ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA KE INDIA DAN BELANDA ANIKA KANIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA KE INDIA DAN BELANDA ANIKA KANIA"

Transkripsi

1 ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA KE INDIA DAN BELANDA ANIKA KANIA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis DayaSaing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda adalah benar karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014 Anika Kania NIM H Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait

4

5 i ABSTRAK ANIKA KANIA. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. Dibimbing oleh RITA NURMALINA. Sejak tahun 2006, Indonesia menjadi produsen CPO terbesar di dunia. Namun, krisis ekonomi global menyebabkan penurunan laju ekspor CPO dunia dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu terdapat hambatan non tarif berupa black campaign terhadap di Eropa. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO ke India dan Belanda. Berdasarkan hasil analisis Revealed Comparative Advantage (RCA), CPO Indonesia memiliki daya saing yang sangat kuat di pasar India dan Belanda. Hasil analisis Ordinary Least Square (OLS) menunjukkan ekspor CPO Indonesia ke India dipengaruhi oleh semua variabel dependen (harga ekspor CPO, harga minyak kedelai, kurs rupiah terhadap dollar, nilai RCA CPO Indonesia di India, dan pajak progresif). Sedangkan ekspor CPO Indonesia ke Belanda dipengaruhi oleh harga minyak kedelai dan pajak progresif. Kata kunci: black campaign,cpo, daya saing, ekspor, faktor-faktor ABSTRACT ANIKA KANIA. Analysis of competitiveness and determinants of Indonesian CPO export to India and Netherlands. Supervised by RITA NURMALINA. Since 2006, Indonesia has become the largest CPO producer in the world. However, global economic crisis caused decreasing in Indonesian CPO export in recent years. In addition, there is non tariff barrier, black campaign against Indonesia CPO in Europe. This study aims to analyze the competitiveness and the determinant of Indonesian CPO export to India and Netherlands. Based on RCA analysis, Indonesia CPO has high comparative advantage in India and Netherlands markets. The result of OLS analysis showed that the export of Indonesian CPO to India was affected significantly by all dependent variables (export price of CPO, price of soybean oil, exchange rate, RCA index, and progressive advalorem tax). Whereas, the export of Indonesian CPO to Netherlands was affected significantly by price of soybean oil, and progressive advalorem tax. Keywords: Black campaign, competitiveness, CPO, determinants, export

6

7 iii ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA KE INDIA DAN BELANDA ANIKA KANIA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8

9 v

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah daya saing komoditas pertanian Indonesia, dengan judul Analisis Daya Saing dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen pembimbing, Bapak Dr Ir Nunung Kusnadi selaku dosen evaluator, Bapak Dr Amzul Rifin, SP, MA selaku penguji utama, dan Ibu Tintin Sarianti SP, MM selaku dosen penguji akademik yang telah banyak memberi saran. Terima kasih penulis ucapkan kepada kepada Bapak Denny Sopian Saleh SKM MSi, Ibu E. Hasanah, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh sahabat dan temanteman Alih Jenis Agribisnis IPB Angkatan 3. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, November 2014 Anika Kania

11 vii

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 5 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 TINJAUAN PUSTAKA... 6 Daya Saing Komoditi Ekspor di Pasar Internasional 6 Metode Analisis Daya Saing Komoditi Ekspor 6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor 8 Metode Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor 9 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis 10 Teori Perdagangan Internasional Konsep Daya Saing Keunggulan Komparatif Keunggulan Kompetitif Harga Komoditi Kurs Pajak Ekspor Kerangka Pemikiran Operasional 13 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data 15 Metode Pengolahan dan Analisis Data 15 Analisis Daya Saing Revealed Comparative Advantage (RCA) Analisis Linier Berganda Pengujian Asumsi OLS Pengujian Hipotesis Gabungan dan Parsial Hipotesis Variabel Penjelas 19 Definisi Operasional 19 GAMBARAN UMUM Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia 20 Perkembangan Produksi CPO Indonesia 22 Perkembangan Volume Ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda 23 Kebijakan non tarif kandungan Beta-karoten Kebijakan tarif bea masuk CPO Hambatan non tarif black campaign Uni Eropa Perkembangan Harga Ekspor CPO Indonesia 25 Perkembangan Harga Minyak Kedelai Dunia 26 Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Dollar 27 Kebijakan Pajak Ekspor 28 HASIL DAN PEMBAHASAN... 29

13 Analisis Daya Saing CPO Indonesia di Pasar India dan Belanda 29 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor CPO Indonesia ke India 35 Uji kesesuaian model Uji asumsi klasik Pengujian gabungan dan parsial Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor CPO Indonesia ke Belanda 38 Uji kesesuaian model Uji asumsi klasik Pengujian gabungan dan parsial SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 41 Saran 41 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP ix DAFTAR TABEL 1 Perkembangan volume neraca perdagangan sektor pertanian tahun Perkembangan volume dan nilai ekspor CPO Indonesia tahun Pangsa produksi dan konsumsi minyak nabati dunia Perkembangan volume ekspor CPO Indonesia (Ton) menurut negara tujuan utama tahun Jenis dan Sumber Data Uji Durbin Watson Luas areal perkebunan kelapa sawit menurut provinsi tahun Produksi CPO Indonesia menurut provinsi tahun Pajak ekspor berdasarkan SK Nomor 94/PMK.011/ Pajak ekspor berdasarkan SK Nomor 223/PMK.011/ Nilai RCA CPO Indonesia di pasar India periode tahun Nilai RCA CPO Indonesia di pasar Belanda periode tahun DAFTAR GAMBAR 1 Negara Produsen Utama CPO Dunia Tahun Kurva keseimbangan parsial perdagangan internasional Kerangka pemikiran operasional Proporsi kepemilikan lahan perkebunan kelapa sawit menurut status pengusahaan tahun

14 5 Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit menurut status pengusahaan tahun Perkembangan produksi CPO Indonesia menurut kepemilikan lahan periode Perkembangan volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda tahun Perkembangan harga ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda tahun Perkembangan harga minyak kedelai dunia tahun Perkembangan kurs rupiah terhadap dollar tahun Perkembangan nilai RCA CPO Indonesia di pasar India dan pasar Belanda periode DAFTAR LAMPIRAN 1 Luas areal komoditi perkebunan tahun Produksi komoditi perkebunan tahun Hasil perhitungan RCA CPO Indonesia di pasar India Hasil perhitungan RCA CPO Indonesia di pasar Belanda Hasil uji kesesuaian model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke India Hasil uji normalitas model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke India Hasil uji multikolinearitas model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke India Hasil uji autokorelasi model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke India menggunakan Uji Run Hasil uji heteroskedastisitas model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke India Hasil uji gabungan model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke India Hasil uji kesesuaian model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke Belanda Hasil uji normalitas model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke Belanda Hasil uji multikolinearitas model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke Belanda Hasil uji autokorelasi model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke Belanda Hasil uji hetetoskedastisitas model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke Belanda Hasil uji gabungan model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke Belanda... 57

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agribisnis perkebunan merupakan salah satu penopang ekonomi yang handal. Dalam berbagai krisis ekonomi dan keuangan global, perkebunan biasanya tidak terlalu terganggu oleh imbas krisis bahkan selalu mampu menopang perekonomian negara (Kartasasmita 2011). Neraca perdagangan sektor pertanian mengalami tren menurun selama periode tahun 2008 hingga 2012 dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar persen. Hal ini dikarenakan defisit yang dialami sub sektor tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sub sektor perkebunan merupakan satusatunya sub sektor pertanian yang memiliki neraca perdagangan positif dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3.78 persen selama periode tahun 2008 hingga Volume ekspor sektor perkebunan yang tinggi menutupi defisit sub sektor tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan, sehingga perkebunan menjadi sub sektor andalan sektor pertanian. Tabel 1 Perkembangan volume neraca perdagangan sektor pertanian tahun Sub Sektor Tahun T. Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Pertanian Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2012 CPO merupakan hasil olahan dari komoditas unggulan sektor perkebunan, yaitu kelapa sawit. CPO memiliki kontribusi yang penting terhadap perekonomian Indonesia melalui sumbangan devisa dan penyerapan tenaga kerja. Kelapa sawit merupakan komoditi perkebunan dengan luas areal dan jumlah produksi paling tinggi (Lampiran 1 dan 2). Menurut data Ditjerbun, luas areal kelapa sawit selama periode tahun 2008 hingga 2012 mengalami peningkatan setiap tahunnya, hingga mencapai luas 9074,62 hektar. Produksi CPO meningkat seiring dengan peningkatan luas areal kelapa sawit hingga mencapai 23.5 juta ton pada tahun Peningkatan luas areal kelapa sawit dan produksi CPO dapat meningkatkan daya saing CPO Indonesia di pasar internasional. Pada Gambar 1 dapat diketahui bahwa sejak tahun 2006, Indonesia menjadi produsen CPO terbesar di dunia, mengungguli Malaysia dengan produksi sebesar 16 juta ton dan pangsa sebesar 43 persen dari total produksi CPO dunia.

16 Volume (ribu ton) Indonesia Malaysia Thailand Nigeria Colombia Ecuador Others Total Gambar 1 Negara Produsen Utama CPO Dunia Tahun Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan 2012 Hasil produksi CPO Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati domestik dan permintaan ekspor dari berbagai negara. Dengan semakin meningkatnya produksi dalam negeri maka akan meningkatkan laju ekspor CPO ke berbagai negara. CPO memiliki keunggulan kompetitif yaitu produktivitas yang paling tinggi dibandingkan dengan komoditi lain yang dapat dijadikan sumber minyak nabati, seperti kedelai, bunga matahari, kacang tanah, wijen, dan zaitun (Oil World 2010). Selain itu, kondisi agronomi Indonesia yang sesuai untuk budidaya kelapa sawit merupakan endowment factor yang dimiliki Indonesia. Sementara peluang yang berasal dari pasar internasional yaitu adanya tren baru pemenuhan kebutuhan bahan bakar menggunakan biodiesel. Dengan demikian peluang Indonesia untuk meningkatkan volume ekspor CPO ke pasar internasional menjadi semakin terbuka. Dalam upaya meningkatkan pangsa pasar diperlukan daya saing agar CPO Indonesia dapat berkompetisi di pasar internasional. Tabel 2 Perkembangan volume dan nilai ekspor CPO Indonesia tahun Tahun Volume Ekspor (Ton) Nilai Ekspor (US$) ,904,178 6,561,330, ,566,746 5,702,126, ,444,170 7,649,965, ,424,037 8,777,015, ,252,519 6,676,503,846 Sumber: UN Comtrade 2014 Seiring dengan kebergantungan dunia terhadap CPO yang semakin tinggi, volume permintaan ekspor CPO Indonesia ke dunia terus mengalami peningkatan. Namun, pada tiga tahun terakhir ekspor CPO Indonesia mengalami penurunan akibat krisis global. Tabel 2 menunjukkan volume ekspor CPO Indonesia pada tahun 2011 turun dari 9.4 juta ton menjadi 8.4 juta ton, kemudian

17 kembali turun menjadi 7.2 juta ton pada tahun Krisis ekonomi global menyebabkan harga CPO di pasar internasional meningkat, selain itu krisis global dan krisis Eropa menyebabkan perlambatan ekonomi negara-negara di dunia termasuk negara tujuan ekspor CPO Indonesia, sehingga permintaan agregrat terhadap CPO Indonesia mengalami penurunan. 3 Rumusan Masalah Perkembangan pemasaran CPO di pasar dunia menunjukkan prospek yang potensial. Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa pangsa produksi dan konsumsi CPO terus mengalami peningkatan dari tahun 1993 hingga 2012 dengan pertumbuhan rata-rata masing-masing sebesar 2 persen dan 1.8 persen. Pangsa produksi CPO pada periode tahun 1998 hingga 2002 sebesar 27.8 persen, mengungguli minyak kedelai dengan pangsa sebesar 23.8 persen. Pada periode tahun 2003 hingga 2007, CPO berada pada urutan pertama dengan pangsa konsumi sebesar Hal ini menyebabkan perubahan pola konsumsi minyak nabati dunia dan penurunan konsumsi minyak kedelai, minyak kanola, minyak bunga matahari, dan minyak nabati lainnya. Tabel 3 Pangsa produksi dan konsumsi minyak nabati dunia No. Uraian I. Total Produksi (ribu ton) 70,778 83,680 95, ,512 Pangsa (%) 1. M. sawit dan inti sawit Minyak Kedelai Minyak Kanola Minyak Kelapa Minyak lainnya II. Total Konsumsi (ribu ton) 90, , , ,234 Pangsa (%) 1. M.sawit dan inti sawit M. Kedelai Minyak Kanola Minyak bunga matahari Minyak lainnya Sumber : Diolah dari Word Oil oleh Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian 2012 Peningkatan konsumsi CPO juga terjadi di negara-negara Uni Eropa. Berdasarkan data Oil World, konsumsi CPO di Uni Eropa terus mengalami peningkatan. Uni Eropa merupakan salah satu pasar yang prospektif bagi CPO Indonesia, karena selain mengembangkan produk turunan dari CPO seperti minyak makan (edible oil) dan margarin, Uni Eropa merupakan produsen biodiesel terbesar di dunia dan menggunakan CPO sebagai bahan baku untuk pengolahan bahan bakar alternatif tersebut (Pratiwi 2011). Belanda merupakan tujuan utama produsen CPO dunia dalam memasuki pasar Uni Eropa, hal ini dikarenakan keberadaan perusahaan Cargill di Belanda sebagai perusahaan

18 4 pengolahan minyak nabati mentah terbesar di Eropa (Kemendag 2013). Faktor lainnya yaitu ekspor CPO ke Eropa terpusat di Pelabuhan Rotterdam. Belanda merupakan negara Uni Eropa importir terbesar CPO Indonesia dan negara importir CPO Indonesia terbesar kedua di dunia pada tahun 2012 dengan volume ekspor mencapai 1.1 juta ton atau sebesar 15.3 persen dari total ekspor CPO Indonesia. Pada tahun 2012, CPO Indonesia menyerap pangsa pasar sebesar 37 persen dari total ekspor CPO dunia ke pasar Belanda. Tabel 4 Perkembangan volume ekspor CPO Indonesia (Ton) menurut negara tujuan utama tahun Negara Tujuan 0 Berat bersih/net weight: 000 ton India 3,871,491 4,402,353 4,449,537 4,257,407 3,614,821 Belanda 968,205 1,057, , ,824 1,109,526 Singapura 504, , , , , 581 Malaysia 574,530 1,053,516 1,318,387 1,244, ,266 Italia 331, , , , , 376 Sumber : UN Comtrade 2014 Dalam mengatasi penurunan permintaan minyak nabati konvensional yang sebagian besar dihasilkan oleh negara-negara barat akibat pergeseran konsumsi dari minyak jagung, minyak kedelai, minyak bunga matahari dan minyak kanola ke CPO, maka negara-negara Eropa melakukan hambatan non tarif berupa black campaign terhadap CPO. World Health Organization (WHO) menyarankan untuk mengurangi konsumsi CPO karena menimbulkan cardiovascular diseases, sementara beberapa organisasi lingkungan di Barat mempublikasikan penelitian mereka mengenai deforestasi, kerusakan habitat orang utan, dan efek rumah kaca yang disebabkan oleh pengembangan perkebunan kelapa sawit. Isu kesehatan dan isu lingkungan tersebut merupakan bagian dari kampanye negatif yang dilakukan karena minyak nabati yang dihasilkan oleh negara barat tidak dapat bersaing dengan CPO yang memiliki biaya produksi paling rendah (Syaukat 2008). Black campaign terhadap CPO Indonesia di Eropa menyebabkan pemerintah Indonesia memfokuskan ekspor ke pasar Asia. India merupakan negara tujuan utama ekspor CPO Indonesia karena perekonomian India yang kuat dan jumlah penduduk mencapai 1.2 miliar pada tahun Jumlah penduduk memiliki korelasi positif dengan jumlah konsumsi agregat. Jumlah penduduk India yang besar diiringi oleh konsumsi minyak nabati yang tinggi. India menyerap 3.6 juta ton atau sebesar 50 persen dari total volume ekspor CPO Indonesia dan pangsa pasar CPO Indonesia sebesar 62.3 persen dari total ekspor CPO dunia ke India pada tahun Berdasarkan data USDA, India juga memenuhi kebutuhan minyak nabatinya menggunakan minyak kedelai dan minyak kanola melalui produksi domestik dan impor dari berbagai negara. Daya saing dan volume ekspor CPO Indonesia juga dipengaruhi oleh kebijakan pajak ekspor. Pada tahun 2007 terjadi perubahan kebijakan pajak ekspor CPO yaitu pajak yang diberlakukan sebelumnya berupa pajak proporsional menjadi pajak progresif (progressive advalorem tax), sehingga peningkatan pajak sesuai dengan peningkatan harga referensi. Harga referensi yang digunakan merupakan harga CPO di pasar internasional.

