KEBIJAKAN PERTANAHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM KONSEP NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBIJAKAN PERTANAHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM KONSEP NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA"

Transkripsi

1 KEBIJAKAN PERTANAHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM KONSEP NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Made Wire Darme madewire@gmail.com Mahasiswa Program Studi Kebijakan Publik Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta I Gusti Ayu KRH ayu_igk@yahoo.com Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Abstract This article was intended to obtain description on implementation of policy in agrarian sector in Yogyakarta Special Territory (DIY) in concept of the unity state of the republic of Indonesia and to obtain concrete description on factors hampering agrarian policy in DIY in unity state concept and its solution. It was normative empirical research. The research used law approach and conceptual approach. Location of the of primary, secondary and tertiary law material. The law material was collected through library study. Data obtained in this research was analyzed qualitatively, while conclusion was drawn using syllogism and interpretation method. Use of syllogism in this law research was based on proposing major premise and then minor premise was proposed. Finally, conclusion was drawn. Based on result and discussion, there are some conclusions. First, origin of land ownership by Sultanate is acknowledged by state by providing ownership right over land owned by the Sultanate. Specialty of DIY has been given with positive law base by government considering long history of DIY. Therefore management of sultanate land regulation of on land management in Indonesia. Second, factors hampering implementation of agrarian policy in Yogyakarta Special territory in concept of unity state of Republic of Indonesia is no local regulation as land owned by Sultanate hampered process of sultanate land application. In the last, status of sultanate is made same as private law entity as owner of right over land so there is no clear base whether it is Keywords : land policy, Yogyakarta special territory, unity state Abstrak Artikel ini bertujuan untuk untuk memperoleh data atau gambaran mengenai implementasi keistimewaan kebijakan di sektor pertanahan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam konsep negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan untuk memperoleh gambaran secara kongkrit mengenai faktor-faktor yang menghambat kebijakan pertanahan DIY dalam konsep NKRI dan solusinya. Penelitian ini merupakan penelitian normatif-empiris. Pendekatan penelitian yang digunakan menggunakan pendekatan perundangundangan dan pendekatan konseptual. Lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) khususnya Badan Pertanahan Kota Yogyakarta (BPN) dan Panitikismo Kasultanan Yogyakarta, sedangkan sumber bahan hukum yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Prosedur pengumpulan bahan hukum yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif, sedangkan untuk menarik kesimpulan menggunakan metode silogisme dan interpretasi. Penggunaan silogisme dalam penelitian hukum ini berpangkal pada pengajuan premis mayor dan kemudian diajukan premis minor, selanjutnya ditarik suatu simpulan atau conclusion. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan pertama, Asal usul kepemilikan tanah oleh Kasultanan diakui oleh Negara dengan tetap memberikan hak kepemilikan atas tanah-tanah yang dimiliki Kasultanan. Keistimewaan DIY telah diberikan landasan hukum positif oleh Pemerintah mengingat sejarah panjang yang dimiliki DIY oleh sebab itu pengelolaan terhadap tanah-tanah Kasultanan yang diatur oleh Undang-Undang Keistimewaan 111

2 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol IV No. 2 Juli-Desember 2016 tanah di Indonesia. Simpulan kedua, faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan kebijakan Pertanahan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu belum terbitnya peraturan daerah Istimewa (Perdais) sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 sebagai peraturan pelaksananya. Belum selesainya pendaftaran tanah oleh BPN (inventaris) terhadap mana saja tanah-tanah hak milik Kasultanan proses terhadap permohonan tanah-tanah Kasultanan menjadi terhambat. Yang terakhir adalah dengan status Kasultanan disamakan dengan Badan Hukum privat sebagai pemilik hak atas tanah maka belum terdapat pijakan hukum yang jelas apakah nanti diperlukan hadirnya lembaga auditor terhadap keuangan yang dimiliki oleh Kasultanan sebagai badan hukum privat nantinya. Kata kunci : Kebijakan Pertanahan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Negara Kesatuan A. Pendahuluan Secara de jure dengan ditetapkan Undang- Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tahun pertanahan, namun demikian tidak dapat dipungkiri dengan perbedaan masing-masing budaya di Indonesia yang terdiri dari berbagai latar belakang budaya, negara tetap mengakui keistimewaan masing-masing daerah. Problematika pertanahan terus mencuat dalam dinamika kehidupan bangsa. Berbagai daerah di nusantara tentunya memiliki karakteristik permasalahan pertanahan yang berbeda-beda diantara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Keadaan ini semakin nyata sebagai konsekuensi dari dasar pemahaman dan pandangan orang Indonesia terhadap tanah. Kebanyakan orang Indonesia memandang tanah sebagai sarana tempat tinggal dan memberikan penghidupan sehingga tanah mempunyai fungsi yang sangat penting (Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, 2008 : 1). Tanah menjadi soal hidup-mati, menyatu dengan peluh, sehingga untuk itu masyarakat bersedia melakukan apa saja (R. Soepomo, 1966 : 45 ). Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, negara Indonesia secara tegas dinyatakan sebagai suatu negara kesatuan yang berbentuk republik. Hubungan negara dengan tanah secara tidak langsung diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menentukan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga perlu diatur dan dikelola secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara (Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, 2008 : 7 ). Pengaturan pertanahan di Indonesia diatur pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). UUPA mengamanatkan perlunya dilakukan Pendaftaran Tanah di Indonesia yang diatur secara lanjut pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengatur bahwa lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan pendaftaran tanah adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN). Eksistensi BPN yang memiliki tugas dan kewajiban dibidang pertanahan dipertegas dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. BPN berfungsi untuk membantu pendistribusian tanah maupun peralihan haknya dari negara kepada rakyat maupun dari intern peralihan masyarakat tersebut. Fokus penelitian ini adalah pada sistem kebijakan pertanahan yang ada pada Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sebagaimana diketahui bahwa DIY merupakan salah satu contoh konsep pengakuan oleh negara terhadap bentuk keistimewaan propinsi tersebut dengan tetap mengakui adanya kerajaan (kasultanan) beserta tanah-tanah yang merupakan kekuasaaan/ milik kasultanan. Kasultanan memiliki hak untuk mendistribusikan tanah-tanahnya kepada masyarakat layaknya Badan Pertanahan Nasional UUPA dimana negara hanya mengakui 1 (satu) dasar hukum pertanahan. Konsepsi hukum pertanahan nasional yang dimiliki oleh NKRI setelah lahirnya UUPA adalah konsepsi komunalistik religious (Boedi Harsono, 2002 : 49 ). Sejak berlakuya tersebut maka konsepsi tanah feodal juga tidak sesuai dengan semangat kepemilikan bersama tanah bangsa Indonesia sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa (komunalistik religius). Konsepsi tanah feodal adalah konsepsi yang menyatakan hak penguasaan tanah yang tertinggi adalah hak milik raja. Semua tanah yang terdapat diseluruh wilayah kekuasaan raja adalah milik sepenuhnya dari raja yang bersangkutan (Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, 2008 : 19 ). Kewenangan yang dimiliki kasultanan Yogyakarta dalam hal kepemilikan tanah dan mendistribusikannya kepada masyarakat yang ada di wilayah DIY tanpa ada campur tangan 112

