BAB II KAJIAN PUSTAKA. agama, ideologi, budaya, dan sejarahnya. Dalam Ilmu Tata Negara terdapat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. agama, ideologi, budaya, dan sejarahnya. Dalam Ilmu Tata Negara terdapat"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Nilai Kebangsaan Bangsa adalah sekumpulan manusia yang bersatu pada satu wilayah dan memepunyai keterikatan dengan wilayah tersebut. Sekumpulan manusia tersebut yang dianggap memilik identitas bersama, dan mempunyai kesamaan bahasa, agama, ideologi, budaya, dan sejarahnya. Dalam Ilmu Tata Negara terdapat berbagai pengertian mengenai istilah bangsa. Mengenai pengertian ada beberapa batasan seperti di bawah ini. 1. Ernest Rinan (Perancis). Bangsa terbentuk karena adanya keinginan untuk hidup bersama (hasrat bersatu) dengan perasaan setia kawan yang agung. 2. Otto Bauer (Jerman). Bangsa adalah kelompok manusia yang mempunyai persamaan karakter. Karakteristik tumbuh karena adanya persamaan nasib. 3. Hans Kohn (Jerman). Bangsa adalah buah hasil hidup manusia dalam sejarah. Suatu bangsa merupakan golongan yang beraneka ragam dan tidak bisa dirumuskan secara eksak. Kebanyakan bangsa memiliki faktor-faktor obyektif tertentu yang membedakannya dengan bangsa lain. Faktor-faktor itu berupa persamaan keturunan, wilayah, bahasa, adat istiadat, kesamaan politik, perasaan, dan agama.( Winarno, 2009) Di dunia terdiri dari berbagai suku bangsa yang berbeda. Setiap bangsa memiliki nilai yang menjadi falsafah hidup atau pandangan hidup yang dibuat demi keberlangsungan bangsa itu sendiri. Nilai kebangsaan yang disepakati bersama dan diwujudkan menjadi falsafah hidup dan identitas suatu bangsa, tidak 17

2 terjadi begitu saja tetapi melewati proses konstruksi sosial. Kesadaran akan perbedaan dari tiap individu atau kelompok yang dapat mendorong terjadinya pergesekan dan menimbulkan konflik. Dalam menjaga keseimbangan dan stabilitas, maka dibentuklah satu konsensi atau kesepakatan bersama yang membentuk nilai-nilai yang disepakati bersama menjadi pedoman hidup. Sejalan dengan adanya perubahan-perubahan sosial akibat adanya eksternalisasi individu, maka nilai-nilai tersebut menjadi landasan untuk membentuk aturan sosial atau hukum pada lembaga sosial sebagai proses objektivasi. Aturan soaial yang bersifat memaksa secara dialektis sebagai tujuan untuk menjaga kestabilan kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak dapat menghindari adanya eksternalisasi individu. Sehingga perlu adanya internalisasi agar terbentuk kesadaran subjektif, sehingga terjadi proses eksternalisasi individu lebih seiring atau sesuai dengan nilai atau aturan yang berlandaskan nilai kebangsaan. Bangsa Indonesia mengandung nilai kebangsaan yang bersumber dari dan mengakar dalam budaya, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ada 3 (tiga) tingkatan nilai, yaitu: nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis. 1. Nilai dasar yaitu asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak. Kita menerima nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi. 2. Nilai instrumental sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara. 18

3 3. Nilai praktis yaitu nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai praktis sesungguhnya menjadi batu ujian, apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat Indonesia. Nilai-nilai Pancasila tersebut termasuk nilai etik atau nilai moral. Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk dalam nilai tingkat dasar. (Winarno, 2009) Pancasila sebagai ideologi nasional melandasi pandangan (cara pandang) atau falsafah hidup bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa serta sekaligus menjadi tujuan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia. Sebagai nilai instrumental, nilai-nilai kebangsaan tersebut melandasi segala kegiatan pemerintahan negara, baik dalam pengelolaan pemerintahan negara maupun dalam membangun hubungan dengan negara-negara lain, juga menjadi etika bagi penyelenggara negara. Sebagai jati diri bangsa, nilai-nilai kebangsaan tersebut berwujud menjadi sikap dan perilaku yang nampak pada atau ditunjukkan oleh bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Misalnya, bagaimana seseorang bangsa Indonesia harus bersikap dan berperilaku dalam kebersamaan sebagai anggota masyarakat, bagaimana ia harus bersikap dan berperilaku sebagai komponen bangsa, serta bagaimana ia harus bersikap dan berperilaku sebagai warga negara Indonesia. Nilai kebangsaan tersebut dapat menghilang apabila tidak di internalisasikan atau ditanamakan kepada generasi selanjutnya. Terutama pada generasi muda sebagai tonggak pembangunan. Untuk itu pemerintah mengembangkan nilai-nilai kebangsaan dimulai sejak dini salah satunya dalam 19

4 dunia pendidikan. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan nilai kebangsaan teridentifikasi sejumlah nilai sebagai berikut. Tabel 2.1 Nilai kebangsaan yang dikembangkan pada pendidikan No. Nilai Deskripsi 1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. 3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. 4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8. Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 9. Rasa ingin tahu 10. Semangat kebangsaan 11. Cinta tanah air Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. 12. Menghargai Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk 20

5 prestasi 13. Bersahabat/ Komunikatif menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain. Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. 14. Cinta damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. 15. Gemar Membaca 16. Peduli lingkungan Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. 17. Peduli sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18. T a n g g u n g jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. (Sumber: Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah, Kemendiknas, 2010) Proses konstruk terjadi melalui pembiasaan tindakan sehingga aktor mengetahui bahwa tindakan itu berulang-ulang dan memperlihatkan keteraturan. Berger dan Luckman (Maliki, 2008) menjelaskan bahwa makna-makna umum yang dimiliki bersama dan diterima tetap dilihat sebagai dasar dari organisasi sosial, namun makna yang berkembang di luar makna-makan umum merupakan hasil manusia yang muncul dari lingkungan sosial yang diciptakannya. Lingkungan ini adalah nilai-nilai dan makna-makana yang selalu berkembang, yang mulanya bersifat religi, yang memberikan fokus yang sesungguhnya dari 21

