KONSEP TIRUAN BOGOR 20100

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSEP TIRUAN BOGOR 20100"

Transkripsi

1 KONSEP STATISTIKA SEBAGA AI KRITERIA PEMBERHENTIAN PELATIHAN JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK MENGATASI KETERBATASAN DATA (Studi Kasus padaa Prediksii Tegangan Permukaan Surfaktan-MESA dari Minyak Kelapa Sawit) ARIF KUSBANDONOO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUTT PERTANIAN BOGOR BOGOR 20100

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Konsep Statistika sebagai Kriteria Pemberhentian Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan untuk Mengatasi Keterbatasan Data (Studi Kasus pada Prediksi Tegangan Permukaan Surfaktan-MESA dari Minyak Kelapa Sawit) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dari karya lain yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2010 Arif Kusbandono NRP G

3 ABSTRACT ARIF KUSBANDONO. Statistics Concept as Neural Network Training Stopping Criteria to Overcome Limited Data (Study Case in Prediction of Palm Oil Based- Surfactant-MESA Surface Tension). Supervised by AZIZ KUSTIYO and ERLIZA HAMBALI. There exist situations such as marine ecology where artificial neural network (ANN) implementation must cope with scarce data. Efforts to add more data in this sort of field will most likely be overlooked for being expensive and time consuming. Cross-validation comes across the opportunity of still using ANN to survive this poor data condition while not compromising its generalization. This paper proposed prediction output interval as stopping-criteria employed in 5-fold validation and demonstrated its performance when selecting best hidden layer number of neurons to be used for surfactant-mesa surface tension prediction based on only ten data pairs. Output interval building, derived from statistics concept, was gaining from the fact that there were two experiment repetitions from the case which could be generalized to cases with two measurement repetitions. Repetitions are expected to produce difference. A 95% confidence interval to estimate mean from these difference samples was then used to create output interval for ANN training. Backpropagation ANN with this added stopping criterion successfully gave 1.83 x 10-3 cross-validation MSE comparable to 2.72 x 10-3 of overfitted result, using only epoch and gradient of training MSE as stopping criteria. A slight variation on the width of the output interval, using sum of sample mean and standard deviation, also gave 3.04 x 10-4 MSE as best results. These intervals were found to perform well when set as constants, drawn from parametric statistical figures, around two times standard deviation of surface tension measurement differences from the experiment repetitions. Keywords: backpropagation neural network, k-fold validation, stopping criteria, output interval, surface tension, interfacial tension, surfactant.

4 RINGKASAN ARIF KUSBANDONO. Konsep Statistika sebagai Kriteria Pemberhentian Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan untuk Mengatasi Keterbatasan Data (Studi Kasus pada Prediksi Tegangan Permukaan Surfaktan-MESA dari Minyak Kelapa Sawit). Dibimbing oleh AZIZ KUSTIYO dan ERLIZA HAMBALI. Kondisi data banyak (ribuan hingga ratusan) tidaklah selalu tersedia dalam aplikasi nyata jaringan saraf tiruan (JST). Bidang ekologi misalnya, biasanya memiliki jumlah data sangat terbatas; data bisa banyak pada sangat sedikit kasus, yaitu ketika penginderaan jauh atau telemetri digunakan. Belum lagi, kondisi lingkungan per pencuplikan yang berubah-ubah yang kemudian mengharuskan eliminasi sampel (membuat semakin sedikit). Menambah jumlah data menjadi mahal secara biaya dan waktu. Acuan mutlak jumlah data memang tidak ada, akan tetapi terdapat penelitian yang memperlihatkan secara empirik pengaruh jumlah data yang diubah-ubah terhadap kinerja prediksi JST. Di tengah kelangkaan data, terdapat peluang bagi penggunaan JST yang memprediksikan rataan dari dua ulangan percobaan ataupun pengukuran. Penelitian ini mencoba mengambil keuntungan dari adanya selisih antara percobaan pertama dengan ulangannya ataupun pengukuran pertama dengan pengukuran kedua. JST yang memprediksikan nilai atau titik (point estimation) akan memanfaatkan selang selisih tadi (seterusnya disebut sebagai selang keluaran) sebagai sasaran (goal) pelatihannya. Arsitektur JST diberi skor berdasarkan persentase hasil prediksi yang berada dalam selang keluaran tersebut. Penelitian ini menetapkan dua selang keluaran yang berasal dari pendugaan parameter statistik, yaitu batas atas interval kepercayaan 95% dan yang berasal dari rataan dan standar deviasi. Studi kasus yang digunakan adalah prediksi tegangan permukaan surfaktan-mesa dari masukan densitas, viskositas, dan ph. Penelitian ini juga mengusulkan agar strategi pelatihan JST diperbaiki dengan kriteria pemberhentian (stopping criteria) tambahan di luar (1) epoch maksimum dan (2) gradien minumum MSE-pelatihan, yaitu (3) stop pelatihan jika MSE validasi tak berubah selama n epoch berturut-turut dan (4) stop pelatihan jika hasil prediksi jatuh di selang keluaran pada saat data validasi di-feedforward. Hasil skor selang keluaran menunjukkan perbaikan kinerja atas kondisi overfitting yang terjadi apabila hanya menerapkan dua kriteria pemberhentian pelatihan yang cenderung berhenti karena gradien MSE minimum tercapai (1 x ). MSE generalisasi yang semula 2,72 x 10-3 menjadi 1,83 x 10-3 untuk bobot inisial JST yang sama jika selang keluaran ditambahkan sebagai kriteria pemberhentian. Bahkan, hasil terbaik penggunaan metode ini mencapai MSE generalisasi 3,04 x Kedua hasil terbaik tersebut diperoleh dari seleksi JST 2 12 neuron lapisan tersembunyi, dengan keduanya sama-sama dihasilkan JST dengan enam neuron lapisan tersembunyi. JST untuk kasus ini juga terbukti dapat memprediksikan tegangan permukaan dari masukan densitas, viskositas, dan ph. Dinamika sistem yang sama dengan pembentukan JST untuk prediksi tegangan permukaan belum berkinerja baik saat dicobakan untuk prediksi IFT. Penyebabnya diduga berasal dari data IFT itu sendiri, adanya outlier seolah-olah menjadikan pembentukan JST dalam sistem ber-noise, padahal jumlah pasangan

5 data yang diandalkan sedikit. Metode yang berhasil memperbaiki kinerja dalam situasi data yang sedikit untuk tegangan permukaan, diduga tidak berkinerja baik dalam masalah pengukuran IFT karena surfaktan-mesa yang menjadi subjek tidak terisolasi dari pengaruh air formasi. Untuk prediksi IFT, 12 neuron lapisan tersembunyi memperoleh MSE generalisasi 3,5 x Kata kunci: jaringan saraf tiruan propagasi balik, surfaktan, validasi k-fold, kriteria pemberhentian, selang keluaran, tegangan permukaan, tegangan antarmuka, surfaktan.

6 @ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa menyantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 KONSEP STATISTIKA SEBAGAI KRITERIA PEMBERHENTIAN PELATIHAN JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK MENGATASI KETERBATASAN DATA (Studi Kasus pada Prediksi Tegangan Permukaan Surfaktan-MESA dari Minyak Kelapa Sawit) ARIF KUSBANDONO Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Komputer SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Agus Buono, M.Si., M.Kom.

9

10 Untuk Tuhan, Bangsa, dan Almamater

11 PRAKATA Puji dan syukur hanya milik Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-nya jualah penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Konsep Statistika sebagai Kriteria Pemberhentian Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan untuk Mengatasi Keterbatasan Data (Studi Kasus pada Prediksi Tegangan Permukaan Surfaktan- MESA dari Minyak Kelapa Sawit) ini. Penelitian ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan sumber data dari Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (LPPM SBRC IPB) mulai Januari 2010 hingga Agustus Penelitian ini didanai oleh Eka Tjipta Foundation yang sekaligus menjadi sponsor pemberi beasiswa. Penelitian ini bukanlah semata-mata jerih payah penulis sendiri, melainkan berkat bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, kesempatan ini penulis manfaatkan untuk menyampaikan terima kasih terutama kepada komisi pembimbing, Aziz Kustiyo S.Si., M.Kom. dan Prof. Dr. Erliza Hambali; penguji tesis Dr. Ir. Agus Buono, M.Si., M.Kom; pengajar dan staf Program Studi Ilmu Komputer IPB; serta rekan-rekan LPPM SBRC IPB yang telah bekerja sama, berbagi pengetahuan dan informasi yang membuka jalan penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2010 Arif Kusbandono

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 November 1980 sebagai anak pertama dari dua bersaudara Subandi dan Koesmartini. Usai menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMU Negeri 1 Bogor pada tahun 1999, penulis diterima pada tahun yang sama sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Pada tahun 2007 penulis memperoleh beasiswa dari Eka Tjipta Foundation untuk mengikuti Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Komputer Penyelenggaraan Khusus, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Selama rentang , penulis berkontribusi dalam proyek pembuatan mini biodiesel plant dengan kontrol elektronik pada Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM SBRC-IPB). Reaktor mini tersebut dipakai dalam produksi awal bahan bakar biodiesel yang berasal dari minyak goreng bekas. Biodiesel dari minyak goreng bekas tersebut digunakan bus Trans Pakuan Bogor yang merupakan program transportasi yang diselenggarakan Pemerintah Kota Bogor.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian Ruang Lingkup TINJAUAN PUSTAKA Jaringan Saraf Tiruan (JST) JST Propagasi Balik Kebutuhan Pengukuran Tegangan Permukaan Surfaktan Tegangan Permukaan dan IFT Surfaktan dan Tegangan Permukaan Aplikasi Surfaktan untuk Enhanced Oil Recovery Prediksi Tegangan Permukaan Metode Pengukuran Tegangan Permukaan dan IFT Penerapan Prediksi Berbasis JST METODE PENELITIAN Pemilihan Parameter Masukan JST Hubungan Empirik Masukan dan Keluaran Perancangan Jaringan Saraf Tiruan Pengkodean Keluaran dan Masukan Validasi 5-fold Kriteria Pemberhentian Pelatihan Selang Keluaran sebagai Kriteria Pemberhentian xi

14 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Hubungan Empirik Data Percobaan Masukan dan Keluaran JST Analisis Validasi 5-fold Selang Keluaran sebagai Kriteria Pemberhentian Penggunaan Dua Kriteria Pemberhentian Perbandingan Korelasi Penggunaan Selang Keluaran Kasus Prediksi IFT SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

15 DAFTAR TABEL Halaman 1 Nilai tipikal tegangan permukaan dan IFT beberapa hidrokarbon terhadap air (Myers 2006) Sepuluh pasang data ρ, η, dan ph beserta tegangan permukaan dari dua ulangan percobaan (i) dan (ii) beserta rataannya Berhentinya pelatihan pada epoch ke-10 akibat tidak adanya perbaikan MSE validasi sejak epoch ke Variasi nilai densitas dan viskositas terhadap ph yang tak bervariasi Masukan dan keluaran JST setelah dilakukan pengkodean ulang (satuan dihilangkan) Hasil validasi 5-fold JST dengan enam neuron lapisan tersembunyi Skor dan kinerja pelatihan serta validasi 5-fold penggunaan empat kriteria pemberhentian dari batas atas selang kepercayaan 95% Skor dan kinerja pelatihan serta validasi 5-fold penggunaan empat kriteria pemberhentian dari rataan dan standar deviasi Pelatihan dengan hanya dua kriteria pemberhentian Perbandingan hasil-hasil terbaik untuk tiap metode pembentukan JST Hasil prediksi IFT validasi 5-fold dengan selang keluaran sebagai kriteria pemberhentian xiii

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Sebuah neuron dalam JST sebagai fungsi f(x) dari masukan X Skema arsitektural multi layer perceptron (MLP) Feedforward masukan ke lapisan tersembuyi lalu ke lapisan keluaran dan pengindeksan node dalam detil arsitektur MLP Surfaktan menurunkan tegangan permukaan cairan Struktur organik rantai lurus surfaktan Klasifikasi metode pengukuran surfaktan dalam tampilan ikonik (Drelich et al. 2002) Cincin Du Noüy yang diangkat gaya F dari antarmuka cairan-cairan (Drelich et al. 2002) Droplet minyak mentah dalam tabung berisi campuran surfaktan (a) dan elongated droplet minyak mentah setelah tabung diputar (b) Arsitektur JST untuk prediksi σ,,ph Detil representasi bobot sebagai elemen matriks IW dengan indeks baris-kolomnya (a) dan contoh belahan muka JST prediksi σ dengan tujuh neuron lapisan tersembunyi (b) Detil representasi bobot sebagai elemen matriks LW dengan indeks baris-kolomnya (a) dan contoh belahan belakang JST prediksi σ dengan tujuh neuron lapisan tersembunyi (b) Pelatihan berhenti pada epoch ke-11 setelah gradien kinerja turun di bawah gradien minimum 1 x Contoh selisih tegangan permukaan antara dua ulangan ( ) diimposisi konstanta Tegangan permukaan terhadap densitas Tegangan permukaan terhadap viskositas Tegangan permukaan terhadap ph xiv