3 dari BPN sebagai wakil pemerintah tidak terlepas dari sejarah terbentuknya DIY itu sendiri. Sejarah berdirinya DIY diawali dengan Amanat tanggal 5 September 1945 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII. Di dalam Amanat tersebut ditegaskan bahwa Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman adalah bagian dari Negara Kesatu Republik Indonesia. Berdasarkan Amanat tersebut di atas terbentuklah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang wilayahnya meliputi wilayah Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman. Pembentukan DIY selanjutnya dikuatkan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 selanjutnya dibentuk Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954 (Perda DIY Nomor 5 Tahun 1954) untuk mengatur khususnya dalam bidang pertanahan. Di dalam Pasal 2 Perda Nomor 5 Tahun 1954 ini ditentukan bahwa hak atas tanah di DIY masih berlaku peraturan sebagaimana termuat dalam Rikjsblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Rikjsblad Kasultanan Nomor 23 Tahun 1925 dan Rikjsblad Paku Alaman Nomor 25 Tahun Pasal 1 Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 yang berbunyi sebagai berikut: Ingsun nglestarekake watone sakabehe bumi kang ora ana tandha yaktine kadarbe liya mawa wewenang eigendom, dadi bumi kagungan Karatoningsun Ngayogyokarto. (artinya: Saya tentukan batas seluruh tanah yang tidak ada tanda Hak Milik berdasarkan ketentuan eigendom, adalah tanah milik Keraton Yogyakarta). Berdasarkan hal tersebut diatas maka tanah yang tidak ada tanda bukti hak kepemilikannya adalah tetap sebagai tanah Kasultanan Yogyakarta atau tanah Kadipaten Paku Alaman. Hal tersebutlah yang menguatkan pengakuan negara terhadap kedaulatan kasultanan dalam bidang pertanahan. Menarik untuk dikaji mengenai kepemilikan hak atas tanah-tanah yang dimiliki kasultanan kemudian diberikan kepada masyarakat dalam kerangka hukum pertanahan nasional (tanah magersari, tanah ngindung dan tanah adat lainnya). Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta semakin menguatkan kedudukan kasultanan dalam pengelolaan pertanahan yang disinergikan dengan BPN. Bahwa berdasarkan wacana Undang-Undang tersebut maka atas tanah-tanah keraton akan dibantu oleh BPN untuk diinventaris ulang yang kemudian akan pula diterbitkan sertipikat dengan cap garuda (sertipikat dari BPN) atas nama kasultanan. Kemandirian kasultanan dalam hal kepemilikan tanah dan dapat memberikan alas hak kepemilikan tanah kepada masyarakat menurut hipotesa Peneliti dapat bertentangan dengan semangat konsepsi hukum pertanahan nasional yang bersifat komunalistik. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas peneliti tertarik meneliti dan mengangkat judul tersebut diatas termasuk untuk mengkaji kemanunggalan konsep negara kesatuan dengan adanya kebijakan pertanahan yang mandiri oleh kasultanan DIY di dalam NKRI. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji implementasi dan faktor-faktor yang menghambat kebijakan pertanahan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia. B. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian hukum normatif-empiris karena penelitian ini menggunakan norma-norma positif di dalam sistem Perundang-undangan Nasional dan pola-pola perilaku sosial yang terlembaga eksis sebagai variabel sosial yang empirik, Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data, teori yang berhubungan dengan masalah dan menarik kesimpulan untuk menentukan hasil. Di dalam menarik suatu kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan metode silogisme dan interpretasi. Penggunaan silogisme dalam penelitian hukum ini berpangkal pada pengajuan premis mayor dan kemudian diajukan premis minor, selanjutnya ditarik suatu simpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2008 : 47 ) C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Implementasi Keistimewaan Kebijakan Di Sektor Pertanahan Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terdapat dualisme kebijakan pertanahan Daerah Istime wa Yogyakarta meskipun sejak tahun 1960 telah berlaku UUPA yang hukum. Pada satu sisi untuk tanah-tanah bekas hak barat diberlakukan ketentuan terkait UUPA dimana tanah-tanah bekas hak barat dikonversikan dan didistribusikan kepada masyarakat oleh Negara untuk 113

