ANALISIS LONG-SHORE SEDIMENT TRANSPORT DAN MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI Oleh: Darius Arkwright Abstrak Perubahan garis pantai merupakan implikasi dari proses-proses hidro-oseanografi

Lebih terperinci

PEMODELAN & PERENCANAAN DRAINASE

PEMODELAN & PERENCANAAN DRAINASE PEMODELAN & PERENCANAAN DRAINASE PEMODELAN & PERENCANAAN DRAINASE PEMODELAN ALIRAN PERMANEN FTSP-UG NURYANTO,ST.,MT. 1.1 BATAS KEDALAMAN ALIRAN DI UJUNG HILIR SALURAN Contoh situasi kedalaman aliran kritis

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana. BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Intensitas Curah Hujan Menurut Joesron (1987: IV-4), Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu. Analisa intensitas

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap perbedaan

Lebih terperinci

Sadri 1 1 Dosen Politeknik Negeri Pontianak.

Sadri 1 1 Dosen Politeknik Negeri Pontianak. PERBANDINGAN TINGKAT SEDIMENTASI ANTARA KONDISI EKSISTING DENGAN ALTERNATIF KONDISI LAINNYA PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEMANGKAT KALIMANTAN BARAT Sadri 1 1 Dosen Politeknik Negeri Pontianak cadrie_kobar@yahoo.com

Lebih terperinci

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN Mohammad Iqbal 1 dan Muslim Muin, Ph. D 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengumpulan Data Dalam suatu penelitian perlu dilakukan pemgumpulan data untuk diproses, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk analisis. Pengadaan data untuk memahami

Lebih terperinci

SOBEK Hidrodinamik 1D2D (modul 2C)

SOBEK Hidrodinamik 1D2D (modul 2C) SOBEK Hidrodinamik 1D2D (modul 2C) 1 Konten Mengapa pemodelan? Gelombang Aspek aliran 1 dimensi di Sobek Aspek numerik Aspek aliran 2 dimensi di Sobek 2 (mengapa?) pemodelan 3 Mengapa pemodelan? - Tidak

Lebih terperinci

REFRAKSI GELOMBANG DI PERAIRAN PANTAI MARUNDA, JAKARTA (Puteri Kesuma Dewi. Agus Anugroho D.S. Warsito Atmodjo)

REFRAKSI GELOMBANG DI PERAIRAN PANTAI MARUNDA, JAKARTA (Puteri Kesuma Dewi. Agus Anugroho D.S. Warsito Atmodjo) JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 215-222 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose REFRAKSI GELOMBANG DI PERAIRAN PANTAI MARUNDA, JAKARTA (Puteri Kesuma Dewi.

Lebih terperinci

Pemodelan Perubahan Morfologi Pantai Akibat Pengaruh Submerged Breakwater Berjenjang

Pemodelan Perubahan Morfologi Pantai Akibat Pengaruh Submerged Breakwater Berjenjang JURNAL POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Pemodelan Perubahan Morfologi Pantai Akibat Pengaruh Submerged Breakwater Berjenjang Azhar Ghipari, Suntoyo, Haryo Dwito Armono Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Pemodelan Hidrodinamika 3-Dimensi Pola Persebaran Sedimentasi Pra dan Pasca Reklamasi Teluk Jakarta

Pemodelan Hidrodinamika 3-Dimensi Pola Persebaran Sedimentasi Pra dan Pasca Reklamasi Teluk Jakarta A543 Pemodelan Hidrodinamika 3-Dimensi Pola Persebaran Sedimentasi Pra dan Pasca Reklamasi Teluk Jakarta Evasari Aprilia dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Uji Sensitifitas Sensitifitas parameter diuji dengan melakukan pemodelan pada domain C selama rentang waktu 3 hari dan menggunakan 3 titik sampel di pesisir. (Tabel 4.1 dan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Sumber referensi yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini berasal dari jurnal-jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian. Jurnal-jurnal yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir Langkah-langkah secara umum yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini dapat dilihat pada diagram alir

Lebih terperinci

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI 4.1 TINJAUAN UMUM Tahapan simulasi pada pengembangan solusi numerik dari model adveksidispersi dilakukan untuk tujuan mempelajari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri BAB III METODOLOGI 3.1 Pengumpulan Data Data awal yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah data batimetri (kedalaman laut) dan data angin seperti pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber

Lebih terperinci

. PERENCANAAN SISTEM PERLINDUNGAN PANTAI KENDAL (SHORE PROTECTION SYSTEM PLANNING OF KENDAL)