19 Berdasarkan uraian di atas, maka sangat relevan untuk melakukan penelitian mengenai daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor CPO Indonesia sebagai negara eksportir CPO terbesar di dunia ke India dan Belanda sebagai negara tujuan utama ekspor CPO Indonesia. Berdasarkan permasalahan tersebut dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana daya saing CPO Indonesia di pasar India dan Belanda? 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi volume ekspor CPO Indonesia ke India? 3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi volume ekspor CPO Indonesia ke Belanda? 5 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan di atas. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis daya saing ekspor CPO Indonesia di pasar India dan Belanda 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor CPO Indonesia ke Belanda Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan maanfaat sebagai berikut: 1. Penulis, untuk meningkatkan kemampuan analisa, wawasan dan pengetahuan khususnya tentang perdagangan Internasional dan daya saing serta untuk mengimplementasikan ilmu yang telah dipelajari di bangku perkuliahan. 2. Peneliti dan akademisi, sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitianpenelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Kajian penelitian ini difokuskan pada analisis daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor CPO Indonesia ke dua negara tujuan utama ekspor, yaitu India dan Belanda. Jenis minyak kelapa sawit yang dianalisis adalah Crude Palm Oil (CPO). Periode waktu yang digunakan adalah periode tahun 1989 hingga Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda menggunakan variabel-variabel penduga yaitu harga ekspor CPO, harga minyak kedelai dunia, kurs rupiah terhadap dollar Amerika, dan nilai RCA CPO Indonesia di India dan Belanda.

20 6 TINJAUAN PUSTAKA Daya Saing Komoditi Ekspor di Pasar Internasional Era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini mendorong persaingan yang semakin ketat. Berbagai negara yang terlibat dalam perdagangan internasional terus berupaya meningkatkan daya saing produknya agar produk-produknya lebih efisien dan lebih besar pangsa pasarnya di pasar Internasional (Kaunang 2013). Komoditi yang memiliki daya saing yang tinggi berarti memiliki peluang untuk mempeluas pangsa pasar di pasar internasional (Widyastutik 2011; Anggit et al. 2012). Menurut Anggit et al. (2012), jika minyak CPO Indonesia memiliki daya saing di pasar Internasional diharapkan akan lebih banyak lagi negara yang mengimpor CPO dari Indonesia. Meluasnya pangsa pasar ekspor mendorong para pengusaha untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas serta meningkatkan efisiensi biaya sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan dengan memperoleh laba dan dapat mempertahankan kelangsungan produksinya. Kaunang (2013) menjelaskan bahwa melalui kinerja ekspor yang tetap stabil dan pengembangan ekspor yang terus ditingkatkan, komoditi minyak kelapa Sulawesi Utara yang memiliki daya saing tinggi akan mampu menguasai ekspor di pasar internasional. Daya saing meliputi keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Pengembangan kelapa sawit melalui perluasan areal, peningkatan kualitas dan kuantitas produksi minyak sawit perlu dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan daya saingnya di pasar internasional (Anggit et al. 2012). Pada penelitian Arifin (2013), daya saing mangga Indonesia masih rendah. Hal ini dikarenakan produksi mangga yang berfluktuasi sesuai dengan pola produksi musiman. Oleh karena itu diperlukan sistem insentif untuk mengembangkan produksi mangga. Hal lain yang mempengaruhi daya saing komoditi domestik di pasar negara tujuan ekspor yaitu kerjasama bilateral diantara kedua negara. Widyastutik (2011) menjelaskan bahwa peningkatan daya saing CPO di pasar China terjadi seiring peningkatan kerjasama Indonesia-China, disamping peningkatan kebutuhan CPO itu sendiri. Hal yang sama dijelaskan oleh Rifin (2010), bahwa liberalisasi perdagangan meningkatkan daya saing CPO di Tunisia melalui penghapusan bea masuk terhadap CPO. Metode Analisis Daya Saing Komoditi Ekspor Widyastutik (2011), Ragimun (2012), Anggit et al. (2012), Rifin (2013), Arip et al. (2013), Kaunang (2013), dan Serin and Civan (2008) menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis keunggulan komparatif komoditi pertanian Indonesia. Menurut Serin and Civan (2008) metode RCA digunakan untuk mengevaluasi keunggulan komparatif berdasarkan spesialisasi yang dilakukan suatu negara dalam kegiatan ekspor kepada beberapa negara. Lebih lanjut, Arip et al. (2013) menjelaskan bahwa pangsa ekspor suatu komoditi tidak harus lebih tinggi meskipun memiliki nilai

21 RCA yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan nilai RCA berasal dari dua nilai relatif ekspor, yaitu nilai ekspor relatif negara dan kinerja ekspor relatif dunia. Apabila nilai RCA lebih dari satu berarti negara itu mempunyai keunggulan komparatif (di atas rata-rata dunia) untuk suatu komoditi artinya komoditas tersebut memiliki daya saing kuat. Sebaliknya jika nilai lebih kecil dari satu berarti keunggulan komparatif untuk suatu komoditas rendah (di bawah rata-rata dunia) atau berdaya saing lemah (Ragimun 2012; Anggit et al. 2012). Jika nilai RCA lebih dari satu, maka diindikasikan bahwa suatu negara memproduksi komoditi pada biaya yang relatif efisien (Arip et al.). Berdasarkan hasil penelitian Anggit et al. (2012), CPO Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang rendah (di bawah rata-rata dunia) dengan indeks RCA sebesar Nilai RCA yang diperoleh juga dibandingkan dengan nilai RCA negara eksportir komoditi sejenis. Hasil penelitian Serin and Civan (2008) menunjukkan bahwa Turki memiliki keunggulan komparatif yang lebih tinggi dibandingkan kompetitor utamanya, yaitu Spanyol, Italia, dan Yunani pada sektor jus buah dan minyak zaitun di pasar Uni Eropa. Berbeda dengan hasil penelitian Rifin (2013) dan Ragimun (2012) yang menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi biji kakao, akan tetapi masih sangat rendah jika dibandingkan dengan nilai RCA Pantai Gading, Ghana, dan Nigeria. Rifin (2013) menganalisis keunggulan komparatif biji kakao Indonesia selama periode tahun 1967 hingga 2011 dan memperoleh nilai RCA rata-rata sebesar 6.14, jauh lebih rendah dibandingkan nilai RCA rata-rata kakao Pantai Gading, Ghana, dan Nigeria yang masing-masing mencapai , , dan Arifin (2013) menganalisis daya saing kopi, kakao, teh, karet, jambu mete, dan mangga. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa perolehan nilai RCA karet paling tinggi, sehingga komoditi karet memiliki daya saing tertinggi diantara komoditi lainnya. Dalam mengukur keunggulan kompetitif, Nugroho (2008), Anggit et al. (2012), dan Ragimun (2012) menggunakan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP), sedangkan Kaunang menggunakan analisis Berlian Porter (Porter s diamond). Anggit et al. (2012) mendefinisikan ISP sebagai perbandingan antara selisih nilai bersih perdagangan dengan nilai total perdagangan dari suatu negara. Ragimun (2012) menggunakan ISP untuk mengetahui apakah Indonesia lebih baik menjadi eksportir ataukah importir kakao, sedangkan Nugroho (2008) menggunakan analisis ISP untuk membuktikan hipotesis bahwa Indonesia berspesialisasi sebagai negara pengekspor biji kakao dan berada pada tahap pengekspor. Anggit et al. (2012) dan Ragimun (2012) menginterpretasikan nilai ISP dengan membagi posisi daya saing pada tahapan yang berbeda-beda. Menurut Anggit et al. (2012), dasar pemikiran ISP sama seperi teori siklus produk, dimana suatu produk bertahan di pasar lewat beberapa tahapan. Anggit et al. (2012) membagi posisi daya saing ke dalam lima tahap, yaitu: Apabila nilai ISP berkisar antara -1 sampai dengan -0.5 maka komoditi tersebut berada pada tahap pengenalan. Nilai -0.5 sampai dengan 0 adalah tahap subtitusi impor. Nilai ISP antara 0 sampai 0.8, maka komoditi berada pada tahap perluasan ekspor, kemudian apabila nilai mendekati +1 maka komoditi berada pada tahap pematangan. Ragimun hanya membedakan posisi daya saing menjadi dua, yaitu 7

22 8 apabila nilai ISP 0,5 maka Indonesia cenderung sebagai eksportir kakao, dan nilai ISP < 0,5 sampai mendekati 0, maka Indonesia cenderung sebagai importir. Berdasarkan hasil penelitian Anggit et al. (2012), CPO Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dan berada pada tahap pematangan dengan nilai ISP sebesar Sedangkan hasil penelitian Ragimun (2012) menunjukkan bahwa spesialisasi Indonesia masih sebagai negara eksportir dengan rata-rata nilai ISP sebesar Namun, jika dibandingkan dengan ISP negara Pantai Gading dan Ghana, ISP Indonesia masih tertinggal jauh. Pantai Gading merupakan eksportir kakao utama dunia dengan nilai ISP 1. Demikian juga Ghana dengan nilai ISP mendekati 1 atau Nugroho (2008) yang juga melakukan penelitian mengenai analisis daya saing biji kakao di pasar dunia memperoleh hasil yang berbeda. Hasil peramalan ISP periode 2007 hingga 2015 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki ISP lebih besar dari Ghana, Brazil, dan Malaysia. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Permintaan terhadap komoditi sangat ditentukan oleh tingkat harga dari komoditi tersebut. Harga ekspor berpengaruh negatif terhadap volume ekspor suatu komoditi. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Djoni et al. (2013). Berbeda dengan Djoni et al. (2013), Widyastutik (2009) menggunakan variabel harga internasional CPO. Menurut Widyastutik (2009), harga internasional CPO berpengaruh signifikan dan positif terhadap ekspor CPO Indonesia. Hal ini dikarenakan volume ekspor dilihat dari sisi penawaran. Hasil penelitian Djoni et al. (2013) menunjukkan harga ekspor crude coconut oil (CCO) Philipina sebagai kompetitor Indonesia berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor CCO Indonesia. Dalam penelitiannya mengenai analisis daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke China, Malaysia dan Singapura dalam skema ACFTA, Widyastutik (2011) menggunakan harga barang subtitusi sebagai salah satu variabel penelitiannya. Widyastutik (2011) menjelaskan bahwa harga minyak kedelai sebagai barang subtitusi CPO berpengaruh negatif terhadap ekspor CPO Indonesia, berarti kenaikan harga minyak kedelai akan menurunkan volume penawaran ekspor CPO Indonesia. Hasil penelitian Siregar et al. (2006) menunjukkan bahwa harga minyak kedelai berpengaruh positif terhadap volume ekspor CPO Indonesia. GDP negara pengimpor berkaitan dengan daya beli atau kemampuan suatu negara dalam melakukan kegiatan perdagangan internasional, dalam hal ini ekspor dari Indonesia. Sesuai dengan hasil penelitian Serin and Civan (2008), Siregar et al. (2006), dan Djoni et al. (2013) yang menunjukkan bahwa GDP per kapita negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap volume ekspor komoditi Indonesia. Peningkatan GDP per kapita Uni Eropa akan meningkatkan permintaan ekspor tomat dari Yunani, Spanyol dan Italia (Serin and Civan 2008). Menurut Widyastutik (2011) dan Purba et al. (2009), nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor komoditi Indonesia. Depresiasi rupiah akan menyebabkan harga CPO Indonesia akan relatif lebih murah dari sisi negara pengimpor, sehingga ekspor CPO Indonesia akan meningkat (Purba et al. 2009). Djoni et al. (2013)

23 menggunakan variabel nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor. Hasil penelitian Djoni et al. (2013) menunjukkan bahwa kurs rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor berpengaruh negatif terhadap ekspor Indonesia. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian Siregar et al. (2006) yang menggunakan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar Amerika, yaitu deitch mark Jerman dan guilder Belanda terhadap dollar Amerika. Variabel lain yang digunakan sebagai faktor penduga adalah pajak ekspor. Hasil penelitian Purba et al. (2009) dan Siregar et al. (2006) menunjukkan bahwa pajak ekspor berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor CPO. Hal ini berarti kenaikan pajak ekspor akan menurunkan ekspor CPO. Hasil penelitian Siregar et al. (2006) menunjukkan bahwa pajak ekspor CPO memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia ke Belanda, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia ke Jerman. Hal ini dikarenakan CPO diimpor oleh Jerman untuk diproses kembali menjadi produk turunan seperti mentega dan produksi turunan lainnya untuk distribusi pada pasar lain bagi negara Jerman dan negara sekitarnya. 9 Metode Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Penelitian yang telah dilakukan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi volume permintaan ekspor komoditi pertanian Indonesia menggunakan analisis statistik regresi linier berganda dan regresi data panel. Analisis regresi linier berganda digunakan oleh Siregar et al. (2006) dan Radifan (2014). Metode regresi linier berganda yang digunakan yaitu metode kuadrat terkecil atau method of Ordinary Least Square (OLS). Radifan (2014) menggunakan metode OLS untuk menghitung nilai ADF pada metode Error Correction Model (ECM). Pada OLS, kesesuaian model diukur menggunakan nilai koefisien determinasi atau R 2. Nilai R 2 menunjukkan besarnya proporsi variasi variabel dependen yang mampu dijelaskan oleh variasi himpunan variabel independen (Radifan 2014). Besarnya pengaruh variabel dependen terhadap variabel independen dilihat dari nilai koefisien, sedangkan berpengaruh signifikan atau tidaknya variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial dilihat dari nilai t (Siregar et al. 2006; Radifan 2014). Setelah diperoleh hasil estimasi regresi linier dilakukan uji asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedatisitas dan uji autokorelasi. Berbeda dengan Siregar et al. (2006) dan Radifan (2014), Djoni et al. (2013) dan Widyastutik (2011) menggunakan metode data panel yang merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Sebelum dilakukan regresi dengan data panel dilakukan pemilihan model terbaik diantara Pooled Least Square, Fixed Effect, dan Random Effect. Pada penelitian Widyastutik (2011), pemilihan model terbaik dilakukan dengan menggunakan uji Chow. Model persamaan yang digunakan harus memenuhi kriteria statistik dan ekonometrik.

24 10 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Perdagangan Internasional Dasar terjadinya perdagangan internasional yaitu, karena negara-negara memiliki perbedaan relatif. Selain itu, negara-negara yang terlibat dalam perdagangan Internasional bertujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale) dalam produksi (Krugman and Obsfeld 2000). Menurut Salvatore (1997), perdagangan diantara dua negara terjadi karena adanya keunggulan komparatif yang dicerminkan dengan perbedaan relatif harga-harga atas berbagai komoditi antara dua negara. Melalui perdagangan internasional, setiap negara dapat melakukan spesialisasi dalam produksi komoditi yang memiliki keunggulan komparatif dan menukarkan sebagian outputnya untuk memperoleh komoditi yang memiliki kerugian komparatif. Melalui spesialisasi ini kedua negara akan mengkonsumsi kedua komoditi (komoditi yang memiliki keunggulan komparatif dan komoditi yang memiliki kerugian komparatif) dengan jumlah yang lebih banyak. Spesialisasi akan terus berlangsung sampai pada akhirnya harga relatif atas berbagai komoditi yang diperdagangkan oleh kedua negara berada dalam posisi ekuilibrium (Salvatore 1997). Proses terjadiya perdagangan internasional menurut Salvatore (1997) dapat dilihat pada Gambar 5. Panel A menunjukkan negara 1 mengalami kelebihan penawaran komoditi X, sehingga kurva penawaran ekspornya mengalami peningkatan (panel B). Pada panel C dapat dilihat Px/Py lebih rendah dari P 3, maka negara 2 mengalami kelebihan permintaan (excess demand) untuk komoditi X, sehingga permintaan impor negara 2 terhadap komoditi X mengalami peningkatan. Panel B menunjukkan bahwa hanya pada tingkat harga P 2 maka kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara 2 akan persis sama dengan kuantittas ekspor yang ditawarkan oleh negara1. Dengan demikian P 2 merupakan Px/Py atau harga relatif ekuilibrium setelah berlangsungnya perdagangan diantara kedua negara tersebut. Tetapi jika harga Px/Py lebih besar dari P 2 maka akan terjadi kelebihan penawaran (excess supply) ekspor komoditi X dan akan terjadi penurunan harga relatifnya atau Px/Py, sehingga pada akhirnya harga akan begerak mendekati atau sama dengan P 2. Sebaliknya, jika Px/Py lebih kecil dari P 2, maka akan terjadi kelebihan permintaan impor komoditi X yang selanjutnya akan menaikkan Px/Py sehingga lambat laun akan sama dengan P 2.