17 17 Tegangan permukaan terhadap densitas dan viskositas dalam skala masukan-keluaran JST Tegangan permukaan terhadap densitas-viskositas dan terhadap densitas-ph (sudah dinormalisasi) Hasil prediksi tegangan permukaan JST dibandingkan nilai target dan selang yang berasal dari batas atas selang kepercayaan 95% Hasil prediksi tegangan permukaan JST dibandingkan nilai target dan selang yang berasal dari rataan dan standar deviasi Boxplot target prediksi tegangan permukaan dibandingkan dengan hasil prediksi dari dua macam selang keluaran Hasil prediksi pelatihan dengan hanya dua kriteria pemberhentian Korelasi prediksi dengan target dibandingkan dengan skor dan MSE Hasil prediksi IFT dengan MLP terhadap target serta selang keluaran yang dipergunakan Boxplot sebaran nilai target IFT serta sebaran hasil prediksi 12 neuron dan 3 neuron lapisan tersembunyi xv

18 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bobot dan bias inisial JST enam neuron lapisan tersembunyi yang digunakan untuk selang keluaran dari selang kepercayaan 95% Bobot dan bias akhir JST enam neuron lapisan tersembunyi yang digunakan untuk selang keluaran dari selang kepercayaan 95% Bobot dan bias akhir JST enam neuron lapisan tersembunyi yang digunakan untuk selang keluaran dari rataan dan standar deviasi Pengukuran tegangan permukaan metode cincin Du Noüy Pengukuran IFT dengan spinning drop tensiometer Pengukuran densitas Pengukuran ph Pengukuran bahan aktif xvi

19 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi data banyak (ribuan hingga ratusan) tidaklah selalu tersedia dalam aplikasi nyata jaringan saraf tiruan (JST). Silvert dan Baptist (1998) mencontohkan bidang ekologi yang umumnya memiliki jumlah data sangat terbatas; data bisa banyak pada sangat sedikit kasus, yaitu ketika penginderaan jauh atau telemetri digunakan. Belum lagi, penelitian sedimen bentik laut yang mereka lakukan itu juga mengungkapkan faktor variasi data yang disebabkan kondisi lingkungan per pencuplikan yang berubah-ubah yang kemudian mengharuskan eliminasi sampel (membuat semakin sedikit). Menambah jumlah data menjadi mahal secara biaya dan waktu. Acuan mutlak jumlah data memang tidak ada, akan tetapi penelitian seperti yang dilakukan Rajkumar dan Bardina (2003) memperlihatkan secara empirik pengaruh jumlah data yang diubah-ubah terhadap kinerja prediksi koefisien aerodinamik. Di tengah kelangkaan data, terdapat peluang bagi penggunaan JST yang memprediksikan rataan dari dua ulangan percobaan ataupun pengukuran. Penelitian ini mencoba mengambil keuntungan dari adanya selisih antara percobaan pertama dengan ulangannya ataupun pengukuran pertama dengan pengukuran kedua memanfaatkan konsep statistika. JST yang memprediksikan nilai atau titik (point estimation) akan memanfaatkan selang selisih tadi (seterusnya disebut sebagai selang keluaran) sebagai sasaran (goal) pelatihannya. Selang keluaran di atas mengambil idenya dari interval estimation untuk menduga parameter statistik dari suatu populasi (yang jamak dilakukan di bidang statistik), misalnya adalah selang kepercayaan 95% yang memberikan selang (interval) alih-alih nilai (point) untuk menduga parameter rataan dari suatu populasi. Umumnya mean squared error (MSE) digunakan sebagai ukuran kinerja pelatihan dan kriteria pemberhentian (stopping criteria) selain kriteria jumlah epoch. Akan tetapi, terdapat kelemahan dari MSE sebagai estimator error dari prediksi JST, yaitu kemungkinan adanya nilai squared error yang dominan

20 2 terhadap rataannya dan pemberhentian pelatihan yang menyebabkan overfitting pada data yang sedikit. Dilemma bias-ragam (Geman et al. 1992) memecah komponen MSE sebagai penjumlahan kuadrat bias dan ragam. Sebagai dampak dilemma tersebut, bias bisa kecil, tetapi syaratnya adalah ragam data yang besar. Penelitian ini diperlukan agar pada kasus data sedikit MSE tidak menjadi satusatunya ukuran kinerja, akan tetapi kinerja turut pula dinyatakan oleh selang keluaran sebagai persentase banyaknya nilai prediksi yang jatuh dalam selang ini. Selang inipun akan turut bekerja sebagai salah satu kriteria pemberhentian pelatihan. Untuk menunjang generalisasi prediksi terhadap himpunan nilai-nilai di luar yang dilatihkan pada JST, penelitian ini juga diperlukan guna memanfaatkan selang keluaran pada siklus validasi silang (cross validation). Kumpulan hasil terbaik validasi tersebut diharapkan dapat menjadi estimator kesalahan model (validitas model) yang direpresentasikan oleh angka MSE generalisasi. Studi kasus tegangan permukaan surfaktan-mesa dari minyak kelapa sawit akan digunakan untuk mendemonstrasikan cara selang keluaran bekerja sebagai kriteria pemberhentian pelatihan JST, ukuran kinerja, dan bagaimana situasi data sedikit diatasi. Data dari pengukuran ini cocok diambil sebagai kasus empirik mengingat jumlahnya yang hanya sepuluh pasang dan adanya dua ulangan percobaan yang menimbulkan selisih dengan rataan sebagai nilai yang akan diprediksi Perumusan Masalah Pada persoalan pembentukan JST dalam situasi data sedikit terdapat masalah overfitting akibat ragam masukan pelatihan yang besar kemungkinan tidak mewakili populasi sesungguhnya. Kapan pelatihan berhenti (kriteria pemberhentian) menjadi penting bagi generalisasi model prediksi JST yang dihasilkan, yaitu pelatihan harus berhenti sebelum overfitting. Data yang sedikit juga mengharuskan validasi silang k-fold untuk menyiasati jumlah data uji. Saat validasi itulah pelatihan bisa diintervensi kapan berhenti atau kapan tetap

21 3 dilanjutkan. Kriteria pemberhentian tersebut dapat memanfaatkan kondisi prediktan yang merupakan rataan dari dua kali ulangan percobaan, yaitu dengan menarik parameter statistik dari nilai-nilai selisih kedua ulangan tersebut. Kasus prediksi tegangan permukaan surfaktan-mesa dari minyak kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk demonstrasi metode yang diusulkan. Parameter masukan untuk JST prediksi kasus ini perlu dieksplorasi agar demonstrasi metode berhasil Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan kriteria pemberhentian pelatihan jaringan saraf tiruan pada validasi silang k-fold menggunakan konsep statistika. Kriteria pemberhentian ini disisipkan sebagai feedforward data validasi pada akhir tiap epoch dari loop propagasi balik, yaitu setelah bobot dan bias selesai disesuaikan berdasarkan error (selisih keluaran dan target). Keluaran feedforward data validasi tersebut kemudian menjadi evaluasi apakah pelatihan dilanjutkan atau tidak. Selang keluaran yang bagaimanakah yang digunakan dalam evaluasi tersebut adalah tujuan penelitian yang berikutnya. Secara utuh keseluruhan metode yang diusulkan didemonstrasikan kinerjanya pada kasus prediksi tegangan permukaan surfaktan-mesa dari minyak kelapa sawit. Kinerja ini kemudian diperbandingkan dengan JST yang dibentuk tanpa kriteria pemberhentian yang diusulkan. Parameter masukan yang perlu diukur agar nilai tegangan permukaan surfaktan-mesa dapat diketahui menggunakan JST perlu dipilih berdasarkan usaha-usaha prediksi terdahulu. Metode pembentukan JST yang telah berhasil memprediksi tegangan permukaan diharapkan dapat pula diuji keberhasilannya untuk kasus prediksi tegangan antarmuka Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengatasi banyak aplikasi JST pada situasi data sedikit. Metode pembentukan JST yang diusulkan dengan penggunaan selang keluaran ini tidak rumit untuk direproduksi lagi terhadap data

22 4 pada bidang berbeda, ekologi misalnya. Apabila diimplementasikan ke dalam pemrograman perangkat lunak yang sudah jadi dan bisa menjalankan pelatihan JST pun, cukup memerlukan modifikasi beberapa baris instruksi, relatif sedikit dibandingkan keseluruhan porsi program Ruang Lingkup Pada penelitian ini, ruang lingkup yang membatasinya adalah sebagai berikut: 1. Prediksi JST dilakukan pada tipe data yang memiliki selisih akibat dua kali ulangan percobaan dengan rataan selisih tersebut sebagai target nilai prediksinya. Adanya peluang bahwa selisih juga bisa diperoleh dari dua kali ulangan pengukuran tidak didemonstrasikan penelitian ini. 2. Kriteria pemberhentian pelatihan JST yang dihasilkan akan digunakan dalam validasi silang pada situasi data sedikit. 3. Validasi silang yang dipilih adalah validasi 5-fold. 4. Kinerja metode yang diusulkan diukur secara empirik berdasarkan demonstrasi penggunaannya untuk prediksi tegangan permukaan surfakatan-mesa (methyl ester sulfonic acid) yang berasal dari CPO (crude palm oil) dalam situasi data sedikit. a. Surfaktan tersebut berasal dari penelitian yang dilakukan di SBRC IPB untuk tujuan penggunaan dalam enhanced oil recovery. b. Tegangan permukaan yang diukur adalah tegangan permukaan dari campuran sampel surfaktan berkonsentrasi 1% menggunakan cincin Du Noüy. c. Variasi tegangan permukaan sampel untuk himpunan pelatihan JST diperoleh dari variasi waktu sulfonasi saat surfaktan-mesa dalam proses produksi akhirnya (yang dilakukan di Laboratorium SBRC IPB yang berada di PT Mahkota Indonesia), yaitu sepuluh sampel sulfonasi yang berjarak sepuluh menit tiap-tiapnya, dari sampel menit ke-10 hingga menit ke-100.

23 5 d. Pembentukan model JST yang telah diketahui bekerja untuk prediksi tegangan permukaan diuji keberhasilannya untuk kasus prediksi tegangan antarmuka yang relatif lebih noisy. Data tegangan antarmuka yang diukur adalah antara larutan surfaktan dengan sampel minyak mentah dari blok Ogan Komering yang diukur menggunakan tensiometer spinning drop Kino TX-500D yang ada di Laboratorium EOR Lemigas, Departemen ESDM.

24

25 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jaringan Saraf Tiruan (JST) Ada banyak situasi praktis saat pengetahuan eksak akan fungsi y = f(x) tidak diketahui atau sulit diturunkan secara analitik. Alih-alih berkutat pada formulasi f(x), JST menjembatani hubungan keluaran y dengan masukan x lewat pelatihan mengenali pola pasangan y dan x yang telah diketahui sebelumnya. Istilah artificial neural network (JST) muncul sebagai model dari karakter biologis neuron (saraf) yang mentransmisikan sinyal melalui persambungan synapses. Setiap neuron JST menerima masukan yang diboboti. Bobot JST ini analog dengan kuat-lemahnya sinyal yang ditransmisikan synapses jaringan biologis. Analogi berikutnya adalah saat masukan-masukan yang diboboti tersebut dijumlahkan untuk menjadi masukan bagi suatu fungsi aktivasi yang menghasilkan keluaran neuron. Pada neuron biologis, aktivasi ini berarti pilihan sinyal diteruskan (eksitasi) atau dihambat (inhibit) (Fu 1994). Hubungan masukan-bobot-fungsi aktivasi-keluaran dapat dilihat pada Gambar 1. Pada gambar tersebut juga terdapat bias yang tidak lain merupakan masukan x 0 = 1 dengan bobot w 0. bias 1 x 1 w 1 w 0 x 2. w 2 w n n i= 0 x i w i a f f(a) x n neuron X f(x) Gambar 1 Sebuah neuron dalam JST sebagai fungsi f(x) dari masukan X

26 8 Fungsi aktivasi dalam Gambar 1 bisa diskrit atau kontinyu. Sebagai ilustrasi, hard limiter berikut akan memaksa keluaran berada diskrit di 0 atau 1 pada treshold a = 0, 0, a 0 f ( a) = 1, a > 0 1 sedangkan fungsi sigmoid f ( a) = akan memberikan keluaran bilangan real 1 x + e kontinyu pada range [0, 1]. Jika fungsi linear yang digunakan, maka tingkat aktivasi akan bersifat terbuka. Unit dasar neuron dalam penjelasan di atas disebut perceptron, sedangkan tipe koneksinya tergolong jaringan feedforward, yaitu arah koneksi adalah satu arah maju dari masukan ke keluaran saat JST bekerja. Arsitektur JST yang umum digunakan adalah multi layer perceptron yang terdiri atas lapisan masukan (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer), dan lapisan keluaran (output layer). Gambar 2 menunjukkan multi layer perceptron (MLP) Angkaangka tadi menunjukkan jumlah node dalam tiap lapisan. Lapisan masukan hanya mendistribusikan nilai dan tidak memproses informasi, sedangkan lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran adalah unit-unit neuron persis konsep yang telah dijelaskan di awal. x 1 x 2. input layer hidden layer output la yer Gambar 2 Skema arsitektural multi layer perceptron (MLP) 2 4 3