. PERENCANAAN SISTEM PERLINDUNGAN PANTAI KENDAL (SHORE PROTECTION SYSTEM PLANNING OF KENDAL) . PERENCANAAN SISTEM PERLINDUNGAN PANTAI KENDAL (SHORE PROTECTION SYSTEM PLANNING OF KENDAL) Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Akademis Dalam Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Strata 1 Jurusan Sipil

Lebih terperinci

STUDI KECEPATAN JATUH SEDIMEN DI PANTAI BERLUMPUR (STUDI KASUS LOKASI PANTAI BUNGA BATUBARA SUMATERA UTARA)

STUDI KECEPATAN JATUH SEDIMEN DI PANTAI BERLUMPUR (STUDI KASUS LOKASI PANTAI BUNGA BATUBARA SUMATERA UTARA) STUDI KECEPATAN JATUH SEDIMEN DI PANTAI BERLUMPUR (STUDI KASUS LOKASI PANTAI BUNGA BATUBARA SUMATERA UTARA) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat Menempuh Ujian Sarjana

Lebih terperinci

POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG

POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG Andi W. Dwinanto, Noir P. Purba, Syawaludin A. Harahap, dan Mega L. Syamsudin Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian Mulai Input Data Angka Manning Geometri Saluran Ukuran Bentuk Pilar Data Hasil Uji Lapangan Diameter Sedimen Boundary Conditions - Debit -

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 17 BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal dan segala referensi yang mendukung guna kebutuhan penelitian. Sumber yang diambil adalah sumber yang berkaitan

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI SELATAN TELUK AMBON LUAR DENGAN METODE KOMAR DAN BIKJER

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI SELATAN TELUK AMBON LUAR DENGAN METODE KOMAR DAN BIKJER STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI SELATAN TELUK AMBON LUAR DENGAN METODE KOMAR DAN BIKJER Joseph Christina * ABSTRACT The changing of coast line has occurred in Amboina Bay in recent years cause by erosion

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No.27 tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS Abstrak KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS Umar 1) Pantai Desa Matang Danau adalah pantai yang berhadapan langsung dengan Laut Natuna. Laut Natuna memang

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Definisi Daerah Pantai Sumber: Triatmodjo (1999)

Gambar 2.1. Definisi Daerah Pantai Sumber: Triatmodjo (1999) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Pantai Daerah daratan adalah daerah yang terletak di atas dan dibawah permukaan darat dimulai dari batas garis pasang tertinggi. Daerah lautan adalah daerah yang terletak

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY Oleh Supiyati 1, Suwarsono 2, dan Mica Asteriqa 3 (1,2,3) Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

BAB III METODA ANALISIS

BAB III METODA ANALISIS BAB III METODA ANALISIS 3.1 Metodologi Penelitian Sungai Cirarab yang terletak di Kabupaten Tangerang memiliki panjang sungai sepanjang 20,9 kilometer. Sungai ini merupakan sungai tunggal (tidak mempunyai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga

Lebih terperinci

PEMODELAN ARUS SEJAJAR PANTAI STUDI KASUS PANTAI ERETAN, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PEMODELAN ARUS SEJAJAR PANTAI STUDI KASUS PANTAI ERETAN, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PEMODELAN ARUS SEJAJAR PANTAI STUDI KASUS PANTAI ERETAN, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi salah satu syarat kurikuler Program Sarjana Oseanografi Oleh : FRANSISKO A. K.

Lebih terperinci

Ujian P3 Tugas Akhir. Oleh : RACHMAT HIDAYAH

Ujian P3 Tugas Akhir. Oleh : RACHMAT HIDAYAH Ujian P3 Tugas Akhir ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI JASRI DI KABUPATEN KARANG ASEM, BALI MENGGUNAKAN SOFTWARE GENERALIZED MODEL for SIMULATING SHORELINE CHANGE (GENESIS) Oleh : RACHMAT HIDAYAH 4308100014

Lebih terperinci

KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory

KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 55 Vol. 1, No. 1 : 55-72, Maret 2014 KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory Baiq Septiarini

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG Olga Catherina Pattipawaej 1, Edith Dwi Kurnia 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. drg. Suria

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul

Lebih terperinci

PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM

PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM 1. Daerah dan Skenario Model Batimetri perairan Jepara bervariasi antara 1 meter sampai dengan 20 meter ke arah utara (lepas pantai). Secara garis besar,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Penggunaan program PLAXIS untuk simulasi Low Strain Integrity Testing pada dinding penahan tanah akan dijelaskan pada bab ini, tentunya dengan acuan tahap