25 11 Gambar 2 Kurva keseimbangan parsial perdagangan internasional Sumber: Salvatore 1997 Konsep Daya Saing Porter (1990) menyatakan bahwa daya saing dapat diidentikkan dengan produktivitas, yakni tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Peningkatan produktivitas ini dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi (total factor productivity). Menurut Simanjuntak (1992), daya saing merupakan suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup rendah, sehingga pada haraga-harga yang terjadi di pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh harga laba yang mencukupi sehigga dapat mempertahankan kelanjutan biaya produksinya. Keunggulan Komparatif Teori Keunggulan Komparatif dikemukakan oleh David Ricardo dalam Ball (2004). Menurut teori keunggulan komparatif ini meskipun sebuah negara memiliki keunggulan absolut dalam produksi dua barang, dan negara lainnya memiliki kerugian absolut dalam memproduksi dua barang, kedua negara masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan. Negara yang memiliki kerugian absolut melakukan spesialisasi dalam komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar (komoditi memiliki kerugian komparatif). Keunggulan Kompetitif Michael Porter dalam Teori Keunggulan Kompetitif menjelaskan bahwa terdapat empat jenis variabel yang akan mempunyai dampak atas kemampuan perusahaan lokal untuk menggunakan sumber daya di negara tersebut untuk memperoleh keunggulan komparatif, meliputi kondisi-kondisi

26 12 permintaan, kondisi-kondisi faktor endowment, industri-industri terkait dan pendukungnya, serta strategi, struktur dan persaingan perusahaan. Teori Porter menyatakan bahwa keempat jenis variabel tersebut akan mempunyai dampak atas kemampuan perusahaan-perusahaan lokal di suatu negara untuk menggunakan sumber-sumber yang terdapat pada negara itu guna memperoleh keunggulan komparatif. Keunggulan kompetitif terjadi ketika perusahaan atau negara mengakuisisi atau mengembangkan atribut atau kombinasi atribut yang memungkinkan untuk mengungguli pesaing. Atribut ini dapat mencakup akses ke sumber daya alam atau ketersediaan sumber daya manusia yang terampil. Selain itu kecanggihan teknologi dan teknologi informasi dapat memberikan keunggulan kompetitif baik sebagai bagian dari produk itu sendiri, sebagai keuntungan dalam pembuatan produk, atau sebagai keunggulan dalam kegiatan bisnis, seperti identifikasi dan pemahaman tentang pelanggan. Harga Komoditi Teori permintaan konsumen (consumer demand theory) memprediksikan bahwa apabila suatu harga dari suatu harga komoditi mengalami peningkatan, maka kuantitas permintaan atas komoditi tersebut akan mengalami penurunan. Apabila harga produk impor bagi konsumen domestik mengalami kenaikan, maka kuantitas permintaan ekspor akan menurun (Salvatore 1997). Kurs Menurut Mankiw (2006) jika mata uang negara eksportir mengalami depresiasi atau penurunan nilai mata uang, maka barang-barang domestik akan dinilai relatif lebih murah dibanding harga barang luar negeri, sehingga konsumsi domestik terhadap barang luar negeri akan berkurang dan permintaan ekspor terhadap barang atau komoditi domestik akan meningkat. Sebaliknya, jika rupiah mengalami apresiasi, maka barang-barang domestik akan dinilai relatif lebih mahal dibanding harga barang-barang luar negeri. Konsumsi domestik terhadap barang-barang luar negeri akan meningkat, sehingga volume ekspor berkurang. Pajak Ekspor Pajak adalah hambatan perdagangan internasional berupa cukai yang dikenakan untuk suatu komoditas yang diperdagangkan lintas-batas teritorial. Pemberlakuan pajak oleh negara besar atau negara yang perekonomiannya cukup kuat sehingga mampu mempengaruhi perdagangan internasional akan menurunkan tingkat kesejahteraan negara yang bersangkutan secara agregat karena menurunnya volume perdagangan. Namun dalam waktu yang bersamaan pajak ekspor juga meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan nilai tukar perdagangan. Sementara pemberlakuan pajak ekspor pada negara kecil akan menurunkan volume perdagangan, namun nilai tukar perdagangannya konstan (Salvatore 1997). Berdasarkan mekanisme perhitungan, terdapat beberapa jenis pajak, yaitu pajak ad valorem, pajak spesifik, dan pajak gabungan. Pajak ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka presentase tertentu dari nilai barang-barang ekspor, sehingga semakin tinggi harga barang ekspor, maka akan semakin besar pajak yang dikenakan. Sedangkan pajak spesifik dikenakan berdasarkan jumlah barang ekspor.

27 13 Kerangka Pemikiran Operasional CPO merupakan komoditi unggulan Indonesia dan memegang peranan penting dalam perekonomian nasional melalui kontribusinya dalam menyumbang pendapatan nasional dan penyerapan tenaga kerja. CPO merupakan komoditi sub sektor perkebunan dengan luas areal dan produksi paling tinggi diatara komoditi perkebunan lainnya. Peningkatan luas areal dan produksi yang signifikan setiap tahunnya menjadikan Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir CPO terbesar di dunia. Produksi dan konsumsi CPO dunia terus mengalami peningkatan, sehingga terjadinya perubahan pola konsumsi minyak nabati, termasuk di Uni Eropa sebagai pasar potensial CPO Indonesia. Belanda merupakan negara Uni Eropa importir terbesar dan importir kedua terbesar di dunia karena keberadaan pelabuhan Rotterdam sebagai pusat ekspor CPO di Eropa dan perusahaan Cargill di Belanda sebagai perusahaan pengolahan minyak nabati mentah terbesar di Eropa. Peningkatan konsumsi CPO di Uni Eropa mengindikasikan adanya ketergantungan Uni Eropa terhadap CPO yang semakin besar. Untuk mengatasi penurunan permintaan minyak nabati konvensional yang sebagian besar diproduksi oleh negara-negara Barat, seperti minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari, maka Uni Eropa melakukan black campaign terhadap CPO. Black campaign di Uni Eropa menyebabkan pemerintah Indonesia lebih memfokuskan ekspor CPO ke pasar Asia. India merupakan negara utama tujuan ekspor CPO Indonesia. India dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari satu miliar dan kebutuhan minyak nabati yang tinggi merupakan peluang pasar yang sangat potensial. Selain mengkonsumsi CPO, India juga memenuhi kebutuhan minyak nabatinya menggunakan minyak kedelai dan minyak kanola. Kebijakan pemerintah dalam negeri juga berpengaruh terhadap ekspor dan daya saing CPO Indonesia. Pada tahun 2007 terjadi perubahan kebijakan pajak ekspor CPO yaitu pajak yang diberlakukan sebelumnya berupa pajak proporsional menjadi pajak progresif (progressive advalorem tax), sehingga peningkatan tarif pajak sesuai dengan peningkatan harga referensi. Berbagai upaya untuk mempertahankan posisi Indonesia sebagai produsen utama CPO dunia dan meningkatkan daya saing perlu dilakukan. Salah satunya dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan ekspor Indonesia, sehingga volume ekspor dapat ditingkatkan diiringi dengan daya saing yang semakin tinggi. Variabel-variabel independen yang digunakan pada penelitian ini yaitu harga ekspor CPO, harga minyak kedelai dunia, kurs rupiah terhadap dollar Amerika, nilai RCA CPO Indonesia di India dan Belanda, dan variabel dummy pajak progresif.

28 14 Peluang Indonesia sebagai negara produsen CPO terbesar dunia Hambatan non tarif berupa black campaign di Eropa menyebabkan pemerintah Indonesia lebih memfokuskan ekspor CPO di pasar Asia India dan Belanda sebagai negara tujuan ekspor utama ekspor CPO Indonesia Daya saing CPO Indonesia di Pasar India dan Belanda Perkembangan kondisi daya saing CPO Indonesia di pasar India dan Belanda Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda: 1. Harga ekpor CPO 2. Harga minyak kedelai dunia 3. Kurs rupiah terhadap US$ 4. Nilai RCA CPO Indonesia di India dan Belanda. 5. Dummy pajak progresif Implikasi Kebijakan Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional

29 15 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk data deret waktu (time series) selama 24 tahun, yaitu periode tahun 1989 hingga Sumber data yang diperoleh berasal dari Badan Pusat Statistik, Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian Republik Indonesia (Ditjenbun Kementan RI), United Nations Commodity of Trade (UN Comtrade), United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), International Monetary Fund (IMF), United States Department of Agriculture (USDA), Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Keuangan, penelitian terdahulu, jurnal-jurnal penelitian, buku, serta literatur-literatur yang berkaitan dengan daya saing dan perdagangan imternasional CPO. Data-data sekunder yang digunakan meliputi volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda, nilai ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda, nilai ekspor total CPO Indonesia ke India dan Belanda, harga ekspor CPO, harga minyak kedelai dunia, kurs rupiah terhadap dollar Amerika, dan nilai RCA CPO Indonesia di pasar India dan Belanda. Tabel 5 Jenis dan Sumber Data Variabel Simbol data Sumber data Volume ekspor CPO Indonesia ke Y UN Comtrade India dan Belanda Nilai ekspor CPO Indonesia ke India Xij UN Comtrade dan Belanda Nilai ekspor total Indonesia di India Xt UN Comtrade dan Belanda Nilai ekspor CPO dunia di India dan Wij UN Comtrade Belanda Nilai ekspor total dunia di India dan Wt UN Comtrade Belanda Harga ekspor CPO Indonesia ke India X 1 UN Comtrade dan Belanda Harga minyak kedelai dunia X 2 UNCTAD Kurs rupiah terhadap dollar Amerika X 3 IMF Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskritif digunakan untuk menginterpretasikan data-data mengenai perkembangan ekspor dan daya saing CPO Indonesia di India dan Belanda. Metode kuantitatif yang digunakan yaitu metode RCA (Revealed Comparative Advantage) untuk menganalisis daya saing dan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk mengetahui variabel-variabel yang

30 16 berpengaruh terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. Proses pengolahan data dilakukan menggunakan software microsoft excel 2013 dan software SPSS 20. Analisis Daya Saing Revealed Comparative Advantage (RCA) Konsep RCA diperkenalkan oleh Balassa (1965). Metode RCA digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif suatu komoditi di suatu negara dengan membandingkan pangsa atau rasio ekspor komoditi negara dengan rasio ekspor dunia atas komoditi tersebut. Penelitian ini mengukur daya saing ekspor komoditi CPO Indonesia di pasar India dan Belanda. Variabel yang diukur dalam metode ini adalah membandingkan nilai ekspor CPO Indonesia terhadap nilai total ekspor Indonesia di pasar India dan Belanda dengan nilai ekspor CPO dunia ke pasar India dan Belanda terhadap total ekspor dunia ke pasar India dan Belanda. RCA = Keterangan: RCA = Tingkat daya saing CPO Indonesia di negara tujuan ekspor Xij = Nilai ekspor CPO Indonesia di negara tujuan ekspor Xt = Nilai ekspor total Indonesia di negara tujuan ekspor Wij = Nilai ekspor CPO dunia di negara tujuan ekspor Wt = Nilai ekspor total dunia di negara tujuan ekspor Nilai RCA berkisar dari nol sampai tak hingga. Jika nilai RCA > 1, berarti suatu negara memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memili daya saing kuat. Jika nilai RCA < 1, berarti suatu negara memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata dunia sehingga suatu komoditi memiliki daya saing lemah. Analisis Linier Berganda Analisis regresi adalah studi tentang hubungan antara variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen, dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati 2006). Faktor yang diduga berpengaruh terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda adalah harga ekspor CPO, harga minyak kedelai dunia, kurs rupiah terhadap dollar Amerika, dan nilai RCA CPO Indonesia di India dan Belanda. Persamaan regresi untuk faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda adalah sebagai berikut: Y = β 0 + β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + β 4 X 4 + β 5 D 1 + ε Model yang digunakan diubah dalam bentuk logaritma untuk memperoleh elastisitas atau presentase perubahan variabel dependen terhadap variabel independen, sehingga model regresi adalah sebagai berikut: LnY = β 0 + β 1 LnX 1 + β 2 LnX 2 + β 3 LnX 3 + β 4 LnX 4 + β 5 D 1 + ε

31 Keterangan : Y = Volume ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan ekspor (Ton) X 1 = Harga ekspor CPO Indonesia ke negaratujuan ekspor (US$/Ton) X 2 = Harga minyak kedelai dunia (US$/Ton) X 3 = Kurs rupiah terhadap dollar Amerika (Rp/US$) X 4 = Nilai RCA CPO Indonesia di negara tujuan ekspor D 1 = Dummy (1 = Setelah penerapan pajak progresif; 0 = Sebelum penerapan pajak progresif) β0 = Konstanta ε = Galat β1...β5 = Koefisien dugaan dari variabel independen Kesesuaian model (goodness of fit) diukur dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ). Nilai koefisien determinasi menyatakan proporsi atau presentase dari total variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen dan menunjukkan besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R 2 adalah antara nol dan satu. Semakin tinggi nilai R 2, maka semakin besar variasi yang dijelaskan oleh model (Grafen and Hails 2002). Pengujian Asumsi OLS Penaksir OLS merupakan penaksir tak bias linear terbaik atau disebut dengan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Penaksir OLS mempunyai sifat linear, tidak bias, dan memiliki nilai varian paling kecil dalam kelompok penaksir tak bias linear dari sebuah parameter (Gujarati 2006). Jika asumsi normalitas, linearitas, independen, dan homogenitas tidak terpenuhi, maka tingkat signifikansi yang diperoleh menjadi tidak valid (Grafen and Hails 2003). Agar model memiliki sifat BLUE, maka dilakukan pengujian-pengujian sebagai berikut: 1. Uji normalitas digunakan untuk menguji distribusi error term. Jika error term berdistribusi secara normal, maka model memenuhi asumsi normalitas. Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan analisa grafik melalui uji P-Plot dan histogram (Grafen and Hails 2002). 2. Uji multikolinearitas merupakan uji untuk mengukur adanya hubungan linier diantara variabel bebas dalam suatu model regresi linier berganda. Multikolinearitas menyebabkan nilai R 2 menjadi tinggi, akan tetapi sedikit variabel yang signifikan dan arah koefisien variabel menjadi tidak valid untuk diinterpretasi secara teori ekonomi. Deteksi multikolinearitas dapat dilakukan dengan menghitung Variance Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF < 10, berarti tidak terdapat multikoneliaritas (Gujarati 2006). 3. Uji autokorelasi digunakan untuk mengukur korelasi antar variabel bebas. Autokorelasi menyebabkan penaksir OLS tidak efisien karena tidak lagi memiliki varian terkecil, meskipun OLS masih linier dan tak bias. Konsekuensi lainnya yaitu varians taksiran dari estimator OLS bersifat bias sehingga uji gabungan dan parsial menjadi tidak andal. Terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk menguji autokorelasi, yaitu metode grafis, uji Durbin Watson, dan uji run. Deteksi autokorelasi pada model regresi linier berganda dengan uji Durbin Watson adalah seperti pada tabel berikut: 17