6 organisasi sosial dan yang dimiliki secara bersama-sama oleh setiap orang. Makna-makna ini berkembang dan di-obyektivasi-kan di dalam institusi-institusi sosial dan karena itu mensosialisasi anggota baru dari suatu masyarakat. Pada penelitian tentang internalisasi nilai kebangsaan dalam kegiatan Ekspedisi NKRI 2015 lebih memfokuskan pada internalisasi nilai toleransi (kesediaan bekerjasama dengan berbeda suku), nilai solidaritas (kerjasama antara sipil dan militer dalam menjaga kedaulatan rakyat), mengenal wilayah Indonesia, memperteguh ke-bhineka-an bangsa Indonesia, peduli Lingkungan, dan cinta tanah air. 2.2 Teori Konstruksi Sosial Nilai Kebangsaan sebagai falsafah suatu bangsa yang membentuk identitas bangsa, merupakan serangkaian pemaknaan dari berbagai peranan yang melalui proses. Proses tersebut merupakan serangkaian konstruksi sosial yang terbentuk dari produk-produk buatan manusia. Konstruksi sosial (social construction) merupakan teori sosiologi kontemporer yang dicetuskan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Teori ini dimaksudkan sebagai suatu kajian teoritis dan sistematis mengenai sosiologi pengetahuan (penalaran teoritis yang sistematis). Tetapi lebih menekankan pada tindakan manusia sebagai aktor yang kreatif dan realitas sosialnya. Realitas sosial merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Individu adalah manusia bebas yang melakukan hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Individu bukanlah sosok korban sosial, namun merupakan sebagai mesin produksi sekaligus reproduksi yang kreatif dalam mengkonstruksi dunia sosialnya (Bungin, 2001:4). 22

7 Bagi Berger, masyarakat adalah produk manusia, berakar pada fenomena eksternalisasi. Individu terpenjara oleh epoch sejarah di mana dia dilahirkan, anak dari budaya masyarakat tempatnya berada. Individu tumbuh berkembang, berbahasa, berperilaku, menggagas, memperoleh pengetahuan, pemahaman serta persepsi yang diperoleh dari budaya sekitar. Sehingga individu terdorong untuk melakukan konformasi dengan nilai-nilai dan apa saja yang berlaku di masyarakat dimana mereka hidup. Tetapi sebagai manusia bebas, individu memiliki konsep, ide, mimpi, penafsiran dan konstruk individu yang subyektif, sehingga tidak dapat menjalankan konformasi begitu saja tetapi juga berperan untuk mengelolanya. Dengan demikian manusia sejatinya dikontrol dari dalam dirinya (from within) dan sekaligus dikontrol dari luar dirinya (from without). Realitas atau kenyataan dan pengetahuan adalah istilah kunci dalam teori konstruksi sosial. Sosiologi pengetahuan harus mampu melihat pengetahuan dalam struktur kesadaran individual dan bisa membedakan antara (pengetahuan dan kesadaran). Pengetahuan adalah kegiatan yang menjadikan suatu kenyataan menjadi kurang lebih diungkapkan, sedangkan kesadaran menjadikan saya lebih mengenal diri sendiri yang sedang berhadapan dengan kenyataan tertentu. Pengetahuan lebih berurusan antara subjek dengan kenyataan tertentu dan memiliki karakteristik-karakteristik yang spesifik. Kenyataan didefinisikan sebgai suatu kualitas yang terdapat dalam fenomen-fenomen yang kita akui sebagai pemilik keberadaan (being) yang tidak bergantung kepada kehendak kita sendiri (kita tidak dapat meniadakannya dengan angan-angan ). Berger melihat masyarakat sebagai realitas objektif dan realitas Subjektif. Masyarakat sebagai realitas subjektif, mempelajari bagaimana realitas telah 23

8 menghasilkan dan terus menghasilkan individu. Konsep-konsep atau penemuanpenemuan baru manusia menjadi bagian dari realitas kita (sebuah proses yang disebutnya reifikasi). Manusia adalah pencipta kenyataan sosial yang objektif melalui proses eksternalisasi, sebagaimana kenyataan objektif memengaruhi kembali manusia melalui proses internalisasi (yang mencerminkan kenyataan subjektif). Kenyataan sosial itu tersirat dalam pergaulan sosial yang diungkapkan secara sosial lewat berbagai tindakan sosial seperti komunikasi lewat bahasa bekerjasama lewat bentuk-bentuk organisasi sosial. Kenyataan sosial ini disebut konsep intersubjektivitas menujuk pada dimensi struktur kesadaran umum ke kesadaran individual dalam suatu kelompok khusus yang sedang saling berintegrasi dan berinteraksi. Berger memandang masyarakat sebagai produk manusia dan manusia sebagai produk masyarakat. Berger dan Luckman memandang masyarakat sebagai proses yang berlangsung dalam tiga momen dialektis yang stimulant, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi serta masalah legitimasi yang berdimensi kognitif dan normatif, inilah yang dinamakan kenyataan sosial. Hal tersebut merupakan suatu konstruksi sosial buatan masyarakat sendiri dalam perjalanan sejarahnya dari masa silam, ke masa kini, dan menuju masa depan. (Endang Sriningsih. 2010) 2.1 Bagan pemikiran Berger: Konstruksi sosial (sumber: Ishardanti. 2011) OBJEKTIFITASI Pelembagaan, Legistimasi, dan reifikasi Masyarakat Eksternalisasi: Pembiasaan Tipifikasi pengendapan Individu Internalisasi: Sosialisasi 24