4 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol IV No. 2 Juli-Desember 2016 dikelola dan mendatangkan manfaat bagi masyarakat sedangkan di sisi lain masih tetap berlaku pula peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta bagi tanah-tanah bekas milik adat yang sebelumnya diatur dalam rijksblad Kasultanan. Meski digolongkan sebagai tanah swapraja, masih saja pengelolaan tanah yang digolongkan sebagai tanah swapraja tunduk pada Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954 tentang Hak Atas Tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta masih dikelola oleh Kasultanan. Ketentuan UUPA meski secara tegas telah berlaku tahun 1984 tetap terdapat dualisme hukum. UUPA memandang hak-hak atas tanah dapat diberikan Negara kepada subyek hak. Kasultanan bukan merupakan subyek hak yang diakui sebagai penerima hak dan atau pemberi hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. Mengkaji kebijakan masih terdapatnya d u al i s me t e rs e bu t s ec a ra t e o ri t i s dimungkinkan karena Indonesia sebagai Negara kesatuan merupakan Negara dengan sistem pemerintahan desentralisasi. Sistem ini merupakan sistem yang paling sesuai mengingat Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari berbagai daerah dengan kebudayaan maupun hukum adatnya yang berbeda-beda. Menurut Fred Isjwara, negara kesatuan adalah bentuk kenegaraan yang paling kokoh jika dibandingkan dengan federal atau konfederasi. Dalam negara kesatuan terdapat, persatuan (union) maupun kesatuan (unity). Dilihat dari segi susunan negara kesatuan, maka negara kesatuan bukan negara tersusun dari beberapa Negara melainkan negara tunggal (Fred Isjwara, 1974 : 179 ). Menurut Penulis supremacy of law sebagai salah satu unsur dari the rule of law berusaha meminimalkan kewenangan bebas yang begitu luas dari pemerintah daerahnya. Posisi kasultanan sebelum ditetapkannya sebagai badan hukum yang dapat memberikan subyek hak milik secara prinsip kedudukannya hampir sama dengan Kerajaan yang memiliki kewenangan mendistribusikan tanah-tanahnya kepada masyarakat dan bersifat independen. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 tersebut membuat posisi Kasultanan tidak dapat secara serta merta mendistribusikan tanah-tanahnya secara mandiri namun harus ada pemetaan dan pendaftaran tanah kembali. Pada nantinya dalam hal pertanahan akan melibatkan Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta. Pembatasan ini tidak dilakukan dengan serta merta melainkan juga memenuhi unsur equality before the law dan due prosess of law. Kebijakan publik yang ada harus senantiasa berada dalam konsep Indonesia sebagai the rule of law bukan kesewenangwenangan. Sehingga hukum yang ada sebagai dasar dari kebijakan publik bersumber dari hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan atau diciptakan oleh parlemen atau pemangku kekuasaan menjadi hukum positif sebagai( due prosess of law). Intuisi dasar yang mendasari dari the Rule of Law adalah hukum harus mampu membimbing perilaku subyeknya (Joseph Raz, 1979 : Oxford). Namun demikian diperingatkan oleh Satjipto Raharjo menggunakan konsep Rule by Law secara murni tentu saja akan membuat kita berhukum dengan teks ( Satjipto Rahadjo, 2009: 69 ). Hukum berbentuk teks bersifat kaku atau hukum itu kaku (lex dura sed tamen scripta), maka tidak dapat terus mewakili dari keadilan dalam kehidupan masyarakat yang terus berkembang. Seyogyanya hukum sebagai sarana pembaharuan ( Law as social engineering), yaitu peraturan perundangundangan diciptakan untuk menciptakan perubahan dalam masyarakat di segala bidang aspek kehidupan masyarakat. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 (UUPA) diciptakan sebagai dasar untuk unifikasi hukum dan penyederhanaan hukum pertanahan di Indonesia yang beragam. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 khususnya terkait dengan permasalahan pertanahan tidak boleh hanya dilihat sebagai bentuk implementasi dari keharusan penyatuan konsep pertanahan harus sesuai dan sejalan dengan aturan-aturan yang ada dalam UUPA layaknya pengertian dari lex dura sed tamen scripta. Lebih dari itu penghormatan terhadap hukum adat (tidak tertulis) dijadikan dasar dalam UUPA. Implementasi dari konsep kebijakan dalam pengelolaan tanah yang ada di DIY adalah munculnya sinergi antara BPN dengan Kasultanan yang sebelumnya masih terdapat kekosongan hukum. Apabila dicermati dari penjelasan UUPA maka telah jelas dibentuknya UUPA sebagai konsepsi hukum tanah nasional sudah mengakomodir terkait sejarah kepemilikan tanah Kasultanan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. 114

5 Kita telah mengetahui bahwa penyusunan hukum tanah Nasional didasari pada konsepsi hukum adat, oleh karena itu pengaturan pengelolaan tanah yang ada pada Undang- Undang keistimewaan berlandaskan pada tanahdengan berdasarkan konsepsi hukum adat. UUPA sebagai ujung tombak meletakkan dasar-dasar bagi hukum pertanahan namun pengelolaan terhadap tanah-tanah adat maka dikembalikan kepada hukum adat yang ada sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional. Keistimewaan DIY telah diberikan landasan hukum positif oleh Pemerintah mengingat sejarah panjang yang dimiliki DIY oleh sebab itu pengelolaan terhadap tanah-tanah Kasultanan yang diatur oleh Undang-Undang Keistimewaan melibatkan BPN merupakan wujud dari terhadap pengelolaan tanah di Indonesia. Keistimewaan Kebijakan di Sektor Pertanahan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari jajaranjajaran pulau dan daerah yang memiliki budayanya masing-masing. Sebagai Negara kesatuan, pemerintah tetap mengapresiasi masing-masing budaya dan hukum yang hidup dan berkembang di masing-masing daerah tersebut. Beberapa daerah yang memiliki susunan asli dianggap istimewa oleh Negara melalui konstitusinya (sebelum diamandemen). Seperti desa di jawa dan Bali, negeri di Minangkabau dusun dan marga di Palembang. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap daerah yang bersifat istimewa. Susunan asli itu berbicara tentang susunan pemerintahan yang sudah ada sebelum daerah itu menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan penelitian dari Letnan Kolonel Colin Mackenzie pada tahun bahwa di daerah Swapraja di Jawa, semua tanah adalah milik para Raja, sedangkan rakyat hanya sekedar memakai dan menggarapnya (Boedi Harsono, 2008 : ). Demikian pula di Yogyakarta dimana di dalam melaksanakan pekerjaan penggarapan tanah, Sultan mengatur penggunaan tanah berdasarkan Pranatan Patuh (1863) atau kepatuhan/kebekelan yang menggunakan sistem apanage. Tanah-tanah Kasultanan yang diberikan kepada masyarakat atau lembaga dengan hak-hak barat setelah masuknya Belanda ke Negara Kesatuan Republik Indonesia di administrasikan oleh kantor kadaster Hindia Belanda yang berkantor di Magelang. UUPA dibuat dengan maksud untuk mengadakan unifikasi hukum pertanahan di Indonesia, tetapi maksud ini tidak bisa langsung terwujud setelah UUPA diberlakukan, karena tidak semua daerah di wilayah Indonesia bisa begitu saja diterapkan ketentuan-ketentuan UUPA. Salah satu daerah yang tidak bisa langsung menerapkan UUPA adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (UUPA berlaku secara resmi baru mulai pada tanggal 24 September 1984). Sesuai dengan asas lex posteriori derogat legi anteriori dan lex superiori derogat legi inferiori, dengan dikeluarkannya UU Nomor 5 Tahun 1960 semestinya kewenangan untuk mengatur urusan agraria sebagai kewenangan otonom menjadi hapus. Akan tetapi kenyataan menunjukkan masih terdapatnya ketentuan-ketentuan yang memberi kemungkinan berkembangnya wewenang otonomi dalam bidang agraria tersebut, yakni ketentuan pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1967 tentang Pembagian Tugas dan Wewenang Agraria yang khusus mengatur untuk Daerah Istimewa Yogyakarta. Belum diberlakukannya UUPA di Yogyakarta mengakibatkan timbulnya dualisme dalam hukum pertanahan di Yogyakarta, disatu pihak berlaku peraturan perundangan daerah, dan dipihak lain berlaku peraturan Pemerin tah Pusat. Perlu dijelaskan disini bahwa berlakunya UUPA sebagai produk perundangan pusat di Daerah Istime wa Yogyakarta hanya terbatas pada tanah-tanah bekas hak Barat. Dengan kata lain, UUPA sebenarnya sudah berlaku di Daerah Istime wa Yogyakarta, hanya belum sepenuhnya. 2. F ak tor-fak tor Ya ng Men g h am ba t Kebijakan Pertanahan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Solusinya. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang memiliki kewenangan istimewa. Kewenangan Istimewa merupakan 115