32 18 Tabel 6 Uji Durbin Watson Hipotesis nol Keputusan Jika Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 <Dw<d L Tidak ada autokorelasi positif Tak ada keputusan 0 Dw d U Tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4- d L <Dw< 4 Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada keputusan 4- d U <Dw< 4- d L Tidak ada autokorelasi positif atau negatif Jangan tolak d U <d< 4- d U Sumber: Gujarati Uji heteroskedastisitas adalah uji untuk mendeteksi adanya variasi dari varian galat dari setiap observasi. Konsekuensi heterokedastisitas yaitu estimator OLS masih linear dan tak bias, tapi tidak lagi efisien, karena tidak lagi memiliki varians minimum. Heteroskedastisitas menyebabkan pengujian hipotesis yang biasa tidak bisa diandalkan. Deteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan grafis residu. Pengujian Hipotesis Gabungan dan Parsial Pengujian hipotesis gabungan digunakan untuk mengetahui apakah seluruh variabel independen yang diuji secara simultan atau bersama-sama berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel independen (Gujarati 2006). Hipotesis pengujian dinyatakan sebagai berikut: H 0 : β 1 = β 2 =...= β 9 = 0 H 1 : paling sedikit ada satu β yang tidak sama dengan nol Uji statistik yang digunakan adalah uji F dengan kriteria sebagai berikut. Jika P-value < α (tolak H 0 ), maka variabel independen yang diuji secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika P-value > α (terima H 0 ), maka variabel independen yang diuji secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis parsial digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependen (Gujarati 2006). Hipotesis pengujian dinyatakan sebagai berikut: H 0 : βi = 0 H 0 : βi 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji t. Jika P-value < α (tolak H 0 ), maka variabel independen yang diuji secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika P-value > α (terima H 0 ), maka variabel independen yang diuji secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

33 19 Hipotesis Variabel Penjelas Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. Variabel yang digunakan pada analisis ini yaitu harga ekspor CPO, harga minyak kedelai dunia, kurs rupiah terhadap dollar Amerika, dan nilai RCA CPO Indonesia di pasar India dan Belanda. a. Nilai RCA CPO Indonesia diduga lebih dari satu (RCA > 1), artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada CPO sehingga memiliki daya saing kuat di pasar India dan Belanda. b. Harga ekspor CPO diduga berpengaruh negatif terhadap ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. Artinya semakin tinggi harga ekspor CPO, maka semakin rendah volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. c. Harga minyak kedelai duniadiduga berpengaruh positif terhadap harga volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. Semakin tinggi harga minyak kedelai dunia, maka semakin tinggi volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. d. Kurs rupiah terhadap dollar Amerika diduga berpengaruh positif terhadap harga volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. Artinya semakin tinggi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, maka semakin tinggi volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. e. Nilai RCA CPO Indonesia diduga berpengaruh positif terhadap harga volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. Artinya semakin tinggi nilai RCA CPO Indonesia, maka semakin tinggi volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. f. Pajak progresif ekspor CPO diduga berpengaruh positif atau negatif terhadap harga volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. Artinya pajak progresif ekspor CPO akan meningkatkan atau menurunkan volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda sesuai dengan dinamika harga referensi CPO. Definisi Operasional a. Minyak kelapa sawit (CPO) merupakan hasil olahan dari buah segar kelapa sawit yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit. b. Harga ekspor minyak sawit (CPO) merupakan hasil bagi antara total nilai ekspor dengan volume ekspor dan dinyatakan dalam satuan dollar Amerika per ton (US$/ton). c. Harga minyak kedelai dunia merupakan harga minyak kedelai di pasar internasional, dinyatakan dalam satuan dollar Amerika per ton (US$/ton). d. Kurs rupiah terhadap dollar Amerika merupakan perbandingan dari perubahan mata uang Amerika terhadap mata uang Indonesia, dinyatakan dalam satuan rupiah per dollar Amerika (Rp/US$). e. Pajak progresif merupakan tarif yang dikenakan terhadap komoditi minyak kelapa sawit. Pajak ekspor dinyatakan dalam persen.

34 20 GAMBARAN UMUM Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dibedakan atas tiga status berdasarkan pengusahaannya yaitu Perkebunan Rakyat (Smallholders), Perkebunan Besar Negara (Government), dan Perkebunan Besar Swasta (Private). Luas perkebunan besar swasta lebih besar dari perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara. Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat pada tahun 2012 penguasaan luas areal perkebunan kelapa sawit didominasi oleh perkebunan besar swasta dan perkebunan rakyat sebesar 51 persen dan 42 persen dari total luas perkebunan kelapa sawit Indonesia, sisanya sebesar 7 persen dikuasai oleh negara. Perkebunan Swasta 51% Perkebunan Negara 7% Perkebunan Rakyat 42% Perkebunan Rakyat Perkebunan Negara Perkebunan Swasta Gambar 4 Proporsi kepemilikan lahan perkebunan kelapa sawit menurut status pengusahaan tahun 2012 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia 2013 Luas areal perkebunan kelapa sawit terus mengalami peningkatan setiap tahunnya selama periode tahun 1989 hingga Namun peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit pada tahun 2004 tidak signifikan yaitu dari 5,283,557 menjadi 5,284,723 hektar. Hal ini dikarenakan adanya penurunan luas areal perkebunan besar negara dan perkebunan swasta. Luas areal perkebunan besar negara menurun dari 662,803 hektar menjadi 605,865 hektar, sedangkan luas areal perkebunan besar swasta menurun dari 2,766,360 hektar menjadi 2,458,520 hektar. Meskipun mengalami penurunan, namun luas areal perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta cenderung mengalami tren meningkat selama periode tahun 1989 hingga 2012, berbeda dengan perkebunan negara yang relatif statis. Peran perkebunan rakyat semakin besar setiap tahunnya. Hal ini merupakan hasil dari kebijakan pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) dan kelembagaan inti-plasma yang dikembangkan mulai tahun Dalam kelembagaan inti-plasma ini, perkebunan negara dan swasta bertindak sebagai inti yang memberikan layanan dan teknologi dan pengetahuan maupun avalis perkebunan rakyat sebagai plasma. Dengan berkembangnya perkebunan rakyat

35 dan perkebunan swasta, sebagian tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam pembangunan ekonomi seperti penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan rakyat, produksi barang dan jasa, dapat terselesaikan oleh perkebunan rakyat dan perkebunan swasta (Sipayung 2012). 21 Luas areal (hektar) 10,000,000 9,000,000 8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000, Tahun Perkebunan Rakyat Perkebunan Swasta Perkebunan Negara Total Gambar 5 Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit menurut status pengusahaan tahun Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia 2013 Penyebaran perkebunan kelapa sawit tidak merata di seluruh daerah di Indonesia. Hingga tahun 2012, Pulau Sumatera dan Kalimantan memiliki total luas areal masing-masing sebesar 5,913,585 hektar dan 2,814,782 hektar dari total luas areal sebesar 9,074,621 hektar. Tabel 7 menunjukkan provinsi yang memiliki luas areal perkebunan sawit terbesar yaitu Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Jambi. Tabel 7 Luas areal perkebunan kelapa sawit menurut provinsi tahun 2012 Provinsi Luas Areal (Ha) Riau 1,926,859 Sumatera Utara 1,183,278 Kalimantan Tengah 1,015,321 Sumatera Selatan 828,114 Kalimantan Barat 689,060 Kalimantan Timur 685,647 Jambi 630,614 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia 2013

36 22 Perkembangan Produksi CPO Indonesia Pada awalnya total produksi CPO Indonesia didominasi oleh perkebunan negara, namun sejak tahun 1994 proporsi perkebunan negara mulai berkurang dan sejalan dengan perkembangan luas arealnya, produksi perkebunan negara cenderung statis selama periode 1989 hingga Sementara itu perkembangan luas areal perkebunan swasta dan perkebunan rakyat mengalami tren positif. Produksi (Ton) 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000, Tahun Perkebunan Rakyat Perkebunan Swasta Perkebunan Negara Total Gambar 6 Perkembangan produksi CPO Indonesia menurut kepemilikan lahan periode Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia 2013 Secara umum total produksi CPO Indonesia mengalami tren meningkat, sejalan dengan peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit setiap tahunnya. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan produksi yang sangat signifikan yaitu dari 11,861,615 ton menjadi 17,350,848 ton. Hal ini disebabkan perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta yang mengalami peningkatan luas areal secara signifikan. Produksi CPO berpusat di pulau Sumatera dan Kalimantan dengan jumlah produksi masing-masing sebesar 17,317,294 ton dan 5,520,208 ton dari total produksi sebesar 23,521,071 ton. Beberapa provinsi memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan provinsi lainnya, sehingga meskipun luas arealnya lebih kecil namun jumlah produksinya lebih tinggi. Provinsi dengan produksi CPO tertinggi yaitu Riau, Sumatera Utara, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Lebih lanjut, provinsi Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Timur merupakan lumbung nonrenewable energy (energi yang tidak dapat diperbaharui) nasional. Hal ini berarti, terjadi perubahan sumber pertumbuhan ekonomi di provinsi-provinsi tersebut, yakni dari nonrenewable energy menjadi energi yang dapat diperbarui (Sipayung 2012).

37 23 Tabel 8 Produksi CPO Indonesia menurut provinsi tahun 2012 Provinsi Produksi (Ton) Riau 5,840,000 Sumatera Utara 4,142,085 Jambi 2,242,649 Kalimantan Tengah 2,179,572 Sumatera Selatan 1,714,684 Kalimantan Barat 1,459,835 Kalimantan Selatan 1,060,919 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia 2013 Perkembangan Volume Ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda Volume ekspor CPO Indonesia ke India relatif stagnan selama periode 1989 hingga 1998, hingga volume ekspor CPO mencapai level terendah sebesar 50 ton pada tahun Hal ini disebabkan krisis ekonomi yang dialami Indonesia. Pemerintah memberlakukan kebijakan untuk pembatasan ekspor CPO dan peningkatan pajak ekspor CPO dalam rangka memproteksi ketersediaan CPO untuk memenuhi kebutuhan domestik. Pasca krisis ekonomi, volume ekspor CPO Indonesia ke India terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, volume ekspor CPO Indonesia ke India meningkat signifikan menjadi sebesar 912, ton, kemudian selama periode tahun 2006 hingga 2010 mengalami peningkatan yang sangat signifikan hingga mencapai level tertinggi pada tahun 2010 sebesar 4,449, ton. Peningkatan ini juga disebabkan pemerintah Indonesia lebih memfokuskan ekspor CPO ke pasar Asia, karena adanya black campaign terhadap CPO di pasar Eropa. Volume ekspor CPO (ton) 5,000, ,500, ,000, ,500, ,000, ,500, ,000, ,500, ,000, , Tahun India Belanda Gambar 7 Perkembangan volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda tahun Sumber: UN Comtrade 2014

38 24 Volume ekspor CPO Indonesia ke Belanda mengalami tren meningkat selama periode 1989 hingga Berbeda dengan India, sejak dekade awal Belanda telah mengimpor CPO Indonesia dalam jumlah yang besar. Volume ekspor CPO Indonesia ke Belanda sebesar 403, ton pada tahun 1989 dan mencapai level tertinggi pada tahun 2012 dengan volume ekspor sebesar 1,109, ton. Pada kondisi krisis ekonomi tahun 1998, volume ekspor CPO Indonesia ke Belanda berada pada level terendah yaitu sebesar 219, ton. Kebijakan non tarif kandungan Beta-karoten Pemerintah India memberlakukan kebijakan kandungan Beta-karoten dalam CPO yang berlaku mulai 1 Agustus Ketentuan baru mengenai pembatasan kandungan beta karoten dalam CPO yang ditetapkan 500 hingga ppm, setidaknya telah mengakibatkan puluhan ribu ton CPO asal Indonesia tertahan di sejumlah pelabuhan bongkar di India (Kemenperin 2003). Menurut Derom Bangun, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), pembatasan kandungan Beta-karoten dalam CPO berpotensi menjadi masalah besar bagi kalangan eksportir CPO Indonesia karena sebagian besar CPO Indonesia memiliki kandungan Beta-karoten di bawah 500 ppm. Kebijakan tarif bea masuk CPO Sejak tahun 2005, pemerintah India memberlakukan tarif bea masuk CPO sebesar 80 persen. Kebijakan ini merupakan tarif diskriminasi terhadap importir CPO yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand karena tarif CPO lebih tinggi dari tarifsoy bean. 1 Malaysia mengusulkan masalah kenaikan bea masuk CPO menjadi 80 persen yang dikenakan oleh India diselesaikan melalui pembahasan bilateral India-Asean. Melalui kerjasama perdagangan bebas Asean India Free Trade Area (AIFTA), India secara bertahap akan menurunkan bea masuk CPO dari 80 persen menjadi 37.5 persen selama periode tahun 2009 hingga 2018 (ILO). Hambatan non tarif black campaign Uni Eropa Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa mengalami hambatan non tarif berupa black campaign terhadap CPO. Kampanye negatif ini mengangkat isu lingkungan dan kesehatan. Pihak Uni Eropa mengklaim pembukaan lahan sawit telah mengakibatkan deforestasi, pencemaran lingkungan hidup, dan punahnya berbagai flora serta fauna khususnya Orang Hutan. Isu kesehatan yang dikemukakan yaitu kandungan minyak asam pada CPO diklaim sebagai penyebab kerusakan jantung (Kemendag 2012). Greenpeace turut melakukan penolakan terhadap CPO Indonesia. Pengiriman CPO Indonesia diblokir oleh aktivis Greenpeace di pelabuhan Rotterdam di Belanda. Produksi minyak sawit Indonesia diklaim telah menyebabkan kerusakan hutan, oleh karena itu pembabatan hutan harus 1 Rafidah Aziz (Menteri Perdagangan dan Industri Internasional Malaysia) Kenaikan Tarif CPO India Takkan Diselesaikan Secara Kartel. [28 Oktober 2014].

39 dihentikan untuk menyelamatkan hutan Indonesia dan untuk mencegah perubahan iklim yang berbahaya. 2 Pada tahun 2011, Uni Eropa mulai memberlakukan The EU Renewable Energy Directive (RED) tentang ketentuan emisi rumah kaca, sehingga produk minyak sawit Indonesia khususnya CPO akan semakin sulit memasuki kawasan Uni Eropa. Minyak sawit juga dideskriditkan dengan penulisan label tanpa minyak sawit pada berbagai produk kosmestik, sabun, dan bahan olahan pangan (Kemendag 2012). 25 Perkembangan Harga Ekspor CPO Indonesia Harga ekspor CPO Indonesia ke India mengalami tren meningkat selama periode tahun 1989 hingga tahun Peningkatan harga ekspor sebesar US$ dari US$ per ton menjadi US$ per ton. Selama periode tahun 1999 hingga 2001 harga ekspor CPO Indonesia berturut-turut mengalami penurunan hingga mencapai level terendah yaitu sebesar US$ per ton. Setelah tahun 2002, harga ekspor CPO Indonesia ke India mengalami tren meningkat hingga mencapai level tertinggi menjadi sebesar US$ 1, per ton pada tahun Harga ekspor CPO Indonesia ke India mengalami penurunan sebanyak tiga kali selama periode tahun 2001 hingga 2012, yaitu pada tahun 2005, 2008, dan , Harga ekspor CPO (US$/ton) 1, Tahun Harga ekspor India Harga ekspor Belanda Gambar 8 Perkembangan harga ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda tahun Sumber: UN Comtrade Sue Cornor (Juru kampanye kehutanan Greenpeace Internasional) Pengiriman CPO RI Diblokir Greenpeace di Belanda. [6 November 2014].