27 Dalam contoh Gambar 2 di atas terdapat setidaknya 20 bobot (di luar biasnya). Bobot-bobot inilah yang akan menyimpan informasi saat JST diimplementasikan. Dengan melakukan pelatihan, maka arsitektur JST beserta pembobotannya dapat digunakan untuk mengenali masukan lainnya. Oleh karena itu, JST dapat digunakan untuk mengenali kembali pola berdasarkan kemiripan informasi yang diperolehnya saat pelatihan. Inilah yang disebut sebagai kemampuan JST untuk belajar (learning). Pelatihan berlangsung lewat penyesuaian bobot yang diperoleh dari sejumlah himpunan pasangan masukan dan keluaran yang menjadi target. Ini adalah jenis supervised learning, yaitu berbasiskan target. Prinsipnya adalah (1) bobot diinisialisasi (acak), kemudian (2) masukan yang telah diketahui keluarannya diumpankan ke JST secara feed forward untuk kemudian (3) dihitung seberapa meleset dari target (error). Berbekal error, (4) bobot kemudian dapat disesuaikan dengan aturan Widrow-Hoff yang secara garis besar melakukan penyesuaiannya sebagai w ji = αδ iterasi pelatihan supervised menuju konvergen. j x i. Langkah-langkah berikutnya adalah JST Propagasi Balik Pelatihan JST yang umum dipakai adalah teknik propagasi balik yang dikembangkan Rumelhart, Hinton dan Williams (Fu 1994). Ini merupakan adaptasi lebih lanjut dari aturan Widrow-Hoff. Yang dipropagasi balik selama pelatihan adalah error dari lapisan keluaran kemudian mundur ke lapisan tersembunyi. Prinsip dasar pelatihan menggunakan aturan Widrow-Hoff telah dijelaskan bagian sebelumnya. Penjabaran lebih lengkap dalam algoritma propagasi balik adalah sebagai berikut: 1. inisialisasi bobot 2. feedforward

28 10 Gambar 3 mengilustrasikan arah maju x i (lapisan masukan) ke z j (lapisan tersembunyi) ke y k (lapisan keluaran). Terlihat bahwa indeks i, j, dan k adalah indeks node pada masing-masing kolom vertikal lapisan. 1 v 01 1 w 01 x 1 v 11 v 12 v 21 1 v 02 f z 1 w 12 w 11 w 21 1 w 02 f y 1 x 2. x i. x n v np v 22 v 2p. v 1p 1.. z_in j v 0p f f z 2.. z j z p w pm w 2m w 22. w 1m 1.. y_in k w 0m f f y 2. y k. y m input layer hidden layer output layer Gambar 3 Feedforward masukan ke lapisan tersembuyi lalu ke lapisan keluaran dan pengindeksan node dalam detil arsitektur MLP Setiap unit masukan didistribusikan ke lapis tersembunyi x i (dengan bias v 0j ) z _ in = v + x v, j 0 j n i= 1 i ij kemudian hasil aktivasinya, z = f z _ in ), kembali j ( j didistribusikan ke lapis keluaran (dengan bias w 0k ) y _ in = w + z w, k 0k p j= 1 j jk yang menghasilkan nilai aktivasi y = f y _ in ). k ( k

29 11 3. perhitungan error Selisih hasil aktivasi dengan target pelatihan dihitung sebagai δ k = ( tk yk ) f '( y _ ink ) 4. propagasi balik δ ke lapisan keluaran k Dengan α adalah kecepatan belajar (learning rate), bobot dikoreksi sesuai w jk = αδ k z j (begitu juga bobot bias, w 0 = αδ ). k k Koreksinya adalah sebagai w jk baru = w lama + w. jk jk 5. propagasi balik δ j dari lapisan keluaran ke lapisan tersembunyi Setiap lapisan tersembunyi menghitung lapisan-lapisan keluaran. Kemudian, δ = δ _ in j j f ' ( z in ) j m δ _ in j = δ w dari δ k k= 1 k jk digunakan untuk koreksi bobot lapisan tersembunyi v ij = αδ x j i v baru = v lama + v ij ij ij 2.3. Kebutuhan Pengukuran Tegangan Permukaan Surfaktan Krisis minyak 1970-an melahirkan desakan akan usaha penelitian di luar bidang petrokimia untuk memaksimalkan enhanced oil recovery (EOR), apakah dengan steam flooding, chemical flooding, injeksi gas, injeksi mikrobial, maupun ilmu terapan lain yang boleh dibilang nonperminyakan. Minyak mentah perolehan pertama (primary recovery) yang memanfaatkan tekanan alamiah hidrokarbon yang terperangkap pada formasi batuan, dibantu pemompaan mekanik, dengan kemudian dibantu lagi injeksi air ataupun uap air (secondary recovery), hanya menghasilkan % potensi minyak yang sesungguhnya terkandung pada formasi tersebut (Myers 2006). Untuk yield di atas angka itu, teknik dan usaha

30 12 ekstra harus diterapkan, yang berarti masuk ke wilayah EOR (tertiary atau bahkan quarternary recovery). Medio 80-an pascakrisis minyak ditandai dengan maraknya paten, publikasi ilmiah, dan buku yang berkaitan dengan surface chemistry. Ini terkait peran dominan surfaktan (surface active agents) pada aplikasi EOR yang membutuhkan fasilitas reduksi tegangan antarmuka atau interfacial tension (IFT). Surfaktan berkontribusi menaikkan yield dengan menarik kantong-kantong kecil minyak mentah yang terperangkap pada pori-pori formasi batuan yang telah basah oleh air. IFT antara air dengan minyak mentah pada pori yang ukurannya berkisar 10 mm tadi adalah sekitar 30 x 10-3 N m -1. Surfaktan kemudian menurunkan angka tersebut agar ekstraksi minyak lebih maksimal terhadap kandungan potensi sesungguhnya. Kita dapat menyebut % sebagai contoh kenaikan rentang perolehan setelah menerapkan surfaktan dalam EOR (Hambali et al. 2008). Pengukuran IFT untuk aplikasi EOR membutuhkan alat dengan rentang presisi pada kisaran ultra low (di bawah 1 x 10-3 N m -1 ). Intrumentasi yang mendukung kisaran tersebut adalah yang menerapkan metode spinning drop. Jika diputuskan untuk membeli alat ukur ini, maka satu set spinning drop tensiometer akan menguras modal awal puluhan ribu dollar disertai biaya perawatan rutin di kemudian hari. Keputusan untuk menyewa pun (yang kini jadi pilihan), akan menghabiskan US$ 500 per sampelnya. Untuk kebutuhan pengukuran IFT di Indonesia, satu-satunya spinning drop tensiometer yang bisa dipakai (pada saat penelitian ini dilakukan) adalah yang dimiliki Laboratorium EOR Lemigas, Departemen ESDM. Fakta lapangan ini tentunya menimbulkan keterbatasan pengukuran, baik dalam hal biaya maupun frekuensi mengukur kinerja sampel surfaktan. Dengan adanya kebutuhan mengukur IFT ratusan sampel, cukup kuat alasan untuk membuat model prediksi sebagai substitusi pengukuran langsung dengan spinning drop tensiometer. Setidaknya apabila ada 100 sampel, maka penggunaan prediksi diharapkan dapat mengurangi frekuensi pengukuran misalnya hingga 30

31 13 sampel saja, dengan sisanya diperoleh lewat prediksi. Namun, memilih berinteraksi langsung dengan prediksi pengukuran IFT berarti bersentuhan dengan masalah sensitivitas model. Pengukuran biasanya dilakukan dengan mencampurkan surfaktan ke air formasi yang berasal dari sumur minyak. Air formasi ini sangat dinamik kandungannya, pergantian sampel berikut campuran air formasi pada tiap pengukuran IFT diperkirakan akan menimbulkan inkonsistensi data, yaitu pembentukan model prediksi dihadapkan pada himpunan dari sampel-sampel pengukuran IFT yang mengandung noise, berasal dari variasi air formasi yang digunakan. Peluang lebih besar untuk menghasilkan model prediksi yang valid adalah lewat sistem pengukuran tegangan permukaan yang lebih terisolasi daripada pengukuran IFT. Jadi, masalah sensitivitas tidak menghadang di depan, sambil tetap membuka peluang prediksi dapat dilakukan juga untuk pengukuran IFT. Pada prediksi tegangan permukaan, data berasal dari pengukuran dengan metode Du Noüy ring. Mengingat bahwa ekspresi matematikal tegangan permukaan dengan IFT umumnya mirip dan bisa dipertukarkan (Tadros 2005), model prediksi dapat dibawa lebih lanjut sebagai prototipe prediksi IFT. Jika JST bisa memprediksikan tegangan permukaan surfaktan dari densitas (sebagai contoh), maka lewat uji yang sederhana, misalnya menggunakan density meter (yang relatif murah dan tersedia luas), tegangan permukaan dapat diketahui nilainya. Lebih jauh lagi, akan lebih menarik jika IFT juga bisa diduga lewat pengukuran densitas yang sederhana. JST dengan hidden layer yang diketahui memiliki universal approximation property (Enăchescu 2008) diharapkan mampu menghasilkan model prediksi yang valid. Selain densitas yang digunakan dalam contoh tersebut, terdapat sejumlah alternatif parameter masukan JST untuk mengukur tegangan permukaan Tegangan Permukaan dan IFT Bentuk tetesan air pada keran yang sedikit bocor (liquid droplet), titik embun pada permukaan daun, maupun gelembung sabun adalah beberapa

32 14 fenomena tegangan permukaan (surface tension) yang dapat kita temui seharihari. Tegangan permukaan didefinisikan sebagai gaya yang bekerja untuk melawan kenaikan luas area permukaan. Oleh karenanya kita perlu meniup saat membuat gelembung sabun. Terlihatnya gelembung dengan permukaan spherical pada cairan sabun tersebut adalah respon melawan (tegangan) kenaikan luas gelembung akibat tiupan tadi (Pashley & Karaman 2004). Persamaan Young- Laplace merumuskannya sebagai: 2 Rumus itu diturunkan dari keadaan equilibrium pada saat kerja tekanan internal berinteraksi dengan kerja tekanan luar ( ) pada permukaan dengan radius kurvatur. Pada ilustrasi gelembung sabun di awal, adalah radius kurvatur dari bentuk spherical permukaannya. Berdasarkan persamaan tersebut, satuan untuk tegangan permukaan 1 dengan simbol adalah dyne cm -1 atau N m -1 dalam SI, dengan 1 dyne cm -1 = 1 x 10-3 N m -1. Untuk dua kurvatur persamaan tersebut dapat diperluas menjadi: 1 1 Untuk tegangan permukaan antara dua fasa cairan yang tidak sama, dikenal istilah tegangan antarmuka (interfacial tension atau IFT) yang masih tetap sama secara fisika dengan bahasan di atas. Tegangan permukaan cairan (terhadap udara) pada suhu kamar banyak dijumpai berkisar dyne cm -1 (Myers 2006). Acuan yang bisa dikategorikan sebagai tegangan permukaan normal adalah air yang memiliki dyne cm -1. Hidrokarbon jatuh ke skala bawah dalam rentang nilai (sekitar 20 dyne cm -1 ). Tegangan permukaan serta IFT sejumlah hidrokarbon terhadap air dilustrasikan pada Tabel 1. Pada tabel tersebut terlihat bahwa nilai IFT hidrokarbon akan berada di antara kedua nilai tegangan 1 Selain symbol, simbol juga dijumpai di beberapa literatur tegangan permukaan.