6 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol IV No. 2 Juli-Desember 2016 wewenang tambahan tertentu yang dimiliki suatu daerah selain wewenang sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah (Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta ). Adanya kewenangan istimewa ini merupakan bentuk dari desentralisasi asimetris, yaitu pemberlakuan kewenangan khusus pada wilayah-wilayah tertentu dalam suatu negara. Disentralisasi asimetris dalam bentuk otonomi khusu merupakan perwujudan desentralisasi yang disesuaikan dengan karakteristik daerah sehingga tidak disamaratakan penerapannya pada setiap daerah di dalam suatu negara. Daerah Istimewa Yogyakarta memperoleh status sebagai daerah istimewa berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, dimana disebutkan bahwa salah satu kewenangan istimewa yang dimiliki Daerah Istimewa Yogyakarta adalah di bidang pertanahan. Ketentuan Pasal 32 ayat (1) yang menyatakan Kasultanan sebagai badan hukum, menjadikan Kasultanan sebagai subjek hak yang berhak mempunyai hak milik atas tanah Kasultanan serta berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan tersebut. Dalam pelaksanaan Kasultanan sebagai badan hukum tersebut terdapat hambatan-hambatan yang muncul. Yang pertama yaitu dengan ditetapkannya Kasultanan sebagai badan hukum yang dapat memberikan dan menerima hak atas tanah sebagaimana ditentukan dalam UUPA maka mendudukan status Kasultanan sebagai badan hukum privat seperti badan hukum yang lainnya. Perlu diketahui bahwa Pemerintah menyediakan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Di dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta disebutkan bahwa: (1) Pemerintah menyediakan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Keistimewaan DIY sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan kebutuhan DIY dan kemampuan keuangan negara. (2) Dana dalam rangka pelaksanaan Keistimewaan Pemerintahan Daerah DIY sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan pengajuan Pemerintah Daerah DIY. (3) Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa dana Keistimewaan yang diperuntukkan bagi dan dikelola oleh Pemerintah Daerah DIY yang pengalokasian dan penyalurannya melalui mekanisme transfer ke daerah. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengalokasian dan penyaluran dana Keistimewaan diatur dengan peraturan Menteri Keuangan. (5) Gubernur melaporkan pelaksanaan kegiatan Keistimewaan DIY kepada Pemerintah melalui Menteri pada setiap akhir tahun anggaran. Apabila nantinya Daerah Istimewa Yogyakarta telah melaksanakan sepenuhnya ketentuan sebagai badan hukum tersebut diperlukan juga adanya auditor terhadap keuangan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai badan hukum privat. Adanya perintah dibentuknya Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Daerah Istimewa diharapkan dapat menjangkau tentang hal tersebut karena Dana Istimewa yang berasal dari keuangan Negara juga akan dipergunakan dalam pengelolaan kebijakan pertanahan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yang kedua, hingga saat ini proses pendataan tanah Kasultanan belum selesai. Sesuai dengan ketentuan Pasal 43 huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Gubernur selaku Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta dan/atau Wakil Gubernur selaku Adipati Paku Alam yang bertakhta bertugas untuk Kasultanan dan tanah Kadipaten. Dalam sultan tentu saja pihak Kasultanan harus bekerja sama dengan Kantor Pertanahan setempat. Menurut Benny Suharsono selaku Kepala Biro Tata Pemerintahan, Sekretariat Daerah, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, hingga 15 September 2015, proses pendataan tanah sultan dan tanah pakualaman baru mencapai bidang tanah. Banyak persoalan yang membuat pendataan dan identifikasi tanah sultan menjadi lama, diantaranya yaitu lamanya proses pengukuran dikarenakan alat ukur yang terbatas, tenaga pengukuran yang terbatas, dan juga karena data tanah sultan 116