40 26 Harga ekspor CPO Indonesia ke Belanda cenderung meningkat selama dekade pertama, kemudian mengalami penurunan yang sangat signifikan dari US$ per ton menjadi US$ per ton pada tahun Pada tahun 2001 harga ekspor CPO Indonesia ke Belanda kembali menurun hingga berada pada level terendah sebesar US$ per ton. Pada tahun 2002 harga ekspor CPO Indonesia kembali mengalami peningkatan. Harga ekspor CPO berada pada level US$ per ton disebabkan krisis global. Pada tahun 2011, harga ekspor CPO Indonesia ke Belanda mencapai level tertinggi yaitu sebesar US$ per ton disebabkan krisis Eropa yang terus berkelanjutan. Perkembangan Harga Minyak Kedelai Dunia Berdasarkan data Oil World, pada awal tahun 1990 minyak kedelai dunia mendominasi pangsa minyak nabati dunia. Namun CPO perlahan menggeser konsumsi minyak kedelai, karena biaya produksi CPO lebih rendah dibanding minyak kedelai, sehingga pangsa minyak kedelai terus mengalami penurunan. India merupakan negara pengimpor minyak kedelai terbesar di dunia, sedangkan di Uni Eropa minyak kedelai merupakan salah satu sumber minyak nabati yang mendominasi pangsa pasar minyak nabati setelah minyak kanola dan CPO. Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa harga minyak kedelai mengalami tren meningkat selama periode 1989 hingga tahun Harga minyak kedelai dunia mencapai level tertinggi pada tahun 2008 yaitu sebesar US$ 1, per ton, kemudian mengalami fluktuasi selama periode tahun 2009 hingga Harga minyak kedelai dunia (US$/ton) 1, , , , Tahun Gambar 9 Perkembangan harga minyak kedelai dunia tahun Sumber: UN Comtrade 2014

41 27 Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Dollar Dollar merupakan mata uang yang mendominasi perdagangan di pasar internasional, termasuk perdagangan CPO dunia. Meskipun Indonesia memiliki bargaining position yang sangat kuat sebagai produsen terbesar CPO di dunia, namun Indonesia masih menggunakan dollar Amerika sebagai acuan harga CPO internasional di pasar fisik Rotterdam Belanda. Selain itu penetapan harga patokan ekspor (HPE) CPO Indonesia masih ditetapkan dalam kurs dolar AS. Kurs rupiah terhadap dollar mengalami tren meningkat selama periode 1989 hingga 1997, namun peningkatannya tidak signifikan dan nilai kurs relatif rendah. Kurs rupiah terhadap dollar meningkat dari level terendah Rp 1, per US$ pada tahun 1989 menjadi sebesar 2, per US$ pada tahun Pada tahun 1998 kurs rupiah terhadap dollar mengalami peningkatan yang sangat signifikan hingga mencapai Rp 10, Hal ini dikarenakan krisis ekonomi Indonesia menyebabkan rupiah mengalami depresiasi. Pasca krisis ekonomi, rupiah mengalami apresiasi dan berada pada level Rp 7, per US$ dan Rp 8, per US$ pada tahun 1999 dan Namun, pada tahun 2001 rupiah kembali megalami depresiasi akibat ketidakstabilan politik Indonesia, sehingga nilai kurs meningkat ke level Rp 10, per US$. Sejak memasuki tahun 2002, stabilitas ekonomi meningkat dan nilai tukar rupiah menguat kemudian rupiah cenderung berfluktuasi hingga kurs rupiah terhadap dollar mencapai level tertinggi sebesar Rp 10, pada tahun Depresiasi rupiah ini disebabkan krisis ekonomi global. Rupiah menguat pada tahun 2010 dan 2011, namun kembali mengalami depresiasi pada tahun 2012 yang disebabkan krisis Eropa. Kurs Rupiah terhadap dollar (Rp/US$) 12, , , , , , Tahun Gambar 10 Perkembangan kurs rupiah terhadap dollar tahun Sumber : IMF 2014

42 28 Kebijakan Pajak Ekspor Dasar kebijakan pajak ekspor yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2005 tentang pungutan ekspor atas barang ekspor tertentu. Tujuan pengenaan pajak ekspor dijelaskan pada pasal 2 ayat 2, yaitu: a. menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri; b. melindungi kelestarian sumber daya alam; c. mengantisipasi pengaruh kenaikan harga yang cukup drastis dari barang ekspor tertentu di pasar internasional; atau d. menjaga stabilitas harga barang tertentu di dalam negeri. Pengaturan pemerintah terhadap CPO telah dilakukan sejak tahun 1978 melaui SK Menteri Perdagangan & Koperasi, Menteri Pertanian dan Menteri Perindustrian mengenai pengaturan tata niaga minyak untuk kebutuhan domestik dan tujuan ekspor. Pada tahun 1991 terdapat Paket Kebijakan Deregulasi, diantaranya mengenai pembebasan pajak ekspor CPO. Pemerintah melakukan penetapan pajak ekspor CPO pada tahun 1994 melalui SK Menteri Keuangan No. 439/KMK.017/1994. Pada tahun 1997 pemerintah melakukan beberapa perubahan. Pajak ekspor turun dari 10 hingga 12 persen menjadi 2 hingga 5 persen pada bulan Juli melalui SK Menteri Keuangan No. 622/KMK.01/1997. Pada tanggal 17 Desember 1997 pemerintah melakukan penetapan pajak ekspor tambahan (PET) terhadap CPO, hingga puncaknya pelarangan ekspor CPO melalui SK Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 420/DJPDN/XI/91. Krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1998 mengakibatkan nilai kurs rupiah melemah, sehingga pemerintah kenaikan pajak ekspor CPO hingga mencapai 60 persen berdasarkan SK Menteri Keuangan No. 334/KMK.07/1998 untuk menahan laju ekspor CPO. Pasca krisis ekonomi, pajak ekspor CPO terus mengalami penurunan. Pada bulan Januari 1999, pajak ekspor CPO sebesar 40 persen, kemudian diturunkan menjadi 30 persen pada bulan Juni, hingga pada bulan Februari 2001 pajak ekspor CPO menjadi 3 persen. Pada tahun 2007, diberlakukan pajak ekspor progresif. Pajak ekspor yang ditetapkan yaitu dari 0 persen (harga di bawah US$ 550 per ton) hingga 10 persen (harga di atas US$ 850 per ton) melalui SK Nomor 94/PMK.011/2007. Tabel 9 Pajak ekspor berdasarkan SK Nomor 94/PMK.011/2007 Tingkat harga US$/Ton Pajak ekspor (persen) Harga referensi < Harga referensi Harga referensi Harga referensi Harga referensi > Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2007 Pada tahun 2008 pemerintah melakukan perubahan tingkat tarif dan harga referensi CPO menjadi 0 persen (harga di bawah US$ 700 per ton) hingga 25 persen (harga di atas US$ 1,251 per ton) melalui SK Nomor 159/PMK.011/2008 dan SK Nomor 223/PMK.011/2008. Hal ini dikarenakan harga CPO dunia mengalami peningkatan.

43 29 Tabel 10 Pajak ekspor berdasarkan SK Nomor 223/PMK.011/2008 Tingkat harga US$/Ton Pajak ekspor (persen) Harga referensi < Harga referensi Harga referensi Harga referensi Harga referensi Harga referensi Harga referensi Harga referensi 1,001-1, Harga referensi 1,051-1, Harga referensi 1,101-1, Harga referensi 1,151-1, Harga referensi1,201-1, Harga referensi > 1, Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2008 Perhitungan Bea Keluar adalah sebagai berikut : a. Dalam hal Tarif Bea Keluar ditetapkan berdasarkan persentase dari Harga Ekspor (advalorum), Bea Keluar dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: Tarif Bea Keluar x Jumlah Satuan Barang x Harga Ekspor per Satuan Barang x Nilai Tukar Mata Uang. b. Dalam hal Tarif Bea Keluar ditetapkan secara spesifik, Bea Keluar dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : Tarif Bea Keluar Per Satuan Barang Dalam Satuan Mata Uang Tertentu x Jumlah Satuan Barang x Nilai Tukar Mata Uang. Pajak ekspor dan tingkat harga referensi kembali mengalami perubahan pada tahun 2011 melalui PMK Nomor 128/PMK.011/2011. Harga minimum menjadi sebesar US$ 750 per ton dengan pajak sebesar 0 persen dan tingkat harga terrtinggi lebih dari US$ 1,251 per ton dengan pajak sebesar 22.5 persen. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Daya Saing CPO Indonesia di Pasar India dan Belanda Analisis daya saing CPO Indonesia di Pasar India dan Belanda menggunakan pendekatan Revealed Comparative Advantage (RCA). CPO Indonesia dapat dikatakan memiliki keunggulan komparatif jika pangsa nilai ekspor CPO Indonesia di India atau Belanda dalam total nilai ekspor Indonesia ke India atau Belanda lebih besar dari pangsa nilai ekspor CPO dunia di India atau Belanda dalam total nilai ekspor dunia ke India atau Belanda. Berdasarkan hasil analisis RCA dapat diketahui bahwa komoditi CPO Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi di pasar India dan Belanda dengan perolehan nilai rata-rata RCA lebih dari satu (RCA > 1) selama periode tahun 1989 hingga 2012.

44 Nilai RCA Pasar India Pasar Belanda Gambar 11 Perkembangan nilai RCA CPO Indonesia di pasar India dan pasar Belanda periode Nilai RCA CPO Indonesia di pasar India sangat berfluktuatif selama periode tahun 1989 hingga Pada tahun 1991 dan 1992 nilai RCA CPO Indonesia di pasar India mengalami peningkatan. Tahun 1991 nilai ekspor CPO Indonesia meningkat secara signifikan dari US$ 512,000 menjadi US$ 3,568,000, sehingga pangsa nilai ekspor CPO Indonesia terhadap total ekspor Indonesia di India meningkat signifikan dari menjadi dan menyebabkan peningkatan nilai RCA CPO Indonesia di pasar India menjadi Nilai ekspor CPO Indonesia di pasar India pada tahun 1992 mengalami penurunan menjadi US$ 2,262,896, sehingga pangsa nilai ekspor CPO Indonesia terhadap total nilai ekspor Indonesia ke India menurun. Namun pangsa CPO dunia juga mengalami penurunan karena nilai total ekspor CPO dunia di pasar India turun menjadi US$ 3,019,199, sedangkan total nilai ekspor dunia ke India mengalami peningkatan yang signifikan dari US$ 8,572,029,934 menjadi US$ 10,399,195,359. Hal ini menyebabkan nilai RCA kembali meningkat menjadi dan merupakan perolehan nilai RCA CPO Indonesia di pasar India yang tertinggi selama periode tahun 1989 hingga Pangsa nilai ekspor CPO Indonesia dan pangsa nilai ekspor CPO dunia di pasar India mengalami penurunan pada tahun Dari total nilai ekspor CPO dunia di pasar India US$ 1,496,835, sebesar US$1,346,172 diserap oleh Indonesia. Penurunan pangsa CPO Indonesia dan dunia di pasar India mengakibatkan nilai RCA turun menjadi Pada tahun 1994 nilai RCA CPO Indonesia di India mengalami penurunan yang sangat signifikan menjadi Penurunan ini diakibatkan terjadinya penurunan nilai ekspor CPO Indonesia ke India dari US$ 1,346,172 menjadi US$ 437,199, sementara nilai ekspor CPO dunia ke India mengalami peningkatan. Hal ini berarti telah terjadi penurunan pangsa ekspor CPO Indonesia terhadap total nilai ekspor Indonesia di pasar India. Sedangkan pangsa CPO dunia cenderung konstan, karena nilai ekspor CPO dan total nilai ekspor dunia di pasar India sama-sama mengalami peningkatan.

45 31 Tabel 11 Nilai RCA CPO Indonesia di pasar India periode tahun Tahun Nilai RCA Tahun Nilai RCA Pada tahun 1995 nilai RCA CPO Indonesia di India meningkat disebabkan nilai ekspor CPO Indonesia ke India mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari nilai ekspor CPO sebesar US$ 437,199 menjadi US$ 1,237,686. Di tahun yang sama total nilai ekspor dunia di pasar India meningkat signifikan, sehingga nilai RCA mengalami peningkatan menjadi Nilai RCA CPO Indonesia di India kembali mengalami penurunan berturut-turut pada periode 1996 hingga Pada tahun 1996 nilai ekspor CPO Indonesia dan nilai ekspor CPO dunia ke India sama-sama mengalami peningkatan menjadi US$ 3,996,690 dan US$ 4,941,640. Namun pangsa CPO dunia di India mengalami penurunan, sehingga nilai RCA mengalami penurunan dari menjadi Di tahun berikutnya nilai RCA kembali mengalami penurunan yang signikan menjadi sebesar Penurunan ini disebabkan nilai ekspor CPO Indonesia turun dari US$ 3,996,690 menjadi US$ 2,949,618, sementara total nilai ekspor meningkat menjadi US$ 730,642,944. Daya saing komparatif CPO Indonesia di pasar India berada pada tingkat terendah pada tahun 1998 dengan perolehan nilai RCA kurang dari 1 (RCA < 1) yaitu sebesar 0.64, sehingga pada tahun tersebut komoditi CPO Indonesia di pasar India memiliki keunggulan komparatif rendah (di bawah rata-rata dunia). Pada tahun 1998 nilai ekspor CPO Indonesia ke India hanya mencapai US$ 27,272 dari total nilai ekspor CPO dunia di pasar India sebesar US$ 1,605,088. Hal ini berarti nilai ekspor CPO di India sebesar US$1,577,816 diserap oleh pesaing. Penurunan nilai ekspor CPO Indonesia di pasar India yang signifikan disebabkan krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun tersebut. Pasca krisis ekonomi, Indonesia berhasil meningkatkan nilai ekspor CPO Indonesia menjadi US$ 8,209,613 pada tahun 1999 dan kembali mengalami peningkatan yang sangat signifikan menjadi US$ 233,992,535 pada tahun Peningkatan nilai ekspor CPO Indonesia ke India diiringi peningkatan nilai ekspor CPO dunia ke pasar India dari US$ 1,605,088 pada tahun 1998 menjadi US$ 15,532,767 dan US$ 285,291,407 pada tahun 1999 dan Namun pangsa CPO Indonesia juga mengalami peningkatan yang signifikan, sehingga nilai RCA CPO Indonesia di pasar india meningkat menjadi dan selama periode tahun 1999 hingga 2000.