33 permukaan masing-masing fasa yang berinteraksi dalam, yaitu permukaan air dan permukaan hidrokarbon. Tabel 1 Nilai tipikal tegangan permukaan dan IFT beberapa hidrokarbon terhadap air (Myers 2006) 15 Cairan Tegangan Permukaan (dyne cm -1 ) IFT (dyne cm -1 ) air 72,8 n-oktana 21,8 50,8 benzena 28, Surfaktan dan Tegangan Permukaan Surfaktan (surface active agents) adalah wetting agent yang menurunkan tegangan permukaan dari suatu cairan, menjadikan penyebarannya lebih mudah, serta menurunkan tegangan antarmuka (IFT) antara dua cairan. Gambar 4 (b) memperlihatkan ilustrasi sederhana cairan yang turun tegangan permukaannya setelah dicampur surfaktan, sebagaimana diperlihatkan perubahan sudut θ. Industri mengenal surfaktan lewat aplikasi yang ekstensif dari produk-produk pembersih bersifat detergen sejak Perang Dunia I (Myers 2006). Namun, untuk menyebut sekedar daftar penggunaan surfaktan secara tradisional saja sudah akan melebarkan topik pembicaraan aplikasi surfaktan. θ θ (a) (b) Gambar 4 Surfaktan menurunkan tegangan permukaan cairan Mengingat luasnya cakupan surfaktan, keaktifan permukaan yang diharapkan pun akan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan solubilitas, kemampuan mereduksi tegangan permukaan, kekuatan detergensi,

34 16 pembasahan (wetting), dll. akan menjadikan satu jenis surfaktan berkinerja baik pada satu aplikasi dan tidak bagus untuk lainnya. CH 3 (CH 2 ) n CH 2 S ekor kepala hidrofobik hidrofilik Gambar 5 Struktur organik rantai lurus surfaktan Karakteristik yang sudah sebagian disebutkan di atas ditentukan oleh kesetimbangan antara porsi lyophobic ( solvent-hating ) dengan porsi lyophilic ( solvent-loving ) molekul-molekul pembangun surfaktan. Selain itu dikenal pula istilah kutub kesetimbangan lain yang masih berkaitan, yaitu hidrofilik dengan hidrofobik; dan lipofilik dengan lipofobik. Secara umum surfaktan memiliki struktur organik seperti pada Gambar 5. Istilah kepala pada ilmu surfaktan mengacu pada porsi hidrofilik ( suka-air ) dari molekul surfaktan, sedangkan ekor pada porsi hidrofobiknya ( takut-air ). Beranjak dari struktur dasarnya, lebih jauh surfaktan dapat digolongkan lagi ke dalam empat kelas, yaitu (1) anionik, (2) kationik, (3) nonionik, dan (4) amfoterik. Dua grup besar yang dimanfaatkan industri adalah jenis anionik dan kationik. Grup anionik memiliki kepala yang bermuatan negatif seperti gugus karboksil, sulfonat, sulfat, atau fosfat. Sebaliknya, grup kationik kepalanya bermuatan positif, misalnya quarternary ammonium halides. Mengenai asal bahan mentahnya, jenis surfaktan di industri saat ini kurang lebih berimbang antara yang diperoleh dari materi petrokimia dengan yang diperoleh dari materi oleokimia Surfaktan-MESA Berbahan Baku Minyak Sawit (CPO) Penelitian ini menggunakan sampel dari SBRC-IPB yang memfokuskan bidang penelitian surfaktannya pada jenis-jenis yang berbahan mentah oleokimia (berbasis lemak) yang renewable. Minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari sabut dikenal dengan crude palm oil (CPO). Bahan baku inilah yang diolah menjadi

35 17 biodiesel (methyl ester) lewat proses transesterifikasi dalam campuran metanol. Hasilnya disulfonasi menggunakan aliran gas SO 3 untuk memperoleh surfaktan- MESA 2 (fatty acid methyl ester sulfonic acid) yang kemudian diukur tegangan permukaannya (SBRC IPB 2009). Pilihan surfaktan berbahan baku CPO (atau produksi oleokimia secara umum) lebih baik dari umumnya surfaktan berbasis petrokimia dalam hal aplikasi pada sumur-sumur minyak Indonesia. Surfaktan dari petroleum biasanya tidak tahan pada air formasi 3 dengan tingkat kesadahan dan salinitas tinggi, sehingga surfaktan jenis ini mengalami kendala (menggumpal) saat diaplikasikan pada sumur-sumur minyak Indonesia yang sebagian besar memiliki karakteristik salinitas ( ppm) dan kesadahan yang tinggi ( ppm) sehingga dikhawatirkan akan merusak batuan formasi. Selain itu surfaktan petroleum sulfonat sifat deterjensinya akan menurun secara drastis pada air sadah Aplikasi Surfaktan untuk Enhanced Oil Recovery Dalam oil recovery, injeksi uap bertekanan tinggi (bersuhu sekitar 340 C) digunakan untuk membanjiri formasi batuan yang telah diduga mengandung minyak. Uap akan memanaskan minyak mentah, mengurangi viskositasnya, dan mendorong materi tersebut melalui bebatuan menuju sumur recovery (Myers 2006). Siklus (1) injeksi, (2) soaking, dan (3) produksi tersebut diulang-ulang untuk memperoleh minyak. Sayangnya, usaha mengubah mobilitas minyak mentah sasaran turut mengubah pula kapilaritasnya. Bukannya terdorong keluar, ia justru tertinggal dalam pori-pori formasi bebatuan tadi. Surfaktan digunakan untuk mengatasi masalah tersebut dengan berperan sebagai pengubah karakteristik wetting minyak mentah saat proses injeksi uap (steam flooding) dilakukan. IFT antara minyak dengan fasa cair (hasil injeksi) 2 Singkatan MESA berasal dari istilah fatty acid methyl ester sulfonic acid. Dalam riset ini fatty acid methyl ester yang dipakai adalah metil ester minyak sawit. 3 Istilah air formasi digunakan untuk menyebut air yang terdapat pada sumur minyak.

36 18 resisten terhadap tekanan yang digunakan untuk mendorongnya keluar. Surfaktan menurunkan IFT tersebut, yang pada akhirnya membantu meningkatkan yield proses oil recovery dengan mereduksi gaya kapiler di atas (Touhami et al. 1998) Prediksi Tegangan Permukaan Dalam latar belakang penelitian (Bagian 1.1) telah disebutkan soal kecenderungan menemukan penyelesaian yang bersifat estimasi, aproksimasi atau prediksi. Usaha untuk memperoleh nilai tegangan permukaan secara eksperimental telah muncul sejak lama. Rumus empirik tegangan permukaan yang cukup terkenal untuk diacu dalam penelitian ilmu surfaktan adalah formula Macleod (1923) yang kemudian pembuktiannya (lewat basis mekanika-statistikal) dilakukan oleh Boudh-Hir dan Mansoori (1990). Persamaan yang tergolong sederhana tersebut menghubungkan tegangan permukaan suatu fasa cairan pada kesetimbangan dengan fasa gasnya (vapor 4 ) lewat besaran densitas, seperti berikut ini. K Konstanta K pada persamaan tersebut independen terhadap temperatur tetapi dependen terhadap fluida surfaktan yang dihitung selisih densitasnya ( untuk fasa cairnya dan untuk fasa gasnya). Sugden kemudian mengoreksi konstanta K yang kemudian diperkenalkan sebagai parachor (P) dengan hubungan berikut ini (Escobedo & Mansoori 1996). P K / / Besaran adalah massa molar (g mol -1 ) surfaktan. Parameter parachor telah diketahui berkinerja baik, nyaris konstan, pada beraneka ragam fluida dalam suhu yang beragam pula. Escobedo dan Mansoori (1996) memperbaiki lagi formulasi parachor dengan menambahkan faktor dependensi terhadap suhu dan refraksi molar. Mereka berhasil merepresentasikan data tegangan permukaan 94 senyawa 4 Istilah vapor digunakan untuk kesetimbangan dua fasa (cair-gas) di bawah titik uapnya.

37 19 organik lewat koreksi parachor tersebut. Dua tahun kemudian Escobedo dan Mansoori (1998) memperluas lagi cakupan parachor dari senyawa murni ke campuran. Dalam pendekatan viskositas, Pelofsky mengusulkan relasi linear tegangan permukaan seperti di bawah ini (Queimada et al. 2004). ln ln Ekspresi tersebut kemudian diperbaiki Schonhorn sebagai ln ln Plot ln sebagai fungsi viskositas-resiprokal dalam eksperimen Queimada et al. (2004) untuk n-alkana murni dan campuran secara umum menggambarkan tren linear. Dengan kelinearan itu, tegangan permukaan dapat ditemukan dari nilai viskositas, begitu pula sebaliknya. Kembali ke jaman Macleod dan Sugden, Johlin (1930) adalah salah seorang yang mencoba menarik hubungan empirik antara ph dengan tegangan permukaan. Pada waktu pengukuran yang berbeda (untuk menunggu equilibrium), ia mendapati pola plot tegangan permukaan yang mirip pada kisaran ph 5 sampai 9. Persamaan teoretis yang merumuskan dependensi tegangan permukan terhadap ph pun pernah diajukan oleh Petelska dan Figaszewski (2000). Kepala hidrofilik yang berukuran lebih besar berhubungan dengan ph rendah. Pembesaran ukuran pada ph tersebut menurunkan IFT (Petelska et al. 2002) Metode Pengukuran Tegangan Permukaan dan IFT Drelich et al. (2002) membuat rangkuman komprehensif mengenai metodemetode pengukuran tegangan permukaan dan IFT yang mendasari cara kerja berbagai instrumen komersial maupun metode pengukuran skala laboratorium. Di dalam artikel tersebut pembahasan metode pengukuran mereka bagi secara umum

38 20 ke (1) metode klasik yang dipergunakan di laboratorium, (2) pengukuran IFT dinamik, (3) pengukuran IFT ultra low, dan (4) perkembangan microtensiometry. Pada Gambar 6 diperlihatkan klasifikasi yang lebih khusus lagi. Posisi metode cincin Du Noüy adalah bersamas-sama dengan Wilhelmy plate pada kategori pengukuran yang menggunakan kesetimbangan mikro (microbalance). Metode spinning drop berada sekelompok dengan metode pipet mikro. Gambar 6 Klasifikasi metode pengukuran surfaktan dalam tampilan ikonik (Drelich et al. 2002) Metode Cincin Du Noüy Pada dasarnya yang diukur adalah gaya yang dibutuhkan untuk melepaskan cincin ketika diangkat dari cairan, tepatnya antarmuka cairan-cairan (Tadros 2005), sebagaimana diilustrasikan Gambar 7. Dengan aproksimasi, detachment force (F) pada gambar tersebut diberikan sebagai 4 dengan faktor koreksi (f) akibat ikut terangkatnya cairan dari antarmuka sebesar wettability (θ) sebagai

39 21 F θ 2R 2r Gambar 7 Cincin Du Noüy yang diangkat gaya F dari antarmuka cairan-cairan (Drelich et al. 2002) Metode Spinning Drop Metode tensiometri spinning drop ditempatkan di akhir pembahasan Drelich et al. (2002) guna memisahkan wilayah aktual ilmu surface pada penerapan EOR (Bagian 2.6) yang pada prakteknya adalah pengukuran ultra low (di bawah 1 x 10-3 N m -1 ). Metode ini dikelompokkan bersama teknik mikropipet dalam kelas reinforced distortion of drop (Gambar 6). Jika pengukuran IFT surfaktan terhadap minyak mentah digunakan sebagai ilustrasi, maka gambarannya adalah sebagai berikut. Tetesan minyak mentah dimasukkan ke dalam campuran surfaktan 5 (Gambar 8 (a)). Keseluruhan massa itu dirotasikan sehingga tetesan minyak mentah tadi akan berada di tengah. Saat putaran bertambah cepat (Gambar 8 (b)), tetesan akan memanjang (elongated). Gaya sentrifugal akan melawan IFT yang cenderung mempertahankan bentuk spherical tetesan minyak mentah yang lebih besar densitasnya dibandingkan densitas campuran surfaktan di sekitarnya. 5 Campuran ini disebut sebagai air formasi yang dibuat dengan salinitas tertentu untuk mengemulasi keadaan EOR sesungguhnya setelah air formasi ditambahi surfaktan.

40 22 r ρ droplet (a) campuran surfaktan (b) ω Gambar 8 Droplet minyak mentah dalam tabung berisi campuran surfaktan (a) dan elongated droplet minyak mentah setelah tabung diputar (b) Persamaan Vonnegut (Tadros 2005) menghubungkan tegangan antarmuka (σ), selisih densitas minyak mentah-campuran surfaktan ( ), kecepatan angular ( ), dengan radius awal ( ) tetesan minyak tadi sebagai σ Penerapan Prediksi Berbasis JST Kumar et al. (2005) menggunakan JST propagasi balik dengan dua lapisan tersembunyi untuk mendapatkan nilai tegangan permukaan dari 166 senyawa organik. Untuk lapisan masukan, mereka menggunakan tiga parameter surfaktan (1) parachor dari hasil penelitian Escobedo dan Mansoori (1998) di atas, (2) densitas fasa cair, dan (3) indeks refraktif. Evaluasi AAD% (absolute average percent deviation) JST yang dihasilkan pun mereka klaim lebih baik dari hasil 1,05 yang dihasilkan Escobedo dan Mansoori (1998), yaitu 0,31. Untuk bidang oleokimia yang masih berdekatan dengan surfaktan yang menjadi objek penelitian, terdapat sejumlah prediksi berbasis JST yang samasama dilatarbelakangi ide mensubstitusi alat maupun metode yang kompleks. Beberapa contoh penelitian di luar surfaktan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Baroutian et al. (2008) memperoleh JST propagasi balik dengan 7 neuron pada lapisan tersembunyi untuk prediksi densitas biodiesel berdasarkan temperaturnya.

41 23 2. Kumar dan Bansal (2007) juga meneliti secara khusus tujuh arsitektur JST dan tiga algoritme pelatihan untuk memprediksikan empat keluaran, yaitu titik api, titik nyala, viskositas, dan densitas biodiesel. Kinerja JST tersebut diperbaiki pula dengan teknik early stopping. 3. Cheenkachorn (2004) menggunakan pendekatan statistik metode best subset dan JST untuk menentukan viskositas, high heating value (HV), dan angka setana.