9 Peter L. Berger bersama-sama dengan Thomas Luckman menyebutkan proses terciptanya konstruksi realitas sosial melalui adanya tiga tahap, yakni Eksternalisasi (penyesuaian diri dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia), objektivasi (interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan melalui proses institusionalisasi), dan internalisasi (individu mengidentifikasi dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya). Secara singkat, penjelasannya adalah sebagai berikut: A. Eksternalisasi Manusia melakukan eksternalisasi sebagai suatu keharusan dikarenakan untuk menjadi manusia ia harus mengalami perkembangan kepribadian dan perolehan budaya sebagai kelengkapan biologisnya. Sebagai bagian dalam masyarakat yang memiliki produk sosial, manusia harus terus-menerus menginternalisasikan (penyesuaian diri) dalam aktivitasnya sebagai bagian dari produk manusia. Sehingga dunia yang dibentuk (dikonstruksi) merupakan aktivitas manusia sendiri; ia harus membentuk dunianya sendiri dalam hubungannya dengan dunia. Berger dan Luckmann menyatakan bahwa tidak mungkin bagi manusia untuk berkembang sebagai manusia dalam keadaan terisolasi untuk menghasilkan suatu lingkungan manusiawi. Maka itu, manusia selalu hidup dalam kolektivitas, dan akan kehilangan kolektivitasnya jika terisolir dari manusia lainnya. Aktivitas manusia dalam membangun-dunia pada hakikatnya merupakan aktivitas kolektif. Kolektivitas itulah yang melakukan pembangunan-dunia, yang merupakan realitas sosial. Manusia 25

10 menciptakan alat-alat, bahasa, menganut nilai-nilai, dan membentuk lembaga-lembaga. Produk aktivitas manusia--yang berupa produk-produk sosial terlahir dari eksternalisasi. B. Objektivasi Objektivasi berarti disandangnya produk-produk aktivitas (baik fisis maupun mental), suatu realitas yang berhadapan dengan produsennya semula, dalam bentuk kefaktaan (faktisitas) yang bersifat eksternal. Dunia yang diproduksi manusia memperoleh sifat realitas objektif. Dunia sosial yang telah memperoleh sifat objektif, tetap tidak dapat dilepaskan dari status ontologisnya, dari aktivitas manusia yang menghasilkannya. Individu melakukan objektivasi terhadap produk sosial, baik penciptanya maupun individu lain. Kondisi ini berlangsung tanpa harus mereka saling bertemu. Artinya, proses ini bisa terjadi melalui penyebaran opini sebuah produk sosial yang berkembang di masyarakat melalui diskursus opini masyarakat tentang produk sosial, dan tanpa harus terjadi tatap muka antar individu dan pencipta produk sosial. Semua aktivitas manusia yang terjadi dalam eksternalisasi, menurut Berger dan Luckmann, dapat mengalami proses pembiasaan (habitualisasi) yang kemudian mengalami pelembagaan (institusionalisasi). Setiap tindakan yang sering diulangi, akan menjadi pola. Pembiasaan, yang berupa pola, dapat dilakukan kembali di masa mendatang dengan cara yang sama, dan juga dapat dilakukan di mana saja. Di balik pembiasaan ini, juga sangat mungkin terjadi inovasi. Namun, proses-proses pembiasaan mendahului sikap pelembagaan. (Manuaba. 26

11 2011). Dunia kelembagaan adalah aktivitas manusia yang diobjektivasi. Tatanan kelembagaan itu diobjektivasi dengan cara reifikasi. Lembagalembaga juga mengendalikan perilaku manusia dengan menciptakan polapola perilaku. Pola-pola inilah yang kemudian mengontrol yang melekat pada pelembagaan. Pada tahap ini, sebuah produk sosial berada proses institusionalisasi. Hal terpenting dalam Objektivasi adalah pembuatan signifikasi karena tujuannya yang eksplisit sebagai isyarat atau indeks bagi pemaknaan subjektif, maka objektivasi juga dapat digunakan sebagai tanda, meskipun semula tidak dibuat untuk maksud itu. Pembuatan tandatanda oleh manusia sehingga membedakan antara objektivasi-objektivasi. Agama, filsafat, kesenia dan ilmu pengetahuan, secara historis merupakan sistem sistem simbol paling penting semacam ini. Bahasa merupakan alat simbolis untuk melakukan signifikasi, yang mana logika ditambahkan secara mendasar kepada dunia sosial yang diobjektivasi. C. Internalisasi Masyarakat dipahami juga sebagai kenyataan subjektif, yang dilakukan melalui internalisasi. Internalisasi adalah suatu pemahaman atau penafsiran individu secara langsung atas peristiwa objektif sebagai pengungkapan makna. Proses di mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya. Terdapat dua pemahaman dasar dari proses internalisasi secara umum. pertama, pemahaman mengenai individu dan orang lain; kedua, 27

12 pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi dari kenyataan sosial. Masyarakat sebagai kenyataan subyektif menyiratkan bahwa realitas obyektif ditafsiri secara subyektif oleh individu. Dalam proses menafsiri itulah berlangsung internalisasi. Internalisasi adalah proses yang dialami manusia untuk memahami dunia yang sedang dihuni sesamanya. Internalisasi berlangsung seumur hidup melibatkan sosialisasi, baik primer maupun sekunder. Internalisasi adalah proses penerimaan definisi situasi yang disampaikan orang lain tentang dunia institusional. Dengan diterimanya definisi-definisi tersebut, individupun bahkan hanya mampu memahami definisi orang lain, tetapi lebih dari itu, turut mengkonstruksi definisi bersama. Dalam proses mengkonstruksi inilah, individu berperan aktif sebagai pembentuk, pemelihara, sekaligus perubah masyarakat. 2.3 Internalisasi Nilai Kebangsaan dalam Konstruksi Sosial Berger Internalisasi dalam teori konstruksi sosial merupakan proses mentransformasikan realitas oleh manusia dari dunia objektif menuju kesadaran subjektif. Proses Internalisasi tersebut dilakukan dengan sosialisasi, terbagi menjadi dua macam yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Sosialisasi primer adalah sosialisasi pertama yang dialami individu dalam masa kanak-kanak, dimana anak mengidentifikasi peranan dan sikap orang-orang yang berpengaruh baginya lalu menginternalisasi yang kemudian menjadikannya sebagai peranan sikap dirinya (identitas). Hal yang pertama sekali harus diinternalisasi adalah bahasa. Ia sudah merupakan anggota masyarakat dan secara 28