7 yang terdapat di desa dan kelurahan bentuk tanahnya banyak yang sudah berubah. Perubahan bentuk tanah dapat terjadi karena beberapa hal, seperti tanah longsor, tanah tergerus air, dan sebagainya. Yang ketiga yaitu Peraturan Daerah Istimewa DIY (Perdais) yang mengatur mengenai pertanahan di Yogyakarta sampai saat belum ada. Dualisme dalam hukum agraria di Daerah Istimewa Yogyakarta ini jelas akan menimbulkan ketidakpas tian hukum, serta tidak memberikan dukungan terhadap terwujudnya pembenahan kesatuan Nusantara. Namun pada akhirnya UUPA dinyatakan berlaku penuh di Yogyakarta dengan diterbitkannya Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan Berlaku Sepenuhnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 membawa kepastian hukum bagi Kasultanan terkait kebijakan pengelolaan tanah. Selama ini UUPA tidak dapat diterapkan karena Kasultanan bukan merupakan subyek hak yang dapat memiliki hak milik dan atau hak atas tanah lainnya yang ditetapkan oleh UUPA. Sebagaimana diketahui bahwa lembaga pertanahan yang memiliki kewenangan untuk melakukan pendaftaran tanah merupakan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Oleh karena itu, implementasi dari adanya peraturan ini adalah, BPN yang merupakan lembaga Negara akan memberikan sertipikat hak milik diatas tanah Kasultanan. Pemberian status Kasultanan sebagai subyek hak merupakan jawaban terkait dengan permasalahan pengelolaan tanah oleh Kasultanan dipandang dari aturan yuridis UUPA. Perdais adalah Peraturan Daerah DIY yang dibentuk oleh DPRD DIY bersama Gubernur untuk mengatur penyelenggaraan Kewenangan Istimewa. Hingga saat ini Rancangan Perdais masih dibahas di DPRD dan belum ada kejelasan mengenai waktu penerbitannya. Dikarenakan perdais tentang pertanahan belum ada, maka pelayanan terhadap masyarakat yang ingin mengajukan perpanjangan hak dan pembaharuan hak atas tanah Kasultanan menjadi terhambat. Pihak Kasultanan telah menghentikan pemberian serat kekancingan atas tanah sultan sejak awal tahun Penghentian sementara tersebut dilakukan untuk keperluan pendataan Terhadap permasalahan-permasalahan tersebut, langkah yang sebaiknya dilakukan adalah segera dibentuk Perdais tentang pertanahan. Dengan dibentuknya perdais tentang pertanahan, akan menjadi pijakan hukum bagi Kasultanan dan Pemerintah DIY untuk melaksanakan wewenang istimewanya di bidang pertanahan. Dalam melakukan pengelolaan terhadap tanah sultan tersebut, diharapkan pihak Kasultanan dapat mengutamakan kepentingan masyarakat. Penyelenggaraan kewenangan dalam urusan istimewa sudah seharusnya didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal dan keberpihakan pada rakyat. D. Simpulan Asal usul kepemilikan tanah oleh Kasultanan diakui oleh Negara dengan tetap memberikan hak kepemilikan atas tanah-tanah yang dimiliki Kasultanan. Bahwa penyusunan hukum tanah Nasional didasari pada konsepsi hukum adat, oleh karena itu pengaturan pengelolaan tanah yang ada pada Undang-Undang keistimewaan berlandaskan pada konsep tujuan dibentuknya unifikasi hukum tanahdengan berdasarkan konsepsi hukum adat. UUPA sebagai ujung tombak meletakkan dasar-dasar bagi hukum pertanahan namun pengelolaan terhadap tanahtanah adat dikembalikan kepada hukum adat yang ada sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional. Keistimewaan DIY telah diberikan landasan hukum positif oleh Pemerintah mengingat sejarah panjang yang dimiliki DIY oleh sebab itu pengelolaan terhadap tanah-tanah Kasultanan yang diatur oleh Undang-Undang Keistimewaan melibatkan BPN merupakan wujud terhadap pengelolaan tanah di Indonesia. Di dalam pelaksanaan kebijakan Pertanahan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia terdapat faktorfaktor yang menghambat, diantaranya yaitu belum terbitnya peraturan daerah Istimewa (Perdais) sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 sebagai peraturan pelaksananya. Dalam konsep penataan kebijakan publik terhadap pengelolaan pertanahan perlu didorong terbitnya Perdais tersebut agar tidak pihak Kasultanan dan Pihak BPN segera dapat memproses inventaris terhadap tanah-tanah Kasultanan. Kemudian dengan belum selesainya pendaftaran tanah oleh BPN (inventaris) terhadap mana saja tanah- 117

8 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol IV No. 2 Juli-Desember 2016 tanah hak milik Kasultanan proses terhadap permohonan tanah-tanah Kasultanan menjadi terhambat. Yang terakhir adalah dengan status Kasultanan disamakan dengan Badan Hukum privat sebagai pemilik hak atas tanah maka belum terdapat pijakan hukum yang jelas apakah nanti diperlukan hadirnya lembaga auditor terhadap keuangan yang dimiliki oleh Kasultanan sebagai badan hukum privat nantinya. E. Saran Kesejahteraan dan kepentingan masyarakat harus tetap diutamakan dalam hal pengembangan kebijakan pengelolaan tanah. Harmonisasi hubungan antara Kasultanan dengan BPN harus tetap dijaga, dalam hal nantinya dalam proses pendataan tanah ada ketidakcocokan persepsi kepemilikan tanah maka demi kepentingan yang lebih besar yaitu masyarakat, kedua stakeholder tersebut dapat legowo (menerima dengan iklas) hasil akhir pendataan tanpa adanya perselisihan. Agar segera dibentuk Peraturan Daerah Istimewa DIY (Perdais) tentang pengelolaan pertanahan yang jelas dan selama belum terbentuk Perdais maka seyogyanya prosesproses terhadap permohonan tanah-tanah Kasultanan maupun tanah yang dianggap merupakan milik Kasultanan tetap diproses oleh BPN dan Kasultanan sehingga tidak merugikan masyarakat. Daftar Pustaka Buku Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, Boedi Harsono Undang-undang Pokok Agraria: Sejarah Penyusunan, Isi dan Pelaksanannya, Hukum Agraria Indonesia. Jakarta : Djambatan. Fred Isjwara Pengantar Ilmu Politik, Bandung : Binacipta. Peter Mahmud Marzuki Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana. R. Soepomo Bab-bab Tentang Hukum adat. Jakarta: Penerbitan Universitas. Satjipto Rahadjo Hukum dan Perilakau, Hidup Baik Adalah Dasar Hukum yang Baik. Jakarta: Kompas. Perundang-undangan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23 Tahun Undang-Undang Nomor 3 tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal dan Internet A.V Dicey, 1952, Introduction To The Study Of The Law Of The Constitution, artikel pada pada Jurnal Mc Millan and Co, Limited St. Martin s Street, London Part II. Chapters IV-XII. Jentera (Jurnal Hukum), Rule of Law, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), edisi 3 Tahun II, November, Jakarta. 118

9 Sugito, Tanah Magersari Menjadi Salah Satu Keistimewaan DIY, diakses pada tanggal 18 Mei Ujang Hasanudin, Pendataan Sultan Ground & Tanah Kadipaten Butuh Waktu, harianjogja.bisnis. com/m/read/ /1/4321/pendataan-sultan-ground-tanah-kadipaten-butuh-waktu-, diakses pada tanggal 15 November

KEBIJAKAN PERTANAHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM KONSEP NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA T E S I S

KEBIJAKAN PERTANAHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM KONSEP NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA T E S I S KEBIJAKAN PERTANAHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM KONSEP NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA T E S I S Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semula seluruh tanah di wilayah Yogyakarta sebelum ditetapkan dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23 Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan

Lebih terperinci

LAPORAN. Penelitian Individu

LAPORAN. Penelitian Individu LAPORAN Penelitian Individu Aspek Kelembagaan dalam Penyerahan Urusan Pemerintahan Bidang Pertanahan di Daerah Otonomi Khusus Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn. PUSAT

Lebih terperinci

EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960

EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960 EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960 Umar Kusumoharyono Abstract The aim of research is to reveal the land legislation history at Kasultanan Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat berbagai macam hak-hak atas tanah di atas Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk. bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk. bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai pengertian geologis-agronomis, tanah adalah lapisan lepas permukaan bumi yang paling atas. Tanah yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka memajukan