46 32 Nilai ekspor CPO Indonesia di pasar India terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan total nilai ekspor CPO dunia di India pada periode 2001 hingga2012, kecuali pada tahun 2005 dan 2009 nilai ekspor CPO mengalami penurunan. Pada periode 2001 hingga 2012 nilai RCA CPO Indonesia di India cenderung lebih stabil dari periode sebelumnya. Nilai RCA CPO Indonesia di pasar India mengalami peningkatan yang konsisten selama periode tahun 2001 sampai2007, hingga mencapai yang disebabkan peningkatan pangsa nilai ekspor CPO Indonesia terhadap total nilai ekspor Indonesia di India. Pada tahun 2008 terjadi krisis global yang berdampak pada kondisi perekonomian negara-negara di dunia. Nilai RCA CPO Indonesia cenderung mengalami tren menurun selama periode 2008 hingga Namun pada tahun 2008 nilai ekspor CPO Indonesia dan total nilai ekspor CPO dunia di pasar India masih mengalami peningkatan, meskipun pangsa CPO Indonesia mengalami penurunan yang menyebabkan menurunnya nilai RCA CPO Indonesia di pasar India dari menjadi Dampak krisis global baru terlihat pada tahun berikutnya yaitu penurunan total nilai ekspor CPO dunia yang diiringi penurunan nilai ekspor CPO Indonesia di pasar India. Nilai ekspor CPO Indonesia di India menurun menjadi sebesar US$ 2,611,278,770 dari total nilai ekspor CPO dunia sebesar US$ 3,004,301,189 yang menyebabkan menurunnya perolehan nilai RCA menjadi Perekonomian dunia mulai mengalami pemulihan dan nilai ekspor CPO di India mengalami peningkatan selama periode 2010 hingga Peningkatan nilai ekspor diiringi meningkatnya pangsa nilai ekspor CPO Indonesia terhadap total nilai ekspor Indonesia di India, sehingga nilai RCA mengalami peningkatan menjadi Berbeda dengan tahun sebelumnya, meskipun nilai ekspor CPO Indonesia dan total nilai ekspor CPO dunia di India kembali mengalami peningkatan, namun nilai RCA turun menjadi pada tahun 2011 yang disebabkan pangsa CPO Indonesia mengalami penurunan. Pada tahun 2012 nilai RCA CPO Indonesia kembali turun menjadi yang disebabkan menurunnya nilai ekspor CPO Indonesia dari US$ 4,465,022,137 menjadi US$ 3,308,546,141. Tabel 12 Nilai RCA CPO Indonesia di pasar Belanda periode tahun Tahun Nilai RCA Tahun Nilai RCA

47 Nilai ekspor CPO Indonesia pada tahun 1989 sebesar US$ 122,129,000 yang hampir menyerap seluruh pangsa nilai ekspor CPO dunia di pasar Belanda sebesar US$ 128,053,064. Nilai RCA CPO Indonesia di pasar Belanda pada tahun 1989 sebesar 70.91, kemudian turun menjadi pada tahun Penurunan ini disebabkan nilai ekspor CPO Indonesia turun menjadi US$74,150,544. Selama periode tahun 1991 hingga 1992 nilai ekspor CPO Indonesia mengalami peningkatan menjadi US$ 103,870,912 dan US$ 130,498,544, namun hanya pada tahun 1991 nilai RCA CPO Indonesia meningkat menjadi Tahun 1992 nilai RCA CPO Indonesia turun menjadi disebabkan menurunnya pangsa nilai ekspor CPO Indonesia di pasar Belanda. Selama periode tahun 1993 hingga 1995 nilai RCA CPO Indonesia di pasar Belanda berturt-turut mengalami peningkatan. Tahun 1993 nilai RCA CPO meningkat menjadi karena pangsa nilai ekspor CPO dunia mengalami penurunan. Tahun 1994 nilai ekspor CPO Indonesia di pasar Belanda meningkat dari US$ 129,659,768 menjadi US$ 198,968,656, sehingga pangsa terhadap total nilai ekspor Indonesia di Belanda meningkat. Namun, pangsanilai ekspor CPO dunia di Belanda mengalami peningkatan yang lebih signifikan. Hal ini menyebabkan naiknya nilai RCA CPO Indonesia menjadi Pada tahun 1995, pangsa nilai ekspor CPO Indonesia menurun karena peningkatan nilai ekspor CPO Indonesia lebih kecil dari peningkatan total nilai ekspor Indonesia di pasar Belanda. Namun pada tahun tersebut nilai RCA CPO Indonesia di Belanda mencapai tingkat tertinggi dengan perolehan sebesar yang disebabkan penurunan pangsa nilai CPO dunia di pasar Belanda. Tahun 1996 nilai RCA CPO Indonesia mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi Nilai ekspor CPO Indonesia di Belanda turun dari US$ 214,393,568 menjadi US$ 212,227,264, sedangkan nilai ekspor CPO dunia di Belanda mengalami peningkatan. Selama periode tahun 1997 hingga1998 nilai RCA CPO meningkat menjadi dan Pada tahun 1997 nilai ekspor CPO Indonesia di Belanda meningkat menjadi US$ 326,862,080, kemudian pada tahun 1998 nilai ekspor CPO Indonesia turun secara signifikan menjadi US$ 119,834,408 akibat krisis ekonomi yang dialami Indonesia. Pasca krisis ekonomi Indonesia pada tahaun 1999 nilai ekspor CPO Indonesia di pasar India mengalami peningkatan menjadi US$ 125,705,608, namun pangsa nilai ekspornya terhadap total nilai ekspor CPO dunia ke Belanda menurun. Perolehan nilai RCA turun menjadi 82.54, kemudian kembali meningkat pada tahun 2000 menjadi Nilai ekspor CPO Indonesia ke Belanda turun menjadi US$ 108,104,905 tetapi pangsa nilai ekspor CPO dunia ke pasar Belanda mengalami peningkatan yang lebih signifikan. Pada tahun 2001 nilai RCA CPO Indonesia ke Belanda mengalami penurunan yang signifikan menjadi disebabkan menurunnya nilai ekspor CPO Indonesia ke Belanda. Dari total nilai ekspor di pasar Belanda sebesar US$ 216,060,780, Indonesia hanya menyerap sebesar US$ 102,574,649. Nilai RCA kembali meningkat pada tahun 2002 menjadi seiring peningkatan nilai ekspor CPO Indoneisa di Belanda menjadi US$ 218,740,703. Selama periode 2003 hingga 2004 nilai RCA mengalami penurunan menjadi dan Menurunnya nilai RCA di tahun 2003 disebabkan menurunnya nilai ekspor CPO Indonesia ke Belanda menjadi US$ 129,468,217, sedangkan nilai RCA turun pada tahun 2004 karena meningkatnya pangsa CPO dunia di pasar Belanda. Pada 33

48 34 tahun selanjutnya nilai RCA meningkat menjadi karena nilai ekspor CPO Indonesia di Belanda meningkat dari US$ 129,468,217 menjadi US$ 239,089,062. Selama periode 2006 hingga 2007 nilai RCA CPO Indonesia mengalami penurunan disebabkan meningkatya pangsa nilai ekspor CPO dunia di pasar Belanda. Pada tahun 2006 nilai ekspor CPO Indonesia di Belanda meningkat menjadi US$ 322,370,141, namun nilai total eskpor CPO dunia di Belanda mengalami peningkatan yang lebih signifikan dari US$579,749,319 menjadi US$ 825,037,375. Tahun 2006 Indonesia hanya menyerap nilai ekspor CPO sebesar US$ 370,062,746, sedangkan sisa nilai ekspor CPO sebesar US$ 1,492,673,328 diserap oleh pesaing. Nilai RCA turun dari tahun 2006 sebesar 68.52menjadi Selama periode tahun 2008 hingga 2009 nilai RCA mengalami peningkatan menjadi dan Meningkatnya nilai RCA pada tahun 2008 disebabkan peningkatan nilai ekspor CPO Indonesia menjadi US$ 786,712,815, selain itu total nilai ekspor CPO dunia mengalami penurunan menjadi US$ 1,708,049,463. Sementara peningkatan nilai RCA pada tahun 2009 disebabkan oleh penurunan total nilai ekspor CPO dunia di pasar Belanda menjadi US$ 1,274,432,223, sedangkan nilai ekspor CPO Indonesia mengalami penurunan. Daya saing komoditi CPO Indonesia di pasar Belanda selama periode 2010 hingga 2011terus melemah dengan perolehan nilai RCA yang terus mengalami penurunan. Pada tahun 2010 pangsa nilai ekspor CPO Indonesia meningkat menjadi US$ 800,848,886 dari total nilai ekspor Indonesia sebesar US$ 1,523,090,126. Namun pangsa total nilai ekspor Indonesia mengalami peningkatan menjadi US$ 3,722,455,122 dari total nilai ekspor dunia sebesar US$ 800,848,886, sehingga perolehan nilai RCA turun menjadi Nilai ekspor CPO Indonesia di pasar Belanda mengalami penurunan menjadi US$ 601,834,422 yang mengakibatkan turunnya pangsa nilai ekspor CPO Indonesia. Sementara itu pangsa nilai ekspor CPO dunia di pasar India mengalami peningkatan, sehingga nilai RCA CPO turun secara signifikan dari tahun sebelumnya menjadi Nilai RCA CPO Indonesia mengalami peningkatan menjadi pada tahun Peningkatan ini disebabkan meningkatnya nilai ekspor secara signifikan menjadi US$ 1,031,539,048. Hal ini menyebabkan pangsa nilai ekspor CPO Indonesia di pasar Belanda mengalami peningkatan. Pangsa nialai ekspor CPO dunia di pasar Belanda juga mengalami peningkatan, namun peningktan npangsa nilai ekspor CPO Indonesia lebih signifikan. Berdasarkan perolehan nilai RCA CPO Indonesia di kedua negara dapat diketahui bahwa komoditi CPO Indonesia selama periode 1989 hingga 2012 secara umum memiliki daya saing yang sangat kuat di pasar India dan Belanda. Nilai RCA rata-rata CPO Indonesia di pasar India sebesar 36.76, sedangkan nilai RCA rata-rata CPO Indonesia di pasar Belanda sebesar Meskipun nilai ekspor CPO Indonesia ke Belanda lebih kecil dari nilai ekspor CPO ke India, namun nilai RCA CPO Indonesia di pasar Belanda lebih tinggi dibandingkan di pasar India. Hal ini disebabkan rata-rata pangsa total nilai ekspor CPO dunia terhadap total nilai ekspor dunia di pasar Belanda selama periode tahun 1989 hingga 2012 sebesar Lebih rendah dibandingkan rata-rata pangsa total nilai ekspor CPO dunia terhadap total nilai ekspor dunia di pasar India sebesar (Lampiran 3 dan 4).

49 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor CPO Indonesia ke India Uji kesesuaian model Metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke India adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil estimasi model ekspor CPO Indonesia ke India dapat dilihat pada Tabel Coeffisient (Lampiran 7). Persamaan model dapat ditulis sebagai berikut: LnY = LnX LnX LnX LnX D 1 + ε Pada Tabel Model Summary (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar Artinya variasi volume ekspor CPO Indonesia ke India dapat dijelaskan bersama-sama sebesar 92.5 persen oleh harga ekspor CPO Indonesia ke India, harga minyak kedelai dunia, kurs rupiah terhadap dollar, nilai RCA CPO Indonesia di India, dan pajak progresif, sedangkan sisanya sebesar 7.7 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Uji asumsi klasik Untuk memperoleh model terbaik atau Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) maka model regresi harus memenuhi asumsi normalitas dan terbebas dari asumsi multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Normalitas Uji normalitas digunakan untukmengetahui bahwa data berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan uji P-Plot dan histogram. Berdasarkan Gambar P-P Plot (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa data menyebar di atas dan di bawah garis angka nol, sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi dengan normal. Gambar histogram (Lampiran 6) juga menunjukkan bahwa data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, sehingga grafik histogram menunjukkan pola distribusi normal. Uji normalitas menggunakan P-Plot dan histogram dapat dideskripsikan dengan salah untuk jumlah data yang kecil, oleh karena itu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov. Normalitas dipenuhi jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari taraf signifikansi. Pada Tabel hasil uji Kolmogorov-Smirnov (Lampiran 6) diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari alpha 5 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual pada model berdistribusi normal. Multikolinearitas Berdasarkan Tabel Coeffisient (Lampiran 7) masing-masing variabel independen memiliki nilai Tolerance tidak lebih kecil dari 0.1 berarti tidak ada korelasi antar peubah yang melebihi 95 persen dan nilai VIF tidak lebih besar dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi linier tidak mengalami masalah multikolinearitas. 35

50 36 Autokorelasi Deteksi autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin- Watson. Jumlah variabel independen (k) yang digunakan sebanyak 5 dan jumlah observasi (n) sebanyak 24, maka diperoleh nilai du sebesar dan nilai dl sebesar Tabel Model Summary (Lampiran 5) menunjukkannilai Durbin- Watson (dw) sebesar Berdasarkan aturan keputusan durbin watson, nilai tersebut berada pada daerah No decision yaitu 0 dw (1.270) du (1.9018), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada keputusan model regresi linier berganda terbebas atau tidak terbebas dari autokorelasi. Untuk memperoleh keputusan, maka residual regresi diolah dengan menggunakan uji run. Apabila nilai hasil run test lebih besar daripada tingkat signifikansi (alpha), maka tidak terdapat masalah autokorelasi pada data yang diuji. Pada Tabel Runs Test (Lampiran 8) diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0.531, maka hasil run test lebih besar dari alpha 5 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa data yang dipergunakan cukup random, sehingga tidak terdapat autokorelasi. Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji residu. Berdasarkan Gambar scatterplots (Lampiran 9) terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y dan tidak membentuk pola tertentu. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas pada model regresi. Pengujian gabungan dan parsial Hasil uji F tertera pada Tabel ANOVA (Lampiran 10). Pada kolom Sig dapat dilihat bahwa diperoleh nilai-p (0.000) lebih kecil alpha 5 persen, maka dapat disimpulkan model regresi secara keseluruhan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini berarti variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen pada taraf 5 persen. Hasil uji t dapat dilihat pada Tabel Coeffisients (Lampiran 7). Berdasarkan nilai Sig. terdapat dua variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 1 persen, yaitu variabel kurs rupiah terhadap dollar dan nilai RCA CPO Indonesia di India sedangkan variabel harga ekspor CPO Indonesia ke India, harga minyak kedelai dunia, dan variabel dummy pajak progresif berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen. Interpretasi pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dapat dijelaskan sebegai berikut: Harga ekspor CPO Indonesia ke India (LnX 1 ) Variabel harga ekspor CPO Indonesia ke India (LnX 1 ) berpengaruh signifikan dengan nilai sig yang lebih kecil dari alpha 5 persen dan memiliki korelasi negatif terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke India. Nilai koefisien yang menunjukkan elastisitas sebesar Artinya setiap kenaikan harga ekspor CPO Indonesia ke India sebesar 1 persen maka akan menurunkan volume ekspor CPO Indonesia ke India sebesar persen, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis dan teori permintaan bahwa apabila harga komoditi mengalami peningkatan, maka kuantitas permintaan atas komoditi tersebut akan mengalami penurunan. Hasil analisis ini juga sesuai dengan

51 penelitian Djoni et al. (2013) yang menunjukkan bahwa harga ekspor komoditi berpengaruh negatif terhadap volume ekspor komoditi tersebut. Harga minyak kedelai dunia (LnX 2 ) Variabel harga minyak kedelai dunia (LnX 2 ) berpengaruh signifikan dengan nilai sig yang lebih kecil dari alpha 5 persen dan memiliki korelasi positif terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke India. Nilai koefisien yang menunjukkan elastisitas sebesar Artinya setiap kenaikan harga minyak kedelai dunia sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan volume ekspor CPO Indonesia ke India sebesar persen, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis dan teori bahwa peningkatan harga komoditi substitusi akan meningkatkan volume permintaan suatu komoditi. Hasil analisis ini juga sesuai dengan penelitian Siregar et al. (2006) yang menunjukkan bahwa harga minyak kedelai dunia berpengaruh positif terhadap ekspor CPO Indonesia. Jika supply minyak kedelai menurun, maka harga minyak kedelai mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan negara yang mengkonsumsi minyak kedelai beralih membeli CPO sebagai komoditi substitusi. Kurs rupiah terhadap dollar (LnX 3 ) Variabel kurs rupiah terhadap dollar (LnX3) berpengaruh signifikan dengan nilai sig yang lebih kecil dari alpha 1 persen dan memiliki korelasi positif terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke India. Nilai koefisien menunjukkan elastisitas sebesar Artinya setiap kenaikan kurs rupiah terhadap dollar sebesar 1 persen maka akan meningkatkanvolume ekspor CPO Indonesia ke India sebesar persen, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis dan teori bahwa depresiasi mata uang negara pengekspor mengakibatkan peningkatan volume permintaan suatu komoditi ekspor (Mankiw 2006). Hasil analisis ini juga sesuai dengan hasil penelitian Widyastutik (2011) dan Purba et al. (2009) yang menunjukkan kurs rupiah berpengaruh positif terhadap ekspor. Nilai RCA CPO Indonesia di India (LnX 4 ) Variabel nilai RCA CPO Indonesia di India (LnX 4 ) tidak berpengaruh signifikan dengan nilai sig yang lebih kecil dari alpha 1 persen dan memiliki korelasi positif terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke India. Nilai koefisien menunjukkan elastisitas sebesar Artinya setiap kenaikan nilai RCA CPO Indonesia di India sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan volume ekspor CPO Indonesia ke India sebesar persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa semakin tinggi daya saing komparatif suatu komoditi, maka semakin tinggi volume ekspor komoditi tersebut. Pajak progresif (D 1 ) Variabel dummy pajak progresif (D 1 ) berpengaruh signifikan dengan nilai sig yang lebih kecil dari alpha 5 persen dan memiliki korelasi positif terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke India. Nilai koefisien menunjukkan elastisitas sebesar Artinya pajak progresif akan meningkatkan volume ekspor CPO Indonesia ke India sebesar persen, cateris paribus. Hal ini dikarenakan besar pajak progresif mengacu pada fluktuasi harga CPO di pasar internasional. Selama periode November 2008 hingga Maret 37