13 subjektif telah memiliki suatu diri dan sebuah dunia. Anak menginternalisasinya sebagai dunia satu-satunya yang ada dan yang dapat dipahami. Oleh karena itulah dunia yang diinternalisasi dalam sosialisasi primer jauh lebih kuat tertanam dalam kesadaran dibandingkan dengan dunia-dunia yang diinternalisasi dalam sosialisasi sekunder. Sosialisasi sekunder, adalah setiap proses berikutnya saat anak masuk ke dalam sektor-sektor baru dunia objektif masyarakatnya (sejumlah subdunia kelembagaan, atau yang berlandaskan lembaga). Lingkup jangkauan dan sifat sosialisasi ini, ditentukan oleh kompleksitas pembagian kerja dan distribusi pengetahuan dalam masyarakat yang menyertainya. Sosialisasi sekunder adalah proses memperoleh pengetahuan khusus sesuai dengan peranannya (role specific knowledge), dan peranan ditentukan berdasarkan pembagian kerja. Jika sosialisasi tidak berhasil menginternalisasi sedikit dari makna paling penting dari suatu masyarakat, maka masyarakat itu tidak akan berhasil membentuk tradisi dan menjamin kelestarian masyarakat itu sendiri. Dalam sosialisasi primer, cenderung melihat bahwa kegagalan sosialisasi dapat disebabkan karena pengasuh yang berlainan mengantarkan berbagai kenyataan objektif kepada individu. Kegagalan sosialisasi dapat merupakan akibat heterogenitas di kalangan personil sosialisasinya. Identitas merupakan satu unsur kunci kenyataan subjektif dan berhubungan secara dialektis dengan masyarakat. Identitas dibentuk oleh prosesproses sosial. Proses-proses sosial yang terlibat dalam membentuk dan mempertahankan identitas ditentukan oleh struktur sosial. Masyarakat mempunyai sejarah dan di dalam perjalanan sejarah itu muncul identitas-identitas khusus; 29

14 tetapi sejarah-sejarah itu dibuat oleh manusia dengan identitas-identitas tertentu. Jika kita memahami dialektika ini, kita akan dapat menghindari pengertian yang menyesatkan tentang identitas-identitas kolektif yang tidak memperhitungkan keunikan dari eksistensi individu. Hanya dengan mengalihkan dunia sosial kepada generasi baru maka dialektika sosial yang mendasar dapat tampil dalam totalitasnya. Hanya dengan munculnya satu generasi baru, kita benar-benar dapat berbicara tentang suatu dunia sosial. Pada penelitian ini melihat bagaimana jalannya kegiatan Ekspedisi NKRI 2015 dalam menginternalisasikan nilai kebangsaan pada mahasiswa. Menanamkan nilai kebangsaan agar dipahami anggotannya terutama mahasiswa dalam mengidentifikasi dirinya dengan nilai yang diterima dalam kegiatan Ekspedisi NKRI 2015 adalah salah satu tujuan khusus dari kegiatan tersebut. Mahasiswa sebagai individu yang bebas dan kritis mampu menginterpretasikan nilai kebangsaan sesuai dengan pemahamannya, walau dengan penginternalisasian terdapat proses penanaman nilai kebangsaan yang sama terhadap semua anggotanya. Maka dalam internalisasi yang dilakukan Ekspedisi NKRI 2015 dapat dipahami dengan beragam cara dan diaplikasikan dengan beragam cara, sesuai bagaimana individu mengkonstruksikan realitas sosial dalam pemahamannya. Dengan menginternalisasikan nilai kebangsaan kepada para peserta mahasiswa, pemaknaan akan nilai kebangsaan dapat diidentifikasikan sebagai sesuatu yang harus dijaga karena realitanya telah terjadi kemunduran dari nilai kebangsaan Indonesia akibat bergesernya nilai tersebut dengan masuknya nilai nilai asing maupun nilai kelompok kepentingan. Sebagai bagian dalam masyarakat yang memiliki produk sosial, mahasiswa perlu menginternalisasikan 30

15 (penyesuaian diri) dalam aktivitasnya sebagai bagian dari produk manusia. Sehingga dunia yang dibentuk (dikonstruksi) merupakan aktivitas manusia sendiri; ia harus membentuk dunianya sendiri dalam hubungannya dengan dunia. Sehingga dalam kegiatan Ekspedisi NKRI Koridor Kepulauan Nusa Tenggara 2015 penginternalisasian nilai kebangsaan melalui sosialisasi dan kegiatan yang berbobot nilai kebangsaan, mahasiswa menginternalisasikannya dalam aktivitasnya selama kegiatan berlangsung. Selama itu juga terjadi proses pemaknaan nilai tersebut mengidentifikasikannya dalam dirinya dan ikut berperan aktif dalam melakukan perubahan dalam masyarakatnya. 2.4 Internalisasi Nilai Kebangsaan pada Militer Militer sebagai angkatan bersenjata memiliki peran penting dalam menjaga pertahanan negara. UUD 1945 menetapkan sistem pertahanan negara yang menempatkan rakyat sebagai pemeran yang vital, bahwa pertahanan negara dilaksanakan dengan Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta. Makna yang terkandung dalam Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta adalah bahwa rakyat adalah yang utama dan dalam kesemestaan, baik dalam semangat maupun dalam mendayagunakan segenap kekuatan dan sumber daya nasional, untuk kepentingan pertahanan dalam membela eksistensi NKRI. Undang-undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, pada Bab III pasal 9 mengamanatkan : a. Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela Negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan Negara. 31