42

43 BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pemilihan Parameter Masukan JST Data pengujian kualitas surfaktan-mesa yang dimiliki SBRC IPB (2009) terdiri atas tegangan permukaan, IFT, densitas, viskositas, ph, dan kandungan bahan aktif. Pada Bagian 2.7 telah dibahas mengenai usaha-usaha merumuskan tegangan permukaan secara empirik berdasarkan densitas, viskositas, dan ph. Penelitian ini akan merancang model empirik yang menghubungkan ketiga parameter tadi dengan tegangan permukaan. JST akan berperan sebagai model yang mensubstitusi fungsi tegangan permukaan dari ketiga parameter tersebut σ,,ph JST diharapkan menjadi solusi bagi kerumitan memformulasikan persamaan analitik eksak yang menghubungkan densitas, viskositas, ph, dengan tegangan permukaan yang secara terpisah telah diketahui secara teoretik memiliki hubungan tidak linear (Bagian 2.7). Ketiga parameter di atas dapat diperoleh lewat pengukuran fisik. Terdapat satu jenis data lagi yang dimiliki SBRC IPB, yaitu kandungan bahan aktif yang berasal dari prosedur titrasi kimia (Lampiran 8). Parameter ini tidak dipakai sebagai masukan sistem, karena JST diharapkan menjadi alternatif uji laboratorium, yaitu dengan menghindari prosedur yang kompleks dan biaya yang ditimbulkannya (misalnya biaya reaktan). Model yang sederhana akan lebih mudah diaplikasikan dalam waktu singkat dan dengan biaya rendah. Penggunaan JST diarahkan untuk menjadi alternatif pengukuran cincin Du Noüy. Secara umum, setelah sistem ini ada, density meter, viscometer, dan phmeter diharapkan dapat mensubstitusi penggunaan Du Noüy ring pada spesifikasi pengukuran tertentu. Jika ketiga paramater masukan tersebut dibandingkan dengan penelitian serupa yang dilakukan Kumar et al. (2005), maka sistem ini berbeda dalam hal tidak diperlukannya acuan database konstanta parachor (Bagian 2.7) dan tidak digunakannya indeks refraktif. Selain itu viskositas dan ph

44 26 juga menjadi masukan sistem yang sebelumnya tidak digunakan pada penelitian tersebut Hubungan Empirik Masukan dan Keluaran Terdapat dua ulangan sulfonasi untuk menghasilkan masing-masing sepuluh sampel surfaktan-mesa. Data yang ditampilkan Tabel 2 merupakan rataan dari kedua ulangan percobaan tersebut. Tabel tersebut memperlihatkan pula nilai tegangan permukaan masing-masing ulangan sebelum dirata-rata. Tabel 2 Sepuluh pasang data ρ, η, dan ph beserta tegangan permukaan dari dua ulangan percobaan (i) dan (ii) beserta rataannya ρ η ph σ (dyne cm -1 ) (g cm -3 ) (cp) (i) (ii) rataan 0,942 30,00 3,33 43,65 43,70 43,68 0,972 65,63 3,21 38,30 38,80 38,55 0,991 88,75 2,98 41,70 41,60 41,65 0, ,50 3,00 39,85 41,50 40,68 0,984 86,25 3,01 43,55 40,25 41,90 0,981 75,00 3,08 45,50 42,30 43,90 0,971 60,00 3,08 45,00 43,65 44,33 0,980 75,63 3,01 43,70 42,23 42,96 0,984 85,00 3,01 41,00 41,00 41,00 0, ,00 3,00 40,00 42,80 41,40 Pemilihan parameter berdasarkan referensi teoretik perlu dibandingkan dengan kenyataan empirik. Adanya prediksi tegangan permukaan dalam penelitian terpisah untuk densitas, viskositas, dan ph (Bagian 2.7), dapat menjadi dasar untuk mencoba menarik hubungan antara masing-masing variabel masukan dengan tegangan permukaan secara terpisah. Ketidaklinearan dapat dilihat dengan mudah lewat deskripsi grafik.

45 3.3. Perancangan Jaringan Saraf Tiruan 27 Merujuk pada hasil-hasil riset sebelumnya (Bagian 2.9) pada bidang yang masih berdekatan dengan surfaktan (Baroutian et al. 2008; Kumar & Bansal 2007; Ramadhas et al. 2006), JST lapis banyak dengan teknik propagasi balik akan digunakan untuk masalah prediksi tegangan permukaan (Gambar 9). Saat penelitian Baroutian et al. (2008) dilakukan, jumlah 7 neuron dalam lapisan tersembunyi yang diperoleh adalah dari proses trial and error yang dilakukan dengan terorganisasi. Yaitu, memulai dari 2 neuron, lakukan pelatihan dan pengujian baru kemudian menambah lagi menjadi 3, 4, dst. Pada setiap penambahan dilihat apakah hasilnya membaik atau tidak. Penelitian ini akan menggunakan metode yang sama untuk menentukan jumlah neuron pada lapisan tersembunyi. densitas viskositas.. σ ph ρ,η,ph f σ Gambar 9 Arsitektur JST untuk prediksi σ,,ph

46 28 IW 1,1 1 b 1 w 1,1 f a1 w 1,1 w 1,2 p 1 w 2,1 w 1,2 1 b 2 ρ w 2,1 p 2. w 2,2. w S,1 w S,2 1 b S f a 2. η w 2,2 w 7,2. w 7,1. p R w S,R (a) f a S ph w 7,3 (b) Gambar 10 Detil representasi bobot sebagai elemen matriks IW dengan indeks baris-kolomnya (a) dan contoh belahan muka JST prediksi σ dengan tujuh neuron lapisan tersembunyi (b) LW 2,1 a 1 a 1 a 2 w S 2,1 1 b S 2 a 2 w 1,1. w S 2,2. f. w 1,2. σ a S w S 2,S (a) a 7 w 1,7 (b) Gambar 11 Detil representasi bobot sebagai elemen matriks LW dengan indeks baris-kolomnya (a) dan contoh belahan belakang JST prediksi σ dengan tujuh neuron lapisan tersembunyi (b) Gambar 10 dan Gambar 11 memperlihatkan tingkat detil yang lebih dalam untuk JST prediksi tegangan permukaan yang secara ringkas diperlihatkan Gambar 9 dengan sekaligus memvisualisasikan operasi matriks yang

47 merepresentasikan JST tersebut. Seri gambar tersebut juga memperlihatkan contoh indeks bobot pada arsitektur tujuh neuron pada lapisan tersembunyi. Jumlah neuron inilah yang akan diperbandingkan untuk seleksi arsitektur JST yang telah disebutkan sebelumnya. Mengenai representasi matriks yang dipakai untuk operasi-operasi pembentukan JST diperlihatkan operasi feed forward berikut ini. Dengan bobot masukan, bias, dan masukan JST kasus tujuh neuron lapisan tersembunyi berikut,,,,,,,,,, dan,,,, feed forward dari lapisan masukan ke lapisan tersembunyi adalah, dengan a 1 yang di feed forward lagi ke lapisan keluaran oleh bobot dan bias berikut,,,,,,,, menjadikan keluaran tegangan permukaan sebagai,, Pengkodean Keluaran dan Masukan Fungsi aktivasi yang digunakan adalah yang bertipe sigmoid, yaitu. Selain turunannya yang mudah, yaitu f ' ( x) = f ( x)(1 f ( x )) (untuk digunakan saat propagasi balik), sifat kontinyunya sesuai untuk pengkodean data keluaran, yaitu nilai-nilai tegangan permukaan. Tabel 2 memperlihatkan sepuluh pasangan data yang berasal dari sepuluh sampel surfaktan-mesa dengan jarak sulfonasi sepuluh menit, yaitu mulai menit ke-10 hingga menit ke-100.

48 30 Keseluruhan sampel tersebut diukur tegangan permukaannya dalam konsentrasi 1%. Mengingat range numerik masukan yang berbeda-beda antara densitas, viskositas, dan ph, nilai-nilai ini terlebih dahulu dinormalisasi dengan masingmasing masukan dioperasikan terhadap rataan dan standar deviasinya, sehingga diperoleh sepuluh nilai baru yang rataannya nol dan nilai ragamnya satu. Contohnya, untuk densitas dilakukan dengan adalah standar deviasi dan adalah rataan kolom densitas Tabel 2. Untuk pengkodean nilai target JST, tegangan permukaan (Tabel 2) dibagi dengan konstanta 45, sehingga target masih berada dalam selang keluaran sigmoid [0,1]. Pengkodean masukan maupun target tadi reversible, sehingga nilai masukan maupun hasil prediksi dapat dikembalikan ke satuan aslinya Validasi 5-fold Dari sepuluh pasang data yang dimiliki dilakukan kombinasi pelatihanpengujian sebanyak lima fold. Secara bergantian tiap fold yang terdiri atas dua pasangan data menjadi vektor validasi dalam pengujian.dengan begitu pada tiap fold komposisi datanya adalah 80% data pelatihan dan 20% data pengujian. Ini dilakukan mulai dari arsitektur JST dengan 2 neuron pada hidden layer, kemudian 3,4, dst. Generalisasi prediksi σ,,ph oleh JST tersebut akan bersandar pada hipotesis berikut: 1. Terdapat 5 JST yang berbeda-beda untuk arsitektur yang terpilih 2. Prediksi divalidasi 5-fold data pengujian yang tak terlibat pelatihan, artinya JST independen terhadap data-data ini dalam hal penyesuaian bobot Kriteria Pemberhentian Pelatihan Terdapat sejumlah kriteria pemberhentian pelatihan. Propagasi balik Levenberg-Marquardt akan berhenti pada salah satu kondisi berikut

49 31 1. epoch maksimum tercapai 2. gradien kinerja pelatihan jatuh di bawah konstanta yang ditetapkan. (Gambar 12) Kinerja pelatihan (learning) maupun validasi (generalization) menggunakan ukuran MSE yaitu rataan dari error prediksi kuadrat. Kinerja membaik ditandai oleh MSE yang turun. MSE Epoch Gambar 12 Pelatihan berhenti pada epoch ke-11 setelah gradien kinerja turun di bawah gradien minimum 1 x Kondisi ke-3 bisa ditambahkan bagi dua kriteria pemberhentian di atas, yaitu: 3. stop pelatihan jika kinerja validasi (generalisasi) mengalami penurunan atau tak berubah selama n epoch berturut-turut. Dengan menetapkan konstanta z, penghentian tersebut terjadi pada n = z +1 sejak tidak ada perbaikan kinerja. Ilustrasi Tabel 3 memperlihatkan MSE validasi yang tidak mengalami perbaikan saat epoch ke-4 berlanjut dengan epoch ke-5. Dengan menetapkan z = 5, pelatihan kemudian berhenti pada epoch n = = 10.

50 32 Tabel 3 Berhentinya pelatihan pada epoch ke-10 akibat tidak adanya perbaikan MSE validasi sejak epoch ke-5 epoch MSE validasi 0,4628 0,4013 0,0182 0,0089 0,0089 epoch MSE validasi 0,0089 0,0089 0,0089 0,0089 0, Selang Keluaran sebagai Kriteria Pemberhentian Jika pelatihan dengan tiga kondisi di atas dijalankan dengan data yang ada, generalisasi biasanya lebih dominan menghentikan pelatihan. Jika z = 5, maka pelatihan berhenti pada epoch ke enam, relatif sejak perbaikan kinerja validasi masih terjadi atau memang tepat enam epoch berjalan tanpa perbaikan kinerja. Solusi memperpanjang pelatihan adalah dengan menetapkan z yang lebih besar. Ini tidak dipilih, sebagai gantinya alternatif yang diusulkan adalah selang keluaran sebagai goal tambahan. Prinsipnya adalah dengan memberi skor keluaran JST sebagai true (goal tercapai) sepanjang masih jatuh di dalam selang yang telah ditentukan. Lebih jelasnya skor true, jika dan false jika keluaran jatuh di luar selang (goal tidak tercapai). Usulan selang keluaran di atas adalah berdasarkan data asli itu sendiri, target prediksi adalah rataan dari dua ulangan percobaan (Tabel 2) yang memiliki selisih. Dengan menetapkan suatu selang tetap seperti diimposisikan di atas pada Gambar 13, penelitian ini mengusulkan semacam selang tolerasi kesalahan prediksi. Alih-alih menetapkan konstanta z yang lebih besar, skor dijadikan kriteria pemberhentian yang ke-4, kemudian digunakan lagi sebagai kriteria untuk memilih arsitektur JST.