52 , pajak ekspor CPO tertinggi yang dikenakan sebesar 3 persen yaitu pada bulan Juni dan Juli tahun 2009, dan bulan Januari, Februari, dan Maret tahun 2010, sedangkan sisanya pajak ekspor yang dikenakan sebesar 0 persen. Pajak ekspor CPO yang cenderung rendah selama periode tersebut disebabkan revisi pajak ekspor CPO melalui SK Nomor 223/PMK.011/2008. Pajak ekspor yang dikenakan sebesar 0 persen untuk harga di bawah US$ 700 per ton, merevisi harga minimum sebesar US$ 550 per ton pada SK Nomor 94/PMK.011/2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor CPO Indonesia ke Belanda Uji kesesuaian model Metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke Belanda adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil estimasi model ekspor CPO Indonesia ke Belanda dapat dilihat pada Tabel Coeffisient (Lampiran 13). Persamaan model dapat ditulis sebagai berikut: LnY = LnX LnX LnX LnX D1 + ε Pada Tabel Model Summary (Lampiran 11) dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar Artinya variasi volume ekspor CPO Indonesia ke India dapat dijelaskan bersama-sama sebesar 62.5 persen oleh harga ekspor CPO Indonesia ke Belanda, harga minyak kedelai dunia, kurs rupiah terhadap dollar, nilai RCA CPO Indonesia di Belanda, dan pajak progresif sedangkan sisanya sebesar 37.5 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Hal ini disebabkan faktor lain yang tidak bisa dijelaskan oleh model adalah faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke Belanda, namun tidak dapat dikuantitatifkan, yaitu keberadaan pelabuhan Rotterdam di Belanda yang menjadi basis ekspor CPO Indonesia. Hal ini sesuai dengan penjelasan Krugman and Obsfeld (2000) yang menyatakan bahwa volume perdagangan Belanda yang tinggi disebabkan oleh faktor geografi, yaitu keberadaan pelabuhan Rotterdam sebagai pelabuhan terpenting di Eropa. Uji asumsi klasik Untuk memperoleh model terbaik atau Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) maka model regresi harus memenuhi asumsi normalitas dan terbebas dari asumsi multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji P-Plot dan histogram. Berdasarkan Gambar P-P Plot (Lampiran 12) dapat dilihat bahwa data menyebar di atas dan di bawah garis angka nol, sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi dengan normal. Gambar histogram (Lampiran 12) juga menunjukkan bahwa data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, sehingga grafik histogram menunjukkan pola distribusi normal. Uji normalitas menggunakan P-Plot dan histogram dapat dideskripsikan dengan salah untuk

53 jumlah data yang kecil, oleh karena itu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov. Normalitas terpenuhi jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari taraf signifikansi. Pada Tabel hasil uji Kolmogorov-Smirnov (Lampiran 12) diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari alpha 5 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual pada model berdistribusi normal. Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai Tolerance dan VIF. Berdasarkan Tabel Coeffisient (Lampiran 12) masing-masing variabel independen memiliki nilai Tolerance tidak lebih kecil dari 0.1 berarti tidak ada korelasi antar peubah yang melebihi 95 persen dan nilai VIF tidak lebih besar dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi linier tidak mengalami masalah multikolinearitas. Autokorelasi Deteksi autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin- Watson. Jumlah variabel independen (k) yang digunakan sebanyak 5 dan jumlah observasi (n) sebanyak 24, maka diperoleh nilai du sebesar dan nilai dl sebesar Tabel Model Summary (Lampiran 11) menunjukkan nilai Durbin- Watson (dw) sebesar Berdasarkan aturan keputusan durbin watson, nilai tersebut berada pada daerah No decision yaitu 4 du (1.9018) < dw (2.506) < 4 dl (0.9249), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada keputusan model regresi linier berganda terbebas atau tidak terbebas dari autokorelasi. Untuk memperoleh keputusan, maka residual regresi diolah dengan menggunakan uji run. Apabila nilai hasil run test lebih besar dari tingkat signifikasi (alpha), maka tidak terdapat masalah autokorelasi pada data yang diuji. Pada Tabel Runs Test (Lampiran 14) diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000, maka hasil run test lebih besar dari alpha 5 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa data yang dipergunakan cukup random, sehingga tidak terdapat autokorelasi. Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji residu. Berdasarkan Gambar scatterplots (Lampiran 15) terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y dan tidak membentuk pola tertentu. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas pada model regresi. Pengujian gabungan dan parsial Hasil uji F tertera pada Tabel ANOVA (Lampiran 16). Pada kolom Sig dapat dilihat bahwa diperoleh nilai-p (0.002) lebih kecil alpha 5 persen, maka dapat disimpulkan model regresi secara keseluruhan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini berarti variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependenpada taraf 5 persen. Hasil uji t dapat dilihat pada Tabel Coeffisients (Lampiran 13). Berdasarkan nilai Sig. terdapat dua variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen, yaitu variabel harga minyak kedelai dunia dan pajak progresif, dua variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen, 39

54 40 yaitu harga ekspor CPO Indonesia ke Belanda dan nilai RCA CPO Indonesia di India dan Belanda, sedangkan variabel kurs rupiah terhadap dollar tidak berpengaruh signifikan. Hal ini dikarenakan Belanda mengimpor CPO dari Indonesia untuk diekspor kembali ke berbagai negara, khususnya negara-negara Eropa seperti Perancis, Jerman, Italia, dan Spanyol. Hal yang sama dijelaskan pada penelitian Siregar et al. (2006) bahwa Belanda mengimpor CPO untuk menjaga stok penjualan di pasar Rotterdam dan dengan tujuan untuk diperdagangkan kembali, sehingga hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hanya variabel pajak ekspor CPO yang berpengaruh signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia ke Belanda. Variabel harga minyak kedelai, harga produk turunan CPO (mentega), GDP per kapita Belanda, dan kurs Guilder Belanda terhadap dollar tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan CPO Indonesia. Interpretasi pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dapat dijelaskan sebagai berikut: Harga ekspor CPO Indonesia ke Belanda (LnX 1 ) Variabel harga ekspor CPO Indonesia ke Belanda (LnX 1 ) berpengaruh signifikan dengan nilai sig yang lebih kecil dari alpha 10 persen dan memiliki korelasi negatif terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke Belanda. Nilai koefisien menunjukkan elastisitas sebesar , artinya setiap kenaikan harga ekspor CPO Indonesia ke Belanda sebesar 1 persen maka akan menurunkan volume ekspor CPO Indonesia ke Belanda sebesar persen, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis dan teori permintaan bahwa apabila suatu harga dari suatu komoditi mengalami peningkatan, maka kuantitas permintaan atas komoditi tersebut akan mengalami penurunan. Hasil analisis ini juga sesuai dengan penelitian Djoni et al. (2013) yang menunjukkan bahwa harga ekspor komoditi berpengaruh negatif terhadap volume ekspor komoditi tersebut. Harga minyak kedelai dunia (LnX 2 ) Variabel harga minyak kedelai dunia (LnX 2 ) berpengaruh signifikan dengan nilai sig yang lebih kecil dari alpha 5 persen dan memiliki korelasi positif terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke Belanda. Nilai koefisien menunjukkan elastisitas sebesar 1.010, artinya setiap kenaikan harga minyak kedelai dunia sebesar 1 persen maka akan meningkatkan volume ekspor CPO Indonesia ke Belanda sebesar persen, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis dan teori bahwa peningkatan harga komoditi subtitusi akan meningkatkan volume permintaan suatu komoditi. Hasil analisis ini juga sesuai dengan hasil penelitian Siregar et al. (2006) yang menunjukkan bahwa harga minyak kedelai berpengaruh positif terhadap ekspor CPO Indonesia. Kurs rupiah terhadap dollar (LnX 3 ) Variabel kurs rupiah terhadap dollar (LnX 3 ) tidak berpengaruh signifikan dengan nilai sig yang lebih besar dari alpha 5 persen dan memiliki korelasi positif terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke Belanda. Nilai koefisien menunjukkan elastisitas sebesar 0.042, artinya setiap kenaikan kurs rupiah terhadap dollar sebesar 1 persen maka akan meningkatkan volume ekspor CPO Indonesia ke India sebesar persen, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis dan teori bahwa depresiasi mata uang negara pengekspor mengakibatkan

55 peningkatan volume permintaan suatu komoditi ekspor (Mankiw 2006). Hasil analisis ini juga sesuai dengan hasil penelitian Widyastutik (2011) dan Purba et al. (2009) yang menunjukkan kurs rupiah berpengaruh positif terhadap ekspor. Nilai RCA CPO Indonesia di Belanda (LnX 4 ) Variabel nilai RCA CPO Indonesia di Belanda (LnX 4 ) berpengaruh signifikan dengan nilai sig yang lebih besar dari alpha 5 persen dan memiliki korelasi positif terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke Belanda. Nilai koefisien menunjukkan elastisitas sebesar 0.585, artinya setiap kenaikan nilai RCA CPO Indonesia di Belanda sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan volume ekspor CPO Indonesia ke Belanda sebesar persen, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa semakin tinggi daya saing komparatif suatu komoditi, maka semakin tinggi volume ekspor komoditi tersebut. Pajak progresif (D 1 ) Variabel dummy pajak progresif (D 1 ) berpengaruh signifikan dengan nilai sig yang lebih kecil dari alpha 5 persen dan memiliki korelasi positif terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke Belanda. Nilai koefisien menunjukkan elastisitas sebesar 0.743, artinya pajak progresif akan meningkatkan volume ekspor CPO Indonesia ke Belanda sebesar persen, cateris paribus. Hal ini dikarenakan pajak ekspor CPO yang dikenakan selama periode akhir tahun 2008 hingga pertengahan tahun 2011 relatif rendah, bahkan hampir sepanjang tahun 2009 pajak ekspor CPO yang dikenakan sebesar 0 persen karena harga ratarata CPO di pasar internasional selama periode tersebut lebih kecil dari harga minimum CPO sebesar US$ 700 per ton. 41 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Komoditi CPO Indonesia memiliki daya saing yang tinggi (memiliki keunggulan komparatif) di pasar India dan Belanda selama periode tahun 1989 sampai dengan tahun Terdapat lima faktor yang berpengaruh signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia ke India yaitu harga ekspor CPO Indonesia ke India, harga minyak kedelai dunia, kurs rupiah terhadap dollar, nilai RCA CPO Indonesia, dan pajak progresif. 3. Terdapat dua faktor yang berpengaruh signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia ke Belanda yaitu harga minyak kedelai dunia dan pajak progresif. Saran 1. Antisipasi terhadap black campaign perlu terus digalakan guna menjaga citra dan meningkatkan daya saing CPO Indonesia di pasar Internasional. Promosi

56 42 Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ke berbagai negara tujuan ekspor merupakan langkah nyata mempromosikan CPO Indonesia, sekaligus peningkatan kerjasama perdagangan. 2. Pemerintah perlu memperluas pasar CPO, diantaranya dengan menambah terminal tujuan selain pelabuhan Rotterdam di Belanda. Indonesia perlu membangun hubungan perdagangan atau perjanjian perdagangan dengan negara-negara yang prospektif, seperti Jerman, Spanyol, Italia, dan Rusia yang selama ini mengimpor CPO dari Belanda. 3. Untuk penelitian selanjutnya, pemilihan terminal dan negara tujuan baru sebagai upaya ekspansi ekspor CPO Indonesia dapat dilakukan menggunakan analisis potensi perdagangan melalui pendekatan gravity model. DAFTAR PUSTAKA Anggit R, Suyastiri NM, Suprihanti A Analisis Daya Saing Crude Palm Oil (CPO) di Pasar Internasional. SEPA. 9(1): Yogyakarta (ID): Fakultas Pertanian, UPN Veteran Yogyakarta. Arifin B On the Competitiveness and Sustainability of the Indonesian Agricultural Export Commodities. Asean Journal of Economics, Management and Accounting. 1(1): Bandar Lampung (ID): Department of Agricultural Economics/Agribusiness, University of Lampung. Arip MA, Yee LS and Feng TS Assessing the Competitiveness of Malaysia and Indonesia Palm Oil Related Industry. World Review of Business Research. 3(4): Samarahan: Faculty of Economic and Business, University Malaysia Sarawak. Balassa B Trade Liberalization and Revealed Comparative Advantage. The Manchester School of Economic and Social Studies. 33(2): Ball D et al Bisnis Internasional: Tantangan Persaingan Global, Edisi ke-9. Noor S, Penerjemah. Krista, Editor. Terjemahan dari: International Business: The Challenge of Global Competition, 9 th edition. Jakarta: Penerbit Salemba. [BPS] Badan Pusat Statistik. Berbagai Terbitan. (Maret 2014) Djoni, Darusman D, Atmaja U, Fauzi A Determinants of Indonesia s Crude Coconut Oil Export Demand. Journal of Economics and Suistanable Development. 4(4): Tasikmalaya (ID): Faculty of Agriculture, Siliwangi University. [DITJENBUN] Direktorat Jenderal Perkebunan. Berbagai Terbitan. (Februari 2014) Direktorat Jenderal Agro Industri dan Kimia Departemen Perindustrian Roadmap Industri Pengolahan CPO. Jakarta (ID): Departemen Perindustrian. Grafen A, Hails R Modern Statistic For The Life Science. New York (US): Oxford University Press, Inc. Gujarati DN Dasar-dasar Ekonometrika. Mulyadi, J. A.; Penerjemah; Saat, S.; Hardani, W.; Editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Essentials of Econometrics.

57 [ILO] International Labor Organization. -. Assessing and Addressing the Effects of International Trade on Employment (ETE). [IMF] International Monetary Fund (Juli 2014) Kartasasmita S Strategi Peningkatan Daya Saing dan Nilai Tambah Produk Perkebunan. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Perkebunan. Kaunang Willy R CH. Daya Saing Ekspor Komoditi Minyak Kelapa Sulawesi Utara. Jurnal EMBA 1(4): Manado (ID): Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sam Ratulangi Manado. [Kemendag RI] Kementerian Perdagangan Republik Indonesia Market Brief Kelapa Sawit dan Olahannya. Hamburg (DE): ITPC. [Kemendag RI] Kementerian Perdagangan Republik Indonesia Market Brief Kelapa Sawit. Lyon (FR): ITPC. [Kemenkeu RI] Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Berbagai Terbitan. (Juli 2014) [Kemenperin] Kementerian Perindutrian Ekspor CPO RI ke India Terancam Merosot. Majalah Media Industri 14(9): Jakarta (ID): Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Krugman PR and Obstfeld M International Economics Theory and Policy, 8 th edition. Addison Wesley Publishing Company. Mankiw NG Makroekonomi, Edisi Ke-6. Liza F, Nurmawan I, Penerjemah. Hardani W, Barnadi D, Saat S, Editor. Terjemahan dari : Macroeconomics 6 th edition. Jakarta (ID): Erlangga. Nugroho N Analisis Daya Saing Kakao Indonesia di Pasar Dunia. J-SEP 2:3. Jember (ID): Fakutas Ekonomi, Universitas Jember. Oil World iz (Juni 2014) Porter ME The Competitive Advantage of Nations. New York (US): Free Press. Pratiwi E Analisis Determinan Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke Uni Eropa [Tesis]. Medan (ID): Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara. Purba JHV, Hartoyo S, Saragih B, Harianto Dampak Pajak Ekspor Minyak Sawit terhadap Permintaan Minyak Goreng Sawit (Crude Palm Oil) dan Minyak Goreng Kelapa (Crude Coconut Oil) Indonesia. Jurnal Ilmiah Ranggagading 10(2): [PUSDATIN] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Perkembangan Ekspor Impor Pertanian Indonesia Menurut Sub Sektor Tahun , Statistik Makro Sektor Pertanian. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. Radifan F Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Crude Palm Oil Indonesia dalam Perdagangan Internasional. Economics Development Analysis Journal. 3(2): Semarang (ID): Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang. Ragimun Analisis Daya Saing Kakao Indonesia. Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu. Rifin A Export Competitiveness of Indonesia s Palm Oil Product. Agriculture Economics 3(1):1-18. Tokyo (JP): Graduate School of Agricultural and Life Sciences, University of Tokyo. 43