16 b. Keikutsertaan warga Negara dalam upaya bela Negara, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan melalui : (a) pendidikan kewarganeraan; (b) pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; (c) Pengabdian sebagai TNI Prajurit TNI secara sukarela atau secara wajib; (d) Pengabdian sesuai dengan Profesi. Diwujudkannya sistem pertahanan dan keamanan yang mampu menjamin keselamatan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan negara, menjaga seluruh garis batas negara di darat, laut dan udara dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai Rote, termasuk di pulau pulau terluar dan terpencil. Sarana dan prasarana sistem pertahanan dan keamanan haruslah didukung oleh kemajuan teknologi persenjataan baik fisik maupun non fisik, yang militer maupun non militer. Pertahanan negara merupakan bentuk nasionalisme dan patriotisme bangsa Indonesia yang harus terwujud secara nyata (living realities) dalam seluruh peri kehidupan masyarakat dan pemerintahan negara sehari hari, dalam lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja serta dalam kebijakan dan tindakan pemerintahan negara. Nasionalisme adalah sikap bangsa sedangkan patriotisme adalah sikap individunya. Sebagai pertahanan dan keamanan negara memiliki jiwa yang menjunjung nilai kebangsaan sangat diperlukan bagi prajurit. The core of any army is its soldiers, no matter how sophisticated its equipment, its performance is solely dependent on its soldiers. Douglas MacArthur, General, US Army, Ungkapan salah seorang komandan militer yang cukup terkenal, yaitu Jendral MacArthur. Seorang Jendral AS yang pernah menjadi panglima mandala Pasukan Sekutu di Pasifik pada era Perang Dunia ke-2 ( ) dan 32

17 selanjutnya menjadi panglima mandala Pasukan Gabungan PBB semasa Perang Korea ( ). Esensi pada peran sumber daya manusia sebagai unsur yang paling kritis dalam setiap proses pengembangan suatu entitas tertentu. Untuk itu diperlukan pembentukan karakter yang mendukung pertahanan negara, melalui internalisasi kepada para prajurit. Internalisasi dilakukan melalui nilai-nilai yang ada dalam organisasi militer; kebiasaan-kebiasaan, visi dan misi, yang memiliki makna tersendiri. Salah satu bentuk kebiasaan-kebiasaan tersebut yaitu baris berbaris. Dalam militer baris berbaris adalah elemen paling dasar yang harus diberikan kepada prajurit baru. Tujuan dari latihan baris-berbaris ini tidak lain adalah untuk menanamkan nilai melalui gerak fisik dan konsentrasi diri. Setiap prajurit diajarkan untuk cermat bertindak sesuai dengan aba-aba, perintah dan pelaksanaan gerak yang harus seragam. sebagai pembentukan sikap dan penanaman nilai disiplin pada diri setiap prajurit, meskipun tentunya ditunjang oleh materi pendidikan lainnya. Dalam kaitan propaganda politik, baris berbaris merupakan salah satu cara untuk membangun suatu pandangan bagi tentara dan warga negara. Hal ini dibuktikan oleh parade pasukan NAZI Jerman di tahun 1930 yang benar-benar mengagumkan, cepat dan kuat. Mereka jelas sekali menggunakan parade tersebut sebagai alat manipulasi psikologis, sehingga mampu membuat masyarakat merasa kuat dan bangga, membuat mereka bahagia berada dibelakang para pasukan yang sangat berdedikasi dan menginspirasi. Contoh lain berasal dari Korea Utara Tahun 2002/2003 disaat menghadapi politik agresif Amerika Serikat terkait pengembangan senjata nuklir. Korea Utara menempatkan sejumlah besar parade 33

18 militer, yang terkadang beberapa regu yang terdiri dari anak-anak dengan memainkan instrument dan menampilkan Rigid Dance (tarian dalam formasi baris berbaris). Hingga tindakan ini menarik perhatian masyarakat melalui liputan berita yang disiarkan, hingga dari setiap liputan tersebut berkomentar betapa modern militer dan tentara Korea Utara. Tentunya ini adalah strategi untuk membangun suatu persepsi tentang betapa terlatihnya dan siapnya tentara Korea Utara terhadap ganguan apa saja yang mungkin akan dialami oleh negaranya. Salah satu tugas pokok TNI, yaitu melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), Ekspedisi NKRI adalah bentuk dari OMSP untuk membantu pemerintah dalam mempercepat proses pembangunan serta pemberdayaan masyarakat, pelaksanaan TNI dalam hal ini Kopassus (TNI AD) bermitra dengan berbagai komponen bangsa lainnya (kementrian, lembaga, dinas, instasi, badan, perguruan tinggi, lsm, ormas dll) yang secara bahu membahu terjun ke wilayah terpencil dan terisolir untuk membangun serta memberdayakan masyarakat. 34

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar: Memahami budaya dan karakter bangsa Indikator: Menjelaskan konsep budaya Menjelaskan konsep karakter bangsa Memahami pendekatan karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sikap masyarakat yang terbentuk dan diwariskan dari generasi ke generasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. sikap masyarakat yang terbentuk dan diwariskan dari generasi ke generasi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara-bangsa memiliki nilai-nilai yang menjadi falsafah hidup dan sikap masyarakat yang terbentuk dan diwariskan dari generasi ke generasi dalam menjaga keberlangsungan