51 33 Tegangan permukaan (dyne/cm) δ δ 9 Sampel ke-i Gambar 13 Contoh selisih tegangan permukaan antara dua ulangan ( ) diimposisi konstanta Selang Keluaran dari Batas Atas Selang Kepercayaan Dari sampel selisih,,, dengan rataan dan ragam. Parameter rataan untuk populasi selisih pengukuran tegangan permukaan dapat diestimasi oleh selang kepercayaan (Soong 2004) berikut, 2, 2 1 Pada kasus pengukuran dalam Tabel 2, selang kepercayaan 95% untuk selisih dua pengukuran tersebut memberikan 0,514 2,370 95%. Jika batas atas selang 2,370 dipilih, maka selang keluaran yang digunakan untuk memberi skor menjadi 1,185 1,185. Substitusi pasangan data pertama Tabel 2 sebagai contoh memberikan 42,49 0,942; 30; 3,33 44,86 Akan terdapat sepuluh selang semacam itu untuk penentuan skor prediksi. Pelatihan akan diteruskan apabila kriteria pemberhentian ini belum dipenuhi, yaitu

52 34 apabila prediksi fold yang divalidasi masih berada di luar selang tersebut. Jika epoch loop tidak menghasilkan perbaikan skor, maka salah satu dari tiga kriteria pemberhentian sebelumnyalah yang akan menghentikan pelatihan Selang Keluaran dari Rataan dan Standar Deviasi Selang alternatif yang juga digunakan adalah yang diperoleh dari penjumlahan rataan selisih pengukuran tegangan permukaan dengan standar deviasinya Ide dasarnya berasal dari konsep error yang terdiri atas estimator dan bias, dengan menganalogikan sebagai estimator dan sebagai bias. Dari sampel selisih,,, pengukuran tegangan permukaan Tabel 2, penjumlahan rataan dan standar deviasi di atas menjadi 2,740. Apabila dibandingkan dengan selang yang diperoleh Bagian 3.7.1, diperoleh selang yang lebih lebar untuk untuk pasangan data pertama Tabel 2 sebagai 42,31 0,942; 30; 3,33 45,4

53 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Hubungan Empirik Data Percobaan Apabila tegangan permukaan digambarkan terhadap densitas (Gambar 14), tidak terlihat adanya hubungan pangkat empat dan konstanta parachor yang dibahas Bagian 2.7. Korelasi r (koefisien korelasi momen-produk Pearson) densitas dengan tegangan permukaan adalah -0,3756, sedangkan terhadap viskositas adalah -0,4284, dan terhadap ph adalah 0,0946. Seluruh korelasi tersebut mendekati nol, artinya secara individual data empirik densitas, viskositas, maupun ph yang dimiliki bukanlah prediktor langsung tegangan permukaan. Tegangan permukaan (dyne/cm) Densitas (g/cm 3 ) Gambar 14 Tegangan permukaan terhadap densitas Tegangan permukaan (dyne/cm) Viskositas (cp) Gambar 15 Tegangan permukaan terhadap viskositas

54 38 Tegangan permukaan (dyne/cm) ph Gambar 16 Tegangan permukaan terhadap ph Secara grafis pun terlihat bahwa akan sulit untuk menarik tren linear di atas pola tersebut (Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16). Fakta empirik lain yang muncul adalah ternyata data densitas yang dinormalisasi dapat di-fit secara baik kepada data densitas dengan korelasi 0,9813 (dekat dengan satu atau sangat baik sebagai prediktor satu sama lain). Prediktan Densitas Viskositas Target Gambar 17 Tegangan permukaan terhadap densitas dan viskositas dalam skala masukan-keluaran JST Untuk masukan ph dengan korelasi r terkecil, Gambar 16 memperlihatkan adanya relasi bukan fungsi, ada lebih dari satu nilai tegangan permukaan ketika nilai ph adalah 3; 3,01; dan 3,08 (dalam pembulatan dua desimal). Secara

55 39 keseluruhan nilai-nilai ph inilah yang menurunkan ragam masukan JST untuk parameter ph. Ragam sepuluh data ph adalah 0,0129, sedangkan jika duplikasi dibuang menjadi enam data ph ragamnya adalah 0,0196. Secara individual nilainilai yang tak bervariasi tersebut tidak menyumbangkan informasi bagi prediksi tegangan permukaan. Akhirnya nilai-nilai dari parameter pasangannyalah (densitas dan viskositas) yang menyimpan informasi sebagai prediktor (Tabel 4). Tabel 4 Variasi nilai densitas dan viskositas terhadap ph yang tak bervariasi ρ η ph σ (g cm -3 ) (cp) (dyne cm -1 ) 0, ,5 3 40,68 0, ,40 0, ,01 41,00 0,984 86,25 3,01 41,90 0,980 75,63 3,01 42,96 0, ,08 43,90 0, ,08 44,33 Tegangan permukaan Densitas, Viskositas Densitas, ph Gambar 18 Tegangan permukaan terhadap densitas-viskositas dan terhadap densitas-ph (sudah dinormalisasi)

56 40 Fakta-fakta empirik dari data yang dimiliki menunjukkan bahwa akan ada kerumitan untuk memformulasikan tegangan permukaan dari densitas, viskositas, dan ph secara linear. Data yang sedikit harus dikombinasikan sebagai pola yang akan dilatihkan kepada JST untuk mengatasi kerumitan tersebut. Hubungan empirik ini sekali lagi divisualisasikan oleh Gambar Masukan dan Keluaran JST Setelah dikodekan ulang (seperti telah dibahas Bagian 3.4), maka masukan dan keluaran JST menjadi seperti pada Tabel 5. Rataan untuk tiap-tiap sepuluh data masukan mendekati nol dengan nilai ragamnya adalah satu. Tabel 5 Masukan dan keluaran JST setelah dilakukan pengkodean ulang (satuan dihilangkan) ρ norm η norm ph norm σ coded -2,427-2,196 2,307 0,971-0,483-0,527 1,200 0,857 0,753 0,556-0,815 0,926 1,102 1,201-0,638 0,904 0,304 0,439-0,505 0,931 0,118-0,088 0,049 0,976-0,510-0,791 0,049 0,985 0,025-0,059-0,527 0,955 0,334 0,381-0,505 0,911 0,784 1,083-0,615 0, Analisis Validasi 5-fold Dengan mengambil JST dengan enam neuron lapisan tersembunyi sebagai ilustrasi, validasi 5-fold yang dilakukan menghasilkan sepuluh data prediksi tegangan permukaan (Tabel 6). Masing-masing fold terdiri atas dua data validasi yang tidak diikutsertakan dalam pelatihan. Tiap fold juga membentuk JST-nya sendiri-sendiri. Jadi, JST 1, JST 2, dst. memiliki bobot maupun nilai inisial yang berbeda-beda satu sama lain. Yang sama adalah arsitektur umumnya, yaitu MLP 3

57 41 6 1, tiga neuron lapisan masukan, enam neuron lapisan tersembunyi, dan satu lapisan keluaran. Tabel 6 Hasil validasi 5-fold JST dengan enam neuron lapisan tersembunyi fold target (dyne cm -1 ) prediksi (dyne cm -1 ) squared error JST 1 43,68 45,00 1,755 38,55 39,01 0,216 JST 2 41,65 41,49 0,027 40,68 41,10 0,182 JST 3 41,90 42,10 0,042 43,90 42,44 2,120 JST 4 44,33 43,31 1,040 42,96 43,06 0,009 JST 5 41,00 41,87 0,763 41,40 41,37 0,001 Setelah 5-fold pelatihan dan validasi selesai, kesepuluh hasil validasi JST 1, JST 2, dst. dikumpulkan dan diukur kinerjanya sebagai satu kesatuan representasi kinerja MLP ketika akan dibandingkan dengan MLP 3 2 1, 3 3 1, dst. yang diperoleh dari metode serupa. Hasil prediksi menggunakan data validasi inilah yang dipakai sebagai ukuran generalisasi JST. Pada Tabel 6 terlihat bahwa contoh generalisasi model terbaik ada pada saat MLP memprediksi tegangan permukaan sebagai 41,37 dyne cm -1 yang terpaut 0,001 (squared error) dari target 41,40 dyne cm -1. Kegagalan MLP terlihat saat memprediksi tegangan permukaan sebagai 42,44 dyne cm -1 ketika target seharusnya adalah 43,90 dyne cm Selang Keluaran sebagai Kriteria Pemberhentian Penggunaan selang yang berasal dari batas atas selang kepercayaan yang dibahas Bagian sebagai kriteria pemberhentian yang ke-4 menghasilkan seri pelatihan dan validasi seperti yang tertera pada Tabel 7. Perbandingan antara MLP

58 42 dengan 2 neuron lapisan tersembunyi, dengan 3, 4, dst. dilakukan dengan mengambil rataan dari skor pelatihan dan generalisasi. Rataan skor tertinggi diperoleh MLP 3 6 1, yaitu 95%. Tabel 7 Skor dan kinerja pelatihan serta validasi 5-fold penggunaan empat kriteria pemberhentian dari batas atas selang kepercayaan 95% neuron lapisan tersembunyi skor pelatihan skor generalisasi MSE pelatihan MSE generalisasi rataan skor 2 65,0% 70,0% 0, , ,5% 3 92,5% 70,0% 2,55 x , ,3% 4 77,5% 80,0% 0, , ,8% 5 100,0% 70,0% 5,43 x , ,0% 6 100,0% 90,0% 4,59 x , ,0% 7 100,0% 70,0% 1,29 x , ,0% 8 100,0% 70,0% 2,71 x , ,0% 9 90,0% 70,0% 5,66 x , ,0% ,0% 70,0% 2,28 x , ,0% ,0% 70,0% 1,00 x , ,0% 12 97,5% 70,0% 3,37 x , ,8% MSE dihitung masih dalam skala pengkodean ulang keluaran

59 43 Prediksi (dyne/cm) Target (dyne/cm) Gambar 19 Hasil prediksi tegangan permukaan JST dibandingkan nilai target dan selang yang berasal dari batas atas selang kepercayaan 95% Seberapa dekat hasil prediksi MLP ditunjukkan Gambar 19 yang memuat pula selang keluaran yang digunakan untuk skor validasi. Terlihat bahwa arsitektur ini memperoleh sembilan true dan satu false, sehingga skor validasi 90% (Tabel 7). Mengingat bahwa skor validasi kemudian digunakan sebagai perbandingan antar arsitektur, pergeseran selang skor dapat dilakukan. Kalau ada kesulitan misalnya, pemenang perbandingan ada banyak (sama-sama memiliki skor tinggi), maka selang skor ini memang bisa dibuat lebih kecil untuk mencari arsitektur pemenangnya (tentu adalah yang paling banyak memiliki hasil prediksi dekat garis y = x pada Gambar 19). Akan tetapi, perlu diingat bahwa pemilihan awal lebar selang keluaran dapat merubah hasil pelatihan dan validasi karena di luar masalah pebandingan, skor selang keluaran berperan pula sebagai kriteria pemberhentian.

60 44 Prediksi (dyne/cm) Target (dyne/cm) Gambar 20 Hasil prediksi tegangan permukaan JST dibandingkan nilai target dan selang yang berasal dari rataan dan standar deviasi Pilihan selang keluaran yang dijelaskan Bagian lebih lebar (Gambar 20) dari selang sebelumnya yang berasal dari batas atas selang kepercayaan 95% (Gambar 21). Untuk kriteria pemberhentian menggunakan skor selang keluaran ini, Tabel 8 memberikan hasil yang sama dengan Tabel 7, yaitu bahwa MLP menjadi arsitektur terbaik dengan rataan skor 95% (nilai prediksi untuk selang keluaran ini telah dipergunakan sebagai contoh, yaitu pada Tabel 6). Bedanya adalah MSE validasi yang diperoleh penggunaan selang keluaran yang ke-2 ini terlihat lebih baik dibandingkan sebelumnya (1,83 x 10-3 ), yaitu 3,04 x 10-4.

61 Tabel 8 Skor dan kinerja pelatihan serta validasi 5-fold penggunaan empat kriteria pemberhentian dari rataan dan standar deviasi 45 neuron lapisan tersembunyi skor pelatihan skor generalisasi MSE pelatihan MSE generalisasi rataan skor 2 97,5% 70,0% 0, , ,8% 3 80,0% 95,0% 1,97 x , ,5% 4 100,0% 70,0% 3,13 x , ,0% 5 100,0% 80,0% 2,15 x , ,0% 6 100,0% 90,0% 1,86 x , ,0% 7 100,0% 80,0% 1,03 x , ,0% 8 100,0% 70,0% 1,40 x , ,0% 9 100,0% 70,0% 2,25 x , ,0% ,0% 80,0% 1,17 x , ,0% ,0% 70,0% 4,96 x , ,0% ,0% 70,0% 1,60 x , ,0% MSE dihitung masih dalam skala pengkodean ulang keluaran Keberhasilan prediksi oleh MLP pada dua seri validasi 5-fold di atas dijadikan alasan untuk memilih JST dengan enam neuron lapisan tersembunyi untuk masalah prediksi tegangan permukaan dari densitas, viskositas, dan ph. MSE terbaik dalam validasi 5-fold yang dilakukan diperoleh lewat penggunaan selang keluaran yang ke-2 (Tabel 8). Jika ditinjau lebih jauh, maka baik selang keluaran pertama maupun selang keluaran yang kedua sebenarnya berada di sekitar nilai dua kali standar deviasi dari sampel selisih pengukuran tengangan permukaan,,,,. Nilai itu adalah 2 2,594 dyne cm -1 (bandingkan dengan nilai yang dipakai untuk selang keluaran, berturut-turut adalah 2,370 dan 2,740 dyne cm -1 ). Sebaran nilai tegangan permukan target dibandingkan kedua hasil prediksi dengan dua macam pilihan selang tadi diperlihatkan boxplot Gambar 21. Nilai

62 46 median maupun whisker 6 dari sebaran nilai prediksi menggunakan selang yang berasal dari rataan dan standar deviasi (Gambar 21 prediksi (b)), lebih dekat dengan pola sebaran target. Tegangan permukaan (dyne/cm) Gambar 21 Boxplot target prediksi tegangan permukaan dibandingkan dengan hasil prediksi dari dua macam selang keluaran 4.5. Penggunaan Dua Kriteria Pemberhentian Untuk memperkuat argumen bahwa penggunaan empat kriteria pemberhentian pelatihan memperbaiki hasil prediksi JST, dilakukan validasi 5- fold dengan hanya dua kriteria pemberhentian, yaitu (1) epoch maksimum dan (2) gradien kinerja pelatihan minimum. Pelatihan pembanding ini berlangsung dengan kondisi awal yang sama dengan validasi 5-fold sebelumnya, yaitu dengan memasukkan bobot dan bias awal yang sama dengan semua JST yang menghasilkan prediksi Tabel 7. Bobot awal semua JST tersebut memang sengaja disimpan saat pelatihan dengan empat kriteria pemberhentian dilakukan. Gambar 22 memperlihatkan hasil prediksi tegangan permukaan terhadap target. Selang 6 Whisker dalam tulisan ini dipilih dengan menggunakan jarak 1,5 x interquartile range (IQR) dari masing-masing Q1 dan Q3.