Lebih terperinci

STUDI KERENTANAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG BERDASARKAN PEMODELAN TRANSPORTASI SEDIMEN DI TELUK BUNGUS, SUMATERA BARAT

STUDI KERENTANAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG BERDASARKAN PEMODELAN TRANSPORTASI SEDIMEN DI TELUK BUNGUS, SUMATERA BARAT STUDI KERENTANAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG BERDASARKAN PEMODELAN TRANSPORTASI SEDIMEN DI TELUK BUNGUS, SUMATERA BARAT Ibnu Faizal 1 dan Nita Yuanita 2 Program Studi Magister Teknik Kelautan Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Aplikasi Software FLO-2D untuk Pembuatan Peta Genangan DAS Guring, Banjarmasin

Aplikasi Software FLO-2D untuk Pembuatan Peta Genangan DAS Guring, Banjarmasin JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-27 Aplikasi Software FLO-2D untuk Pembuatan Peta Genangan DAS Guring, Banjarmasin Devy Amalia dan Umboro Lasminto Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN III.1 ALUR PELABUHAN Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke dalam kolam pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang

Lebih terperinci

PENGARUH FASILITAS PELABUHAN TERHADAP PANTAI LABUHAN HAJI The Effect of Port Structure on Labuhan Haji Beach

PENGARUH FASILITAS PELABUHAN TERHADAP PANTAI LABUHAN HAJI The Effect of Port Structure on Labuhan Haji Beach 68 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 Vol. 2, No. 1 : 68-78, Maret 2015 PENGARUH FASILITAS PELABUHAN TERHADAP PANTAI LABUHAN HAJI The Effect of Port Structure on Labuhan Haji Beach Eko Pradjoko*, Haris Prayoga*,

Lebih terperinci

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK ANALISA ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA SIRKULAR DAN PIPA SPIRAL UNTUK INSTALASI SALURAN AIR DI RUMAH DENGAN SOFTWARE CFD Oleh : MARIO RADITYO PRARTONO 1306481972 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Garis Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban

Analisa Perubahan Garis Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Analisa Perubahan Garis Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban Liyani, Kriyo Sambodho, dan Suntoyo Teknik Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pantai merupakan suatu zona yang sangat dinamik karena merupakan zona persinggungan dan interaksi antara udara, daratan dan lautan. Zona pantai senantiasa memiliki

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA 5.1. TINJAUAN UMUM Analisis hidrolika bertujuan untuk mengetahui kemampuan penampang dalam menampung debit rencana. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab II,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI a BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Pada pelaksanaan Tugas Akhir ini, kami menggunakan software PLAXIS 3D Tunnel 1.2 dan Group 5.0 sebagai alat bantu perhitungan. Kedua hasil perhitungan software ini akan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 35 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Persiapan Penelitian 3.1.1 Studi Pustaka Dalam melakukan studi pustaka tentang kasus Sudetan Wonosari ini diperoleh data awal yang merupakan data sekunder untuk keperluan

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-280 Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek Dzakia Amalia Karima dan Bambang Sarwono Jurusan

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA

STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA Anggi Cindy Wakkary M. Ihsan Jasin, A.K.T. Dundu Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email:

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 PENGARUH GELOMBANG TERHADAP TRANSPOR SEDIMEN DI SEPANJANG PANTAI UTARA PERAIRAN BANGKALAN Dina Faradinka, Aries Dwi Siswanto, dan Zainul Hidayah Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV. Persiapan Data. Model Matematik. Analisa Hasil Simulasi. Basis Data. Peramalan. Display Hasil

BAB IV. Persiapan Data. Model Matematik. Analisa Hasil Simulasi. Basis Data. Peramalan. Display Hasil BAB IV 4. DESAIN BASIS DATA 4.1. Sistem Basis Data Arus dan Pasang Surut Basis data arus dan pasang surut di Indonesia di desain untuk menyimpan dan mengolah data arus dan pasang surut, baik hasil dari

Lebih terperinci

Created by : Firman Dwi Setiawan Approved by : Ir. Suntoyo, M.Eng., Ph.D Ir. Sujantoko, M.T.

Created by : Firman Dwi Setiawan Approved by : Ir. Suntoyo, M.Eng., Ph.D Ir. Sujantoko, M.T. Created by : Firman Dwi Setiawan Approved by : Ir. Suntoyo, M.Eng., Ph.D Ir. Sujantoko, M.T. Latar belakang permasalahan Awal gerak butiran sedimen dasar merupakan awal terjadinya angkutan sedimen di suatu

Lebih terperinci