BAB I PENDAHULUAN. lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka memajukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan bentuk pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kewenangan berupa hak otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting baik untuk kehidupan maupun untuk tempat peristirahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan warga Negara. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website : PENGAKUAN HUKUM TANAH NASIONAL TERHADAP TANAH KERATON YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG KEWENANGAN DALAM URUSAN KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

DUALISME PENERAPAN HUKUM PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Erma Defiana Putriyanti 1. Abstract

DUALISME PENERAPAN HUKUM PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Erma Defiana Putriyanti 1. Abstract DUALISME PENERAPAN HUKUM PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Erma Defiana Putriyanti 1 Abstract This research is a normative empirical aims to determine what Land Reform Law applied in Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hlm 1. 1 Richard Edy. Aspek Legal Properti - Teori, Contoh, dan Aplikasi. C.V ANDI OFFSET, Yogyakarta 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Hlm 1. 1 Richard Edy. Aspek Legal Properti - Teori, Contoh, dan Aplikasi. C.V ANDI OFFSET, Yogyakarta 2010. BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Dalam tatanan Hukum Pertanahan Nasional, hubungan hukum antara orang, baik warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA), serta perbuatan hukumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah wilayah setingkat Provinsi yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain di Indonesia. Propinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris. Menurut Abdulkadir Muhammad yang dimaksud sebagai penelitian hukum normatifempiris (applied

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri yang dinamakan dengan daerah otonom. 1

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri yang dinamakan dengan daerah otonom. 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 telah banyak membawa perubahan bagi bangsa Indonesia terhadap beberapa hal. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang membentang dari Sabang sampai Merauke terbagi dalam provinsi- provinsi yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai problematika perolehan Hak Milik atas Tanah

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai problematika perolehan Hak Milik atas Tanah 104 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian mengenai problematika perolehan Hak Milik atas Tanah bagi Warga Negara Indonesia non pribumi di Daerah Istimewa Yogyakarta ini dilakukan dengan pendekatan sejarah

Lebih terperinci

Keywords: Position, Authority, Governor, Local Government Administration

Keywords: Position, Authority, Governor, Local Government Administration 1 KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Oleh : Ni Luh Putu Arianti A.A Ariani Program Kekhususan : Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak;

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Perlindungan Hukum Pemegang Hak atas Tanah Eigendom Berdasarkan Hukum Positif di Indonesia Legal Protection Of Land Rights For Eigendom Holders By Positive Law In Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.penggunaan tanah

BAB I PENDAHULUAN. alam yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.penggunaan tanah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kebutuhan manusia akan tanah dimulai ketika manusia hidup sampai dengan meninggal. Di wilayah Republik Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat dipisahkan dari tata kehidupan makhluk hidup, oleh karena itu tanah mempunyai arti yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap individu dalam masyarakat, karena selain mempunyai hubungan yang erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap individu dalam masyarakat, karena selain mempunyai hubungan yang erat dengan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat dipisahkan dari tata kehidupan makhluk hidup, oleh karena itu tanah mempunyai arti yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah nusantara. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah nusantara. Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diakui dan dihormatinya satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa di Indonesia merupakan perwujudan penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah

Lebih terperinci

PENDAFTARAN HAK MILIK ATAS TANAH ADAT (KONVERSI) DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM MELALUI PROGRAM LARASITA DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN

PENDAFTARAN HAK MILIK ATAS TANAH ADAT (KONVERSI) DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM MELALUI PROGRAM LARASITA DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN NASKAH PUBLIKASI PENDAFTARAN HAK MILIK ATAS TANAH ADAT (KONVERSI) DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM MELALUI PROGRAM LARASITA DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN Diajukan oleh : WULAN NOPITANINGSIH NPM :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat berstatus hak milik, yang diatur dalam sebuah undang-undang sehingga akan lebih memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan (pendukung mata

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan Desa Caturharjo Kecamatan Pandak) Oleh : M. ADI WIBOWO No. Mhs : 04410590 Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena tanah mempunyai nilai ekonomi, ekologi, dan nilai sosial dalam kehidupan. Kenyataan sejarah menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 menetapkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa penggunaan tanah harus sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun rumah dan masih banyak lagi. diundangkannya UUPA, yaitu tanggal 24 September

BAB I PENDAHULUAN. membangun rumah dan masih banyak lagi. diundangkannya UUPA, yaitu tanggal 24 September BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya banyak bergantung pada tanah. Manusia memerlukan tanah untuk berpijak, membangun tempat tinggal, bercocok tanam, dll. Tidak hanya itu,

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1984 (3/1984) PELAKSANAAN BERLAKU SEPENUHNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

NOMOR 3 TAHUN 1984 (3/1984) PELAKSANAAN BERLAKU SEPENUHNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR: 34 TAHUN 1984 SERI D ----------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013 KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DI BIDANG PERTANAHAN DI ERA OTONOMI DAERAH 1 Oleh : Gabriela Georgeinia Voges 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Pemerintah Daerah mempunyai

Lebih terperinci

RUANG KAJIAN PEMERINTAH PUSAT BERUSAHA MENGHAPUS KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh : Pitoyo. Abstract

RUANG KAJIAN PEMERINTAH PUSAT BERUSAHA MENGHAPUS KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh : Pitoyo. Abstract RUANG KAJIAN PEMERINTAH PUSAT BERUSAHA MENGHAPUS KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Pitoyo Abstract To continue process and describing the existence of Daerah Istimewa Yogyakarta, this writing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi bangsa Indonesia yang dikuasai oleh negara untuk kepentingan hajat hidup orang banyak baik yang telah dikuasai atau

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia dan memiliki nilai yang tak terbatas dalam melengkapi berbagai kebutuhan hidup manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara yang corak kehidupan serta perekonomian rakyatnya masih bercorak agraris, sebagian besar kehidupan rakyatnya

Lebih terperinci

yang meliputi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman telah

yang meliputi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman telah UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA UNDANG- UNDANG NOMOR...TAHUN... TENTANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menjawab rumusan masalah sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menjawab rumusan masalah sebagai berikut : BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis dengan ini menjawab rumusan masalah sebagai berikut : Pertama, terkait Penerapan Desentralisasi Asimetris Terhadap

Lebih terperinci

SIFAT PEMBUKTIAN SERTIFIKAT SEBAGAI TANDA BUKTI HAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH

SIFAT PEMBUKTIAN SERTIFIKAT SEBAGAI TANDA BUKTI HAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH SIFAT PEMBUKTIAN SERTIFIKAT SEBAGAI TANDA BUKTI HAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH Oleh : Ni Wayan Pipit Paidawati I Nengah Suharta Bagian Hukum

Lebih terperinci

BENTUK PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING AKIBAT PERCAMPURAN HARTA DALAM PERKAWINAN

BENTUK PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING AKIBAT PERCAMPURAN HARTA DALAM PERKAWINAN BENTUK PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING AKIBAT PERCAMPURAN HARTA DALAM PERKAWINAN Oleh Ida Ayu Putu Larashati Anak Agung Ngurah Gde Dirksen Program Kekhususan/Bagian

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: urip_sts@yahoo.com Abstract Tenure of land that can be controlled by local government

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013) TINDAKAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL YANG MENERBITKAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG DIJADIKAN HUTAN KOTA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 ANDI KURNIAWAN SUSANTO NRP: 2090148 Program Studi

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan. Dalam Ilmu Hukum. Oleh: RUBY QUMAIRI NIM.