63 keluaran yang diperlihatkan gambar tersebut hanya berperan dalam menentukan skor dan tidak digunakan sebagai goal validasi. 47 Prediksi (dyne/cm) Target (dyne/cm) Gambar 22 Hasil prediksi pelatihan dengan hanya dua kriteria pemberhentian Tabel 9 memperlihatkan bahwa secara umum rataan skor tertinggi adalah 85% (dengan MSE generalisasi 2,72 x 10-3 ), jauh di bawah 95%. Analisis lebih dalam pada kolom skor pelatihan memperlihatkan fakta lain bahwa model cenderung melakukan fitting mendekati data pelatihan saja, atau lebih dikenal sebagai kondisi overfitting. JST dengan begitu kehilangan generalisasinya saat data validasi dimasukkan. MSE pelatihan yang 70% berada di bawah 1 x (sangat kecil) juga memperkuat fakta terjadinya overfitting, selain itu ini memperlihatkan bahwa pelatihan cenderung berhenti akibat tercapainya gradien kinerja minimum.

64 48 Tabel 9 Pelatihan dengan hanya dua kriteria pemberhentian neuron lapisan tersembunyi skor pelatihan skor generalisasi MSE pelatihan MSE generalisasi rataan skor 2 80,0% 50,0% 0, , ,0% 3 100,0% 60,0% 1,04 x , ,0% 4 82,5% 50,0% 0, , ,3% 5 100,0% 60,0% 1,71 x , ,0% 6 100,0% 30,0% 5,24 x , ,0% 7 100,0% 60,0% 2,59 x , ,0% 8 100,0% 70,0% 7,91 x , ,0% 9 100,0% 70,0% 2,64 x , ,0% ,0% 50,0% 1,94 x , ,0% ,0% 60,0% 2,16 x , ,0% ,0% 60,0% 3,85 x , ,0% MSE dihitung masih dalam skala pengkodean ulang keluaran 4.6. Perbandingan Korelasi Penggunaan Selang Keluaran Gambar 23 memperlihatkan korelasi r antara prediksi terhadap target. Secara berturut-turut Gambar 23 (a) adalah hasil penggunaan kriteria pemberhentian selang keluaran yang diperoleh dari batas atas selang kepercayaan 95%, Gambar 23 (b) adalah hasil penggunaan kriteria pemberhentian selang keluaran yang berasal dari rataan dan standar deviasi, dan Gambar 23 (c) adalah hasil dari penggunaan hanya dua kriteria pemberhentian (Bagian 4.5). Grafik tersebut juga menyandingkan skor selang keluaran serta MSE generalisasi untuk tiap metode pembentukan JST yang disebutkan tadi.

65 49 Skor pelatihan (x 100%) Skor generalisasi (x 100%) MSE generalisasi (x 10-3 ) Korelasi (a) (b) (c) (a*) Gambar 23 Korelasi prediksi dengan target dibandingkan dengan skor dan MSE Tabel 10 Perbandingan hasil-hasil terbaik untuk tiap metode pembentukan JST Metode pembentukan JST (a) (b) (c) (a*) Skor pelatihan 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% Skor generalisasi 90,00% 90,00% 70,00% 100,00% MSE generalisasi ( x 10-3 ) Korelasi 0,2556 0,8844 0,2055 0,7811 Sebagaimana diperlihatkan pula Tabel 10 (b), korelasi r semakin mendekati satu untuk penggunaan kriteria pemberhentian dari selang keluaran di sekitar dua kali standar deviasi. Jauh dari korelasi 0,2055 (Tabel 10 (c)) yang lebih dekat ke nol jika kriteria pemberhentian ini tidak digunakan. Selang keluaran juga ternyata memperlihatkan fakta lain, untuk Tabel 10 (a) (Gambar 23 (a)). Skor generalisasi 90% yang berarti sembilan dari total sepuluh data berada dalam selang keluaran ternyata hanya menghasilkan korelasi 0,2556, artinya ada pengaruh dominan dari satu hasil prediksi yang berada di luar selang. Apabila satu hasil ini dikeluarkan dari perhitungan korelasi, maka dengan sembilan data yang seluruhnya berada dalam selang keluaran, korelasi menjadi 0,7811 sebagaimana diperlihatkan

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi data banyak (ribuan hingga ratusan) tidaklah selalu tersedia dalam aplikasi nyata jaringan saraf tiruan (JST). Silvert dan Baptist (1998) mencontohkan bidang

Lebih terperinci

BAB 3. METODE PENELITIAN

BAB 3. METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 31 Pemilihan Parameter Masukan JST Data pengujian kualitas surfaktan-mesa yang dimiliki SBRC IPB (009) terdiri atas tegangan permukaan, IFT, densitas, viskositas, ph, dan kandungan

Lebih terperinci

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Krisis minyak 1970-an melahirkan desakan akan usaha penelitian di luar bidang petrokimia untuk memaksimalkan enhanced oil recovery (EOR), apakah dengan steam flooding,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO)

LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO) LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO) Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika, Amik Royal, Kisaran E-mail: havid_syafwan@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak bumi telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap ekonomi dunia hingga saat ini. Persediaan akan panas, cahaya, dan transportasi bergantung terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut BP Statistical Review 2011, sejak tahun 2003 untuk pertama kalinya Indonesia mengalami defisit minyak dimana tingkat konsumsi lebih tinggi dibanding tingkat produksi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 JARINGAN SARAF SECARA BIOLOGIS Jaringan saraf adalah salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang diimplementasikan sebagai model estimasi harga saham. Analisis yang dilakukan adalah menguraikan penjelasan

Lebih terperinci

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation 65 Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation Risty Jayanti Yuniar, Didik Rahadi S. dan Onny Setyawati Abstrak - Kecepatan angin dan curah

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH 7B. Standar Backpropagation (BP) Backpropagation (BP) merupakan JST multi-layer. Penemuannya mengatasi kelemahan JST dengan layer tunggal yang mengakibatkan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara BAB II DASAR TEORI Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Beberapa tahun ini produksi minyak bumi selalu mengalami penurunan, sedangkan konsumsi minyak selalu mengalami penaikan. Menurut Pusat Data Energi dan Sumber Daya

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) Marihot TP. Manalu Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan adalah jangka sorong, destilator, pompa vacum, pinset, labu vacum, gelas piala, timbangan analitik, tabung gelas/jar, pipet, sudip,

Lebih terperinci

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

NEURAL NETWORK BAB II

NEURAL NETWORK BAB II BAB II II. Teori Dasar II.1 Konsep Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network) Secara biologis jaringan saraf terdiri dari neuron-neuron yang saling berhubungan. Neuron merupakan unit struktural

Lebih terperinci

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Sari Indah Anatta Setiawan SofTech, Tangerang, Indonesia cu.softech@gmail.com Diterima 30 November 2011 Disetujui 14 Desember 2011

Lebih terperinci

BACK PROPAGATION NETWORK (BPN)

BACK PROPAGATION NETWORK (BPN) BACK PROPAGATION NETWORK (BPN) Arsitektur Jaringan Digunakan untuk meminimalkan error pada output yang dihasilkan oleh jaringan. Menggunakan jaringan multilayer. Arsitektur Jaringan Proses belajar & Pengujian

Lebih terperinci

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Karyawan atau tenaga kerja adalah bagian

Lebih terperinci

Presentasi Tugas Akhir

Presentasi Tugas Akhir Presentasi Tugas Akhir Bagian terpenting dari CRM adalah memahami kebutuhan dari pelanggan terhadap suatu produk yang ditawarkan para pelaku bisnis. CRM membutuhkan sistem yang dapat memberikan suatu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama dua

Lebih terperinci

BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK AS A METHOD OF FORECASTING ON CALCULATION INFLATION RATE IN JAKARTA AND SURABAYA

BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK AS A METHOD OF FORECASTING ON CALCULATION INFLATION RATE IN JAKARTA AND SURABAYA BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK AS A METHOD OF FORECASTING ON CALCULATION INFLATION RATE IN JAKARTA AND SURABAYA Anggi Purnama Undergraduate Program, Computer Science, 2007 Gunadarma Universiy http://www.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu ratarata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012. 3.2 Jenis dan

Lebih terperinci

Prediksi Pergerakan Harga Harian Nilai Tukar Rupiah (IDR) Terhadap Dollar Amerika (USD) Menggunakan Metode Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation

Prediksi Pergerakan Harga Harian Nilai Tukar Rupiah (IDR) Terhadap Dollar Amerika (USD) Menggunakan Metode Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation 1 Prediksi Pergerakan Harga Harian Nilai Tukar Rupiah (IDR) Terhadap Dollar Amerika (USD) Menggunakan Metode Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation Reza Subintara Teknik Informatika, Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI. Jasmir, S.Kom, M.Kom

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI. Jasmir, S.Kom, M.Kom ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Pegawai atau karyawan merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION

PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION Amriana 1 Program Studi D1 Teknik Informatika Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik UNTAD ABSTRAK Jaringan saraf tiruan untuk aplikasi

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN : Modifikasi Estimasi Curah Hujan Satelit TRMM Dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Studi Kasus Stasiun Klimatologi Siantan Fanni Aditya 1)2)*, Joko Sampurno 2), Andi Ihwan 2) 1)BMKG Stasiun

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

SATIN Sains dan Teknologi Informasi SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No., Juni 206 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Jaringan Syaraf Tiruan Peramalan Inventory Barang

Lebih terperinci

KAJIAN LABORATORIUM MENGENAI PENGARUH SALINITAS, PERMEABILITAS DAN KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PEROLEHAN MINYAK PADA PROSES INJEKSI SURFAKTAN

KAJIAN LABORATORIUM MENGENAI PENGARUH SALINITAS, PERMEABILITAS DAN KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PEROLEHAN MINYAK PADA PROSES INJEKSI SURFAKTAN Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 KAJIAN LABORATORIUM MENGENAI PENGARUH SALINITAS, PERMEABILITAS DAN KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PEROLEHAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION Eka Irawan1, M. Zarlis2, Erna Budhiarti Nababan3 Magister Teknik Informatika, Universitas Sumatera

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM Ayu Trimulya 1, Syaifurrahman 2, Fatma Agus Setyaningsih 3 1,3 Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN FUZZY INFERENSI SISTEM UNTUK SELEKSI METODE PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK TINGKAT LANJUT INDAH MUSI INDRIA DEWI G

PENGEMBANGAN FUZZY INFERENSI SISTEM UNTUK SELEKSI METODE PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK TINGKAT LANJUT INDAH MUSI INDRIA DEWI G PENGEMBANGAN FUZZY INFERENSI SISTEM UNTUK SELEKSI METODE PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK TINGKAT LANJUT INDAH MUSI INDRIA DEWI G651034074 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN : PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH PRODUKSI AIR MINUM MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS : PDAM TIRTA BUKIT SULAP KOTA LUBUKLINGGAU) Robi Yanto STMIK Bina Nusantara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 39 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember tahun 2010 di rumah tanaman (greenhouse) Balai Penelitian Agroklimatologi dan Hidrologi (Balitklimat),

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA Ramli e-mail:ramli.brt@gmail.com Dosen Tetap Amik Harapan Medan ABSTRAK Jaringan Syaraf Tiruan adalah pemrosesan

Lebih terperinci

ANALISIS JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH RESERVASI KAMAR HOTEL DENGAN METODE BACKPROPAGATION (Studi Kasus Hotel Grand Zuri Padang)

ANALISIS JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH RESERVASI KAMAR HOTEL DENGAN METODE BACKPROPAGATION (Studi Kasus Hotel Grand Zuri Padang) ANALISIS JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH RESERVASI KAMAR HOTEL DENGAN METODE BACKPROPAGATION (Studi Kasus Hotel Grand Zuri Padang) 1 Musli Yanto, 2 Sarjon Defit, 3 Gunadi Widi Nurcahyo

Lebih terperinci

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, Erlinda Ningsih 2 1 Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2 Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK

Lebih terperinci

Pemilihan Model JST untuk Penentuan Angka Oktana Biogasolin Sesuai dengan Data Masukannya

Pemilihan Model JST untuk Penentuan Angka Oktana Biogasolin Sesuai dengan Data Masukannya Yogyakarta, 16 Oktober 2008 Pemilihan Model JST untuk Penentuan Angka Oktana Biogasolin Sesuai dengan Data Masukannya Abdul Wahid dan Bambang Heru Susanto Laboratorium Sistem Proses Kimia, Departemen Teknik

Lebih terperinci

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK Naskah Publikasi disusun oleh Zul Chaedir 05.11.0999 Kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Bab ini akan menjelaskan tentang Hemispheric Structure Of Hidden Layer Neural Network (HSHL-NN), Principal Component Analysis

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Artificial Neural Network(ANN), Backpropagation(BP), Levenberg Marquardt (LM), harga emas, Mean Squared Error(MSE), prediksi.