58 44 Rifin A Competitiveness of Indonesia s Cocoa Beans Export in the World Market. International Journal of Trade Economics and Finance 4(5): doi: /IJTEF.2013.V Salvatore Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Penerjemah Haris Munandar. Jakarta (ID): Erlangga. Serin V and Civan A Revealed Comparative Advantage and Competitiveness: A Case Study for Turkey Towards the EU. Journal of Economic and Social Research 10(2): Istanbul (TR): Fatih University. Simanjuntak SB Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijaksanaan Pemerintah terhadap Daya Saing Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia [Disertasi]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Siregar MA, Afifudin S, Nasution MS, ZainoAS Permintaan CPO Indonesia oleh Jerman dan Belanda. Jurnal Mepa Ekonomi 9(1):3. Medan (ID): Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara. Sipayung T Ekonomi Agribisnis Minyak Sawit. Bogor (ID): PT IPB Press. Syaukat Y Menciptakan Daya Saing Ekonomi dan Lingkungan Industri Kelapa Sawit Indonesia. Agrimedia 15(1): Bogor (ID): Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis, Institut Pertanian Bogor. [UNCOMTRADE] United Nation Commodity Trade comtrade.un.org (Maret 2014) [UNCTAD] United Nations Conference on Trade and Development unctad.org (Juli 2014) [USDA] United States Department of Agriculture ) Widyatustik Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor CPO ke China, Malaysia, dan Singapura dalam Skema Asean- China Free Trade Area. Jurnal Manajemen dan Agribisnis 8(2): Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

59 LAMPIRAN 45

60 46

61 47 Lampiran 1 Luas areal komoditi perkebunan tahun 2012 Luas areal (Hektar) 10,000,000 9,000,000 8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 0 Lampiran 2 Produksi komoditi perkebunan tahun ,000,000 Jumlah produksi (ton) 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 0

62 48 Lampiran 3 Hasil perhitungan RCA CPO Indonesia di pasar India Tahun Xij Xt Wij Wt RCA ,266,000 55,233,568 6,318,550 7,114,569, ,000 80,208,880 2,684,161 7,098,280, ,568,000 67,254,352 5,670,024 8,572,029, ,262,896 67,004,751 3,019,199 10,399,195, ,346, ,634,440 1,496,835 14,343,271, , ,582,144 1,577,420 19,147,146, ,237, ,089,344 1,313,485 28,397,118, ,996, ,738,705 4,941,640 30,199,749, ,949, ,642,944 6,021,597 30,830,281, , ,837,056 1,605,088 31,478,862, ,209, ,086,323 15,532,767 37,082,725, ,992, ,838, ,291,407 41,736,602, ,666, ,886, ,006,629 39,126,718, ,799,965 1,263,250, ,418,432 44,526,170, ,183,022 1,879,765, ,432,175 62,417,638, ,726,729 2,427,664, ,816,600 75,495,495, ,778,700 3,018,949, ,947, ,326,226, ,263,037 3,610,442, ,483, ,090,688, ,812,059,186 4,840,346,028 2,017,216, ,481,341, ,294,367,660 6,431,337,165 3,698,877, ,126,465, ,611,278,770 7,599,637,766 3,004,301, ,849,989, ,629,076,473 9,695,329,240 4,127,409, ,558,408, ,465,022,137 13,964,662,741 5,670,320, ,431,853, ,308,546,141 14,068,290,609 5,302,554, ,809,601, Keterangan: RCA = Nilai RCA CPO Indonesia di negara tujuan ekspor Xij = Nilai ekspor CPO Indonesia di negara tujuan ekspor (US$) Xt = Nilai total ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan ekspor (US$) Wij = Nilai ekspor CPO dunia di negara tujuan ekspor (US$) Wt = Nilai total ekspor dunia ke negara tujuan ekspor (US$)

63 49 Lampiran 4 Hasil perhitungan RCA CPO Indonesia di pasar Belanda Tahun Xij Xt Wij Wt RCA ,129, ,846, ,053,064 50,174,468, ,150, ,066,880 88,808,744 59,138,981, ,870, ,525, ,425,203 75,071,393, ,498,544 1,100,270, ,754,197 87,785,195, ,659,768 1,086,407, ,725,236 94,685,581, ,968,656 1,323,436, ,968, ,246,439, ,393,568 1,452,342, ,483, ,929,432, ,227,264 1,666,561, ,679, ,538,710, ,862,080 1,842,337, ,051, ,025,740, ,834,408 1,512,260, ,547, ,609,286, ,705,608 1,543,590, ,033, ,861,575, ,104,905 1,837,401, ,402, ,842,367, ,574,649 1,498,204, ,060, ,411,055, ,740,703 1,618,370, ,071, ,047,016, ,468,217 1,401,474, ,296, ,916,761, ,287,634 1,797,521, ,493, ,014,019, ,089,062 2,233,540, ,749, ,499,699, ,370,141 2,518,358, ,037, ,635,844, ,062,746 2,749,459,376 1,862,736, ,092,556, ,712,815 3,926,404,315 1,708,049, ,843,165, ,874,768 2,909,074,571 1,274,432, ,655,191, ,848,886 3,722,455,122 1,523,090, ,520,825, ,834,422 5,132,500,000 2,086,984, ,213,010, ,031,539,048 4,664,300,841 2,792,816, ,802,091, Keterangan: RCA = Nilai RCA CPO Indonesia di negara tujuan ekspor Xij = Nilai ekspor CPO Indonesia di negara tujuan ekspor (US$) Xt = Nilai total ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan ekspor (US$) Wij = Nilai ekspor CPO dunia di negara tujuan ekspor (US$) Wt = Nilai total ekspor dunia ke negara tujuan ekspor (US$)

64 50 Lampiran 5 Hasil uji kesesuaian model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke India Model Summary b Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson Square Estimate a a. Predictors: (Constant), Pajak progresif, Nilai RCA CPO Indonesia di India, Kurs rupiah terhadap dollar, Harga minyak kedelai dunia, Harga ekspor CPO Indonesia ke India b. Dependent Variable: Volume ekspor CPO Indonesia ke India Lampiran 6 Hasil uji normalitas model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke India

65 51 Lanjutan Lampiran 6 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 24 Normal Parameters a,b Mean 0E-7 Std. Deviation Absolute.171 Most Extreme Differences Positive.110 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.839 Asymp. Sig. (2-tailed).483 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

66 52 Lampiran 7 Hasil uji multikolinearitas model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke India Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Collinearity Statistics Std. Model B Error Beta t Sig. Tolerance VIF 1 (Constant) Harga ekspor CPO Indonesia ke India Harga minyak kedelai dunia Kurs rupiah terhadap dollar Nilai RCA CPO Indonesia di India Pajak progresif a. Dependent Variable: Volume ekspor CPO Indonesia ke India Lampiran 8 Hasil uji autokorelasi model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke India menggunakan Uji Run Runs Test Unstandardized Residual Test Value a Cases < Test Value 12 Cases >= Test Value 12 Total Cases 24 Number of Runs 11 Z Asymp. Sig. (2-tailed).531 a. Median

67 53 Lampiran 9 Hasil uji heteroskedastisitas model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke India Lampiran 10 Hasil uji gabungan model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke India ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression b 1 Residual Total a. Dependent Variable: Volume ekspor CPO Indonesia ke India b. Predictors: (Constant), Pajakprogresif, Nilai RCA CPO Indonesia di India, Kurs rupiah terhadap dollar, Harga minyak kedelai dunia, Harga ekspor CPO Indonesia ke India

68 54 Lampiran 11 Hasil uji kesesuaian model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke Belanda Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson a a. Predictors: (Constant), Pajak progresif, Nilai RCA CPO Indonesia di Belanda, Kurs rupiah terhadap dollar, Harga ekspor CPO Indonesia ke Belanda, Harga minyak kedelai dunia b. Dependent Variable: Volume ekspor CPO Indonesia ke Belanda Lampiran 12 Hasil uji normalitas model regresi faktor ekspor CPO Indonesia ke Belanda

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN 2001 2015 JURNAL Oleh: Nama : Ilham Rahman Nomor Mahasiswa : 13313012 Jurusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi perumusan masalah, perancangan tujuan penelitian, pengumpulan data dari berbagai instansi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan studi kasus Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Negara Indonesia dari tahun 1985 sampai tahun 2014. Penentuan judul penelitian didasarkan pada pertumbuhan produksi beras Negara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

PERNYATAAN ORISINALITAS...

PERNYATAAN ORISINALITAS... Judul : PENGARUH KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT, LUAS AREA BUDIDAYA, INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR, JUMLAH PRODUKSI TERHADAP EKSPOR UDANG INDONESIA TAHUN 2000-2015 Nama : I Kadek Widnyana Mayogantara NIM

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan berupa data sekunder baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data sekunder kuantitatif terdiri dari data time series dan cross section

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya yield to maturity (YTM) dari obligasi negara seri fixed rate tenor 10 tahun

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti yang sederhana adalah suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kegiatan yang terpenting dalam meningkatkan perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional adalah kegiatan untuk memperdagangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN 6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh PTPN Analisis regresi berganda dengan metode OLS didasarkan pada beberapa asumsi yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya perdagangan antar negara. Sobri (2001) menyatakan bahwa perdagangan internasional adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data 3.1.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder atau kuatitatif. Data kuantitatif ialah data yang diukur dalam

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 34 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi harga komoditas kakao dunia tidak ditentukan. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Analisis Kinerja Ekspor Teh Indonesia ke Pasar ASEAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. resmi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. resmi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berbentuk time series, yang merupakan data bulanan dari tahun 005 sampai 008, terdiri dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China, Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang (HS )

III. METODE PENELITIAN. Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China, Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang (HS ) III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang diamati merupakan data gabungan time series dan cross section atau panel data. Tahun pengamatan sebanyak

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Daya Saing Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 Untuk mengetahui daya saing atau keunggulan komparatif komoditi

Lebih terperinci

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM :

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : 1306105133 ABSTRAK Kebutuhan sehari-hari masyarakat di era globalisasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategi yang pertama sering dikatakan sebagai strategi inward looking,

BAB I PENDAHULUAN. Strategi yang pertama sering dikatakan sebagai strategi inward looking, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan hal yang sudah mutlak dilakukan oleh setiap negara. Pada saat ini tidak ada satu negara pun yang berada dalam kondisi autarki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan Internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang disampaikan Salvatore

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA ANDRI VENO UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA ANDRI VENO UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 74 ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA ANDRI VENO UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA ABSTRAK Komoditas kakao merupakan salah satu penyumbang devisa negara. Tanaman kakao sangat cocok dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 44 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Integrasi Pasar (keterpaduan pasar) Komoditi Kakao di Pasar Spot Makassar dan Bursa Berjangka NYBOT Analisis integrasi pasar digunakan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR KOPI SUMATERA BARAT KE MALAYSIA. Indria Ukrita 1) ABSTRACTS

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR KOPI SUMATERA BARAT KE MALAYSIA. Indria Ukrita 1) ABSTRACTS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR KOPI SUMATERA BARAT KE MALAYSIA Indria Ukrita 1) ABSTRACTS Coffee is a traditional plantation commodity which have significant role in Indonesian economy,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Jenis Penelitian ini termasuk penelitian kausal, yang bertujuan menguji hipotesis tentang pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain. Penelitian kausal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah bagi suatu negara dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Banyak keuntungan yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. minyak kelapa sawit Indonesia yang dipengaruhi oleh harga ekspor minyak

BAB III METODE PENELITIAN. minyak kelapa sawit Indonesia yang dipengaruhi oleh harga ekspor minyak BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa seberapa besar volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia yang dipengaruhi oleh harga ekspor minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3. 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif deskriptif. Pendekatan kuantitatif menitikberatkan pada pembuktian hipotesis.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari 34 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari tahun 2005-2012, yang diperoleh dari data yang dipublikasikan

Lebih terperinci

Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp ,

Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp , ANALISIS TINGKAT DAYA SAING KARET INDONESIA Riezki Rakhmadina 1), Tavi Supriana ), dan Satia Negara Lubis 3) 1) Alumni Fakultas Pertanian USU ) dan 3) Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait.

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait. IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data sekunder untuk keperluan penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan juli hingga bulan agustus 2011 selama dua bulan. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data tenaga kerja, PDRB riil, inflasi, dan investasi secara berkala yang ada di kota Cimahi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA Tria Rosana Dewi dan Irma Wardani Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Islam Batik Surakarta Email : triardewi@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA KE UNI EROPA TESIS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA KE UNI EROPA TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA KE UNI EROPA TESIS Oleh Nurul Fajriah Pinem 117039029/ MAG PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara di dalam perdagangan internasional. Dalam era perdagangan bebas saat ini, daya

Lebih terperinci

ANALISIS POSISI EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR DUNIA EXPORT POSITION ANALYSIS OF COFFEE INDONESIA IN THE WORLD MARKET

ANALISIS POSISI EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR DUNIA EXPORT POSITION ANALYSIS OF COFFEE INDONESIA IN THE WORLD MARKET ANALISIS POSISI EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR DUNIA EXPORT POSITION ANALYSIS OF COFFEE INDONESIA IN THE WORLD MARKET Desi Ratna Sari 1, Ermi Tety 2, Eliza 2 Department of Agribussiness, Faculty of Agriculture,

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Jumlah Uang Beredar Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) atau broad money merupakan merupakan kewajiban sistem moneter (bank sentral)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam situasi global tidak ada satu negara pun yang tidak melakukan hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara tidak dapat memenuhi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu berkaitan dengan data yang waktu dikumpulkannya bukan (tidak harus) untuk memenuhi

Lebih terperinci

Disusun Oleh : DIAN AYU PURNAMASARI B

Disusun Oleh : DIAN AYU PURNAMASARI B ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR KELAPA SAWIT INDONESIA Disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar strara I pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang terdiri dari data time series tahunan selama periode tahun 2003-2010 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan

Lebih terperinci

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

Msi = x 100% METODE PENELITIAN 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan IPB,

Lebih terperinci

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pegawai divisi produksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Pemilihan tersebut dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berbentuk time series selama periode waktu di Sumatera Barat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berbentuk time series selama periode waktu di Sumatera Barat BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Sumber Data Metode penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yang berbentuk time series selama periode waktu 2005-2015 di Sumatera Barat yang diperoleh dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data 40 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data time series tahunan 2002-2012. Data sekunder tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung. Adapun data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya tercermin dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Association of South East Asian Nation (ASEAN), yaitu Kamboja, Indonesia,

BAB III METODE PENELITIAN. Association of South East Asian Nation (ASEAN), yaitu Kamboja, Indonesia, BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah sembilan negara anggota Association of South East Asian Nation (ASEAN), yaitu Kamboja, Indonesia, Myanmar, Singapura,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERLAKUAN PAJAK EKSPOR TERHADAP HARGA DOMESTIK BIJI KERING KAKAO SUMATERA UTARA

PENGARUH PEMBERLAKUAN PAJAK EKSPOR TERHADAP HARGA DOMESTIK BIJI KERING KAKAO SUMATERA UTARA PENGARUH PEMBERLAKUAN PAJAK EKSPOR TERHADAP HARGA DOMESTIK BIJI KERING KAKAO SUMATERA UTARA Litna Nurjannah G 1), Salmiah 2), dan Lily Fauziah 3) Alumni Fakultas Pertanian USU dan Staf Pengajar Program

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Pengaruh harga dunia minyak bumi dan minyak nabati pesaing terhadap satu jenis minyak nabati ditransmisikan melalui konsumsi (ket: efek subsitusi) yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2014 dan mengambil data yang berasal dari situs resmi Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. wilayah Kecamatan Karawang Timur dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan

METODE PENELITIAN. wilayah Kecamatan Karawang Timur dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas wilayah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder selama enam tahun pengamatan (2001-2006). Pemilihan komoditas yang akan diteliti adalah sebanyak lima komoditas

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H14052235 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN RIZA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut merupakan data cross section dari data sembilan indikator

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam ruang lingkup sektor pertanian. Waktu penelitian untuk mengumpulkan data

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan meliputi perancangan penelitian, perumusan masalah, pengumpulan data pada berbagai instansi terkait, pemrosesan data, analisis

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data sekunder melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya

Lebih terperinci

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER Oleh : ERWIN FAHRI A 14105542 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan 49 III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kualitas sumber daya manusia terhadap tingkat pengangguran

Lebih terperinci