ARTIKEL ILMIAH. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan. Dalam Ilmu Hukum. Oleh: RUBY QUMAIRI NIM. SINKRONISASI PASAL 36 AYAT (2) PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN TERHADAP PASAL 23 AYAT (1) UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL TERKAIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Hukum alam telah menentukan bahwa keadaan tanah yang statis menjadi tempat tumpuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN

Lebih terperinci

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA.

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA. CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA. Disampaikan oleh Mendagri dalam Keterangan Pemerintah tentang RUU Desa, bahwa proses penyusunan rancangan Undang-undang tentang Desa telah berusaha mengakomodasi

Lebih terperinci

PENGATURAN HAK PENGUASAAN TANAH HAK MILIK PERORANGAN OLEH NEGARA

PENGATURAN HAK PENGUASAAN TANAH HAK MILIK PERORANGAN OLEH NEGARA PENGATURAN HAK PENGUASAAN TANAH HAK MILIK PERORANGAN OLEH NEGARA A. A. Sagung Tri Buana Marwanto Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penguasaan tanah milik perorangan

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA NASIONAL

HUKUM AGRARIA NASIONAL HUKUM AGRARIA NASIONAL Oleh : Hj. Yeyet Solihat, SH. MKn. Abstrak Hukum adat dijadikan dasar karena merupakan hukum yang asli yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Hukum adat ini masih harus

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bentuk Pendaftaran Hak Ulayat Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (UUPA) adalah hukum agraria penjajahan yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN (UUPA) adalah hukum agraria penjajahan yang mempunyai sifat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Agraria yang berlaku sebelum Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 (UUPA) adalah hukum agraria penjajahan yang mempunyai sifat dualisme akibat dari politik-hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Kebutuhan akan tanah semakin hari semakin meningkat,

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Kebutuhan akan tanah semakin hari semakin meningkat, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena manusia dan tanah memiliki hubungan yang sangat erat, terlebih lagi bagi masyarakat

Lebih terperinci

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENDATAAN, PERENCANAAN, DAN PENGELOLAAN TANAH DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Negara Kesatuan (Unitary State) sebagai salah satu asas pokok

BAB V P E N U T U P. dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Negara Kesatuan (Unitary State) sebagai salah satu asas pokok 178 BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan tersebut dalam Bab IV di atas, sesuai dengan pokok permasalahan yang dikemukakan dalam penyusunan tesis ini dapat dikemukakan kesimpulan

Lebih terperinci

JURNAL KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN KEGIATAN REDISTRIBUSI TANAH PERTANIAN YANG BERASAL DARI TANAH ABSENTEE DI KABUPATEN BANTUL

JURNAL KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN KEGIATAN REDISTRIBUSI TANAH PERTANIAN YANG BERASAL DARI TANAH ABSENTEE DI KABUPATEN BANTUL JURNAL KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN KEGIATAN REDISTRIBUSI TANAH PERTANIAN YANG BERASAL DARI TANAH ABSENTEE DI KABUPATEN BANTUL Disusun Oleh : FRANSTIANTO MARULIADI PASARIBU NPM : 10051420 Program

Lebih terperinci

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) I Pembahasan tentang dan sekitar membangun kualitas produk legislasi perlu terlebih dahulu dipahami

Lebih terperinci

JURNAL PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK MILIK DARI TANAH NEGARA DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA DI KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR.

JURNAL PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK MILIK DARI TANAH NEGARA DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA DI KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR. JURNAL PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK MILIK DARI TANAH NEGARA DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA DI KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Diajukan Oleh: Novi Feniyati NPM : 100510447 Program Studi : Ilmu Hukum

Lebih terperinci

DIY DALAM KONTEKS NKRI, OTDA DAN DEMOKRASI

DIY DALAM KONTEKS NKRI, OTDA DAN DEMOKRASI DIY DALAM KONTEKS NKRI, OTDA DAN DEMOKRASI R. Siti Zuhro, PhD (Peneliti Utama LIPI) Materi disampaikan dalam acara Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi 2 DPR RI, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, 3

Lebih terperinci

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5339 DAERAH ISTIMEWA. PEMERINTAHAN. Pemerintah Daerah. Yogyakarta. Keistimewaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula ruang angkasa adalah merupakan suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I A. LATAR BELAKANG

BAB I A. LATAR BELAKANG BAB I A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memerlukan sebidang tanah baik digunakan untuk membangun rumah maupun dalam melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti pertanian,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TANAH ASSET PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PENGELOLAAN TANAH ASSET PEMERINTAH KOTA SURABAYA PENGELOLAAN TANAH ASSET PEMERINTAH KOTA SURABAYA Oleh: Urip Santoso Abstract Land assets status Surabaya City Government is Right to Use and Right of Management. If a Right to Use, then the authority is

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar. Oleh karena itu untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. bagi kemakmuran dan kesejahteraan, bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. besar. Oleh karena itu untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. bagi kemakmuran dan kesejahteraan, bangsa Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya tanah bagi kehidupan masyarakat mempunyai peranan penting, hal ini menjadikan kebutuhan akan tanah semakin besar. Oleh karena itu untuk memperoleh

Lebih terperinci

PERANAN DESA PAKRAMAN DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI PEMERINTAHAN DESA

PERANAN DESA PAKRAMAN DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI PEMERINTAHAN DESA ABSTRACT PERANAN DESA PAKRAMAN DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI PEMERINTAHAN DESA Oleh Ni Putu Puja Sukmiwati I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana Pakraman village

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk 1 Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Lebih terperinci