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai

Lebih terperinci

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI hanyalah yang tidak mengandung nilai-nilai yang berlawanan dengan nilai-nilai partai. Biasanya dalam sistem komunikasi seperti itu, isi media massa juga ditandai dengan sejumlah slogan yang dimaksudkan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA Disusun Oleh: I Gusti Bagus Wirya Agung, S.Psi., MBA UPT. PENDIDIKAN PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA U N I V E R S I T A S U D A Y A N A B A L I 2016 JUDUL: PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Tato merupakan salah satu karya seni rupa dua dimensi yang layak untuk dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Definisi Pendidikan Karakter 2.1.1 Pendidikan Karakter Menurut Lickona Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 Oleh Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Pengantar Ketika membaca tema yang disodorkan panita seperti yang tertuang dalam judul tulisan singkat

Lebih terperinci

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, 2.4 Uraian Materi 2.4.1 Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila berarti konsepsi dasar tentang kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sosial. Didalamnya sekaligus terkandung makna tugas-pekerjaan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sosial. Didalamnya sekaligus terkandung makna tugas-pekerjaan yang harus 1 2 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan oleh para pendiri bangsa ini dengan tujuan yang sangat mulia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH.

BAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: 11 Fakultas TEKNIK PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA SILA KETIGA PANCASILA KEPENTINGAN NASIONAL YANG HARUS DIDAHULUKAN SERTA AKTUALISASI SILA KETIGA DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA ( DALAM BIDANG POLITIK,

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21

PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21 PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21 Machful Indra Kurniawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu kota yang dikenal sebagai kota kembang, Bandung menyediakan sarana pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, atas dan perguruan tinggi

Lebih terperinci

KETERKAITAN NILAI, JENJANG KELAS DAN INDIKATOR UNTUK SMP-SMA

KETERKAITAN NILAI, JENJANG KELAS DAN INDIKATOR UNTUK SMP-SMA KETERKAITAN NILAI, JENJANG KELAS DAN INDIKATOR UNTUK SMP-SMA NILAI INDIKATOR 7 9 10-12 Religius: Sikap dan perilaku patuh dalam melaksanakan ajaran agama dianutnya, Toleran terhadap pelaksanaan ibadah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan umum dan khusus, implikasi, dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN. A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN. A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial Teori konstruksi sosial merupakan kelanjutan dari pendekatan fenomenologi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari berbagai keragaman sosial, suku bangsa, kelompok etnis, budaya, adat istiadat, bahasa,

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati

NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati I Proses pendidikan ada sebuah tujuan yang mulia, yaitu penanaman nilai yang dilakukan oleh pendidik terhadap

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membuat negera kita aman, bahkan sampai saat ini ancaman dan gangguan

I. PENDAHULUAN. membuat negera kita aman, bahkan sampai saat ini ancaman dan gangguan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia tidaklah mudah karena membutuhkan pengorbanan yang luar biasa kala itu dan merupakan

Lebih terperinci

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER. gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER. gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER A. Teori Konstruksi Sosial Realitas Asal usul konstruksi sosial dari filsafat konstruktivisme yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan

Lebih terperinci

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sekaligus (Abdullah, 2006: 77). Globalisasi telah membawa Indonesia ke dalam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sekaligus (Abdullah, 2006: 77). Globalisasi telah membawa Indonesia ke dalam BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perubahan yang terjadi di Indonesia selama setengah abad ini sesungguhnya telah membawa masyarakat ke arah yang penuh dengan fragmentasi dan kohesi sekaligus (Abdullah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai salah satu proses perubahan pada pembentuk sikap, kepribadian dan keterampilan manusia untuk menghadapi masa depan. Dalam proses pertumbuhan

Lebih terperinci

A. Pengertian dan Kategori Nasionalisme

A. Pengertian dan Kategori Nasionalisme A. Pengertian dan Kategori Nasionalisme Nasionalisme adalah rasa kesadaran untuk berbangsa dan bernegara sendiri secara berdaulat. Menurut Dr. Hertz, nasionalisme mengandung empat unsur yaitu sebagai berikut:

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN WAWASAN NUSANTARA. Modul ke: Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.

KEWARGANEGARAAN WAWASAN NUSANTARA. Modul ke: Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN. KEWARGANEGARAAN Modul ke: WAWASAN NUSANTARA by Fakultas FEB Syahlan A. Sume Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id WAWASAN POKOK BAHASAN: NUSANTARA 1. PENGERTIAN DARI WAWASAN NUSANTARA 2. MAKSUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang utama untuk membentuk karakter siswa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang utama untuk membentuk karakter siswa yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang utama untuk membentuk karakter siswa yang mempunyai sikap dan pribadi yang kuat. Pendidikan mempunyai peran yang penting karena

Lebih terperinci

Oleh : Uci Sanusi, SH., MH

Oleh : Uci Sanusi, SH., MH Oleh : Uci Sanusi, SH., MH PENGERTIAN BELA NEGARA Bela Negara adalah sebuah konsep yang disusun oleh perangkat perundangan dan petinggi suatu negara tentang patriotisme seseorang, suatu kelompok atau seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas hingga Pulau Rote yang penuh dengan keanekaragaman dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah SDN 2 Pasirtamiang. Hal ini disebabkan, visi sekolah yang menjunjung pendidikan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SATUAN PENDIDIKAN

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SATUAN PENDIDIKAN WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SATUAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan (machstaat).