ABSTRAK. Kata Kunci : Artificial Neural Network(ANN), Backpropagation(BP), Levenberg Marquardt (LM), harga emas, Mean Squared Error(MSE), prediksi. ABSTRAK Prediksi harga emas merupakan masalah yang sangat penting dalam menentukan pengambilan keputusan perdagangan dalam pertambangan. Prediksi yang akurat untuk pertambangan dapat memberikan keuntungan

Lebih terperinci

2.1. Dasar Teori Bandwidth Regression

2.1. Dasar Teori Bandwidth Regression 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Bandwidth Bandwidth adalah ukuran kapasitas dari sistem transmisi (Comer, 2004) Bandwidth adalah konsep pengukuran yang sangat penting dalam jaringan, tetapi konsep ini memiliki

Lebih terperinci

oleh WAHYUNI PUTRANTO NIM. M SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

oleh WAHYUNI PUTRANTO NIM. M SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika PERBANDINGAN METODE GRADIENT DESCENT DAN GRADIENT DESCENT DENGAN MOMENTUM PADA JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION DALAM PERAMALAN KURS TENGAH RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA oleh WAHYUNI PUTRANTO NIM.

Lebih terperinci

Aplikasi Artificial Neural Network (ANN) untuk Memprediksi Perilaku Sumur Geotermal

Aplikasi Artificial Neural Network (ANN) untuk Memprediksi Perilaku Sumur Geotermal Aplikasi Artificial Neural Network (ANN) untuk Memprediksi Perilaku Sumur Geotermal Henny Dwi Bhakti 1,a), Acep Purqon 2,b) 1 Program Studi Sains Komputasi, FMIPA ITB Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN Feng PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK... 211 PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN Tan

Lebih terperinci

lalu menghitung sinyal keluarannya menggunakan fungsi aktivasi,

lalu menghitung sinyal keluarannya menggunakan fungsi aktivasi, LAMPIRAN 15 Lampiran 1 Algoritme Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Standar Langkah 0: Inisialisasi bobot (bobot awal dengan nilai random yang paling kecil). Langkah 1: Menentukan maksimum epoch, target

Lebih terperinci

STUDI LABORATORIUM PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN POLIMER TERHADAP RECOVERY FACTOR DENGAN BERBAGAI SALINITAS

STUDI LABORATORIUM PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN POLIMER TERHADAP RECOVERY FACTOR DENGAN BERBAGAI SALINITAS STUDI LABORATORIUM PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN POLIMER TERHADAP RECOVERY FACTOR DENGAN BERBAGAI SALINITAS Ricky 1), Sugiatmo Kasmungin 2), M.Taufiq Fathaddin 3) 1) Mahasiswa Magister Perminyakan, Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SURFAKTAN POLIMER PADA SALINITAS PPM DAN SUHU 85 C

KARAKTERISASI SURFAKTAN POLIMER PADA SALINITAS PPM DAN SUHU 85 C Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 KARAKTERISASI SURFAKTAN POLIMER PADA SALINITAS 15.000 PPM DAN SUHU 85 C Radityo Danisworo 1, Sugiatmo Kasmungin

Lebih terperinci

BACK PROPAGATION NETWORK (BPN)

BACK PROPAGATION NETWORK (BPN) BACK PROPAGATION NETWORK (BPN) Arsitektur Jaringan Salah satu metode pelatihan terawasi pada jaringan syaraf adalah metode Backpropagation, di mana ciri dari metode ini adalah meminimalkan error pada output

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POLA IRIS MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION

IDENTIFIKASI POLA IRIS MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION JURNAL MANUTECH 43 IDENTIFIKASI POLA IRIS MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION Yoan Elviralita 1, Asrul Hidayat 2 1 Program Studi Teknik Mekatronika-Politeknik Bosowa 2 Program Studi Perawatan dan Perbaikan

Lebih terperinci

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series Oleh: ABD. ROHIM (1206 100 058) Dosen Pembimbing: Prof. Dr. M. Isa Irawan, MT Jurusan Matematika

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERACANGAN APLIKASI SISTEM PENDETEKSI GANGGUAN JARINGAN KOMPUTER MENGGUNAKAN MULTILAYER DENGAN PELATIHAN FEEDFORWARD SKRIPSI

ANALISIS DAN PERACANGAN APLIKASI SISTEM PENDETEKSI GANGGUAN JARINGAN KOMPUTER MENGGUNAKAN MULTILAYER DENGAN PELATIHAN FEEDFORWARD SKRIPSI ANALISIS DAN PERACANGAN APLIKASI SISTEM PENDETEKSI GANGGUAN JARINGAN KOMPUTER MENGGUNAKAN MULTILAYER DENGAN PELATIHAN FEEDFORWARD SKRIPSI SISKA MELINWATI 061401040 PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Analisis adalah kemampuan pemecahan masalah subjek kedalam elemen-elemen konstituen, mencari hubungan-hubungan internal dan diantara elemen-elemen, serta mengatur

Lebih terperinci

Kelompok B Pembimbing

Kelompok B Pembimbing TK-40Z2 PENELITIAN Semester I - 2006/2007 PEMBUATAN ESTER METIL SULFONAT DARI CPO UNTUK SURFACTANT FLOODING Kelompok Dwike Indriany (13003008) Jelita Alamanda (13003092) Pembimbing Dr. Ir. Retno Gumilang

Lebih terperinci

PERANCANGAN PARAMETER TERBAIK UNTUK PREDIKSI PRODUKSI BAN GT3 MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RESILIENT PROPAGATION

PERANCANGAN PARAMETER TERBAIK UNTUK PREDIKSI PRODUKSI BAN GT3 MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RESILIENT PROPAGATION PERANCANGAN PARAMETER TERBAIK UNTUK PREDIKSI PRODUKSI BAN GT3 MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RESILIENT PROPAGATION Fitrisia, Adiwijaya, dan Andrian Rakhmatsyah Program Studi S1 Teknik Informatika,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut

Lebih terperinci

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1. Analisa dan Kebutuhan Sistem Analisa sistem merupakan penjabaran deskripsi dari sistem yang akan dibangun kali ini. Sistem berfungsi untuk membantu menganalisis

Lebih terperinci

Studi Modifikasi standard Backpropagasi

Studi Modifikasi standard Backpropagasi Studi Modifikasi standard Backpropagasi 1. Modifikasi fungsi objektif dan turunan 2. Modifikasi optimasi algoritma Step Studi : 1. Studi literatur 2. Studi standard backpropagasi a. Uji coba standar backpropagasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2010, di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT YANG TEROPTIMASI SECARA HEURISTIK UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN BERDASARKAN PEUBAH ENSO

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT YANG TEROPTIMASI SECARA HEURISTIK UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN BERDASARKAN PEUBAH ENSO PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT YANG TEROPTIMASI SECARA HEURISTIK UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN BERDASARKAN PEUBAH ENSO AFAN GALIH SALMAN Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

SATIN Sains dan Teknologi Informasi SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No., Juni 206 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Estimasi Needs

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka berpikir Perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing tidak dapat dihindari. Untuk mengatasi perubahan yang tidak pasti ini diperlukan suatu prediksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, metode pengurasan minyak tahap lanjut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, metode pengurasan minyak tahap lanjut BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, metode pengurasan minyak tahap lanjut atau EOR (Enhanced Oil Recovery) menjadi pokok bahasan yang ramai diperbincangkan. Metode EOR

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: STUDI LABORATORIUM MENGENAI PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK PADA INJEKSI SURFAKTAN DENGAN KADAR SALINITAS AIR FORMASI YANG BERVARIASI Tommy Viriya dan Lestari

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan Algoritma Backpropagation Untuk Memprediksi Jumlah Pengangguran (Studi Kasus DiKota Padang)

Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan Algoritma Backpropagation Untuk Memprediksi Jumlah Pengangguran (Studi Kasus DiKota Padang) Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan Algoritma Backpropagation Untuk Memprediksi Jumlah Pengangguran (Studi Kasus DiKota Padang) Hadi Syahputra Universitas Putra Indonesia YPTK Padang E-mail: hadisyahputra@upiyptk.ac.id

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. Hal ini dikarenakan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENJUALAN OBAT Pada PT. METRO ARTHA PRAKARSA MENERAPKAN METODE BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENJUALAN OBAT Pada PT. METRO ARTHA PRAKARSA MENERAPKAN METODE BACKPROPAGATION APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENJUALAN OBAT Pada PT. METRO ARTHA PRAKARSA MENERAPKAN METODE BACKPROPAGATION Zulkarnain Mahasiswa Teknik Informatika STMIK Budi Darma Jl. Sisingamangaraja

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jaringan Saraf Tiruan (JST) Jaringan saraf tiruan pertama kali secara sederhana diperkenalkan oleh McCulloch dan Pitts pada tahun 1943. McCulloch dan Pitts menyimpulkan bahwa

Lebih terperinci

ANALISA NILAI UJIAN MASUK STT WASTUKANCANA BERDASARKAN NILAI UJIAN NASIONAL MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION

ANALISA NILAI UJIAN MASUK STT WASTUKANCANA BERDASARKAN NILAI UJIAN NASIONAL MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION ANALISA NILAI UJIAN MASUK STT WASTUKANCANA BERDASARKAN NILAI UJIAN NASIONAL MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION Program Studi Teknik Informatika STT Wastukancana Jl. Raya Cikopak No.53, Sadang, Purwakarta

Lebih terperinci

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

SATIN Sains dan Teknologi Informasi SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No. 1, Juni 2015 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Jaringan Syaraf Tiruan untuk Memprediksi Prestasi

Lebih terperinci

Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari

Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari 2010 50 Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Memprediksi Jumlah Pengangguran di Provinsi Kalimantan Timur Dengan Menggunakan Algoritma Pembelajaran

Lebih terperinci

SISTEM KROMATOGRAFI GAS MENGGUNAKAN SENSOR SEMIKONDUKTOR DAN NEURAL NETWORK UNTUK KLASIFIKASI MINYAK MENTAH

SISTEM KROMATOGRAFI GAS MENGGUNAKAN SENSOR SEMIKONDUKTOR DAN NEURAL NETWORK UNTUK KLASIFIKASI MINYAK MENTAH Presentasi Sidang Tesis SISTEM KROMATOGRAFI GAS MENGGUNAKAN SENSOR SEMIKONDUKTOR DAN NEURAL NETWORK UNTUK KLASIFIKASI MINYAK MENTAH Sugeng Dwi Riyanto 2209204004 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan (JST) pertama kali diperkenankan oleh McCulloch dan Walter Pitts pada tahun 943. Jaringan saraf tiruan merupakan suatu sistem pemrosesan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu bagan alir seperti pada Gambar 8. Gambar 8 Diagram Alir Penelitian Pengumpulan Data

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendididikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendididikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. LAPORAN AKHIR PENGARUH RASIO REAKTAN DAN KOMPOSISI KATALIS TERHADAP PEMBUATAN SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT BERBASIS CPO (CRUDE PALM OIL) MENGGUNAKAN AGEN SULFONAT NaHSO 3 Diajukan Sebagai Persyaratan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Gauss Untuk dapat melakukan pengolahan data menggunakan ANN, maka terlebih dahulu harus diketahui nilai set data input-output yang akan digunakan. Set data inputnya yaitu

Lebih terperinci

STUDI KESTABILAN BUSA MENGENAI PENGARUH SUHU DAN ELEKTROLITSERTA KONSENTRASI SURFAKTAN DENGAN DAN TANPA MINYAK

STUDI KESTABILAN BUSA MENGENAI PENGARUH SUHU DAN ELEKTROLITSERTA KONSENTRASI SURFAKTAN DENGAN DAN TANPA MINYAK Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 STUDI KESTABILAN BUSA MENGENAI PENGARUH SUHU DAN ELEKTROLITSERTA KONSENTRASI SURFAKTAN DENGAN DAN TANPA MINYAK

Lebih terperinci

PERANCANGAN SOFTSENSOR KADAR GAS BUANG PADA STACK HASIL KELUARAN HRSG (HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR) DENGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN

PERANCANGAN SOFTSENSOR KADAR GAS BUANG PADA STACK HASIL KELUARAN HRSG (HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR) DENGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN PERANCANGAN SOFTSENSOR KADAR GAS BUANG PADA STACK HASIL KELUARAN HRSG (HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR) DENGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN Oleh : Hera Firdhausa Katili 2409100073 Dosen Pembimbing : Dr.

Lebih terperinci

Perbandingan Regresi Linear, Backpropagation Dan Fuzzy Mamdani Dalam Prediksi Harga Emas

Perbandingan Regresi Linear, Backpropagation Dan Fuzzy Mamdani Dalam Prediksi Harga Emas TEKNOLOGI DI INDUSTRI (SENIATI) 016 ISSN : 085-418 Perbandingan Regresi Linear, Backpropagation Dan Fuzzy Mamdani Dalam Prediksi Harga Emas Nur Nafi iyah Program Studi Teknik Informatika Universitas Islam

Lebih terperinci