Universitas Kristen Maranatha

Universitas Kristen Maranatha KONSEPSI GREEN CONSTITUTION DAN PERAN SWASTA DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR SEBAGAI BENTUK PEMENUHAN HAK-HAK KONSTITUSIONAL RAKYAT ABSTRAK Pasal 33 UUD RI 1945 mengamanatkan pentingnya penegakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi

BAB I PENDAHULUAN. tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup, tetapi lebih

Lebih terperinci

BAB V IMPLIKASI TERHADAP LEMBAGA KELURAHAN DAN HAK ULAYAT ATAS TANAH EKS DESA

BAB V IMPLIKASI TERHADAP LEMBAGA KELURAHAN DAN HAK ULAYAT ATAS TANAH EKS DESA 78 BAB V IMPLIKASI TERHADAP LEMBAGA KELURAHAN DAN HAK ULAYAT ATAS TANAH EKS DESA A. Aspek Kelembagaan Sudah menjadi kelaziman bahwa perubahan struktur pemerintahan membawa pula perubahan-perubahan terhadap

Lebih terperinci

Oleh: I Gede Sarta I Wayan Parsa Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Oleh: I Gede Sarta I Wayan Parsa Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana PERANAN PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI DALAM KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK UNTUK MEWUJUDKAN KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) DI PEMERINTAHAN PROVINSI BALI Oleh: I Gede Sarta I Wayan

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH RH

PENDAFTARAN TANAH RH PENDAFTARAN TANAH RH Menurut Boedi Harsono yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah : Merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara teratur, terus menerus untuk mengumpulkan, menghimpun

Lebih terperinci

BATASAN PEMILIKAN TANAH SECARA ABSENTEE/GUNTAI

BATASAN PEMILIKAN TANAH SECARA ABSENTEE/GUNTAI BATASAN PEMILIKAN TANAH SECARA ABSENTEE/GUNTAI Oleh : Ni Wayan Surya Senimurtikawati I Nyoman Gatrawan Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Universitas Udayana Abstract Indonesia had regulated its basic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai salah satu sumber daya alam yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan vital artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha, yang meliputi bidang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN DALAM PENANAMAN MODAL PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21-22/PUU-V/2007

PELAKSANAAN PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN DALAM PENANAMAN MODAL PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21-22/PUU-V/2007 PELAKSANAAN PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN DALAM PENANAMAN MODAL PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21-22/PUU-V/2007 Oleh : I Gusti Agung Bagus Yudistira Adiputra I Gusti Nyoman

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCABUTAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Pintar, Yogyakarta, 2012, hlm. 4 3 Elza Syarief, Menuntaskan Sengketa Tanah melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, ctk.

BAB I PENDAHULUAN. Buku Pintar, Yogyakarta, 2012, hlm. 4 3 Elza Syarief, Menuntaskan Sengketa Tanah melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, ctk. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik

Lebih terperinci

JURNAL. Diajukan oleh : Lusius Maria Bram Bintang Ferdinanta. Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan LingkunganHidup

JURNAL. Diajukan oleh : Lusius Maria Bram Bintang Ferdinanta. Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan LingkunganHidup JURNAL PENDAFTARAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH KARENA JUAL BELI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI KOTA TEGAL Diajukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hukum adat. Setelah Indonesia merdeka Indonesia merupakan negara hukum yang

BAB 1 PENDAHULUAN. hukum adat. Setelah Indonesia merdeka Indonesia merupakan negara hukum yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terkenal dengan keberagamannya. Banyaknya pulau yang dimiliki oleh Indonesia yang hampir lebih dari tujuh belas ribu pulau (17.000)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dikuasai oleh Negara untuk kepentingan hajat hidup orang banyak baik yang telah dikuasai atau dimiliki orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun Hal ini berarti bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun Hal ini berarti bahwa dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun 1945. Hal ini berarti bahwa dalam penyelenggaraan Negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan tanah untuk tempat berpijak, membangun tempat tinggal, dan

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan tanah untuk tempat berpijak, membangun tempat tinggal, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai sisi kehidupan manusia bergantung pada tanah. Semua manusia membutuhkan tanah untuk tempat berpijak, membangun tempat tinggal, dan memanfaatkannya

Lebih terperinci

PERANAN BUPATI BADUNG SEBAGAI PENGAWAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

PERANAN BUPATI BADUNG SEBAGAI PENGAWAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA PERANAN BUPATI BADUNG SEBAGAI PENGAWAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA Oleh Putu Ayu Mas Sugihandari Putu Gede Arya Sumerthayasa Nengah Suharta Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

THE JUDICIAL REVIEW PROPERTY RIGHTS CITIZENS WHO MARRY FOREIGNERS IN INDONESIA BASED ON LAW NUMBER 5 OF 1960 ON THE BASIC REGULATION OF AGRARIAN

THE JUDICIAL REVIEW PROPERTY RIGHTS CITIZENS WHO MARRY FOREIGNERS IN INDONESIA BASED ON LAW NUMBER 5 OF 1960 ON THE BASIC REGULATION OF AGRARIAN THE JUDICIAL REVIEW PROPERTY RIGHTS CITIZENS WHO MARRY FOREIGNERS IN INDONESIA BASED ON LAW NUMBER 5 OF 1960 ON THE BASIC REGULATION OF AGRARIAN Syarifa Yana Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan Batam

Lebih terperinci

LAND REFORM INDONESIA

LAND REFORM INDONESIA LAND REFORM INDONESIA Oleh: NADYA SUCIANTI Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tanah memiliki arti dan kedudukan yang sangat penting di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat empat provinsi yang diberikan dan diakui statusnya sebagai daerah otonomi khusus atau keistimewaan yang berbeda dengan Provinsi lainnya,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan Hukum tanah mengatur salah satu aspek yuridis di bidang pertanahan yang sering disebut sebagai hak hak penguasaan atas tanah. 12 Ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara bercorak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara bercorak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara bercorak agraris. Bagi masyarakat Indonesia tanah merupakan sumber penghidupan dan dalam kesehariannya masyarakat

Lebih terperinci

Bahwa sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria di Indonesia yakni hukum agraria adat dan hukum agraria barat. Dualisme hukum agraria ini baru berakhir setelah berlakunya UUPA yakni sejak

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIV/2016 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur Daerah Istimewa Yogyakarta

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIV/2016 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur Daerah Istimewa Yogyakarta RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIV/2016 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur Daerah Istimewa Yogyakarta I. PEMOHON Muhammad Sholeh, S.H...... selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Imam Syafii,

Lebih terperinci