Lebih terperinci

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. www.kangmartho.c om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. (PKn) Pengertian Mata PelajaranPendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT Oleh : Falihah Untay Rahmania Sulasmono KELOMPOK E NIM. 11.11.5273 11-S1TI-09 Dosen Pembimbing : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 ABSTRAKSI Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi : Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan

Lebih terperinci

Pendidikan Pancasila. Implementasi Sila Ke 2 dan 3 Pancasila. Dr. Saepudin S.Ag. M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen

Pendidikan Pancasila. Implementasi Sila Ke 2 dan 3 Pancasila. Dr. Saepudin S.Ag. M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen Modul ke: Pendidikan Pancasila Implementasi Sila Ke 2 dan 3 Pancasila Fakultas EKONOMI Dr. Saepudin S.Ag. M.Si. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Makna Sila Kemanusian Yang Adil dan Beradab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

Nilai-nilai Ajaran Kepercayaan terhadap Tuhan YME sebagai Rujukan Pembentukan Karakter Bangsa MAJELIS LUHUR

Nilai-nilai Ajaran Kepercayaan terhadap Tuhan YME sebagai Rujukan Pembentukan Karakter Bangsa MAJELIS LUHUR Nilai-nilai Ajaran Kepercayaan terhadap Tuhan YME sebagai Rujukan Pembentukan Karakter Bangsa MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME I N D O N E S I A Andri Hernandi Ketua Presidium Pusat Periode

Lebih terperinci

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) 29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan dan rekomendasi hasil penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan dan rekomendasi hasil penelitian BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan dan rekomendasi hasil penelitian yang dirumuskan dari deskripsi temuan penelitian dan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha mewujudkan sumber daya manusia yang lebih baik. Pendidikan harus mampu dalam perbaikan dan pembaharuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 3-2002 lihat: UU 1-1988 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 51, 1982 (HANKAM. POLITIK. ABRI. Warga negara. Wawasan Nusantara. Penjelasan

Lebih terperinci

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG Bangsa Indonesia yang merupakan negara kepulauan, memiliki beraneka ragam suku bangsa dan budaya. Masing-masing budaya memiliki adat-istiadat, kebiasaan, nilai-nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa Indonesia memang sangat majemuk. Oleh karena itu lahir sumpah pemuda, dan semboyan bhineka

Lebih terperinci

MENUMBUHKAN KARAKTER PADA ANAK MELALUI TUTORIAL SIMULASI

MENUMBUHKAN KARAKTER PADA ANAK MELALUI TUTORIAL SIMULASI MENUMBUHKAN KARAKTER PADA ANAK MELALUI TUTORIAL SIMULASI Sutrisno 1, Siti Aminah 2 1 SMPN 1 Bungkal, Ponorogo ngilmudi@gmail.com 2 SDN Ketonggo, Ponorogo sitiaminah.bungkal@gmail.com Kata Kunci: Karakter

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jawab. Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 3 Undang-Undang No. 20. tahun 2003 tentang SISDIKNAS yang berbunyi :

BAB 1 PENDAHULUAN. jawab. Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 3 Undang-Undang No. 20. tahun 2003 tentang SISDIKNAS yang berbunyi : 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai salah satu lembaga yang membantu pemerintah dalam menyiapkan generasi penerus bangsa bertanggung jawab dalam menangani masalah pendidikan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Kemudian dalam

BAB I PENDAHULUAN. setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Kemudian dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi setiap individu anak bangsa yang telah diakui dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut Deddy N. Hidayat dalam penjelasan ontologi paradigma kontruktivis, realitas merupakan konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah media audio visual yang memiliki peranan penting bagi perkembangan zaman di setiap negara. terlepas menjadi bahan propaganda atau tidak, terkadang sebuah

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut bebas di antara pulau-pulau di Indonesia. Laut bebas

Lebih terperinci

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa 1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Konsep dan Batasan Konsep 1. Definisi Konsep a. Konstruksi Sosial Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Berbicara mengenai konstruksi

Lebih terperinci

PENGAMALAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN REFORMASI

PENGAMALAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN REFORMASI PENGAMALAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN REFORMASI NAMA : Ragil Prasetia Legiwa NIM : 11.02.7942 TUGAS JURUSAN KELOMPOK NAMA DOSEN : Tugas Akhir Kuliah Pancasila : D3 - MI : A : M. Khalis Purwanto

Lebih terperinci

PERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA

PERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA PERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA Nama : Nurina jatiningsih NIM : 11.11.4728 Kelompok Jurusan Dosen : C : S1 Teknik Informatika : Drs. Tahajudin Sudibyo STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 ABSTRAK

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA

KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA 2012, No.362 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA 1. Latar belakang

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

Abdul Muiz, M.Pd Dosen Prodi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan ABSTRAK

Abdul Muiz, M.Pd Dosen Prodi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan ABSTRAK PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Abdul Muiz, M.Pd math.muiz@gmail.com Dosen Prodi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan Bangsa Indonesai sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7

2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7 DAFTAR ISI COVER DAFTAR ISI...1 BAB 1 PENDAHULUAN...2 1.1 Latar Belakang Masalah...2 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan Penulisan...3 BAB 2 PEMBAHASAN...4 2.1 Pancasila Sebagai Ideologi Nasional Bangsa...4

Lebih terperinci

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar ini menunjukkan sifat pendidikan itu yang memanusiakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. sadar ini menunjukkan sifat pendidikan itu yang memanusiakan manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal substantif bagi kehidupan manusia. Manusia sangat membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pada hakekatnya pendidikan adalah upaya sadar dari

Lebih terperinci

Dalam Acara ORIENSTASI STUDI DAN PENGENALAN KAMPUS BAGI MAHASISWA BARU TAHUN AKADEMIK 2016/2017. Drs. Suprijatna

Dalam Acara ORIENSTASI STUDI DAN PENGENALAN KAMPUS BAGI MAHASISWA BARU TAHUN AKADEMIK 2016/2017. Drs. Suprijatna Dalam Acara ORIENSTASI STUDI DAN PENGENALAN KAMPUS BAGI MAHASISWA BARU TAHUN AKADEMIK 2016/2017 Drs. Suprijatna 1. Pendidikan harus merupakan aset atau modal kekuatan yang bisa menumbuhkan peradaban bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang didalamnya mengajarkan pendidikan kepribadian yaitu Pendidikan Pancasila sesuai dengan Permendiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses pembentukan budi-pekerti dan akhlak-iman manusia seacara sistematis, baik aspek ekspresifnya yaitu kegairahan,

Lebih terperinci

Eksistensi Pancasila dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi

Eksistensi Pancasila dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi Eksistensi Pancasila dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi NAMA : Bram Alamsyah NIM : 11.12.6286 TUGAS JURUSAN KELOMPOK NAMA DOSEN : Tugas Akhir Kuliah Pancasila : S1-SI : J : Junaidi Idrus,

Lebih terperinci

13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. (PKn) Pengertian Mata PelajaranPendidikan Kewarganegaraan Berdasarkan UU Nomor

Lebih terperinci

PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi.

PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi. PANCASILA Modul ke: PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA ABSTRACT Menjelaskan Pengertian,

Lebih terperinci

HAKIKAT PANCASILA TUGAS AKHIR. Disusun oleh : Sani Hizbul Haq Kelompok F. Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma.

HAKIKAT PANCASILA TUGAS AKHIR. Disusun oleh : Sani Hizbul Haq Kelompok F. Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma. HAKIKAT PANCASILA TUGAS AKHIR Disusun oleh : Sani Hizbul Haq 11.11.5585 Kelompok F Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma. JURUSAN S1 TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. khas sekaligus aset bagi bangsa Indonesia. Generasi muda sudah banyak

BAB I PEDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. khas sekaligus aset bagi bangsa Indonesia. Generasi muda sudah banyak BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang beraneka ragam budaya yang merupakan ciri khas sekaligus aset bagi bangsa Indonesia. Generasi muda sudah banyak melupakan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sesungguhnya memiliki modal besar untuk menjadi sebuah bangsa yang maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Hal itu didukung oleh sejumlah fakta

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH. Agus Munadlir Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Wates

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH. Agus Munadlir Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Wates PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH Agus Munadlir Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Wates (munadlir@yahoo.co.id) ABSTRAK Pendidikan di sekolah sampai saat kini masih dipercaya sebagai media yang

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA ABSTRAK Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa dampak yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, dunia pendidikan menghadapi berbagai masalah yang sangat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian bersama. Fenomena merosotnya karakter kebangsaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearah suatu tujuan yang dicita-citakan dan diharapkan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kearah suatu tujuan yang dicita-citakan dan diharapkan perubahan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sebagai salah satu proses perubahan pada pembentukan sikap, kepribadian dan keterampilan manusia untuk menghadapi masa depan. Dalam proses pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Di Indonesia, hak organisasi diatur oleh undang-undang. Hak berorganisasi secara tidak langsung tersirat dalam pancasila, sebagai sumber hukum Indonesia, dan

Lebih terperinci

Mata Kuliah Kewarganegaraan

Mata Kuliah Kewarganegaraan Mata Kuliah Kewarganegaraan Modul ke: 04 Fakultas Design Komunikasi dan Visual Program Studi Pokok Bahasan IDENTITAS NASIONAL SEBAGAI KARAKTER BANGSA Dosen : Cuntoko, SE., MM. Informatika dan Sistem Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

Abdul Muiz, M.Pd math.muiz@gmail.com Dosen Prodi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan ABSTRAK

Abdul Muiz, M.Pd math.muiz@gmail.com Dosen Prodi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan ABSTRAK PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF Abdul Muiz, M.Pd math.muiz@gmail.com Dosen Prodi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan ABSTRAK Identitas suatu bangsa dapat dilihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Hal ini terlihat dari keberagaman suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional ini menjiwai dan dijabarkan dalam semua aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional ini menjiwai dan dijabarkan dalam semua aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Pernyatan ini secara eksplisit (tersurat) dalam Pembukaan dan pasal 29 ayat 1 UUD 1945. Dasar konstitusional ini

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA

LAPORAN TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA LAPORAN TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA Disusun Oleh: Nama : Heruadhi Cahyono Nim : 11.02.7917 Dosen : Drs. Khalis Purwanto, MM STIMIK AMIKOM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan Indonesia merupakan inti utama untuk menunjang pengembangan sumber daya manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi membuat dunia transparan seolah olah tidak mengenal batas antar Negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi membuat dunia transparan seolah olah tidak mengenal batas antar Negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semangat perjuangan bangsa Indonesia merupakan kekuatan mental spiritual yang dapat melahirkan sikap perilaku heroik dan patriotik serta menumbuhkan kekuatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku individu berkaitan erat dengan yang namanya peran dalam kehidupan bermasyarakat. Peran mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani oleh seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila tidak terbentuk begitu saja dan bukan hanya diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila tidak terbentuk begitu saja dan bukan hanya diciptakan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah ideologi bangsa Indonesia, tentu tidak terlepas dari Pancasila. Sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP KESIMPULAN Konstruksi Gaya Hidup Vegetarian

BAB V PENUTUP KESIMPULAN Konstruksi Gaya Hidup Vegetarian BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai Konstruksi Sosial Gaya Hidup Vegetarian (Studi Fenomenologi Tentang Konstruksi Sosial Gaya Hidup Vegetarian), dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 35 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan tentang metode penelitian, defenisi operasional, sumber data dan data, instrument penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) menjadi bagian penting dalam suatu pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari keberadaan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kepemimpinan adalah bagian dari kehidupan manusia, dan haruslah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kepemimpinan adalah bagian dari kehidupan manusia, dan haruslah 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Kepemimpinan adalah bagian dari kehidupan manusia, dan haruslah dipupuk sejak dini sehingga generasi penerus bangsa mampu menjadi pemimpin berdedikasi tinggi

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi 219 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi Islam di Indonesia dapat disimpulkan sebagai

Lebih terperinci